studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk...

81
i STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA REHABILITASI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN KASEMEN, KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN DANIYAL HUMAIDY SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: doantruc

Post on 04-Mar-2019

273 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

i

STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE

UNTUK UPAYA REHABILITASI DI KAWASAN PESISIR

KECAMATAN KASEMEN, KOTA SERANG,

PROVINSI BANTEN

DANIYAL HUMAIDY

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan

Pesisir, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

Penulis

Page 3: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

iii

RINGKASAN

Daniyal Humaidy. C24052976. Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove untuk

Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang,

Provinsi Banten. Dibawah bimbingan Fredinan Yulianda dan Zairion.

Ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam di kawasan pesisir hingga ke daratan. Selain itu ekosistem mangrove juga memiliki fungsi ekonomis, sehingga banyak manusia yang memanfatkan potensi tersebut. Apabila dieksploitasi berlebihan tanpa memperhatikan kelestariannya, maka yang terjadi adalah kerusakan pada ekosistem tersebut dan berakibat pada lingkungan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat kerusakan ekosistem mangrove dan faktor-faktor penyebabnya di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, mengkaji tata lingkungan kawasan pesisir, dan rencana manajemen rehabilitasi mangrove.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah kombinasi penarikan contoh acak berlapis dan sistematik, sedangkan teknik pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode jalur (Line Transek) dan transek kuadrat sejajar garis pantai. Pengambilan contoh berupa air, substrat dan mangrove dilakukan satu kali pada kondisi pasang dan surut di enam stasiun dengan masing-masing stasiun tiga replika. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove diperoleh dari indeks kerapatan berdasarkan Kep-MENLH No 201 (2004) modifikasi, sedangkan parameter substrat untuk mengetahui struktur substrat menggunakan metode Segitiga Millar.

Ekosistem mangrove kondisi kerusakannya berbeda-beda pada tiap lokasi. Kerusakan terbagi menjadi 4 macam yaitu baik (pantai Pelabuhan Karangantu), rusak sedang (sebelah barat muara Sungai Cengkok dan muara Kali Perumpung), rusak berat (sebelah timur muara Sungai Cengkok dan sebelah barat Cagar Alam Pulau Burung), dan habis (badan Sungai Cengkok). Faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove terbagi dalam dua macam yaitu: (1) faktor alami berupa hama kepiting bakau (wideng) yang sering memakan bibit-bibit mangrove hingga 75% dari bibit-bibit mangrove yang ditanam dan ditemukannya abrasi pada muara Sungai Cengkok sebelah barat seluas 2 ha. (2) faktor manusia berupa konversi lahan mangrove menjadi tambak ikan seluas 5.642 ha dan pemanfaatan pohon mangrove sebagai kayu bakar tiap hari 0,5-1,5 m3. Penggunaan lahan di kawasan pesisir dari arah pantai kedaratan memiliki pola seragam yaitu ekosistem mangrove, tambak ikan, persawahan dan pemukiman penduduk. Manajemen untuk upaya rehabilitasi mangrove dilakukan dengan rehabilitasi mangrove pada ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan, menerapkan konsep tumpang sari pada kawasan tambak ikan, menata penggunaan wilayah pesisir dari tepi pantai kearah daratan dan pemanfaatan ekosistem mangrove yang lebih optimal dan tidak menghilangkan kelestarian mangrove. Rekomendasi penataan lingkungan pesisir untuk upaya rehabilitasi mangrove adalah dengan perbaikan jalur hijau dari garis pantai sejauh 200-300 m dan 100 m pada tepi Sungai Cengkok dengan kerapatan optimal.

Page 4: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

iv

STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE

UNTUK UPAYA REHABILITASI DI KAWASAN PESISIR

KECAMATAN KASEMEN, KOTA SERANG,

PROVINSI BANTEN

DANIYAL HUMAIDY

C24052976

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 5: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

v

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten

Nama : Daniyal Humaidy

NIM : C24052976

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc NIP 19630731 198803 1 002

Ir. Zairion, M.Sc NIP 19640703 199103 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

Tanggal Lulus : 29 Januari 2010

Page 6: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

vi

PRAKATA

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Studi

Kerusakan Ekosistem Mangrove untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir

Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten; disusun berdasarkan hasil

penelitian yang dilaksanakan pada Juli 2009-Agustus 2009, dan merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan

keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa

hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Februari 2010

Penulis

Page 7: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Allah SWT. atas curahan rahmat dan kasih sayangNya.

2. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Ir. Zairion, M.Sc, masing-masing selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen penguji atas nasehat, saran,

dan kesediaan menguji.

4. Para staf Tata Usaha MSP yang saya banggakan, telah mempermudah segala

urusan administrasi dan akademik.

5. Keluarga tercinta, Umi, Abah, Ka’Iin, Bang Yasir, Bang Arif, Bang Fuadi,

Ka’Aida, Wildan, dan Fahmi serta keluarga besar di Semarang atas segala do’a,

dukungan, kasih sayang, dan motivasinya.

6. Tim survey departemen MSP (Pa’Fred, Pa’Ali, Mbak’Ita, Mba’Yofi, Agung, dan

Bang Ray) dan tim konsultan DKP, PT BUMI PRASAJA (Mas Ahmad, Mas

Deden, dan Pa’No).

7. Staf dan pegawai Pemerintah Kota Serang, kantor Kesatuan Bangsa Politik dan

Pemberdayaan Masyarakat dalam membantu perijinan pelaksanaan penelitian.

8. Bapak Kepala Desa dan seluruh pegawai kantor Desa Banten atas kesediaannya

memberikan informasi dan fasilitas tempat tinggal selama pelaksanaan

penelitian.

9. Lembaga pendidikan Supersemar dan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah

membantu pembiayaan perkuliahan dan tugas akhir.

10. Teman-teman MSP’42 tercinta yang selalu memotivasi dan tidak bosan-

bosannya menjaga kebersamaan dalam satu keluarga besar MSP.

11. Lembaga FKMC dan HIMASPER yang telah membimbing penulis dalam

mengasah keterampilan organisasi.

12. Semua orang dan instansi yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan

dan dukungannya.

Page 8: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 28 Mei 1987 dari

pasangan Bapak Abu Bakar Ahmad dan Ibu Asiyah Arofah.

Penulis merupakan putra keenam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal ditempuh di SD Ma’Had Islam, Semarang

(1999), SLTP Ma’Had Islam, Semarang (2002), dan SMA Islam

Sultan Agung 3, Semarang (2005). Pada tahun 2005 penulis

lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan pada tahun

2006 diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi sebagai seketaris

Astama Putra C-1 TPB dan staf Divisi Perpustakaan DKM-Al-Hurriyah

(2005/2006), staf Divisi Sosial Lingkungan pengurus Himpunan Manajemen

Sumberdaya Perairan (HIMASPER) dan staf Divisi Cerdas pengurus Forum

Keluarga Muslim (FKM) (2007/2008), Kepala Divisi Forum Silaturahmi Mahasiswa

Muslim HIMASPER dan Kepala Divisi Cerdas FKM (2008/2009), serta

berkesempatan menjadi asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (2007/2008).

Penulis mendapatkan dana Beasiswa dari SUPERSEMAR (2008) dan KSE (2009)

untuk melaksanakan kegiatan akademik, selain itu penulis juga mendapatkan

bimbingan pelatihan ‘enterpreneur skill’ dari lembaga beasiswa KSE yang

diselenggarakan oleh Mien R. Uno Foundation.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis

melaksanakan penelitian yang berjudul “Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove

untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota

Serang, Provinsi Banten” di bawah bimbingan Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

dan Ir. Zairion, M.Sc.

Page 9: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 2 1.3. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove .................................................................... 4

2.1.1. Pengertian mangrove .......................................................... 4 2.1.2. Karakteristik mangrove ...................................................... 4 2.1.3. Struktur vegetasi mangrove ................................................ 5 2.1.4. Fungsi ekosistem mangrove ............................................... 7 2.1.5. Kerusakan ekosistem mangrove ......................................... 8 2.1.6. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove ....... 9

2.2. Substrat ......................................................................................... 10 2.3. Parameter Lingkungan Perairan ................................................... 12

2.2.1. Suhu .................................................................................... 12 2.2.2. Salinitas .............................................................................. 13 2.2.3. Derajat keasaman (pH) ....................................................... 14

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 15 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................. 16 3.3. Metode Kerja ................................................................................ 16

3.3.1. Penentuan stasiun pengambilan contoh .............................. 16 3.3.2. Pengambilan contoh ........................................................... 18 3.3.3. Pengukuran dan pengamatan .............................................. 20

3.4. Analisis Data ................................................................................ 21 3.4.1. Vegetasi mangrove ............................................................. 21 3.4.2. Analisis tekstur substrat ...................................................... 22 3.4.3. Analisis kualitas air ............................................................ 23 3.4.4. Indeks Similaritas Canberra................................................ 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Komunitas Mangrove ..................................................... 25

4.1.1. Kerapatan mangrove ........................................................... 25 4.1.2. Indeks Nilai Penting (INP) ................................................. 29 4.1.3. Tingkat kerusakan mangrove.............................................. 30

4.2. Kondisi Substrat .......................................................................... 33 4.3. Parameter Lingkungan Perairan ................................................... 35

4.3.1. Suhu .................................................................................... 36 4.3.2. Salinitas .............................................................................. 37

Page 10: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

x

4.3.3. Derajat keasaman (pH) ....................................................... 38 4.4. Indeks Similaritas Canberra ......................................................... 39 4.5. Manajemen Rehabilitasi Mangrove ............................................. 40

4.5.1. Rehabilitasi mangrove ........................................................ 41 4.5.2. Penataan lingkungan pesisir ............................................... 44 4.5.3. Pemanfaatan ekosistem mangrove ..................................... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 51 5.2. Saran ............................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 53

LAMPIRAN ................................................................................................ 56

Page 11: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kriteria baku kerusakan mangrove menurut Kep-MENLH No 201

(2004) modifikasi ..................................................................................... 8

2. Ikhtisar dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove (Bengen

2001b) ...................................................................................................... 10

3. Pengelompokan jenis partikel substrat (Plaster 2003) ............................. 11

4. Alat-alat yang digunakan pada pelaksanaan penelitian ........................... 16

5. Kriteria lokasi stasiun penelitian .............................................................. 18

6. Data sheet vegetasi mangrove .................................................................. 20

7. Parameter fisika dan kimia yang diamati ................................................. 21

8. Jumlah jenis mangrove tiap stasiun ......................................................... 25

9. Indeks Nilai Penting (INP) ....................................................................... 29

10. Tingkat kerusakan mangrove ................................................................... 30

11. Kondisi substrat ....................................................................................... 33

Page 12: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema rumusan masalah .......................................................................... 3

2. Tipe perakaran mangrove (Kusmana et al. 2003) .................................... 5

3. Peta lokasi penelitian ............................................................................... 15

4. Peta stasiun penelitian ............................................................................. 17

5. Ilustrasi teknik pengambilan contoh ....................................................... 19

6. Penentuan lingkar batang mangrove (English et al. 1994) ..................... 21

7. Tipe substrat berdasarkan perbandingan pasir, liat, dan debu

(Millar dan Turk 1951) ........................................................................... 23

8. Peta kerapatan tegakan mangrove ........................................................... 27

9. Peta tingkat kerusakan mangrove ........................................................... 31

10. Diagram sebaran suhu perairan ............................................................... 36

11. Diagram sebaran salinitas perairan ......................................................... 37

12. Diagram sebaran pH perairan ................................................................. 38

13. Grafik dendogram kerapatan mangrove .................................................. 39

14. Macam-macam pola tumpang sari tambak (Menhut 2004) .................... 45

15. Peta rekomendasi penataan lingkungan pesisir Kecamatan

Kasemen .................................................................................................. 47

Page 13: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Dokumentasi lokasi penelitian ................................................................. 58

2. Dokumentasi alat-alat peneliian ............................................................... 59

3. Dokumentasi kegiatan peneliian ............................................................. 60

4. Data sheet lapangan pengamatan mangrove ........................................... 62

5. Indeks Nilai Penting (INP) ...................................................................... 64

6. Parameter kualitas air .............................................................................. 65

7. Kondisi substrat ...................................................................................... 67

8. Metode pengukuran C-organik ............................................................... 68

10. Metode pembuatan dendogram ............................................................... 69

Page 14: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

1

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan ekosistem mangrove yang terbentang di sepanjang kawasan

pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten telah banyak

memberikan manfaatnya bagi kawasan pesisir tersebut khususnya bagi masyarakat

pesisir sebagai kayu bakar, pakan ternak, dan tempat budidaya ikan. Kondisi

ekosistem mangrove di Kecamatan Kasemen saat ini mengalami kerusakan yang

memprihatinkan, karena ekosistem mangrove yang memberi pengaruh terhadap

ekosistem di sekitarnya kini hanya tumbuh pada tepi pantai yang menghadap kelaut.

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pendukung utama kehidupan di

kawasan pesisir. Peran dan fungsi mangrove bagi kawasan pesisir dan sekitarnya

menjadikan posisi ekosistem mangrove sebagai ekosistem yang penting untuk

dipertahankan. Ekosistem mangrove sejalan dengan waktu senantiasa mengalami

perubahan ukuran, karakter, dan bentuk. Perubahan-perubahan tersebut sebagian

disebabkan oleh proses alam sedangkan lainnya disebabkan oleh aktivitas manusia

(ASEAN 1992). Kerusakan ekosistem mangrove menyebabkan menurunnya kualitas

dan kuantitas potensi sumberdaya ekosistem pesisir di mana hutan mangrove itu

berada. Kerusakan mangrove juga mengganggu kenyamanan biota yang hidup

dalam ekosistem tersebut, kualitas air semakin menurun karena kurangnya peran

ekosistem mangrove dalam mengolah limbah organik. Selain itu kerusakan

mangrove akan menyebabkan terganggunya kestabilan garis pantai.

Untuk menghindari hilangnya fungsi ekosistem mangrove tersebut maka

ekosistem mangrove perlu diperbaharui, yaitu dengan upaya rehabilitasi mangrove.

Dahuri et al. (2004) menyatakan rehabilitasi mangrove merupakan suatu aksi yang

bertujuan mengembalikan tidak hanya hutan mangrove tetapi juga mengambil fungsi

ekologis, fisik, dan ekonomis ekosistem tersebut. Karena itu informasi mengenai

komposisi, zonasi lingkungan, dan fungsi ganda mangrove dijadikan pertimbangan

dalam usaha rehabilitasi kawasan mangrove.

1.2. Perumusan Masalah

Page 15: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

2

2

Kondisi ekosistem mangrove dapat dilihat dari luasan mangrove yang

menutupi kawasan pesisir dari tepi pantai hingga kedaratan, tingkat kerapatan jenis

mangrove dalam satuan area tertentu, dan kemampuannya bertahan terhadap

ancaman yang selalu menggangu pertumbuhannya (Gambar 1). Apabila terjadi

pemanfaatan ekosistem mangrove secara berlebihan maka akan terlihat dari ketiga

ukuran kodisi ekosistem mangrove tersebut dan terjadi degradasi ekosistem

mangrove secara bertahap sehingga terjadi kerusakan pada ekosistem mangrove dan

akhirnya fungsi dan keberadaan ekosistem mangrove yang menjadi salah satu aset

penting di kawasan pesisir hilang dari kawasan tersebut.

Upaya yang dapat dilakukan selama ekosistem mangrove tersebut masih rusak

di suatu kawasan pesisir adalah dengan menjaga mangrove dan mempertahankan

fungsinya pada kawasan tersebut. Menjaga dalam arti tidak melakukan tindakan

yang dapat merusak ekosistem mangrove dan mempertahankan dalam arti

melindungi dari faktor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan ekosistem

mangrove tersebut. Apabila sudah terjadi kerusakan maka perlu segera diperbaiki

sebelum ekosistem mangrove hilang dari kawasan tersebut yaitu dengan upaya

rehabilitasi mangrove. Upaya rehabilitasi sangat membantu perbaikan kawasan

pesisir, sehingga perlu adanya kajian untuk menganalisis faktor-faktor penyebab

terjadinya kerusakan ekosistem mangrove dan tingkat kerusakan yang terjadi yang

menyebabkan ekosistem mangrove terganggu. Setelah itu menganalisa strategi

pelaksanaan yang paling tepat untuk program rehabilitasi tersebut.

Ekosistem mangrove di sekitar kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota

Serang, Provinsi Banten sedang mengalami kerusakan yang ditandai dengan tipisnya

lapisan ekosistem mangrove yang tumbuh dikawasan tersebut serta zonasi mangrove

yang tidak jelas strukturnya. Untuk itu, perlu adanya kajian sebelum dilakukan

program rehabilitasi mangrove.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan mengkaji tingkat kerusakan dan faktor-faktor

penyebab kerusakan hutan mangrove, mengetahui tata lingkungan kawasan, serta

manajemen rehabilitasi mangrove di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota

Serang, Provinsi Banten.

Page 16: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

3

3

Manfaat penelitian adalah untuk menyediakan informasi mengenai struktur

komunitas mangrove dan lingkungan yang kondusif bagi pengelolaan ekosistem

mangrove sehingga dapat dijadikan acuan bagi penentuan lahan dan spesies yang

sesuai untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dan bahan bagi pengelolaan hutan

mangrove di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten.

Gambar 1. Skema rumusan masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove

Luasan hutan

Mangrove

Kerapatan hutan

mangrove

Ancaman terhadap

komunitas mangrove

Degradasi ekosistem mangrove

Kondisi kualitas air dan substrat

Faktor penyebab kerusakan Tingkat kerusakan

Analisis rehabilitasi

Rekomendasi rehabilitasi

Page 17: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

4

4

2.1. Ekosistem Mangrove

2.1.1 Pengertian mangrove

Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan

bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia

(api-api), pelatinan nama dari Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak

mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove. Kata mangrove dapat ditujukan

untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan, atau komunitas (Ng dan Sivasothi 2001

in Setyawan 2008). Sedang menurut MacNae (1968) in Setyawan (2008) kata

mangrove merupakan perpaduan bahasa Portugis mangue (tumbuhan laut) dan

bahasa Inggris grove (belukar), yakni belukar yang tumbuh di tepi laut.

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur (Bengen 2001a). Sedangkan

definisi ekosistem mangrove sendiri adalah suatu sistem di alam tempat

berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

makhluk hidup dan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat

pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies

pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau

(Santoso 2000 in Rochana 2007).

2.1.2. Karakteristik mangrove

Vegetasi mangrove memiliki adaptasi anatomi dalam merespon berbagai

kondisi ekstrim tempat tumbuhnya, seperti (1) adanya kelenjar garam pada golongan

secreter, dan kulit yang mengelupas pada golongan non-secreter sebagai tanggapan

terhadap lingkungan yang salin (2) sistem perakaran yang khas (Gambar 2), dan

lentisel sebagai tanggapan terhadap tanah yang jenuh air, (3) struktur dan posisi

daun yang khas sebagai tanggapan terhadap radiasi sinar matahari dan suhu yang

tinggi (Onrizal 2005).

Page 18: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

5

5

Gambar 2. Tipe perakaran mangrove (Kusmana et al. 2003)

Karakteristik habitat ekosistem mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek

seperti iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorfologi, hidrologi, dan

drainase. Secara umum, karakteristik mangrove digambarkan sebagai berikut

(Bengen 2001a):

a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,

berlempung, dan berpasir.

b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya

tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi

vegetasi mangrove.

c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

d. Terlindungi dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air

bersalinitas payau (2–22‰) hingga asin (38‰), contohnya muara sungai dan

daerah pantai.

2.1.3. Struktur vegetasi mangrove

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12

genera berbunga (Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,

Page 19: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

6

6

Lumnitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus) yang

termasuk ke dalam 8 famili.

Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu

populasi zonasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan seperti substrat

(lumpur, pasir, atau gambut). Keterbukaan terhadap hempasan gelombang, salinitas,

serta pengaruh pasang surut. Pembentukan zonasi mangrove dimulai dari arah laut

menuju daratan, yang terdiri atas zona Avicennia dan Sonneratia yang berada paling

depan dan langsung berhadapan dengan laut. Zona di belakangnya berturut-turut

adalah tegakan Rhizophora dan Bruguiera (Dahuri 2003).

Vegetasi mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi,

dengan jumlah jenis teratas sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5

jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya

terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak

di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan

yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae, Sonneratiaceae,

Avicenniaceae, dan Meliaceae (Bengen 2001a).

Tomlinson (1986) in Setyawan (2008) mengklasifikasikan vegetasi mangrove

menjadi: mangrove mayor, mangrove minor, dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan

mangrove mayor (true mangrove) sepenuhnya berhabitat di kawasan pasang surut,

dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui

pneumatofora, embryo vivipar, serta mekanisme filtrasi dan ekskresi garam, secara

taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat setidaknya hingga tingkat genus, antara

lain: Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa fruticans, Rhizophora, dan

Sonneratia. Mangrove minor dibedakan oleh ketidakmampuannya membentuk

komponen utama yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni, dan hanya

menempati tepian habitat, misalnya: Acrostichum, Aegiceras, Excoecaria, Heritiera,

Osbornia, Pemphis, Scyphiphora, dan Xylocarpus. Tumbuhan asosiasi mangrove

adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan tidak hanya ditemukan di hutan

mangrove. Tumbuhan ini merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan, dan

dapat berinteraksi dengan mangrove mayor, seperti Terminalia, Hibiscus, Thespesia,

Calophyllum, Ficus, Casuarina, Ipomoea pescaprae, Sesuvium portucalastrum,

Page 20: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

7

7

Salicornia arthrocnemum, Cocos nucifera, Metroxylon sagu, Dalbergia, Pandanus,

Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain.

2.1.4. Fungsi ekosistem mangrove

Karena berada diperbatasan antara darat dan laut maka kawasan mangrove ini

merupakan suatu ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan baik dengan

ekosistem darat maupun dengan ekosistem lepas pantai diluarnya. Kawasan

mangrove ini sebelumnya sering dianggap sebagai daerah yang tak bermanfaat dan

karenanya sering disalah gunakan. Pada akhir-akhir ini setelah makin banyak

diketahui fungsi ekosistemnya orang menyadari betapa penting kawasan mangrove

ini, bukan saja sebagai sumberdaya hutan tetapi juga perannya menunjang

sumberdaya perikanan di perairan lepas pantai (Nontji 2005).

Menurut Odum (1971), awal rangkaian rantai makanan pada habitat

mangrove, bermula saat pohon mangrove menjatuhkan daun-daunnya ke tanah dan

masuk air laut. Merontokkan daun-daun merupakan salah satu cara dari pohon

mangrove mengurangi kandungan garam dalam jaringannya karena daun yang jatuh

tersebut membawa konsentrasi garam yang tinggi. Segera setelah daun jatuh dan

masuk ke dalam air, daun tersebut dimanfaatkan berbagai jenis organisme. Pada

giliran berikutnya hewan-hewan kecil ini menjadi makanan bagi hewan yang lebih

besar seperti kepiting, udang, dan ikan yang lebih besar. Beberapa ikan, udang, dan

hewan air lain dimanfaatkan oleh hewan terestrial yang bermukim diatas daratan dan

udara seperti reptil, burung, dan lain-lain. Menurut Wada (1999) in Santoso (2008)

80% dari ikan komersial yang tertangkap di perairan lepas dan pantai ternyata

mempunyai hubungan erat dengan rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem

mangrove, ini membuktikan bahwa kawasan mangrove telah menjadi kawasan

tempat breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan beberapa biota laut lainnya. Di

daerah subur seperti di delta sungai, mangrove dapat menyumbang sampai sekitar

1,5 ton/ha/th bahan organik ke dalam rangkaian rantai makanan ini.

Fungsi dan manfaat hutan mangrove menurut Bengen (2001a) adalah:

a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan

lumpur, dan perangkap sedimen.

b. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove.

Page 21: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

8

8

c. Daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground), dan

daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut

lainnya.

d. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan

baku kertas (pulp).

e. Pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya.

f. Sebagai tempat pariwisata.

2.1.5. Kerusakan ekosistem mangrove

Kusmana et al. (2003) menyatakan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan

mangrove, yaitu (1) pencemaran yang terjadi pada areal mangrove terutama minyak

dan logam berat. Dua sumber utama pencemaran ini merupakan dampak negatih dari

kegiatan pelayaran, industri, serta kebocoran pada pipa/tanker industri dan tumpahan

dalam pengangkutan, (2) konversi hutan mangrove guna kepentingan manusia

seperti budidata perikanan, pertanian, jalan raya, industri, produksi garam,

perkotaan, pertambangan, dan penggalia pasir yang kurang memperhatikan faktor

lingkungan, dan (3) penebangan kayu mangrove secara legal maupun ilegal

dilakukan untuk produksi kayu bakar, arang, chips, dan sebagainya yang dilakukan

secara berlebihan, sehingga telah menimbulkan kerusakan yang berat dan

menurunkan fungsi serta potensi produksi sebagian besar hutan mangrove. Beberapa

faktor pendukung lainnya turut pula menimbulkan terjadinya kerusakan dengan

berbagai dampaknya pada hutan mangrove. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove

dapat dilihat dari persentase penutupan lahan dan kerapatan pohon (Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria baku kerusakan mangrove menurut Kep-MENLH No 201 (2004) modifikasi

Kriteria Penutupan

(%) Kerapatan

(pohon/100m2)

Sangat baik ≥ 75 ≥ 15

Baik ≥ 50 - < 75 ≥ 10 - < 15

Rusak ringan ≥ 25 - < 50 ≥7 - < 10

Rusak Sedang ≥ 10 - < 25 ≥ 4 - < 7

Rusak Berat < 10 < 4

Page 22: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

9

9

2.1.6. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove

Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan

pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan,

pelabuhan, dan lain-lain), tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir khususnya

ekosistem mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya

berdampak terhadap kerusakan ekosistem mangrove baik secara langsung (misal

kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun secara tidak langsung (misal

pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan) (Bengen 2001a).

Pengaruh akibat kerusakan mangrove terhadap lingkungan menyebabkan

perubahan sifat fisik-kimia, biologi, dan keseimbangan (Kusmana et al. 2003).

Gangguan kerusakan mangrove terhadap sifat fisik-kimia meliputi peningkatan suhu

air, pencemaran oksigen, nutrien, keseimbangan salinitas, hidrologi, sedimentasi,

turbiditas, bahan-bahan toksik, dan erosi tanah. Gangguan pada ekosistem mangrove

berdampak negatif terhadap sifat biologi berupa perubahan spesies dominan,

kerapatan populasi, serta struktur tanaman dan hewan. Gangguan pada ekosistem

mangrove juga berdampak terhadap keseimbangan dalam proses alami seperti

regenerasi, pertumbuhan, habitat, rantai makanan, ekosistem mangrove, dan

ekosistem sekitar pantai dapat terganggu jika ekosistem mangrove mengalami

kerusakan. Gangguan keseimbangan ini dapat mengubah distribusi, kerapatan, dan

struktur alami spesies yang terdapat dikawasan mangrove yang mengalami

kerusakan tersebut. Setiap aktfitas manusia yang dilakukan pada ekosistem pesisir

memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove dan sekitarnya (Tabel 2).

keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila

keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai

biofilter, agen pengikat, dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat

hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan

plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami

(Gunarto 2004). Pada kawasan pesisir yang banyak terdapat tambak ikan atau udang

sering sekali menyebabkan melimpahnya bahan organik dari hasil budidaya tersebut,

untuk menjaga keseimbangannya maka peran mangrove sebagai biofilter sangat

dibutuhkan.

Page 23: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

10

10

Tabel 2. Ikhtisar dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove (Bengen 2001b)

Kegiatan Dampak Potensial

� Tebang bebas � Berdasarkan komposisi tumbuhan mangrove � Tidak berfungsinya daerah mencari makanan

dan pengasuhan

� Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi

� Peningkatan salinitas hutan mangrove � Menurunnya tingkat kesuburan hutan

� Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman, dan lain-lain

� Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove

� Terjadinya pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat hutan mangrove

� Pendangkalan perairan pantai � Erosi garis pantai dan intrusi garam

� Pembuangan sampah cair � Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H2S.

� Pembuangan sampah padat

� Kemungkinan terlapisnya pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove

� Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.

� Pencemaran minyak tumpahan

� Kematian pohon mangrove

� Penambangan dan ekstraksi mineral, baik didalam hutan maupun di daratan sekitar hutan mangrove

� Kerusakan total ekosistem mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove (daerah mencari makanan dan asuhan)

� Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove

2.2. Substrat

Salah satu faktor penting dalam ekosistem mangrove adalah keadaan

substratnya. Substrat menentukan secara langsung struktur dan produktivitas

ekosistem mangrove. Menurut Lovelock (1993) in Setyawan (2008), derajat

keasaman (pH) tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam, karena aktivitas

bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam.

Aktivitas bakteri pereduksi belerang ditunjukkan oleh tanah gelap, asam, dan berbau

telur busuk. Menurut Setyawan (2008), adanya kalsium dari cangkan moluska dan

karang lepas pantai menyebabkan air di ekosistem mangrove bersifat alkali. Namun

Page 24: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

11

11

tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam, karena aktivitas bakteri

pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam.

Tekstur dan komposisi sedimen di dasar teluk banten merupakan hasil

pengendapan modern yang berasal dari daratan dan dari paparan. Sumber dari

lingkungan darat memberikan kontribusi terbesar, dicirikan oleh detrital batuan beku

vulkanik, batuan terobosan, batuan sedimen hasil rombakan dari alluvial sungai, dan

endapan karbon. Sedangkan sumber dari lingkungan paparan dicirikan oleh mineral

dan material karbonat berupa kalsit, detrital batu gamping, cangkang moluska,

pecahan koral, dan foraminifera. Endapan asal darat terutama terkirim melalui aliran

sungai ke laut, sedangkan endapan asal paparan umumnya terbentuk secara insitu

(Witasari 2002).

Nybakken (1993) menyatakan bahwa jenis substrat dan ukurannya adalah

salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan

distribusi organisme di dasar ekosistem mangrove. Semakin halus tekstur substrat

semakin besar kemampuannya menjebak bahan organik. Menurut Plaster (2003)

ilmuan tanah membagi tekstur substrat kedalam tiga kelas yaitu: pasir, debu, dan

liat. Pengelompokan jenis substrat menurut Departemen Budidaya Pertanian

Amerika Serikat dilakukan berdasarkan ukuran diameter partikel (Tabel 3).

Tabel 3. Pengelompokan jenis partikel substrat (Plaster 2003)

Jenis Diameter (mm)

Pasir sangat kasar 2,000 – 1,000 Pasir kasar 1,000 – 0,500 Pasir 0,500 – 0,250 Pasir halus 0,250 – 0,100 Pasir sangat halus 0,100 – 0,050 Debu 0,050 – 0,002 Liat < 0,002

Bahan organik dalam tanah terdiri atas bahan organik kasar dan bahan organik

halus atau humus. Humus terdiri atas bahan organik halus berasal dari hancuran

bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan

organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah, pada ekosistem

mangrove humus diperoleh dari serasah yang berjatuhan dari mangrove. Serasah

yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi

Page 25: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

12

12

detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove

maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan. Produksi serasah merupakan

bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah.

Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat

penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem

laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. (Zamroni

& Rohyani 2008). Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur),

berwarna hitam atau coklat, dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang

tinggi. Kandungan bahan organik tanah dihitung dari kandungan C-organik. Sifat

kimia tanah berdasarkan kandungan C-organik terbagi menjadi lima yaitu; sangat

rendah (<1,00% C), rendah (1,00-2,00% C), sedang (2,01-3,00% C), tinggi (3,01-

5,00% C), dan sangat tinggi (>5,00% C) (Hardjowigeno 2003).

Kestabilan substrat, rasio antara erosi, dan perubahan letak sedimen diatur

oleh pergerakan angin, sirkulasi pasang surut, partikel tersuspensi, dan kecepatan

akan air tawar. Gerakan air tawar yang lambat menyebabkan partikel sedimen halus

cenderung mengendap dan berkumpul didasar. Gerakan awal air yang lambat pada

ekosistem mangrove selanjutnya ditingkatkan oleh adanya sistem perakaran

mangrove sendiri (misalnya akar tunjang dan akar lutut). Adanya sistem akar yang

sangat rapat ini menyebabkan partikel yang sangat halus dengan kadar organik

tinggi akan cepat mengendap di sekeliling akar bakau dan membentuk kumpulan

lapisan sedimen (Dahuri 2003).

2.3. Parameter Lingkungan Perairan

2.3.1. Suhu

Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (0C) atau

derajat Fahrenheit (0F). Pengukuran suhu pada kolom air dengan kedalaman tertentu

dapat dilakukan dengan menggunakan reversing thermometer, thermophone, atau

thermisor (APHA 1976 in Effendi 2003).

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,

dan aliran serta kedalaman air. Perubahan suhu berperan terhadap proses fisika,

kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi

Page 26: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

13

13

ekosistem perairan (Haslam 1995 in Effendi 2003). Pasang surut dan aliran sungai

dapat mempengaruhi suhu air, serta suplai nutrien dan oksigen ke sistem perakaran

(Setyawan 2008).

Ekosistem mangrove terbentuk pada lingkungan tropis dan subtropis dengan

suhu tinggi. Suhu yang baik untuk kehidupan mangrove tidak kurang dari 20 0C,

sedangkan kisaran musiman suhu tidak melebihi 5 0C. Suhu yang tinggi (>40 0C)

cenderung tidak mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mangrove

(Supriharyono in Iqbal 2009).

2.3.2. Salinitas

Menurut Effendi (2003), salinitas menggambarkan padatan total di dalam air,

setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida

digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas

dinyatakan dalam satuan g/kg, promil (‰), atau practical salinity unit (PSU)

(Nybakken 1993).

Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau

antara 0,5‰-30,0‰, dan perairan laut 30,0‰-40,0‰. Pada perairan hipersaline,

nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40,0‰-80,0‰. Pada perairan pesisir, nilai

salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.

Salinitas sangat penting bagi pertumbuhan, daya tahan hidup dan zonasi

spesies mangrove. Mangrove biasanya dapat bertahan hidup dan tumbuh subur pada

selang salinitas antara 10-30‰. Meskipun beberapa jenis mangrove dapat tumbuh

pada salinitas sangat tinggi. Menurut Wells (1982) in Aksornkoae (1993) di

Australia Avicennia marina dan Excoecaria agallocha dapat tumbuh pada kawasan

dengan salinitas sebesar 85‰, Avicennia officinalis dapat tumbuh pada kawasan

dengan salinitas maksimum 63‰, sementara salinitas maksimum Ceriops spp. dapat

tumbuh dengan toleransi 72‰, Sonneratia spp. adalah 44‰, Rhizophora apiculata

65‰ dan Rhizophora stylosa 74‰. Xylocarpus granatum dapat tumbuh pada

kawasan dengan salinitas tidak lebih dari 34‰ dan Bruguiera spp. pada kawasan

dengan salinitas tidak lebih dari 37‰. Tidak ada nilai yang pasti mengenai nilai

maksimum salinitas air dimana spesies mangrove dapat bertahan, akan tetapi

Page 27: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

14

14

salinitas optimal bagi mangrove adalah 28-34‰. Apabila salinitasnya kurang dari

28‰, maka pertumbuhan tanaman mangrove akan menurun (Aksornkoae 1993).

2.3.3. Derajat keasaman (pH)

pH hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen (Tebbut 1992 in Effendi

2003). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

nilai pH berkisar 7,0-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan,

misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah, toksisitas logam

memperlibatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan Olem 1994 in Effendi

2003). Pada pH <4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat

bertoleransi terhadap pH rendah.

Derajat keasaman perairan mempengaruhi tingkat keberhasilan rehabilitasi

mangrove. Dalam kegiatan rehabilitasi mangrove diperlukan kondisi perairan

dengan pH optimal agar pertumbuhannya tidak terganggu. Menurut Setyawan

(2008) pH air dan pH sedimen substrat mangrove nilainya hampir sama, meskipun

sering ditemukan pH air sedikit lebih besar dibandingkan dengan pH sedimen.

Page 28: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

15

15

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir

Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

jarak sekitar 10 km dari kota serang dan berada di sebelah timur Pelabuhan

Karangantu. Kecamatan Kasemen bagian pesisir sebelah barat berbatasan dengan

pelabuhan perikanan Karangantu dan sebelah timur berbatasan dengan Kawasan

Cagar Alam Pulau Burung (Gambar 3). Batas geografis lokasi penelitian adalah

S:06001’29.5”-06001’24.0” dan E:106009’57.9”-106011’27.4”. Sedangkan analisis

laboratorium dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Page 29: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

16

16

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah K2CR2O7, H2SO4,

akuades, Ferroin, dan Ferrosulfat (FeSO4) sedangkan alat yang digunakan selama

melakukan kegiatan penelitian meliputi alat tulis, alat pengambil contoh, dan alat

dokumentasi (Tabel 4).

Tabel 4. Alat-alat yang digunakan pada pelaksanaan penelitian

No Nama alat Kegunaan Spesifikasi

1 Alat tulis Pencatatan data Data sampling

2 Data sheet Pencatatan data Print-out tabel

3 Kompas Petunjuk arah mata angin -

4 GPS Petunjuk letak geografis GPS V (Garmin)

5 Tali rafia Pembuatan transek line 10 x 10 m

6 Kalkulator Menghitung analisis data mangrove Fx 3600

7 Sepatu bot Untuk berjalan di lumpur -

8 Kantong plastik Tempat sampel Sampel substrat

9 Gunting Alat potong -

10 Label Penanda sampel -

11 Cool box Menyimpan sampel -

12 Erlenmeyer Uji C-organik 500 ml

13 Buret Titrasi Ferrosulfat (FeSO4) -

14 Buku identifikasi Identifikasi jenis mangrove Noor et al. (2006)

15 Refraktometer Mengukur salinitas Ketelitian 1‰

16 Termometer Mengukur suhu Ketelitian 1 0C

17 Pipa paralon Mengambil sampel substrat Diameter 4 Inch

18 Perahu Survai dan pengambilan sampel air Motor tempel

19 Camera digital Dokumentasi kegiatan 10 megapixel

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Penentuan stasiun pengambilan contoh

Penentuan lokasi stasiun pengambilan contoh vegetasi mangrove, substrat, dan

kualitas air dilakukan berdasarkan perbedaan karakteristik zona ekosistem

mangrove. Berdasarkan luasan area yang menjadi obyek penelitian maka ditetapkan

6 stasiun pengamatan pada lokasi yang berbeda (Gambar 4). Karakteristik stasiun

yang digunakan untuk penelitian diamati berdasarkan kondisi mangrove dan

perbedaan kondisi lingkungan disekitarnya (Tabel 5).

Page 30: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

17

17

Gam

bar

4.

Pet

a st

asiu

n p

enel

itia

n

Page 31: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

18

18

Tabel 5. Kriteria lokasi stasiun penelitian

Stasiun Titik Koordinat Lokasi Kondisi mangrove

1 S : 060 01’ 29.5” E : 1060 09’ 57.9”

Pantai Pelabuhan Karangantu

� Tersebar merata tidak berdekatan

� Sedang ada rehabilitasi 2 S : 060 01’ 33.4”

E : 1060 09’ 55” Sebelah Barat muara Sungai Cengkok

� Tidak terawat � Kurang pengawasan

3 S : 060 01’ 38.5” E: 1060 10’ 09.6”

Badan Sungai Cengkok

� Tidak terawat � Hanya tersisa tanaman

mangrove buatan 4 S : 060 01’ 38.6”

E : 1060 10’ 33.0” Sebelah Timur muara Sungai Cengkok

� Tidak terawat � Kurang pengawasan

5 S : 060 01’ 35.4” E : 1060 11’ 03.6”

Muara Kali Perumpung

� Tidak terawat � Kurang pengawasan � Ditemukan bekas

penebangan 6 S : 060 01’ 24.0”

E : 1060 11’ 27.4” Sebelah Barat Cagar Alam Pulau Burung

� Tidak terawat � Ada penjagaan dari

polisi hutan

3.3.2. Pengambilan contoh

Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah kombinasi penarikan

contoh acak berlapis dan sistematik. Pengambilan contoh acak berlapis adalah suatu

metode pengambilan contoh dimana unsur-unsur populasinya digolongkan menjadi

beberapa lapisan (Setyobudiandi et al. 2009), lapisan ketebalan mangrove

berdasarkan observasi pendahuluan secara visual terbagi menjadi 3 lapis, yaitu: tebal

(tebal ≥100m); tipis (40m≤ tebal <100m); dan sedang (tebal <40m). Sedangkan

penentuan jumlah contoh yang diambil menggunakan metode pengambilan contoh

acak sistematik, yaitu dengan menetapkan ukuran contoh sebanyak 3 buah pada tiap

stasiun, membagi kedalam kelompok, memilih secara acak kelompok pertama, dan

memilih lokasi pengamatan pada kelompok berikutnya dengan jarak yang sudah

ditentukan sebagai titik contoh.

Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode jalur

(Line Transek) dan transek kuadrat yaitu dengan cara menarik garis lurus sejajar

garis pantai di setiap stasiun, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan transek

kuadrat berukuran 10m x 10m sebagai substasiun contoh. Jarak antar kuadrat

ditetapkan berdasarkan jarak stasiun di bagi jumlah sampel yang akan diambil.

Masing-masing plot replikasi contoh berada di dalam transek kuadrat berukuran

Page 32: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

19

19

10m x 10m, pada plot tersebut dilakukan penghitungan jumlah tegakan pohon.

Didalam plot replikasi contoh dibuat petak berukuran 5m x 5m untuk menghitung

jumlah anakan dan petak berukuran 1m x 1m untuk menghitung jumlah semai

(Gambar 5).

Gambar 5. Ilustrasi teknik pengambilan contoh

Contoh air yang diambil yaitu air laut pada kondisi pasang dan surut. Contoh

air pasang diambil di saluran parit pada pukul 13.00-15.00 WIB (pasang terjadi pada

siang hingga malam hari) dan contoh air surut di tepi pantai menggunakan perahu

pada pukul 10.00 WIB (surut terjadi pada pagi hari). Parameter kualitas air yang

diamati dalam penelitian ini diukur sebanyak tiga kali di lapangan (insitu) di setiap

stasiun pengamatan. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, salinitas, dan

pH.

Sampel substrat diambil pada setiap lokasi pengamatan mangrove.

Pengambilan substrat diambil sekali pada setiap stasiun. Substrat diambil dengan

menggunakan paralon berdiameter 4 inchi yaitu dengan cara dibenamkannya dari

Page 33: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

20

20

permukaan substrat sampai kedalaman ± 10cm. Contoh substrat kemudian

dimasukkan kedalam plastik untuk dianalisa pH tanah, kadar C-organik, dan tipe

tekstur substratnya.

3.3.3. Pengukuran dan pengamatan

Pengukuran beberapa parameter fisika-kimia-biolog yang berpengaruh

terhadap ekosistem hutan mangrove dilakukan secara langsung (insitu) di lokasi

penelitian, sedangkan pengukuran yang tidak harus dilaksanakan secara insitu dapat

dilakukan secara eksitu di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Data mangrove yang di ambil meliputi letak geografis tiap stasiun, luasan

transek yang diamati, jenis vegetasi mangrove yang tumbuh, banyaknya tegakan

semai, anakan dan pohon dengan kriteria tertentu dan ukuran diamater pohon dalam

bentuk data sheet (Tabel 6). Cara penentuan lingkar batang mangrove diukur

bedasarkan posisi percabangan pertama pada tegakan mangrove (Gambar 6).

parameter yang diamati adalah Suhu, salinitas, pH, dan substrat (Tabel 7).

Tabel 6. Data sheet vegetasi mangrove

Koordinat SP ∑ Pohon DB (cm) ∑ Anakan ∑ Semai

S :

E :

S :

E :

S :

E :

Keterangan (English et al. 1994): Pohon :Diameter >4cm SP :Kode jenis tumbuhan mangrove Anakan :Diameter <4cm, tinggi >1m DB :Diameter batang tumbuhan mangrove Semai :Tinggi <1m

Tabel 7. Parameter fisika dan kimia yang diamati

Parameter Satuan Metode

Fisika

Suhu 0C Pemuaian

Page 34: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

21

21

Substrat % Segitiga millar

Kimia

pH - Elektroda pH meter

Salinitas ‰ Pembiasan cahaya

Gambar 6. Penentuan lingkar batang mangrove (English et al. 1994)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Vegetasi mangrove

Data-data mengenai jenis, jumlah tegakan, dan diameter pohon yang telah

dicatat pada tabel form mangrove, diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan

jenis (Di), kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi jenis(Fi), frekuensi relatif jenis

(RFi), luas area penutupan(Ci), penutupan relatif jenis (RCi), dan indeks nilai

penting (INP) (Bengen 2001a dan Styobudiandi et al. 2009).

Di = Ni

A

Fi = Pi

RDi = Ni

X 100

RFi = Fi

X 100

Tinggi dada

Tinggi dada

Tinggi dada

Tinggi dada

Penentuan pada batang yang

bercabang di bawah tinggi dada

Penentuan pada batang yang

bercabang di atas tinggi dada

Penentuan pada akar yang

bercabang sampai setinggi dada

Penentuan pada batang yang tidak

beraturan bentuknya

Page 35: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

22

22

INP = RDi + RFi + RCi

Keterangan: ni = jumlah total tegakan dari jenis i A = luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot) pi = jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan jenis I Σp = jumlah total petak contoh/plot yang diamati. BA = π DBH2/4 (dalam cm2) π = (3,1416) adalah suatu konstanta DBH = diameter pohon dari jenis I =CBH/ π (dalam cm) CBH = lingkaran pohon setinggi dada.

Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300. Nilai Penting ini

memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan

mangrove dalam komunitas mangrove.

3.4.2. Analisis tekstur substrat

Tekstur substrat di analisis berdasarkan perbandingan pasir, liat, dan debu.

Pembagian kelompok tekstur tanah dapat dilihat menggunakan panduan Segitiga

Millar (Gambar 7).

Langkah-langkah penentuan tekstur substrat:

1. Mementukan komposisi dari masing-masing fraksi substrat. Misalnya, fraksi

pasir 45%, debu 30%, dan liat 25%.

2. Menarik garis lurus pada sisi persentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi

persentase debu, tarik garis lurus pada sisi persentase debu di titik 30% sejajar

dengan sisi persentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi persentase liat 25%

sejajar dengan sisi persentase pasir.

3. Hasil perpotongan ketiga titik tersebut menentukan tekstur substrat tersebut pada

tekstur lempung liat.

RCi = Ci

X 100

Ci =

A

Page 36: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

23

23

Gambar 7. Tipe substrat berdasarkan perbandingan pasir, liat, dan debu (Millar dan Turk 1951)

3.4.3. Analisis kualitas air

Analisis kualitas air dilakukan dengan cara diskriptif dan membandingkan

nilai masing-masing parameter kualitas air dengan literatur yang ada untuk melihat

kualitas perairan.

a. Mencari rata-rata dari masing-masing parameter dan standar deviasinya pada

setiap stasiun sebanyak tiga kali pengamatan (ulangan), dengan rumus sebagai

berikut (Walpole 1995):

µ = Rata-rata pengamatan n = Rumlah data Χi = Data ke-i

Page 37: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

24

24

S2 = Standar deviasi µ = Nilai rata-rata n = Jumlah data Xi = Data ke-i

b. Menyajikan data dalam bentuk grafik untuk distribusi secara spasial.

c. Membandingkan data dengan literatur yang ada untuk melihat kualitas perairan

3.4.4. Indeks Similaritas Canberra

Indeks similaritas Canberra digunakan untuk melihat kesamaan antar stasiun

pengamatan berdasarkan parameter yang diamati, nilai yang diperoleh

dikelompokkan dengan menggunakan sidik gerombolan hirarki metode rataan ikatan

kelompok, kemudian dibuat dalam bentuk plot (dendrogram) (Styobudiandi et al

2009). Diagram dendrogram ini menggunakan program Minitab 15 pada komputer.

Prinsip pengelompokan Indeks Canberra ini dilakukan dengan cara mencari

nilai korelasi antar stasiun, sehingga setiap stasiun akan memiliki nilai korelasi

dengan semua stasiun lain. Nilai korelasi antar stasiun tersebut selanjutnya disusun

dalam sebuah mastriks yang disebut matriks similaritas Canberra. Hasil perhitungan

Indeks Similaritas Canberra kemudian ditampilkan dalam bentuk dendogram

berdasarkan keterkaitan antara kelompok yang menggambarkan tingkat kemiripan

habitat dan beberapa stasiun pengamatan dengan melihat nilai masing-masing

parameter.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 38: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

25

25

Ekosistem mangrove memiliki peran penting bagi kawasan pesisir. Informasi

mengenai tingkat kerusakan ekosistem mangrove dikawasan pesisir Kota Serang

dapat diketahui antara lain dengan mengetahui struktur komunitas mangrove,

keadaan lingkungan perairan pesisir Kota Serang, dan kondisi substratnya.

4.1. Struktur Komunitas Mangrove

4.1.1 Kerapatan mangrove

Kerapatan mangrove yaitu jumlah total tegakan dari suatu jenis mangrove

tertentu dalam suatu unit area. Di Kecamatan Kasemen terdapat tiga jenis mangrove

yang tumbuh dengan kerapatan berbeda-beda yaitu Avicennia marina, Rhizophora

apiculata, dan Rhizophora mucronata. Kondisi mangrove diamati berdasarkan

kerapatan jenis, frekuensi jenis, dan tutupan jenis vegetasi mangrove (Tabel 8).

Tabel 8. Jumlah jenis mangrove tiap stasiun

Jenis Pantai Pelabuhan Karangantu

Muara Sungai Cengkok (barat)

Sungai Cengkok

Pohon Anakan Semai Pohon Anakan Semai Pohon Anakan Semai

Am 9 0 0 6 1 2 0 0 0

Ra 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Rm 1 0 0 0 1 0 0 0 0

Muara Sungai Cengkok (timur)

Muara kali perumpung Cagar Alam Pulau Burung (barat)

Pohon Anakan Semai Pohon Anakan Semai Pohon Anakan Semai

Am 1 9 0 6 1 1 1 4 1

Ra 0 0 0 0 1 0 0 0 0

Rm 0 0 0 0 0 0 2 2 0

Keterangan: Luas kerapatan : Pohon (ind/100m2), Anakan (ind/25m2) dan Semai (ind/m2) Am = Avicennia marina Ra = Rhizophora apiculata

Rm = Rhizophora mucronata

Mangrove di setiap stasiun memiliki tingkat kerapatan yang berbeda-beda,

penyebaran jenis mangrove pada lokasi penelitian tidak merata. Mangrove jenis

Avicennia marina terdapat pada hampir setiap stasiun dan dalam jumlah yang relatif

lebih besar dari jenis mangrove lainnya, mangrove jenis Rhizophora mucronata

hanya terdapat pada Pantai Pelabuhan Karangantu, Sebelah Barat muara Sungai

Page 39: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

26

26

Cengkok, dan Sebelah Barat Cagar Alam Pulau Burung, sedangkan Rhizophora

apiculata hanya terdapat pada Muara Kali Perumpung dan Badan Sungai Cengkok.

mangrove yang terdapat di kawasan Kecamatan Kasemen ini adalah vegetasi

mangrove yang umum di jumpai pada ekosistem mangrove di Indonesia khususnya

Pulau Jawa. Kerapatan mangrove tiap lokasi di Kecamatan Kasemen memiliki

kerapatan dan ketebalan berbeda-beda (Gambar 8).

Pada pantai Pelabuhan Karangantu ditumbuhi oleh 2 jenis mangrove yaitu

Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Pantai Pelabuhan Karangantu

memiliki kerapatan pohon mangrove tertinggi. Pada lokasi ini banyak ditumbuhi

oleh pohon mangrove dari hasil rehabilitasi beberapa tahun yang lalu oleh pihak

pemerintah. Pantai Pelabuhan Karangantu banyak ditumbuhi mangrove yang sudah

dewasa (pohon) dengan ketinggian 4-5m. Saat ini sedang ada program rehabilitasi

mangrove di pesisir pelabuhan berupa bibit pada luasan ±1ha.

Muara Sungai Cengkok sebelah barat masih terdapat mangrove jenis

Avicennia marina dan Rhizophora mucronata, sedangkan muara Sungai Cengkok

sebelah timur hanya ditumbuhi oleh Avicennia marina. Mangrove di muara Sungai

Cengkok memiliki kerapatan lebih kecil daripada Pantai Pelabuhan Karangantu,

pada lokasi ini telah mengalami pencemaran. Pencemaran rumah tangga yang

menumpuk di muara Sungai Cengkok sangat tinggi, hal ini dapat dilihat degan

menumpuknya sampah-sampah anorganik dimuara yang terbuat dari plastik seperti

bungkus makanan, sandal, tempat makanan, dan lain-lain.

Badan Sungai Cengkok merupakan kawasan yang paling buruk kondisi

mangrovenya. Petak-petak tambak ikan sudah memenuhi daerah pasang surut

hingga ke tepian sungai. Di tepi Sungai Cengkok hanya ditemukan 3 anakan

mangrove jenis Rhizophora apiculata yang ditanam oleh masyarakat yang tinggal

dekat muara. Petak-petak tambak ikan di kawasan ini 80% aktif dan sisanya

ditinggalkan oleh pemiliknya. Meskipun sudah dikelola oleh dinas setempat dalam

pengelompokan petak-petak tambak, pengelolaan dan pengawasan tambak masih

belum optimal.

Page 40: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

27

27

Muara kali perumpung terdapat tegakan mangrove yang terbentang

memanjang mengikuti tepian pantai dengan ketebalan <40m, pada lokasi ini

Gam

bar

8.

Pet

a k

erap

atan

teg

akan

man

gro

ve

Page 41: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

28

28

mangrove banyak ditemukan dalam bentuk anakan dan semai jenis Avicennia

marina dan Rhizophora apiculata dengan tingkat kerapatan 110 ind/100m2 dan 10

ind/100m2. lahan tepat dibelakang ekosistem mangrove adalah tambak-tambak ikan

tradisional.

Sebelah barat Cagar Alam Pulau Burung dengan ketebalan mangrove 40-100m

ini ditumbuhi mangrove jenis Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Pada

lokasi ini kerapatan pohon mangrove cukup rendah sebesar 3 ind/100m2 untuk jenis

Avicennia marina, akan tetapi kelimpahan anakan dan semai cukup tinggi yaitu 60

ind/100m2 dan 100 ind/100m2.

Pohon mangrove di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen masih produktif

untuk memenuhi kebutuhan regenerasi alami. Hal ini terlihat dari bersarnya

perbandingan jumlah semai dan anakan yang masih ada dari pohon mangrove yang

tersisa. Sehingga tidak perlu adanya regenerasi tambahan dari lokasi atau indukan

pohon mangrove lain untuk menyediakan stok bibit mangrove. Tegakan pohon

mangrove yang masih bertahan sekarang sebelumnya adalah semai dan anakan

beberapa tahun silam bersama dengan semai dan anakan mangrove lain yang tidak

dapat bertahan hingga sekarang baik karena lemahnya pertahanan terhadap kondisi

alam maupun dari pengaruh manusia. Apabila diakumulasi keseluruhan tegakan

mangrove seluas 420ha di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen dengan kerapatan

pohon rata-rata 4 ind/100m2, anakan 13 ind/100m2 dan semai 83 ind/100m2.

Perbandingan tingkat kerapatan pohon mangrove terhadap tingkat kerapatan anakan

dan semai sangat jauh yaitu 1:24. Hal ini menunjukkan bahwa mangrove dapat

meningkatkan jumlah dan luasannya tanpa upaya rehabilitasi apabila proses

regenerasi dapat berjalan tanpa hambatan.

Apabila tegakan mangrove anakan dan semai saat ini hanya mampu

menggantikan tegakan pohon mangrove sekarang maka tingkat survivalnya hanya

4,17% atau tingkat mortalitas yang terjadi sebesar 95,83% dari seluruh jumlah

anakan dan semai mangrove yang hidup saat ini. Jumlah anakan dan semai

mangrove yang besar dibandingkan dengan jumlah pohon mangrove menjadi

peluang besar bagi mangrove untuk melakukan regenerasi.

4.1.2 Indeks Nilai Penting (INP)

Page 42: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

29

29

INP adalah nilai yang memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau

peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam ekosistem mangrove. Rincian

perhitungan INP berkisar antara 0 sampai 300 (Tabel 9).

Tabel 9. Indeks Nilai Penting (INP)

Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Am 266 300 0 300 300 80

Rm 34 0 0 0 0 220

Keterangan: Am = Avicennia marina

Rm = Rhizophora mucronata

INP ditentukan dari tingkat kerapatan relatif jenis, frekuensi relatif jenis, dan

penutupan relatif jenis. Mangrove anakan dan semai masih banyak dipengaruhi oleh

lingkunganya daripada pengaruhnya terhadap lingkungan, sehingga mangrove

anakan dan semai belum memiliki peran berarti seperti halnya pohon mangrove.

Mangrove yang terdapat dikawasan pesisir Kecamatan Kasemen terhampar pada tepi

pantai dengan kisaran ketebalan antara 40-100 m. Luasan ekosistem mangrove yang

terbatas ini menjadi faktor pembatas pengaruh ekosistem mangrove terhadap

lingkungan sekitarnya.

Diantara ketiga jenis mangrove yang terdapat dikawasan pesisir Kecamatan

Kasemen terdapat dua jenis mangrove yang memiliki peran ekologis, yaitu:

Avicennia marina dan Rhizophora mucronata sedangkan Rhizophora apiculata

diliha dari nilai INP tidak memiliki peran sama sekali. Mangrove jenis Rhizophora

apiculata yang terdapat pada muara kali perumpung adalah mangrove semai yang

baru bisa tumbuh menjadi anakan, Rhizophora apiculata memiliki peran ekologis

dalam jangka waktu 15-20 tahun setelan mencapai usia dewasa menjadi pohon.

Mangrove jenis Avicennia marina tersebar lebih banyak dari pada jenis

Rhizophora mucronata, sehingga besar pengaruhya juga berbeda. Mangrove jenis

Avicennia marina tersebar diseluruh pesisir Indonsia (Noor et al. 2006), hal ini

menunjukkan bahwa mangrove jenis Avicennia marina memiliki daya tahan hidup

bagus terhadap pengaruh tekanan alam yang tinggi.

Page 43: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

30

30

4.1.3 Tingkat kerusakan mangrove

Tingkat kerusakan mengrove menggambarkan kondisi fisik mangrove yang

mengalami kerusakan dalam suatu kawasan tertentu. Tingkat kerusakan mangrove

ditentukan berdasarkan kerapatan mangrove mengacu pada Kep-MENLH No 201

(2004) modifikasi (Tabel 10).

Tabel 10. Tingkat kerusakan mangrove

Stasiun Kerapatan

(ind/100m2) Tingkat

Kerusakan Regenerasi

(%)

1 10 Baik 0,00

2 6 Rusak sedang 2,72

3 0 Habis 0,00

4 1 Rusak berat 1,11

5 6 Rusak sedang 5,00

6 3 Rusak berat 1,88

Rata-rata Rusak sedang 1,79

Tingkat kerusakan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Kecamatan

Kasemen dapat dilihat dari tingkat kerapatan pohon mangrove perluasan area.

Luasan mangrove sepanjang 4 km, dengan ketebalan 100 m ini secara keseluruhan

memiliki tingkat kerusakan rata-rata 4 ind/100m2 dengan tingkat kerusakan yang

beraneka ragam. Sebagian besar lokasi mangrove sudah melewati batas rusak dan

satu lokasi yang masih masuk dalam kategori baik (tidak rusak) adalah kawasan

pesisir Pelabuhan Karangantu dengan kerapatan 10 ind/100m2.

Kerusakan ekosistem mangrove tertinggi terjadi pada sepanjang Sungai

Cengkok, dan saat ini sudah tidak terdapat tegakan pohon mangrove yang masih

hidup (hanya tersisa semai mangrove), sedangkan pada lokasi lain meskipun dengan

tingkat kerapatan rendah masih terdapat tegakan mangrove yang bertahan hingga

sekarang (Gambar 9). Perbedaan tingkat kerapatan mangrove menyebabkan

perbedaan tingkat kerusakan mangrove.

Page 44: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

31

31

Gam

bar

9.

Pet

a ti

ng

kat

ker

usa

kan

man

gro

ve

Page 45: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

32

32

Luasan mangrove yang tersisa saat ini adalah lahan yang tersisa dari konversi

lahan mangrove menjadi petak-petak tambak ikan seluas 5.642 ha (Pemprov Banten

2008). Saat ini petak tambak yang ada luasannya sudah jauh melebihi luasan

mangrove yang tersisa. Kemampuan mangrove untuk memperluas distribusinya

kearah daratan kini sudah dibatasi oleh tambak-tambak ikan. Menurut Bengen

(2001b) dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove berupa konversi

menjadi lahan perikanan adalah: (1) mengancam regenerasi stok ikan dan udang di

perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove, (2) terjadinya pencemaran

laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat hutan mangrove, (3)

pendangkalan perairan pantai, dan (4) Erosi garis pantai dan intrusi garam.

Sedangkan kemampuan mangrove untuk regenerasi dibatasi oleh keberadaan hama

bibit mangrove dari fauna ekosistem mangrove khususnya kepiting bakau (wideng).

Hampir 50% atau bahkan lebih bibit mangrove yang ditanam gagal tumbuh karena

cacat atau mati yang disebabkan oleh hama kepiting, sedangkan abrasi pantai di

muara Sungai Cengkok sebelah barat tercatat hingga 2 ha, setiap upaya rehabilitasi

di lokasi tersebut selalu gagal oleh gangguan abrasi pantai. (sofian, 21 Agustus

2009, komunikasi pribadi).

Adanya perubahan tata guna dan fungsi lahan mangrove serta berbagai

aktifitas pembukaan lahan telah menyebabkan semakin berkurangnya luas hutan

mangrove dan terjadinya perubahan komposisi vegetasi pada berbagai strata

pertumbuhan seperti semai, anakan dan pohon (Nursal et al. 2006). Kerusakan

mangrove secara temporal hanya bertahan sekitar 15-20 tahun kedepan, karena akan

digantikan oleh semai dan bibit mangrove yang tumbuh dan memiliki peran ekologis

sebagaimana pohon mangrove (Noor et al. 2006). Apabila generasi mangrove saat

ini dapat bertahan, maka tingkat kerusakan ekosistem mangrove berangsur-angsur

akan menurun, dan sebaliknya tingkat kerusakan ekosistem mangrove akan semakin

parah apabila generasi mangrove saat ini tidak dapat dipertahankan. Ekosistem

mangrove dapat mempebaiki kerusakannya apabila memiliki kerapatan 10-15

ind/100m2. Saat ini terdapat jumlah semai dan anakan mangrove sebanyak ±24 kali

lipat dari jumlah pohon mangrove yang ada sekarang, sehingga tingkat kerusakan

mangrove akan hilang apabila daya regenerasinya yang dapat bertahan hidup

meningkat dari 4,17% menjadi 10,42-15,63%.

Page 46: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

33

33

Kerusakan mangrove menyebabkan menurunnya produktivitas perairan dan

menurunnya kesejahteraan nelayan kecil (subsisten) yang menggantungkan

pendapatannya dari perairan dangkal tersebut (Setyawan 2008). Dengan kondisi

kerusakan ekosistem mangrove saat ini maka fungsi ekosistem mangrove dalam

menjalankan perannya semakin berat. Ekosistem mangrove ini masih menjadi

barisan terdepan dalam melindungi 5.642 ha tambak yang ada dari terpaan ombak,

badai, dan gelombang yang menghampiri daratan, mencegah intrusi air laut sejauh

mungkin dari pemukiman penduduk, menyuplai stok benih-benih ikan untuk tumbuh

besar dan ditangkap oleh nelayan, menyediakan ranting-ranting dan kayu bakar

untuk masyarakat, menghasilkan daun dan buah untuk pakan ternak, serta fungsi

lain bagi ekosistem sekitarnya.

4.2. Kondisi substrat

Parameter yang diamati untuk sampel substrat adalah pH tanah, kadar C-

organik, dan tekstur substrat. Parameter substrat pH, tekstur, tipe substrat, dan kadar

C-organik relatif sama pada setiap lokasi (Tabel 11).

Tabel 11. Kondisi substrat

Stasiun pH Tekstur (%) Tipe

Substrat C-organik

(%) Pasir Debu Liat

1 6,4 1,22 20,39 78,39 Liat 9,25

2 7,5 3,88 27,20 68,92 Liat 5,42

3 7,5 2,88 28,70 68,42 Liat 3,68

4 7,5 2,28 34,69 63,03 Liat 3,51

5 7,5 4,29 35,90 59,81 Liat 4,75

6 7,5 1,08 18,84 80,08 Liat 3,51

Substrat adalah satu-satunya media tanam yang menjadi media pertumbuhan

mangrove sejak pertama kali menancapkan akar kedalam substrat. Kemampuan

mangrove untuk dapat hidup, tumbuh, dan berkembang biak sangat bergantung pada

kondisi substrat yang menjadi media utamanya. Kondisi substrat menjadi salah satu

faktor penting bagi kehidupan mangrove.

Derajat keasaman (pH) substrat mangrove di Kecamatan Kasemen berada

pada kondisi netral cenderung asam. Kondisi substrat ini sangat cocok bagi

Page 47: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

34

34

pertumbuhan mangrove, karena mangrove dapat tumbuh subur pada kondisi substrat

netral dan cenderung asam. pH substrat mempengaruhi laju pertumbuhan dan sangat

menentukan tingkat keberhasilan hidup bibit mangrove. Menurut Setyawan (2008)

kondisi substrat mangrove pada umumnya cenderung asam, karena aktivitas bakteri

pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam.

Tekstur substrat ditentukan dari komposisi fraksi pasir, debu, dan liat. Menurut

Witasari (2002) tekstur dan komposisi sedimen di dasar teluk banten merupakan

hasil pengendapan moderen yang berasal dari daratan dan dari paparan, sumber dari

lingkungan darat memberikan kontribusi terbesar. Endapan asal darat terutama

terkirim melalui aliran sungai ke laut, sedangkan endapan asal paparan umumnya

terbentuk secara insitu. Kawasan pesisir perairan sering dilalui oleh saluran air dari

daratan dan lautan sehingga terjadi laju pegendapan yang cukup tinggi, hal yang

sama juga terjadi pada kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, tekstur substrat lebih

didominasi oleh liat dari sedimentasi perairan. Substrat di kawasan pesisir

Kecamatan Kasemen tergolong tipe substrat liat. Meskipun perbedaan persentasi

fraksi liat antara stasiun satu dan lainnya tidak sama, komposisi fraksi liat lebih

besar dari 40% dan komposisi fraksi lainnya lebih kecil dari fraksi liat, tekstur

substrat liat pada segitiga millar memiliki proporsi paling besar diantara tipe tekstur

yang lain, sehingga tekstur substrat di kawasan ini yang terbentuk berdasarkan

pengelompokan substrat segitiga millar relatif sama yaitu tekstur liat.

Kesuburan substrat ditentukan dari kandungan C-organik yang tersimpan,

semakin besar kandungan C-organik pada suatu substrat maka substrat tersebut

semakin subur. Substart dapat dikatakan memiliki kesuburan tinggi apabila

kandungan C-organiknya >3%, dan menjadi sangat tinggi apabila >5% C-organik

(Hardjowigeno 2003). Kawasan pesisir Kecamatan Kasemen memiliki kesuburan

berkisar antara 3,51-9,25% C-organik, kandungan C-organik tertinggi pada stasiun 1

dan kadar C-organik terendah pada stasiun 4 dan 6. Substrat pada stasiun 1 lebih

tinggi kadar C-organiknya dibandingkan dengan stasiun lainnya, hal ini disebabkan

dengan tingginya tingkat kerapatan pohon mangrove dan derajat keasaman yang

lebih rendah mampu meningkatkan proses dekomposisi bahan organik yang

tertimbun pada substrat tersebut. Kadar C-organik yang tinggi pada substrat di

kawasan ini menandakan bahwa substrat tersebut sudah subur akan kandungan C-

Page 48: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

35

35

organik. Kebutuhan mangrove akan kesuburan substrat (C-organik) di kawasan

pesisir Kecamatan Kasemen sudah terpenuhi, dengan demikian maka kesuburan

substrat tidak menjadi hambatan bagi pertumbuhan mangrove.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesuburan substrat adalah

tekstur substrat. Tekstur substrat yang terdiri atas partikel-partikel kecil (liat)

memiliki kemampuan menangkap bahan organik lebih tinggi dari pada partikel-

partikel yang berukuran lebih besar (pasir). Liat adalah partikel substrat yang paling

kecil dengan ukuran kurang dari 0,002mm, sedangkan pasir adalah partikel substrat

yang paling besar dengan ukuran 0,500-2,000mm. Substrat yang terdiri atas fraksi

liat membentuk susunan partikel-partikel yang bersifat micropores yaitu substrat

yang memiliki pori-pori kecil dalam jumlah banyak, sedangkan substrat yang terdiri

atas fraksi pasir membentuk susunan partikel-partikel yang bersifat macropores

yaitu substrat yang memiliki pori-pori besar dalam jumlah sedikit. Micropores

karena ukuran pori-porinya yang kecil sulit mengalirkan air dan bahan organik

sehingga pada lapisan ini sering terisi oleh air, sedangkan macropores dengan

ukuran pori-porinya yang besar mampu melewatkan air sehingga pada lapisan ini

sering terisi oleh udara (Plaster 2003). Semakin banyak jumlah persentase liat pada

suatu substrat maka kemungkinan kadar air dan tingkat kesuburannya semakin

tinggi dan semakin banyak jumlah persentase pasir pada suatu substrat maka

kemungkinan kadar air dan tingkat kesuburannya semakin rendah.

4.3. Parameter Lingkungan Perairan

Kualitas perairan dapat mempengaruhi ekosistem mangrove dan kondisi

kehidupan biota dikawasan pesisir. Kualitar perairan yang buruk selama dapat

diminimalisir oleh ekosistem mangrove akan berubah menjadi perairan yang baik,

akan tetapi kualitas perairan yang tidak dapat diminimalisir oleh ekosistem

mangrove selain menghasilkan perairan yang tetap buruk juga semakin merusak

ekosistem mangrove tersebut. Parameter yang perlu diamati pada pengelolaan

ekosistem mangrove adalah suhu, salinitas, dan pH.

4.3.1 Suhu

Page 49: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

36

36

Suhu adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kelangsungan

hidup biota perairan. Suhu perairan di Kecamatan Kasemen memiliki kesamaan

pada kondisi pasang dan surut (Gambar 10).

28

29

30

31

32

33

1 2 3 4 5 6

Stasiun

Su

hu (

OC

)

P as ang

S urut

Gambar 10. Diagram sebaran suhu perairan.

Sebaran suhu perairan di Kecamatan Kasemen pada saat kondisi pasang dan

surut relatif stabil yaitu 30,5-32,0 0C. Pada suhu tersebut biota perairan dapat

tumbuh normal apabila tidak terjadi fluktuasi yang tajam. Selama bulan Juli-Agustus

2009 pasang surut terjadi sebanyak satu kali dalam sehari. Pasang terjadi pada siang

sampai malam hari, sedangkan surut terjadi dari pagi sampai siang. Suhu perairan

pada kondisi pasang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi surut. Ini

terjadi disebabkan penyinaran matahari di tengah laut selama seharian sehingga pada

saat surut panas yang diserap air laut masuk ke kawasan pesisir. Terkecuali pada

stasiun 1 dengan keberadaan pelabuhan dan aktifitas manusia seperti bongkar muat

dan keluar masuk kapal nelayan serta buangan limbah domestik, maka suhu air laut

di stasiun 1 ketika surut relatif lebih tinggi daripada saat pasang.

Vegetasi mangrove yang sudah menjadi pohon tidak banyak terpengaruh oleh

temperatur perairan, karena sudah memiliki pondasi yang kuat dan menciptakan

kerindangan bagi lingkungan sekitarnya. Akan tetapi temperatur perairan sangat

diperhatikan untuk pembibitan mangrove. Bibit mangrove yang ditanam atau

tertanam secara alami akan tumbuh dengan baik pada temperatur perairan yang

stabil.

4.3.2 Salinitas

Page 50: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

37

37

Tingkat salinitas umumnya pada kawasan pesisir mengalami fluktuasi tinggi

sehingga menciptakan ekosistem yang berbeda dengan perairan lainnya. Salinitas

perairan di Kecamatan Kasemen tidak mengalami fluktuasi tinggi (Gambar 11).

28

30

32

34

36

1 2 3 4 5 6

Stasiun

Ssa

linit

as

(‰)

P as ang

S urut

Gambar 11. Diagram sebaran salinitas perairan.

Sebaran salinitas perairan pasang dan surut di kawasan mangrove Kecamatan

Kasemen masuk kategori air laut karena berada pada salinitas >30‰. Hal ini

menunjukkan bahwa selama penelitian peristiwa pasang-surut di Kecamatan

Kasemen tidak menyebabkan terjadinya perubahan salinitas yang besar. Ini

disebabkan juga kecilnya arus yang terjadi di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen.

Perubahan salinitas akan lebih signifikan apabila terjadi pasang purnama dan

musim hujan, karena terjadi perpindahan masa air yang lebih banyak dari hari

biasanya. Salinitas perairan Kecamatan Kasemen masih layak untuk ekosistem

mangrove, karena tanaman mangrove masih dapat tumbuh dengan baik hingga

salinitas 38‰.

Salinitas perairan lebih banyak berperan bagi mangrove pada saat bibit. Bibit

sejak pertama kali menancapkan bijinya kedalam tanah (substrat) maka pada saat itu

bibit mulai membiasakan diri dengan berbagai kondisi lingkungan untuk dapat

tumbuh dan berkembang biak. Menurut Wibisono et. al. (2006) kriteria perairan

untuk penanaman mangrove adalah perairan payau (7-15‰). Sehingga dalam

penanaman mangrove buatan sebaiknya dilakukan dilokasi terpisah yang memiliki

salinitas payau.

4.3.3 Derajat keasaman (pH)

Page 51: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

38

38

Derajat keasaman / pH air dapat berubah-ubah tergantung dari masukan air

laut dan air tawar dari daratan. pH perairan mengalami perbedaan pada kondisi

pasang dan surut (Gambar 12).

6

6.5

7

7.5

8

1 2 3 4 5 6

Stasiun

pH P as ang

S urut

Gambar 12. Diagram sebaran pH perairan.

Kondisi ekosistem pesisir yang ekstrim menciptakan vegetasi yang kuat

terhadap berbagai dinamika alam yang terus berubah. Vegetasi mangrove adalah

salah satu ekosistem pesisir yang memiliki keunikan mampu bertahan hidup pada

perairan yang berubah-ubah. Mangrove dapat bertahan pada perairan dengan

perubahan pH, sehingga pH tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan mangrove.

Sebaran pH dari ke enam stasiun lokasi pengamatan berkisar antara 7,16-7,67.

pada saat surut pH cenderung meningkat dan pada saat pasang pH perairan kembali

naik. pH tertinggi dicapai pada saat surut di stasiun 4, sedangkan pH terendah di

capai pada saat pasang di stasiun 6. karena selang perubahan pH air tidak terlalu

jauh, maka pH air laut di Kecamatan Kasemen cukup stabil.

pH perairan yang stabil diperlukan untuk menjaga kualitas bibit mangrove

pada saat rehabilitasi. Pertumbuhan mangrove akan optimal apabila kondisi

perairannya memiliki kondisi pH yang stabil. Setelah dewasa maka daya tahan

terhadap alam meningkat sehingga mampu mengkondisikan ketika terjadi perubahan

pH yang tidak sesuai.

4.4. Indeks Similaritas Canberra

Page 52: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

39

39

Dendrogram kerapatan mangrove menggambarkan tingkat kekerabatan

kerapatan mangrove antara lokasi satu dan lainnya. Tingkat kekerabatan kerapatan

mangrove di Kecamatan Kasemen berkisar antara 50,31%-92,14% (Gambar 13).

Gambar 13. Grafik dendrogram kerapatan mangrove

Pada grafik di atas dapat dilihat tingkat kekerabatan kerapatan mangrove

seluruh lokasi mencapai tingkat 50,31%. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan

mangrove kawasan pesisir Kecamatan Kasemen terdapat kesamaan antara lokasi

satu dan lokasi lainnya, sebagaimana diketahui pada tabel kerapatan mangrove

sebagian besar kondisi mangrove rusak berat, sebagian lagi rusak sedang, dan

sisanya baik. Nilai rata-rata tingkat kekerabatan dari kerapatan mangrove diperoleh

tingkat 65,68% yang membagi kerapatan mangrove menjadi 3 kelompok.

Kelompok 1 terdiri atas stasiun 1, 2, dan 5. Stasiun 2 dan 5 terdapat kemiripan

hingga 92,14%, karena pada stasiun tersebut kerapatan pohon mangrove sama yaitu

6 ind/100m2 dan mengandungan kadar C-organik yang tinggi yaitu 5,42% pada

stasiun 2 dan 4,75% pada stasiun 5. Stasiun 2 dan 5 masih memiliki kemiripan

dengan stasiun 1 pada tingkat 64,00%. Karena stasiun 1 memiliki kandungan C-

organik sangat tinggi yaitu 9,25%. Kelompok 1 adalah kelompok yang memiliki

kerapatan mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.

50,31%

60,72%

64,00% 60,72%

92,14%

65,58%

Page 53: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

40

40

Kelompok 2 terdiri atas stasiun 4 dan 6 dengan tingkat kemiripan hingga

60,72%. Kelompok 2 memiliki kadar C-organik yang tinggi dan dengan persentase

yang sama yaitu 3,51%. Pada kelompok 2 ini kerapatan mangrove rendah dan

mengalami tingkat kerusakan mangrove hingga rusak berat. Stasiun 4 dan 6

memiliki tingkat kerusakan yang lebih tinggi dari pada kelompok 1.

Kelompok 3 hanya terdiri atas satu stasiun yaitu stasiun 3. Stasiun 3 adalah

satu-satunya stasiun dengan tingkat kekerabatan sangat rendah mencapai 50,31%.

Pada kelompok 3 ini kondisi mangrove sudah sangat parah, tidak ditemukan tegakan

pohon mangrove sama sekali, berbeda halnya dengan stasiun lain yang memiliki

tegakan pohon mangrove dengan kerapatan berbeda-beda. Kelompok 3 adalah

kelompok yang memiliki kondisi mangrove rusak berat.

4.5. Manajemen Rehabilitasi Mangrove

Kondisi mangrove yang sudah kritis akibat konversi lahan mangrove yang

berlebihan berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove baik secara

langsung (misal kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun secara tidak

langsung (misal pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan) (Bengen

2001b). Agar dapat dimanfaatkan kembali dengan baik maka perlu dilakukan

manajemen rehabilitasi mangrove di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen yang

meliputi rehabilitasi mangrove, penataan lingkungan pesisir Kecamatan Kasemen

dan pemanfaatan ekosistem mangrove yang lebih ramah lingkungan dan tetap

menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Upaya rehabilitasi di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen sudah dilakukan

oleh beberapa pihak baik dari pemerintahan maupun dari LSM, sayangnya upaya

tersebut dilakukan sendiri-sendiri tanpa ada kerjasama yang membuat upaya

rehabilitasi tersebut dapat dipertahankan. Selain itu paska rehabilitasi tersebut tidak

ada monitoring untuk memantau perkembangan hasil rehabilitasi tersebut. Banyak

sisa-sisa penanaman mangrove yang bertahan sejak awal dan banyak juga yang mati.

Bibit mangrove yang ditanam di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen biasanya mati

karena hama kepiting dan abrasi pantai. Hama kepiting sering menjadi masalah

dalam upaya rehabilitasi mangrove.

4.5.1 Rehabilitasi mangrove

Page 54: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

41

41

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara rehabilitasi.

Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove

yang mengalami degradasi kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu

mengemban fungsi ekologis dan ekonomis (Menhut 2004). Campur tangan manusia

dalam rehabiliasi mangrove diusahakan sekecil mungkin terutama dalam

memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang

diingini oleh manusia. Dengan demikian, usaha rehabilitasi semestinya mengandung

makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya

sendiri. Menurut Lewis dan Streever (2000) in (Setyawan et al. 2004), reforestasi

adalah penanaman mangrove pada bekas area hutan mangrove, sedang afforestasi

adalah penanaman mangrove pada area yang semula bukan hutan mangrove.

Rehabilitasi yang dapat dterapkan disini adalah rehabilitasi reforestasi, karena

banyak lokasi ekosistem mangrove yang perlu dihidupkan kembali dan tidak ada

lahan kosong yang belum digunakan oleh masyarakat.

a. Jenis vegetasi mangrove

Dalam kegiatan rehabilitasi mangrove, masing-masing jenis mangrove

memiliki karakter yang berbeda. Jenis mangrove yang dapat ditanam untuk

rehabilitasi mangrove dapat ditentukan berdasarkan kondisi lingkungannya,

pengalaman upaya rehabilitasi pada lokasi terdekat, dan sejarah jenis mangrove yang

masih tersisa pada lokasi tersebut dan sekitarnya.

Kawasan pesisir Kecamatan Kasemen berada pada kondisi geografis tropis

dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, memiliki substrat dengan

kandungan organik tinggi (>3%), pH berkisar antara 6,5 – 7,0 dan memiliki tipe

substrat liat serta sering digenangi oleh air pasang-surut dengan salinitas tinggi.

Untuk rehabilitasi mangrove pada kawasan tersebut diperlukan jenis mangrove yang

mampu bertahan dengan tekanan alam cukup kuat sehingga dapat bertahan hidup

hingga dewasa dan melaksanakan kembali peran mangrove yang pernah ada

sebelumnya.

Mangrove jenis Rhizopora spp dan Avicennia spp adalah vegetasi mangrove

yang sering digunakan untuk rehabiliasi dan peluang keberhasilannya cukup tinggi.

Kegiatan rehabilitasi mangrove yang telah dirintis sejak tahun 1960 di kawasan

pantai utara Pulau Jawa sekitar 20.000 ha di laporkan telah berhasil di rehabilitasi

Page 55: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

42

42

dengan menggunakan tanaman utama Rhizopora spp dan Avicennia spp dengan

persen tumbuh hasil penanaman berkisar antara 60%-70%. Hal serupa juga

dilakukan pada sekitar 105 ha hutan mangrove yang rusak di Cilacap, di mana telah

berhasil di rehabilitasi dengan menggunakan tanaman pokok Rhizopora spp dan

Bruguiera spp (Iqbal 2009).

Vegetasi mangrove yang masih hidup di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen

hingga saat ini terdiri atas tiga jenis mangrove yaitu Avicenia marina, Rhizophora

mucronata, dan Rhizophora apiculata. Sedangkan menurut Iqbal (2006) dalam hasil

studi vegetasi mangrove yang berlokasi di Cagar Alam Pulau Burung Teluk Banten,

menyatakan bahwa terdapat lima jenis vegetasi mangrove yang masih hidup yaitu

Avicennia lanata, Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,

dan Bruguiera excaristata.

Berdasarkan tekanan kondisi lingkungan yang cukup berat, mengambil

pengalaman dari rehabilitasi yang berhasil dilakukan di pesisir Pulau Jawa, dan

sejarah vegetasi mangrove yang masih tersisa di kawasan selitarnya, maka vegetasi

mangrove yang tepat untuk rehabilitasi kawasan pesisir Kecamatan Kasemen ada

tiga jenis yaitu: Avicennia marina, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora

mucronata. Sedangkan upaya rehabilitasi lanjutan setelah ketiga jenis tersebut dapat

melakukan introduksi vegetasi tambahan dari Cagar Alam Pulau Burung yang

berdekatan dengan kawasan pesisir Kecamatan Kasemen sebanyak 2 jenis yaitu

mangrove jenis Avicennia lanata dan Bruguiera excaristata.

b. Lokasi rehabilitasi

Rehabilitasi mangrove untuk upaya rehabilitasi kawasan pesisir Kecamatan

Kasemen dapat dimulai dari tiga lokasi yaitu dari pantai Pelabuhan Karangantu,

muara Sungai Cengkok sebelah barat, dan muara Kali Perumpung. Ketiga lokasi ini

dipilih karena memiliki keunggulan yaitu kondisi ekosistem mangrove yang lebih

baik daripada ekosistem mangrove di sekitarnya.

Upaya rehabilitasi mangrove dimulai dari kawasan mangrove dengan kondisi

kerusakan paling ringan kearah kawasan mangrove dengan kondisi kerusakan paling

berat. Ini dilakukan dengan pertimbangan: menekan ancaman kerusakan mangrove

yang lebih parah, melihat peluang terbesar penyelamatan ekosistem mangrove, dan

memberi peluang bagi ekosistem mangrove menjadi ekosistem homeostasis.

Page 56: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

43

43

Pantai Pelabuhan Karangantu dengan tingkat kerusakan mangrove baik

memiliki kerapatan mangrove paling tinggi diantara stasiun yang lain. Dengan

ketebalan dari tepi pantai yang sangat tipis dibandingkan dengan luasan tambak

yang ada maka perlu penambahan luasan ekosistem mangrove kearah daratan,

kekurangan yang ada pada pantai Pelabuhan Karangantu adalah regenerasinya

sangat rendah, sehingga upaya rehabilitasi yang dilakukan dengan penyemaian

mangrove dapat memperbesar jumlah semai dan anakan mangrove yang ada

sekarang. Upaya rehabilitasi mangrove pada lokasi ini akan menjadi indikator

keberhasilan rehabilitasi mangrove di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, karena

lokasi ini memiliki kerusakan paling rendah dengan kategori baik.

Muara Sungai Cengkok sebelah barat dengan tingkat kerusakan mangrove

rusak ringan memiliki kemampuan regenerasi mangrove yang lebih baik

dibandingkan dengan pantai Pelabuhan Karangantu. Upaya rehabilitasi yang perlu

dilakukan adalah meningkatkan kerapatan mangrove pada generasi berikutnya.

Dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove di muaras Sungai Cengkok perlu

dilakukan pencegahan pencemaran sampah domestik anorganik, karena

penumpukan sampah tertinggi berada pada muara Sungai Cengkok. Pencegahan

sampah anorganik dapat dilakukan dengan membuat pelindung sampah di sepanjang

tepi pantai dengan memasang jaring atau anyaman bambu, sehingga sampah tidak

dapat masuk ke lokasi rehabilitasi mangrove dan air pasang-surut tetap dapat keluar

masuk seperti sedia kala.

Muara Kali Perumpung dengan tingkat kerusakan mangrove rusak ringan

memiliki kemampuan regenerasi mangrove tidak sebesar muara Sungai Cengkok.

Upaya rehabilitasi mangrove yang perlu dilaksanakan memerlukan jumlah bibit

yang lebih banyak agar capaian kerapatan mangrove yang baik seimbang dengan

lokasi rehabilitasi mangrove pada kedua lokasi lainnya. Muara Kali Perumpung

tidak mengalami pencemaran domestik seperti halnya muara Sungai Cengkok,

sehingga tidak perlu penanganan serius untuk pencemaran sampah. Penanganan

yang paling penting adalah pencegahan gangguan hama kepiting bakau yaitu dengan

menanam bibit mangrove yang usianya lebih tua atau dengan penopang bambu.

4.5.2 Penataan lingkungan pesisir

Page 57: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

44

44

Kawasan pesisir Kecamatan Kasemen memiliki potensi sumberdaya alam

yang melimpah, dengan luasan pesisir yang terbatas dan kepadatan penduduk yang

terus meningkat maka untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir perlu adanya

penataan lingkungan pesisir.

Lahan di pesisir Kota Serang didominasi oleh area pertambakan yang terdapat

di sepanjang pantai dengan luas 5.642 ha (Pemprov Banten 2008). Model tambak

yang terdapat di pesisir Kota Serang adalah tambak pembesaran ikan secara

tradisional tanpa menggunakan pakan tambahan (hanya menggunakan pakan alami).

Jenis tambak yang di budidayakan adalah tambak ikan Bandeng dan udang Windu.

Siklus panennya sekitar 3 bulan dan memanfaatkan pasang surut untuk sumber

irigasi.

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 32

tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ditetapkan lebar minimum jalur

hijau (green belt) adalah 130 kali perbedaan pasang surut tertinggi dan terendah

yang diukur dari garis pantai terendah. Perbedaan pasang surut di Pantura Pulau

Jawa rata-rata sebesar 1,5m, sehingga lebar green belt minimum 195m (Dephut

2006). Ekosistem mangrove merupakan jalur hijau yang mempunyai fungsi ekologis

dan sosial ekonomi, untuk memperbaikinya harus memperhatikan fungsi ekosistem

tersebut. Ekosistem mangrove sebagai fungsi ekologis dapat di selamatkan lagi

dengan melakukan pencegahan pemanfaatan mangrove secara berlebihan,

sedangkan ekosistem mangrove sebagai fungsi sosial dan ekonomi dapat digunakan

dengan menyadari pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan masyarakat baik

secara langsung maupun tidak langsung. Melihat pentingnya peran green belt bagi

masyarakat dan kehidupan sekitarnya maka rekomendasi untuk jalur hijau berkisar

antara 200-300 m dari tepi pantai dan 100 m pada pinggiran Sungai Cengkok

dengan kerapatan optimum.

Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan terhadap ekosistem mangrove perlu

adanya dukungan dari lingkungan sekitarnya, penataan kawasan pesisir ekosistem

mangrove selain harus efektif dan efisien juga tidak boleh merugikan masyarakat

sekitarnya. Kawasan yang masih berstatus lahan umum atau milik pemerintah bisa

ditanam kembali bibit mangrove dengan kerapatan optimal. Sedangkan pada lahan

yang sudah masuk kepemilikan warga dapat dilakukan kesepakatan yang sama-sama

Page 58: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

45

45

menguntungkan seperti sistem tumpang sari dimana masyarakat tetap dapat

melakukan kegiatan perikanan dengan dikombinasikan mangrove. Pola tumpang sari

berdasarkan Menhut (2004) adalah tradisional, komplangan, kao-kao, dan terbuka

(Gambar 14).

Gambar 14. Macam-macam pola tumpang sari tambak (Menhut 2004)

Penerapan pola tumpang sari pada kawasan pesisir memiliki keuntungan dan

kerugian tersendiri dibandingkan dengan tambak yang dibuat tanpa memanfaatkan

vegetasi mangrove sama sekali. Keuntugan yang dapat diperoleh dengan pola

tumpang sari adalah sumber palsma nutfah, penyinaran matahari yang lebih teduh,

konstruksi pematang yang lebih kuat, dan kualitas perairan yang lebih baik.

Sedangkan kerugian atau kendala yang dihadapi dengan pola tumpang sari adalah

perlunya perawatan mangrove berupa penjarangan setelah 3 tahun dan peremajaan

setelah 5 tahun (Puspita et al. 2005). Kerugian yang ada untuk menerapkan pola

tumpang sari tambak tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh sehingga

penerapan pola tumpang sari ini lebih mudah diterima masyarakat secara ekonomi.

Page 59: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

46

46

Penataan lingkungan pesisir ini adalah refleksi dari perbaikan ekosistem

mangrove yang sudah mengalami kerusakan, sehingga proporsi pembagian lahannya

banyak merekomendasikan penghijauan lingkungan pesisir dengan vegetasi pantai

yang memiliki manfaat biologis dan nilai ekonomi bagi masyarakat. Penataan

lingkungan pesisir yang direkomendasikan untuk upaya rehabilitasi ekosistem

mangrove mengarah kepada optimalisasi lahan kosong yang belum tergarap dan

penghijauan pada lda lahan yang sudah terpakai (Gambar 15).

Menurut Rahmawati (2006), secara umum, semua habitat mangrove dapat

memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 – 20 tahun jika: (1) kondisi

normal hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya

tidak terganggu atau terhalangi. Dengan melihat kondisi kawasan pesisir Kecamatan

kasemen, maka dapat diprediksi masa perbaikan mangrove akan memerlukan waktu

lebih dari 20 tahun, hal ini disebabkan kondisi salinitas perairan yang tidak kondusif

akibat buangan air tambak yang tidak teratur dan sumber air tawar dari bendungan

Sungai Cengkok yang sering ditutup.

Pada tahun 1999, paradigma pembangunan kehutanan berbasis masyarakat

sudah diupayakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan upaya

pemberdayaan masyarakat lokal atau masyarakat yang berdomisili di sekitar

kawasan ekosistem mangrove. Pendekatan yang paling tepat dan dapat dilakukan

untuk upaya rehabilitasi ekosistem mangrove adalah dengan pendekatan

pemberdayaan masyarakat pesisir (coastal society empowering approach).

Semestinya upaya rehabilitasi atas biaya pemerintah tersebut semuanya

dipercayakan kepada masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi

keberhasilan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. (Sudarmadji 2001).

Kelebihan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari pendekatan tersebut adalah

adanya kontribusi besar dari masyarakat pesisir dalam pengembalian fungsi

mangrove bagi ekosistem pesisir dan mata pencaharian mereka serta adanya

pengawasan langsung dari masyarakat paska upaya rehabilitasi tersebut karena

mangrove yang mereka tanam sudah dianggap milik mereka sendiri yang harus

dirawat dan dijaga keberadaannya.

Page 60: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

47

47

Gam

bar

15

. P

eta

rek

om

end

asi

pen

ataa

n l

ing

ku

ng

an p

esis

ir K

ecam

atan

Kas

emen

Page 61: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

48

48

4.5.3 Pemanfaatan ekosistem mangrove

Pemanfaatan ekosistem mangrove dapat dikategorikan menjadi pemanfaatan

ekosistem secara keseluruhan (nilai ekologi) dan pemanfaatan produk-produk yang

dihasilkan ekosistem tersebut (nilai sosial, ekonomi, dan budaya). Secara tradisional,

masyarakat setempat memanfaatkan mangrove untuk memenuhi berbagai keperluan

secara lestari, tetapi meningkatnya jumlah penduduk dapat menyebabkan terjadinya

tekanan berlebihan yang tidak terbaharukan pada sumber daya ini.

Ekosistem mangrove di wilayah pesisir Kota Serang dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

langsung hutan mangrove antara lain: pohon dan ranting mangrove dimanfaatkan

oleh masyarakat sebagai kayu bakar untuk keperluan rumah tangga sedangkan

daunnya dimakan oleh hewan ternak kambing dan domba. Menurut Iqbal (2009),

pemanfaatan mangrove sebagai kayu bakar apabila dipakai sendiri berkisar antara

0,5-1,5 m3/hari. Tetapi apabila kayu tersebut akan dijual, maka masyarakat akan

mengambil lebih banyak lagi, yaitu sekitar 5-12m3/hari. Nelayan yang tinggal di

sekitar kawasan pesisir juga memanfaatkan nilai ekosistem mangrove dengan

menangkap ikan, udang dan kerang dengan alat serok secara tradisional, selain itu

manfaat langsung yang paling berpengaruh di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen

adalah konversi lahan mangrove menjadi tambak yang kini sudah terbentang cukup

luas dari perbatasan mangrove di tepi pantai hingga dekat dengan pemukiman

penduduk. Pemanfaatan ekosistem mangrove secara langsung masih bersifat

tradisional, karena belum bisa melihat nilai ekonomi yang lebih tinggi dari sekedar

menangkap ikan dan merubah lahan mangrove menjadi tambak, masyarakat

cenderung memilih manfaat langsung yang terlihat di depan mata tanpa perlu

pengolahan lebih lanjut.

Nilai ekologis utama yang dapat diperoleh dari ekosistem mangrove yang baik

adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery

ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) berbagai jenis ikan, udang,

kerang, burung dan biota lain. Di samping itu berperan pula sebagai penyerap

karbon dioksida, filtrasi limbah, pembentukan daratan, menjaga kealamian habitat,

menjaga pantai dari erosi, intrusi air laut dan badai. Ekosistem mangrove juga

memiliki kemampuan tinggi dalam menyimpan karbon dibandingkan dengan

Page 62: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

49

49

ekosistem lainnya di kawasan pesisir, sehingga dapat dijadikan salah satu alernatif

dalam solusi pemanasan bumi. Adapun nilai sosial-budayanya meliputi fungsi

konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya (Setyawan 2008).

Manfaat langsung yang dapat dikembangkan oleh masyarakat pesisir yang

memiliki nilai ekonomi lebih tinggi selain sebagai kayu bakar dan bangunan adalah

kayu lapis, bubur kertas, peternakan lebah madu, bagan penangkap ikan, kayu untuk

mebel dan kerajinan tangan, tannin, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein

hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna. Ekosistem mangrove juga dapat

dikatakan sebagai ekosistem bioprospektif, karena pemanfaatannya khususnya

sebagai tanaman obat tradisional dapat dijadikan sebagai pengobatan modern

dengan mengkaji lebih dalam kandungan yang tersimpan didalam tanaman

mangrove. Manfaat langsung yang dapat dikembangkan dari ekosistem mangrove di

kawasan pesisir Kecamatan Kasemen adalah biji, daun, dan buah untuk bahan

makanan kebutuhan keluarga dan untuk masakan lokal khas Pesisir Kota Serang,

dan kerajinan tangan berupa pahatan kayu dari pohon mangrove berbentuk burung

untuk para pengunjung wisata Pulau Burung.

Manfaat tak langsung yang dirasakan oleh masyarakat pesisir Kecamatan

Kasemen adalah sebagai penahan abrasi, gelombang, arus, dan badai dari laut serta

penahan interusi air laut, daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan

(feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan,

udang dan biota laut lainnya. Mangrove yang ditanam ditanggul/pematang tambak

dapat memperkuat struktur tanggul/pematang tambak sehingga tidak longsor.

Manfaat tak langsung yang diterima masyarakat ini secara berangsur-angsur

menurun dan pada akhirnya apabila tidak ditindak lanjuti akan menghilang.

Ketebalan mangrove yang berkisar antara 40-100m semakin berat melawan abrasi

pantai, terpaan gelombang arus dan badai. Tegakan mangrove yang ditanam pada

tanggul/pematang hanya sebagai penahan pondasi saja karena jumlahnya terbatas

dan banyak pemangkasan ranting dan daun yang menyebar sehingga lahan

sekitarnya masih terasa panas pada siang hari.

Selain nilai ekologis, ekosistem mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang

diperoleh dari barang dan jasa yang diproduksi oleh ekosistem magrove tersebut.

Hasil kajian analisis biaya dan manfaat hutan mangrove di beberapa daerah

Page 63: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

50

50

menunjukkan total nilai ekonominya dapat mencapai triliunan rupiah. Total

economic value (TEV) ekosistem mangrove per tahun di Pulau Madura Rp. 49

trilyun, Irian Rp. 329 trilyun, Kalimantan Timur Rp. 178 trilyun, Jawa Barat Rp.

1,357 trilyun, dan untuk seluruh Indonesia Rp. 820 trilyun. Di teluk Bintuni, Irian,

ekosistem mangrove seluas 300.000 ha setiap tahun mendukung pemanfaatan secara

tradisional Rp. 100 milyar, perikanan Rp. 350 milyar, dan kayu Rp. 200 milyar

(Ruitenbeek 1992 in Setyawan 2008). Hasil kajian PKSPL-IPB (Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor) dari berbagai daerah

seperti Madura, Pemalang, Subang, dan Pesisir Selat Malaka mengungkapkan nilai

ekonomi total (sebenarnya) dengan kisaran antara Rp. 40.000.000-Rp. 70.000.000

per hektar per tahun (Bengen 2001b). Kawasan pesisir Kecamatan Kasemen dengan

luasan mangrove 420 ha dengan pemeliharaan dan pemanfaatan optimal dapat

menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp. 16,8-29,4 milyar.

Page 64: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

51

51

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Ekosistem mangrove Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang

Provinsi Banten sudah mengalami kerusakan. Kerusakaan terjadi pada kisaran baik

(tidak rusak) sampai rusak berat dengan tingkat kerapatan yang berbeda. Faktor-

faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove terbagi dalam dua macam yaitu

faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami yang mempengaruhi kerusakan

mangrove adalah keberadaan kepiting bakau (wideng) yang sering memakan bibit-

bibit mangrove hingga 75% dari bibit-bibit mangrove yang ditanam dan

ditemukannya abrasi pada muara Sungai Cengkok sebelah barat seluas 2 ha.

Sedangkan faktor manusia adalah adanya konversi lahan mangrove menjadi tambak

ikan seluas 5.642 ha dan pemanfaatan pohon mangrove sebagai kayu bakar tiap hari

0,5-1,5 m3.

Penggunaan lahan di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen dari arah pantai

kedaratan memiliki pola seragam yaitu ekosistem mangrove, tambak-tambak ikan,

persawahan dan pemukiman penduduk. Tambak ikan sebagian besar telah

memenuhi kawasan pesisir dari pemukiman hingga tepat dibelakang ekosistem

pesisir, sedangkan pemukiman penduduk dengan area persawahan dibatasi oleh

jalan penghubung antar desa.

Manajemen untuk upaya rehabilitasi mangrove dilakukan dengan rehabilitasi

mangrove pada ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan, menata

penggunaan wilayah pesisir dari tepi pantai kearah daratan dan pemanfaatan

ekosistem mangrove yang lebih optimal dan tidak menghilangkan kelestarian

mangrove. Rekomendasi penataan lingkungan pesisir untuk upaya rehabilitasi

mangrove adalah dengan perbaikan green belt dari garis pantai sejauh 200-300m dan

100m pada tepi Sungai Cengkok dengan kerapatan optimal. Rehabilitasi mangrove

pada kawasan tambak ikan dengan menerapkan konsep tumpang sari.

Page 65: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

52

52

5.2. Saran

Perlu dilakukan perhitungan luasan area kawasan pesisir dan jumlah bibit

mangrove yang dapat ditanam dilokasi tersebut khususnya jenis mangrove

Avicennia marina, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mucronata.

Page 66: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

53

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN. 1992. The integrated management plan for Segara Anakan-Cilacap, Central Java, Indonesia. Manila. Philippines. 60 p.

Aksornkoae S. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN, Bangkok, Thailand 38 p.

Bengen DG. 2001a. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. 1 – 36 hlm.

Bengen DG. 2001b. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. PKSPL-IPB. Bogor. 16 – 50 hlm.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati laut : Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 64 – 70 hlm.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, & Sitepu MJ. 2004. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Edisi revisi. Pradnya Paramita. Jakarta. 70 hlm.

Dephut. 2006. Inventarisasi dan identifikasi mangrove bagian balai pengelolaan DAS Pemali-Jratun, Provinsi Jawa Tengan. Tahun Anggaran 2006. Dephut. 7 hlm.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Bogor Hlm 68-76.

English SC, Wilkinson C, & Baker V. 1994. Survey manual for tropical marine resources Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia. ix+368 p.

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Litbang Pertanian. 23(1): 15 hlm.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu tanah. Edisi kelima. Akademika Pressindo. Jakarta. Hlm 6-8 & 148.

Iqbal R. 2009. Studi vegetasi mangrove di Pulau Dua, Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Sekolah Tinggi Perikanan. Serang. Hlm 22 & 38.

Kep-MENLH. 2001. Kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove. Jakarta.

Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi & Hamzah. 2003. Teknik rehabilitasi mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 41 hlm.

Menhut. 2004. Pedoman pembuatan tanaman rehabilitasi hutan mangrove, gerakan rehabilitasi hutan dan lahan. Jakarta. 9 hlm.

Millar CE dan Turk LM. 1951. Fundamentals of soil science. 2nd Edition. New York. 52 p.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. Wetlands International. Indonesia Programme. Bogor. 74 hlm.

Page 67: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

54

Nontji A. 2005. Laut nusantara. Djambatan. Jakarta. 86 hlm.

Nursal, Fauziah Y, Ismiati. 2005. Struktur dan komposisi vegetasi mngrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Biogenesis 2(1): 2 hlm.

Nybakken JW. 1993. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. [Terjemahan dari .Marine biology: An ecological approach, 3 rd edition]. Eidman HM, Koesbiono, Bengen DG, Hutomo M, & Sukardjo S (penerjemah). PT Gramedia. Jakarta. 459 hlm.

Odum EP. 1971. Fundamental of ecology. Sounders Company 3rd. Pfiladelphia. 574 p.

Onrizal. 2005. Adaptasi tumbuhan mangrove pada lingkungan salin dan jenuh air. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm 2.

Pemprov Banten. 2008. Buku saku perikanan Provinsi Banten Tahun 2007. Serang, Banten. 44 hlm.

Plaster EJ. 2003. Soil science and management. 4th Edition. Delmar Learning. New York. p 49 & 50.

Puspita L, Ratnawati E, Suryadiputra INN, Meutia AA. 2005. Lahan basah buatan di Indonesia. Wetlands International. Indonesia Programme. Bogor. 77 hlm.

Rahmawati. 2006. Upaya pelestarian mangrove berdasarkan pendekatan masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan. Hlm 7 – 9.

Rochana E. 2007. Ekosistem mangrove dan pengelolaannya di Indonesia. Pengelolaan mangrove. Volume 5(2): 2-3 http;//www.irwantoshut.com.htm [6 Des 2009].

Santoso U. 2008. Hutan mangrove, permasalahan dan solusinya. Menuju pemikiran mandiri 1(1): 2

Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Jaya I, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A, & Sembiring A. 2009. Sampling dan analisis data perikanan dan kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 138 hlm.

Setyawan AD. 2008. Biodiversitas ekosistem mangrove di Jawa: Tinjauan pesisir utara dan selatan Jawa Tengah. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 17 – 94 hlm.

Setyawan AD, Winarno K, & Purnama PC. 2004. Mangrove ecosystem in Java: 2 restoration. Biodiversitas 5(2): 105 p.

Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi hutan mangrove dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir. Ilmu Dasar 2(2): 68 hlm.

Wibisono ITC, Priyanto EB, Suryadiputra INN. 2006. Panduan praktis rehabilitasi pantai: Sebuah pengalaman merehabilitasi kawasan pesisir. Wetlands International. Indonesia Programme. Bogor. 4 hlm.

Witasari Y. 2002. Kontribusi sumber mineral asal darat dan lingkungan paparan terhadap komposisi detrital sedimen dasar Teluk Banten. Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia: Jakarta 55 hlm.

Page 68: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

55

Walpole RE. 1995. Pengantar statistik. Edisi ke-3, [Terjemahan dari introduction to statistics] Sumantri (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 521 hlm.

Zamroni Y, & Rohyani, IS. 2008. Litterfall production of mangrove forest in the beach waters of Sepi Bay, West Lombok. Biodiversitas 9(4): 284-285 p.

Page 69: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

56

LAMPIRAN

Page 70: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

57

Lampiran 1. Dokumentasi lokasi penelitian

Stasiun 1. Stasiun 2.

Stasiun 3. Stasiun 4.

Stasiun 5. Stasiun 6.

Page 71: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

58

Lampiran 2. Dokumentasi alat-alat penelitian

GPS Cool box

Buku identifikasi (Noor et al. 2003) Refraktometer

Termometer Peralon

Page 72: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

59

Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan penelitian

Page 73: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

60

Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan penelitian (lanjutan)

Page 74: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

61

Lampiran 4. Data sheet lapangan pengamatan mangrove Stasiun 1.

Koordinat Nama spesies ∑ Pohon Diameter (cm) ∑ Anakan ∑ Semai

S : 060 01’ 29.5” Avicenia marina 10 17.18.11.12 E : 1060 09’ 57.9” 7.4.6.12.12.11 S : 060 01’ 29.5” Avicenia marina 8 23.14.13.12 E : 1060 09’ 57.9” .12.16.4.3 S : 060 01’ 29.5” Avicenia marina 10 21.5.11.18.12.4.7.11.12.12 E : 1060 09’ 57.9” Rhizophora mucronata 3 4.5.5

Stasiun 2.

Koordinat Nama spesies ∑ Pohon Diameter ∑ Anakan ∑ Semai

S : 060 01’ 33.4” Avicenia marina 7 7.7.8.6 1 3 E : 1060 09’ 55” 4.4.4.4 S : 060 01’ 33.4” Avicenia marina 5 4.5.5.4.4 1 E : 1060 09’ 55” S : 060 01’ 33.4” Avicenia marina 7 6.5.4.4.5.4.4 2 2 E : 1060 09’ 55” Rhizophora mucronata 3

Stasiun 3

Koordinat Nama spesies ∑ Pohon Diameter ∑ anakan ∑ Semai

S : 060 01’ 38.5” 1 E: 1060 10’ 09.6” S : 060 01’ 38.5” 2

E: 1060 10’ 09.6”

S : 060 01’ 38.5” E: 1060 10’ 09.6”

Stasiun 4

Koordinat Nama spesies ∑ Pohon Diameter ∑ anakan ∑ Semai

S : 060 01’ 38.6” Avicenia marina 4 E : 1060 10’ 33.0” S : 060 01’ 38.6” Avicenia marina 1 4 15

E : 1060 10’ 33.0” S : 060 01’ 38.6” Avicenia marina 8

E : 1060 10’ 33.0”

Page 75: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

62

Lampiran 4. Data sheet lapangan pengamatan mangrove (lanjutan) Stasiun 5.

Koordinat Nama spesies ∑ pohon diameter ∑ anakan ∑ semai

S : 060 01’ 35.4” Avicenia marina 7 6.6.7.6.5.4.8 2 1 E : 1060 11’ 03.6” S : 060 01’ 35.4” Avicenia marina 8 7.9.9.9.10.6.8.10 3

E : 1060 11’ 03.6” 4 S : 060 01’ 35.4” Avicenia marina 3 7.5.5

E : 1060 11’ 03.6” Rhizophora stylosa 4

Stasiun 6.

Koordinat Nama spesies ∑ pohon diameter ∑ anakan ∑ semai

S : 060 01’ 24.0” Rizhopora mucronata 1 5 7 E : 1060 11’ 27.4” S : 060 01’ 24.0” Avicenia marina 4 3

E : 1060 11’ 27.4” Rizhopora mucronata 5 6.6.6.6.4 S : 060 01’ 24.0” Avicenia marina 5 10.8 9

E : 1060 11’ 27.4” Rizhopora mucronata 1 13.10.8.10.8

Keterangan: Luas kerapatan : Pohon (ind/100m

2), Anakan (ind/25m

2) dan Semai (ind/m

2)

Page 76: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

63

Lampiran 5. Indeks Nilai Penting (INP) b. Tabel Indeks Nilai Penting (INP)

Jenis Stasiun I Stasiun II Stasiun III

RDi RFi RCi INP RDi RFi RCi INP RDi RFi RCi INP

Am 90 77 99 266 100 100 100 300

Rs

Rm 10 23 1 34

Stasiun IV Stasiun V Stasiun VI

Rdi RFi RCi INP RDi RFi RCi INP RDi RFi RCi INP

Am 100 100 100 300 100 100 100 300 42 25 13 80

Rs

Rm 58 75 87 220

Keterangan: Am = Avicenia marina Ra = Rhizophora apiculata Rm = Rhizophora mucronata

Page 77: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

64

Lampiran 6. Parameter kualitas air a. Tabel kualitas air pasang-surut

Stasiun Parameter kualitas air pasang

Suhu Salinitas pH

1 31,2±0,3 34,0±0,0 7,27±0,01 2 31,2±0,3 34,0±0,0 7,29±0,01 3 32,2±0,3 34,0±0,0 7,46±0,02 4 31,0±0,0 34,0±0,0 7,25±0,01 5 31,7±0,3 34,3±0,6 7,19±0,01 6 32,0±0,0 33,0±0,0 7,16±0,01

Stasiun Parameter kualitas air surut

Suhu Salinitas pH

1 31,5±0,0 34,0±0,0 7,51±0,01 2 31,2±0,3 34,0±0,0 7,56±0,01 3 31,0±0,0 34,0±0,0 7,46±0,01 4 31,2±0,3 34,0±0,0 7,66±0,01 5 31,0±0,0 33,7±1,2 7,62±0,01 6 31,3±0,3 32,0±0,0 7,55±0,01

Page 78: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

65

Lampiran 6. Parameter kualitas air (lanjutan) b. diagram bar kualitas air

28

29

30

31

32

33

1 2 3 4 5 6Stasiun

Su

hu

(O

C)

P as ang

S urut

28

30

32

34

36

1 2 3 4 5 6

Stasiun

Ssa

lin

ita

s (‰

)

P as ang

S urut

6

6.5

7

7.5

8

1 2 3 4 5 6

Stasiun

pH P as ang

S urut

Page 79: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

66

Lampiran 7. Kondisi substrat

Stasiun pH C organik Tekstur (%) Tipe

Substrat (%) Pasir Debu Liat

1 6.4 9.25 1.22 20.39 78.39 Liat

2 7.5 5.42 3.88 27.20 68.92 Liat

3 7.5 3.68 2.88 28.7 68.42 Liat

4 7.5 3.51 2.28 34.69 63.03 Liat

5 7.5 4.75 4.29 35.90 59.81 Liat

6 7.5 3.51 1.08 18.84 80.08 Liat

Page 80: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

67

Lampiran 8. Metode pengukuran C-organik Penetapan C-Organik sedimen

1. 0.5 g tanah dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 500 ml.

2. setelah itu 10 l K2CR2O7 1N dan 20 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam tabung

erlenmeyer tersebut sambil digoyang-goyangkan sampai tercampur rata, kemudian

didiamkan selama +- 30 menit sampai dingin.

3. selanjutnya 200 ml akuades dan 5 tetes indikator Ferroin ditambahkan kedalam tabung

erlemeyer tadi, lalu dititrasi dengan Ferrosulfat (FeSO4) sampai warnanya berubah

menjadi ungu.

Catatan: untuk penetapan blanko (tanpa sampel tanah) Perhitungan:

% C-organik = (me K2CR2O7-me FeSO4) x 0,003 x f x 100

BKM Keterangan: f = 1,33 me = N x V N = Normalitas V = Volume BKM = berat kering sampel tanah pada oven 105

0C

Kemudian persentase C-Organik dalam sedimen dihitung dengan menggunakan rumus:

C-Organik = 0.02 X A X FK Keterangan: A = kepekatan contoh dalam larutan yang diukur dan dicari pada kurva

standar berdasarkan pembacaan absorbannya. FK = faktor koreksi kelembaban.

Page 81: STUDI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK UPAYA ... · i studi kerusakan ekosistem mangrove untuk upaya rehabilitasi di kawasan pesisir kecamatan kasemen, kota serang, provinsi banten

68

Lampiran 9. Metode pembuatan dendogram