tb lid

38
BAB I PENDAHULUAN Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya seperti M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. canettii, dan M. microti. Bakteri patogen ini menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya. Mycobacterium tuberculosis umumnya disebarkan melalui udara dalam bentuk droplet nuklei yang menimbulkan respon granuloma dan inflamasi jaringan. Tanpa penanganan yang baik, kasus akan menjadi fatal dalam 5 tahun 1,2,3,4. Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya seperti penumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan anamnesis yang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada dasarnya pasien dengan sistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis hanya pada satu area saja misalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru sedangkan pada pasien dengan immunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih daripada satu organ. Terlepas dari pasien dengan HIV positif, sekitar 80% pasien dewasa menderita tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita tuberculosis paru dan ekstra paru.Tuberculosis diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru berdasarkan lokasi infeksinya. Pada tuberculosis paru dapat diklasifikasikan sebagai TB paru primer atau post primer 1,2,3,4. LIDA ARLINI 1061050048 Page 1

Upload: lida-arlini

Post on 17-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tb

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANTuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya seperti M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. canettii, dan M. microti. Bakteri patogen ini menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya. Mycobacterium tuberculosis umumnya disebarkan melalui udara dalam bentuk droplet nuklei yang menimbulkan respon granuloma dan inflamasi jaringan. Tanpa penanganan yang baik, kasus akan menjadi fatal dalam 5 tahun1,2,3,4.Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya seperti penumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan anamnesis yang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada dasarnya pasien dengan sistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis hanya pada satu area saja misalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru sedangkan pada pasien dengan immunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih daripada satu organ. Terlepas dari pasien dengan HIV positif, sekitar 80% pasien dewasa menderita tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita tuberculosis paru dan ekstra paru.Tuberculosis diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru berdasarkan lokasi infeksinya. Pada tuberculosis paru dapat diklasifikasikan sebagai TB paru primer atau post primer 1,2,3,4.TB paru primer merupakan TB paru yang muncul segera saat infeksi pertama kali. Pada daerah dengan tingkat transmisi M. Tuberculosis, jenis penyakit ini lebih sering muncul pada anak-anak. Daerah yang sering terlibat dalam TB paru primer adalah lobus medial dan lobus bawah paru. Lesi yang terbentuk biasanya terletak di perifer dan disertai dengan limfadenopati hilar atau paratracheal yang biasanya sulit dideteksi secara radiologis. Pembesaran limfonodus dapat menekan bronchus, menimbulkan obstruksi saluran nafas dan menyebabkan kolaps paru segmental atau bahkan lobar. Pada sebagian besar kasus, lesi biasanya sembuh sendiri dan bermanifestasi sebagai nodul kalsifikasi (fokus gohn) 1,2,3,4.Pada anak-anak dan orang dengan immunokompeten, TB paru primer dapat berkembang pesat menimbulkan gangguan klinis yang serius. Lesi awal dapat bertambah besar dan dapat menginduksi gangguan pada jaringan sekitar misalnya lesi pada pleura yang berasal dari fokus subpleura. Penyebaran secara hematogen biasanya terjadi pada kasus yang berat. Mycobacterium tuberculosis menyebar ke organ lainnya dan membentuk fokus granuloma1,2,3,4.Tuberculosis Post Primer Biasanya disebut juga sebagai tuberculosis sekunder. Tuberculosis ini terjadi sebagai proses reaktivasi infeksi laten dan biasanya terjadi pada segmen atas paru dimana tekanan oxigen lebih tinggi dibandingkan bagian paru lainnya yang sangat menunjang pertumbuhan bakteri. Pada tahap ini, perkembangan lesi biasanya sangat bervariasi mulai dari bercak inflitrat hingga terbentuknya kavitas bahkan diikuti dengan infeksi sekunder yang menyebabkan pneumonia, selain itu pada tahap ini, pasien sangat mudah untuk menularkan bakteri ke lingkungannya.1WHO mendefinisikan penderita TB sebagai penderita yang terbukti secara positif terinfeksi tuberculosis dengan menggunakan metode diagnosa apapun. TB paru didefinisikan sebagai TB yang menyerang parenkim paru dan berdasarkan hasil apusan tahan asam TB dibagi menjadi Sputum positif atau sputum negatif. 5Pasien dengan sputum postif merupakan pasien yang sedikitnya menunjukkan satu hasil positif dari 3 sampel sputum yang diambil. Sedangkan sputum negatif merujuk kepada pasien dengan hasil pemeriksaan sputum tanpa ditemukannya basil tahan asam, namun pada pasien dengan sputum negatif tetapi hasil kultur menunjukkan positif maka tetap dianggap sebagai pasien TB dengan sputum negatif.5TB ekstra paru merupakan kasus infeksi TB yang menyerang organ lain selain paru antara lain pleura, limfonodus, abdomen, saluran kemih, kulit, persendian, tulang dan meninges. Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan kultur atau pemeriksaan histologis. Pasien dengan TB paru dan ekstra paru digolongkan sebagai kasus TB paru1,2,3,4,5Kasus baru TB adalah pasien yang belum pernah menerima pengobatan TB. Pada kasus berobat ulang atau retreatment digolongkan dalam 3 jenis yakni retreatment karena gagal pengobatan, retreatment pada keadaan default , dan Retreatment pada pasien sputum positif dengan pengobatan tuntas.5

Saat ini dikenal pula istilah Multidrug-resistant TB (MDR-TB) dan Extensively drug-resistant TB (XDR-TB). Multidrug-resistant TB (MDR-TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin. MDR-TB biasanya terjadi akibat infeksi primer dari bakteri yang sudah resisten atau dari pengobatan yang tidak maksimal yang menimbulkan resistensi.6Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) merupakan bentuk infeksi tuberculosis yang lebih berat daripada MDR-TB dimana terjadi resistensi pengobatan lini kedua seperti amikacin, kanamycin atau capreomycin. Bentuk TB ini tidak berespon terhadap pengobatan selama 6 bulan dengan pengobatan lini pertama dan perlu pengobatan selama 2 tahun atau bahkan lebih.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISITuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya seperti M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. canettii, dan M. microti. Bakteri patogen ini menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya. Mycobacterium tuberculosis umumnya disebarkan melalui udara dalam bentuk droplet nuklei yang menimbulkan respon granuloma dan inflamasi jaringan. Tanpa penanganan yang baik, kasus akan menjadi fatal dalam 5 tahun1,2,3,4.

II. ETIOLOGIMycobacterium tuberculosis merupakan suatu bakteri berbentuk basil non spora berukuran 0.5-3 m. Gram netral dan bersifat tahan asam. Sifat tahan asamnya disebabkan oleh banyaknya kandungan asam mikolik, asam lemak rantai panjang dan beberapa unsur lemak lainnya. Asam mikolik tersebut terikat dalam struktur arabinogalactan dan peptidoglikan yang menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri sangat rapat sehingga menurunkan kerja antibiotik. Lipoarabinomannan juga merupakan suatu struktur bakteri yang berperan dalam proses interaksi dan pertahanan diri dalam makrofag. Oleh sebab itu bakteri ini dapat diwarnai dengan carbol fuchsin dan dipanaskan. Mycobacteriun tuberculosis biasanya ditemukan di udara, tanah, bahkan air. Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan berkembang biak dalam 18-24 jam. Mycobacteriun tuberculosis biasanya akan tampak membentuk koloni dalam agar sekitar 2-5 minggu.1,2,3Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya tampak serupa namun berbeda dalam tes biokimia. Mycobacterium bovis biasanya terdapat pada susu basi dan varian mycobacterium lainnya menyerang hewan pengerat. Biasanya varian lain lebih sering ditemukan di Afrika.4Kultur Agar yang biasa digunakan untuk kultur M. tuberculosis dapat berupa kultur pada atau kultur cair yang may berbasis telur seperti LwensteinJensen, BACTEC, Middlebrook 7H10/ 7H11. Kultur M. Tuberculosis pada medium cair tergolong lebih cepat. 4III. EPIDEMIOLOGIBerdasarkan laporan WHO tahun 2011 (berdasarkan data tahun 2010) sekitar 8,8 juta (antara 8,5-9,2 juta) kasus baru terjadi di seluruh dunia. Masih berdasarkan data pada tahun 2010, diperkirakan pula sebanyak 1,1 juta kematian (rentang antara 0,9-1,2 juta) terjadi akibat tubeculosis pada penderita TB dengan HIV negatif dan sebanyak 0,35 juta kematian (rentang 0.32-0.39 juta ) yang terjadi akibat TB pada penderita dengan HIV positif. Hal yang perlu dicermati adalah penurunan jumlah absolut kasus TB sejak tahun 2006, diikuti dengan penurunan insidensi kejadian dengan angka estimasi kematian sejak tahun 2002. Dan sekitar 10 juta anak-anak di tahun 2009 menjadi yatim piatu karena orang tua yang mengidap TB.5

Gambar 1. Perkiraan jumlah insiden, Berdasarkan negara, tahun 2010(dikutip dari kepustakaan nomor 5)Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 terdapat 5.7 kasus TB paru baru setara dengan 65% angka prediksi di tahun 2011. India dan China memberikan kontribusi 40% total penderita baru TB dan Afrika menyumbang 24% pasien baru. Secara global angka keberhasilan terapi pada penderita baru TB dengan sputum BTA positif adalah 87% di tahun 2009 MDR-TB dideteksi mencapai 46.000 kasus. Walaupun jauh dibawah angka estimasi yakni 290.000 kasus, MDR-TB masih menjadi tantangan besar hingga saat ini.5Survei prevalensi TB yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2010, angka insiden TB di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 430.000 kasus, dan dengan 62.000 kasus berakhir dengan kematian. 7Sedangkan sebuah studi yang dilakukan oleh Rao et al dari Universitas Queensland berdasarkan data epidemiologi tahun 2007-2008 menunjukkan bahwa angka kematian akibat tuberculosis di Indonesia sangat tinggi terutama di propinsi Papua. 8Berdasarkan data WHO tahun 2011 prevalensi TB di Indonesia mencapai 1.200.000 kasus atau 484 kasus per 100.000 populasi dengan angka mortalitas mencapai 91.000 kasus atau 38 orang per 100.000 populasi. Insidensi TB mencapai 540.000 kasus atau 226 kasus per 100.000 populasi dengan 29.000 kasus TB HIV positif. 5Diperkirakan telah terdapat 440.000 kasus dari multi-drug resistant TB (MDR-TB) pada tahun 2008. Keempat negara yang memiliki jumlah kasus MDR-TB tertinggi adalah China (100.000 kasus), India (99.000 kasus), Federasi Rusia (38.000 kasus), dan Afrika Selatan (13.000 kasus). Dan pada Oktober 2011, 77 negara dan wilayah telah melaporkan setidaknya terdapat satu kasus dari extensively drug-resistant TB (XDR-TB). 6 IV. PATOFISOLOGIPROSES PENULARANM. tuberculosis ditularkan melalui udara dalam bentuk aerosolisasi 3000 droplet nukleus berukuran 5-10 m yang dapat dikeluarkan pada saat batuk, bersin bahkan saat bercakap-cakap, terutama pada pasien dengan Tuberculosis saluran pernapasan. Droplet tersebut mengering dengan cepat, bertahan di udara selama beberapa jam dan masuk kedalam saluran nafas. Selain melalui udara, penularan melalui kulit dan plasenta juga dapat terjadi walaupun sangat tidak umum. Resiko terjangkitnya M. Tuberculosis tergantung pada jumlah M. Tuberculosis yang masih bertahan hidup di udara. Penularan secara outdoor biasanya lebih rendah daripada diruangan tertutup dimana pertukaran udara diluar ruangan berlangsung baik dan ekspose trehadap sinar ultraviolet jauh lebih tinggi. Penularan juga dapat terjadi melalui alat-alat intervensi seperti bronchoscopy atau intubasi endotracheal. Selain melalui udara, penularan juga dapat terjadi melalui abses yang mengandung M. Tuberculosis. Faktor yang mempengaruhi kerentanan tertularnya Mycobacterium tuberculosis adalah lamanya kontak dengan penderita, dan derajat keparahan penyakit. Pasien dengan smear negatif cenderung lebih aman terutama pasien dengan TB ekstra paru. 1,2,4PROSES INFEKSIDropet nukleus cukup kecil untuk masuk kedalam saluran nafas dan mampu bertahan dari proses filtrasi di saluran nafas atas. Sekali terhirup, droplet nukleus dapat mencapai alveoli untuk melakukan invasi dan menimbulkan infeksi. Pada sekitar 5 % pasien yang terinfeksi, M. Tuberculosis mampu berkembang biak dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan dan dapat memberikan pembesaran limfonodus perihilar dan peritracheal serta dapat memberikan gambaran pneumonia lobaris dan merangsang terjadinya reaksi serosa serta efusi pleura. 1,2,4M. tuberculosis kemudian ditelan oleh makrofag alveolar melalui proses introduksi yang melibatkan aktivasi komplemen C3b. Liporabinomannan yang terdapat dalam dinding M. Tuberculosis mampu menghambat peningkatan ion Ca2+ yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada jalur calmodulin yang akan menimbulkan gangguan fusi phagosom dan lisosom sehingga tidak ada percampuran antara bakteri dengan lisosom yang menyebabkan bakteri dapat bertahan dan berkembang biak didalam makrofag. Selain itu faktor yang dapat mendukung pertumbuhan M. Tuberculosis didalam makrofag adalah adanya gen protektif antara lain katG yang memproduksi enzim katalase/peroksidase yang dapat melindungi M.tuberkulosis dari proses oksidatif, gen rpoV yang merupakan gen induk dari beberapa protein penting M. Tuberculosis. Dua gen ini merupakan gen yang penting dalam proses virulensi M. Tuberculosis. Selain itu gen lain seperti erp membantu proses pembentukan protein untuk multiplikasi. 1,2,4Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan sitokin seperti TNF dan IL-1 serta sitokin lainnya untuk merangsang Monosit dan Limfosit T terutama CD4+ yang akan membentuk IFN yang akan mengaktivasi makrofag lainnya. Proses ini dikenal sebagai Macrophage Activating response sedangkan sel CD4+ Th2 akan memproduksi IL 4, IL 5, IL 10 dan IL 13 dan merangsang sistem imun humoral. Sel Dendritik juga berperan dalam mempresentasikan antigen dan merangsang proses imun lebih jauh didalam limfonodus. Tahapan ini dikenal sebagai proses Cell Mediated Immunity. Pada tahapan ini pasien dapat menunjukkan gambaran delayed-type-hypersensitivity terhadap protein tuberkulin. Reaksi ini dapat timbul 48-96 jam setelah injeksi tuberkulin dan bertahan hingga 6 minggu namun sekitar 20 % pasien tidak bereaksi terhadap tes tuberkulin. 1,2,4Pada jaringan, Makrofag tersebut dapat membentuk sel raksasa berinti banyak dan akan membentuk granuloma yang dikelilingi oleh limfosit dan makrofag yang teraktifasi. Pada granuloma, pertumbuhan M. Tuberculosis dapat terhambat karena lingkungan yang rendah oksigen dan derajat keasaman yang rendah. Ketika mengalami proses penyembuhan dapat terbentuk fibrosis. Proses ini dikenal sebagai Tissue Damaging Reponse. Dalam jangka waktu tahunan, granuloma dapat meluas dan membentuk kalsifikasi dan akan tampak dalam gambaran radiologi sebagai densitas radioopaque pada lapangan paru atas, apex paru (fokus Simon), atau limfonodus perihilar. Focus granuloma juga dapat ditemukan pada jaringan lainnya tergantung seberapa luas penyebaran M. Tuberculosis.1,2,4Pada kasus tertentu, pada pusat lesi, material kaseosa mencair, dinding bronchial dan pembuluh darah menjadi rusak dan terbentuklah kavitas. Pada materi caseosa yang mencair terdapat basil M. Tuberculosis dalam jumlah besar yang dapat menyebar ke jaringan paru lainnya dan dapat keluar saluran nafas melalui batuk dan berbicara. 1,2,4Bila tidak timbul penyakit, maka telah terjadi keseimbangan antara sistem imun dan reaksi patologis dari M. Tuberculosis. Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya aktivasi M. Tuberculosis adalah kekuatan sistem imun. Sekitar 10% pasien dengan imunokompeten biasanya akan menderita tuberculosis. 1,2,4Pada pasien dengan infeksi laten, infeksi dapat teraktivasi dalam jangka waktu beberapa tahun, aktivasi dapat terjadi pada hampir semua jaringan karena M. Tuberculosis menyebar secara limfogen. Lokasi tertentu yang lebih sering terjadi reaktivasi adalah jaringan paru. Rekativasi muncul pada fokus granuloma terutama pada apeks paru. Fokus kaseosa yang besar dapat membentuk kavitas pada parenkim paru. 1,2,4

Semakin banyak jumlah basil M. Tuberculosis yang ditularkan maka semakin infeksius. Hal ini dapat dilihat dari jumlah M. Tuberculosis pada sediaan tahan asam. M. tuberculosis dapat dideteksi pada sputum yang mengandung sedikitnya 104 M. Tuberculosis. Pada pasien dengan TB paru berkavitas biasanya lebih infeksius.2V.DIAGNOSISMANIFESTASI KLINISGejala yang muncul awalnya bersifat non spesifik, biasanya ditandai dengan demam baik subfebris hingga febris dan keringat malam, berat badan yang menurun, anoreksia, dan merasa lemas. Pada 80 % kasus ditemukan demam dan tidak adanya demam bukan berati tuberculosis dapat dihilangkan. Dalam sebagian besar kasus, batuk non produktif biasanya muncul minimal selama 2 minggu dan selanjutnya diikuti oleh batuk produktif dengan sputum yang purulen bahkan diikuti bercak darah. Hemoptisis yang masif biasanya muncul sebagai destruksi pembuluh darah pada kavitas terutama pembuluh darah yang berdilatasi pada dinding kavitas (Rasmussen's aneurysm). Nyeri dada biasa juga dirasakan terutama pada pasien dengan lesi pada pleura. Lebih lanjut biasanya pasien akan sesak nafas dan diikuti dengan adult respiratory distress syndrome (ARDS). 1,2,3,4Temuan pemeriksaan fisis cukup terbatas pada TB paru. Terkadang abnormalitas tidak ditemukan pada pemeriksaan thorax. Bunyhi ronkhi biasa ditemukan terutama karena peningkatan produksi sputum. Bunyi wheezing juga terkadang ditemukan akibat obstruksi parsial bronkus dan bunyi amphoric klasik pada kavitas. Terkadang bunyi pernafasan terdengar redup yang berarti menunjukkan ada proses abnormalitas yang cukup parah sebagai komplikasi dari infeksi tuberculosis. Pada keadaan tertentu pasien juga dapat menunjukkan wajah yang pucat serta clubbing finger. 1,3.PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan foto thoraks PA merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk evaluasi tuberculosis paru. Gambaran yang biasanya muncul adalah bercak infiltrat terutama kavitas yang biasanya dapat ditemukan pada 19% hingga 50%. Gambaran lainnya yang biasa muncul adalah infiltrat lobus dan interstitial serta limfadenopati. Pada segmen apeks paru biasa ditemukan gambaran densitas radiopak yang menandakan terbentuknya fibronodular. Pada tahap lanjut lesi ini dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi kavitas yang berdinding tipis. Pada TB paru rekativasi, daerah yang paling sering tampak kelainan yakni, apeks dan segmen posterior lobus kanan, apeks dan segmen posterior lobus kiri, dan segemen superior lobus bawah Lesi pada daerah ini lebih sering terlihat pada pasien dengan diabetes. Efusi pleura pada tuberculosis paru tahap dini juga dapat terlihat terutama pada perkembangan penyakit yang progresif. CT scan biasanya dapat dilakukan untuk menentukan luasnya penyebaran lesi namun biasanya tidak memberikan gambaran khas pada infeksi tahap dini.4,9

Gambar 2. Gambaran radiologis infeksi TB pada paru.(dikutip dari kepustakaan nomor 9.)Pada gambar kiri terdapat gambaran kavitas serta bercak berawan pada lapangan paru kanan atas, sedangkan gambaran CT scan menunjukkan penyebaran bahan infeksius dari kavitas ke sistem tracheobronchial.9

Gambar 3. TB paru primer(dikutip dari kepustakaan nomor 10)Pada gambar diatas, gambar kiri menunjukkan gambaran limfadenopati hilar pada lapangan paru kanan sedangkan gambar kanan adalah gambaran CT scan yang menunjukkan limfadenopati hilar kanan.

Gambar 4. TB paru post primer pada pasien dengan immunodefisiensi.(Dikutip dari kepustakaan nomor 10)

Gambar kiri tampak kavitas dan bercak berawan pada kedua lapangan atas paru dan pada CT scan terdapat gambaran cavitas pada kedua lapangan paru.Dalam hasil analisis laboratorium darah dapat ditemukan leukositosis, limfositik leukopenia atau neutrofilik leukopenia. Ditemukan pula anemia normositik normokrom dan hiponatremia terutama pada pasien dengan penyebaran lesi yang luas.4Apusan sputum dan kultur merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 40-60%. Pada pasien suspek tuberculosis paru, tiga sampel sputum diambil yakni sewaktu, pada pagi hari dan sewaktu. Pada pasien dengan tuberculosis paru, sputum dapat diperoleh dengan proses ekspektorasi atau nebulisasi dengan saline hipertonik, bilasan bronkus atau bahkan dengan bronchoscopy.4,11Induksi sputum dianggap sebagai salah satu cara yang umum dilakukan untuk mendapatkan sputum, terutama dalam keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya pengambilan sputum. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa sputum yang diinduksi dengan nebulisasi Salin 3% memberikan sensitifitas dan spesifitas yang sama dengan teknik diagnosa menggunakan bilasan bronkus.11,12Pengambilan sputum dengan fibreoptic bronchoscopy (FOB) dan transbronchial lung biopsy (TBLB) biasanya sangat membantu dalam menegakkan diagnosa TB. Walaupun demikian FOB merupakan metode yang invasif dan membutuhkan tenaga ahli untuk melakukannya.Selain itu FOB dapat berkontribusi meningkatkan penularan TB.11,12Pada anak-anak, aspirasi cairan lambung juga dapat digunakan untuk mendiagnosa TB dan memberikan hasil yang jauh lebih baik. Aspirasi nasofaringeal, induksi sputum, apusan laring juga dapat dilakukan.13Pemeriksaan apusan sputum dilakukan dengan menggunakan metode tahan asam Ziehl-Neelsen atau Kinyoun dimana bakteri akan tampak bewarna kemerahan dengan latar belakang biru dan putih. Metode pewarnaan lainnya seperti auramine juga dapat dilakukan, dengan pewarnaan ini maka Mycobacterium tuberculosis yang terwarna akan dapat berpendar pada sinaran Ultra Violet. Mycobacterium tuberculosis akan tampak berwarna kuning muda. Akan tetapi hasil apusan sputum bergantung pada jumlah bakteri yang ditemukan pada sampel sehingga dianggap kurang sensitif.1,2,4

Gambar 4. Basil Tahan Asam Mycobacterium Tuberculosis(Dikutip dari kepustakaan nomor 1)

Kultur merupakan gold standard untuk menegakkan diganosis akan tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama. Spesimen diinokulasi di kultur Lwenstein-Jensen atau Middlebrook 7H10 dan diinkubasi pada suhu 37C. Karena pertumbuhannya lambat maka kultur harus ditunggu 4-8 minggu. Selain dari penampakan koloninya yang berwarna persik, tes biokimia juga penting untuk menentukan jenis mycobacterium. Teknik kultur yang cepat sedang dikembangkan untuk memotong waktu pemeriksaan.1,2Analisa cairan tubuh juga dapat dilakukan apabila terjadi infeksi tuberculosis ekstra paru seperti analisa cairan pleura, pericardium dan peritoneal. Biasanya akan ditemukan cairan yang sifatnya eksudat dengan kadar glukosa yang normal hingga rendah. Sampel tersebut dapat digunakan untuk apusan, dan kultur untuk penegakan diagnosa. Nilai spesifiknya mencapai 65% pada cairan peritoneal, 75% pada cairan perikardium dan 85% pada cairan pleura. Biopsi biasa dilakukan terutama untuk mendapatkan bukti adanya pembentukan granuloma. 1,2Pada umumnya diagnosis biasa di tegakkan berdasarkan gejala, temuan radiologi dan respon terhadap pengobatan empiris tanpa konfirmasi kultur. Akan tetapi melihat insidensi resistensi obat yang tinggi maka pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas perlu dilakukan. Secara umum, Mycobacterium tuberculosis perlu diperiksa senstivitas terhadap isoniazid, rifampin, dan ethambutol. Pemeriksaan terhadap sensitivitas obat lainnya juga perlu dilakukan guna mencegah resistensi dan kegagalan pengobatan. 1,2Pada pasien dengan infeksi tuberculosis laten, Tuberculin Skin Test dapat dilakukan. Pada tahun 1891, Robert Koch menemukan komponen Mycobacterium tuberculosis yang disebut tuberculin. Komponen ini mampu merangsang reaksi kulit ketika diinjeksi secara subkutan pada pasien dengan tuberculosis. Pada tahun 1932, Seibert dan Munday memurnikan produki ini dengan presipitasi amonium sulfat yang dikenal sebagai tuberculin purified protein derivative (PPD). Tahun 1941 tes ini dijadikan sebagai tes standar diagnosa. Keterbatasan terbesarnya adalah spesifitas yang rendah karena protein tersebut banyak disekresikan oleh varian mycobacterium lainnya. Dan yang perlu diperhatikan hasil tes tuberkulin juga positif pada pasien dengan imunisasi BCG dan infeksi mycobacterium lainnya. 1,2IGRAs atau IFN- Release Assays merupakan tes yang lebih spesifik dibandingkan tes tuberkulin. IGRAs juga tampak lebih sensitif dalam mendeteksi tuberculosis aktif dan tuberculosis laten. Keuntungan lainnya dari IGRAs terletak pada kemampuannya untuk mengurangi hasil yang subjektif terutama pada skin test.1Saat ini terdapat 2 jenis pemeriksaan IFN- yang dapat bereaksi dengan antigen ESAT-6 dan CFP-10 Mycobacterium tuberculosis yakni QuantiFERON-TB Gold (Cellestis Ltd., Carnegie, Australia) yang menggunakan prinsp enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk mengukur kadar IFN-, dan T-SPOT.TB (Oxford Immunotec, Oxford, UK) yang menggunakan enzyme-linked immunospot (ELISpot). Studi komparatif pemeriksaan IGRAs dengan metode ELISpot memiliki sensitifitas lebih tinggi dibanding ELISA.1Amplifikasi asam nukleat merupakan cara lain dalam mendiagnosa tuberculosis. Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosa dalam hitungan jam dengan spesifitas dan sensitivitas yang tinggi. Tes ini biasa digunakan sebagai konfirmasi cepat untuk pasien dengan BTA positif maupun negatif. Selain itu semua tahap pengerjaan dilakukan dengan mesin sehingga mengurangi resiko infeksi tuberculosis pada pekerja laboratorium 1,2,14,15Tes ini juga berperan untuk menentukan gen yang mengalami mutasi yang juga menjadi sumber masalah resistensi pengobatan TB antara lain gen rpoB yang menimbulkan resistensi rifampicin, dan gen lainnya inh A dan katG untuk INH, dan gen gyr untuk resistensi fluoroquinolon sehingga kasu MDR-TB dapat diketahui dengan cepat. Salah satu tes amplifikasi asam nukleat yang direkomendasikan oleh WHO yakni Xpert() MTB/RIF assay 5,15,16VI. DIAGNOSA BANDINGBanyak diagnosa banding yang dapat dikemukakan karena tuberculosis dapat menimbulkan infeksi yang sistemik yang menyerupai penyakit lainnya . Beberapa diagnosa banding Tuberculosis Paru yang mungkin dapat dipertimbangkan antara lain Actinomycosis, Aspergillosis, Bronchiectasis, Histoplasmosis, Abses paru, Keganasan, Nocardiosis, dan pneumonia.17VII. PENATALAKSANAAN1. Pada pasien yang baru pertama kali menderita TuberkulosisRekomendasi pertama adalah pemberian 2HRZE/4HR kecuali pada penderita TB sistem saraf pusat, TB tulang yang membutuhkan terapi lebih lama. Rekomendasi kedua adalah pemberian 2HRZE/6HE. Pemberian tiga kali seminggu Isoniazid dan rifampicin(2HRZE/4(HR)3) pada fase lanjutan merupakan pilihan lain yang dapat dilakukan namun perlu dilakukan pemantauan ketat menelan obat. Pemberian regimen tiga kali seminggu baik pada fase intensif maupun fase lanjutan (2(HRZE)3/4(HR)3) merupakan alternatif terakhir yang dapat diberikan asalkan pasien tidak tinggal dalam lingkungan yang rentan dengan infeksi HIV. Secara umum pemberian regimen pengobatan setiap hari lebih diutamakan karena angka keberhasilan pengobatan lebih tinggi dibanding dengan metode pemberian 3 kali seminggu.18WHO tidak lagi menyarankan pemberian ethambutol pada fase intensif pasien dengan TB non-kavitas, BTA Negatif atau TB ekstraparu pada pasien dengan HIV negatif. Namun demikian, walaupun masih tergolong lemah bukti, pada pasien yang tinggal di negara dengan resistensi isoniazid yang tinggi, pemberian Ethambutol pada fase lanjutan dapat dipertimbangkan walaupun dengan resiko gangguan visual yang tinggi. 18Pada pasien TB yang positif mengidap HIV dan pasien yang tinggal dalam lingkungan beresiko tinggi terinfeksi HIV, regimen yang diberikan adalah regimen harian baik pada fase intensif dan lanjutan. Pada keadaan tertentu dimana pasien tidak dapat menerima terapi harian, pemberian obat tiga kali seminggu tetap dapat dipertimbangkan. 18

Tabel 1. Dosis Antituberculosis pada dewasa.(dikutip dari kepustakaan nomor 18)

MONITORING TERAPIPada pasien TB paru baik pasien baru maupun pasien relaps yang ditangani dengan regimen lini pertama, pemeriksaan sputum dilakukan setelah fase intensif selama 2 bulan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa hasil apusan tahan asam bukan merupakan indikator utama untuk menentukan kegagalan terapi.18Bila pasien menunjukkan hasil positif pada smear bulan kedua, makan pemeriksaan smear tahan asam dilanjutkan pada bulan ketiga. Bila hasil pada bulan ketiga masih menunjukkan hasil positif maka harus dilakukan kultur sputum dan tes sensitivitas antibiotik. Pemeriksaan tetap dilanjutkan hingga bulan ke 5 dan ke 6. Bila masih positif maka pengobatan dianggap gagal. 18

Tabel 2. Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB baru dengan regimen lini pertama(dikutip dari kepustakaan nomor 18)

Pada pasien yang diobati dengan regimen rifampicin, bila hasil smear ditemukan positif pada fase intensif yang sudah selesai, tidak direkomendasikan untuk memperpanjang fase intensif. 18Pada pasien yang sudah pernah mendapat pengobatan sebelumnya, pasien perlu menjalani tes kultur sputum dan sensitivitas antibiotik rifampicin dan isoniazid sebelum memulai pengobatan. Di negara dengan tes sensitivitas antiobitik yang rutin dilakukan, regimen pengobatan mengacu pada hasil tes sedangkan pada negara yang jarang menjalankan tes sensitivitas antibiotik, pengobatan didasarkan pada empirisme atau regimen MDR-TB. 18Regimen yang dapat diberikan pada pasien dengan relaps dengan pengobatan lini pertama adalah 2HRZES/1HRZE/5HRE dengan catatan bahwa negara tersebut tergolong negara dengan insidensi MDR yang rendah. 18

Tabel 3. Pedoman Monitoring Sputum pada pasien TB retreatmen dengan regimen lini pertama(dikutip dari kepustakaan nomor 18)

Saat ini obat kombinasi tetap atau Fixed Drug Combination (FDC) sering digunakan walaupun dalam kenyataanya WHO belum mengkaji lebih lanjut mengenai FDC. Akan tetapi WHO tetap merekomendasikan penggunaan FDC untuk mencegah insidensi obat yang tidak terminum yang berujung pada resistensi pengobatan.18PENATALAKSANAAN TB DENGAN INFEKSI HIVBanyak pendapat mengenai bagaimana pemberian anti tuberculosis pada penderita HIV, berbagai pendapat berkembang mengenai apakah pemberian antiretroviral sebaiknya diberikan bersamaan atau beberapa minggu berikutnya.Sebuah studi yang dilakukan oleh Daine et al terhadap 809 pasien membandingkan antara kelompok penderita TB-HIV positif dengan CD4+