studi pola penyesuaian diri mahasiswa luar jawa di

8
796 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG Zuni Mitasari 1 , Yuswa Istikomayanti 2 Program Studi Pendidikan Biologi / Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang Alamat Korespondensi : Jl. Telaga Warna Blok C, Malang, Telp (0341) 565500/ Fax (0341) 565522, Universitas Tribhuwana Tunggadewi E-mail: 1) [email protected], 2) [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data diambil dengan metode purposive sampling dengan instrumen penelitian berupa angket dan wawancara. Berdasarkan data penelitian diperoleh informasi bahwa mahasiswa luar Jawa mengalami culture shock di tahun pertama kuliah di Malang. Masalah yang dialami yaitu berkaitan dengan, 1) finansial, 2) kesulitan bahasa, 3) makanan, 4) suhu dan iklim. Upaya-upaya penyesuaian diri yang dilakukan yaitu dengan aktif menjalin komunikasi dan berelasi dengan mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus. Banyaknya teman yang berasal dari daerah yang sama dan keikutsertaan dalam organisasi mahasiswa dapat membantu mempercepat penyesuaian diri mahasiswa yang berasal dari luar Jawa. Kata kunci: Luar Jawa, Mahasiswa, Penyesuaian Diri, UNITRI 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan ragam budaya, agama, suku, dan adat istiadat. Hal tersebut didukung dengan letak geografis Indonesia yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tingginya tingkat gerak sosial-geografis memungkinkan terjadinya kontak budaya diantara penduduk Indonesia [1]. Interaksi antar budaya dialami oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang mengambil pendidikan tinggi di kota-kota besar Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia yang dijadikan tujuan utama untuk melanjutkan studi tingkat perguruan tinggi, yaitu Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, dan Malang. Kota-kota pendidikan tersebut memiliki banyak pilihan universitas maupun sekolah tinggi dengan sarana dan prasarana yang lengkap, tempat dan iklim yang kondusif sebagai tempat belajar, dan juga memiliki daya saing dan prestasi yang membanggakan. Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang terletak di Kota Malang. Mahasiswa kampus ini sangat beragam baik ditinjau dari asal daerah, agama, suku, bahasa, dan budaya sehingga bisa merepresentasikan keberagaman rakyat Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada awal tahun masuk ajaran baru ada banyak mahasiswa baru yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, terutama berasal dari Indonesia timur. Mahasiswa UNITRI berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua bahkan dari negara tetangga, yaitu Timor Leste. Malang merupakan salah satu Kota Pendidikan di Jawa Timur yang memiliki iklim yang kondusif dan nyaman untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Mahasiswa yang berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia ini menyebabkan dinamika sosial dan budaya yang tinggi. Para pelajar inilah yang membentuk keanekaragaman budaya dan muncul nuansa multikultural baik di lingkungan kampus maupun suasana di lingkungan tempat tinggal mereka. Malang khususnya kampus UNITRI dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia karena dapat ditemukan sejumlah mahasiswa dengan berbagai macam latar belakang budaya dengan berbagai macam karakter yang mencerminkan kekhasan budaya tanah air. Para mahasiswa baru yang pertama kali merantau ke daerah baru berpotensi mengalami culture shock. Culture shock merupakan suatu bentuk tekanan dan kecemasan yang dialami oleh

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

796 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

Zuni Mitasari1, Yuswa Istikomayanti2

Program Studi Pendidikan Biologi / Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang

Alamat Korespondensi : Jl. Telaga Warna Blok C, Malang, Telp (0341) 565500/ Fax (0341) 565522,

Universitas Tribhuwana Tunggadewi

E-mail: 1)[email protected], 2)[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa yang kuliah

di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data

diambil dengan metode purposive sampling dengan instrumen penelitian berupa angket dan

wawancara. Berdasarkan data penelitian diperoleh informasi bahwa mahasiswa luar Jawa

mengalami culture shock di tahun pertama kuliah di Malang. Masalah yang dialami yaitu berkaitan

dengan, 1) finansial, 2) kesulitan bahasa, 3) makanan, 4) suhu dan iklim. Upaya-upaya penyesuaian

diri yang dilakukan yaitu dengan aktif menjalin komunikasi dan berelasi dengan mahasiswa baik di

dalam maupun di luar kampus. Banyaknya teman yang berasal dari daerah yang sama dan

keikutsertaan dalam organisasi mahasiswa dapat membantu mempercepat penyesuaian diri

mahasiswa yang berasal dari luar Jawa.

Kata kunci: Luar Jawa, Mahasiswa, Penyesuaian Diri, UNITRI

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan ragam budaya, agama, suku, dan adat

istiadat. Hal tersebut didukung dengan letak geografis Indonesia yang membentang luas dari Sabang

sampai Merauke dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tingginya tingkat gerak sosial-geografis

memungkinkan terjadinya kontak budaya diantara penduduk Indonesia [1]. Interaksi antar budaya

dialami oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang mengambil pendidikan

tinggi di kota-kota besar Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia yang dijadikan tujuan utama

untuk melanjutkan studi tingkat perguruan tinggi, yaitu Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta,

Semarang, Solo, Surabaya, dan Malang. Kota-kota pendidikan tersebut memiliki banyak pilihan

universitas maupun sekolah tinggi dengan sarana dan prasarana yang lengkap, tempat dan iklim yang

kondusif sebagai tempat belajar, dan juga memiliki daya saing dan prestasi yang membanggakan.

Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) merupakan salah satu perguruan tinggi swasta

yang terletak di Kota Malang. Mahasiswa kampus ini sangat beragam baik ditinjau dari asal daerah,

agama, suku, bahasa, dan budaya sehingga bisa merepresentasikan keberagaman rakyat Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada awal tahun masuk ajaran baru ada banyak mahasiswa

baru yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, terutama berasal dari Indonesia timur.

Mahasiswa UNITRI berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan

Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua bahkan dari negara tetangga, yaitu

Timor Leste.

Malang merupakan salah satu Kota Pendidikan di Jawa Timur yang memiliki iklim yang

kondusif dan nyaman untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Mahasiswa yang berasal dari

berbagai macam daerah di Indonesia ini menyebabkan dinamika sosial dan budaya yang tinggi. Para

pelajar inilah yang membentuk keanekaragaman budaya dan muncul nuansa multikultural baik di

lingkungan kampus maupun suasana di lingkungan tempat tinggal mereka. Malang khususnya

kampus UNITRI dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia karena dapat ditemukan sejumlah

mahasiswa dengan berbagai macam latar belakang budaya dengan berbagai macam karakter yang

mencerminkan kekhasan budaya tanah air.

Para mahasiswa baru yang pertama kali merantau ke daerah baru berpotensi mengalami

culture shock. Culture shock merupakan suatu bentuk tekanan dan kecemasan yang dialami oleh

Page 2: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 797

orang-orang ketika berpindah ke suatu tempat dengan kondisi sosial dan budaya yang baru [2].

Seseorang yang pergi ke suatu tempat baru dan menetap dalam jangka waktu tertentu akan

menghadapi tantangan hidup berupa keadaan lingkungan yang baru dan asing. Contohnya adalah

mahasiswa dari luar pulau Jawa yang memiliki lingkungan dan budaya yang sangat berbeda

kemudian melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi di pulau Jawa. Culture shock dapat

menyebabkan seseorang mengalami kebingungan terhadap lingkungannya dan menimbulkan emosi

negatif [3]. Seseorang yang mengalami culture shock akan merasa tidak mengetahui harus berbuat

apa atau tidak mengetahui cara mengerjakan sesuatu di lingkungan yang baru, secara umum ini

dialami oleh mahasiswa baru pada awal kedatangan di lingkungan yang baru.

Mahasiswa luar Jawa harus berusaha menyesuaikan diri atau melakukan tindakan adaptif

untuk menghadapi masalah dan tekanan dengan melakukan proses penyesuaian diri terhadap keadaan

masyarakat dan budaya di tempat baru. Upaya dan pola penyesuaian diri mahasiswa mahasiswa

sangat beragam sesuai dengan kepribadian, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, lingkungan dan

status sosial ekonomi [4]. Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk mampu menyesuaikan diri

terhadap lingkungan baru yang memungkinkan adanya banyak tuntutan agar dapat memahami

budaya di tempat baru. Respon yang terjadi tidaklah cepat karena ada perbedaan bahasa, adat istiadat,

dan cara berkomunikasi yang memerlukan waktu tidak singkat [1]. Setiap orang memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan penyesuaian diri karena perlu mempelajari dan

memahami secara terus-menerus.

Informasi mengenai culture shock diperlukan karena faktor tersebut dapat mempengaruhi

kegiatan belajar mengajar mahasiswa. Selain itu hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan

kajian institusi dalam merancang kegiatan pendidikan dan kemahasiswaan. Tujuan dari penelitian ini

adalah 1) mengetahui penyebab terjadinya culture shock mahasiswa luar jawa yang menempuh

pendidikan di UNITRI, 2) mengetahui dampak terjadinya culture shock, dan 3) mengetahui pola

penyesuaian diri mahasiswa luar jawa dalam menghadapi culture shock. Berdasarkan permasalahan

tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul “Studi Pola Penyesuain Diri Mahasiswa Luar Jawa

di Universitas Tribhuwana Tunggadewi”.

2. METODE

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi dalam penelitian

adalah mahasiswa UNITRI yang berada pada tahun pertama kuliah (angkatan 2016) sedangkan

sampel penelitian berjumlah 79 orang mahasiswa. Gambaran data penelitian berdasarkan asal daerah

mahasiswa, yaitu Nusa Tenggara Timur (63 responden), Kalimantan (9 responden), Maluku (4

responden), Papua (2 responden), Timor Leste (1 responden). Jika ditinjau dari agama yang dianut

mahasiswa, maka ada tiga kelompok agama, yaitu Katholik (44 responden), Kristen (20 responden),

dan Islam (15 responden). Metode yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu purposive sampling, yaitu secara

sengaja menentukan suatu kriteria dengan tujuan agar peneliti memperoleh manfaat dari pengetahuan

dan pengalaman dari kelompok yang menjadi sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan, yaitu teknik aksidental karena populasi penelitian tidak dapat ditentukan sebelumnya

secara pasti sehingga menjadikan siapa saja yang dianggap cocok sebagai sumber data. Instrumen

penelitian yang digunakan berupa angket dan hasil wawancara.

Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Maret sampai Juni 2017 di UNITRI. Survei penelitian

dilakukan terhadap mahasiswa yang memiliki syarat-syarat responden penelitian, yaitu 1) mahasiswa

UNITRI yang berasal dari luar Jawa 2) belum pernah tinggal menetap di kota Malang sebelumnya,

3) sedang menjadi mahasiswa untuk program studi di UNITRI dengan lama studi minimal 1 semester

dan berada pada tahun pertama perkuliahan (semester awal), dan 4) tidak memiliki keluarga yang

tinggal menetap di kota Malang.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyesuaian memiliki arti yang sangat luas dan umum digunakan dalam berbagai konteks

yang mengandung arti manajemen perilaku dalam kaitannya dengan lingkungan [5]. Penyesuaian

diri dapat diartikan sebagai istilah yang mengacu pada kemampuan individu dalam bersosialisasi

Page 3: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

798 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

dengan lingkungannya dan sekaligus melihat sejauh mana peran individu tersebut dalam lingkungan

masyarakat. Seseorang yang dapat menyesuaikan diri akan merasakan nyaman secara psikologis

dengan hal-hal yang ada pada lingkungan barunya.

Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang berjalan dinamis dan bertujuan untuk tingkah

laku seseorang agar tercipta hubungan yang baik antara individu dengan lingkungannya. Penyesuaian

diri yang dihadapi oleh mahasiswa perantauan menyangkut aspek akademis dan non-akademis,

anatara lain aspek psikologis, seperti rasa rindu ingin pulang (homesick) dan jarak geografis dari

keluarga, aspek kultural seperti harus menyesuaikan diri terhadap norma sosial yang baru dan juga

interaksi antara dosen dan mahasiswa yang berbeda pengalaman orientasi nilai, seperti jarak

kekuasaan (power distance), selain itu juga faktor cuaca dan makanan [3]. Kriteria kemampuan

adaptasi mahasiswa dijabarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualifikasi Kemampuan Adaptasi Mahasiswa

No Kriteria Interval

1 Sangat Tinggi 76%-100%

2 Tinggi 51%-75%

3 Sedang 26%-50%

4 Rendah 0%-25%

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rata-rata kondisi culture shock

yang dialami oleh mahasiswa yaitu sebesar 60% (kategori tinggi) dan faktor-faktor yang

menyebabkannya sebesar 48% (kategori sedang) meskipun demikian kemampuan adaptasi

mahasiswa juga tergolong tinggi yaitu sebesar 51%. Kemampuan adaptasi mahasiswa dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adaptasi dengan persentase sebesar

54% (kategori tinggi).

3.1 Penyebab Terjadinya Culture Shock pada Mahasiswa Luar Jawa

Setiap mahasiswa yang memasuki budaya baru akan mengalami penyesuain diri dalam

bentuk interaksi sosial. Hal mendasar yang dialami mahasiswa baru dai luar Jawa adalah kesulitan

sosial antara mahasiswa tersebut dengan penduduk asli di tempat baru [3]. Selama kurun waktu

proses penyesuain diri tersebut, mahasiswa akan mengalami beberapa tahap penyesuaian diri dalam

menghadapi culture shock. Beberapa aspek yang dapat menyebabkan culture shock berdasarkan hasil

angket dn wawancara terhadap informan, yaitu:

1. Faktor Internal

Pengaruh intrapersonal dalam diri Individu, seperti keterampilan komunikasi, pengalaman

dalam setting lintas budaya, kemampuan bersosialisasi dan ciri karakter individu, toleransi dan

kemandirian berada jauh dari keluarga berpengaruh pada besar kecilnya terjadi penyebab culture

shock. Informan yang tidak memiliki saudara yang dikenal di Malang cenderung mengalami culture

shock yang cukup tinggi karena kurangnya informasi terkait lingkungan baru maupun kondisi

perkuliahan di Malang, khususnya di UNITRI. Kurangnya persiapan dalam menghadapi budaya baru

dapat mengakibatkan timbulnya masalah ketidaknyamanan secara luas dan lebih kompleks [1].

2. Faktor Eksternal

Culture shock dapat terjadi lebih cepat jika budaya di tempat baru semakin berbeda dari

daerah asal. Pebedaan tersebut diantaranya perbedaan sosial, budaya, adat istiadat, agama, iklim,

makanan, bahasa, pendidikan, serta aturan dan norma-norma sosial [1].

a. Linearitas jurusan SMA/SMK dan kuliah

Ada mahasiswa yang kesulitan memahami materi kuliah dikarenakan ketidaksesuaian jurusan

waktu di SMA dengan jurusan yang diambil di kuliah. Misalnya, waktu SMA masuk jurusan

bahasa sedangkan kuliah mengambil Program Studi Agribisnis. Mereka harus mempelajari

matakuliah Kimia, Biologi, maupun Fisika yang termasuk ke dalam rumpun IPA. Hal tersebut

Page 4: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 799

dapat menyebabkan stres bagi mahasiswa dan juga berdampak pada proses dan hasil belajar

mahasiswa.

b. Bahasa

Bahasa dan logat yang berbeda menyebabkan mahasiswa kesulitan dalam berinteraksi dengan

teman-temannya. Kesulitan dalam pemahaman bahasa dapat mengakibatkan sulitnya

komunikasi antar individu dan pada akhirnya akan memicu stres. Volume suara mahasiswa dari

lar Jawa yang cenderung tinggi juga terasa asing bagi mahasiswa dari Jawa yang terbiasa dengan

volume suara yang cenderung rendah.

c. Ekonomi

Berdasarkan infomasi yang didapat dari informan mereka menyampaikan bahwa sebagian besar

mata pencaharian orang tua mereka adalah petani sehingga mereka harus belajar mengatur uang

kuliah agar dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tidak adanya laptop dan komputer juga

menjadi salah satu kendala karena mahasiswa kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas dosen.

Pada akhirnya informasi cukup sulit untuk diperoleh.

d. Sosial budaya

Adat istiadat Jawa yang berbeda jauh dengan adat istiadat daerah asal informan mau tidak mau

mengharuskan mereka mengikuti semua peraturan yang sudah ditetapkan jika melanggar aturan

maka mereka akan menerima sanksi oleh masyarakat. Meskipun begitu informan menyampaikan

bahwa masyarakat Malang yang termasuk ke dalam suku Jawa sangat ramah dan bahasanya

halus. Selain itu, lingkungan sangat tertib dan masyarakatnya pun juga sopan.

e. Lingkungan akademik

Lingkungan di perguruan tinggi sangatlah berbeda jauh jika dibandingkan dengan kehidupan

sekolah. Mahasiswa baru harus aktif mencari informasi terkait dengan kegiatan awal

perkuliahan. Perencanaan perkuliahan dengan sistem Satuan Kredit Semester (SKS) dan juga

penjadwalan matakuliah menggunakan Kartu Rencana Studi (KRS) pada akhirnya

mengharuskan mahasiswa baru harus aktif membaca dan bertanya. Mahasiswa baru cenderung

merasa gelisah, cemas, atau bahkan takut jika mereka ketinggalan informasi.

f. Makanan

Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi culture shock. Kebiasaan, pola, dan

juga menu makanan menjadi kendala mahasiswa baru yang berada di Malang. Mahasiswa baru

harus melakukan penyesuaian diri terhadap hal ini. Informan lebih cenderung menyukai

memasak makanan sendiri karena dapat menyesuaikan dengan selera. Pola, jenis, rasa dan porsi

makan setiap orang sangat berkaitan erat dengan kultur dimana ia tinggal. Oleh karena itu, ketika

individu tersebut berada di daerah baru dengan pola, jenis, rasa dan porsi makan yang berbeda,

maka akan mengalami kekagetan dan frustasi yang mengarah pada terjadinya culture shock [1].

Ketidak cocokan dalam pola, jenis, rasa, dan pori makanan ini seringkali dapat mengakibatkan

keluhan penyakit pencernaan.

g. Iklim dan cuaca

Wilayah Malang termasuk ke dalam wilayah pegunungan yang beriklim dingin. Hal tersebut

menjadi masalah bagi mahasiswa baru yang berasal dari luar Jawa. Jika diabaikan maka dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit seperti batuk, demam, dan flu bahkan penyakit alergi.

3.2 Dampak Culture Shock yang Dialami Mahasiswa Luar Jawa

Stres merupakan suatu keadaan dimana seorang individu mengalami tekanan atau tuntutan

agar dapat melakukan penyesuaian diri, misalnya tuntutan untuk beradaptasi dengan budaya baru

dengan melakukan perubahan sikap dan tingkah laku ketika berada dan tinggal di daerah baru [6].

Adanya berbagai tekanan dan tuntutan tersebu, seorang individu akan berupaya untuk mencari cara

untuk menghadapinya.

Terdapat enam aspek yang menjadi ciri terjadinya culture shock, yaitu 1) Ketegangan karena

adanya usaha untuk beradaptasi secara psikis, 2) Perasaan kehilangan keluarga, teman, status, dan

kepemilikan, 3) Penolakan terhadap dan dari orang-orang di lingkungan yang baru, 4) Adanya

kebingungan mengenai peran, harapan terhadap peran tersebut, nilai yang dianut, perasaan dan

identitas diri, 5) Tidak menyukai kenyataan adanya perbedaan bahasa, kebiasaan, nilai atau norma

Page 5: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

800 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

dan sopan santun antara daerah asal dan daerah baru, dan 5) Perasaan tidak berdaya yang disebabkan

oleh ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru [7].

Culture shock yang dialami oleh mahasiswa baru dapat menyebabkan perasaan tidak

menyenangkan dan menimbulkan frustasi dengan tingkat tekanan yang berbeda-beda antar individu.

Berdasarkan data diperoleh informasi bahwa lebih dari 50% mahasiswa yang disurvei merasakan

beberapa hal berikut.

a. Merasa tegang saat memasuki wilayah yang berbeda dengan budaya asal

b. Merasa asing dan sendiri berada di lingkungan yang baru

c. Merasa tidak dihargai oleh orang di lingkungan baru

d. Lebih tersinggung apabila ada yang menyinggung budaya asal

e. Selalu sedih / menangis karena jauh dari keluarga

f. Sangat ingin pulang ke rumah dan bertemu keluarga dan teman-teman di rumah (homesickness)

g. Merasa tidak diterima oleh orang-orang lokal di budaya yang baru

h. Merasa kehilangan orang-orang yang telah dikenal sebelumnya

i. Merasa budaya asal lebih baik daripada budaya baru

j. Merasa kehilangan jati diri selama berada di lingkungan baru

k. Orang- orang di lingkungan baru membentuk suatu stereotip (pandangan negatif) terhadap nilai-

nilai budaya asal

l. Merasa takut akan keamanan diri karena perbedaan latar belakang budaya

m. Merasa tertekan setelah pindah ke Malang

n. Merasa sedih berada di lingkungan yang tidak familiar

3.2 Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Pada dasarnya, setiap individu memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri tetapi setiap

individu memiliki tingkat kemampuan penyesuaian diri yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan

proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya faktor personal,

finansial, sosial, dan pendidikan [8]. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Khawaja dan [9] bahwa

stres yang dialami oleh mahasiswa berkaitan dengan isu finansial, akomodasi, akademik, dan juga

lingkungan. Akibatnya, stres ini berdampak signifikan terhadap penyesuaian diri mahasiswa [10].

Mahasiswa yang memiliki stres tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri, begitu juga

sebaliknya [3].

Beberapa peneliti mengelompokkan penanggulangan stres menjadi empat katagori, yaitu 1)

memutuskan menghadapi target stres secara langsung, 2) menghindari hal-hal atau situasi yang dapat

memicu stres, 3) mengurangi dampak stres melalui aktivitas religius, dan 4) memutuskan menerima

hidup apa adanya [11]. Penyesuaian diri seorang mahasiswa yang merantau di Malang berkaitan erat

dengan kemandiriannya, artinya semakin tinggi tingkat kemandirian mahasiswa maka semakin tinggi

pula tingkat penyesuaian diri mahasiswa baru yang merantau tersebut [12].

Pada dasarnya seseorang yang berada pada lingkungan baru akan mengalami beberapa fase

culture shock dengan empat tingkatan (Gambar 1). Keempat tingkatan tersebut membentuk pola u-

curve [13] yaitu.

a. Fase optimistik / honeymoon

Fase ini berisi perasaan gembira, rasa penuh harapan baru, dan euforia sebagai antisipasi individu

sebelum memasuki budaya baru. Pada fase ini informan merasa senang dan antusias karena dapat

kuliah di Jawa meskipun mereka belum pernah ke Malang sebelumnya.

b. Fase masalah kultural

Fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru mulai muncul, misalnya karena kesulitan

dalam berbahasa. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah

tahap krisis dalam culture shock. Mahasiswa merasa bingung dan tercengang dengan sekitarnya,

sehingga menimbulkan frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah,

tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten. Pada fase ini mahasiswa akan menemui

banyak perbedaan dalam bahasa dan logatnya baik di lingkungan kampus maupun lingkungan

tempat tinggal mereka.

c. Fase penyembuhan

Page 6: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 801

Fase ketiga ini orang mulai mengerti dan memahami budaya barunya. Pada tahap ini, orang

secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dan menemukan cara dalam menghadapi

budaya baru. Pada tahap ini informan mempunyai waktu yang berbeda-beda dalam menghadapi

budaya baru. Pada akhir semester satu mereka masih menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Meskipun demikian, rata-rata informan sudah tidak merasa khawatir dengan lingkungan mereka

tetapi sampai pada semester kedua mereka masih terus belajar menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

d. Fase perbaikan

Pada fase keempat orang telah memahami elemen kunci dari budaya barunya seperti nilai-nilai,

adat istiadat, pola komunikasi, dan keyakinan. Pada tahap ini sebagian kecil mahasiswa tahun

pertama sudah merasa nyaman tinggal di Malang. Hal ini didukung oleh keikutsertaannya dalam

berbagai kegiatan kemahasiswaan sehingga memiliki teman yang banyak dan ikut kegiatan

sesuai bakat minatnya. Semakin banyak interaksi sosial maka mahasiswa baru akan lebih mudah

melakukan penyesuaian diri.

Gambar 1 : Keempat Tahapan dalam Culture Shock U-Curve

Berdasarkan data dari informan diperoleh informasi bahwa 84% mahasiswa melakukan

upaya untuk mengatasi culture shock dengan cara aktif menjalin komunikasi dan berelasi dengan

teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu banyaknya teman-teman yang

berasal dari daerah sama serta keikutsertaan dalam himpunan organisasi daerah asal juga membantu

dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa baru. Bahasa merupakan kendala kedua yang

dialami oleh mahasiswa baru. Mereka harus belajar memahami Bahasa dan logat teman-teman dari

berbagai macam daerah. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran di kelas melalui berbagai macam

model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh dosen dapat mebantu mereka dalam

beradaptasi. Pemilihan kelompok secara heterogen juga merupakan salah satu upaya dalam

menyatukan keberagaman mahasiswa dalam satu kelas.

Upaya penyesuaian diri mahasiswa baru tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang

berperan penting, yaitu.

a. Kemampuan berbahasa jawa

b. Tingkat kepercayaan diri dalam memulai berkomunikasi dengan orang lain

c. Ketergantungan untuk selalu berkumpul dengan teman yang berasal dari daerah yang sama

d. Keinginan dalam eksistensi diri

e. Keaktifan bertukar informasi dengan lingkungan baru.

f. Kecemasan dan rasa canggung bertemu dengan orang lokal (Malang)

g. Ketakutan dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan baru

h. Rasa memiliki lingkungan yang baru [14].

Adaptasi terhadap culture shock akan berlangsung baik jika mahasiswa baru tersebut

memiliki kepekaan kultural. Kepekaan tersebut dapat diasah melalui kemauan untuk berpikir dalam

pola pikir mereka. Kepekaan terhadap budaya tersebut merupakan modal yang sangat besar dalam

Page 7: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

802 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

membangun toleransi, rasa pengertian yang akan tercipta antara mahasiswa perantau dengan budaya

masyarakat setempat. Kesimpulannya, culture shock yang terjadi pada setiap individu yang merantau

berbeda-beda terkait sejauh mana culture shock dapat mempengaruhi hidupnya [1]. Semakin tinggi

interaksi sosial maka semakin rendah tangkat culture shock yang dialami oleh mahasiswa luar Jawa

yang kuliah UNS Surakarta begitu juga sebaliknya. Interaksi sosial yang baik dapat mengurangi

dampak culture shock yang dialami oleh individu. Interaksi sosial tersebut antara lain menerima,

berusaha memahami, dan toleransi terhadap budaya baru dengan sikap terbuka. Hal ini dapat

dilakukan dengan mempelajari aturan-aturan sosial yang berlaku di lingkungan budaya yang baru

[15].

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa baru yang berada

di tahun pertama perkuliahan mengalami culture shock. Setiap mahasiswa mempunyai waktu yang

berbeda-beda dalam beradaptasi.

a. Penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa luar jawa ada dua faktor, yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keterampilan komunikasi, pengalaman dalam

setting lintas budaya, kemampuan bersosialisasi dan ciri karakter individu, toleransi dan

kemandirian. Sedangkan faktor eksternal, yaitu linearitas jurusan SMA/SMK dan kuliah,

Bahasa, ekonomi, sosial budaya, lingkungan akademik, makanan, serta iklim dan cuaca.

b. Dampak culture shock yang dialami mahasiswa luar jawa, yaitu merasa tegang saat memasuki

wilayah yang berbeda dengan budaya asal, merasa asing dan sendiri berada di lingkungan yang

baru, merasa tidak dihargai oleh orang di lingkungan baru, lebih tersinggung apabila ada yang

menyinggung budaya asal, selalu sedih / menangis karena jauh dari keluarga, sangat ingin pulang

ke rumah dan bertemu keluarga dan teman-teman di rumah (homesickness), merasa tidak

diterima oleh orang-orang lokal di budaya yang baru, merasa kehilangan orang-orang yang telah

dikenal sebelumnya, merasa budaya asal lebih baik daripada budaya baru, merasa kehilangan jati

diri selama berada di lingkungan baru, merasa takut akan keamanan diri karena perbedaan latar

belakang budaya, merasa tertekan setelah pindah ke Malang, dan merasa sedih berada di

lingkungan yang tidak familiar.

c. Pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi, yaitu

mahasiswa melakukan upaya untuk mengatasi culture shock dengan cara aktif menjalin

komunikasi dan berelasi dengan teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain

itu banyaknya teman-teman yang berasal dari daerah sama serta keikutsertaan dalam himpunan

organisasi daerah asal juga membantu dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa

baru.

Penelitian mengenai pola penyesuain diri mahasiswa ini merupakan penelitian dasar yang

dapat dijadikan acuan dalam penelitian-penelitian pendidikan selanjutnya di UNITRI. Analisis

mengenai culture shock ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang

akan melakukan penelitian dengan objek penelitian mahasiswa yang heterogen dari segi agama,

bahasa, dan adat istiadat. Penelitian selanjutnya yang dapat dikembangkan diantara mengenai gaya

belajar, model-model pembelajaran, multiple intelegensi, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Devinta, M., Hidayah, N., dan Hendrastomo, G. 2015. Fenomena Culture Shock (Gegar

Budaya pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Sosiologi. 1-15

[2] Odera, P. 2003. Culture Shock in A Foreign Land: Rwandan Experience. [Online]. Dari:

journals.sfu.ca/kigali/viewarticle.php?id=8 -.[Diakses pada 29 September 2017].

[3] Hutapea, B. 2014. Stres Kehidupan, Religuisitas, dan Penyesuaian Diri Warga Indonesia

sebagai Mahasiswa Internasional. Jurnal Makara Hubs-Asia, 18(1): 25-40.

Page 8: STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA LUAR JAWA DI

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 803

[4] Niam, E.K. 2009. Koping terhadap Stres pada Mahsiswa Luar Jawa yang Mengalami Culture

Shock di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Ilmiah Berkala Indigenous, 11(1):

69-77.

[5] Chouhan, V.L & Salini, V. 2006. Coping Strategies for Stress and Adjustment among

Diabetics. Journal of The IndianAcademy of Applied Psychology, 32(2): 106-111.

[6] Nevid, J.S., Rathus, S.A. dan Beverly Greene. 2002. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

[7] Oberg, K. 2006. Cultural Shock: Adjusment to New Cultural Environments. [Online]. Dari:

http://www.transkulturellepsychiatrie.de/pdf/cu29,2+3_2006_S%20142146%20Repr%20O

berg%20%25.pdf. [Diakses pada 29 September 2017].

[8] Gajdzik, P.K. 2005. Relationship between Self-efficiacy Beliefs and Sosio-cultural

Adjustment of International Graduate Students and American Graduate Students. [Online].

Dari: https://baylor-

ir.tdl.org/baylorir/bitstream/handle/2104/2682/Gajdzik%2BFinalDissertation.

pdf?sequence=5. [Diakses pada 20 Mei 2016].

[9] Khawaja, N.G. & Dempsey, J. 2008. A Comparison of International and Domestic Tertiary

Student in Australia. Australian Journal of Guidence & Counselling, 18(1): 30-46.

[10] Skowron, E.A., Wastern, S.R., & Azen, R. 2004. Differentiation of Self-modian Collage

Gives any Adjustment. Journal of Counseling & Development, 8(2): 62-82.

[11] Baqutayan, S.M.S. 2011. The Importance of Religious Orientation in Managing Stress.

International Journal of Psychological Studies, 3(1): 113-121.

[12] Anggraini, E.N. 2013. Hubungan antara Kemandirian dengan Penyesuaian Diri pada

Mahasiswa Baru yang Merantau di Kota Malang. [Online]. Dari:

http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal-ERINA.pdf). [Diakses pada 25

Mei 2016].

[13] Samovar, dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: CV Alfabeta.

[14] Pyvis, D & Chapman, A. 2005. Culture Shock and The International Student ‘offshore’.

Journal of Research in International Education, 4(1): 23-42.

[15] Hasibuan, R.M.W., Wiyanti, S., dan Karyanta, N.A. 2014. Hubungan antara Interaksi Sosial

dengan Culture Shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

[Online]. Dari: https://eprints.uns.ac.id/22730/. [Diakses pada 25 September 2017].