struktur&lembaga sos ii

41
Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi VII. GERAK STRATIFIKASI SOSIAL PADA MASYARAKAT PEDESAAN 7.1. Makna Stratifikasi Sosial sebagai Realitas yang Wajar Meskipun dalam berbagai pernyataan penting disebutkan bahwa setiap anggota masyarakat wajib memperoleh hak dan kewajiban sama dalam beragam hal. Akan tetapi, realitas keseharian justru menunjukkan kondisi sebaliknya yakni sering dihadapi kenyataan dengan kondisi ketidaksamaan. Fakta ketidaksamaan atau inequality dengan mudah ditemukan saat kita menengok poros perjalanan mekanisme kerja yang telah mendudukkan para individu dalam posisi dan status berbeda dalam berbagai hal. Misalnya: prestasi, kekuasaan, Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan 104

Upload: kersagustian

Post on 24-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

modul mata kuliah sosiologi tentang lembaga dan struktur sosial

TRANSCRIPT

Page 1: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

VII. GERAK STRATIFIKASI SOSIAL PADA MASYARAKAT PEDESAAN

7.1. Makna Stratifikasi Sosial sebagai Realitas yang Wajar

Meskipun dalam berbagai pernyataan penting disebutkan bahwa setiap anggota masyarakat wajib memperoleh hak dan kewajiban sama dalam beragam hal. Akan tetapi, realitas keseharian justru menunjukkan kondisi sebaliknya yakni sering dihadapi kenyataan dengan kondisi ketidaksamaan. Fakta ketidaksamaan atau inequality dengan mudah ditemukan saat kita menengok poros perjalanan mekanisme kerja yang telah mendudukkan para individu dalam posisi dan status berbeda dalam berbagai hal. Misalnya: prestasi, kekuasaan, jabatan, gender, tingkat pendapatan, peran, pendidikan, akumulasi aset. Bahkan, sekalipun dalam kehidupan yang berkenaan dengan masalah agama, hukum dan adat budaya yang kukuh menjunjung pernyataan persamaan manusia tetap ditemukan realitas ketidaksamaan.

Sunarto (2000) menggambarkannya di hadapan hukum keberadaan orang adalah sama. Pernyataan serupa dijumpai juga di bidang agama. Dalam Adat Minangkabau dikenal ungkapan ‘tagok samo tinggi, duduk samo rendah’ yang menunjukkan di hadapan adat hak kewajiban setiap orang dianggap sama. Lebih jelas, situasi yang kontradiktif dengan komitmen persamaan tersebut menjadi menarik perhatian sewaktu kita

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

104

Page 2: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

berkesempatan menalar fakta dominasi jaminan perlindungan hukum. Begitupun saat kaum awam menatap dengan kritis terhadap realitas adanya ketidaksamaan dalam pelaksanaan ritual ibadah keagamaan yang khusuk antara kaum sufi dengan buruh pabrik. Para sufi disebutkan mempunyai waktu lebih banyak dalam menjalankan ibadah agama. Dengan khusuk dan rutin, para sufi melengkapi ibadah baik yang bersifat wajib maupun sunnah. Berbeda halnya dengan buruh pabrik, mereka dipandang hanya mempunyai waktu terbatas untuk beribadah sehingga kaum awam menilai kuantitasnya kurang dari para sufi. Dengan memanfaatkan waktu yang relatif sedikit, pelaksanaan ibadah kaum buruh pabrik cenderung menjadi lebih kurang khusuk dari para sufi. Sebagian besar kalangan buruh pabrik mengalokasikan waktu untuk kerja keras banting tulang memeras keringat sepanjang hari demi memperoleh beberapa kepingan nilai rupiah.

Dalam adat juga demikian halnya, warga yang memiliki materi berlimpah sanggup melaksanakan acara ritual adat perkawinan yang tertata dengan lengkap. Sementara, bagi warga miskin yang bermateri lemah perkawinan hanya dihiasi dengan acara adat yang sederhana bernuansa simbolik atau malah tanpa memakai acara adat sama sekali.

Ketidaksamaan memang merupakan fakta yang melekat pada semua masyarakat tanpa terkecuali. Kemunculan gejala ketidaksamaan bisa terlahir secara alami atau melalui konstruksi sosial yang dibuat masyarakat, pemerintah dan berbagai pihak lainnya. Ketidaksamaan berkaitan erat dengan konsep status yang dimiliki setiap figur anggota masyarakat dalam jalinan interaksi sosial dengan warga lain. Status yang

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

105

Page 3: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

dimaksud dapat berupa status utama (master status), status yang diraih (achieved status) dan status yang diperoleh (ascribed status).

Status disebutkan oleh Linton (1967) sebagai kumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam menjalankan perannya sebagai anggota masyarakat. Saat status merupakan pemberian kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir disebut sebagai ascribed status.

Adapun status yang diraih atau achieved status diperoleh melalui hasil kemampuan prestasi atau kinerja yang memerlukan kualitas tertentu setelah selesai menjalani kompetisi atau usaha pribadi. Achieved status dapat diperoleh setiap anggota masyarakat melalui ragam usaha. Jenis status ini diraih seseorang setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Dalam perspektif sosiologi, ketidaksamaan atau perbedaan antar anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya dinamakan stratifikasi sosial (social stratification). Stratifikasi sosial yang diperoleh sejak lahir dapat dirinci antara lain:

(1) Stratifikasi jenis kelamin (sex stratification).

(2) Stratifikasi berdasar atas jalinan hubungan kekerabatan (kinship stratification).

(3) Stratifikasi berdasarkan atas atribut keanggotaan keagamaan (religious stratification).

(4) Stratifikasi keanggotaan dalam etnik (ethnic stratification).

(5) Stratifikasi usia (age stratification).

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

106

Page 4: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Secara umum, pada masyarakat pedesaan beberapa stratifikasi sosial yang menandai perbedaan status yang diperoleh sejak lahir (ascribed status) dapat ditemukan. Sex stratification masyarakat di desa tertentu menunjukkan streotip yang menggariskan bahwa setelah menikah laki-laki berperan menjadi kepala rumahtangga. Kaum perempuan berperan sebagai istri dan ibu rumahtangga, yang melaksanakan tugas reproduksi serta bertanggungjawab mengurusi pekerjaan domestik rumahtangga sekaligus menyelesaikan peran sosial sebagai anggota masyarakat.

Kinship stratification teramati dari adanya perbedaan antara hak dengan kewajiban yang berbeda berbentuk jenjang hirarkhi antara anak, ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, adik, paman dan saudara lainnya. Pada masyarakat Batak, stratifikasi yang didasari kekerabatan dikelola dalam suatu wadah lembaga adat yang dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu. Pada lembaga Dalihan Na Tolu, hak kewajiban kerabat pihak: istri (mora), suami (anakboru) dan segaris keturunan (kahanggi) berbeda. Sejak lahir, setiap orang sudah menduduki status tertentu dalam lembaga Dalihan Na Tolu. Status berbeda yang diemban sesuai dengan siapa yang tengah melaksanakan acara ritual adat. Pada saat pelaksana dari pihak kerabat ibu maka status seseorang anak tentu sebagai anakboru, yang harus siap siaga membantu bertanggungjawab atas segala sesuatu pelaksanaan acara adat. Namun bila pelaksana dari pihak kerabat ayah, status anak menjadi mora atau tamu kehormatan dalam acara adat yang diselenggarakan. Sewaktu saudara semarga yang melangsungkan acara adat maka status yang diemban yakni sebagai kahanggi yang membantu kesuksesan acara. Bentuk sapaan seseorang dengan orang lain dalam masyarakat Batak didasarkan pada aturan adat yang ditetapkan sesuai

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

107

Page 5: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

kinship stratification. Misalnya, tulang adalah sapaan terhadap saudara kandung (laki-laki) dari pihak ibu. Sapaan namboru terhadap saudara kandung (perempuan) dari ayah. Pada etnis lain bentuk sapaan antar anggota kerabat juga sering masih berdasarkan kinship stratification.

Stratifikasi keanggotaan berdasarkan keyakinan terhadap ragam keagamaan (religious stratification) pada masyarakat pedesaan akan membentuk status seseorang sejak dilahirkan sebagai penganut agama tertentu sesuai yang diwariskan orangtuanya. Individu yang menjadi warga masyarakat di pedesaan Sigli dan Meulaboh (Aceh) semenjak lahir sudah berstatus sebagai Muslim penganut Agama Islam.

Lain halnya dengan anggota masyarakat di pedesaan Tohomon dan Pineleng (Sulawesi Utara) mayoritas mereka sejak lahir telah berstatus sebagai Kristiani penganut Agama Kristen. Di pedesaan Tabanan dan Buleleng (Bali) umumnya status keagamaan anggota masyarakat sama dengan orangtuanya yakni beragama Hindu dengan tingkatan kasta yang saling berbeda.

Religious stratification yang mewarnai kehidupan masyarakat desa di lingkungan pesantren dapat membentuk perbedaan status antara seseorang yang dilahirkan dari garis keturunan kyai atau bukan kyai. Pada anggota masyarakat dari kalangan nadliyin terdapat keyakinan bahwa mereka yang mewarisi darah kyai akan lebih mudah untuk meneruskan syiar Agama Islam dengan tampilan wibawa kharismatik yang menonjol dibanding individu bukan dari turunan kyai.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

108

Page 6: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Pada masyarakat di berbagai wilayah pedesaan juga terdapat fakta stratifikasi etnik (ethnic stratification). Status yang diperoleh semenjak lahir mengarahkan kita untuk mengenal dan membedakan ragam suku bangsa yang berdiam di seantero nusantara. Etnik Minangkabau yang mempunyai pola waris khas matrilineal (menurut alur garis keturunan pihak ibu) akan langsung diperoleh seseorang dari orangtuanya yang memang tergolong suku Minangkabau yang berasal Sumatera Barat. Etnis Batak dengan pola waris patrilineal (berdasarkan telusuran alur garis keturunan ayah) otomatis diperoleh seorang anggota masyarakat yang terlahir dari pasangan suami istri dengan Suku Batak yang terdapat di Sumatera Utara.

Stratifikasi usia (age stratification) pada masyarakat di pedesaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status terutama dalam hak dan kewajiban antara warga berusia muda dengan yang lebih tua. Warga yang sudah berusia lanjut, kaya pengalaman dan memiliki keahlian tertentu dalam penguasaan seluk beluk adat tradisi ataupun keagamaan memperoleh status sebagai tokoh atau pemuka masyarakat. Dalam struktur sosial masyarakat Jawa, kalangan ini dikenal sebagai pinisepuh. Pada kalangan masyarakat Batak diberikan status sebagai hatobangon ni huta. Lain lagi halnya dengan masyarakat Minangkabau mereka dikenal sebagai ninik mamak.

Pada masyarakat petani pembudidaya tanaman padi secara jelas dijumpai stratifikasi menurut usia yang akhirnya membantu kita untuk dapat membedakan antara bapak tani (petani berumur lebih tua) dengan taruna tani (petani berusia muda). Bapak tani bertanggungjawab dalam

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

109

Page 7: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

menjalankan kewajiban yang lebih berat saat mengelola usahatani padi dibanding taruna tani. Bapak tani secara dominan terlibat sejak dari awal proses produksi (mengolah lahan, menyiapkan benih, menanam, mengairi, memupuk, menyiangi, memanggul hand sprayer sewaktu menyemprot tanaman dengan pestisida, panen sampai pada kegiatan pascapanen). Berbeda dengan taruna tani, biasanya pekerjaan yang diwajibkan kepada mereka relatif lebih ringan umpama hanya membantu melakukan penyiangan tanaman padi dari gangguan tanaman gulma. Selama musim tanam, taruna tani beberapa kali membantu membuka dan menutup lubang masuk keluarnya air dengan teratur di sawah.

Selain dibedakan berdasarkan stratifikasi yang diperoleh, anggota masyarakat juga dipilah menurut status yang diraih (achieved status). Pada masyarakat di daerah pedesaan, kita tidak sulit menemukan ragam perbedaan pada beberapa jenis stratifikasi yang diraih seperti:

(1) Stratifikasi pendidikan (educational stratification).

(2) Stratifikasi pola nafkah (occupational stratification).

(3) Stratifikasi berdasarkan kelas ekonomi (economic stratification).

(4) Stratifikasi menurut pemilikan lahan (land owner stratification).

(5) Stratifikasi menurut penerapan dan penguasaan tingkat teknologi (technological adoption stratification).

(6) Stratifikasi berdasarkan akses terhadap informasi (information accessibility stratification).

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

110

Page 8: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Rangkaian penjabaran mengenai stratifikasi di atas memberikan kepastian bahwa pada masyarakat manapun selalu ada stratifikasi. Oleh karena itu, tak salah bila kita mengakui kebenaran pemikiran Sorakin yang menyatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan salah satu ciri dari semua masyarakat yang hidup dalam tata keteraturan (Santoso, 1998). Aristoteles juga memaparkan hal serupa yakni masyarakat di setiap negara selalu menghadapi stratifikasi sosial (Barber, 1957). Misalnya, perbedaan status antara warga yang kaya sekali (upper class), warga melarat (lower class) dan warga dengan status ditengah-tengah (middle class) sebagai suatu realitas wajar yang tak terelakkan oleh siapapun.

Stratifikasi sosial cenderung mewarnai sepanjang perjalanan kehidupan masyarakat dimanapun mereka berada. Stratifikasi sosial tetap takkan terhilangkan, selama masih ada evaluasi warga terhadap segala sesuatu hal yang mereka nilai berharga dalam menetapkan diferensiasi. Penilaian masyarakat terhadap semua hal yang berharga akan meningkat seiring dengan kemajuan dalam berbagai bidang yang menuntut diseimbangkannya status dan posisi layak bagi setiap orang sesuai kemampuan dan prestasi. Dengan demikian tak terpungkiri, pengembangan motif kesetaraan yang bermuatan sense of justice atau rasa keadilan dalam persoalan stratifikasi bisa berfungsi ganda.

Di satu sisi, sense of justice berfungsi sebagai peredam konflik yang diakibatkan stratifikasi sosial. Sebaliknya di sisi lain, sense of justice membantu mewujudkan pembentukan stratifikasi sosial karena setiap individu dalam masyarakat modern menginginkan kewajaran dimana kewajiban seimbang dengan hak. Fungsi ini menyebabkan

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

111

Page 9: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

kemunculan perbedaan status warga, yang sebagian berada pada posisi atas (superior) dan sebagian lain pada posisi bawah (inferior). Jika, tatanan masyarakat semakin modern, kompleks dan terdiferensiasi dalam berbagai kehidupan maka stratifikasi makin inherent.

Kendatipun stratifikasi sosial seolah-olah menciptakan semacam jurang pemisah antar anggota masyarakat yang ditempatkan dalam kelas-kelas sosial tertentu namun Barber (1957) justru berpendapat stratifikasi sosial mempunyai fungsi untuk menyatukan (to integrate). Fungsi ini memang sulit terealisasi. Bahkan, kemungkinan bisa tidak pernah ada dalam struktur masyarakat tertentu karena diketahui juga bahwa stratifikasiu sosial berfungsi sebagai salah satu sumber konflik antar anggota masyarakat dan menyebabkan jalinan hubungan bersifat disfungsional. Pada tampilan Gambar 3 tercermati beberapa kriteria yang diajukan para sosiolog untuk membedakan stratifikasi sosial.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

112

Page 10: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Gambar 3. Beberapa Kriteria Penentu Stratifikasi Sosial

7.2. Sistem Stratifikasi Tertutup dan Terbuka

Dalam khazanah sosiologi kita dapat membedakan antara sistem stratifikasi sosial tertutup dan stratifikasi terbuka. Menurut Yinger

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

Kehidupan MoralIntelektual

(Bendix and Lipset)

Kehidupan MoralIntelektual

(Bendix and Lipset)

IdentitasSumber Pendapatan

Cara Produksi(Karl Marx)

IdentitasSumber Pendapatan

Cara Produksi(Karl Marx)

Ekonomi PolitikKelahiran Kekayaan

Kualitas PribadiAgama KekuasaanIlmu Pengetahuan

(Barber)

Ekonomi PolitikKelahiran Kekayaan

Kualitas PribadiAgama KekuasaanIlmu Pengetahuan

(Barber)

EkonomiPolitik

Pekerjaan(Sorokin)

EkonomiPolitik

Pekerjaan(Sorokin)

EkonomiPolitikBudaya

(Max Weber)

EkonomiPolitikBudaya

(Max Weber)

EkonomiPolitik

Moral Intelektual(F. Tonnies)

EkonomiPolitik

Moral Intelektual(F. Tonnies)

Kekayaan(Aristoteles)

Kekayaan(Aristoteles)

Kriteria Penentu

Stratifikasi Sosial

Kriteria Penentu

Stratifikasi Sosial

113

Page 11: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

(1966) sistem stratifikasi yang tertutup didapati pada masyarakat takkala setiap anggota warga tetap berada pada status yang sama dengan orangtuanya. Adapun sistem stratifikasi terbuka merupakan kondisi yang dijumpai manakala setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk memperoleh status berbeda dengan status orangtuanya (dapat lebih tinggi dan sebaliknya dapat pula lebih rendah). Stratifikasi terbuka dapat diukur dari mudah tidaknya atau sering tidaknya seseorang memperoleh tingkat status tertentu baik untuk status yang meningkat maupun status menurun.

Yinger juga menegaskan bahwa sesungguhnya dalam masyarakat tidak ada dijumpai sistem stratifikasi terbuka sama sekali ataupun yang tertutup sama sekali. Realitas empirik menunjukkan bahwa sistem stratifikasi masyarakat cenderung berada antara dua kutub ini. Pada tatanan struktur sosial masyarakat di pedesaan terdapat kedua jenis sistem stratifikasi sosial ini.

Sistem stratifikasi tertutup lebih mengacu pada kondisi anggota masyarakat yang sulit naik ke jenjang strata atau status lebih tinggi, karena biasanya diukur dari asal usul garis keturunan. Status yang menandai asal usul garis keturunan seseorang apakah tergolong berdarah biru karena mewarisi gelar kebangsawanan (ascribed status) atau tidak termasuk dalam kategori sistem stratifikasi tertutup. Berbeda dengan sistem stratifikasi tertutup maka pada struktur masyarakat dengan sistem stratifikasi yang terbuka setiap warga dibolehkan bebas mengalami kenaikan atau penurunan status (kelas) sesuai pencapaian prestasi tertentu yang dihargai bersama. Misalnya, dengan bertambahnya materi

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

114

Page 12: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

atau harta yang dimiliki dapat menaikkan status atau kelas setiap anggota masyarakat dari kategori kelas miskin tak berpunya (not the have) menjadi kelas kaya (the have). Usaha anggota masyarakat untuk menaikkan status atau kelas dalam sistem stratifikasi sosial terbuka melalui pencapaian ragam hal yang dianggap berharga atau berprestasi disebut dengan achievement status.

Sistem stratifikasi sosial terbuka mampu memberikan warna yang mendukung anggota masyarakat menjadi individu aktif termotivasi mencapai status yang lebih tinggi dengan memanfaatkan ragam tangga sosial (social elevator). Akan tetapi, anggota masyarakat dengan sistem stratifikasi tertutup lebih terkondisikan pasif dan kurang berkreasi.

Di luar penjelasan kedua sistem stratifikasi sosial tersebut, terdapat kondisi lain yang khas dan menurut pendapat penulis merupakan kombinasi antara pelapisan tertutup dan terbuka. Perpaduan dari dua sistem stratifikasi yang dimaksud di sini tampak sesuai dengan yang disebut oleh Polak (1959) sebagai pelapisan stand (dari Bahasa Belanda) dan dalam Bahasa Jerman disebut stände yaitu suatu kondisi status kelompok masyarakat yang sangat kuat sulit dimasuki atau dipengaruhi oleh kelompok lain. Namun mereka memiliki kekuatan pengaruh yang signifikan untuk memberikan intervensi pada kelompok lain.

Adakalanya seiring dengan perkembangan budaya, globalisasi dan sifat stratifikasi yang dulunya sangat tertutup, misalnya kasta dan kebangsawanan tampak ikut berubah secara perlahan. Realitas nyata ini telah dibuktikan antara lain teramati dari prosesi pemberian gelar kebangsawanan kepada sebeberapa figur tokoh politisi terkenal dan

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

115

Page 13: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

pejabat militer nasional di lingkungan Kraton Mangkunegaran-Surakarta Hadiningrat. Peristiwa lain terungkap juga dari penganugerahan gelar kebangsawanan kepada anggota masyarakat yang berasal bukan dari kerabat kraton. Pemberian gelar kebangsawanan ini termasuk salah satu contoh dari pergeseran sistem stratifikasi sosial tertutup ke sistem stratifikasi sosial terbuka. Begitu juga dengan gelar kehormatan yang diterima Sri Sultan Hamengkubowono X dari Etnik Minangkabau beberapa tahun silam turut mencerminkan keterbukaan stratifikasi adat masyarakat Sumatera Barat bagi warga luar. Gelar kehormatan Minang disandangkan kepada figur tertentu yang dinilai layak.

Peralihan sistem stratifikasi sosial tertutup menjadi terbuka juga ditemukan pada saat pemberian gelar dan marga kepada warga dari etnis yang bukan termasuk turunan Suku Batak (Tapanuli). Melalui acara ritual adat tradisi Batak disaksikan para pengetua adat, hatobangan ni huta, anak ni raja dan komponen warga pada lembaga Dalihan Na Tolu seseorang dari suku lain beserta kerabat dekat telah boleh menggunakan marga dibelakang namanya. Misalnya Raden Mas Hajodipoetro Siregar (Etnis Jawa), Titi Susilawati Harahap (Etnis Sunda) dan Erlangga Tanjung (Etnis Minang). Marga merupakan istilah yang menunjukkan identitas suatu kaum berasal dari garis turunan tertentu pada Suku Batak. Pemberian marga biasanya dilatarbelakangi ikatan pernikahan antara seorang pria atau wanita Batak dengan suku lain.

Pergeseran stratifikasi sosial erat kaitannya dengan kesediaan dan kemauan anggota masyarakat bersama-sama membuka diri, menambah wawasan, memperluas cara pandang serta meningkatkan integrasi sosial.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

116

Page 14: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Pernyataan ini tak jauh berbeda dengan pendapat Yinger (1966). Ia memperkirakan masyarakat yang tengah berkembang dalam industri modern akan mempunyai sistem stratifikasi sosial terbuka. Hanya sepertiga anggota, yang statusnya lebih tinggi ataupun lebih rendah daripada status orangtuanya.

Dalam terminologi sosiologi biasanya hal tersebut sering dikaitkan dengan assignment status. Konsep assignment status ialah status sosial yang didapat karena pemberian, hadiah atau ganjaran. Sebenarnya hal tersebut juga sering terjadi tidak hanya pada masyarakat modern. Akan tetapi, terdapat juga pada masyarakat tradisional. Sebagai contoh dapat disimak dari keputusan Sri Sultan Hamengkubowono IX di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berkenan memberikan KRT kepada sejumlah camat yang bukan keturunan bangsawan Kraton Kesultanan Mataram.

7.3. Upaya Mereduksi Stratifikasi Sosial

Meskipun stratifikasi sosial diakui merupakan realitas yang wajar ditemukan ditengah-tengah sistem sosial masyarakat. Secara eksplisit, dampak yang ditimbulkan stratifikasi sosial mengarah pada peluang hidup, perilaku, pola hubungan dan dimensi lain dalam kehidupan seseorang ataupun sekelompok orang. Kedudukan dalam kelas sosial tertentu mempunyai arti penting bagi seseorang (Sunarto, 2000).

Batasan konsep kelas sosial yang diketengahkan dalam Teori Marx hanya terkait pada pemilikan alat produksi. Dalam penjelasan teorinya,

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

117

Page 15: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Weber mendefenisikan makna konsep kelas sosial lebih luas yakni tidak hanya menyangkut penguasaan barang namun juga dalam hal besar kecilnya penghasilan (Sunarto, 2000).

Anggota masyarakat yang termasuk mempunyai status sosial pada kategori lapisan atas mempunyai aset ekonomi lebih tinggi untuk mempertahankan peluang hidup daripada anggota masyarakat dari lapisan bawah. Dengan penghasilan tinggi, saat sakit warga lapisan atas memiliki akses lebih besar dalam memanfaatkan fasilitas medik termodern. Bahkan sampai menjalani pemeriksaan dan pengobatan ke luar negeri akan meraka lakukan untuk memperoleh pelayanan medis yang optimal. Sementara, bagi masyarakat lapisan bawah yang kurang mampu secara ekonomi sulit sekali memanfaatkan fasilitas kesehatan termodern. Akibatnya, sering mereka meninggal tiba-tiba tanpa sempat berobat ke paramedis karena tak mampu membayar biaya pemeriksaan dan pengobatan sekalipun bertaraf sederhana.

Dampak lain dari stratifikasi sosial terhadap kestabilan keluarga telah dipaparkan oleh Hollingshead seperti yang termuat dalam buku karangan Lipset (1965). Hollingshead melihat bahwa keluarga kelas atas lebih stabil daripada keluarga kelas bawah. Ia menunjukkan bahwa keluarga kalangan atas yang mapan, mampu bertahan minimal selama dua generasi dan cenderung stabil dibanding keluarga dari kalangan kelas menengah atas. Keluarga yang baru memasuki posisi kelas menengah atas rata-rata bertahan sampai satu generasi atau lebih karena sering mengalami perceraian, kecandungan narkotika, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Kebiasaan hidup yang hedonis dan

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

118

Page 16: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

konsumtif akhirnya berefek parah pada keretakan keluarga (broken home).

Hollingshead melanjutkan, keluarga dari kalangan menengah atas lebih stabil dari keluarga lapisan buruh dengan kondisi ekonomi minus. Dijelaskannya, bahwa keluarga dari lapisan bawah rawan mengalami perceraian, hidup serumah tanpa menikah, sering terjadi pertengkaran dan perpisahan.

Bagi masyarakat pedesaan, sistem stratifikasi sosial terbuka telah menimbulkan dampak yang sangat berarti misalnya terhadap perubahan status pola nafkah dan pemilikan lahan. Petani yang tergolong lapisan bawah dengan lahan sempit (< 0,1 hektar) sering menghadapi tekanan dan desakan ekonomi. Jalan pintas yang sering ditempuh petani lapisan bawah untuk menyelesaikan masalah ekonomi keluarga ialah menjual aset lahan yang dimiliki kepada para individu lapisan atas atau pemilik modal. Akhirnya, lahan yang subur dengan lokasi strategis terakumulasi menjadi milik segelintir individu yang tergolong lapisan atas (elit desa) atau pihak lain dari luar desa. Tanpa memerlukan waktu yang panjang, status petani berubah dari petani pemilik penggarap menjadi buruh tani. Realitas ini menunjukkan petani dari kalangan lapisan bawah lebih mudah goyah mengalami penurunan status menjadi petani tunakisma (petani tanpa lahan milik sendiri). Lain halnya dengan petani lapisan atas, akumulasi aset yang mapan menyebabkan status mereka relatif lebih stabil. Bahkan, meningkat mengikuti kenaikan surplus pendapatan yang diperoleh. Petani lapisan menengah dengan luas lahan (0,1-0,25 hektar) mempunyai status yang lebih mudah berubah dari petani lapisan

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

119

Page 17: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

atas (pemilikan lahan >0,25 hektar). Akan tetapi, status petani lapisan menegah lebih mapan dibanding dengan petani lapisan bawah sewaktu menghadapi masalah ekonomi. Kerapuhan status petani lapisan bawah telah disinggung dan dijelaskan dengan terperinci oleh Scott (1979). Ia menjelaskan kondisi petani lapisan bawah sedang berada dalam batas etika subsistensi. Dilukiskannya, petani pada batas etika subsistensi ibarat orang yang tengah terendam air sampai setengah leher dan dengan gangguan riak kecil saja akan membuatnya tenggelam.

Sistem stratifikasi sosial baik yang tertutup maupun terbuka juga rawan menimbulkan dampak kecemburuan sosial, frustrasi, ketegangan dan kevakuman berprestasi sehingga memicu konflik dan kesenjangan sosial. Hanya saja pada masyarakat dengan sistem stratifikasi tertutup, upaya untuk mereduksi stratifikasi sosial bukanlah sesuatu hal yang dianjurkan.

Masyarakat dengan sistem stratifikasi terbuka yang menganut asas persamaan sosial membenarkan mobilitas sebagai tangga menuju strata yang lebih tinggi. Konsep mobilitas dalam sosiologi ialah perpindahan status dalam sistem stratifikasi sosial. Ransford (1980) mengemukakan mobilitas sosial sebagai perpindahan individu atau kelompok baik ke hirarkhi yang lebih tinggi ataupun ke hirarkhi yang lebih rendah. Ia juga menerangkan mobilitas dapat terjadi pada kekuasaan, hak-hak istimewa dan prestasi.

Mobilitas merupakan upaya strategis untuk mengurangi ketajaman stratifikasi sosial. Mobilitas sosial terbagi dua tipe yakni: mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial vertikal

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

120

Page 18: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

mengacu pada perpindahan status ke atas atau ke bawah dalam stratifikasi sosial. Pada masyarakat petani di daerah pedesaan, mobilitas sosial vertikal ditunjukkan melalui perubahan status petani pemilik penggarap yang menjadi buruh tani (mengarah ke penurunan). Ilustrasi lain, tampak dari perubahan status seorang anak petani yang menjadi general manager pada suatu perusahaan otomotif nasional (mengarah ke atas). Status general manager diraih karena terbukti ia memiliki kinerja profesional dan prestasi cemerlang di perusahaan serta berpendidikan tinggi.

Tipe mobilitas sosial horizontal ialah perpindahan individu atau kelompok secara geografis baik antar lingkungan setempat, kota atau wilayah. Warga desa yang pindah ke kota karena diterima menjadi pegawai marketing di sebuah pabrik industri termasuk contoh mobilitas horizontal. Tipe mobilitas ini bisa juga dilukiskan melalui perpindahan petani dari desa berlahan marginal ke desa lain yang berlahan subur. Giddens (1989) menamakan perpindahan geografis anggota masyarakat dengan istilah lateral mobility.

Masyarakat tidak mengharapkan dampak yang berlebihan dari sistem stratifikasi sosial yang tajam. Penganjuran mobilitas sosial agar berjalan lancar dalam masyarakat untuk menciptakan kondisi dimana setiap orang mendapat perlakuan dan kesempatan sama untuk meraih prestasi. Makna perlakuan dan kesempatan yang sama berarti tidak lagi memandang perbedaan yang dibawa sejak lahir seperti: jenis kelamin, ras, suku, agama, darah turunan kebangsawanan dan usia. Barber (1957) menguraikan stratifikasi sosial dapat direduksi melalui dua cara yaitu:

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

121

Page 19: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

(1) Mengurangi deferensiasi.

(2) Menyamakan penilaian terhadap diferensiasi.

Dalam masyarakat pedesaan, upaya mereduksi stratifikasi sosial sudah lama dilakukan oleh berbagai pihak. Dari pihak pemerintah, upaya yang dilakukan guna membantu kaum miskin dapat memenuhi kebutuhan hidup antara lain melalui implementasi program berikut: Inpres Desa Tertinggal, Kredit Usahatani, Kredit Ketahanan Pangan, TAKESRA/ KUKESRA dan Jaring Pengaman Sosial. Upaya lain yang ditempuh adalah: Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dengan subsidi biaya pendidikan, Operasi Beras Murah, Beras Miskin, kredit berbunga ringan bagi usaha kecil/menengah dan penyediaan perumahan murah (RS rumah sederhana/RSS rumah sangat sederhana). Dari pihak masyarakat, upaya mereduksi stratifikasi sosial dilaksanakan misalnya: pemberian zakat, infak/sedekah, tolong menolong, kerja bakti, gotong royong, gerakan orang tua asuh dan pembayaran pajak harta kekayaan.

Upaya lain yang dapat mereduksi efek stratifikasi sosial yang curam adalah dengan mengendalikan dimensi interaksi sosial dengan mengacu pada hasil pemikiran van Doorn and Lammers (1957). Ada tiga dimensi interaksi sosial yang dijelaskan van Doorn and Lammers yakni:

(1) Jarak Sosial.

Jarak sosial ialah setiap peluang terjadinya relasi atau hubungan sosial antara anggota masyarakat. Misalnya, sampai seberapajauh orang-orang antar lapisan sosial yang berbeda dapat bertemu.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

122

Page 20: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

(2) Integrasi Sosial.

Integrasi sosial merupakan besar kecilnya keselarasan atau harmoni dalam proses sosial antar individu yang berbeda kelas sosial.

(3) Tingkatan Sosial.

Tingkatan sosial merupakan perbedaan status dan peranan dalam interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda dalam hal strata.

Saat dimanfaatkan untuk mereduksi efek negatif dari stratifikasi sosial maka ketiga dimensi interaksi sosial mempunyai kadar berbeda. Pada Tabel 3 diperinci ciri-ciri dimensi interaksi sosial dalam upaya mengurangi stratifikasi sosial khususnya pada masyarakat pedesaan.

Tabel 3. Ragam Ciri Dimensi Interaksi Sosial dan Upaya Mereduksi Stratifikasi Sosial

Dimensi Sosial

Ciri-Ciri Alternatif Upaya Mereduksi Stratifikasi Sosial

Jarak Sosial

Frekunesi pertemuan Kesesuaian pemikiran Intensitas perasaan Kekuatan kemauan bertemu

Meningkatkan frekuensi pertemuan Menyesuaikan pemikiran saat bertemu Meningkatkan empati/perhatian Memperkuat niat menghadiri pertemuan

Integrasi Sosial

Teratur tidaknya koordinasi interaksi

Keteraturan pemusatan pikiran antar individu yang berinteraksi

Perasaan searah atau sasaran yang tak jauh berbeda

Penyesuaian jadwal pertemuan bertema tertentu tentang kepentingan bersama

Memusatkan pikiran/perhatian pada saat berinteraksi tanpa membedakan kelas

Bersedia memahami posisi dan perasaan

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

123

Page 21: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Perbedaan kemauan berinisiatif atau mengikuti inisiatif pihak lain

warga lain

Mengadaptasikan inisiatif sendiri dengan kepentingan bersama dan menghargai inisiatif warga lain

Tingkatan Sosial

Arah sepihak dalam interaksi Jenjang kedudukan/pendapat Superior/inferior perasaan Perbedaan kemauan berinisiatif

Melakukan komunikasi secara efektif Mengurangi beda kedudukan pendapat Mengurangi rasa superior dan inferior Bersedia berinisiatif pada tiap pertemuan

Upaya untuk mengurangi efek stratifikasi sosial yang tajam atau dengan terminologi lain sering dikaitkan dengan polarisasi sosial dapat dilakukan pula dengan mengintensifkan saling silang dalam afiliasi tempat tinggal, organisasi dan hubungan ketetanggaan dan juga saling silang dalam rasa senasib dan sepenanggungan menghadapi masalah bersama (cross cutting loyalities). Pendek kalimat, upaya mereduksi ketimpangan stratifikasi sosial dapat dilakukan jika masyarakat banyak yang peduli dan memiliki kesetiakawanan sosial terhadap warga yang berkekurangan. Salah satu contoh dapat dikemukakan di sini, bahwa ada suatu Rukun Warga (RW) di Surakarta yang memiliki kesetiakawanan yang kuat, sehingga tatkala terjadi konflik rasial tetap kuat untuk mempertahankan kohesi sosial yang solid walaupun mereka memiliki etnik yang berbeda (Nuhadiantomo, 2006).

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

124

Page 22: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

DAFTAR PUSTAKA

Barber, Bernard. 1957. Social Stratification. Harcourt, Brace and World. New York.

Bendix Reinhard and Seymour Martin Lipset. 1965. Class, Status and Power. The Free Press. New York.

Giddens, Anthony. 1989. Sociology. Politi Press. Cambridge. Oxford. Linton, Ralph. 1967. Status and Role. In Lewis A., Coser and Bernard Rosenberg (ed). Sociological Theory: A Role of Reading. The Macmillan. New York.

Nurhadiantomo. 2006. Model Pencegahan Konflik Rasial di Kodya Surakarta. Hasil Penelitian Hibah Bersaing DP2M Ditjen Dikti. Jakarta.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

125

Page 23: Struktur&Lembaga SOS II

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Ransford, H., Edward. 1980. Sexual Stratification. In Vincent Jeffries and Ransford, H., Edward. Social Stratification: A Multiple Hierarchy Approach. Allyn and Bacon. Boston. Santoso, Jarot. Imam Santoso, Sotyania Wardiana, Tri Sugiarto dan F. X., Wardgijono. 1998. Pengantar Sosiologi, Universitas Jenderal Soedirman Press. Purwokerto.

Scott, James C., 1979. The Moral Economy of the Peasant. Rebellion and Subsistence in Southeast Asia. Yale University Press. New Haven and London.Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

van, Doorn, J. A. A., and Lammers, C. J., Moderne Sosiologie. een Systematiek inleeding; Uitgevery Het Spectrum Untrech/Antwerpen. Disadur Sajogyo dalam Pengantar Sosiologi. 1971. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yinger, J., Milton. 1966. A Minority Group in America Society. Student Edition. Berkley Medallion. New York.

Gerak Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Pedesaan

126