tesis gelar magister pendidikan bimbingan dan konseling oleh
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KONSELING
ISLAMI UNTUK LANJUT USIA SEBAGAI UPAYA
MEMBANTU LANSIA MEMPERSIAPKAN BEKAL
MENGHADAPI KEMATIAN
TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan Bimbingan dan Konseling
oleh
Widya Safitri
0105516021
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
ii
PENGESAHAN
Tesis berjudul Pengembangan Model Bimbingan Konseling Islami Untuk Lansia
Sebagai Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal Menghadapi Kematian
karya Widya Safitri NIM. 0105516021 ini telah dipertahankan dalam Ujian Tesis
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang pada tanggal 4 maret 2019 dan disahkan
oleh Panitia Ujian.
Semarang, 04 Maret 2019
Ketua
Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M. Pd.
NIP. 195903011985111001
Sekertaris
Prof. Mungin Eddy Wibowo, M. Pd., Kons.
NIP. 195211201977031002
Penguji I
Mulawarman, S. Pd., M. Pd., Ph.D.
NIP. 197712232005011001
Penguji II
Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd.
NIP. 195811031986011001
Penguji III
Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons. NIP. 196112011986011001
PERNYATAAN KEASLIAN
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis ini benar-benar karya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain atau pengutipan dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya siap
menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran
terhadap etika keilmuan dalam karya ini.
Semarang, Februari 2019
Yang membuat pernyataan,
Widya Safitri
NIM. 0105516021
Moto dan Persembahan
iv
MOTTO
“Hidup Bukan Hanya Sekedar Untuk Mencari Kebahagiaan, Tetapi Juga Untuk
Mempersipakan Bekal Menjemput Kematian.” (Widya Safitri)
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini dipersembahkan untuk:
❖ Prodi Bimbingan Konseling PPs UNNES
❖ Almamater Universitas Negeri Semarang
PRAKATA
v
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “Pengembangan Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia Sebagai Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal Menghadapi
Kematian”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini dapat diselesaikan
berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang
telah membantu penyelesaian penelitian ini.Ucapan terimakasih peneliti sampaikan
pertama kali kepada para pembimbing: Prof. Dr. DYP Sugiharto, M.Pd., Kons.
(pembimbing I) dan Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd. (Pembimbing II), yangtelah sabar
membimbing dan memotivasi peneliti. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan
juga kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian studi,
di antaranya:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan kesempatan penulis menyelesaikan studi di UNNES.
2. Prof. Dr. Achmad Slamet, M.Si., Direktur Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama proses
pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini.
3. Prof. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. Kons., Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah
memberikan kesempatan serta arahan selama proses pendidikan, penelitian,
dan penulisan tesisi ini.
vi
4. Dr. Awalya, M.Pd, Kons., Sekretaris Program Studi Bimbingan dan konseling
Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan dan arahan
dalam penulisan tesis ini.
5. Seluruh dosen Bimbingan dan Konseling Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada peneliti
selama menempuh pendidikan.
6. Seluruh staff dan pengurus Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang yang
telah memberikan arahan, dukungan, serta bantuan selama pelaksanaan
penelitian ini.
7. Bapak dan ibu tersayang, suami tercinta, serta keluargaku, atas semua doa,
semangat dan dukungannya selama mengikuti pendidikan.
8. Sahabat seperjuangan, para senior, teman-teman mahasiswa Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang, atas bantuan dan kerjasama yang telah dilalui
bersama.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Peneliti menyadari akan segala keterbatasan dan kekurangan dalam tesis ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi
bagi pengembangan konsep dan praktik layanan bimbingan dan konseling.
Semarang, Februari 2019
Widya Safitri
NIM. 0105516021
ABSTRAK
vii
Safitri, Widya. 2019. “Pengembangan Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia Sebagai Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal
Menghadapi Kematian.” Tesis. Program Studi Bimbingan dan konseling.
Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. DYP
Sugiharto, M.Pd.,Kons., Pembimbing II Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd.
Kata Kunci: Bimbingan Konseling Islam, Lansia, Kematian
Setiap individu terutama lansia membutuhkan bimbingan terutama dalam
mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Bimbingan ini diharapkan dapat
membantu lansia dalam mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menghasilkan model bimbingan konseling Islami untuk
lansia yang memiliki nilai kebermanfaatan, kemudahan, kepatutan dan ketelitian
untuk membantu lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan (Research
and Development) dangan langkah-langkah: (1) studi pendahuluan, (2) merancang
model hipotetik, (3) uji kelayakan model hipotetik, (4) merancang model “akhir”.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan
FGD. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model
interaktif menurut Miles & Huberman yaitu, pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan, dan verifikasi.
Hasil penelitian ini yaitu: (1) Lansia pada umumnya memiliki hambatan
dalam mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Hambatan tersebut berupa
permasalahan lansia yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman di masa lalu
yang belum terselesaikan, sehingga sering menyebabkan lansia sulit menerima dan
fokus pada kondisi saat ini, (2) Pendampingan kepada lansia di wisma lansia Husnul
Khatimah Semarang sudah dilaksanakan dengan baik. namun pendampingan yang
diberikan lebih cenderung pada aspek fisik. sedangkan pendampingan dari sisi
spiritual dan psikis yang dibutuhkan oleh lansia sering terabaikan karena sumber
daya manusia yang kurang memadai, (3) model bimbingan konseling Islami untuk
lansia yang terdiri dari 10 komponen, yaitu: rasional, tujuan, visi dan misi, bidang
bimbingan, jenis layanan, isi model, kualifikasi dan peran konselor, evaluasi, tindak
lanjut, rekomendasi. Kelayakan model tersebut telah divalidasi oleh 4 orang
pakar/ahli bimbingan dan konseling dan 1 orang pakar/ahli agama islam, serta 8
orang praktisi yang merupakan perawat, ustadzah dan beberapa pengurus. Uji
kelayakan dilakukan untuk memperoleh tanggapan, saran, dan masukan dari
praktisi Bimbingan dan Konseling di lapangan mengenai model yang
dikembangkan oleh peneliti. Hasil uji kelayakan yang divalidasi oleh ahli/ pakar
dan praktisi menunjukkan bahwa model yang dirancang layak untuk
diimplementasikan.
ABSTRACT
viii
Safitri, Widya. 2019. "Islamic Guidance and Counseling Model for Elderly at
Husnul Khatimah Elderly Guesthouse Semarang." Thesis. Guidance and
counseling study program. Postgraduate. Semarang State University.
Advisor I Prof. DYP Sugiharto, M.Pd., Kons., Supervisor II Dr. Anwar
Sutoyo, M.Pd.
Keyword: Islamic guidance and counseling, elderly, dead.
Everyone, especially the elderly, needs guidance in preparing provisions for
facing death. This guidances expected to help them in preparing the provision. This
study conducted to produce an Islamic guidance and counseling model for the
elderly. The model expected has usefulness, convenience, propriety and
thoroughness value to help the elderly preparing provisions for facing death.
This study conduct research and development design with steps: (1)
preliminary study, (2) designing a hypothetical model, (3) feasibility test of a
hypothetical model, (4) designing a "final" model. Data collection used interviews,
observation, and focus group discussion (FGD). Data analysis conducted with
interactive model data analysis techniques according to Miles & Huberman,
including data collection, reduction, presentation, conclusion, and verification.
The study showed some result, (1) in general, the elderly have some
obstacles in preparing provisions for facing death. Some obstacles that the elderly
facing caused by unresolved past experiences, so it difficult in accepting and
focusing on the current conditions, (2) Elderly mentoring at Husnul Khatimah
elderly guesthouse Semarang has been well implemented. However, the assistance
provided is more likely to be physical aspect. Meanwhile, the spiritual and
psychological assistances aspect needed by the elderly often overlooked due to
inadequate human resources, (3) Islamic guidance and counseling model for the
elderly consisting of 10 components, namely: rational, purpose, vision and mission,
field of guidance, type services, content of the model, qualifications and role of the
counselor, evaluation, follow-up, recommendations. The feasibility of the model
has been validated by 4 guidance and counseling experts and 1 Islamic expert, 8
practitioners who are nurses, religious teachers and some administrators gave their
judgement. Feasibility test conducted to obtain responses, suggestions, and input
from Guidance and Counseling practitioners regarding to the models developement.
The feasibility test result show that the model design is feasible to be implemented.
DAFTAR ISI
ix
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i
PERSETUJUAN PENGUJI DRAFT TESIS ...................................................... ii
PENGESAHAN UJIAN TESIS ......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
PRAKATA ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 10
1.3 Cakupan Masalah ................................................................................. 11
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................ 11
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................. 12
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 13
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ............................................. 14
1.8 Asumsi dan Keterbatasan ..................................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA
BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka ...................................................................................... 16
2.2 Kerangka Teoretis ................................................................................ 24
2.2.1 Bimbingan dan konseling Islam .................................................. 24
2.2.1.1 Pengertian Bimbingan dan konseling Islam ........................ 24
2.2.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ............................. 25
2.2.1.3 Karakteristik Konselor ......................................................... 27
2.2.1.4 Prosedur Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islami .... 29
2.2.2 Tinjauan Tentang Lanjut Usia ..................................................... 29
2.2.2.1 Pengertian Lansia ................................................................ 29
2.2.2.2 Karakteristik Lansia ............................................................. 31
x
2.2.2.3 Permasalahan Pada Lansia ................................................... 34
2.2.3 Kajian Tentang Kematian ........................................................... 38
2.2.3.1 Hakikat Kematian ................................................................ 38
2.2.3.2 Proses Menuju Kematian ..................................................... 40
2.2.3.3 Pentingnya Mempersiapkan Bekal Menuju Kematian ........ 42
2.2.4 Model Bimbingan Konseling Islami bagi Lansia ........................ 44
2.3 Kerangka Berpikir ................................................................................ 48
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .................................................................................. 51
3.2 Prosedur Penelitian ............................................................................... 53
3.2.1 Tahap I: Penelitian Awal dan Pengumpulan Informasi ............... 55
3.2.2 Tahap II: Perencanaan ................................................................. 56
3.2.3 Tahap III: Pengembangan Produk Awal ..................................... 57
3.2.4 Tahap IV: Uji Lapangan Awal .................................................... 57
3.2.5 Tahap V: Revisi Produk Utama ................................................... 57
3.3 Sumber Data dan Subjek Pengembanga ............................................... 58
3.3.1 Sumber Data ................................................................................ 58
3.3.2 Subjek Penelitian ......................................................................... 59
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 59
3.4.1 Wawancara .................................................................................. 60
3.4.2 Observasi ..................................................................................... 62
3.4.3 Studi Literasi ............................................................................... 64
3.4.4 Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) .............................................. 65
3.5 Uji Keabsahan Data Kuantitatif ........................................................... 68
3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................ 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 74
4.1.1 Deskripsi Kondisi Fisik, Organisasi dan SDM di Wisma
Lansia Husnul Khatimah Semarang ............................................ 75
4.1.1.1 Kondisi Fisik Wisma Lansia Husnul Khatimah ................... 75
4.1.1.2 Organisasi ............................................................................. 77
4.1.1.3 Sumber Daya Manusia .......................................................... 79
4.1.2 Pendampingan Pada Lansia......................................................... 82
4.1.2.1 Pendampingan dalam Bidang Kesehatan............................. 84
4.1.2.2 Pendampingan dalam Bidang Psikologis ............................. 85
4.1.2.3 Pendampingan dalam Bidang Keagamaan .......................... 87
4.1.3 Kebutuhan Akan Model Bimbingan Konsesling Islami untuk
Lansia .......................................................................................... 91
4.1.4 Fisibilitas Model Bimbingan Konseling Islam Untuk Lansia
Sebagai Upaya Mempersiapkan Bekal Kematian ....................... 92
4.1.5 Model Bimbingan Konseling Islami untuk Lansia ..................... 93
4.1.5.1 Strategi Desain Model Hipotetik ......................................... 93
4.1.5.2 Desain Model Hipotetik ....................................................... 94
4.1.5.3 Uji Kelayakan Model: Hasil Validasi Ahli dan Praktisi ...... 95
4.1.5.4 Strategi Uji Kelayakan ......................................................... 96
4.1.5.5 Hasil Uji Ahli ....................................................................... 96
xi
4.1.5.6 Hasil Uji Praktisi ................................................................. 102
4.1.5.7 Perbaikan Model Hipotetik .................................................. 105
4.1.5.5 Model Akhir: Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia .............................................................................................. 107
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 138
4.2.1 Kondisi Fisik, Organisasi, dan SDM di Wisma Lansia Husnul
Khatimah Semarang .................................................................. 138
4.2.2 Pendampingan Pada Lansia......................................................... 139
4.2.3 Kebutuhan akan Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia ....................................................................................... 141
4.2.3 Model Bimbingan Konseling Islami untuk Lansia...................... 141
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................. 145
5.2 Implikasi Hasil Penelitian .................................................................... 147
5.3 Saran ..................................................................................................... 148
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 150
LAMPIRAN ..................................................................................................... 159
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xii
Tabel 3.1 Jenis dan Instrumen Pengumpul Data
.......................................................................................................
55
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Penyusunan Model Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
.......................................................................................................
56
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kondisi Lingkungan di Wisma
Lansia Husnul Khatimah
Semarang
.......................................................................................................
57
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kondisi Lansia di Wisma Lansia
Husnul Khatimah Semarang
.......................................................................................................
58
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Pedoman Literasi Penyusunan Model Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
.......................................................................................................
60
Tabel 4.1 Data kondisi fisik wisma
lansia
......................................................................................................
71
Tabel 4.2 Data Kepengurusan Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang
.......................................................................................................
76
Tabel 4.3 Data jumlah perawat dan lansia di wisma lansia Husnul Khatimah
Semarang
.......................................................................................................
77
Tabel 4.4 Pola Permasalahan Lansia
.......................................................................................................
79
Tabel 4.5 jawdal kegiatan pendampingan perawat kepada
lansia
.......................................................................................................
80
xiii
Tabel 4.6 Pendampingan Spiritual Pada Lansia
.......................................................................................................
83
Tabel 4.7 Validator Ahli Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia
.......................................................................................................
93
Tabel 4.8 Hasil Validasi Ahli Model Bimbingan Konseling Islami Untuk
Lansia
.......................................................................................................
95
Tabel 4.9 Rakuman Hasil Validasi Ahli Model Bimbingan Konseling
Islami untuk Lansia
.......................................................................................................
97
Tabel 4.10 Validator Praktisi Model Bimbingan Konseling Islami untuk
Lansia sebagai Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal
Menghadapi Kematian
.......................................................................................................
99
Tabel 4.11 Hasil Validasi Praktisi ......................................................................... 99
Tabel 4.12 Perbaikan Model Awal (Model Hipotetik) ...................................... 102
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Alur Pikir Model Bimbingan Konseling Islam Untuk Lansia . 47
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Pengembangan Model Bimbingan dan
Konseling Islami untuk Lansia .................................................. 49
Gambar 3.4 Model Analisis Miles dan Huberman ........................................ 66
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Penyusunan Program
Bimbingan Konseling Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
154
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Penyusunan Model Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
155
Lampiran 3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kondisi Lingkungan Di Wisma
Lansia
xv
..................................................................................................
158
Lampiran 4 Pedoman Observasi Kondisi Lingkungan Di Wisma Lansia
Husnul Khatimah Semarang
..................................................................................................
159
Lampiran 5 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Keagamaan Lansia Di
Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang
..................................................................................................
161
Lampiran 6 Pedoman Observasi Aktivitas Keagamaan Lansia Di Wisma
Lansia Husnul Khatimah Semarang
..................................................................................................
163
Lampiran 7 Kisi-Kisi Pedoman Literasi Penyusunan Program Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
165
Lampiran 8 Rangkuman Hasil Wawancara
..................................................................................................
166
Lampiran 9 Daftar Hadir Pelaksanaan
FGD
..................................................................................................
175
Lampiran 10 Laporan Hasil Pelaksanaan
FGD
..................................................................................................
176
Lampiran 11 Tabel Pola Permasalahan
Lansia
..................................................................................................
180
Lampiran 12 Lembar Penilaian Validator Ahli Model Bimbingan Konseling
Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
181
Lampiran 13 Hasil Validasi Model Bimbingan Konseling Islami Untuk
Lansia
..................................................................................................
183
Lampiran 14 Lembar Penilaian Validator Praktisi Model Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
185
xvi
Lampiran 15 Hasil Penilaian Praktisi Terhadap Model Bimbingan
Konseling Islami Untuk Lansia
..................................................................................................
187
Lampiran 16 Model “Akhir” Bimbingan Konseling Islami Untuk
Lansia
..................................................................................................
189
Lampiran
17
..................................................................................................
Dokumentasi
..................................................................................................
225
Lampiran 18 Bukti
Akreditasi
..................................................................................................
230
Lampiran 19 Surat Keterangan Izin
Penelitian
..................................................................................................
231
Lampiran 20 Surat Keterangan Telah Melaksanakan
Penelitian
..................................................................................................
232
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan
proses kelahiran, tumbuh menjadi dewasa, selanjutnya menjadi semakin tua dan
akan meninggal dunia. Pengertian menua oleh Laslett dalam Suardiman, (2016: 1)
yang menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis
secara terus-menerus yang dialami manusia pada semua tigkatan umur dan waktu,
sedangkan usia lanjut (old age) adalah istilah akhir untuk tahap penuaan tersebut.
Setiap Negara memiliki batasan yang berbeda dalam menentukan usia individu. Di
Indonesia, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 13 Tahun 1998 menyatakan
bahwa lanjut usia merupakan indidivu yang telah mencapai usia enam puluh tahun
ke atas. Sedangkan di Negara-negara maju yang berada di benua Eropa
menggunakan batasan usia 65 tahun dalam menggolongkan individu memasuki
masa lanjut usia (Papalia, 2008).
Dalam bukunya, Suardiman (2016: 3) menyebutkan bahwa terdapat dua
pendekatan yang sering digunakan untuk menyebut individu sebagai lansia, yaitu
pendekatan biologis atau disebut usia biologis yang didasarkan pada kapasitas fisik
seseorang dan kronologis atau usia kronologis yang didasarkan pada hitungan umur
seseorang. Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi seseorang tergolong
lanjut usia adalah berdasarkan usia kronologis, yang didasarkan pada umur
kalender, umur dari ulang tahun terkahir.
2
Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Secara
umum penuaan fisik lebih cepat dari pada penuaan mental, walaupun hal sebaliknya
juga terkadaang sering terjadi (Hurlock, 2011: 381). Proses penuaan yang terjadi
pada Inividu mengharuskan mereka melakukan penyesuaian diri dengan mengatasi
hal-hal yang terjadi pada masa lansia. Menurut harvigust dalam Gladding (2012:
124), lansia dituntut agar dapat mengatasi (a) meninggalnya teman dan pasangan,
(b) menurunnya kekuatan fisik, (c) pensiunan dan berkurangnya pendapatan, (d)
waktu bersantai yang lebih banyak dan saat untuk mencari teman baru, (e)
berkembangnya peran sosial baru, (f) berhadapan dengan anak yang mendewasa,
(g) membuat perencanaan yang memuaskan.
Penuaan merupakan masa transisi “positif dan negatif” bagi lansia, transisi
positif ditunjukkan dengan menjadi kakek atau nenek, sedangkan transisi negatif
biasanya dikaitkan dengan kematian pasangan, hilangnya pekerjaan, atau terkena
penyakit berat. Masalah utama yang sering terjadi pada masa ini yaitu kesepian,
penyakit, kehilangan, dan kekerasan (Gladding, 2012). Hal tersebut salah satunya
juga mempengaruhi minat individu terhadap keagamaan, terutama untuk menjawab
pertanyaan tentang kehidupan setelah mati dan seperti apakah keidupan tersebut
(Hurlock, 2011: 403). Namun, yang menjadi salah satu keprihatinan paling penting
bagi orang-orang yang mendekati akhir kehidupan adalah tekanan spiritual
(Cheragi et al, 2005). Sehingga mempengaruhi gagasan dan perasaan tentang
Tuhan, agama, dan iman (Scarlett & Warren, 2010). Mereka memiliki efek yang
kuat pada kesehatan mental, sehingga penekanan terhadap hal ini harus diutamakan
untuk kesehatan mental orang dewasa seiring bertambahnya usia.
3
Dari sudut pandang agama, agar manusia bisa kembali ke akhirat dengan
selamat maka memerlukan bekal, bekal itu adalah “takwa”. Esensi takwa adalah
segala bentuk ketundukan dan kepatuhan kepada aturan Allah, baik itu berupa
perintah maupun larangan-Nya. Selain itu takwa juga merupakan bentuk
manifestasi keimanan individu. Keimanan sebagai ruh bagi perilaku takwa yang
menjadi syarat individu dapat kembali dengan keadaan yang sebaik-baiknya. Di sisi
lain, meski aturan Allah itu sudah ada, tetapi faktanya belum semua orang
memahaminya. Akhirnya sampai masa tua, bahkan sampai akhir kehidupannya
orang itu belum melaksanakan perintah Allah atau belum meninggalkan apa yang
dilarang oleh-Nya.
Kematian merupakan suatu yang pasti terjadi pada setiap manusia, namun
tidak ada yang mengetahui dengan pasti kapan dan bagaimana kematian itu datang.
Sebagian orang mengira kematian sebagai kelenyapan, dan bahwa tidak ada
kebangkitan ataupun pengumpulan, juga tidak ada pembalasan atas kebaikan
ataupun kejahatan. Padahal, pernyataan ayat Al-Qur’an dan banyak Hadis bersaksi
bahwa kematian berarti perubahan keadaan, dan bahwa setelah meninggalkan jasad,
ruh manusia tetap hidup merasakan siksaan atau kebahagiaan (Al-Ghazali, 2014).
Terkadang manusia takut akan sesuatu yang sudah pasti terjadi, namun
mereka sering mengingkarinya. Bila melihat keniscayaan tentang mati, semestinya
tidak perlu takut. Hal yang perlu ditakutkan semestinya adalah kehidupan setelah
kematian karena tidak ada yang tahu pasti akan hidup abadi di mana, surga atau
neraka (Al-Qarni, 2008). Oleh karena itu, manusia perlu persiapan menuju
kehidupan abadi itu, merancang secara matang bekal apa saja yang perlu
4
dipersiapkan untuk menuju ke sana. Namun, pada kenyataannya banyak orang yang
cenderung menjalani kehidupan dengan orientasi “saat ini dan di sini”, tanpa
memperdulikan bahwa setiap perbuatan ada pertanggung- jawabannya. Sehingga
kebanyakan orang tidak memiliki persiapan dalam menghadapi sakaratul maut
yang pasti terjadi pada setiap individu baik di usia muda, atau lansia.
Masa lansia seharusnya berfokus pada pemusatan perhatian untuk
mengumpulkan bekal kembali kepada Allah SWT dan tidak lagi disibukkan dengan
hal-hal yang bersifat duniawi. Namun, setiap individu pasti memiliki berbagai
permasalahan dalam hidupnya seperti masalah ekonomi karena sampai saat ini
masih harus mencari nafkah sendiri, termasuk dalam hal keluarga yakni anak yang
tidak mau tahu akan kebutuhan dan kondisi orang tuanya, dan ada pula yang tidak
memiliki keluarga yang dapat mendampingi di hari tuanya. Hal ini dapat
menimbulkan rasa kesepian pada lansia. kesepian pada lansia merupakan fenomena
kompeks yang digambarkan oleh orang tua sebagai pengalaman tidak stabil dan
dikaitkan dengan kejadian-kejadian di masa lalunya (Sullivan et al, 2016). Sehingga
tanpa disadari semakin memperburuk optimisme lansia untuk hidup sejahtera tidak
hanya di dunia melainkan juga saat lansia tutup usia dan kehidupan setelahnya.
Penuaan penduduk berdampak di segala aspek, baik kesehatan, sosial,
ekonomi maupun lingkungan (BPS, 2018). Lanjut usia pada umumnya memiliki
keterbatasan dalam beraktifitas akibat sakit ataupun menyandang disabilitas.
Dampak dari peningkatan jumlah penduduk lansia adalah peningkatan rasio
ketergantungan usia lanjut (old age dependency ratio), dimana setiap penduduk usia
produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Kemiskinan
5
anak dan keluarga mereka juga memperbesar resiko lanjut usia untuk mengalami
eksklusi sosial dan ketelantaran dalam kehidupan sehari-hari (Bappenas, 2018).
Populasi lansia di Indonesia berdasarkan data proyeksi penduduk,
diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa (9,03%). Diprediksi jumlah
penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030
(40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Kemenkes, R.I: 2017). Menurut Soewono
dalam (Kemenkes, R.I: 2017), suatu negara dikatakan berstruktur tua jika
mempunyai populasi lansia di atas 7% (tujuh persen). Data tersebut
memperlihatkan persentase lansia di Indonesia tahun 2017 telah mencapai 9,03%
dari keseluruhan penduduk. Data di atas menunjukkan keberadaan lansia perlu
mendapatkan perhatian, khususnya dari pemerintah karena telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah bahwa kesejahteraan lansia merupakan tanggung jawab
Negara (Permen RI No.43 Th 2004).
Berdasarkan kajian awal, di Wisma Lansia Husnul Khatimah menunjukkan
bahwa, lansia cenderung putus asa terhadap dirinya, terlihat dari kesedihan berlarut-
larut, sering berteriak dan menolak pelayanan dari para perawat. Selanjutnya,
berdasarkan informasi yang diperoleh, pihak keluarga mengalami kendala dalam
merawat para lansia sehingga menitipkan lansia di wisma lansia Husnul Khatimah
Semarang. Dengan harapan bahwa lansia dapat memperoleh pendampingan yang
baik di akhir sisa hidupnya. Alasan pelembagaan orang tua sebagian besar
mengarah kepada harapan agar lansia tidak hidup terlantar.
Dengan pelembagaan, lansia diharapkan dapat memperoleh intervensi yang
dapat membantu mereka memahami, menerima serta mengoptimalkan diri terhadap
6
kondisi mereka saat ini. Dalam hal ini, layanan Bimbingan Konseling dirasa dapat
membantu lansia memahami dirinya, menerima kondisi serta mengoptimalkan diri
mempersiapkan bekal menuju kematian yang semakin dekat. Konseling sebagai
profesi yang menyeluruh, memberikan gambaran bahwa layanan yang diberikan
dapat membantu lansia menemukan tujuan hidup di akhir usia individu. Intervensi
bimbingan konseling, juga memiliki berbagai pendekatan dalam memahami
individu, salah satunya adalah pendekatan Islam yang berusaha memahami individu
dari sudut pandang agama.
Bimbingan dan Konseling Islami merupakan salah satu pendekatan yang
saat ini banyak berkembang di masyarakat, terutama institusi-institusi Islam.
Perkembangan ilmu bimbingan dan konseling Islami digunakan untuk mengatasi
permasalahan individu dengan memberdayakan fitrah yang telah dikaruniakan
Allah SWT kepada manusia. Bimbingan dan konseling Islami juga membantu
lansia yang belum memahami kebutuhannya atau telah memahami tetapi tidak
mengerti cara untuk memenuhinya. Agar layanan bimbingan konseling dapat
berjalan dengan optimal, maka perlu disesuaikan dengan kebutuhan lansia terutama
dalam menghadapi kematian. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk penyusunan
model bimbingan konseling Islami bagi lansia dalam mempersiapkan diri menuju
kematian.
Dalam bimbingan konseling Islam, konselor hendaknya memiliki
keterampilan dalam mengelola masalah klien terkait kematian, dengan berdasarkan
Al-Qur’an maupun keilmuan secara umum atau sering disebut death competence.
Terdapat dua hal penting dalam death competence yaitu, emotional competence dan
7
cognitive competence. Emotional competence mengacu kepada kapasitas konselor
dalam menanggung kuatnya emosi klien dalam proses terapi. Sedangkan cognitive
competence mengacu kepada kapasitas konselor dalam melaksanakan praktik di
lapangan dan serangkaian keterampilan konselor yang merupakan dasar
professional disiplin keilmuan (Gamino & Ritter, 2012). Agama sebenarnya telah
memberikan pelajaran kepada umat manusia tentang hal-hal yang harus
dipersiapkan untuk menghadapi akhir kehidupan dan pasca kehidupan di dunia ini,
namun tidak semua orang mengetahui hal itu, sehingga mereka banyak yang tidak
punya persiapan apa-apa untuk menghadapi hal tersebut. Oleh sebab itu, perlu
dipersiapkan model bimbingan yang berlandaskan ajaran agama agar mereka
selamat di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi, di Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang,
peneliti menemukan beberapa hal menarik yang dapat dikaji sebagai gambaran
mengenai pendampingan yang tepat bagi para lansia. Kehidupan di Wisma Lansia
Husnul Khatimah Semarang, memberikan gambaran kepada peneliti mengenai
bagaimana pola kehidupan lansia sehari-hari untuk memanfaatkan sisa usia yang
dimiliki dengan hal-hal yang bermanfaat untuk mempersiapkan kehidupan di dunia
dan di akhirat. Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan sehari-hari, dimulai
dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Hal tersebut juga diceritakan
oleh beberapa pengurus yang bertanggung jawab atas kehidupan di dalam wisma
tersebut, serta berdasarkan observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti.
8
Setiap kegiatan yang dilakukan di Wisma tersebut disesuaikan dengan
kondisi fisik para lansia. Selain itu, syariat Islam menjadi pedoman dalam setiap
aktivitasnya, dalam salah satu kunjungan, peneliti pernah mendapati klien yang
sedang berada pada masa kritis. Saat itu, para staf pegawai terus mendampingi klien
secara bergantian menuntun klien membaca kalimat syahadat untuk
menghantarkan klien berpulang dengan tenang dan Husnul Khatimah.
Sebagaimana dalam sebuah penelitian yang menyatakan bahwa "Seorang pasien
Muslim yang sedang sekarat, harus dibaringkan sedemikian rupa sehingga telapak
kakinya akan menghadap Kiblat (arah menuju Mekah)." Selama sakit, umat Islam
diharapkan mencari bantuan Allah dengan kesabaran dan doa. Sebelum berdoa,
umat Islam membutuhkan akses ke air untuk mencuci baik di kamar mandi atau di
mangkuk, jika di tempat tidur (Cheragi et al, 2005).
Bimbingan tidak hanya diberikan kepada para lansia tetapi juga kepada
keluarga atau kerabat yang bertanggung jawab. Terutama saat kematian mendekat,
seorang pasien memerlukan paliasi dan dukungan dari keluarga (Rome et al., 2011).
Hal tersebut sebagai salah satu usaha yang dapat menyelamatkan para lansia di
akhir hayatnya dan juga kehidupan setelahnya. Karena setiap doa dari sanak
saudara dapat memberikan kemudahan urusan para lansia di alam kubur. Seperti
yang pernah diceritakan oleh salah satu keluarga klien, bahwa mereka menitipkan
keluarganya di wisma tersebut karena ada kekhawatiran jika tidak dapat merawat
bibi nya dengan baik di rumah akibat kesibukannya. Berdasarkan pernyataan di
atas, lembaga penitipan lansia dapat menjadi tempat tinggal yang efektif manakala
9
keluarga merasa khawatir terhadap kehidupan individu disisa usianya karena
keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki untuk merawat para lansia.
Pada akhirnya, Model Bimbingan Konseling Islam untuk Lansia sangat
dibutuhkan, mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para lansia untuk
menemukan kembali jalannya sebagai seorang muslim agar dapat kembali dengan
selamat. Selain itu, model bimbingan dan konseling Islam sangat diperlukan
sebagai suatu acuan bagi kegiatan lansia, agar mereka dapat menjalani hidupnya
dengan penuh tanggung jawab sebagai khalifah di dunia yang sementara ini.
Bidang bimbingan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan lansia
menghadapi kematian yakni bidang bimbingan pribadi dan sosial. Bimbingan
pribadi diberikan agar lansia memiliki kesadaran serta pengetahuan dalam
mempersiapkan bekal menuju kematian. Bimbingan sosial diberikan agar lansia
dapat menjalin hubungan baik dengan lingkungan serta kerabat sebelum akhir
hayatnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait Model Bimbingan dan Konseling Islam yang dirancang bagi
lansia untuk menemukan sebuah model yang nantinya dapat dikembangkan dan
dapat digunakan oleh berbagai pihak dalam menangani permasalahan para lansia
khususnya. Oleh karena itu peneliti mengupayakan penelitian yang berjudul
“Pengembangan Model Bimbingan Konseling Islami untuk Lansia Sebagai
Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal Menghadapi Kematian”,
dengan harapan bahwa Model Konseling Islami dapat membantu lansia dalam
mempersiapkan bekal untuk selamat di dunia dan di akhirat, bekal tersebut berupa
10
ketaqwaan yakni setiap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan aturan Allah dan
dinyatakan untuk mencari ridho Allah dengan menggunakan segenap potensi yang
dikaruniakan Allah kepada manusia.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Konsep kehidupan manusia saat ini lebih condong kepada pernyataan “here
and now”, sehingga kehidupan seolah-olah hanya sebatas pada perannya
selama di dunia. Padahal, sejatinya kehidupan di dunia hanyalah sementara,
dan yang kekal adalah kehidupan setelahnya.
2. Para lansia secara usia seharusnya telah mempersiapkan bekal untuk menuju
kematian. Bekal berupa pengetahuan tentang kehidupan setelah mati yang
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, banyak lansia
yang masih belum mengetahui serta mempersiapkan bekal untuk menuju
kematian.
3. Dalam mempersiapkan bekal menuju kematian, para lansia membutuhkan
pendampingan yang tepat dan intensif, khususnya dalam hal agama. Namun,
banyak lansia yang tidak memiliki keluarga yang dapat mendampinginya di
hari akhirnya.
4. Panti lansia dapat menjadi alternatif yang baik bagi lansia dalam mendampingi
mereka menjelang tutup usia. Namun, tidak banyak panti lansia yang dapat
memberikan pendampingan khususnya dalam aspek agama.
11
1.3 Cakupan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang yang telah dipaparkan
di atas, untuk membatasi pembahasan mengenai model bimbingan konseling Islami
untuk lansia, maka penelitian pengembangan ini perlu ditegaskan hanya mencakup
pada model bimbingan konseling Islami untuk lansia sebagai upaya membantu
lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Kemudian, model bimbingan
konseling Islami yang tepat untuk membantu para lansia dalam mempersiapkan diri
menuju akhir kehidupan yang baik adalah dengan berfokus pada hal-hal yang dapat
membantu lansia menghadapi kematian dengan segenap potensi lansia yang akan
dimanifestasikan sesuai dengan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi faktual lansia di wisma lansia Husnul Khatimah Semarang?
2. Bagaimana pendampingan yang diberikan kepada lansia di wisma lansia Husnul
Khatimah Semarang?
3. Bagaimanakah kebutuhan lapangan terhadap model bimbingan konseling
Islami untuk lansia?
4. Bagaimanakah kelayakan model bimbingan konseling Islami untuk lansia
ditinjau dari segi kebermanfaatan, kemudahan, kepatutan dan ketelitian untuk
membantu lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian?
12
1.5 Tujuan penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka tujuan penelitian
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kondisi faktual lansia di wisma lansia Husnul Khatimah
Semarang.
2. Menganalisis pendampingan yang diberikan kepada lansia di wisma lansia
Husnul Khatimah Semarang.
3. Menganalisis kebutuhan lapangan terhadap model bimbingan konseling Islami
untuk lansia di wisma lansia Husnul Khatimah Semarang.
4. Menghasilkan model bimbingan konseling Islami untuk lansia ditinjau yang
memiliki nilai kebermanfaatan, kemudahan, kepatutan dan ketelitian untuk
membantu lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian.
1.6 Manfaat penelitian
Hasil penelitian berupa “Pengembangan Model Bimbingan Konseling
Islami untuk Lansia Sebagai Upaya Membantu Lansia Mempersiapkan Bekal
Menghadapi Kematian,” diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis, sebagai
berikut:
1.6.1 Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling di Indonesia, khususnya
dalam hal pelaksanaan konseling bagi lansia.
13
1.6.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini dapat dipandang berdasarkan subjek
penerima manfaat, antara lain:
1.6.2.1 Bagi panti lansia
Produk penelitian pengembangan ini diharapkan dapat menjadi rujukan
dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling Islam di panti lansia.
1.6.2.2 Bagi Praktisi Bimbingan dan Konseling
Produk penelitian pengembangan ini diharapkan dapat memberi masukan
kepada para praktisi bimbingan dan konseling dalam melaksanakan praktik
bimbingan konseling terhadap lansia.
1.6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Model Bimbingan Konseling Islam ini diharapkan menambah khasanah
keilmuan bagi para peneliti yang akan mengkaji tentang pelayanan bimbingan
konseling terhadap lansia.
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: Model Bimbingan
Konseling Bagi Lansia yang berbasis ajaran agama Islam sebagai dasar dalam
memahami individu sesuai tugas perkembangan secara psikologis maupun sesuai
dengan tujuan penciptaan yang ada di dalam Al-Qur’an. Produk yang
dikembangkan juga memiliki nilai kebermanfaatan, kemudahan, kepatutan dan
ketelitian setelah divalidasi oleh para ahli dan praktisi di lapangan. Selain itu,
produk yang dihasilkan juga dilengkapi dengan panduan pelaksanaan untuk
memudahkan para praktisi dalam penerapannya di lapangan.
14
1.8 Asumsi dan Keterbatasan
1.8.1 Asumsi penelitian
Berikut adalah beberapa asumsi – Pengembangan Model Bimbingan dan
Konseling Islam Bagi Lansia dalam mengatasi permasalah para lansia di Wisma
Lansia Husnul Khatimah Semarang, antara lain:
1. Kematian merupakan hal yang pasti terjadi dan datang secara tiba-tiba. Setiap
manusia khususnya orang muslim, mereka bercita-cita untuk mendapatkan
akhir kehidupan yang baik dan selamat baik di kehidupan dunia maupun
akhirat.
2. Kehidupan di dunia adalah bersifat sementara, sedangkan yang kekal abadi
adalah kehidupan akhirat. Untuk menuju kehidupan yang kekal setiap manusia
membutuhkan bekal sesuai yang diajarkan agama.
3. Bekal yang perlu dipersiapkan dan terbaik adalah “Taqwa” yakni setiap
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan aturan Allah dan dinyatakan untuk
mencari ridho Allah dengan mendayagunakan segenap potensi yang
dikarunikan dari Allah SWT. kepada manusia.
4. Beberapa lansia yang belum mengetahui pentingnya mempersiapkan bekal
menuju kematian.
5. Adapun lansia yang sudah mengetahui namun tidak memahami cara untuk
mempersiapkan bekal menuju kematian.
1.8.2 Keterbatasan Penelitian
15
Berikut adalah beberapa keterbatasan “Model Bimbingan Konseling Islami
untuk Lansia,” antara lain:
1. Pengembangan model ini hanya terbatas berdasarkan hasil studi kasus di
Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang. Sehingga diperlukan penelitian
lanjutan untuk dimplementasikan pada tataran yang lebih luas.
2. Model bimbingan ini hanya terbatas pada bimbingan konseling bagi lansia.
Sehingga kurang tepat jika diaplikasikan pada jenjang usia yang berbeda.
3. Pada hakikatnya yang mengalami lansia tidak hanya orang muslim. Namun
model ini dirancang bagi orang muslim, sehingga kurang tepat jika digunakan
bagi lansia non-muslim.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN
KERANGKA BERFIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Terkait dengan penelitian pengembangan Model Bimbingan Konseling
Islam untuk lansia, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menurut kajian
peneliti memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian yang
dimaksud akan dipaparkan di sini untuk menegaskan posisi penelitian ini.
Pembahasan mengenai kematian dan kehidupan setelah mati merupakan
sebuah konsep abstrak yang perlu dimiliki oleh setiap individu, baik muda maupun
lansia. hal tersebut sering menimbulkan kecemasan yang berlebihan bagi sebagian
orang, dan cenderung dihindari. Dalam sebuah penelitian tentang pengembangan
modul panduan kelompok untuk pengembangan diri siswa berdasarkan teori
Gestalt, menganggap hal tersebut sebagai “overzelaus thingking of one’s future”
yaitu suatu pemikiran yang dianggap berlebihan (Arip dkk, 2013). Namun, terdapat
kritik yang membantah konsep dari Barat tersebut. Dalam bukunya (Ancok &
Suroso, 2011) menganggap hal tersebut dapat menimbulkan perilaku hedonis yang
mementingkan ke-kini-dan di-sini-an. Kritik tersebut berdasarkan pemikiran bahwa
manusia berkehendak untuk mengabdi kepada Tuhannya dengan tulus, ikhlas dan
penuh kepasrahan.
Dalam penelitian lain tentang belajar tentang kehidupan dan kehidupan
dalam kematian menunjukkan bahwa individu perlu menyadari akan beberapa hal,
16
17
yaitu: (1) Control and Limitation, yang menunjukan bahwa setiap manusia dapat
melakukan apapun yang dia inginkan semasa hidupnya, namun di sisi lain ia juga
perlu menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan khususnya ketika diri
menghadapi sekarat, (2) individual and communities, bahwa setiap individu sehebat
apapun tidak bisa menetapkan kematian seseorang, (3) Vulnerability and resilience,
sehebat dan sekuat apapun individu akan tetap mengalami ketidakberdayaan dalam
menghadapi kematian, (4) Quality in living and the human search for meaning,
setiap individu perlu memahami hakikat kematian, hal tersebut dapat menimbulkan
gairah serta sumber inspirasi religius untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang
(Corr, 2016).
Beberapa penelitian tersebut menunjukkan perbedaan mendasar konsep
kematian yang merupakan bagian dari masa depan individu di kemudian hari. Teori
Barat yang berorientasi pada kehidupan dunia cenderung menghindari pembahasan
mengenai kematian karena merupakan hal yang abstrak. Sedangkan dalam islam
mengabaikan pemikiran tentang kematian merupakan bentuk pengingkaran
manusia terhadap keimanan. Seperti yang jelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
(QS. Al Mukminun:115). Sedangkan pada ayat yang lain dijelaskan maksud
penciptaan manusia “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia,
melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56). Hal ini
menunjukkan bahwa, individu perlu mempersiapkan diri akan datangnya kematian
secara tiba-tiba.
18
Sebuah jurnal Forensik oleh Suryadi (2017), menyebutkan bahwa kematian
dapat terjadi secara perlahan menurut alamiah penyakitnya namun dapat pula terjadi
secara mendadak. Hasil penelitian tersebut menjelaskan sebuah kasus laki-laki
berusia 42 tahun meninggal secara mendadak setelah mengalami kejang-kejang dan
tidak sadarkan diri, sebab kematian adalah akibat kegagalan sistem kardiovaskuler
yang terjadi secara mendadak. Berdasarkan penelitian tersebut, kematian pasti
menimpa siapa saja baik muda maupun lansia dan datang secara tiba-tiba. Hasil
penelitian tersebut menegaskan pentingnya pemahaman konsep kematian pada
individu, agar dapat mempersiapkan diri ketika tiba saat kematian padanya.
Dalam Islam, peringatan tentang kematian bahkan telah ada dalam Al-
Qur’an yang menegaskan hakikat kematian yang pasti terjadi pada setiap manusia.
Seperti kandungan (QS. Luqman: 33) yang menjelaskan lima hal terkait kematian,
kelima hal tersebut antara lain: (1) Akan datang saatnya seorang anak tidak mampu
menolong ayahnya dan juga seorang ayah tidak mampu menolong anaknya, (2)
Jangan sampai dilalikan oleh kehidupan dunia dan jangan pula dilalaikan oleh
syaitan, (3) Sehebat apapun mahluk tidak akan mampu mengalahkan malaikat
Allah SWT, (5) Kita semua pada hakikatnya sedang berjalan ke kuburan. Kelima
hal di atas, mengisyaratkan pentingnya bekal untuk kematian dan kehidupan
setelahnya.
Kembali mengulas mengenai pentingnya mempersiapkan bekal kematian
bagi siapa saja. Terutama bagi lansia, yang mengalami kemunduran dalam setiap
aspek kehidupannya. Dalam penelitiannya (Rohmah et al, 2012) penelitian tentang
kualitas hidup lansia, hasil penelitian menunjukkan faktor psikologis menjadi faktor
19
dominan yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia di Panti Werdha Hargo
Dedali Surabaya karena memiliki koefisien korelasi yang paling besar. Terdapat
penelitian lain yang menyebutkan bahwa masalah psikososial utama orang tua
adalah sosio-ekonomi, isolasi sosial, kesehatan dan masalah emosi (Omorogiuwa,
2016). Kualitas hidup lansia dipengaruhi berbagai faktor seperti kesehatan fisik,
kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (Kiik, et al, 2018).
Orang dewasa yang lebih tua tidak hanya diidentifikasi berdasarkan usia
sinkronisasi mereka, tetapi juga berdasarkan usia historis mereka yang mengalami
peristiwa besar pada waktu yang hampir bersamaan, dan menafsirkan peristiwa dari
sudut pandang yang berbeda sesuai masa yang dilaluinya (Konrad, 2015).
Perspektif mereka terus dikembangkan sepanjang hidup (Knapp & Pruett, 2006)
melalui dukungan keluarga, sosial, budaya, politik, dan intelektual (Binstock &
George, 2011). Penelitian yang dilakukan Larocca & Scogin ( 2016), tentang
Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup pada Orang Dewasa Tua
dengan Terapi Perilaku Kognitif, Dengan meningkatkan dukungan sosial, klien
dapat memperoleh manfaat lebih dari perawatan CBT, di mana klien menjadi
semakin siap untuk menerapkan perilaku dan cara berpikir yang baru dipelajari.
Lansia yang tinggal di rumah dan lansia yang tinggal di panti memiliki perbedaan
dalam interaksi sosial, konsep agama dan ketuhanan (Naftali, 2017), (Putri et al,
2015).
Disfungsi kognitif menjadi salah satu masalah umum yang terjadi pada
lansia, semakin meningkatnya usia dikaitkan dengan peningkatan masalah
kesehatan yang cukup kompleks, sehingga membutuhkan bantuan orang lain untuk
20
perawatan dan melakukan kegiatan sehari-hari (Akdag, Telci, & Cavlak, 2013).
Selain permasalahan kognitif, lansia juga rentan akan penyakit yang berhubungan
dengan penuaan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung coroner, rematik dan
asma (Afrizal, 2018). Penurunan aktifitas fisik serta kurangnya pengetahuan
tentang hidup sehat juga dapat memperburuk kondisi kesehatan dan kualitas hidup
lansia (Dewi, 2018), (Masyudi, 2018).
Permasalahan lain yang dialami lansia adalah penelantaran yang dilakukan
oleh keluarga karena beberapa faktor seperti masalah ekonomi, ketidak harmonisan,
dan kesibukan menjadikan lansia masih perlu mencari nafkah di sisa usianya
(Nurhardanti, 2015). Hal tersebut sering pula menimbulkan keputusaan dan merasa
tidak berguna (Prawitasari, 1994). Terkait permasalahan di atas, keluarga dapat
mengurangi isolasi sosial yang diperlukan untuk memperbaiki permasalahan lansia
(Dickens & Richards, 2011). Dukungan sosial dan kesabaran juga dapat menjadi
prediksi kualitas hidup lansia (Sari et al, 2018), (Yuliatun, 2015), (Desiningrum,
2014). Di sisi lain, kesejahteraan lansia merupakan bagian dari kesejahteraan
Bangsa. Seperti dalam UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang
berbunyi “bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa”.
Tidak sedikit lansia yang membutuhkan bantuan dari lembaga sosial di sisa
hidupnya. Namun, Pelembagaan menyebabkan depresi, sehingga terjadi
pembatasan kontak sosial, kehilangan minat masuk berbagai aktivitas, ingin segera
mati dan pikiran untuk bunuh diri (Runcan, 2012). Padahal dengan memperbaki
hubungan dengan sesama manusia dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang
21
(Arsaudi, 2017). Sehingga intervensi konseling dibutuhkan dalam membantu
individu untuk memiliki kondisi psikis yang stabil. Karena kondisi psikis dapat
menjadi imun bagi individu terhadap proses penyembuhan (Yuliatun, 2015). Dalam
sebuah penelitian oleh (Carmen, 2013), pelembagaan orang tua identik dengan
masalah depresi dan isolasi, sehigga konseling sangat dibutuhkan dalam situasi ini
terutama bagi pihak keluarga, yang pada akhirnya memberikan kesimpulan
terhadap keputusan mengenai urgensi untuk melembagakan orang tua mereka.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dukungan sosial berupa pelembagaan bagi
lansia dapat membantu lansia di sisa hidupnya. Namun, pelembagaan bagi lansia
perlu memperhatikan kebutuhan lansia, terutama dalam mempersiapkan kematian.
Hal ini sangat penting bagi lansia,agar dapat mempersiapkan bekal menghadapi
kematian untuk memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat.
Bekal yang perlu dimiliki individu berupa takwa, sebagaimana dalam
firman-Nya “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”
(QS. Al-Baqarah: 197). Pada hakikatnya, takwa merupakan setiap perbuatan yang
dilakukan sesuai dengan aturan Allah dan dinyatakan untuk mencari ridho Allah
dengan mendayagunakan segenap potensi yang dikarunikan dari Allah SWT.
kepada manusia. Individu yang bertakwa akan diberikan jalan keluar atas
permasalahannya,hal ini disebutkan di dalam Al-Quran yang berbunyi “ Barang
siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,
dan Dia memberinya rejeki dari arah yang tidak disangkanya….” (Qs At Thalaq,
2-3). Dengan ketakwaan, individu memiliki motor penggerak yang dapat
22
menuntunnya pada perbuatan ma’ruf (baik) dan mencegah dari perbuatan mungkar
(jahat) untuk keselamatan di dunia dan di akhirat (Wahyudi, 2016).
Agama, memiliki peran penting bagi individu jika ditinjau dari sudut
pandang sekuler (Nelson, 2009) menjelaskan agama sebagai fenomena sosial
dengan dimensi tertentu: (1) ritualistik, (2) pengalaman, (3) intelektual, dan (4)
konsekuensial, yaitu berimplikasi pada perilaku dan etika. Mengingat pentingnya
pemahaman hakikat kematian oleh lansia, agama menjadi dasar utama bagi lansia
dalam berprilaku dan ber-etika agar mempersiapkan bekal untuk kembali dengan
sebaik-baiknya. Hal tersebut dikarenakan Agama menjadi prediktor atas
kesejahteraan subjektif dari setiap individu (Velasco-Gonzalez & Rioux, 2014).
Diperkuat dengan pendapat (Nahdirin, 2018) yang menyatakan bahwa konseling
keagamaan bagi lansia memberikan bantuan terkait proses pemantapan, pertaubatan
dan penyempurnaan amalan agama yang dilandasi oleh kesadaran.
Islam memiliki prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam berkomunikasi
antar sesama manusia, sehingga setiap komunikasi yang dilakukan memiliki dasar
yang jelas serta bertujuan untuk mencari ridho Allah SWT (Jannati, 2016).
Sebagaimana dalam islam, individu dianjurkan untuk senantiasa mengingat Allah
dengan shalat dan berdzikir terutama untuk penderita psikoneurotik (Riyadi, 2014)
serta untuk menciptakan sikap optimism pada lansia (Khoirun Nida, 2014), (Astuti,
2016). Dalam bimbingan konseling Islam komunikasi yang dilakukan adalah
diniatkan untuk Allah SWT, dengan cara-cara Allah SWT, dan untuk mencari ridho
Allah SWT.
23
Berbeda dengan konseling pada umumnya yang cenderung mengabaikan
aspek spiritualitas dalam praktiknya, Konseling Islam cenderung memanfaatkan
dimensi spiritualitas individu untuk memperoleh keseimbangan antara kehidupan
di dunia dan di akhirat ( Subhi, 2016). Untuk menunjang keberhasilan konseling
berdasarkan ajaran Islam, maka diperlukan model yang dapat menjadi pedoman
pelaksaan kegiatan bimbingan konseling bagi lansia dalam mempersiapkan bekal
menuju kematian. Tersusun dan terlaksananya program BK dengan baik akan lebih
menjamin pencapaian tujuan kegiatan pada khususnya (Sugiyo, 2012: 48).
Dalam penelitian lain, tentang Inovasi Konseling Islam oleh (Baqutayan,
2011), pengobatan terbukti tidak efisien dalam menangani penyebab awal stres,
juga tidak bisa menghilangkan semua gejalanya secara memadai. Oleh sebab itu
Konseling Islam sebagai jalan hidup dan berdasarkan pada aktifitas Shalat,
"dzikir", wudhu 'dan Tasbih menghasilkan perubahan mental dan bahkan perilaku
yang ditunjukkan sejak dekade lalu. Meskipun pelaksanaan Konseling Islam tidak
sama profesionalnya dengan konseling dari Barat, namun Konseling Islam
menawarkan praktik terapiutik yang signifikan (El-Aswad, 2017). Pendekatan
keagamaan dapat membantu munculnya koping positif yang mempengaruhi
persepsi lanjut usia dalam memandang masalah (Kurnianto, 2011).
Penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan, digunakan sebagai
dukungan oleh peneliti dalam penyusunan Model Bimbingan Konseling Islami
untuk Lansia sebagai upaya mempersiapkan bekal menuju kematian dan kehidupan
setelahnya. Terutama dalam membantu mengatasi permasalahan lansia. Penelitian
sebelumnya meunjukkan keefektifan suatu intervensi tertentu yang terkait variabel
24
dalam penelitian ini dapat membantu lansia mempersiapkan bekal yang dibutuhkan
untuk kembali dengan baik dan selamat. Dengan kata lain, penelitian ini nantinya
akan mengelaborasi hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah
dipaparkan.
2.2 Kerangka Teoritis
2.2.1 Bimbingan dan konseling islam
1) Pengertian bimbingan dan konseling islam
Menurut Sutoyo (2017: 22), hakikat bimbingan konseling Islami adalah
upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada
fitrah, dengan cara memberdayakan (empowering) iman, akal, dan kemauan yang
dikaruniakan Allah SWT. Di sisi lain, Ridwan (2018: 64) mengemukakan bahwa
istilah konseling Islami berarti menggunakan nilai-nilai Islam untuk konseling.
Dalam penelitian lain, individu perlu meneladani kehidupan
kaum sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah, agar bisa tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang ‘alim dan saleh , dan pada akhirnya bisa
hidup bahagia di dunia dan akhirat (Sutoyo, 2017).
Dengan demikian, bimbingan konseling Islam merupakan bentuk bantuan
yang diberikan kepada individu dengan memberdayakan segenap potensi yang
dikaruniakan Allah SWT. dalam memahami, mengarahkan serta mencapai tujuan
yang diharapkan. Bantuan yang diberikan dilakukan berdasarkan tuntunan dari Al-
Qur’an dan Al-Hasdist (Zulkarnain, 2015) sebagai upaya mengaktualisasikan rukun
iman, rukun Islam, serta ikhsan.
25
2) Tujuan bimbingan dan konseling islam
Setiap manusia pasti akan bertanggung jawab atas segala hal yang
dilakukan. Bimbingan konseling islam pada dasarnya hendak membantu individu
agar dapat mengenali tanggung jawabnya agar dapat mempertanggungjawabkan
setiap perilakunya kelak di hadapan Allah SWT. Menurut Ridwan (2018: 12),
tujuan utama konseling Islam adalah mengajak individu berada di jalan lurus untuk
merasakan yang positif, dan kemudian di jalan itu berupaya untuk terus-menerus
bertindak memperbaiki diri.
Lebih jelas disebutkan, Tujuan yang ingin dicapai melalui bimbingan dan
konseling Islami adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa
berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga menjadi pribadi kaffah, dan
secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam
kehidupan sehari-hari, yang tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum-
hukum Allah dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di bumu, dan ketaatan dalam
beribadah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya (Sutoyo, 2017: 207).
Temuan penelitian lain menunjukkan bahwa pendekatan Islam yang
diterapkan dalam konseling dapat dikategorikan menjadi tiga aspek utama: aqidah
(iman), ibadah (ibadah / pengabdian tertinggi dan cinta akan Tuhan) dan akhlaq
(perilaku moral). Temuan juga menunjukkan bahwa konseling dalam aspek ini
sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam al-Quran dan al-Sunnah
(Hanin Hamjah & Mat Akhir, 2014). Berdasarkan pemaparan di atas, untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, maka pelaksanaan konseling harus berdasarkan
26
Al-Qur’an sebagaimana yang disebutkan oleh (Sutoyo, 2017:37). Berikut
penjelasan yang menjelaskan bahwa, terdapat beberapa alasan pentingnya
menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan dalam konseling:
a. Subjek yang dibimbing adalah manusia, manusia adalah ciptaan Allah SWT.
Allah tentu lebih mengetahui rahasia mahluk ciptaan-Nya, Allah tentu lebih
mengetahui potensi yang dikaruniakan kepada mereka dan bagaimana
pengembangannya, Allah tentu lebih mengetahui pula masalah yang dihadapi
manusia sejak didunia hingga akhirat kelak dan Allah juga lebih mengetahui
bagaimana pula mengatasinya.
b. Informasi-informasi penting untuk membantu mengembangkan dan mengatasi
segala persoalan yang dihadapi manusia itu ada dalam Al-Qur’an yang dibawa
oleh rasul-Nya Muhammad saw. Oleh karena itu, dalam memahami Al-Qur’an
perlu dipahami pula sunnah rasul-Nya.
c. Al-Qur’an didalamnya terkandung pedoman praktis bagi setiap pribadi
didalam hubungannya dengan Tuhannya, lingkungan sekitarnya, keluarganya,
dirinya sendiri, dengan sesama muslim dan juga non-muslim baik yang
berdamai maupun yang memeranginya. Individu yang mengikuti panduan ini
pasti selamat dalam hidupnya di dunia maupun akhirat.
d. Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang dijamin terpelihara keasliannya oleh Allah
(15:9), dan bagi siapa yang hendak memahaminya, Allah memudahkan
pemahamannya (Q.S, 54:17).
27
e. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan
utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman
bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
f. Untuk membimbing manusia dibutuhkan “pegangan” berupa rujukan yang
benar lagi kukuh, padahal tidak ada rujukan yang paling benar dan lebih kukuh
selain bersumber dari Allah SWT. yaitu Al-Qur’an.
Oleh sebab itu, memiliki pegangan yang kokoh dalam membantu para lansia
menemukan hakikat kehidupan sebagaimana mestinya, tidak dapat dilakukan
dengan baik manakala praktisi tidak menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai
rujukan dalam membantu para lansia mengenal fitrahnya. Model Konseling Islami
merupakan model konseling yang menjadikan keduanya sebagai dasar dalam
memberikan bantuan kepada individu dalam menemukan tujuan hidup yang
sebenarnya. Suatu tujuan yang tidak hanya berbatas waktu oleh kematian tetapi juga
suatu tujuan untuk kehidupan kekal setelah kematian.
3) Karakteristik konselor
Tidak semua konselor dapat menjadi pelaksana bimbingan dan konseling
Islami. Berikut penjelasan mengenai karakteristik konselor dalam bimbingan dan
konseling Islami:
1) Karena konselor dipilih atas dasar kualifikasi keimanan, ketaqwaan dan
pengetahuan –tentang konseling dan syari’at Islam -, serta memiliki
keterampilan dan pendidikan (Sutoyo, 2017: 210).
2) Konselor harus menggunakan penafsiran para ahli dalam merujuk ayat-ayat Al-
Qur’an yang digunakan.
28
3) Konselor sebaiknya dapat menjadi contoh dari individu yang dibimbing
khususnya tentang keimanan dan ketaqwaan.
4) Konselor dilarang menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan individu
yang dibimbing tanpa persetujuan dari pihak terkait.
5) Konselor perlu menyadari keterbatasan dirinya dalam membantu konseli,
sehingga konselor perlu menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, konselor seyogyanya mampu
menguasai terapi melalui pendekatan agama (Risdawati, 2014). Dengan kualifikasi
yang telah ditetapkan tersebut, konselor seyogyanya dapat membantu individu
secara optimal dan tidak mudah berputus asa apabila mengalami kegagalan.
Konselor yang melaksanakan tugas dengan mentaati norma agama memiliki
implikasi dalam setiap tugas dengan ke-ikhlasan (Saliyo, 2017). Keberhasilan
konselor juga dibuktikan dengan pemahaman dan praktik konseli yang memandang
kesalehan tidak hanya berputar pada kesuksesan akhirat, tetapi juga pada
pengelolaan dunia sehingga manusia bisa mengembangkan kehidupan yang ramah
(Falah, 2016). Karena konselor percaya bahwa hasil dari setiap usaha yang telah
dilakukan adalah atas kuasa Allah SWT.
4) Prosedur pelaksanaan bimbingan dan konseling islami
Agar kegiatan konseling dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan
tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Dalam bukunya, Ridwan (2018: 129)
memaparkan beberapa tahapan dalam konseling Islam, antara lain: (1) analisis
29
kebutuhan konseli, (2) proses terapi dengan tadabur ayat dan musyawarah, (3)
pengertian ke tindakan dengan berazam dan bertawakal.
Selain pendapat diatas, bimbingan dan konseling Islami dapat dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu:
1) Meyakinkan individu tentang kedudukan individu sebagai mahluk ciptaan Allah
SWT.
2) Mendorong individu dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama secara
benar.
3) Serta mendorong dan membantu individu memahami dan mengamalkan iman,
Islam, dan ikhsan (Sutoyo, 2017).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melakukan proses konseling Islami harus memiliki tahapan-tahapan agar dapat
mencapai tujuan yang diharapkan. Tahapan tersebut berupa need assesmen hingga
mendorong individu dalam memahami dan mengamalkan iman, Islam, dan ikhsan
dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Tinjauan tentang lanjut usia (Lansia)
1) Pengertian lansia
Siklus perjlanan hidup manusia dapat diibaratkan garis sisi pada sebuah
trapezium. Garis sisi kiri yang menanjak, menggambarkan masa sejak kelahiran
hingga usia dewasa. Setelah mencapai tingkat kedewasaan, pertumubuhan fisik
sudah mencapai piuncaknya yang ditandai dengan garis lurus. Manakala rentang
usia dewasa berakhir, manusia memasuki awal usia lanjut yang ditandai dengan
lukisan sisi kanan trapezium dan sering disebut dengan perkembangan regresif.
30
Istilah lanjut usia atau yang sering dikenal dengan “lansia” secara matematis
memiliki nominal yang lebih besar karena berada di rentang terakhir kehidupan
individu. Usia tua merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yakni suatu masa di mana seseorang telah “beranjak” dari periode kejayaan yang
menyenangkan menuju masa yang penuh kebermaknaan (Jahja, 2011). Menurut
undang-undang No.43 Tahun 2004 Bab I pasal I yang berbunyi sebagai berikut:
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 ( enam puluh) tahun ke
atas. Dalam sumber lain, penuaan dibagi menjadi tiga kelompok lansia: “lansia
muda”(young old) individu pada rentang usia 65 sampai 74 tahun, “lansia tua”(old
old) individu pada rentang usia 75 sampai 84 tahun, dan “lansia tertua”(oldest old)
individu berusia 85 tahun keatas (Papalia, 2009).
Istilah lansia dalam psikologi Islam yang dipaparkan oleh (Sapuri,
2009:141) yang menyebutkan fase lanjut usia sebagai fase Ardzal Al-umur yaitu
individu yang berusia mulai dari tujuh puluh tahun hingga meninggal dunia.
Berdasarkan pemaparan di atas, lanjut usia merupakan individu pada rentang usia
60-84 tahun yang berada di periode terakhir kehidupan. Namun, orang dewasa yang
lebih tua tidak hanya diidentifikasi berdasarkan usia sinkronisasi mereka, tetapi
juga berdasarkan usia historis mereka yang mengalami peristiwa besar pada waktu
yang hampir bersamaan, dan menafsirkan peristiwa dari sudut pandang yang
berbeda sesuai masa yang dilaluinya (Konrad, 2015). Hal ini sejalan dengan
pendapat Suardiman (2016: 3) yang menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan
yang sering digunakan untuk mengidentifikasi seseorang disebut lansia, yaitu
pendekatan biologis dan kronologis. Pendekatan biologis adalah usia lansia yang
31
didasarkan pada kapasitas fisik/biologis seseorang. Sedangkan pendekatan
kronologis adalah usia seseorang didasarkan pada hitungan umur. Untuk
mempermudah dalam mengidentifikasi seseorang disebut lansia adalah
berdasarkan usia kronologis atau umur dari ulang tahun terakhir.
2) Karakteristik lansia
Sebelum memasuki pembahasan mengenai lanjut usia secara undang-
undang, terlebih dahulu akan dibahas mengenai fase azm al-‘umur/ syuyukh (tua).
Menurut Sapuri (2009: 140) fase ini disebut dengan “tua” yang ditandai dengan
kematangan, yaitu dimulai sejak usia empat puluh tahun hingga tujuh puluh tahun.
Menurut al-Ghazali, fase ini disebut awliya dan anbiya, karena individu lebih
bijaksana dalam menghadapi hidup. Sebagaimana Konsep diri berhubungan erat
dengan pengalaman masa lalu serta pandangan seseorang tentang dirinya sendiri
(Wibowo, 2015). Oleh sebab itu, individu di usia ini diharapkan dapat mengenal
dirinya dengan baik dan dapat menggali pengalaman dari luar yang kemudian di
transformasikan kepada generasi muda.
Usia lanjut merupakan periode akhir kehidupan yang identik dengan
perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa kritis untuk mengevaluasi
kesuksesan dan kegagalan (Syarif, 2016). Ciri- ciri usia lanjut cenderung menuju
dan mengarah pada penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada
kesengsaraan dari pada kebahagiaan, sehingga dalam kebudayaan Amerika periode
ini sering ditakuti (Hurlock, 2011: 380). Pada masa ini, individu mengalami
berbagai kemunduran terutama dalam aspek fisik yang sangat jelas. Seperti dalam
firman Allah SWT. sebagai berikut:
32
“Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak
memikirkan” (QS Yasin: 68).
Dan dalam firman Allah selanjutya:
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS Ar-Rum:54).
Kedua ayat di atas telah memberikan gambaran, bahwa masa lansia ditandai
dengan kemunduran individu ketika sebelumnya berada di masa kejayaan.
Selanjutnya, (Jahja, 2011) dalam bukunya memaparkan 10 karakteristik usia
madya, yaitu:
1) Usia madya merupakan periode yang paling ditakuti
2) Usia madya merupakan masa transisi
3) Usia madya merupakan masa stress
4) Usia madya merupakan “usia yang berbahaya”
5) Usia madya merupakan”usia canggung”
6) Usia madya merupakan masa berprestasi
7) Usia madya merupakan masa evaluasi
8) Usia madya dievaluasi dengan standar ganda
9) Usia madya merupakan masa sepi
10) Usia madya merupakan masa jenuh.
Terdapat 14 faktor yang mempengaruhi kebahagiaan lanjut usia
(penghasilan, usia, agama, budaya, bersyukur kepada Tuhan, aktivitas fisik,
33
hubungan sosial, memaafkan, kualitas hidup, silaturahmi, sehat, menikah,
berhubungan baik dengan anak cucu dan menantu, serta berhubungan baik dengan
saudara) (Dipoegoro, 2015). Kebermaknaan hidup lansia juga tidak terlepas dari
pengalaman, kesabaran dan peran lingkungan (Ningsih, 2017), (Triningtyas, 2018),
karena successful aging dapatkan oleh individu yang mampu bermanfaat bagi
lingkungan (Sari, 2002), sebagaimana bersikap arif memiliki pengaruh sebesar
14,3% dalam mengahadpi kecemasan pada lansia (Dinakaramani, 2018).
Dengan demikian, masa usia lanjut merupakan periode akhir dari kehidupan
individu yang ditandai dengan adanya kemunduran dalam berbagai aspek
perkembangan. Namun, lansia yang memiliki penerimaan diri yang baik juga akan
memliki self management yang teratur, sehingga mampu mereduksi permasalahan
terkait fisik (Setyorini, 2018). Terutama kesadaran dekatnya kematian (Ernawati,
2015) dapat menajdi control bagi individu dalam mencapai tujuan hidupnya
(Khoirn Nida, 2014). Karena setelah berada pada masa puncak (masa muda)
individu akan menikmati hasil dari setiap kerja kerasnya di masa lansia. Bagi
individu yang dahulu berjuang keras di masa muda maka akan memperoleh hasil
yang sesuai dengan kerja kerasnya, dan bagi individu yang menjalani masa muda
dengan seadanya maka akan memperoleh hasil sesuai yang dilakukannya.
3) Permasalahan pada lansia
Masalah umum yang sering dihadapi lansia antara lain: (a) masalah
ekonomi, (b) masalah sosial,(c) masalah kesehatan, dan (d) masalah psikologis
(Suardiman, 2016: 9). Selain itu, beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan
pada usia lanjut secara fisik dan psikologis adalah pendidikan, pernikahan yang
34
harmonis, tidak merokok, penghindaran ketergantungan alkohol, olahraga, berat
badan yang ideal (Berkman, Ertel, & Glymour, 2011). Kecakapan sosial atau kelas
sosial orang tua juga dapat memprediksi penuaan yang sehat (McKevitt, 2011).
Kekuatan-kekuatan ini memengaruhi gagasan dan perasaan tentang Tuhan, agama,
dan iman (Scarlett & Warren, 2010). Mereka memiliki efek yang kuat pada
kesehatan mental, sehingga penekanan terhadap hal ini harus diutamakan untuk
kesehatan mental orang dewasa seiring bertambahnya usia.
Selain itu, penelantaran orang tua saat ini diakui secara internasional sebagai
masalah yang meluas dan berkembang, sehingga sangat membutuhkan perhatian
sistem perawatan kesehatan, agen kesejahteraan sosial, pembuat kebijakan, dan
masyarakat umum (Pillemer, Burnes, Riffin, & Lachs, 2016). Lanjut usia pada
umumnya memiliki keterbatasan dalam beraktifitas akibat sakit ataupun
menyandang disabilitas. Hal tersebut berdampak di segala aspek, baik kesehatan,
sosial, ekonomi maupun lingkungan (BPS, 2018).Masa lansia, merupakan masa
yang rentan terhadap kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, tidak jarang lansia
dipaksa berhenti sebelum mereka menceritakan kondisi dirinya (JUN, 2010).
Perilaku tersebut merupakan ageisme yakni diskriminasi terhadap seseorang (lanjut
usia) yang didasarkan kepada usia (Papalia, 2008).
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat
23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk
lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan
tahun 2035 (48,19 juta). Menurut Soewono dalam (Kemenkes R.I, 2017), suatu
negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas tujuh
35
persen. Data tersebut memperlihatkan persentase lansia di Indonesia tahun 2017
telah mencapai 9,03% dari keseluruhan penduduk (Kementrian Kesehatan R.I,
2017).
Analisis baru menunjukkan, alasan utama kesehatan orang lansia buruk
adalah karena penyakit-penyakit tidak menular. Pengucilan, diskriminasi, tidak
adanya dukungan dari keluarga, tempat tinggal yang kurang layak, adalah bagian
dari beberapa masalah sosial yang dialami para lansia (Kemenentrian Kesehatan
R.I, 2017). Bermula dari permasalahan sosial tersebut menjadikan lansia tidak dapat
menjalani masa tuanya dengan optimal. Sehingga sangat dibutuhkan orang-orang
yang memiliki kepedulian terhadap para lansia untuk membantu lansia menjalani
sisa hidupnya dengan optimal.
Selain penjelasan di atas, (Sue, 2007) terdapat beberapa permasalahan yang
sering dialami oleh para lansia, yaitu:
1) Masalah kesehatan fisik dan ekonomi
Sekitar dua puluh lima persen lansia berusia 65-74 tahun mengalami
kemunduran dalam hal pendengaran. Mengalami kesulitan tidur dan juga
membutuhkan bantuan dalam kegiatan sehari-hari. Selain itu masalah kesehatan
juga dipengaruhi oleh kemiskinan, diskriminasi, penolakan dalam mencari
layanan kesehatan dan kondisi hidup yang buruk.
2) Masalah kesehatan mental
Banyak lansia yang mengkonseptualisasikan bahwa masalah kesehatan mental
yang ditunjukkan dengan gejala gangguan fisik bukan merupakan faktor
36
psikologis. Hal ini ditandai dengan kondisi lansia dengan banyaknya keluhan
fisik dan selalu ingin mendapatkan perhatian (Jannah et al, 2017).
3) Masalah kemunduran mental
Sebagian lansia tidak menyadari ke-pikunannya, sehingga mereka sering kali
menyalahkan kebingungan pereka pada kejadian eksternal. Selain itu,
kurangnya jaminan sosial juga menyebabka gangguan kesehatan mental pada
manula (Supriadi, 2015).
4) Masalah keluarga
Beberapa orang tua dalam suatu keluarga sering menggunakan otonomi untuk
mengatur apapun dalam keluarga. Namun, terkadang lansia sering melupakan
perintah atau keinginan yang telah disebutkan sehingga menimbulkan
kebingungan pada anggota keluarga lainnya. Hal lain berupa tuntutan terhadap
lansia untuk mencari nafkah diusia tua merupakan bentuk interrole-conflict
pada lansia (Pratiwi, 2015).
5) Masalah pelecehan dan seringnya dianggap sebagai perusak keharmonisan
Sebagain orang menganggap keberadaan lansia dalam sebuah keluarga
menimbulkan berbagai permasalahan yang dapat merusak keharmonisan rumah
tangga.
6) Masalah penyalahgunaan obat
Para lansia sering dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan yang terus
menerus sepanjang hari. Selain penggunaan obat-obatan akibat keluhan fisik,
ada juga lansia yang mengkonsumsi alcohol ketika mereka kehilangan
seseorang yang dicintainya meskipun tidak sebanyak anak muda dalam
37
mengkonsumsi alcohol namun dampaknya sangat besar terhadap kesehatan
para lansia.
7) Masalah depresi dan bunuh diri
Kesejahteraan psikologis lansia ditandai dengan kecakapan dalam mengelola
emosi (Hutapea, 2011). Namun, tingkat depresi lansia cenderung tinggi
dikarenakan penurunan kemampuan fisik serta kemampuan sekual pria
sehingga menimbulkan kecemasan atau kurang cakap dalam mengelola emosi.
8) Masalah seksual
Masalah aktivitas seksual pada lansia dianggap sebagai suatu hal yang tidak
pantas. Namun, minat terhadap aktivitas seksual akan terus berlanjut hingga
usia 80-90 tahun. Sehingga aktivitas seksual masih cukup penting bagi lansia.
9) Masalah diskriminasi dari berbagai pihak.
Masalah diskriminasi beban ganda seringkali dialami oleh para pelaku
homoseksism, karena penolakan dari kelompok mereka. Padahal, lansia
membutuhkan motivasi yang lebih agar tetap dapat merasa bahwa hidupnnya
bermakna bagi orang lain (Wafroh, 2016),(Samper, 2017).
Selain permasalah di atas, (Witono, 2015) dalam disertasinya
mememaparkan masalah kesehatan mental yang diderita para lansia meliputi
kecemasan dan ketakutan akan kematian dan prosesnya (death anxiety); duka
(grief) akibat kehilangan beserta responnya (breavment); dan neurosis. Berdasarkan
pemaparan di atas, jelas bahwa bagi sebagian individu masa lansia cukup menjadi
beban, khususnya ketika para individu yang memasuki masa lansia tidak memiliki
bekal baik secara material, mental dan juga psikis. Sehingga ketika memasuki masa
38
lansia mereka mengalami kebingungan bahkan menimbulkan keputusasaan akibat
belum terselesaikannya tugas perkembangan di masa sebelumnya.
2.2.3 Kajian tentang kematian
2.2.3.1 Hakikat kematian
Islam memiliki prespektif positif tentang kematian. Karena kehiupan dan
kematian merupakan salah satu tan-tanda kebesaran Allah. Kematian pada dasarnya
adalah sebagai pelajaran bagi manusia agardapat mengambil pelajaran untuk
berbuat baik di muka bumi. Dalam Al-Qur’an dinyatakan:
(Dialah Allah)“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)
Kematian merupakan salah satu fase perjalanan manusia sebagai mahluk
ciptaan Allah SWT. dimulai sejak manusia masih menjadi benih yang ada pada
sulbi ayahnya, kemudian berada di rahim ibunya, saat telah lahir kedunia hingga
kematian dan kehidupan setelahnya (Hasan, 2008: 315). Seperti dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu Hilang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah,
39
Pencipta yang paling baik. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS Al-Mukminun: 12-16)
Dalam pembahasan lain, Sapuri (2009: 117-145) menjelaskan bahwa
terdapat sembilan fase pada rentang kehidupan individu. Kesembilan fase tersebut
antara lain: (1) Fase menjadi tanah, (2) fase menjadi nutfah (gamet), (3) fase hidup
di alam rahim (qarar makin/ tube uterine), (4) fase hidup di dunia, (5) fase sakratul
maut, (6) fase kuburan (alam barzah), (7) fase padang mahsyar, (8) fase surga dan
neraka. Individu akan mengalami berbagai hal yang saling berpengaruh pada setiap
fase kehidupan selanjutnya. Sebagaimana masa kehidupan di dunia yang akan
menjadi penentu akhir kehidupan individu hingga dibangkitkan serta fase-fase
selanjutnya. Secara umum, kematian diartikan sebagai kondisi ketidakberfungsian
semua anggota tubuh yang merupakan alat-alat ruh, ruh di sini merupakan abstraksi
yang melaluinya manusia dapat menikmati pengetahuan, rasa sakit dan
kebahagiaan (Al-Ghazali, 2014: 177).Setiap yang bernyawa telah mendapat
kepastian dari Allah, yaitu akan mengalami kematian. Firman-Nya,
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (QS Ar-Rahman: 26-27).
Keselamatan manusia adalah dengan menyadari bahwa kehidupan dunia
hanyalah sebagai sarana untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal (Safaruddin,
2013). Beberapa pandangan kelompok terhadap kematian yaitu : (1) sebagian orang
menganggap kematian sebagai kelenyapan dan tidak ada kebangkitan serta
pembalasan atas kebaikan ataupun kejahatan, (2) Di sisi lain, adanya anggapan
40
bahwa ruh manusia itu abadi dan tidak musnah bersama kematian, bahkan ruh itulah
yang menjadi objek pemberian pahala atau penjatuhan siksa tanpa jasad yang sama
sekali tidak dibangkitkan kembali (Al-Ghazali, 2014: 176).
2.2.3.3 Proses menuju kematian
Secara biologis, seseorang dianggap meninggal ketika kegiatan listrik di
otak terhenti. Hal ini sejalan dengan pendapat (Senduk & Mallo, 2013) yang
menyatakan bawha, seseorang dinyatakan mati baik dilihat dari segi kedokteran
maupun dari segi hukum bila dokter atas dasar pengetahuan kedokteran yang sesuai
dengan standar profesi tidak lagi menemukan adanya tanda kehidupan spontan,
yang ditandai oleh tidak berfungsinya batang otak dan telah terhentinya peredaran
darah dan pernapasan. Sedangkan dalam Islam, kematian manusia terjadi ketika ruh
terlepas dari tubuh manusia dan tidak kembali lagi (Hasan, 2008: 324). Al-Qur’an
telah menceritakan proses kematian sebagai berikut:
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai
kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat
menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu
perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada
Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]
Islam juga mengajarkan bahwa terdapat dua jenis kematian. Kematian
permanen yang bersifat menetap sampai hari kebangkitan (maut), dan kematian
sementara yakni ketika individu tidur di mana manusia dapat bangun kembali
41
setelah kehilangan kesadaran saat tidur sebagai bentuk kematian kecil (naum).
Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka
Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia
melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berpikir.(QS Az-Zumar: 42).
Individu dapat hidup lebih lama dibandingkan mahluk yang ada di
sekitarnya, sehingga mereka akan melewati usia senja. Di mana usia senja individu
akan mengalami kemunduran kondisi fisik yang nampak jelas. Dalam Al-Qur’an
dinyatakan:
Allah menciptakan kalian, kemudian mewafatkan kalian; dan di antara
kalian ada yang dikembalikan kepada umur yang paling
lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah
diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa (QS
An-Nahl:70)
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Akan tetapi mereka akan
memiliki akhir yang berbeda dalam menghadapi sakaratul maut. Ada yang
meninggal dengan tenang, namun adapula yang kesulitan menghadapi sakaratul
maut semua tergantung bagaimana individu dalam kesehariannya. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW berikut:
“Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi
meninggalnya” (HR Muslim no 2878)
42
Perilaku individu yang dilakukan berulang akan menimbulkan kebiasaan,
hal tersebut dapat menghantarkan seseorang pada kematian yang baik ataupun
sebaliknya. Oleh sebab itu, seorang muslim harus memiliki kebiasaan yang baik
sebagai upaya menjemput kematian terbaik.
2.2.3.3 Pentingnya mempersiapkan bekal menuju kematian
Dalam Islam terdapat dua kematian, masing menentukan apakah individu
memiliki akhir yang baik atau buruk (Hasan, 2008: 330). Kematian yang buruk
merupakan kematian yang dialami individu ketika individu dalam keadaan kafir (al
maut ala al kufr). Seperti dalam firman Allah SWT. berikut ini:
“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir,
mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat dan manusia
seluruhnya.” (QS Al Baqarah: 161).
Kematian baik merupakan, kondisi di mana individu mengalami kematian
dalam keadaan Islam. Hal ini telah dijelaskan dalam sebuah ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran: 102).
Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap muslim hendaknya mati dalam
keadaan Islam. Untuk mencapai kematian dalam keadaan Islam, maka individu
membutuhkan persiapan yang harus dilakukan semasa hidupnya. Sejalan dengan
pendapat (Jalaluddin, 2009: 187) yang menjelaskan bahwa secara psikologis,
keyakinan akan adanya hari kebangkitan akan berdampak pada perilaku dan sikap
43
manusia, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Besar kecilnya dampak itu
tergantung dari begaimana individu menghayati tentang hari kebangkitan. Semakin
mendalam keyakinan dan peghayatan, akan semakin tampak jelas pengaruhnya
dalam kehidupan seseorang. Bahkan ada yang bersedia mengorbankan hidupnya
dengan meninggalkan segenap kemewahan dunia untuk berjuang di jalan Allah
SWT.
Setiap individu harus memiliki bekal menuju kematian, dan sebaik-baik
bekal adalah takwa. Seperti dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS.
Al-Baqarah: 197).
Al-Qasimi berkata, “Persiapkanlah ketakwaan untuk hari kiamat (yaumul
ma’ad). Karena sudah jadi kepastian bahwa orang yang bersafar di dunia mesti
memiliki bekal. Musafir tersebut membutuhkan makan, minum dan kendaraan.
Sama halnya dengan safar dunia menuju akhirat juga butuh bekal. Bekalnya adalah
dengan ketakwaan pada Allah, amal taat dan menjauhi berbagai larangan Allah.
Bekal ini tentu lebih utama dari bekal saat safar di dunia. Bekal dunia tadi hanya
memenuhi keinginan jiwa dan nafsu syahwat. Sedangkan bekal akhirat (takwa)
akan mengantarkan pada kehidupan abadi di akhirat.” (Mahasin At-Ta’wil, 3: 153.
Dinukil dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 10: 125)
Dalam penjelasan lain, (Sutoyo, 2017: 206) memaparkan bahwa Allah SWT
telah mengingatkan manusia agar (1) memeriksa bekal yang telah dipersiapkan
untuk kembali kepada Allah SWT(Qs. 59:18), (2) bekal tersebut berupa takwa(Qs.
2:197), (3) tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun, (4) selalu
44
mohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT(Qs. 11: 2-3), (5) menjaga
keimanan sampai ajal menghampiri (Qs. 2:132, 3:102), (6) meninggalkan
wasiat kepada kerabat ketika merasa ajal sudah semakin dekat (Qs. 2: 180, 5:106).
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa individu perlu
mempersiapkan bekal berupa takwa yang teraktualisasi dalam bentuk iman, Islam
dan ikhsan.
2.2.4 Model bimbingan konseling islami bagi lansia
Psikologi modern memainkan peran penting dalam membentuk indiviu dan
masyarakat kultural. Namun, sebagai bagian dari modernitas, psikologi modern
berkarakter secular seperti atheism, agnostisisme, dan humanisme. Sehingga
intelektualisme barat cenderung kepada pemikiran materialistik dan sekular. Hal ini
ditunjukkan dengan terabaikannya komponen spiritual inidividu karena dianggap
tidak memiliki standar empirisme yang kaku, yang mempengaruhi ilmu perilaku
dan sosial secara meyeluruh, serta menuntut adanya presisi ilmah dan keakuratan.
Begitu pula dalam bimbingan konseling, yang akar keilmuannya banyak
dipengaruhi oleh ilmu psikologi.
Sedangkan dalam pandangan Islam, manusia dan segala mahluk di di alam
semsesta merupakan ciptaan Allah SWT. kehidupan manusia memiliki tujuan
transcendental, manusia memiliki tugas sebagai khalifah di muka bumi serta
bertanggung jawab atas tugasnya di kemudian hari. Pola kehidupan seorang muslim
secara menyeluruh dipengaruhi oleh cara pandangnya yang diatur dalam pedoman
hidup berupa kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadist, sebagaimana masyarakat barat
yang pola kehidupannya dipengaruhi oleh cara pandang para teoritikusnya. Oleh
45
sebab itu, terdapat kebutuhan mendesak untuk mengembangkan model konseling
dalam prespektif Islam yang paradigm, prinsip, metodologi dan kerangka konsep
atau teoretik harus bertolak dari sudut pandang islam (Hasan, 2008: 5).
Setiap individu pada dasarnya membutuhkan bimbingan yang dapat
menuntunnya menuju akhir kehidupan yang baik. Keselamatan manusia adalah
dengan menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah sebagai sarana untuk menuju
kehidupan akhirat yang kekal (Safaruddin, 2013). Keselamatan hidup di dunia dan
di akhirat tidak didapatkan oleh manusia begitu saja, melainkan perlu usaha untuk
mewujudkannya. Hal tersebut telah diatur secara lengkap dalam sebuah pedoman
penting yang dapat membawa manusia pada keselamatan di dunia dan di akhirat,
yakni pedoman berupa Agama. Karena di dalam Agama, manusia diajarkan
mengenai hal-hal yang harus dilaksanakan dan juga hal-hal yang harus dihindari
untuk memperoleh keselamatan.
Namun dalam perjalanannya, kehidupan manusia tidak jarang mengalami
kendala yang dapat mengganggu tujuannya dalam meraih keselamatan hidup di
dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu, beberapa individu membutuhkan bimbingan
yang dapat membantunya dalam meraih tujuannya. Salah satu bentuk bantuan yang
dapat digunakan untuk membantu individu meraih tujuannya adalah bimbingan
konseling. Hubungan konseling dapat membantu lansia untuk bebas
mengekspresikan masalah, kondisi mereka, tanpa memperdulikan lawan bicaranya
(Carmen, 2013). Akan tetapi mengingat waktu yang semakin terbatas, maka
bimbingan yang diberikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan para lansia yakni
bekal kematian dan kehidupan setelahnya.
46
Bimbingan Konseling Islami dalam hal ini berusaha untuk memahami
hakikat manusia berdasarkan buku pedoman manusia yakni Al-Qur’an dan Al-
Hadis yang mengatur setiap kebutuhan manusia secara menyeluruh. Bimbingan
konseling Islami merupakan upaya membantu individu belajar mengembangkan
fitrah atau kembali pada fitrah, dengan cara memberdayakan iman, akal dan
kemampuan yang dikaruniakan Allah SWT., untuk mempelajari tuntunan Allah dan
rasul-Nya, agar fitrah yang ada pada individu dapat berkembang dengan benar dan
kukuh sesuai dengan tuntunan Allah SWT (Sutoyo, 2017). Selain itu, bimbingan
dan konseling keagamaan bagi lanjut usia juga membantu lansia agar memiliki
rencana kegiatan yang sistematis dan terencana sebagai proses pemantapan,
pertaubatan dan penyempurnaan ibadah (Nahdirin, 2018).
Layanan Bimbingan Konseling dirasa dapat membantu lansia memahami
dirinya, menerima kondisi serta mengoptimalkan diri mempersiapkan bekal menuju
kematian yang semakin dekat. Desain hipotetik model bimbingan dan konseling
islam untuk lansia terdri dari tujuh komponen yaitu: (1) Rasional, (2) Tujuan,
(3) Visi dan Misi, (4) Isi Model, (5) Kualifikasi dan peran konselor, (6) Evaluasi,
(7) Tindak Lajut, dan (8) Rekomendasi. Komponen-komponen model tersebut
dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1) Rasional menjelaskan secara terperinci mengenai alasan peneliti menyusun
model bimbingan konseling islam untuk lansia.
2) Visi dan misi yang mencakup rumusan arah dan fokus model bimbingan
konseling islam untuk lansia.
47
3) Tujuan yang menjelaskan target yang ingin dicapai dalam pengembangan
model. Tujuan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.
4) Isi Model yang terfokus pada permasalahan-permasalahan yang dihadapi lansia
serta upaya untuk mengatasi terutama dalam mempersiapkan bekal menuju
kematian.
5) Kualifikasi dan peran konselor menjelaskan kompetensi yang perlu dimiliki
individu sebagai pelaksana layanan bimbingan konseling Islam untuk lansia.
6) Evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan model bimbingan konseling islam
dengan melakukan penilaian segera (laiseg) untuk mengetahui tingkat
pemahaman, penerimaan serta usaha para lansia dalam mempersiapkan bekal
menuju kematian.
7) Tindak lanjut dilakukan berdasarkan hasil evaluasi agar dapat digunakan untuk
memperbaiki pelaksanaan bimbingan konseling islam untuk lansia terutama
pada setting wisma.
8) Rekomendasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menyempurnakan
keterbatasan pelaksanaan layanan bimbingan konseling lansia demi tercapainya
tujuan yang diharapkan.
Model bimbingan dan konseling Islami untuk lansia pada dasarnya sama
dengan model konseling Islami yang sudah ada sebelumnya, namun pada
bimbingan konseling Islami untuk lansia lebih ditekankan pada periode
perkembangan serta permasalahan yang terjadi pada lansia. Demi menunjang ke-
efektifan bimbingan konseling Islami untuk lansia, maka model yang dirancang
48
sesuai kebutuhan lansia dan dengan memberdayakan fitrah yang dimiliki lansia
dalam upaya meningkatkan iman, islam, dan ikhsan agar dapat memperoleh akhir
yang sebaik-baiknya.
2.3 Kerangka Berpikir
Memasuki masa lansia, kesadaran akan tujuan hidup sangat dibutuhkan
untuk membentuk kematangan individu dalam bersikap. Kematangan dalam
bersikap di usia lansia mencakup hal- hal terkait bagaimana menjaga kesehatan,
mengendalikan emosi, serta menyibukkan diri dalam kegiatan keagamaan. Kondisi
keagamaan menjadi fokus utama yang harus diperhatikan oleh individu karena
menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menciptakan ketenangan
batin pada masa usia lanjut. Sebagian besar individu memahami akan kebutuhannya
terhadap syariat agama untuk mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Namun
sebagian lain masih meragukan bahkan tidak mengetahui betapa pentingnya syariat
agama yang dapat menghantarkan mereka menuju akhir kehidupan yang baik.
Lansia yang tinggal di wisma cenderung memiliki rasa kesepian yang cukup
tinggi dibandingkan dengan yang tinggal dengan keluarganya. Ditambah minimnya
pengetahuan akan agama, menimbulkan sikap putus asa yang sangat mengganggu
aktifitas sehari-hari lansia. Para lansia cenderung tenggelam dengan pengalaman-
pengalaman masa lalunya, sehingga sulit memahami dan menerima kondisinya saat
ini. Padahal lansia sudah seharusnya fokus mempersiapkan bekal menghadapi
kematian dan kehidupan setelahnya.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan sebuah intervensi dalam membantu
lansia memahami dan menerima kondisi dirinya agar memiliki motivasi yang kuat
49
untuk memberdayakan dirinya dalam mempersiapkan bekal menghadapi
kematiannya. Model bimbingan konseling dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan pendampingan kepada
lansia untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan spiritualnya sebagai upaya
mempersiapkan bekal menghadapi kematian.
Dalam penelitian ini model bimbingan konseling Islami membantu lansia
untuk memunculkan dinamika psikologis berupa kesadaran akan tugasnya sebagai
mahluk ciptaan Allah SWT. yang timbul karena individu memiliki pengetahuan
terhadap agama dan berupaya untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun pelaksanaan penelitian berfokus untuk menyusun sebuah model yang dapat
membantu para lansia agar memiliki kehidupan efektif sehari-hari terutama dalam
menjalankan ibadah-ibadah sebagai bentuk usaha mempersiapkan bekal menuju
kehidupan sesudah mati. Dengan memiliki kehidupan efektif dalam beribadah,
diharapkan dapat membantu lansia menjemput kematian yang baik (husnul
khatimah) serta memperoleh keselamatan di akhirat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disusun kerangka berpikir untuk
menghindari bias atau kesalahan dalam penelitian yang dilakukan. Secara umum
kerangka berfikir penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1.
50
Kehidupan efektif
sehari-hari sesuai
dengan aturan agama
(Model BK Islami)
Husnul
Khatimah
Human
Born Life After life
Akhirat
selamat
Die
Su’ul khatimah
Akhirat tidak
selamat
Kehidupan efektif
sehari-hari tanpa
aturan agama
Gambar 2.1. Alur Pikir Model Bimbingan Konseling Islam Untuk Lansia
145
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, mulai dari studi pendahuluan, tahap
penelitian, sampai pada uji validasi model dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.1.1 Secara fisik, Wisma Lansia Husnul Khatimah Semarang berada pada
ligkungan yang asri, tenang, udara yang bersih, serta memiliki nuansa
keagamaan yang cukup kental, sehingga sangat kondusif bagi lansia untuk
beristirahat dan mempersiapkan bekal menghadapi kematian. Selain itu,
lembaga ini juga merupakan lembaga yang terdaftar pada Dinas Sosial
Pemerintah Kota Semarang dan terakreditasi baik (B) dari Menteri Sosial
RI.
5.1.2 Pendampingan kepada lansia di wisma lansia Husnul Khatimah Semarang
meliputi 3 bidang, yaitu: (a) kesehatan, (b) psikologis, (c) spiritual.
Pendampingan yang dilakukan sudah berjalan dengan baik, dengan
melibatkan peran staff dan pengurus, yang mendampingi lansia dalam
melaksanakan kegiatan selama 24 jam. Pendampingan dilakukan oleh
tenaga professional yaitu perawat sebagai pendamping di bidang kesehatan
dan ustadzah sebagai pendamping di bidang psikologis dan spiritual.
5.1.3 Latar belakang pendidikan para pendamping adalah Ilmu Umum tentang
Bidang Kesehatan, yang lebih berfokus pada hal-hal yang bersifat fisik.
Sehingga mereka sering mengalami kendala dalam menghadapi lansia,
145
146
karena kurangnya pengetahuan tentang kondisi psikis dan hal- hal yang
berkaitan dengan kebutuhan spiritual lansia utamanya dalam menghadapi
kematian dan kehidupan sesudah mati. Selain itu, sebagian besar lansia
belum mengetahui apa yang sebenarnya mereka butuhkan di akhir usia
mereka. Padahal sejatinya masa usia lanjut adalah masa di mana individu
harus berfokus untuk mengumpulkan bekal menghadapi kematian dan
kehidupan sesudah mati.
5.1.4 Telah dihasilkan model bimbingan konseling Islami untuk lansia sebagai
upaya membantu lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian yang
terdiri dari 10 komponen, yaitu: (a) rasional, (b) tujuan, (c) visi dan misi,
(d) bidang bimbingan, (e) jenis layanan, (f) isi model, (g) kualifikasi dan
peran konselor, (h) evaluasi model, (i) tindak lanjut, (j) rekomendasi. Model
ini juga dilengkapi dengan panduan pelaksanaan Bimbingan Konseling
Islami untuk Lansia sebagai upaya mempersiapkan bekal menghadapi
kematian (model selengkapnya terlampir). Hasil uji kelayakan divalidasi
oleh ahli/ pakar dan praktisi secara kualitatif menunjukkan bahwa model
yang dirancang layak untuk diimplementasikan.
147
5.2 Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi hasil penelitian model bimbingan konseling Islami untuk lansia
sebagai upaya membantu lansia mempersiapkan bekal menghadapi kematian antara
lain sebagai berikut:
5.2.1 Model bimbingan konseling Islami untuk lansia yang dikembangkan dapat
mendorong praktisi bimbingan konseling secara terus menerus berusaha
meningkatkan kompetensinya, terutama tentang pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan layanan bimbingan terhadap lansia
muslim agar lansia dapat mempersiapkan bekal menghadapi kematian.
5.2.2 Model bimbingan konseling untuk lansia sebagai upaya membantu lansia
mempersiapkan bekal menghadapi kematian dapat dikembangkan dan
dimodifikasi secara lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya dengan
memperluas komponen model dan menambah materi lainnya tentang ajaran
Islam serta melibatkan stakeholder yang lain seperti pihak keluarga maupun
masyarakat sehingga program layanan bimbingan dan konseling menjadi
lebih komperhensif.
5.2.3 Model ini secara lebih luas dapat diterapkan pada lembaga-lembaga sosial
yang menangani masalah kesejahteraan lansia berkaitan dalam usaha
menjaga aqidah di usia senja, sehingga model lebih tepat diterapkan pada
lembaga-lembaga yang melayani lansia beragama Islam sebagai pedoman
untuk memberikan pendampingan pada lansia.
148
5.3 Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka beberapa saran yang dapat
diberikan antara lain:
5.3.1 Bagi lembaga
Lembaga diharapakan dapat memberikan kesempatan, dukungan, dan
fasilitasi kepada para perawat dan pendamping untuk merujuk pada bimbingan
konseling Islami kepada para lansia. Agar pendampingan yang dilakukan dapat
sesuai dengan kebutuhan para lansia.
5.3.2 Bagi praktisi bimbingan dan konseling
1. Praktisi bimbingan dan konseling diharapkan dapat mempertimbangkan
upaya untuk meningkatkan semangat lansia dalam mempersiapkan bekal
menghadapi kematian dengan menggunakan model bimbingan konseling
Islami untuk lansia yang dirancang sesuai kebutuhan dan kondisi lansia agar
lansia dapat mempersiapkan bekal secara optimal dalam menjemput
kematian.
2. Dalam menerapkan model bimbingan konseling Islami untuk lansia, praktisi
bimbingan konseling hendaknya memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan
pada subtansi model yang dikembangkan.
3. Praktisi bimbingan konseling Islami untuk lansia diharapkan dapat menjalin
kerja sama yang baik dengan tenaga kesehatan, psikolog, keluarga dari lansia,
tokoh agama, serta warga sekitar agar dapat mendukung terlaksananya model
bimbingan konseling Islami untuk lansia sebagai upaya membantu lansia
mempersiapkan bekal menghadapi kematian.
149
5.3.3 Bagi peneliti selanjutnya
5.3.1 Hasil penelitian ini secara konseptual memberikan kontribusi sebagai
perluasan khasanah keilmuan tentang konsep dan praktik bimbingan dan
konseling, khususnya dalam layanan yang kepada lansia, sehingga dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi oleh peneliti di masa mendatang.
Selain itu, bagi peneliti selanjutnya dapat mengkaji ulang penelitian ini pada
aspek perkembangan individu di masa lanjut usia.
5.3.2 Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melaksanan uji coba model yang
diberikan kepada lansia baik yang berada di wisma lansia Husnul Khatimah
Semarang, maupun lansia beragama Islam yang berada di lembaga-
lembaga sosial maupun perorangan.
150
AFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN DAN TERJEMAHNYA, PT Syaamil Cipta Media. Departmen
Agama Republik Indonesia.
Afrizal. (2018). Permasalahan Yang dialami Lansia dalam menyesuaikan diri
terhadap penguasaan tugas-tugas perkembangannya. Jurnal bimbingan dan
konseling Islam. Vol. 2, no.2. pISSN 2580-3638;
http://journal.staincurup.ac.id/index.php/JBK
Agli, O., Bailly, N., & Ferrand, C. (2014). Spirituality and religion in older adults
with dementia : a. Article in International Psychologeriatric Association,
(August), 1–11. https://doi.org/10.1017/S1041610214001665
Akdag, B., Telci, E. A., & Cavlak, U. (2013). Factors affecting cognitive function
in older adults: A turkish sample. International Journal of Gerontology,
7(3), 137–141. https://doi.org/10.1016/j.ijge.2013.01.002
Al-Ghazali. (2014). Metode Menjemput Maut: MenyikapiKematiandalam
Perspektif Sufistik. Bandung: Mizan Media Utama.
Al-Qarni, A. (2008). IF WE DIE: Saat Maut Menjemput. Jakarta: Al Qalam.
Ancok, D. D., & Suroso, F. N. (2011). Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-
problem Psikologi. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Arip, M. A. S. M., Bakar, R. B. A., Ahmad, A. B., & Jais, S. M. (2013). The
Development of a Group Guidance Module for Student Self-development
based on Gestalt Theory. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84,
1310–1316. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.06.748
Armenta et al. (2017). Gratitude Motivates Self-Improvement. Article in Emotion
Review. DOI: 10.1177/1754073916669596
Arsaudi. (2017). Penerapan layanan konseling individu dalam mengatasi kesulitan
mengemukakan pendapat pada siswa. Jurnal konseling andi matappa, vol.
1, no. 1,hal.16-29. pISSN: 2549-1857.
https://media.neliti.com/media/publications/177178-ID (diakses pada, 02-
02-2019)
Astuti. Bimbingan Shalat Sebagai Media Perubahan Prilaku. KONSELING
RELIGI Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Date Accessed: 01 Feb.
2019. Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V6i2.1028.
151
Astuti, Y,D. (2007). Kematian Akibat Bencana Dan Pengaruhnya Pada Kondisi
Psikologis Survivor: Tinjauan Teoritis Tentang Arti Penting Death
Education, 30(66), 363–376.
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2017. Jakarta: BPS
Baqutayan, S. M. S. (2011). An Innovative Islamic Counseling . The Usages of
Stress in Quran. International Journal of Humanities and Social Science,
1(21), 178–183.
Berkman, L. F., Ertel, K. A., & Glymour, M. M. (2011). Aging and social
intervention: Life course perspectives. In R. H. Binstock & L. K. George
(Eds.), Handbook of aging and the social sciences (7th ed., p. 337–351).
San Diego, CA: Elsevier Academic. doi:10.1016/B978-0-12-380880-
6.00024-1
Binstock, R., & George, L. (Eds.). (2011). Handbook of aging and the social
sciences (7th ed.). San Diego, CA: Elsevier Academic Press
Carmen, S. M. (2013). Importance of Counselling for Elderly Before
Institutionalization. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84, 1630–
1633. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.07.004
Cheragi,M.A., Payne, S., & Salsali, M. 2005. Spiritual aspects of end-of-life care
for Muslim patients: experiences from Iran. International Journal of
Palliative Nursing, Vol 11, No 9. DOI: 10.12968/ijpn.2005.11.9.19781
Corr, C. A. (2016). Teaching About Life and Living in Courses on Death and
Dying. Journal of Death and Dying, 73(2), 174–187.
https://doi.org/10.1177/0030222815575902
Creswell, J. (2015). RISET PENDIDIKAN, Perencanaan, Pelaksanaan, dan
Evaluasi Riset Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Desiningrum, D,R. (2014). Kesejahteraan psikologis lansia janda/duda ditinjau dari
persepsi terhadap dukungan sosial dan gender. Jurnal psikologi undip, vol.
13, no. 2, hal. 102-106. https://media.neliti.com/media/publications/126643
(diakses pada, 02-02-2019)
Dewi K S., (2018). Level Aktivitas fisik dan kualitas hidup warga lanjut usia. Jurnal
MKMI, vol. 14, no. 3, DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v14i3.4604
Dickens, A., & Richards, S. (2011). Interventions targeting social isolation in older
people: a systematic review. BMC Public. Retrieved from
https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-
11-647
152
Dinakaramani S., & Aisah I. (2018). Peran Kearifan (Wisdom) Terhadap
Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia. Jurnal Psikologi. Vol.45.
No.3. Hal 181—188. DOI:10.22146/Jpsi.32091
Diponegoro, A,M. & Mulyono. (2015). Faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi kebahagiaan lanjut usia suku jawa di klaten.
Psikopedagogia, vol. 4, no. 1, ISSN: 2301-6167.
journal.uad.ac.id/index.php/Psikopedagogia/article/download/4476/2506
(diakses pada, 02-02-2019)
El-Aswad, E.-S. (2017). Islamic Care and Counseling. Encyclopedia of Psychology
and Religion, (August). https://doi.org/10.4135/9781412959537
Erichsen, N.B., & Arndt, B. 2013. Spiritual Needs of Elderly Living in
Residential/Nursing Homes. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine. http://dx.doi.org/10.1155/2013/913247
Ernawati.(2015). Kontribusi Kebermaknaan Hidup Bagi Sikap Individu Terhadap
Kematian. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, [S.L.], V.
5, N. 2, P. 293-312, ISSN 2477-2100.
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V5i2.1052.
FALAH, Riza Zahriyal.(2016). Membentuk Kesalehan Individual Dan Sosial
Melalui Konseling Multikultural. Konseling Religi Jurnal Bimbingan
Konseling Islam, [S.L.], V. 7, N. 1, P. 163-188. ISSN 2477-2100.
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V7i1.1666.
Gamino L. A. And Ritter, R. H. Jr. 2012. Death Competence: An Ethical
Imperative. Death Studies, 36: 23–40. DOI:
10.1080/07481187.2011.553503
Gladding, Samuel T, Konseling (Profesi Yang Menyeluruh), edisi ke enam, Jakarta:
Indeks,2012
Hanin Hamjah, S., & Mat Akhir, N. S. (2014). Islamic Approach in Counseling.
Journal of Religion and Health, 53(1), 279–289.
https://doi.org/10.1007/s10943-013-9703-4
Hurlock, Elizabeth B. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Hasan, A. B. (2008). Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Raja Grafindo.
Ho, M.Y et al. (2010). The role of meaning in life and optimism in promoting well-
being .Personality and Individual Differences 48 658–663.
doi:10.1016/j.paid.2010.01.008
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Jalaluddin. (2009). Psikologi Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kementrian Kesehatan, R.I. (2017). Situasi Lansia Di Indonesia Tahun 2017
153
Indonesia Gambar Struktur Umur Penduduk Indonesia Tahun 2017.
Khoirun Nida, Fatma Laili. (2014). Peran Kecerdasan Spiritual Dalam Pencapaian
Kebermaknaan Hidup. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling
Islam, v. 4, n. 1, P. 185-200,
DOI:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V4i1.1076.
Khoirun Nida, F.L., (2014) Zikir Sebagai Psikoterapi Dalam Gangguan Kecemasan
Bagi Lansia. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, V. 5,
N. 1, P. 133-150. Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V5i1.1064.
Kiik S M., Junaiti S., Henny P. (2018). Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia
(Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 21 No.2, Hal 109-116 Pissn 1410-4490,
Eissn 2354-9203 DOI: 10.7454/Jki.V21i2.584
Konrad J.N. (2015) Impact of Religion and Spirituality on Older Adulthood,
Journal of Religion, Spirituality & Aging, 27:1, 16-33, DOI:
10.1080/15528030.2014.963907.
Knapp, J. L., & Pruett, C. D. (2006). The graying of the baby boomers: Implications
for senior adult ministry. Journal of Religion, Spirituality & Aging, 19(1),
3–15. doi:10.1300/J496v19n01_02
Kumala, O. D., Kusprayogi, Y., Nashori, F., & Indonesia, U. I. (2017). Efektivitas
Pelatihan Dzikir Dalam Meningkatkan Ketenangan Jiwa Pada Lansia
Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(1), 55–66
Kurnianto S., Purwaningsih., & Hanik E N. (2011). Penurunan Tingkat Depresi
Pada Lansia dengan Pendekatan Bimbingan Spiritual. Jurnal Ners Vol. 6
No. 2 Oktober 2011: 156–163.
https://www.researchgate.net/publication/327392182 (diakses 2-2-2019)
Kurniawati, H. (2015). Studi MetaAnalisis Spiritual Well-being dan Quality of life.
Psychology Forum UMM. mpsi.umm.ac.id/files/file/141147%20Hanie.pdf.
(diakses pada, 29-01-2019)
Larocca, M. A., & Scogin, F. R. (2016). The Effect of Social Support on Quality of
Life in Older Adults Receiving Cognitive Behavioral Therapy, 38(2), 131–
148. Retrieved from [email protected]
Malone, J., & Dadswell, A. (2018). The Role of Religion , Spirituality and / or
Belief in Positive Ageing for Older Adults. Journal of Geriatrics, 1–16.
https://doi.org/10.3390/geriatrics3020028
Masyudi. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Lansia Dalam
Mengendalikan Hipertensi. Jurnal Action: Aceh Nutrition Journal. DOI:
10.30867/Action.V3il.100
McKevitt, G. L. (2011). The gifts of aging: Jesuit elders in their own words. Studies
in the Spirituality of Jesuits, 43(3). Retrieved from
154
http://www.jesuit.org/jesuits/wp-content/uploads/2011-Studies-autumn.pdf (diakses
pada 05-03-2019)
Miftahul Jannah, Fakhri Yacob & Julianto. (2017) Rentang Kehidupan Manusia
(Life Span Development) Dalam Islam. Gender Equality: International
Journal of Child and Gender Studie. Vol. 3, No. 1. jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/equality/article/download/1952/1456 (diakses pada,
02-02-2019)
Matthew B. Miles, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Muhamad Rifa’i Subhi. (2016). Development Of Islamic Counseling Concept (
Spiritual Issues In Counseling ), 13(1), 121–134.
Nadhirin. Bimbingan Dan Konseling Keagamaan Bagi Manusia Usia Lajut Dalam
Islam. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, V. 9, N. 1, P.
113-136, June 2018. ISSN 2477-2100. Available At:
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V9i1.3466.
Naftali A R., Et Al. (2017). Kesehatan Spiritual Dan Kesiapan Lansia Dalam
Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi, Vol. 25, No. 2, 124 – 135.
DOI:10.22146/Buletinpsikologi.28992
Najamuddin. (2018). Kesabaran dan kesehatan mental dalam bimbingan konseling
islam. TASAMUH: jurnal studi Islam, vol.10, no. 1, pp. 241-272.
http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/al-riwayah (diakses pada, 02-
02-2019)
Nelson, J. M. (2009). Psychology, Religion, and Spirituality. United States: ©
Springer Science + Business Media, LL. https://doi.org/10.1007/978-0-387-
87573-6
Ningsih, D,A., Iredho, F,R., & Muhamad U. (2017). Kebermaknaan hidup lansia
pemulung yang beragama islam di tempat pembuangan akhir (TPA)
sukajaya kecamatan sukarame Palembang. PSIKIS-Jurnal psikologi Islami,
vol. 3, no. 1, hal. 52-59. ISSN:2502-728x.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/psikis/article/download/1394/pdf/
(diakses pada, 02-02-2019)
Nurhardanti, N. (2015). Hak Alimentasi Bagi Orang Tua Lanjut Usia Terlantar
(Studi Kasus Di Panti Werdha Majapahit Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto) Jurnal, 1–16. Retrieved From
Http://Linkinghub.Elsevier.Com/Retrieve/Pii/S1877042813018223
Omorogiuwa, T. B. E. (2016). The psychosocial problems of the elderly:
implicationS for social work practice. Journal of Nursing, Social Studies,
Public Health and Rehabilitation, (2006), 111–118.
Papalia, D.E. (2008). Human Development ( Psikologi Perkembangan). Jakarta:
Kencana.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia,
155
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2004.
Pratiwi, F,R. & Dian R, S. (2015). Kepuasan pernikahan ditinjau dari konflik peran
pekerjaan-keluarga dan fase perkembangan dewasa pada perawat wanita di
rumah sakit jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Jurnal empati, vol.4, no. 4,
hal. 262-266. https://media.neliti.com/media/publications/60414 (diakses
pada, 02-02-2019)
Prawitasari JE. (1994). Aspek Sosio-Psikologis Lansia Di Indonesia. Buletin
Psikologi 1994 NO.1. 27-34. ISSN : 0215-8884.
Https://Jurnal.Ugm.Ac.Id/Buletinpsikologi/Article/View/13240 (Diakses
31-1-2019)
Putri T S., Lisna A., Ayu N., Afianti S. (2015). Studi Komparatif : Kualitas Hidup
Lansia Yang Tinggal Bersama Keluarga Dan Panti
Https://Www.Researchgate.Net/Publication/322760072. DOI:
10.17509/Jpki.V1i1.1178
Ridwan, M. (2018). Konseling dan Terapi Qur'ani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rime B. (2016). Self-Disclosure. Encyclopedia of Mental Health, Volume 4
doi:10.1016/B978-0-12-397045-9.00075-6
Risdawati. (2014). Upaya Bimbingan Konseling Islam dalam Mengatasi Perilaku
Menyimpang. HIKMAH, Vol. VIII, No. 02 Juli 2014, 74-87. jurnal.iain-
padangsidimpuan.ac.id/index.php/Hik/article/download/49/40 (diakses
pada, 2-1-2019)
Riyadi, Agus. Zikir Dalam Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikoneurotik (Analisis
Terhadap Fungsi Bimbingan Dan Konseling Islam). Konseling Religi
Jurnal Bimbingan Konseling Islam, [S.L.], V. 4, N. 1, P. 53-70, Issn 2477-
2100. Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V4i1.1070.
Rohmah, et al (2012). Quality of Life Elderly. JURNAL KEPERAWATAN, 120–132
Rome, R.B., et al. 2011. The Role of Palliative Care at the End of Life. The Ochsner
Journal 11:348–352.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3241069/pdf/i1524-5012-
11-4-348.
Runcan, P. L. (2012). Elderly institutionalization and depression. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 33, 109–113.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.01.093
Saliyo. Akhlak Konselor Sosial Untuk Pekerjaan Sosial Dalam Perspektif Psikologi
Islam. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, [S.L.], V. 8,
N. 2, P. 357-378, Dec. 2017. Issn 2477-2100.
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V8i2.2756
Safaruddin. (2013). Eskatologi Safaruddin. Jurnal Al-Hikmah, XIV(2), 100–111.
Sapuri, R. (2008). Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern. Jakarta:
Rajawali Press.
156
Samper, P,T., Ori, R.P., & Mario, E,K. (2017). Hubungan interaksi sosial dengan
kualitas hidup lansia di BPLU senja cerah provinsi Sulawesi utara. E-
journal keperawatan (e-KP), vol. 5, no.1.
https://media.neliti.com/media/publications/112291 (diakses pada, 02-02-
2019)
Sari P M D., Canina Y D L., Evan C P., & Fuad N. (2018). Kualitas hidup lansia
ditinjau dari sabar dan dukungan sosial. Jurnal ilmiah psikologi terapan.
Vol.06, no.02. pISSn: 2301-8267.
https://www.researchgate.net/publication/329293271 (diunduh pada 2-2-
2019)
Sari, E,P., & Sartini,N. (2002). Penerimaan diri pada lanjut usia ditinjau dari
kematangan emosi. Jurnal psikologi. No.2, hal.73-88.
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7017/5469 (diakses pada, 02-02-
2019)
Scarlett, W., & Warren, A. (2010). Religious and spiritual development across the
life span: A behavioral and social science perspective. In M. E. Lamb, A.
M. Freund, & R. M. Lerner (Eds.), The handbook of life-span development,:
Vol.2, Social and emotional development (pp. 631–682). Hoboken, NJ: John
Wiley & Sons.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1002/9780470880166.hlsd0020
16
Setyorini, A. (2018). Hubungan self-efficacy dengan self-care management
lansia yang menderita hipertensi di Posyandu Lansia Padukuhan Panggang
III binaan Puskesmas Panggang I Gunungkidul. Health Science and
Pharmacy Journal. Vol. 2, no.2, pp. 58-64.
http://journal.stikessuryaglobal.ac.id (diakses pada, 02-01-2019)
Suardiman, S.P. 2016. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press
Sue, D. W. S. D. (2007). Counseling the Culturally Different. Counseling and
Values (Fifth Edit, Vol. 26). Canada: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken,
New Jersey. https://doi.org/10.1002/j.2161-007X 1982.tb00436.
Sugiyo. (2016). Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang:
Widya Karya.
Sugiyono, P. D. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development/ R&D). Bandung: Alfabeta.
Sullivan, M.P, Christina Rita Victor, Michael Thomas, (2016) "Understanding and
alleviating loneliness in later life: perspectives of older people", Quality in
Ageing and Older Adults, Vol. 17 Issue: 3, pp.168-
178, https://doi.org/10.1108/QAOA-06-2015-0031
157
Supriadi. (2015). Lanjut Usia dan Permasalahannya. Jurnal PPKN & hukum, vol.
10, no.2.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPB/article/download/3651/3557
(diakses pada, 02-02-2019)
Suryadi, T. (2017). Kematian mendadak kardiovaskuler. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 17(2), 112–118.
https://doi.org/https://doi.org/10.24815/jks.v17i2.8990
Sutoyo, A. (2015). Manusia dalam Perspektif AL-QUR'AN. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.
Sutoyo, A. (2017). Bimbingan & Konseling Islami (Teori dan Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sutoyo, A. (2017). Model Bimbingan dan Konseling Sufistik untuk
Mengembangkan Pribadi yang ‘Alim dan Saleh. Jurnal Bimbingan
Konseling Islam, 8(1), 1–22.
Syarif, T. (2016). Studi Fenomenologi Pada Lansia Pendiri Bank Sampah, 1(2), 83–
98.
Triningtyas, D., & Muhayati, S. (2018). Konseling Lansia: Upaya Lanjut Usia
Dalam Membangun Kemandirian Hidup Dan Penerimaan Diri Terhadap
Kesiapan Memasuki Masa Pensiun (Studi Pada Lansia Di Bina Keluarga
Lansia Posyandu Cempaka Kabupaten Ngawi). JKI (Jurnal Konseling
Indonesia), 4(1), 16-21. Https://Doi.Org/10.21067/Jki.V4i1.2739
Velasco-Gonzalez, L., & Rioux, L. (2014). The Spiritual Well-Being of Elderly
People: A Study of a French Sample. Journal of Religion and Health, 53(4),
1123–1137. https://doi.org/10.1007/s10943-013-9710-5
Wafroh, S., Herawati., & Dhian, R,L.(2016). dukungan keluarga dengan kualitas
hidup lansia di PTSW budi sejahtera banjarbaru. Dunia Keperawatan, vol.
4, no. 1, hal.60-64. https://www.researchgate.net/publication/327244481
(diakses pada, 02-02-2019)
Wahyudi, A. (2016). Iman Dan Taqwa Bagi Guru Bimbingan. Fokus Konseling,
2(2), 89–98.
Wahyudin, Agus. (2015). Metodologi Penelitian, Penelitian Bisnis & Pendidikan.
Edisi 1. UNNES Press. Semarang.
Wibowo, AD. (2015). Konsep diri perempuan lansia. E-Journal Bimbingan dan
Konseling. Vol. 11.
journal.student.uny.ac.id/ojs/ojs/index.php/fipbk/article/
download/290/264 ((diakses pada, 02-02-2019)
Wilkinson, P. (1997). Cognitive therapy with elderly people, 53–58.
Witono, T. (2015). Spriritualitas untuk Kesehatan Mental Lanjut Usia. Disertasi.
Yuliyatun. Konstribusi Konseling Islam Dalam Penyembuhan Penyakit
158
Fisik. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, [S.L.], V. 5,
N. 2, P. 335-352, Jan. 2015. ISSN 2477-2100.
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.21043/Kr.V5i2.1054.