studi perbandingan jaminan perlindungan terhadap …
TRANSCRIPT
Vol. 2(4) November 2018, pp.745-756
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)
745
STUDI PERBANDINGAN JAMINAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI
MANUSIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DI NEGARA REPUBLIK
INDONESIA DAN NEGARA KERAJAAN THAILAND
COMPARATIVE STUDY ABOUT PROTECTION OF HUMAN RIGHTS ON FREEDOM
RELIGION IN THE STATE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
KINGDOM OF THAILAND
Cut Aja Mawaddah Rahmah
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Eddy Purnama
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Abstrak - Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan jaminan perlindungan terhadap HAM tentang
kebebasan beragama di Indonesia dan Thailand serta menjelaskan persamaan dan perbedaan keduanya secara
prinsipil. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menitik beratkan pada pendekatan perbandingan
dengan mengandalkan kepada data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.Terhadap semua data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis secara
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah menjamin hak atas kebebasan beragama melalui
UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta melalui Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia. Thailand juga telah menjamin perlindungan hak atas kebebasan beragama melalui Konstitusi
Thailand 2017 serta melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Thailand. Persamaan antara kedua negara
tersebut sama-sama menjamin hak atas kebebasan beragama tidak hanya bagi warga negaranya melainkan juga
bagi warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia dan Thailand. Adapun berbagai perbedaan yaitu
dalam UUD 1945 prinsip kebebasan beragama yang dianut adalah prinsip HAM universal, sementara Konstitusi
Thailand 2017 menggabungkan antara prinsip HAM universal dan prinsip HAM partikular. Konstitusi Thailand
2017 menentukan bahwa Raja Thailand harus beragama Buddha, berbeda dengan UUD 1945 yang tidak
menentukan kualifikasi agama bagi seorang Presiden. Hak atas kebebasan beragama dalam UUD 1945
dikelompokkan kedalam hak yang tidak dapat dikurangi, sementara dalam Konstitusi Thailand 2017 hak atas
kebebasan beragama merupakan hak yang dapat dikurangi. Sanksi terhadap tindak pidana penodaan agama
dalam KUHP Indonesia hanya berupa ancaman pidana penjara, sementara KUHP Thailand memuat sanksi
pidana penjara sekaligus pidana denda terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama. Disarankan kepada
Pemerintah Indonesia agar dapat menyertakan ancaman sanksi denda terhadap tindak pidana penodaan agama
dalam KUHP Indonesia. Disarankan pula kepada pemerintah Thailand agar dapat menjadikan hak atas
kebebasan beragama sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, serta adanya penyebutan dan penyetaraan agama
dan kepercayaan lainnya selain buddha dalam konstitusi Thailand.
Kata Kunci : Konstitusi, Hak Asasi Manusia, Kebebasan Beragama
Abstract - The purpose of this thesis is to explain the guarantee of the protection of human rights about freedom
of religion in Indonesia and Thailand and explain the similarities and differences between them in principle.
This research is a normative law research which focuses on comparative approach by relying on bibliography
data consisting of primary law material, secondary law material and tertiary law material. Against all data
which have been collected then done qualitative analysis. The results show that Indonesia has guaranteed the
right to freedom of religion through the UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 of 1999 on Human Rights, and
through the Indonesian Penal Code. Thailand has also guaranteed the protection of the right to freedom of
religion through Thailand's Constitution 2017 and through the Thai Criminal Code. The similarities between
the two countries both guarantee the right to freedom of religion not only for its citizens but also for foreign
nationals residing in the territory of Indonesia and Thailand. The various differences are in the UUD 1945 the
principle of freedom of religion adopted is a universal human rights principle, while Thailand Constitution 2017
combines universal human rights principles and particular human rights principles. Thailand's Constitution
2017 stipulates that the Thai King should be Buddhist, in contrast to the UUD 1945 which does not specify a
religious qualification for a President. The right to freedom of religion in the UUD 1945 is grouped into
indispensable rights, while in Thailand's Constitution 2017 the right to religious freedom is a diminishing right.
Sanctions against the crime of defamation in the Indonesian Criminal Code are only a prison sentence, while
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 746
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
the Thai Criminal Code contains sanctions of imprisonment as well as criminal charges against perpetrators of
religious blasphemy. It is advisable to the Government of Indonesia to include the threat of sanction of fines on
the crime of defamation of religion in Indonesian Penal Code. It is also advisable to the Thai government to
make the right to freedom of religion as a non-deductible right, as well as the mention and equalization of other
religions and beliefs other than buddhas in the Thai constitution.
Keywords : Constitution, Human Rights, Freedom of Religion
PENDAHULUAN
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan
sesuatu hal yang sangat krusial. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke 21 ini, hampir
tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya
konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Bagir Manan mengatakan bahwa hakikat
konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.1
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia adalah salah satu materi muatan yang
terdapat hampir dalam semua konstitusi negara-negara yang ada dunia. Meninjau lebih jauh
terhadap jaminan HAM yang termuat dalam konstitusi negara-negara di dunia, kebebasan
beragama adalah satu hak yang paling mendasar yang harus dijamin dan dilindungi oleh
setiap negara. Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Convenat
of Civil and Political Rights) menyebutkan bahwa perjanjian tersebut mengikat negara-negara
yang menandatangani dan meratifikasi untuk menghormati hak sipil dan politik individu,
termasuk hak untuk hidup, kebebasan beragama, kebebasan berbicara kebebasan berkumpul,
hak pemilihan dan hak atas proses pengadilan yang adil.2
Materi muatan konstitusi suatu negara yang secara “nyata” memuat tentang jaminan
HAM tentang kebebasan beragama dapat dilihat salah satunya pada materi muatan konstitusi
Negara Republik Indonesia serta pada materi muatan konstitusi Negara Kerajaan Thailand.
Indonesia dan Thailand keduanya merupakan negara yang menjadikan konstitusi negaranya
sebagai perangkat hukum dasar (fundamental law) yang menjadi acuan tertinggi bagi regulasi
lain dibawahnya.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki konstitusi tertulis
sejak awal kemerdekannya pada tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) telah mengalami empat kali perubahan melalui
1Abdul Rozak, (et.al) TIM ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 93. 2https://en.wikipedia.org/wiki/International_Covenant_on_Civil_and_Political_Rights, diakses pada 03
Desember 2017 Pukul 14.37 WIB
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 747
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
mekanisme amandemen yang dilaksanakan pada tahun 1999 hingga tahun 2002. Bentuk
jaminan terhadap Hak Asasi Manusia dalam batang tubuh UUD NRI 1945 termaktub dalam
Bab XA yang terdiri dari Pasal 28A hingga Pasal 28J.
Negara kerajaan Thailand adalah sebuah negara monarki konstitusional yang terletak
di wilayah Asia Tenggara. Kepala Negara Thailand adalah seorang Raja dan Kepala
Pemerintahannya adalah seorang Perdana Menteri. Sistem hukum di Negara Thailand adalah
campuran antara sistem hukum civil law dengan sistem hukum common law.3 Sepanjang
tahun 1932 sampai dengan tahun 2017, Thailand telah melakukan 20 kali perubahan
konstitusi dan dilanda 20 kali kudeta militer. Konstitusi Thailand memuat bentuk jaminan
tertinggi terhadap HAM dalam Bab III tentang Rights and Liberties of Thai People.4 Jaminan
HAM tentang kebebasan beragama dalam konstitusi Thailand termuat dalam Section 31,
Constitutions of the Kingdom of Thailand 2017.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki mayoritas penduduk yang menganut
agama Islam dengan jumlah presentase sebanyak 85%5. Sementara di Negara Kerajaan
Thailand mayoritas penduduk menganut agama Budha dengan jumlah keseluruhan 95%6.
Akibat adanya suatu agama yang terlalu mendominasi, baik di Indonesia dan Thailand pernah
sama-sama terjadi konflik antar umat beragama khusunya antara agama mayoritas dengan
agama minoritas.
Berdasarkan latar belakang persamaan dan perbedaan dari negara Indonesia dan
Thailand termasuk salah satunya adalah jaminan terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia
dalam konstitusi dua negara tersebut, menarik untuk ditelusuri lebih dalam dengan
menggunakan kerangka ilmiah mengenai persamaan dan perbedaan secara prinsipil antar
kedua negara tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Bagaimanakah konstruksi pengaturan tentang Hak Asasi Manusia tentang kebebasan
beragama di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Thailand?
2. Apakah persamaan dan perbedaan secara prinsipil di kedua negara tersebut?
3https://www.bantuanhukum.or.id/web/peradilan-di-negara-thailand/, di akses pada 08 Oktober 2017
pukul 22.02 WIB 4Mahda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalm Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm.128. 5https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia diakses pada 12 Desember 2017 pukul 16.15 WIB 6https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Thailand diakses pada 12 Desember 2017 pukul 16.17 WIB
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 748
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menitik beratkan pada metode
pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan perbandingan dilakukan
untuk membandingkan hukum tata negara satu negara dengan negara lain. Cara pengumpulan
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui kajian kepustakaan (library
research) guna untuk memperoleh data berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier. Penelitian lapangan juga dilakukan tetapi hanya dipakai untuk
bahan klarifikasi terhadap data sekunder. Adapun cara memperoleh data dengan melakukan
wawancara kepada narasumber yang terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok
pertanyaan (guide interview) sebagai pedoman dan variasi-variasi pada saat wawancara.
Terhadap semua data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Jaminan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia tentang Kebebasan Beragama
di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Thailand.
Para pendiri Negara Republik Indonesia (founding fathers) telah membangun negara
hukum Indonesia dan hak-hak warga negara dalam UUD NRI 1945. Pasca amandemen,
ketentuan tersebut kemudian bertambah secara signifikan. Dalam UUD NRI 1945 sebelum
amandemen, hanya terdapat tujuh rumusan tentang jaminan hak konstitusional warga negara
dan hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28, Pasal
29 Ayat (2), Pasal 30 Ayat (1), Pasal 31 Ayat (1), dan Pasal 34. Sedangkan dalam UUD NRI
1945 setelah amandemen terdapat 26 rumusan tentang jaminan hak asasi manusia yang
termuat dalam Pasal 28A sampai dengan pasal 28J, dan ditambah beberapa ketentuan lainnya
yang tersebar di beberapa pasal.7 Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa :
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan
kepercayaannya itu.”
Lebih jauh lagi, UUD NRI 1945 sebagai konstitusi Indonesia telah menegaskan
bahwa hak atas kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun (non derogable righst) dan tidak ada diskriminasi terhadap pelaksanaan serta
perlindungan atas hak tersebut. Hal tersebut sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 28I
Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. yang menyatakan bahwa: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak
7Ibid, hlm 1.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 749
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.”
Pengaturan tentang jaminan hak warga negara untuk memeluk dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya (hak atas kebebasan beragama) yang terdapat dalam konstitusi
Negara Republik Indonesia menunjukkan bahwa UUD NRI 1945 merupakan undang-undang
dasar atau konstitusi yang tercipta oleh resultante (kesepakatan) bangsa yang religius.
Artinya UUD NRI 1945 dibangun berdasarkan falsafah ketuhanan yang menjiwai bangsa
Indonesia. Dalam konteks ini terlihat bahwa penormaan hak atas kebebasan beragama dalam
UUD NRI 1945 berdimensi teologis, Teologi Konstitusi.8
Pengaturan terkait hak atas kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia juga
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Selain jaminan perlindungan HAM
tentang hak atas kebebasan beragama, di Indonesia diatur pula ketentuan-ketentuan terkait
dengan pembatasan terhadap hak atas kebebasan beragama. Pembatasan terhadap atas
kebebasan beragama tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Undang-Undang tersebut
menyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan khong Cu (Confusius). Berdasarkan penjelasan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965 terkait dengan agama-agama lain seperti Yahudi,
Zarasustrian, Shinto, Taoism tidak dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh
seperti yang diberikan oleh Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI 1945 dan mereka dibiarkan
keberadaannya sejauh tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 1/PnPs/1965 atau Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Produk hukum
lain yang mengatur tentang jaminan hak atas kebebasan beragama di Indonesia adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang sanksi terhadap tindak pidana
penodaan agama. Pengaturan mengenai sanksi pidana terhadap penodaan agama yang diatur
dalam KUHP, yaitu Pasal 156a yang tidak berasal dari Wetboek van Strafrecht (WvS) akan
8 Adam Muhsi, Teologi Konstitusi, Cetakan Pertama, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2015, hlm. 3.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 750
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
tetapi berasal dari Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965, yang memerintahkan agar
pasal ini dimasukkan dalam ketentuan KUHP.
Berbagai bentuk jaminan HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia baik yang
tertuang dalam UUD NRI 1945 maupun dalam berbagai produk hukum lainnya, pada
kenyatannya belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Artinya, norma hak
atas kebebasan beragama berdasarkan UUD NRI 1945 belum sepenuhnya dapat
diimplementasikan. Hal yang paling menarik perhatian terkait dengan perlindungan terhadap
hak atas kebebasan beragama dan beribadah adalah terjadinya tindak kekerasan. Berbagai
macam tidak kekerasan terindikasi oleh terjadinya berbagai tindakan intoleransi dan/atau
pelanggaran hak atas kebebasan beragama yang mewarnai jejak sejarah perjalanan Indonesia.
Sepenjang tahun 2011, Yenny Zannuba Wahid mengemukakan bahwa pada era kedua
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia membukukan 93 kasus pelanggaran
kebebasan beragama. Jumlah itu naik 18% dibanding tahun 2010 yang terekam 64 kasus
pelanggaran. Jika diurai, bentuk-bentuk pelanggaran kebebasan beragama itu berupa
pelanggaran atau pembatasan aktivitas keagamaan dan kegiatan ibadah kelompok tertentu
dengan 49 kasus (49%), tindakan intimidasi dan ancaman kekerasan aparat negara 20 kasus
(20%), pembiaran kekerasan 11 kasus (11%), kekerasan dan pemaksaan keyakinan 9 kasus
(9%), penyegelan dan pelarangan rumah ibadah 9 kasus (9%), dan kriminalisasi atau
viktimisasi keyakinan 4 kasus (4%).9
Negara Kerajaan Thailand sepanjang tahun 1932 sampai dengan tahun 2017 telah
melakukan 20 kali perubahan konstitusi dan dilanda 20 kali kudeta militer. Materi muatan
HAM di Negara Kerajaan Thailand saat ini diatur dalam Konstitusi Thailand Tahun 2017.
Dalam perjalanan bangsa Thailand sebagai entitas sebuah negara demokrasi yang memiliki
konstitusi tertulis sejak 1932 hingga konstitusi terbaru Thailand yaitu Constitution of the
Kingdom of Thailand 2017, dimuatnya jaminan HAM khususnya tentang kebebasan
beragama tentunya membutuhkan proses yang panjang serta suatu reformasi konstitusi yang
komprehensif.10
Konstitusi Thailand disebut juga dengan The People’s Constitution. Konstitusi ini
terdiri dari 16 Bab dan 279 Pasal. Dalam Bab III tentang Rights and Liberties of the Thai
People ditemukan lebih kurang 24 Pasal HAM, yakni dari Pasal 25 sampai dengan Pasal 49
9http://www.wahidinstitute.org/v1/News/Detail/?id=424/hl=id/Indonesia_Lampu_Merah_Pelanggaran_K
ebebasan_Beragamadi akses pada 28 Februari 2018 Pukul 11.00 WIB 10Mahda El- Muhtaj, Op.cit, hlm.130.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 751
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
yang sangat komprehensif mencakup hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Rumusan pasal-pasal HAM terlihat dibuat seluas mungkin untuk menghindari
kesalahpahaman akibat beragam penafsiran.11 Selain itu ditemukan kewajiban warga negara
dan pemerintahan pada Bab IV tentang Duties of the Thai People dan Bab V tentang Duties
of the State. Keseluruhannya kurang lebih 12 Pasal, yakni dari Pasal 51 sampai dengan Pasal
63.
Jaminan HAM tentang kebebasan beragama dalam konstitusi Thailand termuat dalam
berabagai Pasal, seperti dalam Section 31 (Pasal 31) yang menyatakan bahwa: “A person
shall enjoy full liberty to profess a religion, and shall enjoy the liberty to observe or perform
rites according to own religion, provided that it shall not be prejudicial to the duties of Thai
people, be harmful to the security of the State, and be contrary to the public order or good
morals of people.” (seseorang harus memperoleh kebebasan penuh untuk menganut suatu
agama, dan harus memperoleh kebebasan untuk melakukan atau menjalankan ritual sesuai
dengan agama mereka sendiri, dengan syarat sejauh itu tidak merugikan tugas-tugas orang
Thailand, berbahaya bagi keamanan negara, dan bertentangan dengan ketertiban umum atau
moral yang baik).
Negara Thailand merupakan sebuah Negara Kerajaan yang Kepala Negara nya
merupakan seorang Raja dan harus merupakan seorang Siam atau Budha. Hal tersebut
sebagaimana yang telah ditentukan dalam Bab II Konstitusi Thailand yang mengatur tentang
Raja, dimana dalam Section 7 (Pasal 7) ditentukan bahwa :“The King Shall be a Buddhist and
Upholder of religions.” (Raja haruslah seorang Budha dan merupakan penegak agama-
agama). Buddhism atau agama Buddha merupakan satu-satunya agama atau kepercayaan
yang secara eksplisit termuat dalam Constitution of the Kingdom of Thailand 2017, serta pada
kenyataannya pula mayoritas penduduk Thailand merupakan penganut Agama Buddha
dengan presentase mencapai angka 95%12.
Adanya suatu agama atau kepercayaan tertentu yang secara eksplisit dijamin dalam
konstitusi Negara Thailand tentunya kemudian menyebabkan status umat agama tersebut
lebih tinggi dari umat beragama lainnya. Umat beragama Buddha di Thailand jelas memiliki
status yang lebih tinggi dari umat beragama lainnya di Thailand seperti Muslim, Kristen,
Hindu dan Sikh. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, pemerintahan Thailand sangat berperan
penting dan harus bersikap adil dalam menangani hak-hak warga negara yang berasal dari
11Mahda El- Muhtaj, Op.cit, hlm.129. 12https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Thailand diakses pada 12 Desember 2017 pukul 16.17 WIB
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 752
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
berbagai agama. Meskipun demikian, pemerintahan Thailand tetap berupaya untuk
membatasi munculnya berbagai tindakan penodaan terhadap suatu agama tertentu mengingat
dominasi umat Agama Buddha yang terlalu besar di negara tersebut. Salah satu upaya
tersebut adalah ditetapkanya aturan-aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Thailand (Thailand Criminal Code) yang mengatur tentang sanksi terhadap tindak pidana
penodaan agama. Ketentuan tersebut diatur dalam Chapter Specific Offenses, Title IV Offence
Relating To Religion, Section 206, Section 207, Section 208 (Bab Tentang Tindakan Pidana
Spesifik, Judul ke IV Tentang Tindakan Pidana terhadap Agama, Pasal 206, Pasal 207, dan
Pasal 208).
2. Persamaan dan Perbedaan secara Prinsipil Perlindungan terhadap HAM tentang
Kebebasan Beragama di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan
Thailand.
Dua entitas negara yang dalam tulisan ini menjadi objek perbandingan jaminan HAM
tentang kebebasan beragama yaitu Negara Republik Indonesia serta Negara Kerajaan
Thailand secara konstitusional telah sama-sama mengatur dalam konstitusinya bahwa negara
menjamin dan melindungi kebebasan beragama bagi setiap warga negaranya. Indonesia,
berdasarkan pada UUD NRI 1945 telah menjamin kebebasan beragama dan menjalankan
ibadah menurut keyakinannya masing-masing yakni sesuai dengan amanat Pasal 29 Ayat (2).
Konstitusi Negara Kerajaan Thailand yaitu Constitution of the Kingdom of Thailand 2017
juga telah menjamin mengenai kebebasan beragama di negara tersebut melalui Section 31
(Pasal 31) konstitusi tersebut. Kebebasan beragama sebagai bagian dari jaminan HAM yang
berlaku di Indonesia dan Thailand tidak hanya bagi warga negara di kedua negara tersebut
melainkan juga berlaku bagi warga negara asing di yang berada di wilayah kedua negara
tersebut.
Persamaan secara prinsipil lainnya antara pengaturan jaminan HAM tentang
kebebasan beragama di Indonesia dan Thailand adalah terkait dengan pengaturan tentang
ketentuan pidana bagi tindak pidana penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana masing-masing negara. KUHP Indonesia mengatur tentang sanksi terhadap tindak
pidana penodaan agama melalui ketentuan dalam Pasal 156a. Sementara itu, Thailand
mengatur tentang sanksi terhadap tindak pidana penodaan agama dalam Thailand Criminal
Code yang terdiri dari Pasal 206, Pasal 207, dan Pasal 208. Di sisi lain meskipun telah sama-
sama mengatur secara prinsipil terkait dengan ketentuan pidana bagi tindak pidana penodaan
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 753
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
agama, Indonesia dan Thailand memiliki perbedaan dalam hal bentuk ancaman pidana
terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama. Indonesia berdasarkan Pasal 156a Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana memuat ancaman pidana penjara maksimal selama 5 tahun
bagi pelaku tindak pidana penodaan agama. Berbeda hal nya dengan ancaman pidana bagi
pelaku tindak pidana penodaan agama di Negara Thailand. Thailand Criminal Code dalam
Pasal 206, 207, dan 208 selain memuat ancaman pidana penjara juga memuat ancaman
pidana berupa denda sejumlah yang telah ditentukan undang-undang. Dalam penjatuhan
sanksi pidana tersebut, hakim dalam sistem peradilan Thailand dapat memilih antara
menjatuhkan sanksi pidana penjara atau sanksi denda, atau menjatuhan secara sekaligus
kedua sanksi pidana tersebut.
Perbedaan-perbedaan secara prinsipil lainnya antara Indonesia dan Thailand dalam
konstruksi pengaturan jaminan tentang kebebasan beragama kemudian menunjukkan bahwa
konsep dasar yang melandasi pengaturan hak atas kebebasan beragama antara Indonesia dan
Thailand jauh berbeda. Konsep hak atas bebebasan beragama yang diatur dalam konstitusi
Indonesia di dasarkan pada prinsip HAM yang universal. Sedangkan dalam konstitusi
Thailand, disamping menganut prinsip HAM universal juga menunjukkan prinsip HAM lain
yaitu konsep HAM partikular atau dikenal dengan istilah cultural relativism (relativisme
budaya). Penerapan konsep HAM yang partikular dalam konstitusi Thailand adalah
penerapan prinsip HAM yang di dasarkan pada prinsip-prinsip kebangsaan Thailand itu
sendiri atau nilai-nilai agama Buddha.
Perbedaan secara prinsipil antara Indonesia dan Thailand juga terlihat dalam hal
sistem pemerintahan, konstitusi Indonesia sama sekali tidak menentukan kualifikasi agama
tertentu yang harus dianut oleh seorang presiden di Indonesia, yang dalam hal ini sangatlah
berbeda dengan ketentuan dalam konstitusi Thailand bahwa raja sebagai kepala negara harus
merupakan seorang penganut agama Buddha dan merupakan pelindung atau penegak bagi
agama-agama lainnya. Kemudian terkait dengan konsep derogable rights (hak yang dapat
dikurangi) dan konsep non-derogable rights (hak yang tidak dapat dikurangi). Jaminan
perlindungan hak atas kebebasan beragama dalam konstitusi Indonesia dikelompokkan
langsung kedalam hak yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apapun (non-derogable
rights), sementara dalam konstitusi Thailand hak atas kebebasan beragama hanya dapat
dijalankan dengan syarat-syarat sejauh tidak merugikan tugas-tugas sebagai masyarakat
Thailand, berbahaya bagi keamanan negara, dan bertentangan dengan ketertiban umum atau
moral yang baik.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 754
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
Adanya perbedaan konsep HAM yang melandasi jaminan kebebasan beragama di
dalam konstitusi Indonesia dan Thailand tidak dapat dipisahkan dari filosofi serta sejarah
yang melatar belakangi lahirnya kedua negara tersebut. Indonesia merupakan negara yang
khususnya dalam hal kebebasan beragama memiliki falsafah “Ketuhanan Yang Maha Esa”
tentunya berbeda dengan Thailand yang memiliki prinsip-prinsip kebangsaan tersendiri dan
nilai-nilai Agama Buddha yang tidak dapat dipisahkan dari Negara Thailand sejak awal
terbentuk. Perbedaan inilah yang kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan yang berbeda di
kedua negara tersebut dalam hal menjamin kebebasan beragama.
KESIMPULAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Kesatuan Kerajaan Thailand
merupakan dua negara yang sama-sama terletak di wilayah Asia bagian Tenggara dan
memiliki sistem ketatanegaraan yang berbeda. Indonesia merupakan sebuah negara Republik
dengan sistem demokrasi. Indonesia dalam menjalankan roda pemerintahan dipimpin oleh
seorang Presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan, sementara
Thailand merupakan sebuah negara Kerajaan dengan sistem Monarki Konstitusional yang
dipimpin oleh Raja sebagai kepala negara dan seorang Perdana Menteri sebagai kepala
pemerintahan. Indonesia dan Thailand mempunyai kesamaan yaitu sama-sama menjadikan
konstitusi sebagai landasan dasar negara serta memuat ketentuan-ketentuan mengenai
perlindungan terhadap HAM khususnya dalam hal kebebasan beragama di dalamnya.
Indonesia menjamin hak atas kebebasan beragama melalui UUD 1945, Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia. Thailand juga telah menjamin perlindungan hak atas kebebasan beragama melalui
Konstitusi Thailand 2017 serta melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Thailand. Baik
Indonesia maupun Thailand telah menjadikan hak atas kebebasan beragama sebagai bagian
dari jaminan HAM yang berlaku tidak hanya bagi warga negaranya melainkan juga bagi
warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia dan Thailand.
Dalam hal amandemen konstitusi, Indonesia dan Thailand dalam perkembangan
negaranya pernah melakukan amandemen, Negara Indonesia sebanyak 4 kali dan Thailand
sebanyak 20 kali. Selanjutnya dalam hal pelindungan negara terhadap tindakan penodaan
agama yang dianut di kedua negara tersebut, Indonesia dan Thailand sama-sama telah
memasukkan aturan mengenai tindak pidana penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana masing-masing negara. Jaminan kebebasan beragama yang termuat dalam
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 755
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
UUD NRI 1945 mencerminkan bahwa prinsip kebebasan beragama yang di anut di Indonesia
adalah konsep HAM universal atau keseluruhan, sementara dalam Constitution of the
Kingdom of Thailand 2017, disamping menganut prinsip HAM universal, juga terdapat
penyebutan khusus terhadap suatu agama tertentu yaitu Agama Buddha yang menunjukkan
prinsip HAM yang dianut dalam konstitusi Thailand juga menerapkan konsep HAM
partikular.
Thailand secara tegas menyebutkan satu jenis agama dalam Constitution of the
Kingdom of Thailand 2017 yaitu Agama Buddha dan penggunaan istilah “other religions
(agama-agama lainnya)” untuk agama selain agama buddha, sementara dalam UUD NRI
1945 tidak disebutkan satu agama tertentu namun hal tersebut diatSur dalam Undang-Undang
Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang
menentukan tentang jenis-jenis agama yang berkembang dan diakui di Indonesia. Sementara
itu terkait dengan agama yang harus dianut oleh pemimpin di kedua negara, konstitusi
Thailand telah menentukan bahwa Raja di Thailand merupakan seorang Buddha, sementara
dalam konstitusi Indonesia tidak ditentukan kualifikasi agama bagi seorang Presiden.
Jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dalam konstitusi Indonesia
dikelompokkan langsung kedalam hak yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apapun
(non-derogable rights), sementara dalam konstitusi Thailand hak atas kebebasan beragama
hanya dapat dijalankan dengan syarat-syarat sejauh tidak merugikan tugas-tugas sebagai
masyarakat Thailand, berbahaya bagi keamanan negara, dan bertentangan dengan ketertiban
umum atau moral yang baik.
Dalam sistem Pidana Indonesia, ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana
penodaan agama adalah pidana penjara selama maksimal 5 tahun. Berbeda hal nya dengan
ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana penodaan agama di Negara Thailand, Dalam
penjatuhan sanksi pidana tersebut hakim dapat memilih antara menjatuhkan sanksi pidana
penjara atau sanksi denda, atau menjatuhan secara sekaligus kedua sanksi tersebut.
Disarankan kepada pemerintah kedua negara untuk meninjau kembali berbagai
regulasi terkait jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama di masing-masing negara.
Disarankan kepada Pemerintah Indonesia agar dapat menyertakan sanksi pidana yang lebih
berat yaitu penyertaan ancaman ancaman sanksi denda terhadap tindak pidana penodaan
agama dalam KUHP Indonesia. Disarankan pula kepada pemerintah Thailand agar dapat
menjadikan hak atas kebebasan beragama sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, serta
adanya penyebutan dan penyetaraan agama dan kepercayaan lainnya selain buddha dalam
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 756
Cut Aja Mawaddah Rahmah, Eddy Purnama
konstitusi Thailand agar tercapai kesetaraan dan kedamaian dalam pelaksanaan kebebasan
beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, (et.al) TIM ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Adam Muhsi, Teologi Konstitusi, Cetakan Pertama, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2015.
https://www.bantuanhukum.or.id/web/peradilan-di-negara-thailand/, di akses pada 08
Oktober 2017 pukul 22.02 WIB
http://www.wahidinstitute.org/v1/News/Detail/?id=424/hl=id/Indonesia_Lampu_Merah_Pela
nggaran_Kebebasan_Beragama, di akses pada 28 Februari 2018 Pukul 11.00 WIB
https://en.wikipedia.org/wiki/International_Covenant_on_Civil_and_Political_Rights, diakses
pada 03 Desember 2017 Pukul 14.37 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia diakses pada 12 Desember 2017 pukul
16.15 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Thailand diakses pada 12 Desember 2017 pukul
16.17 WIB
Mahda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalm Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.