test diagnostik untuk mengevaluasi vitalitas pulpa gigi
DESCRIPTION
tesTRANSCRIPT
Test Diagnostik Untuk Mengevaluasi Vitalitas Pulpa Gigi
Neurofisiologi Pulpa Gigi: Bagian 2. Test Diagnostik Saat ini Untuk Mengevaluasi Vitalitas Pulpa Gigi
(Ashraf Abd-Elmeguid, BDS et al.)
ABSTRAK
Di bagian kedua dari review dua-bagian ini, kami membahas riset saat ini tentang pulp test
yang mengkaji vitalitas gigi dan pulp tester yang bisa diterima secara klinis. Respon nyeri terhadap
panas, dingin atau electric pulp tester menunjukkan vitalitas pulpal sensory supply gigi saja; respon
nyeri tidak memberikan informasi tentang keadaan pulpa gigi. Meskipun sensitivitas test ini cukup
tinggi, tapi ketika hasil false-positive dan false-negative terjadi, hasil ini dapat mempengaruhi
perawatan gigi. Gigi yang didiagnosis secara keliru sebagai gigi nonvital dengan menggunakan
electric pulp tester akan mengalami kanal akar yang sebenarnya tidak perlu, sedangkan gigi yang
didiagnosis secara keliru sebagai gigi vital dibiarkan tak dirawat, yang menyebabkan jaringan
nekrotik merusak jaringan-jaringan pendukung (resorpsi). Vascular supply adalah lebih penting
untuk menentukan kesehatan pulpa gigi daripada sensory supply (syaraf sendorik). Kematian pulpa
disebabkan oleh terhentinya aliran darah dan menyebabkan pulpa nekrotik, meskipun pulpal
sensory supply mungkin masih viable. Pulpa bisa disembuhkan hanya jika aliran darah yang beredar
cukup sehat. Meskipun masih diteliti, peralatan diagnostik yang mengkaji pulpal blood flow (aliran
darah pulpa), seperti pulse oximeter dan laser Doppler flowmetry, menunjukkan hasil yang
menjanjikan untuk mengevaluasi vitalitas pulpa.
Dalam bagian 1 dari review 2-bagian ini, kami membahas pentingnya memahami
neurofisologi pulpa gigi. Dalam bagian 2 ini, kami meneliti keterkaitan antara distribusi syaraf pulpa
dan beberapa pulp test yang menguji respon syaraf, bukan menguji keadaan vascular supply yang
menetukan vitalitas jaringan. Kami juga mengkaji sejumlah test inovatif saat ini yang menguji
vaskularitas. Kami tidak membahas sejumlah teknik yang membantu klinisi mencapai diagnosis
definitif (pasti), seperti digital radiography dan radiovisiography, karena di luar skope review ini.
Kami juga tidak membahas cavity test sebagai cara mekanik untuk menguji apakah pulpa gigi
koronal itu nekrotik atau tidak karena test ini terutama mengandalkan respon negatif (yaitu, tidak
ada respon) terhadap electric pulp test, beserta informasi yang diperoleh dari periapical
radiograph. Dalam bagian kedua ini, kami membahas riset saat ini tentang pulp test yang menguji
vitalitas gigi dan pulp tester yang diterima secara klinik.
Test Diagnostik yang terkait dengan Neurofisiologi Pulpa Gigi
Electric Pulp Tester
Electric pulp tester banyak dipakai untuk membedakan antara lesi endodontik dan lesi-lesi
yang tidak terlihat pada radiografi. Alat ini (Gambar 1) dirancang untuk memberikan arus listik
untuk menstimulasi serabut-serabut A-delta bermyelin (myelinated A-delta fibers) yang paling
dekat; alat ini biasanya tidak menstimulasi serabut-serabut C tak bermyelin disebabkan ambangnya
yang lebih tinggi.3 Electric pulp tester menunjukkan transmisi neural dan keberadaan serabut
syaraf vital, tapi tidak mengukur kesehatan atau integritas pulpa. Gigi trauma yang untuk
sementara waktu kehilangan fungsi sensoriknya tidak akan merespon alat ini, meskipun vaskularitas
mereka masih utuh (false-negatif),4-5 sedangkan gigi yang nekrotik sebagian/parsial memberikan
respon, meskipun gigi itu kekurangan blood supply (false-positive).6
Media interface diperlukan untuk melakukan impuls elektrik pada gigi7; media ini sebaiknya
berbasis non-liquid karena media berbasis liquid memberikan hasil positif-palsu jika terjadi kontak
dengan jaringan gingival8,9 atau saliva10. Dalam studi sekarang, Mickel dkk8 menemukan bahwa K-
Y lubricating gel dan Crest baking soda dan peroxide whitening tartar memberikan konduksi arus
listrik maksimum pada katoda. Para peneliti berkesimpulan bahwa media konduksi yang baik
diperlukan bilamana diprediksikan hasil negatif-palsu, seperti dalam obliterasi/lenyapnya kanal
pulpa dan gigi trauma.
Lokasi elektroda pada permukaan buccal diperiksa dalam beberapa studi.7,11 Bender dan
lainnya11 menemukan bahwa elektroda paling tepat dipasang pada sepertiga incisal dari gigi
anterior dimana jumlah arus listrik yang paling sedikit masih menimbulkan respon. Peneliti lainnya
memasang elektroda pada sepertiga oklusal permukaan buccal,12 berada di tengah antara tepi
gingival dan tepi oklusal permukaan buccal atau sepertiga gingival permukaan buccal.7,16,17
Sebuah studi18 yang dirancang khusus untuk menguji tempat terbaik untuk pemasangan elektroda
pada permukaan gigi molar tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara molar maksila dan
molar mandibula pada subjek pria dan wanita. Pemasangan elektroda pada ujung mesiobuccal cusp
menimbulkan respon paling buruk. Pemasangan elektroda secara lebih apikal (semakin ke
puncak/apex) dan pada tengah cusp pendukung memperlihatkan peningkatan level respon ambang
(threshold response level). Hasil ini berhubungan dengan keberadaan pulp horn, dimana terdapat
konsentrasi elemen neural/syaraf yang tinggi.19,20
Berdasarkan pengalaman klinis kami, menurut pendapat kami, pemasangan elektroda yang
terbaik adalah pada sepertiga gingival permukaan buccal dalam struktur gigi natural dan bahwa
electrocardiogram gel sebaiknya digunakan sebagai media interface.
Thermal Test (Penggunaan Dingin dan Panas)
Penggunaan air panas (hot water bath) atau gutta-percha lunak, yang dipanaskan, pada gigi
umumnya dilakukan untuk memberikan rasa panas pada pulpa. Metode ini menghasilkan panas
yang cukup untuk menstimulasi C fibres dan menghasilkan rasa nyeri secara terus-menerus dan
biasanya ditunda sekitar 2 sampai 4 detik. Penggunaan panas harus hati-hati untuk menghindari
kerusakan pada jaringan pulpa.21,22
Beberapa metode telah digunakan untuk mengaplikasikan rasa dingin pada gigi, seperti ice
stick (0C ), CO2 stick (-78C ), ethyl chloride (-5C ) dan dichlorodifluoromethane ([DDM] – 50C ).23
Fuss dkk,24 yang meneliti reliabilitas thermal test dan electrical test untuk pasien dewasa dan
pasien muda menemukan bahwa CO2 dan DDM adalah lebih efektif daripada es dan ethyl chloride.
CO2 menghasilkan penurunan temperatur pulpa secara lebih besar dibanding DDM25 dan
menghasilkan respon yang cepat dari pulpa. Penurunan temperatur yang lebih besar ini tidak
memiliki dampak merusak pada jaringan pulpa.24,26-29 Dalam studi yang lain30 untuk menguji
pengaruh beberapa carrier pada pemindahan rasa dingin ke gigi, para penulis ini melaporkan
bahwa butiran kapas besar adalah lebih baik dibanding butiran kapas kecil, dibanding gulungan
kapas atau dibanding ujung kapas yang diberi pegangan kayu. Mereka juga melaporkan bahwa
DDM semprot menghasilkan efek yang lebih efisien, efek yang lebih dingin dibanding dengan teknik
pencelupan. Pabrik mereformulasikan DDM menjadi 1,1,1,2-tetrafluoroethane yang mempunyai
temperatur liquid rendah dan diduga lebih aman bagi lingkungan. Jones dkk31 menemukan bahwa
semprotan refrigerant ini adalah lebih mungkin menghasilkan respon dibanding CO2 dry ice.
Semprotan tersebut juga menyejukkan gigi dalam waktu cepat, terlepas apakah gigi itu direstorasi
atau ditutup, atau tidak dua-duanya.
Pentingnya Mengevaluasi Blood Supply sebagai Indikasi Vitalitas Pulpa
Seperti dilaporkan oleh Cohen dan Burns10, respon terhadap sejumlah test klinis saat ini
menunjukkan bahwa hanya sensory fibres (serabut syaraf sensorik) yang vital. Meski demikian, 10%
- 16% dari hasil test ini adalah false atau palsu.6 Sistem syaraf, yang sangat resistan terhadap
inflamasi, mungkin tetap reaktif, meskipun seluruh jaringan sekitarnya telah mengalami degenerasi;
karena itu, pemeriksaan sensory supply bisa memberikan respon yang positif ketika pulpa rusak
(yaitu, hasil positif-palsu).32 Test ini juga membuat pasien mengalami sensasi yang tidak enak.33
Hasil negatif-palsu (yaitu, tidak ada respon) diperoleh dalam kasus-kasus calcific metamorphosis,34
gigi yang baru trauma35,36 dan terbentuknya gigi yang tidak sempurna.34
Vitalitas pulpa ditentukan menurut kesehatan vascular supply, bukan menurut kesehatan
sensory fibres.4,34,37,38 Pulpa menerima blood supply melalui arterioles berdinding-tipis yang
masuk lewat apical foramina dan accessory foramina. Arterioles ini berjalan secara longitudinal
melewati bagian tengah pulpa, bercabang ke tepinya tempat mereka membentuk capillary network
di subodontoblastic area. Kapiler-kapiler ini tidak memasuki dentin; mereka bermuara ke venules
yang berjalan di sepanjang arterioles dan melewati foramen apikal yang sama.39,40
Sejumlah metode telah digunakan untuk mengevaluasi blood flow dalam pulpa: misalnya,
isotope clearance (klirens isotop)41, local hydrogen-gas desaturation42 dan labelled
microspheres.43 Karena adanya keterbatasan penggunaan isotop pada manusia, metode-metode
ini tetap eksperimental (in vitro). Studi44 untuk menguji apakah perubahan temperatur gigi dapat
memicu pulpal blood flow berkesimpulan bahwa metode evaluasi blood flow dalam pulpa ini tidak
reliable secara klinis.
Metode Diagnostik Eksperimental untuk Mengevaluasi Blood Supply
Meskipun mempunyai kelemahan, beberapa teknik yang digambarkan dalam bagian ini
punya potensial besar untuk aplikasi klinis di masa mendatang.
Dual-Wavelength Spectrophotometry
Dual-wavelength spectrophotometry (DWS), yang dilakukan dengan instrumen portable
noninvasif, bisa dipakai untuk memeriksa pulpal blood flow. Oximetry dengan spectrophotometer
dapat menentukan kadar saturasi oksigen dalam pulpal blood supply dengan sumber cahaya
berpanjang gelombang ganda (760 dan 850 nm).45,46 Instrumen ini berguna untuk menentukan
nekrosis pulpa dan status radang pulpa.45
Nissan dkk46 melakukan studi in vitro untuk mengetahui kelayakan pemakaian DWS untuk
mengidentifikasi gigi-gigi dengan ruang pulpa yang kosong, terisi dengan jaringan pulpa tetap atau
terisi dengan oxygenated blood (darah beroksigen). Temuan mereka menyatakan bahwa
continuous wave-spectrophotometry merupakan metode yang berguna untuk memeriksa pulpa.
Pulse Oximetry
Sejak studi oleh Nissan dkk,46 sejumlah riset berikutnya berfokus pada pulse oximetry, yang
didasarkan pada DWS. Pulse oximetry banyak digunakan dalam praktik medik untuk mengukur
kadar saturasi oksigen selama pemberian anestesi intravena,47 dan digunakan secara rutin di ruang
emergency dan juga digunakan ketika sedasi dan analgesia diperlukan.48 Pulse oximetry bersifat
noninvasif dan atraumatik, sehingga dapat disediakan dalam kedokteran gigi. Teknologi ini
didasarkan pada modifikasi hukum Beer: yaitu, absorpsi cahaya oleh suatu solut (komponen dalam
larutan) dikaitkan dengan konsentrasinya pada panjang gelombang tertentu.49 Pulse oximetry juga
menggunakan karakteristik hemoglobin dalam range merah dan inframerah: oxyhemoglobin
menyerap lebih banyak cahaya dalam range inframerah daripada deoxyhemoglobin, dan sebaliknya
dalam range merah. Schmitt dkk50 menemukan bahwa pulse oximetry mampu menentukan secara
efektif saturasi oksigen dalam model gigi in vitro. Noblett dkk33 yang menggunakan rubber dam
clamp (jepit lembaran karet) sebagai dasar untuk desain sensor dalam model sirkulasi-pulpa in vitro
menemukan bahwa desain ini mampu menentukan secara akurat saturasi oksigen dalam darah
yang bersirkulasi melalui ruang pulpa model gigi. Kahan dkk51 meneliti modified tooth probe dan
tidak menemukan konsistensi antara hasilnya dan hasil dari finger probe. Gopi Krishna dkk52
melakukan pembacaan yang konsisten ketika mereka membandingkan customized dental sensor
dengan finger sensor. Mereka merekomendasikan agar sensor disesuaikan dengan anatomi gigi dan
light-emiting sensor dan plot sensor sebaiknya saling sejajar satu sama lain. Mereka juga
merekomendasikan agar probe tersebut menjepit permukaan gigi dengan kuat untuk pengukuran
yang akurat. Gopikrishna dkk53 membandingkan custom-made pulse oximetry dental probe
dengan thermal test dan electrical test untuk evaluasi vitalitas pulpa. Mereka menemukan bahwa
pulse oximetry punya sensitivitas 100%; cold test punya sensitivitas 81%, dan electrical pulp tester
punya sensitivitas 71% (Sensitivitas adalah kemampuan suatu test untuk melaporkan penyakit pada
pasien yang menderita penyakit.6) Kelompok peneliti yang sama ini melakukan studi54 dengan
membandingkan kemampuan metode pulse oximetry baru dengan metode electrical test dan
thermal test dalam mengukur vitalitas pulpa pada gigi yang baru trauma, yang kondisinya bisa
memburuk oleh terlambatnya diagnosis. Mereka menggunakan modified pulse oximetry yang
mempunyai multisize oxygen sensor berdimensi kecil yang cocok untuk dipasang pada gigi manusia
dan menggunakan sensor holder (alat pemegang sensor) yang menjaga stabilitas gigi dan sensor.
Mereka melaporkan pembacaan vitalitas yang konsisten selama studi mulai dari 0 bulan sampai 6
bulan dengan pulse oximetry, dan melaporkan pembacaan yang bervariasi dengan electrical test
dan thermal test (respon bervariasi dari tidak ada respon pada hari 0 sampai mulai merespon pada
hari 28 hingga respon hampir sempurna untuk periode 3 bulan).
Laser Doppler Flowmetry (LDF)
Laser Doppler Flowmetry (LDF) merupakan metode55-58 yang akurat, noninvasif,
reproducible, dan reliable untuk mengevaluasi blood flow dalam sistem mikrovaskular dengan
sebuah dioda yang memproyeksikan berkas cahaya inframerah melewati mahkota dan ruang pulpa.
Berkas cahaya ini disebarkan melalui sel darah merah yang bergerak dan jaringan statis (diam).59
Frekuensinya akan berubah jika berkas cahaya melewati sel darah merah yang bergerak, tapi tetap
konstan ketika berkas cahaya melewati jaringan statis.50,60 Teknik LDF butuh waktu satu jam
untuk menghasilkan pembacaan, sehingga membuatnya kurang praktis untuk praktik dental kecuali
jika waktunya dapat diperpendek menjadi beberapa menit saja.
Dalam kedokteran gigi, LDF digunakan untuk mengevaluasi pulpal blood flow sebagai
indikasi vitalitas gigi yang trauma.56,61-63 LDF juga digunakan untuk mengevaluasi gingival blood
flow dalam flap setelah ridge augmentation dan selama Le Fort I osteotomy65 dan juga untuk
mengevaluasi blood flow dalam gigi utuh pada hewan66 dan pada manusia55. Gazelus dkk55
menggunakan LDF untuk meneliti pulpal blood flow dengan cahaya He-He, tujuan umum untuk LDF,
bukan LDF yang dioptimalkan untuk mengukur pulpal blood flow. Petetrson dan Oberg59
merancang sebuah instrumen LDF untuk mengukur blood flow dalam pulpa manusia dan
menggunakannya untuk mengevaluasi viability pulpa dalam gigi utuh dan gigi trauma. Mereka
menggunakan infrared laser diode dengan panjang gelombang lebih panjang yang memberikan
penetrasi lebih baik dibanding panjang gelombang cahaya He-He. Sasano dkk67,68 merancang dan
mengembangkan transmitted laser-light flow meter yang menggunakan high-power laser light atau
sinar laser berkekuatan-tinggi untuk memantau pulpal blood flow gigi, bukan menggunakan alat
light flow meter konvensional. Konno dkk menggunakan alat yang sama untuk mengevaluasi
perubahan pulpal blood flow dalam intrusi molar anjing, dengan menggunakan sistem anchorage
skeletal.
LDF dilaporkan sebagai teknik yang sensitif: pembacaannya dipengaruhi oleh gerakan
pasien, non-fixed probe (alat periksa tidak tetap) atau gigi yang mobile. Teknik ini menghasilkan
hasil positif-palsu ketika digunakan untuk gigi yang dirawat secara endodontik dan ketika gingival
blood flow diukur. Selain itu, penyebaran berkas sinar laser intrakoronal dan ekstrakoronal
memerlukan tindakan hati-hati khusus seperti menutup gusi dan mahkota gigi.
Simpulan Informasi tentang fisiologi nyeri pulpa dan serabut sensorik yang menyebabkan nyeri ini,
bersama informasi yang dikumpulkan dari pasien, serta penggunaan peralatan yang tepat untuk
memeriksa sensitivitas dan vitalitas pulpa, adalah sangat penting untuk mencapai diagnosis yang
akurat yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk perencanaan perawatan yang tepat. Saat ini sudah
tersedia banyak peralatan di pasaran untuk memeriksa viabilitas pulpa, tapi peralatan ini
memeriksa viabilitas serabut syaraf sebagai ukuran vitalitas pulpa, yang kadang menyebabkan hasil
positif-palsu atau negatif palsu. Hal ini bisa menjurus kepada prosedur endodontik yang sebenarnya
tidak diperlukan jika test-test tersebut tidak diperkuat dengan hasil dari tindakan diagnostik
lainnya. Pulpal blood flow, yang sama pentingnya dengan mengukur neural supply of pulp (syaraf
pulpa), juga harus diperiksa. Meskipun masih diteliti, sejumlah metode untuk memeriksa blood flow
tampaknya sangat menjanjikan dan sebaiknya segera digunakan di tempat klinik dental.
Komposit
Generasi resin komposit yang kini beredar mulai dikenal di akhir tahun enam
puluhan. Sejak itu, bahan tersebut merupakan bahan restorasi anterior yang
banyak dipakai karena pemakaiannya gampang, warnanya baik, dan mempunyai
sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan bahan tumpatan lain. Sejak akhir
tahun enam puluhan tersebut, perubahan komposisi dan pengembangan
formulasi kimianya relatif sedikit. Bahan yang terlebih dulu diciptakan adalah
bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swapolimer), sedangkan bahan yang lebih
baru adalah bahan yang polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin komposit
mempunyai derajat translusensi yang tinggi. Warnanya tergantung pada macam
serta ukuran pasi dan pewarna yang dipilih oleh pabrik pembuatnya, mengingat
resin itu sendiri sebenarnya transparan. Dalam jangka panjang, warna restorasi
resin komposit dapat bertahan cukup baik. Biokompabilitas resin komposit
kurang baik jika dibandingkan dengan bahan restorasi semen glass ionomer,
karena resin komposit merupakan bahan yang iritan terhadap pulpa jika pulpa
tidak dilindungi oleh bahan pelapik. Agar pulpa terhindar dari kerusakan, dinding
dentin harus dilapisi oleh semen pelapik yang sesuai, sedangkan teknik etsa
untuk memperoleh bonding mekanis hanya dilakukan di email
perifer. 2.1.1 indikasi restorasi komposit
Resin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi klinis.
Secara umum, resin komposit digunakan untuk:
1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI
2. Fondasi atau core buildups
3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif)
4. Prosedur estetis tambahan
Partial veneers
Full veneers
modifikasi kontur gigi
penutupan/perapatan diastema
5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)
6. Restorasi sementara
7. Periodontal splinting
8. Restorasi kavitas klas I komposit
9.
10. The American Dental Association (ADA) mengindikasikan kelayakan resin
komposit untuk digunakan sebagai pit and fissura sealant, resin preventif, lesi
awal kelas I dan II yang menggunakan modifikasi preparasi gigi konservatif,
restorasi kelas I dan II yang berukuran sedang, restorasi kelas V, restorasi pada
tempat-tempat yang memerlukan estetika, dan restorasi pada pasien yang alergi
atau sensitif terhadap logam.
11. ADA tidak mendukung penggunaan komposit pada gigi dengan tekanan oklusal
yang besar, tempat atau area yang tidak dapat diisolasi, atau pasien yang alergi
atau sensitif terhadap material komposit. Jika komposit digunakan seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, ADA menyatakan bahwa "ketika digunakan
dengan benar pada gigi-geligi desidui dan permanen, resin berbahan dasar
komposit dapat bertahan seumur hidup sama seperti restorasi amalgam kelas I,
II, dan V.”
Restorasi Resin Komposit Kelas IPosted by Adi Pratama Rabu, 17 Juli 2013 0 comments
Restorasi Resin Komposit Kelas I - Kavitas kelas
1 merupakan kavitas yang dimulai dengan kerusakan pada pit dan
fissura yang terdapat pada permukaan oklusal gigi molar dan
premolar, permukaan bukal dan lingual/palatal semua gigi di daerah
2/3 ke arah oklusal atau incisal, dan foramen caecum gigi anterior atas.
Pit dan fissura merupakan hasil perpaduan yang tidak lengkap dari
enamel dan sangat rentan terhadap karies. Dengan menggunakan
cairan resin viskositas rendah, daerah ini dapat ditutup dengan cara
melakukan etsa asam pada dinding-dinding pit dan fissura serta
beberapa milimeter permukaan enamel yang berbatasan dengan
daerah tersenut.
Penelitian klinis menunjukkan bahwa pit and
fissura sealants merupakan metode yang aman sekaligus efektif dalam
mencegah karies. Sealant yang paling efektif digunakan pada anak-
anak, yaitu diaplikasikan pada pit dan fissura gigi posterior permanen
segera setelah mahkota klinis erupsi. Orang dewasa juga dapat
memperoleh manfaat dari penggunaan sealants jika individu rentan
terhadap karies karena perubahan dalam diet mereka atau karena
kondisi medis. Indikasi penggunaan sealant adalah untuk lesi karies
pada permukaan email pit dan fissura yang belum meluas
ke dentinoenamel junction (DEJ).
Gambar 1. Kavitas kelas 1. Gambar 2. Kavitas direstorasi Gambar 3. Tumpatan setelah 6bulan
dengan Ceram-X bulan
RESTORASI RESIN KOMPOSIT
INDIKASI RESTORASI KOMPOSIT
Resin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi
klinis. Secara umum, resin komposit digunakan untuk:
1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI
2. Fondasi atau core buildups
3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin
preventif)
4. Prosedur estetis tambahan
Partial veneers
Full veneers
modifikasi kontur gigi
penutupan/perapatan diastema
5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)
6. Restorasi sementara
7. Periodontal splinting
The American Dental Association (ADA) mengindikasikan kelayakan
resin komposit untuk digunakan sebagai pit and fissura sealant, resin
preventif, lesi awal kelas I dan II yang menggunakan modifikasi
preparasi gigi konservatif, restorasi kelas I dan II yang berukuran
sedang, restorasi kelas V, restorasi pada tempat-tempat yang
memerlukan estetika, dan restorasi pada pasien yang alergi atau
sensitif terhadap logam.
ADA tidak mendukung penggunaan komposit pada gigi dengan
tekanan oklusal yang besar, tempat atau area yang tidak dapat
diisolasi, atau pasien yang alergi atau sensitif terhadap material
komposit. Jika komposit digunakan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, ADA menyatakan bahwa "ketika digunakan dengan benar pada
gigi-geligi desidui dan permanen, resin berbahan dasar komposit dapat bertahan
seumur hidup sama seperti restorasi amalgam kelas I, II, dan V.”
KONTRAINDIKASI RESTORASI KOMPOSIT
Kontraindikasi utama dari penggunaan resin komposit sebagai
material restorasi adalah berhubungan dengan faktor-faktor yang
muncul seperti isolasi, oklusi dan operator. Jika gigi tidak dapat
diisolasi dari kontaminasi cairan mulut maka resin komposit atau
bahan bonding lainnya tidak dapat digunakan. Hal ini terjadi karena
resin komposit bersifat sangat sensitif dan memerlukan ketelitian. Bila
terkontaminasi cairan mulut, kemungkinan restorasi akan lepas (Summitt dkk., 2006).
Jika semua kontak oklusi terletak pada bahan restorasi maka resin komposit
sebaiknya tidak digunakan. Hal ini karena resin komposit kekuatan menahan tekanan
oklusi lebih rendah dibandingkan amalgam. Diperlukan memperkuat sisa struktur gigi
yang tidak dipreparasi dengan prosedur restorasi komposit. Adanya perluasan restorasi
hingga mencapai permukaan akar, menyebabkan adanya celah pada pertemuan
komposit dengan akar. Penggunaan liner pada area permukaaan akar dapat
mengurangi kebocoran, celah dan sekunder karies. Tumpatan menggunakan komposit
pada gigi posterior akan cepat rusak pada pasien dengan tenaga pengunyahan yang
besar atau bruxism, karena bahan komposit mudah aus. Pasien dengan insidensi karies
tinggi serta kebersihan mulut tidak terjaga juga dianjurkan untuk tidak menggunakan
tumpatan resin komposit (Baum, et al., 1995).
FAKTOR ISOLASI
Agar restorasi komposit dapat berhasil (untuk memulihkan
fungsi, tidak mengganggu jaringan, dan retensi pada gigi), komposit
harus berikatan dengan struktur gigi, yaitu email dan dentin. Struktur
gigi yang dibonding memerlukan lingkungan yang terisolasi dari
kontaminasi cairan mulut atau kontaminan lainnya. Kontaminasi
tersebut akan menghalangi pembentukan ikatan. Jika daerah operasi
dapat diisolasi dengan baik, maka prosedur bonding yang dilakukan
akan berhasil. Hal ini berlaku untuk penggunaan restorasi
komposit, bonded amalgam, atau ionomer kaca, serta bonding restorasi
tidak langsung dengan penggunaan agen penyemenan yang tepat. Jika
daerah operasi tidak dapat sepenuhnya dilindungi dari kontaminasi,
maka yang digunakan adalah sebuah restorasi nonbonded amalgam,
karena kehadiran cairan mulut tidak menyebabkan masalah klinis yang
signifikan dengan amalgam.
FAKTOR OKLUSAL
Material resin komposit kurang resisten dibandingkan dengan
amalgam, namun penelitian menyatakan bahwa daya resistensi resin
komposit tidak jauh berbeda dengan amalgam. Pada pasien dengan
kekuatan oklusal yang besar, bruxism atau restorasi pada seluruh
permukaan oklusal penggunaan amalgam lebih baik dibandingkan
dengan resin komposit. Namun pada gigi dengan dengan tekanan
oklusal yang normal dan kontak oklusal normal pada struktur gigi
penggunaan resin komposit baik sebagai bahan restorasinya.
KEMAMPUAN OPERATOR
Preparasi gigi untuk restorasi dengan resin komposit relatif
mudah dan tidak kompleks apabila dibandingkan dengan amalgam,
namun dalam hal isolasi gigi, penempatan etsa, primer dan bahan
adhesif pada struktur gigi, insersi, finishing dan polishing dari resin
komposit lebih sulit dari restorasi amalgam. Dan menurut Jordan
(1988), restorasi dengan komposit lebih sulit digunakan pada gigi
posterior, prosedur finishing yang lama, serta proteksi pulpa menjadi
lebih faktor kritis dibandingkan dengan amalgam karena komposit
merupakan material yang bersifat toksik. Dan waktu yang dibutuhkan
untuk penambalan lebih lama dan operator harus lebih berhati-hati
(Baum, et al., 1995). Untuk itu operator harus memberikan perhatian
yang besar dan detail pada penyelesaian restorasi komposit secara
sempurna. Kemampuan dan pengetahuan dari penggunaan material
dan keterbatasannya sangat dibutuhkan oleh operator dalam
menggunakan resin komposit sebagi bahan restorasi.
CLINICAL TECHNIQUE
a. Initial Clinical Procedure
Hal-hal yang diperlukan dalam tahap prosedur klinik adalah
pemeriksaan lengkap, diagnosis, dan rencana perawatan sebelum akan
pasien dijadwalkan untuk menjalani suatu operasi (dalam hal ini tidak
termasuk kondisi gawat darurat).Sebelum melakukan prosedur
restorasi, hendaknya mempelajari kembali secara singkat mengenai
rekam medis pasien, rencana perawatan, dan ronsen foto yang ada.
b. Preparation of the Operating Site
Jika prosedur komposit hanya membutuhkan sedikit preparasi atau
bahkan tidak melakukan preparasi pada gigi sama sekali, maka
diperlukan pembersihan area operasi dengan
menggunakan slurry pumice untuk menghilangkan plak, pelikel, dan
pewarnaan superfisial. Menghilangkan kalkulus dengan beberapa
instrumen juga diperlukan. Tahapan-tahapan tersebut akan
menciptakan area yang baik untuk dilakukan bonding.Prophy paste terdiri
dari flavoring agents, gliserin, atau fluoride yang berperan melawan
kontaminan dan sebaiknya diberikan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya masalah saat prosedur etsa asam.
c. Shade selection
Perhatian khusus harus kita berikan saat kita mencocokkan warna
gigi dengan komposit material. Umunya gigi berwarna putih dengan
berbagai derajat variasi dari abu-abu,kuning, atau orange. Juga
berbeda-beda sesuai translusensi, ketebalan, serta distribusi dari
enamel dan dentin dan juga usia pasien. Faktor lain juga
mempengaruhi seperti fluorosis, efek tetrasiklin,dan perawatan
endodontik.
Kebanyakan pabrik menyediakan shade guide untuk material yang
spesifik, yang pada umunya tidak dapat diganti dengan material dari
pabrik lain. Beda pabrik akan beda shade guidenya. Pencahayaan yang
baik sangat dibutuhkan ketika melakukan pemilihan warna.
Pencahayaan alami lebih diutamakan disini. Ketika memilih warna yang
tepat, shade guide diletakkan dekat dengan gigi untuk menentukan
warnanya secara umum. Kemudian seseorang yang lain mencocokkan
dengan label shade guideyang spesifik disamping area yang direstorasi.
Sebagian label shade sebaiknya diletakkan berdekatan dengan bibir
pasien untuk mendapatkan efek yang natural. Area servikal biasanya
lebih gelap daripada area incisal. Pemilihan warna sebaiknya dilakukan
secepat mungkin. Beberapa dokter kadang meminta bantuan
asistennya untuk membantu menentukan warna yang tepat. Pemilihan
warna final bisa dicek oleh pasien dengan menggunakan hand mirror.
d. Isolasi dengan Cotton Roll
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang
dibasahi saliva, lidah yang mengganggu penglihatan, dan gingiva yang
berdarah adalah sedikit dari masalah-masalah yang harus diatasi
sebelum prosedur kerja yang teliti dan tepat dapat dilakukan.
Beberapa metode dapat dilakukan untuk mengisolasi daerah kerja,
seperti penggunaan rubber dam dan cotton roll (Baum dkk, 1995).
Absorben seperti cotton roll dapat digunakan untuk mengisolasi gigi
sebelum dilakukan perawatan. Penggunaan cotton roll merupakan
alternatif, dan dilakukan apabila penggunaan rubber dam dianggap
tidak praktis, atau tidak dapat digunakan.Cotton roll memungkinkan
terjadinya kontrol kelembapan sehingga mendukung sifat bahan
anastesi. Penggunaan cotton roll bersama saliva ejector efektif dalam
meminimalkan aliran saliva (Roberson dkk, 2002). Isolasi daerah kerja
dengan menggunakan cotton roll efektif dalam menghasilkan isolasi
jangka pendek, seperti dalam prosedur polishing, penempatan sealant,
dan aplilan topikal fluoride (Chandra & Chandra, 2008).
Cotton roll kering dijepit dengan cotton roll holder atau pinset, yang
dipegang oleh asisten dokter gigi. Apabila cotton roll telah dibasahi
seluruhnya oleh saliva, asisten dokter gigi bertanggung jawab untuk
mengganti dengan cotton roll yang kering. Kadang-kadang, saliva
pada cotton roll yang telah basah dapat dihisap dengan suction, sehingga
penggantian cotton roll tidak perlu dilakukan. Beberapa produk untuk
memegang cotton roll dalam berbagai posisi telah tersedia di pasaran.
Tetapi, cotton roll holder harus sering dikeluarkan dari mulut untuk
mengganti cotton roll yang telah basah, sehingga penggunaan cotton roll
holder ini dianggap tidak praktis dan membuang waktu, oleh karena
itu cotton roll holder jarang digunakan. Walaupun demikian, cotton roll
holder mempunyai keuntungan, yaitu dapat digunakan untuk meretraksi
pipi dan lidah dari gigi, sehingga menyediakan akses dan pandangan
yang baik ke daerah operasi (Roberson, 2002).
Menempatkan cotton roll ukuran sedang pada vestibulum fasial
dilakukan untuk mengisolasi gigi rahang atas (Roberson, 2002).
Menurut Anonim (1996), terdapat dua hal penting yang perlu
diperhatikan untuk memudahkan isolasi gigi rahang atas adalah:
1. Atur posisi pasien pada supine position dengan kepala dimiringkan
ke belakang dan dagu menghadap ke atas. Posisi ini
meningkatkan kontrol kelembapan secara signifikan, sekaligus
memudahkan pandanghan ke daerah operasi.
2. Dengan menggunakan kaca mulut selama prosedur perawatan.
Tempatkan kaca mulut pada sisi distal dari gigi yang diisolasi,
sehingga didapatkan finger rest yang tepat. Selain memungkinkan
adanya indirect vision, penempatan kaca mulut juga berperan dalam
menjaga agar lidah tetap jauh dari gigi. Kaca mulut juga menahan
pasien, sehingga pasien tidak dapat menutup mulut selama
prosedur perawatan.
Untuk mengisolasi gigi pada rahang bawah, cotton roll ukuran
sedang diletakkan pada vestibulum fasial, dan cotton roll ukuran besar
diletakkan diantara gigi dan lidah. Penempatan cotton roll pada
vestibulum dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan
penempatan cotton roll pada lingual gigi mandibula lebih sulit untuk
dilakukan. Penempatan cotton roll pada lingual gigi mandibula dapat
dilakukan dengan memegang ujung mesial dari cotton roll dan
menempatkan cotton roll pada daerah yang diinginkan. Jari telunjuk atau
jari pada sisi tangan yang lain digunakan untuk menekan cotton rollke
arah gingiva sambil memutar cotton roll dengan penjepit ke arah lingual
gigi.
Gigi lalu dikeringkan dengan menggunakan air syringe. Setelah
cotton roll ditempatkan, saliva ejector dimasukkan ke dalam mulut dan
diatur posisinya. Perlu diperhatikan bahwa sebelum
mengeluarkan cotton roll dari mulut, sebaiknya cotton rolldibasahi dengan
air terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya perpindahan epitel
pipi, dasar mulut, dan bibir (Roberson, 2002).
TIPE-TIPE PREPARASI RESTORASI RESIN KOMPOSIT
a. BEVELED CONVENTIONAL TOOTH PREPARATION
Preparasi gigi dengan menggunakan bevel mirip dengan
preparasi gigi bentuk konvensional dengan bentuk outline seperti box,
tetapi pada margin enamel dibentuk bevel pada margin enamel.
Preparasi ini dapat dibentuk dan disempurnakan dengan menggunakan
diamond atau stone bur.
Preparasi beveled conventional ini didesain untuk suatu gigi dimana
gigi tersebut sudah direstorasi (biasanya restorasi amalgam), tetapi
restorasi tersebut akan diganti dengan menggunakan resin komposit.
Preparasi dengan desain ini lebih cocok digunakan pada kavitas klas III,
IV, dan V.
Keuntungan dari bevel pada margin enamel untuk restorasi resin
komposit adalah perlekatan resin pada enamel rods menjadi lebih baik.
Selain itu, keuntungan lain adalah ikatan antara resin dengan email
menjadi lebih kuat yang berarti meningkatkan retensi, mengurangi
marginal leakage, dan mengurangi diskolorisasi pada bagian marginal.
Bevel pada bagian cavosurface dapat membuat restorasi tampak lebih
menyatu dengan struktur gigi sehingga tampak lebih estetik.
Walaupun memiliki beberapa keuntungan, ternyata bevel ini
biasanya tidak ditempatkan pada permukaan oklusal gig posterior atau
permukaan lain yang berkontak tinggi karena pada preparasi
konvensional sudah didesain sedemikian rupa dimana perlekatannya
memanfaatkan enamel rods pada permukaan oklusal. Bevel juga tidak
ditempatkan pada bagian proksimal jika penggunaan bevel ini akan
memperluas cavosurface margin. Preparasi bevel conventional jarang
digunakan untuk restorasi resin komposit pada gigi posterior.
b. CONVENSIONAL TOOTH PREPARATION
Preparasi gigi konvensional dengan menggunakan resin komposit
pada dasarnya sama seperti preparasi menggunakan tumpatan
amalgam. Bentuk outlinediperlukan untuk perluasan dinding eksternal
memerlukan batasan yang benar, bentuk yang sama, kedalaman
dentin, membentuk dinding menjadi sebuah sudut 90 derajat dengan
restorasi materialnya. Pada preparasi gigi konvensional dengan
amalgam, bentuk konfigurasi marginal, retensi groove, dan perlekatan
dentin mempunyai ciri-ciri berbeda. Desain preparasi ini digunakan
secara ekstensif pada restorasi amalgam dan komposit masa lampau,
dan desain ini bisa digabungkan ketika penggantian restorasi menjadi
salah satu indikasinya. Kegunaan preparasi konvensional sebelumnya
tidak hanya dibatasi pada preparasi permukaan akar saja, namun bisa
juga menjadi desain untuk kelas 3, 4 dan 5.
Indikasi utama untuk preparasi konvensional menggunakan
restorasi komposit adalah (1) preparasi terletak pada permukaan akar,
(2) restorasi kelas 1 dan 2 sedang sampai besar. Pada area akar desain
preparasi kelas 1 ini akan memberikan bentuk preparasi yang baik
karena ada retensi groovenya. Desain ini memberikan perlindungan
yang baik antara komposit dan permukaan dentin atau sementum dan
memberikan retensi pada material komposit di dalam gigi.
Pada restorasi komposit kelas 1 dan 2 yang sedang sampai
besar, dibutuhkan bentuk resistensi yang cukup, seperti pada desain
preparasi konvensional menggunakan amalgam. Bur inverted
cone ataupun bur karbid dibutuhkan untuk preparasi gigi, menghasilkan
desain preparasi yang sama seperti pada preparasi amalgam, tetapi
luasnya lebih kecil, perluasannya lebih sedikit, dan tanpa preparasi
retensi sekunder. Bur inverted cone akan membuat hasil preparasi yang
kasar bila menggunakan diamond dan menggunakan bentuk desain
konservatif dari ekstensi oklusal fasiolingual.
Bentuk marginal butt joint antara gigi dan komposit tidak dibutuhkan
(dengan amalgam wajib dilakukan). Sudut cavosurface pada area tepi
dari preparasi bisa lebih dari 90 derajat. Sudut
oklusal cavosurface tumpul, sehingga masih belum dapat membentuk
dinding yang konvergen. Penggunaan bur diamond menghasilkan
permukaan yang kasar, peningkatan area kontak, dan peningkatan
retensi potensial, namun dapat menghasil menghasilkan smear
layer yang lumayan tebal. Efek ini menyebabkan perlunya peningkatan
agitasi dari primer ketika dilakukan bonding pada area yang kasar.
Sistem self-etching bonding bisa menyebabkan terjadinya efek
negative pada smear layer, karena asam yang dikandung semakin
sedikit. Penggunaan istrumen putar tergantung keinginan operator,
yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilannya.
Karena persamaan preparasi konvensional kelas 1 dan 2 pada
amalgam dan restorasi komposit, banyak operator lebihmenggunakan
restorasi komposit ketika melakukan preparasi kelas 1 dan 2 pada
kavitas posterior yang besar, atau untuk membentuk kavitas yang
lebih kecil. Karena pentingnya bentuk struktur gigi maka restorasi
komposit kelas 1 dan 2 konvensional harus dilakukan dengan sesedikit
mungkin perluasan fasiolingual dan harus diperluas sampai area pit
dan fisur pada permukaan oklusal ketika sealant diperlukan.
c. MODIFIED TOOTH PREPARATION
Teknik preparasi ini tidak mempunyai spesifikasi bentuk dinding
maupun kedalaman pulpa atau aksial, yang utama adalah
mempunyai enamel margin. Perbedaan yang mencolok antara teknik
preparasi konvensional dan modified adalah bahwa preparasi modified ini
tidak dipreparasi hingga kedalaman dentin. Perluasan margin dan
kedalaman pada teknik ini diperoleh dengan melebarkan (ke arah
lateral) dan kedalaman dari lesi karies atau kerusakan yang lain.
Tujuan disain preparasi ini adalah untuk membuang kerusakan
sekonservatif mungkin dan untuk mengandalkan ikatan komposit pada
struktur gigi untuk mempertahankan restorasi di dalam mulut. Round
burs atau diamond stone dapat digunakan untuk jenis preparasi ini, yang
akan menghasilkan disain marginal yang serupa dengan beveled
preparation, struktur gigi yang dibuang sedikit.
BOX-ONLY
Indikasi:
Teknik ini hanya dipergunakan pada permukaan proksimal saja.
Instrument:
Inverted cone bur atau round diamond stone/bur.
Cara kerja:
1. Box proksimal dipreparasi dengan menggunakan inverted cone
bur atau round diamond stone/bur dengan posisi sejajar
sepanjang axis mahkota gigi.
2. Preparasi diteruskan ke arah gingival hingga mencapai marginal
ridge.
3. Kedalaman inisial proximal aksial dipreparasi sedalam 0,2
pada dentinoenamel junction.
FACIAL ATAU LINGUAL SLOT
Indikasi:
Modifikasi desain yang ketiga dalam merestorasi kavitas bagian
proksimal pada gigi posterior adalah dengan menggunakan preparasi
fasial atau lingual slot. Pada kasus ini, lesi terdapat pada permukaan
proximal, namun operator yakin bahwa akses menuju lesi tersebut
dapat dicapai baik dari arah facial maupun lingual daripada arah
oklusal.
Instrument:
Round diamond stone/bur.
Cara kerja:
1. Round diamond stone/bur diarahkan dengan tepat pada
ketinggian occlusogingival.
2. Jalan masuk instrument berasal dari gigi yang berdekatan,
pertahankan permukaan lingual atau facial dari gigi terdekat
tersebut.
3. Kedalaman inisial aksial 0,2 mm pada dentinoenamel junction.
Sudut pada oklusal, fasial, dan gingival cavosurface margin
sebesar 90o atau lebih. Preparasi dengan teknik ini hampir serupa
dengan preparasi kelas III pada gigi anterior.
PULPAL PROTECTION
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, proteksi pulpa untuk restorasi
komposit diindikasikan untuk prosedur pulp capping secara langsung. Walaupun
beberapa penulis menyarankan penggunaan resin-bonding agen, buku ini
merekomendasikan penggunaan liner dari kalsium hidroksida untuk pembukaan pulpa
vital. Karena material komposit merupakan bahan yang retentif dan kuat, maka
penggunaan base pada preparasi yang dalam biasanya tidak diperlukan.
PRELIMINARY STEPS FOR ENAMEL AND DENTIN BONDING
Teknik etsa asam dilakukan untuk mengoptimalkan hasil, termasuk isolasi dari
cairan seperti saliva dan cairan sulkus dengan menggunakan rubber dam atau
gulungan kapas dan alat retraksi. Etsa pada email mempengaruhi inti email dan bagian
email yang mengelilinginya. Etsa pada dentin mempengaruhi dentin intertubuler dan
peritubuler, menghasilkan pembukaan pada tubuler, menghilangkan permukaan
hidroksiapatit dan meninggalkan fibril kolagen yang betautan.
Cairan dan gel etsa sudah tersedia, konsentrasi asam fosforik sekitar 32%
hingga 37%. Etsa likuid bisa digunakan untuk penetsaan permukaan yang luas, seperti
pada sealant dan full veneer. Thixotropic gels digunakan oleh banyak praktisi untuk
dinding preparasi termasuk bevel dan margin. Etsa dalam bentuk gel dapat digunakan
dengan brush atau paper-point endodontik dengan hati-hati, namun biasanya syringe
digunakan untuk menginjeksikan gel tersebut ke gigi yang sedang di preparasi.
Permukaan yang dietsa tidak boleh terkontaminasi oleh cairan yang ada di rongga
mulut. Jika terkena, maka prosedur tersebut harus diulang. Untuk preparasi yang
melibatkan area proksimal dari gigi anterior, matriks polyester diletakkan diantara gigi
sebelum asam di aplikasikan untuk menghindari etsa pada gigi yang berdekatan.
INSERSI RESIN KOMPOSIT
Restorasi komposit biasanya diaplikasikan dalam dua tahap.
Tahap pertama yaitu aplikasi adesif bonding. Tahap kedua yaitu insersi
material restorative. Saat ini terdapat dua tipe komposit, yaitu self-
cured dan light cured. Komposit tipe self cured tidak lagi digunakan secara
luas karena tipe light cured lebih memberikan beberapa keuntungan
seperti berkurangnya diskolorisasi, berkurangnya porositas,
penempatan yang lebih mudah, dan finishingnya pun lebih mudah.
Karena sumber sinar harus diaplikasikan pada komposit light
cured agar menyebabkan polimerisasi, maka material komposit harus
diinsersikan pada preparasi gigi dengan ketebalan 1-2 mm. hal ini akan
menyebabkan sinar dapat mempolimerisasi komposit dengan sebaik-
baiknya dan akan mengurangi efek dari pengkerutan polimerisasi,
terutama pada sepanjang dinding gingival.
Baik instrumen tangan maupun alat syringe dapat digunakan
untuk menginsersi komposit light cured maupun self cured.
Penggunaan instrument tangan lebih popular digunakan karena lebih
mudah dan cepat. Kekurangan dari penggunaan instrument tangan
yaitu udara dapat terperangkap pada preparasi gigi atau tidak dapat
tercampur pada material saat prosedur insersi. Teknik syringe
digunakan karena dapat memberikan kenyamanan dalam
memindahkan material komposit ke preparasi gigidan mengurangi
kemungkinan terperangkapnya udara. Pada preparasi yang kecil,
teknik syringe akan mendapatkan kesulitan karena ujung syringe yang
terlalu besar sehingga sebaiknya tip syringe yang kosong sebelumnya
sudah dicobakan pada preparasi gigi. Komposit yang dapat diinjeksikan
tergantung pula pada viskositasnya. Beberapa komposit microfill tidak
dapat diinjeksikan, sehingga bahan-bahan material sebaiknya
dievaluasi sebelum penggunaan klinis.
FINISHING DAN POLISHING COMPOSITE
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi
mengkilat. Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi
sinar telahmengalami polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah
pengerasan awal.
Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :
1. Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades,
seperti 12 atau12b atau specific resin carving instrument yang
terbuat dari carbide, anodized aluminium, atau nikel titanium.
2. Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs,
berbagai tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber
point dan cups, metal dan plastic finishing strips, dan pasta
polishing.
Diamond dan carbide burs
Digunakan untuk menghaluskan ekses-ekses yang besar pada resin
komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada
permukaan restorasi.
Discs
Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang
abrasive dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area
interproksimal. Disk terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar sampai
yang halus yang bisa digunakan secara berurutan saat melakukan
finishing dan polishing.
Impregnated rubber points dan cups
Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling kasar
digunakan untuk mengurangi ekses-ekses yang yang besar sedangkan
yang halus efektif untuk membuat permukaan menjadi halus dan
berkilau. Keuntungan yang utama dari penggunaan alat ini adalah
dapat membuat permukaan yang terdapat ekses membentuk groove,
membentuk bentuk permukaan yang diinginkan serta membentuk
permukaan yang konkaf pada lingual gigi anterior
Finishing stips
Digunakan untuk mengcontur dan memolish permukaan proksimal
margin gingival untuk membuat kontak interproksimal. Tersedia dalam
bentuk metal dan plastik. Untuk metal biasa digunakan untuk
mengurangi ekses yang besar namun dalam menggunakan alat ini kita
harus berhati-hati karena jika tidak dapat memotong enamel,
cementum, dan dentin. Sedangkan plastic strips dapat digunakan
untuk finishing dan polishing. Juga tersedia dalam beberapa jenis dari
yang kasar sampai halus yang dapat digunakan secara berurutan.
Prosedur finishing dan polishing resin komposit:
1. Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan ekses-
ekses di area proksimal, dan margin gingival dan untuk
membentuk permukaan proksimal dari resin komposit.
2. 12b scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin
komposit pada aspek distal
3. Alumunium oxide disk digunakan untuk membentu kontur dan
untuk polishing permukaan proksimal dari restorasi resin
komposit.
4. Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal
5. Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan
untuk menghaluskan permukaan oklusal restorasi
6. Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing
atau polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak
proksimal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Untuk membuat contur yang baik, kita harus menyesuaikan
bentuk restorasi sesuai dengan anatomi gigi yang benar dan tepat
agar diperoleh hasil yang maksimal.
2. Kita harus berhati-hati dan senantiasa memperhatikan hal-hal
seperti tactil, kontak dengan gigi di samping nya, serta kontak
oklusal dengan gigi antagonisnya.
Finishing dan polishing sangatlah mempengaruhi hasil akhir restorasi
seperti warna permukaan, akumulasi plak, dan karakteristik resin
komposit.
RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I DIREK
INDIKASI RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I
1. Restorasi yang berukuran kecil dan sedang
2. Kebanyakan restorasi pada premolar atau molar pertama, terutama ketika
mempertimbangkan segi estetik
3. Restorasi yang tidak menyediakan seluruh kontak oklusal
4. Restorasi yang tidak memiliki kontak oklusal yang berat
5. Restorasi yang dapat diisolasi selama prosedur dilakukan
6. Beberapa restorasi yang dapat berfungsi sebagai landasan untuk
mahkota
7. Sebagian besar restorasi yang digunakan untuk
memperkuat sisa struktur gigi yang melemah
8. Jarak faciolingual preparasi kavitas tidak melebihi 1/3 jarak intercuspal. (Summit
dkk, 2001)
KONTRAINDIKASI RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I
1. Ketika letak daerah yang akan ditumpat tidak dapat diisolasi
2. Ketika terjadi tekanan oklusal yang berat
3. Ketika seluruh kontak oklusal hanya terjadi pada komposit
4. Pada restorasi yang meluas ke permukaan akar. Kebanyakan, perluasan ke
permukaan akar dengan restorasi komposit akan terbentuk V-shaped gap (celah
kontraksi) di antara akar dan komposit. Celah ini muncul akibat dari penyusutan
polimerisasi komposit lebih besar daripadainitial bond strength komposit
terhadap dentin pada akar. V-shaped gap terdiri atas komposit pada sisi restorasi
dan denti yang terhibridisasi pada sisi akar. Efek jangka panjang dari timbulnya
celah tersebut masih belum diketahui
5. Pasien yang memiliki kebiasaan grinding atau clenching
Gambar 4. Celah pada permukaan akar
KEUNTUNGAN RESTORASI KOMPOSIT KELAS I DIREK
Dibawah ini merupakan beberapa keuntungan restorasi
menggunakan bahan tumpatan resin komposit, yaitu:
1. estetik
2. pengurangan struktur gigi secara konservatif (pengurangan
struktur gigi minimal)
3. mudah, preparasi gigi tidak terlalu kompleks/rumit
4. ekonomis (bila dibandingkan dengan mahkota dan restorasi gigi
secara tidak langsung)
5. insulasi
6. keuntungan bonding
microleakage berkurang
mengurangi terjadinya karies sekunder
mengurangi sensitifitas post operative
meningkatkan retensi
meningkatkan kekuatan struktur gigi yang tersisa
7. mudah dipolish
8. tidak mengalami diskolorasi
9. melekat pada permukaan gigi secara mekanis, yaitu melalui
mikropit yang ada pada permukaan email
KERUGIAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I DIREK
Beberapa kerugian restorasi dengan resin komposit kelas I direk
adalah:
1. Kemungkinan besar penggunaannya terlokalisir
2. Adanya efek pengerutan polimerisasi (shrinkage polymerisation)
3. Tidak diketahuinya biokompatibilitas dari beberapa komponen
4. Membutuhkan waktu lebih untuk restorasi
5. Elastisitas rendah
6. Dapat terjadi fraktur pada marginal ridge
7. Adanya beberapa teknik yang sensitive, seperti:
etching, priming, penempatan bahan adhesif
penumpatan komposit
curing komposit
membentuk kontak proksimal
finishing dan polishing
8. Lebih mahal daripada restorasi amalgam
9. Dapat terjadi kebocoran tepi pada resin komposit
Kegagalan restorasi resin komposit dapat disebabkan oleh faktor
berikut, perbedaan masing-masing koefisien termal ekspansi diantara
resin komposit, dentin dan enamel, penggunaan oklusi dan
pengunyahan yang normal, dan kesulitan karena adanya kelembaban,
mikroflora yang ada, lingkungan mulut bersifat asam, maka akibat
kegagalan ini dapat terjadi kebocoran tepi pada resin komposit.
10.Sifat iritasinya terhadap jaringan pulpa serta adaptasi yang tidak
baik terhadap dinding kavitas.
Sifat iritasi resin komposit erat hubungannya dengan sifat kimia bahan
tersebut.
Sayegh menyatakan bahwa resin komposit merupakan bahan tumpat
yang bersifat toksik terhadap jaringan pulpa. Ini berarti resin komposit
dapat mengiritasi serta mengakibatkan radang pulpa. Namun lebih
lanjut Brannstrom mengemukakan bahwa iritasi pulpa ini terutama di
sebabkan oleh kebocoran yang terjadi melalui tepi tumpatan serta
diikuti oleh invasi mikroorganisme dan cairan mulut melalui tubuli
dentin. Kebocoran tersebut terutama disebabkan oleh pengerutan
yang terjadi selama polimerisasi resin komposit. Keadaan demikian
dapat mengakibatkan kegagalan adaptasi bahan tersebut terhadap
dinding kavitas.
CLINICAL TECHNIQUE FOR DIRECT CLASS I COMPOSITE RESTORATIONS
a. Initial Clinical Procedures
Akhir-akhir ini semen komposit dianggap tidak lagi cocok untuk digunakan
merestorasi kavitas oklusal, tetapi untuk kavitas yang kecil pada permukaan oklusal
gigi yang cukup sehat dapat dilakukan restorasi dengan komposit etsa asam, asalkan
fisura yang masih ada juga direstorasi pada saat yang bersamaan. Dengan makin
membaiknya sifat fisik dari resin komposit, bahan ini dapat dipertimbangkan
kegunaannya untuk kavitas yang besar. Dewasa ini resin komposit hanya cocok
digunakan untuk restorasi kavitas lingual pada gigi yang sudah dirawat saluran akar.
Sama seperti prosedur preparasi umumnya, preparasi kelas I
restorasi komposit didahului dengan seleksi area yang akan
dipreparasi. Diperlukan juga penilaian terhadap hubungan oklusi
dengan gigi antagonisnya untuk meminimilkan terjadinya trauma
oklusi. Isolasi pada daerah operasi pada umumnya tidak menjadi
masalah, tetapi sangat menentukan keberhasilan dari preparasi.
b. Tooth Preparation
Terdapat tiga tipe dalam preparasi komposit, yaitu
konvensional, beveled conventional, dan modifikasi. Konvensional
preparasi dapat digunakan untuk meningkatkan resistance form yang
dapat meminimalkan terjadinya fraktur pada gigi dan bahan komposit
pada saat selesai preparasi. Preparasi konvensional ini juga digunakan
pada gigi dengan area preparasi yang luas serta memiliki tekanan
oklusal yang besar. Desain bevel konvensional, preparasi konvensional,
atau kombinasi keduanya, dasar kavitas yang rata untuk menerima
tekanan oklusal, kekuatan gigi, serta konfigurasi dari permukaan
restorasi merupakan unsur-unsur yang dapat membantu dalam
menahan kemungkinan frakturnya gigi dan restorasi.
Restorasi kavitas kecil hingga sedang preparasinya dapat
menggunakan preparasi modifikasi, yang biasanya tidak memiliki
karakteristik resistance form pada preparasi konvensional. Preparasi jenis
modifikasi ini memiliki pelebaran pada bagian cavosurface tanpa
adanya bagian yang datar pada pulpa atau axial wall. Preparasi ini
biasanya lebih membulat dan lebih kecil, sehingga lebih bersifat
konservatif pada gigi. Pada preparasi jenis ini dapat digunakan cutting
instrument.
Berbagai tipe cutting instrument dapat digunakan pada preparasi kelas
I, secara umun ukurannya sesuai dengan lesi yang ada, dan
ketajamannya dapat berguna dalam pembentukan retensi dan
resistensi yang diinginkan. Bila permukaan oklusal yang akan
direstorasi lebih luas, maka dapat kita gunakan disain boxlike preparation,
preparasi ini menghasilkan resistensi dan retensi yang besar terhadap
terjadinya fraktur.
TEKNIK PREPARASI
a. CONVENSIONAL
Untuk preparasi kelas I yang besar dengan komposit,
masukkan inverted conediamond lewat distal area pit pada permukaan
oklusal, posisikan sejajar dengan sumbu akar dan mahkota. Saat
diantisipasi bahwa seluruh panjang mesiodistal dari sentralgroove yang
akan dipreparasi, lebih mudah memasukkan bagian distal terlebih dulu
dan kemudian melintasi mesial.
Teknik ini memungkinkan penglihatan yang lebih baik untuk
operator selama melakukan preparasi. Siapkan pulpal floor untuk
kedalaman inisiasi awal 1,5 mm, yang diukur dari sentral groove (Gb.
5) . Setelah daerah groove sentral dibuang, facial atau lingual diukur
kedalaman, ini akan lebih besar, biasanya sekitar 1,75 mm, tetapi
ini tergantung pada kecuraman dari kecondongan cuspal (Gb. 6).
Biasanya kedalaman awal ini adalah kira-kira 0,2 mm dalam (internal)
di Dej. diamond dipindahkan ke mesial (Gb. 7) untuk menyertakan sisa
lain, mengikuti groove sentral, sebaik turun naiknya DEJ (Gb. 8).
Perluasan permukaan bukal dan lingual dan lebar mengikuti
karies, material restorasi lama, atau kesalahan. Mempertahankan
kekuatan cuspal dan marginal ridge sebanyak mungkin. Meskipun
ikatan akhir restorasi komposit akan membantu memulihkan beberapa
kekuatan melemah, permukaan yang tidak dipreparasi, lingualmesial,
atau distal struktur gigi, bentuk outline harus sebagai konservatif
mungkin di daerah ini. Perluasan pada cups harus seminimal mungkin.
Perluasan sampai marginal ridge harus menghasilkan kira-kira 1,6 mm
ketebalan gigi sisa struktur (diukur dari perluasan internal ke kontur
proksimal) untuk premolar dan kira-kira 2 mm untuk geraham (Gb.
9). Perluasan terbatas tergantung oleh dukungan dentin pada marginal
ridge email dan cups. Diamond berjalan sepanjang groove dan
menghasikan pulpal flooryang datar dan mengikuti naik turunnya DEJ.
Jika perluasan mengharuskan pengurangn cups, ini sama kira-kira 1,5
mm kedalaman dipertahankan, biasanya menghasilkan pulpal floor naik
ke oklusal (Gb. 10).
Gambar 5. Diamond is moved mesially to include all faults
Gambar 6. Mesiodistal initial pulpal depth preparation follows DEJ. A, Mesiodistal cross-section of premolar. B, Move cutting instrument mesially. C, Follow contour of DEJ.
Gambar 8. Faciolingual extension. Maintain initial 1.5-mmpulpal depth up cuspal inclines.
Gambar 7. Mesiodistal extension. Preserve dentin
support of marginal ridge enamel. A, Molar.
B, Premolar.
Gambar 9. Groove extension. A, Cross-section through facial and lingual groove area. B, Extension through cusp ridge at 1.5 mm initial pulpal depth; facial wall depth is 0.2 mm inside
the DEJ. C, Facial view.
Gambar 10. Beveling a facial groove extension. Coarse diamond creates a 0.5-mm bevel width at a 45-degree angle. A, Facial view. B, Occlusal view.
b. MODIFIED
Preparasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
ketebalan yang cukup bagi bahan restoratif. Semua tepi harus
mempunyai butt-joint cavosurface angle90º untuk mendapatkan kekuatan
tepi bagi bahan restorasi. Semua tepi dan sudut harus dibuat
membulat untuk menghindari tekanan pada restorasi dan gigi,
sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya fraktur.
Bur carbide atau diamond yang digunakan untuk preparasi gigi harus
yang berbentuk tappered supaya dinding fasial dan lingual divergen ke
arah oklusal. Bentuk divergen ini akan mempermudah insersi pasif
untuk restorasi. Ujung mata bur harus bulat supaya sudut yang
dibentuk tidak tajam, sehingga dapat mengurangi stress internal.
Derajat divergensi di antara 2º-5º pada setiap dinding. Sepanjang
preparasi, instrument potong digunakan untuk membuat dinding
vertikal sejajar aksis panjang mahkota gigi.
Preparasi pada oklusal dengan kedalaman 1,5-2 mm. Kebanyakan
komposit dan keramik memerlukan isthmus dan groove dengan
kelebaran 1,5mm untuk mengurangi fraktur pada restorasi. Dinding
fasial dan lingual dipreparasi sehingga cusps datar dan halus. Idealnya,
tidak boleh ada undercut yang menghalangi insersi bahan restorasi.
Jika ada undercut yang kecil, bisa ditutupi dengan
menggunakan liner semen ionomer. Dinding pulpa juga harus rata dan
halus. Jika sisa karies atau bahan restorasi yang sebelumnya akan
dibuang, dindingnya direstorasi dengan liner/base light-cured semen
ionomer. Margin gingival dikurangi seminimal mungkin karena margin
pada enamel lebih sering digunakan untuk bonding.
Apabila bagian dari dinding fasial atau lingual mempunyai karies,
maka preparasi dilebarkan (dengan gingival shoulder)
disepanjang transitional line angle agar kerusakan dapat dihilangkan.
Dinding aksial pada pelebaran ini di preparasi untuk mendapatkan
ketebalan restorasi yang mencukupi. Cusp haruslah di capping jika
preparasi melebihi 2/3 atau lebih dari groove primer ke ujung cusps. Jika
cusps di capping, preparasi dikurangi 1,5-2mm dan mempunyai
cavosurface angle 90º. Apabila cusps dikapping, terutama centric
cusps, shoulder haruslah dibuat dengan cavosurface margin fasial dan
lingual menjauhi dari kontak gigi antagonis.
TEKNIK RESTORASI
Matrix tidak di perlukan pada preparasi restorasi karena konturnya
dapat dikontrol secara langsung pada saat material komposit
dimasukan ke dalam preparasi seperti pada restorasi klas V. Hal ini
benar terutama pada pemakaian lightcured material dimana
mempunyai working time yang lebih lama, sehingga operator dapat
membuat kontur pada restorasi apabila material restorasi masih
berada dalam keadaan yang belum terpolimerisasi.
ETCHING, PRIMING DAN PENEMPATAN ADHESIVE
a. TEKNIK ETSA
Tujuan:
Pengerutan polimerisasi terjadi ketika resin metakrilat mengeras, oleh
karena itu kebocoran tepi restorasi lebih mungkin terjadi pada restorasi
resin dibandingkan bahan jenis lain. Bahan komposit yang ada saat ini
tidak memiliki kemampuan untuk menahan kebocoran tepi, sehingga
kebocoran cairan mulut sering terjadi pada bagian yang berdekatan
dengan restorasi. Secara singkat tujuan etsa asam adalah
meningkatkan perlekatan mekanis dan menutup tepi. Prosedur ini
memperluas penggunaan bahan restorasi berbasis resin karena
memberikan ikatan yang kuat antara resin dan email serta
memecahkan masalah yang dihadapi oleh restorasi berbasis resin yaitu
perubahan warna di bagian tepi karena kebocoran tepi restorasi yang
berhadapan.
Penggunaan
Teknik etsa asam membentuk basis bagi kebanyakan prosedur inovatif
kedokteran gigi, seperti retensi logam berikatan resin, vinir berlapis
porselen dan braket ortodontik.1 Secara sistematis, ada 4 hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan etsa asam : metode, waktu,
konsentrasi asam, dan tipe asam yang digunakan.
Metode
Asam fosforik dapat diaplikasikan dalam bentuk gel dengan
menggunakan kuas atau injeksi. Kuas lebih dianjurkan karena ujung
yang baik dari kuas akan mengikatkan asam ke enamel pada preparasi
chamfer-shoulder dan bulu kuas yang halus akan mencegah gosokan
kasar yang nantinya akan menghasilkan penurunan retensi akibat
fraktur dari enamel interstitial yang mengelilingi pori-pori yang sangat
kecil (micropore).
Waktu
Waktu yang digunakan untuk etsa asam fosforik tidaklah lama,
normalnya 10-60 detik.3 Waktu yang lebih lama tidak akan menambah
kekuatan ikatan. Namun, lamanya pemberian etsa bervariasi
tergantung riwayat gigi yang dietsa. Aplikasi dapat lebih lama (1 menit
atau lebih) pada gigi susu dan gigi yang mengalami fluorosis karena
keduanya bersifat melawan prosedur etsa.
Konsentrasi asam
Konsentrasi 30%-50% adalah yang paling efektif dan banyak terdapat
di pasaran.1,3 Konsentrasi 37% merupakan konsentrasi terbanyak di
pasaran. Konsentrasi lebih dari 50% dapat menyebabkan pembentukan
monokalsium fosfat monohidrat pada permukaan teretsa yang
menghambat kelarutan lebih lanjut.
Tipe asam yang digunakan
Ada 2 macam tipe asam yang dapat digunakan untuk etsa yaitu gel
dan larutan encer. Tipe larutan encer mudah untuk digunakan tetapi
sangat sulit untuk mengontrol flow cairan.2,3 Gel fosforik dengan
viskositas tinggi seperti Caulk Gel Etchant atau Ultradent Etching Gel
lebih mudah untuk dikontrol secara klinis.2 Dalam pembuatannya, gel
tersebut seringkali dibuat dengan menambah silika koloidal atau
butiran polimer ke dalam asam.
Pada umumnya etsa dipasok dalam bentuk gel agar peletakan
bahan dapat lebih dikendalikan. Selama peletakan usahakan agar
gelembung udara antara kedua bahan tidak masuk karena jika ada
gelembung udara daerah tersebut tidak dapat teretsa. Setelah dietsa,
asam harus dibilas dengan air selama 20 detik, kemudian enamel
dikeringkan. Tanda keberhasilan etsa tampak pada permukaan enamel
yang berwarna putih salju. Enamel ini harus dijaga agar tetap kering
sampai resin diletakkan, tujuannya untuk membentuk ikatan yang
baik. Kontak dengan saliva atau darah misalnya, walaupun hanya
sebentar dapat menghalangi pembentukan resin tag yang efektif dan
mengurangi kekuatan ikatan. Jika terjadi kontaminasi, kontaminan
harus segera dibersihkan, enamel dikeringkan serta dietsa kembali
selama 10 detik (lebih singkat dari waktu etsa awal).
b. TEKNIK PRIMER
Primer harus diaplikasikan pada semua struktur gigi yang
dipreparasi dengan menggunakan microbrush atau applicator. Pabrik
akan menentukan lama aplikasi bahan primer serta lama penyinaran.
Apabila sudah dilapisi dengan primer maka dentin seharusnya
mengkilap secara rata, dan jika terdapat bagian yang kering maka
harus diberi lapisan primer lagi.
c. PENEMPATAN ADHESIF
Jika sistem bonding tidak menyatukan primer dan adhesive, maka
bonding adhesive diaplikasikan. Microbrush atau applicator digunakan
untuk mengaplikasikan bahan adhesive semua bagian atau struktur gig
yang telah di etsa dan di primer. Harus diperhatikan agar bahan
adhesive tidak mengalir ke bagian yang lain. Apabila sudah
diaplikasikan, bahan adhesive dipolimerisasi dengan penyinaran
cahaya. Setelah polimerisasi material komposit akan terikat secara
langsung dengan bahan adhesive tersebut.
INSERSI DAN CURING THE COMPOSITE
Self cured atau light cured komposit dapat diinsersi dengan
instrument tangan atau syringe. Komposit self-curing jarang digunakan
untuk restorasi klas V karena light-curing mempunyai banyak
kelebihan dibanding self-curing. Diusapakan campuran komposit self-
cured pada preparasi dengan menggunakan instrument tangan sambil
vibrasi. Ujungnya dapat dilubrikasi dengan bonding adhesive. Biasanya
prosedur ini dilakukan dua kali supaya preparasi terisi penuh atau
lebih. Kemudian eksesnya dibersihkan dimulai dari gingival
cavosurface margin dengan menggunakan eksplorer No. 2 atau
dengan menggunakan blade pada instrument komposit, seterusnya
pada bagian struktur gigi yang tidak dipreparasi, gingival dan terakhir
pada bagian yang dipreparasi. Jika komposit mulai mengeras, maka
konturing harus dihentikan.
Material light-cured direkomendasikan umumnya untuk preparasi
klas V disebabkan oleh working time yang lebih lama dan kontur yang
dapat dikontrol sebelum terjadi polimerisasi. Hal ini sangat berguna
pada restorasi dengan preparasi yang besar atau pada preparasi
dengan merginnya yang terletal pada cementum, karena instrument
rotasi dapat merusakan struktur gigi.
KONTURING DAN POLISHING KOMPOSIT
Konturing dapat dimulai dengan segera setelah penyinaran light-
cured materi komposit selesai polimerisasinya atau 3 menit sesudah
pengersan materi self-cured. Permukaan oklusal dibentuk dengan round,
12-bladed carbide finishing bur atau bentuk yang serupa untuk
finishing diamond. Special carbide-tipped carvers (carbide
carvers;brasseler USA, Savannah,Ga) digunakan untuk menghilangkan
kelebihan komposit yang panjang di daerah tepi oklusal. Finishing
dilakukan dengan piloshing cups atau point atau keduanya setelah
oklusi diperoleh. Setelah itu dilakukan pembentukan anatomi oklusal
komposit gigi sehingga juga diperoleh seni dalam insersinya .
Tahapan:
1. Diamond fine 8274-016 (red band) digunakan untuk membuat
kontur dan meperbaikii morfologi oklusal gigi. Ujung cups,
kemiringan instrument diletakkan dengan benar pada fossa dari
arah bukal atau lingual
2. Diamond ET 6 Fine (red band) digunakan untuk membuat kontur
dan antomi oklusal gigi. Ujung instrument ditempatkan dengan
tepat di tengah fossa dan diarahkan daru bukal maupun sisi
lingual. Bisa digunakan untuk fossa sebelah mesial maupun distal.
3. ET6UF(30 blade white band) carnide digunakan untuk finishing
restorsai komposit. Instrumen ini digunakan untuk restorasi komposit
dan menfinishing bagian magin gigi.
4. H274uf-016 (30 blade white band) digunakan untuk menfinishing,
dan membuat kontur dari oklusal gigi agar sesuai dengan anatomi.
5.Ujung diamond imprehnated(green)DC1M digunakan untuk
mengawali polishing yang ditempatkakn pada tengah fossa dan
diarahkan dari bukal maupun lingual
6. Pada akhir polishing, maka digunakn ujung dari fine (gray)polishing
sehingga dapat diproduksi kilau yang bagus pada gigi
.
7. cup DC3M (medium) digunakan untuk menghilangkan kotoran dan
membuat hasil restorasi baik
8. Hasil akhir dari Poloshing, sehingga restorasi komposit terlihat
mengkilat
Tujuan melakukan polishing:
1. supaya tahan dari stain
2. supaya tahan dari formasi plak dan kalkulus
3. mudah dibersihkan
4. meminimalkan iritasi dari jaringan lunak
5. dapat meningkatkan ketahanan restorasi
RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I INDIREK
INDIKASI RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I INDIREK
Indikasi untuk restorasi indirect tooth-colored yang dihubungkan
dengan kombinasi tuntutan estetik dan ukuran restorasi sebagai
berikut:
1. Estetik
Restorasi indirect tooth-colored diindikasikan utuk restorasi kelas I dan II
yang berlokasi di daerah yang penting estetiknya bagi pasien.
2. Kerusakan yang luas atau sudah direstorasi sebelumnya
Restorasi indirect tooth-colored dapat dipertimbangkan untuk merestorasi
kerusakan pada kelas I dan II atau dapat digunakan juga untuk
mengganti restorasi yang luas, khususnya pada bagian faciolingual dan
disarankan untuk menutup cups/tonjol. Restorasi yang luas paling baik
direstorasi dengan restorasi adhesive sehingga lebih memperkuat
struktur gigi. Materi restorasi indirect tooth-colored dapat lebih tahan lama
dibandingkan dengan direct komposit jika ditempatkan pada restorasi
yang luas pada bagian oklusal posterior, khususnya dalam
mempertahankan permukaan oklusal dan kontak oklusal. Resistensi
yang didapatkan dari materi indirect khususnya pada restorasi luas
bagian posterior melibatkan semua kontak oklusal. Tanpa bagian
terbesar yang mencukupi, maka keberadaan restorasi komposit/
indirect keramik akan mudah fraktur terutama pada bagian molar.
3. Faktor ekonomi
Beberapa pasien menginginkan perawatan dental yang terbaik dengan
tanpa memperhatikan biayanya. Untuk pasien yang seperti ini, maka
restorasi indirect-tooth colored diindikasikan tidak hanya untuk
restorasi yang luas, tetapi juga untuk restorasi dengan ukuran yang
sedang (biasanya dapat direstorasi dengan materi restorasi direct,
misalnya komposit).
KONTRAINDIKASI RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I INDIREK
Kontraindikasi untuk tumpatan sewarna gigi metode indirek adalah sebagai
berikut:
1. Tekanan oklusal yang besar
Tumpatan komposit dapat retak/fraktur ketika mendapat tekanan oklusal yang besar,
misalnya pada pasien dengan kebiasaan buruk mengerot gigi (bruxism). Pada
pasien bruxismsebagian besar giginya mengalami atrisi karena lapisan enamelnya
menipis.
2. Area terlalu kering
Tumpatan indirek membutuhkan bahan adhesive untuk merekatkan restorasi dengan
gigi. Bahan adhesive ini memerlukan kelembaban untuk menjaga keawetan restorasi
tersebut. Oleh sebab itu, pada area yang terlalu kering, penumpatan dengan teknik ini
harus dihindari karena keawetan restorasi tidak akan optimal.
3. Preparasi subgingiva yang terlalu dalam
Preparasi dengan batas subgingiva yang terlalu dalam harus dihindari sebab akan
menimbulkan kesulitan saat dilakukan pencetakan.
KEUNTUNGAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I INDIREK
Keuntungan tumpatan sewarna gigi metode indirek adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sifat fisik
Tumpatan indirek memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan tumpatan resin
komposit metode direk karena tumpatan indirek dibuat dibawah kondisi laboratoris
yang ideal.
2. Teknik dan material dapat bermacam-macam
Tumpatan indirek dapat menggunakan resin komposit maupun ceramic yang dibuat
dengan bermacam-macam proses laboratorium atau dengan metode CAD/CAM.
3. Keawetan
Tumpatan ceramic lebih tahan lama pemakaiannya dibandingkan tumpatan resin
komposit merode direk, khususnya pada penumpatan regio oklusal yang luas pada gigi
posterior.
4. Mengurangi pengekerutan saat polimerisasi
Pengkerutan saat polimerisasi merupakan kelemahan terbesar dari tumpatan resin
komposit metode direk. Dengan metode indirek, sebagian besar preparasi terisi oleh
tumpatan dan tekanan dapat berkurang karena hanya sedikit semen yang digunakan
saat sementasi.
5. Memperkuat struktur gigi pendukung
Struktur gigi yang lemah oleh karena karies, trauma, maupun preparasi dapat
diperkuat dengan bonding adhesive pada tumpatan indirek.
6. Memiliki kontur dan kontak yang lebih baik
Tumpatan indirek biasanya memiliki kontur (khususnya kontur proksimal) dan kontak
oklusal yang lebih baik dibandingkan tumpatan direk. Hal ini dikarenakan pembuatan di
luar rongga mulut akan memudahkan akses dan penglihatan.
7. Biokompatibel dan respon jaringan yang baik
Ceramic merupakan material inert dengan biokompatibiltas yang sempurna dan respon
jaringan yang baik.
KEKURANGAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I INDIREK
1. Waktu dan biaya yang lebih banyak
Sebagian besar teknik indirek, kecuali metode CAD-CAM,
membutuhkan dua kali kunjungan pasien, serta pembuatan restorasi
sementara. Faktor ini, ditambah dengan biaya laboratorium,
berkontribusi pada lebih mahalnya biaya restorasi indirek dibanding
restorasi direk. Meskipun inlay dan onlay indirek lebih mahal dibanding
restorasi direk (amalgam dan komposit), inlay dan onlay ini lebih
murah dibanding mahkota all ceramic atau porcelain fused to metal.
2. Sensitivitas teknik
Restorasi yang dibuat dengan teknik indirek membutuhkan
ketrampilan operator yang tinggi. Ketrampilan ini penting saat
preparasi, mengukir model, sementasi, dan finishing restorasi.
3. Kegetasan keramik
Restorasi keramik dapat pecah bila hasil preparasi tidak menghasilkan
ketebalan yang adekuat untuk melindungi dari tekanan oklusal atau
bila restorasi tidak didukung oleh media semen dan preparasi yang
baik. Pecahnya keramik juga dapat terjadi selama try in atau setelah
sementasi, yang biasa terjadi pada pasien dengan tekanan oklusal
yang tinggi.
4. Kontak berlebih antara gigi antagonis dan restorasi antagonisnya
Material keramik dapat menyebabkan pemakaian yang berlebih pada
gigi atau restorasi antagonisnya.
5. Perlekatan resin dengan resin yang sulit
Restorasi komposit harus diabrasi secara mekanik atau diberi bahan
kimia untuk memfasilitasi adhesi semen. Ikatan antara restorasi
komposit indirek dan semen komposit sangat lemah.
6. Kemungkinan kecil dapat diperbaiki
Restorasi indirek, terutama inlay atau onlay keramik, sulit untuk
diperbaiki meski hanya pecah sebagian. Bila pecah terjadi pada
restorasi, inlay atau onlay kompist dapat diperbaiki menggunakan
sistem adesif dan resin komposit aktivasi sinar. Kekuatan ikatan
restorasi komposit indirek dan direk relative sama. Namun jika sebuah
inlay atau onlay keramik pecah, perbaikannya tidak sama dengan inlay
atau onlay komposit. Karena inlay atau onlay keramik diindikasikan
untuk daerah yang terkena tekanan oklusal tinggi serta estetik yang
diutamakan, perbaikan dengan komposit direk tidak dianjurkan karena
komposit tidak sesuai untuk area yang terlihat dari luar.
7. Try in dan polishing yang sulit
Restorasi komposit dapat dipolish intraoral dengan instrument dan
material yang sama untuk memolish restorasi komposit direk, meski
beberapa area tepi sulit untuk dipolish. Namun, keramik lebih sulit
dipolish karena dapat terjadi marginal gap dan kekerasan permukaan
keramik.