tabel iii-17 kandungan mineral montmorilonite relatif ... · struktur gelembur-arus (ripple-marks),...
TRANSCRIPT
52
Tabel III-17 Kandungan mineral montmorilonite relatif tinggi (potensi swelling) Mineral Derajat aktifitas Potensi Swelling
(Holtz & Kovacs, 1981) (Mitchell, 1976)
Na - Montmorilonite 4 – 7 1,53 – 3,60
Ca - Montmorilonite 1,5 0,26 – 0,34
Illite 0,5 – 1,3 0,04 – 0,37
Kaolinite 0,3 – 0,5 0,04 – 0,08
Halloysite 0,5 – 0,1
Attapulgite 0,5 – 1,2
Allophane 0,5 – 1,2
Mika (Muskovite) 0,2 0,35 – 0,42
Kalsit 0,2
Kwarsa 0
Jenis meneral lempung di dalam tanah biasanya diidentifikasikan minimal dengan menggunakan 2
(dua) dari berbagai cara sebagai berikut:
Defraksi sinar-X terhadap bubuk tanah.
Analisis perbedaan panas = Differential thermal anlysis (DTA) Thermogram
Electron microscopy Perbesaran dari 20x hingga 150.000x scanning electron microscopy
micrograph
Atterberg Limits
Mineralogi dan ekspansifitas tanah juga dapat diindikasikan berdasarkan posisinya di dalam
Grafik Plastisitas dari Casagrande (Gambar 3-10)
Gambar 3-10 Posisi Tanah ekspansif Di dalam grafik Casa-grande
Expansive soil
Liquid Limit, %
Pla
stic
ity
Ind
ex, %
53
Tanah Dispersif
Akibat kandungan sodium yang tinggi tanah tidak stabil dalam keadaan basah
mudah urai menjadi komponen-komponen hingga mudah terjadi piping
tidak cocok untuk fondasi maupun material timbunan
Kenampakan lapangan: adanya alur-alur/terowong dengan berbagai ukuran
Uji lapangan: uji ―Hallo‖
Uji laboratorium: metoda Emerson, uji Hydrometer Ganda, uji Pin Hole, uji
kimiawi SAR (Sodium Adsorption Ratio) dan ESP (Exchangable Sodium
Percentage)
Tingkat dispersifitas tanah diindikasikan oleh kandungan fraksi < 0,005 mm
seperti terlihat pada Tabel III-18.
Tabel III-18 Tingkat Dispersifitas Tanah
% dispersif (*) Tingkat dispersifitas
> 40 tinggi
15 - 40 sedang
0 - 15 tahan terhadap dispersi
Keterangan: (*) rasio antara kandungan fraksi < 0,005 mm pada larutan tanah
yang telah dikenakan agitasi minimum dengan yang dianalisis
dengan hydrometer
54
Tanah Ekspansif (Swelling)
Akibat kandungan mineral montmorilonite, ikatan atomnya sangat lemah
sehingga mudah menyerap air dan mengembang, tanah tidak stabil/sensitif
terhadap air
Kategori tanah swelling berdasarkan sifat-sifat indeksnya, terutama
konsistensinya, al. terlihat pada Tabel III-19 (lihat pula Gambar 3-9).
Tabel III-19 Potensi swelling berdasarkan konsistensi Tanah
Sifat indeks Potensi swelling
Rendah Sedang Tinggi
Batas Cair (LL)
Batas Plastis
(PL)
30 – 40%
15 – 20%
40 – 55%
20 – 30%
55 – 90%
30 – 60%
Tanah Lunak
Kuat gesernya rendah dan kompresibilitasnya tinggi
Seringkali berasosiasi dengan air (kadar airnya tinggi)
Pengambilan sampel tak terusik (undisturbed) relatif sulit perlu uji kuat geser
in situ dengan pisokonus, uji baling atau dengan alat sondir
Tabel III- 20 berikut ini adalah parameter empirik tanah lunak – sangat lunak
Jenis tanah dan
kategori
Kuat geser
kN/m2
(0,01 kg/cm2)
Perlawanan
konus Sondir, qc
(kN/m2)
Penetrasi
Standar (N SPT)
Tanah Lempungan
Sangat lunak
Lunak
Tanah Pasiran/
Lanauan
<12,5
12,5 – 25
-
< 5
5 – 10
< 10
< 3
3 – 5
-
Ket: 1 kN = 100 kg
55
Tanah Organik
Warna kelam, abu-abu tua – hitam, kadang berserat dan berbau
Kompresibilitas sangat tinggi sehingga sulit dipadatkan
Konsolidasinya sangat lama bahkan sulit dikonsolidasikan
Kadar air sangat tinggi dan korosif
Tanah Rentan Likuifaksi
o Jenis-jenis tanah cenderung terlikuifaksi akibat getaran adalah: Lanau, Pasir –
Kerikil, terutama yang seragam (uniform) dengan kriteria gradasi seperti pada
Gambar: 3-10 dengan bentuk butirnya bundar (rounded).
o Menurut WANG (1979), tanah rentan tehadap likuifaksi perlu analisis lebih
seksama, yakni bila memenuhi kriteria sbb. (Tabel: III-19)
Gambar 3-11 Gradasi tanah rentan dan tak-rentan likuifaksi (TUCHIDA,
1970)
56
Tabel III-21 Tanah Rentan terhadap likuifaksi (Wang, 1979)
Kandungan fraksi # < 0,005 mm -------------- ≤ 15 %
LL ---------------------------------------------------- ≤ 35 %
Wn --------------------------------------------------- ≥ 0,9 %
Liquidity Index (LI) ------------------------------ ≤ 0,75 %,
dimana :
Wn - PL LI = ------------- x 100 %
PI
o Tanah yang tergolong tidak rentan likuifaksi sehingga tidak memerlukan analisis
mendalam adalah kelompok tanah dengan parameter seperti ditunjukkan (Tabel
III-22)
Perbaikan terhadap tanah bersifat khusus
Relatif tipis dikupas / dibuang.
Tabel III-22 Kelompok Tanah yang tidak rentan liquifaksi
Relatif tebal mempercepat konsolidasi a.l dengan sand drains
1. Tanah jenis CL, CH, SC atau GC
2. GW atau GP atau material yang terdiri atas campuran kerakal (cobble), bongkah
(boulders), urugan batu seragam, yang tedrainase baik/bebas
3. SP, SW atau SM yang kepadatan rata-ratanya ≥ 85 %, asalkan kepadatan-relatif
minimumnya tidak kurang dari 80 %
4. ML atau SM yang kepadatan keringnya ≥ 95 % kepadatan Proctor modifikasi
(ASTM D 1557)
5. Tanah berumur Pra-Holocene dengan “natural over consolidation” – nya ≥ 16
dan kepadatan relative (relative density)-nya > 70 %
6. Tanah yang lokasinya berada di atas elevasi tertinggi muka air tanah
57
stabilisasi tubuh bendungan a.l pelandaian lereng, berm, counter weight
relatif lulus air a.l cut off wall, cut off trench, blanket alami atau buatan (artificial),
sistem drainase, relief wells di sepanjang tumit hilir bendungan
c) Deskripsi Tanah secara visual-manual
Deskripsi tanah secara visual menyangkut penentuan simbol grup
tanah menurut USCS serta penamaannya secara genetik maupun berdasarkan
gradasinya. Penggolongan tanah secara rinci berikut penentuan simbol grup
menurut UCSC, visual maupun mekanik/laboratoris bisa merujuk pada Tabel III-
23 dan khusus untuk tanah kasar ditunjukkan oleh Tabel-5 di atas.
58
TABEL III-23 Klasifikasi Tanah menurut
USCS
59
Sedangkan penamaan dan penggolongan tanah secara genetik bisa dilihat pada
Tabel III-23. Adapun unsur-unsur yang perlu diobservasi dan diidentifikasi secara
rinci pada saat observasi di lapangan ditunjukkan pada Tabel di bawah ini.
DESKRIPSI TANAH
PROYEK : . . . . . . . . . . LOKASI: . . . . . . . . . . . . . STATUS: . . . . . . . . . . . . .
PENGAMAT: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . CUACA : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
No. STASIUN/LOKASI: . . . . . . . . . . . . . . . TANGGAL. . . . . . . . . . . . . . .
UNIT PADA PETA: . . . . . . . . . . . . . . . . . . BATUAN INDUK: . . . . . . . . . . . . . . . .
Observasi Lapangan:
1. Lebar singkapan/Penyebaran/Ketebalan : . . . . . m / . . . . . . m /. . . . . . m
2. Posisi topografi : lembah, palung, teras sungai; kaki, lereng, puncak bukit, LL
3. Kemiringan lereng: datar / landai (….o)/ curam (….
o)
4. Vegetasi : lebat / jarang / gundul
5. Jenis Tanah : alluvial, koluvial (longsoran, scree, slope wash), residual
6. Warna : . . . . . . . . . Kandungan organik: tak / ringan, samar / kuat
7. Perlapisan : tak / samar / jelas / tipis / sedang / tebal
8. Sementasi/Reaksi dengan HCl : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . / . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9. Moisture : kering / lembab / basah / jenuh
10. Permeabilitas / Air Tanah : kedap , rendah , sedang , tinggi /. . . . . . . . . . . .
11. Partikel kasar : bundar / tanggung / runcing / lunak / medium / keras
12. Gradasi : baik / gap / buruk
Estimasi Fraksi Butiran (volume)
1. Bolder ( > 30 cm) : . . . . . . %
2. Kobel ( 7,5 – 30 cm) : . . . . . . %
3. Gravel (4,75 – 7,5 cm) : . . . . . . %
4. Pasir (0,075 – 4,75 cm) : . . . . . . %
5. Lanau/Lempung : . . . . . %
Dry Density : lemah, sdg, kuat.
Dilatancy : tak, pelan, cepat
Toughness : lemah, sdg, kuat
Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Simbol (USCS): . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
SAMPEL No.: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Disturbed . . . . . . . / Undisturbed . . . . . .
FOTO No.: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
60
Catatan
1. Deskripsi dan identifikasi batuan dan tanah di lapangan pada tingkat tertentu adalah subyektif
2. Tingkat subyektifitas ini bisa dikurangi, yakni dengan mengikuti prosedur dan standar dan
terminologi yang umum digunakan. Baik observasi yang dilakukan pada singkapan batuan, tanah
di lapangan maupun, galian uji (test pit) maupun dari inti pemboran (core).
3. Keuntungan daripada penggunaan prosedur, standar dan terminologi di atas antara lain adalah:
a) deskripsi bisa dilakukan relatif lebih cepat
b) semua unsur yang diamati dan dicatat telah melalui pertimbangan dan kajian secara logik
c) semua unsur yang diperlukan tidak terlewatkan
d) deskripsi bisa dilakukan oleh siapapun dengan pengalaman standar
e) data bisa langsung digunakan oleh semua pengguna yang relevan
61
BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
4.1 Istilah dan Pengertian
Struktur geologi dipelajari di dalam Geologi Struktur, yakni cabang geologi yang
mempelajari tentang reka-bangun (arsitektur) dan hubungan antar batuan yang
terbentuk secara alami. Oleh karena itu, segala jenis bentuk dan susunan/hubungan
material penyusun kulit bumi yang terbentuk secara tidak alami tidak termasuk di
dalam kategori struktur geologi. Cabang ilmu geologi yang khusus mendalami genesa
dan asal usul struktur sekonder ini dinamakan Geologi Tektonik.
4.2 Struktur Geologi, Jenis dan Genesanya
Gaya endogen dan gaya eksogen selalui mengubah rona muka bumi, terutama gaya
endogen sangat berperan didalam pembentukan struktur geologi batuan.
Dari cara terbentuknya, dikenal 2 (dua) jenis struktur geologi, yakni struktur primer
dan struktur sekonder yang keduanya merupakan zona lemah sebagai tempat
meresapnya air.
4.2.1 Struktur Primer
Struktur primer adalah struktur batuan yang terjadinya bersamaan dengan
terbentuknya batuan itu sendiri. Pada batuan sedimen misalnya struktur perlapisan,
struktur gelembur-arus (ripple-marks), struktur silang-siur (cross bedded), struktur
pilah atau gradded bedding (Gambar 4-1 s/d 4-3). Struktur aliran pada aliran lava
(lava flow), ―cooling joints‖ pada batuan beku, foliasi pada batuan metamorf, dll-nya.
Struktur primer seringkali merupakan kunci daripada analisis mengenai struktur
sekonder, misalnya untuk menentukan bagian atas dan bagian bawah perlapisan (top
& bottom) didalam menganalisis struktur perlipatan.
62
4.2.2 Struktur Sekonder
Terbentuk setelah (pasca) pembentukan batuan yang bersangkutan,
misalnya kekar lembar (sheet joint) yang terbentuk akibat hilang atau
berkurangya beban di atasnya. Struktur sekonder yang penting akibat gaya tektonik
misalnya struktur perlipatan (fold), kekar (joint) dan struktur sesar (fault).
Gambar: 4-4 adalah gambaran perkembangan struktur sekonder akibat gaya
kompresif.
Gambar 4-1 Struktur gelembur-arus (ripple marks)
Gambar 4-2 Struktur silang-siur (cross bedded) pada bat.
Sedimen
63
Gambar: 4-3: Struktur ―gradded bedding‖
64
Gambar 4-4 Perkembangan geomorfologi dan struktur
perlipatan akibat deformasi oleh gaya tektonik
65
a. Struktur perlipatan
Struktur perlipatan terbentuk akibat gaya kompresi atau gaya mampat dan gaya
geser. Tergantung kepada sifat-sifat batuan dan intensitas gayanya, struktur
perlipatan yang terbentuk dapat berupa lipatan tegak atau miring, zig-zag, dll. Jenis
dan bagian-bagian struktur perlipatan yang penting untuk diketahui antara lain
adalah antiklinal, sinklinal, sayap lipatan (sayap sinklinal, sayap antiklinal) dan sumbu
lipatan (Gambar: 4-5). Hal ini mengingat bahwa bentuk dan geometri struktur
perlipatan dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bendungan maupun sifat-sifat kolam
waduknya (peserta kursus diminta mencoba memberikan contoh-contoh,
dilanjutkan dengan diskusi).
Gambar 4-5 Bagian-bagian struktur lipatan
Struktur perlipatan yang terbentuk akibat gaya tektonik disebut juga lipatan
diastropik. Sedangkan yang non-tektonik disebut lipatan non-diastropik, misalnya
‖gravity fold‖ , penggelembungan lembah (valley bulging), dll. (lihat Gambar: 4-6 a-
e)
b. Struktur Kekar (Joints)
Struktur kekar (joint) adalah retakan (crack) pada batuan yang mengalami tekanan
akibat gaya tektonik, tetapi tidak menmbulkan pergeseran di antara bagian-bagian
yang terpisahkan. Tekanan tersebut bisa berarah saling menekan (kompresi), saling
menarik (tension) ataupun gaya menggeser (shear) sehingga jenis dan arah kekar
yang terbentukpun berbeda-beda pula (Gambar 4-7). Selain tegas, juga sistematik
sumbu lipatan/
sumbu antiklinal
sayap sinklinal /
sayap antiklinal
sumbu lipatan/
sumbu sinklinal
sayap antiklinal/
sayap sinklinal
66
dan berpola. Kenampakan ini sangat berbeda dengan retakan fisis (fractures bukan
akibat gaya tektonik) yang biasanya tak teratur/tak berpola.
Gambar 4-6 Bentuk-bentuk lipatan non-diastropik
Selain itu, penyebaran cracks (joints) relatif lebih dalam dibandingkan fractures yang
biasanya hanya di permukaan batuan saja, sehingga keberadaan joints selalu
diperhitungkan di dalam setiap konstruksi sipil termasuk bendungan. Kekar yang
relatif dalam dan memotong beberapa lapisan batuan biasa disebut ‖master joints‖.
Gambar 4-7 adalah kelompok kekar atau ‖joint set‖ yang biasa terbentuk pada
struktur perlipatan.
Dampak akibat kekar, antara lain adalah:
Dapat mereduksi kuat massa batuan (rockmass strength)
Kemungkinan terjadinya kebocoran waduk, bahkan ―piping‖
Mempercepat proses pelapukan batuan
c. Struktur Sesar (Fault)
Secara teori, sesar merupakan perkembangan lebih lanjut dari struktur kekar, yakni
bila besarnya gaya yang bekerja melampaui batas plastis batuan sehingga terjadi
sehingga terjadi pergeseran di antara bagian (blok) yang dipisahkannya.
Tergantung dari sifat batuan, arah dan besarnya gaya yang bekerja, maka jenis dan
67
arah sesar yang terbentuk berbeda-beda. Ditinjau dari arah pergeseran antar blok
dan geometri bidang sesar, dikenal beberapa jenis sesar, yakni:
Gambar 4-7 Arah gaya dan jenis-jenis kekar yang terbentuk
Sesar naik atau sesar sungkup (reverse or transcurrent fault),
Sesar normal (gravity or normal fault),
Sesar geser (strike slip or tear or wrench faults).
Secara berturut-turut, sesar-sesar di atas yang mempunyai dip paling landai
adalah sesar naik, bahkan sesar geser seringkali kemiringannya hampir vertikal.
Kelompok sesar yang hampir searah dan relatif berdekatan akan membentuk zona
remasan (shear) dan biasa disebut dengan zona sesar (fault zone). Ditinjau dari
kemungkinan terjadinya.
68
aktifitas/pergerakan sesar, secara teori terdapat 2(dua) jenis sesar,
yakni sesar aktif
dan sesar pasif (inactive fault).
Kenampakan lapangan atau tanda-tanda yang kemungkinan
merupakan indikasi adanya sesar, antara lain adalah adanya:
pelurusan (alignment) aliran sungai, mata-air, tebing
(escarpment), ―triangular facet‖, dll. dan/atau
cermin sesar (slicken side), yakni material hasil gerusan,
bekas-bekas
goresan akibat pergeseran dan/atau
“gouge”, yakni material seperti bubuk lempung hasil
pelumatan batuan akibat pergeseran dan/atau
zona breksiasi atau hancuran/remukan batuan dan/atau
offset ridge (pergeseran lajur perbukitan)
terpotongnya perbukitan oleh aliran sungai (kemungkinan lain
adalah merupakan ―water gap‖
Di antara tanda-tanda di atas, ―Gouge‖ dinilai yang paling
bermasalah terkait dengan fondasi bendungan.
4.3 Ketidak-selarasan (unconformity)
Ditinjau dari genesanya, ketidak selarasan adalah ketidak
sinambungan yang terjadi akibat kerjasama antara gaya tektonik
dan non-tektonik, yakni proses pengangkatan sehingga terjadi
―hiatus‖ dari proses pengendapan, kemudian terjadi penurunan dan
diikuti dengan sedimentasi kembali. Oleh karena itu, ketidak
selarasan (unconformity) bisa dogolongkan ke dalam strukur geologi
maupun stratigrafi.
69
Pada batuan sedimen, batas antara 2 (formasi) batuan yang
sedimentasinya menerus (tidak mengalami hiatus) disebut batas
selaras (conformity). Ketidak selarasan umumnya merupakan struktur
ketidak sinambungan yang merupakan bidang lemah, terutama bila
batuan di atasnya merupakan formasi batuan yang relatif berumur
muda.
BAB V
Air Tanah
5.1 Istilah dan Pengertian
Air yang berada di atas, di permukaan maupun di bawah
permukaan tanah bisa berujud dalam bentuk cair, gas ataupun padat.
Air yang berada di permukaan tanah disebut air permukaan (yang
mengalir disebut ―run off‖). Air yang meresap di atau berada di
bawah permukaan tanah disebut air bawah permukaan (sub
surface water atau underground water).
Air bawah permukaan yang telah mencapai/terkumpul dan
membentuk zona jenuh air di dalam tanah disebut air tanah atau
ground water, sedangkan yang belum disebut air vados. Jadi, air
tanah adalah air hujan yang meresap dan terkumpul dalam zona
jenuh air. Dalam kondisi bebas (confined), permukaan air tanah
disebut/dibatasi oleh muka air-tanah atau water table (Gambar 5-1
dan 5-2).
70
Gambar 5-1 Posisi air-tanah (ground water) dan muka air-tanah
(water table)
(Di mana letak/posisi air vados pada sketsa di atas ?)
5.2 Akifer dan Probabilitas Batuan
Akifer adalah formasi batuan atau lapisan tanah yang
dapat menampung,
menyimpan dan mengalirkan air tanah. Karena itu, lapisan tersebut
harus bersifat lulus air, banyak mengandung rongga, retakan atau
celah-celah yang saling berhubungan. Kapasitas tampungan akifer
tergantung daripada porositasnya dan agar formasi tersebut dapat
menyimpan air, ia harus dibatasi atau minimal dialasi oleh lapisan
kedap air (akuiklud).
Tergantung dari letak dan sifat akuiklud, terdapat beberapa
jenis akifer, yaitu akifer bebas (unconfined aquifer) yang dialasi
oleh lapisan akuiklud tetapi bagian atasnya bebas dan disebut
bidang preatik atau muka air tanah yang dipengaruhi oleh tekanan
atmosfer. Akifer tertekan (unconfined aquifer) yang bagian atas
71
dan bawahnya dibatasi oleh akuiklud sehingga air tanah yang
terkurung di dalamnya tertekan. Besarnya tergantung dari tekanan
hidrostatik atau posisi bidang pisometriknya yang kadang-kadang
bisa berada di atas muka air-tanah sehingga mata-air yang muncul
seringkali bersifat artetis. Jenis-jenis akifer lainnya adalah akifer
bocor (leaky aquifer) dan akifer menggantung (perched
aquifer).
Batuan beku intrusif yang masih segar umumnya termasuk
media penyimpan dan penyalur air tanah yang jelek, karena sifatnya
yang pejal dan masif. Batuan beku luar (ekstrusif) disamping banyak
mengandung retakan (cooling joint) seringkali banyak mengandung
lubang-lubang tempat keluarnya gas (scoria) sehingga relatif mudah
lapuk. Oleh karena itu, batuan beku lelehan seperti aliran lava (lava
flow) pada umumnya mempunyai porositas relatif besar dan sering
mengandung air-tanah.
Batuan metamorf hampir sama dengan batuan beku. Derajat
porositasnya tergantung kepada tingkat deformasinya serta intensitas
pelapukannya yang umumnya menurun sesuai dengan
kedalamannya. Sekis dan Geneis seringkali mengandung retakan-
retakan akibat gaya tektonik. Marmer yang berasal dari malihan batu
gamping, sering mengandung rongga-rongga akibat pelarutan
mineral-mineral karbonat.
Berbeda dengan batuan beku dan metamorf, batuan
sedimen selain umumnya kurang terkonsolidasi, bidang perlapisan
pada batuan sedimen merupakan tempat peresapan air tanah yang
baik. Porositas batuan sedimen ditentukan oleh banyak faktor,
72
Gambar 5-3 Zona-zona perkolasi dan jenis-jenis akifer.
antara lain adalah: (peserta kursus diminta menyebutkan faktor-
faktor tersebut). Kondisi geologi yang kompleks dan beragam
memungkinkan terbentuknya satu atau lebih zona jenuh air di dalam
tanah dengan muka air-tanah yang berbeda-beda (Gambar 5-3).
73
Gambar 5-3 Zona jenuh air dan muka air-tanah akibat kondisi
geologi
(Peserta kursus diminta menyebutkan arti nomor 1, 2, . . . . .
. . dst.)
5.2 Penyebaran dan Pergerakan Air Tanah
Penyebaran air tanah secara lateral maupun vertikal secara
umum tergantung/
dipengaruhi oleh kondisi geologi setempat (Gambar 5-3).
Pergerakan air permukaan meresap ke dalam tanah disebut infiltasi
dan perjalanannya menuju zona jenuh air (akifer) secara gravitasi
disebut perkolasi.
Pada akifer bebas, muka air tanah identik dengan garis atau
bidang aliran. Bila batuan dan/atau tanahnya homogen, biasanya
bentuk muka-air tanahnya relatif hampir identik dengan bentuk
topografinya. Apakah bentuk muka-air tanah menentukan distribusi
alirannya atau sebaliknya distribusi aliran menentukan bentuk muka
air-tanahnya, yang jelas solusi analitik secara umum tidak bisa
dilakukan. Namun demikian, arah aliran atau pergerakan air tanah di
dalam tanah antara lain bisa diprediksikan berdasarkan data muka
air-tanah dari lubang bor dengan cara sebagai berikut (Gambar 5-
4):
74
Gambar 5-4 Cara prediksi arah aliran air-tanah
Keterangan: Kedalaman m.a.t di di tiga lubang bor A, B dan C berturut-
turut di titik A paling dangkal dan di titik C paling dalam.
ha = m.a.t (C – A) dan hb = m.a.t (C – B).
Dua faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
akumulasi, migrasi dan distribusi air di dalam batuan/tanah adalah
porositas dan permeabilitas, walaupun kedua faktor ini tidak harus
selalu sejalan. Porositas batuan/tanah berbutir halus seringkali
lebih besar dibandingkan yang berbutir kasar walaupun yang berbutir
kasar seringkali permeabilitasnya lebih besar. Hakekatnya dapat
disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi nilai
permeabilitas suatu massa batuan, sehingga - terkait dengan
pembangunan bendungan - uji permeabilitas in-situ (di lapangan)
sangat dianjurkan/ ditekankan.
Di lokasi penggalian tapak bendungan atau di lokasi-lokasi
penggalian lainnya, selain investigasi mengenai kondisi
geologi/geotekniknya, data mengenai kondisi dan jenis akifer serta
posisi muka air-tanah sangat penting untuk diketahui. Hal ini
terutama untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul
selama penggalian seperti longsoran, pengangkatan (heave) atau
rembesan air tanah yang kalau berlebihan, mungkin memerlukan
sistem ―dewatering‖ dan drainase.
75
BAB VI
PERENCANAAN BENDUNGAN DITINJAU DARI
GEOLOGI
5.1 Umum
Bendungan menurut Permen No.72/PRT/1997 adalah setiap
bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya yang
menampung air atau dapat menampung air, termasuk fondasi,
bukit/tebing tumpuan, beserta bangunan pelengkap dan
peralatannya, yang dalam pengertian ini termasuk juga bendungan
limbah galian, tetapi tidak termasuk bendung dan tanggul.
Dari pengertian atau definisi di atas jelas bahwa pembangunan
bendungan erat kaitannya dengan dan/atau sangat dipengaruhi oleh
kondisi geologi setempat.
Tabel V-1 Keterkaitan unsur bendungan terhadap kondisi geologi
76
No Unsur dan persyaratan Unsur/kondisi geologi/geoteknik
1
2
3
4
5
Daya tampung air atau genangan
waduk, cukup besar, stabil dan tidak
bocor
Batuan fondasi dan bukit tumpuan
dengan daya dukung memadai, stabil
dan tidak bocor
Tubuh bendungan idealnya tidak terlalu
panjang
Material bahan bangunan cukup tersedia
di sekitar/relatif dekat dengan lokasi
bendungan
Umur waduk tidak terlalu pendek akibat
sedimentasi atau bencana lainnya
Geomorfologi, litologi/petrologi, strati-grafi,
geologi struktur
Litologi/petrologi, geologi struktur, stratigrafi
Geomorfologi, topografi, geologi struktur,
litologi/petrologi
Geomorfologi, topografi, geologi struktur,
litologi/petrologi
Litologi, struktur geologi, dll.
5.2 Gemorfologi Dalam Perencanaan Bendungan
Bentuk muka bumi atau geomorfologi yang merupakan
cerminan dari kondisi geologi suatu lokasi proyek (site) merupakan
gejala-gejala yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan
proyek-proyek pembangunan (teknik sipil). Penafsiran ini sangat
membantu di dalam pembuatan peta geologi dan/atau geologi teknik
untuk menunjang perencanaan teknik sipil, terutama kaitannya
dengan pembangunan bendungan yang mencakup areal yang relatif
luas dan kompleks.
Bryan (1929) vide Thornbury (1954) menyebutkan beberapa
syarat yang harus dipenuhi untuk pembangunan suatu bendungan,
antara lain adalah (1) waduk tidak boleh bocor, (2) terdapat jalan
keluar air yang sempit, (3) kondisi geologi yang sesuai, (4)
tersedianya bahan bangunan yang cukup/memadai di sekitar lokasi,
77
(5) umur waduk tidak terlalu pendek akibat sedimentasi. Kelima
syarat tersebut bersifat geomorfologis dan geologis.
Kebocoran suatu waduk bisa diramalkan dari jenis litologi dan
struktur batuannya. Misalnya dasar waduk dan/atau dinding waduk
didominasi oleh batu gamping, terutama secara geomorfologi telah
merupakan/membentuk karst topography yang karena retakan-
retakan dan gejala-gejala pelarutan yang banyak ditemukan di
dalamnya. Contoh waduk yang gagal akibat gejala demikian adalah
Bendungan Rakawatu dan Bendungan Lokojange di P. Sumba,
Nusa Tenggara Timur (lihat butir 1.3.2 di hal-10).
Jalan keluar air yang sempit disamping memperpendek tubuh
bendungan, biasanya ditempati oleh batuan yang relatif keras dan
resisten sehingga cocok untuk lokasi/ fondasi bendungan. Namun
perlu diingat bahwa topografi demikian seringkali diakibatkan pula
oleh adanya struktur sesar atau retakan, terlebih bila alur sungainya
membentuk pelurusan (liniament). Lembah sungai yang sempit dapat
pula diakibatkan oleh longsoran yang sudah barang tentu merupakan
material yang tidak stabil. Contoh yang baik untuk kasus seperti ini
adalah perencanaan waduk Darmaraja, Sumedang, yang akan
membendung sungai Cimanuk dekat pembangkit TL.
Parakankondang. Hasil penyelidikan geologi menunjukkan bahwa
disamping banyak diketemukan retak-retakan, ternyata ngarai sempit
tersebut dibatasi oleh bekas longsoran besar-besaran, sehingga
perencanaannya perlu ditinjau kembali dan lokasi waduk
dipindahkan.
Disamping hal-hal di atas, bentuk topografi pada umumnya
dapat pula digunakanuntuk mencari/menentukan lokasi-lokasi
alternatif lokasi bendungan (site), lokasi-lokasi borrow area dan
quarry area, bahkan pemilihan jalur jalan masuk (access road) dan
78
tinjauan awal daripada kecocokan jenis bendungan yang akan
dibangun di atasnya (Tabel II-4).
Bentuk-bentuk topografi yang khas seperti perbukitan dengan
lereng curam biasanya didominasi oleh batuan keras, sedangkan
yang globular dan berlereng landai ditempati oleh batuan lunak.
Bukit-bukit terjal, terutama yang terisolir biasanya ditempati oleh
batuan beku dan merupakan sumber material untuk bahan urugan
batu, rip-rap, bahan beton, dll.
Tabel II-4 Kecocokan bentuk lembah dan tipe bendungan
Bentuk Lembah
(Topografi)
Ratio panjang/tinggi
bendungan (L/H)
Tipe bendungan yang
cocok (umumnya)
Jurang, ngarai
curam, berbentuk ―V‖
Lembah sempit,
bentuk ―V‖, ―U‖ atau
trapesium
Lembah lebar, tak
mera-
ta/bergelombang
< 3
3 – 6
> 6 - 7
Bendungan beton
busur tipis,
kubah, kupola.
Bendungan beton
busur te-bal,
bendungan beton
graviti.
Bendungan urugan
tanah, bendungan
urugan batu dan
kombinasinya,
komposit, dll.
Lereng-lereng landai dan dataran umumnya merupakan sumber
bahan urugan tanah. Bila dijumpai di sepanjang aliran sungai
biasanya merupakan dataran/endapan alluvial dan/atau endapan
79
teras yag merupakan sumber bahan material untuk filter dan kadang-
kadang material batu.
5.3 Struktur Geologi kaitannya dengan Desain Bendungan
Struktur ketidak sinambungan selain bisa memperlemah
daya dukung fondasi bendungan juga merupakan jalur peresapan
air waduk yang dapat menyebabkan kebocoran waduk bahkan
―piping‖. Oleh karena itu, desain bendungan hendaknya
menyesuaikan/mempertimbangkan kondisi geologi/geoteknik di lokasi
bendungan, baik geometrinya, orientasinya maupun sifat maupun
kondisi fisik daripada struktur geologi yang ada.
Pada stuktur perlipatan, selain jenis lipatan itu sendiri, desain
bendungan (lokasi) hendaknya memperhatikan posisi sumbu lipatan
dan arah sayap-sayap lipatan. Terutama terkait dengan ancaman
kemungkinan longsoran dan bocoran air waduk. Bagaimana dampak
atau pengaruh struktur antiklinal dan sinklinal pada cekungan waduk
maupun posisi as-bendungan?
Kelompok kekar (joints) seringkali dievaluasi secara kuantitatif
untuk menunjukkan frekuensi dan geometri utamanya, antara lain
dalam bentuk ―roset diagram‖ dan diagram kontur (Gambar 5-1)
hasil dari proyeksi kutub dari sistem kekar (Gambar 5-2). Evaluasi
kuantitatif ini antara lain digunakan untuk evaluasi rock mass
strength batuan dan menentukan arah grouting yang paling efektif.
80
Gambar 5-2 Perhitungan titik-titik proyeksi kutub dan
contoh kontur
Gambar 5-1 Proyeksi Kutub suatu bidang kekar
81
BAB VII
PEMETAAN DAN INTERPRETASI PETA GEOLOGI
7.1 Peran/Posisi Pemetaan Geologi
Sesuai dengan asas SID(LA)COM, survin geologi/geoteknik
merupakan tahap sangat penting di dalam setiap pekerjaan
konstruksi, terutama pembangunan bendungan dalam rangka
menentukan kebijakan program berikutnya
Proses geologi bersifat dinamis yang dapat terjadi setiap saat,
sehingga kondisi suatu site (regional) secara alami selalu berubah
dari waktu ke waktu dan tidak bisa diperkosa. Setiap aksi selalu
menimbulkan reaksi. Oleh karena itu, survin geoteknik hendaknya
dilakukan pada setiap tahap pembangunan bendungan.
Proses geologi yang berkelanjutan menyebabkan ketidak
pastian kondisi geologi di suatu tempat yang) selalu berbeda dengan
82
kondisi geologi di tempat lain. Oleh karena itu, survin geoteknik perlu
dilakukan guna mengetahui ketidak pastian tersebut
Pengalaman menunjukkan bahwa biaya survin untuk setiap
pekerjaan konstruksi Sipil berkisar antara 1 – 3 % dari total biaya
konstruksi dan sekitar (1 – 5 %) -nya digunakan untuk biaya
pengerjaan fondasi
Oleh karena itu:
7.2 Maksud dan Tahapan
7.2. Maksud
Sangat bervariasi tergantung kepada skala dan
kompleksitas/cakupan pekerjaan konstruksi.
Untuk konstruksi bendungan, survin geoteknik secara umum
mencakup 5 (lima) tujuan pokok, kesemuanya untuk menunjang
perencanaan dan pembuatan desain bendungan serta
identifikasi/antisipasi permasalahan yang mungkin timbul, yakni:
Survin geoteknik hendaknya diprogram secara
mantap sesuai dengan tahap pelaksanaan
pembangunan bendungan serta dikerjakan dengan
metode, standar dan prosedur yang benar agar
diperoleh data yang representatif
1. Mengkaji kondisi geoteknik lokasi/site sesuai rencana pekerjaan konstruksi
2. Mengkaji permasalahan yang ada dan mungkin timbul (geological hazard) pada saat dan pasca konstruksi (OM)
3. Menetapkan dan mengkaji jenis, sifat dan ketebalan tanah penutup
4. Ditto untuk batuan fondasi, mencakup: daya dukung, sifat fisik-mekanik massa batuan; pola, penyebaran dan kondisi retakan, struktur geologi, kondisi hidrogeologi dan kondisi geomekanik dll.
5. Menetapkan dan mengkaji kualitas dan kuantitas material konstruksi, mencakup kemungkinan pemanfaatan material hasil galian fondasi.
83
Catatan: Biaya survin tidak bisa ditekan, umumnya berkisar 0,5 – 1 % dari biaya konstruksi. 50% untuk tahap perencanaan awal dan 50%-nya lagi untuk tahap desain rinci
7.2.2 Tahapan Survin
Tahap Perencanaan Umum (Tahap
Penjajagan/Reconnaissance)
Kegiatannya secara bertahap mencakup hal-hal seperti di
bawah.
PENGUMPULAN DATA: peta Topografi/Geomorfologi (peta kontur), Peta Rupa Bumi,
Foto Udara; Laporan/Peta Geologi Regional dan Geoteknik, Laporan
Pertambangan/Bahan Galian, data Kegempaan dan ke-Gunung-Apian, dll.
STUDI KOMPREHENSIF terhadap data yang terkumpul (desk study)
PENJAJAGAN LAPANGAN (field reconnaissance), mencakup: aksesibilitas dan kondisi
jalan, vegetasi, kondisi lingkungan, kondisi sungai, geomorfologi, jenis batuan dan tanah
yang ada, kondisi sosio-ekonomi dan sosial-budaya masya-rakat, pertambangan dan cagar
alam dan pencemaran lingkungan, dll.
PEMILIHAN/SELEKSI beberapa alternatif lokasi bendungan
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
84
Tahap Perencanaan Awal (Tahap Investigasi
Awal/Kelayakan)
Perencanaan Awal merupakan bagian dari Studi Kelayakan. Maksud dan kegiatannya mencakup:
untuk menunjang pembuatan desain awal (basic design) termasuk
perkiraan kasar biaya konstruksinya
pengumpulan data lapangan yang diperlukan untuk kajian lebih rinci kondisi geoteknik calon lokasi bendungan, borrow area/quarry area dan cekungan waduk.
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
PEMILIHAN LO-
KASI BENDUNGAN
kesaksamaan dan cakupan Survin dalam
tahap ini sangat diperlukan guna
menghindari terjadinya perubahan yang mencolok di dalam Desain Rinci (Detail
Design)
85
Oleh karena itu
Tahap Desain Rinci (Tahap Investigasi Rinci)
Tahap Pra Konstruksi (Investigasi Tambahan)
Bila ada
Tahap Konstruksi dan Operasi & Pemeliharaan
(Investigasi Lanjutan)
7.3 Metoda dan Cakupan Survin Geologi-Teknik
7.3.1 Metodologi
Kuantitas dan kualitas data lebih rinci dan spesifik, sesuai
dengan permasalahan yang ada, solusi permasalahan
untuk mempertajam tingkat kete-litian
desain bendungan agar di-peroleh
desain yang lebih mantap dan akurat
(desain rinci)
- permasalahan yang perlu
studi lebih lanjut
- permasalahan baru
Mendapatkan data tambahan yang lebih rinci
Modifikasi dan/atau pemantapan rancangan akhir guna menghindari perubahan
desain yang mencolok
Kajian rinci mengenai geological hazard dan problema geoteknik
lainnya yang dijumpai saat maupun pasca konstruksi dan solusi
penanganannya, mencakup stabilitas lereng waduk
86
Prosedur umum pelaksanaan survin geoteknik dalam
pembangunan bendungan disajikan dalam bentuk bagan alir pada
Gambar 7.1.
Kemungkinan perolehan data dapat dicari/diperoleh pada
instansi dan kantor-kantor konsultan terkait (Tabel VII-1).
Survin geoteknik mencakup survin permukaan dan survin bawah
permukaan. Organisasi dan alur kegiatan survin geoteknik disajikan
pada Tabel VII-2.
a) Survin Permukaan tda: pemetaan geologi/geoteknik; di lokasi
bendungan minimal mencakup areal seluas seperti ditunjukkan
Gambar: 7-2. Sedangkan di cekungan waduk tergantung
permasalahan yang ada, namun umumnya mencakup
keseluruhan lereng waduk yang menuju ke arah waduk.
b) Hal-hal penting di dalam survin permukaan adalah mengenai
perolehan, pencatatan dan plotting data, antara lain
DATA OBYEK/SINGKAPAN; No. Stasiun, lokasinya di dalam peta dasar, lebar singkapan,
nama obyek singkapan yang diobservasi, deskripsi singkapan secara rinci
DATA UMUM; minimal mencakup nama proyek, pemilik proyek/pemberi pe-kerjaan
dan pelaksana proyek, lokasi proyek , tanggal/bulan/ tahun pelak-sanaan, status/tahap
pelaksanaan proyek
HUKUM V (V-RULES): dalam menggambarkan batas litologi
(Gambar: 7-3)
AZAS STRATIGRAFI: Normalnya yang muda berada di atas
yang lebih tua (Gambar: 7–4)
HUKUM TOP & BOTTOM pada batuan sedimen
GENESA BATUAN
IDENTIFIKASI SITE: Nama dan batas-batas geografi, alamat, fasilitas komunikasi, batas-
batas koordinat, konsesi pertambangan/quarry, batas-batas wewenang perorangan
maupun kolektif, fasilitas lain seperti SUTET, rel kereta api, jalan, jembatan, dll.
87
Gambar 7-3 Penggambaran batas litologi dengan V-Rule
Gambar 7-4 Asas stratigrafi, yang muda umurnya berada di
atas
INGAT ! Didalam
pemetaan/interpretasi
geologi/geoteknik,
88
c) Survin Bawah Permukaan tda: pemboran dengan segala uji
in-situ nya, pengambilan core (inti pemboran) usik maupun tak
usik sesuai kebutuhan, uji permeabilitas/uji packer, dll.; uji
geofisik (seismik dan/atau geolistrik), uji Penetrasi Standar (SPT),
Uji In-situ Kuat Tekan Batuan (Pressuremeter), dll; paritan uji,
galian uji, terowong (adit), dll.
7.4 Interpretasi Peta Geologi/Geoteknik
Interpretasi peta geologi/geoteknik pada intinya terletak pada
kemampuan untuk menggambarkan/membayangkan secara tiga
dimensional (3-D) apa-apa yang tampak di permukaan (2-D pada
peta topografi). Kemampuan ini pada dasarnya merupakan seni yang
dilandasi dengan pengetahuan dasar mengenai gambaran ruang
(geometri), yakni bentuk-bentuk perpotongan antara topografi
dengan bidang-bidang planar serta ilmu dasar seperti genesa batuan,
geologi struktur, stratigrafi, dll.
Bentuk-bentuk struktural tertentu yang karena masing-masing
karakteristikanya (genesa, dll) sudah diketahui, biasanya tidak terlalu
sulit menggambarkan dan menginterpretasikannya. Sebagai contoh
adalah intrusi batuan beku seperti ―dyke‖, ―sill‖ maupun ―batholyte‖.
Bila dyke dan batholyte penyebarannya tidak terpengaruh oleh
bentuk topografi, lain halnya dengan ―sill‖ yang mengikuti batas
litologi batuan yang diterobosnya. Gambar 7-5 adalah contoh
intrusi ―dyke‖ yang memotong batuan-batuan yang lain dengan tidak
mengindahkan pola atau konfigurasi secara umum. Para peserta
kursus dicoba untuk mengeinterpretasi kenampakan-kenampakan lain
yang menyimpang dari ―trend‖ umum.
89
Pengumpulan dan
Perolehan Data
Laporan & Peta Geologi
Foto Udara Skala sesuai
kebutuhan (tahapan)
Data dan Laporan Terkait
90
Peta Topografi Skala 1 : 10.000 Skala 1 : 50.000
1
Penafsiran Foto Udara
Peta Dasar
2
Pemetaan Geoteknik; observasi / deskripsi singkapan batuan dan tanah, pengambilan sampel dis-turbed + undisturbed, geological hazard, struktur geologi, dll
Penafsiran Ulang Foto Udara
3 Uji Laboratorium; Mekanika Tanah & Batuan
4
Uji in situ
Diskusi, studi literatur, Laporan Final, Peta Geoteknik &
Penampang2-nya, Peta Lugeon, Kesimpulan
Gambar 7-1 Bagan Alir Metode Survin Geoteknik
Tabel VII-1 Sumber Perolehan Data
Jenis Data Perolehan
91
Peta Geologi Regional, Skala 1 : (40.000
~ 50.000)
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung
Laporan-2 (Geologi) dan data-data
terkait
Departemen dan Instansi-2 terkait, kantor-
kantor Konsultan, Puslitbang Sumber Daya Air
Foto Udara , Skala 1 : (10.000 ~ 50.000) PENAS, BAKORSUTANAL, Proyek ybs.
(pengadaan sendiri),
Peta Topografi, skala 1 : (10.000 ~
50.000), Peta DEM (Digital Elevation
Model), Peta Rupa Bumi
BAKORSUTANAL
Sebaran dan intensitas gempa/ Peta
Seismik Indonesia/Data Gempa BMG, Puslitbang Sumber Daya Air
92
TABEL - 3 : Organisasi / Jalur Survin Geoteknik ( modifikasi dari Fookes, 1967)
SURVAI & INVESTIGASI
Inv. Permukaan Inv. Bawah Permukaan
Pemetaan Geologi
Sampling + Pengujian
Observasi Singkapan
Sampling Lapangan Uji Insitu
Lain-Lain
Geofisik Pemboran Bor Tangan Penggalian
Bor Putar Bor Tumbuk
Ulir Kupu-kupu
Galian Uji
Paritan Uji
Terowong Uji
Logging & Sampling Inti Bor
Seismik, Resistivity, Sonik, Elektrik -Logging, Magnetik, Graviti
Uji Insitu
Uji Insitu
Uji Laboratorium: Uji Indeks, Uji Kinerja (sifat
fisik dan mekanik)
Tabel VII-2
93
4H
4 H
2 H L 2 H
4H
4 H
Gambar 7-2 Areal cakupan survin di lokasi bendungan
94
Gambar 7-5 Geologi yang menggambarkan penyimpangan pola
7.4.1 Pembuatan Penampang Geologi
Di dalam interpretasi peta geologi, pembuatan penampang melintang merupakan
hal yang sangat sangat penting, karena menggambarkan penyebaran/distribusi litologi
maupun struktural ke arah vertikal, bahkan kalau perlu (diminta), kondisi geologi
setempat harus bisa digambarkan dengan Diagram Balok (Blok Diagram).
Garis penampang hendaknya dibuat memotong areal yang memberikan informasi
secara maksimal. Di lokasi bendungan, garis-gais penampang ini secara baku minimal di
95
buat 2 (dua) jalur, yakni memotong as-bendungan secara ―transversal‖ di sepanajang
alur sungai dan di sepanjang as-bendungan (longitudinal X-section). Pada Gambar 7-2,
garis-garis penampang ini ditunjukkan oleh garis putus-putus yang dicetak tebal. Cara
yang paling mudah untuk menggambarkan penampang geologi adalah dengan
mengimpitkan kertas millimeter pada garis penampang, kemudian dibuat profil sesuai
dengan garis-garis kontur yang terpotong oleh garis penampang (Gambar 7-6).
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian di dalam pembuatan penampang geologi
adalah:
skala peta dan interval kontur yang bisa diketahui dari kontur indeks (lihat butir
2.1 di hal-13).
garis penampang dibuat memotong obyek-obyek yang penting untuk diekspose
atau memberikan informasi paling maksimal
untuk keperluan interpretasi, skala peta seyogyanya dipilih skala natural
96
Gambar 7-6 Cara penggambaran penampang geologi
BAB VIII
KEGEMPAAN
97
8.1 Umum
Gempa bumi asli bersumber di dalam bumi dan merambat melalui permukaan dan
menembus bumi. Dari pengertian ini ternyata dapat dijelaskan bahwa getaran -
getaran yang disebabkan oleh pabrik - pabrik, lalu lintas, pukulan - pukulan
gelombang, tidak dapat digolongkan kedalam gempa bumi meskipun getaran -
getaran inipun dicatat oleh pencatat gempa bumi yang peka.
Gempa bumi terjadi disebabkan oleh pergerakan relatif secara tiba - tiba pada
sesar atau zona sesar aktif pada kerak bumi. Sesar aktif adalah sesar yang
menimbulkan pergeseran atau alihan relative dalam waktu geologi resen,
sehingga dianggap berpotensi bergerak lagi. Jika sesar bergerak dalam waktu
geologi yang lampau, selama waktu dari rezim tegangan tektonik yang berbeda
dan jika sesar tidak bergerak dalam waktu holosen sampai resen (lebih kurang 11
ribu tahun yang lalu), maka sesar dianggap tidak aktif.
Daerah gempa bumi adalah bagian dari kerak bumi dimana getaran - getaran itu
dapat dirasakkan tanpa alat. Jarak antara Episentrum dan stasiun pencatat disebut
Episentral dan jarak antara episentrum dan hyposentrum disebut focus.
Sesar berpotensi aktif adalah sesar yang belum pasti berpotensi menyebabkan
gempa bumi. Jika sesar ditemukan di daerah yang di duga sebagai sumber gempa
bumi maka diperlukan analisis yang seksama dan pengertian tentang sesar untuk
evaluasi potensi terjadinya gempa.
Gempa disebabkan oleh pergerakan relatif yang terjadi secara tiba-tiba pada sesar
atau zona patahan dalam kerak bumi, yang disebut sesar aktif (yang menimbulkan
gempa). Mekanisme pergerakan sesar mengikuti proses regangan elastis (elastic
rebound), sebagai akibat pelepasan energi regangan secara tiba-tiba dalam kerak
bumi. Peningkatan energi regangan dalam kerak bumi melalui pergerakan relatif
antara bagian-bagian kerak bumi disebut juga sebagai lempeng tektonik.
Pelepasan energi regangan ini disebut keruntuhan sesar (fault rupture), yang
98
terjadi sepanjang zona keruntuhan. Bila terjadi keruntuhan sesar akan terjadi
regangan elastis pada batuan. Pantulan ini menyebabkan getaran melalui kerak
bumi dan sepanjang permukaan bumi, serta menimbulkan goncangan gempa
permukaan sebagai sumber kerusakan gempa secara umum. Jika sesar sepanjang
keruntuhan mengarah ke atas permukaan tanah dan permukaan tidak terlapisi
sedimen, maka pergerakan relatif dapat memicu keruntuhan permukaan, sebagai
sumber kerusakan gempa terhadap infrastruktur yang telah dibangun.
8.2 Konsep Dasar
Pada kerak bumi sesar dapat berada baik pada bidang kontak lempeng tektonik
maupun dalam lempengnya sendiri. Tidak semua sesar menimbulkan gempa
(seismogenic), dan sesar yang menyebabkan gempa disebut sesar aktif. Sesar
yang belum pasti berpotensi menimbulkan gempa disebut sesar berpotensi aktif.
Jika sesar ditemukan di daerah yang diduga sebagai sumber gempa, maka
diperlukan analisis yang seksama dan pengertian tentang sesar untuk evaluasi
potensi terjadinya gempa.
8.2.1 Lempeng tektonik
Teori lempeng tektonik menggambarkan bahwa kerak bumi merupakan mosaic
dari lempeng-lempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini dapat menarik salah satu
bagian, naik di atas yang lain, dan bergeser melewati satu sama lain. Pergerakan
lempeng tektonik dipicu oleh arus konveksi dalam batuan cair di dalam selimut
bagian atas bumi. Arus konveksi sendiri disebabkan oleh sumber panas bumi.
Lempeng mengembang luas pada zona penyebaran, yang aliran konveksinya
menyebarkan serpihan (plumes) material dari selimut atas ke permukaan bumi.
Pada bidang kontak antara 2 lempeng tektonik yang bersifat saling menekan, salah
satunya menghunjam ke bawah sedangkan lempeng yang lainnya terangkat di
atasnya. Bidang kontak ini disebut sebagai zona subduksi (zona Benioff).
Pada Gambar dibawah diperlihatkan lempeng-lempeng tektonik utama dari kerak
bumi. Pergerakan lempeng ditunjukkan oleh arah panah, yang berkaitan dengan
aktivitas sesar, kejadian gempa, dan proses volkanik. Pada umumnya, gempa
terjadi pada atau di dekat batasan lempeng, yang disebut zona Benioff, yaitu
99
zona kontak yang miring (dips) antara dua lempeng tektonik (dips) dari
permukaan sampai kedalaman bawah kerak bumi yang disebut sebagai gempa
"interplate". Gempa dapat juga terjadi di bagian dalam lempeng dengan frekuensi
yang jauh lebih rendah daripada batasan lempeng atau (intraplate earthqual).
Gambar 8-1 Lempeng Tektonik Utama Dan Perkiraan Arah Pergerakannya
(Modifikasi Dari Parek, 1983)
Indonesia berada pada tatanan tektonik, berupa pertemuan tiga lempeng tektonik
(junction of fates), yaitu Pasifik, Indo Australia dan Eurasia. Lempeng-lempeng ini
mengalami pecah menjadi beberapa blok yang saling bergerak dan berinteraksi,
seperti blok Sumatera. Implikasi dari tatanan tektonik tersebut adalah deformasi
sepanjang batas lempeng, pengangkatan atau penurunan kerak, gempa bumi dan
aktivitas volkanik. Gempa yang terjadi sepanjang batas lempeng disebut gempa
bumi interplate. Sedangkan gempa bumi yang terjadi jauh dari lempeng disebut
intraplate. Yang menjadi penyebab utama terjadinya gempa ini adalah tumbukan
antar lempengan di daerah yang disebut daerah interplate. Batas lempeng
merupakan daerah yang amat kompleks, dimana blok tersebut saling berinteraksi
dan menyebabkan deformasi.
100
Gambar 8-2 Seismisitas Indonesia 1973 - 2003 (Suhardjono, 2009)
Berdasarkan gambar lokasi kejadian gempa antara tahun 1973-2003 di atas,
dengan magnitudo MS yang bervariasi antara 2,5 sampai 8,5 sekalarichter dan
kedalaman dangkal (< 60 km), menengah (60 km — 200 km) dan dalam (200
km — 600 km), maka terlihat dengan jelas bahwa Indonesia termasuk daerah
dengan kerentanan tinggi terhadap gempa bumi.
8.2.2 Pergerakan sesar
Sesar terjadi bila tegangan dalam material geologi (batuan) melebihi kekuatan
geser material untuk menahan tegangan. Pada umumnya, sesar yang terbentuk
sekarang merupakan hasil aktivitas tektonik yang terjadi pada waktu geologi
yang lampau. Sesar ini biasanya tidak aktif, tetapi sesar yang berkaitan dengan
proses tektonik yang lampau dapat menjadi aktif kembali karena proses
tektonik yang terjadi sekarang.
Tidak semua sesar sepanjang terjadi pergerakan relatif merupakan sumber
gempa. Banyak sesar terjadi di permukaan sepanjang pergerakan relatif, dengan
101
laju kecepatan kontinu yang relatif lambat dan penurunan tegangan geser kecil,
namun tidak cukup menimbulkan gempa.
Pergerakan demikian disebut rayapan sesar (fault creep), yang dapat terjadi
sepanjang sesar dangkal, di mans tegangan overburden yang rendah
menghasilkan disipasi tegangan yang relatif cepat. Rayapan sesar dapat berada
pada kedalaman tanah lunak dan/atau regas yang mengalami deformasi plastis.
Apabila terjadi penurunan perlawanan friksi atau tidak seragam (asperities)
sepanjang bidang sesar, dapat menyebabkan rayapan langgeng dan memicu
lepasnya energi regangan sepanjang sesar. Bila terjadi intrusi magma atau
pertumbuhan kubah garam (growing salt domes), maka akan menimbulkan
rayapan sesar berlebihan sehingga mengaktifkan sesar dangkal dalam sedimen
lunak. Sesar yang disebabkan oleh ekstraksi (extraction) cairan dapat
mengakibatkan penurunan tanah, sehingga terjadi sesar aktif dekat permukaan.
Pergerakan ini dipicu oleh rayapan langgeng untuk menyesuaikan sesar aktif
secara tektonik, dan sesar yang ditimbulkan oleh longsoran gravitasi terjadi dalam
sedimen tebal yang tidak terkonsolidasi.
Sesar aktif yang terjadi dalam batuan dasar kristalin umumnya mampu
menimbulkan energi regangan, yang dapat menghasilkan kekuatan gempa yang
mempengaruhi keruntuhan pada bendungan. Keruntuhan sesar dapat terjadi dari
batuan dasar kristalin ke permukaan tanah dan menyebabkan keruntuhan tanah.
Namun, keruntuhan sesar bisa juga mencapai bawah permukaan tanpa terjadi
rombakan permukaan tanah karena pergerakan sesar. Sebagai contoh sifat gempa
di bagian pusat dan timur Amerika Serikat, penyesaran bawah permukaan terjadi
tanpa adanya keruntuhan sesar primer pada permukaan tanah. Gempa signifikan
yang terjadi di daerah batas lempeng pantai Pasifik, menimbulkan keruntuhan
karena sesar naik, namun tidak merombak permukaan tanah, disebut blind thrust
faults. Goncangan gempa kuat bersama-sama dengan keruntuhan sesar dapat
menimbulkan rombakan tanah sekunder, seperti graben, ridge-top shattering,
longsoran, dan Iikuifaksi.
Apakah suatu sesar berpotensi menyebabkan gempa atau tidak biasanya
102
ditentukan oleh pergerakan sesar yang pemah terjadi. Jika sesar merambat ke
permukaan tanah, biasanya diperoleh bentuk geomorfik beserta keruntuhan sesar
(misal deformasi relatif dari sedimen muda secara geologi). Bila sesar tidak
merambat ke permukaan tanah, kejadian geomorfik dari gempa lampau dapat
lebih dikendalikan. Namun lebih sulit untuk evaluasi, misalnya pelipatan dekat
permukaan sedimen atau kejadian likuifaksi atau pergeseran akibat gempa.
Jika sesar menimbulkan deformasi relatif dalam waktu geologi Resen (terbentuknya
tatanan tektonik), maka sebaiknya sesar ini dianggap berpotensi untuk bergerak
lagi. Jika sesar bergerak dalam waktu geologi yang lampau selama waktu dad
regime tegangan tektonik yang berbeda, dan jika sesar tidak bergerak dalam
waktu Holocene Resen (11.000 tahun yang lalu), maka sesar dianggap tidak aktif.
Umur geomorfik dad pergerakan sesar tidak selalu dapat dihitung. Dalam
praktek sesar dianggap aktif, jika sesar dapat mengalihkan dasar alluvium tidak
terkonsolidasi, deposit es, atau tanah permukaan. Jika ada aktivitas gempa mikro
beserta sesar, maka sesar dianggap aktif dan mampu menimbulkan gempa
susulan. Gempa mikro yang terjadi dalam batuan dasar pada kedalaman 7 km -
20 km dapat menunjukkan potensi gempa besar. Gempa mikro yang terjadi
pada kedalaman 1 km - 3 km tidak selalu menunjukkan potensi terjadinya gempa
besar yang merusak. Jika tidak ada tanda-tanda geomorfik, aktivitas tektonik
atau sejarah kejadian gempa besar, maka mikrotremor dangkal hanya
menunjukkan potensi kejadian gempa kecil atau moderat. Magnitudo gempa
mikro dangkal sebesar s 3 kadangkadang terjadi bersamaan dengan mekanisme
penambangan atau non-seismogenik lainnya. Jika tidak ada tanda-tanda
geomorfik dad aktivitas gempa dan aktivitas gempa mikro di daerah tersebut,
maka sesar tidak aktif dan tidak menimbulkan gempa susulan.
Ukuran magnitudo gempa yang dapat terjadi pada sesar (aktif atau berpotensi
aktif), pada umumnya sesuai dengan ukuran sesar (misalnya sesar kecil
menyebabkan gempa kecil dan sesar besar menimbulkan gempa besar). Sesar
yang mengandung ketidakseragaman dan mengalami friksi dan perlawanan
geometrik tertentu, hanya dapat bergerak bila tegangan geser terakumulasi
103
melampsui kekuatan geser. Dengan demikian, setiap sesar mempunyai
kecenderungan menimbulkan gempa dalam rentang magnitudo tertentu sesuai
dengan sifat sesamya.
Sesar panjang, seperti sesar San Andreas di California atau sesar Wasatch di
Utah, pada umumnya bergerak di seluruh panjangnya pada setiap waktu. Sesar
ini khususnya bergerak per bagian, satu segmen per satuan waktu. Segmen
yang tidak bergerak (atau terkunci), adalah segmen yang tetap di tempat
sementara segmen-segmen sesar yang berdekatan %elan bergerak, merupakan
pemicu Vtuat untuk pergerakan selanjutnya. Panjang segmen sesar dapat
diinterpretasi dari tanda-tanda geomorfik pergerakan lampau atau dad kendala
geometri sesar dan kinematik (misalnya perubahan orientasi sesar secara tiba-
tiba).
Sesar yang terputus-putus pendek melewati sedimen di permukaan tanah bisa
menerus pada kedalaman tertentu, yang digambarkan oleh struktur geologi
permukaan. Hal ini berarti, panjang grup sesar yang teramati kerapkali lebih
pendek daripada panjang sebenamya. Namun, grup sesar ini dapat juga
bergerak dalam segmen yang berbeda. Panjang grup segmen sesar pendek ini
dapat disamakan dengan kontinuitas tanda-tanda geomorfik.
Sekarang variasi korelasi antara magnitude gempa, panjang atau luas bidang
sesar, dan jumlah deformasi sepanjang sesar telah tersedia dalam literatur
(Bonilla dkk, 1984; de Polo and Slemmons, 1990; Hanks and Kanamori, 1979;
Wesnousky, 1986; Woodward-Clyde Consultanta, 1979; Wyss, 1979). Akan
tetapi, evaluasi proses segmen sesar dan potensi magnitudonya merupakan
permasalahan yang kompleks dari tenaga ahli geologi dan seismologi, dan
tidak boleh ditentukan oleh engineer geoteknik yang tidak berpengalaman.
Walaupun kondisi geologi, geomorfologi dan kegempaan setempat suatu daerah
penelitian sudah diketahui, namun tidak berarti bahwa semua sesar aktif dapat
ditemukan. Oleh karena itu, harus dilakukan evaluasi dengan cam
memperhitungkan potensi kegempaan dari sesar yang belum diketahui. Untuk itu,
104
biasanya digunakan gempa-gempa perkiraan atau random yang terjadi dalam zona
gempa yang diketahui.
8.3 Tipe Sesar
Sesar dapat diklasifikasil berdasarkan ragam pergerakan relatif, yang dijelaskan
dalam Gambar dibawah.
8.3.1 Strike slip faults
Sesar yang terjadi akibat pergerakan relatif secara lateral disebut strike slip faults.
Pada dasarnya berbentuk linier atau bidang (planar), tidak linier yang berbentuk
agak kompleks (contohnya sesar San Andreas), atau bertingkat. Sesar yang
bertingkat dapat terjadi bersama-sama pada zona pergeseran yang berpindah
dan pada strike slip faults yang berdekatan.
Gambar 8-3 Strike Slip
8.3.2 Dip slip faults
Sesar yang mengalami pergeseran tegak lurus, terjadi akibat peregangan/tarikan
nasional) atau tekanan (compressional). Normal fault disebut sesar turun, dan
reverse disebut sesar naik. Dip slip faults menimbulkan patahan ganda di dalam
zona sesar agak lebar dan tidak beraturan. Contohnya punggung gunung (ridges)
dan sags dari s fault dalam zona geser (Hart, 1980).
Gambar 8.4 Dip Slip
105
8.3.3 Oblique slip faults
Kondisi ini enunjukkan pola kombinasi strike slip fault dan dip slip fault disebut
oblique slip.
Gambar 8-5 Oblique Slip
Pada umumnya, terjadi karena penibahan arah pergeseran atau pergerakan sesar.
hnya sesar San Andreas di California, yang berarah utara-selatan, melengkung ke
timur-barat. Di sekitar lengkung besar, pergerakan lateral longsor bersudut strike
njang batas lempeng, yang umumnya ditransfer ke sesar naik dan sesar taken, akan
hasilkan pergeseran tegak lurus pada bidang sesar berarah timur-barat.
8.4 Magnitudo Gempa
Magnitudo gempa (M) adalah suatu ukuran gempa yang berhubungan dengan
pelepasan energi gempa dengan skala bervariasi sesuai dengan karakteristik gempa
untuk menghitung tingkat energinya. Karakteristik gempa mencakup intensitas
goncangan tanah setempat, gelombang badan, dan gelombang permukaan akibat
gempa. Contohnya, di sebelah timur Amerika Serikat, biasanya digunakan
magnitudo gelombang badan mb (untuk perioda pendek). Namun untuk perioda
panjang, digunakan magnitudo gelombang badan m5. Di California, biasanya
digunakan magnitudo lokal ML (Richter), atau magnitudo gelombang permukaan
Ms; dan di Jepang digunakan the Japan Meteorological Agency Magnitude (MJMA).
Sedangkan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada gelombang permukaan
MS atau gelombang badan mb.
Jadi magnitudo atau kebesaran gempa adalah tingkat besaran gempa yang
berhubungan dengan pelepasan energi regangan pada saat terjadi patahan batuan
sepanjang garis sesar, yang terdiri atas magnitudo gempa ML, MS, Mb atau m, MW
106
dan MJMA.
8.5 Hiposentrum Dan Episentrum
Hiposentrum (pusat/focus) gempa adalah titik dari mana gelombang gempa
pertama berasal. Secara konseptual, dapat dianggap sebagai titik pada bidang
sesar dimana mulai terjadi longsoran karena gempa. Episentrum adalah titik pada
permukaan tanah langsung di atas hiposentrum. Gambar dibawah menunjukkan
hubungan antara hiposentrum, episentrum, bidang sesar, dan zona keruntuhan
dari suatu gempa, dan definisi sudut strike dan dip dari bidang sesar.
Gambar 8-6 Hubungan Hiposentrum dan Episentrum
8.5.1 Zona Pelepasan Energi
Zona pelepasan energi (zona keruntuhan seismogenic) adalah daerah pada bidang
sesar dengan gelombang gempa sebagai sumber goncangan kuat di
permukaan tanah; dan umumnya merupakan bagian dari zona keruntuhan dalam
batuan kristalin. Oleh karena itu, walaupun bidang sesar runtuh pada permukaan
tanah, namun zona pelepasan energi tidak meluas sampai ke permukaan tanah.
107
Gambar 8-7 Fokus Gempa Bumi adalah tempat pergerakan pertama pada sesar
dan pusat pelepasan energi. Episenter terletak dipermukaan Bumi, tegak lurus
diatas fokus (Skinner 2004)
8.5.2 Jarak Lokasi Ke Sumber Gempa
Gambar dibawah menunjukkan definisi tentang berbagai jarak lokasi dan sumber,
yang umumnya digunakan untuk memperkirakan goncangan gempa di permukaan
tanah. Pada umumnya di Amerika Serikat bagian timur digunakan jarak
episentrum (RE); di Amerika Serikat bagian barat digunakar jarak keruntuhan
(RR), jarak seismogenik (R5), jarak hiposentrum (RH), dan jarak Joyner dan Boore
(Rj); serta tepi dinding tergantung (hanging wall) pada suatu sesar naik (misalnya
pada permukaan tanah di atas bidang keruntuhan), RJ=0.
108
Distance (km) traveled from focus
Gambar 8-8 Waktu Tempuh (Travel Time) Gelombang P, S Dan Gelombang
Permukaan
(A). Gambaran sebuah seismogram yang umum direkam pada seismograf.
Gelombang P dan S meninggalkan episenter pada saat yang sama. Gelombang
P yang lebih cepat tiba lebih dulu, beberapa waktu kemudian gelombang S
yang lebih lambat sampai. Perbedaan waktu tiba proporsional dengan jarak
yang ditempuh gelombang. Gelombang permukaan merambat lebih lambat
dari P dan S.
(B). Kurva waktu tempuh (travel time curve) rata - rata gelombang P dan S di bumi
dipergunakan untuk melokalisir episenter. Contohnya stasiun gempa mencatat
perbedaan waktu tiba S - P, (13.7 - 7.4) menit yang berarti jarak episenter
4000 km dari stasiun gempa. (Skinner,1992)
109
Gambar 8-9 Lokasi Episenter Gempa Ditentukan Berdasarkan Jarak Dari Tiga
Stasiun Gempa.Titik potong ketiga lingkaran yang masing - masing bedari - jari
jarak dari episenter (di atas peter) adalah letak episenter gempanya.
8.5.3 Goncangan puncak di permukaan tanah
Intensitas goncangan gempa di permukaan tanah biasanya dinyatakan dengan
nilai puncak dari sejarah waktu vs percepatan, yang disebut sebagai percepatan
puncak di permukaan tanah (peak ground acceleration, PGA). Penggunaan
kecepatan puncak di permukaan tanah (peak green velocity, PGV) dan/atau alihan
puncak di permukaan tanah (peak ground displacement, PGD) kerap digunakan
sebagai parameter potensi tingkat kerusakan akibat gempa. Goncangan puncak di
permukaan tanah umumnya ditentukan untuk goncangan arch horisontal, karena
cenderung berupa goncangan yang menimbulkan kerusakan terberat yang
menunjukkan sejarah percepatan, kecepatan, dan alihan dengan waktu dari
komponen gempa horisontal. Nilai-nilai percepatan puncak horisontal di
permukaan tanah (PHGA), kecepatan puncak horisontal di permukaan tanah
(PHGV), dan alihan puncak horizontal di permukaan tanah (PHGD) dengan garis
penuh. Ke dua komponen horisontal dan vertikal dari PGA, PGV, dan PGD
umumnya disebut sebagai parameter goncangan gempa di permukaan tanah.
8.6 Jenis dan Bahaya Gempa
Berdasarkan sebab dan akibatnya terjadinya gempa bumi, gempa bumi ini dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
A. Gempa bumi volkanik : yaitu gempa bumi yang disebabkan oleh adanya
peletusan gunung api, biasanya gempa bumi ini lemah dan hanya terasa
disekitar gunung api itu saja. (Hanya 7% dari jumlah rata - rata gempa bumi
yang terjadi).
B. Gempa Bumi Runtuhan : Gejala ini terdapat di daerah - daerah dimana
terdapat runtuhan - runtuhan dalam tanah. (Daerah pertambangan). Terdapat
hanya kira - kira 3% dari jumlah rata - rata gempa bumi yang terjadi.
110
C. Gempa bumi tektonik
Gempa Bumi Tektonik adalah gempa yang terjadi bila kekuatan geser batuan
(batu dan tanah) tidak dapat lagi menahan tegangan yang meningkat secara
perlahan - lahan dalam suatu lempeng tektonik (gempa interplate atau pada
sesar aktif) gempa interplate. Gempa bumi tektonik dapat terjadi jikalau
terbentuk patahan - patahan yang baru atau jika terjadi pergeseran -
pergeseran sepanjang patahan. Tercatat kurang lebih 90% dari jumlah rata -
rata yang terjadi.
Akibat goncangan gempa bumi ada enam hal yang utama, dua yang pertama,
akibat goncangan permukaan tanah dan pensesaran yang mengakibatkan secara
langsung. Empat lainnya merupakan pengaruh adanya goncangan yang
mengakibatkan kerusakan secara tidak langsung.
1. Bergeraknya tanah akibat gempa, terutama gelombang permukaan, di lapisan-
lapisan batuan di permukaan dan regolith. Goncangannya dapat merusak
bahkan kadang-kadang menghancurkan bangunan.
2. Bila permukaan tanah tersesarkan, bangunan-bangunan akan terbelah, jalan
terputus dan segala sesuatu yang dilalui atau di atas sesar akan terbelah.
3. Efek kedua, yang sering kali lebih merusak dari tanah yang bergerak, adalah
kebakaran. Goncangan menumpahkan kompor, mematahkam saluran gas,
memutuskan kabel listrik, sehingga terjadi kebakaran. Celakanya lagi pipa
saluran hidran juga patah, sehingga pemadam kebakaran tidak berfungsi.
4. Pada daerah berlereng curam, terjadi regolith meluncur kebawah, tebing-
tebing ambruk dan gerak tanah atau longsor, menghancurkan rumah, jalan
dan struktur bangunan lainnya.
5. Goncangan mendadak dan gangguan terhadap sedimen dan regolith yang
jenuh air dapat mengubah tanah yang padat menjadi seperti massa cair
quicksand. Prosesnya disebut liquefaction, yang menyebabkan amblesnya
bangunan.
Terakhir adalah gelombang laut seismik atau tsunami berasal dari bahasa Jepang
yang berarti gelombang pelabuhan. Gempa pada lantai samudera menyebabkan
111
air laut bergerak dengan sangat cepat (sampai 950 km/jam). Di laut terbuka
gelombangnya tidak tampak, karena amplitudonya hanya beberapa meter, tetapi
panjang gelombangnya sampai 200 km. Setelah mencapai tempat yang dangkai
membentuk gelombang yang sangat tinggi, sampai 30 meter. Gelombang yang
sangat besar ini akan menyapu segala sesuatu yang ada di daratan dan
menyeretnya kembali ke laut. Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali, di
Sulawesi, Sumbawa dan Flores. Dan yang sangat besar terjadi di Aceh dan
Sumatra Utara pada Desember 2004, yang berpengaruh sampai Thailand, Srilanka
dan Malaysia, menelan korban jiwa lebih dari 100.000 orang.
Akhir-akhir ini diketahui bahwa tsunami tidak hanya disebabkan oleh gempa bumi
berskala sangat besar saja. Gempa berskala menengahpun dapat mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Kemungkinan ini dapat terjadi apabila di dasar laut terdapat palung yang dalam.
Pada saat terjadi gempa, getarannya memicu sejumlah sangat besar akumulasi
sedimen ditepi palung mendadak longsor kedalam palung. Akibatnya sejumlah
besar massa air tersibakkan, dan terjadilah gelombang raksasa, yang bergerak ke
segala arah, termasuk ke daratan dan menyapu semua yang dilaluinya.
Tabel 8-1 Jenis Gempa Bumi dan Jarak Episentral
Jenis Gempa bumi Jarak episentrel dalam km
Gempa bumi setempat
Gempa bumi jauh
gempa bumi sangat jauh
10.000
± 10.000
10.000
Berdasarkan jarak episentrum gempa bumi dapat dibagi menjadi seperti pada
table di bawah ini
Tabel 8-2 Jenis Gempa Bumi dan Jarak Fokus
Jenis Gempa bumi Dalamnya focus dalam km
Gempa bumi dangkal
Gempa bumi intermedier
Gempa bumi dalam
± 50
100 - 300
300 - 700
112
Berdasarkan kerusakan yang terjadi di permukaan atau pengaruhnya terhadap
kehidupan manusia berbagai jenis skala besaran gempa bumi telah diajukan oleh
para ahli antara lain :
1. Hubungan antara skala Mercalli - Cancani dan skala Omori dapat dilihat dari
table dibawah ini :
Tabel 8-3 Skala Mercalli - Cancani dan Skala Omori
Mercalli - Cancani Omori
II + III
IV
V
VI
VII + VIII
IX + X
XI + XII
I
II
III
IV
V
VI
VII
2. Skala Besaran Gempa Dari Omori
Tabel 8-4 Skala Kekuatan Gempa Bumi Mutlak Dari Omori
Derajat Percepatan getaran - getaran gempa bumi
I
IV
V
VIII
X
XII
0,25 cm / detik
5 - 10 cm / detik
10 - 25 cm / detik
25 - 50 cm / detik
200 - 500 cm / detik
500 cm / detik
3. Skala Besaran Gempa Omori yang dimodifikasi oleh Van Bemmflen untuk
Indonesia seperti pada tabel dibawah.
Tabel 8-5 Skala Omori Yang Dirubah Oleh Van BEMMELEN Untuk Indonesia
Derajat Keterangan
I Getaran - getaran lunak, dirasakan oleh banyak orang tetapi tidak oleh
113
II
III
IV
V
VI
VII
semua orang.
Getaran - getaran sedang kerasnya, semua orang terbangun disebabkan
banjir barang pecah, dan bunyi jendela dan pintu.
Getaran - getaran agak kuat, jam dinding berhenti, pintu dan jendela
terbuka.
Getaran kuat, gambar dinding jatuh, serta retakan terlihat dinding.
Getaran - getaran sangat kuat, dinding - dinding dan atap runtuh.
Rumah - rumah yang kuat runtuh.
Kerusakan - kerusakan umum.
Skala Magnitude (Skala Reacter dan Tingkat kerusakan) Mersalli.
Tabel 8-6 Magnitude (Skala Richter) gempa dan tingkat kerusakannya (Skala Modified
MersaIli), Skinner, 1992
Untuk penentuan koefisien percepatan gempa dalam analisis stabilitas bendungan
dapat menggunakan peta problabilitas gempa yang dibuat oleh Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2004 seperti gambar di bawah.
114
Gambar 8-10 Peta gempa Indonesia (2004)
RANGKUMAN
115
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi keadaan
serta sifat-sifat bumi berdasarkan bentuk-bentuk permukaan (morfologi) bumi
atau disebut juga sebagai ilmu bentang alam (landscape). Hal tersebut dilakukan
untuk menafsirkan hubungan antara kenampakan-kenampakan di atas dengan
kondisi geologi di bawahnya.
Hal lain dalam geologi teknik ini adalah bagaimana mengetahui genesa dan
sifat batuan, termasuk sifat tekniknya yang berkaitan dengan fondasi suatu calon
bendungan termasuk daerah genangannya, terhadap kemungkinan terjadinya
bocoran. Kualitas material batu urugan juga merupakan faktor dalam menentukan
jenis calon bendungan yang akan dibangun. Pengetahuan mengenai jenis dan
kualifikasi batuan juga sangat penting untuk menentukan cara/metoda penggalian
suatu terowongan yang merupakan salah satu bagian dari bangunan pelengkap
bendungan.
Secara geologi, tanah adalah merupakan hasil pelapukan sempurna dari
batuan atau merupakan hasil transportasi, misalnya oleh angin atau angin. Secara
garis besar tanah dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yakni tanah berbutir halus
yang bersifat kohesif, misalnya lempung dan tanah berbutir kasar (granular) yang
bersifat non kohesif, misalnya pasir, kerakal dan batu/boulder. Masing-masing
golongan tanah tersebut mempunyai sifat fisik dan sifat teknik yang berlainan,
antara lain untuk tanah berbutir halus mempunyai sifat kedap air, namun
mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang lebih tinggi
dibandingkan tanah berbutir kasar.
Struktur geologi dipelajari di dalam Geologi Struktur, yakni cabang geologi
yang mempelajari tentang reka-bangun dan hubungan antar batuan yang
terbentuk secara alami. Oleh karena itu, segala jenis bentuk dan
susunan/hubungan material penyusun kulit bumi yang terbentuk secara tidak
alami tidak termasuk di dalam kategori struktur geologi.
Dalam kaitannya dengan desain bendungan, struktur ketidak sinambungan
selain bisa memperlemah daya dukung fondasi bendungan juga merupakan
jalur peresapan air waduk yang dapat menyebabkan kebocoran waduk bahkan
―piping‖. Oleh karena itu, desain bendungan hendaknya
menyesuaikan/mempertimbangkan kondisi geologi/geoteknik di lokasi bendungan,
116
baik geometrinya, orientasinya maupun sifat maupun kondisi fisik daripada
struktur geologi yang ada. Pada stuktur perlipatan, selain jenis lipatan itu sendiri,
lokasi bendungan hendaknya memperhatikan posisi sumbu lipatan dan arah
sayap-sayap lipatan. Terutama terkait dengan ancaman kemungkinan longsoran
dan bocoran air waduk. Kelompok kekar (joints) harus dievaluasi secara kuantitatif
untuk menunjukkan frekuensi dan geometri utamanya. Evaluasi kuantitatif ini
antara lain digunakan untuk evaluasi rock mass strength batuan dan menentukan
arah grouting yang paling efektif.
Untuk mengetahui gambaran kondisi geologi dan kondisi fondasi calon
bendungan, perlu dilakukan pemetaan geologi permukaan dan pembuatan peta
geologi/geoteknik untuk menggambarkan/membayangkan secara tiga dimensional
(3-D) apa-apa yang tampak di permukaan, yakni bentuk-bentuk perpotongan
antara topografi dengann genesa batuan, geologi struktur, stratigrafi, dll. Di dalam
interpretasi peta geologi, pembuatan penampang melintang merupakan hal yang
sangat sangat penting, karena menggambarkan penyebaran/distribusi litologi
maupun struktural ke arah vertikal. Demikian juga pembuatan peta dan
penampang geoteknik yang dapat memberikan masukan kepada pendesain untuk
menentukan lokasi tapak bendungan serta penentuan perlu tidaknya dilakukan
perbaikan fondasi bendungan.
Kegempaan adalah masalah yang berpengaruh terhadap desain bendungan,
sehubungan dengan jarak pusat dan kedalaman gempa yang mempengaruhi
desain dan keamanan bendungannya, terutama bila calon bendungan terletak
pada zona gempa yang tinggi atau terletak di dekat patahan. Untuk penentuan
koefisien percepatan gempa dalam analisis stabilitas bendungan telah dapat
dilakukan bedasarkan peta problabilitas gempa Indonesia yang telah dibuat oleh
Departemen Pekerjaan Umum (2004).
DAFTAR PUSTAKA
1. Bell,F.G.,Engg.gelogy and geotechnics, Butterworth&Co, 1980
117
2. Legget, R.F.,Handbook of geology in civil engineering, 1983
3. Mac Donald, R., The role of geologist in dam safety examination, (1983)
4. Price D.G., Engineering geology, Training program on geology and geotechnics,
AIT, Bangkok (1984)
5. Vaessart, Christ, Lesson from dam incident, bahan kursus keamanan
bendungan (1988