teori dbd

25
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. 1,6 3.2 Epidemiologi Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat

Upload: indrypurnamasari

Post on 01-Oct-2015

237 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

teori DBD

TRANSCRIPT

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,6

3.2 Epidemiologi Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ketahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.1,6 Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. 6

3.3 Cara PenularanVirus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.6Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selamahidupnya 6,10

3.4 Gejala Utama1. DemamDemam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2 7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan sembuh hati hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.10

2. Tanda tanda perdarahanJenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.10

3. Hepatomegali Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya sekedar diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.10

4. SyokPada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10

3.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit. Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris berikut yang merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet 44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.5Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.5Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.5Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG. Pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5

3.6 Patofisiologia. Sistim vaskulerPatofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.3

b. Sistim respon imun Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3

Gambar 5. Tingkat Antibodi terhadap Infeksi Virus Dengue c. Perubahan Patofisiologi DBDPatofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor). Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1). 3

Gambar 6. Respon Imun

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi. Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha. 3,9

d. Patogenesis

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross protektif terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. 3,9Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Gambar 8. Antibody Dependent Enhancement

3.7 Penegakan DiagnosisBerdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:41. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.3. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 4 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

3.8 Diagnosis Banding DBD ISK Malaria Faringitis

3.9 PenatalaksanaanPrinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24 jam , atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri darah segar bila ada perdarahan hebat.

Klinis membaik Ht tidak naikTrombosit baikKedaruratanDemam tinggi mendadak, terus menerus 2-7 hari, ISPA atas (-)(+)(-)tanda syokmuntah terus meneruskejangkesadaran menurunmuntah darahberak hitamUJI TORNIQUET(+)(-)Periksa trombositRawat jalan*ParasetamolKontrol tiap hari sampai demam hilangTrombosit < 100.000Trombosit 100.000Rawat inapRawat jalan*Minum banyak 1,5-2 l/hari, parasetamol, kontrol tiap hari sampai demam turun(+)Bila hari ke-3 masih panas nilai: Ht, trombosit dan gejala klinis* Perhatian: Pesan pada orang tua: Bila timbul tanda-tanda syok, yaitu: gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berak hitam, bak kurang (tanda bahaya)Klinis sesuai DBDHt naikTrombosit turunSegera bawa ke rumah sakitBAGAN ITATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBDPERSANGKAAN DBD

BAGAN IITATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan Ht / Ht < 42 vol%Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus-menerusPasang infuse NaCl 0,9%:Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatanPeriksa Hb,Ht, trombosit tiap 6-12 jamHt naik atau trombosit turunInfus ganti RL (tetesan disesuaikan (lihat bagan III)Pasien masih dapat minumBeri minum banyak 1-2 l/hari atau satu sendok makan tiap 5 menitJenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu >38oC beri parasetamol, kompres hangatBila kejang beri diazepam sesuai BBHt tidak naikMonitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokEvaluasi tiap hariUkur diuresis tiap hariAwasi perdarahanPeriksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jamPerbaikan klinis dan laboratoriumPULANG (KRITERIA PULANG):Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaikSecara klinis tampak perbaikanHematokrit stabilTiga hari setelah syok teratasiJumlah trombosit >50.000/uLTidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosisGejala klinis:Demam 2-7 hariUji Torniquet (+) atau perdarahan spontanLab:Ht tak meningkat / Ht < 42 vol%Trombositopenia (ringan)

BAGAN IIITATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht 20% / Ht 42 vol%PULANG (lihat kriteria pulang)PerbaikanTidak ada perbaikanTidak gelisahNadi kuatTekanan darah stabilDiuresis cukup (1-2 ml/kgBB/jam)Ht turun (2 kali pemeriksaan)Tetesan dikurangiTanda vital memburukHt meningkatMasuk protokol syokPerbaikanSesuaikan tetesanIVFD stop pada 24-48 jamBila tanda vital dan Ht stabil, diuresis cukup5 ml/kgBB/jam3 ml/kgBB/jamGelisahDistress pernapasanFrekuensi nadi naikHt tetap tinggi / naikDiuresis kurang / tidak adaInfus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jamPULANG (Lihat kriteria pulang)

BAGAN IV. TATALAKSANA SYOK PADA DBDOksigenasi (O2 2-4 l/menit)Cairan: a. ICU: RL/RA/NaCl 0,9% dan atau koloidNon ICU: RL/RA/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)EVALUASI 30 menitPantau tanda vital, catat balans cairan selama pemberian cairanSYOK TERATASI****SYOK TIDAK TERATASIRL/RA/NaCl 0,9% 10 ml/kgBB/jamO2 2-4 l/menitHb, Ht, trombosit, lekositAGD-elektrolitUreum, kreatinin Atas indikasiGol.darah, cross matchPantau tanda vital dan balans cairanLanjutkan RL/RA/NaCl 0,9% 15-20 ml/kgBB dan atau koloid 10-20 ml/kgBB (sesuai dengan dosis maksimal koloid **)ATAU Plasma 10-20 ml/kgBBO2 2-4 l/menitHb, Ht, trombosit, lekositAGD-elektrolitUreum, kreatinin Atas indikasiGol.darah, cross matchPantau tanda vital dan balans cairanEVALUASITERATASI****TIDAK TERATASIHt turunHt tetap tinggi / naikTransfusi darah segar 10 ml/kgBBKoloid 20 ml/kgBBEVALUASITIDAK TERATASITERATASI****Pertimbangkan pemakaian inotropik dan koloid HES BM 100.000-300.000 kDKlinis baik, Ht stabil dalam 2 kali pemeriksaan: Kristaloid 5 ml/kgBB/jampemeriksaan (setiap 6 jam)Kristaloid 3 ml/kgBB/jam24-48 jam setelah syok teratasi, tanda vital/Ht stabil, diuresis cukupINFUS STOPKesadaran membaikNadi teraba kuatTekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/sianosisEkstremitas hangatDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Kesadaran menurun Nadi terasa lembutTekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan/sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstremitas dingin, Diuresis < 1 ml/kgBB/jam3.10 Indikasi Rawat1. Penderita TDBD derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk dirawat2. TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit cenderung turun, atau trombosit < 100.000/mm33. Seluruh derajat II, III, IV

3.6 Indikasi pulang1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik.3. Nafsu makan membaik.4. Secara klinis tampak perbaikan.5. Hematokrit stabil.6. Tiga hari setelah syok teratasi.7. Output urin >1cc/kgbb/jam.8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat.9. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).

3.7 Komplikasi1. Perdarahan gastrointestinal masif, 2. Ensepalopati, 3. Edema paru dan efusi pleura.

3.8 PrognosisTergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya rekuren syok yang terjadi terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan, tanda-tanda serebral.