teknik dan alat asesmen sastra (ini yang kudu di print)
DESCRIPTION
teknik dan alat asesmen sastraTRANSCRIPT
TEKNIK DAN ALAT ASESMEN KESASTRAAN
S2. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pascasarjana Universitas Negeri malang
A. PENDAHULUAN
Pengajaran sastra disekolah tidak berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran yang
mandiri,melainkan menjadi bagian mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Sastra yang
dalam kurikulum di tegaskan dengan sebutan”apresiasi bahasa dan sastra Indonesia” hanya
merupakan salah satu pokok bahasan dari sejumlah pokok bahasan yang lain yang terdapat
dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dengan demikian, seorang guru bahasa
Indonesia juga berarti guru apresiasi sastra. Ia bertugas mengukur hasil belajar bahasa dan sastra
siswa yang menjadi asuhannya. Hal itu juga berarti ia di tuntut untuk mampu menyusun tes
kebahasaan dan kesastraan sebagai salah satu sarana mengungkap hasil belajar siswa.
Penggabungan sastra ke dalam pengajaran bahasa memang wajar dan dapat dimengerti.
Sebab, bahasa merupakan sarana pengucapan sastra, bahasa merupakan salah satu unsur bentuk
sastra yang sangat penting. Bahkan secara lahiriah, aspek formal yang nampak, wujud sastra
adalah bahasa. Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur-unsur
keindahannya menonjol. Akan tetapi sebagai sebuah karya seni, sastra tidak semata-mata hanya
berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan juga unsur sastra yang lain yang juga tak kalah
pentingnya. Perpaduan yang harmonis antara berbagai unsur sastra yang secara sederhana dapat
dibedakan ke dalam unsur bentuk dan unsur isi akan menghasilkan karya sastra yang bernilai
tinggi.
Untuk memahami karya sastra yang merupakan salah satu cara atau langkah dalam usaha
mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan merupakan suatu hal
yang tidak bisa ditawar. Walau demikian, penguasaan bahasa saja belum menjamin seseorang
untuk memahami sastra dengan baik. Untuk memahami sastra dengan baik, disamping
penguasaan kode bahasa juga diperlukan pengetahuan tentang kode sastra dan kode budaya.
Idealnya terjadi kaitan yang erat antara pengajaran bahasa dengan pengajaran sastra yang bersifat
saling mengisi dan menunjang.
1
B. TUJUAN, BAHAN, DAN PENILAIAN DALAM PENGAJARAN SASTRA
Dalam kegiatan pengajaran, seperti dikemukakan diatas, antara komponen tujuan, bahan
yang di ajarkan, dan penilaian terhadap hasil kegiatan pengajaran berkaitan erat. Bahan
pengajaran hendaklah dijabarkan berdasarkan tujuan, tujuan itu sendiri dimungkinkan tercapai
jika ditunjang oleh bahan yang sesuai. Kadar ketercapaian tujuan atau tingkat penguasaan bahan
akan diketahui melalui kegiatan penilaian, sedang penilaian akan ada artinya jika dalam
kaitannya dengan tujuan dan bahan yang telah diajarkan. Hal itu berlaku pula untuk pengajaran
apresiasi sastra.
Secara umum bagaimana bunyi tujuan pengajaran sastra secara umum ditekankan. Atau
demi terwujudnya kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Tujuan
tersebut walau bersifat umum, paling tidak telah memberi arah terhadap tujuan-tujuan yang lebih
khusus dan operasional. Semua tujuan yang lebih khusus dan operasional tersebut harus
diarahkan dan mendukung tercapainya tujuan umum.
Kejelasan tujuan pengajaran sastra penting sebab ia akan memberikan pedoman bagi
pemilihan bahan yang sesuai. Pemilihan bahan pengajaran, dan juga bahan untuk diteskan, harus
menopang tercapainya tujuan, membimbing dan meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra
siswa. Hal ini pelu ditegaskan karena ada kecenderungan dalam pengajaran sastra disekolah, kita
sering memilih bahan yang mudah saja dengan mengabaikan peranan besar kecilnya bahan itu
untuk mencapai tujuan seperti diatas.
Secara garis besar bahan pengajaran sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan: a)
Bahan apresiasi tak langsung dan b) Bahan apresiasi langsung. Namun,pembedaan tersebut tidak
bersifat eksak, sebab dimungkinkan terjadi ketumpangtindihan diantara keduanya. Bahan
pengajaran apresiasi sastra yang tak langsung terutama berfungsi untuk menunjang berhasilnya
pengajaran apresiasi sastra yang bersifat langsung. Bahan apresiasi yang bersifat tak langsung
menyarankan pada bahan pengajaran yang bersifat teoritis dan sejarah, tepatnya: teori sastra dan
sejarah sastra, atau pengetahuan tentang sastra. Namun harus dibatasi karena kedudukannya
sebagai membantu keberhasilan bahan kedua agar tidak menggeser kedudukan pengajaran
apresiasi yang bersifat langsung.
Pengajaran apresiasi bersifat langsung menyarankan pada pengertian bahwa siswa
langsung dihadapkan pada berbagai jenis karya sastra. Siswa secara kritis dibimbing memahami,
mengenali beberapa unsur yang khas,menunjukkan kaitan diantara berbagai unsur yang
2
semuanya mencakup dalam wadah apresiasi. Kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra akan
lebih berarti daripada sekedar pengetahuan tentang sastra. dengan bekal kemampuan itu, siswa
akan mampu menimba berbagai pengalaman kehidupan melalui berbagai karya sastra, sendiri
dan langsung tidak terbatas pada lingkup dan waktu di sekolah.
C. PENILAIAN DALAM PENGAJARAN SASTRA
Kaitan antara komponen, tujuan, bahan dengan alat penilaian dalam pengajaran sastra
dapat menjadi lebih tajam. Penilaian dalam hal ini dapat berfungsi ganda : (1)mengungkap
kemampuan apresiasi sastra siswa dan (2) menunjang ketercapaian tujuan pengajaran apresiasi
sastra siswa. Fungsi pertama jelas dan menjadi tujuan penulisan ini. Fungsi kedua pun akan
terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada tujuan untuk mengungkap
kemampuan apresiasi siswa secara langsung. Jadi,tidak sekedar mengungkap pengetahuan siswa
tentang sastra.
Jika soal-soal ujian kesastraan yang sering dihadapi hanya berkisar tentang teori dan
sejarah sastra, agar lulus, siswa pun hanya akan mempelajari bahan yang sesuai, yaitu
pengetahuan tentang sastra dan bukan apresiasi langsung. Sebaliknya jika soal ujian yang sering
ditemui lebih ditekankan pada kemampuan apresiasi sastra langsung, siswa pun akan berusaha
mempelajari bahan yang sesuai.
Pemilihan bahan yang akan diujikan dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
hendaknya di sesuaikan dengan tingkat pengembangan kejiwaan dan kognitif siswa. Bahan yang
diberikan tentunya tidak sama antara jenjang pendidikan. Puisi,fiksi ataupun drama yang
diteskan untuk anak SD harus yang berada dalam jangkauan kognitif mereka, misalnya
puisi,fiksi, cerita dan drama anak-anak, yang kesemuanya masih amat sederhana baik isi
maupun bahasanya.
Bahan tes untuk siswa hendaknya dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pemilihan bahan sastra yang sulit, misalnya abstrak dan sulit dipahami, akan memperkecil
motivasi siswa dan membuatnya menjadi tak bersemangat.
Pemilihan kegiatan dalam “memperlakukan” karya sastra dan atau pemilihan tugas tes
kesastraan juga ada perbedaan antara siswa dalam berbagai tingkatan sekolah. Tugas-tugas
kesastraan sebenarnya dapat sangat luas, tidak hanya terbatas pada teks yang hanya diberikan di
sekolah, melainkan juga tugas yang dilakukan diluar sekolah. Tugas itu misalnya berupa
3
kegiatan mengikuti lomba penulisan puisi, cerpen, esai, pentas drama dan lain-lain. Tugas tes
apresiasi sastra juga bertingkat, dlam arti ada tingkatan yang sederhana dan ada tingkatan yang
lebih kompleks. Ada dua macam tingkatan tes kesastraan berdasarkan dua pendekatan yang
berbeda. yang pertama adalah tingkatan tes kesastraan berdasarkan taksonomis bloom seperti
halnya tes kebahasaan, sedangkan yang kedua adalah tingkatan tes kesastraan berdasarkan
pengkategorian moody dengan modifikasi seperlunya. (Nurgiantoro,2001.53-55)
D. PENDEKATAN DALAM TES SASTRA
D.1 Pendekatan Taksonomis (Bloom) dalam Tes Kesastraan
Secara etimologi taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari
sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat,
dan kejadian- sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema
taksonomi.
Pendekatan taksonomis beranggapan bahwa keluaran hasil belajar dapat dibedakan ke
dalam berbagai aspek, jenis dan tingkatan tertentu. Titik tolak inilah yang mendasari perumusan
tujuan dan penyusunan nilai bervariasi. Begitupun dalam menilai hasil belajar sastra, taksonomi
Bloom masih relevan untuk diaplikasikan dalam penilain sastra.
Dalam taksonomis yang diajukan oleh Bloom (1956:7) yaitu membedakan keluaran hasil
belajar ke dalam tiga ranah: Cognitive Domain (Ranah Kognitif), Affective Domain (Ranah
Afektif), Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor). Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang
berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Penilaian terhadap hasil belajar sastra tidak hanya ditekankan pada aspek kognitifnya saja
akan tetapi juga harus meliputi aspek psikomotor dan afektifnya. Hal ini dikarenakan
pengukuran hasil belajar tidak hanya pada pengetahuan terhadap seperangkat pengetahuan dan
teori-teori dalam karya sastra akan tetapi minat dan kemampuan dalam mengapresiasikan sastra
juga menjadi bahan penilian. Sejalan dengan pendapat tersebut Nurgiantoro (1988:296)
4
mengatakan bahwa aspek kognitif akan memperoleh pengetahuan tentang “apa” dan
“bagaimana”-nya sastra. kemampuan dalam memahami ini akan berdampak pada aspek
afektifnya berupa menghargai dan mencintai sastra yang pada gilirannya akan mendorong pada
ranah psikomotornya untuk mengapresiasikan sastra tersebut. Untuk lebih memahami tentang
alat penilaian dari sastra maka akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penilaian Ranah Kognitif
Hasil belajar sastra yang bersifat kognitif lebih banyak berhubungan dengan
kemampuan dan proses berpikir. Ini dibedakan ke dalam beberapa tingkatan yang
hierarki. Berikut tingkatan tes kesastraan menurut model taksonomi Bloom
(Nurgiyantoro, 2001: 301-308; Wahyuni, 38-39).
a) Tes kesastraan tingkat ingatan (C1)
Tes ini sekedar mengungkap kembali fakta, konsep, definisi, deskripsi, nama
pengarang, nama angkatan, dan sebagai macamnya.
b) Tes kesastraan tingkat pemahaman (C2)
Tes ini menghendaki subjek didik mampu membedakan, memahami, menjelaskan,
tahu hubungan konsep dan lain-lain yang sifatnya sekedar mengingatkan.
c) Tes kesastraan tingkat penerapan (C3)
Tes ini menuntut subjek didik menerapkan pengetahuan teoritik ke dalam kegiatan
praktis yang konkret. Artinya subjek didik menuntut benar-benar untuk
“memperlakukan” karya sastra secara nyata. Kemampuan aplikatif ini, antara lain
berupa: mengubah, memodifikasi, mendemontrasikan, mengoperasikan, dan
menerapkan sesuatu hal.
d) Tes kesastraan tingkat analisis (C4)
Pada tes ini siswa dituntut untuk membaca dan memahami dari karya sastra
tertentu yang diharapkan mampu melakukan kerja analisis terhadap karya sastra yang
telah ditentukan.
Tugas kemampuan analisis antara lain berupa identifikasi dan analisis terhadap
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, analisis terhadap unsur bentuk dan isi;
membedakan, menyeleksi, memilih, dan merinci lebih lanjut unsur-unsur karya sastra.
Tentu saja semua analisis tersebut harus disertai dengan bukti yang kongkret yang
terdapat dalam karya sastra yang bersangkutan.
5
e) Tes kesastraan tingkat sintesis (C5)
Tes ini menuntut subjek didik mengkategorikan, menghububungkan,
mengkombinasikan dan meramalkan hal-hal yang berkenaan dengan unsur-unsur karya
sastra. Tugas kemampuan sintesis ini antara lain berupa kemampuan mengkatogorikan
suatu ciri atau keadaan yang sejenis, misalnya puisi, cerpen, atau novel yang memiliki
percamaan unsur tertentu seperti gaya, tema, alur, latar,; merujuk dan menjelaskan
kaitan antara beberapa hal baik dalam sebuah karya maupun beberapa karya misalnya
menghubungkan antara tema, penokohan dan latar, antara gaya dan alur, tema dan sub
tema, antara tema dengan pilihan kata dalam puisi, tema antara beberapa karya baik oleh
seorang atau beberapa orang.
Tugas kemampuan sintesis yang lain misalnya menjelaskan hubungan antara
beberapa unsur atau unsur-unsur dalam sebuah karya sastra dalam membentuk satu
kesatuan.
f) Tes kesastraan tingkat penilaian (C6)
Tingkatan ini menuntut subjek didik cermat mengevaluasi karya sastra,
memberikan komentar dan estetika. Misalkan: tentang masalah ketepatan diksi,
ketepatan alur, dan sebagainya. Kemampuan evaulatif juga terkait dengan perbandingan
antar karya sastra.
2. Penilaian ranah afektif
Ranah afektif berhubungan dengan masalah sikap, pandangan dan nilai-nilai yang
diyakini seseorang (Nurgiyantoro, 2001:297). Bagaimana sikap dan pandangan
seseorang terhadap sesuatu antara lain tercermin dalam tingkah lakunya memperlakukan
sesuatu yang bersangkutan (baca: sastra). Misalkan, sikap dan kemauan membaca atau
menolak karya tertentu. Bila subjek didik menolak bererti mereka tergolong avoidence
tendency dan jika mereka tak menolak berarti tergolong aproach tendency.
Sebagai tolak ukur seorang subjek didik tergolong aproach tendency, menurut
Endraswara (2005:240) antara lain sebagai berikut: a) menyatakan suka terhadap bacaan
dan pengajaran sastra model apapun; b) merasa memiliki bacaan, pentas, dan aspek
sastra lainnya dibanding materi lain; c) ikut aktif dan terlibat dalam diskusi; d)
6
menjawab pertanyaan dengan leluasa, gembira, penuh antusias; e) terdorong untuk
bertanya, menyeleseikan tugas, tertarik, dan sering mengunjungi even sastra
Dalam kaitan ini, Nurgiyantoro (2001:297-299) mengemukakan bagaimana
mengukur sikap dengan menggunakan beberapa tes penilain, yang antara lain sebagai
berikut:
a) Skala Likert
Pengukuran sikap dengan skala Likert dilakukan dengan menyediakan skala
jawaban terhadap suatu pernyataan yang diberikan. Misalkan pernyataan: sangat
setuju, setuju, agak setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Contoh:
- setiap siwa diwajibkan membuat rangkuman sebuah novel atau kumpulan cerpen sebulan sekali SS S AS TS STS
- sebaiknya dilakukan kegiatan diskusi berbagai hal tentang kesastraan minimal dua minggu sekali SS S AS TS STS
b) Jawaban singkat “ya” dan “tidak”
Pengukuran jawaban singkat “ya” dan “tidak” dilakukan dengan menyediakan
pernyataan-pernyataan yang menuntut jawaban dengan “ya” dan “tidak” oleh siswa.
Jawaban yang diberikan siswa paling tidak bisa menjadi gambaran terhadap sikap
siwa. Berikut contohnya: - saya membaca buku-buku sastra sekedar
untuk mengisi waktu luang YA TIDAK- Saya menyediakanwaktu secara khusus
untuk membaca buku-buku karya sastra YA TIDAK
c) Prosedur nominasi
Pengukuran dengan prosedur nominasi dapt dilakukan dengan menyuruh siswa
menyebutkan judul-judul buku, nama pengarang, tema cerita, pengalaman, dan lain-
lain yang paling disukainya. Selain itu bisa juga dengan menyediakan sejumlah
pernyataan yang merupakan tanggapan atas pernyataan yang dikemukakan
sebelumnya. Berikut contohnya:- lima orang sastrawan terpenting dewasa ini yakni ,………,………,……....,………. , ………..- lima judul buku yang ceritanya paling menarik dan terasa wajar adalah ,………,………
Prosedur nominasi dapat juga dilakukan dengan menyediakan sejumlah
pernyataan yang merupakan tanggapan atas pernyataan yang dikemukakan
7
sebelumnya. Siswa diminta untuk memilih salah satu pernyataan yang paling sesuai
dengan pandangannya. Berikut dicontohkan sebuah “pernyataan” yang dimaksud.Pada bulan April yang akan datang, diadakan ceramah kesastraan di IKIP oleh salah seorang tokoh sastra
yang dikenal. Rencana saya adalah:o Mengikuti kegiatan ceramah karena hal itu penting artinya untuk dapat mengikuti perkembangan kehidupan
sastra Indonesia dewasa inio Mengikuti kegiatan ceramah karena ada sangkut pautnya dengan salah satu mata kuliah yang sedang
ditempuh.o Mengikuti kegiatan ceramah karena pasti akan diwajibkan oleh ketua jurusa.o Mengikuti kegiatan ceramah sekedar untuk menampakkan diri agar kelihatan aktif di mata kawan atau dosen.o Meninggalkan kegiatan di IKIP mumpung ada kesempatan dan dapat untuk melakukan kegiatan lain yang
lebih penting
Sayangnya, prosedur penilaian di atas belum disertai alasan. Padahal subjek didik
menyenangi karya sastra tertentu itu yang tak boleh dilupakan dalam proses
pengajaran. Menurut Endraswara (2005:241), keterkaitan terhadap suatu karya dan
kebosanan tentu ada sejumlah argumentasi yang sifatnya kejiwaan. Oleh sebab itu
dia menyarankan agar ranah afektif ini harus diupayakan untuk menambahkan alasan
tertentu yang jelas. Jika argumentasi mereka dapat diterima, tentu pengajar pun
menggangguk setuju.
Sementara itu, untuk penyekoran pengukuran afektif biasanya dengan
menjumlahkan seluruh skor untuk tiap pernyataan. Pernyataan untuk pengukuran ranah
afektif biasanya disusun dari yang positif ke negative, misalnya dari sangat senang ke
tidak senang. Skor jawaban yang bersifat skala, misalnya dalam rentang 5-1 atau 1-5
tergantung arah pertanyaan. Jawaban sangat senang diberi skor 5, dan tidak senang 1.
skor siswa diperoleh dengan menjumlah seluruh skor untuk tiap pertanyaan. Jika
pertanyaan itu berjumlah 10 butir, kemungkinan skor tertinggi seseorang adalah 50
(5x10), dan terendah 10 (1x10). Jika ditafsirkan ke dalam lima kategori seperti
pertanyaan yang diberikan, skor 10 berarti tidak senang, 11-20 kurang senang, 21-30
biasa-biasa saja, 31-40 senang, dan 41-50 sangat senang
3. Penilaian ranah psikomotorik
Kemamapuan psikomotorik dapat dipahami sebagai kemampuan melakukan
aktifitas tertentu sesuai dengan kompetensi pelajaran (Endraswara, 2005:244).
Meskipun demikian, aspek kognitif dan psikomotorik menjalin satu kesatuan, dan hanya
secara teoritis saja dapat dipisahkan. Dalam penilaian hasil pembelajaran pemisahan itu
dapat dilakukan dengan penekanan pada konteks yang dikerjakan.
8
Penilaian hasil belajar psikomotoris harus juga dilakukan dengan alat tes berupa tes
perbuatan. Nurgiyantoro (2001:299), memberikan contoh yakni: tugas berdeklamasi,
membaca puisi, cerpen, drama, dan dramatisasi. Aspek yang dinilai dari contoh tersebut
antara lain: pemahaman, penghayatan, intonasi, ekspresi, dan kewajaran.
Sementara itu, Endraswara (2005: 245-247) penilaian unjuk kerja kesastraan siswa
sebagai hasil pembelajaran juga dilakukan lewat keempat kemampuan berbahasa ,
yakni:
a) Menyimak
Kemampuan menyimak adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain
yang disampaiakan lewat suara, baik langsung maupun tak langsung lewat
media tertentu. Pelaksanaan pengukuran kemampuan meyimak dapat
dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara
khusus yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Bahan yang diperdengarkan
tentulah yang berakaitan dengan wacana kesastraan. Pengukuran kompetensi
kesastraan menyimak yang dilakuakan secara khusus dapat dilakukan antara
lain dengan cara: setelah mendengarkan wacana, siswa diberi soal ujian
objektif.
b) Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan
kepada pihak lain secara lisan. Tugas ini dapat dilakukan misalnya dengan
cara mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi teks sastra
yang diperdengarkan dan atau yang dibaca dan kemudian diikuti tugas
berdiskusi
c) Membaca
Kemampuan membaca adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain
yang disampaiakan lewat tulisan. Kemampuan membaca yang ditugaskan
untuk teks-teks kesastraan dapat berupa membaca puisi, deklamasi, membaca
cerpen dan drama.
d) Menulis
Kemampuan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada
pihak lain secara tertulis. Untuk menulis sebagai tugas teks kesastraan, siswa
9
juga harus benar-benar diharuskan menulis. Secara umum ada dua macam
tugas menulis yang diberikan yakni: menulis sebagai hasil tanggapan terhadap
teks-teks kesastraan (sinopsis novel, parafrase puisi, dan lain-lain) dan menulis
kreatif (membuat cerpen, pusi, naskah drama dan lain-lain).
D.2 Pendekatan Taksonomi Moody dalam Tes Kesastraan (Nurgiyantoro, 2001:308-314)
Berbeda dengan tes yang menggunakan pendekatan taksonomis Bloom yang pada
dasarnya dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan pokok bahasan, tingkatan tes kategori
Moody (1979) secara khusus merencanakan tes dalam kesastraan. Dengan adanya kategori
Moody, kita tidak diharapkan untuk membedakan keduanya, melainkan menjadikannya saling
melengkapi. Dengan begitu, kategori taksonomi Bloom dapat digabungkan dengan kategori
Moody untuk menghasilkan alat tes kebahasa-sastraan. Kedua jenis taksonomi (Bloom dan
Moody) memiliki kesamaan pengertian, tuntutan aktifitas, dan kompetensi yang dibutuhkan.
Perbedaannya adalah pada perincian dan pengklasifikasian.
Untuk keperluan pengukuran hasil belajar sastra, Moody dalam Teaching of Literature
(1979) membedakannya kedalam kategori yang disusun dari tingkatan sederhana ke tingkatan
yang semakin kompleks. Tingkatan yang dimaksud adalah 1) informasi, 2) konsep, 3) perspektif,
dan 4) apresiasi.
1) Tes sastra tingkat informasi
Tes sastra tingkat informasi bertujuan untuk mengungkap kemampuan siswa yang
berkaitan dengan hal-hal pokok yang berkenaan dengan sastra, baik menyangkut data-
data tentang suatu karya maupun data-data lain yang membantu dalam menafsirkannya.
Tes ini memiliki kesamaan dengan taksonomi Bloom pada tingkat C1 (ingatan) dan
sedikit melibatkan pula C2 (pemahaman). Butir soal yang digunakan adalah soal yang
bersifat ingatan. Ingatan tersebut berkisar pada aspek-aspek pengetahuan kesastraan.
2) Tes sastra tingkat konsep
Tes sastra tingkat konsep berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana data-data
atau unsur-unsur karya sastra itu diorganisasikan, berikut pula bagaimana antar usur
tersebut membangun hubungan atau sistem tertentu. Disini, siswa membutuhkan bekal
teoretis, sikap kritis-analitis, dan kemampuan menghubungkan setiap unsur dalam karya
sastra.
10
3) Tes sastra tingkat perspektif
Tes sastra pada tingkat perspektif berkaitan dengan pandangan siswa atau
pembaca pada umumnya sehubungan dengan karya sastra yang dibaca. Bagaimana
pandangan dan reaksi siswa terhadap sebuah karya akan ditentukan olah kemampuan
memahami karya. Tes ini merupakan tes dengan tingkat kognitif yang tinggi karena
selain meminta siswa memandang teks dengan perspektifnya masing-masing, juga
meminta siswa menghubungkan teks dengan dunia diluar teks pada perspektif yang
berbeda. Siswa diminta untuk memahami :
arti dan manfaat dari sebuah karya sastra,
kesesuaiannya dengan realita kehidupan,
apakah cerita dan unsur2nya bersifat tipikal,
tipikal dengan realitas kehidupan yang mana,
apakah mungkin kejadian dalam karya tersebut terjadi dalam waktu, tempat, dan
situasi lain,
kesimpulan apa yang dapat diambil,
apa manfaatnya,
dan lain sebagainya.
4) Tes sastra tingkat apresiasi
Tes sastra tingkat apresiasi terutama berkisar pada permasalahan atau kaitan
antara bahasa sastra dengan linguistik. Seperti apa bahasanya, atau apa ciri khas bahasa
sastranya. Tes pada tingkat ini menyangkut pula bagaimana siswa menilai pilihan-pilihan
bahasa pengarang, citra, diksi, gaya bahasa, metafora, majas, retorika, dan lain
sebagainya. Dibutuhkan tingkat kognitif yang tinggi dalam hal ini. Siswa dituntut mampu
mengenali, menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, dan menilai bentuk
kebahasaan dalam teks sastra, bagaimana bahasa sastra dapat berguna bagi pengungkapan
perasaan pengarang, dan bagaimana bahasa sastra berguna bagi pembangunan unsur
estetis dalam karya tersebut. Maka dalam hal ini siswa membutuhkan seperangkat konsep
terkait linguistik pada umumnya dan pengetahuan perangkat bahasa sastra yang memiliki
berbagai fitur artistik, retorika, dan semiotika.
11
E. ALAT TES KESASTRAAN
Dalam menjelaskan alat dan bentuk tes kesastraan, kita dapat berangkat dari pemikiran
bahwa kebahasaan dan kesastraan adalah konten yang bersandingan dalam ranah besar
kemahiran bahasa. Maka dengan ini, tes kesastraan, sebagaimana kebahasaan menyangkut
beberapa aspek kompetensi asal kemahiran berbahasa yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis. Dari empat aspek inilah andangan kita dalam menentukan jenis-jenis tes bahasa dengan
konten kesastraan atau “tes kesastraan”.
E.1 Alat Tes Kemahiran Berbicara Sastra
Nurgiyantoro (2010: 400) menegaskan bentuk tugas berbicara dibuat dengan
mempertimbangkan sisi keotentikannya, kemudian ia juga membeberkan contoh-contoh bentuk
tugas kompetensi berbicara yang terbagi lagi ke dalam klasifikasi bicara berdasarkan gambar,
berdasarkan rangsang suara, rangsang visual dan suara, bercerita, wawancara, berdiskusi dan
berdebat, serta berpidato. Berikut akan dijelaskan satu persatu.
1. Tugas Berbicara Otentik
Tugas berbicara otentik dimaksudkan sebagai tes berbicara yang memenuhi kriteria
asesmen otentik. Misalnya, pembelajaran pelafalan yang melatih ketepatan pelafalan peserta
didik, pengucapan kata, tekanan kata, pola dan tekanan kalimat. Dalam tugas berbicara otentik
terdapat dua hal pokok yang tidak boleh dihilangkan, yaitu benar-benar tampil berbicara (kinerja
bahasa) dan isi pembicaraan mencerminkan kebutuhan realitas kehidupan (bermakna). Jadi,
tugas berbicara sebagai bentuk asesmen otentik harus berupa tugas-tugas yang ditemukan dan
dibutuhkan dalam kehidupan nyata, mengambil model aktivitas bentuk-bentuk berbicara sehari-
hari sehingga kompetensi yang dikuasai bersifat aplikatif dan sesuai dengan konteks
Penggunaan.
2. Bentuk Tugas Kompetensi Berbicara
a) Berbicara berdasarkan gambar
Untuk mengungkap kemampuan berbicara, gambar dapat dijadikan rangsang
pembicaraan yang baik. Oller dalam Nurgiyantoro (2010: 402) mengemukakan bahwa dengan
menyusun gambar-gambar menarik yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan
berbicara peserta didik yang potensial untuk tes yang berkadar pragmatic. Gambar yang
dimaksud kemudian disebutnya sebagai the Bilingual Syntax measure.
12
Rangsang gambar yang dapat dipakai sebagai rangsang berbicara dapat dikelompokkan
ke dalam gambar objek dan gambar cerita. Gambar objek merupakan gambar tentang objek
tertentu yang berdiri sendiri seperti gambar hewan, kendaraan, pakaian, alam, dan lain-lain.
Sedangkan gambar cerita adalah gambar susun yang terdiri dari sejumlah panel gambar yang
saling berkaitan yang secara keseluruhan membentuk sebuah cerita.
1) Gambar Objek
Gambar objek dapat dijadikan rangsang berbicara untuk peserta didik tingkat awal,
misalnya taman kanak-kanak, atau pembelajar bahasa asing tingkat pemula yang masih dalam
tahap melancarkan lafal bahasa dan memahami makna kata. Contoh:
Untuk mengangkap kemampuan berbicara, misalnya peserta didik diminta untuk
menyebutkan, menemukan nama-nama gambar objek tersebut, atau bahkan merangkai kalimat
berdasarkan gambar. Misalnya, kita mengajukan pertanyaan seperti, “Gambar apakah ini?”,
“Bukankah ini gambar lampu?”, “Untuk menulis kita menggunakan apa?”, dan sebagainya.
2) Gambar Cerita
Gambar cerita adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah cerita. Ia mirip komik,
atau mirip buku gambar tanpa kata (wordless picture books), yaitu buku-buku gambar cerita
yang alur ceritanya disajikan lewat gambar-gambar yang menghadirkan cerita. Untuk
menunjukkan urutan gambar, panel-panel gambar tersebut dapat diberi nomor urut, namun dapat
pula tanpa nomor agar peserta didik menemukan logika urutannya sendiri.
Contoh:
13
Contoh Rubrik Penilaian Berbicara Berdasarkan Rangsang Gambar
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Kesesuaian dengan gambar2. Ketepatan logika urutan cerita3. Ketepatan makna keseluruhan cerita4. Ketepatan kata5. Ketepatan kalimat6. KelancaranJumlah Skor
b) Berbicara berdasarkan rangsang suara
Tugas berbicara berdasarkan rangsang suara yang lazim dipergunakan adalah suara yang
berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja dibuat. Program radio yang dimaksud dapat
berupa siaran berita, sandiwara, atau program-program lain yang layak. Dapat juga kita
menugasi peserta didik untuk mendengarkan siaran tertentu pada radio tertentu pada jam tertentu
untuk kemudian menceritakannya di sekolah.Contoh Rubrik Penilaian Berbicara Berdasarkan Rangsang Suara
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Kesesuaian isi pembicaraan2. Ketepatan logika urutan cerita3. Ketepatan makna keseluruhan cerita4. Ketepatan kata5. Ketepatan kalimat6. KelancaranJumlah Skor
14
c) Berbicara Berdasarkan Rangsang Suara Visual dan Suara
Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara
berdasarkan gambar dan suara. Tugas bentuk ini didominasi dan terkait dengan kompetensi
menyimak, namun juga terdapat bentuk-bentuk lain yang memerlukan pengamatan dan
pencermatan seperti gambar, gerak, tulisan, dan lain-lain yang terkait langsung dengan unsur
suara dan yang secara keseluruhan menyampaikan satu kesatuan informasi.Contoh Rubrik Penilaian Berbicara Berdasarkan Rangsang Visual dan Suara
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Kesesuaian dengan gambar2. Ketepatan logika urutan cerita3. Ketepatan detil peristiwa4. Ketepatan makna keseluruhan bicara5. Ketepatan kata6. Ketepatan kalimat7. KelancaranJumlah Skor
d) Bercerita
Tugas bercerita yang dimaksudkan adalah tugas dalam jenis asesmen otentik berupa
tugas menceritakan kembali teks atau cerita (retelling texts or story)\. Jadi, rangsang yang
dijadikan bahan untuk bercerita dapat berupa buku yang sudah dibaca, berbagai cerita (fiksidan
cerita lama), berbagai pengalaman (bepergian, pengalaman berlomba, pengalaman berseminar),
dan lain-lain.Contoh Rubrik Penilaian Tugas Menceritakan kembali Buku Cerita
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Ketepatan isi cerita2. Ketepatan penunjukan detil cerita3. Ketepatan logika cerita4. Ketepatan makna keseluruhan cerita5. Ketepatan kata6. Ketepatan kalimat7. KelancaranJumlah Skor
e) Wawancara
Wawancara (oral interview) barangkali merupakan teknik yang paling banyak digunakan
untuk menilai kompetensi berbicara seseorang dalam suatu bahasa. Kegiatan wawancara dalam
rangkaian tes kompetensi berbahasa lisan termasuk ke dalam jenis asesmen otentik dan bukan
15
sekadar kegiatan untuk mengetahui informasi tertentu. Kegiatan wawancara dilakukan oleh dua
atau beberapa orang penguji terhadap peserta didik misalnya minimum sepuluh menit.
Wawancara dimaksudkan untuk menilai kompetensi berbahasa peserta uji lewat pertanyaan
tentang berbagai masalah keseharian.Contoh Rubrik Penilaian Wawancara
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Keakuratan dan keaslian gagasan2. Ketepatan argumentasi3. Keruntutan penyampaian gagasan4. Ketepatan kata5. Ketepatan kalimat6. Kelancaran7. PemahamanJumlah Skor
f) Berdiskusi dan Berdebat
Tugas berbicara yang dimasukkan dalam bagian ini adalah berdiskusi, berdebat,
berdialog, dan berseminar. Dalam aktivitas tersebut, peserta didik berlatih untuk mengungkapkan
gagasan, menanggapi gagasan-gagasan temannya secara kritis, dan memertahankan gagasan
sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk maksud itu
semua, sudah tentu kemampuan dan kefasihan berbicara sangat menentukan.Contoh Rubrik Penilaian Berdiskusi dan Berdebat
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Keakuratan dan keaslian gagasan2. Kemampuan berargumentasi3. Keruntutan penyampaian gagasan4. Pemahaman5. Ketepatan kata6. Ketepatan kalimat7. Ketepatan stile penuturan8. KelancaranJumlah Skor
g) Berpidato
Dalam kehidupan bermasyarakat, aktivitas berpidato banyak dikenal dan dilakukan
banyak orang, misalnya pidato sambutan, pidato politik, kenegaraan, upacara bendera, dan
termasuk ceramah-ceramah.dalam kaitannya dengan pembelajaran dan tes bahasa di sekolah,
tugas berpidato dapat berwujud permainan simulasi. Misalnya, peserta didik bersimulasi sebagai
16
kepala sekolah berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru, hari sumpah
pemuda, hari kemerdekaan, dan lain sebagainya. Contoh Rubrik Penilaian Tugas Berpidato
No Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja1 2 3 4 5
1. Keakuratan dan keluasan gagasan2. Ketepatan argumentasi3. Keruntutan penyampaian gagasan4. Ketepatan kata5. Ketepatan kalimat6. Ketepatan stile penuturan7. Kelancaran dan kewajaran8. Kebermaknaan penuturanJumlah Skor
E.2 Alat Tes Kemahiran Menyimak Sastra
Brown (2004: 120) membedakan menyimak ke dalam empat kategori yaitu: (i)
Menyimak intensif: penekanan tes pada persepsi komponen kebahasaan seperti fonem, kata,
intonasi. (ii) Menyimak responsif: tes menyimak wacana singkat, misalnya salam, pertanyaan,
perintah yang memerlukan tanggapan singkat pula. (iii) Menyimak selektif: penekanan pada hal-
hal tertentu seperti penamaan, bilangan, kategori gramatikal, petunjuk arah, fakta atau kejadian
tertentu, (iv) Menyimak ekstensif: penekanan pada pemahaman pesan secara menyeluruh
misalnya memahami topik utama, argumentasi, dan membuat inferensi.
Selanjutnya, Vallete dalam Sumadi (2010: 243) memilah tes menyimak itu menjadi dua,
yaitu tes menyimak intensif dan tes menyimak ekstensif. Menyimak intensif adalah jenis
menyimak dengan tujuan memahami informasi yang disampaikan secara tersurat dalam teks
yang disimak. Dalam menyimak jenis ini,penyimak tidak perlu melakukan penafsiran dan
penerkaan lebih jauh terhadap isi teks yang disimak. Penyimak tidak perlu membuat simpulan
dengan melakukan analogianalogi terhadap teks lisan yang disimak dengan teks-teks lisan lain
yang pernah disimak. Penyimak juga tidak perlu membuat simpulan dengan mendasarkan diri
pada fakta-fakta, pengetahuan, atau pengalaman dirinya selain yang tersurat dalam teks lisan
yang disimak (Sumadi, 2010: 243).
Weir dalam Sumadi (2010: 243) mengemukakan ada dua jenis tes menyimak jenis ini,
yaitu dictation dan listening recall. Dikte adalah model penilaian kemahiran menyimak intensif
yang paling mudah dilakukan. Dalam dikte, siswa harus memahami teks lisan yang disimaknya
dan dalam waktu yang bersamaan siswa harus menuangkan kembali teks lisan yang disimak itu
17
dalam bentuk tertulis. Teks tulis yang dihasilkan harus sama dengan teks lisan yang disimaknya.
Besar kecilnya perbedaan antara teks lisan yang didengarnya dengan teks tulis yang dihasilkan
menunjukkan kemahiran siswa tersebut dalam menyimak teks lisan yang disimaknya. Adapun
Teknik dan prosedur penilaian kemahiran menyimak jenis ini adalah (1) menyuruh siswa untuk
menyimak teks lisan dan pada saat yang bersamaan siswa ditugasi untuk menuliskan teks lisan
yang disimak itu; (2) mengoreksi perbedaan teks tulis yang dihasilkan dengan teks lisan yang
disimaknya; dan (3) menskor dan memberikan nilai pada teks tulis yang dihasilkan siswa
berdasarkan kriteria tertentu (Sumadi, 2010: 243).
Listening recall digunakan untuk mengukur ingatan siswa terhadap wacana lisan yang
disimaknya. Dalam menilai kemampuan menyimak jenis ini digunakan teks tulis yang beberapa
kata ke-n dalam teks tersebut dikosongkan seperti cloze test yang digunakan untuk mengukur
kemahiran membaca pemahaman. Bedanya, teks yang digunakan dalam penilaian kemahiran
menyimak ini adalah teks yang disimak siswa. Dalam teks itu, kata-kata yang dikosongkan
dipilih kata-kata yang berjenis kata isi (content words) sehingga sama dengan selective deletion
gap filling. Teknik dan prosedur penilaiannya adalah (1) memperdengarkan teks lisan kepada
siswa; (2) memberikan “teks tulis” yang sama dengan teks lisan yang baru diperdengarkan
kepada siswa, tetapi beberapa di antara kata yang ada dalam teks tersebut dikosongkan sehingga
seperti cloze test dengan model selective deletion gap filling; lalu (3) siswa disuruh mengisi kata-
kata yang dikosongkan itu. Jumlah isian benar yang dilakukan siswa merupakan gambaran
kemampuan menyimak ingatan (listening recall) siswa tersebut (Sumadi, 2010: 243-244).
Sedangkan Menyimak ekstensif ialah upaya memahami isi teks lisan yang disimak secara
komprehensif, tidak hanya isi teks lisan yang disampaikan secara tersurat, tetapi juga yang
disampaikan secara tersirat dan tersorot (Sumadi, 2010: 244). Menurut Weir dalam Sumadi
(2010: 244), ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kemahiran menyimak jenis
ini, yaitu (1) teknik tes bentuk pilihan ganda (multiple-choice questions); (2) teknik tes bentuk
jawaban singkat (short answer questions); dan (3) teknik transfer informasi (information transfer
techniques), yakni menangkap informasi yang disampaikan secara lisan kepada penyimak.
18
E.2.1 Bahan Simakan dalam Tes Menyimak Sastra
Pemilihan bahan tes kompetensi menyimak lebih ditekankan pada tingkat kesulitan
wacana, cakupan pesan, dan jenis wacana (Nurgiyantoro, 2010: 355).
a. Tingkat Kesulitan Wacana.
Tingkat kesulitan wacana ditinjau dari faktor kosakata dan struktur yang dipergunakan.
Jika kosakata yang dipergunakan sulit, bermakna ganda dan abstrak, jarang dipergunakan,
ditambah lagi struktur kalimatnya kompleks, wacana tersebut termasuk tinggi tingkat
kesulitannya. Wacana yang baik untuk tes kemampuan menyimak adalah yang tidak terlalu sulit
atau terlalu mudah.
b. Isi dan Cakupan Wacana.
Wacana hendaknya disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik serta berisi
hal-hal yang bersifat netral sehingga dimungkinkan adanya kesamaan pandangan terhadap isi
masalah, misalnya masalah lingkungan hidup, alam, olah raga, kebudayaan-kesenian, teknologi,
dan transportasi.
c. Jenis Wacana
Wacana yang merupakan satuan bahasa terlengkap akan memuat informasi yang lengkap
dan jelas. Kelengkapan informasinya tidak tergantung pada panjangnya wacana, bisa berupa
sebuah buku atau hanya satu kata saja. Dari segi bentuknya, wacana dapat berupa dialog, narasi,
deskripsi, atau ceramah. Untuk kepraktisan, panjang wacana dibatasi. Bentuk wacana yang
sering dipergunakan sebagai berikut.
1) Pertanyaan atau pernyataan singkat: peserta diberi rangsang berupa sebuah pertanyaan
atau pernyataan singkat, biasanya sebuah kalimat, secara lisan atau diperdengarkan,
sedangkan alternatif jawabannya disediakan secara tertulis dalam lembar tersendiri.
2) Dialog: rangsang berupa dialog, misalnya antara dua orang, lalu ada orang ketiga yang
mengajukan pertanyaan pemahaman tentang dialog antara kedua orang yang telah
diperdengarkan sebelumnya. Alternatif jawaban disediakan secara tertulis pada lembar
tugas. Tes bentuk dialog ini apabila diperdengarkan dengan tambahan lagu dan diberi
sedikit gangguan suara lain, akan mendekati kenyataan pemakaian bahasa yang
sesungguhnya, hal ini lebih disarankan, karena bersifat pragmatic.
3) Ceramah: rangsang berupa ceramah selama lima sampai delapan menit. Peserta
diperbolehkan membuat catatan-catatan penting. Setelah selesai mendengarkan, peserta
19
diminta menjawab pertanyaan yang disajikan secara tertulis dalam lembar tugas. Bahan
ceramah yang diteskan dapat berupa ceramah yang bersifat langsung dan tidak langsung.
Ceramah bersifat langsung maksudnya adalah bahan yang diteskan langsung direkam dari
kegiatan ceramah yang sesungguhnya. Sedangkan bahan ceramah yang tidak langsung
adalah dari pembacaan sebuah teks yang sengaja direkam untuk maksud penyusunan tek
kompetensi menyimak (Nurgiyantoro, 2010: 360).
E.2.2 Bentuk-Bentuk Tes Menyimak Sastra
1. Dikte - Pilihan gandaa. Bentuk dan langkah-langkah
- Siswa mendengarkan pembacaan karya sastra atau menyimak pertunjukan karya sastra
- Siswa diberi tugas berupa pertanyaa-pertanyaan lisan (dikte) dengan jawaban tertulis yang berbentuk pilihan ganda dalam lembar kerjanya
b. Ketentuan tes menyimak- Pertanyaan (dikte) diberikan sesuai dengan isi simakan- Pilihan jawaban diberikan sesuai dengan isi simakan, tidak
multiinterpretatif, dan bersifat ingatan- Ketepatan jawaban sesuai dengan pilihan
2. Dikte - Jawaban singkata. Bentuk dan langkah-langkah
- Siswa mendengarkan pembacaan karya sastra atau menyimak pertunjukan karya sastra
- Siswa diberi tugas berupa pertanyaa-pertanyaan lisan dan diminta untuk menjawab dalam bentuk jawaban singkat dalam lembar kerja
b. Ketentuan tes menyimak- Pertanyaan (dikte) diberikan sesuai dengan isi simakan- Jawaban singkat dapat bersifat multiinterpretatif pada jawaban yang bersifat
normatif- Ketepatan jawaban disesuaikan dengan isi simakan dan dapat bersifat
multiinterpretatif 3. Listening recall with Cloze test
a. Bentuk dan langkah-langkah- Siswa mendengarkan rekaman audio atau pembacaan karya sastra (puisi,
cerpen, drama)- Sambil mendengarkan, siswa menghadapi teks yang sama yang telah
dirumpangkan beberapa kata didalamnya untuk selanjutnya diperbaiki sesuai dengan apa yang didengarkannya
20
- Siswa mengisi bagian-bagian rumpang (terhapus atau ditulis salah) sesuai dengan pembacaan sastra yang didengarnya
b. Ketentuan tes menyimak- Lembar kerja berisi teks yang sama dengan teks yang disimak- Teks dirumpangkan dengan menghilangkan, memberikan opsi jawaban, atau
memberikan antonim atas kata yang dirumpangkan pada hitungan setiap kata ke-N
- Siswa mengisi kata-kata yang rumpang sesuai dengan hasil menyimaknya dan jawaban bersifat tunggal dan objektif
4. Listening recall with essay4.1 Essay terstruktur
a. Bentuk dan langkah-langkah- Siswa mendengarkan pembacaan karya sastra atau menyimak pertunjukan
karya sastra.- Siswa diberi tugas membuat essay atau tulisan singkat yang berisi beberapa
tingkatan kognitif terstruktur seperti : penjelasan unsur-unsur intrinsik dan hubungan-hubungannya dalam karya sastra (C1,2,3,4), melakukan nalisis ekstrinsik (C4), membandingkannya dengan karya sastra lain yang pernah diketahui (C5), dan memberikan penilaian atas karya sastra.
b. Ketentuan tes menyimak- Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil simakan sesuai dengan
ketentuan konten (isi karangan) yang telah ditetapkan dalam lembar tugas- Setiap ketentuan konten menjadi acuan siswa dalam menyusun karangan
(essay)- Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap ketentuan yang disertai
dengan beberapa deskriptor sebagai pedoman skor penilaian4.2 Essay tak-terstruktur
a. Bentuk dan langkah-langkah- Siswa mendengarkan pembacaan karya sastra atau menyimak pertunjukan
karya sastra- Siswa diberi tugas membuat essay atau tulisan bebas atas karya yang telah
disimaknyab. Ketentuan tes menyimak
- Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil simakan dengan bebas- Konten tulisan siswa diharapkan untuk sesuai dengan urutan tingkat
kompetensi pemahaman sastra yang telah dipahaminya (dimulai dari unsur intrinsik hingga ekstrinsik)
- Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap unsur analisis intrinsik dan kedalaman analisis ekstrinsik yang dikerjakan siswa
21
E.2.3 Contoh Bentuk dan Skenario Tes Menyimak Sastra
1. Siswa menyimak teks hikayat yang dibacakan melalui rekaman atau langsung oleh guru.2. Sekaligus dengan menyimak, siswa mengerjakan soal cloze test berupa teks rumpang.3. Setelah mengerjakan cloze test, siswa diminta melakukan analisis intrinsik dengan tes
esai terstruktur.a. Memberi analisis intrinsik TETOALTAR (Tema, Tokoh, Alur, dan Latar).b. Memberi analisis hubungan antar tokoh, antara tema dan tokoh, dan antara alur
dan latar.4. Selanjutnya siswa melakukan analisis unsur ekstrinsik dengan tes esai bebas
denganmemilih salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan menghubungkannya dengan realita disekitarnya.
a. Memberi analisis ekstrinsik dengan menghubungkan antara isi karya sastra dengan konten sosial diluar karya sastra seperti budaya, norma, adat, agama, dan lain sebagainya.
b. Memberikan penilaian tertentu atas karya sastra dari segi gaya bahasa, amanat, isi, keunggulan, kelebihan dan lain sebagainya.
Contoh rubrik penilaian menyimak sastra
Kompetensi inti Kompetensi dasar Indikator Tahap /
skenario test Aspek-aspek test
Aspek (Bloom & Moody)
Macam jawaban (buka/ tutup)
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena
Kemampuan Bersastra:3.7
Mengidentifikasi tema, amanat, tokoh,alur, latar, sudut pandang, amanat, dan tema cerita hikayat yang disampaikan secara langsung/ melalui rekaman
3.8 Menganalisis hal-hal yang menarik
Menyimak dan memahami pembacaan atau rekaman pembacaan teks cerpen
Siswa menyimak teks hikayat yang dibacakan melalui rekaman atau langsung oleh guru.
Sekaligus dengan menyimak, siswa mengerjakan soal cloze test berupa teks rumpang.
1. Kesiapan menyimak (sikap menyimak)
2. Ketepatan mengisi kata-kata rumpang
C1M1
tutup
Mengidentifikasi tema, amanat, tokoh,alur,
Siswa melakukan analisis intrinsik
1. Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil simakan sesuai
C4M2
Tutup – buka
22
dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
tentang tokoh hikayat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari
3.9 Menjawab/ mengajukan pertanyaan terkait dengan isi naskah sastra Melayu Klasik mulai dari pertanyaan literal, interpretatif, integratif, kritis dan kreatif
latar, sudut pandang, amanat, dan tema cerita hikayat yang disampaikan secara langsung/ melalui rekaman
dengan tes esai terstruktur
dengan ketentuan konten instrinsik yang telah ditetapkan dalam lembar tugas
2. Setiap ketentuan konten intrinsik menjadi acuan siswa dalam menyusun karangana. Memberi
analisis intrinsik TETOALTAR (Tema, Tokoh, Alur, dan Latar).
b. Memberi analisis hubungan antar tokoh, antara tema dan tokoh, dan antara alur dan latar.
3. Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap ketentuan yang disertai dengan beberapa deskriptor sebagai pedoman skor penilaian
Menganalisis hal-hal yang menarik tentang tokoh hikayat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari
Siswa melakukan analisis unsur ekstrinsik dengan tes esai bebas denganmemilih salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan menghubungkannya dengan realita disekitarnya.
1. Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil simakan dengan bebas
2. Konten tulisan siswa diharapkan berisi salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat)
3. Konten unsur intrinsik selanjutnya dihubungkan dengan realita kehidupan disekitar siswaa. Memberi
C6M4
Buka
23
analisis ekstrinsik dengan menghubungkan antara isi karya sastra dengan konten sosial diluar karya sastra seperti budaya, norma, adat, agama, dan lain sebagainya.
b. Memberikan penilaian tertentu atas karya sastra dari segi gaya bahasa, amanat, isi, keunggulan, kelebihan dan lain sebagainya.
4. Penilaian ditetapkan berdasarkan kedalaman analisis ekstrinsik yang dikerjakan siswa yang dirinci dalam deskriptor penilaian
E.3 Alat Tes Kemahiran Membaca Sastra
Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya pembelajaran berkomunikasi. Oleh karena
dalam pembelajaran bahasa Indonesia peserta didik diarahkan untuk meningkatkan
kemampuannya dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun
tertulis.
Keterampilan membaca merupakan salah satu aspek dalam ketrampilan berbahasa.
Ketrampilan membaca merupakan keterampilan reseptif (berbahasa) disamping keterampilan
mendengarkan. Sebagai salah satu keterampilan reseptif, membaca memerlukan aspek
pemahaman para peserta didik. Pemahaman itu dilakukan untuk mentransfer informasi yang ada
24
dalam bacaan menuju aspek kognitif peserta didik. Oleh sebab itu penyusunan bahan
pembelajaran keterampilan membaca (wacana tulis, baik wacana sastra maupun nonsastra) harus
disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
Dalam pembelajaran membaca, guru dituntut untuk memahami kurikulum agar dapat
memahami dan menguasai materi pembelajaran, selain itu guru juga harus mampu merancang
pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna.
Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan untuk memahami bahan bacaan baik yang
tersirat maupun yang terusrat hal ini sejalan dengan pendapatnya Hodgson (dalam Tarigan,
1985:7) mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Dalam
hal ini, membaca selain sebagai suatu proses, juga bertujuan.
E.3.1 Kategori Membaca Sastra
Dalam kegiatan membaca sastra maka ada tiga katagori kegiatan yaitu, membaca sastra
secara literal, kritis, dan kreatif. Penjelasan ketiga kegiatan membaca tersebut sebagai berikut:
1. Membaca Sastra literal
Tingkatan membaca pemahaman yang pertama adalah pemahaman literal.
Nurhadi (2010: 57), membaca literal adalah kemampuan mengenal dan menangkap bahan
bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap
informasi yang tersurat atau tampak jelas dalam bahan bacaan. Unsur-unsur dalam
keterampilan membaca literal menurut Nurhadi (2010: 58), antara lain sebagai berikut.
1) Keterampilan mengenal kata, kalimat, paragraf.
2) Keterampilan mengenal unsur detail.
3) Keterampilan mengenal unsur perbandingan.
4) Keterampilan mengenal unsur urutan.
5) Keterampilan mengenal unsur hubungan sebab akibat.
6) Keterampilan menjawab pertanyaan: apa, siapa, kapan, dan di mana.
7) Keterampilan menyatakan kembali unsur perbandingan.
8) Keterampilan menyatakan kembali unsur urutan.
9) Keterampilan menyatakan kembali unsur sebab akibat.
Tingkatan membaca sastra secara literal ini berkaitan dengan taksonomis yang
disampaikan oleh Blooms (1956) yaitu penilaian yang berkaitan dengan ingatan dan
25
pemahaman dalam penilain sastra. Jenis tes dari membaca sastra secara literal ini dapat
bersifat objektif atau jenis tes dari esai dan pilihan ganda. Misalnya.
Bacalah kutipan cerpen berikut ini!
Hari-hari menjelang hari raya ini merupakan hari yang paling membosankan buatku. Aku dihadapkan pada
keadaan yang semuanya serba memaksaku. Aku terpaksa harus mempersiapkan semua hidangan yang
harus ada pada setiap hari raya. Aku harus mempersiapkan pakaian baru untuk suamiku dan kedua anak
lelakiku. Aku harus merencanakan warna cat rumah yang baru, tambahan perabot, atau pernak-pernik
untuk menghias rumah. Aku juga yang harus membungkusi uang kegembiraan untuk anak-anak saudara,
kemenakan, atau tetangga. Semua ini sebenarnya sudah aku lakukan selama 14 tahun usia pernikahan kami.
Tapi aku baru merasakan kesebalan mengurus semua ini pada tahun ini.
1. Berdasarkan kutipan cerpen di atas, unsur intrinsik yang jelas terlihat dalam kutipan cerita di atas
adalah....
A. Alur C. Watak E. Amanat
B. Sudut pandang D. Tema
2. Jelaskan unsur intrinsik yang terdapat dalam kutipan cerpen di atas.
2. Membaca sastra kritis
Tingkatan membaca pemahaman yang ketiga adalah kemampuan membaca kritis.
Pembacanya disebut pembaca kritis. Menurut Nurhadi (2010: 59), kemampuan membaca
kritis merupakan kemampuan pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis yang
berupaya untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat
maupun makna tersirat, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis,
dan menilai. Seseorang dikatakan sebagai pembaca kritis apabila memiliki memiliki ciri-
ciri sebagai berikut.
1) Kegiatan membaca sepenuhnya melibatkan kemampuan berpikir kritis.
2) Tidak begitu saja menerima, apa yang dikatakan pengarang.
3) Membaca kritis adalah usaha mencari kebenaran yang hakiki.
4) Membaca kritis selalu terlibat dengan permasalahan mengenai gagasan dalam
bacaan.
5) Membaca kritis adalah mengolah bahan bacaan, bukan mengingat (menghafal).
6) Hasil membaca untuk diingat dan diterapkan, bukan untuk dilupakan.
Pada tahapan membaca kritis ini, berkiatan dengan taksonomis kognitif yang
disampaikan oleh Blooms (1956) khususnya pada tes kesastraan tingkat pemahaman,
26
analisis, dan penilaian. Jenis tes dari membaca sastra secara kritis ini dapat bersifat
objektif atau jenis tes dari esai dan pilihan ganda. Misalnya.
Bacalah kutipan drama berikut ini!
Kusworo : “Sejak aku pulang tadi malam tak sedikitpun engkau gembira tampaknya.”
Ratna : “Engkau dan aku tentu saja berbeda. Di sini dalam serba kekurangan, di sana dalam
surga kenangan berjalan-jalan di bawah rembulan….”
Kusworo : “Sejak Nona Zahra di sini engkau tak habis-habisnya cemburu.”
Ratna : katakan saja “pucuk dicinta ulam pun tiba”. (tertawa mengejek). Tidakkah engkau
gembira bertemu lagi dengan nona yang manis itu? Dan sekali ini tidak disertaiku pula?
Watak Ratna dalam kutipan drama di atas adalah….
A. Pemarah B. Ceria C. Pencemburu D. Penghasut E. Ramah
3. Membaca sastra kreatif
Tingkatan pemahaman membaca yang terakhir adalah pemahaman kreatif.
Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca
seseorang, Artinya, pembaca tidak hanya menangkap makna tersurat (Reading The Lines),
makna antarbaris (Reading Between The Lines), dan makna di balik baris (Reading Beyond
The Lines), tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk
kepentingan sehari-hari. Menurut Nurhadi (2008: 60-61), dalam membaca kreatif, pembaca
tidak hanya sekadar menangkap makna tersurat, makna antarbaris, dan makna di balik baris
akan tetapi mampu menilai secara kritis dan kreatif bahan-bahan bacaan. seingga
keterampilan membaca kreatif yang perlu dilatihkan antara lain keterampilan:
1. Mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya
2. Membuat resensi buku
3. Memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang disajikan dalam buku
4. Mengubah buku cerita (cerpen atau novel) menjadi bentuk naskah drama dan
sandiwara radio
5. Mengubah puisi menjadi prosa
6. Mementaskan naskah drama yang telah dibaca dan
7. Membuat kritik balikan dalam bentuk esai atau artikel populer.
Pada tingkatan tahapan akhir dari keterampilan membaca yaitu tingkat membaca
kreatif maka hal ini juga barkaitan dengan taksonomis yang diajukan oleh Blooms (1956)
27
yaitu tes kesastraan tingkat penerapan,tes kesastraan tingkat analisis,tes kesastraan tingkat
sintesis, tes kesastraan tingkat penilaian. Jenis tes dari membaca sastra secara kreatif ini
dapat bersifat subjektif atau jenis tes dari esai dan pilihan ganda. Misalnya.
Ubahlah cerpen tersebut kedalam bentuk dialog!
E.3.2 Bentuk-bentuk Tes Membaca Sastra
1. Literal-Pilihan gandaa. Bentuk dan langkah-langkah
- Siswa diberi tugas untuk memahami isi wacana karya sasra- Siswa diberi tugas berupa pertanyaa-pertanyaan tulisan dengan jawaban
tertulis yang berbentuk pilihan ganda dalam lembar kerjanyab. Ketentuan tes membaca
- Pertanyaan (tulisan) diberikan sesuai dengan isi wacana- Pilihan jawaban diberikan sesuai dengan isi wacana, dan bersifat
ingatan dan pemahaman- Ketepatan jawaban sesuai dengan pilihan
2. Kritis - Jawaban singkata. Bentuk dan langkah-langkah
- Siswa memahami isi bacaan dari wacana karya sastra- Siswa diberi tugas berupa untuk menilai isi karya sastra yang di baca
berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik dari karya sastra yang di baca b. Ketentuan tes membaca
- Pertanyaan membaca diberikan sesuai dengan isi wacana- Jawaban singkat dapat bersifat multiinterpretatif pada jawaban yang
bersifat normatif- Ketepatan jawaban disesuaikan dengan isi simakan dan dapat bersifat
multiinterpretatif 3. Kreatif-Tranferinformasi
a. Bentuk dan langkah-langkah- Siswa memaham isi bacaan karya sastra- Siswa diberi tugas mengungkapkan kembali hasil bacaan dalam bentuk
yang berbeda (misalnya mengubah cerpen dalam bentukdrama, mengubah puisi dalam bentuk praferase atau membuat resensi drama)
b. Ketentuan tes membaca- Kesesuaian isi dari hasil transfer dengan bahan bacaan
4. Membaca pemahaman dengan essay4.3 Essay terstruktur
a. Bentuk dan langkah-langkah
28
- Siswa membaca wacana karya sastra - Siswa diberi tugas membuat essay atau tulisan singkat yang berisi
beberapa tingkatan kognitif terstruktur seperti : penjelasan unsur-unsur intrinsik dan hubungan-hubungannya dalam karya sastra (C1,2,3,4), melakukan nalisis ekstrinsik (C4), membandingkannya dengan karya sastra lain yang pernah diketahui (C5), dan memberikan penilaian atas karya sastra.
b. Ketentuan tes membaca- Siswa membaca sebuah karangan terkait hasil bacaan yang sesuai
dengan ketentuan konten (isi karangan) yang telah ditetapkan dalam lembar tugas
- Setiap ketentuan konten menjadi acuan siswa dalam menyusun karangan (essay)
- Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap ketentuan yang disertai dengan beberapa deskriptor sebagai pedoman skor penilaian
4.4 Essay tak-terstrukturc. Bentuk dan langkah-langkah
- Siswa membaca wacana dari karya sastra - Siswa diberi tugas membuat essay atau tulisan bebas atas karya yang
telah dibacad. Ketentuan tes membaca
- Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil bahanbacaan dengan bebas- Konten tulisan siswa diharapkan untuk sesuai dengan urutan tingkat
kompetensi pemahaman sastra yang telah dipahaminya (dimulai dari unsur intrinsik hingga ekstrinsik)
- Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap unsur analisis intrinsik dan kedalaman analisis ekstrinsik yang dikerjakan siswa
E.3.3 Contoh Bentuk dan Skenario Tes Menyimak Sastra
1. Siswa membaca pemahaman dari teks hikayat 2. Pada tahapan membaca literar siswa mengerjakan tugas dapat berupa pilihan ganda dan
esaiy terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat dari wacana tersebut.3. Pada tahapan membaca secara kritis siswa diberi tugas untuk menilai unsur-unsur
instrinsik dan ektrinsik dari karya sastra4. Pada tahapan membaca secara kreatif siswa diberi tugas untuk melakukan perubahan atau
memparaferasekan karya sastra yang dibaca dalam bentuk yang berbeda 5. Siswa diminta melakukan analisis intrinsik dengan tes esai terstruktur.
a. Memberi analisis intrinsik TETOALTAR (Tema, Tokoh, Alur, dan Latar).
29
b. Memberi analisis hubungan antar tokoh, antara tema dan tokoh, dan antara alur dan latar.
6. Selanjutnya siswa melakukan analisis unsur ekstrinsik dengan tes esai bebas dengan memilih salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan menghubungkannya dengan realita disekitarnya.
a. Memberi analisis ekstrinsik dengan menghubungkan antara isi karya sastra dengan konten sosial diluar karya sastra seperti budaya, norma, adat, agama, dan lain sebagainya.
b. Memberikan penilaian tertentu atas karya sastra dari segi gaya bahasa, amanat, isi, keunggulan, kelebihan dan lain sebagainya.
Kompetensi inti Kompetensi dasar Indikator Tahap /
skenario test Aspek-aspek test
Aspek (Bloom & Moody)
Macam jawaban (buka/ tutup)
6. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
Kemampuan Bersastra:3.7
Mengidentifikasi tema, amanat, tokoh,alur, latar, sudut pandang, amanat, dan tema cerita hikayat yang disampaikan secara langsung/ melalui rekaman
3.8 Menganalisis hal-hal yang menarik tentang tokoh hikayat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman
memahami isi wacana karya sastra teks cerpen
Siswa membaca teks hikayat yang terdapat dalam wacana tersebut.
Kesiapan membaca (sikap membaca)
C1M1
Tutup
Mengidentifikasi tema, amanat, tokoh,alur, latar, sudut pandang, amanat, dan tema cerita hikayat yang disampaikan secara langsung/ melalui rekaman
Siswa melakukan analisis intrinsik dengan tes esai terstruktur
4. Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil bacaan sesuai dengan ketentuan konten instrinsik yang telah ditetapkan dalam lembar tugas
5. Setiap ketentuan konten intrinsik menjadi acuan siswa dalam menyusun karanganc. Memberi
analisis intrinsik TETOALTAR (Tema, Tokoh, Alur, dan Latar).
d. Memberi analisis hubungan antar tokoh, antara tema dan
C4M2
Tutup – buka
30
dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari
3.9 Menjawab/ mengajukan pertanyaan terkait dengan isi naskah sastra Melayu Klasik mulai dari pertanyaan literal, kritis dan kreatif
tokoh, dan antara alur dan latar.
6. Penilaian ditetapkan berdasarkan pemenuhan setiap ketentuan yang disertai dengan beberapa deskriptor sebagai pedoman skor penilaian
Menganalisis hal-hal yang menarik tentang tokoh hikayat yang terdapat dalam wacana karya sastra dengan kehidupan sehari-hari
Siswa melakukan analisis unsur ekstrinsik dengan tes esai bebas dengan memilih salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan menghubungkannya dengan realita disekitarnya.
5. Siswa menulis sebuah karangan terkait hasil simakan dengan bebas
6. Konten tulisan siswa diharapkan berisi salah satu bentuk unsur ekstrinsik (misal : agama, kepercayaan, dan adat-istiadat)
7. Konten unsur intrinsik selanjutnya dihubungkan dengan realita kehidupan disekitar siswac. Memberi
analisis ekstrinsik dengan menghubungkan antara isi karya sastra dengan konten sosial diluar karya sastra seperti budaya, norma, adat, agama, dan lain sebagainya.
d. Memberikan penilaian tertentu atas karya sastra dari segi gaya bahasa, amanat, isi, keunggulan, kelebihan dan lain sebagainya.
8. Penilaian ditetapkan berdasarkan kedalaman analisis
C6M4
Buka
31
ekstrinsik yang dikerjakan siswa yang dirinci dalam deskriptor penilaian
E.4 Alat Tes Kemahiran Menulis Sastra
Kemahiran menulis sastra melibatkan adanya pendekatan sistem dan performansi dalam
penilaiannya. Sebagaimana yang dikemukakan Baker (1990) dalam Harsiati (2011:177—178),
ada dua pendekatan dalam penilaian bahasa diantaranya : 1) yang berdasar pada asumsi bahwa
bahasa adalah suatu sistem (tata makna,tata bentuk, tata bunyi, dan tata kalimat) dan 2) yang
berdasar pada asumsi bahwa bahasa adalah suatu aksi berbahasa pada konteks komunikasi
tertentu. Dua hal ini melahirkan pendekatan sistemik dan performansi.
Apa yang menjadi indikator menilaian tes menulis dalam pendekatan sistem dan
performansi dapat dilihat pada tabel berikut :
Asesmem menulis pada pendekatan sistem Asesmen menulis pada pendekatan
performansi
Fokus pada kemampuan menggunakan kata
dan kelimat secara tepat (ketepatan)
Fokus pada berbagai keterampilan menulis
dengan menggunakan kata dan kalimat sesuai
konteks (kesesuaian dengan ragam dan
konteks)
Format tes objektif maupun esai Tes produk / hasil kerja
Bentuk tugas menulis cenderung pada bentuk
paragraf atau karangan
Bentuk tugas menulis mencakup berbagai jenis
wacana sesuai konteks komunikasi
Perintah menulis secara umum Menggunakan berbagai rangsang kontekstual
secara umum
Fokus pada hasil menulis Fokus pada hasil dan proses
Aspek kebahasaan menjadi fokus yang akan
diukur
Mencakup kompetensi kebahasaan,
kewacanaan, sosiolinguistik, dan strategi
E.4.1 Bentuk-bentuk Tes Menulis Sastra
32
Berdasarkan pembagian diatas, maka dapat kita pahami bagaimana weir membagi model
tes menulis menjadi tes menulis tak-langsung dan model tes menulis langsung. Berikut rincian
dari kedua model tersebut :
1. Model menulis tidak langsung Model ini menggunakan tes menulis dengan teks yang sudah disiapkan. Dengan ini, kegiatan siswa adalah :- Siswa disuruh untuk melengkapi teks yang sudah disiapkan dalam bentuk puisi- Siswa disuruh memperbaiki tulisan yang sudah disiapkan yang sesuai dengan struktur
penulisanBeberapa hal yang menjadi fokus tes dalam tes menulis tidak langsung adalah :- menguji penguasaan struktur bahasa (kata sampai wacana)- menguji penguasaan kaida penulisan mulai dari ejaan, tanda baca, hingga struktur
wacana
2. Model tes menulis langsungBeberapa bentuk model tes menulis langsung yang dapat dilakukan diantaranya adalah :- Essay ( tes yang ditulis langsung oleh siswa)
Esai tes menugasi siswa untuk menulis essay bebas dengan tema tertentu- Control writing (siswa menulis secara tercontrol)
Control writing, seperti halnya tes esai, menugasi siswa untuk menulis. Namun dalam hal ini, siswa menulis berdasarkan soal berupa perintah menulis
- Resuming / meringkas ( siswa membuat ringkasan dalam penulisan)Resuming / meringkas menugasi siwa untuk menulis berdasarkan acuan wacana yang akan diringkas
Model tes menulis langsung menilai kemampuan menulis dengan dua pendekatan penilaian diantaranya :- Menilai kemampuan menulis dengan model analitis
Tes dilakukan dengan menganalisis hasil kerja siswa. Tes dikerjakan dengan menilai menggunakan rubrik kemahiran menulis (yaitu mampu menulis dengan bahasa yang baik dan berbobot isi).
- Menilai kemampuan menulis dengan penilaian impressi umum (tanggapan umum)Tes dilakukan dengan menilai tulisan siswa berdasarkan impressi (tanggapan) subjektif asesor sebagai penentu.
E.4.2 Contoh Bentuk dan Skenario Tes Menyimak Sastra
Kompetensi inti
Kompetensi dasar Indicator Tahap / skenario
test Aspek-aspek test
Aspek (Bloom & Moody)
33
Menulis puisi
1. Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam.
- Mampu menuliskan puisi berdasarkan pengamatan yang dicermati di sekitarnya.
- Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang tepat dan rima yang menarik.
- Mampu mengomentari hasil puisi teman
- Mampu menyunting puisi yang ditulis sendiri
1. Mencermati lingkungan sekitar
2. Memahami bentuk puisi
3. Memahami unsure-unsur puisi
4. Memahami bahasa puisi
1. Pemahaman bentuk, unsur, dan bahasa puisi
C1
5. Menulis teks puisi deskripsi (control writing)
4. Menulis puisi berdasarkan pada tema yang telah ditentukan
5. Menulis puisi sesuai dengan bentuk, unsure, dan bahasa puisi yang telah dipelajari
C4
6. Menyunting puisi yang ditulis sendiri
7. Menyunting puisi yang ditulis teman
4. Menyuting puisi berdasarkan bentuk, unsur, dan bahasa yang telah dipelajari untuk tujuan perbaikan puisi
5. Menyunting puisi berdasarkan bentuk, unsure, dan bahasa yang telah dipelajari untuk tujuan apresiasi dan evaluasi
C6
34
Daftar Rujukan :
Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
Brown, H. Douglass. 2004. Language Assesment : Principle and Classroom Practices. San Fransisco : Longmann.
Efendi, Anwar. 2008. Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Endraswara, Suwardi. 2005. Metode & Teori Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Buana Pustaka
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. BPFE. Yogyakarta
Harsiati, Titik. 2011. Penilaian dalam Pembelajaran (Aplikasi pada Pembelajaran Membaca dan Membaca. Malang : UM Press.
Nurhadi. 2009. Dasar-dasar Teori Membaca. Malang: Universitas Negeri Malang.
Resmini, Novi. -. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Skripsi (online). http://upi.ac.id. Diakses 12 maret 2013.
Sumadi. 2010. Penilaian Hasil Pembelajaran Kemahiran Berbahasa Indonesia : Pendekatan Komunikatif. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (online), XXIX (2) : 239—254. http://uny.ac.id. Diakses 10 Maret 2013.
Wahyuni, Sri dan Abd. Syukur Ibrahim. 2012. Assesmen Pembelajaran Bahasa. Bandung : Refika Aditama.
Weir, Cyril J. 1990. Communicative Language Testing. UK : Prentice Hall International.
__. 2013. http://www.readwritethink.org/files/resources/interactives/lit-elements/ (tes analisis prosa online).
35