studi penyusutan dan konsolidasi tanggul ...digilib.unila.ac.id/59587/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
i
STUDI PENYUSUTAN DAN KONSOLIDASI
TANGGUL BANJIR TANAH RAWA
(Studi Kasus Di DAS Tulang Bawang)
(Tesis)
JUDUL
Oleh
SRI NAWANG RINI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ii
STUDI PENYUSUTAN DAN KONSOLIDASI
TANGGUL BANJIR TANAH RAWA
(Studi Kasus Di DAS Tulang Bawang)
Oleh:
SRI NAWANG RINI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Magister Teknik
Pada
Program Pascasarjana Magister Teknik
Fakultas Teknik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
iii
STUDI PENYUSUTAN DAN KONSOLIDASI
TANGGUL BANJIR TANAH RAWA (Studi Kasus Di DAS Tulang Bawang)
SRI NAWANG RINI
ABSTRAK
Pengembangan lahan rawa menjadi lahan pertanian beririgasi yang produktif
menbutuhkan infrastruktur yang mendukung yaitu pembangunan tanggul banjir
sebagai pelindung lahan pertanian dan infrastruktur irigasi di dalamnya. Tanggul
banjir sebagai konstruksi yang terbuat dari tanah, lazimnya akan mengalami
penurunan, dengan demikian diperlukan studi untuk mengetahui perilaku
penyusutan dan penurunan yang terjadi pada tanggul banjir tanah rawa di Daerah
Aliran Sungai Tulang Bawang. Studi menggunakan metode uji laboratorium dan
data pengukuran lapangan.
Dengan menggunakan Metode USCS didapatkan 3 (tiga) sampel berjenis tanah
lempung berpasir (SC) dan 2 (dua) sampel berjenis lempung dengan plastisitas
tinggi (CH), sedangkan dengan Metode USDA diketahui semua sampel berjenis
lempung. Secara fisik, tanah memiliki derajat kejenuhan dan porositas yang
tinggi dan mengacu pada sifat tanah seperti berat volume, angka pori, kerapatan
masa dan kadar air maka tanah cenderung sebagai tanah lempung dengan sedikit
organik (Hardiyatmo, 2002) dimana kandungan lempung diketahui berkisar antara
36,44% - 79,94%, dan kadar organik berkisar antara 11,38% - 22,43%.
Persentase rata – rata penurunan terhadap penurunan total pada tanggul banjir
yang terbuat dari tanah rawa (lempung) ini paling dominan disebabkan oleh susut
linear berkontribusi sebesar 42,51%, diikuti oleh konsolidasi tanah di bawah
tanggul sebesar 34,48%, selanjutnya disebabkan oleh penurunan segera dan
konsolidasi pada badan tanggul, masing – masing sebesar 18,32% dan 4,62%.
Penurunan akibat konsolidasi terjadi secara perlahan – lahan mengikuti proses
keluarnya air pori tanah akibat pembebanan, berbeda dengan penurunan akibat
susut linear dan penurunan segera yang dianggap terjadi secara serta merta
(karena masih sangat jarang penelitian mengenai waktu penurunan ini). Besarnya
hubungan penurunan terhadap waktu di daerah hilir dan hulu sungai yang ditinjau
akan berbeda, dimana penurunan di daerah hilir akan memberikan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan di daerah hulu, yaitu tergantung pada kedalaman tanah
lunaknya.
Kata Kunci : Tanah Lunak, Susut Linear, Penurunan Segera, Waktu Konsolidasi.
iv
ABSTRAK
STUDY OF SHRINKAGE AND DYKE FLOOD
CONSOLIDATION OF SWAMP SOIL (Case Of Study At Tulang Bawang River Basin).
SRI NAWANG RINI
ABSTRACT
Development of swamp land into productive irrigated agricultural land requires
supporting infrastructure, such as construction of a flood dyke to protect
agricultural land and irrigation infrastructure in it. Flood dyke as construction
made of soil, will usually experience a settlement, thus studies are needed to
determine the shrinkage and settlement behavior that occurs in swamp flood dyke
in the Tulang Bawang River BasiN, by laboratorium research and field
observation.
By USCS Method, we’ve gotten 3 (three) samples as sandy clay (SC )soil type
and 2 (two) samples of high clay plasticity (CH), while by USDA Method, we’ve
gotten all samples of claysoil type. Physically, the soil has a high degree of
saturation and porosity and refers to soil properties such as volume weight, void
ratio, mass density and water content, so the soil tends to be a clay soil with less
organic (Hardiyatmo, 2002) where the clay content is known to range between
36, 44% - 79,94%, and organic content ranged from 11,38% - 22,43%,
The average percentage of total settlement at flood dyke was most dominant du to
linear shrinkage which contributed 42,51%, followed by soil consolidation under
the dyke of 34,48%, subsequently caused by a settlement immediately and dyke
consolidation, respectively 18,32% and 4,62%. The settlement due to
consolidation occurs slowly such the process of void ratio discharge due to
loading, different to the settlement due to linear shrinkage and the immediate
settlement that is considered to occur immediately (because there is still very les
research on the timing of this settlement). The value of settlement relation to time
in the downstream and upstream river areas reviewed will be different, where the
settlement in the downstream area will give a higher value than in the upstream,
which is dependent on the depth of the soft soil.
Key word: Soft Soil, Linear Shrinkage, Immediate Settlement, Time Of
Consolidation.
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hadimulyo, Kota Metro pada Tanggal 30 Agustus 1974.
Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak
Sudiyono dan Ibu Supiyatun
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 02
Hadimulyo, Metro, Lampung pada Tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di SMP Negeri 01 Metro, Lampung pada Tahun 1990, Sekolah Menengah
Umum (SMU) di SMA Negeri 01 Metro, Lampung pada Tahun 1993, Strata I
(S1) di Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Lampung (Unila) pada Tahun
1999, dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Magister Teknik Sipil
di Universitas Lampung pada Tahun 2015.
ix
SANWACANA
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul ―STUDI PENYUSUTAN DAN KONSOLIDASI
TANGGUL BANJIR TANAH RAWA (Studi Kasus Di DAS Tulang
Bawang) ‖ merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik di
Universitas Lampung.
Tesis ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari semua
pihak dari proses perkuliahan sampai pada saat penulisan. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M. Sc selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung;
2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Utama yang
dengan bijaksana yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan
kesempatan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaian tesis ini;
3. Ibu Dr. Ir. Lusmelia Afriani, D.E.A. selaku Pembimbing Kedua atas
bimbingan, saran, dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini;
x
4. Ibu Dr. Eng. Ratna Widyawati, S.T., M. T. selaku Penguji Pertama atas kritik
dan saran pada seminar proposal dan seminar hasil tesis terdahulu;
5. Ibu Dr. Dyah Indriana K, S.T., M.Sc. selaku Penguji Kedua sekaligus Ketua
Program Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang dengan penuh
kesabaran memberikan masukan dan dukungan moral selama proses belajar
hingga penyelesaian tesis ini;
6. Bapak dan ibu dosen pengajar pada Program Magister Teknik Sipil
Universitas Lampung yang telah membekali penulis dengan ilmu, bimbingan,
arahan, dan motivasi selama mengikuti perkuliahan;
7. Staf administrasi dan karyawan Program Magister Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Lampung yang telah membantu dan melayani dalam
kegiatan administrasi;
8. Suami tercinta Isnaini serta anak-anak-ku tersayang Rumaisha Ammara F.
Hasya dan Muhammad Ihsanul Haq yang selalu memberikan doa restu,
motivasi dan kasih sayang selama ini.
9. Bapak dan Ibu serta saudara saudariku, Sugeng Budiono, Siswo Sudibyo,
Diyah Wiji Lestari, Hadi Wibowo dan Endang Sri Utami yang senantiasa
memberi doa restu, motivasi dan kasih sayangnya;
10. Seluruh teman-teman Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
xi
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan bagi khalayak secara umum dan khususnya bagi
mahasiswa/i Jurusan Teknik Sipil.
Bandar Lampung, 2019
Penulis,
Sri Nawang Rini
xii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teriring Do’a Dan Cinta
Teruntuk :
Orang Tua Dan Suamiku Tercinta,
Anak Anak-Ku Dan Saudari – Saudariku Tersayang
Karya Sederhana Ini Ku Persembahkan Sebagai Hasil Atas Semua Cinta Dan
Kasih Sayang Serta Dukungan Yang Telah Diberikan Selama Ini.
Teruntuk :
Teman – Teman Yang Selalu Memberikan Bantuan Dan Semangat Dalam
Penyelesaian Karya Sederhana, Ku Ucapkan Terima Kasih.
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ viii
SANWACANA ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 I.
Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.1.
Penelitian Terdahulu ............................................................................... 5 1.2.
Identifikasi Masalah ............................................................................. 12 1.3.
Rumusan Masalah ................................................................................ 12 1.4.
Manfaat Penelitian ................................................................................ 13 1.5.
Maksud Dan Tujuan ............................................................................. 13 1.6.
Batasan Masalah ................................................................................... 14 1.7.
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 16 II.
2.1. Jenis Tanah ........................................................................................... 16
2.2. Sifat Fisis Tanah ................................................................................... 23
2.3. Penyusutan (Shrinkage) ........................................................................ 28
2.3.1. Penyusutan (Shrinkage) dan Batas-batas Atterberg. ................ 29
2.4. Penurunan Tanah (Settlement). ............................................................. 36
2.4.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement) ............................. 37
2.4.2. Konsolidasi (Consolidation). ................................................... 39
METODE PENELITIAN ........................................................................... 50 III.
xiv
3.1. Lokasi Penelitian .................................................................................. 50
3.2. Pengambilan Sampel dan Data ............................................................. 52
3.3. Pengujian Tanah ................................................................................... 52
3.3.1. Metode USCS dan Penentuan Tanah Lunak............................ 52
3.3.2. Menentukan Kadar Lempung dan Organik Tanah. ................. 53
3.4. Penentuan Sifat –sifat Fisis Tanah........................................................ 53
3.5. Pengujian Perilaku Penyusutan (shrinkage). ........................................ 54
3.6. Penurunan Tangul Banjir . .................................................................... 54
3.6.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement). ............................. 54
3.6.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement). ............... 55
3.6.3. Penurunan Total dan Waktu Konsolidasi ................................ 56
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 60 IV.
4.1. Jenis Tanah ........................................................................................... 60
5.1. Sifat – sifat Fisis ................................................................................... 66
4.2. Penyusutan (Shrinkage). ....................................................................... 72
4.2.1. Sifat – sifat Konsistensi Tanah. ............................................... 72
4.2.2. Susut Volumetrik, Rasio Susut dan Susut Linear. ................... 75
4.3. Penurunan Tanggul Banjir. ................................................................... 79
4.3.1. Penurunan Tanggul Akibat Susut Linear. .............................. 82
4.3.2. Penurunan Tanggul Banjir Akibat Penurunan Segera. .......... 82
4.3.3. Penurunan Akibat Konsolidasi. ............................................... 84
4.3.4. Penurunan Total Tanggul Banjir. ........................................... 93
4.3.5. Ketinggian Tanggul Saat ini dan Waktu Konsolidasi. ........... 96
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 110 V.
5.1. Simpulan ............................................................................................. 110
5.2. Saran ................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian Terdahulu tentang Penyusutan dan Pengembangan Tanah. ..... 6
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System USCS), ............... 20
Tabel 3. Tipe Tanah Berdasarkan Kadar Organik ................................................ 23
Tabel 4. Kisaran Berat Jenis Tanah..................................................................... 26
Tabel 5. Kondisi Tanah Dan Derajat Kejenuhan Tanah ....................................... 26
Tabel 6. Nilai n, e, w, ϒd dan ϒb untuk keadaan tanah asli di lapangan ............. 27
Tabel 7. Data Geoteknik Tanah Sungai Tulang Bawang ...................................... 28
Tabel 8. Nilai Indeks Plasisitas tanah dan Jenis Tanah ......................................... 34
Tabel 9. Faktor Pengaruh Untuk Pondasi ............................................................ 38
Tabel 10. Harga - harga Angka Poisson (µ) ........................................................ 38
Tabel 11. Harga - harga Modulus Young ('E) ...................................................... 39
Tabel 12. Indeks Kompresi untuk Beberapa Jenis Tanah, .................................... 44
Tabel 13. Variasi Faktor Waktu Terhadap Derajat Konsolidasi, .......................... 49
Tabel 14. Hasil Pengujian Anilisis Saringan, Batas Konsistensi dan Kadar ........ 62
Tabel 15. Ukuran Fraksi Tanah Metode USCS dan Metode USDA, ................... 63
Tabel 16. Hasil Analisis Saringan Metode USDA. ............................................... 64
Tabel 17. Hasil Klasifikasi Tanag Metode USCS dan Metode Segitiga Tekstur. 66
Tabel 18. Hasil Uji Laboratorium Terhadap Sifat – Sifat Fisis Tanah. ............... 71
Tabel 19. Hasil Uji Batas – batas Atterberg dan Jenis Tanah. .............................. 72
xvi
Tabel 20. Nilai Susut Volumetrik, Rasio Susut dan Susut Linear. ....................... 76
Tabel 21. Dimensi Awal Tanggul Banjir ............................................................. 81
Tabel 22. Penurunan Tanggul Banjir Akibat Susut Linear. .................................. 82
Tabel 23. Beban Tanggul Banjir. ......................................................................... 83
Tabel 24. Penurunan Segera (Immediate Settlement). .......................................... 84
Tabel 25. Tabel Hasil Uji Konsolidasi Laboratorium Tanah Tanggul.................. 85
Tabel 26. Tabel Hasil Uji Konsolidasi Laboratorium Tanah Existing. ................. 86
Tabel 27. Beban Sendiri Tanggul Banjir. ............................................................ 87
Tabel 28. Angka Pori Akibat Beban Tanggul. ..................................................... 87
Tabel 29. Konsolidasi Pada Tanggul Banjir. ....................................................... 88
Tabel 30. Kedalaman Tanah Lunak dan Ketinggian MAT ................................... 90
Tabel 31. Beban Tanah di Bawah Tanggul Banjir ................................................ 91
Tabel 32. Konsolidasi Pada Tanah di Bawah Tanggul Banjir. ............................ 92
Tabel 33. Ketinggian Tanggul Banjir Akibat Penurunann Total. ........................ 93
Tabel 34. Selisih Ketinggian Tanggul Hasil Pengukuran terhadap Perhitungan. . 96
Tabel 35. Waktu Konsolidasi Tanggul Banjir....................................................... 97
Tabel 36. Waktu Konsolidasi Tanah di Bawah Tanggul Banjir. .......................... 97
Tabel 37. Tinggi Tanggul Banjir Lapangan dan Rentang Waktu Penurunan. ...... 99
Tabel 38. Pencapaian Waktu Konsolidasi. .......................................................... 100
Tabel 40. Persentase Penurunan Tanggul Banjir terhadap Tinggi Awal. ........... 105
Tabel 41. Koreksi Persamaan Regresi Persentase Penurunan Tanggul Banjir .. 107
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanggul Penangkis Banjir Irigasi Rawa Sumber Sari, .......................... 3
Gambar 2. Penyusutan/ penurunan tanggul Irigasi Rawa Ragil, ............................ 5
Gambar 3. Bagan Plastisitas .................................................................................. 21
Gambar 4. Batas batas Atterberg ......................................................................... 30
Gambar 5. Diagram Batas Susut ........................................................................... 32
Gambar 6. Grafik Penentuan Tekanan Pra Konsolidasi........................................ 41
Gambar 7 . Penentuan Indeks Kompresi untuk Normally..................................... 43
Gambar 8. Penentuan Indeks Kompresi untuk Over Consolidate, ....................... 44
Gambar 9. Cara menentukan t 90 dengan Metode Taylor, ..................................... 47
Gambar 10. Derajat Konsolidasi (U) sebagai fungsi dari ketebalan lapisan tanah
yang memampat dan Faktor Waktu (T) pada kondisi double drainage ............. 48
Gambar 11. . Peta Pengambilan Sampel ............................................................... 51
Gambar 12. Gambar Diagram Segitiga Tekstur Sampel Tanah Aji Mesir. .......... 65
Gambar 13. Perbandingan antara Susut Volumetrik terhadap .............................. 78
Gambar 14. Perbandingan Susut Linear Terhadap Rentang ................................. 79
Gambar 15. Perbandingan Besarnya Penurunan. ................................................. 94
Gambar 16. Diagram Perbandingan Persentase Pengaruh Jenis Penurunan. ........ 95
Gambar 17. Grafik Derajat Knsolidasi terhadap Faktor Waktu (Nilai Tv). ........ 103
Gambar 18. Grafik Hubungan Antara Persentase Penurunan Terhadap Waktu. 106
xviii
Gambar 19. Koreksi Persamaan Regresi Persentase Penurunan Tanggul Banjir 108
1
PENDAHULUAN I.
Latar Belakang 1.1.
Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya,
tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan
yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut dan
ditumbuhi vegetasi yang merupakan suatu ekosistem (Peraturan Pemerintah No.
29/PRT/M/2015 tentang Rawa). Luas lahan rawa di Indonesia sekitar 33.393.570
ha, dengan luas rawa pasang surut sekitar 20.096.800 ha (60.25%) dan rawa lebak
sekitar 13.296.770 ha (39.8%). Dari luas tersebut yang telah dikembangkan oleh
pemerintah sebesar 1.8 juta ha dan yang dikembangkan oleh masyarakat sekitar
2.4 juta ha (Pusat Data Informasi Rawa dan Pesisir, 2015).
Lahan rawa di Kabupaten Tulang Bawang tersebar di berbagai kecamatan di
hampir sepanjang bantaran Sungai Tulang Bawang dan Sungai Pidada, dari bagian
tengah sungai di sebelah barat sampai hilir di sebelah timur wilayah Kabupaten
Tulang Bawang yang merupakan bagian dari DAS Tulang Bawang.. Daerah
aliran sungai didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
2
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP
No 37 tentang Pengelolaan DAS, 2012).
Bagian hulu DAS Tulang Bawang yang didominasi oleh daerah berbukit-bukit,
dengan puncaknya Gunung Rigis, G. Tebak, G. Sekincau, G. Hulumayus dan
G. Punggur yang merupakan bagian dari puncak gunung yang berada pada jalur
Bukit Barisan yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera. Puncak pegunungan
tersebut merupakan mata air yang mengalir melalui anak-anak sungai dari Way
Tulang Bawang, yaitu Way Rarem, Way Sabuk, Way Abung, Way Besai serta
Way Umpu,Way Tahmi dan Way Giham. Sistem Sungai Tulang Bawang sebagian
anak-anak sungainya mengalir dari arah Selatan ke Utara dan menjadi satu di
daerah Pakuan Ratu selanjutnya berbelok ke arah Timur menjadi Sungai Way
Kanan. Sebagian anak-anak sungai yang lainnya mengalir dari arah barat ke
timur dan menjadi satu menjadi Sungai Way Kiri yang selanjutnya berbelok ke
arah utara, bertemu dengan Way Kanan, menjadi Sungai Way Tulang Bawang
yang mengalir ke arah timur dan selanjutnya bermuara ke Laut Jawa. Das Tulang
Bawang mencakup 66 anak sungai dengan panjang total 2.340,985 kilometer.
Sedangkan luas Daerah Aliran Sungai Tulang Bawang mempunyai sekitar 9,865
km2 (Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Tulang Bawang, 2006).
Irigasi rawa adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air melalui
jaringan irigasi rawa pada kawasan budi daya pertanian (Peraturan Menteri PU
dan Perumahan Rakyat No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa). Sebagian besar
rawa yang ada di Kabupaten Tulang Bawang telah dibudidayakan oleh pemerintah
Pusat dengan membangun jaringan irigasi rawa di Daerah Irigasi Rawajitu seluas
3
11.993 hektar yaitu dengan mengembangkan lahan rawa yang ada di antara
bantaran Sungai Mesuji dan Sungai Tulang Bawang. Selain itu juga telah
dikembangkan lahan rawa seluas 7.208 hektar di Daerah Irigasi Rawapitu dengan
mengembangkan lahan rawa yang ada di antara bantaran Sungai Pidada dan
Sungai Tulang Bawang, (Kabupaten Tulang Bawang, 2014).
Gambar 1. Tanggul Penangkis Banjir Irigasi Rawa Sumber Sari,
Sumber : Dinas PUPR, 2016.
Pemerintah Daerah juga telah mengembangkan beberapa lahan rawa yang ada
dengan luasan lebih kecil dan tersebar di 34 (tiga puluh empat) daerah irigasi
dengan luas total sebesar 16.534 hektar (Dinas PUPR Kabupaten Tulang Bawang,
2016).
Masifnya pengembangan lahan rawa dari lahan tidur menjadi lahan pertanian
yang produktif dengan membangun jaringan irigasi rawa merupakan salah satu
upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah Kabupaten Tulang Bawang
sekaligus mendukung ketahanan pangan secara nasional.
4
Pengembangan lahan rawa dengan memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan
pertanian dilakukan dengan pembangunan jaringan irigasi rawa yang terdiri dari
saluran drainase dan tanggul penangkis banjir serta bangunan pintu air dan gorong
– gorong atau jembatan. Tanggul penangkis banjir pada irigasi rawa dalam hal ini
dibuat dengan memanfaatkan tanah setempat yaitu dilakukan dengan menggali
tanah di sisi kanan dan kiri rencana tanggul penangkis. Pemanfaatan tanah
setempat ini selain karena pertimbangan efisiensi biaya juga karena faktor
kesulitan akses material dan teknis pelaksanaan pekerjaan.
Pada pembuatan tanggul penangkis, faktor tanah memegang peranan yang sangat
penting. Hal ini dikarenakan tanggul menggunakan tanah rawa setempat yang
merupakan tanah ekspansif. Dengan demikian sifat – sifat indeks (index
properties) yaitu sifat sifat yang menunjukkan identifikasi jenis tanah dan kondisi
tanah dalam hubungannya dengan sifat mengembang dan menyusut perlu
mendapat perhatian lebih lanjut.
Tanggul penangkis banjir yang terbuat dari tanah rawa setempat/ tanah lunak
perlu perhatian dikarenakan tanggul akan mengalami penurunan atau penyusutan.
Penurunan ini perlu dipertimbangkan dalam desain perencanaan dan program
rehabilitasi/ pemeliharaan dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian
diperlukan suatu studi untuk mengetahui perilaku penyusutan/ penurunan tanggul
penangkis banjir di tanah rawa ini yang ada di DAS Tulang Bawang.
Istilah tanah ekspansif ditunjukkan dengan perubahan volume akibat
pengembangan dan penyusutan pada tanah karena perubahan kadar air. Tanah
akan menyusut apabila air yang dikandungnya perlahan lahan hilang dan
5
mencapai tingkat keseimbangan, yaitu kondisi dimana peningkatan kehilangan air
tidak menyebabkan perubahan volumennya (Sutarman, 2013).
Kumor (2008) mengatakan bahwa permasalan utama penerapan geoteknis di
lapangan adalah memperkirakan penyusutan akibat pasca konsolidasi pada tanah
ekspansif. Dalam hal ini Izdebska (2013) mengevaluasi penyusutan volume
dalam kaitannya dengan perubahan kadar air sekaligus menyarankan bahwa kadar
air juga harus dipertimbangkan bersama – sama dengan sifat material tanah dalam
penyusutan volume tersebut.
Gambar 2. Penyusutan/ penurunan tanggul Irigasi Rawa Ragil,
Sumber ; Dinas PUPR, 2016.
Penelitian Terdahulu 1.2.
Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku
pengembangan dan perkuatan yang dilakukan pada tanah ekspansif untuk
meningkatkan kestabilan tanah pondasi guna mendukung beban konstruksi di
atasnya, namun masih sedikit sekali yang melakukan penelitian perilaku
penyusutan pada tanah ekspansif.
6
Penelitian tentang penyusutan dan pengembangan tanah lunak di antaranya adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Penelitian Terdahulu tentang Penyusutan dan Pengembangan Tanah.
1. Sumber : Bull Eng Geol Environ (2013) 72:15–24 DOI 10.1007/s10064-
012-0449-0
Penulis : Dorota Izdebska, Mucha dan Emilia Wo jcik
Judul : Testing shrinkage factors: comparison of methods and correlation
Correlation with index properties of soils.
Tujuan : 1) Studi tentang penyusutan tanah lempung alami di Polandia
yang berbeda secara asal usul, komposisi dan plastisitas.
2) Perbandingan dan evaluasi akurasi pengujian penyusutan
dengan Metode British Standart, Metode Poland dan
Persamaan Krabbe.
3) Menganalisa hubungan antara batas susut dan sifat indeks
tanahnya.
4) Menganalisa hubungan empiris antara penyusutan volume,
kadar air dan indeks plastisitas.
Metode : 1) Membandingkan batas susut (ws) tanah yang dianalisa.
dengan metode British Standart, Metode Poland dan
Persamaan Krabbe.
2) Menghitung penyusutan volume Vs, yang dihitung dari
persamaan Vs = (w-ws)/Rs
3) Menentukan hubungan antara parameter yang ditentukan
secara eksperimen. Analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan metode kuadrat.
4)
Hasil : 1) Metode pengujian penyusutan yang mengacu pada British
Standard relative lebih kompleks dan memakan waktu
lebihdibandingkan dengan Metode Polish Standar yang
lebih rasional dan mudah meskipun hasilnya sedikit lebih
tinggi. Nilai batas susut yang dihitung dari rumus Krabbe
umumnya berbeda secara signifikan dari dua metode yang
lain. Semakin tinggi nilai batas susut, semakin rendah
tingkat ekspansif tanah.
2) Tidak ada hubungan yang baik/ memuaskan. antara Batas
Susut terhadap parametersifat indeks tanah.
3) Hubungan antara susut volume Vs dan susut volume relatif
Vp terhadap kadar air awal w0, rentang susut, indeks
plastisitas Ip dan kandungan tanah liat mempunyai korelasi
7
linier yang tinggi.
2. Sumber : Jurnal Kajian Teknik Sipil Vol. 1 No. 2
Universitas 17 Agustus 1945
Penulis : Reki Arbianto, Budi Susilo dan Niken Silmi Surjandari.
Judul : Studi Korelasi Indeks Plastisitas Dan Batas Susut Terhadap
Perilaku Mengembang Tanah.
Tujuan : 1) Menentukan derajat mengembang tanah (identifikasi tanah
ekspansif),
2) Mengetahui besar terukur persentase mengembang dan
tekanan mengembang,
3) Mengetahui korelasi antara indeks plastisitas dengan
persentase mengembang,
4) Mengetahui korelasi antara indeks plastisitas dengan
tekanan mengembang,
5) Mengetahui korelasi antara batas susut dengan persentase
mengembang,
6) Mengetahui korelasi antara batas susut dengan tekanan
mengembang.
Metode : 1) Menguji batas susut dan menghitung penurunan.
2) Menguji persentase mengembang dan tekanan
mengembang.
3) Mencari korelasi antara indeks plastisitas dengan
persentase mengembang.
4) Mencari korelasi antara indeks plastisitas dengan tekanan
mengembang.
5) Mencari korelasi antara batas susut dengan persentase
mengembang.
6) Memprediksi persentase dan tekanan mengembang.
Hasil : 1) Tanah yang diamati merupakan tanah ekspansif yang
mempunyai potensi mengembang rata - rata sedang sampai
dengan tinggi dan derajat mengembang rata – rata sedang
sampai dengan kritis.
2) Korelasi antara indeks plastisitas dan batas susut
terhadap perilaku mengembang tanah yang diamati
membentuk regresi polynominal sesuai dengan grafik
metode USBR yang dikembangkan oleh Holtz & Gibbs
(1959), yaitu persamaan yang diharapkan dapat
memprediksikan besar persentase mengembang dan
tekanan mengembang di suatu daerah dengan parameter
indeks plstisitas dan batas susut.
3) Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa indeks
8
plastisitas mempunyai hubungan yang lebih kuat daripada
batas susut dalam mempengaruhi besarnya persentase
mengembang dan tekanan mengembang.
4) Kerusakan pada ruas jalan di Boyolali sangat
dimungkinkan terjadi karena peristiwa kembang – susut
tanah, mengingat dari hasil penelitian tanah mempunyai
potensi mengembang rata-rata sedang sampai dengan
tinggi.
3. Sumber : Journal Earth Science & Climate Change 2015, 6:5
http://dx.doi.org/10.4172/2157-7617.1000279
Penulis : Christodoulias J.
Judul : Engineering Properties and Shrinkage Limit of Swelling
Soils in Greece.
Tujuan : 1) Mengidentifikasi potensi penyusutan tanah liat di Yunani.
2) Melakukan uji laboratorium untuk menguji keefektifan
berbagai metode dalam rangka menambah pengetahuan
untuk mengurangi pengaruh negatif akibat pengembangan
dan penyusutan musiman terhadap pondasi jalan dan
bangunan.
3) Memberikan perhatian khusus terhadap uji batas susut
menggunakan peralatan merkuri.
Metode : 1) Mengukur kapasitas pertukaran kation (KTK) tanah ukur
dengan dengan metode amonium asetat dan penentuan ion
tukar dapat diukur dengan fotometer cornflame.
2) Mengidentifikasi tekstur tanah (fraksi tanah liat) dengan
mikroskop electron dengan menggunakan PHILIPS SEM
505.
3) Menentukan keretakan linear
4) Mengidentifikasi komponen mineralogi kristal tanah liat
dengan metode serbuk analisis difraksi sinar X.
5) Melakukan uji free swelling, batas susut, bagan Van der
Merve dan indeks konsistensi.
6) Menentukan karakteristik lempung lempung dengan uji
konsolidasi swell tipe ASTM (D-4546-1993).
7) Melakukan analisis regresi linier berganda untuk
menghubungkan sifat dasar dan teknik yang diukur.
Hasil : 1) Indekss Plastisitas tanah bervariasi dari rendah sampai
dengan tinggi yaitu (24%) - (51%), dengan kandungan
koloid dari 23-52% dan SD = 9.3. Nilai batas likuida dari
45% - 51% dan rata-rata 30.1. Menurut grafik Van der
9
Merwe (1964), menunjukkan bahwa bahan lempung tinggi
dan sangat tinggi serta berpotensi mengembang.
2) Nilai susut linier bervariasi antara min. 9.6% dan maks.
23% dan nilai rata-rata adalah 15,2%, yang menunjukkan
potensi pengembangan yang sangat tinggi.
3) Uji swell bebas menunjukkan nilai yang bervariasi dari
50% sampai 110%, menunjukkan tanah liat dengan potensi
pengembangan yang sangat tinggi.
4) Grafik korelasi antara free swell dan liquid limit,
memberikan regresi linier Y = ax + b, dengan koefisien
korelasi R2 = 0,705. Juga grafik korelasi antara swell
bebas dan susut linier memberikan garis regresi tipe Y =
ax + b dengan koefisien korelasi R2 = 0,8133.
5) Kapasitas pertukaran kation pada sampel tanah dari 3
lokasi. seperti yang diukur CEC, bervariasi antara 34
meq/100 gr sampai dengan 58,9 meq/100 gr. Penentuan
pH tanah menunjukkan nilai antara pH = 7,5 sampai
dengan pH = 9,46.
6) Bagan klasifikasi tanah liat The Van der Merwe
menunjukkan potensi pengembangan tanah lempung
Yunani yang diuji tergolong tinggi (50% sampel) dan
sangat tinggi (sisanya 50 %).
7) Dari grafik korelasi antara indeks konsistensi dan tekanan
pengembangan disimpulkan bahwa jenis kurva
eksponensial Y = ax + b pada 3 (tiga) jenis asal untuk
koefisien korelasi A, R2 = 0,726, untuk koefisien korelasi
B, R2 = 0,833 dan untuk koefisien korelasi C, adalah R
2 =
0,839.
8) Karakteristik lempung yang dipelajari dengan melakukan
uji pengembangan dengan konsolidasi untuk semua sampel
tanah tidak terganggu yang diambil dari lubang bor
Shelby, secara spesifik: Lokasi A ditemukan memiliki
tekanan pengembangan 3,35 kg / cm2 (maks) dan 0,38 kg /
cm2 (min), dengan standar deviasi σ = 1,031. Lokasi B
menghasilkan nilai tekanan pengembangan bervariasi
antara 0,30 kg / cm2 (min) dan 1,58 kg / cm2 (maks),
dengan standar deviasi σ = 0,469. Lokasi C mencapai nilai
tekanan 1,20 kg / cm2 (max) dan 0,20 kg / cm2 (min),
dengan a standar deviasi σ = 0,367.
9) Korelasi antara tekanan pengembangan dan rasio (rasio)
batas cair dikurangi kadar air dibagi dengan batas cair
dikurangi batas susut, menunjukkan satu hubungan yang
memiliki tipe kurva eksponensial. koefisien korelasi R2
yang dapat diterima untuk ketiga area. Lokasi A memiliki
koefisien korelasi yang tinggi R2 = 0,919, lokasi B
10
memiliki koefisien korelasi sebesar sedang R2 = 0,754,
dan lokasi C juga memberikan koefisien korelasi yang
tinggi R2 = 0,869.
10) Analisis regresi berganda antara tekanan pengembangan
dan uji pengembangan bebas dengan lima variabel tidak
bebas yaitu, batas cair (LL), kandungan lempung (2 μm),
indeks swell bebas (FS), susut linier linier (LS), kadar air
(WC), telah menunjukkan korelasi yang sangat baik pada
semua kombinasi yang dipelajari dengan koefisien
korelasi terhadap kisaran lokasi A, dari R2 = 0,98 sampai
dengan R2 = 0,93. Untuk lokasi B dari R2 = 0,98 sampai
dengan R2 = 0,99, dan untuk lokasi C, dari R2 = 0,88
sampai R2 = 0,99.
4. Sumber : A dissertation submitted in fulfillment of the requirements of
Courses ENG4111 and 4112 Research Project towards the
degree of Bachelor of Civil Engineering. University of
Southern Queensland Faculty of Engineering and Surveying.
Penulis : David Earl
Judul : To determine if there is a correlation between the shrink swell
index and atterberg limits for soils within the Shepparton
Formation
Tujuan : Melakukan analisis hubungan antara indeks tanah dan salah
satu batas atterberg atau hasil susut linier yang dilakukan
menggunakan program pengujian dan sampling untuk 29
tanah yang memiliki karakteristik berbeda.
Metode : 1. Melakukan pengujian yan sama terhadap semua sampel
termasuk indeks shrink swell, batas atterberg, penyusutan
linier dan distribusi ukuran partikel.
2. Memplotkan hasil pengujian, batas atterberg dan hasil
susut linier terhadap indeks swell shrink.
3. Melakukan analisis batas atterberg yang dimodifikasi
dan hasil susut linier yang dikalikan dengan persentase
lempung yang terkandung di dalam sampel tanah juga
dilakukan.
4. Membuat grafik dari semua data ini dan menentukan
garis trend terkuat serta persamaan yang sesuai dihitung.
Hasil : Agar korelasi dianggap sebagai alat estimasi yang berguna,
kekuatan hubungan ini harus melebihi R2 = 0,80. Ada empat
korelasi yang memenuhi persyaratan R2> 0,8.
1. Dua di antaranya adalah untuk indeks plastisitas dan susut
linier yang dimodifikasi dengan menggunakan persentase
lempung yang terkandung di dalam sampel.
11
2. Dua korelasi lainnya adalah indeks plastisitas dan
penyusutan linier yang telah dimodifikasi dengan
menggunakan persentase partikel tanah liat dan lumpur
yang ada di dalam tanah.
3. Persamaan untuk korelasi ini dapat digunakan untuk
memperkirakan indeks swell shrink yang mungkin terjadi
pada tanah.
5. Sumber : International Journal of Engineering Research and
Development. e-ISSN: 2278-067X, p-ISSN: 2278-800X,
www.ijerd.com. Volume 11, Issue 05 (May 2015), PP.57-63.
Penulis : Soibam Priyadarshini Devi, Dr. Konsam Rambha Devi, Dr
DSV Prasad, Dr.GVR Prasada Raju.
Judul : Study on Consolidation and Correlation with Index
Properties Of Different Soils in Manipur Valley.
Tujuan : Untuk memprediksi nilai koefisien konsolidasi (cv) dengan
mengkorelasikan beberapa properti indeks sederhana,
terutama untuk penilaian pendahuluan.nilai koefisien
konsolidasi cv yang memberikan tingkat kompresi lapisan
tanah tanpa uji konsolidasi satu dimensi di laboratorium
Metode : 1. Melakukan pengujian terhadap 5 jenis sampel tanah sebagai berikut :
a. Water Content: The natural water content determination is
obtained by oven drying method as specified by the IS Test
Method IS: 2720 (Part II)-1973.
b. Specific Gravity: The specific gravity of the soil has been
determined using the density bottle method, as per IS: 2720-(part
III section I, 1980).
c. Grain Size Distribution: Sieve analysis has been conducted as per
IS: 2720 (Part IV 1965).
d. Liquid Limit: The test has been carried out using the standard
Casagrande liquid limit apparatus as per IS: 2720-(PartV-1965).
e. Plastic Limit: The plastic limit of the soil specimens was
determined by the rolling thread method as outlined in the IS: 2720
(Part 5)-1985.
f. Shrinkage Limit: The shrinkage limit of soil specimens was
determined according to Indian standard code for a shrinkage factor
IS: 2720 (Part VI) - 1972 of soils by the mercury method.
g. Plastic Limit: The plastic limit has been determined according to
the IS: 2720- (Part V-1970).
h. One-Dimensional Consolidation: One-dimensional
consolidation tests were performed by standard floating ring
consolidometer with stainless steel rings, 60 mm in diameter and
20 mm high according to IS: 2720 (Part 15)-1986.
2. Membandingkan koefisien konsolidasi dengan sifat indeks tanah yaitu
tekanan efektif, plastic index, shrinkage index dan liquid limit dan
enentukan korelasinya.
12
Hasil : 1. Dari hasil percobaan, berat jenis bervariasi antara 2,48
sampai 2,78, nilai batas cairnya 52,4% sampai 88%, nilai
batas plastik antara 25,55% sampai dengan 67,77% dan
nilai batas susut berkisar antara 24,90% sampai 25,80%,
rasio void uji konsolidasi bervariasi antara 0,707 sampai
1,77 dan koefisien konsolidasi antara 1,0E-7 - 2,73 E-08
sampai 1.32E-07 - 8.84E-08 untuk lima sampel yang
digunakan..
2. Korelasi antara koefisien konsolidasi (cv) dengan beberapa
sifat indeks sederhana yaitu. batas cair, indeks plastisitas
dan indeks susut, disimpulkan bahwa cv berkorelasi lebih
baik dengan batas cair tanah. Yaitu Cv = -4 x 10-9
+ wl x
10-7
dengan nilai R2 = 8298
Identifikasi Masalah 1.3.
Tanggul penangkis banjir pada irigasi rawa menggunakan tanah rawa setempat
yang biasanya merupakan tanah lunak. Dengan demikian sifat – sifat indeks
(index properties) yaitu sifat sifat yang menunjukkan identifikasi jenis tanah dan
kondisi tanah dalam hubungannya dengan penyusutan perlu mendapat perhatian
lebih lanjut.
Selain terjadi penyusutan, beban tanggul juga dapat menyebabkan penurunan
akibat konsolidasi baik pada tanggul ataupun pada tanah di bawahnya.
Selain itu juga perlu dipertimbangkan adanya penurunan segera yang terjadi pada
tanah di bawah tanggul.
Rumusan Masalah 1.4.
Sifat – sifat indeks (index properties) menunjukkan sifat –sifat tanah yang
mengindikasikan jenis dan kondisi tanah serta memberikan hubungan terhadap
sifat –sifat mekanik (engineering properties ) seperti kekuatan dan pemampatan
13
atau kecenderungan untuk mengembang (menyusut) dan permeabilitas (Muntohar,
2005).
Untuk itu perlu dipelajari lebih lanjut perilaku penyusutan/ penurunan tanggul
penangkis yang memanfaatkan tanah rawa setempat terkait dengan sifat indeks
propertis dan mekanisnya. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan,
sebagaimana disebutkan dalam Sub Bab 1.2 Penelitian Terdahulu dalam tesis
ini, dapat diketahui bahwa perilaku penyusutan/ penurunan tanah dipengaruhi oleh
beberapa parameter yaitu kadar air, indeks propertis tanah dan beban yang
diterima tanah di bawah tanggul (penurunan segera dan konsolidasi).
Manfaat Penelitian 1.5.
Ketersediaan akan informasi tentang jenis tanah dan karakteristik tanah rawa
khususnya pada lokasi penelitian ini serta gambaran perilaku penyusutan/
penurunan pada tanggul banjir.
Maksud Dan Tujuan 1.6.
Terbatasnya penelitian tentang perilaku penyusutan tanah khususnya tanah rawa
mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini dengan maksud untuk
mengetahui bagaimana perilaku penyusutan/ penurunan tanggul banjir tanah rawa
di beberapa titik di DAS Tulang Bawang terhadap kadar air dan konsolidasi
tanahnya.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis tanah dan sifat fisis tanah.
14
2. Untuk mengetahui kandungan lempung dan organik.
3. Untuk mengetahui konsistensi dan penyusutan tanah serta penurunan yang
terjadi akibat penyusutan tanah.
4. Untuk mengetahui besarnya penurunan tanggul banjir, waktu penurunan dan
penurunan yang terjadi pada kurun waktu tertentu.
Batasan Masalah 1.7.
Agar penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan analisis yang dilakukan
sesuai dengan koridor penelitian, maka penelitian ini dibatasi hal – hal sebagai
berikut :
1. Sampel yang akan digunakan adalah tanah di daerah bantaran Sungai Pidada
dan Sungai Tulang Bawang yang merupakan DAS Tulang Bawang dalam
wilayah administrasi Kabupaten Tulang Bawang
2. Sampel yang akan digunakan mewakili daerah tengah dan hilir sungai, yaitu :
a. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Aji Mesir Kecamatan Gedung Aji (
bagian tengah).
b. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Batu Ampar Kecamatan Gedung Aji
Baru (bagian tengah).
c. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Rawa Ragil Kecamatan Rawapitu
(bagian hilir).
d. Bantaran Sungai Tulang Bawang di Kampung Sumber Sari Kecamatan
Penawar Aji (bagian tengah).
e. Bantaran Sungai Tulang Bawang di Kampung Gedung Jaya Kecamatan
Rawapitu (bagian hilir).
15
3. Penurunan tanggul banjir yang akan ditinjau adalah penurunan yang
disebabkan oleh penyusutan tanah, penurunan segera dan penurunan akibat
konsolidasi.
4. Kedalaman tanah lunak yang akan ditinjau berdasarkan pendekatan dari uji
sondir yang telah dilakukan dari daerah terdekat dari lokasi studi
16
TINJAUAN PUSTAKA II.
2.1. Jenis Tanah
Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan
endapan endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas batuan dasar
(bedrock). Ruang diantara partikel – partikel tersebut dapat berisi air atau udara
atau kedua-duanya (Hardiyatmo, 2002)
Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran partikel-
partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsur-unsur sebagai
berikut :
1. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya lebih
besar dari 200 mm - 300 mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran 150
mm – 250 mm, batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).
2. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074mm–5mm,
yang berkisar dari kasar (3mm–5mm) sampai halus (< 1 mm).
3. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm – 0,074
mm.
4. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002 mm,
partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang kohesif.
5. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih
17
dari 0,01mm.
Secara umum tanah lunak terbentuk akibat proses pelapukan/ penguraian batuan
secara kimia, fisik dan biologi yang kemudian mengalami proses erosi dan
transportasi ke suatu cekungan pengendapan. Endapan tanah lunak ini biasanya
menempati daerah dataran rendah yang terbentuk pada dataran banjir dan daerah
pantai dengan kemiringa lereng kurang dari 8%. Dari sudut geologi tanah lunak
pada umumnya berumur kurang dari 400.000 tahun yang lalu. Tanah lunak ini
merupakan salah satu jenis dari tanah yang bermasalah yang dapat menimbulkan
ketidakstabilan dan pergerakan/ deformasi yang yang dapat membahayakn
konstruksi di atasnya. Dalam hal ini yang termasuk tanah lunak adalah tanah
lempung atau lanau baik yang mengandung bahan organik atau inorganik
(Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
Mineral lempung biasanya merupakan produk pelapukan batuan yang terbentuk
dari penguraian kimia mineral silikat yang selanjutnya terangkut ke lokasi
pengendapan. Jenis dan jumlah mineral lempung yang terbentuk sebagian besar
akibat pengaruh dari iklim, material asal, pola drainase (topografi) dan vegetasi, di
mana iklim dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Perpindahan hasil
pelapukan terjadi dalam bentuk partikel atau dalam bentuk ion-ion, yang telah
lepas dari batuan akibat perkolasi air (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002).
Sedangkan gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang terjadi akibat
dekomposisi yang tidak sempurna sisa tumbuhan dalam kondisi kelembaban
tinggi dan anaerob, atau dengan kata lain akumulasi yang terjadi lebih cepat
18
daripada dekomposisinya. Tingkat keasaman gambut sangat tinggi yaitu memiliki
nilai pH 2,0 – 4,5 dan kandungan abu yang rendah yaitu 0,5% – 2,5 %. Gambut
biasanya banyak dijumpai dalam hamparan datar, di kawasan pantai pasang surut,
rawa atau di kawasan cekungan antara dua buah sungai (Affandi, 2009)
Dalam Buku Mekanika Tanah, Prinsip prinsip Rekyasa Geoteknis oleh Braja M.
Das (1995) disebutkan bahwa klasifikasi tanah menurut Unified Soil
Classification System (USCS) mengelompokkan tanah dalam 2 (dua) kelompok
besar yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil) yaitu tanah kerikil dan pasir
dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200.
Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G (gravel) yaitu kerikil
atau S (sand) yaitu pasir.
b. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung
(clay) anorganik dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut.
Simbol - simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah :
W : well graded (bergradasi baik)
P : poorly graded (bergradasi buruk)
L : low plasticity (plastisitas rendah LL < 50)
H : high plasticity (plastisitas tinggi LL>50%)
19
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti GW, GP, GM, GC,
SW, SP, SM dan SC dan dengan memperhatikan faktor faktor sebagai berikut :
(1). Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200.
(2). Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40.
(3). Koefisien keseragaman (uniformity coefisien, Cu) dan koefisien gradasi (Cc)
untuk tanah lolos ayakan No. 200 dalam rentang 0 – 12%.
(4). Batas cair (LL) dan indek plastistas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan No
40 untuk tanah di mana 5% atau lebih lolos ayakan No 200.
Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5% - 12%,
simbol ganda seperti GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SP-SM, SW-
SC dan SP-SC diperlukan. Rincian klasifikasi ini diberikan dalam Tabel 1.
Klasifikasi tanah berbutir halus seperti ML, CL, MH, CH dan OH didapat dengan
menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang bersangkutan pada bagan
plastisitas (Cassagrande, 1948) yang diberikan dalam Gambar 3. Garis diagonal
pada bagan plastisitas dinamakan Garis A. Garis A diberikan dari Persamaan PI =
0.73 (LL-20).
20
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System USCS),
Sumber : Cassagrande (1942) dalam Das (1995).
DIVISI UTAMA SIMBOL
KELOMPOK NAMA UMUM
Ta
na
h B
erb
uti
r K
asa
r
Leb
ih d
ari
50
% t
erta
han
pad
a sa
rin
gan
No
. 2
00
Ker
ikil
50
% a
tau
leb
ih d
ari
frak
si
kas
ar T
erta
han
pad
a A
yak
an
No
. 4
Kerikil
Bersih
(Hanya
Kerikil)
GW Kerikil bergradasi baik dan
campuran pasir , sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran halus
GP Kerikil bergradasi buruk dan
campuran kerikil pasir, sedikit atau
sama sekali tidak mengandung butiran
halus
Kerikil
dengan
Butiran
Halus
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil
pasir lanau
GC Kerikil berlempung, campuran kerikil
pasir lempung
Pa
sir
Leb
ih D
ari
50
%
Fra
ksi
Kas
ar L
olo
s A
yak
an N
o. 4
Pasir
Bersih
(Hanya
Pasir)
SW Pasir bergradasi baik, pasir
berkerikil, sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus
SP Pasir bergradasi buruk dan pasir
berkerikil, sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus
Pasir
Dengan
Butiran
Halus
SM Pasir berlanau, campuran pasir dan
lanau
SC Pasir berlempung, campuran pasir
dan lempung
Ta
na
h B
erb
uti
r H
alu
s
50
% a
tau
leb
ih L
olo
s A
yak
an N
o.
20
0
La
na
u D
an
Lem
pu
ng
Bat
as C
air
50
% a
tau
Ku
rang
ML Lanau Anorganik, pasir halus sekali,
serbuk batuan, pasir halus berlanau,
atau berlempung
CL Lempung Anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan
sedang, lempung berkerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau, lempung
kurus (lean clsys)
OL Lanau Organik dan lempung
berlanau organic dengan plastisitas
rendah
La
na
u d
an
Lem
pu
ng
Bat
as C
air
leb
ih d
ari
50
%
MH Lanau Anorganikatau pasir halus
diatomae, lanau diatomae atau lanau
yang elastis
CH Lempung Anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung gemuk
(fat clays)
OH Lempung OrganiK dengan
plastisitas sedang sampai dengan
tinggi
Tanah tanah dengan kandungan
organic sangat tinggi PT Peat (gambut), muck dan tanah
tanah lain dengan kandungan
organic sangat tinggi
21
Walaupun cara untuk menentukan batas cair dan batas plastis di laboratorium
sangat sederhana, batas batas tersebut dapat memberikan informasi tentang sifat
tanah kohesif. Dengan demikian, batas cair dan batas plastis telah digunakan
secara ekstensif oleh para ahli teknik sipil untuk menentukan korelasi dari
beberapa parameter tanah fisis dan juga untuk mengidentifikasi tanah.
Casagrande (1932) dalam Das (1995) telah mempelajari hubungan antara indeks
plastis dan batas cair dari bermacam macam tanah asli. Berdasarkan hasil
pengujian pengujian tersebut, Casagrande mengusulkan suatu bagan plastisitas
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3. di bawah ini.
Gambar 3. Bagan Plastisitas, Sumber : Cassagrande, 1942 dalam Das
1995.
Hal yang paling penting dalam gambar tersebut adalah Garis Empiris A yang
diberikan dalam Persamaan PI = 0.73 (LL – 20). Garis Empiris A memisahkan
tanah lempung anorganik (inorganic clay) dari tanah lanau anorganik (inorganic
silt). Tanah lempung anorganik terletak di atas Garis lurus A, dan lanau organik
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Series1
Lempung Anorganik dengan plastisitas tinggi
Lempung Anorganik dengan plastisitas sedang
Lempung Anorganik dengan plastisitas rendah
Tanah Tak Kohesif
Lanau anorganik dengan kompresibilitas tinggi dan lempung organik
Lanau anorganik dengan kompresibilitas sedang dan lanau organik Batas cair lanau
anorganik dengan kompresibilitas rendah
Ind
eks
Pla
stis
itas
Batas Cair
22
terletak di bawah Garis Lurus A.
Tanah lanau anorganik dengan kemampumapatan sedang (di bawah Garis A
dengan LL berkisar 30 -50 ). Tanah lempung organik (organic clay) berada di
dalam daerah yang sama dengan tanah lanau anorganik dengan kemampumapatan
tinggi (di bawah Garis A dengan LL lebih besar dari 50). Keterangan yang
diberikan dalam bagan plastisitas sangat berguna karena bagan tersebut
merupakan dasar dalam pengelompokan tanah berbutir halus dengan sistem
Unified Soil Classification System (USCS).
Pada Gambar 3. terlihat bahwa ada suatu garis di atas Garis A yang dinamakan
Garis U. Garis U ini merupakan batas atas perkiraan dari hubungan antara indek
plastisitas dan batas cair untuk semua tanah yang ditemukan selama ini.
Persamaan garis U dapat dituliskan sebagai PI = 0.9 (LL – 8).
Sedangkan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi
(2002), tanah tanah lunak dibagi dalam 3 (tiga) tipe yaitu :
1. Lempung lunak, yaitu tanah yang mengandung mineral-mineral lempung dan
memiliki kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang rendah.
2. Gambut, yaitu tanah yang pembentuk utamanya berasal dari sisa-sisa
tumbuhan.
3. Lempung organik, yaitu suatu material transisi antara lempung dan gambut,
tergantung pada jenis dan kuantitas sisa-sisa tumbuhan yang mungkin
berperilaku seperti lempung atau gambut.
Dalam rekayasa geoteknik, klasifikasi ketiga tipe tanah tersebut dibedakan
23
berdasarkan kadar organiknya, sebagaimana dalam Tabel 3. berikut :
Tabel 3. Tipe tanah berdasarkan kadar organik, Sumber: Litbang Prasarana
Transportasi , 2011.
Jenis Tanah Kadar Organik %
Lempung < 25
Lempung Organik 25 – 75
Gambut >75
Tanah organik (O) adalah tanah yang dikelompokkan sedemikian berdasarkan
kandungan organiknya, yang didefinisikan sebagai tanah yang memiliki kandungan
organik antara 25 % hingga 75 %. Sedangkan gambut adalah jenis tanah yang
memiliki kadar organik lebih dari 75 %.
2.2. Sifat Fisis Tanah
Dalam Mekanika Tanah, Prinsip – prinsip Rekayasa geoteknis, Das (1995)
dinyatakan beberapa parameter yang merupakan sifat fisis tanah, di antaranya
adalah :
a. Berat jenis/ Spesific Gravity (G) (ASM D 854)
Perbandingan antara berat isi suatu bahan terhadap berat isi air pada suhu
tertentu.
atau
...................................................... (1)
Dengan,
Gs : Berat Jenis
γs : Berat satuan isi tanah solid (tanpa udara)
γw : Berat satuan isi air
Ws : Berat tanah
Vs : Volume tanah
24
b. Berat satuan volume/ Unit weight (γ).
Perbandingan antara berat dengan volume suatu masa tanah.
.................................................................................. (2)
Dengan,
γ : Berat Satuan Volume (Berat Isi)
W : Berat Total
V : Volume Total
c. Kerapatan massa/ Density (ρ).
Perbandingan antara masa dengan volume.
atau
.................................................. (3)
Dengan,
ρ : Kerapatan massa (Density)
m : massa tanah
V : Volume total
w :
Gs : Berat jenis tanah
Sr : Saturation degrees
e : Angka pori
ρw : Rapat massa air
d. Angka pori / Void ratio (e).
Perbandingan antara volume udara terhadap volume bahan padat
tanah.
................................................................................. (4)
Dengan,
e : AngkapPori
Vv : Volume rongga
Vs : Volume tanah (padat)
e. Kadar air/ Water content (w) (ASTM D 2216)
Perbandingan antara berat air dengan berat kering atau bahan padat
25
contoh tanah, yang dinyatakan dalam persen.
...................................................................... (5)
Dengan,
w : Kadar air
Ww : Berat air
Ws : Berat tanah
f. Derajat kejenuhan/ Degrees of Saturation (S).
Perbandingan antara volume rongga yang terisi air dengan volume rongga
total yang dinyatakan dalam persen.
...................................................................... (6)
Dengan,
S : Derajat Kejenuhan (S)
Vw : Volume Air
Vv : Volume Rongga
g. Porositas/ Porosity (n).
Perbandingan antara volume rongga dengan volume total yang dinyatakan
dalam persen.
...................................................................... (7)
Dengan,
n : Porositas
Vv : Volume rongga
VT : Volume total
Dalam Hardiyatmo (2002) dicantumkan beberapa sifat fisis tanah sebagaimana
dalam Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6 di bawah ini.
26
Tabel 4. Kisaran Berat Jenis Tanah, Hardiyatmo, 2002.
JENIS TANAH BERAT JENIS (GS)
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau Anorganik 2,62 – 2,68
Lempung Organik 2,58 – 2,65
Lempung Angorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,8
Berat jenis tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara
2,65 sampai 2,75. Berat jenis 2,75 biasanya digunakan untuk tanah tanah tak
berkohesi. Sedangkan untuk tanah kohesif anorganik berkisar antara 2,68 sampai
2,72.
Tabel 5. Kondisi Tanah Dan Derajat Kejenuhan Tanah, Sumber : Hardiyatmo
2002.
KEADAAN TANAH DERAJAT KEJENUHAN
Tanah Kering 0
Tanah Agak Lembab 0 - 0.25
Tanah Lembab 0,26 – 0,50
Tanah Sangat Lembab 0,51 – 0,75
Tanah Basah 0,76 – 0,99
Tanah Jenuh Air 1
Nilai – nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari
berbagai jenis tanah yang disarankan oleh Terzaghi (1975) dalam Hardiyatmo
(2002) ditunjukkan dalam Tabel 6. di bawah ini.
27
Tabel 6. Nilai n, e, w, ϒd dan ϒb untuk keadaan tanah asli di lapangan, Sumber :
Hardiyatmo 2002.
JENIS TANAH n e w ϒd ϒb
(%) (%) (kN/m3) (kN/m3)
Pasir seragam, tidak padat 46 0.85 32 14.3 18.9
Pasir seragam, padat 34 0.51 19 17.5 20.9
Pasir berbutir campuran,
tidak padat 40 0.67 25 15.9 19.9
Pasir berbutir campuran, padat 30 0.43 16 18.6 21.6
Lempung lunak sedikit organik 66 1.90 70 15.8
Lempung lunak sedikit organik 75 3.00 110 14.3
Menurut Hardjowigeno, (2007) nilai bulk density tanah mineral berkisar 1 - 1,6
gr/cm3, sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara
0,1- 0,9 gr/cm3. Bulk density dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan kandungan
bahan organik.
Beberapa data hasil penyelidikan geoteknik pada Perencanaan Perbaikan Sungai
Tulang Bawang yang pernah dilakukan di 6 (enam) titik bagian tengah (middle)
Sungai Tulang Bawang (Hutama HR dan Amri K, 2011) yang sebagiannya adalah
data fisis tanah adalah sebagaimana pada Tabel 7. di bawah ini.
28
Tabel 7. Data Geoteknik Tanah Sungai Tulang Bawang, Sumber : Hutama HR
dan Amri K (2011).
Zone
Kekuatan
Geser Soil Properties
GS e
C
(T/M2)
ϴ
Basah Jenuh Air Terendam
γs γsat γw ϒsub
= (γsat - γw)
1 2,1 22 1,704 1,812 1,0 0,812 2,708 1,104
2 1,4 18 1,534 1,654 1,0 0,654 2,436 1,032
3 3,2 28 1,679 1,765 1,0 0,765 2,156 0,876
4 2,2 24 1,287 1,324 1,0 0,324 2,568 1,239
5 2,5 26 1,109 1,234 1,0 0,234 2,477 1,379
6 2,7 29 1,532 1,657 1,0 0,657 2,110 1,429
Dari table di atas dapat diketahui bahwa jenis tanah berdasarkan berat volume (ϒ)
dan berat jenis (GS) serta angka pori (e) maka tanah di 6 (enam) titik Sungai
Tulang Bawang bervariatif dari tanah berpasir sampai dengan tanah lempung
organik dan humus/ gambut.
2.3. Penyusutan (Shrinkage)
Penyusutan (shrinkage) pada tanah biasanya ditandai dengan adanya retakan –
retakan. Penyusutan dan pengembangan tanah selain bergantung pada perbedaan
kadar air juga tergantung pada karakteristik dan klasifikasi tanah itu sendiri (Peck,
1973, dalam Setiawati, 1998).
Dalam Appendix C RSDYK2008 Literature Review (2008), dinyatakan bahwa
faktor-faktor seperti gravitasi spesifik, kandungan organik, heterogenitas tekstur
tanah, vegetasi, topografi dan suhu permukaan tanah mempengaruhi stabilitas
tanggul gambut (Tansey, 1999, Li dan Islam, 1999).
29
Pada umumnya penyusutan dan pengembangan dipercaya berhubungan dengan
plastisitas dan juga berkaitan dengan serat atau butir tanah, yang bergantung pada
karakteristik tanah yang sama, seperti yang tersusun atas bahan mineral, distribusi
partikel dan tipe penyerapan kation. Penyusutan dan pengembangan juga
dipercaya mempunyai hubungan di mana beberapa klasifikasi pengembangan dan
tanah lempung ekspansif menggunakan parameter penyusutan seperti batas susut,
susut linear, dan indeks susut yang digunakan sebagai kriteria (Almeyer 1955;
Holtz 1959; Rangantam dan Satanarayna 1965, Raman 1967, Tountoungi 1988
serta Izdebska D, Mucha dan Wojcik E, 2013).
2.3.1. Penyusutan (Shrinkage) dan Batas-batas Atterberg.
Bentuk dan kondisi tanah akan berubah mengikuti kandungan kadar airnya. Pada
kadar air tertentu tanah akan pada kondisi tertentu pada batas batas konsistensinya
yang di sebut Batas batas Atteberg. Konsistensi dapat diartikan sebagai sifat
tanah yang menunjukkan kemudahan relatif untuk dirubah bentuknya.
Berdasarkan kandungan airnya, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4)
keadaan dasar, yaitu padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic) dan
cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4. di bawah ini.
30
Padat Semi Padat Plastis Cair
Basah Kering Makin
Batas Susut
(Shrinkage Limit)
Batas Plastis
(Plastic Limit)
Batas Cair
(Liquid Limit)
Cakupan Plasticity Index
PI = LL - PL
Cakupan Shrinkage Index
SI = PL - SL
Gambar 4. Batas batas Atterberg, Sumber : Sutarman, 2009
Pengujian Batas batas Atteberg, meliputi :
1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair suatu tanah
adalah kadar air tanah tersebut pada keadaan batas peralihan antara cair dan
keadaan plastis. Batas cair didapatkan dengan cara diperiksa dengan alat
Cassagrande yaitu meletakkan sampel tanah di bagian dalam mangkok yang
terpisah oleh alur lebar 2 mm dan menutup kembali sepanjang 12,7 mm oleh
25 pukulan dengan kecepatan 2 pukulan perdetik. Pengujian batas cair
mengacu pada ASTM D 427.C
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan
semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat
31
menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retak- retak,
putus atau terpisah ketika digulung. Pengujian Batas plastic mengacu pada
ASTM D 424.
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat
kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat
perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Pengujian Batas Susut
mengacu pada ASTM D 427. Batas susut dihitung dengan pesamaan :
w
.......................................... (8)
Dengan,
Ws : Batas susut
W : Berat tanah basah
V : Volume tanah basah
Vd : Volume tanah kering
ϒw : Berat satuan isi air
Wd : Berat tanah kering
32
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
V - Vd
Vs = Vd
wl wp
ws
Kadar Air
Volum
e ( cm
3)
Ws Ws
V
Ww
Wl
Vl
Ws
Vp
Wp
Ws
Ws'
Vd Ws
W = 0
Vs
PI = Wl - Wp SI = Wp - Ws
Cair Semi plastis Plastis Kaku / Non plastis
w = 0 % ws = 48 % wp = 73 % wl = 97 % w > 100 %
Gambar 5. Diagram Batas Susut, Sumber : Das, 1995.
33
Pada prinsipnya batas susut didefinisikan sebagai kondisi dimana masa tanah
tidak mengalami perubahan volume bila kadar air berkurang (Muntohar,
2005). Pengujian Batas Susut mengacu pada ASTM D 427. Batas susut
dihitung dengan pesamaan :
w
.......................................... (8)
Dengan,
ws : Batas susut
W : Berat tanah basah
V : Volume tanah basah
Vd : Volume tanah kering
ϒw : Berat satuan isi air
Wd : Berat tanah kering
4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks
plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.
Dalam persamaan indeks plastisitas dapat dituliskan sebagai berikut :
.................................................................................. (9)
Dengan,
PI : Indeks susut
wl : Batas susut
wp : Batas plastis
34
Tabel 8. Nilai Indeks Plasisitas tanah dan Jenis Tanah, Sumber : Hardiyatmo,
2002.
Plastic Index Sifat Jenis Tanah Kohesi
0 Non Plastis Pasir Non Kohesif
<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif
Sebagian
7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung
Berlanau Kohesif
>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
5. Indeks Susut (Shrinkage Index)
Indeks Susut (SI) adalah selisih antara batas plastis dan batas susut. Indeks
susut merupakan interval kadar air yang telah hilang yang tidak
menyebabkan perubahan volumenya tanah lagi. Dalam persamaan indeks
susut dapat dituliskan sebagai berikut :
............................................................... (10)
Dengan,
SI : Indeks susut
wp : Batas plastis
ws : Batas susut
6. Susut Volumetrik (Volumetric Shrinkage)
Susut volumetrik merupakan perubahan volume dari volume awal sampai
dengan tidak menyusut lagi dan dihitung dalam persen. Dalam persamaan
susut volumetrik dirumuskan sebagai berikut :
............................................ (11)
35
Dengan,
Vc : Susut volumetrik
w0 : Kadar air awal
ws : Batas susut
Wd : Berat tanah kering
Vd : Volume tanah kering
ϒw : Berat satuan isi air
7. Susut Linear (Linear Shrinkage)
Susut linear adalah penyusutan yang terjadi pada tanah saat mencapai batas
susutnya dalam arah memanjang. Dalam persamaan susut linear dinyatakan
sebagai berikut :
…………………………………… (12)
Dengan,
Vc : Susut volumetrik
8. Nilai Ratio Susut (Shrinkage Ratio)
Selain batas susut, pada percobaan ini juga diperoleh nilai ratio penyusutan
(shrinkage ratio) yang merupakan perbandingan antara perubahan volume
sebagai persentase dari volume kering terhadap perubahan kadar air. Dalam
persamaan ratio penyusutan dirumuskan sebagai berikut :
………………………………………………………(13)
Dengan,
R : Rasio Susut
Vs : Susut volumetrik
w0 : Kadar air awal
ws : Batas susut
36
2.4. Penurunan Tanah (Settlement).
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan
oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau
udara dari dalam pori, dan sebab–sebab lain. Beberapa atau semua faktor
tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan.
Secara umum, penurunan pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil
dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air
yang menempati pori–pori tanah.
2. Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan akibat
dari deformasi elastic tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya
perubahan kadar air.
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami penurunan (settlement).
Penurunan yang terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya susunan tanah
maupun oleh pengurangan rongga pori/ air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari
penurunan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanah.
Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan
penurunan konsolidasi.
Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir
dengan cepat sehingga pengaliran ar pori keluar sebagai akibat dari
kenaikan tekanan air pori dapat selesai dengan cepat. Keluarnya air dari dalam
37
pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah, berkurangnya volume
tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapis tanah itu karena air pori di
dalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat, maka penurunan
segera dan penurunan konsolidasi terjadi secara bersamaan (Das, 1995).
2.4.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement)
Penurunan segera pada tanah akibat pembebanan disebabkan oleh deformasi
elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
Besarnya penurunan akan tergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe dari
material di mana pondasi berada (Das, 1995).
Penurunan segera dapat dihitung menggunakan persamaan sebagaimana di
bawah ini. :
……………………………………………………… 14)
Dengan,
Si : Penurunan segera
PI : Beban terbagi rata
B : Lebar pondasi
Ip : Faktor pengaruh
µ : Poisson ratio
E : Modulus Young
38
Beberapa nilai di atas dapat dilihat pada Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11 di bawah
ini.
Tabel 9. Faktor Pengaruh Untuk Pondasi, Sumber : Das, 1995.
Bentuk
Panjang IP
Lebar
Lentur Kaku
Pusat Pojok Tengah Sisi
Terpendek
Tengah Sisi
Terpanjang
Rata
- rata
Rata -
rata
Bulat - 1,0 0,64 0,64 0,64 0,85 0,88
Bujur
Sangkar 1 1,12 0,56 0,76 0,76 0,95 0,82
Empat
Persegi
Panjang 15 1,36 0,67 0,89 0,97 1,15 1,06
2 1,52 0,76 0,98 1,12 1,30 1,20
3 1,78 0,88 1,11 1,35 1,52 -
5 2,10 1,05 1,27 1,68 1,83 1,70
10 2,53 1,26 1,49 2,12 2,25 2,10
100 4,00 2,00 2,20 3,60 3,70 3,40
1.000 5,47 2,75 2,94 5,03 5,15 -
10.000 6,90 3,50 3,70 6,50 6,60 -
Tabel 10. Harga - harga Angka Poisson (µ), Sumber : Das, 1995.
No. Jenis Tanah Angka Poisson (µ)
1 Pasir lepas 0,20 – 0,40
2 Pasir agak padat 0,05 -0,40
3 Pasir padat 0,20 – 0,43
4 Pasir berlanau 0,20 – 0,40
5 Lempung lembek 0,15 – 0,25
6 Lempung gak kaku 0,20 – 0,50
39
Tabel 11. Harga - harga Modulus Young ('E). Sumber : Das, 1995.
No. Jenis Tanah Modulus Young ('E)
Psi kN
1 Pasir lepas 250 - 500 380 - 3472
2 Pasir agak padat 850 – 2,000 3,865 – 1,3200
3 Pasir padat 1,500 – 1,000 1,0350 – 27,600
4 Pasir berlanau 5,000 – 100,000 34,500 – 69,000
2.4.2. Konsolidasi (Consolidation).
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan–lahan
pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran
sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung terus–menerus sampai kelebihan
tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total benar–benar
hilang.
Pada tanah organik perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air
dari dalam pori (dikarenakan konsolidasi) akan terjadi sesudah penurunan
segera. Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta
lebih lama dibandingkan dengan penurunan segera (Das, 1995).
Keadaan ini mengarahkan pada dua definisi dasar yang didasarkan pada sejarah
tegangan, yaitu terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), di mana
tekanan efektif overburden pada saat ini adalah merupakan tekanan maksimum
yang pernah dialami oleh tanah itu. Sedangkan keadaan kedua adalah terlalu
terkonsolidasi (over consolidated), di mana tekanan efektif overburden pada saat
ini adalah lebih kecil dari tekanan yang dialami oleh tanah sebelumnya.
40
Tegangan overburden dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
…………………………………………………………………. 15)
Dengan :
σ0‘ : Tegangan overburden
γ‘ : Berat volume tanah efektif
h : Kedalaman titil sampel tanah diambil
Over Consolidation Ratio ditentukan dengan persamaan berikut :
………………………………………………………………… 16)
Dengan :
OCR > 1 : Tanah terkonsolidasi lebih
(Over Consolidated / OC Soil)
OCR =1, : Tanah terkonsolidasi normal
OCR < 1 : Tanah terkonsolidasi normal
(Normally Consolidated / NC Soil)
Adapun tujuan dari konsolidasi adalah menentukan sifat kemampatan tanah,
sifat pengembangan dan karakteristik konsolidasinya yang merupakan fungsi
dari permeabilitas tanah yang menggambarkan kecepatan terhadap kompresi
tanah terhadap waktu dengan :
1. Sifat pemampatan tanah yang dinyatakan dengan indeks kompresi (Cc).
2. Sifat pengembangan tanah yang dinyatakan dengan indeks swelling (Cs).
3. Karakteristik konsolidasi yang dinyatakan oleh koefisien konsolidasi (Cv).
41
Komponen – komponen dalam konsolidasi adalah sebagai berikut :
1. Tekanan Pra Konsolidasi
Tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) adalah tekanan efektif
overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya dinamakan. Cara
menentukan tekanan pra konsolidasi adalah sebagai berikut :
1. Tentukan satu titik pada bagian kurva e vs log σ yang mempunyai jari –
jari terpendek (bagian terlengkung dari kurva).
2. Melalui titik A, gambar garis horisontal A-1
3. Melalui titik A, gambar garis singgung A-2
4. Gambar garis bagi A-3 pada sudut 1-A-2 (< 1A2)
5. Gambar garis 4-5 yang merupakan perpanjangan dari bagian kurva yang
lurus hingga memotong garis bagi A-3 di titik E
6. Absis dari titik E merupakan harga dari σc‘
Gambar 6. Grafik Penentuan Tekanan Pra Konsolidasi, Sumber : Erizal, IPB.
42
2. Indeks Pemampatan (Cc)
Indek kompresi lapangan (Cc-lap) diperlukan untuk memprakirakan besar
pemampatan konsolidasi Sc yang akan terjadi di lapangan akibat adanya
beban Δσ . Adapun cara menentukan Cc-lap untuk Normally Consolidated
Soil adalah sebagai berikut :
1. Tentukan harga σc‘ dari kurva e vs log σ seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya
2. Tentukan / plot harga eo pada sumbu ordinat pada kurva e vs log σ.
3. Buat garis datar melalui eo hingga memotong garis kerja σc‘ di titik B.
4. Buat garis datar melalui titik D (titik D terletak pada ordinat 0.42 eo)
hingga memotong perpanjangan garis 4-5 di titik C.
5. Hubungkan titik B dan titik C; kemiringan/ tangen dari garis BC adalah
Cc(Lapangan), yaitu :
………………………………………… 17)
43
Gambar 7 . Penentuan Indeks Kompresi untuk Normally
Consolidated, Sumber : Erizal, IPB.
Sedangkan cara menentukan Cc-lap untuk Over Consolidated Soil adalah :
1. Tentukan harga σc‘ dari kurva e vs log σ seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
2. Tentukan / plot harga eo pada sumbu ordinat pada kurva e vs log σ.
3. Tentukan / plot harga tegangan overburden efektif (σ yang telah dihitung
sebelumnya.
4. Buat garis datar melalui eo hingga memotong garis kerja σo‘ di titik B.
5. Buat garis yang mempunyai kemiringan sama dengan garis F-G dari titik
B hingga memotong garis kerja σc‘ di titik C.
6. Buat garis datar melalui titik D (titik D terletak pada ordinat 0.42 eo)
44
hingga memotong perpanjangan bagian yang lurus dari kurva di titik E.
7. Hubungkan titik C dan titik E; kemiringan/ tangen dari garis C-E adalah
Cc (Lapangan), yaitu :
………………………………………… 18)
Gambar 8. Penentuan Indeks Kompresi untuk Over Consolidate,
Sumber : Erizal, IPB.
Beberapa nilai Cc, yang didasarkan pada sifat-sifat tanah pada
tempat-tempat tertentu yang diberikan oleh azzouz dkk, (1976) dengan
WN adalah kadar air asli (%) dan eo angka pori adalah sebagaimana
dalam Tabel 12 berikut :
Tabel 12. Indeks Kompresi untuk Beberapa Jenis Tanah,
Sumber : Azzouz dk, 1976.
Indeks Kompresi (Cc) Jenis Tanah
0,01 WN Lempung Chicago
0,0046 (LL – 9) Lempung Brasilia
0,208 eo + 0,0083 Lempung Chicago
0,0115 WN Tanah organik, gambut
45
3. Koefisien Konsolidasi (Cv)
Kecepatan penurunan perlu diperhitungkan bila penurunan konsolidasi
yang terjadi pada suatu struktur diperkirakan sangat besar. Bila penurunan
sangat kecil, kecepatan penurunan tidak begitu penting diperhatikan, karena
penurunan yang terjadi sejalan dengan waktunya akan menghasilkan
perbedaan yang tidak begitu besar. Besarnya kecepatan penurunan i n i
dapat dihitung menggunakan koefisien konsolidasi (Cv). Formula untuk
menghitung waktu konsolidasi yang dikembangkan oleh Terzaghi (1948)
didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu :
1 . Tanah adalah homogen.
2 . Tanah dalam kondisi jenuh
3 . Kemampumampatan air dan butiran tanah diabaikan.
4 . Aliran air hanya terjadi dalam satu arah (pada arah pemampatan)
5 . Berlaku Hukum Darcy
Hukum Darcy adalah persamaan yang mendefinisikan kemampuan sutu
fluida mengalir melalui media berpori seperti batu. Hal ini bergantung pada
prinsip bahwa jumlah aliran antara dua titik adalah berbanding lurus
dengan perbedaan tekanan antara titik-titik dan kemampuan media melalui
yang mengalir untuk menghambat arus berikut tekanan yang mengacu pada
kelebihan tekanan lokal atas tekanan hidrostatik cairan normal yang karena
gravitasi meningkat dengan mendalam seperti di kolom berdiri air.
Faktor impedansi aliran air ini disebut sebagai permeabilitas, dengan kata lain
Hukum Darcy adalah hubungan proporsional sederhana antara tingkat debit
46
sesaat melalui media berpori dan penurunan tekanan lebih dari jarak tertentu.
Nilai Cv ditentukan dari data hasil test konsolidasi di laboratorium salah
satunya dengan menggunakan Metode Taylor (1942).
Adapun cara menentukan CV tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memplot data besarnya peampatan (∆h) dan akar waktu pembacaan
pemampatan (√t) dalam kertas skala linear.
2. Setiap beban yang diberikan pada saat test konsolidasi akan dihasikan 1
(satu) kurva ∆h terhadap √t.
3. Menentukan Ro dan t90 , dengan cara sebagai berikut :
a. Bagian yang lurus dari kurva diperpanjang sampai memotong
sumbu ordinat di Titik A.
b. Perpotongan tersebut adalah R0, yaitu derajat konsolidasi saat U 0%.
c. Buat garis datar BC dan tentukan panjangnya.
d. Perpanjang garis BC, dan tentukan titik D sedemikian rupa
sehingga panjang CD = 0,15 panjang BC
e. Hubungkan titik A dan D hingga memotong kurva di titik E
f. Absis dari titik E = √t90 dan harga t90 = ( √t90 )2
g. Tentukan harga Cv90 dengan formula :
……………………………………………….. 19)
Dengan,
Cv 90 : Koefisien konsolidasi
T90 : Time factor untuk U = 90%
Hdr : Tinggi sampel,
1/2 H untuk double drainage
H untuk single drainage
47
h. Time Factor (T) yang digunakan adalah :
Untuk U rata – rata sampai dengan 60% ,
=
……………………………………… . 20)
Untuk U rata – rata di atas 60% ,
T = 1.781 – 0.933 log (100-U%) ……………………………. 21)
Gambar 9. Cara menentukan t 90 dengan Metode Taylor,
Sumber : Erizal, IPB.
Sehingga berdasarkan penyelesaian matematis Terzaghi (1925),
waktu konsolidasi ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
………………………………………………………… 22)
Dengan,
t : waktu konsolidasi (detik)
Tv : Faktor waktu
Hdr : Kedalaman tanah yang ditinjau konsolidasinya (cm)
Cv : Koefisien konsolidasi
48
Gambar 10. Derajat Konsolidasi (U) sebagai fungsi dari ketebalan
lapisan tanah yang memampat dan Faktor Waktu (T)
pada kondisi double drainage, Sumber : Das, 1995.
Derajat konsolidasi (U) pada sembarang waktunya, dapat ditentukan dengan
menggambarkan grafik penurunan vs, waktu untuk satu beban tertentu yang
diterapkan pada alat konsolidometer. Caranya dengan mengukur penurunan
total pada akhir fase konsolidasi. Kemudian dari data penurunan dan
waktunya, sembarang waktu yang dihubungkan dengan derajat konsolidasi
rata-rata tertentu (misalnya U = 50%) ditentukan.
Variasi derajat konsolidasi rata – rata terhadap fakto waktu yang tak
berdomensi Tv diberikan dalam tabel di bawah ini, di mana tekanan air pori
dianggap sama untuk seluruh kedalaman lapisan yang mengalami konsolidasi
(Das, 1995).
49
Tabel 13. Variasi Faktor Waktu Terhadap Derajat Konsolidasi,
Sumber : Das, 1995.
Derajat Konsolidasi
U%
Faktor Waktu
Tv
0 0
10 0.008
20 0.031
30 0.071
40 0.126
50 0.197
60 0.287
70 0.403
80 0.567
90 0.848
100 ≈
Walaupun fase konsolidasi telah berakhir, yaitu ketika tekanan air pori
telah nol, benda uji dalam konsolidometer masih terus mengalami
penurunan akibat konsolidasi sekunder. Karena itu, tekanan air pori
mungkin perlu diukur selama proses pembebanannya atau suatu interpretasi
data penurunan dan waktu harus dibuat untuk menentukan kapan
konsolidasi telah selesai.
50
METODE PENELITIAN III.
3.1. Lokasi Penelitian
Sampel tanah yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan tanah rawa
yang ada di sekitar Sungai Tulang Bawang dan Sungai Pidada dalam wilayah
administrasi Kabupaten Tulang Bawang. Lokasi penelitian merupakan Rawa Tipe
Luapan C, di mana daerah rawa dalam kategori ini didefinisikan sebagai daerah
rawa yang tidak pernah terluapi oleh pasang tertinggi karena pengaruh variasi
elevasi pasang surut air sungai, namun memiliki kedalaman muka air tanah tidak
lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
Sampel tanah akan diambil dari 5 (lima) titik pengambilan, yaitu di daerah :
a. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Aji Mesir Kecamatan Gedung Aji
(bagian tengah).
b. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Batu Ampar Kecamatan Gedung Aji
Baru (bagian tengah).
c. Bantaran Sungai Pidada di Kampung Rawa Ragil Kecamatan Gedung Aji
Baru (bagian hilir).
d. Bantaran Sungai Tulang Bawang di Kampung Sumber Sari Kecamatan
Penawar Aji (bagian tengah).
e. Bantaran Sungai Tulang Bawang di Kampung Gedung Jaya Kecamatan
Rawapitu (bagian hilir).
51
Aji Mesir
Rawa Ragil
Sumber Sari
Gedung Jaya
Batu Ampar
Gambar 11. . Peta Pengambilan Sampel, Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 2013.
52
3.2. Pengambilan Sampel dan Data
Hal – hal yang berkaitan dengan pengambilan sampel dalam studi ini adalah
sebagai berikut :
1) Sampel tanah existing diambil kurang lebih 50- 200 meter dari tepi sungai.
2) Sampel diambil dengan menggunakan alat boring pada
kedalaman 150 cm baik pada tanah existing maupun pada tanah tanggul
banjir. Sampel tanah tanggul diambil pada posisi lurus dengan pengambilan
sampel tanah existing.
3) Sampel tanah yang akan diambil meliputi sampel tanah terganggu (disturb
soil) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturb soil).
4) Data pengukuran tinggi tanggul di lapangan dilakukan pada posisi tegak lurus
pengambilan sampel tanah existing.
5) Data tinggi tanggul awal pada saat dibangun diperoleh dari Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulang Bawang.
6) Data kedalaman tanah lunak diperoleh dari pendekatan hasil uji sondir
terdekat dengan wilayah studi yaitu di daerah Rawajitu yang telah dilakukan
oleh Konsultan Perencana.
3.3. Pengujian Tanah
3.3.1. Metode USCS dan Penentuan Tanah Lunak.
Pengujian tanah lunak perlu terlebih dahulu dilakukan sehingga pengujian
lanjutan dalam penelitian ini dapat dilakukan. Pegujian tanah lunak menggunakan
uji analisis sarngan di mana apabila lebih dari 50% lolos saringan No. 200 maka
53
tanah tersebut merupakan jenis tanah berbutir halus yang terdiri dari lanau (silt)
dan lempung (clay) yang tergolong tanah lunak.
Untuk mengetahui jenis tanah berdasarkan metode USCS selain dilakukan uji
analisis saringan maka juga dilakukan uji Batas batas Atterberg. Uji Batas – batas
Atterberg tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat plastisitas tanah lanau atau
lempung tersebut yaitu berdasarkan nilai batas cair, batas plastis dan indeks
plastisitasnya. Berdasarkan Gambar 3. Bagan Plastisitas, maka akan dapat
ditentukan jenis tanah yang diteliti, apakah tanah lanau dengan kadar plastisitas
rendah atau tinggi (MH atau ML) ataukah lempung dengan plastisitas rendah atau
tinggi (CH atau CL).
3.3.2. Menentukan Kadar Lempung dan Organik Tanah.
Kandungan lempung tanah merupakan sifat indek tanah yang akan diuji
menggunakan uji analisi saringan. Kandungan organik didapatkan melalui uji di
Laboratorium FMIPA Unila. Dari kedua uji ini untuk mengetahui apakah tanah
merupakan tanah gambut di mana dalam rekayasa geoteknik (2011) disebutkan
bahwa bila kadar organik lebih dari 75% maka tanah tersebut merupakan tanh
gambut
3.4. Penentuan Sifat –sifat Fisis Tanah
Parameter sifat fisis tanah yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
a. Berat jenis/ Spesific Gravity (Gs)
b. Berat satuan volume (ϒ)
c. Kerapatan massa/ Density (ρ)
54
d. Angka pori / Void Ratio (e)
e. Kadar air/ Water Content (w).
f. Derajat kejenuhan/ Degrees of Saturation (S)
g. Porositas/ Porosity (n)
Selanjutnya dari hasil pengujian di atas, dengan persamaan dasar sifat fisis
(Persamaan 1 s.d. 8) dan hubungan persamaan matematis antara sifat fisis maka
nilai dari keseluruhan sifat – sifat fisis tersebut dapat ditentukan.
3.5. Pengujian Perilaku Penyusutan (shrinkage).
Untuk mengetahui besarnya penyusutan dan perilaku penyusutan lainnya maka
dilakukan pengujian batas - batas Atterberg. Dari pengujian tersebut dilakukan
analisis perilaku penyusutan pada tanah sebagai berikut :
a. Batas – batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan batas susut).
b. Menghitung Indeks Plastis (PI) dan Indeks Susut (SI).
c. Menentukan penyusutan volumetrik (Vs).
d. Menentukan Angka Ratio Penyusutan (R)
e. Menentukan susut linear (Ls).
3.6. Penurunan Tangul Banjir .
3.6.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement).
Penurunan segera terjadi akibat deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air
tanpa adanya perubahan kadar air. Untuk menentukan penurunan segera ini kita
perlu mengetahui ukuran pondasi untuk menentukan harga IP. Tanggul banjir
55
dianggap sebagai beban pondasi lentur dengan penurunan yang ditinjau permeter
panjang. Ukuran tanggul banjir saat dibangun diperoleh dari Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulang Bawang.
Dalam perhitungan penurunan segera ini, jenis tanah yang akan ditinjau harus
diketahui terlebih dahulu untuk menentukan Nilai Poisson dan Modulus Young.
Bila nilai – nilai tersebut telah diketahui maka dengan menggunakan persamaan
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, besarnya penurunan segera dapat
ditentukan.
3.6.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement).
Untuk mengetahui apakah suatu tanah mengalami penurunan akibat konsolidasi
maka perlu diketahui terlebih dahulu perbandingan antara tekanan overburden
yang terjadi di lapangan dengan tekanan pra konsolidasi hasil uji konsolidasi di
laboratorium. Konsolidasi akan terjadi bila tekanan overburden di lapangan lebih
kecil dari tekanan pra konsolidasi atau nilai OCR < 1 atau disebut sebagai tanah
terkonsolidasi normal (Normally Consolidated / NC Soil). Pada studi ini nilai
OCR akan ditinjau pada tanah tanggul dan tanah di bawah tanggul. Nilai tekanan
pra konsolidasi ( , perubahan angka pori (‗e) dan indeks kompresi (Cc) akan
diperoleh dari uji konsolidasi di laboratorium.
Selanjutnya yang perlu diketahui adalah beban – beban yang bekerja pada tanah
yang akan ditinjau konsolidasinya. Dalam penentuan beban ini, perlu diketahui
parameter sifat fisis tanah yaitu berat volume tanah dan kedalaman tanah dimana
beban tanah akan ditinjau. Data kedalaman tanah yang akan ditinaju akan
diperoleh melalui pendekatan uji sondir yang telah dilakukan dari wilayah yang
56
berdekatan dengan lokasi sampel yaitu di sekitar bantaran DAS Tulang Bawang.
Bila data – data tersebut telah diketahui maka besarnya penurunan akibat
konsolidasi yang terjadi pada tanggul dan tanah di bawah tanggul dapat
ditentukan.
3.6.3. Penurunan Total dan Waktu Konsolidasi
Penurunan total dari tanggul banjir yang akan ditinjau dalam studi ini adalah
penurunan yang disebakan oleh susut linear, penurunan segera dan penurunan
akibat konsolidasi primer. Penurunan total hasil perhitungan ini selanjutnya akan
dibandingkan dengan penurunan hasil pengukuran lapangan.
Pada akhir dari konsolidarsi primer, yaitu setelah tekanan air pori sama dengan
nol, penurunan masih tetap terjadi sebagai akibat dari deformasi plastis butiran
tanah. Dalam studi ini penurunan dibatasi sampai dengan konsolidasi primer saja.
Waktu yang diperlukan tanah untuk mencapai akhir konsolidasi primer dengan
mengasumsikan tanah mencapai derajat konsolidasi U90% dengan factor waktu
Tv adalah 0.848, sebab setelah konsolidasi primer terjadi penurunan akan terus
terjadi sampai dengan U100% dengan nilai Tv ≈ (tak berhingga).
Dalam studi ini, waktu konsolidasi primer yang telah didapat akan dibandingkan
dengan rentang waktu sejak tanggul dibuat sampai dengan pengukuran saat ini.
Dari perbandingan ini akan diketahui apakah penurunan tanggul telah mencapai
konsolidasi primernya atau belum.
57
Untuk keperluan praktis, kiranya perlu dibuat estimasi penurunan tanggul banjir
dalam kurun waktu tertentu yang disebabkan oleh penyusutan tanah, penurunan
segera dan penurunan akibat konsolidasi.
Beberapa persamaan yang akan digunakan dakam perhitungan konsolidasi
tanahyang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Tegangan awal P0 pada saat angka pori mula – mula (e0).
……………………………………………… 23)
Dengan,
P0 : Beban awal (gr/cm2)
P1 : Beban tambahan (gr/cm2)
e0 : Angka pori awal
e1 : Angka pori akibat beban tambahan
Cc : Indeks pemampatan
b. Angka pori akibat beban tambahan (e).
) ……………………………………..…………… 24)
Dengan,
e1 : Angka pori akibat beban tambahan
e0 : Angka pori awal
Cc : Indeks pemampatan
P1 : Beban tambahan (gr/cm2)
P0 : Beban awal (gr/cm2)
c. Besar Konsolidasi yang terjadi
………………………………………………………… 25)
Dengan,
S : Penurunan akibat konsolidasi (cm)
H : Kedalaman/ tinggi tanah (cm)
∆e : Perubahan angka pori
e1 : Angka pori akibat beban tambahan
Cc : Indeks pemampatan
58
d. Berat volume tanah terendam
………………………………………………………….. 26)
Dengan,
: Berat satuan volume terendam (gr/cm3)
Gs : Berat jenis tanah
: Berat satuan volume air (gr/cm3)
e : Angka pori
Metode penelitian yang akan dilakukan tergambar dalam diagram alir di bawah
ini.
59
Start
Data Primer Data Sekunder
Pengambilan sampel
Sampel Tanah
Uji Analisis Saringan
Tanah Lunak ?
tidak
Uji Kadar Organik
Uji Sifat Fisis
Uji Batas-batas Atterberg
Persentase Kadar Organik
Gs, ɣ, ρ, e, w, s, ɳ
WL,Wp,Ws,IP, Is
Pengukuran Dimensi Tanguul
Saat ini Dimensi Awal Tanggul dan Tahun Pembuatan
Jenis Tanah
Wilayah Studi
Persiapan
Jenis Tanah USCS
Kadar Lempung
Uji Konsolidasi Cc, δ’e, e, Cv
Ya
Data Sondir
1. Penurunan Segera2. Penurunan Konsolidasi pada Tanggul3. Penurunan Konsolidasi Tanah Dibawah tanggul4. Waktu Konsolidasi5. Penurunan Tanah Akibat Susut VolumetrikSusut Volumetrik
Susut LinearRasio Susut
Selesai
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
110
SIMPULAN DAN SARAN V.
5.1. Simpulan
Berdasarkan studi kasus penurunan tanggul banjir tanah rawa akibat penyusutan
dan konsolidasi pada studi kasus di DAS Tulang Bawang ini maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Jenis dan sifat fisis tanah adalah sebagai berikut.
a. Berdasarkan Metode USCS (Unified Soil Classification System) sampel
tanah berjenis SC (Sandy Clay/ lempung berpasir) CH (Clay with High
Plasticity/ lempung dengan plastisitas tinggi). Sedangkan berrdasarkan
metode USDA (United State Department of Agriculture), semua sampel
tanah berjenis lempung atau Clay.
b. Berdasarkan hasil uji laboratorium pada kondisi tanah di lapangan, sifat sifat
fisis sampel tanah dapat digolongkan sebagai tanah lunak dengan sedikit
organik (Hardiyatmo, 2002).
2. Kandungan lempung berkisar antara 36,44% - 79,94%, dengan semakin ke
hilir dari sungai yang ditinjau kecenderungan kandungan lempungnya
semakin besar. Untuk kadar organik berkisar antara 11,38% - 22,43% dan
digolongkan sebagai tanah lempung atau tanah lunak ( Litbang Prasarana
111
Transportasi, 2011).
3. Hasil uji konsistensi dan perhitungan penyusutan tanah serta penurunan yang
terjadi adalah sebagai berikut :
a. Pada pengujian konsistensi tanah, nilai LL dan PL akan cenderung
meningkat sesuai dengan peningkatan kadar silty clay dan kadar
organiknya. Sedangkan nilai indeks plastis berkisar antara 11,51% -
19,69%. termasuk dalam jenis tanah lempung berlanau dan lempung
(Hardiyatmo, 2002)
b. Besarnya susut linear tanah berkisar antara 16,36%– 19,08%. dan
menyebabkan penurunan tanggul berkisar antara 23,39 cm – 66,77cm.
c. Dalam hubungan besarnya perubahan akibat susut linear terhadap rentang
kadar air mula mula sampai dengan batas susut membentuk persamaan
regresi Y = 0,0566x + 13,257 dengan nilai R2 = 0,9606.
4. Besarnya penurunan tanggul banjir, waktu penurunan dan penurunan yang
terjadi pada kurun waktu tertentu, adalah sebagai berikut :
a. Penurunan total tanggul berdasarkan perhitungan berkisar antara 49,62
cm – 164,35 cm, dengan selisih penurunan dibandingkan kondisi
lapangan rata – rata adalah 5,41%. Kontribusi masing masing jenis
penurunan dari yang berurutan dari yang terbesar adalah 42,58% untuk
susut linear, 34,48% untuk konsolidasi tanah di bawah tanggul, 18,32%
untuk penurunan segera dan yang terkecil adalah konsolidasi tanggul
sebesar 4,52%.
112
b. Waktu konsolidasi untuk tanggul banjir berkisar antara 0,58 bulan – 1,82
bulan dan untuk tanah di bawah tanggul banjir sebesar 5,25 bulan – 29,15
bulan.
c. Persentase penurunan tanggul terhadap waktu berdasarkan perhitungan
regresi dengan Program Excel maka diperoleh persamaan regresi dalam
bentuk logarithmic, yaitu :
Y1 = 0,0163 . ln(x) + 0,2703 untuk di daerah hulu sungai.
Y2 = 0,0512 . ln(x) + 0,2987 untuk di daerah hilir sungai.
Dengan,
Y1 : Persentase penurunan tanggul banjir terhadap tinggi tanggul awal
di daerah hulu sungai (%).
Y2 : Persentase penurunan tanggul banjir terhadap tinggi tanggul awal
di daerah hilir sungai (%).
X : Waktu penurunan (bulan).
5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, penulis menyarankan agar bila ke depan
dilakukan penelitian lanjutan, maka agar dapat mempertimbangkan hal – hal
sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan akurasi hubungan yang lebih baik agar menggunakan
data sampel yang lebih banyak di tiap – tiap lokasi.
2. Untuk mendapatkan keakuratan kedalaman tanah lunak, maka sebaiknya
melakukan uji sondir lapangan sebagai data primer di tiap - tiap lokasi.
3. Menganalisis peran kandungan lempung sebagai bahan mineral tanah dan
bukan lempung dalam arti ukuran partikel tanah terhadap perilaku penyusutan
dan pengembangan.
113
4. Perlunya mempertimbangkan penurunan yang juga disebabkan oleh
konsolidasi sekunder, karena beberapa tanggul dalam studi ini telah jauh
melewati waktu konsolidasi primernya.
:
114
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, D. 2009. Pengkajian Kapasitas Daya Dukung Tanah Gambut di Daerah
Pengembangan Irigasi di Kalimantan Tengah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum.
Bandung.
Altmeyer, WT. 1955. Discussion On Engineering Properties Of Expansive Clays.
Proc Am Soc Civ Eng 81(658):17–19.
Appendix C RSDYK. 2008. Literature Review Solution for Smart Flood Control .
Nederland.
Arbianto, R. 2016. Studi Korelasi Indeks Plastisitas dan Batas Susut terhadap
Perilaku Mengembang Tanah. Jurnal Kajian Teknik Sipil Vol. 1 No.
2. Universitas 17 Agustus 1945. Jakarta.
Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah. Prinsip - Prinsip Geoteknik. Erlangga.
Jakarta.
Departemen Hukum dan HAM, 2012. PP No. 37 tentang Pengelolaan DAS Tahun
2012. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 62. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Konstruksi dan Bangunan Sipil
Pembangunan Bendungan Urugan pada Pondasi Tanah Lunak.
Dirjen SDA. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal bina Marga, 2006. Pedoman
Konstruksi dan Bangunan No. 003-01/BM/2006. Pekerjaan Tanah
Dasar. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. 2015. Peraturan Menteri PU
dan Perumahan Rakyat No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa. Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 797. Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Proses Pembentukan dan
Sifat – sifat Dasar Tanah Lunak. Pedoman Kimpraswil Pusat
115
Penelitian dan Pengembangan Transportasi No: Pt T-8-2002-B.
Bandung.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2016. Data Base Jaringan Irigasi
Rawa Kabupaten Tulang Bawang. Tulang Bawang.
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Tulang Bawang. 2006. Studi
Penanggulangan Banjir Sungai Tulang Bawang. Tulang Bawang.
Erizal. Mekanika Tanah. Slide Bahan Kuliah. Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hardiyatmo, HC. 2002. Mekanika Tanah I. Yogjakarta. Gadjah Mada University
Press.
Head KH. 1992. Manual Of Soil Laboratory Testing 1: Soil Classification And
Compaction Tests. Pentech Press. London.
Holtz, WG. 1959. Expansive Clays : Properties And Problems. QJ Colo Sch Min
54(4):89–125
Hutama Hr dan Amri K. 2011. Perencanaan Perbaikan Sungai Tulang Bawang.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Jitno H., 1996, Tanah Ekspansif : Masalah dan solusinya, Prosiding Seminar
Geoteknik Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Izdebska, D at All, 2013. Testing Shrinkage Factor : Comparison Of Methods
And Correlation With Indeks Properties. DOI 10.1007/s10064-012-
449-0.
Kumor MK. 2008. Selected geotechnical problems of expansive clays in the area
of Poland. Archit Civ Eng Environ 1(4):75–92.
Li, J., Islam, S., 1999. On The Estimation Of Soil Moisture Profile And Surface
Fluxes Partitioning From Sequential Assimilation Of Surface Layer
Soil Moisture. Journal of Hydrology. 220 (1-2). DOI:
10.1016/s0022- 1694(99)00066-9. ISSN: 00221694. pp. 86-103.
Muntohar, AS. 2005. Pengantar Rekayasa Geoteknik. Lab. Mektan UMY.
Yogyakarta.
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang. 2014. Buku Putih Sanitasi Program
Percepatan Sanitasi Permukiman. Tulang Bawang.
Raman V. 1967. Identification of Expansive Soils From The Plasticity Index and
The Shrinkage Index Data. Indian Eng 11(1):17–22.
116
Rangantham GV, Satanarayana B. 1965. A Rational Method of Predicting
Swelling Potential for Compacted Expansive Soils. Proceeding Of
The 6th ICSMFE, Vol 1. Montreal, pp 92–96.
Setiawan, B., 2008, Mineral Lempung Ekspansif Permasalahan dan
Penanganannya, Makalah mata kuliah Clay Mineralogi, Program
Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setiawati, L., 1998, Tinjauan Besar dan Potensi Swelling pada Tanah di Sekitar
Universitas Sebelas Maret dengan Alat Oedometer, Skripsi Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNS, Surakarta.
Soil Survey Division Staff. 1993. Soil Survey Manual. US Dept. Agriculture
Handbook No. 18. United State Department of Agricultural.
Sutarman, E. 2013. Konsep dan Aplikasi Mekanika Tanah. Yogyakarta.
Tansey, K.J., Millington, A.C., Battikhi, A.M., White, K.H., 1999. Monitoring
Soil Moisture Dynamics Using Satellite Imaging Radar in
Northeastern Jordan. Applied Geography. 19 (4). DOI:
10.1016/s0143- 6228(99)00009-0. ISSN: 01436228. pp. 325-344.
Tountoungi A. 1988. Expansion Soil in Syria. Proceeding Of The International
Conference On Engineering Problems of Regional Soils. Beijing,
pp 413–714.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang., 2016. Tulang Bawang Dalam
Angka 2016 . Bandar Lampung. Katalog 1102001.1808.
Yuliet, R. 2011. Uji Potensi Mengembang pada Tanah Lempung dengan Metode
Free Swelling Test. Journal Rekayasa Sipil. ISSN : 1858 – 2