tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring ... · merugikan keuangan negara atau...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Kecenderungan kecurangan akuntansi telah berkembang di
berbagai negara, termasuk di Timor-Leste. Kecurangan secara umum
meliputi bermacam-macam arti bahwa dengan kepandaian manusia
seseorang dapat merencanakan untuk memperoleh keuntungan melalui
gambaran yang salah (Albrecth et all, 2006:7). Kecurangan mencakup
tindakan ilegal yang sengaja dilakukan, lalu disembunyikan dan
memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk menjadi
uang kas atau barang berharga lainnya (Coderre, 2004:21). Korupsi
merupakan tindakan yang lazim untuk dilakukan di antaranya adalah
memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Wilopo, 2006).
Tindakan ini merupakan bentuk kecurangan akuntansi. Secara ekonomi
maraknya rent seeking dan korupsi disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain: adanya hambatan perdagangan internasional, pengawasan
harga oleh pemerintah, diberlakukannya multiple exchange rate, dan
rendahnya gaji pegawai negeri (Mauro 1997, Ginting 1999).
Kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikatakan sebagai tendensi
korupsi dalam definisi dan terminologi karena keterlibatan beberapa
unsur yang terdiri dari fakta-fakta menyesatkan, pelanggaran aturan
atau penyalahgunaan kepercayaan dan omisi fakta kritis (Soepardi
2007). Wilopo (2006) dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektifitas pengendalian internal dan ketaatan aturan akuntansi
berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi. Adapun perilaku tidak etis berpengaruh signifikan positif
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Natalino dos Santos, Anggota Parlemen dari fraksi Partai
Congreso Nacional Reconstrucao de Timor-Leste (CNRT)
2
mendeklarasikan kepada publik dan kepada pihak yang berwewenang
dengan hukum yang berlaku di Timor-Leste untuk menginvestigasi
indikasi kasus korupsi kementrian Estatal (Kementrian Dalam Negeri)
dan Kementrian Perencanaan dan Keuangan menggunakan uang rakyat
tidak mengikuti prosedur atau undang-undang tentang pengadaan
sentralisasi. Kecurangan akuntansi oleh pimpinan dapat dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai sumber penipuan baik berupa
pemalsuan atau penyembunyian bukti-bukti transaksi, penyajian
informasi dan laporan keuangan yang tidak benar, ataupun salah saji
akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aset (Lin et al., 2003).
Sehubungan dengan laporan keuangan kecenderungan kecurangan
umumnya terjadi karena pengaruh lingkungan intern dan lingkungan
ekstern (Armand, 2007:98).
Fenomena kecurangan ditujukkan juga bahwa mantan Menteri
Kehakiman Timor-Leste Lucia Brandao Lobato telah dijatuhi hukuman
lima tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan kekuasaan dan
memalsukan dokumen. Terpidana juga dikenai denda $400 ribu dan
biaya pengadilan $300. Sidang keputusan pengadilan distrik Dili
dipimpin oleh hakim Edite Palmira, didampingi Jose Maria de Araujo,
jaksa penuntut umum Paulo Texeira (Internasional), Jose Ximenes,
Felismino Cardozo, serta Angelina Saldanha. Lobato didampingi
pengacaranya Sergio Hornai. Pengadilan menjatuhkan hukuman
berdasarkan keterangan 20 saksi, termasuk wartawan senior bernama
Jose Belo. Petinggi Partai Sosial Demokrat (PSD) ini didakwa terlibat
dalam pemalsuan dokumen proyek pengadaan seragam dan sepatu para
petugas lembaga pemasyarakatan di Becora dan distrik Ermera pada
tahun 2008. Lobato yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman
Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP), memberi proyek pengadaan ini
3
kepada perusahaan lain, yakni Wesupa Lda, tanpa melalui tender atau
pengadaan (www. tempo semanal.com Sab, 9 Juni 2012). Tindakan
korupsi akan mempengaruh lemahnya modal kapital dan modal
manusia yang disebabkan oleh kurangnya akses ke lembaga keuangan
dituding sebagai penyebab utama kemiskinan di negara sedang
berkembang (Deininger, 2000 dan Waluyo, 2004). Model ekonomi
(economic model) memberikan petunjuk bahwa korupsi akan
berdampak langsung terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan model pemerintahan (government
model) mengindikasikan bahwa keberadaan korupsi akan mengurangi
anggaran negara, sehingga penyediaan barang publik menjadi
berkurang pula. Melemahnya anggaran Negara akan berdampak
terhadap berkurangnya kemampuan negara untuk mereduksi korupsi
(Chetwind at all., 2003).
Fenomena kecurangan lainnya ditunjukkan juga pada mantan
Bupati (Eks Adiministrator Distrik) Dili, Joa Ruben de Carbalho Braz,
Rabu tanggal (13/2/2014) dijatuhi hukuman penjara dari pengadilan
Distrik Dili dalam kurung waktu tiga tahun enam bulan karena terbukti
melakukan korupsi terhadap uang negara senilai $21.800, dari kasus
tindakan korupsi yang di lakukan oleh mantan bupati distrik Dili
tersebut telah melakukan kecurangan dan menyalahgunakan kekuasaan
atau abuse of power untuk kepentingan diri sendiri (www. timorpost.
com, 14 Februari 2014). Dari fenomena-fenomena kecurangan yang
terjadi merupakan kecenderungan kecurangan dalam bentuk penipuan
yang sengaja dilakukan sehingga dapat menimbulkan kerugian tanpa
disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan
keuntungan bagi pelaku kecurangan (Alison 2006).
4
Kecurangan secara umum meliputi bermacam-macam arti
bahwa dengan kepandaian manusia seseorang dapat merencanakan
untuk memperoleh keuntungan melalui gambaran yang salah (Albrecth
et al., 2006:7). Kecurangan mencakup tindakan illegal yang sengaja
dilakukan, lalu disembunyikan dan memperoleh manfaat dengan
melakukan pengubahan bentuk menjadi uang kas atau barang berharga
lainnya (Coderre 2004: 21). Kecurangan dilakukan di organisasi, oleh
organisasi atau untuk organisasi. Tindakan ini dilakukan baik secara
internal maupun eksternal, secara sengaja dan disembunyikan (Vona
2008:6).
Pradnyani (2014) pengaruh keefektifan pengendalian internal,
ketaatan aturan akuntansi dan asimetri informasi pada akuntabilitas
organisasi dengan kecenderungan kecurangan akuntansi sebagai
variabel intervening studi empiris pada perguruan tinggi negeri di
provinsi Bali dengan hasil penelitiannya keefektifan pengendalian
internal berpengaruh pada akuntabilitas organisasi melalui
kecenderungan kecurangan akuntansi, ketaatan aturan akuntansi
berpengaruh pada akuntabilitas organisasi melalui kecenderungan
kecurangan akuntansi, asimetri informasi berpengaruh pada
akuntabilitas organisasi melalui kecenderungan kecurangan akuntansi.
Fauwzi (2011) analisis pengaruh keefektifan pengendalian
internal, persepsi kesesuaian kompensasi, moralitas manajemen
terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi
studi pada biro keuangan provinsi Jawa Tengah dengan hasil
penelitiannya keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi
tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis,
moralitas manajemen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
5
perilaku tidak estis, keefektifan pengendalian internal berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi,
kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi, moralitas manajemen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi.
Adelin (2009) pengaruh pengendalian internal, ketaatan aturan
akuntansi dan perilaku tidak etis terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi studi empiris pada BUMN di kota Padang dengan hasil
penelitiannya efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan
negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, ketaatan aturan
akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Davis et al., (2006) mengembangkan model DeZoort dan Lord
(1997) empat karakteristik individual sebagai variabel moderating yaitu
komitmen professional (professional commitment), impression
management, kekuatan tekanan persepsian (perceived pressure
strength), kesulitan keputusan persepsian (perceived decision
difficulty). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan ketaatan
mempengaruhi rekomendasi keputusan anggaran. Pengalihan tanggung
jawab dianggap keputusan anteseden untuk mematuhi dan berperilaku
tidak etis. Davis et al., (2006) mengevaluasi kerentanan terhadap
tekanan ketaatan bagi akuntan manajemen untuk menciptakan
budgetary slack dengan melanggar kebijakan perusahaan. Hasil
penelitian mengindikasikan bahwa partisipan yang menambah slack
pada rekomendasi anggaran awal menemukan kurangnya tanggung
jawab untuk sebuah keputusan anggaran yang telah dibuat
6
dibandingkan partisipan yang menolak menambah slack. Ada empat
karakteristik individual sebagai variabel moderating yaitu komitmen
profesional, impression management, kekuatan tekanan persepsian dan
kesulitan keputusan persepsian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tekanan ketaatan mempengaruhi rekomendasi keputusan anggaran.
Pengalihan tanggung jawab dianggap keputusan anteseden untuk
mematuhi dan berperilaku tidak etis. Kekuatan tekanan persepsian
menurut Davis et al., (2006) mengindikasikan seberapa banyak tekanan
yang mereka rasakan untuk mengikuti perintah atasan. Dengan
demikian, dalam situasi tekanan yang sangat kuat membuat bawahan
melakukan sesuatu yang dianggap salah. Pengaruh tekanan dari atasan
membuat bawahan merasa sulit untuk membuat rekomendasi anggaran
yang benar.
Kompleksitas tugas disini diartikan sebagai persepsi individu
tentang suatu tugas yang disebabkan terbatasnya kapabilitas dan daya
ingat, serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki
pembuat keputusan (Jamilah et al., 2007). Libby dan Lipe (1992)
menunjukkan bahwa kompleksitas tugas digunakan sebagai alat
motivasi untuk meningkatkan kualitas kerja seorang auditor. Dalam
kondisi pekerjaan yang kompleks, auditor tidak hanya harus bekerja
lebih keras, namun auditor juga memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam menyelesaikan penugasan audit yang diberikan. Di
sisi lain, hasil yang bertolak belakang diperlihatkan Tan et al., (2002)
yang meneliti interaksi variabel akuntabilitas dan pengetahuan pada
hubungan kompleksitas kerja dan kinerja auditor. Penelitian tersebut
menemukan bahwa kompleksitas tugas menyebabkan penurunan
kinerja apabila auditor memiliki pengetahuan yang rendah, namun tidak
mempengaruhi kinerja auditor yang memiliki pengetahuan yang tinggi.
7
Jamilah et al., (2007) mengenai pengaruh gender, tekanan ketaatan dan
kompleksitas tugas pada kinerja auditor senior dan junior di Jawa
Timur menunjukkan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh pada
kinerja auditor dalam pengambilan keputusan. Hal ini menegaskan
bahwa auditor telah mengetahui tugasnya dengan jelas sehingga tidak
mengalami kesulitan dalam melaksanakan penugasan yang diberikan.
Scully (2006) menemukan ada pengaruh yang terbalik antara
kompleksitas tugas dan kualits audit pada tingkat tertentu. Semakin
tinggi kompleksitas tugas akan menghasilkan kualitas audit yang
rendah dan sebaliknya. Prasita dan Adi (2007) menemukan bahwa
kompleksitas audit yang muncul karena semakin tingginya variabilitas
dan ambiguity tugas pengauditan, menjadi indikasi penyebab turunnya
kualitas audit. Dalam situasi seperti itu, auditor cenderung berperilaku
disfungsional dan lebih mengutamakan kepentingan klien daripada
objektifitas hasil pengauditan itu sendiri. Namun penelitan Jamilah
(2007) menemukan hasil yang berbeda bahwa kompleksitas tugas tidak
berpengaruh terhadap judgment yang dibuat auditor dalam menentukan
opini auditnya. Hasil beberapa penelitan tersebut menunjukkan belum
konsistennya kompleksitas tugas sebagai faktor yang mempengaruhi
kualitas audit dan oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk mengetahui peran kompleksitas tugas terhadap kualitas audit.
Anggraiata (2013) pengaruh moderasi strategi perusahaan
terhadap hubungan antara mekanisme monitoring dan kinerja
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris dan
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja
perusahaan, sementara tingkat utang secara positif berhubungan dengan
kinerja perusahaan. Perusahaan mengkombinasikan berbagai
mekanisme corporate governance baik mekanisme governance internal
8
dan eksternal untuk mengurangi agency cost dan menyamakan tujuan
agen dan prinsipal (Rediker dan Seth, 1995). Selain menggunakan
mekanisme corporate governance, perusahaan dapat menggunakan
mekanisme kontrak hutang untuk membatasi prilaku oportunis manajer
dengan mengurangi kas yang tersedia untuk pengeluaran diskresioner
manajer (Simerly dan Li, 2000). Begitu juga dengan penelitian
mengenai peranan hutang sebagai mekanisme monitoring untuk
mengurangi prilaku oportunis manajer. Penelitian-penelitian tersebut
ada yang menemukan hubungan positif antara tingkat hutang dan
kinerja (Spence, 1985 dan Ghosh et al., 2000) namun ada pula yang
menemukan hubungan yang negatif (Gleason et al., 2000). Ang (2000)
menyatakan bahwa external monitoring yang dilakukan oleh pihak
bank dapat mengurangi agency cost pada perusahaan-perusahaan kecil.
Temuan ini cukup menarik, mengingat pada perusahaan kecil masalah
yang sering dihadapi adalah hambatan likuiditas, tetapi setelah
hambatan likuiditas, teratasi dengan adanya pendanaan modal kerja dari
bank ternyata tidak mempengaruhi performance efisiensi.
Tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, monitoring dan
kecenderungan kecurangan akuntansi banyak di teliti dalam konteks
anggaran. Dalam konteks staf keuangan diduga juga fakta bahwa
tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas juga menjelaskan fenomena
penugasan dalam staf keuangan. Fakta lain dapat mempengaruhi
kecenderungan kecurangan akuntansi dalam pelaksanaan tugas oleh
staf keuangan diduga adalah monitoring. Riset-riset di bidang keuangan
menunjukkan bahwa fungsi staf keuangan memiliki kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi maupun tetap berintegritas tinggi
dengan salah melakukan kecenderungan kecurangan akutansi.
9
Korupsi merupakan tindakan yang lazim dilakukan di antaranya
adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up
yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Wilopo,
2006). Partisipan merasa sulit membuat rekomendasi anggaran awal
dalam situasi tertekan (Davis et al., 2006). Kompleksitas audit yang
muncul karena semakin tingginya variabilitas dan ambiguity tugas
pengauditan, menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas audit (Prasita
dan Adi 2007). Dewan komisaris dan kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sementara tingkat
utang secara positif berhubungan dengan kinerja perusahaan
(Anggraiata V, 2013). Tujuan penelitian ini untuk memberikan bukti
empiris mengenai tekanan ketaatan, komplesitas tugas dan monitoring
pengaruhanya terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada staf
Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat untuk
berbagai pihak sebagai berikut. Manfaat praktisi bagi instansi
Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste, hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan
pemahaman tentang kecenderungan kecurangan akuntansi dalam
instansi pemerintahan untuk menurungkan tingkat kecurangan. Manfaat
teoritis bagi peneliti yaitu memberikan kontribusi ilmu pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan akuntansi audit dan pemahaman dalam
menguji pengaruh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi
10
TELAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kajian Teori
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
SAS (Statement on Auditing Standards) No. 99 membedakan
antara dua jenis salah saji: kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud).
Kedua jenis salah saji ini dapat material maupun tidak material. Suatu
kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak
disengaja, sementara kecurangan (fraud) adalah salah saji yang
disengaja. Dua contoh kekeliruan antara lain kesalahan perhitungan
harga dikalikan dengan kuantitas pada faktur penjualan dan salah
melihat bahan baku yang lama dalam menentukan nilai persediaan
dengan yang rendah antara harga perolehan atau harga pasar (Arrens et
al., 2008:186).
Ikatan Akuntansi Indonesia (2001) menjelaskan kecurangan
akuntansi sebagai: (1) salah saji yang timbul dari kecurangan dalam
pelaporan keuangan, yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi
pemakai laporan keuangan, (2) salah saji yang timbul dari perlakuan
tidak semestinya terhadap aktiva (sering disebut dengan
penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva
entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak
semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai
cara, termasuk penggelapan tanda terima barang atau uang, pencurian
aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau
jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya
terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau
yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di
11
antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga. IAI tidak secara
eksplisit menyatakan bahwa kecurangan akuntansi merupakan
kejahatan, namun Sutherland (1940) sebagai pakar hukum menganggap
kecurangan akuntansi sebagai kejahatan.
Harrison et al., (2012: 229) kecurangan (fraud) merupakan
misrepresentasi yang disengaja atas fakta-fakta, yang dilakukan untuk
tujuan membujuk pihak lain agar bertindak dengan cara yang
merugikan pihak bersangkutan. Karyono (2013: 2) mengatakan,
berbagai definisi fraud tersebut secara prinsip tidak berbeda. Defnisi
fraud menurutnya lebih ditekankan pada konsekuensi hukum seperti
penggelapan, pencurian dengan tipu muslihat penyalahgunaan
wewenang, kecurangan laporan keuangan dan bentuk kecurangan lain
yang dapat merugikan orang lain dan menguntungkan pelakunya.
Fraud dapat juga di definisikan sebagai kecurangan yang mengandung
makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal
act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya
menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-
pihak lain yang dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok baik
dari dalam maupun dari luar oraganisasi. Kecurangan dirancang untuk
mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang
memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, yang secara lansung
maupun tidak lansung merugikan pihak lain. Dengan demikian unsur-
unsur fraud adalah: (1) adanya perbuatan melanggar hukum, (2)
dilakukan oleh orang dalam dan dari luar organisasi, (3) untuk
mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok, (4) langsung
dan atau tidak langsung merugikan pihak lain.
Oleh karena itu SAS (Statement on Auditing Standards) No. 99
bertujuan untuk meningkatkan kefektifan auditor dalam mendeteksi
12
kecurangan. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah: (1)
deskripsi dan karakteristik-karakteristik dari fraud, (2) kecurigaan
secara profesional (professional sceptism), (3) diskusi diantara tim
audit yang ditugaskan, (4) mendapatkan informasi dari bukti audit, (5)
mengindentifikasi risiko-risiko, (6) penilaian risiko-risiko yang telah
diidentifikasikan, (7) tanggapan terhadap penilaian risiko, (8)
mengevaluasi bukti dan informasi audit, (9) mengkomunikasikan fraud
yang mungking terjadi, (10) mendokumentasikan hal-hal yang
berkaitan dengan fraud.
Konsep fraud triangle atau segitiga kecurangan pertama kali
diperkenalkan oleh Cressey (1953, dalam Tjahjono dkk 2013: 28).
Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah dihukum
karena melakukan penggelapan uang perusahaan yang di sebut trust
violators atau pelanggaran kepercayaan.
Gambar 1. Fraud Triangle
Tekanan/Preasure
Kesempatan/Opportunity Rasionalisasi/Rasionalization
Sumber: Arrens et al., (2008: 433)
Fraud Triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir
pada saat fraud terjadi yaitu: (1) tekanan/preasure adalah dorongan
orang yang melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua
hal termasuk gaya hidup, tuntunan ekonomi dan lain-lain, termasuk hal
keuangan dan nonkeuangan, (2) peluang/opportunity adalah keadaan
yang memungkinkan terjadinnya fraud, para pelaku fraud percaya
13
bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi
karena pengendalian internal yang lemah, manajamen pengawasan
yang kurang baik dan atau melalui penggunaan posisi, (3)
rasionalisasi/rationalization, menjadi elemen penting dalam terjadinya
fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya, bagi
mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk
merasionalisasi penipuan.
Tekanan Ketaatan
Teori Ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki
kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku
orang dengan perintah yang diberikannya. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan kekuasaan atau otoritas sebagai bentuk legitimate power
atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada
posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi (Hartanto dan Indra.,
2001).
DeZoort dan Lord (1994) melihat adanya pengaruh tekanan
atasan pada konsekuensi yang memerlukan biaya, seperti halnya
tuntutan hukum, hilangnya profesionalisme dan hilangnya kepercayaan
publik dan kredibilitas sosial. Hal tersebut mengindikasikan adanya
pengaruh dari tekanan atasan pada judgment yang diambil auditor.
Ashton (1990), telah mencoba untuk melihat pengaruh tekanan dari
atasan pada kinerja auditor dalam hal budget waktu, tenggat waktu,
akuntabilitas dan justifikasi. Teori ketaatan menyatakan bahwa individu
yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat
mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya.
Milgram (1963, 1974) dalam Rahmawati (2004) menyatakan
bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber
14
yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang
diberikannya, sehingga bawahan akan mematuhi instruksi atasan
bagaimanapun arahan professional. Hal ini disebabkan oleh keberadaan
kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk dari legitimate power.
Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram
dalam Hartanto (2001), yang dalam teorinya dikatakan bahwa bawahan
yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami
perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku otonomis
menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan
tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan dan dirinya
terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Norma sosial membolehkan pihak yang memiliki otoritas untuk
mengajukan permintaan dan memaksa agar bawahan mematuhinya.
Kepatuhan didasarkan pada keyakinan bahwa otoritas memiliki hak
untuk meminta (Taylor et al., 2009). Milgram (1965) dalam Hartanto
dan Indra (2001) menemukan bukti yang menunjukkan bahwa orang
normal dapat melakukan tindakan destruktif jika menghadapi tekanan
besar dari otoritas yang sah. Orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya bertanggung jawab dan terhormat bisa jadi tertekan oleh
otoritas dan mau saja melakukan tindakan kejam dalam situasi tertekan.
Kompleksitas Tugas
Kompleksitas tugas merupakan persepsi individu tentang
kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas dan
daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang
dimiliki oleh seorang pembuat keputusan. Keterbukaan pikiran
mensyaratkan adanya kompleksitas pikiran yang tinggi (Amanda, 2009,
dalam Irwanti, 2011). Kompleksitas pikiran adalah kemampuan untuk
15
memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan
menyelesaikannya dengan melibatkan berbagai sudut pandang. Dengan
kompleksitas pikiran yang tinggi, manusia mampu melakukan
diferensiasi dan integrasi dalam menanggapi berbagai hal yang
dihadapinya.
Auditor selalu dihadapkan dengan tugas dan saling terkait satu
dengan yang lainnya. Beberapa tugas audit dipertimbangkan sebagai
tugas dengan kompleksitas tinggi dan sulit. Persepsi ini menimbulkan
kemungkinan bahwa suatu tugas audit sulit bagi seseorang, namun
mungkin juga mudah bagi orang lain. Restuningdiah dan Indriantoro
(2000, dalam Irwanti, 2011), selanjutnya menyatakan bahwa
kompleksitas muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik
dalam tugas-tugas utama maupun tugas-tugas lain. Pada tugas-tugas
yang membingungkan (ambigous) dan tidak terstruktur, alternatif yang
ada tidak dapat diidentifikasi, ini membuat data tidak dapat diperoleh
dan outputnya tidak dapat diprediksi.
Tingkat kesulitan tugas dan struktur tugas merupakan dua aspek
penyusun dari kompleksitas tugas. Tingkat kesulitan tugas selalu
dikaitkan dengan banyaknya informasi mengenai tugas tersebut,
sementara struktur dikaitkan dengan kejelasan informasi. Chung dan
Monroe (2001, dalam Nadhiroh, 2010) mengemukakan bahwa
kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: (1) banyaknya informasi yang tidak relevan dalam arti
informasi tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan
diprediksikan, (2) adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya
hasil dari kegiatan pengauditan.
Bawahan selalu dihadapkan dengan tugas-tugas yang banyak,
berbeda-beda dan saling terkait satu dengan yang lainnya.
16
Kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai tugas itu sendiri
(Wood, 1986). Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak
berstruktur, membingungkan dan sulit (Sanusi dan Iskandar, 2007).
Widiastuti (2006) mengemukakan bahwa kompleksitas tugas
merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit.
Individu dengan tugas kompleks cenderung akan menciptakan
senjangan anggaran agar target anggaran perusahaan dapat dicapai.
Kompleksitas tugas yang muncul karena semakin tingginya
variabilitas dan ambiguitas dalam tugas penganggaran menjadi indikasi
penyebab turunnya kualitas penganggaran. Dalam situasi yang seperti
itu, manajer cenderung berperilaku disfungsional dan lebih
mengutamakan kepentingan klien daripada obyektivitas hasil
penganggaran itu sendiri. Hasil ini mendukung argumen Restu dan
Indriantoro (2000) yang mengemukakan bahwa peningkatan
kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan menurunkan tingkat
keberhasilan tugas itu. Kompleksitas tugas dengan kualitas anggaran
menjadi positif apabila melewati titik ini (non monotonic). Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman terhadap sistem informasi
mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga mampu mengubah
hubungan antara kompleksitas tugas dengan kualitas manajer menjadi
positif. Kompleksitas tugas seringkali dihadapi manajer dalam
pelaksanaan tugasnya, tetapi adanya pemahaman manajer terhadap
sistem informasi bisa membantu manajer dalam melakukan
pemeriksaan.
17
Monitoring
Monitoring menurut Webster’s New Collegiate Dictionary
(1981) adalah a device for observing or giving admonition or warning.
Sementara itu menurut Webstern’s New World Dictionary pengertian
monitoring adalah something that reminds or warns or any of various
devices for checking or regular the performance. (halaman: 9).
Menurut pengertian yang diberikan oleh kedua kamus international
tersebut, maka semakin jelaslah apa yang dimaksudkan dengan
monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan
dari aktivitas yang sedang dikerjakan. Monitoring adalah bagian dari
kegiatan pengawasan, dalam pengawasan ada aktivitas memantau
(monitoring). Pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu,
untuk memeriksa apakah program yang telah berjalan itu sesuai dengan
sasaran atau sesuai dengan tujuan dari program. Monitoring merupakan penilaian secara terus menerus terhadap
fungsi kegiatan-kegiatan dan program-program di dalam hal jadwal
penggunaan input atau masukan data oleh kelompok sasaran berkaitan
dengan harapan-harapan yang telah direncanakan. Cassely dan Kumar
(1987) monitoring merupakan program yang terintegrasi, bagian
penting dipraktek manajemen yang baik dan karena itu merupakan
bagian integral di manajemen sehari-hari. Calyton dan Petry (1983)
monitoring sebagai suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan,
memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu
pengambilan keputusan manajemen program atau proyek. Oxfam
(1995) monitoring merupakan mekanisme yang sudah menyatu untuk
memeriksa yang sudah untuk memeriksan bahwa semua berjalan untuk
direncanakan dan memberi kesempatan agar penyesuaian dapat
dilakukan secara metodologis.
18
Self monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan
konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep
pengaturan diri (Snyder dan Gangestad, 1986). Teori tersebut
menitikberatkan perhatian pada kontrol diri individu untuk memanipulasi
citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan interaksi
sosial (Shaw dan Constanzo, 1982). Individu baik secara sadar maupun
tidak sadar memang selalu berusaha untuk menampilkan kesan tertentu
mengenai dirinya terhadap orang lain pada saat berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya.
Snyder (Watson et al., 1984), menyatakan bahwa self
monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk
menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan
petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya atau petunjuk-petunjuk yang
ada di sekitarnya. Berdasarkan konsep ini Mark Snyder mengajukan
konsep self monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang
dialami setiap individu dalam menampilkan impression management
dihadapan orang lain. Snyder dan Cantor (Fiske dan Taylor, 1991)
mendefinisikan self monitoring sebagai cara individu dalam membuat
perencanaan, bertindak dan mengatur keputusan dalam berperilaku
terhadap situasi sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat Robbins
(1996) yang menyatakan bahwa self monitoring merupakan suatu ciri
kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk menyesuaikan
perilakunya pada faktor-faktor situasional luar.
Baron dan Byrne (2004) menyatakan bahwa self monitoring
merupakan tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan
situasi eksternal dan reaksi orang lain (self monitoring tinggi) atau atas
dasar faktor internal seperti keyakinan, sikap (self monitoring rendah).
Sewaktu individu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu, secara
19
umum menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self
monitoring rendah) ataupun di sekitarnya (self monitoring tinggi)
sebagai informasi. Individu dengan self monitoring tinggi selalu ingin
menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain. Snyder dan
Monson (Raven dan Rubin, 1983). Seorang individu yang memiliki self
monitoring tinggi cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan
menggunakan informasi yang diterimanya. Hal ini mencerminkan bahwa
individu yang mempunyai self monitoring tinggi biasanya sangat
memperhatikan penyesuaian tingkah pada situasi sosial dan hubungan
interpersonal yang dihadapinya. Snyder (Baron dan Byrne, 1997: 169)
menambahkan bahwa individu dengan self monitoring tinggi mampu
untuk rnenyesuaikan diri pada situasi dan mempunyai banyak teman
serta berusaha untuk menerima evaluasi positif dari orang lain.
Singkatnya, individu dengan self monitoring tinggi cenderung fleksibel,
penyesuaian dirinya baik dan cerdas sehingga cenderung lebih cepat
mempelajari apa yang menjadi tuntutan di lingkungannya pada situasi
tertentu (Wrightsman dan Deaux, 1981).
Pengembangan Hipotesis
Tekanan Ketaatan terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi
Grediani dan Sugiri (2010) pengaruh tekanan ketaatan dan
tanggung jawab persepsian pada penciptaan budgetary slack dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peserta dengan tekanan
ketaatan kepada kebijakan perusahaan melanggar menciptakan
senjangan anggaran, peserta yang menciptakan senjangan anggaran
menahan diri kurang bertanggung jawab atas keputusan mereka
20
daripada mereka yang tidak menciptakan senjangan anggaran, sebagian
besar peserta yang membuat budgetary slack menyatakan bahwa
menciptaan slack anggaran mereka hanya karena ketaatan mereka
kepada atasan mereka.
Hartanto dan Indra (2001) menemukan bukti yang menunjukkan
bahwa orang normal dapat melakukan tindakan destruktif jika
menghadapi tekanan besar dari otoritas yang sah. Orang yang dalam
kehidupan sehari-harinya bertanggung jawab dan terhormat bisa jadi
tertekan oleh otoritas dan mau saja melakukan tindakan kejam dalam
situasi tertekan.
Young (1985) menemukan bahwa mahasiswa MBA di bawah
tekanan sosial mengurangi budgetary slack dibandingkan mahasiswa
yang tidak di bawah tekanan. Frederickson dan Cloyd (1998) terkait
tentang pengetahuan dari harapan atasan, menguji pada mahasiswa S1
dalam menciptakan slack meskipun mereka tidak menemukan
hubungan positif yang diperkirakan antara tekanan pengaruh sosial dan
perubahan dalam menciptakan slack. Stevens (2002) penciptaan slack
dikaitkan dengan kepedulian reputasi dan etika, menemukan hubungan
terbalik antara reputasi dan perhatian terhadap etika dan penciptaan
slack. Davis et al., (2006) melakukan eksperimen pada 77 akuntan
manajemen dengan hasil bahwa meskipun dengan persepsi etis hampir
setengah dari partisipan melanggar kebijakan dan menciptakan slack
ketika dihadapkan dengan tekanan ketaatan dari atasan langsung.
Dalam konteks sektor pemerintahan pimpinan instansi yang
memerintah staf keuangannya untuk melakukan tindakan yang kurang
sesuai dengan aturan atau tekanan ketaatan dari atasan untuk
melaksanakan tugas maka penyimpangan yang terjadi membuat staf
keuangan tidak bekerja maksimal yang akan berdampak pada
21
kedudukan dan hilangnya pekerjaan sebagai seorang staf. Berdasarkan
uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan hipotesisnya
adalah:
H1: Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
Kompleksitas Tugas terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi
Yulianti (2014) pengaruh partisipasi penganggaran, komitmen
organisasi, kompleksitas tugas terhadap senjangan anggaran. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran
bepengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran, sedangkan
komitmen organisasi dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh
signifikan positif terhadap senjangan anggaran.
Rustiarini (2013) pengaruh kompleksitas tugas, tekanan waktu,
dan sifat kepribadian pada kinerja. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa variabel kompleksitas tugas dan tekanan waktu tidak
berpengaruh pada kinerja auditor. Selain itu, hanya tiga dari lima
variabel sifat kepribadian yaitu conscientiousness, extraversion, dan
neuroticism yang berpengaruh pada kinerja.
Libby dan Lipe (1992) menunjukkan bahwa kompleksitas tugas
digunakan sebagai alat motivasi untuk meningkatkan kualitas kerja
seorang auditor. Dalam kondisi pekerjaan yang kompleks, auditor tidak
hanya harus bekerja lebih keras, namun auditor juga memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan penugasan audit
yang diberikan. Di sisi lain, hasil yang bertolak belakang diperlihatkan
Tan et al., (2002) yang meneliti interaksi variabel akuntabilitas dan
pengetahuan pada hubungan kompleksitas kerja dan kinerja auditor.
Penelitian tersebut menemukan bahwa Kompleksitas tugas
22
menyebabkan penurunan kinerja apabila auditor memiliki pengetahuan
yang rendah, namun tidak mempengaruhi kinerja auditor yang memiliki
pengetahuan yang tinggi. Sanusi dan Iskandar (2007) menunjukkan
bahwa ketika auditor memiliki tugas yang kompleks atau tidak
terstruktur dengan baik, setinggi apapun usaha auditor akan sulit untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga justru menurunkan
kinerja auditor tersebut.
Kompleksitas tugas yang muncul karena semakin tingginya
variabilitas dan ambiguitas dalam tugas penganggaran menjadi indikasi
penyebab turunnya kualitas penganggaran. Dalam situasi yang seperti
itu, manajer cenderung berperilaku disfungsional dan lebih
mengutamakan kepentingan klien daripada obyektivitas hasil
penganggaran itu sendiri. Setinggi apapun usaha staf akan sulit
menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga justru menurungkan
kinerja staf keuangan tersebut. Untuk melakukan tindakan yang kurang
sesuai dengan kompleksitas tugas maka penyimpangan yang terjadi
membuat staf keuangan tidak bekerja maksimal yang akan berdampak
pada kedudukan dan hilangnya pekerjaan sebagai seorang staf.
Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan
hipotesisnya adalah:
H2: Kompleksitas tugas berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
Hubungan Monitoring terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi
Anggraita (2013) menguji apakah ada perbedaan pengaruh
mekanisme monitoring terhadap kinerja perusahaan antara perusahaan
dengan diferensiasi produk dan strategi biaya rendah. Variabel
monitoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposisi
23
dewan direksi, kepemilikan manajerial dan tingkat utang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris dan kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sementara
tingkat utang secara positif berhubungan dengan kinerja perusahaan.
Molida (2011) pengaruh financial stability, personal financial
need dan ineffective monitoring pada financial statement fraud dalam
perspektif fraud triangle hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
stabilitas keuangan (ACHANGE) dan kebutuhan keuangan pribadi
(OSHIP) mempengaruhi penipuan laporan keuangan. sementara itu,
monitoring tidak efektif (AUDCSIZE) tidak memiliki dampak
signifikan terhadap pernyataan penipuan keuangan.
Salah satu tugas dewan direksi adalah memonitor dan mengatasi
masalah benturan kepentingan pada tingkat manajamen, anggota dewan
direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset
perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Sesuai dengan
tugasnya maka kehadiran dewan komisaris diharapkan mampu
mengurangi biaya keagenan. Hasil penelitian menunjukkan hubungan
dewan komisaris dengan biaya keagenan tidak konsisten. Gull (2012)
mengungkapkan bahwa independence director berpengaruh terhadap
biaya keagenan.
Dalam konteks sektor pemerintahan tugas utama dewan direksi,
lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan inspektorat jenderal
adalah monitoring dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada
tingkat manajamen dan staf keuangan yang melaksakan tugasnya
sehingga manajamen dan stafnya masing-masing terhindar dari
penyalahgunaan aset instansi pemerintahan dan tidak memanipulasi
transaksi keuangan. Namun, jika tidak ada pemantauan atau monitoring
dari dewan komisaris, lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan
24
inspektorat jenderal maka manajamen dan staf keuangan cenderung
melakukan kecurangan akuntansi pada instansi pemerintahan tersebut.
Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan
hipotesisnya adalah:
H3: Monitoring berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi.
H1
H2
H3
Gambar 2. Bagan Rerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Y : Kecenderungan kecurangan akuntansi
X1 : Tekanan ketaatan
X2 : Kompleksitas tugas
X3 : Monitoring
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah staf Kementrian Keuangan
Republik Demokratik Timor-Leste. Teknik penarikan sampel secara
sengaja menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 120 staf atau responden yang bekerja pada direktorat jenderal
pajak, direktorat jenderal bea dan cukai dan direktorat jenderal finance
state.
X1
X2
X3
Y
25
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer. Data primer dalam penelitian ini berupa: (1) karakteristik
responden yaitu: usia, jenis kelamin, jabatan, level, pendidikan terkahir
dan masa kerja, (2) opini atau pendapat responden mengenai tekanan
ketaatan, kompleksitas tugas, monitoring dan kecenderungan
kecurangan akuntansi. Sumber data adalah staf yang bekerja pada
direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea dan cukai direktorat
jenderal finance state.
Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket atau
kuesioner dengan cara disampaikan langsung kepada staf Kementrian
Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Kuesioner tersebut berisi
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang tekanan ketaatan,
kompleksitas tugas, monitoring dan kecenderungan kecurangan
akuntansi.
Definisi Operasional Variabel
Tekanan ketaatan merupakan suatu kondisi ketegangan yang
menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan
dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan
tempatnya bekerja (Mangkunegara., 2005: 29). Tekanan ketaatan
merupakan variabel independen yang diukur dengan skala Likert lima
poin yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju,
dan (5) sangat setuju. Indikator yang digunakan yaitu: tidak ingin
mendapatkan masalah dengan klien, khawatir, menentang keinginan,
menuruti keinginan, mendapatkan masalah dengan atasan, menaati
perintah atasan, beban moral, menentang perintah dan profesionelisme.
26
Kompleksitas tugas merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang auditor. Kompleksitas tugas diartikan
sebagai persepsi individu atas suatu tugas yang disebabkan terbatasnya
kapabilitas dan daya ingat, serta kemampuan untuk mengintegrasikan
masalah (Jamilah et al., 2007). Kompleksitas tugas merupakan variabel
independen yang diukur dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat
tidak setuju, (2) tidak setuju (3) netral, (4) setuju dan (5) sangat setuju.
Indikator yang digunakan yaitu: selalu jelas, bermacam-macam tugas
yang ada, mengetahui, membingungkan, tugas khusus dan mengerjakan
setiap jenis tugas.
Monitoring sebagai suatu proses mengukur, mencatat,
mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk
membantu pengambilan keputusan manajemen program atau proyek
(Calyton dan Petry., 1983). Monitoring merupakan variabel independen
yang diukur dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat tidak
setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.
Indikator yang digunakan yaitu: masuk kerja tepat pada waktunya,
tidak masuk kerja dengan izin, masuk kerja dengan alasan yang tidak
direkayasa, melakukan pengawasan, di beri sanksi bila terlambat masuk
kerja, mempergunakan waktu istrihat, berada di tempat kerja,
menyelesaikan pekerjaan, kerja sesuai dengan waktu yang ditetapkan,
instansi memperhatikan tingkat absensi.
Kecurangan akuntansi oleh pimpinan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai sumber penipuan baik berupa pemalsuan atau
penyembunyian bukti-bukti transaksi, penyajian informasi dan laporan
keuangan yang tidak benar, ataupun salah saji akibat perlakuan yang
tidak semestinya terhadap aset (Lin et al., 2003). Kecenderungan
kecurangan akuntansi merupakan variabel dependen yang diukur
27
dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak
setuju, (3) netral, (4) setuju dan (5) sangat setuju. Indikator yang
digunakan yaitu kecenderungan untuk melakukan manipulasi,
pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi. Kecenderungan untuk
melakukan penyajian yang salah atau penghilangan peristiwa transaksi,
atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan. Kecenderugnan
untuk melakukan salah menerapkan prinsip akuntansi secara sengaja.
Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang
salah akibat pencurian terhadap aktiva yang membuat entitas membayar
barang atau jasa yang tidak diterima. Kecenderungan untuk menyajikan
laporan keuangan yang salah akibat pelakuan yang tidak semestinya
pada aktiva disertai dokumen palsu.
Teknik Analisis Data.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan alat uji
yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda (multiple
regression). Pengujian ini berguna untuk mengetahui variabel tekanan
ketaatan, kompelsitas tugas, monitoring dan kecenderungan kecurangan
akutansi.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria pengujian sebagai
berikut: jika t hitung > t tabel atau tingkat signifikan < α = 0,05 atau
tingkat signifikansi > α = 0,05 dan koefisien regresi (β) positif maka
hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel atau tingkat signifikan
> α = 0,05 dan keofisien regresi (β) negatif maka hipotesis ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Responden
Responden penelitian ini adalah staf Kementrian Keuangan
Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) dengan kriteria peneliti
28
memilih tiga Direktorat Jenderal dan sembilan Direksi yaitu Direktorat
Jenderal Pajak memiliki dua Direksi yaitu National Directorate for
Petroleum and Mineral Revenues dan National Directorate for
Domestic Revenue, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tiga
Direksi yaitu National Directorate for Operations, National
Directorate for Compliance dan National Directorate for
Administration dan Direktorat Jenderal for Finance State memiliki
empat Direksi yaitu National Directorate for Economic Policies,
National Directorate for Budget, National Directorate for Whole of
Government dan National Directorate for Supply and Asset
Management.
Kuesioner dibagikan kepada seluruh staf yang bekerja di tiga
Direktorat Jenderal dan sembilan Direksi termasuk chefe departemento
(section head) dan direktur nasional sebagai responden penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Desember 2014 sampai
dengan tanggal 27 Januari 2015. Hasil pengumpulan angket atau
kuesioner yang kembali dan memenuhi syarat dapat dilihat pada tabel 1
sebagai berikut.
Tabel 1 Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah
Kuesioner
Kuesioner yang di bagi 150
Kuesioner yang tidak dikembalikan 15
Kuesioner yang di kembalikan dan tidak di isi 10
Kuesioner yang tidak memenuhi syarat 5
Kuesioner yang memenuhi syarat 120
Persentase pengembalian kuesioner (120/150 X 100%) 80%
Sumber : Data diolah 2015
29
Deskripsi Responden Penelitian
Berikut ini merupakan data demografi responden yang terdiri
dari data mengenai umur, jenis kelamin, jabatan, level, masa kerja dan
pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 2 adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Demografi Responden Penelitian
No Uraian Frekuensi Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Responden
a. Laki-Laki 73 60,83
b. Perempuan 47 39,17
2 Umur Responden
a. < 30 tahun 26 21,67
b. 31-40 tahun 61 50,83
c. 41-50 tahun 24 20
d. > 51 tahun 9 7,5
3 Jabatan Responden
a. Direktur Nasional 4 3,33
b. Kepala Bagian 12 10
c. Staf biasa 104 86,67
4 Level Responden
a. II 31 25,83
b. III 37 30,83
c. IV 42 35
d. V 10 8,33
5 Pendidikan Terakhir Responden
a. SMA 44 36,67
b. D3 18 15
c. S1 51 42,5
d. S2 7 5,83
6 Masa Kerja Responden
a. < 1 Tahun 5 4,17
b. 1-3 Tahun 36 30
c. 3-10 Tahun 35 29,17
d. > 10 Tahun 44 36,67
Total Demografi Responden 120 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Demografi responden yang ada dalam tabel 2
menunjukkan bahwa responden penelitian laki-laki sebesar 73 orang
30
atau 60,83 persen dan responden perempuan sebesar 47 orang atau
39,17 persen artinya responden laki-laki lebih banyak dari responden
perempuan. Umur responden < 30 tahun sebesar 26 orang atau 21,67
persen, umur responden 31-40 tahun sebesar 61 orang atau 50,83
persen, umur responden 41-50 tahun sebesar 24 orang atau 20 persen
dan umur responden > 51 tahun sebesar 9 orang atau 7,5 persen artinya
umur responden paling banyak adalah 31-40 tahun. Responden dengan
jabatan direktur nasional sebesar 4 orang atau 3,33 persen, responden
dengan jabatan kepala bagian sebesar 12 orang atau 10 persen dan
responden dengan jabatan staf biasa sebesar 104 orang atau 86,67
persen artinya responden paling banyak adalah staf biasa sebesar 104
orang. Responden dengan level II sebesar 31 orang atau 25,83 persen,
responden dengan level III sebesar 37 orang atau 30,83 persen,
responden dengan level IV sebesar 42 orang atau 35 persen dan
responden dengan level V sebesar 10 orang atau 8,33 persen artinya
jumlah level responden paling banyak adalah level IV. Responden
dengan pendidikan terakhir SMA sebesar 44 orang atau 36,67 persen,
responden dengan pendidikan terakhir D3 sebesar 18 orang atau 15
persen, responden dengan pendidikan terakhir S1 sebesar 51 orang atau
42,5 persen dan responden dengan pendidikan terakhir S2 sebesar 7
orang atau 5,83 persen artinya responden dengan pendidikan terakhir
paling banyak adalah S1. Responden dengan masa kerja < 1 tahun
sebesar 5 orang atau 4,17 persen, responden dengan masa kerja 1-3
tahun sebesar 36 orang atau 30 persen, responden dengan masa kerja 3-
10 tahun sebesar 35 orang atau 29,17 persen dan responden dengan
masa kerja > 10 tahun sebesar 44 orang atau 36,67 orang artinya jumlah
responden masa kerja paling banyak adalah > 10 tahun.
31
Analisis Data Statistik Variabel
Analisis data dilakukan terhadap 120 jawaban responden yang
memenuhi kriteria untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Data
diolah merupakan hasil rata-rata jawaban responden dari tekanan
ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring sebagai variabel
independen terhadap kecenderungan kecurangan akutansi sebagai
variabel dependen dalam penelitian ini maka dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Statistik Deskriptif Penelitian
Model N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation
KKA 120 10 44 21,96 9,365
TK 120 22 44 34,41 5,572
KT 120 8 28 19,92 3,930
M 120 25 47 37,24 5,303
Sumber: Data Primer diolah 2015
Dari hasil pemrosesan data pada tabel 3 tersebut dapat dilihat
bahwa responden (n) adalah 120, variabel independen tekanan ketaatan
mempunyai nilai minimum sebesar 22 dan nilai maksimum sebesar 44
dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 34,41 dan standar
deviasi sebesar 5,572. Kompleksitas tugas mempunyai nilai minimum
sebesar 8 dan nilai maksimum sebesar 28 dengan nilai rata-rata
jawaban responden sebesar 19,92 dan standar deviasi sebesar 3,93.
Monitoring mempunyai nilai minimum sebesar 25 dan nilai maksimum
sebesar 47 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 37,24 dan
standar deviasi sebesar 3,303. Variabel dependen kecenderungan
kecurangan akuntansi mempunyai nilai minimum sebesar 10 dan nilai
maksimum sebesar 44 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar
21,96 dan standar deviasi sebesar 9,365.
32
Pengujian Kualitas Data
Uji Validitas Data
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan metode product
moment person (person correlation) yang menunjukkan bahwa rhitung
dari masing-masing pernyataan lebih besar dari rtabel. Hasil uji validitas
data dapat dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa semua item
dalam variabel-variabel penelitian adalah valid.
Uji Reliabilitas Data
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode
uji statistik cronbach alpha. Menurut Ghozali (2006), variabel
dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60.
Semakin nilai alpha mendekati satu maka nilai reliabilitas datanya
semakin terpercaya untuk masing-masing variabel. Hasil uji reliabilitas
data dapat dilihat pada tabel 5 yang menunjukkan bahwa cronbach
alpha tiap variabel lebih besar dari 0,60, maka dapat disimpulkan
bahwa semua variabel penelitian ini adalah reliabel.
Analisis Regresi Linear Berganda
Penggunaan analisis regresi penelitian ini bertujuan untuk
menguji interaksi antara tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan
monitoring berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi. Hasil pengolahan data selanjutnya diringkas dapat dilihat
pada tabel 6 sebagai berikut.
Koefisien regresi pada varibel bebas diperoleh tanda koefisien
negatif pada variabel tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan
monitoring, hal ini menunjukkan akan menurungkan kecenderungan
kecurangan akuntansi. Namun demikian kemaknaan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen sebagaimana pada model
tersebut selanjutnya dibuktikan dengan pengujian hipotesis.
33
Tabel 6 Analisis Regresi Berganda
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Model B Std.
Error Beta
T tabel T statistik Sig Keterangan
(Konstan) 45,561 8,06
1,979
5,653 0
H1 = TK - KKA -0,194 0,152 -0,116 -1,283 0,202
Tidak
terdukung
H2 = KT - KKA -0,112 0,216 -0,047 -0,518 0,605 Tidak
terdukung
H3 = M - KKA -0,394 0,16 -0,223 -2,461 0,015 Didukung
Sumber : Data Primer diolah 2015
Uji F
Untuk menguji model pengaruh variabel independen secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen dapat diuji
dengan menggunakan uji F. Hasil pemrosesan data dapat dilihat pada
tabel 7 sebagai berikut.
Tabel 7 Uji F
Model
Sum of
Squares df
Ftabel Fhitung Sig.
1 Regression 786,31 3 2,68 3,151 0,028a
Residual 9,650,482 116
Total 10,436,792 119
a. Predictors : (Constant), TK, KT, M
b. Dependent Variabel: KKA
Sumber : Data Primer diolah 2015
Berdasarkan hasil pemrosesan data yang terdapat pada tabel 7
merupakan pengujian pengaruh variabel independen secara bersama-
sama (simultan) terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan uji
F. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai Fhitung = 3,151 > Ftabel =
2,68 dengan signifikansi sebesar 0,028 < α 0,05. Hal ini berarti bahwa
secara bersama-sama (simultan) variabel independen tekanan ketaatan,
34
kompleksitas tugas dan monitoring berpengaruh terhadap variabel
dependen kecenderungan kecurangan akuntansi.
Koefisien Determinan
Koefisien determinasi (Ajusted R2) untuk mengukur seberapa
besar kemampuan variabel independen tekanan ketaatan, kompleksitas
tugas dan monitoring dalam menerangkan variabel dependen
kecenderungan kecurangan akuntansi.
Tabel 8 Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 0,274a 0,075 0,051 9,121
a. Predictors : (Constant), TK, KT, M
b. Dependent Variabel: KKA
Sumber: Data Primer diolah 2015
Hasil pemrosesan data terdapat pada tabel 7 diketahui bahwa
nilai R sebesar 0,274 atau 27,4% dan nilai R2 sebesar 0,075 atau 07,5%.
Nilai koefisien determinasi (adjusted R Square) adalah 0,051 atau
05,1% dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi
dapat dipengaruhi oleh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan
monitoring sedangkan 94,9% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Pembahasan
Pengujian Hipotesis Pertama (H1)
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan tidak pengaruh
tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di
peroleh nilai thitung 1,283 < ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0,202 >
0,05. Dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 dan arah nilai β
negatif, maka diperoleh hipotesis pertama ditolak. Hasil ini
kemungkinan disebabkan karena kurangnya pemahaman responden
35
dalam pengujian ini tentang pernyataan-pernyataan yang diberikan
mengenai tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi sehingga responden tidak mengetahui atau menguasai
pernyataan-pernyataan tersebut. Hal ini berarti bahwa tekanan ketaatan
tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada
Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste.
Penelitian ini meskipun tidak menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan antara tekanan ketaatan terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi. Menurut Hartanto dan Indra (2001), Ketaatan
menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu
sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
diberikannya, hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau
otoritas yang merupakan bentuk legitimate power atau kemampuan
atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam
struktur hierarki organisasi.
Hasil penelitian ini tidak mendukung oleh penelitian
sebelumnya Davis et al (2006) mengindikasikan seberapa banyak
tekanan yang mereka rasakan untuk mengikuti perintah atasan. Dengan
demikian, dalam situasi tekanan yang sangat kuat membuat bawahan
melakukan sesuatu yang dianggap salah. Pengaruh Tekanan dari atasan
membuat bawahan merasa sulit untuk membuat rekomendasi anggaran.
Davis et al., (2006) memperlihatkan pertisipan merasa sulit membuat
rekomendasi anggaran awal dalam situasi tertekan. Grediani dan Sugiri
(2010 dan 2013) partisipan yang melanggar kebijakan perusahaan
dengan mentaati perintah atasan mereka kurang bertanggung jawab
terhadap hasil keputusan mereka.
Di samping temuan seperti yang dikemukakan tersebut, hasil
observasi di lapangan oleh peneliti ditemukan indikator lain dari
36
variabel tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi. Indikator tersebut adalah lingkungan pengendalian. Adanya
kelemahan dalam sistem pengendalian internal, maka staf mempunyai
kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan peluang (opportunity) dari
kelemehan sistem pengendalian internal yang ada, maka staf cenderung
melakukan kecurangan.
Pengujian Hipotesis Kedua (H2)
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan tidak pengaruh
kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di
peroleh nilai thitung 0,518 < ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0,605 >
0,05. Dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 dan arah nilai β
negatif, maka diperoleh hipotesis kedua ditolak. Hasil ini kemungkinan
disebabkan karena kurangnya pemahaman responden dalam pengujian
ini tentang pernyataan-pernyataan yang diberikan mengenai
kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi
sehingga responden tidak mengetahui atau menguasai pernyataan-
pernyataan tersebut. Hal ini berarti bahwa kompleksitas tugas tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada
Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste.
Penelitian ini meskipun tidak menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan antara kompleksitas tugas terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi namun dapat dijelaskan bahwa kompleksitas
tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan
sulit (Sanusi dalam Cecilia, 2007). Akuntan selalu dihadapkan dengan
tugas-tugas yang kompleks, berbeda-beda dan saling terkait satu
dengan yang lainnya. Beberapa tugas audit dipertimbangkan sebagai
tugas dengan kompleksitas yang tinggi dan sulit, sementara yang lain
mempersepsikannya sebagai tugas yang mudah.
37
Hasil penelitian ini mendukung dengan penelitian sebelumnya,
Yulianti (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi
penganggaran bepengaruh signifikan positif terhadap senjangan
anggaran, sedangkan komitmen Organisasi dan kompleksitas tugas
tidak berpengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran.
Thoyibatun (2009), Fitriany et al. (2011), Astriningrum (2012) dan
Rustiarini (2013) menyatakan bahwa kompleksitas tugas tidak
berpengaruh negatif pada kecenderungan kecurangan akuntansi dan
bertolak belakang dengan hasil penelitian Widiastuti (2006)
mengemukakan bahwa kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak
terstruktur, membingungkan, dan sulit. Individu dengan tugas
kompleks cenderung akan menciptakan senjangan anggaran agar target
anggaran perusahaan dapat dicapai.
Di samping temuan seperti yang dikemukakan tersebut, hasil
observasi di lapangan oleh peneliti ditemukan indikator lain dari
variabel kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi. Indikator tersebut adalah job description. Tidak adanya job
description yang pasti dan tidak terstruktur dalam tugas masing-masing
staf akan mempengaruhi kinerja staf dan akan memepengaruhi pula
efektifitas dan efisiensi kerja staf dalam instansi tersbut.
Pengujian Hipotesis Ketiga (H3)
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan pengaruh
monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di peroleh
nilai thitung 2.461 > ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0.015 < 0,05.
Dengan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 dan arah nilai β negatif,
maka diperoleh hipotesis ketiga diterima. Hal ini berarti bahwa
monitoring berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi dalam arti bahwa dewan komisari, inspektorat
38
jenderal dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) melakukan
monitoring terhadap staf yang bekerja di direktorat jenderal pajak,
direktorat jenderal bea dan cukai dan direktorat jenderal finance state
akan mengurangi kecenderungan kecurangan akutansi.
Penelitian ini mendukung oleh penelitian sebelumnya Byard
(2010) perusahaan dengan tingkat utang rendah akan menanggung
biaya keagenan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan
dengan tingkat utang yang lebih tinggi, sehingga ada hubungan yang
terbalik antara utang dan biaya keagenan. Gull (2012) mengungkapkan
bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
biaya keagenan. Khan et al (2012) kebijakan utang merupakan
mekanisme untuk mengurangi biaya keagenan karena utang
memerangkan peranan penting dalam mengontrol manajer. Dalam
konteks itu, manajer bisa bertindak tidak menguntungkan perusahaan
secara keseluruhan dan dalam jangka panjang bisa merugikan
kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya
sendiri, manajer bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat
untuk melakukan rekayasa, oleh karena itu masalah keagenan muncul
ketiga terjadi perbedaan kepentingan antara pemilik saham perusahaan
dengan manajer sebagai agen. Pemegang saham sebagai penyedia dana
dan fasilitas, memiliki kepentingan mengamankan dana dan fasilitas
tersebut atas operasi perusahaan karena pemegang saham
berkepentingan atas keamanan dana yang telah diinvestasikan dalam
perusahaan. Manajer serndiri sebagai pengelola perusahaan
mendapatkan gaji dari perusahaan, sehingga keputusan-keputusan yang
diambil manajer diharapkan dapat memakmurkan pemegang saham dan
dapat meningkatkan nilai perusahaan.
39
Di samping temuan seperti yang dikemukan tersebut, hasil
survei juga memberikan temuan berkaitan dengan indikator lain dari
variabel monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Indikator tersebut adalah gaji dan kompensasi lain mengambarkan
usaha yang dilakukan oleh staf untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja dalam instansi tersebut. Secara keseluruhan dapat
dilihat bahwa monitoring dari dewan komisaris, inspektorat jenderal
dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) akan mendorong staf yang
bekerja pada instansi tersebut masuk kerja tepat pada waktunya dan
berperilaku sikap jujur sehingga staf lebih berefisien dalam waktu
bekerja dan cenderung tidak memanfaatkan waktu kosong dalam jam
bekerja.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis
yang telah diajukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan tekanan
ketaatan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi, namun terdapat indikator lain dari
variabel tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi. Indikator tersebut adalah lingkungan pengendalian.
Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal, maka
staf mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan
peluang (opportunity) dari kelemahan sistem pengendalian
internal yang ada, untuk melakukan kecurangan.
2. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan kompleksitas
tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan
40
kecurangan akuntansi, namun terdapat indikator lain dari
variabel kompleksitas tugas terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi. Indikator tersebut adalah job description.
Tidak adanya job description dan tugas yang tidak terstruktur
oleh masing-masing staf akan mempengaruhi kinerja staf dan
akan mempengaruhi pula efektifitas dan efisiensi kerja staf
dalam instansi tersebut.
3. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan monitoring
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi,
indikator tersebut adalah gaji dan kompensasi lain
mengambarkan usaha yang dilakukan oleh staf untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam instansi
tersebut. Dalam konteks sektor pemerintahan tugas utama
dewan direksi, lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan
inspektorat jenderal adalah monitoring yang bisa mengatasi
masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen dan staf
keuangan yang melaksakan tugasnya sehingga manajemen dan
stafnya masing-masing terhindar dari penyalahgunaan aset
instansi pemerintahan dan tidak memanipulasi transaksi
keuangan.
Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini diantaranya yaitu (1) keterbatasan
waktu oleh peneliti untuk bertatap muka atau mewawancara secara
langsung dengan responden, (2) peneliti menitipkan kuesioner kepada
section head untuk membagikan kuesioner kepada stafnya karena
keterbatasan waktu oleh masing-masing responden maka informasi
yang diperoleh dari responden kurang lengkap untuk memperkuat tesis
ini.
41
Implikasi Teoritis dan Terapan
Implikasi teoritis melalui penelitian ini, kecenderungan
kecurangan akuntansi dapat dikatakan sebagai tendensi korupsi karena
keterlibatan beberapa unsur yang terdiri dari fakta-fakta menyesatkan,
pelanggaran aturan atau penyalahgunaan kepercayaan dan omisi fakta
kritis. Penelitian ini menunjukkan pengetahuan tentang pengaruh
tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi. Dalam penelitian ini ada tiga
kondisi yang menyebabkan kecurangan itu terjadi yaitu: tekanan
(presure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization)
yang sering diesbut fraud triangle atau segitiga kecurangan pertama
kali diperkenalkan oleh Cressey (1953).
Sedangkan implikasi terapan dalam penelitian ini ditujukan
kepada Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste.
Atasan atau dewan komisaris dan lembaga kepegawaian (funsaun
publica) menekan staf untuk menjalankan tugas sesuai dengan regulasi
atau undang-undang kementrian keuangan RDTL dan undang-undang
kepegawaian Republik Demokratik Timor-Leste dan lebih menekankan
lagi pada sistem pengendalian internal, akan mengontrol staf untuk
tidak memanfaatkan peluang (opportunity) dari kelemahan sistem
pengendalian internal yang ada. Sedangkan kompleksitas tugas yang
pasti atau adanya job description yang pasti dan terstruktur dalam tugas
dari masing-masing staf akan meningkatkan kinerjanya dan akan
meningkatkan pula efisiensi dan efektifitas kerja dalam instansi yang
ada. Di samping itu monitoring dari dewan komisaris, inspektorat
jenderal dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) akan mendorong
staf yang bekerja pada instansi tersebut masuk kerja tepat pada
waktunya dan berperilaku sikap jujur sehingga staf lebih berefisien
42
dalam waktu bekerja dan cenderung tidak memanfaatkan waktu kosong
dalam jam bekerja.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan serta implikasi
yang ada, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya
mengganti metode pengumpulan data, misalkan dengan metode
observasi dan wawancara mendalam satu per satu terhadap responden
sehingga data yang diperoleh lebih menyeluruh.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adelin V., 2013. Pengaruh Pengendalian Internal, Ketaatan Aturan
Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi (Estudi Empiris Pada BMUN di Kota
Padang), Skripsi Programa Studi Akuntansi, fakulatas Ekonomi,
Universitas Negeri Padang. Periode September.
Albrecht S. W., dan C. Albrecht., 2004. Fraud Examination and
Prevention. Australia: Thomson, South-Western.
Albrecht S. W., C. Albrecht, O. Chad, Albrecht, F. Mark dan
Zimbelman., 2009. Fraud Examination. Edisi 3. Mason ohio:
South-Western Cengage Learning.
Alcock J., F. Finn, dan K.J.K. Tan., 2011. Debt Covenants, Agency
Cost and Debt Maturity. A&F Research Forum, University of
Queensland Business School.
Anggraita V., 2013. Pengaruh Moderasi Strategi Perusahaan terhadap
Hubungan Antara Mekanisme Monitoring dan Kinerja
Perusahaan. SESI V/4, Simposium Nasional Akuntansi XVI.
Manado, 25-28 September.
Arens, Auditing, An Integrated Approach, A. Alvin dan K. L. James.,
1991. 5th
Edition, Prentice Hall International, Englewood Cliffs,
New Yersey.
Baron R. A., dan D. Byrne., 1994. Sosial psychology: Understanding
human interaction. 7th
ed. New York: Allyn and Bacon.
Bonner S.E., dan P.L. Walker., 1994. The effects of Instruction and
Experience on the Acquisition of Auditing Knowledge. The
Accounting Review, 69, 1, 157-178
Coderre, David., 2009. Computer-Aided Fraud Prevention and
Detection. Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.
Chung J., dan G. S. Monroe., 2001. A Research Note on the Effects of
Gender and Task Complexity on an Audit Judgment.
Behavioral Research in Accounting, 13: 111-125.
44
Davis S., F. T, DeZoort dan L. S. Kopp., 2006. The Effect of
Obedience Pressure and Perceived Responsibility on
Management Accountants Creation of Budgetary Slack.
Behavioral Research In Accounting. Vol 18: 19-35.
DeZoort F.T., dan A.T. Lord., 1997. A review and synthesis of pressure
effects research in accounting. Journal of Accounting
Literature, 16, 28-85.
Fama, F. Eugene dan M.C. Jensen., 1983. Agency Problems and
Residual Claims. Journal of Law and Economics, Vol. XXVI.
Fujianti L., 2013. Kekuatan Monitoring Internal dan Eksternal, Biaya
Keagenan Serta Dampaknya terhadap Kebijakan Dividen. Jurnal
Liquidity, Vol. 2, No.2 hlm. 117-126, Juli-Desember.
Ghozali I., 2006. Aplikasi Anlsis Multivarite dengan metode SPSS,
Oktober Cetakan IV.
2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
19, Maret Edisi ke 5.
Grediani E dan S. Sugiri., 2010. (Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta) Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Tanggung Jawab
Persepsian Pada Penciptaan Budgetary Slack. Simposium
Nasional Akuntansi XIII Purwokerto, Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
2013. Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Tanggung jawab
Persepsian Pada Penciptaan Budgetary Slack. Jurnal Akuntansi
& Manajemen, Vol. 24, No. 3, Hal. 143-153.
Hartanto, H. Yuli dan I. W. Kusuma., 2001. Analisis Pengaruh
Tekanan Ketaatan Terhadap Judgment Auditor. Jurnal
Akuntansi Manajemen. Edisi Desember. STIE YKPN.
Jamilah S (Universitas Brawijaya Malang), Z. Fanani (Universitas
Airlangga Surabaya), G. Chandrarin, (Universitas Merdeka
Malang) 2007. Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan dan
Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium
Nasional Akuntansi X, Unhas Maksar.
45
Jensen M.C., dan H. M. William., 1976., Theory of Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of
Financial Economi. No. 3.
Jensen M., 1985. Agency Cost of Free Cashflow, Corporate Finance
and Takeovers, Am. Econ. Rev. Pap. Proc. 3.
Libby R., dan M. Lipe., 1992. Incentive Effects and The Cognitive
Processes Involved in Accounting Judgements, Journal of
Accounting Research 30: 249-273.
Milgram S., 1974. Obedience to Authority. Harper and Row. New
York.
Putri A. A. P. A., 2014. Alumni Program Studi Akuntansi Universitas
Negeri Yogyakarta, Pengaruh Keefektifan Pengendalian
Internal dan Kepuasan Kerja Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan Aset Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Nominal /
Volume III Nomor 1.
Putri A. P., dan H. Laksito., 2013. Pengaruh Lingkungan Etika,
Pengalaman Auditor dan Tekanan Ketaatan Terhadap Kualitas
Audit Judgment. Diponegoro Journal of Accounting. Volume 2,
Halaman 1-11, ISSN: 2337-3806.
Restuningdiah, Nurika dan N. Indriantoro., 2000. Pengaruh Partisipasi
terhadap Kepuasan Pemakai dalam Pengembangan Sistem
Informasi dengan Tugas, Kompleksitas Sistem, dan Pengaruh
Pemakai sebagai Moderating Variabel. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 3, No. 2 : 119-133.
Rustiarni N. W., 2013. Pengaruh Kompelksitas Tugas, Tekanan Waktu,
dan Sifat Kepribadian pada Kinerja. Makara Seri Sosial
Humaniora. Fakultas Ekonomi, Universitas Mahasaraswati
Denpasar, Bali 80233, Indonesia.
Riduwan., 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Pengantar
Buchari Alma. Cetakan ke Sembilan.
46
Sanusi Z. M., T. M. Iskandar dan J. M. L. Poon., 2007. Effect of Goal
Orientation and Task Complexity on Audit Judgment
Performance. Malaysian Accounting Review. pp. 123-139.
Simerly R., dan M. Li., 2000. Environmental dynamism, capital
structure and performance: a theoretical integration and an
empirical test. Strategic Management Journal, 21.
Snyder M., dan S. Gangestad., 1986. “On the nature of self-monitoring:
Matters of assessment, matters of validity”. Journal of
personality and social psychology, 51 (1), 125-139.
Suprajadi L., 2009. Teori kecurangan, Fraud awareness, dan
Metodologi untuk mendeteksi kecurangan Pelaporan keuangan.
Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan. Bina
Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar Volume 13,
Nomor 2.
Sugiyono., 2013. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-23.
Taylor, M., 1999. Organizational-Professional Conflict and the Job
Satisfaction and Turnover Intention in Internal Auditors.
Auditing: A Journal of Practice and Theory. Spring: 109-121.
Thoyibatun S., 2009. Universitas Negeri Malang, Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Perilaku Tidak Etis dan Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi Serta Akibatnya Terhadap Kinerja
Organisasi, Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, ISSN
1411-0393. Akreditasi No.110/DIKTI/Kep.
Tuanakotta T. M., 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,
Edisi Ke 2, Penerbit Salemba Empat.
Wood R., 1998. Task Complexity: definition of the construct.
Organizational Behaviour and Human Decision Processes 37,
February: 60-83.
Widjaya U., Maret 2012. Aspek Feminimitas, Tekanan Ketaatan, dan
Kompleksitas Tugas Dalam Pertimbangan Audit. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi – VOL. 1, NO. 2.
Wilopo., 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan
47
Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi 9, K-AKPM 19.
Wrightsman L.S., dan K. Deaux., 1993. Sosiopsychology in the 9th
ed.
California: Brooks/Cole Publishing Company.