tasawuf

Upload: hanif-budi-primadi

Post on 16-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

artikel

TRANSCRIPT

  • 1 Meresume dan Menganalisis Penelitian Tasawuf A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    A. Resume Tesis A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual

    Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    Muhammadiyah secara formal memang menolak adanya tasawuf, karena

    menurut Muhammadiyah, seringkali diselewengkan menjadi sebuah tarekat

    dengan praktek-praktek ritual yang sangat kental. Di Muhammadiyah sendiri

    tidak ada istilah dan kegiatan tawash-shulan, yasinan, tahlilan atau manaqiban

    seperti yang dipunyai NU. Tapi bukan berarti bahwa amalan-amalan tasawuf dan

    dzikir tidak dilakukan oleh warga Muhammadiyyah. Amalan-amalan tasawuf

    dapat diterima oleh mereka selama amalan tasawuf menjadi praktik individual,

    dengan tujuan untuk meningkatkan akhlak terpuji masing-masing individu.

    Muhammadiyah juga sangat menganjurkan para anggotanya untuk

    memperbanyak shalat sunnat, dzikir dan wirid, serta mengedepankan sikap

    ikhlas dalam beraktivitas.

    Secara umum berdasarkan landasan dasar Muhammadiyah tidak dijumpai

    adanya konsep tasawuf secara formal seperti yang umum dilakukan dikalangan

    NU, yang ada hanyalah tasawuf substantive atau nilai-nilai tasawuf yang

    diterapkan sesuai dengan ajaran dasar Quran dan Sunnah. Namun dalam

    Muhammadiyah sendiri terdapat tiga sikap dikalangan intelektual

    Muhammadiyah terkait dengan eksistensi tasawuf yaitu menolak secara total,

    terbuka terhadap keberadaan tasawuf dan sikap yag terakhir adalah akomodatif

    terhadap adanya tasawuf.

    1. Menolak secara total eksistensi tasawuf

    Kalangan yang pertama adalah yang menolak, karena mereka

    beranggapan beribadah adalah suatu konsep yang sudah paten dan tidak boleh

    mengada-ada. Apabila kedua hal ini yang dilakukan maka akan timbul kekacauan

    dalam beribadah. Dalam kacamata Muhammadiyah, landasan utama yang

    mendasari setiap ibadah umat islam adalah Quran dan Sunnah, sehingga apabila

    di dalam Quran dan Sunnah tidak ada konsep tertentu tentang suatu ibadah,

    tasawuf misalnya, secara otomatis maka hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Penolakan terhadap tasawuf juga dikarenakan tasawuf tidak ditemukan dan

    dirumuskan dalam ajaran Islam. Pedoman dasarnya adalah segala sesuatu yang

    dilakukan oleh Nabi Muhammad dan terdapat dalam Quran dan Sunnah maka

  • 2 Meresume dan Menganalisis Penelitian Tasawuf A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    itulah yang dilakukan. Contohnya adalah dalam bacaan takbir tahmid sebanyak

    33 kali setelah bada Isya, ini boleh dilakukan dikarenakan sesuai ajaran

    Rosulullah tetapi bacaan Ya Latif sebanyak 33 kali itu tidak ada dalam ajaran

    Islam. Sikap penolakan terhadap tasawuf juga didasarkan atas rumusan dasar

    bahwa ijtihad dalam bidang ibadah adalah haram. Berijtihad hanyalah untuk

    aspek-aspek keduniawian saja.

    Kalangan ini berpendapat demikian karena mereka berlandaskan

    Muqadimah Anggaran Dasar, MKCHM, Pedoman Islami Warga Muhammadiyah, dan

    Kepribadian Muhammadiyah. Karena di dalamnya tidak terdapat landasan

    tentang tasawuf dan tidak dikenal, maka tasawuf dianggap sesuatu yang bidah

    dan tidak sesuai dengan nilai nilai ajaran islam.

    2. Bersikap terbuka terhadap tasawuf

    Kalangan kedua ini beranggapan bahwa konsep tasawuf secara formal

    dalam Muhammadiyah memang tidak dikenal, yang ada hanyalah dzikir. Dzikir

    dipahami oleh kalangan ini karena memang dianjurkan dalam ajaran islam, bukan

    karena dzikir sebagai entitas dalam tasawuf. Dzikir dalam Muhammadiyah

    adalah konsep dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah, sehingga tidak dikenal dzikir

    yang diucapkan sebanyak 99 kali, 4444 kali, 1000 kali atau sebagainya. Perintah

    untuk memperbanyak dzikir memang ada dalam ajaran islam dengan maksud

    untuk lebih memahami suatu amal perbuatan ibadah tertentu tetapi secara

    khusus penyebutan angka untuk dzikir tidak ada. Dzikir memang dipraktekkan

    sebagaimana mestinya dalam Muhammadiyah dan semakin banyak, semakin

    bagus.

    Terkait dengan jumlah dzikir yang harus dibatasi, semisal, 99 kali, 4444

    kali, 1000 kali atau sebagainya serta apabila tidak sesuai dengan jumlah yang

    telah ditentukan baik itu kurang atau kelebihan maka tidak maqbul, ini yang

    tidak diterima dalam Muhammadiyah. Tasawuf dalam pandangan kelompok ini

    adalah mengamalkan apa yang disebutkan HAMKA sebagai Tasawuf Modern.

    Terkait dengan pengamalan dzikir, dapat dilakukan dalam bentuk ucapan yang

    dalam aplikasinya diserahkan menurut pribadi individu masing-masing. Kelompok

    ini menyadari ada kesan Muhammadiyah mengalami kegersangan bacaan-bacaan

    dzikir tetapi sesungguhnya Yasinan, Tahlilan itu ada dalam Muhammadiyah, yang

    ditolak hanyalah tawasul dan khadroh. Hal ini dikarenakan dalam konteks islam

  • 3 Meresume dan Menganalisis Penelitian Tasawuf A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    Muhammadiyah tawasul tidak melalui orang perorangan melainkan melalui amal

    dan berbuatan secara nyata.

    3. Akomodatif terhadap tasawuf

    Kalangan yang ketiga adalah kalangan yang beranggapan tasawuf tidak

    sering ditemui di dalam Muhammadiyah. Konsep yang digunakan oleh

    Muhammadiyah untuk terminologi spiritualitas ini lebih sering disebut dengan

    istilah akal dan hati suci sebagaimana yang diungkapkan oleh Munir Mulkhan

    atau irfan atau makna khususnya adalah ilmu pengetahuan tertentu yang

    diperoleh tidak melalui indera maupun pengalaman (empirisme &

    eksperimentasi), tidak pula melalui rasio atau dari cerita orang lain, melainkan

    melalui penyaksian rohani dan penyingkapan batiniah. Kemudian fakta tersebut

    digeneralisasikan menjadi suatu proposisi yang bisa menjelaskan makna

    penyaksian dan penyingkapan tersebut antara lain melalui argumentasi rasional

    (misalnya dalam filsafat iluminasi (Isyraqiyah).

    Tasawuf dalam Muhammadiyah menurut golongan ini adalah Spiritualitas

    yang Syariahistik yang menyatu dalam konsep akhlak, ikhsan dan irfan.

    Penolakan mengenai tasawuf dalam Muhammadiyah selain tidak mendapat

    legalitas dalam Quran dan Sunnah tasawuf secara formal tidak ada didalam

    ajaran Islam, tetapi landasan dasar segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang

    haruslah di orientasikan pada rihdo Allah dan selalu dalam pengamatan Allah

    yang dalam aplikasinya menuju arah individualisasi spiritualistis.

    Orientasi pandangan tasawuf kelompok ini adalah tasawuf yang mengikuti

    perkembangan jaman, dengan berpendapat bahwa tasawuf akan menjadi hal

    yang positif, bahkan sangat positif ketika tasawuf ditempatkan dan dilaksanakan

    dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah dengan muatan-muatan

    peribadatan yang telah dirumuskan sendiri oleh Al-Quran dan As-Sunnah yaitu,

    mana yang diwajibkan dan yang dihalalkan, yang halal dikerjakan dan yang

    haram dikerjakan, maka harus ditinggalkan.

    Sementara itu wajah peribadatan seharusnya berkolerasi antara ibadah

    yang hablunminallah (ibadah murni) dengan ibadah yang hablunminannas

    (ibadah sosial nyata). Selain itu, tasawuf hendaknya juga dilaksanakan dalam

    bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan sosial yang tinggi dalam arti

    kegiatan yang dapat mendukung pemberdayaan umat Islam dari kemiskinan

  • 4 Meresume dan Menganalisis Penelitian Tasawuf A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan mentalitas yang dengan

    demikian jika umat Islam ingin berkorban maka ada hal atau barang yang akan

    dikorbankan, kalau ingin mengeluarkan zakat maka ada kekayaan yang akan

    diberikan kepada orang yang berhak dan sebagainya. Untuk itu, bukan tradisi

    pandangan tarekat yang cenderung membenci dunia yang patut diangkat

    kembali, melainkan roh asli tasawuf yang semula bermaksud untuk zuhud

    terhadap dunia, yaitu sikap hidup agar hati tidak dikendalikan oleh keduniawian.

    Intinya tasawuf akan memiliki efek negatif bila dilaksanakan dengan berbentuk

    kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran Islam yang telah terumus dalam Al-

    Quran dan Al-Hadits. Tasawuf dalam kalangan Muhammadiyah ini adalah

    tasawuf modern HAMKA yang lebih subtantif antara logika dan ajaran islam.

    B. Analisis Terhadap Tesis A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan

    intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo

    Semarang.

    Dalam tesis A. Syaroni Tisnowijaya yang berjudul Tasawuf dikalangan

    intelektual Muhammadiyah Kota Semarang, yang menyatakan bahwa dalam

    intelektual Muhammadiyah Kota Semarang, ada tiga kalangan yang

    berpandangan berbeda tentang tasawuf, yaitu menolak secara total eksistensi

    tasawuf, bersikap terbuka pada tasawuf, dan akomodatif terhadap tasawuf.

    Semestinya, kalangan yang menolak secara total eksistensi tasawuf dikarenakan

    tidak ada dalam ajaran Quran dan Sunnah tidak mendeskritkan tasawuf sebagai

    sesuatu yang bidah atau lainnya, karena konteks keberadaan tasawuf dan

    kalangan yang melakukannya khususnya di nusantara adalah sebagai bentuk

    peleburan ajaran islam dengan budaya sebagaimana yang dilakukan para

    waliyullah. Berpendapat bahwa tasawuf adalah sesuatu yang bidah memang

    mudah jika keberadaan tasawuf secara teritori ada pada wilayah jazirah arab,

    seperti apa yang dilakukan oleh aliran wahabiyah yang mentasbihkan dirinya

    sebagai islam yang pure (murni).

    Namun karena keberadaan tasawuf yang dibahas ada pada teritori

    nusantara, maka sikap yang diambil adalah cooperative sebagai mana dalam

    ajaran islam hablunminannas. Sikap secara frontal seperti apa yang dilakukan

    oleh wahabiyah cenderung mengakibatkan perpecahan antar aliran agama islam,

  • 5 Meresume dan Menganalisis Penelitian Tasawuf A. Syaroni Tisnowijaya Tasawuf dikalangan intelektual Muhammadiyah Kota Semarang dari IAIN Sunan Kalijogo Semarang.

    perpecahan seperti saat ini menjadi celah bagi kepentingan lain untuk

    memasukkan paham sekularisme pada islam. Sejatinya dalam tasawuf maupun

    non tasawuf memiliki tujuan yang sama yaitu keridhoan Allah, namun jalan yang

    ditempuh berbeda, individu yang bertasawuf lebih memaknai dirinya untuk lebih

    mendekatkan diri dengan Allah dan meyakini bahwa apa yang ada di dunia ini

    sebagai sesuatu yang fana atau semu. Dan yang non tasawuf sebaliknya, yaitu

    menganggap apa yang ada di dunia adalah sebagai jalan untuk menuju keridhoan

    Allah dengan melakukan perbuatan yang halal.

    Pola pikir seperti kalangan Muhammadiyah yang bersikap terbuka, dan

    bersikap akomodatif pada tasawuf semestinya terus dilestarikan, karena

    pemikiran seperti itu menyadari bahwa islam di nusantara memang sulit

    dilepaskan dari faktor budaya, karena memang karakteristik budaya ke timuran

    yang sangat memperdulikan unggah ungguh pada orang orang terdahulu.

    Hal yang perlu di garis bawahi dalam kajian ini adalah, adanya sikap saling

    mengormati antar golongan, dan individu dalam islam. Tidak perlu meributkan

    mana golongan yang paling benar dengan mendiskretkan golongan islam yang

    lain, semasih bertujuan kepada keridhoan Allah maka semua golongan islam

    adalah golongan yang berada pada jalur keislamannya.