suni

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanga Masalah Madzhab memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari kaum muslimin. Mayoritas masyarakat muslim baik dari kalangan yang ‘alim sampai kalangan yang awam menjadikan mazhab sebagai pijakan untuk melaksanakan syariat Islam yang sudah ditentukan oleh Allah. Memang banyak perbedaan pendapat yang kita temui dalam memilah dan menyeleksi mazhab yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw dalam ruang lingkup ijtihad, dan hal ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, tidak kaku dan tidak stagnan. Para Imam Mujtahid seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Imam Ahmad Bin Hambali, sudah cukup dikenal di Indonesia oleh sebagian besar umat Islam. Bagi ilmuwan, selain Imam madzhab yang empat itu juga terdapat Imam yang dikenal seperti Imam Daud Az-Zahiri, Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’i, Abu Abdillah Sofyan Bin Said al- Tsauri, Abdul Haris al-Laits Ibnu Sa’ad al-Fahmi, Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari. Akan tetapi, untuk mengetahui pola pemikiran masing- masing Imam madzhab itu sangat terbatas. Bahkan ada 1

Upload: fakhrur-rozy

Post on 18-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Suni

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakanga Masalah

Madzhab memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari kaum muslimin. Mayoritas masyarakat muslim baik dari kalangan

yang ‘alim sampai kalangan yang awam menjadikan mazhab sebagai pijakan

untuk melaksanakan syariat Islam yang sudah ditentukan oleh Allah.

Memang banyak perbedaan pendapat yang kita temui dalam memilah dan

menyeleksi mazhab yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw dalam ruang

lingkup ijtihad, dan hal ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang

rahmatan lil ‘alamin, tidak kaku dan tidak stagnan.

Para Imam Mujtahid seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Imam

Ahmad Bin Hambali, sudah cukup dikenal di Indonesia oleh sebagian besar

umat Islam. Bagi ilmuwan, selain Imam madzhab yang empat itu juga

terdapat Imam yang dikenal seperti Imam Daud Az-Zahiri, Al-Imam Abu

Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’i, Abu Abdillah Sofyan Bin

Said al-Tsauri, Abdul Haris al-Laits Ibnu Sa’ad al-Fahmi, Abu Ja’far

Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari. Akan tetapi, untuk mengetahui pola

pemikiran masing-masing Imam madzhab itu sangat terbatas. Bahkan ada

yang cenderung ingin mendalami madzhab tertentu saja. Hal ini disebabkan,

karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang diterima hanya dari ulama

atau guru yang menganut suatu madzhab saja.

Menganut suatu aliran madzhab saja, sebenarnya tidak ada larangan,

tetapi jangan hendaknya menutup pintu rapat-rapat. Sehingga, tidak dapat

melihat pemikiran-pemikiran yang ada pada madzhab yang lain yang juga

bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Hal ini dimaksudkan

agar seseorang tidak fanatik terhadap satu madzhab. Andaikan sukar

menghindari kefanatikan kepada satu madzhab, sekurang-kurangnya mampu

menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita.

1

Page 2: Suni

2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengertian sunni ?

2. Bagaimanakah sejarah munculnya madzhab sunni ?

3. Bagaimanakah ajaran madzhab sunni yang tidak berkembang ?

C. Tujuan Pembahasan Masalah

1. Memahami dan mengetahui pengertian sunni.

2. Memahami dan mengetahui sejarah munculnya madzhab sunni.

3. Memahami dan mengetahui ajaran madzhab sunni yang tidak berkembang.

D. Batasan-batasan Masalah

Dalam makalah ini kami membatasi pembahasan meliputi pengertian sunni,

sejarah munculnya madzhab sunni, dan ajaran madzhab sunni yang tidak

berkembang.

Page 3: Suni

3

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUNNI

Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama’ah

berasal dari kata-kata:

1. Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”

2. Assunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup

ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW”.

3. Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”

Page 4: Suni

4

4. Al jama’ah  berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw.

Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.1

Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti

golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan jalan

hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunnah

Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu

Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi

Thalib.

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu

'alaihi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam

Ibnul Jauzi menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut

atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya,

mereka itu Ahlus Sunnah.

Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti

sunah-sunah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi

wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan

yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari

perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.

Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh

sebagian ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-

Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah

bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-

Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.

Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus

Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu

'alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum.2

B. SEJARAH MUNCULNYA MADZHAB SUNNI

1 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 187

2 http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html, diakses pada 24 September 2014 pada pukul 11.13 WIB.

Page 5: Suni

5

Istilah Ahlu Sunnah dan Jamaah ini timbul sebagai reaksi terhadap

paham-paham golongan Muktazilah, yang telah dikembangkan dari tahun 100

H atau 718 M. Dengan perlahan-lahan paham Muktazilah tersebut memberi

pengaruh kuat dalam masyarakat Islam. Pengaruh ini mencapai puncaknya

pada zaman khalifah-khalifah Bani Abbas, yaitu Al-Makmun, Al-Muktasim,

dan Al-Wasiq (813 M-847 M). Pada masa Al-Makmun, yakni tahun 827 M

bahkan aliran Muktazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut negara.

Ajaran yang ditonjolkan ialah paham bahwa Al-Qur’an tidak bersifat

qadim, tetapi baru dan diciptakan. Menurut mereka yang qadim hanyalah

Allah. Kalau ada lebih dari satu zat yang qadim, berarti kita telah

menyekutukan Allah. Menurut mereka Al-Qur’an adalah makhluk yang

diciptakan Allah. Sebagai konsekuensi sikap khalifah terhadap mazhab ini,

semua calon pegawai dan hakim harus menjalani tes keserasian dan kesetiaan

pada ajaran mazhab.

Mazhab Ahlu Sunnah wal Jaamaah muncul atas keberanian dan usaha

Abul Hasan Al-Asy’ari. Ajaran teologi barunya kemudian dikenal dengan

nama Sunah wal Jamaah. Untuk selanjutnya Ahlu Sunah wal jamaah selalu

dikaitkan pada kelompok paham teologi Asy’ariyah ataupun Maturidiyah.

Asy'ariyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini.

Kebanyakan di kalangan mereka mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus

Sunnah wa Jamaah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari

dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus

Sunnah wal Jamaah itu Asy'ariyah, Maturidiyah,dan Madzhab Salaf.

Akan tetapi, dari masa awal Islam istilah Ahlunnah wal Jamaah sudah

ada, yaitu dengan adanya hadist dari Rasulullah :

�م� ه و�س��ل �ي��� ل�ي� الل��ه ع�ل و�ل� الل��ه ص��� س� :  ق�ال� ر�ي� ع�لي� �م�ت رق� ا �ف�ت��� �ت �ده ل ي �ف�سي� م�ح�م�د$ ب و�الذ*ي ن�ان �ت ن �ة و�ث ن �ج� ق�ة5 ف�و�احد�ة2 في� ال �ن� فر� �عي �ل�ث$ و�سب ث

ل� �ار قي��� �ع�و�ن� في� الن ب و�ل�  :  و�س� س��� �ار� م�ن� ه�م� ي

Page 6: Suni

6

)ة �ج�م�اع��� �ة و�ال ن ل� الس��< �ه��� ال� : ا رواه  الل��ه ، ق���ني ) الطبر�

Artinya : Rosululloh saw bersabda : demi Tuhan yang menguasai jiwa

Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu

golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang

sahabat bertanya “ siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rosulalloh ? “

Rosul menjawab “ Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah “ ( H. R.

Imam Thobroni ).

Riwayat lain juga menyebutkan :

و�ل� الله س� �ن ع�م�ر$و ق�ال� ، ق�ال� ر� �دالله ب ع�ن� ع�بي� �ن ن� ب �ن  ص.م. ا �ي �ت ن ق�ت� ع�لي� ث �ف�ر� �ل� ت ي ائ ر� س� ا

�ن� �عي ب �ث$ و�س� �ال ي� ع�لي� ث �م�ت ق�ت� ا �ر� �ف�ت �ة5 و�ت �ن� مل �عي ب و�س��و�ا و�م�ن� �د�ة5 ق�ال ي �ة5 و�اح � مل ال �ار ا <ه�م� في� الن �ل �ة5 ك ملي� ب �ص�ح� �ه و�ا �ا ع�لي �ن و�ل� الله ؟ ق�ال� م�ا ا س� �ا ر�  هي� ي

“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua

golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.

Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan”. Lalu sahabat bertanya,

“Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “(Golongan

itu adalah orang-orang yang berpegangan pada) semua perbuatan yang telah

aku lakukan, serta semua perbuatan yang dikerjakan oleh sahabat-sahabatku,”

(Sunan al-Tirmidzi, 2565).

Dari pengertian hadits diatas dapat difahami dan disipulkan sebagai

berikut:

Penganut suatu agama sejak sebelum Nabi Muhammad (Bani Israil)

sudah banyak yang ‘menyimpang’ dari ajaran aslinya, sehingga terjadi

banyak interpretasi yang kemudian terakumulasi menjadi firqah-firqah.

Umat Nabi Muhammad juga akan menjadi beberpa firqah. Namun

berapa jumlahnya? Bilangan 73  apakah sebagai angka pasti atau

menunjukkan banyak, sebagaimana kebiasaan budaya arab waktu itu?.

Page 7: Suni

7

Bermacam-macam  firqah itu masih diakui oleh Nabi Muhammad SAW

sebagai umatnya,  berarti  apapun nama firqah mereka dan apaun produk

pemikiran dan pendapat mereka  asal masih mengakui Allah sebagai Tuhan,

Muhammad sebagi Nabi dan ka’bah sebagai kiblatnya tetap diakui muslim.

Tidak boleh di cap sebagai kafir. ‘lahu ma lana  wa alaihi ma alainaa.’

Pengertian semua di nereka kecuali satu, yaitu  mereka  yang tidak

persis sesuai dengan sunnah Nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka

dahulu tapi tidak kekal didalmnya yang nantinya akan diangkat ke surga

kalau masih ada secuil iman dalam hatinya. Sedangkan yang satu akan

langsung ke surga tanpa mampir di neraka dahulu.

الن�اجية kelompok) الفرقة yang selamat) adalah mereka yang mengikuti

sesuai apa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya (

وأصح�ابه ( ماأناعليه yang mungkin berada di berbagai tempat, masa  dan

jamaah.   tidak harus satu organisasi, satu negara, satu masa atau satu partai

dan golongan.

C. MADZHAB SUNNI YANG SUDAH LENYAP

Madzhab-madzhab yang tidak berkembang diantaranya adalah az-

Zhahiri, al-Auza’i , al-Tsauri, al-Laitsi, dan at-Tabhari. Madzhab-madzhab

tersebut musnah tersaingi oleh madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

Madzhab-madzhab tersebut tidak berkembang luas karena diantara pengikut-

pengikutnya jarang yang mengkodifikasikannya menjadi suatu buku. Lebih

jelasnya, akan dibahas di bawah ini.

1. Imam Daud Az-Zhahiri

Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H, dengan nama Abu

Sulaiman Daud ibn Ali al-Asbahani yang kemudian dikenal dengan

sebutan Daud ad-Zhahiri, karena beliau pendiri madzhab ini.

Mula-mula beliau bermadzhab Syafi’i dan amat teguh memegang

hadits, sedang ayahnya bermadzhab Hanafi, namun akhirnya beliau

menentang madzhab Syafi’i, karena Syafi’i mempergunakan qiyas dan

memandangnya sebagai sumber hukum. Daud pernah berkata: “Saya telah

Page 8: Suni

8

mempelajari dalil-dalil yang dipergunakan oleh asy-Syafi’i untuk

menentang istihsan, maka saya dapati bahwa dalil-dalil tersebut

membatalkan qiyas.”

Beliau berpendapat bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur

Ra’yu dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum adalah berguna di

waktu tidak ada sesuatu nash dari Kitabullah atau Sunnah Rasul dan

beliau berpendapat bahwa apabila kita tidak memperoleh nash dari al-

Qur’an dan Sunnah, maka hendaklah kita memusyawarahkan hal itu

dengan para ulama, bukan kita berpendapat kepada ijtihad sendiri.

Mereka juga mengambil Ijma’ sahabat Rasulullah saja. Jika tidak

teks Al-Quran, Sunnah, Ijma, maka mereka mengambil dalil Istishab;

hukum asal suatu masalah adalah boleh dilakukan. Namun mereka

menolak dalil Qiyas, Istihsan, saddudzarai’, atau bentuk ijtihad lainnya.

Disamping itu mereka juga menolak taqlid (mengikut secara total

kepada seorang Imam tanpa mengetahui dalil).3

Madzhab beliau ini dikenal dengan nama Madzhab ad-Zhahiri,

karena beliau berpegang kepada dhahir al-Qur’an dan as-Sunnah, tidak

menerima ada ijmak kecuali ijmak yang diakui oleh semua ulama.

Walaupun madzhab ini pada dasarnya berpegang pada dhahir nash, tetapi

kita dapat menjumpai beberapa teori Barat karena dalam madzhab inilah

kita jumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang berharta wajib

menafkahi suaminya yang fakir.4

a. Perkembangan Fiqh Zhahiri

Fiqh Daud adalah fiqh nushush (fiqh hadist) tetapi para ulama

tidak banyak meriwayatkan madzhab ini. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh karena Daud menyalahkan orang yang memakai qiyas

dan menegaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk dan orang yang

berjunub atau haid boleh menyentuh Al-qur’an dan membacanya.

3 Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 1, (Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2012), Hal. 638.

4 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Hal. 231-232

Page 9: Suni

9

Beliau mengungkapkan hal ini ketika para ulama di masa itu

menyalahkan golongan yang menyatakan al-Qur’an itu makhluk. Salah

satu prinsip Daud yang banyak di cela orang adalah Daud melarang

taqlid untuk siapapun dan membolehkan orang yang mengetahui

bahasa Arab memperkatakan agama dengan memegang kepada dhahir

al-Qur’an dan as-Sunnah. Para ulama menentangnya dan bahkan

menganggapnya tidak ada. Madzhab ini berkembang di Timur dan di

Barat dengan prinsip mengambil dhahir Al-Qur’an. Di bagian timur

pada abad ketiga dan keempat perkembangannya melebihi

perkembangan madzhab Ahmad.

Abad kelima, berkat usaha Ibnu Ya’la, maka madzhab Ahmad

mempunyai kedudukan yang kuat dan mengalahkan madzhab Zhahiri.

Pada waktu Madzhab hambali dengan usaha Abu Ya’la mengalahkan

madzhab Daud di bagian Timur, pada waktu itu pulalah Ibnu Hazm

memancarkan sinarnya dibagian barat. Dalam beberapa hal madzhab

Zhahiri menyalahi pendapat para fuqaha lainnya, di antaranya:

1) Zhahiri berpendapat bahwa air yang bercampur dengan air seni

manusia, maka air itu tidak suci lagi (bernajis). Sedangkan air

yang bercampur dengan air seni babi, tetap suci, karena tidak ada

nash yang menyatakan tidak suci. Bila orang mengatakan bahwa

air seni itu sama dengan dagingnya haram atau najis, maka mereka

mengatakan bahwa pedapat tersebut menurut akal, sedangkan

hukum islam tidak boleh ditetapkan berdasarkan akal.

2) Orang yang tidak berwudlu, berjunub, sedang haid, diperbolehkan

menyentuh Al-Qur’an, karena tidak ada nash yang melarang atau

membolehkan mebacanya.

3) Menurut Zhahiri, seorang istri yang kaya (mampu) wajib

membiayai suaminya yang miskin (kurang mampu), sebagaimana

sudah disinggung terlebih dahulu. Jalan pikiran madzhab ini yang

menyatakan bahwa suami istri waris mewarisi apabila salah

Page 10: Suni

10

seorang meninggal dunia. Sangat logis apabila dalam mengatasi

biaya hidup rumah tangga pun saling membantu.

Menurut pendapat penulis langkah yang diambil oleh madzhab

ini, juga tidak terlepas dari peranan akal (ra’yu), walaupun tidak

disebutkan sebagai qiyas. Namun roh Syariah Islamiyah tetap menjadi

pertimbangan dalam hal tertentu.5

Diantara muridnya yang terkenal adalah Abu Muhammad Ali

bin Hazmin dan menyusun beberapa kitab seperti : kitab Ushulul

Ahkam Lil Ushulul Ihkam, Al Muhalla dan sebagainya.6

2. Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auza’i

Beliau lebih dikenal dengan nama al-Auza’i, lahir di Ba’labaka

pada tahun 88 H, dan wafat pada tahun 157 H, keluarganya berasal dari

tawanan Ainun Tamar. Ketika muda ia belajar hadits, ia mempelajarinya

dari Atha’ bin Abu Rabah, az-Zuhri dan orang-orang yang sederajat dan

para pembesar hadits meriwayatkan hadits. Al-Imam Abu Amer Abdur

Rahman Ibn Muhammad al-Auza’i termasuk orang yang tidak menyukai

qiyas.

Madzhab ini mula-mula dianut oleh penduduk Syria kemudian

pindah ke Spanyol (Andalusia) dibawa oleh pengikut-pengikutnya dari

Syam yang berpindah ke sana setelah kekuasaan Daulat Umawiyah di

Syam mulai lemah. Tetapi kemudian madzhab ini surut, di Syam tersaingi

oleh madzhab Syafi’i pada abad kedua Hijrah di Syria dan Spanyol

tersaingi oleh madzhab Maliki pada pertengahan abad ketiga Hijriah.7

Pemikiran Mazhab al-Auza'i saat ini hanya ditemukan dalam

beberapa literatur fiqh (tidak dibukukan secara khusus). Pemikiran al-

5 Ibid. Hal. 232-234

6 Hasyim, Ilmu Perbandingan Madzhab, (Tulungagung : lembaga penerbitan (STAI) DIPONEGORO TULUNGAGUNG, 2005), hal. 65

7 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Hal. 252

Page 11: Suni

11

Auza'i dapat dilihat dalam kitab fiqh yang disusun oleh Abu Ja'far

Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H./923 M.; mufasir dan faqih)

yang berjudul Ikhtilaf al-Fuqaha, dan dalam kitab al-Umm yang disusun

Imam asy-Syafi'i. Dalam al-Umm, asy-Syafi'i mengemukakan perdebatan

antara Imam Abu Hanifah dan al-Auza'i, serta antara Imam Abu Yusuf dan

al-Auza'i. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir (ahli fiqh dari Mesir), Mazhab

al-Auza'i tidak dianut lagi oleh masyarakat sejak awal abad kedua

Hijriyah. 8

3. Abu Abdillah Sofyan bin Sa’id al-Tsauri

Abu Abdillah Sofyan bin Sa’id al-Tsauri lahir di Kufah pada tahun

97 H, dan wafat pada tahun 161 H. Beliau adalah seorang mujtahid yang

hidup pada masa seorang mujtahid besar yaitu Imam Hanifah, beliau

termasuk imam ahli hadits. Para mujtahid saat itu mengakui atas

pengetahuan agamanya, wara’nya, zuhudnya dan orang terpercaya dan ia

juga seorang mujtahid yang mempunyai pengikut.

Meskipun ia hidup pada masa Abu Hanifah, tetapi ia menjauhkan

diri dari ra’yu, karena itu pandangannya dalam mengistinbathkan hukum

berdasarkan hadits. Bila ia menghadapi suatu masalah, maka ia mencari

penyelesaian pada al-Qur’an kemudian pada sunnah Rasulullah SAW.

Kalau ia menghadapi hadits yang berbeda-beda, dia mengambil hadits

yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang lebih utama. Apabila ia tidak

memperoleh hadits, ia meninjau pendapat sahabat, apabila tidak didapati

pendapat sahabat ia berijtihad atau tidak memberi fatwa. Begitulah jalan

istinbath yang dilakukan oleh Sofyan ats-Tsauri.9

Pemikiran Abu Sofyan al-Tsauri yang tercatat dalam kitab Bidayah

al-Mjtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang sangat terkenal dan menjadi

pegangan ilmu fiqh hingga kini, yaitu air yang tergenang tanpa ada

perubahan pada salah satu sifatnya (rasa bau dan warna) hukumnya suci

dan menyucikan.

8 http://vickyexperience.blogspot.com/2009/04/mazhab-sunni.html, diakses pada 24 September pukul 23.oo WIB.

9 Ibid. Hal. 252-253

Page 12: Suni

12

Al Asqalani (111-113) menyebutkan diantara guru-guru beliau

adalah Bapaknya (Masruq), Abu Ishaq Asy Syaibani, Abu Ishaq As Sabi’I,

Abdul  Malik bin “Umair, Abdurrahman bin ‘Abis bin Rabi’ah, Ismail bin

Abi Khalid, Salamah bin Kuhail, Thariq bin Abdurrahman, Al Aswad bin

Qais, dan masih banyak lagi.

Sedangkan murid-murid beliau diantaranya adalah Ja’far bin

Barqan, Khashif bin Abdurrahman Ibnu Ishaq, Aban bin Taghlib, Syu’bah,

Za’idah, Al Auza’I, Malik, Zuhair bin Mu’awiyyah, Mas’ar, Abdurrahman

bin Mahdi, Yahya bi Sa’id A Qathan, Ibnu Mubarak, Jarir, Hafshin bin

Ghiyats, Abu Usamah, Ishaq Al Azraq, dan lain-lain.

4. Abdul Harits al-Laits Ibn Sa’ad aal-Fahmi

Beliau adalah pendiri madzhab al-Laits, wafat pada tahun 175 H,

beliau terkenal sebagai seorang ahli fiqh di Mesir pada masa Imam Syafi’i.

As-Syafi’i berpendapat tentang al-Laits: “Ia lebih pandai daripada Maliki.

“Hanya saja teman-temannya tidak mau membukukan pendapat-

pedapatnya dan menyiarkan ke kalangan jumhur sebagaimana mereka

membukukan pendapat-pendapat Maliki. Al-Laits bin Sa’ad tidak

memperoleh kehormatan yang tinggi dalam ilmu fiqh, karena murid-

murinya tidak membukukan pendapatnya dan ia sebagai mufti yang

mujtahid, namanya terlupakan meskipun kebesarannya masih tetap

dikalangan ahli hadits (Muhadditsin) karena ia juga sebagai perawi yang

terpercaya kejujurannya.

Dalam mengistinbathkan hukum al-Laits tidak berbeda dengan

cara Imam Maliki mengistinbathkan hukum yaitu berangkat dari hadits,

selanjutnya beliau menggunakan maslahat mursalah manakala tidak

ditemui hadits.10

Fatwa hukum yang dikemukakan al-Lais yang sampai sekarang

tidak bisa diterima oleh ulama mazhab adalah fatwanya tentang hukuman

berpuasa berturut-turut selama dua bulan terhadap seorang pejabat di

10 Ibid. Hal 253-254

Page 13: Suni

13

Andalusia yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan

Ramadlan.

Dalam fatwanya, al-Lais tidak menerapkan urutan hukuman yang

ditetapkan Rasulullah SAW, dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh

mayoritas rawi hadits dari Abu Hurairah. Dalam hadits itu dinyatakan

bahwa hukuman orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari

pada bulan Ramadlan adalah memerdekakan budak; kalau tidak mampu

memerdekakan budak, maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan

berturut-turut; dan kalau tidak mampu juga berpuasa selama dua bulan

berturut-turut, maka memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang. Al-

Lais tidak menerapkan hukuman pertama (memerdekakan budak).

Alasannya, seorang penguasa akan dengan mudah memerdekakan budak,

sehingga fungsi hukuman sebagai tindakan preventif tidak tercapai.

Demikian juga dengan memberi makan 60 orang fakir miskin bukanlah

suatu yang sulit bagi seorang penguasa. Oleh sebab itu, al-Lais

menetapkan hukuman berpuasa dua bulan berturut- turut bagi pejabat

tersebut. Menurutnya, hukuman tersebut lebih besar kemaslahatannya dan

dapat mencapai tujuan syara'. Jumhur ulama menganggap fatwa ini tidak

sejalan dengan nash, karena nash menentukan bahwa hukuman pertama

yang harus dijatuhkan pada pejabat tersebut semestinya adalah

memerdekakan budak, bukan langsung kepada puasa dua bulan berturut-

turut. Oleh sebab itu, landasan kemaslahatan yang dikemukakan al-Lais,

menurut jumhur ulama adalah al-maslahah al-gharibah (kemaslahatan

yang asing yang tidak didukung oleh nash, baik oleh nash khusus maupun

oleh makna sejumlah nash). 

5. Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabari

Beliau adalah pendiri madzhab ath-Thabari, beliau lahir pada tahun

224 H, wafat pada tahun 310 H di Baghdad. Beliau dikenal sebagai

seorang mujtahid, ahli sejarah dan ahli tafsir. Mula-mula beliau

mempelajari fiqh asy-Syafi’i dan Maliki serta fiqh ulama Kufah, kemudian

membentuk madzhabnya sendiri yang berkembang di Baghdad.

Page 14: Suni

14

Sejak mudanya ia menuntut ilmu dengan mengelilingi negara-

negara Islam sehingga dapat mengumpulkan ilmu yang seorangpun pada

masanya tiada yang menyamainya. Ia hafal Al-Qur’an mengetahui kaidah-

kaidah yang digunakan oleh para sahabat dan tabi’in.

Keahliannya tidak hanya terbatas dalam bidang fiqh, tafsir hadits

dan sejarah, akan tetapi juga bidang leksikografi (daftar kata-kata atau

kamus), tata bahasa, logika, matematika serta kedokteran. Namun dia lebih

banyak dikenal sebagai ahli tafsir. Kitab tafsirnya yang terkenal adalah

jami’ al-Bayan fi tafsiril Qur’an. Kitab tersebut dinilai oleh para ulama

sebagai kitab tafsir pertama dalam sejarah penulisan kitab-kitab tafsir.

Dalam bidang fiqh at-Thabari dipengaruhi oleh dua aliran yaitu

ahli hadits (Syafi’i dan Maliki) dan aliran ra’yu di kufah. Akan tetapi

dalam mengistinbathkan hukum dia lebih dekat kepada moderat seperti

yang dijalani Imam Syafi’i yaitu mengambil jalan tengah antara ahli hadits

dan ahli ra’yu. Dasar-dasar pengambilan hukumnya adalah al-Qur’an,

Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Tetapi menolak Istihsan yang dipegang oleh

Imam Abu Hanifah. Salah satu pikiran beliau yang berharga yang baru

diterima oleh masyarakat adalah mengenai hakim wanita. Beliau dengan

pikiran yang cukup berani mengemukakannya , pada saat-saat imam-imam

Mujtahid lainnya tidak membicarakannya.11

Madzhab ini terus dikenal sampai pertengahan abad kelima.

Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah : Ali bin Abdul Aziz bin

Muhammad yang menyusun Ad-Daulabi kitab Ar-Roda’ ala ibni Mughlis,

Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abu Tsalj Al Katib, Abu

Hasan Ahmad bin Yahya seorang astronom dan ahli ilmu kalam.12

11 Ibid. Hal 254-255

12 Hasyim, Ilmu Perbandingan Madzhab, (Tulungagung : lembaga penerbitan (STAI) DIPONEGORO TULUNGAGUNG, 2005), hal. 66.

Page 15: Suni

15

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi

wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam Ibnul Jauzi

menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu

Ahlus Sunnah.

Perbedaan pola pikir yang menimbulkan bermacam pendapat dalam

kalangan umat Islam khususnya perbedaan pendapat oleh tokoh-tokoh pembaharu

Islam adalah sunnatullah yang tidak dapat dipungkiri lagi.Sehingga bermunculan

Page 16: Suni

16

berbagai macam madzhab, diantaranya adalah madzhab-madzhab Sunni yang

masih berkembang sampai sekarang ataupun yang sudah punah.

Madzhab-madzhab Sunni yang masih berkembang antara lain Imam Hanafi,

Imam Maliki bin Anas, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hambali. Sedangkan

madzhab yang punah diantaranya adalah Imam Daud az-Zhahiri, al-Auza’I, al-

Tsauri, al-Laits, dan at-Thabiri.Madzhab-madzhab ini tidak tersebar luas karena di

antara pengikut-pengikutnya jarang yang mengkodifikasikannya menjadi suatu

buku.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahsan, M. 1996. Perbandingan Madzhab. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Hasyim. 2005. Ilmu Perbandingan Madzhab. Tulungagung : lembaga penerbitan

(STAI)

Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan

Perkembangannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sarwat, Ahmad. 2012. Seri Fiqih Kehidupan 1. Jakarta : Rumah Fiqih Publishing.

http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html

http://vickyexperience.blogspot.com/2009/04/mazhab-sunni.html