studi perbandingan tentang ritual a’ome dan konseling...
TRANSCRIPT
i
Studi Perbandingan Tentang Ritual A’ome dan Konseling Pastoral
di Jemaat Imanuel Folbo
Oleh:
Hesty Marlena Datemoli
712012028
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si.Teol)
Program Studi Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
yang dengan kasih dan penyertaanNya, sehingga penulis bisa menjalani
pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
sampai pada proses penyelesaian Tugas Akhir yang berjudul „Studi Perbandingan
Tentang Ritual A’ome dan Konseling Pastoral di Jemaat Imanuel Folbo”.
Tugas akhir ini ditulis oleh penulis sebagai bagian dari persyaratan dalam
mencapai dan untuk memenuhi gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol). Semua ini
tidak terlepas dari tuntunan Tuhan Yesus Kristus dan semua pihak yang terlibat
dalam memberikan dukungan penuh yaitu dari keluarga besar Jemaat Imanuel
Folbo bahkan dari pihak Fakultas Teologi Univesitas Kristen Satya Wacana
(UKSW) yang telah memberi bantuan, pengarahan dan motivasi kepada saya
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis berharap penulisan ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat bagi
para pembaca, terkhususnya bagi Jemaat Imanuel Folbo dalam memahami
perbandingan tentang ritual A’ome dan konseling pastoral. Meskipun dalam
penulisan ini penulis menyadari bahwa semuanya masih jauh dari pada
kesempurnaan dan kesempurnaan itu hanya milik Tuhan.
Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang
telah membimbing dan membantu penulis dalam proses penulisan Tugas Akhir
ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik di Fakultas Teologi UKSW.
Secara khusus Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Pdt. Jhon Titaley, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang dengan ketulusan
hati selalu meluangkan waktunya, pikiran dan tenaga untuk membimbing
dan mengarahkan serta memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir. Dan untuk Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban
Timo sebagai dosen pembimbing 2 dan dosen yang sangat menginspirasi
penulis lewat karya tulisnya, serta yang telah memberikan masukan yang
vii
membangun dan terima kasih untuk ilmu, waktu, pikiran dan tenaga bagi
penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
2. Terima kasih kepada Dekan, Kaprogdi, Wali Studi, Panitia Tugas Akhir
dan seluruh dosen, serta staff Fakultas Teologi UKSW yang telah
membantu penulis dari awal pendidikan perkuliahan sampai pada
penulisan Tugas Akhir.
3. Orangtua (bapak, mama) tercinta, kakak Karno, adik Nining dan Rizky
yang selalu memberikan dukungan baik dari segi moril maupun finansial,
serta motivasi dan nasehat, terutama doa yang menguatkan sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan Tugas Akhir
dengan baik.
4. Terima kasih untuk teman-teman Teologi 2012 yang selalu ada dalam suka
dan duka, bahkan yang telah menjadi keluarga bagi penulis dalam
menjalani masa-masa studi sampai pada penyelesaian Tugas Akhir ini
dengan baik.
5. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang Tuhan ijinkan hadir di dalam
kehidupan penulis, Laura Mezbah Cahyana Silaban, Monica Pattipeilohy,
Kurnia Dagang Magi, Apriana Meyvi Usmani, Ruth Kause, Berlian
Rambu Pesi, Melkior Vulpius, Rongky Januart Lasiko, Meylina Gomes,
dan Novita Sisilia Karambut. Terima kasih untuk dukungan doa serta
motivasi yang diberikan kepada penulis dan yang selalu ada dalam suka
dan duka kehidupan penulis.
6. Terima kasih untuk persekutuan Solafide Kids maupun Solafide Dewasa
yang menemani kehidupan penulis selama ini, Mbak Christiana Soetrisno,
Mbak Ayu Damar, Mas Joko, Mas Wawan, Mbak Maria, Tante Ida, Pdt
Ronald, Pak Kevin, Kak Ichen, Jhefry, Ano, Dafa, Deo, Tegar, Natha,
Nenci, Nesya, Angel, Hana, Lala, Sekar, Ines, Eca, Faith, Syalom, Yofi,
Feri, James, dan Yessow. Terima kasih untuk ketulusan dan kebaikannya
telah menjadikan penulis sebagai bagian dari keluarga serta selalu ada
dalam suka maupun duka penulis. Terima kasih juga untuk motivasi,
nasihat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. Kiranya Tuhan
sumber kasih dan berkat senantiasa memberkati kalian semua.
viii
7. Terima kasih kepada Ketua Majelis sementara Jemaat Imanuel Folbo Ibu
Pdt. Ratih Tibuludji S,Th. Yang telah menerima saya sebagai bagian dari
keluarga besar Jemaat Imanuel Folbo yang dengan sukacita menopang dan
memberi dukungan, masukan, nasehat, serta arahan yang memotivasi
penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terima kasih juga buat Ibu
Pdt. Welly M.S. Peringmang, S. Th. Ketua Majelis Jemaat Imanuel Folbo,
beserta Majelis dan Jemaat Imanuel Folbo yang telah bersedia meluangkan
waktu, pikiran dan tenaga untuk membantu penulis dalam memberikan
informasi yang sangat bermanfaat dan berguna dalam penulisan Tugas
Akhir ini. Tuhan Yesus Memberkati dalam tugas dan pelayanan.
Salatiga, 29 Mei 2017
Hesty Marlena Datemoli
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ........................................ iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
MOTTO ................................................................................................. xi
ABSTRAK ............................................................................................. xii
1. Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat ............................... 4
1.3 Metode Penelitian ...................................................................... 5
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 6
2. Ritual, Konseling Pastoral dan Studi Perbandingan .................... 7
2.1 Ritual ........................................................................................... 7
2.2 Konseling Pastoral ..................................................................... 8
2.3 Studi Perbandingan ................................................................... 13
3. Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa .................................... 15
3.1 Sejarah Gereja Imanuel Folbo ................................................. 15
3.2 Proses Ritual A’ome....................................................................16
x
3.3 Perbandingan Antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral...21
1. Persamaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral....................21
a. Persamaan Berdasarkan Fungsinya..............................21
b. Persamaan Tampak Dalam Arti Memulihkan Luka Batin..22
c. Mempunyai Tujuan Yang Sama.....................................23
2. Perbedaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral......................23
a. Perbedaan Itu Tampak dari Pengertiannya..................24
b. Perbedaan Berdasarkan Model atau Teknik.................25
4. Penutup ............................................................................................. 27
Daftar Pustaka ...................................................................................... 28
xi
MOTTO
“I Can see it in the stars across the sky Dreamt a
hundred thousand dreams before, Now I finally realize.
You see I’ve waited all my life for this moment to arrive
And finally, I believe. Jesus, Thank you.”
(Darren Espanto)
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air
mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.
Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil
menabur benih, pasti pulang dengan bersorak-sorai
sambil membawa berkas-berkasnya.”
Mazmur 126 : 5-6
xii
Studi Perbandingan Tentang Ritual A’ome dan Konseling Pastoral
Di Jemaat Imanuel Folbo
Hesty Marlena Datemoli
712012028
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dalam ritual A’ome
dan konseling pastoral. Yang menjadi rumusan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu apa
persamaan dan perbedaan dari ritual A’ome dan konseling pastoral dalam terapi
penyembuhan terhadap pasien. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak
Gereja, masyarakat dan peneliti selanjutnya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Teori konseling pastoral, teori ritus-ritus tentang penyakit dan penyembuhan, dan
teori perbandingan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif sehingga dapat memperoleh informasi secara mendalam,
lewat observasi, dokumentasi dan wawancara yang dilakukan kepada jemaat Imanuel
Folbo yang berdomisili di Dulolong Barat Kecamatan Alor Barat Laut, khususnya bagi
mereka yang secara langsung melakukan ritual A’ome. Hasil penelitian ini adalah ritual
A’ome maupun konseling pastoral itu sendiri mempunyai tujuan yang sama yang
hendak dicapai untuk membantu menanggani setiap persoalan yang dihadapi
dalam jemaat yang mengalami masalah kesehatan berupa luka batin yang
dirasakan. Di samping itu perbedaan yang terdapat di dalam ritual A’ome dan
konseling pastoral ini seringkali dilihat dari teknik atau cara yang digunakan
untuk membantu mengatasi persoalan tersebut dan pemahaman-pemahaman
mengenai kedua hal tersebut.
Kata Kunci: Ritual A’ome, Konseling Pastoral, Persamaan dan Perbedaan, Jemaat
Imanuel Folbo, Kalabahi.
1
I. Pendahuluan
Setiap suku memiliki adat istiadat tersendiri. Koentjaraningrat dalam
bukunya mengemukakan bahwa adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan
yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan
memberi arah kepada kelakuan manusia dalam masyarakat.1 Menurut
Koentjaraningrat pengertian ritual adalah sistem aktifitas atau rangkaian
tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat
yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi
dalam masyarakat yang bersangkutan.2 Ritual merupakan ruang yang
melingkupi hidup manusia seperti adat istiadat dan upacara kemasyarakatan.3
Namun tak dapat disangkal juga bahwa dengan adanya pengaruh dari ritual-
ritual yang ada tersebut muncul juga berbagai persoalan yang dihadapi
masyarakat dari waktu ke waktu tampaknya makin lama semakin kompleks,
baik persoalan yang berhubungan dengan pribadi, keluarga, pekerjaan, dan
masalah kehidupan secara umum. Kompleksitas masalah itu telah
mengarahkan sebagian masyarakat mengalami konflik-konflik.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia konflik adalah percekcokan, perselisihan,
pertentangan. Artinya pertentangan antara dua kekuatan yang disebabkan oleh
adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang saling bertentangan untuk
menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku.4 Di sini, konflik berasal
dari dalam diri orang yang bersangkutan sendiri; terjadi konflik antara id,
superego dan ego. Atau konflik antara apa yang diinginkan dan apa yang
sesungguhnya dibutuhkan oleh orang yang bersangkutan dan hambatan-
hambatan dalam memenuhi apa yang diharapkan, bahkan sampai dapat
menimbulkan tekanan batin yang sangat menggangu.5 Kompleksitas masalah
1 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1985).
2 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: P.T Rineka Citra, 2002),190.
3 Umberan, Musni & Juniar Purba, Sejarah Kebudayaan Kalimantan (Depdikbud), (Jakarta:
CV. Dwi Jaya Karya,1993)77.
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KamusBesarBahasa Indonesia, Jakarta :Balai
Pustaka, 1998,518. 5 Pulpa, Konseling: Memahami Frustasi dan Konflik, (Jakarta: Hikmat Pembaruan: Word
Pers, 2012).
2
demikian inilah yang di antaranya menuntut adanya media yang dapat
membantu mengatasi segenap permasalahan kehidupan sehari-hari. Untuk itu
berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan dan konflik kejiwaan orang
mulai mengembangkan terapi-terapi yang berupa konseling maupun
pengobatan medis. Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu
mengatasi konflik-konflik, hambatan-hambatan, dan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan. Konseling merupakan satu diantara bentuk upaya
bantuan yang secara khusus dirancang untuk mengatasi persolan-persoalan
yang dihadapi. Konseling adalah seluruh upaya bantuan yang diberikan
konselor kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan
diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya
pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep kepribadian yang
sewajarnya mengenai: dirinya sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang
dirinya, tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan kepercayaan diri.6 Tetapi ada
juga konseling atau proses penyembuhan yang bersifat mistis sebagaimana
yang ada dalam masyarakat budaya atau komunitas beragama lokal.
Di Jemaat Imanuel Folbo Klasis Alor Barat Laut ada satu kebiasaan atau
praktek penanganan konflik atau masalah yang berhubungan dengan kejiwaan
seseorang yang disebut A’ome. Dalam pengertian yang paling mendasar
masyarakat zaman dahulu percaya bahwa A’ome identik dengan sebuah
percakapan/doa. Dalam ritus tertentu A’ome dapat menghasilkan apa yang
diinginkan orang, A’ome juga sering diucapkan dalam hal bernazar atau janji-
janji. Banyak orang mempercayai A’ome melalui beberapa ritus ternyata
mujur. Ada contoh kasus seorang bapak mengalami penyakit maag akut mulai
pertengahan bulan Februari. Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan
dan pengobatan di rumah sakit tidak kunjung sembuh akhirnya keluarga
memutuskan untuk pengobatan tradisional saja. Menjelang satu bulan
kemudian keluarga menyadari bahwa bapak sakit karena telah melakukan
kesalahan. Akhirnya keluarga memanggil Tumo’Bar, sebutan yang lebih akrab
untuk tua-tua adat, untuk melakukan percakapan mateng artinya pembicaraan
6 Kukuh Jumi Adi . 2013. EsensialKonseling: PendekatanTraint and Factor dan Client
Centered. Yogyakarta: Garudawacha.
3
sehari-hari dalam seluruh lapisan masyarakat atau percakapan biasa. Setelah
Tumo’Bar selesai berbicara ia memberikan persembahan di kotak yang telah
disediakan dan meminta bapak yang sakit ini untuk memohon pengampunan
dan mengakui kesalahannya, barulah memberikan persembahan. Setelah
A’ome selesai dilakukan ditutup dengan doa yang dipimpin oleh seorang
majelis atau pendeta yang hadir pada saat itu dan saling berjabatan tangan.
Dari contoh kasus di atas dapat kita lihat bahwa ketika dilakukan terapi
medis sebagai pengobatan atau konseling pastoral dari gereja yang dilakukan
oleh pendeta atau majelis tidak banyak menolong tetapi ketika dilakukan
terapi budaya dengan A’ome yang dikombinasikan dengan doa itu sangat
menolong bagi orang yang mempunyai konflik batin atau masalah kejiwaan.
Sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa terapi-terapi medis berupa
konseling pastoral yang menerapkan prinsip-prinsip itu tidak banyak
menolong tapi justru ketika diterapkan A’ome itu sangat menolong. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian di salah satu
gereja, yakni Gereja Masehi Injili di Timor. Gereja Masehi Injili di Timor
tersebar di seluruh daerah Nusa Tenggara Timur tepatnya di kota Kalabahi.
Bukan hanya di kota, GMIT juga dapat ditemui di bagian kabupaten-
kabupaten atau secara sederhana dapat disebut sebagai pedesaan. Salah satu
Gereja Masehi Injili di Timor yang terletak di desa ialah GMIT imanuel
Folbo. Konteks jemaat yang dimiliki oleh GMIT Imanuel Folbo ialah
masyarakat agraris yang memiliki pandangan-pandangan yang masih
konvensional dan masih mempertahankan tradisi nenek moyang mereka.
Konteks jemaat inilah yang menimbulkan keunikan tersendiri bagi jemaat
Imanuel Folbo. Dalam setiap persoalan atau masalah yang dihadapi, jemaat
Imanuel Folbo sering melakukan ritual A’ome. Maka penulis ingin melakukan
penelitian tentang studi perbandingan tentang ritual A’ome dan konseling
pastoral dalam terapi penyembuhan terhadap pasien.
1.1 Rumusan Masalah
4
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam latar belakang masalah,
rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
Apa persamaan dan perbedaan dari ritual A’ome dan konseling
pastoral dalam terapi penyembuhan terhadap pasien?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ingin diteliti maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah :
Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dalam ritual A’ome
dan konseling pastoral.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis
maupun praktis dalam upaya untuk membangun kembali pemahaman-
pemahaman jemaat mengenai ritual A’ome dan konseling pastoral. Adapun
manfaatnya, yaitu:
Secara teoritis, dapat menyumbangkan pokok pemikiran mengenai
pemahaman jemaat tentang salah satu kebudayaan atau tradisi
disebuah daerah dalam lingkup Gereja yang sudah mengalami
perkembangan zaman tetapi masih mempertahankan tradisinya dan
memberikan wawasan kepada mahasiswa Teologi bagaimana
memandang budaya sebagai bagian dari kehidupan sosial yang
juga menuntut peran serta dari Teologi untuk menyikapi secara
bijaksana.
Secara praktis, dapat memberi apresiasi untuk jemaat karena masih
mempertahankan kebudayaan yang menjadi keunikan tersendiri
ditengah-tengah perkembangan zaman dan menolong warga jemaat
untuk dapat mengembangkan pemahaman mereka tentang
konseling pastoral dan ritual A’ome.
1.4 Metode Penelitian
5
Metode penelitian adalah suatu kajian dalam mempelajari suatu peraturan-
peraturan yang ada didalam sebuah penelitian dan keseluruhan proses
berpikir mulai dari menemukan permasalahan penelitian, menjabarkan
dalam rangka teoritis tertentu serta pengujian data bagi pengujian empiris
sampai dengan penjelasan dan penarikan kesimpulan dari gejala sosial
yang diteliti.7 Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif
analisis dengan menggunakan data kualitatif, yaitu penelitian dilakukan
dengan cara pendekatan terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan
data yang akurat. Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan dan
pengolahan data dapat menjadi sangat peka dan pelik, karena informasi
yang dikumpulkan dan diolah harus tetap objektif dan tidak dipengaruhi
oleh pendapat peneliti sendiri.8 Atau jenis penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang lebih mengutamakan penghayatan serta berusaha
memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi dan
tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti
sendiri sehingga hal ini mengharuskan peneliti terjun sendiri ke lapangan
secara aktif.9 Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula. Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan
tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber
informasi(interviewee).10
Hal tersebut dapat dilakukan melalui wawancara
langsung dengan narasumber. Peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif karena metode ini sangat memungkinkan peneliti untuk mengkaji
suatu gejala dalam jemaat dan melakukan proses sosialisasi langsung
kepada jemaat, sehingga peneliti dapat mempermudah pengambilan data
dan perolehan informasi di lapangan. Metode yang terakhir adalah studi
pustaka yaitu membantu peneliti untuk menyusun landasan teori yang
akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi data
7 Prasetya Irawan,Logikan dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: STIAN-LAN Press, 2002), 15.
8 Sugiyono.Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D(Bandung:Alvabeta, 2010),2.
9 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008),129. 10
Nurul. Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta:BumiAksara, 2005). 179.
6
penelitian lapangan guna menjawab persoalan pada rumusan dan tujuan
masalah serta penyusunan kerangka teoritik untuk menyusun hipotesis dan
membuktikan hipotesa masalah yang diteliti.11
Pada proses penelitian ini,
peneliti akan mewawancarai majelis jemaat Imanuel Folbo, beberapa
anggota jemaat dan tokoh-tokoh adat setempat, sementara pengamatan
peneliti lakukan dengan mengamati secara langsung bagaimana
pelaksanaan ritual A’ome tersebut. Lokasi penelitian ini, peneliti
mengambil lokasi di Desa Dulolong Barat Kecamatan Alor Barat Laut
Kabupaten Alor Gereja Imanuel Folbo. Lokasi ini di ambil karena di Desa
Dulolong Barat Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten Alor Gereja
Imanuel Folbo masih sering dilaksanakan ritual A‟ome dari pada di Desa
lain yang berada di Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten Alor. Waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini adalah selama 2 minggu.
1.5 Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, maka
disusunlah sistematika penulisan yang menjadi rangkaian penulisan dari
bagian pertama sampai ke bagian keempat yang mempunyai pokok
masing-masing, tetapi menjadi satu bagian besar yang saling melengkapi.
Bagian I Pendahuluan yang didalamnya dijelaskan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bagian II Landasan teori yang ada tentang teori konseling pastoral, teori
ritus-ritus tentang penyakit dan kesembuhan dan teori perbandingan.
Bagian III Membahas hasil penelitian, sejarah singkat jemaat Imanuel
Folbo, gambaran umum lokasi penelitian, persamaan dan perbedaan serta
keunggulan dari konseling pastoral dan ritual A‟ome itu sendiri.
Bagian IV Penutup meliputi kesimpulannya, berupa hasil temuan yang
diperoleh dari pembahasan analisis serta kontribusi dan rekomendasi
untuk penelitian kedepan.
11
J. D . Engel Metode peneltian &Teologi Kristen,(Salatiga:Widya Sari Press Salatiga 2005) 33-34.
7
II. Ritual, Konseling Pastoral dan Studi Perbandingan
Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini, maka perlu dikemukakan
teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup pembahasan
sebagai landasan dalam pembuatan tugas akhir ini yaitu teori ritual,
konseling pastoral, dan teori perbandingan.
2.1 Ritual
Menurut Thohir, ritual merupakan bentuk dari penciptaan atau
penyelenggaraan hubungan-hubungan antara manusia dengan yang gaib,
hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan
lingkungan. Dalam konteks pengertian ini, ritual juga merupakan proses
komunikasi yang menyampaikan pesan-pesan tertentu. Pesan tersebut
dikemas dalam bentuk simbol-simbol yang disertai nilai-nilai budaya
pada masyarakat terkait. Helman juga menyebut setiap ritual memiliki
tiga kepentingan yaitu kepentingan psikologi, kepentingan sosial, dan
protektif. Kepentingan psikologis, karena setiap ritual diselenggarakan
guna memperoleh cara-cara mengekspresikan dan menerima dalam arti
menawarkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan. Kepentingan sosial,
sebab melalui simbol-simbol yang digunakan dalam ritual sanggup
mendramatisasi pentingnya nilai-nilai dasar untuk menyemangati kembali
masyarakat dalam mempersatukan persepsinya. Sementara itu,
kepentingan protektif, karena ritual bisa memproteksi diri dari perasaan
cemas dan tidak tentu.12
Dalam menghadapi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu
pengetahuan yang luas dan komplek, yang mencakup kepercayaan,
teknik, peranan, norma, nilai, ideologi, sikap, kebiasaan, ritus, dan
berbagai lambang (simbol) yang satu sama lain bertalian erat dan
membentuk suatu kekuatan. Inilah yang melahirkan suatu sistem
kesehatan, yang merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
keterampilan, dan praktek yang secara komprehensif. Teori penyakit
12
Ismail, Arifuddin, Agama Nelayan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012),16.
8
menurut Foster dan Anderson mencakup kepercayaan terhadap kodrat
kesehatan, sebab musabab penyakit, berbagai ragam obat, dan teknik
penyembuhan. Dalam sistem teori penyakit diungkapkan sebab
menurunnya kesehatan. Dalam teori penyakit tradisional umpamanya
disebutkan, antara lain, karena orang tersebut telah melangar pantangan
atau telah terjadi gangguan keseimbangan antara unsur panas dan dingin
dalam tubuh. Dalam masyarakat-masyarakat penyakit dijelaskan melalui
pengertian personalitik, sebagai akibat dari kemarahan para dewa, hantu,
roh, dan tukang sihir, demonstrasi atas kekuatan-kekuatan sang dukun
meyakinkan bahwa manusia juga memiliki kekuatan untuk menjaga
dirinya terhadap kekuatan jahat dibumi maupun kekuatan supranatural.13
Seseorang dikatakan sembuh jika ia dipulihkan tidak saja dari gangguan
sosial atau religius-spritual. Memang, gangguan fisik atau psikologi yang
tidak dapat disembuhkan tidak menghalangi penyembuhan jika ia berhasil
“sakit dengan cara yang sehat” dengan menerima dan menghayati
penyakit itu dalam hidupnya. Penyembuhan terjadi ketika seseorang tidak
kehilangan makna hidup dalam penderitaan dan penyakit. Pengertian
penyembuhan ini tidak menolak anggapan bahwa penyakit dan
ketidakmampuan adalah hal yang mengerikan, tetapi menegaskan bahwa
penyembuhan dalam skala yang luas merupakan kemampuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan
memuaskan dengan dirinya sendiri, dunia, dan Allah, bahkan dalam
situasi fisik dan psikologis yang tidak tertahankan.14
2.2 Konseling Pastoral
Menurut Julianto Simanjuntak, Konseling Pastoral merupakan sebuah
usaha untuk dapat mencapai sebuah tujuan yang dapat membebaskan,
13
Foster, George, dan Anderson, Barbara, Antropologi kesehatan (Jakarta:Universitas Indonesia, 2009).
14 Dr. Beate Jakob, Dr. Cristoph Benn, Dr. Erlinda Senturias, PENYEMBUHAN YANG
MENGUTUHKAN “Dimensi yang Terabaikan dalam Pelayanan Medis” (Yogyakarta: Kanisius. 2003),67.
9
memberdayakan dan merawat individu dalam keutuhannya. Utuh: dalam
enam dimensi yang bersifat interdependen, yakni pertumbuhan dalam:
pikiran, tubuh, relasi dengan orang lain, lingkungan hidup, relasi dengan
lembaga yang mendukung dan relasi dengan Tuhan.15
Seward Hiltner berpendapat bahwa pelayanan pastoral haruslah
dipandang dari perspektif penggembalaan yaitu penyembuhan,
pemeliharaan dan pembimbingan. Penyembuhan berarti membalut luka
seperti cerita orang Samaria yang baik hati. Pemeliharaan berarti
menghibur, menguatkan atau bersehati dengan orang yang menderita.
Pembimbingan berarti membantu menemukan jalan.16
Fungsi peran
pastoral adalah menyembuhkan (Healing), mendukung (Sustaining),
membimbing (Guiding), memulihkan (Reconciling), dan memelihara atau
mengasuh (Nurturing).17
Oleh sebab itu, tujuan konseling pastoral adalah
melaksanakan fungsi-fungsi dari pastoral, yang diharapkan setiap pasien
yang mengalami masalah yang berhubungan dengan konflik batin
mendapatkan penyembuhan, pemulihan, pengasuhan,dukungan dan
bimbingan.
Menyembuhkan (Healing), adalah fungsi pastoral yang ditujukan
untuk memperbaiki orang menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah
kemajuan melebihi kondisi yang sebelumnya.18
Proses penyembuhan juga
didefinisikan sebagai kemampuan untuk membangun hubungan yang
sehat, tetapi yang memerlukan kemampuan untuk bersama-sama di dalam
proses pastoral mampu berpikir dan merasakan bersama-sama agar bisa
masuk kedalam proses penyembuhan dalam beberapa cara dan juga untuk
dapat mengenali berbagai emosi-emosi. Dengan kata lain, hubungan
sehat memerlukan kemampuan untuk memahami masalah dengan
15
Julianto Simanjuntak, perlengkapan seorang konselor: Catatan Kuliah dan Refleksi Pembelajaran Konseling, (Tanggerang: Layanan Konseling Keluarga dan Karir – LK3, 2007),19.
16 Tjard G. Hommes dan E. Gerrit Singgih (editor), Teologi dan Praksis Pastoral,
(Yogyakarta: Kanisius, 1994),139. 17
Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta : Kanisius,2002),53-54.
18 Howard Clinebell,2002,53.
10
serangkaian emosi-emosi.19
Di dalam Konseling Pastoral, fungsi
penyembuhan ini penting dalam arti bahwa melalui Konseling Pastoral
yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan segala keluhan batin, dan
kepedulian yang tinggi akan membuat jemaat yang dipastoralkan yang
sedang menderita mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu
masuk ke arah penyembuhan yang sebenarnya. Fungsi ini dapat
diterapkan kepada pribadi atau jemaat yang mengalami luka batin akibat
kehilangan atau terbuang dan lain sebagainya, biasanya berakibat kepada
penyakit psikosomatis, suatu penyakit secara langsung atau tidak
langsung yang disebabkan oleh tekanan mental yang paling berat.20
Luka
batin/rohani adalah luka-luka yang terjadi di “dalam” diri seseorang. Itu
adalah luka-luka yang terjadi pada jiwa atau roh manusia, yang dirasakan
dan dialami oleh orang itu sendiri. Itu bukanlah luka-luka fisik dan luka-
luka itu tidak dapat dilihat. Keberadaan luka-luka itu dapat terlihat
melalui gejala-gejalanya dan melalui bukti-bukti dari perasaan, perilaku,
dan pikiran yang belum disembuhkan, yang termanifestasikan melalui
tindakan.21
Mendukung (Sustaining) adalah fungsi pastoral yang ditujukan
untuk menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan
mengatasi luka yang terjadi pada waktu lampau. Hal ini berkaitan dengan
perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi
disembuhkan. Dalam situasi yang demikian orang yang sakit (terluka)
tersebut dapat beroleh pengharapan.22
Membimbing (Guiding), fungsi pastoral yang ditujukan untuk
membantu orang yang berada di dalam kebimbangan untuk mengambil
keputusan di antara berbagai pikiran dan tindakan pilihan yang dipandang
mempengaruhi keadaan jiwa mereka baik sekarang dan pada waktu yang
19
Barbara J McClure,2010,The Social Construction of Emotions : A New Direction in the Pastoral work of Healing, pastoral psychology, vol.59 issue 6 , p799-812, 14p.
20 Guillaume H. Smith,2015, Patoral Ministry in a missional age: Towards a practical
theological understanding of missional pastoral care, Verbum et Ecclesia, vol.36 issue 1,p1-8.8p. 21
Chester dan Betsy Kylstra, HEALING MINISTRY “Panduan Pelayanan Kesembuhan, Pemulihan, Kelepasan, dari Dosa Masa Lalu, Luka Batin, Pola Pikir Duniawi, Kutuk Keturunan, Ajaran Sesat, dan Roh Jahat”, (Yogyakarta: Penerbit Andi. 2005),156.
22 Howard Clinebell,2002,53.
11
akan datang.23
Membimbing berarti memberikan arahan kepada orang
yang didampingi untuk menemukan jalan yang benar. Pendamping
menolong orang yang didampingi untuk memilih/mengambil keputusan
secara mandiri tentang apa yang akan ditempuh atau apa yang
menjadi masa depannya. Pendamping juga dapat menolong orang
yang didampingi untuk melihat: kekuatan dan kelemahan (internal)
serta kesempatan dan tantangan (eksternal).24
Pemberian nasihat juga
dapat dimasukkan dalam fungsi membimbing. Fungsi bimbingan ini di
dalam proses konseling pastoral sangatlah penting karena jemaat hidup di
tengah-tengah dunia di mana terjadi banyak perubahan-perubahan yang
membawa pengaruh atas kehidupan manusia di dalam berbagai aspek
kehidupan, dan untuk menghadapi perubahan-perubahan ini jemaat di
tuntut untuk mencari jalan keluar yang benar, yang sesuai dengan norma-
norma dan dalam hal ini jemaat sering menemui kesulitan. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut peran pastoral sangat dibutuhkan untuk
menolong, membimbing, setiap pribadi atau jemaat agar tidak mudah
jatuh di tengah-tengah perubahan dunia.25
Memulihkan (Reconciling) adalah fungsi pastoral yang ditujukan
untuk membangun kembali hubungan-hubungan yang rusak di antara
manusia dengan sesama manusia dan di antara manusia dengan Allah.26
Apabila hubungan sosial dengan orang lain terganggu, maka terjadilah
penderitaan yang berpengaruh pada masalah emosional. Pendampingan
berfungsi sebagai perantara untuk memperbaiki hubungan yang rusak
dan terganggu. Pendamping menjadi mediator/penengah yang netral
dan bijaksana.27
Di sinilah perananan pastoral menjadi sangat diutamakan,
karena gereja diharapkan mampu memulihkan hubungan yang rusak
23
Howard Clinebell,2002,54. 24
Jennifer B .Gray,2011, Theory Guding Communication Campaign Raxis : A Qualitative Elicitation Study Comparing Exesice Beliefs of overweight and Healty weight college students, Qualitative Research Reports in Communication 2011, vol 12. Issue 1,p34-42 9p.
25 J. L. Ch. Abineno, Pelayanan Pastoral (Jakarta:BPK,1967),107-108.
26 Howard Clinebell,2002,54.
27 Rebecca Hutten;Glenys D. Parry; Thomas Ricketts; Jo Cooke, 2015, Squaring the circle:
a priority-setting method for evidence-based service development, reconciling research with multiple stakeholder views,BMC Health Services Research, Aug2015,vol15 Issue 1,p1-11p. 1 Diagram, 5 Chats.
12
antara jemaat dengan Allah. Salah satu kebutuhan manusia adalah adanya
hubungan yang baik di antara manusia dengan Allah dan dengan sesama,
oleh sebab itu manusia disebut makhluk sosial. Apabila hubungan
tersebut terganggu maka terjadilah penderitaan yang berepengaruh kepada
masalah emosional, dan terkadang orang tersebut tidak sadar pada posisi
mana dia berdiri sehingga memerlukan orang ketiga yang melihat secara
objektif posisi tersebut.28
Memelihara atau mengasuh (Nurturing), fungsi pastoral yang
ditujukan untuk memampukan orang mengembangkan potensi-potensi
yang diberikan Allah kepada manusia, disepanjang perjalanan hidup
manusia.29
Memelihara atau mengasuh adalah fungsi pelayanan pastoral
yang seringkali dilupakan, hidup berarti bertumbuh dan berkembang,
perkembangan tersebut meliputi aspek emosional, cara berpikir, motivasi
dan kemauan, tingkah laku, kehidupan rohani dan dalam interaksi.30
Melalui pelayanan pastoral, dapat diperhatikan potensi-potensi apa saja
yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan jemaat
sebagai kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap melanjutkan
kehidupan, pelayan pastoral harus menolong jemaat untuk
berkembang,oleh karena itu diperlukan pengasuhan kearah pertumbuhan
melalui proses pelayanan pastoral.31
Manusia yang diciptakan sebagai
gambar Allah pada dirinya dikaruniakan potensi, dan dengan potensi itu
manusia akan dapat bertumbuh baik secara jasmani maupun rohani,
namun karena kelemahan manusia, dosa dan persoalan-persoalan
kehidupan yang dihadapi manusia menyebabkan manusia tidak mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu dibutuhkan peran
28
Philip Reley,Jun 2013, Attacment theory, teacher motivation dan pastoral care : a challenge for teachers and academics, Pastoral Care Education, vol 31 issue 2, p112-129,18p.
29 Howard Clinebell,2002,54.
30 Tony Leach,2009, Maybe I can fly: nurturing personal and collective learning in
professionallearning communities,Pastoral car in Education, Dec2009, Vol.27 Issue 4,p313-323,11p.2 Diagrams.
31 Richard Shields,2008, Nurturing spirituality and vocation : A Catholic Approach to New
Teacher Induction, Catholic Education : A Journal of inquiry and practice.Dec2008, vol 12 issue 3 p 160-175.16p.
13
pastoral agar manusia dapat mengenali dirinya dengan segala
persoalannya, kemudian mengembangkan potensi yang dimiliki.32
2.3 Studi Perbandingan
Penelitian komperatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang
ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan
menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu. Penelitian komperatif merupakan penelitian yang
bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan
persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek
yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini
variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau
dalam waktu yang berbeda. Jadi, penelitian komperatif adalah jenis
penelitian yang digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok
atau lebih dari suatu variabel tertentu. Selain itu, penelitian komparatif
juga memiliki beberapa tujuan diantaranya yaitu, untuk membuat
generalisasi tingkat perbandingan berdasarkan cara pandang atau
kerangka tertentu dan untuk bisa menentukan mana yang lebih baik atau
mana yang sebaliknya dipilih serta untuk menyelidiki kemungkinan
hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap
akibat yang adadan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi
penyebab melalui data tertentu.33
Studi perbandingan atau studi komparatif umum dipergunakan oleh
peneliti sosial dalam menyusun penelitian ilmiah dengan generalisasi
penelitian yang lintas batas dan tidak cenderung pada etnik budaya sosial
suatu masyarakat tertentu.34
Untuk melakukan studi perbandingan seorang
peneliti diharuskan untuk meneliti dengan interpretasi personal, setelah
32
Gary Collins,Growth Conseling, Helping People Growth (California: Vission House,1980) 88.
33Lestari, “Penelitian Komperatif”.http://lestarysnote.blogspot.com/2013/10/penelitian-
komparatif.html. Diakses 01 November 2016. Jam 07.26. 34
Bahry, Donna. L, 1995. “Crossing Border: the Practice of Comparative Research”, in Jarol B. Manheim and Richard C. Rich, Empirical Political Analysis: Research Methods in Political Science, London, Longman Publisher, pp. 245-260.
14
menentukan pertanyaan permasalahan apa yang ingin dicari jawabannya
melalui penelitian dan menetapkan variabel serta indikator apa saja dalam
masing-masing kasus yang ingin diperbandingkan dan dicari persamaan
serta perbedaannya. Dari beberapa aspek tersebut kemudian generalisasi
dilakukan, dan proses penelitian akan dimulai sehingga peneliti
mendapatkan jawaban pertanyaan apa dan mengapa yang ia ingin cari
melalui perbandingan kasus-kasus tersebut.35
Dengan menggunakan studi
perbandingan ini, peneliti akan mempertimbangkan perbedaan demi
perbedaan yang berbeda dari masing-masing kasus yang ada yang mana
setiap aspek dari setiap kasus harus memiliki relevansi terhadap penelitian
yang dilakukan, dan kemudian menyatukannya untuk mencari letak
persamaannya. Hal ini akan dapat membantu peneliti untuk dapat
menghubungkan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya yang
kemudian akan terbentuk sebuah teori.
Tujuan utama dari studi perbandingan ini adalah pengetahuan yang
dapat diambil dari tiap-tiap kasus, dan hal tersebut terlepas dari tujuan-
tujuan yang lainnya.36
tujuan dari studi perbandingan ini adalah untuk
menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang
benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik
terhadap orang lain, kelompok, terhadap suatu idea atau prosedur kerja.
Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-
perubahan pandangan orang, grup atau Negara terhadap kasus, terhadap
orang, terhadap peristiwa atau terhadap ide-ide.37
Ritz mengidentifikasikan beberapa kelebihan dan kelemahan
penelitian komparatif. Kelebihan penelitian kausal komparatif yaitu,
penelitian komparatif akan menghasilkan informasi yang bermanfaat
mengenai hakikat fenomena: apa sesuai dengan apa, dibawah kondisi apa,
dalam urutan dan pola apa, dan seterusnya dan memperbaiki teknik,
35 Kinanti. 2013 “Studi Perbandingan”.http://fellinkinanti-
fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-70905-MetodeAnalisiaHubunganInternasional-StudiPerbandingan.html. Diakses 01 November 2016. Jam 21.15.
36 Ragin, Charles C. 1987. “Comparative Social Science”, dalam The Comparative
Method: Moving Beyond Qualitative and Quantitative Strategies. London: University of California Press, pp.1-18. 1987,3-4.
37 Suharsimi, Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: 2006, 267.
15
metode statistik, dan desain dengan pengontrolan fitur-fitur secara parsial,
dalam beberapa tahun belakangan, studi ini lebih banyak dipertahankan.
Di samping kelebihan di atas, penelitian kausal komparatif juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu, kesulitan dalam menentukan faktor penyebab
yang relevan yang secara aktual termasuk diantara banyak faktor di
bawah penelitian, suatu fenomena tidak hanya dihasilkan dari berbagai
penyebab, tetapi juga dari satu penyebab dalam suatu kejadian dan dari
penyebab lain dari kejadian yang lain dan studi perbandingan dalam suatu
situasi yang alamiah tidak memungkinkan pemilihan subyek penelitian
yang terkontrol.38
III Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa
3.1 Sejarah Gereja Imanuel Folbo
Jemaat Imanuel Folbo adalah jemaat wilayah yang mulanya
bergabung dengan wilayah pelayanan Alkalam (WIPA) Adang-Aimoli
yang disebut dengan Adaim, kemudian pada Tahun 1974 masa Pdt Petrus
Doeka sebagai Ketua Klasis Abal. Folbo dialihkan untuk bergabung
dengan WIPA Kalabahi dengan jemaat-jemaat kota. Pada tahun 1991
WIPA Kalabahi dibagi menjadi 3 wilayah, dan Folbo termasuk dalam
wilayah Kalabahi Barat (WIPA III). Pada masa Pdt. F. Pulinggomang
menjadi Ketua Klasis Abal. Pada tahun 1999, jemaat wilayah Kalabahi III
dirubah namanya menjadi wilayah Tomnu, dengan pusat wilayah
administrasinya dipindahkan dari Foimahen-Kalabahi Barat ke Folbo
pada masa Pdt. Fransis Haan, S.Th menjadi KPWK Abal, hingga tahun
2009 tepat tanggal 5 Oktober Folbo menjadi jemaat mandiri ditabiskan
oleh Pdt. Baary Mc. Crooss Kery, B.Sc., B.D. dari Majelis Sinode GMIT
dan diresmikan oleh Drs. H.M. Yusran Tahir sebagai Wakil Bupati Alor.
38
Arifin, Zainal. “Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru” Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.2011.
16
Jemaat Imanuel Folbo didukung oleh 98 Kepala Keluarga (KK)
dan 622 jiwa yang tersebar di enam (VI) Oikos pelayanan. Jemaat Folbo
adalah bagian dari jemaat heterogen multi religi, selain umat kristiani
warga jemaat juga hidup dan berkembang di tengah warga yang beragama
muslim (40% umat islam), hubungan interaksi dan interelasi sosial yang
terbangun oleh leluhur dengan adanya interaksi dan interelasi sosial yang
begitu kental sehingga dampak pada urusan-urusan keluarga, adat dan
budaya dalam kehidupan beragama seperti adanya toleransi dan proaksi
yang semuanya menciptakan kemudahan dalam segala urusan.39
3.2 Proses Ritual A’ome
Pada zaman dahulu ada begitu banyak peristiwa yang
membingungkan dan tidak dapat dijelaskan satu persatu untuk itu sistem
komunikasi yang digunakan pada waktu itu melalui cara-cara tertentu,
melalui tempat-tempat yang telah disediakan atau mendirikan sebuah altar
untuk tempat pemujaan, tempat ini dianggap sakral atau tempat yang suci
untuk hadirnya “LAHTAL”. Lahtal adalah pencipta langit dan bumi, dia
pemegang nafas hidup manusia, dia adalah tokoh tertinggi yang dikenal
dengan nama Ur Fed Lahtal, dengan mengandung arti Ur/Uul adalah
bulan, Fed adalah matahari, Lah adalah tempat, dan Tal atau tali adalah
tinggi, harafiahnya diatas matahari dan bulan masih ada kuasa yang
tertinggi. Sehingga Ur Fed Lahtal serupa dengan Tuhan Allah dalam
agama Kristen. Ur Fed Lahtal disembah pada waktu atau peristiwa
tertentu, sedangkan yang melakukan ritual ini adalah kepala suku atau
yang ditunjuk dari suku imam (Lafurung Lelang). Setelah ritual A’ome
selesai dilakukan mereka menyembah kepada penciptanya.
Ritual A’ome merupakan salah satu ritual pengobatan yang
dilakukan oleh Jemaat Imanuel Folbo dalam mengatasi persoalan yang
dihadapi untuk memohon kepada Ur Fed Lahtal dan tentunya kepada roh-
roh nenek moyang yang merupakan kepercayaan agama suku waktu itu.
Seperti yang dikatakan Bapak NL Seorang tokoh adat yang melakukan
39
M.N. Lape & M.S, Beka, Sekilas Sejarah Berdirinya Jemaat Imanuel Folbo,16-19.
17
ritual Aome mengatakan bahwa niat dari Aome adalah untuk membuat
suatu kegiatan, seperti acara potong kebun pasti punya niatan atau
perjanjian dalam suku bahwa tahun ini kita harus jalan satu arah ikut
satu tempat supaya kita sama-sama buka ladang. Dalam buka ladang
tujuannya adalah untuk meminta kepada leluhur supaya dalam buka
ladang dan tahun ini hasil panen berhasil berarti akan dibangun sebuah
rumah adat dan mengadakan sebuah pesta penerimaan dan pelepasan
yang besar. Untuk itu diundang seluruh suku duduk berkumpul dan
dengan maksud dari undangan ini adalah untuk buka ladang dan hasil
panen tersebut akan membangun sebuah rumah adat. Dalam rencana ini
ungkapan hati atau niat hati sudah didengar oleh para leluhur
terkhususnya Ur Fed Lahtal, sehingga Ur Fed Lahtal akan melindungi
dan memberkati semua tanaman di ladang supaya dapat bertumbuh dan
menghasilkan batang, bunga dan buah. Tapi dalam kenyataannya
pembangunan rumah adat tidak dilaksanakan karena ada acara lain
yaitu peminangan anak gadis sehingga uang dari hasil panen untuk
pembangunan rumah adat digunakan untuk peminangan anak gadis.
Menjelang beberapa hari kemudian keluarga mendapat sakit penyakit
berupa batuk dan pilek yang tidak kunjung sembuh maka keluarga
meminta tua adat untuk mendoakan mereka melalui cara hitung jari atau
melihat di air sebenarnya apa yang sedang terjadi. Setelah mengetahui
maksud tersebut bahwa sebenarnya sakit karena waktu itu ingin
membangun rumah adat tetapi ada urusan peminanggan jadi rumah adat
ditunda maka panggil semua suku adat berkumpul untuk berbincang
bersama mengenai masalah ini sebagai bahan pertimbangan untuk
dilaksanakan. Waktu itu pembangunan rumah adat tertunda jadi kita
harus segera melaksanakannya supaya tidak ada lagi tantangan dan
hambatan yang dialami. Setelah kesepakatan dilakukan maka semua
keluarga yang menderita sakit penyakit berupa batuk dan pilek menjadi
sembuh, tidak ada yang datang ganggu gugat lagi.40
40
Wawancara dengan Bapak NL (14 Desember 2016).
18
Penulis melihat hasil wawancara dari bapak NL bahwa ketika kita
sudah melakukan ritual A’ome dan telah mengutarakan ungkapan hati atau
niat hati kita itu sudah didengar oleh Tuhan Allah dan roh nenek moyang
kita. Jadi ketika kita sudah sembuh dari sakit apa yang menjadi perjanjian
atau natzar kita kepada Tuhan harus ditepati kalau tidak kita akan
mendapat tantangan atau hambatan dalam kehidupan sehari-hari. Di
samping itu dengan adanya ritual A’ome yang dipercaya dan di yakini
bahwa tidak selamanya penyakit dapat disembuhkan dengan tenaga
medis, dan lain sebagainya. Namun ada penyakit yang harus dilakukan
dengan ritual tersebut untuk memulihkan kondisi batin dari orang yang
sedang sakit. Selain dari pada Bapak NL. Bapak AA menuturkan bahwa
A’ome adalah kepercayaan agama suku waktu itu tetapi setelah
masuknya agama Kristen diperbaharui menjadi sebuah doa. Contohnya
ketika ada seorang yang telah selesai masa kuliahnya dan mau membuat
acara syukuran akan memanggil tua adat karena pada zaman dahulu
mereka belum mengenal penatua dan diaken jadi mereka memanggil
orang yang tukang baca doa baru mereka menyampaikan ungkapan hati
karena anak sudah pulang kuliah jadi kita A’ome dulu.41
Di samping itu
Bapak SD mengatakan bahwa zaman dahulu mereka berbicara dengan
arwah nenek moyang yang mereka percaya ada di bulan, bintang dan
matahari tetapi setelah gereja ada A’ome diperbaharui. Mereka percaya
Tuhan Allah itu ada tetapi kepercayaan waktu itu mereka tahu Bapak,
Putera dan Roh Kudus itu berada di bulan, bintang, dan matahari jadi
mereka bilang bahwa sang khalik ada di langit.42
Penulis melihat bahwa sebelum masuknya Kekristenan di
lingkungan agama suku mereka mengenal sang khalik adalah wujud dari
bulan, bintang dan matahari tetapi setelah kekristenan masuk bulan,
bintang dan matahari diganti menjadi Bapak, Putera dan Roh Kudus.
Jemaat Immanuel Folbo ini tidak lepas dari keyakinan mereka terhadap
sang pencipta, maka dari itu setelah melakukan ritual A’ome mereka
41
Wawancara dengan Bapak AA (18 Desember 2016). 42
Wawancara dengan Bapak SD (18 Desember 2016).
19
memberikan persembahan sebagai bentuk penyerahan diri terhadap apa
yang sudah mereka alami dalam kehidupan yaitu mengenai permasalahan-
permasalahan yang dihadapi baik itu permasalahan dengan keluarga,
kesehatan maupun lain sebagainya.
Bapak MB mengatakan bahwa Masyarakat zaman dahulu
mengenal konseling dengan istilah Lelang Lol jadi macam ada seorang
konselor berkunjung ke rumah warga untuk membangun sebuah
percakapan yang khusus disebut dengan Lelang Lol. A’ome berarti kita
punya permintaan khusus untuk disampaikan. Konseling berarti
hubungan antara konselor dan konseli atau tamu dan tuan rumah dimana
konselor bercakap-cakap mengenai permasalahan yang ada di dalam
jemaat misalnya mengenai sakit penyakit yang diderira setelah itu akan
dibawa ke persekutuan untuk didoakan.43
Dari hasil pengamatan saya di jemaat Imanuel Folbo ketika
Konseling dikaitkan dengan A’ome sebenarnya A’ome sudah termasuk
dalam konseling itu sendiri. Cara membedakannya misalnya ada seorang
jemaat yang sakit maka konselor melakukan perkunjungan ke keluarga
tersebut istilahnya penggembalan. Sesudah tiba di sana konselor akan
membangun percakapan dengan orang yang sakit dan menyampaikan niat
hati tetapi tidak kunjung sembuh maka ritual A’ome akan dilakukan
karena masih ada gangguan dalam keluarga yang bersangkutan dengan
nenek moyang yang belum terselesaikan supaya menolak bencana dan
tantangan yang akan didapat untuk mendatangkan keselamatan dan
kesembuhan.
Bapak JD mengatakan bahwa ritual A’ome dilaksanakan pada
acara-acara khusus misalnya hajatan berarti ada orang khusus untuk
bicara adat. Ritual A’ome dilakukan ketika niat hati kita jalan dan kita
utarakan dalam hati berarti dengan sendirinya A’ome sudah dilakukan.
Jadi kalau kita sudah mendapatkan kesembuhan apa yang pernah kita
43
Wawancara dengan Bapak MB (14 Desember 2016).
20
janjikan untuk dilakukan harus dilakukan kalau tidak akan mendapat
tantangan lagi.44
Ritual A’ome dibagi menjadi dua bagian yaitu lurung dan mateng.
Lurung adalah percakapan diantara orang-orang tertentu (orang-orang
klas atas) untuk maksud tertentu pula. Sedangkan Mateng berarti
pembicaraan sehari-hari dalam seluruh lapisan masyarakat atau
pembicaraan biasa. Contohnya bila ada orang yang mempunyai acara
khusus yang ingin disampaikan kepada sanak keluarga kesepakatan inilah
yang disebut Lurung maring fang ha’et. Di sinilah A’ome terjadi. Istilah
lurung dikenal di seluruh wilayah dalam hal kawin-mawin dan peristiwa-
peristiwa yang berbau adat pembicaraannya disebut lurung, bahasa lurung
dipakai oleh tua –tua adat, kepala-kepala suku dan disampaikan dalam
bentuk syair, pantun, atau disampaikan secara puitis.
A’ome sendiri mempunyai tiga indikator yang penting yaitu
mengenai permohanan, pengampunan dan ucapan syukur. Dalam hal ini
penulis melihat dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber bahwa
ketika ada persoalan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
terutama mengenai konflik batin yang terpendam dalam hati tidak
selamanya bisa diatasi dengan terapi-terapi penyembuhan pada saat ini
tetapi bisa juga dengan ritual-ritual khusus yang terdapat dalam
masyarakat adat untuk dapat menemukan ketenangan batin yang selama
ini dicari. Salah satunya adalah ritual A’ome yang sering digunakan oleh
Jemaat Imanuel Folbo untuk mengatasi masalah kesehatan berupa konflik
batin karena dengan melakukan ritual tersebut dapat mempererat rasa
kekeluargaan, memulihkan hubungan antara manusia dan Tuhan dan
untuk membangun hubungan dengan nenek moyang supaya tidak
terputus, di samping itu mereka lebih terbuka dan leluasa dalam
menyampaikan pendapat atau mengungkapkan perasaan yang dirasakan
sehingga komunikasi dapan terjalin dengan baik diantara satu sama lain.
Penulis juga melihat bahwa pengaruh A’ome sangat besar dan masih
dilaksanakan di Alor terkhususnya bagi kalangan non Kristen bahkan di
44
Wawancara dengan Bapak JD (18 Desember 2016).
21
kampung-kampung khusus masih ada tempat khusus untuk dilakukan
A’ome tetapi di Gereja Imanuel Folbo seiring dengan berjalannya waktu
praktek ritual A’ome yang zaman dahulu dilakukan telah diperbaharui
supaya tradisi nenek moyang terus dipertahankan dengan menjadikan
A’ome sebagai bagian dalam konseling pastoral itu sendiri bahkan
dijadikan sebagai eplikese atau pengantar doa dalam percakapan
mengawali ibadah.
3.3 Perbandingan Antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral
Tidak dapat disangkal bahwa antara Konseling Pastoral dan Ritual
A’ome ada keterkaitan satu dengan yang lainnya. tetapi tidak dapat
disangkal juga keduanya mempunyai perbedaan. Berdasarkan konsep
untuk menyembuhkan luka batin terhadap pasien menurut Konseling
Pastoral dan Ritual A’ome yang telah dipaparkan dalam Bab I dan Bab II
di sini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara keduanya.
1. Persamaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa terdapat persamaan dan
perbedaan antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral. Pada bagian ini
akan dijelaskan persamaan-persamaan anatara keduanya.
a. Persamaan Berdasarkan Fungsinya
Tidak dapat dipungkiri bahwa konseling pastoral dan ritual A’ome
mempunyai fungsi yang sama yaitu ritual A’ome juga membantu
memulihkan kondisi batin dari orang yang menderita sakit, memberi
bimbingan kepada orang tersebut untuk berani mengambil keputusan
supaya bisa keluar dari masalah yang dihadapinya supaya ia dapat
bertumbuh dan berkembang. Keadaan ini sejalan dengan pandangan
Seward Hiltner bahwa pelayanan pastoral haruslah dipandang dari
perspektif penggembalaan yaitu penyembuhan, pemeliharaan dan
pembimbingan. Adapun 5 fungsi peran pastoral yang harus diperhatikan
yaitu menyembuhkan (Healing), adalah fungsi pastoral yang ditujukan
untuk memperbaiki orang menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah
22
kemajuan melebihi kondisi yang sebelumnya.45
Mendukung (Sustaining),
adalah fungsi pastoral yang ditujukan untuk menolong orang yang sakit
(terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi luka yang terjadi pada waktu
lampau. Membimbing (Guiding), fungsi pastoral yang ditujukan untuk
membantu orang yang berada di dalam kebimbangan untuk mengambil
keputusan di antara berbagai pikiran dan tindakan pilihan yang dipandang
mempengaruhi keadaan jiwa mereka baik sekarang dan pada waktu yang
akan datang. Memulihkan (Reconciling) adalah fungsi pastoral yang
ditujukan untuk membangun kembali hubungan-hubungan yang rusak di
antara manusia dengan sesama manusia dan di antara manusia dengan
Allah. Fungsi yang terakhir yaitu memelihara atau mengasuh (Nurturing).
adalah fungsi pelayanan pastoral yang menyadari bahwa hidup berarti
bertumbuh dan berkembang, Melalui pelayanan pastoral, dapat
diperhatikan potensi-potensi apa saja yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan kehidupan jemaat atau pasien yang mengalami konflik
batin sebagai kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap melanjutkan
kehidupan. Oleh sebab itu, tujuan konseling pastoral adalah melaksanakan
fungsi-fungsi dari pastoral, yang diharapkan setiap orang yang mengalami
konflik batin dalam dirinya mendapatkan penyembuhan, pemulihan,
pengasuhan,dukungan dan bimbingan.
b. Persamaan Tampak Dalam Arti Memulihkan Luka Batin
Konseling Pastoral dan Ritual A’ome dipakai dalam mengatasi
setiap persoalan yang dihadapi dalam jemaat terkhususnya mengenai luka
batin yang dirasakan karena kedua hal tersebut adalah satu paket yang
tidak dapat dipisahkan. Misalnya, ketika saya melakukan Konseling
Pastoral pasti ada sebuah persoalan atau masalah yang dihadapi maka di
situ ritual A’ome dilakukan. Contohnya, saya mengalami sakit kepala atau
pilek pada saat istirahat malam tiba-tiba roh nenek moyang datang dan
menghampiri saya dan menyuruh untuk segera menganti nama. Keesokan
harinya tua adat mendatangi rumah saya dan menyuruh memanggil
45
Howard Clinebell,2002, Hal 53.
23
seorang majelis untuk segera mengganti nama ternyata setelah dilakukan
saya menjadi sembuh. A’ome hanya sebagai pengantar atau doa untuk
masuk ke dalam konseling pastoral. Dalam hal ini, konselor pastoral
memasuki krisis kehidupan konseli secara penuh dan utuh. Percaya pada
proses terutama berkaitan dengan waktu yang dipakai oleh konseli untuk
memproses krisisnya. Semua orang pasti mempunyai permasalahan dan
proses yang mereka tempuh untuk menyelesaikan permasalahannya pasti
dengan cara yang berbeda – beda. Jadi tidak ada unsur paksaan atau
terburu – buru untuk menyelesaikan masalah yang ada namun harus
bersabar dan tetap percaya pada proses yang ada.
c. Mempunyai Tujuan Yang Sama
Persamaan antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral terletak
pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama membantu membuat
keputusan sendiri yaitu membuat seseorang yang terluka dapat
menyembuhkan luka batinnya sendiri karena ada begitu banyak sebab
atau akibat yang dilalui dalam masa-masa yang sulit bergumul dengan
berbagai macam persoalan yang rumit yang kadang-kadang membuat
seseorang putus asa dan bahkan kehilangan semangat hidupnya karena
mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk mengatasi semuanya
itu. Untuk itu melalui model atau teknik yang akan dilakukan oleh
konselor kepada konseli dapat membantu konseli membuat keputusan
akhir karena semua itu kembali kepada pribadi konseli itu sendiri untuk
memutuskan jalan keluarnya sendiri terutama untuk dapat melanjutkan
perjalanan hidup yang sulit itu.
2. Perbedaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tak pelak terdapat perbedaan
antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral. Pada bagian ini akan
dijelaskan perbedaan-perbedaan yang pokok antara Ritual A’ome dan
Konseling Pastoral.
24
a. Perbedaan Itu Tampak dari Pengertiannya.
Dalam pengertian yang mendasar Ritual A’ome diartikan sebagai
sebuah percakapan atau doa untuk mengawali segala sesuatu dalam hal ini
bisa berupa janji-janji, ungkapan hati, suara hati atau hal bernazar dan lain
sebagainya. tetapi berbeda dengan Konseling Pastoral itu sendiri sebagian
praktisi menganggap bahwa proses Konseling Pastoral merupakan proses
percakapan. Dalam hal ini Konseling Pastoral dianggap sama dengan
percakapan antara konselor dengan konseli. Pertama, kita dapat menerima
apabila percakapan merupakan salah satu bagian penting dari konseling
pastoral. Namun demikian percakapan bukan bagian yang terpenting atau
satu – satunya dari konseling pastoral. Kedua, sebagian praktisi
menganggap bahwa konseling pastoral sebagai proses wawancara. Dalam
proses wawancara biasanya pewawancara sudah menyusun agenda
tertentu sebelum bertemu dengan orang yang akan diwawancarai.
Berbagai jenis pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu untuk
mencari informasi yang tepat, benar, dan relevan sesuai dengan agenda
pewawancara. Dengan kata lain, konseling pastoral dipakai sebagai alat
untuk mencari informasi, fakta dan data. Ketiga, sebagian praktisi
menganggap konseling pastoral sebagai konsultasi. Orentasi ini
mengarahkan konseling pastoral sebagai hubungan antara seorang ahli
dan bukan ahli. Konseli dianggap tidak mempunyai pengetahuan dan
kemampuan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini konselor
dipandang sebagai seorang ahli yang mengetahui segala sesuatu tentang
kehidupan, khususnya seluk beluk persoalan yang dihadapi konseli.
Keempat, sebagian praktisi menganggap konseling pastoral sebagai
proses terapi atau pengobatan. Dalam hal ini konseling pastoral diarahkan
pada proses penyembuhan suatu penyakit atau ketidaknormalan dalam
aspek emosional-mental atau spiritual dalam orentasi ini kualitas dan
kedalaman hubungan antar konselor dan konseli kurang mendapat
tekanan. Tekanan proses konseling pastoral terutama tidak terletak pada
penyakit dan penyembuhannya. Kelima, sebagian praktisi menganggap
bahwa konseling pastoral itu sama dengan berkhotbah, berceramah atau
25
penginjilan. Pemahaman demikian tampaknya dimiliki oleh sebagian
pendeta, pejabat gereja/jemaat atau kaum religious lain.46
Berbeda dengan
konseling pastoral, ritual A’ome ini sudah dipersiapkan terlebih dahulu
oleh keluarga yang bersangkutan dan mengumpulkan orang-orang adat
untuk duduk bersama-sama mencari tahu penyebab dari sakit penyakit
yang sedang diderita oleh anggota keluarga tersebut. Ketua adat dianggap
mempunyai kemampuan untuk dapat membantu orang yang sakit untuk
dapat bersama-sama memecahkan seluk beluk persoalan yang dihadapi.
Di samping itu percakapan juga merupakan salah satu bagian terpenting
dalam ritual tersebut karena merupakan sebuah komunikasi yang baik
atau jembatan penghubung antara orang yang sakit dan orang yang
memimpin ritual tersebut. Dalam hal ini ritual A’ome sebagai proses
terapi atau pengobatan bisa dikatakan dapat menyembuhkan aspek
emosional, mental atau spritual yang ada dalam diri seseorang sehingga
bisa terlepas dari penyakit yang dideritanya. Pemahaman masyarakat
setempat tentang ritual A’ome adalah salah satu tradisi yang berhubungan
dengan penguasa alam atau sebagai perantara mereka dengan sang leluhur
dan tidak bisa dihilangkan, karena ritual tersebut mempunyai tujuan yaitu
dapat memberikan ketenangan dan rasa aman terutama dalam hal
penyembuhan penyakit, karena ini juga merupakan salah satu pengobatan
yang berhubungan dengan luka batin untuk mencari tahu apa yang
menyebabkan penyakit yang diderita oleh orang yang sedang mengalami
sakit penyakit. Di samping itu juga menolak setiap bencana yang akan
datang maupun permohonan yang disampaikan.
b. Perbedaan Berdasarkan Model atau Teknik
Luka batin merupakan respons alamiah terhadap suatu peristiwa
atau kejadian yang membuat seseorang tidak bisa menerima hal tersebut
dan menyimpan dalam hati sehingga terjadi gejolak dalam hati dan
menimbulkan konflik dalam diri sendiri. Peristiwa ini tidak mudah untuk
46
Totok Wiryasaputra & Rini Handayani “Pengantar Konseling Pastoral” Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) – Indonesia Association of Pastoral Counselors (IAPC) 2013. 53-60.
26
dihadapi oleh semua orang. Ada beberapa cara untuk mengatasi luka batin
yang dirasakan yaitu dengan melakukan konseling pastoral atau ritual
aome. Tetapi dari kedua hal tersebut mempunyai model atau teknik yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Kalau menurut penulis sendiri teknik
yang cocok untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan model
psikoanalisis.
Penemu model ini adalah Sigmud Freud (1856-1939) kemudian
diteruskan oleh Carl Jung (1875-1961). Model ini melakukan
penyembuhan dari dalam bukan dari luar dan memperhatikan semua
aspek dan bagaimana aspek tersebut saling terkait secara terintegrasi,
berusaha membantu konseli. Teknik yang digunakan adalah menafsirkan,
analisis mimpi, asosiasi mimpi, asosiasi bebas, analisis resistensi dan
transferensi. Semua digunakan untuk menolong konseli memasuki konflik
batin dimana proses pencurahan perasaan, pikiran, sikap dan konflik yang
terjadi sehingga konseli dapat mengeluarkan apa saja yang ada dalam
pikiran dengan harapan agar konflik batin dan ide-ide dalam dunia tidak-
sadar dapat diangkat ke permukaan.47
Di samping itu juga konseling
pastoral lebih memusatkan diri pada sebuah kasus kalau kasus itu benar-
benar ada, sebagai seorang konselor kita juga harus bisa menjaga
kerahasiaan dari konseli karena itu merupakan hal yang dapat menggangu
pribadi dari konseli tersebut jika kerahasiaannya diceritakan kepada orang
lain sehingga ia akan menjadi tertutup dengan permasalahan yang akan
diceritakan kepada konselor. Hal ini tentunya berbeda dengan ritual
A’ome karena ketika melakukan ritual tersebut dan keputusan telah
diambil oleh orang yang sakit, misalnya dia mengalami sakit hati karena
dendam terhadap sanak keluarganya yang belum dapat diselesaikan
dengan baik itu dapat dibawa kepada persekutuan-persekutuan untuk
didoakan secara bersama-sama supaya luka dalam dirinya secara
perlahan-lahan dapat disembuhkan dan dapat dipulihkan kembali.
47
Totok S. Wiryasaputra & Rini Handayani Hal 147-149.
27
Penutup
Dalam bagian ini akan diuraikan akhir dari serangkaian penulisan,
dengan demikian bagian ini akan membahas tentang kesimpulan dan
saran. Berdasarkan persamaan dan perbedaan itulah, maka penulis
mengambil simpulan bahwa ada pengakuan yang sama yang terdapat
dalam ritual A’ome dan konseling pastoral, di mana dalam ritual A’ome
maupun konseling pastoral itu sendiri mempunyai tujuan yang sama yang
hendak dicapai untuk membantu menanggani setiap persoalan yang
dihadapi dalam jemaat yang mengalami masalah kesehatan berupa luka
batin yang dirasakan. Di samping itu perbedaan yang terdapat di dalam
ritual A’ome dan konseling pastoral ini seringkali dilihat dari teknik atau
cara yang digunakan untuk membantu mengatasi persoalan tersebut dan
pemahaman-pemahaman mengenai kedua hal tersebut. Dengan melihat
adanya persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh Ritual A’ome dan
Konseling pastoral, maka penulis memberikan saran, yaitu: dengan
adanya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam cara pengobatan
terhadap pasien akan memberikan warna-warna baru dalam kehidupan
yang dijalani karena semua itu merupakan anugerah dari Tuhan. Melalui
berbagai persamaan yang dimiliki antara ritual A’ome dan konseling
pastoral, maka perlu membangun suatu ruang dialog artinya bahwa untuk
menambah wawasan dan informasi kepada jemaat supaya tidak salah
mengartikan kedua hal tersebut dalam kehidupan mereka dan
menciptakan perdamaian dan kebahagiaan melalui kasih dalam setiap
persoalan yang dihadapi. Gereja juga tetap mempertahankan tradisi
tersebut sebagai warisan dari nenek moyang mereka yang perlu dijaga dan
dipelihara tetapi harus mengingat batasan-batasan kita sebagai makhluk
ciptaan Tuhan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abineno,J.L.Ch, 1967, Pelayanan Pastoral, Jakarta: BPK
Arifuddin Ismail, Agama Nelayan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012).
Barbara, Anderson dan Foster, Antropologi kesehatan (Jakarta:Universitas
Indonesia, 2009).
Chinebell,Howard, 2002, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,
Yogyakarta:Kanisius.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta :Balai Pustaka.
Engel, J.D. Metodologi Penelitian Sosial & Teologi Kristen.Salatiga: Widya Sari,
2005.
Hommes,Tjard G dan Singgih,E.G,1994, Teologi dan Praksis Pastoral,
Yogyakarta:Kanisius
Irawan Prasetya,Logikan dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIAN-LAN Press,
2002.
Jakob Beate, Benn Cristoph, Erlinda Senturias, PENYEMBUHAN YANG
MENGUTUHKAN “Dimensi yang Terabaikan dalam Pelayanan Medis”
(Yogyakarta: Kanisius. 2003).
KukuhJumiAdi . 2013. Esensial Konseling: Pendekatan Traint and Factor dan
Client Centered.Yogyakarta: Garudawacha.
Koentjaraningrat, (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: P.T Rineka Cipta.
………………...,Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia,
1985.
Kylstra Betsy dan Chester, HEALING MINISTRY “Panduan Pelayanan
Kesembuhan, Pemulihan, Kelepasan, dari Dosa Masa Lalu, Luka Batin, Pola
Pikir Duniawi, Kutuk Keturunan, Ajaran Sesat, dan Roh Jahat”,
(Yogyakarta: Penerbit Andi. 2005).
Pulpa, Konseling: Memahami Frustasi dan Konflik, Jakarta: Hikmat Pembaruan:
Word Pers, 2012.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D:
Alvabeta.Bandung. Simanjuntak Julianto, perlengkapan seorang konselor:
29
Catatan Kuliah dan Refleksi Pembelajaran Konseling, (Tanggerang: Layanan
Konseling Keluarga dan Karir – LK3, 2007).
Usman Husaini dan Setiady Akbar Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Umberan, Musni & Juniar Purba (Depdikbud), Sejarah Kebudayaan Kalimantan,
Jakarta:CV, Dwi Jaya Karya,1993.
Wiryasaputra Totok S. & Rini Handayani “Pengantar Konseling Pastoral”
Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) – Indonesia Association of
Pastoral Counselors (IAPC) 2013.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakata: Bumi
Aksara.
Jurnal
Gray Jennifer B, “Theory Guilding Communication Campaign Raxis : A
Qualitative Elicitation Study Comparing Exercise Beliefs of Overwight and
Healty Weight College Student”, Qualititave Research Reperts in
Communication 2011, Vol12. Issue 1, p34-42 9p
Hutten,Rebecca; Parry Glenys; Ricketts,Thomas; Cooke,Jo. “Squaring the circle :
A Priority-Setting method for evidence-base service development, reconciling
research with multiple stakeholder views.” BMC Healt Service Research, Aug
2015, vol.15 Issue 1, p1-11p. 1 Diagram,5 Charts
McClure,Barbara J, “The Social Construction of Emotions : A New Direction in
the Pastoral work of healing”, Pastoral psychology, Dec2010, vol.59 Issue 6,
p 799-812,14p
Reley,Philp, “Attachment theory, teacher motivation and pastoral care : a
challenge for teachers and academics”, Pastoral care education Jun 2013,
Vol 31 Issue 2, p112-129,18p.
Smith,Gullaume H, “Pastoral ministry in a missional age: Towards a practical
theological understanding of missional pastoral care”, Verbum et Ecclesia
2015, Vol.36 Issue 1,p1-8.8p
30
Wawancara
Wawancara dengan Bapak AA (inisial),18 Desember 2016, pukul 11.28 WIT.
Wawancara dengan Bapak JD (inisial), 18 Desember 2016, pukul 14.15 WIT.
Wawancara dengan Bapak MB (inisial), 14 Desember 2016, pukul 12.00 WIT.
Wawancara dengan Bapak NL (inisial), 14 Desember 2016, pukul 10.43 WIT.
Wawancara dengan Bapak SD (inisial), 18 Desember 2016, pukul 12.15 WIT.
Website
http:lestarynote.blogspot.com/2013/10/penelitian-komperatif.html.Di unduh 01
November 2016.
http://fellinkinanti-fisip10.web.unair.ac.id/artikeldetail-70905-Di unduh 01
November 2016
MetodeAnalisiaHubunganInternasional-StudiPerbandingan.html.Di unduh 01
November 2016.