studi model disipasi dan run-up/run-down …konteks.id/p/05-134.pdf · model breakwater dapat...

8
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-199 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 STUDI MODEL DISIPASI DAN RUN-UP/RUN-DOWN GELOMBANG PADA REVETMENT BERTIRAI Muhammad Arsyad 1 , A. Ildha Dwipuspita 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar, Email: [email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan 8, Perumdos Unhas Tamalanrea Blok R3 Makassar, Email: [email protected] ABSTRAK Limpasan gelombang ke darat pada beberapa garis pantai perkotaan sering menjadi masalah yang serius karena dapat menyebabkan kerusakan pada sarana dan prasarana yang ada di tepian pantai. Bangunan pengaman pantai sering mengalami keruntuhan akibat gerusan gelombang di dasarnya. Perairan pantai yang menjadi jalur transportasi air untuk kapal-kapal kecil sering terganggu oleh gelombang berdiri akibat refleksi gelombang yang besar dari bangunan pantai. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan alternatif prototip bangunan yang mampu meredam gelombang, mengurangi refleksi sekaligus mengurangi run-up dan run-down gelombang serta artistik untuk wilayah perkotaan. Revetment Bertirai adalah salah satu rancangan alternatif yang diharapkan mampu memenuhi syarat teknis tersebut. Untuk mendapatkan fakta empirik, maka dilakukan kajian model fisik di laboratorium dengan skala model 1:20 pada saluran gelombang dengan panjang 16 m, lebar 1,20 m dan tinggi 1,00 m. Tiga variasi tinggi dan panjang gelombang (H i & L) digunakan untuk mensimulasi 3 macam struktur tirai yang dibedakan pada kerapatan tirai masing-masing S = 0,5B; S = B dan S =1,5B (S = spasi batang tirai dan B = lebar batang tirai) dan dipasang dengan kemiringan 45º. Hasil penelitian menunjukkan semakin rapat tirai semakin meningkat kemampuan disipasi gelombangnya, semakin memperkecil refleksi gelombang serta semakin kecil run-up/run- down yang terjadi. Parameter kecuraman gelombang (H i /L) dan kerapatan tirai (S/B) baik sendiri- sendiri maupun secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap refleksi dan disipasi gelombang. Nilai Ru tirai kerapatan rendah (S = 1,5B) dapat berkurang hingga 40% pada bilangan Ir berkisar 0 – 7 dan Ru untuk tirai kerapatan tinggi (S = 0,5B) dapat berkurang hingga 80% pada bilangan Ir berkisar 0 - 11. Persamaan empiris hubungan K r dan K d dengan parameter tak berdimensi BH i /SL dan kurve hubungan IrS/B dengan R u /H dan R d /H yang diperoleh dapat digunakan untuk perancangan prototip di lapangan. Kata kunci: revetment bertirai, run-up/run-down, refleksi, disipasi. PENDAHULUAN 1. Sebagai negara maritim dengan panjang garis pantai yang besar, Indonesia seyogyanya memberikan perhatian yang besar terhadap pengelolaan daerah pantainya. Pengembangan sumberdaya manusia pada bidang keteknikpantaian seyogyanya menjadi salah satu prioritas di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi dengan program studi Teknik Keairan khususnya Teknik Pantai masih sangat kurang jika diprosentasekan terhadap besarnya wilayah pantai dan kompleksnya permasalahan kepantaian yang sedang terjadi saat ini. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit kebijakan pengelolaan wilayah pantai yang keliru sehingga menimbulkan dampak kerusakan di lingkungan sekitarnya. Banyak penanganan pantai atau pembangunan pada pantai yang tidak berwawasan lingkungan pantai yang bukan hanya gagal mengatasi masalah yang dituju, tetapi bahkan mengakibatkan timbulnya masalah lain di sekitarnya. Bangunan pantai yang banyak mengalami masalah di antaranya adalah revetment dan sea wall dari konstruksi pasangan batu dan/atau beton. Tidak sedikit ditemukan sea wall dan/atau revetment yang baru saja dibangun namun sudah runtuh karena mengalami gerusan dikakinya atau terlimpasi oleh gelombang dan terjadi aliran rembesan atau piping di dasar bangunan karena tidak ada drainase di belakang dinding mengakibatkan terjadinya erosi lapisan tanah dasar bangunan. Salah satu penyebab kerusakan-kerusakan yang diuraikan tersebut adalah run up gelombang yang besar pada dinding dan run down yang menjangkau lapisan kaki bangunan apalagi bila tidak dilengkapi dengan struktur pelindung kaki, sehingga menyebabkan gerusan dasar. Selain mempertinggi mercu bangunan dan memasang pelindung kaki, maka alternatif yang bisa dilakukan adalah memasang lapisan (tirai) di depan dinding yang berfungsi mengurangi run up dan run down gelombang sekaligus mempunyai kemampuan meredam gelombang, sehingga gelombang refleksi di depan dinding juga menjadi kecil. Paper ini menyajikan salah satu hasil penelitian mahasiswa strata satu di Jurusan Teknik Sipil Unhas (A. Ildha Dwipuspita dkk, 2011) yang bertujuan mengetahui pengaruh kerapatan struktur tirai terhadap refleksi dan disipasi gelombang serta run up/run down gelombang pada dinding revetment.

Upload: vuque

Post on 02-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-199 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

STUDI MODEL DISIPASI DAN RUN-UP/RUN-DOWN GELOMBANG PADA REVETMENT BERTIRAI

Muhammad Arsyad1, A. Ildha Dwipuspita2

1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar, Email: [email protected]

2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan 8, Perumdos Unhas Tamalanrea Blok R3 Makassar, Email: [email protected]

ABSTRAK Limpasan gelombang ke darat pada beberapa garis pantai perkotaan sering menjadi masalah yang serius karena dapat menyebabkan kerusakan pada sarana dan prasarana yang ada di tepian pantai. Bangunan pengaman pantai sering mengalami keruntuhan akibat gerusan gelombang di dasarnya. Perairan pantai yang menjadi jalur transportasi air untuk kapal-kapal kecil sering terganggu oleh gelombang berdiri akibat refleksi gelombang yang besar dari bangunan pantai. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan alternatif prototip bangunan yang mampu meredam gelombang, mengurangi refleksi sekaligus mengurangi run-up dan run-down gelombang serta artistik untuk wilayah perkotaan. Revetment Bertirai adalah salah satu rancangan alternatif yang diharapkan mampu memenuhi syarat teknis tersebut. Untuk mendapatkan fakta empirik, maka dilakukan kajian model fisik di laboratorium dengan skala model 1:20 pada saluran gelombang dengan panjang 16 m, lebar 1,20 m dan tinggi 1,00 m. Tiga variasi tinggi dan panjang gelombang (Hi & L) digunakan untuk mensimulasi 3 macam struktur tirai yang dibedakan pada kerapatan tirai masing-masing S = 0,5B; S = B dan S =1,5B (S = spasi batang tirai dan B = lebar batang tirai) dan dipasang dengan kemiringan 45º. Hasil penelitian menunjukkan semakin rapat tirai semakin meningkat kemampuan disipasi gelombangnya, semakin memperkecil refleksi gelombang serta semakin kecil run-up/run-down yang terjadi. Parameter kecuraman gelombang (Hi/L) dan kerapatan tirai (S/B) baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap refleksi dan disipasi gelombang. Nilai Ru tirai kerapatan rendah (S = 1,5B) dapat berkurang hingga 40% pada bilangan Ir berkisar 0 – 7 dan Ru untuk tirai kerapatan tinggi (S = 0,5B) dapat berkurang hingga 80% pada bilangan Ir berkisar 0 - 11. Persamaan empiris hubungan Kr dan Kd dengan parameter tak berdimensi BHi/SL dan kurve hubungan IrS/B dengan Ru/H dan Rd/H yang diperoleh dapat digunakan untuk perancangan prototip di lapangan.

Kata kunci: revetment bertirai, run-up/run-down, refleksi, disipasi.

PENDAHULUAN 1.Sebagai negara maritim dengan panjang garis pantai yang besar, Indonesia seyogyanya memberikan perhatian yang besar terhadap pengelolaan daerah pantainya. Pengembangan sumberdaya manusia pada bidang keteknikpantaian seyogyanya menjadi salah satu prioritas di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi dengan program studi Teknik Keairan khususnya Teknik Pantai masih sangat kurang jika diprosentasekan terhadap besarnya wilayah pantai dan kompleksnya permasalahan kepantaian yang sedang terjadi saat ini. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit kebijakan pengelolaan wilayah pantai yang keliru sehingga menimbulkan dampak kerusakan di lingkungan sekitarnya. Banyak penanganan pantai atau pembangunan pada pantai yang tidak berwawasan lingkungan pantai yang bukan hanya gagal mengatasi masalah yang dituju, tetapi bahkan mengakibatkan timbulnya masalah lain di sekitarnya. Bangunan pantai yang banyak mengalami masalah di antaranya adalah revetment dan sea wall dari konstruksi pasangan batu dan/atau beton. Tidak sedikit ditemukan sea wall dan/atau revetment yang baru saja dibangun namun sudah runtuh karena mengalami gerusan dikakinya atau terlimpasi oleh gelombang dan terjadi aliran rembesan atau piping di dasar bangunan karena tidak ada drainase di belakang dinding mengakibatkan terjadinya erosi lapisan tanah dasar bangunan. Salah satu penyebab kerusakan-kerusakan yang diuraikan tersebut adalah run up gelombang yang besar pada dinding dan run down yang menjangkau lapisan kaki bangunan apalagi bila tidak dilengkapi dengan struktur pelindung kaki, sehingga menyebabkan gerusan dasar. Selain mempertinggi mercu bangunan dan memasang pelindung kaki, maka alternatif yang bisa dilakukan adalah memasang lapisan (tirai) di depan dinding yang berfungsi mengurangi run up dan run down gelombang sekaligus mempunyai kemampuan meredam gelombang, sehingga gelombang refleksi di depan dinding juga menjadi kecil. Paper ini menyajikan salah satu hasil penelitian mahasiswa strata satu di Jurusan Teknik Sipil Unhas (A. Ildha Dwipuspita dkk, 2011) yang bertujuan mengetahui pengaruh kerapatan struktur tirai terhadap refleksi dan disipasi gelombang serta run up/run down gelombang pada dinding revetment.

Keairan

H-200 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

TINJAUAN PUSTAKA 2.Struktur tambahan dinding revetment yang berbentuk tirai dengan kisi-kisi balok horisontal terinspirasi dari beberapa hasil penelitian tentang pemecah gelombang dengan perforasi seperti dikemukakan oleh Takahashi (1996) yang meneliti perforated wall caisson dan hasilnya cukup efektif meredam gelombang. Selain itu juga memperhatikan hasil penelitian Allsop, 1995 dalam Thomson, 2000 yang meneliti tentang single dan double screen wall breakwater dengan hasil transmisi dan refleksi gelombang yang cukup kecil. Ariyarathne (2007) menguji model perforated breakwater, dimana struktur yang dibuat merupakan struktur masif mulai dari dasar hingga ke bagian atas breakwater dengan bagian perforasi berada pada bagian atas. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh informasi bahwa refleksi, transmisi dan energi disipasi tergantung pada parameter B/L, dimana B adalah lebar struktur dan L adalah panjang gelombang. Untuk kondisi gelombang yang diuji, energi disipasi berkisar antara 56-78%, dan lebih dari 75% kasus yang diuji, energi disipasinya diatas 69%. Ini berarti struktur sangat efektif untuk disipasi energi gelombang. Sementara koefisien refleksi menurun seiring dengan meningkatnya nilai B/L sampai sekitar 0,225 kemudian mulai meningkat kembali. Koefisien refleksi minimum terjadi pada B/L ≈ 0,2-0,25. Rageh dan Koraim (2009) meneliti breakwater bentuk dinding vertikal dengan celah horisontal. Dari hasil penelitiannya model breakwater dapat mendisipasi gelombang datang hingga 50% dengan penempatan breakwater pada h/L=0,25-0,35 dengan h adalah kedalaman perairan dan L adalah panjang gelombang.

Gambar 1. Sketsa model breakwater dinding vertikal dengan celah horisontal (Rageh dan Koraim, 2009)

Wurjanto dkk. (2010) meneliti tingkat efektivitas perforated skirt breakwater (PSB) pada kategori gelombang panjang dan mendapatkan bahwa semakin besar nilai draft breakwater (s), maka nilai koefisien transmisi semakin kecil (Kt) atau semakin besar energi disipasi yang terjadi. Semakin kecil nilai koefisien Kt berarti semakin baik fungsi dari breakwater. Pada bangunan revetment yang dikenal sebagai struktur perkuatan dinding pantai, perlu juga dioptimalkan fungsi meredam gelombangnya atau memperkecil gelombang refleksi, di samping itu juga diupayakan agar run up dan run down gelombang dapat ditekan serendah-rendahnya untuk mendapatkan konstruksi yang hemat.

Run-up dan run down gelombang pada dinding perlindungan pantai merupakan salah satu aspek penting yang perlu menjadi perhatian karena akan berdampak pada tingginya mercu bangunan oleh rayapan gelombang yang tinggi serta potensi gerusan di kaki bangunan oleh run-down gelombang. Runup tergantung pada bentuk dan kekasaran bangunan, kedalaman air pada kaki bangunan, kemiringan dasar laut depan bangunan, dan karakteristik gelombang. Berbagai penelitian tentang runup gelombang telah dilakukan di laboratorium. Hasil penelitian tersebut berupa grafik-grafik yang dapat digunakan untuk menentukan tinggi runup. Hasil percobaan yang paling sering digunakan dalam penentuan tinggi runup gelombang pada bangunan miring adalah hasil percobaan Irribaren seperti disajikan pada Gambar 2.

Keairan

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-201 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Gambar 2. Grafik Irribaren (Triatmodjo B., 1999)

LANDASAN TEORITIS 3.Untuk menjelaskan fenomena gelombang laut para ilmuwan telah mengembangkan beberapa teori gelombang yaitu teori gelombang linier (Airy wave theory, Small-amplitude wave theory) dan teori gelombang non linier (Finite-amplitude wave theories), antara lain gelombang Stokes orde 2, orde 3, orde 4 dan seterusnya, gelombang Cnoidal, gelombang Dean Stream Function, gelombang Solitary. Untuk menentukan teori yang paling sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, digunakan grafik penerapan teori gelombang yang didasarkan pada nilai perbandingan H/d dan d/L (Triatmodjo, 1999).

Bangunan revetment terletak di bibir pantai dan pada umumnya berinteraksi dengan gelombang laut dangkal, sehingga teori gelombang yang sesuai adalah teori gelombang cnoidal. Namun untuk memudahkan analisis maka digunakan teori gelombang Airy. Hal ini berpedoman pada hasil penelitian Thaha (2001) yang mengkaji gelombang laut dangkal pada rumpun bakau diperoleh hasil bahwa penerapan teori gelombang Cnoidal tidak signifikan berbeda dengan teori gelombang Airy. Untuk itu panjang gelombang (L) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

÷øö

çèæ

= dL

gTL

p

p

2tanh

2

2

(1)

Dengan menggunakan metode iterasi maka Persamaan (1) dapat diselesaikan guna menentukan panjang gelombang. Pada persamaan (1) diperlukan panjang gelombang awal yaitu panjang gelombang laut dalam (Lo) dengan menggunakan persamaan berikut :

2

056,1 TL = (2)

Dimana, T = periode gelombang, d = kedalaman air.

Refleksi gelombang adalah pemantulan kembali gelombang oleh dinding bangunan yang parameternya dinyatakan dalam koefisien refleksi gelombang. Koefisien refleksi (Kr) adalah perbandingan antara Hr dengan Hi serta koefisien disipasi (Kd) = 1-Kt-Kr, dimana Kt dianggap 0 karena tidak ada gelombang yang lewat revetment. Tinggi gelombang datang (Hi) dan gelombang refleksi (Hr) pada model ditentukan berdasarkan tinggi gelombang maksimum (Hmax) dan minimum (Hmin) dari hasil pengukuran tinggi gelombang pada beberapa titik. Hi didefenisikan sebagai (Hmax+Hmin)/2 serta Hr adalah (Hmax-Hmin)/2.

Untuk menentukan besarnya run-up dan run-down gelombang, maka bilangan Irribaren ditentukan dengan persamaan berikut:

5,0

0)/(

r LH

tg I

q= (3)

Dengan Ir : bilangan Irribaren θ : Sudut kemiringan sisi revetment

Keairan

H-202 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

H : tinggi gelombang di lokasi bangunan L0 : panjang gelombang laut dalam.

METODE PENELITIAN 4.Penelitian dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Hidrodinamika Universitas Hasanuddin dengan simulasi pemodelan fisik menggunakan skala geometrik 1:20. Model dinding revetment bertirai dengan kemiringan 45º (lihat Gambar 3) dibuat dalam 3 variasi kerapatan tirai yang diatur pada lebar spasi tirai (jarak antar batang-batang horisontal) yaitu S = 0,5B; S = B dan S = 1,5B, dimana B = lebar balok (dimensi balok diasumsikan B = h). Model ditempatkan pada ujung saluran gelombang dan disimulasikan dengan tinggi dan periode gelombang dalam beberapa variasi masing-masing. Parameter yang diamati adalah tinggi dan periode gelombang datang (Hi & T), tinggi gelombang refleksi (Hr) dan run-up/run-down gelombang (Ru dan Rd). Analisis data dimulai dari menghitung Hi, L, Hr, Hd dan Ir dilanjutkan dengan menghitung koefisien refleksi dan run-up/run-down relatif.

Gambar 3. Model revetment bertirai

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk persamaan dan grafik hubungan antara parameter tak berdimensi yang menggabungkan karakteristik gelombang dan karakteristik struktur tirai. Penelitian hanya mengkaji sudut kemiringan 45º, pengaruh jarak antara dinding revetment dengan tirai tidak dikaji dan sebagai pendekatan diambil 1/3 dari panjang gelombang maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

Kemampuan disipasi gelombang Perhitungan didasarkan pada hukum konservasi tinggi gelombang dimana tinggi gelombang datang sama dengan jumlah tinggi gelombang transmisi, refleksi dan disipasi atau Hi = Ht + Hr + Hd. Pada studi kasus revetment yang merupakan struktur perkuatan tebing pantai, maka Ht dinyatakan 0 (tidak ada gelombang yang dilewatkan) sehingga tinggi gelombang disipasi dapat dihitung sebesar Hd = Hi-Hr atau dalam bentuk koefisien Kd = 1 – Kr. Untuk menganalisis hubungan parameter kerapatan struktur tirai (S/B) dengan Kr dan Kd digunakan parameter tak berdimensi Hi/L atau kecuraman gelombang sebagai parameter yang mempersentasikan karakteristik gelombang. Gambar 4a menyajikan hubungan antara Hi/L dengan Kr untuk 3 macam kerapatan masing-masing S/B = 0,5; S/B = 1 dan S/B = 1,5 serta dibandingkan dengan Kr tanpa tirai. Gambar 4b mempresentasikan hubungan Hi/L dengan Kd juga pada 3 macam kerapatan tirai tersebut dengan Kd tanpa tirai sebagai pembanding.

Gambar 4a memperlihatkan pengaruh kerapatan tirai (S/B) terhadap besarnya refleksi gelombang di depan model, dimana semakin rapat tirai atau semakin kecil dimensi S terhadap B maka semakin kecil nilai koefisien refleksi gelombang (Kr) atau semakin kecil tinggi gelombang yang dipantulkan. Jarak sebaran data dan kurve regresi antara S/B = 0,5 dengan S/B = 1 jauh lebih besar daripada jarak antara S/B = 1 dengan S/B = 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan tirai berpengaruh secara tidak linier terhadap refleksi gelombang dan spasi tirai sebesar S/B = 1,5 menunjukkan selisih yang tipis dengan Kr tanpa tirai yang berarti kerapatan tersebut tidak signifikan lagi berpengaruh.

Keairan

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-203 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Gambar 4. Hubungan Hi/L dengan Kr dan Kd revetment bertirai. Gambar 4b memperlihatkan hal sebaliknya yaitu pengaruh kerapatan tirai (S/B) terhadap besarnya disipasi gelombang yang terjadi pada model, dimana semakin rapat tirai atau semakin kecil dimensi S terhadap B maka semakin besar nilai koefisien disipasi gelombang (Kd) atau semakin besar tinggi gelombang yang didisipasikan. Jarak sebaran data dan kurve regresi antara S/B = 0,5 dengan S/B = 1 jauh lebih besar daripada jarak antara S/B = 1 dengan S/B = 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan tirai berpengaruh secara tidak linier terhadap disipasi gelombang dan spasi tirai sebesar S/B = 1,5 menunjukkan selisih yang tipis dengan Kd tanpa tirai yang berarti kerapatan tersebut tidak signifikan lagi berpengaruh. Dari Gambar 4 juga terlihat pengaruh kecuraman gelombang dimana semakin curam gelombang atau Hi/L semakin besar, maka semakin kecil nilai Kr dan semakin besar nilai Kd atau semakin curam gelombang semakin efektif teredam energinya oleh struktur tirai. Hal lainnya terlihat bahwa semakin rapat struktur tirai semakin besar gradien penurunan nilai Kr dan semakin besar juga gradien kenaikan nilai Kd. Untuk mendapatkan pengaruh secara bersama antara parameter gelombang (Hi/L) dan parameter struktur (S/B) dengan Kr dan Kd, maka digunakan parameter tak berdimensi BHi/SL. Gambar 5 menyajikan hubungan BHi/SL dengan Kr dan Kd.

Gambar 5. Hubungan BHi/SL dengan Kr dan Kd revetment bertirai.

Gambar 5 menunjukkan pengaruh bersama parameter tak berdimensi yang berisi kerapatan tirai (B/S) dan kecuraman gelombang (Hi/L) dengan Kr dan Kd, dimana Kr menurun secara eksponensial dengan meningkatnya nilai BHi/SL dan Kd meningkat secara logaritmik dengan meningkatnya nilai BHi/SL. Pendekatan empiris hubungan kedua parameter tersebut diperoleh seperti berikut:

÷÷÷

ø

ö

ççç

è

æ-

=S L

iBH

rK78,6

exp72,0 (4)

95,015,0 += ÷ø

öçè

æS L

iBHl ndK (5)

Kedua persamaan tersebut berlaku untuk kemiringan revetment bertirai 45º dengan jarak tirai sebesar 1/3L untuk balok tirai dengan lebar balok (b atau B) sama dengan tingginya (h). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk membuat rancangan prototip untuk diterapkan di lapangan.

a. Hubungan H i /L dengan K d b. Hubungan H i /L dengan K r

Keairan

H-204 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Run-up/Run-down (Ru & Rd) gelombang Kajian run-up dan run-down gelombang dilakukan untuk mengetahui pengaruh kerapatan struktur tirai (S/B) dan karakteristik gelombang terhadap nilai Ru dan Rd gelombang pada dinding revetment dibelakangnya. Hal ini dibutuhkan untuk perancangan ketinggian mercu bangunan revetment. Seperti diketahui parameter yang umum digunakan untuk menggambarkan besarnya nilai run-up dan run-down adalah bilangan tak berdimensi Irribaren (Persamaan 3). Nilai Ru dan Rd sendiri dibuat tak berdimensi dan digunakan nilai relatif terhadap tinggi gelombang datang (H). Hasil penelitian disajikan dalam hubungan bilangan Irribaren (Ir) dengan Ru/H dan Rd/H yang diperoleh. Hubungan tersebut diplot ke dalam grafik Irribaren yang memuat nilai-nilai run-up dan run-down beberapa jenis material lapis lindung sebagaimana disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan Bilangan Irribaren dengan Ru/H dan Rd/H di antara beberapa grafik Irribaren.

Pada Gambar 6 terdapat 6 kurve hasil penelitian yaitu masing-masing 3 kurve run-up dan 3 kurve run-down (Tes-1; Tes-2 dan Tes-3). Tes-1 adalah hasil run-up dan run-down dari kerapatan S/B = 0,5 (kerapatan tinggi); Tes-2 merupakan hasil percobaan dengan S/B = 1 (kerapatan sedang) dan Tes-3 adalah hasil dari S/B = 1,5 (kerapatan rendah). Data hasil percobaan Tes-1 menunjukkan bahwa baik Ru maupun Rd meningkat secara linier hingga bilangan Irribaren mencapai sekitar 13. Tes-1 memberikan hasil Ru dan Rd yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Kurve Dinding Miring Muka Halus (DM2H), batu pecah, doloz dan quadripod hingga nilai Ir berkisar 7-8 untuk Ru dan Ir berkisar 4 untuk Rd. Pada hasil Tes-2 dapat dilihat bahwa nilai Ru dan Rd meningkat secara linier hingga bilangan Ir berkisar 7-8 dan menjadi konstan setelah melewati nilai Ir tersebut. Nilai Tes-2 tersebut menunjukkan bahwa kerapatan tirai sedang (S = B) hingga Ir berkisar 4 memberikan nilai Ru yang lebih kecil dari DM2H, batu pecah dan quadripod, sedangkan di atas kisaran Ir tersebut, nilai Ru berada di antara DM2H dengan kurve Irribaren lainnya. Pada nilai Rd, Tes-2 memberikan nilai Rd yang lebih besar dari kurve-kurve Irribaren. Pada Tes-3 terlihat nilai Ru dan Rd meningkat mendekati linier hingga nilai Ir berkisar 5-6 lalu menurun dan konstan pada kisaran nilai Ir = 7. Nilai Ru yang konstan ini berada sama dengan nilai konstan kurve DM2H. Dengan demikian liku grafik Tes-3 ini memberikan indikasi adanya kesamaan dengan kurve DM2H meskipun terjadi pada nilai Ir yang lebih besar dan dapat dikatakan bahwa kerapatan rendah (S = 1,5B) memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap pengurangan nilai Ru. Untuk kebutuhan perancangan prototip dilapangan diperlukan hubungan parameter yang berpengaruh secara bersama-sama dengan Ru dan Rd dalam bentuk parameter tak berdimensi sebagaimana disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan Ir.S/B dengan Ru/H dan Rd/H.

Keairan

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 H-205 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Gambar 7 memperlihatkan nilai rerata maksimum Ru berkisar 2H pada IrS/B = 7 dan Ru konstan dengan nilai berkisar 1,8H pada IrS/B ≥ 10. Nilai rerata maksimum Rd berkisar 1,75H pada IrS/B = 7 dan Rd konstan dengan nilai berkisar 1,4H pada IrS/B ≥ 11.

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Penambahan struktur tirai mampu meningkatkan efektifitas meredam gelombang dan mengurangi refleksi

gelombang serta memperkecil nilai run-up dan run-down gelombang pada dinding revetment. 2. Semakin curam gelombang semakin menurun refleksi gelombangnya dan semakin meningkat disipasi

gelombangnya, dimana penurunan dan peningkatan tersebut dapat didekati secara eksponensial dan logaritmik. Untuk kisaran Hi/L = 0,02 – 0,07, refleksi gelombang turun serta disipasi gelombang meningkat berkisar masing-masing 64,5% untuk tirai kerapatan tinggi (S = 0,5B) cukup signifikan jika dibandingkan tanpa tirai yang hanya berkisar 11,30%.

3. Semakin rapat struktur tirai (S/B semakin kecil), semakin meningkat kemampuan disipasi gelombangnya dan semakin turun refleksi gelombang, demikian juga sebaliknya. Kerapatan struktur tirai memberikan pengaruh yang tidak linier terhadap refleksi dan disipasi gelombang. Kerapatan rendah yang dicoba (S = 1,5B) tidak lagi signifikan berpengaruh terhadap Kr dan Kd.

4. Persamaan empiris hubungan Kr dan Kd dengan variabel kecuraman gelombang (Hi/L) dan dimensi tirai (B/S) telah diperoleh dengan kekuatan hubungan yang memadai untuk dapat digunakan dalam perancangan prototip di lapangan.

5. Nilai Ru untuk tirai dengan kerapatan tinggi (S = 0,5B) lebih kecil daripada nilai Ru untuk dinding DM2H, batu pecah, quadripod dan doloz pada kisaran bilangan Irribaren (Ir) = 0 – 8; Ru untuk tirai dengan kerapatan sedang (S = B) lebih kecil daripada dinding DM2H, batu pecah dan quadripod pada kisaran nilai Ir = 0 – 4. Sedangkan nilai Ru untuk tirai dengan kerapatan rendah (S = 1,5B) lebih kecil daripada dinding DM2H pada kisaran nilai Ir = 0 – 7 dan pada nilai Ir selanjutnya memberikan nilai yang sama. Hal itu berarti kerapatan rendah tersebut tidak signifikan lagi berpengaruh terhadap Ru pada bilangan Ir ≥ 6. Untuk nilai Rd, semua nilai penelitian berada lebih besar dari nilai Rd untuk dinding DM2H, batu pecah dan quadripod kecuali tirai dengan kerapatan tinggi (S = 0,5B) pada kisaran Ir = 0 – 5.

6. Nilai Ru bisa berkurang sebesar 40% hingga 80% pada bilangan Ir berkisar 2,5 oleh struktur tirai dari kerapatan rendah (S = 1,5B) hingga kerapatan tinggi (S = 0,5B) dalam batas-batas tinjauan penelitian.

7. Kurve hubungan antara parameter IrS/B dengan Ru/H dan Rd/H yang diperoleh dapat digunakan untuk perancangan prototip di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA Ariyarathne, H.A.K.S. 2007, Efficiency of Perforated Breakwater and Associated Energy Dissipation. Tesis dalam

format elektronik. Office of Graduate Studies of Texas A&M University. USA. CERC. 1984. Shore Protection Manual 4th ed. Volume I & II. Department of The Army WESCE, Vicksburg. Dean, Robert G. dan Dalrymple, Robert A. 1992. Water Waves Mechanics for Engineers and Scientists. World

Scientific Publishing. Singapore. Laju, Kottalil. Sundar, Vallam. dan Sundaravadivelu, R. 2005. Studies on Pile Supported Skirt Breakwater. Paper

disajikan pada 1st International Conference on Coastal Zone Management and Engineering in the Middle East (Arabian Coast), Habtoor Grand Jumeirah Beach, Dubai, Uni Emirat Arab 27-29 November 2005.

Rageh, O.S. dan Koraim, A.S. 2009. The Use of Vertical Walls with Horizontal Slots as Breakwaters. Paper disajikan pada Thirteenth International Water Technology Conference, IWTC 13 2009, Hurghada, Mesir 12-15 Maret 2009.

Sorensen, R.M. 2006. Basic Coastal Engineering, Third Edition. Springer Science+Business Media, Inc. New York. Suh, Kyung-Duck. Park, Jae Kil. dan Park, Woo Sun. 2006. Wave Reflection from Partially Perforated-Wall

Caisson Breakwater. Ocean Engineering, (Online), Vol. 33, (http://coasteng.snu.ac.kr /thesis/ij06a.pdf, diakses 12 Maret 2011).

Takahashi, Shigeo. 1996. Design of Vertical Breakwaters, Revised in Jully, 2002 Version 2.1. Port and Airport Research Institute, Japan.

Thaha A., 2001, Simulasi Rumpun Bakau (Rhizophora) Sebagai Peredam Energi Gelombang, Thesis Magister Teknik Pantai Pps UGM, Yogyakarta.

Thaha A., Triatmadja R., Nur Yuwono, 2001, The Performace of Rhizophora As Natural Shore Protection, Paper dalam prosiding Seminar Nasional Teknik Pantai, PAU-IT UGM, Yogyakarta.

Thaha A., Triatmadja R., Nur Yuwono, 2001, Engineering Aspect of Mangroves As Shore Protection and Their Applications, Paper tambahan untuk prosiding The International Symposium on Fishway and Tropical River Eco-hydraulics (Fish-TREC), Yogyakarta.

Thomson, Gordon Grant. 2000. Wave Transmission through Multi-layered Wave Screens. Tesis dalam format elektronik. Department of Civil Engineering of Queen’s University. Kingston, Ontario, Kanada.

Triatmodjo, Bambang. 1996. Hidrolika II. Beta Offset. Yogyakarta.

Keairan

H-206 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

_________________. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. USACE. 2008. Coastal Engineering Manual - Part II. Coastal and Hydraulics Laboratory - Engineer Research and

Development Center Waterways Experiment Station, Vicksburg-Mississippi. Wurjanto, Andojo. Ajiwibowo, Harman. dan Zamzami, Rahmat. 2010. Pemodelan Fisik 2-D untuk Mengukur

Tingkat Efektivitas Perforated Skirt Breakwater pada Kategori Gelombang Panjang. Jurnal Teknik Sipil, (Online), Vol. 17, No. 3, (http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/7.-Andoyo-dkk-Vol.17-No.3.pdf, diakses 12 Maret 2011).

Yuwono, Nur. 1996. Perencanaan Model Hidrolik (Hydraulic Modelling). Laboratorium Hidrolik dan Hidrologi, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik-UGM. Yogyakarta.