tabel hasil penelitian.docx
DESCRIPTION
hasil penelitian giziTRANSCRIPT
No.TopikPenelitiTahunJudulMetode dan Pendekatan PenelitianTempatKota/KabHasil
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.Faktor Ibu
Faktor risiko gizi buruk
Faktor penyebab devian positif
Faktor ekonomi dan pola makan keluarga
Hubungan asupan makanan
Faktor infeksi
Pola Asuh
Distribusi status gizi balita
Program Pelayanan Gizi
Zaynul
Widiati
Andri
Thahir
Herwin
Hidayat
Mardayanti
Muhlisah
Lubis
Amalia
Martina
Ribka
Nasrawati
Paputungan
Bulo
Sugiyarsi
Hernita
Priyono
Suparman
Ali
Amsal
Bunaiya
Mustamin
Purnamasidi
Makkasau
Arsad
Marsaoly
Sukmawati
Suprianti
Asmirah
Rauf
Ismail
Rauh
Sunding
Ummul
Hasanah
Supriambodo
Bulli
Mahmudah
Amin
Fatahuddin
Firdiyanti
Haris
Nursaimah
Rizka
Kiniati
Ahmad
Lamani
1994
2001
2002
2005
2004
2006
2006
2007
2007
2007
2002
2005
2009
1999
2000
2001
2002
2004
1989
1999
2001
2002
2002
2002
2002
2002
2003
2006
2006
2007
2009
1990
2006
2007
2007
2001
2001
2002
2003
2004
2004
2001
2004
2005
2005
2006
2007
2008
Pengetahuan dan perbuatan ibu-ibu terhadap pola konsumsi makan dan status gizi balita
Karakteristik ibu hubungannya dengan penambahan BB bayi 1-4 bulan
Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap penimbangan berat badan untuk memantau status gizi balita dalam indikator SKDN
Pengetahuan dan perbuatan ibu-ibu terhadap pola konsumsi makan dan status gizi balita
Faktor-faktor penyebab gizi kurang pada balita
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi kurang pada keluarga nelayan
Karakteristik sosial ekonomi pada keluarga yang memiliki balita gizi buruk
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk pada keluarga nelayan
Analisis faktor risiko gizi buruk pada balita
Praktek pemberian MP ASI pada bayi umur 4-12 bulan yang mempunyai status gizi baik di pemukiman kumuh
Faktor penyebab devian positif pada balita keluarga miskin
Faktor penyebab devian positif
Membandingkan status gizi balita sebelum dan selama krisis moneter telah dilakukan di pemukiman kumuh
Karakteristik dan status gizi balita
Hubungan kebiasaan makan keluarga dengan status gizi anak umur 1-3 tahun
Hubungan tingkat pendidikan, pola makan keluarga, dan pola pemberian ASI terhadap status gizi balita
Faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita
Hubungan asupaan makanan terhadap status gizi balita
Pola pemberian makanan pendamping ASI pada bayi/anak umur 6-23 bulan di Pemukiman Kumuh
Pemberian kolostrum dan ASI eksklusif pada bayi 4-12 bulan
Hubungan pemberian ASI dan MP ASI terhadap status gizi anak umur 6-24 bulan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemeilihan MP ASI pada bayi berumur 4-11 bulan
Hubungan sosial ekeonomi dengan pemberian MP ASI pada anak Umur 6-36 bulan
Analisis konsumsi anergi, protein, zat besi, Kalsium, dan vitamin A terhadap status gizi anak usia 24-36 bulan
Gambaran distribusi makanan antaranggota keluarga dan status gizi anak usia 1-3 tahun pada keluarga pemilik dan penggarap tambak
Pengetahuan dan praktek pemberian ASI pada ibu yang menyusui eksklusif
Asupan energi, protein, dan status gizi anak umur 1-3 tahun
Pola pemberian MP ASI
Hubungan makanan dengan status gizi bayi
Pengaruh pemberian abon ikan terhadap perubahan status gizi anak gizi kurang umur 24-59 bulan
Hubungan infestasi cacing yang ditularkan melalui tanah dengan status gizi anak
Hubungan asupan makanan dan penyakit infeksi dengan status gizi balita
Hubungan antara asupan gizi dan kejadian diare dengan status gizi anak
Survey gizi balita penderita diare rawat inap
Hubungan pengasuh pengganti dengan status gizi balita
Hubungan pola asuh dan status gizi anak baduta pada ibu pekerja
Hubungan pengasuh pengganti dengan instruksi dan tanpa instruksi terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan
Gambaran pola asuh anak usia 6-11 bulan pada keluarga nelayan
Gambaran pola asuh anak usia 6-11 bulan pada keluarga nelayan
Gambaran pola asuh anak usia 6-11 bulan pada keluarga nelayan
Survei status gizi balita
Gambaran status gizi anak umur 1-5 tahun
Distribusi balita gizi buruk
Gambaran status gizi balita
Gambaran status gizi dan imunisasi Balita melalui Kartu Menuju Sehat (KMS) yang berkunjung ke Puskesmas
Studi evaluasi pelaksanaan program pendampingan gizi
Tatalaksana gizi pada anak gizi buruk yag dirawat Cross sectional study dengan metode simple random sampling
Cross sectional Study dengan Uji hipotesis : Uji Chi Square
Cross sectional study
Cross sectional study
Metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel cluster sampling
Cross sectional study, analisis univariat, bivariat, dan multivariat
Kualitatif dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling
Analitik statistik bivariat dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling
Case control study
Metode penelitian observasional dengan pendekatan case control study
Metode survey deskriptif dengan metode pengambilan sampel purposive sampling
Penelitian kasus dengan pola pikir induktif melalui teknik wawancara dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling
Penelitian survey dengan pendekatan deskriptif
Penelitian deskriptif dengan pendekatan comparative study dengan metode pengambilan sampel purposive sampling
Metode survey deskriptif
Metode observasi dan pendekatan cross sectional study
Metode cross sectional study dengan Uji statistik x2 dengan corrections menggunakan komputer SPSS versi 10.1
Penelitian jenis survey dengan teknik pengambilan sampel cluster sampling
Penelitian jenis survey dengan metode cross sectional study
Metode survey diskriptif dengan teknik wawancara
Metode survey dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview)
Metode survey dengan pendekatan cross sectional study
Penelitian survey dengan pendekatan analitik dengan uji statistik adalah Uji Chi Square
Pendekatan cross sectional study.
Penelitian jenis observasional dengan pendekatan cross sectional study
Penelitian deskriptif
Jenis survey deskriptif
Metode observasional dengan pendekatan cross sectional study
Penelitian dengan jenis survei deskriptif
Metode cross sectional study
Penelitian Quasi Eksperiment
Metode cross sectional study
Metode cross sectional study
Penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional study
Penelitian jenis survey dengan metode cross sectional study
Metode cross sectional study
Metode cross sectional study
Metode cross sectional study dengan teknik wawancara
Penelitian jenis survey deskriptif dengan teknik wawancara
Metode observasional dengan pendekatan cross sectional study
Penelitian observasional dengan rancangan deskriptif
Penelitian deskriptif
Penelitian jenis deskriptif dengan metode pengambilan sampel accidental sampling
Penelitian deskriptif dengan metode pengambilan sampel accidental sampling
Penelitian jenis deskriptif dengan metode pengambilan sampel accidental sampling
Penelitian deskriptif dengan metode pengambilan sampel accidental sampling
Penelitian menggunakan data kualitatif dan kuantitatif dengan analisis data secara deskriptif
Penelitian kuantitatif deskriptifKecamatan Soppeng Riaja
Puskesmas Daya Kecamatan Biringkanaya
Desa Bajoe dan Desa Tanete
Puskesmas Lumpue Kecamatan Bacukki
Kecamatan Maiwa
Puskesmas Belopa
Puskesmas Palakka
Kelurahan Banta-Bantaeng
Kecamatan Turikale
Puskesmas Kalukubodoa
Kelurahan Rappokalling Kecamatan Tallo
Kecamatan Messawa
Kecamatan Rilau Ale
Kelurahan Cambaiya Kecamatan Ujung Tanah
Kelurahan Bonto Rita Kecamatan Bisappu
Desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara
Puskesmas Plus Daya
Desa Kayu Loe Timur Kecamatan Turatea
Kecamatan Pallangga
Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah
Kecamatan Tanete Rilau
Puskesmas Makkasau
Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang
Kelurahan Sudiang Kecamatan Biringkanaya
Kelurahan Malimongan Kecamatan Wajo
Kelurahan Bonto Perak Kecamatan Pangkajene
Kelurahan Lette Kecamatan Mariso
Kelurahan Kalabbirang Kecamatan Bantimurung
Kelurahan Maccini Parang
Puskesmas Baranti
Taman kanak-kanak Raodatul Atfal Kelurahan Tanete dan Taman Kanak-kanak Pongtiku Kelurahan Rantepao
Kecamatan Tomoni Timur
Kecamatan Palakka
RS Ibnu Sina
Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate
Kecamatan Turikale
Perumahan Minasa Upa
Desa Binanga Sombaiya Kecamatan Bontosikuyu
Kelurahan Mangampang
Desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara
Kelurahan Pampang
Kelurahan Pampang Kecamatan Panakkukang
RW XI dan RW XII Kecamatan Biringkanaya
Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso
Puskesmas Antara
Rumah Sakit DR Wahidin Sudirohusodo
Barru
Makassar
Bone
Pare-Pare
Enrekang
Luwu
Bone
Makassar
Maros
Makassar
Makassar
Mamasa
Bulukumba
Makassar
Bantaeng
Takalar
Makassar
Jeneponto
Makassar
Makassar
Barru
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Pangkep
Makassar
Maros
Makassar
Sidrap
Pangkep
Bulukumba dan Tana Toraja
Luwu Timur
Bone
Makassar
Makassar
Maros
Makassar
Selayar
Barru
Takalar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Makassar
Takalar
Makassar33% memiliki pengetahuan cukup58% bersikap positif54% memiliki perbuatan yang sehat terhadap pola konsumsi makanan70% gizi baik, 29% gizi kurang, 1% gizi jelek
Status gizi dan tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan penambahan BB bayiUmur, paritas, dan pekerjaan ibu tidak berhubungan secara bermakna dengan pertambahan BB bayi
Di Desa Bajoe ada hubungan antara pekerjaan terhadap penimbangan berat badan balita.Di Desa Tanete tidak ada hubungan antara kedua hal tersebut.
74% responden memiliki pengetahuan cukup tentang sumber makanan bergizi.72% responden memiliki perbuatan yang sesuai dengan nilai kesehatan tentang pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan.80% anak balita gizi baik, 18% gizi kurang, dan 2% gizi jelek
Asupan makanan dan konsumsi karbohidrat sudah cukup baik pada balita gizi kurang.Anak sering menderita penyakit ISPA dan diarePola asuh sudah cukup baik dengan pemberian ASI dan MP ASI
Status gizi kurang pada pada balita dari keluarga nelayan berhubungan dengan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, besar keluarga, konsumsi ASI eksklusif, dan kemampuan akses pelayanan kesehatan (nilai p < 0.05)
Kebiasaan makanan pada anak bervariasi antarinforman. Beberapa macam pantangan yakni ikan dan telur, makanan kebiasaan turun temurun adalah gula merah.Informan mengalami kesulitan dalam mengatur menu karena malas dan kurangnya kreativitas ibu.
Pemberian ASI dini mempunyai hubungan paling bermakna (OR 6,571).Disusul pemberian ASI eksklusif dan jumlah saudara yaitu dengan OR masing-masing sebesar 5,5.Pola asuh dan pendidikan ibu mempunyai nilai OR berturut-turut 4,971 dan 3,5.Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor-faktor di atas dengan kejadian gizi buruk.
Asupan makanan, pola asuh, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor risiko dengan OR masing-masing 1.45, 1.19, 1.45, dan 1.07 dengan batas-batas OR tidak bermakna secara statistik dengan p > 0.05Penyakit penyerta merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk dengan OR 2.93 dengan batas-batas OR bermakna secara statistik dengan p0.05) Anak balita yang tidak memperoleh ASI dini, tidak memperoleh ASI eksklusif, pola asuh yang kurang baik, berat badan lahir rendah, dan kurang variasi makanan yang dikonsumsi mempunyai risiko mengalami gizi buruk yang tinggi.
Bayi umur 4-12 bulan memperoleh MP ASI dengan frekuensi 3-4 kali sehari masing-masing 76,5% dan 66,7%. Jumlah bayi umur 4-12 bulan yang mengkonsumsi makanan jenis hewani masih relatif kecil,hanya 9,1% bayi yang mengkonsumsi susu formula dan telur, hanya 7,3% yang mengkonsumsi ikan setiap hari. Hanya 9,1% bayi yang mengkonsumsi sayuran , 5,5% bayi yang mengkonsumsi pisang, dan 25,5% bayi yang mengkonsumsi bubur buatan pabrik setiap hari.Hasil analisis konsumsi MP ASI menunjukkan bahwa asupan energi dari MP ASI sesuai dengan kelompok umur masih jauh dibawah standar AKG MP ASI (63,84% AKG untuk 4-8 bulan dan 51,28% AKG untuk 9-12 bulan). Jumlah asupan protein lebih tinggi dari AKG, namun kontribusi lemak terhadap energi masih rendah (19-23%). Secara kualitas asupan gizi mikro dari MP ASI terlihat lebih rendah dari AKG terutama niacin (29-36,25% AKG), vitamin D (17,42-28,81% AKG) dan beberapa mineral seperti seng (16-18,33% AKG) dan besi (10,56-12,5% AKG).
Berat badan lahir yang normal ditemukan bersama-sama dengan terjadinya devian positif status gizi balita pada keluarga miskin di Desa Messawa.Faktor lain adalah adanya riwayat pemeriksaan kehamilan yang baik, tidak adanya penyakit yang diderita ibu selama hamil, pemberian ASI eksklusif, frekuensi pemberian ASI eksklusif yang on demand, batas umur pemberian ASI eksklusif adalah umur 6 bulan, dan umur pemberian MP-ASI yang tepat (dimulai pada umur 4 bulan).
Asupan energi dan protein anak balita dengan devian positif umumnya tergolong cukup, balita gizi kurang tergolong rendah, terutama asupan energi. Praktik pemberian makan anak, frekuensi makan anak dalam sehari yang pada umumnya 3 x atau lebih menyebabkan asupan anak balita devian positif lebih baik daripada balita gizi kurang. Asupan ini ditunjang oleh penambahan kacang-kacangan dalam sayuran.Anak balita devian positif umumnya mendapatkan kolostrum, ASI selama 2 tahun, dan MP-ASI pada umur 6 bulan dengan basis makanan keluarga. Praktik pencarian pengobatan pada balita devian positif pada umumnya dibawa ke sarana kesehatan jika sakit, sedangkan balita gizi kurang umumnya memilih mengobati sendiri atau memberikan obat tradisional. Praktik kebersihan diri, frekuesi mandi dalam sehari merupakan hal terpenting yang diutamakan oleh kedua kelompok
Penurunan status gizi balita, penurunan kuantitas dan kualitas makanan balita selama krisis moneter.KEP total dan KEP nyata meningkat tajam dari 41,4% sebelum krisis moneter menjadi 65,7% selama krisis moneter. Prevalensi KEP total dan KEP nyata hampir sama besar baik balita laki-laki maupun perempuan. Kuantitas dan kualitas makanan balita mengalami penurunan selama krisis moneter.
Status gizi normal tertinggi terdapat pada kelompok umur 0-5 bulan sebanyak 97% sedangkan gizi kurang dan gizi buruk tertinggi terdapat pada kelompok umur 24-36 bulan yaitu 58%.Persentase tertinggi gizi normal terdapat pada balita yang mendapat ASI (65%) dan untuk gizi kurang tertinggi pada balita yang tidak mendapat ASI yaitu (39% ) dan gizi buruk tertinggi terdapat pada balita yang tidak mendapat ASI sebesar 17%. Persentase status gizi normal tertinggi terdapat pada frekuensi kunjungan sebanyak 1-2 kali yaitu sebanyak 63%. Untuk gizi kurang tertinggi terdapat pada balita yang tidak pernah berkunjung ke Posyandu sebesar 39% dan untuk gizi buruk tertinggi terdapat pada balita yang frekuensi kunjungannya 3 kali sebesar 16%.Persentase status gizi normal tertinggi terdapat pada balita yang memperlihatkan KMS dan yang tidak memliki KMS yaitu masing-masing 16%. Untuk gizi kurang tertinggi terdapat pada balita yang tidak dapat memperlihatkan KMS dan yang tidak memiliki KMS yaitu masing-masing sebesar 34%. Untuk gizi buruk tertinggi terdapat pada balita yang dapat memperlihatkan KMS sebesar 16%. Persentase status gizi normal tertinggi terdapat pada balita yang tidak pernah mendapatkan imunisasi, gizi kurang dan gizi buruk tertinggi terdapat pada balita yang imunisasinya tidak lengkap. Upaya pengobatan tertinggi terdapat pada kunjungan Puskesmas (123 balita) dan Rumah Sakit (107 balita). Balita yang berstatus gizi kurang dan buruk cenderung untuk berobat ke Puskesmas (123 balita) dan rumah sakit (107 balita).
Hasil pengukuran antropometri pada anak berdasarkan BB/U dengan standar WHO-NCHS diperoleh 57% (45 anak) yang berstatus gizi baik dan 43% anak (34 anak) berstatus gizi kurang. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan keluarga dengan status gizi anak. Namun ada hubungan bermakna antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi anak.
Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh balita dengan status gizi balita.Demikian juga halnya dengan variabel pola pemberian ASI, memperlihatkan hubungan yang bermakna dengan status gizi balita.Pola makan keluarga menunjukkan tidak adanya perbedaan status gizi antara balita dengan pola makan yang cukup dengan tidak cukup.
Berdasarkan indikator BB/U terdapat 12,9% anak balita dengan gizi kurang dan tidak ada gizi buruk. Dengan indikator TB/U terdapat 31,8% anak balita dengan perawakan pendek dan menurut BB/TB terdapat 2,4% anak balita dengan proporsi badan kurus dan 1,2% anak balita dengn proporsi badan sangat kurus.tingkat pendidikan orang tua pada indikator BB/U terdapat 5,9% anak balita dengan gizi kurang pada orang tua yang pendidikannya tamat SD/MI, untuk TB/U terdapat 11,8% anak balita berperawakan pendek pada orangtua yang pendidikannya tamat SMP/MTS sedangkan indikator BB/TB terdapat 1,2% anak balita dengan proporsi badan sangat kurus pada orang tua yang pendidikannya tamat SD/MI; pekerjaan orang tua pada indikator BB/U terdapat 5,9% anak balita dengan gizi kurang pada orangtua yang pekerjaannya petani, indikator TB/U terdapat 12,9% anak balita yang berperawakan pendek pada orangtua yang pekerjaannya juga petani, sedangkan indikator BB/TB terdapat 1,2% anak balita dengan proporsi badan sangat kurus pada orangtua yang pekerjaannya petani penggarap; pemberian ASI eksklusif,pada indikator BB/U terdapat 15,9% anak balita dengan gizi kurang pada anak balita yang pernah memperoleh ASI eksklusif, TB/U terdapat 36,4% anak balita dengan perawakan pendek pada anak balita yang pernah memperoleh ASI eksklusif, sedangkan pada indikator BB/TB terdapat 2,3% anak balita dengan proporsi badan kurus dan tidak didapatkan anak balita sangat kurus yang pernah memperoleh ASI eksklusif.Dari segi morbiditas pada indikator BB/U terdapat 10,6% anak balita dengan gizi kurang pada anak balita yang tidak pernah sakit dalam dua minggu terakhir, indikator BB/TB terdapat 1,2% anak balita sangat kurus pada anak balita yang pernah sakit dalam dua minggu terakhir; dan tingkat ekonomi orang tua di Desa Kayu Loe Timur Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto berdasarkan indeks antropometrik BB/U terdapat 11,8% anak balita yang mempunyai status gizi kurang : pada indikator BB/TB terdapat 23,5% (20 anak) yang berperawakan pendek sedangkan indikator BB/TB didapatkan 2,4% (2 anak) anak balita dari keluarga miskin yang proporsi badannya kurus dan 1 anak sangat kurus.
Pencapaian rata-rata konsumsi energi dan protein masig-masing sebesar 614,71 kalori dan 18,32 gram. Hasil analisa statistik dengan cara uji perbedaan proporsi satu pihak didapatkan adanya hubungan (taraf signifikasi 5%) antara empat variabel independen (pendapatan, pendidikan IRT, pengetahuan IRT, jumlah balita dalam rumah tangga) dengan mutu makanan anak balita sampel.
Sebagian besar MP ASI dibuat oleh ibu (91,6%). Makanan tersebut diberikan kepada bayi/anak dengan menggunakan sendok, gelas, tangan, makan sendiri, dan kombinasi cara-cara tersebut. Selang waktu antara masak dan penyajian makanan berkisar 0-1 jam (60-63%) untuk setiap kelompok umur.Bayi umur 6-11 bulan memperoleh MP ASI dengan frekuensi 3-4 kali sehari (52,8%) dan umur 12-23 bulan 5-6 kali per hari (47-60%). Jumlah bayi umur 6-11 bulan yang mengkonsumsi makanan jenis hewani masih relatif kecil, hanya 10,5% bayi yang mengkonsumsi makanan ikan dan susu formula setiap hari. Pada kelompok umur 6-11 bulan, hanya 5,3% yang mengkonsumsi sayuran, dan 26,3% bayi yang mengkonsumsi buah pisang dan bubur buatan pabrik setiap hari. Pada golongan umur 12-23 bulan, sebanyak 63,9-69,4% anak mengkonsumsi ikan dan 16,7-27,8% anak mengkonsumsi telur tiap hari. Sebanyak 41,7% anak umur 12-23 bulan mengkonsumsi buah pisang setiap hari, sedangkan sayuran hijau dan bubur buatan pabrik masing-masing 27,8% setiap hari. Makanan seperti daging, tempe/tahu, hati, dan buah-buahan jarang dikonsumsi oleh anak pada setiap kelompok umur. Demikian pula makanan kemasan, hanya sekitar 8-26% anak umur 12-23 bulan yang mengkonsumsinya tiap hari.Hasil analisis konsumsi MP ASI menunjukkan bahwa jumlah asupan energi dari MP ASI lebih kecil dari jumlah yang direkomendasikan Jumlah asupan protein terlihat lebih tinggi dari RDA, namun demikian kontribusi lemak terhadap energi masih rendah.Secara kualitas, asupan gizi mikro dari MP ASI terlihat lebih rendah dari jumlah yang direkomendasikan, terutama vitamin B1, B2, niacin, vitamin D, dan beberapa mineral seperti seng dan zat besi.
Pengetahuan ibu dan keluarganya tentang pemberian kolostrum dan ASI eksklusif sangat kurang. Keluarga informan pada umumnya tidak mendukung pemberian kolostrum dan ASI eksklusif. Peran petugas kesehatan belum maksimal dalam memberikan informasi kepada masyarakat, karena terbatasnya waktu yang tersedia, di samping itu tidak semua ibu-ibu berkunjung ke Puskesmas dan Posyandu sehingga penyebaran informasi tidak menyeluruh.Adapun pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif juga masih kurang. Sebagian ibu tahu umur dimulainya pemberian makanan tambahan tetapi tidak mengetahui tujuan dan manfaat pemberian pada usia tersebut. Peran keluarga kurang mendukung pemberian ASI eksklusif. Peran petugas kesehatan masih belum maksimal.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pemberian ASI terhadap status gizi anak. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa adanya hubungan yang nyata antara pemberian ASI terhadap status gizi anak. Variabel pemberian MP ASI menunjukkan tidak adanya perbedaan status gizi antara anak dengan pemberian makanan cukup dengan tidak cukup. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas MP ASI (energi/protein) dengan status gizi anak.
Bayi umur 4-9 bulan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap pemilihan MP ASI (buatan pabrik dan buatan sendiri). Pengetahuan dan pendapatan ibu cukup tetapi tidak berhubungan dengan pemilihan MP ASI. Pada umur 10-11 bulan, ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap pemilihan MP ASI (buatan pabrik dan buatan sendiri) sedangkan aktor pendidikan dan pendaptan tidak berhubungan.
Pendidikan ibu cukup 45 (41,7%) dan kurang 63 (58,3%), pendapatan keluarga cukup 45 (41,7%) dan kurang 63 (58,3%), pengetahuan ibu cukup 62 (57,4%) dan kurang 46 (42,6%), sikap positif 34 (31,5%) dan negatif 74 (68%). Sedangkan pemberian MP ASI menunjukkan frekuensi MP ASI yang cukup 31 (28,7%) dan kurang 77 (71,3%), jenis MP ASI cukup 104 (96,3%) dan kurang 4 (3,7%). Sedangkan jumlah MP ASI dengan energi cukup 55 (35,2%) dan kurang 70 (64,8%).Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan MP ASI diperoleh pendidikan cukup dengan MP ASI cukup 13 (28,9%) dan pendidikan cukup dengan MP ASI cukup 13 (20,6%) dan pendidikan kurang dengan MP ASI kurang 50 (79,4%). Analisis hubungan pendapatan keluarga dengan MP ASI diperoleh pendapatan cukup dengan MP ASI cukup 16 (35,6%) dan MP ASI kurang 29 (64,4%) sedangkan pendapatan kurang dengan MP ASI cukup 10 (15,9%) dan MP ASI kurang 53 (84,1%). Analisis hubungan pengetahuan ibu dengan MP ASI memperlihatkan pengetahuan cukup dengan MP ASI cukup 12 (9,4%) dan MP ASI kurang 50 (80,6%) sedangkan pengetahuan kurang dengan MP ASI cukup 26 (24,1%) dan MP ASI kurang 82 (75,9%)Analisis hubungan sikap dengan MP ASI diperoleh sikap positif dengan MP ASI cukup 11 (32,4%) dan kurang 23 (67,6%) sedangkan sikap negatif dengan MP ASI kurang (20,3%) dan kurang 59 (79,7%). Hasil uji statistik (Yates Corrections) menunjukkan tidak adanya hubungan (p>0,05) antara pendidikan dengan MP ASI, pengetahuan dengan MP ASI, dan sikap dengan MP ASI sedangkan antara pendapatan keluarga dengan MP ASI terdapat hubungan yang bermakna (p3 kali sehari yaitu 50 orang ibu (65,8%). Umur dimulainya pemberian MP-ASI lebih banyak pada yang 6 bulan sebanyak 46 orang (60,5%). Jenis MP-ASI yang paling banyak dikonsumsi adalah bubur tepung sebanyak 30 sampel (39,5%) dan distribusi terendah pada buah yang dihaluskan sebanyak 8 orang (10,5%)
Terdapat hubungan pola pemberian makanan dan aktivitas ibu terhadap status gizi bayi dimana ibu yang menerapkan pola pemberian makanan yang tidak memenuhi syarat pada bayi secara langsung akan mempengaruhi status gizi bayi yang kurang dan buruk (52,3%) dan aktivitas yang tinggi akan mempengaruhi status gizi bayi yang kurang dan buruk (65,2%)
Suplementasi direncanakan untuk diberikan selama tiga bulan. Namun karena anak-anak sudah merasa bosan mengkonsumsi abon ikan setiap hari, pengaruh suplementasi diteliti setelah pemberian selama 3 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan tingkat kecukupan energi (TKE) pada kedua kelompok. Pada kelompok I terjadi peningkatan sebesar 3 kalori (p=0,520) dan pada kelompok II sebesar 10 kalori (p=0,01). Tingkat Kecukupan Protein (TKP) meningkat secara bermakna pada kedua kelompok, yaitu 27 g (p-0,001) pada kelompok I dan 35g (p=0,000) pada kelompok II. Tidak ada pengaruh pemberian abon ikan terhadap perubahan status gizi anak kurang umr 24-59 bulan (p>0,05)
Infestasi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak TK dalam penelitian ini sebesar 66,31%, status gizi baik pada anak TK dalam penelitian ini 65,78%, status gizi kurang pada anak TK dalam penelitian ini 34,22 %, dan ada hubungan bermakna antara infestasi cacing yang ditularkan melalui tanah dengan status gizi anak
Ada hubungan antara asupan makanan dan penyakit diare dengan status gizi balita dimana energi yaitu 85 anak dengan asupan energi cukup (83,3%) dengan status gizi baik, 16,5% dengan status gizi kurang, sedangkan 7 anak dengan asupan energi kurang 14,3% dengan status gizi baik (85,7%) dengan status gizi kurang, protein yaitu 82 anak dengan asupan protein cukup (85,4%) dengan status gizi baik, 14,6% dengan status gizi kurang, sedangkan 10 anak dengan asupan energi kurang 20,0% dengan status gizi baik, (80,0%) dengan status gizi kurang, Fe yaitu 84 anak dengan asupan Fe cukup (83,3%) dengan status gizi baik, (16,7%) dengan status gizi kurang dan 8 anak asupan Fe-nya kurang (25%)dengan status gizi baik (75%) dengan status gizi kurang, dan penyakit diare 20 anak mengalami diare (60%) dengan status gizi baik dan 40% dengan status gizi kurang dan 72 anak yang tidak mengalami diare (83,3%) dengan status gizi baik, (16,7%) dengan status gizi kurang. Sedangkan ISPA tidak ada hubungannya dengan status gizi balita yaitu 54 anak yang mengalami ISPA (74,1%) dengan status gizi baik dan (25,9%) dengan status gizi kurang dan 38 anak yng tidak mengalami ISPA (84,2%) dengan status gizi baik, (15,8%) dengan status gizi kurang
Ada hubungan asupan energi, protein, zat besi, dan kejadian diare dengan status gizi anak umur 12-36 bulan. Hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : asupan energi cukup sebanyak 99 orang dengan status gizi baik sedangkan asupan energi kurang sebanyak 48 orang (96,0%) dengan status gizi kurang; asupan protein cukup sebanyak 99 orang dengan status gizi baik sedangkan asupan protein kurang sebanyak 47 orang (95,9%) dengan status gizi kurang; asupan zat besi cukup sebanyak 62 orang (76,5%) dengan status gizi baik sedangkan asupan zat besi kurang sebanyak 39 orang (50,0%) dengan status gizi kurang; kejadian diare yang menderita sebanyak 20 orang (44,4%) dengan status gizi baik sedangkan kejadian diare yang tidak menderita sebanyak 33 orang (28,9%) dengan status gizi kurang.
Jumlah penderita diare lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan, jumlah bayi penderita diare (6-11 bulan) lebih banyak dibandingkan dengan anak umur lainnya. Balita penderita diare masuk rumah sakit dengan dehidrasi ringan atau sedang dan hanya sedikit yang masuk dengan dehidrasi berat. Status gizi balita penderita diare pada umur 0-5 bulan adalah gizi baik dan KEP ringan, pada 6-11 bulan yang terbanyak adalah KEP ringan, 12-23 bulan adalah KEP berat, dan umur lebih 24 bulan adlah KEP sedang dan KEP berat. Status gizi balita penderita diare pada saat masuk rumah sakit yang terbanyak adalah KEP ringan. Semakin berat derajat dehidrasi, semakin buruk status gizi balita penderita diare.
Status gizi anak yang diasuh oleh pengasuh pengganti tidak berbeda dengan status gizi anak yang diasuh oleh ibu selama asupan makanan anak baik kualitas maupun kuantitasnya mencukupi kebutuhan. Pada semua kelompok usia terlihat bahwa status gizi anak yang diasuh oleh pengasuh pengganti lebih baik daripada status gizi anak yang diasuh oleh ibunya sendiri, walaupun perbedaan ini tidak bermakna. Hal ini dimungkinkan karena ekonomi keluarga yang anaknya diasuh oleh pengasuh pengganti lebih baik daripada ekonomi keluarga yang anaknya diasuh oleh ibunya sendiri sehingga lebih dapat menjamin asupan makanan anak yang cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Semua ibu pekerja pernah menyusui ASI (100%), sedangkan yang masih menyusui sampai saat ini (70,8%). Sebagian besar anak baduta disusui lebih dari 12 kali sehari (54,1%) sebagian besar disusui pertama kali setelah berumur 2-3 kali sehari (43,3%). Anak baduta yang sudah mendapat MP-ASI sebagian besar diberikan setelah anak umur 4-6 bulan (76,3%). Ada hubungan pola asuhan gizi, pola pengasuhan, dan penyakit infeksi dengan status gizi anak baduta pada ibu pekerja (p>0,05) di Kecamatan Turikale Kabupaten Maros
Jika dibandingkan dengan asupan bayi yang diasuh pengasuh pengganti tanpa instruksi maka rata asupan zat bayi yang diasuh oleh pengasuh pengganti dengan instruksi lebih tinggi, yaitu energi 649,64 kkal, protein 26,66 gram, dan lemak 17,79 gram. Pada bayi dengan pengasuh pengganti tanpa instruksi asupan energinya hanya 618,17 kkal, protein 25,92 gram, dan lemak 17,02 gram. Jumlah penderita gizi kurang adan gizi buruk menurut indeks BB/U pada bayi dari pengasuh pengganti tanpa instruksi lebih tinggi yaitu masing-masing 11,1% dan 5,6%. Pada kelompok pengasuh dengan instruksi hanya terdapat 4,5% penderita gizi kurang. Demikian juga menurut indeks BB/TB pada kelompok pengasuh tanpa instruksi terdapat 38,9% bayi yang tergolong kurus dan 11,1% yang tergolong kurus sekali. Sedangkan pada pengasuh dengan instruksi hanya terdapat 9,1% bayi yang tergolong kurus dan tidak ada yang sangat kurus.
Pemberian ASI dan MP ASI sudah dilakukan ibu, walaupun diberikan lebih dini. Selang waktu pertama kali anak diberi ASI oleh ibunya ternyata berbeda tiap ibu. Makanan/minuman prelaktal yang diberikan seperti madu yang dicampur air putih dan pemberian air gula merupakan kebiasaan yang sudah turun-temurun. ASI ternyata masih tetap diberikan kepada anak walaupun anak sudah diberi MP ASI. Frekuensi pemberian ASI oleh ibu-ibu diberikan sekehendak. Dalam memberikan ASI kepada anaknya ternyata ibu-ibu memperhatikan makanan yang dipantangkan demi kesehatan anak.Adapun pemberian MP ASI bervariasi untuk setiap anak. Pemberian makanan pendamping yang terlalu dini bahkan ada yang sudah diberikan saat berumur 3 hari. Jenis MP ASI yang diberikan ada yang buatan pabrik dan buatan lokal. Frekuensi pemberian MP ASI dalam sehari 2-3 kali. Frekuensi anak dimandikan dalam sehari 2 kali dengan sabun mandi dan mengganti pakaian setelah mandi. Mengenai pola pengasuhan mencari pelayanan kesehatan sebagian besar anak-anak mempunyai KMS, anak-anak rajin dibawa ke Posyandu, dan bila sakit anak selalu dibawa ke tempat pelayanan kesehatan untuk memperoleh pengobatan yang lebih baik.
Manajemen makanan tidak mempengaruhi asupan makanan anak. Pola asuh yang baik tidak menjamin asupan makanan. Semakin baik status gizi seorang anak, semakin baik kondisi anak tersebut. Pola asuh memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi. Semakin baik pola asuh semakin baik pula status gizi anak tersebut
Ibu memberi bayinya ASI, selang waktu pertama kali anak diberi ASI oleh ibunya ternyata berbeda setiap ibu, pemberian ASI tetap diberikan walaupun anak sudah diberi MP-ASI, dan frekuensi pemberian ASI sekehendak anak. Anak sudah diberi makanan pendamping ASI saat berumur 3 bulan, pemberian MP ASI pada anak terlalu cepat, bahkan sejak berumur 3 bulan, dan frekuensi pemberian MP ASI rata-rata 2-3 kali dalam sehari. Kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah memberi makan anak dilakukan demi menjaga kesehatan anak. Demikian pula mengganti pakaiannya. Frekuensi anak dimandikan dalam sehari rata-rata 2 kali dengan emnggunakan sabun. Semua anak emiliki KMS, anak rajin dibawa ke Posyandu oleh ibunya, dan jika sakit anak selalu dibawa ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumh sakit dan Puskesmas
Keadaan status gizi balita usia 6-35 bulan berdasarkan standar pengukuran WHO-NCHS Z-score didapatkan wasting sebesar 14% dan stunting sebesar 50,90%. Sedangkan untuk pengukuran BB/U Z-score didapatkan status gizi kurang 33,3%. Pola konsumsi makanan anak yang masih menyusui umumnya diberikan ASI sampai usia 2 tahun dan konsumsi makanan telah diberikan sejak anak usia 6 bulan. Sedangkan untuk pemberian makanan pokok anak yang telah berhenti disapih memperlihatkan bahan makanan sumber protein hewani merupakan bahan makanan yang tiap hari dikonsumsi selama 1 bulan terakhir, namun karena adanya variasi dalam bahan makanan lain sebagian besr lebih disebabkan oleh keterbatasan dana untuk penyediaaan bahan makanan.
Status gizi anak umur 1-5 tahun ialah gizi baik 38,30%, gizi kurang 57,45%, dan gizi buruk 4,25%. Anak perempuan lebih banyak mengalami gizi kurang dan buruk (69,57%) dibanding kelompok anak laki-laki (54,17%), sedangkan kelompok umur 24-35 bulan paling banyak menderita gizi kurang (69,57%) dibanding kelompok umur lainnya. Berdasarkan pendidikan ibu, anak yang menderita gizi kurang-buruk paling banyak berasal dari kelompok ibu berpendidikan SD (70,59%). Berdasarkan pekerjaan orang tua anak dengan gizi kurang-buruk paling banyak berasal dari kelompok orang tua dengan pekerjaan tukang becak (75,0%). Berdasarkan jumlah anak dalam keluarga, anak dengan gizi kurang paling banyak berasal dari keluarga dengan 1-3 orang anak (66,67%). Berdasarkan status imunisasi, anak yang menderita gizi kurang-buruk paling banyak berasal dari kelompok anak yang tidak pernah diimunisasi (66,67%). Berdasarkan frekuensi ke Posyandu, anak yang menderita gizi kurang-buruk paling banyak berasal dari kelompok anak yang tidak pernah dibawa ke Posyandu (66,67%).
Berdasarkan indikator BB/U didapatkan angka gizi buruk pada balita di RW X sebanyak 6 orang (11%) dan RW XII sebanyak 7 orang (1,9%). Balita yang mengalami gizi kurang di RW XI sebanyak 11 orang (21%) dan RW XII sebanyak 21 orang (41,2%). Umur balita yang banyak menderita gizi kurang adalah pedagang (34,8%) sedangkan gizi buruk adalah tukang (20%) dan sopir (25%). Pekerjaan paling bayak untuk balita gizi kurang adalah ibu rumah tangga (90%) demikian halnya untuk balita gizi buruk (100%). Pendidikan bapak terbanyak untuk balita gizi kurang adalah SMP (53,1%), sedangkan balita gizi buruk adalah tamat SD 37,5% dan SMA 37,5%. Pendidikan ibu terbanyak untuk balita gizi kurang adalah tamat SD 34,4% sedang gizi buruk adalah SMP 50%.
Berdasarkan indikator BB/U didapatkan balita didapatkan balita dengan status gizi lebih sabanyak 7%, balita dengan status gizi baik 61,3%, balita dengan gizi kurang sebanyak 29,6%, dan balita dengan gizi buruk 8,5%. Berdasarkan indikator TB/U didapatkan bahwa balita dengan perawakan normal sebanyak 69,7% sedangkan balita dengan perawakan pendek sebanyak 30,3%. Berdasarkan indikator BB/TB didapatkan bahwa balita yang gemuk sebanyak 1,4%, balita dengan status gizi kurang sebanyak 79,6%, balita yang kurus sebanyak 15,5%, terdapat juga balita yang angat kurus sebanyak 3,5%. Berdasarkan indikator LLA didapatkan ibu hamil dengan gizi normal sebanyak 90,9%, dan ibu hamil dengan gizi kurang sebanyak 9,1%.
Berdasarkan indikator BB/U menurut WHO/NCHS. Pada penelitian dari 174 sampel dengan status gizi lebih adalah 10 balita (5,74%), gizi baik 130 balita atau 74,7%, gizi kurang 30 balita (17,2%), dan yang menderita gizi buruk 4 balita (2,29%). Untuk menilai status imunisasi yaitu pada balita yang usianya diatas 9 bulan didapat 87 balita dan yang imunisasinya lengkap 82 balita atau 94,25% dan yang tidak lengkap 5 orang atau 5,74%. Ditemukannya gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang berkunjung ke Puskesmas Antara menunjukkan bahwa gizi buruk tidak hanya ditemukan di pemukiman kumuh ataupun di pulau-pulau terpencil
Input kegiatan telah dilakukan demikian pula proses dan pelaksanaan pendampingan. Pendamping telah melakukan SMD dan telah melaksanakan kegiatan MMD langsung pada sasaran koordinasi dalam penetapan sasaran tidak melibatkan kepala desa dan laporan kegiatan tidak dilaporkan kepada kepala desa tetapi langsung kepada pengelola program Dinas Kesehatan Provinsi.Pendamping tidak menyusun jadwal kunjungan rumah dan frekuensi kunjungan rumah hanya menunjukkan adanya korelasi dengan peningkatan cakupan kapsul vitamin A, cakupan garam beryodium dan partisipasi masyarakat ke Posyandu D/S serta status gizi balita antara sebelum dan sesudah kegiatan pendampingan
Penentuan status gizi secara antropometri di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo menggunakan persentilKesimpulan akhir dari penelitian ini adalah tatalaksana gizi bagi anak gizi buruk di RSWS dilakukan melalui tiga fase perawatan namun tidak menggunakan standar Depkes dan belum bisa memberikan gambaran tentang manfaatnya terhadap kesembuhan pasien oleh karena kebanyakan pasien dirawat dalam waktu yang pendek.
141
V.2 PEMBAHASANBerdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada mengenai keadaan gizi balita di Sulawesi Selatan yang dilihat dari beberapa aspek yakni faktor ibu, faktor risiko gizi buruk, faktor penyebab devian positif, faktor ekonomi dan pola makan keluarga, faktor asupan makanan, faktor infeksi, pola asuh, distribusi status gizi balita, dan program pelayanan gizi.Ada empat penelitian yang membahas peran faktor ibu terhadap status gizi balita. Secara umum pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi ibu memiliki hubungan bermakna dengan status gizi balita. Hasil ini sudah sesuai dengan kepustakaan yang ada. Adapun umur, paritas, dan pekerjaan ibu tidak berhubungan secara bermakna dengan status gizi balita. Hal ini berbeda dengan teori yang menyebutkan bahwa kondisi biologis yang berpengaruh dan melekat pada ibu seperti paritas ibu, jarak antarkehamilan, dan umur optimum untuk melahirkan memiliki pengaruh terhadap status gizi balita. Hal ini bisa terjadi apabila ibu yang meskipun paritasnya tinggi, umur yang lebih tua, dan menyibukkannnya pekerjaan ibu ia tetap memperhatikan anak-anaknya yang banyak dengan baik, bahkan apabila di antara anaknya yang banyak ada saudara yang sudah cukup besar maka ia dapat membantu ibunya mengurus adik-adiknya, serta adanya kemungkinan ia mencarikan pengasuh untuk membantunya mengurus anak-anak jika ia mengalami kesulitan sehingga status gizi anak tetap terjaga.Adapun dari aspek faktor risiko gizi buruk telah dilakukan enam penelitian. Tingkat pendapatan, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, besar keluarga, konsumsi ASI eksklusif, pemberian ASI dini, pola asuh dan pendidikan ibu, asupan makanan, penyakit penyerta, berat badan lahir rendah, kurang variasi makanan, serta kemampuan akses pelayanan kesehatan memiliki hubungan dengan status gizi balita. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang ada.Selain itu, ada tiga penelitian yang membahas mengenai faktor penyebab terjadinya devian positif pada balita. Berat badan lahir yang normal, riwyat pemeriksaan kehamilan yang teratur, tidak adanya penyakit yang diderita ibu selama hamil, pemberian ASI eksklusif, frekuensi pemberian ASI eksklusif yang on demand, umur dan frekuensi pemberian MP-ASI yang tepat, Asupan energi dan protein yang umumnya tergolong cukup, pencarian pelayanan kesehatan yang tepat. Hal ini sudah sesuai dengan teori sebagaimana hasil penelitian yang melihat faktor risiko terjadinya gizi buruk.Adapun hubungan faktor ekonomi dan pola makan keluarga terhadap status gizi balita telah dilakukan oleh enam peneliti. Krisis moneter yang dapat mempengaruhi perekonomian keluarga memberi pengaruh yang cukup besar terhadap buruknya status gizi balita. Selain itu, tingkat pendapatan keluarga yang rendah mempengaruhi rentannya terjadi gangguan gizi pada balita. Hasil ini sudah sesuai dengan teori. Sedangkan pola makan keluarga berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti tidak memiliki hubungan yang bermakna. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Namun kenyataan ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adanya kebiasaan anak untuk jajan sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan pola makan keluarga. Selain itu, meskipun pola makan keluarga baik tetapi nafsu makan anak kurang maka dapat menyebabkan status gizi anak terganggu.Ada 12 penelitian yang membahas menganai hubungan asupan makanan dengan status gizi balita. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan makanan yang baik dapat menjamin status gizi balita. Hal ini sudah sesuai dengan teori. Ada salah satu penelitian yang spesifik yakni melihat pengaruh pemberian abon ikan terhadap balita gizi kurang namun hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya hubungan antara kedua hal tersebut yang beberapa penyebabnya sudah dibahas sebelumnya.Adapun faktor infeksi telah dibahas oleh empat peneliti. Secara umum adanya penyakit penyerta terutama penyakit infeksi memberi kontribusi yang bermakna terhadap buruknya status gizi balita. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa penyakit infeksi memberi tekanan nutrisi terutama atas mereka yang makanannya jauh dari cukup. Penyakit saluran napas dan diare adalah penyakit utama terkait gangguan pertumbuhan yang memberi pengaruh terhadap gangguan gizi dalam skala masyarakat yang cukup luas.Ada enam peneliti yang meneliti mengenai hubungan pola asuh terhadap status gizi balita. Secara keseluruhan dapat disimpulkan besarnya pengaruh pola asuh terhadap status gizi balita dimana pola asuh yang baik menjamin keadaan gizi balita. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Adapun distribusi status gizi balita yang dilakukan oleh empat di beberapa lokasi penelitian menunjukkan masih cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian pemerintah.Sedangkan dua penelitian terakhir mengenai program pelayanan gizi secara umum belum mengikuti prosedur yang seharusnya sehingga perlu dilakukan perbaikan.Berdasarkan data yang ada di Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2007 terlihat bahwa Kabupaten Takalar memiliki angka balita gizi buruk yang tertinggi di antara kabupaten dan kota lain di Sulawesi Selatan. Namun setelah melihat Profil Kesehatan Takalar tidak tersedia data terbaru mengenai status gizi balita di daerah tersebut sehingga tidak dapat diketahui secara lebih rinci kabupaten mana yang memegang kontribusi terbesar dalam angka kejadian gizi buruk yang tinggi di kabupaten ini.
KETERBATASAN PENELITIAN1. Meskipun penelitian mengenai status gizi balita yang kami peroleh cukup banyak, namun karena keterbatasan waktu maka kami belum sempat ke beberapa perpustakaan universitas lain untuk mencari penelitian-penelitian lebih banyak lagi, terutama penelitian berupa thesis yang masih sangat kurang kami dapatkan.2. Data-data profil kesehatan untuk setiap kabupaten yang kami peroleh belum diseragamkan tahun yang terbaru karena tidak tersedianya data-data tersebut di perpustakaan Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi.
BAB VIKESIMPULAN DAN SARANVI.1 KESIMPULAN1. Secara umum kondisi status gizi balita di Sulawesi Selatan masih memprihatinkan dibuktikan dari tingginya kejadian gizi buruk di Sulawesi Selatan.2. Data terbaru menunjukkan bahwa Kabupaten Takalar memegang kontribusi terbesar dalam kejadian gizi buruk di Sulawesi Selatan dibandingkan kabupaten lain di Sulawesi Selatan.3. Penelitian paling banyak membahas megenai hubungan asupan makanan seperti ASI dan MP ASI terhadap status gizi balita.4. Penelitian paling sedikit mengenai hubungan bahan makanan tertentu terhadap peningkatan status gizi balita. 5. Metode penelitian terbanyak adalah dengan pendekatan cross sectional study.6. Metode penelitian terjarang digunakan adalah metode quasy experiment
VI.2 SARAN1. Masih tingginya kejadian gizi buruk di Sulawesi Selatan terutama di Kabupaten Takalar sebaiknya menjadi agenda penting bagi pemerintah untuk mengatasi masalah ini melalui program-program perbaikan gizi masyarakat secara intensif dan berkesinambungan.2. Diharapkan peneliti-peneliti selanjutnya lebih banyak meneliti mengenai hubungan bahan makanan tertentu terhadap peningkatan status gizi balita karena penelitian ini dapat langsung diterapkan menjadi penatalaksanaan bagi balita gizi kurang bahkan gizi buruk sehingga angka kejadiannya dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA1. Ahmad, 2007, Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Pendampingan Gizi di Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Program Studi Ilmu Gizi dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
2. Ali, Muh., 1999, Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi/Anak Umur 6-23 Bulan di Pemukiman Kumuh Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kodya Ujung Pandang tahun 1999, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
3. Amalia, 2007, Analisis Faktor Resiko Gizi Buruk pada Anak Balita di Puskesmas Kalukubodoa Kelurahan Kalukubodoa Kota Makassar Periode Januari sampai Februari, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
4. Amin, Astuti Made, 2004, Hubungan Pola Asuh dan Asupan Gizi terhadap Status Gizi Anak di Kelurahan Mangampang Kecamatan Barru Kabupaten Barru, Jurnal Sains Kesehatan 2004 XVII
5. Amsal, Asmiati, 2001, Studi tentang Pemberian Kolostrum dan ASI Eksklusif pada bayi 4-12 bulan di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru tahun 2001, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
6. Andri, Peranan faktor ibu terhadap status gizi balita di Desa Bajoe dan Desa Tanete Kabupaten Bone tahun 2000. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
7. Arsad, Rachmatiah, 2002, Gambaran Distribusi Makanan Antaranggota Keluarga dan Status Gizi Anak Usia 1-3 tahun pada Keluarga Pemilik dan Penggarap Tambak di Kelurahan Bonto Perak Kecamatan Pangkajene kabupaten Pangkep 2002, , Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
8. Asmirah, 2007, Hubungan Pemberian Makanan dengan Status Gizi Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Baranti Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Pendidikan Tamalatea Gizi Kesehatan Masayarakat dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
9. Badan Koordinasi Ironi Anak Bawah Lima Tahun di Provinsi Lumbung Pangan, Accessed on September 2nd , 2009. Available from http://pustaka.bkkbn.go.id/10. Badan Pusat Statistik, 2003, Status Gizi Balita, Laporan Hasil Survey Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga, BPS dan Departemen Kesehatan Jakarta
11. Black, Robert E., dkk for The Maternal and Child Undernutrition Group, 2008, Maternal and Child Undernutrition : Global and Regional Exposures and Health Consequences, vol 371 dalam URL:http/www.thelancet.com, on January 17, 2008
12. Bulli, Bau, 2002, pengasuh pengganti dengan instruksi dan tanpa instruksi terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan di Perumahan Minasa Upa Kota Makassar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
13. Bulo, Supriati, 2000, Karakteristik Balita dan Status Gizi Balita di Kelurahan Bonto Rita Kecamatan Bisappu Kabupaten Bantaeng , Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
14. Bunaiya, 2002, Hubungan Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI terhadap Status Gizi Anak Umur 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Makkasau, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
15. Departemen Kesehatan, 2001, Profil Status Gizi di Indonesia, dalam Buletin Penelitian Kesehatan Vol.26 No.223 2000/2001, Jakarta, 2001 hal 3-4
16. Departemen Kesehatan Indonesia, 2004, Fact Sheet : Gizi Buruk, Accessed on September 2nd , 2009, available from www.depkes.go.id
17. Dewanti, NR, Profil Status Gizi Balita di Kecamatan Parang Kuda, 1996 dalam Media No.17 tahun XXIII, Juli, Jakarta 199718. Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2008, Gizi Buruk di Sulsel Tahun 2008, Accessed on September 2nd , 2009, available from www.datinkesulsel.wordpress.com19. Fatahuddin, Sandra, 2004, Gambaran Pola Asuh Anak Usia 6-11 bulan pada Keluarga Nelayan di desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
20. Firdiyanti, Rita, Rahmi Batara, 2001, Keadaan Status Gizi dan Pola Makanan Anak Balita Usia 6-35 bulan di Kelurahan Pampang Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
21. Hadju, V., Penentuan Status Gizi dan Pengantar Pengukuran Antropometri, Diktat Penuntun Status Gizi, Edisi ke-2, FKM UNHAS, Makassar, 1999
22. H. Harahap, 1998. Masalah Anak Balita dan Gizi dalam Pengamatan Vaksinasi dalam Hubungan dengan berbagai Tingkat Gizi, depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Semarang, 1986 hal 1-25
23. Haris, M Iqbal, Wirda Fauza, 2005, Gambaran Status Gizi Anak Umur 1-5 tahun di Kelurahan Pampang Kecmatan Panakkukang Kota Makassar 2004, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
24. Hasanah, 2001, Hubungan Pengasuh Pengganti terhadap Status Gizi Anak di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kotamadya Makassar dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
25. Hernita, 2002, Hubungan Tingkat Pendidikan, Pola Makan Keluarga, dan Pola Pemberian ASI terhadap Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Daya Kota Makassar tahun 2002, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
26. Herwin B., 2004, Beberapa faktor yang Berkaitan dengan Penyebab Gizi Kurang pada Anak Balita di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
27. Hidayat, Surahma, 2006, Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita pada Anak Balita dari Keluarga Nelayan di Wilayah Kerja Puskesmas Belopa Kabupaten Luwu, Fakultas Kesehatan Masayarakat Program Studi Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
28. Ismail, Ery Nurnawaty, 1990, Hubungan Investasi Caccing yang Ditularkan melalui Tanah dengan Status Gizi Anak Taman Kanak-kanak Raodatul Atfal Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumba Kabupaten Bulukumba dan Taman Kanak-kanak Pongtiku Kelurahan Rantepao Kecamatan Rantepao Kabupaten Tana Toraja, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
29. I. Jus'at & A.B. Jahar, 2000, Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita di Negara Berkembang. Gajah Mada University Press, hal 21-22
30. Jellife, Derrick B. Jellife, E.F Patrice, Zerfas, dan Alfred Neumann, Charlotte G. 1989. Community Nutritional Assesment. Oxford University Press31. Kiniati D, Robiatul Adawiyah, 2006, Gambaran Status Gizi dan Imunisasi Balita melalui Kartu Menuju sehat (KMS) yang Berkunjung ke Puskesmas Antara periode 8-20 Mei 2006, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
32. Lamani, Saadia, 2009, Deskripsi Tatalaksana Gizi pada Anak Gizi Buruk yang dirawat inap di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2007-2008, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Program Studi Ilmu Gizi dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
33. Lubis, A.Quria Febriani, 2008, Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas Alliritengngae Kecamatan Turikale Kabupaten Maros tahun 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Program Studi Epidemiologi dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
34. Mahmudah, Ulfah, 2003, Pola Pengasuhan Bayi Usia 6-11 bulan pada Keluarga Nelayan di Desa Binanga Sombaiya Kecamatan Bontosikuyu Kabupaten Selayar tahun 2002, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Program Studi Gizi Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
35. Makkasau, A. Erny, 2002, Analisis Konsumsi Energi, Protein, Zat Besi, kalsium, dan Vitamin A terhadap Status Gizi Anak Usia 24-36 bulan di Kelurahan Malimongan Kecamatan Wajo Kota Makassar 2001, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
36. Mardayanti, 2006, Profil Keluarga yang Memiliki Anak Balita Gizi Buruk Ditinjau dari Karakteristik Sosial Ekonomi Wilayah Kerja Puskesmas Palakka Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
37. Marsaoly, Ade Irma, 2003, Pengetahuan dan Praktek Pemberian ASI pada Ibu Menyusui Eksklusif di Kelurahan Lette Kecamatan Mariso Makassar tahun 2002, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
38. Martina, 2002, Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Berumur 4-12 bulan yang Mempunyai Status Gizi Baik di Pemukiman Kumuh Kelurahan Rappokalling Kecamatan tallo Makassar 2002, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
39. Muhlisah, 2007 Analisis Faktor Risiko Gizi Buruk pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi Kelurahan Banta-bantaeng Periode November sampai Desember 2006, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
40. Mustamin, 2002, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Pendamping ASI pada bayi umur 4-11 bulan di Kelurahan Tamamamaung Kecmatan Panakkukang Kota Makassar tahun 2002, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
41. Nasrawati, 2009, Gambaran Positive Deviance Status Gizi Balita di Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba, Fakultas Kesehatan Masayarakat Program Studi Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
42. Nur saima, 2005, Studi tentang Distribusi Balita Gizi Buruk di RW 11 dan RW 12 Kelurahan Pacerekang Kecamatan Biringkanaya Makassar Periode Januari-Agustus 2005, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
43. Paputungan, Sunarti, 1999, Status Gizi Balita Sebelum dan Selama Krisis Moneter di Pemukiman Kumuh Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kodya Ujung Pandang 1997-1999, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
44. Prasetyo, 2002, Sosiologi Keluarga, Cetakan Keempat, Penerbit Bumi Aksara, hal 76-7745. Priyono, Iwan, Ahmad, 2004, Suvei Status Gizi Anak Balita di Desa Kayu Loe Timur Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
46. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2008 dan 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi, Accessed on September 2nd , 2009, available from www.dinkesulsel.go.id
47. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
48. Profil Kesehatan Bantaeng tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
49. Profil Kesehatan Bone tahun 2002, 2002, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
50. Profil Kesehatan Barru tahun 2006, 2006, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
51. Profil Kesehatan Bulukumba tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
52. Profil Kesehatan Enekang tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
53. Profil Kesehatan Gowa tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
54. Profil Kesehatan Jeneponto tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
55. Profil Kesehatan Luwu tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
56. Profil Kesehatan Luwu Timur tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
57. Profil Kesehatan Luwu Utara tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
58. Profil Kesehatan Makassar tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
59. Profil Kesehatan Palopo tahun 2006, 2006, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
60. Profil Kesehatan Pangkep tahun 2006, 2006, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
61. Profil Kesehatan Pare-pare tahun 2004, 2004, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
62. Profil Kesehatan Pinrang tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
63. Profil Kesehatan Selayar tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
64. Profil Kesehatan Sidrap tahun 2005, 2005, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
65. Profil Kesehatan Sinjai tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
66. Profil Kesehatan Takalar tahun 2004, 2004, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
67. Profil Kesehatan Tana Toraja tahun 2007, 2007, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
68. Profil Kesehatan Wajo tahun 2004, 2004, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
69. Profil Kesehatan Soppeng tahun 2003, 2003, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
70. Profil Kesehatan Maros tahun 2006, 2006, dalam lampiran tabel Status Gizi Balita dan Kecamatan Rawan Gizi
71. Purnamasidi, Thomas Loka Ari, 2002, Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Umur 6-36 bulan di Kelurahan Sudiang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
72. Rauf, Suriani, 2009, Pengaruh Pemberian Abon Ikan terhadap Perubahan status Gizi Anak Gizi Kurang Umur 24-59 bulan Kabupaten Pangkep, Magister Gizi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
73. Rauh, Sang ayu Made, 2006, Hubungan Asupan Makanan dan Penyakit Infeki dengan Status Gizi Anak Balita 12-59 bulan di Desa Margomulyo Kecamatan Tomoni Timur Kabupaten Luwu Timur tahun 2006, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
74. Ribka, Astrid Manuputy, 2005, Studi tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Devian Positif Status Gizi Balita di Keluarga Miskin di Desa Messawa Kecamatan Messawa Kabupaten Mamasa, Fakultas Kesehatan Masayarakat Program Studi Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
75. Rizka, Suvei Status Gizi balita di RW 05 Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso Kota Makassar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
76. Satriono, dr., Ilmu Gizi (Human Nutrition) I, Laboratorium Ilmu Gizi, FK UNHAS, Makassar, 2000
77. Soekirman. 2002. Perlu paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di Indonesia, Accessed on September 2nd , 2009. Available from http://www.gizi.net/makalah/download/prof-soekirman.pdf
78. Sugiyarsi, 2001, Hubungan Kebiasaan Makan Keluarga dengan Status Gizi Anak Umur 1-3 tahun di Desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
79. Suhardi, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perbaikan dan Gizi Buruk Menjadi Gizi Kurang di klinik Gizi Bogor 1982-1997, dalam : Buletin Penelitian Kesehatan Vol.26 No.223 1998/1999 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, RI, Jakarta, 1999, hal 47-6080. Sukmawati, 2006, Asupan Energi Protein dan Status Gizi Anak Umur 1-3 tahun di Kelurahan Kalabbirang Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros, Yayasan Pendidikan Tamalatea Makassar Gizi Kesehatan Masyarakat dalm Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
81. Supariasa I Dewa Nyoman, MPS, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001.82. Suparman, 1989, Faktor-Faktor yang Berhubungan terhadap Mutu Makanan Anak Umur 12-36 bulan di Desa Tinggimae Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, Fakultas Kesehatan Masayarakat Program Studi Administrasi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dalam Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan
83. Supriambodo, Singgih, 2005, Analisis Hubungan Pola Asuhan dan Status Gizi Anak Baduta pada Ibu Pekerja di Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
84. Suprianti, 2006, Pola Pemberian Makanan Tambahan pada Anak Umur 6-12 bulan di Kelurahan Maccini Parang Kota Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea Gizi Kesehatan Masyarakat, Skripsi Desember 2006
85. S. Moehji, 2002, Ilmu Gizi, Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi, Penerbit Papas Sinar Sinanti, Jakarta
86. Thahir Samad, 2005, Deskripsi Perilaku Ibu dan Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Lumpue Kecamatan Bacukiki Kotamadya Pare-pare, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
87. Thaha, 2003, Keadaan Gizi Balita di Sulawesi Selatan, Accessed on August 28th , 2009. Available from http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1001578227,81523,88. Ummul, Tri Yulia, 2007, Suvey Gizi Balita Penderita Diare Rawat Inap di RS Ibnu Sina Makassar periode Januari s/d Juni 2007, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
89. Wahyuni, 2001, Status Gizi Balita dalam Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol.VII No.02, 2001 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI Jakarta, 200190. Widiati, Lati, 2001, Faktor karakteristik ibu hubungannya dengan penambahan berat badan bayi umur 1-4 bulan telah dilakukan di Puskesmas Daya Kecamatan Biringkanaya Bulan Juli 2001, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan
91. World Health Organization, 2007, Severe Acute Malnutrition, Accessed on September 2nd , 2009. Available from http://www.who.int/nutrition/publication/en/manage_severe_malnutrition_eng.pdf92. Zaynul, 1994, Perilaku Ibu terhdap Pola Konsumsi Makanan dan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dalam Skripsi Sarjana tidak diterbitkan