studi tentang pengelolaan sekolah menengah …simpen.lppm.ut.ac.id/ptjj/ptjj vol 5.1 maret...

24
59 Sudirman Siahaan dan WBP. Simanjuntak adalah peneliti pada SEAMOLEC STUDI TENTANG PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH UMUM TERBUKA (SMU TERBUKA) Sudirman Siahaan WBP. Simanjuntak Through Open and Distance Learning (ODL), the constraints of time, geographical conditions, transportation means, as well as problem of distance can be overcome. ODL is applied by many countries to provide educational services or opportunities both in-and-out of school education system. One of the innovative educational alternatives implemented by the Ministry of National Education, Republic of Indonesia, which is still in the pilot stage, is Open Senior Secondary School (OSSS). In the pilot stage, the conduct of a study focusing on the management of the OSSS model or system will be valuably important for its further improvement before being disseminated. The Local Governments agreed that the feasibility and flexibility of the OSSS system will be able to increase the participation rate and to provide greater learning opportunities for Junior Secondary School graduates and Senior Secondary School drop-outs. Key words: Open Senior Secondary School,ODL, Learning Opportunities Data kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1998/1999 menunjukkan bahwa hanya 1.778.100 siswa dari 2,66 juta (66,9%) lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Pada tahun yang sama, jumlah siswa putus sekolah pada SLTA sebanyak 243.100 siswa dari 5.610.000 siswa (9,03%) (Balitbang-Depdiknas, 1999). Pada tahun 1999, terdapat jumlah lulusan SLTP yang tidak melanjutkan pendidikan ke SLTA yang cukup besar di Jawa Barat 43,99%, Jawa Tengah (46,49%), Nusa Tenggara Timur

Upload: trancong

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

59

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

Sudirman Siahaan dan WBP. Simanjuntak adalah peneliti pada SEAMOLEC

STUDI TENTANG PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAHUMUM TERBUKA (SMU TERBUKA)

Sudirman SiahaanWBP. Simanjuntak

Through Open and Distance Learning (ODL), the constraintsof time, geographical conditions, transportation means, as wellas problem of distance can be overcome. ODL is applied bymany countries to provide educational services oropportunities both in-and-out of school education system. Oneof the innovative educational alternatives implemented by theMinistry of National Education, Republic of Indonesia, whichis still in the pilot stage, is Open Senior Secondary School(OSSS). In the pilot stage, the conduct of a study focusing onthe management of the OSSS model or system will be valuablyimportant for its further improvement before being disseminated.The Local Governments agreed that the feasibility andflexibility of the OSSS system will be able to increase theparticipation rate and to provide greater learningopportunities for Junior Secondary School graduates andSenior Secondary School drop-outs.

Key words: Open Senior Secondary School,ODL, LearningOpportunities

Data kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1998/1999menunjukkan bahwa hanya 1.778.100 siswa dari 2,66 juta (66,9%) lulusanSekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang melanjutkan pendidikannyake Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Pada tahun yang sama, jumlahsiswa putus sekolah pada SLTA sebanyak 243.100 siswa dari 5.610.000siswa (9,03%) (Balitbang-Depdiknas, 1999). Pada tahun 1999, terdapatjumlah lulusan SLTP yang tidak melanjutkan pendidikan ke SLTA yang cukupbesar di Jawa Barat 43,99%, Jawa Tengah (46,49%), Nusa Tenggara Timur

60

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

(53,77%), Sumatera Barat (20,16%), dan Sulawesi Selatan (23%)(Pustekkom, 1999).

Bagi sebagian lulusan SLTP, faktor kemampuan sosial ekonomi danwaktu merupakan penyebab utama mereka tidak melanjutkan pendidikanke SLTA reguler. Faktor ini juga merupakan penyebab siswa putus sekolahdi SLTA reguler. Artinya, para siswa harus bekerja mencari nafkahmembantu keluarga pada saat yang bersamaan dengan jam-jam sekolah diSLTA reguler (pagi dan siang hari) sekalipun memiliki minat dan motivasibelajar yang besar untuk menyelesaikan pendidikan SLTA. Model pendidikanalternatif setingkat SLTA yang bersifat fleksibel yang dapat diikuti oleh paralulusan SLTP dan siswa putus sekolah di SLTA masih belum tersedia sampaidengan tahun 2001 kecuali model Ujian Persamaan (UPERS).

Berdasarkan pertimbangan masih besarnya jumlah lulusan SLTP yangtidak melanjutkan pendidikan ke SLTA dan masih tingginya persentase jumlahsiswa putus sekolah pada SLTA maka merintis penyelenggaraan sistempendidikan SLTA yang bersifat non konvensional menjadi sangat pentingdan strategis. Sistem pendidikan yang dimaksudkan adalah SekolahMenengah Umum Terbuka (SMU Terbuka). Dari hasil studi kelayakan,telah ditetapkan 6 (enam) propinsi sebagai lokasi perintisan SMU Terbuka,yaitu: (1) Jawa Barat, (2) Jawa Tengah, (3) Jawa Timur, (5) Riau, (6)Kalimantan Timur, dan (7) Sulawesi Selatan (Siahaan dan Christanto, 2000).

Perintisan penyelenggaraan pendidikan SMU Terbuka telah dimulai padatahun 2002. Sebagai tahun pertama perintisan, tentunya masih ada aspek-aspek tertentu mengenai SMU Terbuka yang perlu ditingkatkan. Berbagaiaspek yang dimaksudkan dapat berupa: adanya komponen sistem SMUTerbuka yang belum dapat dilaksanakan, kendala yang mungkin belumsepenuhnya terselesaikan, kegiatan pembelajaran yang mungkin belumberjalan lancar, dan hambatan yang bersifat administratif. Memperhatikanhal yang demikian ini, dipandang perlu untuk melakukan penelitian gunamendapatkan berbagai masukan terhadap penyempurnaan pengelolaan SMUTerbuka.

Artikel ini ditulis berdasarkan hasil studi tentang “Pengelolaan SMUTerbuka”. Tujuan umum pelaksanaan studi ini adalah untuk mendapatkandata/informasi yang dapat menjadi dasar pengembangan rekomendasi bagiperbaikan/penyempumaan pengelolaan SMU Terbuka sebelumdidiseminasikan.

Dalam artikel ini akan dibahas tentang (1) pengelolaan SMU Terbukadi tingkat Kabupaten/Kota, (2) pengelolaan SMU Terbuka di tingkat sekolah,dan (3) faktor penghambat dan pendukung dalam pengelolaan SMU Terbuka.

61

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

Pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh, memiliki beberapaperbedaan. Ros Morpeth (1999), mengemukakan bahwa

“... open learning adalah "an umbrella term for any scheme ofeducation or training that seeks systematically to remove barriersto learning, whether they are concerned with age, time, place orspace, With open learning, individuals take responsibility for whatthey learn, how they learn, where they learn, how quickly theylearn, who helps them and when they have their learning assessed"(Morpeth, 2004).Sedangkan "distance learning" menurut Nursel Selver Ruzgar yangmerujuk pada pemikiran Desmond Keegan ditandai dengan adanyaunsur-unsur, seperti: "the separation of teacher and learner whichdistinguishes it from face to face lecturing, the influence of aneducational organization which distinguishes it from private study,the use of technical media, usually print, to unite teacher andlearner and carry the educational content, the provision of two-way communication so that the student may benefit from or eveninitiate dialogue, the possibility of occasional meetings for bothdidactic and socialization purposes, and the participation in anindustrialized form of education, which if accepted, contains thegenus of radical separation of distance education from other forms"(Ruzgar, 2004 dan Keegan, 1990).Untuk kesamaan pemahaman akan istilah pendidikan terbuka dan

pendidikan jarak jauh maka istilah yang digunakan di dalam artikel ini adalahpendidikan terbuka/jarak jauh dengan pengertian sebagai berikut.1) Adanya keterpisahan antara peserta didik dengan guru/instruktur .2) Sebagian besar kegiatan belajar peserta didik dilakukan melalui berbagai

bahan pembelajaran yang dirancang secara khusus yang memungkinkanmereka belajar secara mandiri di samping memanfaatkan berbagai bahanbelajar lainnya yang tersedia di lingkungannya.

3) Peserta didik belajar mandiri (individual maupun kelompok), baik diTempat Kegiatan Belajar (TKB) maupun tempat lain.

4) Peserta didik dimungkinkan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran tatapmuka dengan guru/instruktur secara terbatas.

5) Adanya institusi yang melakukan akreditasi terhadap hasil belajar pesertadidik (peserta didik mendapat ijazah yang sama dengan yang diterimaoleh peserta didik SMU konvensional.Indonesia termasuk salah satu negara di Asia Tenggara yang telah

menerapkan pendekatan pendidikan terbuka/jarak jauh dalam memecahkanmasalah pendidikan. Pendidikan terbuka/jarak jauh telah dikembangkan di

62

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

Indonesia sejak tahun 1950-an sebagai salah satu bentuk layanan pendidikanyang ditujukan bagi para guru Sekolah Dasar (SD), SLTP dan SLTA yangbelum memenuhi persyaratan kualifikasi mengajar di (SD), SLTP atau SLTA(Siahaan, 2000).

Pendidikan dan pelatihan terbuka/jarak jauh terus berkembang. Demikianjuga dengan bahan belajarnya. Penggunaan siaran radio yang ditunjang olehmedia cetak telah dirintis untuk penataran guru SD pada tahun 1976(Pustekkom, 1999). Sedangkan pada satuan pendidikan SLTP, dikenal adanyaSLTP Terbuka yang dirintis pada tahun 1979 dengan tujuan untukmengakomodasikan luapan lulusan SD. Luapan lulusan SD ini terjadi sebagaiakibat pembangunan SD Inpres secara besar-besaran beberapa tahunsebelumnya. Model SLTP Terbuka dijadikan sebagai salah satu modelpendidikan untuk mensukseskan program Wajib Belajar (Wajar) Dikdas 9Tahun. SLTP Terbuka terus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengantuntutan kebutuhan.

Sementara itu lulusan SLTP yang tidak dapat diakomodasikan di SLTAterus meningkat jumlahnya. Demikian juga halnya dengan jumlah siswaSLTA yang putus sekolah. Untuk mengatasi keadaan yang demikian ini,telah dirintis penyelenggaraan SMU Terbuka pada tahun 2002 di enampropinsi. Model pembelajarannya tidak berbeda dengan SLTP Terbuka.SMU Terbuka diselenggarakan atas tanggungjawab bersama DepartemenPendidikan Nasional dengan Pemda.

Pada jenjang pendidikan tinggi terdapat Universitas Terbuka (UT) yangdidirikan pada tahun 1984. Kegiatan pembelajaran yang dikembangkan olehUT memungkinkan para mahasiswanya untuk tetap dapat bekerja sambilbelajar di tempatnya masing-masing sesuai dengan ketersediaan waktu dankecepatan belajarnya (UT, 1998).

SMU Terbuka adalah pola pendidikan terbuka/jarak jauh pada jenjangpendidikan menengah yang kegiatan pembelajarannya dilaksanakan secarafleksibel melalui penerapan prinsip belajar mandiri. Pada hakikatnya, SMUTerbuka sama dan sederajat dengan SMU reguler/konvensional.Perbedaannya terletak pada aspek pembelajaran SMU Terbuka yangfleksibel dan kemandirian siswanya dalam belajar (Pustekkom-Depdiknas,2000). Ada lima konsep dasar yang melandasi pengertian SMU Terbukasebagai berikut.1) Belajar pada prinsipnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi seseorang dengan sumber belajar, baik yang dirancang secarakhusus maupun melalui pemanfaatan sumber belajar yang tersedia;

2) Kegiatan belajar dapat terjadi di mana dan kapan saja, serta tidaksepenuhnya hanya tergantung pada guru dan gedung sekolah.

63

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

3) Kegiatan belajar-mengajar akan mencapai tujuannya apabila berpusatpada siswa dan melibatkan siswa secara aktif.

4) Penggunaan media pembelajaran yang dirancang secara benar dan tepatakan dapat memberi hasil belajar yang maksimal sesuai dengankarakteristik media itu sendiri.

5) Peserta didik pada prinsipnya mempunyai peluang yang sama untukberhasil dalam belajarnya apabila diberikan kesempatan dan perlakuanyang sesuai dengan karakteristiknya (Pustekkom-Depdiknas, 2000).Perintisan penyelenggaraan SMU Terbuka dilandasi oleh beberapa faktor,

antara lain.1) Tingginya angka lulusan SLTP yang tidak dapat melanjutkan pendidikan

ke jenjang pendidikan menengah (33,1%).2) Besarnya jumlah siswa SLTA yang putus sekolah (9,03%).3) Keberadaan SMU konvensional masih terbatas pada tingkat kabupaten/

kota terutama di luar Jawa (faktor jarak dan geografis).4) Anak-anak usia SLTA, terutama yang tinggal di daerah pedesaan (ru-

ral areas) dan daerah-daerah padat penduduk dan kumuh di perkotaan(urban areas), harus bekerja membantu orangtua mencari nafkah (faktorkemampuan finansial orangtua dan waktu).

5) Pengalaman menyelenggarakan pendidikan terbuka jarak jauh untukpeserta didik SLTP dan guru SD.Perintisan SMU Terbuka dilaksanakan di tujuh lokasi yang tersebar di 6

enam propinsi. Ke tujuh lokasi perintisan adalah: (1) SMU TerbukaLeuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, (2) SMU Terbuka Moga,Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, (3) SMU Terbuka Kepanjen, KabupatenMalang, Jawa Timur, (4) SMU Terbuka Surabaya, propinsi Jawa Timur, (5)SMU Terbuka Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, (6) SMU TerbukaSamarinda, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dan (7) SMU TerbukaBungoro, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan berbagai pertimbangan dan keterbatasan yang ada, secarasengaja studi mengambil tiga lokasi penyelenggaraan SMU Terbuka yaituKabupaten Bogor, (propinsi Jawa Barat), Kota Surabaya, (propinsi JawaTimur), dan Kota Samarinda, (propinsi Kalimantan Timur). Beberapapertimbangan dalam penentuan sampel studi adalah sebagai berikut.1) Mengingat ada enam propinsi tempat perintisan SMU Terbuka, maka

sebagai sampel studi diambil tiga propinsi. Ketiga propinsi yang dijadikansampel mewakili daerah Jawa dan luar Jawa. Masing-masing propinsidiwakili oleh satu lokasi SMU Terbuka.

2) Sampel studi mewakili daerah perkotaan, baik yang ada di Jawa(kepadatan penduduk relatif tinggi) maupun di luar Jawa (kepadatan

64

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

penduduk relatif rendah) dan yang mewakili daerah kabupaten. Untukkabupaten, diambil sampel lokasi SMU Terbuka yang relatif jauh dariibukota kabupaten (berjarak sekitar 45 sampai 50 km). Dengan demikian,Surabaya mewakili daerah kota di Jawa, Samarinda mewakili daerahkota di luar Jawa, dan kabupaten Bogor mewakili daerah kabupaten.

3) Sampel studi mewakili jumlah lulusan SLTP yang tidak tertampung diSLTA untuk kategori kelompok tinggi, sedang, rendah, dan jumlah siswaputus sekolah di SLTA untuk kategori kelompok tertinggi, sedang, danrendah.Data tentang jumlah lulusan SLTP yang tidak tertampung di SLTA dan

jumlah siswa putus sekolah di SLTA pada kurun waktu 1997/98 sampaidengan 1999/2000 yang terdapat di ketujuh lokasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Jumlah Lulusan SLTP yang Tidak Tertampung di SLTAdan Jumlah Siswa Putus Sekolah di SLTA Tahun 1997/1998-1999/2000.

Instrumen pengumpulan data/informasi yang digunakan adalah pedomanwawancara, kuesioner, dan diskusi kelompok terfokus. Pengumpulan danpengolahan data/informasi yang diperoleh melalui ke tiga jenis instrumen iniberlangsung selama bulan November dan Desember 2002. Rincianpenggunaan instrumen dapat dilihat pada Tabel 2.

No. Propinsi Kabupaten/ Kota

Lulusan SLTP Tidak Tertampung

di SLTA

Siswa Putus

Sekolah di SLTA

1. Jabar Kab. Bogor 25.112 294 2. Jateng Kab.

Pemalang 6.749 567

Kab. Malang 11.251 446 3. Jatim Kota

Surabaya 3.157 896

4. Kaltim Kota Samarinda

612 20

5. Riau Kab. Bengkalis

5.633 313

6. Sulsel Kab. Pangkep

1.066 9

65

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

Tabel 2.Klasifikasi dan Jumlah Responden yang Menjadi Sampel Studi

Secara umum, data/informasi yang telah dikumpulkan diolah, dianalisis,dan disajikan secara deskriptif dengan menggunakan persentase (frekuensi).Sedangkan data/ informasi yang didapatkan dari Kepala Dinas PendidikanKabupaten/Kota atau yang mewakili, diolah, dianalisis, dan disajikan secarakualitatif sesuai dengan visi dan persepsi mereka tentang SMU Terbuka,baik berupa permasalahan, prospek ke depan, dan tantangan yang akandihadapi dalam penyelenggaraan SMU Terbuka.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan studi Pengelolaan SMU Terbuka ini disambut positif olehDinas Pendidikan di ke tiga lokasi perintisan yang menjadi sampel studi.Hasil studi mengungkapkan berbagai aspek, baik yang sifatnya positif maupunyang bersifat negatif. Hasil studi dapat menjadi bahan pertimbangan/masukanterhadap perbaikan/penyempurnaan pengelolaan SMU Terbuka di tahun-tahun berikutnya.

Pengelolaan SMU Terbuka di Tingkat Kabupaten/KotaSambutan positif Pemda (Pemda) terhadap pelaksanaan perintisan SMU

Terbuka didasarkan pada kondisi objektif perkembangan pendidikan yangada di wilayah masing-masing antara lain:1) Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang pendidikan menengah

yang dinilai masih relatif rendah;2) Angka putus sekolah di SLTA yang dinilai masih tinggi;3) Jarak SLTA yang ada relatif jauh dari tempat tinggal sebagian besar

masyarakat sehingga menuntut biaya yang relatif tinggi untukmenghadirkan anak secara reguler setiap hari ke sekolah;

4) Sarana transportasi yang tersedia di beberapa daerah relatif sangatterbatas; dan

Klasifikasi dan Jumlah Responden No. Nama SMU Terbuka Dinas

Pend. Kepala Sekolah

Guru Bina Siswa

1. Kabupaten Bogor 1 1 7 17 2. Surabaya 1 1 7 17 3. Samarinda 1 1 7 17

Jumlah 3 3 21 51

66

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

5) Kondisi geografis yang ada, dan tuntutan ekonomi keluarga agar anakturut membantu orangtua mencari nafkah sehari-hari.Selain kondisi objektif tersebut di atas, sambutan positif Pemda juga

didasarkan pada prinsip penyelenggaraan pendidikan SMU Terbuka itu sendiriyang bersifat fleksibel dan mengoptimalkan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada di masyarakat. Contoh sumber daya yang dimaksud antaralain, bangunan sekolah beserta fasilitasnya, tenaga guru dan anggotamasyarakat yang berpotensi, serta berbagai industri rumah tangga yangdikembangkan masyarakat. Dengan fleksibilitas SMU Terbuka, para siswabelajar secara mandiri (baik individual maupun kelompok), baik di TKBmaupun di Sekolah Induk. Para siswa juga tidak dituntut berpakaian seragamapabila datang belajar ke TKB maupun ke Sekolah Induk sehingga tidakmenambah beban pembiayaan para orangtua siswa.

Dengan pertimbangan tersebut Pemda mengharapkan penyelenggaraanSMU Terbuka dapat meningkatkan APK dan menurunkan angka putussekolah pada jenjang pendidikan menengah. Pemda juga telahmengalokasikan dana di APBD masing-masing untuk penyelenggaraan SMUTerbuka sejak tahun pertama perintisan. Komitmen Pemda ini akan terusberlanjut, baik selama perintisan maupun dalam penyebarluasannya. Sejauhini, dana Pemda masih terbatas untuk pembayaran honorarium pengelola,mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai ke tingkat sekolah.

Berkaitan dengan tahap perintisan, Pemda mengusulkan agar perintisanSMU Terbuka dilaksanakan selama tiga tahun, yaitu sampai menghasilkanlulusan yang pertama. Pertimbangannya adalah bahwa selama masaperintisan, telah dilakukan berbagai upaya perbaikan dan penyempurnaanterhadap berbagai kekurangan dan kelemahan yang ada dalam pengelolaanSMU Terbuka. Dengan demikian pada tahun keempat Pemda menilai telahcukup memadai untuk menyebarluaskan SMU Terbuka ke daerah yangmembutuhkan.

Selanjutnya, pengelolaan SMU Terbuka di tingkat Kabupaten/Kota tidakterlepas dari aspek penentuan kebijakan yang akan menjadi landasan bagipengembangan SMU Terbuka, mulai dari tahap perintisan sampai denganpenyebarluasannya. Kebijakan Pemda yang berkaitan denganpenyelenggaraan SMU Terbuka dapat dikemukakan sebagai berikut.

Masa PerintisanDalam tahap perintisan, kegiatan monitoring dan supervisi dinilai Pemda

sangat berperan terhadap upaya perbaikan atau peningkatan kualitaspengelolaan SMU Terbuka. Peranserta aktif Pemda dan berbagai pihakterkait diharapkan akan dapat meningkatkan daya tampung SLTA. Salah

67

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

satu prinsip penyelenggaraan SMU Terbuka adalah memberikan kesempatanyang lebih luas kepada para lulusan SLTP agar dapat melanjutkanpendidikannya pada jenjang pendidikan menengah. Karena itu, penerimaansiswa baru SMU Terbuka dilakukan setelah penerimaan siswa baru SLTAreguler (negeri dan swasta) berakhir. Kebijakan ini sekaligus juga untukmenepis pemikiran para pengelola SLTA swasta bahwa kehadiran SMUTerbuka akan dapat mengurangi jumlah calon siswa mereka sehingga akandapat mematikan keberadaan SLTA swasta.

Sesuai dengan rancangan yang ada, jumlah siswa baru yang akan diterimadi masing-masing SMU Terbuka pada tahun pertama berkisar antara 40sampai 80 siswa. Kenyataannya, masing-masing SMU Terbuka, terutamadi tiga daerah sampel studi, siswa baru yang diterima jumlahnya melebihiyang ditetapkan sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Siswa Baru SMU Terbuka di Tiga Lokasi Perintisan

Dinas Pendidikan di ke tiga lokasi perintisan mengemukakan bahwabiaya pengelolaan SMU Terbuka adalah tanggungjawab Pemda masing-masing. Komitmen Pemda untuk memajukan pendidikan di daerahnyatercermin dari pengalokasian anggaran untuk pengelolaan SMU Terbukasemenjak tahap perintisan. Sebagai contoh, pada Tabel 4 disajikan besarnyaanggaran yang dialokasikan Pemda untuk penyelenggaraan SMU Terbukapada tahun pertama perintisan.

Tabel 4. Dana Pemda untuk Pengelolaan SMU Terbuka

No. Nama SMU Terbuka Dana Pemda (Rp.)

1. SMU Terbuka Leuwiliang, Cibinong, Jawa Barat

100.000.000,- 130.000.000,-

2. SMU Terbuka Surabaya, dan SMU Kipanjen Malang, Jawa Timur

244.146.000,- 631.070.000,-

3. SMU Terbuka Samarinda, Kalimantan Timur

54.000.000,- Akan ditingkatkan dan dipadukan ke dalam anggaran Sekolah Induk

No. Nama SMU Terbuka Jumlah Siswa Baru

1. SMU Terbuka Leuwiliang, Cibinong, Jawa Barat 149 2. SMU Terbuka Surabaya, Jawa Timur 111 3. SMU Terbuka Samarinda, Kalimantan Timur 93

68

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

Penyebarluasan SMU TerbukaPada tahun 2004, Pemda merencanakan penyebarluasan SMU Terbuka

secara bertahap ke berbagai wilayah di masing-masing propinsi danKabupaten/Kota yang menjadi tempat perintisan SMU Terbuka. Masing-masing Dinas Pendidikan akan mendiseminasikan SMU Terbuka ke berbagailokasi sehingga memperluas kesempatan belajar bagi para lulusan SLTPyang belum tertampung di berbagai SLTA yang ada dan para siswa SLTAyang putus sekolah. Penyebaran SMU Terbuka akan dilakukan bertahap, didaerah perkotaan maupun pedesaan. Direncanakan setiap SMU Terbukasetidak-tidaknya akan menerima sekitar 120 siswa baru setiap kelas.

Apabila di setiap propinsi perintisan didirikan sekitar empat atau limalokasi baru SMU Terbuka maka pada tahun pertama penyebarluasan, setidak-tidaknya akan terlayani sekitar 2.880 sampai 3.600 lulusan SLTP atau siswaSLTA putus sekolah. Dengan model SMU Terbuka, APK untuk pendidikanSLTA di Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi perintisan SMU Terbuka akandapat ditingkatkan. Dalam kaitan ini, faktor sosialisasi SMU Terbuka, baiksecara internal di lingkungan Pemda maupun langsung kepada masyarakatmelalui media massa dan tradisional, akan turut menentukan tingkatkeberhasilan penyelenggaraan SMU Terbuka.

Yang menjadi prioritas untuk dibenahi dalam penyelenggaraan SMUTerbuka menurut responden adalah yang berkaitan dengan aspekpengelolaan SMU Terbuka itu sendiri. Pengelolaan SMU Terbuka akandapat meningkat apabila para pengelolanya terutama di tingkat sekolahmerasa diperhatikan, yaitu misalnya bahan belajar diterima tepat waktu danjumlahnya, biaya operasional diterima secara teratur, dan adanya pembinaanpara guru secara berkesinambungan. Dengan semakin membaik ataumeningkatnya pengelolaan SMU Terbuka maka akan semakin terbuka lebihluas kesempatan memperoleh layanan pendidikan.

Pengelolaan SMU Terbuka di Tingkat Sekolah

KetenagaanGuru Pamong adalah seseorang yang dipilih dari anggota masyarakat

setempat yang menyediakan waktu untuk mendampingi para siswa SMUTerbuka belajar di TKB. Guru Pamong memang tidak dirancang untukmengajar sehingga tidak perlu harus berkualifikasi mengajar di SLTA.Tugasnya sehari-hari adalah mengorganisasikan kegiatan belajar siswa diTKB, seperti antara lain: membagikan modul yang akan dipelajari danmengumpulkan modul yang sudah selesai dipelajari siswa, memotivasi siswauntuk disiplin dan giat belajar, mendorong siswa untuk melakukan diskusi,

69

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

dan mengatur siswa untuk memanfaatkan sumber belajar lainnya. Sedangkanguru Bina adalah guru mata pelajaran yang mengajar di SMU Induk.

Berdasarkan dokumen yang tersedia terdapat sekitar 27,17% Guru Binawanita dan 14,29% Guru Pamong wanita di ketiga lokasi perintisan sampel.Sedangkan di empat lokasi perintisan SMU Terbuka Iainnya terdapat sekitar29,80% Guru Bina wanita dan 15,00% Guru Pamong wanita. Apabila ditinjaudari keseluruhan lokasi perintisan SMU Terbuka maka terdapat sekitar31,50% Guru Bina wanita dan 14,30% Guru Pamong wanita sebagaimanayang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah TKB Guru Bina dan Guru Pamong di 3 Lokasi SampelStudi

Mengingat spesifikasi tenaga yang berperanserta dalam pengelolaanSMU Terbuka di tingkat sekolah adalah Kepala Sekolah dan wakil, GuruBina, Guru Pamong, dan tenaga Tata Usaha (administrasi) maka keadaantenaga di masing-masing lokasi perintisan SMU Terbuka bervariasi sepertiyang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Guru Bina, Guru Pamong, dan Tenaga Tata Usaha SMUTerbuka di 3 Daerah Sampel Studi

Guru Bina Guru Pamong Jumlah

No. Propinsi Jumlah TKB Pr. Lk. Pr. Lk. Pr. Lk.

1. Jawa Barat 9 6 11 1 6 7 19 2. Jawa Tengah 6 4 9 3 3 7 12 3. Jawa Timur (Surabaya) 5 4 9 2 3 6 12 4. Jawa Timur (Malang) 5 5 8 -- 5 5 13 5. Riau 3 6 8 -- 3 6 11 6. Kalimantan Timur 4 5 10 -- 8 5 18 7. Sulawesi Selatan 5 4 8 -- 6 4 14

Jumlah 37 34 63 6 36 40 99 Jumlah 97 42 139

No. Nama SMU Terbuka Kepala Sekolah

Wakil Kasek

Guru Bina

Guru Pamong

Staf TU

1. Jawa Barat 1 1 17 9 4 2. Jawa Tengah 1 1 13 6 7 3. Jawa Timur (2 lokasi) 2 2 26 10 5 4. Riau 1 1 14 3 4 5. Kalimantan Timur 1 1 15 8 6 6. Sulawesi Selatan 1 1 12 6 3

Jumlah 7 7 97 42 29

70

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

Latar belakang pendidikan Guru Bina dan Guru Pamong, balk di lokasisampel penelitian maupun di empat lokasi perintisan lainnya tidak jauhberbeda. Di ke tiga lokasi sampel studi, hampir semua Guru Bina (95,55%)berpendidikan Sarjana (S-1), Guru Pamong (76,20%) berpendidikan Sarjana(S-1), dan sekitar (23,80%) berpendidikan Sarjana Muda (BA) atau yanglebih rendah. Di empat daerah perintisan lainnya sebagian besar Guru Bina(93,81%) berlatar belakang pendidikan Sarjana (S-1) dan sisanya (6,19%)berlatar belakang pendidikan BA. Sedangkan Guru Pamong umumnya76,20% berpendidikan S-1 dan sekitar 23,80% berpendidikan BA atau yanglebih rendah.

Tabel 7. Latar Belakang Pendidikan Guru Bina dan Guru Pamong SMUTerbuka

Apabila ditinjau dari keseluruhan lokasi perintisan SMU Terbuka makasekitar 75,00% dan jumlah Guru Pamong berpendidikan S-1 dan 22,50%berpendidikan BA atau yang lebih rendah.

Bahan Belajar dan PembelajaranKurikulum yang digunakan di SMU Terbuka sama dengan yang

digunakan di SMU reguler. Menurut Kepala Sekolah SMU Terbuka, modulsebagai bahan belajar utama yang digunakan oleh siswa Kelas I SMUTerbuka dinilai telah mencakup sebagian besar dari kurikulum yang berlaku.Sejauh ini, para siswa SMU Terbuka di tiga lokasi studi belum mendapatkanbahan belajar modul yang mengandung muatan lokal. Sekalipun modul untukmata pelajaran agama, kesenian, dan pendidikan jasmani belum ada, namunkepada para siswa SMU Terbuka tetap diberikan pelajaran pendidikanagama, kesenian, pendidikan jasmani. Bahan belajar lain yang digunakan

Guru Bina Guru Pamong No. Nama SMU Terbuka

<BA S-1 S-2 <BA S-1 S-2 Jumlah

Sampel studi (3 lokasi) 1. Jawa Barat 1 16 -- 4 5 -- 26 2. Jawa Timur (Surabaya) -- 13 -- -- 5 -- 18 3. Kalimantan Timur -- 14 -- 1 6 -- 21

Sub Total (1) 1 43 -- 5 16 -- 65 Peerintisan lainnya (4 lokasi) 4. Jawa Tengah 1 12 -- -- 5 1 19 5. Jawa Timur (Malang) -- 13 -- -- 5 -- 18 6. Riau 3 11 -- 2 1 -- 17 7. Sulawesi Selatan -- 12 -- 2 3 -- 17

Sub Total (2) 5 43 -- 5 16 -- 65 TOTAL

71

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

adalah program VCD (masih dalam jumlah yang terbatas), buku paket, danbuku-buku penunjang yang tersedia di perpustakaan Sekolah Induk.

Modul yang diterima SMU Terbuka selama semester I tahun 2002 hanyamencakup sekitar 75% dari jumlah keseluruhan siswa. Bahan-bahan belajartersebut seluruhnya terlambat diterima, bahkan untuk mata pelajaran tertentutidak ada modulnya sama sekali. Inisiatif yang ditempuh para pengelola ditingkat sekolah untuk mengatasi keterlambatan bahan belajar adalah denganmembagikan buku paket yang tersedia di Sekolah Induk.

Sesuai dengan rancangan SMU Terbuka, pada umumnya para siswabelajar secara mandiri dengan menggunakan modul dibawah supervisi GuruPamong. Sekali atau dua kali seminggu, para siswa ini mendapat kesempatanuntuk bertemu dengan guru mata pelajaran guna mengikuti kegiatan belajartutorial tatap muka yang diselenggarakan di Sekolah Induk. Sekalipundemikian, masih terbuka kemungkinan untuk melaksanakan tutorial tatapmuka di salah satu TKB atau di tempat lain. Persyaratannya adalah tempatpelaksanaan tutorial tatap muka tersebut sejauh mungkin memang layakdan menunjang kelancaran tutorial serta disepakati bersama oleh Guru Binadan para siswa.

TKB adalah tempat kegiatan belajar mandiri sehari-hari para siswaSMU Terbuka yang lokasinya relatif terjangkau oleh siswa. Selain sebagaitempat belajar, TKB berfungsi juga sebagai wahana bersosialisasi bagi parasiswa SMU Terbuka. TKB dapat berupa gedung sekolah atau bangunanlainnya yang mendukung pelaksanaan kegiatan belajar dan tidak digunakanpada siang/sore hari. Para siswa SMU Terbuka pada umumnya berkumpuldan belajar setiap hari sekitar pukul 14.00 - 17.00 WIB di TKB dengandidampingi oleh Guru Pamong.

Sekolah yang dijadikan sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka adalahSMU Negeri yang dinilai mempunyai fasilitas pembelajaran yang memadaidi samping memang memiliki potensi atau kemampuan untuk berfungsisebagai Sekolah Induk. Kegiatan tutorial tatap muka setiap minggunyaberlangsung sekitar dua sampai enam jam. Sekitar 75% siswa SMU Terbukadatang dan aktif mengikuti tutorial tatap muka ini. Kegiatan tutorial tatapmuka disediakan untuk setiap mata pelajaran. Di samping tutorial tatap muka,para siswa juga mendapatkan layanan bantuan untuk mengatasi berbagaikesulitan, baik yang menyangkut kegiatan pembelajaran maupun yang bersifatpribadi (bimbingan dan konseling).

Selama satu semester kegiatan pembelajaran berlangsung, siswamengikuti 5 (lima) jenis tes, yaitu (1) tes mandiri (siswa menilai tingkatpenguasaannya sendiri melalui tes yang terdapat di dalam modul denganmenggunakan kunci jawaban yang disediakan), (2) tes akhir unit (tes

72

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

kelompok modul), (3) tes tengah semester, (4) tes akhir semester, dan (5)ulangan harian.

Sistem Rekruitmen Siswa dan Latar Belakang PendidikannyaRekruitmen siswa baru SMU Terbuka dilakukan dengan cara calon

siswa sendiri yang datang ke Sekolah Induk untuk mendaftarkan dirinyamasing-masing. Sedangkan tahapan kegiatan yang dilakukan sebelumpenerimaan siswa baru SMU Terbuka adalah melakukan sosialisasi SMUTerbuka kepada para pimpinan SLTP yang dinilai potensial untuk menjadisumber siswa SMU Terbuka dan para tokoh, anggota masyarakat sertaaparat kelurahan. Dari hasil penerimaan siswa baru tahun ajaran 2002/2003,jumlah siswa baru yang ditargetkan tercapai 100%, bahkan melebihi karenamasih ada siswa yang mendaftar sekalipun pembelajaran telah berlangsung.

Siswa SMU Terbuka yang menjadi responden di dalam studi ini sebanyak51 orang, yaitu 27 siswa pria dan 24 siswa wanita. Apabila dilihat dari usiasekolah untuk SLTA (16-18 tahun) maka lebih dari separoh (67,74%) siswaSMU Terbuka adalah berusia sekitar 16-18 tahun sebagaimana yang disajikanpada Tabel 8. Artinya, masing-masing lokasi perintisan tetap memprioritaskananak-anak usia sekolah SLTA untuk menjadi siswa SMU Terbuka sesuaidengan disain perintisan SMU Terbuka. Hal ini tampak dari jumlah siswaSMU Terbuka yang sebagian besar (67,74%) berusia sekolah SLTA.Sekalipun demikian, pengelola SMU Terbuka pada tingkat sekolah tetapmemberikan kesempatan kepada anak-anak di bawah maupun di atas usiasekolah SLTA (32,26%) untuk menjadi siswa SMU Terbuka.

Tabel 8. Latar Belakang Usia Siswa SMU Terbuka

Perintisan SMU Terbuka tidak hanya dilaksanakan di daerah yangbernuansa pedesaan (Kabupaten) tetapi juga di daerah perkotaan (Kota).Daerah pedesaan dan perkotaan yang dipilih adalah daerah yang memilikilulusan SLTP yang tidak melanjutkan pendidikannya ke SLTA dan yangputus sekolah di SLTA yang jumlahnya relatif masih tinggi.

Bekerja membantu orangtua mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari adalah faktor lain yang menyebabkan para lulusan SLTP tidak dapat

Jumlah No. Rentangan Usia Siswa

Siswa % 1. Di bawah Usia Sekolah SLTA (< 16 tahun) 4 07,64 2. Usia Sekolah SLTA (16-18 tahun) 33 64,71 3. Di atas Usia Sekolah SLTA (> 18 tahun) 14 27,45

Jumlah 51 100,00

73

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

mengikuti pendidikan di SLTA reguler. Keadaan yang demikian ini tidakmenjadi masalah di SMU Terbuka sebab para siswa akan tetap dapat bekerjamembantu orangtua mencari nafkah dan sekaligus juga dapat bersekolah.Ternyata hanya sebagian kecil saja dari responden yang mengemukakanbahwa mereka tidak bekerja. Kegiatan mereka memang hanya belajar diSMU Terbuka.

Latar belakang pendidikan siswa SMU Terbuka adalah lulusan SLTPyang karena ketidakmampuan keuangan orangtua terpaksa tidak dapatsegera melanjutkan pendidikannya ke SLTA reguler yang ada. Kelompokinilah yang lebih banyak menjadi siswa SMU Terbuka seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Latar Belakan Pendidikan Siswa SMU Terbuka

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh siswa yang tidak melanjutkanke SLTA reguler adalah keharusan hadir setiap hari di sekolah sedangkantempat tinggal siswa relatif jauh dari lokasi SLTA yang ada. Inilah salahsatu faktor yang mendorong lulusan SLTP memilih SMU Terbuka sebagaipendidikan lanjutan karena mereka tidak harus hadir setiap hari di sekolah(SLTA reguler) tetapi cukup di TKB yang lokasinya relatif terjangkau.

Dilihat dari segi jarak tempat tinggal siswa SMU Terbuka dengan SekolahInduk (SMU Negeri yang ditunjuk), sebagian besar (78,43%) siswa yangmenjadi responden studi ini tinggal sekitar 2 km lebih. Sedangkan yang jaraktempat tinggalnya dengan TKB lebih dari 2 km dikemukakan oleh sebagiankecil responden (21,57%). Erat kaitannya dengan faktor jarak ini adalahketersediaan sarana transportasi dan dukungan finansial orangtua. Ke duakomponen ini, (jarak dan ketersediaan sarana transportasi), sangatmenentukan keteraturan siswa bersekolah. Mempertimbangkan kondisi yangdemikian ini maka siswa SMU Terbuka hanya dituntut datang ke SekolahInduk sekali seminggu untuk bertemu dengan guru mata pelajaran danmengikuti kegiatan tutorial tatap muka.

Apabila dirasakan sulit untuk mendatangkan siswa ke Sekolah Induksekali seminggu maka para Guru Bina (guru mata pelajaran) akanmengunjungi para siswa di TKB atau di tempat lain yang lebih memungkinkan

Jumlah No. Pendidikan Siswa Sebelumnya Siswa % 1. Siswa yang baru lulus SLTP 18 35,30 2. Siswa yang lulus SLTP pada tahun-tahun

sebelumnya tetapi belum melanjutkan ke SLTA 30 58,80

3. Siswa putus sekolah di SLTA 3 5,90 Jumlah 51 100,00

74

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

para siswa untuk berkumpul dan belajar. Keadaan yang demikian ini jugayang menjadi pertimbangan sehingga para siswa SMU Terbuka setiapharinya melakukan kegiatan belajar mandiri di TKB.

Dengan demikian, biaya transportasi untuk mengikuti kegiatan tutorialtatap muka di Sekolah Induk yang seminggu sekali dirasakan para siswamenjadi mahal. Salah satu alternatif yang dilakukan pengelola SMU Terbukaterhadap kendala biaya transportasi ke Sekolah Induk adalah menugaskanpara Guru Bina mendatangi para siswa di TKB/TBM atau tempat lainnyayang disepakati bersama oleh guru dan siswa. Dengan cara demikian inidiharapkan kegiatan mengikuti tutorial tatap muka tidak lagi terlalumemberatkan para siswa SMU Terbuka.

Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, sebagian besar responden(80,40%) mengemukakan bahwa mereka memperoleh bahan tentangpetunjuk belajar di SMU Terbuka. Selain itu, sekitar 19,60% dari para siswamengemukakan mendapatkan penjelasan tentang kegiatan belajar mandiridi SMU Terbuka dari Guru Bina. Penjelasan Guru Bina ini diberikan kepadasiswa sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Ditambahkan lebih lanjut olehsiswa bahwa kegiatan pembelajaran di SMU Terbuka dimulai lebih lambatsetelah kegiatan belajar di SLTA reguler berjalan.

Menurut responden sebelum mendaftarkan diri menjadi siswa SMUTerbuka, sebagian besar dari mereka (60,80%) memperoleh informasi tentangSMU Terbuka dari teman, sebagian lagi (31,40%) dari guru SLTP tempatmereka belajar sebelumnya, dan sebagian lagi mengemukakan bahwainformasi tentang SMU Terbuka mereka peroleh dari orangtua dan pengurusRT/RW (7,80%). Sebagian besar dari para siswa ini (66,70%) mendaftarkandiri secara langsung di Sekolah Induk (SMU Negeri yang ditunjuk) dansebagian lagi melakukan pendaftaran melalui petugas pendaftaran siswabaru SMU Terbuka.

Sebanyak 54,90% dari para siswa mengatakan bahwa pendaftaran siswabaru SMU Terbuka dilakukan beberapa hari sebelum kegiatan pembelajarandimulai dan sebagian kecil responden mengemukakan bahwa pendaftaransebagai siswa SMU Terbuka mereka lakukan setelah kegiatan pembelajarandimulai. Informasi ini menegaskan kembali bahwa penerimaan siswa baruSMU Terbuka dilakukan setelah SLTA reguler selesai menerima siswa baru.Artinya, SMU Terbuka memang bertujuan untuk menerima para lulusanSLTP yang tidak diterima di SLTA reguler yang ada atau yang putus sekolahdi SLTA.

75

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

Distribusi Bahan BelajarBahan belajar merupakan salah satu komponen yang sangat berperan

dalam kegiatan pembelajaran di SMU Terbuka. Sebagian besar kegiatanpembelajaran di SMU Terbuka dilakukan melalui interaksi siswa denganbahan belajar. Bahan belajar yang digunakan di SMU Terbuka dirancangsecara khusus sehingga dapat dipelajari secara mandiri. Pada umumnya,para siswa terlambat menerima bahan belajar modul. Keterlambatanpenerimaan bahan belajar modul ini bervariasi, mulai dari 2 minggu sampai2 bulan setelah kegiatan pembelajaran dimulai.

Terhadap keterlambatan penerimaan bahan belajar modul ini, solusi yangditempuh para pengelola SMU Terbuka adalah menganjurkan agar parasiswa SMU Terbuka menggunakan buku paket dengan cara meminjam darisiswa SMU yang ada di lingkungannya. Bagi Sekolah Induk yang mempunyaipersediaan buku paket, maka buku paket yang ada dipinjamkan kepadapara siswa SMU Terbuka untuk digunakan.

Setelah bahan belajar modul diterima di sekolah, hanya sebagian kecildari para siswa (37,30%) mengemukakan menerima modul secara lengkap.Ada sekitar 37,30% dari para siswa yang menerima sebagian besar modul,dan sebagian kecil siswa lainnya (25,50%) mengatakan hanya menerimasebagian kecil dari jumlah modul yang seyogianya mereka terima.

Kegiatan tutorial tatap muka yang seminggu sekali di Sekolah Indukdiketahui oleh hampir semua responden (98,00%). Ternyata sebagian besarresponden (76,40%) mengemukakan bahwa mereka mengikuti kegiatantutorial tatap muka secara teratur setiap minggunya. Sedangkan siswa yangmengikuti kurang dari separoh kegiatan tutorial tatap muka berjumlah sekitar23,50%.

Kegiatan Belajar TutorialLebih dari separuh siswa (58,80%) mendiskusikan dengan Guru Bina

atau Guru Pamong dan petugas yang menangani pelayanan siswa jikamengalami masalah atau kesulitan. Sebagian responden (41,20%)mendiskusikannya dengan orang yang terdekat dengan mereka, sepertiorangtua dan teman. Pelayanan bantuan siswa yang diberikan pihak pengelolaSMU Terbuka diakui oleh sebagian besar siswa (64,70%) cukup memuaskan.Berkaitan dengan kegiatan tutorial, responden mengakui bermanfaat dandapat membantu mempermudah memahami materi pelajaran. Manfaatkegiatan tutorial tatap muka yang demikian ini dikemukakan oleh hampirsemua responden (98,00%).

Mengenai ujian selama belajar satu semester di SMU Terbuka, menurutpengakuan siswa terdiri atas (a) tes ulangan harian, (b) tes tengah semes-

76

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

ter, dan (c) tes akhir semester. Menurut lebih dari separoh siswa (54,90%),pertanyaan yang diajukan di dalam tes sesuai dengan materi modul yangtelah mereka pelajari. Sedangkan yang mengatakan hanya sebagian sajadari pertanyaan yang terdapat di dalam tes yang sesuai dengan modul adalahkurang dari separoh responden (45,10%).

Sebagian besar siswa menyatakan bahwa penyampaian hasil tes kepadasiswa terlambat. Kelambatan penyampaian umpan balik hasil tes ini diakuisiswa akan dapat menurunkan minat atau motivasi belajar para siswa.Informasi tentang hasil tes yang lambat kepada siswa merupakan salahsatu masalah yang dihadapi siswa di samping masalah yang menyangkutkeuangan untuk biaya transportasi mengikuti tutorial di Sekolah Induk danmasalah pribadi.

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengelolaan SMUTerbuka

Beberapa di antara faktor pendukung dan penghambat dalampenyelenggaraan SMU Terbuka dapat dikemukakan sebagai berikut.

Aparat PemdaDikemukakan oleh Pemda Kabupaten/Kota bahwa rencana pelaksanaan

perintisan SMU Terbuka di kabupaten/kota disambut positif oleh aparatkecamatan, dan aparat desa. Sosialisasi rencana perintisan SMU Terbukadisambut secara responsif oleh masyarakat. Respons positif dari masyarakatini tampak dari jumlah siswa SMU Terbuka yang semula ditetapkan sebanyak40-80 siswa untuk setiap lokasi perintisan, ternyata pada kenyataannyamengalami peningkatan jumlah siswa yang diterima.

Pada awalnya, hasil studi kelayakan lokasi SMU Terbuka hanyamerekommendasikan enam daerah kabupaten/kota sebagai lokasi perintisan.Namun, Pemda Jawa Timur mengusulkan satu lokasi lain lagi yaituKabupaten Malang (salah satu sampel yang potensial di antara sampel studikelayakan tetapi berada di luar sampel yang telah direkommendasikan.Dengan demikian, Propinsi Jawa Timur mempunyai dua lokasi perintisanSMU Terbuka, yaitu di Surabaya dan kabupaten Malang.

Pada tingkat kabupaten/kota, biaya yang dibutuhkan untuk membayarhonorarium para pengelola SMU Terbuka ditanggapi secara konkrit dengandialokasikannya sejumlah dana dalam APBD di semua lokasi (tujuh lokasi)perintisan untuk pengelolaan SMU Terbuka. Sebagai contoh, dana yangdialokasikan Pemda Kabupaten Bogor untuk pengelolaan SMU Terbukaselama tahun 2002 adalah sebanyak Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah)melalui Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Pemda. Untuk SMU Terbuka

77

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

di Surabaya dan Kabupaten Malang, Pemda mengalokasikan anggaransebanyak Rp. 54.000.000.- (limapuluh empat juta rupiah).

Untuk pengelolaan SMU Terbuka pada tahun anggaran 2003, PemdaKabupaten Bogor telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp.130.000.000.(seratus tigapuluh juta rupiah). Sedangkan, Pemda Jawa Timurmengalokasikan Rp. 631.070.000.- di dalam APBD-nya untuk pengelolaan2 lokasi SMU Terbuka. Di Samarinda, Pemda setempat merencanakankenaikan anggaran pengelolaan SMU Terbuka yang dialokasikan secaraterpadu di dalam anggaran Sekolah Induknya.

Sekolah Induk SMU TerbukaBaik Kepala Sekolah maupun para guru pada SMU Negeri yang

dijadikan sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka menyambut gembira gagasanpenyelenggaraan SMU Terbuka. Di samping itu, mereka juga merasamendapat kepercayaan dan Pemda untuk berperan serta sebagai pengelolaSMU Terbuka di tingkat sekolah. Komitmen para Kepala Sekolah dan guruini dibuktikan dan tampak pada pelaksanaan kegiatan orientasi pengelolaanSMU Terbuka. Dikemukakan bahwa Kepala Sekolah dan para guru yangditunjuk untuk berperan serta dalam mengelola SMU Terbuka telah mengikutikegiatan orientasi secara penuh dan tekun.

Melalui kegiatan orientasi ini, Kepala Sekolah dan guru menjadi lebihmenghayati apa yang menjadi konsep SMU Terbuka dan apa yang jugamenjadi peran serta tanggungjawab mereka selaku pengelola di tingkatsekolah. Tanggungjawab pengelola di tingkat sekolah ini mencakup antaralain kegiatan mensosialisasikan SMU Terbuka, mempersiapkan perangkatpenerimaan siswa baru, memberikan orientasi kegiatan belajar kepada parasiswa baru SMU Terbuka, mengelola kegiatan pembelajaran termasukpemberian bantuan layanan belajar siswa, mengelola dan mendistribusikanbahan belajar, serta penyelenggaraan evaluasi kegiatan belajar siswa.

Khusus mengenai pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru SMUTerbuka dan penyelenggaraan evaluasi kegiatan belajar siswa, dikemukakanoleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota telah berjalan dengan balk. KepalaSekolah dan guru telah melaksanakan tugasnya penuh dedikasi.

Menurut Kepala Sekolah, dengan berbagai fasilitas yang dimiliki SMUNegeri yang menjadi Sekolah Induk siap untuk dimanfaatkan bagikepentingan kegiatan pembelajaran oleh para siswa SMU Terbuka. KepalaSekolah dan para guru secara individual juga melakukan penyebarluasaninformasi tentang rencana perintisan SMU Terbuka kepada anggotamasyarakat yang ada di lingkungan mereka masing-masing.

78

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

Pengawas Pendidikan SLTA Kabupaten/KotaDikemukakan bahwa melalui informasi yang diperoleh melalui berbagai

pertemuan kedinasan di tingkat Kabupaten/Kota, para pengawas pendidikanmenengah diminta untuk turut berperanserta dalam penyelenggaraanperintisan SMU Terbuka. Peranserta para pengawas ini terutama difokuskanpada aspek pemantauan kegiatan pembelajaran. Hasil pemantauan parapengawas ini dilaporkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Masyarakat dan OrangtuaInformasi tentang rencana perintisan penyelenggaraan SMU Terbuka

disambut gembira oleh masyarakat orangtua. Dengan menyekolahkananaknya di SMU Terbuka, berarti anak-anak mereka masih tetap akan dapatbekerja membantu orangtua mencari nafkah. Di samping itu, pengeluaranbiaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka di SMU Terbuka relatif lebihringan karena mereka tidak dituntut untuk membayar uang pembangunangedung, pakaian seragam, dan buku-buku pelajaran.

Di samping berbagai faktor pendukung sebagaimana yang telahdikemukakan di atas, pengelolaan SMU Terbuka tidak terlepas dari faktor-faktor penghambat yang antara lain adalah sebagai berikut.

Bahan BelajarDikemukakan oleh para pengelola SMU Terbuka bahwa jumlah bahan

belajar yang diterima tidak sesuai dengan jumlah siswa pada tahun pertamaperintisan. Selain jumlah bahan belajar yang tidak mencukupi, waktupenerimaannya juga terlambat. Sebagian bahan belajar diterima di lokasiSMU Terbuka setelah kegiatan belajar berjalan. Keterlambatan penerimaanmodul ini bervariasi antara lokasi yang satu dengan lainnya, mulai dari yangterlambat sekitar 2 minggu sampai dengan 2 bulan.

Kegiatan Belajar Tutorial Tatap MukaSesuai dengan rancangan pembelajaran di SMU Terbuka, kegiatan tu-

torial tatap muka diselenggarakan sekali seminggu di salah satu SMU Negeriyang ditunjuk sebagai Sekolah Induk. Berdasarkan informasi yang diperolehdari para Kepala Sekolah dan Guru Bina, tidak semua siswa dapat mengikutikegiatan tutorial tatap muka secara teratur setiap minggunya karena harusmembayar ongkos kendaraan umum. Hanya sekitar 23,50% dad siswa SMUTerbuka yang mengikuti kurang dari separoh kegiatan tutorial tatap muka.

79

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

Tenaga Pengembang Bahan Belajar ModulTenaga pengembang bahan belajar modul untuk SMU Terbuka hanya

terdapat di pusat (Departemen Pendidikan Nasional). Pengelola di daerah(khususnya para guru) belum ada yang dilatih mengenai cara-carapengembangan bahan belajar modul. Mengingat daerah jugabertanggungjawab mengembangkan mated pembelajaran yang bersifat lokal(kurikulum muatan lokal); maka diperlukan tenaga terlatih di bidangpengembangan modul. Tenaga terlatih yang demikian inilah yang masih belumdimiliki daerah. Ketiadaan tenaga terlatih ini akan merupakan kendala ataufaktor penghambat untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran padatahun-tahun berikutnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang dilakukan denganberbagai sumber data di tiga lokasi sampel studi, dapat disimpulkan bahwa,Pemda Kabupaten/Kota secara umum menyambut positif pelaksanaanSMU Terbuka di wilayah mereka yang telah dilakukan oleh Pusat TeknologiKomunikasi dan Informasi Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional(Pustekkom-Depdiknas). Walaupun pada saat ini baru bersifat perintisan,SMU Terbuka dirasakan sebagai suatu sistem pembelajaran yang inovatif.SMU Terbuka diakui merupakan satu altematif pendidikan yang bersifatfleksibel dan juga fisibel untuk diimplementasikan dan didisseminasikan secaranasional.

Pertimbangan yang disampaikan antara lain adalah bahwa daerah tidakperlu merekrut tenaga baru (guru dan tenaga administratif) untuk mengelolaSMU Terbuka dan mengadakan berbagai fasilitas lainnya untuk menunjangkelancaran kegiatan pembelajaran. Yang dibutuhkan adalah mengoptimalkanpendayagunaan tenaga dan berbagai fasilitas pendidikan yang telah ada.Memperhatikan fleksibilitas dan fisibilitas pengelolaan SMU Terbuka, pihakPemda bertanggungjawab penuh untuk setiap tahun mengalokasikansejumlah dana untuk pengelolaan SMU Terbuka.

Anggaran dapat diambilkan baik dari dalam maupun dari luar APBD,balk untuk anggaran operasional (proses belajar-mengajar) SMU Terbukamaupun anggaran untuk pengelolaan di tingkat kabupaten/kota dan di tingkatsekolah. Kegiatan belajar mandiri yang merupakan salah satu ciri khas SMUTerbuka (yang memungkinkan para siswa mengatur dirinya masing-masinguntuk belajar sesuai dengan kondisinya) akan sangat membantu siswa SMUTerbuka yang umumnya belajar sambil bekerja. Selain belajar mandiri, parasiswa juga mempunyai kesempatan untuk berinteraksi secara tatap muka

80

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

(tutorial tatap muka) dengan para guru mata pelajaran untuk mendiskusikanberbagai kesulitan yang dihadapi selama belajar mandiri.

Kegiatan tutorial tatap muka ini diakui para siswa memberikan manfaatdan dapat membantu mempermudah mereka memahami materi pelajaransayangnya, pada umumnya, bahan belajar yang berupa modul terlambatditerima oleh para siswa angkatan pertama perintisan SMU Terbuka.Keterlambatan penerimaan bahan belajar modul ini bervariasi di daerahsampel, mulai dari yang hanya terlambat 2 minggu sampai dengan yangterlambat 2 bulan setelah kegiatan pembelajaran dimulai.

Berdasarkan berbagai keterbatasan atau kelemahan yang ditemukandalam studi ini maka beberapa rekomendasi dapat diajukan. Penyelenggaraanrapat koordinasi, baik di tingkat daerah antar berbagai instansi yang terkaitdalam pengelolaan SMU Terbuka, maupun antara pengelola di tingkat daerahdengan pengelola di tingkat pusat perlu dilakukan secara periodik.Pengelolaan berbagai dokumen yang mudah diakses perlu menjadi salahsatu perhatian dalam pengelolaan SMU Terbuka, baik di tingkat sekolah,maupun kabupaten/kota atau propinsi.

Pelatihan/penataran yang diusulkan untuk dipertimbangkan adalahterutama yang bertujuan meningkatkan peranserta Guru Bina dalammembelajarkan para siswa SMU Terbuka. Ada 2 jenis pelatihan/penataranyang disarankan, yaitu: (a) di bidang pengembangan bahan belajar mandiri(modul) agar melalui pelatihan ini para Guru Bina memiliki pengetahuandan keterampilan dalam mengembangkan bahan belajar mandiri yangmenyangkut mated muatan lokal, dan (b) yang menyangkut berbagai aspekpengelolaan SMU Terbuka agar pengelolaan SMU Terbuka semakinmeningkat dari waktu ke waktu.

Pengadaan sumber belajar yang berupa bahan belajar mandiri (modul)hendaknya disesuaikan dengan jumlah siswa. Apabila setiap siswa memilikimodul yang lengkap maka keadaan yang demikian ini akan membantumempermudah siswa untuk belajar. Modul yang telah ada disarankan jugaagar lebih diperkaya dengan visualisasi dan dilengkapi dengan penjelasantentang berbagai istilah sulit atau istilah baru yang digunakan. Pengadaansumber-sumber belajar lainnya yang sesuai dengan tuntutan perkembangan,seperti kaset audio dan VCD akan sangat membantu siswa dalam kegiatanbelajarnya.

Apabila dimungkinkan perlu diadakan majalah siswa yang kemudiandidistribusikan kepada semua siswa. Media komunikasi seperti ini akan dapatmembantu siswa untuk saling berbagi informasi dan pengalaman sekaligusjuga menjadi wahana untuk bersosialisasi. Mengingat kebutuhan akanpengetahuan dan keterampilan di bidang komputer cenderung meningkat di

81

Siahaan, Studi tentang Pengelolaan Sekolah ...

masyarakat, maka para siswa sangat mengharapkan diadakannya pelajarandi bidang komputer. Pelajaran ini tampaknya dapat dilaksanakan sebagaisalah satu muatan lokal karena seperangkat komputer telah dimiliki olehSekolah Induk.

Pengadaan beasiswa sangat diharapkan oleh para siswa karenabeasiswa yang mereka terima akan dapat memperlancar keteraturankehadiran mereka mengikuti kegiatan belajar, baik di TKB untuk belajarmandiri maupun Sekolah Induk untuk tutorial tatap muka. Setidak-tidaknya,para siswa akan tertolong untuk menutupi biaya transportasi ke SekolahInduk untuk mengikuti kegiatan belajar tutorial tatap muka.

Para pengelola SMU Terbuka terutama para guru perlu dilatih tentangcara-cara pengembangan bahan belajar modul. Dengan bekal pengetahuandan keterampilan yang diperoleh para guru melalui pelatihan akanmemungkinkan mereka untuk mengembangkan bahan belajar modul yangakan mencakup materi kurikulum muatan lokal.

REFERENSI

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.(1999). Statistik pendidikan tahun 1998/1999. Jakarta: BadanPenelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.

Keegan, D. (1990). Foundations of distance education, (2nd Edition).Routledge, London and New York.

Morpeth, R. (2004). What is Distance Learning?. University of LondonDistance Learning. (sumber Internet: http//www.server.studentpages.com/dl/what_is_dl.cfm).

Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-DepartemenPendidikan Nasional. (1999). Survei penjajagan kebutuhan akanpendidikan sekolah menengah Terbuka (SMU Terbuka). Jakarta:Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-DepartemenPendidikan Nasional.

Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-DepartemenPendidikan Nasional. (1999). Sekolah Menengah Umum Terbuka(SMU Terbuka) tipe 1. Bahan-bahan Lokakarya tentangPendidikan Menengah Terbuka. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasidan Informasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.

Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-DepartemenPendidikan Nasional. (2000). SMU Terbuka. Sekolah menengah umumpola pendidikan terbuka. Sekolah Alternatif Membentuk GenerasiYang Disiplin dan Mandiri. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi danInformasi Pendidik-an -Departemen Pendidikan Nasional.

82

Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, Maret 2004, 59-82

Ruzgar, N. S. (2004). Turkish Online Journal of Distance Education TOJDEApril 2004 ISSN 1302-6488 Volume: 5 Number: 2 (sumber internet:http://tojde.anadolu.edu.tr/index.html).

Siahaan, S & Christanto, I. (2000). Studi kelayakan penentuan lokasiSekolah Menengah Umum pola pendidikan terbuka (SMUTerbuka). Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan InformasiPendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.

Siahaan, S. (2000). “Program pendidikan dan pelatihan terbuka/jarak jauhdi Indonesia: perkembangan dan tantangannya”, makalah hasil kajian,disajikan dalam Seminar Nasional tentang Peranan Pendidikan danPelatihan Terbuka/Jarak Jauh dalam Menunjang PelaksanaanOtonomi Daerah, kerjasama Pusat Teknologi Komunikasi dan Infor-masi Pendidikan (Pustekkom) dengan PT Telekomunikasi IndonesiaTbk, Indonesian Distance Learning Network (IDLN), dan SEAMEORegional Open Learning Center, di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal14 s.d 15 November 2000.

Universitas Terbuka. (1998). Leaflet on general information. Ciputat:Universitas Terbuka.