studi pustaka

4
FARMAKOGENOMIK DAN FARMAKOGENETIK Tiap organisme akan memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap suatu obat. Di sa mping pe rbedaan ge ne tik , juga ha rus di sad ari ba hwa ind ividu ya ng sa ki t tid ak sama reaksinya terhadap obat dibandingkan individu yang sehat dan normal. Belum lagi pengaruh lain , mis aln ya inte raks i den gan oba t lain , mak anan, ling kun gan hid up seh ari-h ari yan g kesemuanya ini dapat mempe ngaru hi absor psi, distribu si, biotran sformas i maupu n ekskresi obat (Widianto, 1985). Fa rmak og en et ik dan farmak og enomik me ru pa ka n ca ba ng ilmu fa rmakol og i. Farmakogenetik mempelajari obat dengan fokus pengaruh faktor genetik pada metabolisme dan efek obat,sedangkan farmakogenomik mempelajari pemanfaatan ilmu dan teknologi genomik dalam penciptaan, penemuan dan pengembangan obat serta penggunaannya dalam diagnosis dan tera pi pen yak it. Dal am arti sem pit farmako gen etik dan farmako gen omik mem pela jari adanya perbedaan dalam metabolisme dan efek obat diantara penderita. Suatu obat dapat saja manjur dan aman untuk penyakit yang diderita seseorang, tetapi dapat juga tidak manjur untuk  pende rita lain, atau bahkan justru menimbu lkan efek samping atau efek toksik pada penderita lainnya walaupun penyakit yang diderita keduanya sama. Adanya perbedaan efek obat antar  pende rita itu bisa diakib atkan oleh v ariasi gene tik penderit a yang terman ifestasi seb agai varias i enzim pemetabolisme obat dan tempat obat beraksi, berupa reseptor, enzim atau transporter. Untuk meningkatkan keberhasilan terapi obat sekaligus menghindari efek samping atau efek toksiknya, penciptaan-penemuan, pengembangan dan penggunaan obat harus didasarkan pada  profil g enetik p enderit a (Ngatid jan, 20 11). Obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel akorganisme. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional; hal ini mencakup 2 konsep  penting . Pertama , obat dapat meng ubah kecepa tan kegiata n faal tubuh. Kedua , obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada (Ganiswara et.al., 2001). Adanya perbedaan kerja obat karena farmakogenetik disebabkan karena: 1. Adanya perbedaan individual baik jumlah reseptor maupun affinitas obat untuk dapat terikat pada reseptor tersebut. 2. Adanya perbedaan pola absorpsi, distribusi, biotransformasi maupun ekskresi obat, hingga dosis yang sama dapat menyebabkan berbedanya kadar obat dalam plasma

Upload: mega-aini-rahma

Post on 20-Jul-2015

160 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/17/2018 STUDI PUSTAKA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/studi-pustaka-55b07e2caaf00 1/4

FARMAKOGENOMIK DAN FARMAKOGENETIK 

Tiap organisme akan memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap suatu obat. Di

samping perbedaan genetik, juga harus disadari bahwa individu yang sakit tidak sama

reaksinya terhadap obat dibandingkan individu yang sehat dan normal. Belum lagi pengaruh

lain, misalnya interaksi dengan obat lain, makanan, lingkungan hidup sehari-hari yang

kesemuanya ini dapat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi maupun ekskresi

obat (Widianto, 1985).

Farmakogenetik dan farmakogenomik merupakan cabang ilmu farmakologi.

Farmakogenetik mempelajari obat dengan fokus pengaruh faktor genetik pada metabolisme dan

efek obat,sedangkan farmakogenomik mempelajari pemanfaatan ilmu dan teknologi genomik 

dalam penciptaan, penemuan dan pengembangan obat serta penggunaannya dalam diagnosis

dan terapi penyakit. Dalam arti sempit farmakogenetik dan farmakogenomik mempelajari

adanya perbedaan dalam metabolisme dan efek obat diantara penderita. Suatu obat dapat saja

manjur dan aman untuk penyakit yang diderita seseorang, tetapi dapat juga tidak manjur untuk 

 penderita lain, atau bahkan justru menimbulkan efek samping atau efek toksik pada penderita

lainnya walaupun penyakit yang diderita keduanya sama. Adanya perbedaan efek obat antar 

 penderita itu bisa diakibatkan oleh variasi genetik penderita yang termanifestasi sebagai variasi

enzim pemetabolisme obat dan tempat obat beraksi, berupa reseptor, enzim atau transporter.

Untuk meningkatkan keberhasilan terapi obat sekaligus menghindari efek samping atau efek 

toksiknya, penciptaan-penemuan, pengembangan dan penggunaan obat harus didasarkan pada

 profil genetik penderita (Ngatidjan, 2011).

Obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel akorganisme.

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional; hal ini mencakup 2 konsep

 penting. Pertama, obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, obat tidak 

menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada (Ganiswara et.al.,

2001).

Adanya perbedaan kerja obat karena farmakogenetik disebabkan karena:

1. Adanya perbedaan individual baik jumlah reseptor maupun affinitas obat untuk 

dapat terikat pada reseptor tersebut.

2. Adanya perbedaan pola absorpsi, distribusi, biotransformasi maupun ekskresi

obat, hingga dosis yang sama dapat menyebabkan berbedanya kadar obat dalam plasma

5/17/2018 STUDI PUSTAKA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/studi-pustaka-55b07e2caaf00 2/4

 pasien bersangkutan. Perbedaan genetik ini biasanya disebabkan polimorfismus enzim-

enzim tertentu, di mana terbentuk isoenzim dengan aktivitas enzim yang berbeda.

Selain farmakogenetik, aspek farmakokinetik, makanan dan minuman, keadaan

 penyakit, dan kontak dengan senyawa kimia tertentu juga mempengaruhi perbedaan

respon tubuh terhadap kerja obat yang berbeda terhadap masing-masing individu.

(Widianto, 1985).

5/17/2018 STUDI PUSTAKA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/studi-pustaka-55b07e2caaf00 3/4

TAMBAHAN AJAAA

Pengaruh obat yang terjadi dari pemberian obat pada manusia akan beranekaragam (bervariasi)

dari orang ke orang. Keanekaragaman ini dipengaruhi oleh berbagai penyebab, baik yang

 berasal dari obat maupun dari individu yang bersangkutan. Farmakogenetik merupakan salah

satu bidang dalam farmakologi klinik yang mempelajari keanekaragaman (respons) obat yang

dipengaruhi atau disebabkan oleh karena faktor genetik. Atau dengan kata lain merupakan studi

 pengaruh genetik terhadap respons obat.

Secara umum bentuk keanekaragaman genetik, khususnya polimorfisme genetik dalam

 pengaruh obat dapat terjadi

dalam berbagai tingkat proses biologik obat dalam tubuh, yakni :

1. Proses farmakokinetik: proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.

2. Proses farmakodinamik: dalam proses interaksi antara molekul obat dengan

reseptornya, di mana terdapat kepekaan reseptor yang abnormal terhadap molekul obat

(kepekaan reseptor obat).

Polimorfisme genetik dalam proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi obat, tidak banyak 

dijumpai dan diketahui.

1. Proses absorpsi. Kemungkinan polimorfisme genetik dalam proses absorpsi dapat

diperkirakan kalau individuindividu dengan ciri-ciri genetik tertentu, tidak dapat

mengabsorpsi obat, nutriensia atau vitamin-vitamin karena tidak mempunyai faktor 

 pembawa (carrier) spesifik untuk obat atau nutriensia atau vitamin yang bersangkutan.

Jadi ada kekurangan atau defect dalam absorpsi pada mekanisme transport aktifnya.

 Namun ini secara teoritik, dalam kenyataannya tidak banyak yang dijumpai atau

diketahui. Tidak jelas apakah malabsorpsi vitamin B-12 karena tidak adanya faktor 

intrinsik untuk absorpsi pada individu-individu tertentu juga masuk dalam polimorfisme

genetik dalam proses absorpsi ini.2. Proses distribusi. Polimorfisme genetik dalam proses distribusi secara teoritik 

kemungkinan dapat terjadi apabila ada abnormalitas ikatan protein terhadap obat

tertentu oleh suatu fraksi protein tertentu. Atau distribusi obat ke organ/jaringan tertentu

(misalnya uptake iodium oleh kelenjar tiroid) dengan suatu pembawa spesifik,

mengalami gangguan dan gangguan ini disebabkan oleh karena faktor genetik.

3. Proses metabolisme. Bentuk-bentuk plimorfisme genetik yang banyak dikenal adalah

dalam proses metabolisme oleh karena adanya keanekaragaman enzim yang berperan

dalam metabolisme obat, baik secara kuntitatif atau secara kualitatif. Umumnya karena

5/17/2018 STUDI PUSTAKA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/studi-pustaka-55b07e2caaf00 4/4

adanya perbedaan secara kuantitatif enzim oleh karena sintesis enzim yang dipengaruhi

oleh faktor genetik, misalnya perbedaan antara asetilator cepat dan asetilator lambat

lebih banyak dikarenakan perbedaan aktifitas enzim asetil-transferase karena jumlahnya

yang berbeda.

4. Poses ekskresi. Kemungkinan adanya gangguan sekresi aktif di tubuli renalis karena

tidak adanya pembawa spesifik secara teoritik dapat terjadi.

Bagian farmakologi klinik kedokteran UGM

http://www.farklin.com/images/multirow3f1e1d0fb4b43.pdf