supremasi hukum

Upload: diano-wiradiestia

Post on 14-Oct-2015

364 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

SUPREMASI HUKUM DI INDONESIA SEBAGAI SEBUAH PERSOALAN DI ERA GLOBALISASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan( Dosen Pengampu : Joko Warsito,S.Kar)

Disusun oleh :Diano Wiradiestia21030111060102 (2011B)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIKUNIIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG 2014BAB IPENDAHULUAN

Latar belakang Indonesia adalah negara hukum (rechstaats) yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum.

Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan.

Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum ( law enforcement ) yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik masalah yang harus segera ditangani untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita citakan pendiri bangsa ini. Namun mental dan moral korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistim hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik, sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 dengan situasi dan kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah yang telah bergeser kepada rasa egoisme dan individual tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkandung dan tersirat dalam isi Pancasila. Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Globalisasi.Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, seperti politik, ekonomi, sosial, agama, teknologi, dan termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.B. Rumusan Masalah1. Bagaimanakah arus globalisasi di Indonesia?2. Bagaimanakah dampak dari globalisasi terhadap kehidupan bangsa Indonesia?3. Bagaimanakah langkah-langkah dalam mengantisipasi globalisasi?4. Bagaimanakah langkah-langkah agar terwujudnya supremasi hukum di Indonesia?5. Apa penyebab masalah terhambatnya supremasi hukum di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan1. Memenuhi persyaratan nilai matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan2. Memberi penjelasan mengenai supremasi hukum dan arus globalisasi3. Memberi penjelasan mengenai dampak dari globalisasi baik positif maupun negatif4. Memberi penjelasan mengenai bagaimana mengambil sikap di era globalisasi5. Memberi penjelasan mengenai faktor penyebab terhambatnya supremasi serta beberapa langkah agar terwujudnya supremasi

BAB IIPEMBAHASAN

Pada awal gerakan reformasi yang lebih diutamakan atau diperjuangkan adalah reformasi politik dan reformasi ekonomi, karena keadaan politik dan ekonomi di negara kita memang sudah sangat memprihatinkan, sedangkan tentang reformasi hukum, kalau tidak boleh dikatakan sama sekali tidak tersentuh, maka nyaris tidak terdengar (jangankan tentang supremasi hukum), walaupun pada waktu itu telah banyak terjadi pembunuhan, perkosaan, penculikan, dan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya. Tidak berarti bahwa reformasi politik dan ekonomi tidak penting, akan tetapi reformasi hukum tidak kurang pentingnya, sehingga seharusnya diperjuangkan bersama sejak awal gerakan reformasi.Ironi, diwaktu rakyat membutuhkan ketenangan, ketenteraman dan ketertiban di dalam masyarakat, penegakan hukum dan supremasi hukum tidak atau belum masuk dalam program awal gerakan reformasi. Hukum dan ahli hukumnya pada umumnya dianarkikan, karena hukum hanyalah dikenal atau dianggap sebagai sarana belaka. Sudah sejak Presiden Soekarno, dengan ungkapannya yang terkenal bahwa met juristen kun je geen revolusi maken, maka para ahli hukum dianggap tidak dapat diajak kerja sama. Sekalipun hukum itu hanya sarana, namun merupakan sarana untuk mengatur atau menciptakan dan ketertiban tatanan dalam masyarakat.

Seperti yang telah diketahui umum, fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau masyarakat, karena di mana-mana bahaya selalu mengancamnya sejak dulu sampai sekarang, baik secara makro maupun secara mikro. Dalam melindungi kepentingan manusia atau masyarakat, hukum menciptakan pedoman-pedoman, kaedah-kaedah atau peraturan-peraturan hukum yang harus dipatuhi atau ditaati dan harus dapat pula dipaksakan pelaksanaannya. Kalau ada peraturan hukum dilanggar dan peraturan atau sanksinya tidak dapat dipaksakan terhadap pelakunya maka tidak ada artinya peraturan itu.

Jadi hukum dalam hal ini memerlukan kekuasaan untuk dapat memaksakan pelaksanaan peraturan hukum itu. Bahkan hukum itu sendiri adalah kekuasaan. Dengan demikian hukum itu mempunyai kekuatan mengikat, mengikat untuk ditaati, karena berfungsi melindungi kepentingan manusia dan bertujuan menciptakan ketertiban tatanan di dalam masyarakat. Sebaliknya perlu mendapat perhatian bahwa hukum tidak tahan terhadap kekerasan, kekuasaan (kekuatan) ada di atas hukum (contra vim non valet jus).

Ada beberapa kelompok yang (sudah tentu) ingin kepentingannya terlindungi, akan tetapi tidak mau terikat pada hukum, tidak mau diatur oleh hukum. Memang kelihatannya merupakan suatu dilema, disatu pihak hukum mengatur untuk melindungi kepentingan manusia, menghendaki stabilitas dan kepastian hukum, tetapi dipihak lain manusia ingin bebas, ingin berspekulasi mengambil jalan pintas, tidak terikat pada rambu-rambu (hukum). Sesungguhnya kesadaran hukum, kesadaran akan ada hukum itu dan bahwa hukum harus dipatuhi dan tidak dilanggar, pada dasarnya ada pada setiap orang dan tidak hanya ada pada ahli hukum saja namun pada diri setiap orang ada penilaian baik dan buruk.Saat ini kita telah memasuki era globalisasi, yang dimana waktu, ruang, dan jarak bukan lagi menjadi pembatas. Globalisasi dapat berpengaruh terhadap perubahan nilai-nilai budaya suatu bangsa. Yang mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa ini untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan, khususnya pada generasi muda Indonesia.

Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Efek Globalisasi bagi Identitas NasionalDengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, money laundering, keimigrasian, human trafficking, penebangan hutan secara ilegal, pencurian laut, pengakuan hak cipta, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi.Efek lainnya adalah globalisasi dapat memberikan efek negatif bagi budaya-budaya leluhur di Indonesia. Dengan adanya globalisasi waktu, jarak, wilayah bukan lagi menjadi halangan, khususnya pada dunia hiburan. Pada dunia hiburan, efek globalisasi sangat jelas dapat dirasakan, sebagai contoh: lunturnya musik-musik tradisional, lunturnya budaya Indonesia dalam film-film lokal, minimnya pentas seni lokal jika dibandingkan dengan pentas seni kontemporer moderen. Hal tersebut mencerminkan bahwa, globalisasi dapat dengan mudah mengubah nilai-nilai budaya yang sudah ada sebelumnya.Pada masyarakat, hal ini tentu sangat membahayakan. Hal tersebut didasarkan pada mulai timbulnya sifat individualistis di masyarakat, minimnya tenggang rasa dan semangat gotong royong, yang sudah jelas banyak negara lain mengenal budaya masyarakat Indonesia sangat ramah tamah sebelumnya. Belum lagi aksi teror, yang baru-baru ini marak terjadi. Ada sebagian kelompok masyarakat bangsa ini yang menganut pandangan ekstim dan radikal, yang menolak landasan bangsa ini yaitu Pancasila sebagai pedoman hidupnya, yang tentu sangat berbahaya bagi integritas bangsa ini kedepan. Hal-hal ini tentunya dapat mengubah identitas bangsa ini, yang sebelumnya populer dengan bangsa yang menjunjung tinggi nilai multikultur yang Bhineka Tunggal Ika yang memiliki kesatuan sangat erat serta masyarakatnya yang sangat berjiwa ketimuran.Indikator Perubahan/Dampak Globalisasi1. PolitikPenyebaran nilai-nilai politik barat baik secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum dengan cara membuat kerusuhan dan anarkis. Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, masyarakat mufakat dan gotong royong. Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.2. EkonomiBerlakunya the survival of the fittest sehingga siapa yang memiliki modal yang besar akan semakin kuat dan yang lemah tersingkir. Pemerintah hanya sebagai regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya akan ditentukan oleh pasar.Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang, dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan.3. Sosial dan BudayaMudahnya nilai-nilai barat yang masuk baik milalui internet, antene parabola, media televisi, maupun media cetak yang kadang-kadang ditiru habis-habisan. Semakin lunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu hanya ditangani oleh segelintir orang. Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karna dianggap tidak ada hubungannya (sekularisme).

4. Ledakan InformasiKemajuan iptek dan arus komunikasi global yang makin canggih, cepat, dan berkapasitas tinggi. Laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi meningkat sangat cepat secara tajam (eksponensial)5. Hukum, Pertahanan dan KeamananSemakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia. Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat. Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.Sikap dan antisipasi yang harus dirancang untuk menghadapi globalisasi1. Reposisi diri terhadap arus globalisasiSaat ini, krisis di berbagai bidang kehidupan terus menimpa bangsa kita. Sedikitnya, masalah itu bisa mengurangi rasa percaya diri (self confidence). Kita juga mudah untuk tidak berkonsentrasi dan tidak berupaya dengan keteguhan hati dalam memecahkan berbagai masalah itu.2. Sikap proaktif yang harus dilaksanakanJati diri sebagai bangsa yang religius tidak akan hilang jika kita kembali kepada nilai dan jati diri bangsa. Nilai dan jati diri bangsa itu tertera di dalam Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat sila-sila Pancasila. Menurut Pembukaan UUD 1945, negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia dari setiap ancaman dan gangguan, dari manapun datangnya. Salah satu ancaman serius itu adalah globalisasi. Kita harus bekerja keras membangun perekonomian bangsa, kita tidak boleh tertinggal terus oleh kemajuan negara-negara lain. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil- adilnya. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ekonomi, sosial budaya.Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.Pengertian Supremasi HukumSupremasi hukum dari segi istilah mempunyai arti bahwa suatu negara yakni negara hukum yang di dalamnya hukum diperlakukan sebagai penguasa atau panglima. Penempatan hukum dalam posisi supremasi, mengandung pengertian bahwa hubungan antara penguasa dan warga negara serta hak, kewajiban dan tanggungjawab masing-masing haruslah dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab sebagaimana yang telah dituangkan di dalam aturan hukum, baik di dalam aturan hukum tertulis berupa peraturan perundangan maupun hukum yang tidak tertulis. Menurut Lawrence M. Friedman ada hambatan dalam mewujudkan supremasi hukum yaitu dari sistem hukum, menurutnya bahwa sistem hukum dalam arti luas terdiri dari tiga komponen yaitu komponen substansi hukum (legal substance), komponen struktur hukum (legal structure), dan komponen budaya hukum (legal culture). Substansi hukum (legal substance) adalah aturan-aturan dan norma-norma aktual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga, kenyataan, bentuk perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam sistem. Struktur hukum (legal structure) merupakan batang tubuh, kerangka, bentuk abadi dari suatu sistem dengan wujud utamanya adalah lembaga-lembaga pembentuk dan penegak hukum berikut sumber daya manusianya. Budaya hukum (legal culture) merupaan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum. Dalam perkembangannya Friedman menambahkan pula komponen yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal impact) yaitu dampak dari suatu keputusan hakim. Komponen dampak ini terutama berkaitan dengan kondisi-kondisi yang ingin diwujudkan atau dicapai melalui pembentukan dan pemberlakuan suatu produk hukum, terkait dengan fungsionalisasi hukum sebagai sarana rekayasa sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Rescue Pound. Dengan beberapa pengertian diharapkan bagi para mahasiswa sebagai kalangan intelektual untuk mampu mewujudkan keinginan untuk menegakan supremasi hukum dengan mempertimbangkan hambatan-hambatan yang akan terjadi selama perwujudan supremasi hukum ini.Terkait dengan berbagai permasalahan mengenai semakin melemahnya supremasi hukum yang terjadi di negara Indonesia, peran serta mahasiswa dalam upayanya untuk kembali menciptakan kembali supremasi hukum di Indonesia sangatlah berperan penting. Apalagi bila hal ini dikaitkan dengan keberadaan dari berbagai pihak untuk terus memperlemah sistem hukum di Indonesia sudah mencakarkan kukunya dengan kuat di segala lapisan kehidupan.Selain itu upaya lain yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebagai wujud tanggungjawab dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia, dapat dilakukan dengan terus memberikan sorotan maupun kritikan-kritikan tajam terkait dengan upaya pemerintah dalam menerapkan sistem hukum di Indonesia.Upaya lain yang harus dilakukan adalah terus menyebarkan asas responsif kepada pemerintah agar senantiasa tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik.Masalah Penegakkan Hukum di IndonesiaSecara konseptual, Satjipto Rahardjo merumuskan pengertian penegakan hukum sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum yang dimaksud adalah pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Peraturan-peraturan hukum yang di buat oleh lembaga legislatif pada dasarnya bukannya tidak memihak. Oleh karena itu suatu undang-undang merupakan hasil perjuangan kekuasaan di dalam masyarakat, ada pendapat pihak yang berkuasa juga menentukan bagaimana isi peraturan hukum yang di buat.Ada lima faktor yag memberikan kontribusi pengaruh pada proses penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto:

1. faktor hukum atau peraturan perundang-undangan,2. faktor aparat penegak hukumnya,3. faktor sarana dan fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum,4. faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat,5. faktor kebudayaan, yani hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.Sementara itu menurut Satjipto Rahardjo, membedakan tiga unsur utama yang terlibat dalam proses penegakan hukum :

1. unsur pembuat undang-undang,2. unsur aparat penegak hukum,3. unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.

Persoalan penegakan hukum di Indonesia merupakan sebuah persoalan yang sudah bersifat struktural. Untuk itu, upaya penegakan hukum harus dapat dilakukan dengan format yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu melalui produk-produk hukum yang dibuat oleh pemerintah. Produk-produk hukum yang dibuat oleh pemerintah diharapkan dapat menjamin tercapainya penegakan hukum secara menyeluruh dan nyata dalam tatanan masyarakat Indonesia. Produk-produk hukum yang di buat oleh pemerintah tersebut tidak akan berarti apa-apa, apabila tidak mampu menjalankan hukum dan tidak dapat diimpelementasikan. (Bambang, 1992:77).

Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu :1.Lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye.2.Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat.3.Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.4.Minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.5.Tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.6.Paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial (substantial justice).7.Kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Globalisasi merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol. Globalisasi merupakan suatu gejala wajar yang pasti akan dialami oleh setiap bangsa di dunia, baik pada masyarakat yang maju, masyarakat berkembang, masyarakat transisi, maupun masyarakat yang masih rendah taraf hidupnya.

Dalam era global, suatu masyarakat/negara tidak mungkin dapat mengisolasi diri terhadap proses globalisasi. Jika suatu masyarakat/negara mengisolasi diri dari globalisasi, mereka dapat dipastikan akan terlindas oleh jaman serta terpuruk pada era keterbelakangan dan kebodohan. Sekalipun dikatakan bahwa supremasi hukum adalah governance not by man but by law namun masih tergantung pada kekuasaan atau manusianya bagaimana menjalankan hukum.

Kalau manusianya atau kekuasaan atau penguasa yang menjalankan hukum itu beritikad baik, berintegritas tinggi, berwawasan nasional, maka tepatlah istilahnya supremasi hukum dalam arti pemerintahan oleh hukum. Tetapi kalau tidak, maka supremasi hukum berarti kekuasaan tinggi pada penguasa tidak pada hukum, sehingga penguasa dapat berbuat sekehendaknya atau bertindak sewenang-wenang, otoriter. Oleh karena itu meskipun (peraturan) hukumnya baik dalam arti melindungi kepentingan warga, namun kepastian hukumnya tidak terjamin, karena pelaksanaannya sewenang-wenang.

Beberapa langkah agar terwujudnya supremasi hukum di indonesia dalam era globalisasi: Perubahan ke depan harus dimulai dari atas, yaitu dari adanya pemimpin yang kuat, visioner dan berani memulai perubahan dari dirinya, keluarganya dan para kroninya. Penegakan hukum harus tanpa pandang bulu sehingga mampu memberikan shock therapy kepada bawahannya dan masyarakat umumnya. Perubahan signifikan berikutnya yang harus dilakukan adalah pembersihan dunia peradilan dari para mafia peradilan yang merusak dan menghambat terwujudnya penegakan hukum di Indonesia. Para pemimpin politik di eksekutif dan legislatif harus memperkuat tekanan kepada aparat penegak hukum melalui proses fit and proper test yang berkualitas dalam memilih dan merekrut aparat penegak hukum seperti hakim-hakim di MA. Harus ada akselerasi kualitas dan pemerataan pendidikan masyarakat sehingga mereka mampu menjadiacritical massyang mampu mengawal proses penegakan hukum secara partisipatif.Peran serta mahasiswa dalam upayanya untuk kembali menciptakan kembali supremasi hukum di Indonesia sangatlah berperan penting. Apalagi bila hal ini dikaitkan dengan keberadaan dari berbagai pihak untuk terus memperlemah sistem hukum di Indonesia sudah mencakarkan kukunya dengan kuat di segala lapisan kehidupan.Selain itu upaya lain yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebagai wujud tanggungjawab dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia, dapat dilakukan dengan terus memberikan sorotan maupun kritikan-kritikan tajam terkait dengan upaya pemerintah dalam menerapkan sistem hukum di Indonesia.Upaya lain yang harus dilakukan adalah terus menyebarkan asas responsif kepada pemerintah agar senantiasa tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik.Mengingat apa yang telah dikemukakan di atas dalam meningkatkan atau menciptakan supremasi hukum, yang terpenting adalah meningkatkan integritas Sumber Daya Manusianya. Sehubungan dengan itu perlu dicurahkan perhatian sepenuhnya kepada pendidikan, terutama pendidikan moral dan rekrutmen tenaga kerja yang perlu lebih diperketat persyaratannya. Hal itu tidak mudah dan akan makan waktu lama. Menurut Selznick bahwa rule of law atau supremasi hukum merupakan ideal atau cita-cita yang harus dicapai atau diupayakan. Walaupun banyak kendala untuk menciptakan supremasi hukum kita harus tetap berusaha merealisasi supremasi hukum, menegakkan hukum dan keadilan, apapun yang akan terjadi fiat justitia et pereat mundus!.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

Lawrence M. Friedman. 1997.Law and Society An Introduction. New Jersey: Prentice Hall Inc. Hal. 6Muhlisin dan Sujiyanto. 2005. Praktik Belajar Kewarganegaraan. Jakarta : Ganeca Exact.Nurida, Heni dan Sutisna, kurdi. 2008. Pendidikan dan Kewarganegaraan. Jakarta : HUPRoscoe Pound.1989. Pengantar Filsafat Hukum. Jakarta: Brahtara. Hal. 51Satjipto Rahardjo. 1983.Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru. Hal.24Satjipto Rahardjo. 1996.Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 164Soerjono Soekanto. 1983.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali. Hal: 4,5http://khildaamaliyah.wordpress.com/2011/05/21/globalisasi-indonesia/http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/pengaruh-globalisasi-terhadap-bangsa-dan-negara-indonesia/http://sudiknoartikel.blogspot.com/2012/02/upaya-meningkatkan-supremasi-hukum.htmlhttp://muamartarifazis.blogspot.com/2012/03/pengamalan-nilai-nilai-pancasila-dalam.html

http://karuniayeni.blogspot.com/2012/04/artikel-ideologi-pancasila.htmlhttp://andifirdadarani.blogspot.com/http://rabdhanpurnama.blogspot.com/2012/07/realita-penegakan-hukum-di-indonesia.html