surimi ong cindy corazon c 13.70.0028 e1 unika soegijapranata
DESCRIPTION
praktikum THL bab Surimi kloter ETRANSCRIPT
-
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Cindy Corazon
NIM : 13.70.0028
Kelompok : E1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
-
1
1. MATERI DAN METODE
1.1. MATERI
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,
freezer, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,
polifosfat, es batu,.
1.2. METODE
Ikan bawal dicuci bersih dengan air
mengalir
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.
Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat
ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.
-
2
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan
menggunakan kain saring.
Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);
5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan
polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%
(kelompok 4, 5).
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk
kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya
yang meliputi kekenyalan dan aroma.
-
3
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan
menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan
menggunakan presser.
Luas atas =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 ++ hn)
Luas bawah =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 ++ hn)
Luas area basah = Luas atas Luas bawah
mg H2O =Luas area basah 8,0
0,0948
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk
kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-
4
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. Perlakuan Hardness
(gf)
WHC
(mg H2O)
Sensori
Kekenyalan Aroma
1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1% 106,73 268087,13 ++ + +
2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3% 110,22 332457,81 ++ + + +
3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3% 152,62 290357,43 ++ + + +
4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 91,879 277594,52 ++ + + +
5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 123,41 327271,52 + + ++ +
Keterangan :
Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
+ + : kenyal + + : amis
+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Dari tabel 1 dapat diketahui hasil pengamatan praktikum surimi yang diberi perlakuan
berupa penambahan sukrosa dan polifosfat dengan berbagai konsentrasi serta garam
dengan konsentrasi 2,5% pada semua kelompok. Ditinjau dari nilai hardness diketahui
nilai tertinggi ada pada sampel surimi kelompok E3 dengan penambahan Sukrosa 5% +
garam 2,5% + polifosfat 0,3%. Sementara nilai terkecil diperoleh sampel kelompok E4
dengan perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%. Padahal nilai hardness
yang diperoleh kelompok E5 dengan perlakuan yang sama persis dengan E4
memperoleh nilai tertinggi kedua setelah E3. Pada nilai WHC, kelompok E2
memperoleh nilai tertinggi yaitu 332457,81 dengan perlakuan penambahan Sukrosa
2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%. Sementara nilai WHC terkecil diperoleh
kelompok E1 yaitu 268087,13 dengan perlakuan penambahan Sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,1%. Nilai WHC kelompok E4 dan E5 yang memiliki perlakuan
yang sama memiliki selisih 49677 gf dimana kelompok E5 memiliki nilai WHC yang
lebih besar. Sementara kelompok E3 nilai WHC nya ada diurutan ketiga.
-
5
Tingkat kekenyalan dari hasil praktikum ini adalah kelompok E1, E2 dan E5 masuk ke
kategori kenyal sementara kelompok E3 dan E4 masuk ke dalam kategori sangat kenyal.
Dari segi aroma, kelompok E1, E3 dan E4 masuk ke dalam kategori amis sementara
kelompok E2 dan E5 masuk ke kategori sangat amis. Dalam hasil praktikum ini tidak
ditemukan pola tertentu dari penambahan konsentrasi sukrosa dan polifosfat dan dapat
dilihat hasil analisa sangatlah beragam.
-
6
3. PEMBAHASAN
Dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk membahas langkah-langkah pembuatan
surimi yang berasal dari daging ikan mentah yang kemudian dianalisis pengaruh
penambahan sukrosa, garam dan polifosfat dalam konsentrasi tertentu terhadap nilai
hardness, WHC (Water Holding Capacity), kekenyalan dan aroma. Menurut Park and
Morrisey (2000) dalam Nopianti et al (2012), surimi terbuat dari protein miofibril yang
diperoleh dari daging ikan saja tanpa adanya tulang, yang telah dicuci dan dicampur
dengan krioprotektan dan kemudian dibekukan. Hal senada juga diutarakan oleh Okada
(1992) dalam Piotrowicz and Mellado (2015) bahwa surimi adalah hasil isolasi protein
miofibril yang tidak larut air yang dicampur dengan krioprotektan. Protein utama yang
terdapat dalam daging ikan adalah myosin dimana protein tersebut akan terdegradasi
selama penyimpanan beku (Dey and Dora, 2010 dalam Pavarthy and Sajan, 2014 ).
Krioprotektan adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah
denaturasi protein dengan cara molekul protein dalam bahan ditutupi oleh molekul
krioprotektan yang menyebabkan hidrasi dan turunnya agregasi protein (Matsumoto and
Noguchi 1992; Dey and Dora 2010 dalam Pavarthy and Sajan, 2014).
Menurut Miyauchi et al. (1970), surimi adalah produk perantara dalam pembuatan
bakso ikan, nugget dan produk sejenis lainnya. Produk surimi dibuat dalam rangka
memperpanjang umur simpan bahan baku ikan yang umumnya mengandung protein
tinggi sehingga daging ikan mudah mengalami kerusakan dan mutu bahan pangan
tersebut menjadi rendah (Liptan, 2000). Hal tersebut juga diutarakan oleh Souza et al.,
(2009) dalam Piotrowicz and Mellado (2015) bahwa daging ikan memiliki umur simpan
rendah, mudah teroksidasi dan daging berubah warna menjadi lebih gelap karena proses
rigor mortis pada bahan mentah.
Standar mutu surimi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah
maksimal kandungan lemak sebanyak 0,5%. Oleh karena itu daging ikan yang
digunakan untuk surimi memiliki kadar lemak yang rendah. Surimi yang memiliki
kualitas yang baik memiliki elastisitas yang tinggi, bau tidak amis dan berwarna putih.
Selain karakteristik fisik, karakteristik kimiawi dari surimi yang dikatakan baik adalah
-
7
memiliki pH yang mendekati netral (pH 6,5) atau bahkan pH yang netral (pH 7)
(Koswara et al., 2001).
3.1. Proses Pembuatan Surimi
Langkah awal pembuatan surimi adalah mencuci ikan hingga bersih dibawah air
mengalir, kemudian daging ikan di fillet karena hanya dagingnya saja yang dibutuhkan
dalam pembuatan surimi. Sementara bagian yang lain seperti kepala, isi perut, sisik dan
sirip ikan harus dibuang (Peranginangin, et al. 1999). Selain tidak diperlukan, bagian
kepala dan isi perut mengandung lemak yang mendorong terjadinya reaksi hidrolisis
(Fortina, 1996). Pencucian awal dilakukan untuk menghindari kontaminasi kotoran
sehingga sewaktu daging ikan di fillet dalam kondisi bersih. Kemudian daging ikan
yang berwarna putih diambil sebanyak 100 gram untuk digiling hingga halus. Daging
ikan yang digunakan untuk membuat surimi digiling sesuai dengan pernyataan dari
Santana et al (2012) yang menyatakan bahwa surimi merupakan olahan dari hancuran
atau lumatan daging ikan yang mengandung banyak protein miofibril. Selama proses
penggilingan ditambahkan es batu supaya suhu rendah tetap terjaga. Menurut Andini
(2006), suhu rendah perlu dipertahankan karena hal tersebut mempengaruhi
pembentukan gel pada surimi. Selain itu penambahan es batu turut menjaga kesegaran
ikan dan mencegah proses denaturasi (Irianto, 1990). Gaman & Sherrington (1994)
menambahkan bahwa penggunaan es batu dapat meminimalkan tumbuhnya
mikroorganisme pembusuk karena suhu rendah dapat menginaktivasi enzim-enzim yang
mempercepat kerusakan ikan.
Setelah itu daging yang telah digiling dicuci dengan air es sebanyak 3 kali dalam kain
saring. Air es digunakan untuk mencuci karena ketika air yang digunakan memiliki
suhu diatas 15C maka kandungan miofibril dalam daging ikan akan larut
(Agustiani, 2006). Digunakannya kain saring untuk memisahkan komponen padat dan
cair (Suyitno, 1989). Komponen padat yang dimaksud dalam praktikum ini adalah
daging ikan dan partikel cair adalah air yang digunakan untuk mencuci daging ikan.
Langkah selanjutnya adalah penambahan sukrosa sebanyak 2,5% untuk kelompok E1,
E2 dan sukrosa 5% untuk kelompok E3, E4 dan E5. Kemudian ditambahkan garam
sebanyak 2,5% untuk semua kelompok dan polifosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok
-
8
E1, sebanyak 0,3% untuk kelompok E2 dan E3 serta sebanyak 0,5% dari berat ikan
untuk kelompok E4 dan E5. Sukrosa ditambahkan karena menurut Benjakul et al,
(2006), sukrosa terbukti senyawa krioprotektan yang paling baik untuk menjaga protein
miofibril dalam ikan tidak terdenaturasi. Penambahan garam dilakukan untuk
melarutkan protein miofibril sehingga miosin mudah untuk berikatan dengan aktin
membentuk aktomiosin yang berperan dalam pembentukan gel (Suzuki, 1981).
Penambahan sebanyak 2,5% telah sesuai dengan pernyataan Tan, et al. (1988) dan
Shimizu & Toyohara (1992) bahwa konsentrasi garam yang digunakan untuk produk
surimi umumnya sebanyak 2-3%. Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan
kinerja krioprotektan karena polifosfat memberikan efek buffer pada pH daging ikan
dan sebagai agen pengkelat atau pengikat ion logam (Shaviklo, et al. 2010).
Setelah semua bahan ditambahkan, surimi dimasukkan ke dalam plastik dan dibekukan
dalam freezer selama 1 malam. Surimi disimpan dalam freezer untuk menjaga kualitas
produk karena pada suhu rendah, enzim-enzim mengalami inaktivasi dan menghambat
denaturasi oleh mikroorganisme (Winarno, 1993). Hal tersebut juga didukung oleh
Singh & D.R. Heldman (2001) yang menyatakan bahwa dengan pendinginan dilakukan
untuk mempertahankan kualitas produk dari serangan mikrobiologis karena dapat
menghambat proses biokimia dari bakteri dan mikroorganisme lain. Akan tetapi proses
pendinginan yang terlalu lama dapat menurunkan kualitas yang dimiliki oleh surimi
karena proses gelasi yang berlangsung dalam surimi akan menjadi lebih lemah dan
sangat berpengaruh kepada tekstur yang dimiliki oleh surimi (Tina et al. 2010). Suhu
freezer umumnya selalu di bawah titik beku dari air di mana dalam suhu ini denaturasi
yang terdapat pada protein akan berjalan dengan lebih cepat. Hal inilah yang
menyebabkan penurunan kualitas tersebut. Pernyataan ini juga di dukung oleh Huda et
al., 2011 bahwa selama penyimpanan beku, masalah yang sering timbul adalah
menurunnya kekuatan gel karena protein miofibril pada surimi mentah cepat rusak
selama proses penyimpanan beku. Selama proses penyimpanan beku juga akan
terbentuk kristal es, sehingga protein miofibril akan mengalami hidrasi, penurunan pH,
perubahan konsentrasi garam, hingga terdenaturasi.
-
9
Langkah terakhir, surimi yang telah dibekukan selama 1 malam di thawing untuk diukur
hardness, WHC dan kualitas sensoris yang meliputi kekenyalan dan aroma. Uji sensoris
dilakukan oleh satu orang panelis, hardness diukur menggunakan texture analyzer dan
WHC diukur dengan cara : surimi di press kemudian hasil press digambar pada kertas
milimeter blok untuk dihitung menggunakan rumus. Pengggunaan texture analyzer
sesuai dengan pernyataan Bourne (2002) yang menyebutkan bahwa tekstur dari bahan
pangan dapat diuji dan dinyatakan dalam bentuk suatu nilai oleh seperangkat alat yang
disebut dengan texture analyzer.
3.2. Hasil Pengamatan
Dalam praktikum ini diperoleh nilai hardness, WHC dan hasil uji sensoris yang
meliputi kekenyalan dan bau dari berbagai perlakuan pada surimi. Ditinjau dari nilai
hardness diketahui nilai tertinggi ada pada sampel surimi kelompok E3 dengan
penambahan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%. Sementara nilai terkecil
diperoleh sampel kelompok E4 dengan perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%. Padahal nilai hardness yang diperoleh kelompok E5 dengan perlakuan
yang sama persis dengan E4 memperoleh nilai tertinggi kedua setelah E3. Dalam hasil
yang diperoleh pemberian polifosfat sebanyak 0,3% memiliki nilai hardness yang lebih
besar dibandingkan polifosfat sebanyak 0,5% pada sampel E4. Padahal penambahan
polifosfat bertujuan untuk menahan air dalam surimi sehingga tidak lepas saat thawing
(Haryati, 2001) dan turut meningkatkan kekenyalan surimi (Tan et al. 1988) sehingga
seiring penambahan konsentrasi polifosfat seharusnya tekstur surimi semakin
meningkat. Hasil terkecil seharusnya diperoleh kelompok E1 yang tambahan
konsentrasi polifosfatnya paling kecil. Jika dilihat hasil uji sensoris, hasil kelompok E4
adalah sangat kenyal. Hasil sangat kenyal untuk sampel dengan penambahan polifosfat
0,5% tidak sesuai dengan pernyataan Nopianti, et al. (2011) yang menyatakan bahwa
berdasarkan tingkat kekenyalannya, semakin tinggi penambahan polifosfat hingga
0,3%, maka surimi yang dihasilkan semakin kenyal karena senyawa fosfat dapat
meningkatkan pH sehingga pembentukan gel membaik, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya kemampuan daya ikat air umumnya terjadi pada pH yang tinggi,
sedangkan penambahan polifosfat sebanyak 0,5% justru akan mengakibatkan
pembentukan kekuatan gel yang tinggi, sehingga tekstur dari surimi semakin tidak
-
10
kenyal, namun semakin keras. Maka kesalahan yang mungkin terjadi adalah pada saat
uji hardness menggunakan texture analyzer dibutuhkan waktu menunggu giliran untuk
analisa dan hal tersebut dilakukan setelah penilaian secara sensoris. Jadi dengan waktu
tunggu dari uji sensoris hingga uji hardness, surimi kelompok E4 mengalami thawing
dengan jangka waktu yang lebih lama, menyebabkan perbedaan hasil.
Pada nilai WHC, kelompok E2 memperoleh nilai tertinggi yaitu 332457,81 dengan
perlakuan penambahan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%. Sementara nilai
WHC terkecil diperoleh kelompok E1 yaitu 268087,13 dengan perlakuan penambahan
Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%. Nilai WHC kelompok E4 dan E5 yang
memiliki perlakuan yang sama memiliki selisih 49677 dimana kelompok E5 memiliki
nilai WHC yang lebih besar. Sementara kelompok E3 nilai WHC nya ada diurutan
ketiga. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Lilis & Rudy (2011) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi kadar anti denaturan (krioprotektan) dan garam maka
nilai WHC (Water Holding Capacity) juga turut meningkat. Hal tersebut disebabkan
krioprotektan penghambat proses denaturasi protein dengan menginaktifkan kondensasi
melalui pengikatan hidrogen dalam molekul air (Fennema, 1985). Shaviklo, et al.
(2010) juga mendukung bahwa penambahan sukrosa dan garam turut meningkatkan
daya ikat air. Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan teori dapat disebabkan oleh
tekanan dan waktu pemberian pressing pada surimi masing-masing kelompok berbeda
serta ketidaktepatan penggambaran dalam milimeter blok.
Pengamatan secara sensoris dilakukan untuk mengetahui kualitas surimi ditinjau dari
kekenyalan dan aroma yang dihasilkan (Heruwati, et al. 1995). Nopianti, et al. (2011)
menambahkan bahwa berdasarkan tingkat kekenyalannya, semakin tinggi penambahan
polifosfat hingga 0,3%, maka surimi yang dihasilkan semakin kenyal karena senyawa
fosfat dapat meningkatkan pH yang berdampak membaiknya pembentukan gel, hal ini
disebabkan karena peningkatan kemampuan daya ikat air umumnya terjadi pada pH
yang tinggi, sedangkan penambahan polifosfat sebanyak 0,5% justru akan
mengakibatkan pembentukan kekuatan gel yang tinggi, sehingga tekstur dari surimi
semakin tidak kenyal, namun semakin keras
-
11
Tingkat kekenyalan dari hasil praktikum ini adalah kelompok E1, E2 dan E5 masuk ke
kategori kenyal sementara kelompok E3 dan E4 masuk ke dalam kategori sangat kenyal.
Dalam hasil praktikum ini tidak ditemukan pola tertentu dari penambahan konsentrasi
sukrosa dan polifosfat dan dapat dilihat hasil analisa sangatlah beragam. Kekenyalan
yang tinggi atau kekuatan gel yang besar juga adalah salah satu indikator yang penting
dalam kualitas produk surimi. Chen, et al. (1997) mengungkapkan bahwa kekuatan gel
dan kekenyalan yang menurun selama praktikum kemungkinan disebabkan karena
oksidasi yang mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk diantaranya ikatan
sulfida dan menyebabkan denaturasi protein.
Bau amis pada surimi timbul disebabkan adanya reaksi oksidasi pada ikan yang
menyebabkan asam lemak berubah menjadi off-flavor dan seharusnya dapat dihilangkan
pada saat tahap pencucian (Peranginangin, et al., 1999). Namun dalam hasil
pengamatan diketahui kelompok E1, E3 dan E4 masuk ke dalam kategori amis
sementara kelompok E2 dan E5 masuk ke kategori sangat amis. Hal ini menunjukkan
bahwa tahap pencucian belum optimal karena menurut Irianto & Giyatmi (2009)
perlakuan pencucian seharusnya dapat menghilangkan bau / aroma yang tidak
diinginkan, seperti bau yang disebabkan oleh senyawa trimetilamin (salah satu senyawa
utama pembentuk aroma pada ikan).
-
12
4. KESIMPULAN
Surimi dibuat dengan tujuan memperpanjang umur simpan ikan segar dengan
menghambat denaturasi protein miofibril melalui penambahan sukrosa, garam dan
polifosfat.
Daging ikan yang digunakan harus dicuci bersih sehingga menurunkan peluang
terjadinya oksidasi lemak/protein yang terkandung dalam daging ikan yang
menyebabkan bau amis.
Kualitas surimi yang baik memiliki tingkat kekenyalan yang tinggi, berwarna putih,
daya ikat air tinggi dan tidak berbau amis.
Sifat fungsional yang penting bagi produk surimi adalah sifat pembentukan gel dan
daya ikat air yang tinggi.
Pencucian dilakukan pada suhu yang rendah supaya protein tidak larut dalam air
dengan batas maksimal 15C.
Sukrosa digunakan sebagai krioprotektan (anti denaturasi) untuk meningkatkan
kekenyalan surimi.
Penyimpanan dalam suhu rendah tidak boleh dilakukan dalam waktu yang lama
karena akan mengurangi kekuatan gel.
Hasil terbaik dalam praktikum ini adalah sampel E3 dengan penambahan Sukrosa
5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%
Semarang, 2 November 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
Ong Cindy Corazon C Yusdhika Bayu S
13.70.0028
-
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk
Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.
Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan
Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bourne, M. C. (2002). Food Texture and Viscosity Concept and Measurement Second
Edition. Academic Press. London.
Chen H. H.; Chiu E. M. & Huang J. R. (1997). Color and Gel-Forming Properties of
Horse Mackerel (Trachurus japonicus) as Related to Washing Conditions. Journal of
Food Science. Vol. 62 (5): 985 991.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Fortina, Des. (1996). Pengaruh Penambahan Bahan Pembentuk Flavor, Lama Pelapisan
(Coating) dan Lama Pengukusan Terhadap mutu Akhir Daging Rajungan Imitasi dari
Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gaman, P. M & K. B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Haryati S.( 2001). Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus
sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Heruwati E. S.; Murtini J.T.; Rahayu S. & Suherman. (1995). Pengaruh Jenis Ikan dan
Zat Penambah terhadap Elastisitas Surimi Ikan Air Tawar. Jurnal Penelitian Perikanan
Inonesia 1: 12-17.
-
14
Huda N, O.H. Leng, R. Nopianti. (2011). Cryoprotective Effects of Different Levels of
Polydextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of Fisheries
and Aquatic Science 6. Academic Journals Inc.
Irianto B. (1990). Teknologi Surimi: Salah Satu Cara Mempelajari Nilai Tambah Ikan
yang Kurang Dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2): 35-
39.
Irianto H. E. & Giyatmi S. (2009). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Koswara S, Hariyadi P, danPurnomo EH. (2001). TeknoPangandan Agroindustri.
Jakarta: UI Press.
Lilis, S. & Rudy P. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Nikumi Daging Kuda dengan
Penambahan Antidenaturan dan Natrium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11. No.1, p.6-12.
Liptan (Lembar Informasi Pertanian). (2000). Pengolahan Ikan Nila Merah. LPTP
Puntikayu. Sumatera Selatan.
Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed
Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.
Nopianti, R., Huda, N., Fazilah,A., Ismail, N., Easa, A.M. (2012). Effect of Different
Types of Low Sweetness Sugar on Physiochemical Properties of Threadfin Bream
Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal
19(3): 1011 1021.
Nopianti, R.; Nurul Huda & Noryanti Ismail. (2011). A Review on The Loss of The
Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-
forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology Vol. 6 (1): 19-30.
Parvathy U & Sajan George. (2014). Influence of cryoprotectant levels on storage
stability of surimi from Nemipterus japonicus and quality of surimi-based products.
AFSTI. India
-
15
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan
Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan
Laut.
Piotrowicz, I. B. & Mellado, M.M. (2015). Chemical, technological and nutritional
quality of sausage processed with surimi. International Food Research Journal. Brazil
Santana, P., Huda, N. dan Yang, T. A. (2012). Technology for production of surimi
powder and potential of applications. A review. International Food Research Journal
19(4): 1313-1323 (2012).
Shaviklo, G. R.; Gudjon T. & Sigurjon Arason. (2010). The Influence of Additives and
Frozen Storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated
from Haddock (Melanogrammus aeglefinus). Turkhish Journal of Fisheries and Aquatic
Sciences 10: 333-340.
Shimizu Y & Toyohara H. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed
Fish Species. In: Lanier TC, Lee CM, ed. Surimi Technology. Marcel Dekker, Inc.
Page.425-442. New York.
Singh, R. P. & R. Heldman. (2001). Introduction to food Engineering. 3rd Edition.
Academic Press. Glasgow.
Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas.
Jakarta.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied
Science Publ Ltd.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the
Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine
Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.
Singapore.
Tina, N., Nurul, H. dan Ruzita, A. (2010). Surimi-like Material: Challenges and
Prospect. A Review. International Food Research Journal 17: 509-517 (2010).
Winarno F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
-
16
Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of trehalose and
sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal
of Food Chemistry 96(2):96-103.
-
17
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan:
L =1
3 (a) (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)
L =1
3 (a) (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)
Larea basah = L L
g H2O=Larea basah 8,0
0,0948
Kelompok E1
L =1
3 (46) (116 + 4(188) + 2(204) + 4(196) + 110)
L = 33273,33
L =1
3 (46) (116 + 4(35) + 2(13) + 4(30) + 110)
L = 7850,67
Larea basah = 33273,33 7850,67 = 25422,66
g H2O=25422,66 8,0
0,0948=268087,13
Kelompok E2
L =1
3 (48,5) (120 + 4(227) + 2(238) + 4(225) + 102)
L = 40513,67
L =1
3 (48,5) (120 + 4(33) + 2(19) + 4(41) + 102)
L = 8988,67
Larea basah = 40513,67 8988,67 = 31525
g H2O=31525 8,0
0,0948=332457,81
Kelompok E3
-
18
L =1
3 (50) (126 + 4(199) + 2(207) + 4(202) + 93)
L = 37284,079
L =1
3 (50) (126 + 4(36) + 2(33) + 4(39) + 93)
L = 9750,195
Larea basah = 37284,079 9750,195 = 27533,884
g H2O=27533,884 8,0
0,0948=290357,43
Kelompok E4
L =1
3 (49) (104 + 4(183) + 2(188) + 4(176) + 103)
L = 32970,27
L =1
3 (49) (104 + 4(19) + 2(10) + 4(26) + 103)
L = 6646,31
Larea basah = 32970,27 6646,31 = 26323,96
g H2O=26323,96 8,0
0,0948=277594,52
Kelompok E5
L =1
3 (50) (82 + 4(204) + 2(222) + 4(203) + 76)
L = 37166,67
L =1
3 (50) (82 + 4(21) + 2(15) + 4(24) + 76)
L = 6133,33
Larea basah = 37166,67 6133,33 = 31033,34
g H2O=31033,34 8,0
0,0948=327271,52
-
19
6.2.Laporan sementara
6.3.Diagram Alir
6.4.Abstrak Jurnal