tafsir alfatihah

23
TAFSIR AL-FATIHAH A. TEKS AYAT B. TERJEMAH AYAT 1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam; 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang; 4. Yang menguasai Hari Pembalasan. 5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. 6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus; 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. C. PENJELASAN UMUM Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas ulama diturunkan di Mekkah. 1 Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain lagi, 1 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al- Ilmiyyah, 2000), juz 1, hal. 17. 1

Upload: abdurrasyid-ridha

Post on 24-Jun-2015

89 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalah ringkas tentang Tafsir Al-Fatihah dari berbagai mufassir klasik dan kontemporer.

TRANSCRIPT

Page 1: Tafsir AlFatihah

TAFSIR AL-FATIHAH

A. TEKS AYAT

B. TERJEMAH AYAT

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam;

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang;

4. Yang menguasai Hari Pembalasan.

5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami

meminta pertolongan.

6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus;

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;

bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang

sesat.

C. PENJELASAN UMUM

Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas ulama

diturunkan di Mekkah.1 Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti

Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain lagi, surat

ini diturunkan dua kali, sekali di Mekkah, sekali di Madinah.2 Ia merupakan

surat pertama dalam daftar surat Al-Qur’an. Meski demikian, ia bukanlah

surat yang pertama kali diturunkan, karena surah yang pertama kali diturunkan

adalah Surah al-Alaq.3

Surat ini dinamakan al-fatihah (pembuka) karena secara tekstual ia

memang merupakan surat yang membuka atau mengawali Al-Qur’an, dan

1 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), juz 1, hal. 17. 2 ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), juz 1, hal. 15. 3 Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H), juz 1, hal. 206.

1

Page 2: Tafsir AlFatihah

sebagai bacaan yang mengawali dibacanya surah lain dalam shalat.4 Selain al-

Fatihah, surat ini juga dinamakan oleh mayoritas ulama dengan Ummul Kitab.

Namun nama ini tidak disukai oleh Anas, al-Hasan, dan Ibnu Sirin. Menurut

mereka, nama Ummul Kitab adalah sebutan untuk al-Lauh al-Mahfuzh.5 Selain

kedua nama itu di atas, menurut as-Suyuthi memiliki lebih dari dua puluh

nama, di antaranya adalah al-Wafiyah (yang mencakup)6, asy-Syafiyah (yang

menyembuhkan), 7 dan as-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang).8

Dinamakannya Al-Fatihah sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab)

adalah karena ia mengandung seluruh tema pokok dalam Alquran, yaitu tema

pujian kepada Allah yang memang berhak untuk mendapatkan pujian, tema

ibadah dalam bentuk perintah maupun larangan, serta tema ancaman dan janji

tentang hari kiamat.9 Dengan kata lain, al-Fatihah mencakup ajaran-ajaran

pokok dalam Islam, yaitu ajaran tentang tauhid, kepercayaan terhadap Hari

Kiamat, cara beribadah, dan petunjuk dalam menjalani hidup.

D. KEUTAMAAN AL-FATIHAH

Paling tidak ada, ada dua keutamaan Surah al-Fatihah, pertama:

membaca Surah Al-Fatihah adalah salah satu rukun dalam shalat. Dengan

demikian, ia pun selalu dibaca dalam setiap shalat. Hal ini berdasarkan sabda

Nabi Muhammad SAW:

حبان( ابن )رواه ابتكال ةحاتفب أرقي ال نمل ةالص الTidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Surah al-Fatihah (H.R. Ibnu Hibban).10

4 Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz 1, hal. 101. 5 Ibid. 6 Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974), juz 1, hal. 190.7 Ibnu Jazi, at-Tashil fi Ulum at-Tanzil, juz 1, hal. 61.8 Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar, Adhwa al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz 2, ha. 315. 9 Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Quran wa as-Sab’i al-Matsani, juz 1, hal. 35. 10 Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim, Shahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1993), juz 5, hal. 81.

2

Page 3: Tafsir AlFatihah

Keutamaan kedua adalah bahwa al-Fatihah merupakan surat paling

agung dalam Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

%بي# دعاني الن ل,ي ف** ال كنت أص** %ى ق** عيد بن المعل عن أبي س**,ي ه إن ول الل**% %م فلم أجب**ه قلت ي**ا رس** ل %ه علي**ه وس** صل%ى اللول إذا س** ه وللر% تجيبوا لل**% %ه }اس** كنت أصل,ي قال ألم يقل الل,مك أعظم سورة@ في القرآن قبل أن دعاكم{ ثم% قال أال أعلرج قلت ي**ا تخرج من المسجد فأخذ بيدي فلم%ا أردن**ا أن نخ**%ك أعظم سورة@ من القرآن قال ,من %ك قلت ألعل %ه إن رسول اللرآن العظيم بع المثاني والق** %ه رب, العالمين هي الس% الحمد لل

%ذي أوتيته 11 .ال

Dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla, ia berkata, Saya sedang shalat, lantas Nabi SAW memanggilku, dan aku tidak menyahut panggilan beliau. (Usai shalat), aku pun menemui beliau dan berkata, “Ya, Rasulullah, saya sedang shalat.” Beliau lalu bersabda, “Bukankan Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS. Al-Anfal: 24)?” Kemudian, beliau kembali bersabda, “Maukah kau kuajari sebuah surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar masjid, aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, ‘Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?’” Maka beliau bersabda, “(Surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.”

E. TENTANG BACAAN TA’AWWUDZ DAN BASMALAH

1. TA’AWWUDZ

Istilah ta’awudz atau ( تعوذ) istia’adzah ( استعاذة) digunakan

untuk merujuk kepada ungkapan permohonan untuk meminta

perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Permohonan perlindungan

11 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H), juz 12, hal. 450.

3

Page 4: Tafsir AlFatihah

demikian tersebut merupakan perintah Allah setiap kali seseorang hendak

membaca Alquran. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:

Apabila kau membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS. An-Nahl: 98)

Menurut mayoritas ulama, ungkapan ta’awudz itu adalah: 12

يطان من بالله أعوذ جيم الش% الر%

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Ungkapan ta’awudz tersebut, menurut ijma ulama, bukanlah

termasuk ayat Alquran dan bukan pula termasuk salah satu ayat.13 Meski

diperintah untuk dibaca sebelum membaca Alquran, namun perintah

tersebut bukanlah sebagai perintah wajib, namun hanyalah sunnah (nadb).

Hal ini sesuai pula dengan pandangan mayoritas (jumhur) ulama.14

Sedangkan sebagian ulama lain, seperti Atha menyatakan bahwa ta’awudz

merupakan perintah wajib pada setiap kali membaca Alquran.15

Dalam beribadah, manusia bisa tergelincir kepada sikap pamer

(riya) dan sombong (ujub). Karena itulah, saat membaca Alquran, kita

dianjurkan untuk membaca ta’awudz, agar selamat dari sikap sikap riya

dan ujub yang notabene berasal bisikan setan.16 Di samping itu, setan

selalu menempatkan dirinya sebagai musuh bagi manusia. Setan

bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah

menceritakan sumpah setan ini di dalam Al Quran,

Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka. (Qs. Shad: 82-83)

12 Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz 1, hal. 86. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin as-Sayuthi, ad-Durr al-Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), juz 5, hal. 165. 16 Muhammad ath-Thahir bin Muhammad bin bin Muhammad at-Thahir bin Asyur at-Tunisi, at-Tahrir wa at-Tanwir, juz 8, hal. 203.

4

Page 5: Tafsir AlFatihah

Isti’adzah/ta’awwudz (meminta perlindungan) adalah bentuk tauhid

kepada Allah dengan hanya memohon perlindungan kepada-Nya. Karena

itulah, memohon perlindungan kepada selain Allah adalah kesyirikan.

Orang yang baik tauhidnya akan senantiasa merasa khawatir dirinya

terjerumus dalam kesyirikan. Sebagaimana Nabi Ibrahim yang demikian

takut kepada syirik sehingga beliau berdoa kepada Allah,

Dan jauhkanlah aku serta anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

2. BASMALAH

Basmalah atau tasmiyah adalah merujuk kepada ungkapan:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Para ulama Madinah, Bashrah, dan Syam menganggap bahwa

basmalah bukanlah termasuk ayat Alquran, termasuk bukan ayat dalam

Surah Al-Fatihah, kecuali dalam surah an-Naml.17 Adanya basmalah

hanyalah berfungsi sebagai pemisah antara satu surah dengan surah lain

serta demi mencari keberkahan karena mengawali membaca Alquran

dengan basmalah. Pendapat seperti ini pula yang dipilih Imam Hanafi dan

para pengikutnya. Karena itulah, mereka selalu membaca secara perlahan

(sirr) di dalam shalat.18

Sedangkan menurut Imam Syafi’i, basmalah adalah awal ayat

dalam surah al-Fatihah,19 karena itulah dalam mazhab Syafi’i, basmalah

diucapkan secara jelas (jahr).20 Menurut Ibnu Abbas, basmalah adalah

awal ayat pada setiap surah.21

17 Ibnu Jazi, at-Tashil fi Ulum at-Tanzil, juz 1, hal. 58. 18 Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, (Beirut: Dar at-Turats al-Arabi, tt.), juz 1, hal. 45. 19 Ibnu Jazi, at-Tashil., loc. cit.20 Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf., loc. cit.21 Ibnu Jazi, at-Tashil., loc. cit.

5

Page 6: Tafsir AlFatihah

Dalam mushaf Utsmani, basmalah tidak dicantumkan di awal

Surah al-Bara’ah (at-Taubah). Di dalam al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, hal

ini karena sesuai dengan adat istiadat orang Arab. Jika mereka

mengadakan sebuah perjanjian antara satu kelompok dengan kelompok

lain, lantas satu pihak hendak membatalkan perjanjian itu, maka pihak

tersebut mengirimkan sebuah surat dan tidak mencantumkan kalimat

basmalah di awal surat sebagaimana kebiasaan mereka mengirimkan

surat.22 Hal ini sesuai dengan isi surah al-Bara’ah yang membatalkan

perjanjian perdamaian antara orang Islam dengan orang kafir.

Menurut pendapat lain yang lebih kuat, tidak dicantumkannya

basmalah dalam surah al-Bara’ah karena sebenarnya surah al-Bara’ah

adalah masih satu surah dengan surah sebelumnya, yaitu al-Anfal. Surah

al-Anfal adalah bagian awal surah, dan surah al-Baraah adalah bagian

akhir surat. Apalagi isi dan kisah yang ada dalam kedua surah itu memang

mirip sekali.23

Pendapat lain menyatakan bahwa tidak dicantumkannya basmalah

dalam surah at-Bara’ah karena tidak adanya kesesuaian antara basmalah

yang mengandung makna kasih sayang (rahmat) dengan makna

pemutusan hubungan perjanjian (tabarru) yang terdapat di awal surah al-

Bara’ah. Namun pendapat ini ditolak oleh sebagian ulama. Karena ternyata

banyak ada beberapa awal surat yang menggunakan kata wail (celaka),

namun tetap didahului dengan basmalah. Padahal kata wail tidak sesuai

dengan makna kasih sayang yang terdapat dalam basmalah.24

F. TAFSIR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

22 Az-Zarkasyi, Al-Burhan., op. cit., juz 1, hal. 263.23 Ibid. 24 Ismail Haqqi bin Musthafa al-Istambuli, Tafsir Ruh al-Bayan, (Kairo: Dar at-Turats al-Arabi, tt), juz 3, hal. 290.

6

Page 7: Tafsir AlFatihah

Kalimat basmalah tersebut bermakna: “Aku memulai bacaanku ini

seraya memohon berkah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Idiom

“nama Allah” berarti mencakup semua nama di dalam Asmaul Husna.

Seorang hamba harus memohon pertolongan kepada Tuhannya. Dalam

permohonannya itu, ia bisa menggunakan salah satu nama Allah yang

seusai dengan permohonannya. Permohonan pertolongan yang paling

agung adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan yang paling utama

lagi adalah dalam rangka membaca kalam-Nya, memahami makna kalam-

Nya, dan meminta petunjuk-Nya melalui kalam-Nya.25

Allah adalah Dzat yang harus disembah. Hanya Allah yang berhak

atas cinta, rasa takut, pengharapan, dan segala bentuk penyembahan. Hal

itu karena Allah memiliki semua sifat kesempurnaan, sehingga membuat

seluruh makhluk semestinya hanya beribadah dan menyembah kepada-

Nya.26

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki

semua sifat kesempurnaan dan karena telah memberikan berbagai

kenikmatan, baik lahir maupun batin; serta baik bersifat keagamaan

maupun keduniawian. Di dalam ayat itu pula, terkandung perintah Allah

kepada para hamba untuk memuji-Nya. Karena hanya Dialah satu-satunya

yang berhak atas pujian. Dialah yang menciptakan seluruh makhluk di

alam semesta. Dialah yang mengurus segala persoalan makhluk. Dialah

yang memelihara semua makhluk dengan berbagai kenikmatan yang Dia

berikan. Kepada makhluk tertentu yang terpilih, Dia berikan kenikmatan

berupa iman dan amal saleh.27

25 Abdurrahman bin Nashir bin as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulash Tafsir al-Qur’an, (Saudi Arabia: Wizarah asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Da’wah wa al-Irsyad al-Mamlakah al-Arabiyyah as-Su’udiyyah, 1422 H), hal. 10. 26 Ibid.27 Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, et.al, at-Tafsir al-Muyassar, hal. 8.

7

Page 8: Tafsir AlFatihah

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Kedua kata tersebut adalah kata sifat yang berakar pada satu kata,

yaitu ar-rahmah. Secara bahasa, kata rahmat berarti kasih di dalam hati

yang mendorong timbulnya perbuatan baik. Makna bahasa ini kurang tepat

untuk menggambarkan sifat Allah. Karena itulah, para ulama lantas lebih

sepakat untuk menyatakan bahwa kasih sayang adalah sifat yang ada

dalam Dzat Allah. Kita tidak mengetahui bagaimana hakikatnya. Kita

hanya menyadari efek dari sifat kasih sayang-Nya, yaitu berupa

kebaikan.28

Banyak para ulama yang membedakan antara makna ar-Rahman

dan ar-Rahim. Sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah yang

memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya. Sedangkan sifat

ar-Rahim adalah sifat kasih sayang-Nya yang memberikan kenikmatan

secara khusus untuk orang-orang mukmin saja. Sebagian ulama lain

menyatakan bahwa sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah

yang memberikan kenikmatan yang bersifat umum. Sedangkan sifat ar-

Rahim merupakan sifat kasih Allah yang memberikan kenikmatan yang

bersifat khusus.29

Menurut Syekh Thanthawi Jauhari, kata ar-Rahman merupakan

sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Allah

merupakan sumber kasih sayang dan kebaikan. Sedangkan kata ar-Rahim

adalah sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan perbuatan, yaitu

bagaimana sampainya kasih sayang dan kebaikan Allah kepada para

hamba-Nya yang diberi kenikmatan.30

28 Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, juz 1, hal. 1. 29 Ibid.30 Ibid.

8

Page 9: Tafsir AlFatihah

Yang menguasai di hari Pembalasan

Dalam ayat ini, terdapat dua macam qiraat. Ashim, al-Kisa’i, dan

Ya’qub membacanya dengan , huruf mim dibaca panjang (mad).

Sedangkan para qari yang lain membacanya dengan , huruf mim tidak

dibaca panjang (mad). Meski bisa dibaca dengan dua cara, kata tersebut

memiliki makna yang sama. Sebagian ulama menyatakan bahwa kata al-

Maalik atau al-Malik bermakna Yang Maha Kuasa untuk menciptakan

sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Tidak ada yang mampu melakukan hal

itu kecuali Allah SWT. 31

Menurut Ibnu Abbas, Muqatil, dan as-Sadi, ayat tersebut berarti

“yang memutuskan di hari perhitungan.” Menurut Qatadah, kata ad-din (

berarti pembalasan. Dalam hal ini, pembalasan berlaku atas semua (الدين

kebaikan dan keburukan. Sedangkan menurut Muhammad bin Ka’ab al-

Qarzhi, ayat tersebut bermakna “yang menguasai hari ketika tak ada lagi

yang bermanfaat kecuali agama.” Menurut pendapat lain, kata ad-din

berarti ketaatan. Dengan demikian, yaum ad-din berarti hari ketaatan. 32

Saat itu, hanya ketaatan hamba kepada Tuhan yang menyelamatkannya

dari siksaan neraka.

Mengapa dikatakan Allah menguasai hari pembalasan? Bukankah

Allah juga menguasai semua hari? Hal itu karena pada hari pembalasan,

semua kekuasaan lenyap. Tak ada kekuasaan dan pemerintahan kecuali

hanya milik-Nya semata. Hal ini sesuai dengan ayat-Nya yang lain yang

berbunyi: Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan

Tuhan yang Maha Pemurah (QS. Al-Furqan; 26). 33

31 Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997), juz 1, hal. 53. 32 Ibid. 33 Ibid.

9

Page 10: Tafsir AlFatihah

Kepercayaan terhadap adanya hari kiamat, hari akhir, atau hari

pembalasan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam Islam.

Sebagaimana kata Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur’an,

kehidupan masyarakat yang berpedoman dengan metode Allah yang tinggi

tidak akan terwujud selama kepercayaan terhadap hari kiamat tidak ada

dalam diri mereka; selama hati mereka belum betul-betul menyadari

bahwa apa yang mereka dapatkan di dunia bukanlah akhir dari apa yang

akan mereka dapatkan.34

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Dengan kalimat hanya kepada-Mu kami menyembah ( %اك نعبد إي ),

Allah membatasi penyembahan atau ibadah hanya kepada Diri-Nya

semata. Dengan ayat tersebut, kita pun harus memutuskan bahwa ibadah

hanyalah satu-satunya kepada Allah. Tidak boleh ibadah tersebut dikait-

kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan bentuk ketundukan

manusia kepada Allah untuk mengikuti berbagai perintah dan larangan-

Nya.35

Shalat merupakan bentuk ibadah yang paling dasar (asasi). Dalam

hal ini, sujud merupakan bentuk ketundukan yang paling tinggi kepada

Allah. Hal ini karena dalam bersujud, orang menundukkan wajahnya yang

notabene merupakan bagian tubuh yang paling dimuliakan. Saat bersujud,

orang menempelkan wajahnya di atas lantai yang notabene merupakan

tempat yang biasa diinjak-injak oleh kaki. Apalagi di dalam shalat,

34 Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur’an, juz 1, hal. 5. 35 Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, juz 1, hal. 3.

10

Page 11: Tafsir AlFatihah

terutama shalat berjamaah, ketundukan seseorang kepada Allah juga

dipertontonkan kepada semua orang.36

Meski diperintahkan untuk hanya menyembah Allah semata,

manusia tetap diberi kebebasan untuk memilih, apakah sudi menyembah-

Nya atau tidak; beriman atau kafir kepada-Nya; taat atau membangkang

kepada-Nya. Padahal Allah bisa saja menciptakan semua makhluk-Nya

jadi seperti malaikat yang hanya menyembah-Nya dan tidak pernah

membangkang pada-Nya. Namun, Allah tetap memberikan kebebasan

untuk memilih pada diri manusia agar manusia betul-betul menyembah

Allah karena pilihannya sendiri, bukan karena paksaan. Menyembah Allah

karena betul-betul menyadari sepenuhnya bahwa Allah memang layak dan

seharusnya untuk disembah. Jika kesadaran itu semakin besar dan merasuk

dalam hati manusia, ia pun menyembah Allah karena didasari rasa cinta

kepada-Nya.

Setelah menyebutkan “hanya kepada-Mu kami menyembah”, Allah

lantas menyebutkan “hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan”. Hal

ini menunjukkan pengertian bahwa “kami tidak menyembah kepada selain

Diri-Mu, dan kami tidak meminta pertolongan kecuali kepada Diri-Mu”.

Permintaan tolong hanya kepada Allah akan menghindarkan kita dari

hinanya kehidupan dunia. Saat kita meminta tolong kepada selain Allah,

misalnya manusia, maka kita sebenarnya meminta pertolongan kepada

makhluk yang memiliki berbagai keterbatasan. Manusia bisa saja

memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai kemampuan dan

kekuatannya. Manusia yang saat ini mampu dan kuat boleh jadi dalam

sekejap bisa menjadi orang yang sangat lemah dan tidak memiliki

kemampuan apapun.

36 Ibid.

11

Page 12: Tafsir AlFatihah

Allah bermaksud membebaskan orang-orang beriman dari hinanya

kehidupan dunia. Allah pun meminta mereka agar hanya meminta

pertolongan kepada Diri-Nya yang Maha Hidup dan tak pernah mati;

Maha Kuat dan tak pernah lemah; Maha Kuasa dan tak bisa dikuasai oleh

apapun serta siapapun. Jika kita betul-betul meminta pertolongan kepada

Allah, Dia pun akan menyertai kita. Dia akan memberikan kekuatan saat

kita lemah. Dia akan memberi petunjuk saat kita kebingungan memilih

antara kebenaran dan kebatilan.

Ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” () setelah

kalimat “penyembahan” () juga merupakan bentuk pengajaran

Allah kepada manusia tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita

untuk beribadah kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah

kepada-Nya, barulah kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya.

Dengan kata lain, sudah selayaknya, orang meminta sesuatu setelah ia

terlebih dahulu mengerjakan apa yang diperintahkan. Sangat tidak pantas

jika seseorang meminta segala sesuatu terlebih dahulu padahal ia belum

melaksanakan apa yang diperintahkan. 37

Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,

Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” () berarti

“berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (

) berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus”

itu adalah agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan

bahwa ia berarti “al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu

37 Lihat, Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, juz 1, hal. 6.

12

Page 13: Tafsir AlFatihah

Abbas lagi, kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah

kami ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah

satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”38

Kata ash-shirath () dalam ayat di atas mempunyai tiga

macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya

dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf

Utsmani. Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin, sehingga

menjadi .(السراط) Ketiga, dibaca dengan huruf zay (ز), sehingga

menjadi (ال*زراط). 39 Sedangkan menurut bahasa, seperti dikatakan at-

Thabari, kata ash-shirath () berarti jalan yang jelas dan tidak

bengkok.40

Kata berasal dari akar kata hidayah (هداية). Menurut al-

Qasimi, hidayah berarti petunjuk --baik yang berupa perkataan maupun

perbuatan-- kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada

hamba-Nya secara berurutan. Hidayah pertama diberikan Allah kepada

manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra

dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh

petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.

Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam

hidayah ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau

Alquran. Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh

Allah kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka.

Hidayah keempat adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam

keabadian. Dalam pengertian hidayah keempat inilah, maka Nabi

38 Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Tafsir Ibnu Abi Hatim, juz 1, hal. 8-9. 39 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, op. cit., juz 1, hal. 136. 40 Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja’far ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Riyadh: Muassasah ar-Risalah, 2000), juz 1, hal. 170.

13

Page 14: Tafsir AlFatihah

Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk

masuk Islam.41

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya

tentang apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” (

). Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah

“jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”.

Sedangkan yang dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau

beri nikmat kepada mereka” adalah jalan orang-orang yang telah Allah

beri anugerah kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam

Islam, sehingga mereka mati tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu

adalah para nabi, orang-orang suci, dan para wali. Sedangkan, menurut

Rafi’ bin Mahran, seorang tabi’in yang juga dikenal dengan nama Abu al-

Aliyah, yang dimaksud dengan “orang-orang yang Engkau beri nikmat

itu” adalah Nabi Muhammad dan kedua sahabat beliau, yaitu Abu Bakar

ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.42

Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka yang

dimurkai” ( عليهم المغضوب غير ) adalah jalan yang ditempuh oleh

orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan

kehinaan karena melakukan berbagai kemaksiatan. Sedangkan yang

dimaksud dengan orang-orang yang sesat (الضالين) pada lanjutan ayat

41 Lihat, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Mahasin at-Ta’wil, kitab digital dalam Program al-Maktabah asy-Syamilah versi 3.13. 42 Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), juz 1, hal.43.

14

Page 15: Tafsir AlFatihah

tersebut adalah orang-orang Nasrani. Tafsir bahwa orang-orang dimurkai

adalah Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani sudah disepakati oleh

banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis dan ayat-ayat

Alquran sendiri.43

43 Ibid., juz 1, hal. 44.

15

Page 16: Tafsir AlFatihah

BIBLIOGRAFI

Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, at-Tafsir al-Muyassar.

Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin as-Sayuthi, ad-Durr al-Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993).

Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulash Tafsir al-Qur’an, (Saudi Arabia: Wizarah asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Da’wah wa al-Irsyad al-Mamlakah al-Arabiyyah as-Su’udiyyah, 1422 H).

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi.

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H).

Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.).

Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, (Beirut: Dar at-Turats al-Arabi, tt.).

Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997).

Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).

Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000).

Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Tafsir Ibnu Abi Hatim.

Ibnu Jazi, at-Tashil fi Ulum at-Tanzil.

Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994).

Ismail Haqqi bin Musthafa al-Istambuli, Tafsir Ruh al-Bayan, (Kairo: Dar at-Turats al-Arabi, tt).

Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974)

Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Quran wa as-Sab’i al-Matsani.

16

Page 17: Tafsir AlFatihah

Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar, Adhwa al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995.

Muhammad ath-Thahir bin Muhammad bin bin Muhammad at-Thahir bin Asyur at-Tunisi, at-Tahrir wa at-Tanwir.

Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H).

Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim, Shahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1993).

Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja’far ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Riyadh: Muassasah ar-Risalah, 2000).

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Mahasin at-Ta’wil, kitab digital dalam Program al-Maktabah asy-Syamilah versi 3.13.

Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi.

Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith.

Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur’an.

17