surimi keshia devina 13.70.0007
DESCRIPTION
pada praktikum ini kami membuat surimi yang termasuk dalam produk antara dengan bahan dasar ikan bawalTRANSCRIPT
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Keshia Devina Wijaya
NIM : 13.70.0007
Kelompok D4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling
daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,
polifosfat dan es batu.
1.2. Metode
Pencucian ikan
Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut
(Fillet daging ikan)
)
Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging dengan ditambah es batu
Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali
Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)
Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%
(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)
Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer
Thawing
Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma
Uji hardness menggunakan texture analyzer
Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC
Hasil press digambar di milimeter blok
Penghitungan WHC :
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensori
Kekenyalan Aroma
1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +
2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +
3Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +
4Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +
5Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +
Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sanagat kenyal + + + : sangat amis
Berdasarkan dari tabel diatas, didapatkan nilai hardness, whc dan sensori. dapat dilihat
bahwa nilai hardness paling tinggi didapatkan pada kelompok D3 sebesar 188,05
dengan perlakuan penambahan sukrosa 5% dan polifosfat 0,3%. Sedangkan nilai
terendah terdapat pada kelompok D5 dengan nilai 91,87 dengan perlakuan sukrosa 5%
dan polifosfat 0,5%. untuk nilai WHC yang paling tinggi terdapat pada kelompok D5
sebesar 273975,32 dengan adanya penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat
0,5%. sedangkan untuk nilai whc paling rendah terdapat pada kelompok D3 dengan
nilai130435,97. untuk tingkat kekenyalan dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki
nilai sensori yang berbeda. dimana kelompok D5 sangat kenyal, untuk kelompok D3
dan D4 kenyal dan kelompok D1 dan D2 tidak kenyal. sedangkan untuk aroma
kelompok D1, D4 dan D5 adalah amis dan untuk kelompok D2 dan D3 sangat amis.
3. PEMBAHASAN
Pada umumnya ikan mengandung protein yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Selain itu ikan ini juga mudah untuk didapatkan dan memiliki harga yang
relatif murah. Namun salah satu kelemahan ikan adalah bahan ini mudah rusak
(perishable) sehingga salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan adalah
dengan mengolah produk setengah jadi atau biasa disebut sebagai surimi.
Surimi merupakan produk setengah jadi dari produk perikanan, dimana tidak memiliki
rasa dan tidak berbau. Selain itu menurut Stine (2011), surimi merupakan pekatan atau
padatan dari protein miofibrila yang didapatkan dari daging ikan yang sudah dicuci
menggunakan air dingin. Produksi surimi sudah berkembang di negara barat sebagai
analog seafood. Biasanya surimi mengandung daging ikan sebanyak 35-45%, air 40%,
pati 5-10%, miyak 5%, garam 2%, perasa, pewarna dan protein lainya seperti protein
susu 1% (Ducept, 2012).
Berdasarkan kandungan garamnya, surimi dapat dibedakan menjadi dua yaitu mu-en
surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en surimi (surimi dengan penambahan garam),
selain itu terdapat surimi yang disebut na-ma surimi (surimi mentah yang tidak
mengalami proses pembekuan) (Suzuki, 1981). Menurut Peranginangin et al. (1999),
surimi harus disimpan dalam keadaan beku dan diberi bahan anti denaturasi protein atau
cryoprotectan, namun akan tetap terjadi perubahan pada produk. Senyawa
cryoprotectan adalah gula (sukrosa), garam, polifosfat, sorbital dan chitosan. Masalah
yang sering timbul selama penyimpanan beku adalah turunnya kekuatan gel, dimana hal
ini terjadi karena protein miofibril pada surimi mentah cepat rusak selama proses
penyimpanan beku. Selain itu dalam penyimpanan beku juga akan terbentuk kristal es
sehingga akan terjadi hidrasi protein miofibril, penurunan pH dan perubahan
konsentrasi garam.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal. Dimana ikan bawal
memiliki kadar lemak dan protein yang cukup. 100 gr ikan bawal mengandung protein
sebanyak 19 gram, lemak sebanyak 17 gram, dimana ikan bawal tidak mengandung
karbohidrat dan menghasilkan energi sebesar 96 kkal (Irianto & Soesilo, 2007). Surimi
akan memiliki kualitas yang baik apabila kita menggunakan ikan yang memiliki kadar
lemak yang rendah, tidak amis, memiliki daging putih dan memiliki kemampuan
pembentukan gel yang baik sehingga tekstur yang dihasilkan baik (Mitchell, 1985). Hal
ini juga didukung oleh pendapat dari (Sanchez et al., 2009) yang menyatakan bahwa
permintaan ikan dengan daging warna putih lebih tinggi karena hal ini mempengaruhi
warna dan tekstur dari surimi yang dihasilkan.
Tahap pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah mencuci ikan hingga bersih
menggunakan air mengalir. Pencucian ini bertujuan untuk memisahkan daging dengan
beberapa bahan yang larut dalam air, lemak, darah ataupun pigmen protein sarkoplasma,
garam organik dan bahan lainnya yang memiliki bobot molekul yang lebih rendah
(Vega et al., 2012). Tujuan lain dari pencucian adalah dapat memperbaiki flavor dan
warna, dapat meningkatkan kekuatan gel karena konsentrasi protein miofibrilar
(aktomiosin) meningkat dan juga dapat mencegah terjadinya denaturasi protein selama
penyimpanan (Toyoda et al., 1992). Dalam pembuatan surimi protein sarkoplasma
harus dihilangkan akrena dapat menghambat pembentukan gel. Dimana protein ini
memiliki sifat yang dapat larut dalam air. Langkah selanjutnya adalah memfillet daging
ikan sebanyak 100 gr, dimana bagian kepala, isi perut, sisik, sirip, tulang, ekor dan kulit
dibuang. Kemudian daging ikan digiling hingga halus, selama proses penggilingan
ditambahkan es batu agar suhu ikan tetap terjaga rendah sehingga dapat menjaga
kesegaran daging. Tujuan dari dilakukannya penggilingan adalah untuk memecah dan
meningkatkan keseragam ukuran dari serabut otot dan jaringan ikan sehingga surimi
akan memiliki sifat yang lebih stabil. Selain itu, dengan adanya penggilingan maka kita
akan lebih mudah untuk melakukan proses ekstraksi karena luas permukaannya
bertambah (Forrest et al., 1975).
Selanjutnya daging ikan dicuci degan air es sebanyak 3 kali, dimana langkah ini
bertujuan untuk mengurangi kandungan protein sarkoplasma dan dapat
mempertahankan protein miofibril (Santoso et al., 1997). Frekuensi pencucian yang
dilakukan mempengaruhi kualitas dari surimi, dimana semakin banyak pencucian yang
dilakukan maka akan semakin banyak protein, lemak, abu dan rendemen yang akan
hilang. Namun daya ikat air dan kandungan karbohidrat akan meningkat. Menurut Mega
(2006), air pencucian terbaik untuk surimi adalah suhu 18oC karena surimi akan
memiliki kekuatan gel yang lebih baik. Kemudian disaring menggunakan kain saring
yang bertujuan untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak diharapkan (Kimball,
1992). Selanjutnya ditamahkan sukurosa sebanyak 2,5% untuk kelompok 1 dan 2,
sukrosa 5% untuk kelompok 3 hingga 5. Sukrosa yang ditambahkan berperan sebagai
anti denaturasi protein (krioprotektan) selama proses pembekuan. Selain itu juga
ditambahkan dengan garam sebanyak 2,5% yang bertujuan untuk menurunkan kadar air
dan melarutkan protein miofibril agar mison mudah berikatan dengan aktin dan
membentuk aktomiosin yang berperan dalam pembentukan gel. Konsentrasi garam yang
paling umum digunakan pada pembuatan surimi adalah 2-3% (Shimizu & Toyohara,
1992). Selain menggunakan NaCl, kita juga dapat mengguankan CaCl2 dan MgCl2
(Lertwittayanon et al., 2013).
Kemudian ditambahkan polisfosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok 1, polifosfat 0,3%
untuk kelompok 2 dan 3 dan polifosfat 0,5% untuk kelompok 4 dan 5. Penambahan ini
bertujuan untuk memperbaiki daya ikat air (WHC) memperbaiki sifat surimi khususnya
sifat elastisitas dan kelembutannya. selain itu juga dapat meningkatkan efek
krioprotektan karena polifosfat dapat memberikan efek buffer pada pH daging ikan dan
berguna sebagai agen pengelat logam. Perbedaan penambahan konsentrasi sukrosa dan
polifosfat bertujuan untuk mengetahui konentrasi yang tepat untuk menghasilkan surimi
yang paling baik. Setelah itu semua bahan dimasukkan kedalam wadah dan dibekukan
dalam freezer selama 1 malam. Dimana menurut Winarno (1993), tujuan penyimpanan
surimi dalam freezer adalah untuk menjaga kualitas dari surimi agar tetap optimal
karena aktivitas mikroba terhambat dengan inaktifnya enzim dalam mikroba. Tujuan
dilakukannya pengemasan adalah untuk menghindari kontak dengan udara. Setelah itu
surimi di thawing dan dilakukan pengukuaran hardness, WHC dam kualitas sensori
meliputi kekenyalan dan aroma.
Dalam praktikum ini didapatkan hasil hardness yang paling tinggi pada kelompok D3
sebesar 188,05 gf yang diberi penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat
0,3%. Sedangkan untuk nilai hardness yang paling rendah terdapat pada kelompok D5
sebesar 91,87 gf dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%.
Dengan adanya penambahan polifosfat maka akan meningkatkan tingkat eleastisitas dan
kelembutan surimi. Sehingga semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka nilai
hardness yang didapatkan akan semakin rendah. Namun hasil yang didapatkan tidak
sesuai dengan teori yang ada, dimana seharusnya nilai hardness terbesar dihasilkan oleh
kelompok D1 atau D2 yang menggunakan konsentrasi polifosfat paling sedikit.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh tidak meratanya pada saat pencampuran.
WHC (Water Holding Capacity) merupakan salah satu faktor yang paling penting bagi
produk surimi baik yang berdampak ekonomi maupun kualitas. Berdasarkan data yang
didapatkan, nilai WHC yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok berbeda.
Dimana untuk nilai WHC paling tinggi dihasilkan oleh kelompok D5 sebesar 273975,
32 dan paling rendah adalah kelompok D3 sebesar 130435,97. Menurut Winarno
(1993), dengan meningkatnya kadar anti denaturan, garam dan sukrosa maka nilai WHC
juga akan semakin meningkat. Dimana sukrosa berperan sebagai agen yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena dapat menurunkan kadar Aw. Selain
itu penambahan polifosfat juga berpengaruh terhadap nilai WHC karena dapat
mempertahankan pH. Sehingga hal ini sesuai dengan data yang didapatkan, dimana
kelompok D5 memiliki nilai WHC terbesar. Namun nilai WHC terendah tidak
dihasilkan oleh kelompok D1 maupun D2. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh
tekanan dan waktu pemberian pressing surimi masing-masing kelompok berbeda dan
kurangtepatnya penambahan konsentrasi garam, sukrosa maupun polifosfat.
Untuk analisa sensori, didapatkan kelompok D1 dan D2 tidak kenyal, kelompok D3 dan
D4 kenyal dan untuk kelompok D5 sengat kenyal. Menurut Sikorski (2010), semakin
banyak polifosfat yang ditambahkan maka tingkat kekenyalan dan hardness akan
semakin meningkat. Sehingga hal ini sesuai dengan data yang didapatkan. Sedangkan
untuk sensori aroma, didapatkan kelompok D1, D4 dan D5 amis dan untuk kelompok
lainnya adalah sangat amis. Berdasarkan karakteristik ikan bawal, ikan ini memiliki
aroma yang tidak terlalu amis dan tidak berbau lumpur. Sehingga hasil yang paling
mendekati adalah kelompok D1, D4 dan D5. Sedangkan untuk kelompok D2 dan D3
didapatkan hasil yang sangat amis sehingga tidak sesuai dengan teori yang ada karena
sensori ini bersifat subjektif.
Kualitas produk surimi ditentukan oleh sifat elastisitasnya dan kekenyalan. Menurut
Winarno (1993), surimi yang baik adalah surimi yang memiliki warna putih yang kuat
dan dapat membentuk gel dengan baik. Menurut Heruwati et al.(1995), elastisitas surimi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis ikan, kesegaran ikan, pH, pencucian,
kadar air, waktu pemanasan, zat yang ditambahkan dan suhu. Jenis ikan dapat
mempengaruhi mutu surimi karena tidak semua ikan dapat digunakan sebagai bahan
dasar. Ikan yang mengandung enzim proteolitik dalam jumlah yang tinggi dapat
menghambat pembentukan gel surimi. Selain itu sifat fungsional yang penting bagi
kualitas produk surimi adalah pembentukan gel dan daya ikat air. Akan terjadi
pembentukan gel dan emulsi apabila terkandung protein miofibril, dimana hal ini
penting dalam stabilisiasi produk olahan daging. Menurut Winarno (1993),
menambahkan bahwa faktor lain yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas surimi
adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan karena jumlah protein yang
hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci yang akan berpengaruh pada
kekuatan gel. Dimana jika suhu air cuci lebih tinggi dari 15oC maka dapat melarutkan
protein yang memiliki sifat larut air.
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan pekatan atau padatan dari protein miofibrila yang didapatkan
dari daging ikan yang sudah dicuci menggunakan air dingin.
Senyawa cryoprotectan adalah gula (sukrosa), garam, polifosfat, sorbital dan
chitosan.
Polifosfat akan meningkatkan tingkat eleastisitas dan kelembutan surimi.
Semakin tinggi konsentrasi polifosfat maka nilai WHC akan semakin tinggi.
Kualitas produk surimi ditentukan oleh sifat elastisitasnya dan kekenyalan.
Elastisitas surimi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis ikan, kesegaran
ikan, pH, pencucian, kadar air, waktu pemanasan, zat yang ditambahkan dan suhu.
Pencucian bertujuan untuk memisahkan daging dan beberapa bahan yang larut
dalam air dan memperbaiki flavor.
Penggilingan bertujuan untuk meningkatkan keseragaman ukuran sehingga sifatnya
lebih stabil.
Pencucian air dingin bertujuan untuk mengurangi protein sarkoplasma.
Air pencucian yang baik adalah 18oC.
Garam berfungsi untuk menurunkan kadar air dan melarutkan protein miofibril.
Semarang, 23 Oktober 2015 Asisten Dosen :- Yusdhika Bayu S.
Keshia Devina W(13.70.0007)
5. DAFTAR PUSTAKA
Ducept, F et al. (2012). Influence of the Mixing Process on Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Engineering 108; 557-562.
Forrest, J. C.; Aberle, E. D.; Hendrick, H. B.; Judge, M. D. and Merkel. (1975). Principle of Meat Science. W. H. Freemen and Co. San Francisco
Heruwati, E.S.; Murtini, J.T.; Rahayu, S. dan Suherman. (1995). Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 1. No. 1. Jakarta.
Irianto, H.E. dan Soesilo, I. (2007). Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan.
Kimball, J.W. (1992). Biologi jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Lertwittayanon et al. (2013). Effect of Different Salt on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research.
Lilis, S. & Rudy P. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Nikumi Daging Kuda dengan Penambahan Antidenaturan dan Natrium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11. No.1, p.6-12.
Mega, O. (2006). Beberapa karakteristik fisikokimia nukimi kuda dan sapi pada beberapa Ffrekuensi pencucian. Jurnal of Agriculture. 31 (1): 15-20.
Mitchell, C. (1985). Surimi: the American experience. Infofish. 5: 17-20.
Peranginangin R; Wibowo S; Nuri Y. & Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Sanchez A.M.; C.Navarro; J.A. Perez Alvarez and V. Kuri. (2009). Alternative for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A review. Comprehensive review in food science and food safety. Vol 8.
Santoso, J.; Trilaksani, W.; Nurjanah dan Nurhayati, T. (1997). Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Sikorski, Z. E. (2001). Chemical and functional properties of food protein. Technomic Publishing Co.Inc, Pennysilvania.
Stine et al. (2010). Recovery and Utilization of Protein Derived from Surimi Wash Water. Journal of Food Quality ISSN 1745-4557.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science. Publishing. Ltd.
Toyoda, K.; Kimura, I.; Fujita, T., Noguchi, S.F.; and Lee, C.M. (1992). The surimi manufacturing process. Dalam: Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York: Marcel Dekker.
Vega, W.; Gustavo Graciano Fonseca; and Carlos Prentice. (2012). Comaprison of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanical Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition Sciences,3,1480-1483.
Winarno F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Kelompok D1
Kelompok D2
Kelompok D3
Kelompok D4
Kelompok D5
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal