teknologi & frekuensi penyiaran -...
TRANSCRIPT
APA YANG TERJADI KETIKA FREKUENSITIDAK DIATUR?
• Harmful interference
audience
Lembaga Media
Tayangan
ACUAN PENGATURAN FREKUENSI
Internasional
• International Telecommunication Union (ITU).
• World Radiocommunication Conference (WRC)
• Radio Regulation (RR).
• Asia Pacific Telecommunity (APT).
• ASEAN Telecommunication Regulatory Council (ATRC).
• Koordinasi Bilateral antar negara. (perbatasan)
Nasional
• Perundang-undangan tingkat Nasional.
• Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi.
• Peraturan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
• Peraturan sektor lain yang terkait.
PENGATURAN TEKNIK SPEKTRUMFREKUENSI RADIO
• Dilakukan oleh Ditjen Postel
• Mengatur kriteria penggunaan bersama/sharing
• Mengatur batasan daya pancar/power
• Mengatur standar serta spesifikasi
PENGATURAN FREKUENSI RADIO
• FM berada pada pita frekuensi 87,5-108 MHz
mempunyai spasi antar kanal sebesar 100 kHz
• Jarak minimal antar kanal 800 kHz, kecuali kota besar
400 kHz
• 87,5-88,3 FM; 88,400-89,3 FM;dst
• Frekuensi penyiaran radio terestrial dialokasikan pada
pita frekuensi MF, HF(penyiaran radio publik), dan VHF.
DISTRIBUSI KANAL TV UHF ANALOG DI INDONESIA
Layanan
Wilayah
Kanal TV
Swasta
Kanal TVRI Kanal TV
Digital
Kanal TV
Lokal
Jabodetabek 10 1 2 1
Daerah Lain 5 0 1 1
KEKACAUAN PENYIARAN ANALOG
• Otonomi daerah menjadi pemicu tumpang tindih
kewenangan
• Banyak muncul siaran swasta dan banyak tidak mengikuti
master plan
• Pemberian izin yang kacau (Depkominfo, KPI, KPID,
Pemda)
KUALITAS SIARAN DIGITAL(SUBIAKTO, 2016)
“Kualitas siaran digital adalah relatif sama dalam suatu wilayah
jangkauan dan secara drastis menurun hingga menimbulkan suatu
cliff atau ‘jurang’ yang memisahkan antara wilayah jangkauan
dengan no-service area”
“perlunya manajemen perencanaan jaringan radio yang optimal,
dengan dukungan kebijakan SFN atau MFN”
KENAPA DIGITAL?
• Teknologi Digital memberikan peningkatan efisiensi
berlipat-lipat (pada TV s/d 18 kali lipat, dan bisa
bertambah lagi dengan teknologi kompresi)
• Kualitas suara dan gambar lebih bagus
(SUBIAKTO, 2016)
• International Telecommunication Union (ITU) pada the
Geneva 2006 Frequency Plan (GE06) Agreement
mencanangkan tanggal 17 Juni 2015 adalah batas waktu
negara-negara di seluruh dunia migrasi dari tv analog ke
digital*).
• Teknologi analog semakin mahal biaya operasinya dan
ketinggalan jaman
• Beralih ke digital adalah bentuk penghematan spektrum
frekuensi
14
(SUBIAKTO, 2016)
• Kita mulai tahun 2003 telah memulai persiapan tv digital
yang dijadwalkan Selama 10 tahun
• Kanal frekuensi sudah habis untuk pengajuan ijin baru
sehingga perlu efisiensi melalui teknologi digital mendesak
diperlukan
• Negara berpotensi kehilangan keuntungan yang besar
dan juga akan mengalami kerugian bila migrasi tidak
dilakukan
KEUNTUNGAN PENYIARAN DIGITAL(SUBIAKTO, 2016)
16
• Kualitas Audio dan visual lebih baik
• Lebih banyak pilihan program siaran
• Banyak tambahan fitur : EPG, EWS, aplikasi lainnyaKonsumen
• Efisiensi infrastruktur (75%) dan biaya operasional serta merupakan teknologi ramahlingkungan
Lembaga Penyiaran
• Membuka lebar industri konten nasional danlokalIndustri Kreatif
• Peluang industri nasional untuk memproduksi Set Top Box
Industri Perangkat
• Efisiensi spektrum frekuensi radio dan potensiPNBP dari digital deviden serta peningkatanpertumbuhan ekonomi dari broadband
Pemerintah
PENYELEGGARAAN SIARAN DIGITAL
• Akan diadakan pemisahan antara penyelenggara
infrastruktur dan lembaga penyiaran eksisting
• Diperlukan alat penerima set-top-box DVB-T atau DAB
dengan harga terjangkau
• Dibutuhkan kuantitas dan kualitas siaran yang lebih
• Dibutuhkan infrastruktur seperti tower dan jaringan
transmisi
478 MHz 806 MHz
KANAL TV DIGITAL Ch. 22 – 48 (27 kanal)
478 MHz 806 MHz694 MHz
Efisiensi 14 kanal
DIGITALDIVIDEND
(112 MHz)
EFISIENSI FREKUENSI(SUBIAKTO, 2016)
AKHIR MIGRASI
KANAL TV ANALOG Ch. 22 – 62 (41 kanal / 328 MHz)
Ch 22-27
Future use
Ch 28-45 (18 kanal)
Free-to-air
46-48
Cadangan
Free-to-air
MOBILE BROADBAND SPECTRUM DEMAND
(SUBIAKTO, 2016)
• Asumsi:
• Pertumbuhan Traffic Data 60% per tahun
• Pertumbuhan Site Tower 28.8% per tahun
50
13
-16
-53
-100
-157
-214
-297
-383
-500
-600
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
Sp
ectr
um
(M
Hz)
Demand Spectrum Forecast in Indonesia
2011 2012
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
• Monopoli perlu dihindari dengan hanya mengizinkan
penyelenggara multipleks yang terpisah dari lembaga
penyiaran eksisting.
KRITERIA PENYELENGGARAMULTIPLEKS DIGITAL
• memiliki infrastruktur dasar sebagai penyelenggara multipleks
• memanfaatkan seoptimal mungkin infrastruktur telekomunikasi
• memberikan komitmen penggelaran jaringan infrastruktur dan
pemasangan pemancar DVB-T dan DAB di seluruh wilayah
Indonesia dalam jangka waktu secepat-cepatnya.
• memberikan komitmen untuk membuka akses kapasitas
infrastruktur kepada penyelenggara konten/lembaga
penyiaran secara non diskriminasi dan akses terbuka.
AGENDA PERTEMUAN TENTANG FREKUENSIBILATERAL DAN MULTILATERAL
• Harmonisasi perencanaan dan penggunaan frekuensi di daerah
perbatasan.
• Koordinasi frekuensi radio di daerah perbatasan, antara lain
koordinasi frekuensi TV Siaran, Radio Siaran FM, selular GSM,
microwave link.
• Koordinasi untuk perencanaan servis komunikasi radio di masa yang
akan datang.
• Registrasi frekuensi bersama.
• Pemecahan masalah gangguan interferensi di kedua Negara
PASAL 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-
Undang Dasar negara RI, kesatria, menjunjung harkat,
martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada
kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam
mengemban profesinya
PASAL 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan
bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan
karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar)
yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan
negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung
perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan satu
golongan yang dilindungi oleh Undang-Undang
PASAL 3
Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya
jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang
menyesatkan memutar balik fakta, bersifat fitnah, cabul
serta sensional.
PASAL 5
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara
berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan
dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan
fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi
interprestasi dan opini wartawan, agar disajikan
dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
PASAL 6
Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi
kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya
jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang
merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut
kepentingan umum.
PASAL 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang
diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses
peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah,
prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
PASAL 8
wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan
susila (asusila) tidak merugikan pihak korban.
BAB III
SUMBER BERITA
Wartawan Inonesia menempuh cara yang sopan dan
terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik
(tulisan, suara, serta suara dan gambar)dan selalu
menyatakan identitas kepada sumber berita.
PASAL 10
Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri
secepatnya mencabut atau meralat setiap oemberitaan
yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi
kesempatan hak jawab secara proporsional kepada
sumber atau obyek berita.
PASAL 11
Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita
dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber
berita.
PASAL 12
Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat,
tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut
sumbernya.
PASAL 13
Wartawan Indonesian harus menyebut sumber berita, kecuali
atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama
dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan
opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan,
segala tanggung jawab ada pada wartawan yang
bersangkutan.
PASAL 14
Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo,
bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi
yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai
bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan "off the
record"
PASAL 17
Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan
penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini
adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan
PWI.
Tidak satu pihakpun di luar PWI yang dapat mengambil
tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya
berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.
PENGADUAN WARTAWAN
• Pasal 36 ayat 3:
Pengaduan harus dilampiri pernyataan dari pengadu
bahwa ia melepaskan haknya mengajukan gugatan ke
pengadilan, jika Dewan Kehormatan berhasil menyuruh
wartawan atau media bersangkutan mematuhi kode etik
jurnalistik dan melaksanakan segala yang diputuskan oleh
Dewan Kehormatan
PENGADUAN WARTAWAN
• Pasal 38 Keputusan Dewan Kehormatan :
• Ayat 1:
• Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan,
pembelaan dan bukti-bukti, Dewan Kehormatan dapat:
a. …
b. …
c. Mempersilahkan pengadu untuk menempuh jalur hukum
PASAL 39
• Sanksi
(1) Hukuman yang dapat dijatuhkan oleh Dewan
Kehormatan adalah:
a. peringatan biasa
b. peringatan keras
c. pemberhentian sementara dari keanggotaan
PWI untuk selama-lamanya 2 (dua) tahun
PASAL 39
2) Peringatan biasa maupun peringatan keras langsung
disampaikan oleh Dewan Kehormatan kepada
wartawan/media bersangkutan, dengan tembusan kepada
PWI Pusat dan PWI cabang
3) Keputusan pemberhentian sementara disampaikan oleh
Dewan Kehormatan kepada Pengurus Pusat PWI untuk
dilaksanakan
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
• Bab I Pasal 1:
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa
sebagian atau seluruh materi Informasi yang akan
diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak
manapun; dan atau kewajiban melapor serta memperoleh
izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan
jurnalistik
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah
penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran
secara paksa atau melawan hokum
10. Hak tolak adalah hak wartawan, karena profesinya,
untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas
lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
11. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
12. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi
yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya,
maupun tentang orang lain
13. Kewajiban koreksi…
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 4
1…
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembreidelan, atau pelarangan penyiaran
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 5
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa
dan opini dengan menghormati norma-norma agama
dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
2. Pers wajib melayani hak jawab.
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. ..
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat
perlindungan hukum
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak
mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum
Indonesia.
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan
penanggung jawab secara terbuka melalui media yang
bersangkutan dan khusus untuk penerbitan pers ditambah
nama dan alamat percetakan
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau
mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 40 TAHUN 1999
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan
Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).