struktur pengelola pengantar redaksi jurnal karya …
TRANSCRIPT
STRUKTUR PENGELOLA
JURNAL KARYA APARATUR
PENANGGUNG JAWAB
Kepala BPSDM
PIMPINAN REDAKSI
Dr. Suparman, A.Ks, S.Pd.I. M.Si
DEWAN REDAKSI
Drs. Armon Yornis
ANGGOTA REDAKSI
R. Santoso, M.Pd
Salmah, SE, MM
Mohammad Zainuri, S.ST, MP
SEKRETARIAT
Anahartini Ropani Putri, SE, MM
ANGGOTA SEKRETARIAT
Yon Azhari, S.Pi
Santi Novita, SE
Rendra, S.Sos
R. Indrianto Putra
Amrizal
Salmiati
Alamat :
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA
Jalan Ronggowarsito No. 14
Telp. (0761) 28997
Fax. (0761) 28997
Email : [email protected]
Website : http://bpsdm.riau.go.id
Pekanbaru - Riau
PENGANTAR REDAKSI
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan
kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, atas segala nikmat dan hidayahnya
yang diberikan kepada kita. Hanya dengan
kekuasaanNya Jurnal Karya Aparatur ini dapat
diterbitkan.
Pada edisi kali ini kami memuat 6 buah
karya tulis ilmiah. Dimana artikel ini memuat
masalah yang berkaitan dengan peningkatan
kompetensi ASN melalui Pendidikan dan
Pelatihan yang ada pada Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Provinsi Riau. Semoga
Jurnal Karya Aparatur ini memberikan
bermanfaat bagi pembaca.
Tersusunnya Jurnal Karya Aparatur edisi
kali ini, semoga dapat memberikan manfaat dan
memperluas wawasan berkonstitusi. Demi
peningkatan kualitas Jurnal Karya Aparatur,
kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan sebagai upaya perbaikan dan
pembaharuan.
Pekanbaru, Desember 2020
REDAKSI
1. Jurnal Karya Ilmiah diterbitkan 2 (dua) kali
dalam setahun pada bulan Juni dan
Desember. Namun pada tahun 2017 dan
2018 hanya bisa diterbitkan sekali yakni
pada Edisi II bulan Desember.
2. Untuk pernerbitan Jurnal Karya Ilmiah Edisi
I tahun 2020 yang seharusnya diterbitkan
pada bulan Juni namun dikarenakan
kondisi Covid 19 sehingga Jurnal dimaksud
diterbitkan pada bulan Juli 2020.
1
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
Peningkatan Peran Mentor Terhadap Keberhasilan Aktualisasi
Peserta Latsar CPNS Golongan III di Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Provinsi Riau
H. Suryani, SP., MM
Widyaiswara Ahli Madya
BPSDM Provinsi Riau
Abstrak
Penelitian ini menganalisis Peningkatan Peran Mentor terhadap Keberhasilan Aktualisasi Peserta
Latsar CPNS Golongan III yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Meningkatkan Kompetensi dan Pemahaman Mentor agar
mampu bekerja profesional dalam pendampingan peserta selama habituasi. Adapun aspek Peningkatan
Kompetensi dan Pemahaman Mentor yang dilihat adalah Belum Optimalnya Peran Mentor, meliputi:
Pelaksanaan Mentoring kepada peserta, dengan indikator: a). Kurangnya Kompetensi Mentor terhadap
Tugas Fungsi dan Perannya; b). Mentor belum memahami kedudukannya dalam Penyelenggraan
Latsar; c). Belum Optimalnya hubungan Mentor dengan Peserta Latsar dalam hal pendampingan.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 27 (dua puluh tujuh) orang. Hasil Penelitian ini
menunjukkan sebanyak 9 orang peserta dengan persentase sebesar 33,33% menyatakan Sangat Setuju,
12 orang peserta dengan persentase sebesar 43,52%, menyatakan Setuju dan 5 orang peserta dengan
persentase sebesar 18,52% menyatakan Kurang Setuju, sedangkan 1 orang peserta dengan persentase
sebesar 4,63% menyatakan Tidak Setuju.
Kata Kunci : Kompetensi, Peran Mentor, Pendidikan dan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan
III, Pembimbingan dan Pendampingan.
Abstract
This study analyzed the Increased Role of Mentors on the Success of Actualization of CPNS Class III
Latsar Participants organized by the Human Resources Empowerment Agency of Riau Province. This
research uses qualitative methods with a descriptive approach. The purpose of this study was to find out
how to improve mentors' competence and understanding in order to be able to work professionally in
mentoring participants during habituation. As for the aspects of Increasing Mentors' Competence and
Understanding, what is seen is that the Mentor's Role is Not Optimal, including: Implementation of
Mentoring to participants, with indicators: a) Lack of Competence of Mentors in their Tasks, Functions
and Roles; b). The mentor does not yet understand his position in the Latsar Management; c). The
relationship between Mentors and Latsar Participants has not been optimal in terms of mentoring. The
number of respondents in this study were 27 (twenty seven) people. The results of this study showed as
many as 9 participants with a percentage of 33.33% stated Strongly Agree, 12 participants with a
percentage of 43.52%, stated Agree and 5 participants with a percentage of 18.52% stated Disagree,
while 1 person participants with a percentage of 4.63% expressed Disagree
Keyword : Competence, Role of Mentors, Basic Education and Training of CPNS Class III, Mentoring
2
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan
Instansi Pemerintah untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selama 1
(satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari
pelatihan terintegrasi ini adalah untuk
membangun integritas moral, kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul
dan bertanggung jawab, dan memperkuat
profesionalisme serta kompetensi bidang.
Dengan demikian UU ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan
karakter dalam mencetak PNS, sejalan dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas
PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil . Dimana Pengembangan
Kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk
Pendidikan, dan/atau Pelatihan. Berpedoman
pada Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan yang
tertuang dalam Peraturan Kepala Lembaga
Adminitrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Calon PNS Golongan III dan Nomor 22
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan II.
Pelatihan ini memadukan pembelajaran klasikal
dan non klasikal di tempat Pelatihan serta di
tempat kerja, yang memungkinkan peserta
mampu untuk menginternalisasi, menerapkan
dan mengaktualisasikan, serta membuat
menjadi kebiasaan (habituasi), dan merasakan
manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya
sebagai karakter PNS profesional.
Kemudian dalam tahapan dan seluruh
proses pelaksaan Pelatihan Dasar bagi Calon
PNS dimana tahapan ataupun proses yang tidak
dapat ditinggalkan justru menjadi penting
karena dapat menjadi alat ukur melihat
kemampuan peserta didik dalam memahami
materi-materi ajar yang telah disampaikan oleh
Tim Pengajar (Widyaiswara) serta untuk dapat
mewujudkan PNS yang memiliki Kinerja dan
Integritas kerja yang memadai adalah
Pelaksanaan Pembimbingan oleh Mentor, baik
pembimbingan pada saat menentukan Isu,
Seminar Rancangan Aktualisasi, Masa
Habituasi maupun Seminar Laporan Aktualisasi
Nilai-Nilai Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya berdasarkan Perkalan
Nomor 12 Tahun 2018, Mentor adalah atasan
langsung peserta atau pegawai ASN lainnya
yang di tunjuk oleh PPK (Pejabat Pembina
Kepegawaian) instansi asal peserta sebagai
pembimbing yang memiliki kompetensi dalam
memberikan dukungan, bimbingan dan
masukkan serta berbagai pengalaman
keberhasilan/kegagalan peserta untuk
melakukan pembelajaran agenda habituasi dan
pembelajaran penguatan kompetensi teknis
bidang tugas.
Menurut Michael Shenkman (2010:65)
Mentoring adalah satu hubungan yang dibangun
atas dasar kepercayaan dan hubungan dua arah,
dimana mentor memiliki kepentingan untuk
membantu mencapaikan tujuan. Sejalan dengan
itu, Mentoring adalah sebuah proses
pembelajaran dalam bentuk hubungan saling
mendukung dan pengawasan, diantara dua
orang atau lebih dimana seseorang dianggap
memiliki kemahiran dan kemampuan lebih dari
yang lain yang disebut Mentor, secara tidak
langsung menjadi model, guru, sponsor,
konsultan yang berperan sebagai pendorong
bagi peserta didik yang disebut Mentee dalam
rangka menstranfer ilmu pengetahuan dan
pemikiran agar kemampuan mentee menjadi
lebih berkembang. Disamping itu juga
Mentoring merupakan seseorang pemberi
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
3
Tantangan, Motivasi dan Inspriasi (Suparman,
dalam Webinar Pengembangan Kompetensi
ASN melalui Mentoring, 5 Juni 2020).
Oleh karenanya, salah satu upaya untuk
dapat mengembangkan sumber daya manusia
adalah dengan kegiatan mentoring, dimana
berdasarkan pengalaman selama ini, bahwa
berbagai kegiatan Pendidikan dan Pelatihan
Formal tidak selalu disertai dengan ilmu dan
pengetahuan yang cukup dalam hal
meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia yang ada dalam suatu organisaasi.
Dengan demikian maka mentoring dan
coaching adalah cara yang efektif membantu
mengembangkan sumber daya manusia yang
dimiliki organisasi, bisa dalam bentuk
p e m b i m b i n g a n , p e n d a m p i n g a n , d a n
pencerahan.
Saat ini masih jelas terlihat bahwa
mentor belum sesungguhnya memahami
kedudukannya dalam melakukan mentoring,
terutama dalam hal pendampingan dan
pembimbingan bawahan pada saat mengikuti
pelatihan dasar Calon PNS, penjelasan ini dapat
dibuktikan bahwa adanya perasaan segan yang
berlebihan dari peserta ketika berlangsungnya
kegiatan mentoring akibat mentor tidak
sesungguhnya membuka diri sebagai
pendamping dan pembimbing. Disisi lain
kurangnya kompetensi mentor dalam
melaksanakan tugas, fungsi perannya sebagai
mentor, sehingg belum optimalnya hubungan
mentor dengan peseta didik daam rangka
pendampingan dan pembimbingan.
Menjawab tantangan dari beban tugas
mentor selaku atasan langsung dari peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dimaksud, dan
dalam rangka meningkatkan peran mentor
terhadap keberhasilan agar peserta latsar dapat
mengaktualisasi nilai-nilai dasar Calon PNS
dengan baik dan benar, tentu saja perlu adanya
kajian-kajian dalam rangka menggali sehingga
dapat mewujudkan kompetensi mentor pada
saat melakukan mentoring sesuai dengan
harapan yang pada akhirnya dapat melahirkan
PNS yang Berkualitas dan Berkinerja Tinggi.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data
dikumpulkan melalui penyebaran angket
kepada seluruh responden. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif tanpa
adanya perhitungan statistik dan pengujian
hipotesis. Populasi penelitian ini adalah Alumni
peserta Latsar pada tahun 2019 yang berjumlah
sebanyak 27 orang dan wawancara mendalam
kepada Mentor. Metode pengambilan sampel
dengan teknik sampling jenuh.
Tempat penelitian ini adalah di Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi
Riau. Dalam penelitian ini yang akan di analisis
adalah Peningkatan Peran Mentor terhadap
Keberhasilan Aktualisasi Peserta Latsar CPNS
Golongan III, dengan indikator: a). Kurangnya
Kompetensi Mentor terhadap Tugas Fungsi dan
Perannya; b). Mentor belum memahami
kedudukannya dalam Penyelenggraan Latsar;
c). Belum Optimalnya hubungan Mentor
dengan Peserta Latsar dalam hal pendampingan.
Untuk penelitian ini instrumen yang
dipakai berupa kuesioner dengan skala Likert.
Menurut Sekaran dalam Riyanto (2017)
menjelaskan bahwa skala Likert didesain untuk
menelaah seberapa kuat subjek setuju atau tidak
setuju dengan pernyataan pada skala 4 titik
dengan susunan sebagai berikut: Sangat Setuju
dengan skor 4, Setuju dengan skor 3, Kurang
Setuju dengan skor 2, Tidak Setuju dengan skor
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
4
1. Analisis data dilaksanakan dengan
menghitung jumlah penilaian yang diberikan
oleh peserta, kemudian diinterpretasikan dan di
sajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
HASIL
Berdasarkan hasil analisis data kualitatif
dapat diketahui skor persepsi dalam bentuk
persentase yakni Peningkatan Peran Mentor
terhadap Keberhasilan Aktualisasi Peserta
Latsar Golongan III di Badan Sumber Daya
Manusia Provinsi Riau, dengan demikian maka
persentase kriteria persepsi peningkatan peran
mentor dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Data Responden
Tabel 2. Persentase Frekuensi
Berdasarkan tabel 1 yaitu Hasil
Perhitungan Data Respoden dan tabel 2
Persentase Frekuensi pilihan responden
kategorisasi persepsi dalam peningkatan peran
mentor di atas, maka dapat digambarkan dalam
diagram berikut.
Gambar 1. Diagram Persentase Skor
Diagram diatas menggambarkan
persepsi responden dalam suatu harapan bahwa
peningkatan peran mentor dalam rangka
mewujudkan aktualisasi peserta didik untuk
dapat menjadikan PNS yang berkualitas dan
berkinerja tinggi sangat besar sekali, hal ini
dapat dilihat dari sebaran keinginan responden
yang menyatakan setuju dan sangat setuju
dengan persentase angka yang pantastis, yaitu
44% dan 33% dari perolehan maksimal yakni
100%, sedangkan yang merasa kompetensi
mentor telah cukup bahkan tidak setuju peran
mentor itu untuk ditingkatkan yaitu masing-
masing dengan persentase hanya 18% dan 5 %,
hal ini jelas bahwa dari besaran persentse pilihan
responden maka mutlak meyatakan bahwa
peningkatan peran mentor tersebut perlu untuk
ditingkatkan.
PEMBAHASAN
Peran mentor sebagai atasan langsung
peserta Latsar Calon PNS bermakna positif
untuk dapat memberi kemudahan peserta dalam
menyelesaikan tugas-tugas kediklatan antara
lain yaitu; a). Menetapkan Isu, b). Menyusun
dan menyelesaikan Rancangan Aktualisasi
Nilai-Nilai Dasar PNS, c). Pendampingan pada
saat Seminar Rancangan Aktualisasi Nilai-Nilai
Dasa r PNS, d ) . Pendampingan dan
No. Jawaban Jumlah Jawaban
Persentase (%)
1. Sangat Setuju 288 33,33
2. Setuju 282 43,52
3. Kurang Setuju 80 18,52
4. Tidak Setuju 10 4,63
Jumlah 660 100
Kategori Frekuensi (Responden)
Persentase (%)
Sangat Setuju 9 33,33
Setuju 12 43,52
Kurang Setuju 5 18,52
Tidak Setuju 1 4,63
Total 27 100
Keterangan : Angka Pembulatan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
5
Pembimbingan pada Masa Habituasi, e).
Persiapan Seminar Evaluasi Laporan
Aktua l i sas i Ni la i -Ni la i Dasar PNS,
Pendampingan pada saat Seminar Evaluasi
Laporan Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar PNS, f).
Membentuk Alumni Latsar sebagai PNS
seutuhnya yang Berkulitas dan Berkinerja
Tinggi.
Oktaviani Satyaningtyas , 2018
(www.ruangkerja.id), Peran Mentor dalam
Membangun Karier dan Meningkatkan Jabatan
adalah: a). Carilah mentor yang tepat, b).
Perhatikan Sikap Anda saat mentorship, c).
Mentor membantu anda untuk mencapai tujuan
dalam karier, d). Mentor membuka peluang
karier yang lebih besar, e). Mentor sangat
berperan sebagai penasehat.
Sejalan dengan pendapat diatas bahwa
mentor sebagai atasan langsung memiliki
keunggulan tersendiri, hal ini dikarenakan
pendampingan dan pembimbingan atau
kegiatan mentoring yang dilakukannya dapat
terfokus pada tujuan dan sasaran organisasi
yang ingin dicapai bersama, dapat mewujudkan
kondisi dan situasi yang nyaman karna sudah
saling mengenal dengan demikian akan saling
membantu serta menampilkan peran,
Mendorong keinginan memperlihatkan kinerja
yang baik karna selain mentor juga sebagai
atasan langsung yang dapat menilai kinerja
bawahan.
Namun harapan-harapan yang sebutkan
di atas, tidak akan terwujud jika peningkatan
peran mentor dalam hal pembimbingan dan
pendampingan peserta Latsar terlebih untuk
men jad i mah i r dan t e rb i a sa da l am
mengakutalisasikan Nilai-Nilai Dasar Calon
PNS dan PNS seutuhnya dahulu untuk
ditingkatkan pada lingkungan kerja, selain dari
itu mentor juga akan tergagap ketika melakukan
kegiatan mentoring jika tidak dibekali dengan
pengetahuan tentang apa yang akan
dibimbingnya.
Oleh karena itu ada beberapa solusi dan
alternatif yang dapat disarankan sehingga
mentor dalam melakukan kegiatan mentoring
bisa berhasil dan berdaya guna, yaitu:
1. Sosialisasi Peran Mentor
Sosialisasi peran mentor ini dimaksudkan
agar para mentor mengetahui fungsinya
sebagai mentor, kedudukannya sebagai
mentor bahkan kewajibannya sebagai
mentor, sehingga dalam melakukan
mentoring mewujudkan sosok pendamping
dan pembimbing yang dapat memberikan
kemudahan bagi peserta Latsar untuk
mencapai tujuan dan sasaran pembelajaran,
penyelesaian tugas bahkan penerapan nilai-
nilai dasar PNS sebagai alumni diklat
nantinya.
2. Workshop Peningkatan Kompetensi
Mentor
Workshop Peningkatan Kompetensi Mentor
dimaksudkan agar para mentor sebelum
melaksanakan kegiatan mentoring dimana
mentor telah memahami apa yang akan
mereka lakukan pada saat melakukan
kegiatan mentoring nantinya, dan telah
memi l i k i kompe tens i da l am ha l
pendampingan dan pembimbingan,
misalnya adalah dalam penerapan nilai-nilai
dasar PNS yang lebih menekankan kepada
membangun integrits, moral, kejujuran,
karakter kepribadian, tanggungjawab, etika,
profesional, kompetensi bidang, semangat
dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan.
Selanjutnya diharapankan setelah mendapat
workshop peningkatan kompetensi mentor
tersebut bahwa mentor diharapkan dapat
memahami Paradigma Aktualisasi yaitu
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
6
menterjemahkan teori ke dalam praktek,
mengubah konsep menjadi konstruktif serta
gagasan sebagai kegiatan (realita).
3. Tersedianya Buku Panduan Mentoring
Buku Pedoman Mentoring ini dimaksudkan
sebagai bahan referensi dan bahan bacaan
b a g i m e n t o r u n t u k m e l a k u k a n
pendampingan dan pembimbingan.
Ketiga item diatas cukup kuat untuk
meningkatkan peran mentor sehingga memiliki
kemampuan dan kompetnsi dalam hal
pembimbingan dan pendampingan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
besar keinginan dan harapan peserta
didik/peserta Latsar Calon PNS memiliki
mentor atau satasan langsung ketika melakukan
pendampingan dan pembimbingan telah
memiliki kompetensi yang memadai terutama
pendampingaan dan pembimbingan pada saat
dilaksanakannya Seminaar Rancangan, Masa
Habiatuasi dan Seminar Laporan Aktualisasi
Nilai-Nilai Dasar Calon PNS.
Selanjutnya upaya untuk dapat
menjadikan mentor tersebut memiliki
kompetensi yang memadai, maka melalui
Peningkatan Peran Mentor ada beberapa hal
yang perlu dilakukan, yaitu; a). Sosialisasi Peran
Mentor, b).Workshop Peningkatan Kompetensi
Mentor dan c). Membekali Mentor dengan Buku
Pedoman Mentoring. Ketiga item tersebut di
atas cukup dapat meningkatkan peran mentor,
sehingga mentor sebagai atasan langsung
peserta dapat memberikan kemudahan bagi
peserta dalam mengikuti dan menyelesaikan
proses kediklatan dengan baik, bahkan secara
tidak langsung dapat mewujudkan ASN yang
Berkualitas dan Berkinerja Tinggi sesuai
harapan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Michael Shenkman (2010:65), Leader
Mentoring. “Menemukan, Menginspirasi
dan mengembangkan Pemimpin Besar
dalam perusahaan”. Penerbit, PT.
Mandiriabadi. Jakarta.
Otaviani Satyaningsityas, 2018. Peran Mantor
d a l a m M e m b a n g u n K a r i e r d a n
Meningkatkan Jabatan. www.ruangkerja.id
Pemerintah Republik Indonesia, (2014),
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, Sekretariat
Republik Indonesia, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia (2017),
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen PNS, Sekretariat
Republik Indonesia, Jakarta.
Lembaga Adminitrasi Negara, (2016)
Peraturan Lembaga Adminitrasi Negara
Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon
PNS Golongan III. Jakarta. Lembaga
Administrasi Negara.
Lembaga Adminitrasi Negara, (2016)
Peraturan Lembaga Adminitrasi Negara
N o m o r 2 2 Ta h u n 2 0 1 6 t e n t a n g
Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon
PNS Golongan I dan II. Jakarta. Lembaga
Administrasi Negara.
Lembaga Adminitrasi Negara, (2018)
Peraturan Kepala Lembaga Adminitrasi
Negara Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Pelatihan Dasar Pegawi Negeri Sipil.
Jakarta.
Suparman. (2020). Webinar. Pengembangan
Kompetensi ASN melalui Mentoring.
Pekanbaru. Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Provinsi Riau.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
7
Literasi dan Kendala Tata Kelola Keuangan Desa di Provinsi Riau
(Suatu Studi Ethnografis)
Ayub Khan
Widyaiswara Ahli Madya
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Riau.
Abstrak
Studi ini bertujuan untuk mengetahui kendala terhadap Tata Kelola Keuangan Pemerintahan
Desa setelah alokasi dana desa direalisasikan oleh pemerintah pusat melalui kepala desa, melalui
pendekatan Ethnografis untuk mendapatkan informasi yang aktual atau nyata dan akrual atau suatu
basis akutansi , dimana transaksi ekonomi atau peristiwa akutansi diakui, dicatat dan disajikan dalam
laporan keuangan berdasarkan pengaruh transaksi pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas diterima atau di bayarkan, dan relevan dalam mendeteksi kinerja keuangan
desa.Hasil observasi studi dinyatakan bahwa, literasi, kemampuan dan keterampilan individu dalam
membaca, menulis, berbicara, menghitung, berbahasa dan memecahkan masalah pada tingkat
keahlian tertentu yang di perlukan dalam kehidupan sehari-hari dalam Tata Kelola Keuangan Desa
mampu mendorong terhadap Kinerja Keuangan Desa, dan Akuntabilitas Keuangan Desa juga
mendorong terhadap outcome Keuangan Desa, karena dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018,
ternyata secara proporsional dapat mendukung laju pertumbuhan Kinerja Keuangan Desa, serta dapat
mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapinya di dalam komunitas masyarakat desa.
Kata kunci : Akuntabilitas, Kinerja, Literasi, Pemerintahan, Tata kelola keuangan desa.
Abstract
This study aims to examine the security of Village Government Financial Governance after the
allocation of village funds is realized by the central government through the village head, through an
Ethnographic approach to obtain actual or real information and accruals or an accounting basis,
where economic transactions or accounting events are found, and presented in financial reports based
on the effect of transactions at the time of the transaction, regardless of the time received or paid, and
relevant in the village performance report.The results of written study observations show that, Literacy
- the ability and individual skills in reading, writing, speaking, counting, language and problem solving
at a certain level of expertise required in daily life in Village Financial Governance is able to encourage
Village Financial Performance and Financial Accountability. The village also encourages Village
Financial Results, because with Permendagri Number. 20/2018, it turns out that it can proportionally
support the growth rate of Village Financial Performance, and can anticipate the various features it
faces in the village community.
Keyword : Accountability, performance, literacy, governance, village finance
T
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
8
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Literasi Keuangan
Desa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Desa, telah menempatkan
desa sebagai ujung tombak pembangunan dalam
rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat di Indonesia.
Fenomena yang memotivasi peneliti
untuk melakukan kajian adalah melihat adanya
beberapa isu yang terjadi pada Sistem Akuntansi
Keuangan Desa (SIAKAD) pasca implementasi
Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 dan
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yang
diperbaharuhi melalui Permendagri Nomor 20
tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
Kebijakan pembaharuan dalam sistem
penata-usahaan keuangan desa menunjukkan
terjadinya Tata Kelola Keuangan Desa yang
ditandai dengan fluktuasi serapan anggaran
yang tidak proporsional diseluruh desa di
Provinsi Riau. Informasi ini disajikan melalui
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan
Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (SAL)
pada pemerintahan Desa selama periode 2017
sampai dengan 2019.
Menurut Permendagri Nomor 56 Tahun
2015, Provinsi Riau dengan luas wilayah
87,023,66 (Km), Jumlah Penduduk 5.870.774
(jiwa) terdiri 10 Kabupaten, 2 Kota, 163
Kecamatan, 243 Kelurahan, 1592 Desa, sebagai
daftar tabel berikut :
No. Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Kelurahan Desa Luas Wilayah
Penduduk
1. Kampar Bangkinang 21 8 242 10.983,47 722.441
2. Indragiri Hulu Rengat 14 16 178 7.723,80 416.582
3. Indragiri Hilir Tembilahan 20 39 198 12.614,78 61.493
4. Bengkalis Bengkalis 8 19 136 6.975,41 552.431
5. Pelalawan Pangkalan Kerinci
12 14 14 12.758,45 360.804
6. Rokan Hulu Pasir Pangaraian
16 6 139 7.588,13 557.660
7. Rokan Hilir Bagan Siapiapi
15 25 159 8.881,59 626.082
8. Siak Siak Sri Indrapura
14 9 122 8.275,18 407.312
9. Kuantan Singingi Taluk Kuantan
15 11 218 5.259,36 323.047
10. Kep. Meranti Tebing Tinggi
9 5 96 3.707,84 203.833
11. Kota Pekanbaru Pekanbaru 12 58 - 632,27 855.819
12. Kota Dumai Dumai 7 33 - 1.623,38 264.270
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
9
Anggaran 2015 sampai 2018, Provinsi
Riau sudah mendapatkan alokasi dana desa
bersumber dari APBN sebesar Rp3.976.203.459
Tahun 2019 pagu dana desa dari APBN di
Provinsi Riau sebesar Rp1.436.685.874 yang
diterima oleh 1.591 desa dari 10 Kabupaten.
Pemanfaatan ini lebih diarahkan untuk
meningkatkan porsi pemberdayaan masyarakat
dengan meningkatkan perekonomian desa
melalui optimalisasi peran BUMDes.
Memperhatikan adanya potensi
anggaran yang relatif besar ini, penulis
termotivasi untuk melakukan kajian terhadap
l apo ran r ea l i s a s i s e r apan angga ran
pemerintahan daerah/desa yang masih rata-rata
antara 75% hingga 85%. Realisasi serapan
anggaran yang belum proporsional, dapat
memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi
desa yang lambat. Dalam kurun waktu antara
2017 sampai dengan tahun 2019 menunjukkan
prevalensi sistem akuntansi pemerintahan desa
yang berfluktuasi.
Determinasi yang memiliki tren
terhadap Prevalensi Sistem Akuntansi
Keuangan Pemerintahan Desa, disebabkan
lemahnya implementasi Pedoman Umum
Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP) yang
ditetapkan melalui PMK Nomor 238 Tahun
2011. Di samping itu, terdapat juga masalah Tata
Kelola Keuangan Daerah / Desa yang juga
masih lemah, karena pemerintahan desa belum
s e p e n u h n y a m e n g i m p l e m e n t a s i k a n
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Faktor-faktor lain yang memiliki peran
penting dalam tata kelola keuangan desa adalah
lemahnya Sumber Daya Manusia di desa yang
memahami Sistem Akuntansi Pemerintah
berbasis aktual berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yang efektif
berlaku sejak 1 Januari 2015. Pemerintah
Kabupaten/Kota yang memiliki peran penting
dalam sistem pengawasan masih belum efektif,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 pasal 115. Optimalisasi
Sistem Pengawasan Internal yang kurang
efektif, mengakibatkan desa belum mampu
menyajikan Laporan Pertanggung-jawaban
Keuangan Desa secara transparan, kredibel dan
akuntabel.
Informasi anggaran selama periode
2017 – 2019 menunjukkan tren yang meningkat
walaupun masih relatif lambat dibandingkan
dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai informasi penting dalam proses
pertumbuhan ekonomi pedesaan ditunjukkan
melalui Laporan Realisasi Anggaran Alokasi
Dana Desa berikut ini.
Laporan Realisasi Alokasi Dana Desa
selama periode 2017-2019 sebagai berikut :
Sumber : Realisasi Alokasi Dana Desa Kemenkeu,
Kanwil DJPB Provinsi Riau-2019.
2. Tujuan Literasi ;
a. Meningkatkan kemampuan Aparatur
Desa dalam Tata Kelola Keuangan Desa,
b. Meningkatkan kemampuan aparatur
Keuangan Desa dalam Penyusunan
L a p o r a n P e r t a n g g u n g j a w a b a n
Keuangan,
c. Menstandarisasikan Sistem Akuntansi
Pemerintahan Desa,
d. Meningkatkan ketrampilan Aparatur
Desa dalam penyusunan RKPD dan
RPJMD,
e. Meningkatkan kemampuan aparatur
keuangan desa dalam optimalisasi
Tahun Anggaran ADD (rata-rata) dalam jutaan
Realisasi ADD (%)
2017 Rp 1.325.401.153 77%
2018 Rp 1.225.401.153 86%
2019 Rp 1.436.685.874 87%
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
10
anggaran Dana Desa.
f. Membimbing aparatur desa dalam
membentuk BUMDES /BUMDESMA
un tuk menun jang pen ingka tan
Pendapatan Asli Desa (PADes).
3. Sistematika Literasi
a. Pendahuluan
b. Literasi Tata Kelola Keuangan Desa
(Permendagri 20/2018),
c. Kendala Tata Kelola Keuangan Desa,
d. Pembinaan Bumdes/Bumdesma.
e. Simpulan dan saran.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian Mengenai Literasi Dan
Kedala Tata Kelola Keuangan Desa Di Provinsi
Riau ( Suatu Studi Ethnografis ) ini merupakan
jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan etnografi. Spradley (1997)
mengemukakan bahwa etnografi merupakan
pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan.
Tujuan utama aktivitas ini adalah memahami
suatu pandangan hidup dari sudut pandang
penduduk asli. Dalam penelitian etnografi,
seorang peneliti tinggal dan hidup bersama
dengan masyarakat yang ditelitinya. Penelitian
etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai
dunia orang yang telah belajar melihat,
mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak
dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya
mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi
berarti belajar dari masyarakat. Lokasi
penelitian adalah di Provinsi Riau.
Alasan penulis memilih lokasi tersebut
karena melihat fakta bahwa masih banyak
literasi kendala tata kelola keuangan desa yang
di alami masyarakat di daerah tersebut. Masih
banyaknya desa belum mampu menyajikan
Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Desa
secara transparan, kredibel, dan akuntabel. Oleh
karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti
fenomena ini. Ada dua sumber data penting yang
akan dijadikan sasaran dalam pencarian
informasi dan yang akan dimanfaatkan dalam
penelitian ini untuk mendapatkan data. Kedua
sumber data tersebut ialah:
(a) Data Primer ;
Menurut Sugiyono (2013:27). metode
pengumpulan data adalah : “Metode
pengumpulan data adalah Penelitian lapangan
(Field Research), dilakukan dengan cara
mengadakan peninjauan langsung pada instansi
yang menjadi objek untuk mendapatkan data
primer dan sekunder”. Dalam penelitian ini data
primer didapat dari wawancara terhadap
informan yang dianggap mengetahui informasi
dan masalah yang diteliti secara mendalam dan
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang valid.
Selain itu, data primer dalam penelitian
ini juga digali melalui observasi atau
pengamatan langsung terhadap peristiwa atau
objek yang terkait dengan tujuan penelitian
yaitu tentang Literasi dan Kendala Tata Kelola
Keuangan Desa di Provinsi Riau
(b) Data Sekunder ;
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh secara tidak langsung dan sering
disebut metode penggunaan dokumen, karena
dalam hal ini peneliti tidak secara langsung
mendapatkan data dari informan atau individu
tetapi memanfaatkan data yang telah dihasilkan
atau diolah oleh pihak lain. Dalam penelitian ini,
data sekunder diperoleh melalui buku-buku,
kepustakaan, majalah/jurnal, dokumen, arsip
serta sumber-sumber dari internet yang
menyediakan banyak data sekunder.
Pengambilan sampel yang digunakan
yaitu purposive sampling. Patton (1984)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
purposive sampling adalah peneliti cenderung
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
memilih informan yang dianggap tahu dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang
mantap dan mengetahui masalahnya secara
dalam (Sutopo, 1988:21-22).
Untuk memperolah data, dalam
penelitian ini penulis teknik observasi adalah
teknik pengumpulan data yang bersifat non
verbal.
Untuk va l id i tas da ta , pene l i t i
menggunakan dua macam triangulasi untuk
mendapatkan data yang valid, yakni triangulasi
data dan triangulasi metode. Dalam triangulasi
data, data yang sejenis atau sama akan lebih
mantap kebenarannya bila digali dari beberapa
sumber data yang berbeda. Data yang telah
diperoleh dari sumber yang satu, bisa teruji
kebenarannya bila dibandingkan dengan data
sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang
berbeda. Sementara, triangulasi metode
dilakukan dengan menggunakan metode atau
teknik pengumpulan data yang berbeda, untuk
mendapatkan data yang sama atau sejenis.
Adapaun metode atau teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
teknik wawancara mendalam (in-depth
interviewing) semi-terstruktur dan teknik
observasi secara langsung. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
analisis data model interaktif, dengan teknik ini
setelah data terkumpul dilakukan analisa
melalui tiga komponen yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan
dengan verifikasinya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Keuangan Desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi peren-
canaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Penyelenggaraan kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala Desa didanai oleh APBDesa.
Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala
desa selain didanai oleh APBDesa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Penyelenggaraan kewenangan desa yang
ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh
anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana
anggaran pendapatan dan belanja negara
d ia lokas ikan pada bag ian anggaran
kementerian/lembaga dan disalurkan melalui
satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
Penyelenggaraan kewenangan desa yang
ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Seluruh pendapatan desa diterima dan
disalurkan melalui rekening kas Desa dan
penggunaannya ditetapkan dalam APBDesa.
Pencairan dana dalam rekening kas desa
ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara
Desa. Pengelolaan keuangan Desa meliputi:
a) perencanaan;
b) pelaksanaan;
c) penatausahaan;
d) pelaporan; dan
e) pertanggungjawaban.
Kepala Desa adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Dalam
melaksanakan kekuasaan pengelolaan
keuangan Desa, kepala Desa menguasakan
sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.
1. Pelaporan
Formulir/Daftar yang dipergunakan :
1. Laporan semester pertama
2. Laporan semester akhir tahun
3. Laporan semester pertama berupa
laporan realisasi APBDesa.
2. Pelaksana/Unit kerja yang terlibat
1. Bendahara Desa
11
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
12
2. Sekretaris Desa
3. Kepala Desa
4. Camat atau sebutan lain
5. Bupati/Walikota
Tahapan Pelaksanaan :
Kepala Desa menyampaikan laporan
realisasi pelaksanaan APBDesa kepada
Bupati/Walikota berupa:
1. Laporan semester pertama, (formulir) ;
2. Laporan semester akhir tahun,
(formulir): dan
3. Laporan semester pertama berupa
laporan realisasi APBDesa, (formulir).
e. Sebagaian besar aparatur Desa belum
Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa
disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli
tahun berjalan. Laporan semester akhir tahun
disampaikan paling lambat pada akhir bulan
Januari tahun berikutnya.
Berbagai kendala yang dihadapi para
aparatur desa antara lain :
a. Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah berbasis akrual,
belum optimal,
b. Penatausahaan Keuangan Desa belum
mengimplementasikan secara penuh
sesuai Pedoman Umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan, diatur melalui
PMK Nomor. 238 Tahun 2011,
c. Tata Kelola Keuangan Desa belum
sepenuhnya berdasarkan Permendagri
Nomor 20 Tahun 2018,
d. Kapabilitas SDM bidang Akuntansi
Pemerintahan masih sangat terbatas,
sehingga memerlukan peran stakeholder
lembaga praktisi dan akedimisi di
Provinsi Riau untuk memberikan
sosialisasi dan pembinaan dalam Sistem
Akuntansi Pemerintahan.
memahami tentang :
1) Permendagri Nomor 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di
Desa;
2) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa;
3) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa;
4) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa;
5) Permendagri Nomor 39 Tahun 2015 jo
Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan
D a t a W i l a y a h A d m i n i s t r a s i
Pemerintahan
6) Permendagri Nomor 81 Tahun 2015
tentang Evaluasi Perkembangan Desa
Dan Kelurahan.
7) Permendagri Nomor 82 Tahun 2015
t e n t a n g P e n g a n g k a t a n d a n
Pemberhentian Kepala Desa;
8) Permendagri Nomor 83 Tahun 2015
t e n t a n g P e n g a n g k a t a n d a n
Pemberhentian Perangkat Desa;
9) Permendagri Nomor 84 Tahun 2015
tentang SOTK Pemerintah Desa;
Pemberian Dana Desa kepada setiap
desa merupakan salah satu bentuk desentralisasi
agar setiap desa dapat menggunakan dana sesuai
dengan kebutuhan desa itu sendiri dan
memberikan dampak positif secara langsung
(Atmadja & Saputra, 2017). Laporan keuangan
adalah bentuk pertanggungjawaban atas dana
yang telah digunakan. Laporan Realisasi
Anggaran untuk dana desa yang telah diberikan
adalah salah satu output yang wajib
dilaksanakan setiap desa (Karismawati, 2015).
Penggunaan teknologi dalam akuntansi adalah
salah satu tantangan yang dihadapi desa saat ini
khususnya pada aparatur desa bagian keuangan
sebagai Sumber Daya Manusia yang harus
memiliki kemampuan baik dasar akuntansi
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
maupun kemampuan dalam menggunakan
teknologi atau aplikasi untuk membuat Laporan
Keuangan (Jamaluddin, 2018). Sarana yang ada
di Desa hanya memiliki satu unit PC bahkan
kadang tidak ada, dimana prosesor yang
digunakan sangat tertinggal sehingga untuk
menjalankan aplikasi tidak dapat digunakan.
Tinjauan hasil pada kegiatan pengabdian tidak
maksimal dikarenakan keterbatasan sarana
tersebut. Keadaan lainnya yang membuat
kurang maksimalnya hasil yang ingin dicapai
adalah telah adanya aplikasi akuntansi untuk
membuat Laporan Keuangan Dana Desa yang
telah diberikan oleh pihak inspektorat.
Kenyataan di lapangan yang terlihat adalah
aplikasi yang telah diberikan tersebut juga tidak
dapat dijalankan oleh aparatur desa. Hal ini
menimbulkan pertanyaan mengenai Laporan
Realisasi Anggaran Dana Desa yang secara rutin
dikeluarkan pihak pemerintah desa setiap
tahunnya. Alhasil, segala bentuk pertanggung
jawaban dari penggunaan dana desa tersebut
memiliki campur tangan dari pihak-pihak yang
sebenarnya tidak berwenang dan di luar batas.
Masyarakat yang seharusnya terlibat dalam
perencanaan pembangunan dengan dana desa
yang nantinya juga akan berdampak positif pada
tahap pelaksanaan akan menjadi nilai tambah
(Darwis & Zulfan, 2018).
Dengan banyaknya kelemahan-
kelemahan desa dalam melakukan pertanggung
jawaban laporan, diharapkan pemerintah pusat
dapat membantu dengan memperbanyak
pelatihan-pelatihan mengenai pelaporan.
Khususnya kepada bagian keuangan sebagai
Sumber Daya Manusia yang harus memiliki
kemampuan baik. Dengan demikikian
diharapkan setelah adanya pelatihan ataupun
p e m b i n a a n k h u s u s s e h i n g g a d a p a t
meningkatkan kinerja desa. Selain itu juga
aparatus pemerintahan desa juga diwajibkan
memahami Permendagri yang berhubungan
dengan pengelolaan desa.
IV. KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Ÿ Keuangan Desa adalah semua hak dan
kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan
barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Ÿ Pengelolaan Keuangan Desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan desa.
Ÿ Proses Pelaporan dimulai dari membuat
Laporan semester pertama, Laporan
semester akhir tahun, laporan realisasi
APBDesa dan diakhiri dengan penyampaian
l a p o r a n - l a p o r a n t e r s e b u t k e p a d a
Bupati/Walikota melalui Camat.
Daftar Pustaka
Atmadja, A. T., & Saputra, A. K. (2017).
Pencegahan Fraud dalam Pengelolaan
Keuangan Desa. Jurnal Ilmiah Akuntansi
dan Bisnis, 1(2), 7-16. Dipetik 4 7, 2019,
dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/
article/view/24995
Darwis, R. S., & Zulfan, I. (2018).
PENINGKATAN KAPASITAS TOKOH
M A S Y A R A K A T D A L A M
P E R E N C A N A A N PA RT I S I PAT I F
PEMBANGUNAN DESA KONDANG
JAJAR, KECAMATAN CIJULANG,
K A B U PAT E N PA N G A N D A R A N .
Dharmakarya,7(4). https://doi.org/10.
24198/DHARMAKARYA.V7I4.14465
Jamaluddin, Y. (2018). KEBERLANJUTAN
K E B I J A K A N D A N A D E S A D I
INDONESIA. Dipetik 4 7, 2019, dari http://
13
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tapis/a
rticle/view/2900/2086
Karismawati, N. P. (2015). PEMBERIAN
DANA DESA KEPADA DESA ADAT DI
BALI. Dipetik 8 14, 2019, dari http://ojs.
unud.ac.id/index.php/jmhu/article/downloa
d/18061/11728
Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Kemendagri
1) Permendagri Nomor 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa;
2) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa;
3) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa;
4) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa;
5) Permendagri Nomor 39 Tahun 2015 jo
Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan
Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
6) Permendagri Nomor 81 Tahun 2015 tentang
Evaluasi Perkembangan Desa Dan
Kelurahan.
7) Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Desa;
8) Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang
Pengangkatan dan Pemberhent ian
Perangkat Desa;
9) Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang
SOTK Pemerintah Desa;
10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa
Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya
Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif.
Surakarta: Sebelas Maret University Press
Perpres Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Kemen DESA PDTT
1) PermenDes PDTT Nomor 1 Tahun 2015
t e n t a n g P e d o m a n K e w e n a n g a n
Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa
2) PermenDes PDTT Nomor 2 Tahun 2015
tentang Peraturan Menter i Desa ,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah
Desa;
3) PermenDes PDTT Nomor 3 Tahun 2015
tentang Pendampingan Desa;
4) PermenDes PDTT Nomor 4 Tahun 2015
tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha
Milik Desa;
5) PermenDes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 jo
21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 jo
PermenDes PDTT Nomor 21 Tahun 2015
tentang Penetapan Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2016.
6) Otonomi Desa, Prof. Drs. HAW Wijaya,
PT.Raja Grafindo Persada Jakarta,2005.
7) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Dr. Hanif Nurcholis,
M.Si, Erlangga- Jakarta 2011.
8) Memaham Ilmu Pemerintahan, Suatu
K a j i a n , T e o r i , K o n s e p , d a n
Pembangunaannya, Muhadam Labolo,
PT.Raja Grafindo Persada-Jakarta-2007.
9) Silabus Hukum Pemerintahan Desa
Semester VII- Fakultas Hukum Universitas
Lancang Kuning Pekanbaru - Riau, 2017-
2019.
14
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
15
Effectiveness of Online Learning at BPSDM Riau Province Era New Normal
Efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM Provinsi Riau Era New Normal
H. Andry Sukarmen, SE., MP
Widyaiswara Ahli Madya
Abstrak
Pandemi Covid-19 berasal dari Wuhan Cina merubah proses pembelajaran, saat ini dilakukan
adaptasi kehidupan baru (new normal) dengan merubah pembelajaran dari klasikal menjadi
pembelajaran jarak jauh (PJJ)/Distance learning/daring. BPSDM Provinsi Riau melaksanakan
program kediklatan dengan PJJ yaitu Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS, Pelatihan Kepemimpinan
Pengawas dan Pelatihan Kepemimpinan Administrator. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-
kualitatif dengan mewawancarai sebanyak 10 orang dengan penyiapan panduan wawancara yang
berkaitan dengan efektifitas PJJ era new normal, sedangkan teknik pengumpulan data dan informasi
memakai penelitian Snow ball. Hasil penelitian akan mengetahui permasalahan dalam tata kelola PJJ
dari aspek teknis maupun administrasi, serta kegunaan data dan informasi untuk melakukan efisiensi
PJJ. Aspek yang mendukung PJJ yaitu struktur organisasi yang efisien, dukungan kepegawaian
termasuk tenaga pengajar, ketersediaan sarana dan prasarana, serta pelaksanaan program pelatihan.
Sebanyak 23 orang Widyaiswara diketahui bahwa sebanyak 3 orang (13,04 %) sudah mahir
menggunakan komputer/laptop, 17 orang (73.92 %) bisa menggunakan komputer/laptop dengan fitur
standar, dan 3 orang (13,04 %) belum bisa menggunakan komputer/laptop. Hal ini berpengaruh pada
efektifitas pembelajaran daring, terutama pada pelatihan kompetensi PNS minimal 20 jam pelajaran.
Kata kunci : Efektifitas, Pembelajaran Daring, New Normal
Abstract
The Covid-19 pandemic originating in Wuhan China has changed the learning process,
currently adapting to a new life (new normal) is being carried out by changing learning from classical
to distance learning (PJJ) / Distance learning / online. BPSDM Riau Province carries out training
programs with PJJ, namely CPNS Basic Training, Supervisory Leadership Training and Administrator
Leadership Training. This study used a descriptive-qualitative method by interviewing as many as 10
people with the preparation of interview guides related to the effectiveness of PJJ in the new normal
era, while data and information collection techniques used Snow ball research. The results of the
research will find out the problems in PJJ governance from technical and administrative aspects, as
well as the use of data and information to make PJJ efficiency. Aspects that support PJJ are an efficient
organizational structure, staffing support including teaching staff, availability of facilities and
infrastructure, and implementation of training programs. As many as 23 lecturers, it is known that as
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
16
I. PENDAHULUAN
Dalam RPJMN ke IV tahun 2020-2024
menyatakan bahwa Agenda Pembangunan
Pemerintahaan Presiden Joko Widodo yang
menyangkut dengan peningkatan Sumber Daya
Manusia tercantum pada tema 3 yaitu
meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya
saing, serta pada tema ke 4 yaitu revolusi mental
dan pembangunan kebudayaan . Ha l
disampaikan oleh Bapak Dr. Muhamad Taufik,
DEA selaku Deputi Kebijakan Pengembangan
Kompetensi LAN RI pada saat acara
pembukaan koordinasi, sinkronisasi dan
evaluasi pengembangan kompetensi manajerial
tahun 2020 BPSDM Provinsi Riau melalui
Zoom Cloud Meeting pada tanggal 25
November 2020.
Dalam meningkatkan SDM berkualitas
dan berdaya saing dapat di dilihat dari prioritas
kerja pemerintah tahun 2019-2020 yaitu
pembangunan SDM yang terdiri: 1) menjamin
kesehatan ibu hamil dan anak usia sekolah; dan
2) meningkatkan kualitas pendidikan akan
manajemen talenta. Pelaksanaan peningkatan
kualitas pendidikan dilakukan secara nyata
dengan pemberlakuan kebijakan sektor
pendidikan melalui program dan kegiatan
dengan dukungan anggaran sesuai dengan
kebutuhannya.
Pemerintah terus berupaya untuk
melaksanakan seluruh kebijakan sesuai dengan
RPJMN 2019-2024, namun pada awal tahun
2020 kondisi dunia berubah total dengan adanya
Pandemi Covid-19 yang disinyalir berasal dari
Wuhan Cina. Indonesia menjadi terdampak
secara langsung dimulai pada bulan Maret 2020,
sehingga tatanan kehidupan berubah. Perubahan
ini terjadi dengan penularan virus Covid-19
pada lingkup sektor kesehatan, selanjutnya
berpengaruh ke seluruh aspek kehidupan seperti
ekonomi, sosial, keuangan dan lain sebagainya,
terutama pada aspek pendidikan.
Sampai saat ini belum ada satu negara
pun yang sudah mengklaim menemukan
antivirus covid-19 ini termasuk Indonesia.
Dengan berbagai pertimbangan maka
Pemerintah mengambil langkah-langkah
terbaiknya yaitu menerapkan kebijakan New
Normal di masa pandemi covid-19. Tujuannya
adalah penurunan penularan covid-19, ekonomi
bangkit, kegiatan sosial kemasyarakatan
berjalan sebagaimana mestinya, dan akhirnya
dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Ibrahim (2000), menyebutkan:
Hasil perkembangan ilmu pengetahuan
memberitahukan kepada kita tentang
bagaimana cara hidup sehat dan panjang usia.
Untuk itulah Pemerintah mengambil sikap
untuk hidup sehat meskipun dimasa pandemi
covid-19 saat ini.
Adapun maksud new normal adalah
perubahan perilaku untuk tetap menjalankan
aktivitas normal namun dengan ditambah
menerapkan protokol kesehatan guna mencegah
terjadinya penularan covid-19. Dilihat dari data
tentang kondisi penyebaran covid-19 dan orang
many as 3 people (13.04%) are already proficient in using computers / laptops, 17 people (73.92%) can
use computers / laptops with standard features, and 3 people (13.04%) cannot use computers. / laptop.
This affects the effectiveness of online learning, especially in civil servant competency training, which
is conducted for a minimum of 20 hours of lessons.
Keyword : Effectiveness, Online Learning, New Normal
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
17
yang terdampak semakin meningkat. Adapun
jumlah terpapar covid-19 di Indonesia update
tanggal 24 November 2020 sudah menyebar di
34 Provinsi dan 505 Kabupaten/Kota seluruh
Indonesia. Untuk jumlah terkonfirmasi
sebanyak 506.302 orang, sembuh 425.313
orang dan 16.111 orang meninggal.
Tuntutan cara kerja ASN di era new
normal adalah : 1) Literasi digital (Digital
literacy); 2) Pola pikir tangkas (Agile mindset);
3) Kesehatan dan keseimbangan hidup (Health
and life balance); 4) Metode kerja yang
terintegrasi dan fleksibel (Integrated and
flexible working methode); dan 5) Lebih sedikit
untuk lebih banyak (Less for more). Inilah
tantangan akibat pandemi covid-19 sehingga
ASN berkewajiban melakukannya seluruh
tugasnya agar mencapai kinerja terbaik.
Bagi BPSDM Provinsi Riau telah
melaksanakan kebijakan tersebut dalam
kehidupan adaptasi baru (new normal) dengan
melaksanakan protokol kesehatan 3 M
(memakai masker, mencuci tangan dan menjaga
jarak) dalam bekerja, dan bahkan memberikan
fasilitas bekerja di rumah bagi ASN yang telah
berumur 55 tahun keatas.
Dalam pelaksanaan program juga sudah
menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ)
sesuai dengan Surat Edaran Lembaga
Administrasi Negara (LAN) RI Nomor.10/K.1/
HKM.02.3/2020 tentang Panduan Teknis
Penyelenggaraan Pelatihan Dalam Masa
Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).
Adapun pelaksanan program kediklatan yang
dilakukan dengan PJJ (distance learning) yaitu
Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Meranti 1 (satu)
angkatan, Pelatihan Kepemimpinan Pengawas
sebanyak 1 (satu) angkatan, Pelatihan
Kepemimpinan Pengawas sebanyak 1 (satu)
a n g k a t a n , P e l a t i h a n K e p e m i m p i n a n
Administrator sebanyak 1 (satu) Angkatan.
Pelaksanaan PJJ ini dilaksanakan tidak di kelas,
dan pembelajaran yang dilaksanakan dengan
tanpa kontak fisik secara langsung antara tenaga
pengajar (Widyaiswara) dengan peserta. Hal ini
sesuai dengan petunjuk LAN RI bahwa sistem
pendidikan pada pelat ihan ini t idak
mempersyaratkan adanya tenaga pengajar di
tempat peserta, namun dilakukan pertemuan
secara virtual melalui aplikasi Zoom Cloud
Meeting (ZCM), Google Classroom (GCR) dan
aplikasi lain yang mendukung PJJ. Namun
sudah efektifkah pelaksanaan PJJ di BPSDM
Provinsi Riau ?
II. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan artikel berjudul
Efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM
Provinsi Riau Era New Normal menggunakan
me tode desk r ip t i f -kua l i t a t i f dengan
mewawancarai sebanyak 10 (sepuluh) orang
dengan penyiapan panduan wawancara yang
berkaitan dengan efektifitas PJJ era new normal,
sedangkan teknik pengumpulan data dan
informasi memakai penelitian Snow ball yang
merupakan salah satu teknik dalam penelitian
kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan
informasi penelitian melalui pemberian
referensi secara bergulir, serta melakukan
observasi.
Penelitian ini menggunakan literasi dari
Sugiyono (2014) bahwa metode penelitian
kualitatif merupakan jenis penelitian yang
berlandaskan pada realitas, digunakan pada
kondisi objek yang alamiah, serta peneliti adalah
s e b a g a i i n s t r u m e n k u n c i , t e k n i k
pengelompokan data dilakukan secara tringulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif,
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
18
dan hasi l peneli t ian kuali tat if lebih
menekankan realitas nyata dari pada penalaran.
Penulis mewawancarai 10 (sepuluh)
orang yang mengetahui dan mengelola
kediklatan di BPSDM Provinsi Riau yaitu 9
(Sembi lan) orang Pengelo la Dikla t ,
Widyaiswara, Anggota Komite Penjamin Mutu
BPSDM Provinsi Riau dan 1 (satu) orang
alumni pelatihan, dan memberikan informasi
dan data yang dapat diolah menjadi bahan
tulisan ini
Adapun waktu penelitian ini
dilakukan pada kurun waktu tanggal 9 Maret s/d
9 September 2020, bertempat di BPSDM
Provinsi Riau. Hasil olah data dan informasi
dianalisis menjadi suatu tulisan yang diharapkan
menjadi gagasan dan inovasi untuk pengelolaan
kediklatan dengan PJJ (distance learning) atau
sering disebut dengan daring agar dapat berjalan
dengan semestinya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam metode penelitian menggunakan
wawancara terhadap pengelola kediklatan di
BPSDM Provinsi Riau dengan memakai teknik
pengumpulan data dan informasi memakai
penelitian Snow ball dan observasi, maka
didapat hasil bahwa: 1) Mendapatkan
permasalahan dalam tata kelola PJJ; 2)
Memperoleh data dan informasi tentang
pengelolaan PJJ dari aspek teknis maupun
administrasi; dan 3) Kegunaan data dan
informasi untuk melakukan efisiensi PJJ.
Dalam analisis data dan informasi
tersebut dihubungkan dengan kerangka
pemikiran yang telah dikemukakan, kemudian
dihubungkan pula dengan pokok permasalahan
yang akan dianalisis. Data dan informasi ini
selanjutnya akan diolah dan dipaparkan secara
deskriptif dengan menggunakan Logical
Framework Analysis (LFA) atau Kerangka
Kerja Logis tentang identifikasi, penyiapan
disain program dalam suatu sistematika dan
kaitan yang masuk akal, penilaian disain
program, monitoring dan evaluasi kemajuan
(progress) serta kinerja (performance) program
Pembelajaran Daring di BPSDM Provinsi Riau
Era New Normal.
Dengan hasil penelitian ini maka penulis
menindaklanjuti dengan tulisan agar
permasalahan tentang tata kelola PJJ di BPSDM
Provinsi Riau dapat terlaksana dengan baik
sesuai dengan pedoman yang telah diberikan
oleh LAN RI. Pelaksanaan PJJ ini dimaksudkan
se l a in un tuk men ingka tkan inovas i
pembelajaran menggunakan teknologi
informasi juga dapat mengefisiensikan
anggaran pelaksanaan kediklatan sehingga
tujuan kediklatan dapat tercapai sesuai dengan
kurikulum, pada akhirnya akan terwujud
efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM
Provinsi Riau Era New Normal.
Sebagai perangkat daerah lingkup
P e m e r i n t a h P r o v i n s i R i a u B a d a n
Pengembangan Sumber Daya Manusia
(BPSDM) Provinsi Riau dipimpin oleh seorang
Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Gubernur Riau
melalui Sekretaris Daerah Provinsi Riau.
BPSDM Provinsi Riau mempunyai tugas
membantu Gubernur Riau melaksanakan fungsi
penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah. Kepala BPSDM Provinsi
Riau dibantu oleh Sekretaris, Kepala Bidang
dan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan
Jabatan Fungsional Perencana Program.
Adanya fungsi Pendidikan dan Pelatihan
Aparatur, didasarkan pada Peraturan Gubernur
Riau Nomor 95 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
19
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta
Tata Kerja Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Provinsi Riau, bahwa dalam
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi
BPSDM Provinsi Riau memiliki kelompok
Jabatan Fungsional Widyaisawara yang
merupakan jabatan fungsional yang harus ada
pada lembaga pendidikan dan pelatihan
pemerintah.
Saat melaksanakan fungsi dan tugasnya,
maka BPSDM Provinsi Riau didukung dengan
beberapa aspek yaitu:
1. Struktur Organisasi
Untuk struktur organisasi BPSDM
Provinsi Riau terdapat 21 (dua puluh satu)
jabatan struktural/eselon yaitu: a) Eselon II a
sebanyak 1 (satu) Jabatan; b) Eselon III a
sebanyak 5 (lima) Jabatan; dan c) Eselon IV a
sebanyak 21 (dua puluh satu) Jabatan, UPT, 24
orang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan 1
orang Jabatan Fungsional Perencana Program.
Dilihat dari struktur organisasinya
menunjukkan miskin struktur dan kaya fungsi,
sehingga struktur organisasi akan dapat
mengelola tugas pokok dan fungsinya
sehngga kinerja yang diharapkan oleh Gubernur
selaku Kepala Daerah dapat tercapai.
2. Kepegawaian
Mengacu pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya,
Widyaisawara berkedudukan sebagai pejabat
fungsional bidang kediklatan pada Lembaga
Diklat Pemerintah. Adapun tugas pokok
Widyaisawara adalah mendidik, mengajar, dan
melatih (Dikjartih) PNS, evaluasi dan
pengembangan diklat pada Lembaga Diklat
Pemerintah.
Jumlah PNS sebanyak 105 orang sangat
membantu untuk terselenggaranya Diklat dan
akan memperlancar pelaksanaan tugas
Widyaiswara, untuk perbandingan jumlah
Widyaiswara dibandingkan dengan jumlah PNS
di BPSDM Provinsi Riau yaitu 1:4, artinya 1
orang Widyaiswara dibantu oleh 4 orang PNS.
Kondisi PNS tersebut bila dilihat dari
pangkat dan golongan, maka ada sebanyak 87
orang memiliki golongan III dan IV, dan
sebanyak 18 orang memiliki golongan I dan II.
Hal ini sangat membantu Widyaiswara dalam
pelaksanaan tugasnya, karena sebanyak 82,86 %
memiliki pangkat dan golongan III dan IV
artinya mereka ini memiliki pengalaman dan
kompetensi yang memadai dalam melayani
Widyaiswara, sehingga pelaksanaan tugas-tugas
kewidyaiswaraan akan semakin mudah dan
lancar. Demikian pula dengan latar belakang
Pendidikan bahwa sebanyak 83 orang atau 79,04
% lulusan Perguruan tinggi, dan telah mengikuti
Pelatihan Penjenjangan 63 orang, semakin
tinggi latar belakang Pendidikan PNS maka
akan berbanding lurus dengan kemampuan
dalam menyelesaikan tugasnya dalam melayani
Widyaiswara, sehingga latar belakang
Pendidikan akan sangat mendukung dan
memperlancar pelaksanaan tugas Widyaiswara.
Dari data yang diperoleh tahun 2020 ini, bahwa
jumlah Widyaiswara sebanyak 23 orang yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 20 orang dan
perempuan sebanyak 3 orang, dengan
komposisi jabatan yaitu Widyaiswara Ahli
Utama, Widyaiswara Ahli Madya dan
Widyaiswara Ahli Muda, dengan menduduki
Pangkat, Gol./Ruang mulai dari Pembina, IV/a
sampai Pembina Utama Madya, IV/d.
Dari kepangkatan ini maka Widyaiswara
memiliki komposisi yang seimbang, karena
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
20
klasifikasi Widyaiswara dari pangkat/golongan
IV/a – IV/c sebanyak 16 orang atau 69,57 % dan
pangkat/golongan IV/d – IV/e sebanyak 7 orang
atau 30,43 %, hal ini menunjukkan bahwa
kompetensi dan tingkat pengalamannya sangat
memadai untuk melaksanakan tugas Dikjartih,
sehingga para Widyaiswara akan dapat
menerapkan metode pembelajaran andragogi
pada peserta Diklat dengan berbagi pengalaman
yang solutif dari pengalaman pribadinya.
Untuk pola rekrutmen Widyaiswara
dilakukan melalui pola Pendidikan dan Latihan
Calon Widyaiswara (Diklat Calon Widyaiswara
/Cawid) dan Pola Inpassing dari Pejabat
Struktural, hal ini ditunjukkan dengan jumlah
Widyaiswara dari pola rekruitmen Diklat
Calon Widyaiswara/Cawid sebanyak 15 orang
atau 65,22 %, sedangkan rekruitmen Pola
Inpassing sebanyak 8 orang atau 34,78 %. Hal
ini menunjukkan bahwa faktor rekruitmen
menjadi pendukung untuk penilaian kualitas
Widyaiswara secara keseluruhan, bahwa
rekruitmen pola Diklat Calon Widyaiswara/
Cawid lebih unggul dalam metodologi, variasi
dan inovasi pembelajaran, sedangkan
rekruitmen Pola Inpassing akan lebih unggul
pada pemecahan masalah (problem solving)
yang solutif karena didukung faktor pengalaman
sewaktu memanggu jabatan struktural, karena
f a k t o r p e n g a l a m a n m a s i n g - m a s i n g
Widyaiswara berbeda-beda.
Kemampuan Widyaiswara dalam
menggunakan teknologi multimedia dalam
proses belajar mengajar masih terbatas.
Meskipun banyak yang sudah menggunakan
namun sebatas teknologi sederhana seperti
bahan presentasi dengan menggunakan power
point. Itupun masih digunakan secara standar
dan mereka belum mampu memanfaatkan fitur-
fitur baru. Hal ini menyebabkan proses
pembelajaran tidak menarik dan berpotensi
membuat peserta pelatihan bosan dan tidak
termotivasi.
Sejalan dengan itu bahwa faktor umur
Widyaiswara juga berpengaruh pada
kemampuan menggunakan teknologi
multimedia. Dari data yang diperoleh umur
Widyaiswara berkisar antara 48 sampai dengan
63 tahun. Dalam menuju era Revolusi Industri
4.0 dengan mudah untuk mengkategorikan
Widyaiswara yang memahami teknologi
informasi, sehingga dalam pelaksanaan tugas
Dikjartih Widyaisawara sudah banyak yang
telah mengetahui teknologi multimedia dengan
menggunakan internet (Wifi) yang telah tersedia
di BPSDM Provinsi Riau, meskipun hanya
sebatas mengoperasionalkan komputer dengan
fitur-fitur standar dalam penampilan bahan
presentasi menggunakan power point, termasuk
belum mampu menghasilkan fitur-fitur baru
berupa fitur animasi dan template yang menarik
dan bervariasi. Pada akhirnya menyebabkan
proses pembelajaran tidak menarik dan
berpotensi membuat peserta pelatihan bosan
dan tidak termotivasi.
Pada saat ini kategori Widyaiswara yang
berumur lebih dari 50 tahun sebanyak 16 orang
atau 78, 26 % dan dianggap masih menggunakan
fitur-fitur standar, sedangkan Widyaiswara yang
berumur kurang dari 50 tahun sebanyak 7 orang
atau 21, 74 % sebahagian kecil sudah paham
dengan teknologi multimedia dan sebahagian
besar telah menggunakan fitur-fitur dan aplikasi
yang menarik dan bervariasi, sehingga
berpengaruh pada proses kediklatan terutama
pada penyusunan rencana pembelajaran yang
variatif dan inovatif menggunakan teknologi
multimedia, untuk itu Widyaiswara ini
disenangi oleh peserta Diklat karena proses
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
21
pembelajaran menarik dan berpotensi membuat
peserta pelatihan tidak bosan dan termotivasi
untuk lebih fokus dan aktif dalam proses
pembelajaran.
3. Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana
digunakan antara lain untuk melaksanakan tugas
pokok Widyaisawara adalah mendidik,
mengajar, dan melatih (Dikjartih) PNS, evaluasi
dan pengembangan diklat, serta menunjang
kegiatan ketatausahaan atau administrasi
perkantoran, pembinaan dan pelayanan dalam
upaya peningkatan kualitas kinerja sumber daya
manusia/aparatur sipil negara serta penunjang
pelaksanaan program dan kegiatan BPSDM
Provinsi Riau.
Sarana dan prasarana yang dimiliki
BPSDM Provinsi Riau saat ini mengacu pada
standar yang telah ditetapkan pada Peraturan
Gubernur Riau Nomor 140 Tahun 2015 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Sarana
prasarana yang dimiliki BPSDM Provinsi Riau
adalah sarana prasarana eks Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan pada
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Daerah (BKP2D) Provinsi Riau yang
merupakan unit kerja eselon III. Saat ini
BPSDM Provinsi Riau merupakan perangkat
daerah eselon II yang memiliki 5 (lima) eselon
III dan 15 (lima belas) eselon IV. Terkait dengan
Sarana Gedung, maka terdapat 1 (satu) unit
Gedung digunakan oleh UPT Uji Kompetensi
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi
Riau dengan status pinjam pakai.
Untuk melihat kondisi eksisting dan
gambaran prasarana dan sarana yang dimiliki
dan dikuasai untuk mendukung pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi serta pelayanan di
BPSDM Provinsi Riau yaitu Gedung Kantor
yang terletak di Jln. Ronggowarsito No. 14 2Pekanbaru dengan luas tanah sebesar 27.330 m .
Adapun prasarana yang dimiliki terdiri dari: 1)
Ruang Kepala Badan; 2) Ruang Sekretariat; 3)
Ruang Sekretaris; 4) Ruang Bidang Sertifikasi,
Kompetensi dan Penjamin Mutu; 5) Ruang
Bidang Pengembangan Kompetensi Manajerial;
6) Ruang Bidang Pengembangan Kompetensi
Teknis Inti dan Pengembangan Integritas; 7)
Ruang Bidang Pengembangan Kompetensi
Teknis Umum dan Fungsional; 8) Ruang Kelas I
(Kuantan); 9) Ruang Kelas II (Bengkalis); 10)
Asrama Rokan (A) kapasitas 10 kamar; 11)
Asrama Kampar (B) kapasitas 14 kamar; 12)
Asrama Indragiri (C) kapasitas 14 kamar; 13)
Asrama Siak (D) kapasitas 15 kamar; 14)
Asrama Peserta; 15) Aula Balai Tuah Karya
Abdi Negara; 16) Ruang Rapat Meranti; 17)
Ruang Widyaiswara; 18) Ruang Komite
Penjamin Mutu BPSDM; 19) Ruang makan
Cempaka; 20) Rumah Dinas; 21) Ruang
Kesehatan; 22) Ruang Perpustakaan; 23)
Mushola Al-Aqsa; dan 24) Sarana Olah Raga.
Sarana dan prasarana diatas, sudah
dianggap memadai untuk melaksanakan
pelatihan di BPSDM Provinsi Riau. Namun
dalam melaksanakan pembelajaran yang
inovatif menuju era revolusi industri 4.0 masih
memerlukan dukungan sarana dan prasarana
menggunakan Teknologi Informasi. Adapun
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
mendukung menuju era revolusi industri 4.0
yaitu: 1) Ruang komputer; 2) Komputer/Laptop;
3) Fasilitas pembelajaran dengan pemanfaatan
teknologi informasi: aplikasi e-learning, video
conference atau teknologi informasi lainnya
sesuai kebutuhan pembelajaran; 4) Ruang
Multimedia dan perangkatnya; dan 5) Perangkat
Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning
Management System).
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
22
Tersedianya sarana dan prasarana
diatas, menjadikan Widyaiswara akan bekerja
secara baik dengan memanfaatkan media
yang ada dalam rangka inovasi pembelajaran
daring menuju era revolusi industri 4.0.
Pemanfaatan media dilengkapi dengan
perangkat teknologi informasi multimedia akan
dapat meningkatkan kemampuan dan inovasi
pembelajaran, sehingga seorang Widyaiswara
menjadi digital minded.
Dalam mengimplementasikan Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 2020 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 11
Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, maka
BPSDM Provinsi Riau dalam pengelolaannya
m e n e r a p k a n m e t o d e p e n g e m b a n g a n
kompetensi secara terintegrasi, bahwa
pengembangan kompetensi bagi setiap PNS
dilakukan paling sedikit 20 jam pelajaran
melalui pendekatan sistem pembangunan
terintegrasi (Corporate University). Adapun
konsep Corpu ASN adalah metode
pembelajaran bagi ASN yang memadukan
pendekatan klasikal dan non klasikal di
tempat kerja untuk mendukung pencapaian
strategi organisasi dan kebijakan nasional.
Sedangkan metode pembelajaran: 1) Formal
learning: 10% terdiri dari: a) Training; a) Self-
study; 2) Social learning: 20% terdiri dari: a)
Feedback; b) Coaching; c) Mentoring; dan 3)
Experiential social learning: 70% terdiri dari: a)
Project assignment; b) Special assignment; c)
On the job teaching; d) On the job training; e)
Task force Assignment; dan f) Rotation.
Untuk metode pembelajaran Social
learning dan Experiential social learning fokus
pada non training Development Program.
Upaya peningkatan kompetensi bagi
PNS, dilaksanakan untuk seluruh jumlah PNS di
Provinsi Riau sebanyak 16.220 (data BKD
Provinsi Riau per April 2019) serta jumlah PNS
dari Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi
Riau sebanyak 73.147 orang (data tahun 2018),
sehingga kebijakan yang terbaik dengan
melaksanakan konsep Corpu ASN.
M e n g u t i p p o r t a l g u r u b e r b a g i
Kemendikbud oleh Wuryanto Puji Siswoyo
mengatakan: Pembelajaran daring dapat
memanfaatkan teknologi sebagai media.
Pembelajaran daring menurut The Report of the
Commission on Technology and Adult Learning
(2001) dalam Bonk Curtis J. (2002, hlm. 29)
defines e-learning as “instructional content or
learning experiences delivered or enabled by
electronic technology”. Oleh karena itu,
pembelajaran daring memerlukan siswa dan
guru berkomunikasi secara interaktif dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, seperti media komputer/gawai
dengan internet, telepon atau faks. Pemanfaatan
media ini bergantung pada struktur materi
pembelajaran dan tipe-tipe komunikasi yang
diperlukan.
4. Program Pelatihan
BPSDM Provinsi Riau tahun 2020 ini
telah melaksanakan dengan PJJ yaitu: 1)
Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Meranti 1 (satu)
Angkatan; 2) Pelatihan Kepemimpinan
Pengawas di lingkungan Pemerintah Provinsi
Riau sebanyak 1 (satu) Angkatan; dan 3)
Pelatihan Kepemimpinan Administrator di
lingkungan Pemerintah sebanyak 1 (satu)
Angkatan.
Fokus dalam PJJ ini adalah kemampuan
Widyaiswara dalam menggunakan teknologi
multimedia dalam proses pembelajaran. Untuk
Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau masih
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
terbatas kemampuannya dalam menggunakan
tekno log i mul t imedia da lam proses
pembelajaran, akan tetapi sudah banyak juga
Widyaiswara yang menggunakan teknologi
multimedia, namun hanya sebatas teknologi
multimedia yang sederhana saja seperti dalam
penyampaian bahan presentasi dengan
menggunakan power point secara standar, dan
belum mampu memanfaatkan fitur-fitur baru,
apalagi yang tersambung dengan web.
Kondisi ini disebabkan faktor umur
Widyaiswara berkisar antara 48 sampai dengan
63 tahun atau tidak masuk kategori kaum
milenial, karena menuju era Revolusi Industri
4.0 Widyaiswara wajib memahami teknologi
multimedia, untuk mendukung pelaksanaan
tugas Dikjartih. Apabila proses pembelajaran
dilakukan dengan menggunakan teknologi
multimedia menggunakan fitur-fitur atau
template yang menarik dan berbagai aplikasi
pembelajaran terbaru berupa animasi, maka
peserta Diklat akan termotivasi untuk aktif,
tidak bosan dan akan menyenangkan.
Dilihat dari kemampuan Widyaiswara
BPSDM Provinsi Riau dalam menggunakan
teknologi digital saat ini dapat menggambarkan
hasil output penyelesaian tugasnya. Dari 23
orang Widyaiswara diperoleh data melalui
observasi di lapangan, bahwa sebanyak 3 orang
(13,04 %) sudah mahir menggunakan
komputer/laptop, 17 orang (73.92 %) bisa
menggunakan komputer/laptop dengan fitur
standar, dan 3 orang (13,04 %) belum bisa
menggunakan komputer/laptop.
Untuk mengetahui produktifitas hasil
kerja Widyaiswara yang di atas, maka 3 orang
yang sudah mahir menggunakan komputer/
laptop akan menghasilkan variasi pembelajaran
menarik dengan inovasi. Sebagai contoh sudah
dapat menayangkan bahan tayangan yang
menarik, membuat dan mengedit video dan
menayangkannya sendiri, menayangkan materi
faktual dan update yang di-browsing dari internet
yang tersambung dengan wifi dan menggunakan
audio visual serta video conference. Untuk itu
dapat dikatakan Widyaiswara ini dapat
dikategorikan mampu menggunakan komputer/
laptop yang tersambung dengan TI secara online
sehingga dapat menghasilkan pembelajaran
secara kreatif/unik dan inovatif.
Sedangkan 17 orang Widyaiswara hanya
mampu menggunakan komputer/laptop dengan
fitur standar, dengan hasilnya bahan tayang
standar yaitu hanya dapat meng-copy untuk
menampilkan gambar/foto dan video. Selain itu
masih belum mampu menghasilkan bahan tayang
animasi dan bergerak.
Untuk 3 orang Widyaiswara belum bisa
menggunakan komputer/laptop, masih sebatas
hanya bisa menghidupkan dan mematikan
komputer/laptop, untuk menggunakan untuk
keperluan pengetikan dan pembuatan bahan
tayang masih meminta bantuan orang lain.
Dalam PJJ (Distance Learning) setiap
Widyaiswara wajib menyiapkan bahan persiapan
mengajar sesuai dengan spesialisasinya. Untuk
itu ketertiban dalam penyerahan bahan persiapan
mengajar ini menjadi bagian penting dari proses
pembelajaran antara lain Rancang Bangun
Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan
Rencana Pembelajaran, Bahan Tayang, Video
Instruksi Belajar, Tugas Learning Jurnal, Tugas
Merancang Nilai Dasar ANEKA (bagi Latsar
CPNS) dan T ugas Pembahasan Kasus.
Widyaiswara yang sudah mahir akan
menggunakan teknologi multimedia sebagai
media pembelajaran untuk memvariasikan
metode dan teknik pembelajaran seperti
23
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
penggunaan Google Classroom (GCR) dalam
penyampaian materi dan bahan tayang,
pemberian tugas dan penyampaian evaluasi atau
penilaiannya, sedangkan untuk video
conference menggunakan aplikasi Zoom Cloud
Meeting (ZCR), Webex dan Lark. Untuk pre-
test dan post-test menggunakan aplikasi Quizizz
atau Kahoot, menunjuk peserta dalam diskusi
menggunakan apl ikasi roul lete , saat
brainstorming menggunakan aplikasi Jam
Board atau Mentimeter, dan banyak lagi aplikasi
yang digunakan. Selain itu membuat sendiri
video pembelajaran dengan menggunakan
aplikasi Movavi, Filmora, Adobe Primier yang
diupload ke Link Youtube, dan men-download
video dari Youtube. Ada lagi untuk aplikasi
Corel Draw dan Photoshop membuat gambar
serta aplikasi Canva untuk membuat gambar
dan video.
Menurut Purwanto (2000), bahwa
inovasi tak akan pernah berhenti karena manusia
menginginkannya, dan sebagai individu,
manusia selalu mencari ide, cara dan objek-
objek baru yang dapat memenuhi mutu
kehidupannya. Untuk itu Widyaiswara agar
terus melakukan inovasi PJJ agar dapat proses
belajar mengajar yang menarik bagi peserta
Diklat. Namun menurut Prof. Johanes Basuki,
(2018), mengatakan: Intinya, pernyataan
tersebut dapat dimaknai bahwa pada hakekatnya
“Inovasi dapat meliputi penciptaan kembali atau
adaptasi dari suatu inovasi di lokasi lain, konteks
pada periode waktu”.
Dari kondisi diatas, maka Widyaiswara
yang belum memiliki kemampuan dan inovasi
dalam teknologi pembelajaran pada PJJ
(distance learning) disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain: 1) Belum lengkapnya sarana
dan prasarana yang mendukung terhadap
teknologi pembelajaran yang inovatif menuju
Era Revolusi Industri 4.0 seperti penggunaan
komputer/laptop yang didukung dengan
teknologi informasi berbasis web atau
tersambung dengan jaringan wifi; 2) Belum
semua Widyaiswara telah mendapatkan
pengembangan kompetensi di dalam
mengembangkan kemampuan e-trainer atau
secara daring dalam merancang inovasi
pembelajaran menuju era Revolusi Industri 4.0;
3) Rendahnya kemauan Widyaiswara
dalam merancang pembelajaran yang inovatif,
terutama dalam menyusun RBPMB/RP secara
daring, namum belum dijadikan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran; 4)
Kurangnya diskusi dan interaksi sesama
Widyaiswara untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam PJJ terutama pada
Widyaiswara pengampu materi dengan agenda
yang sama; dan 5) Rendahnya pengawasan dari
penyelenggara dalam memantau Widyaiswara
apakah proses pembelajaran sesuai dengan
rancangan yang disusun atau tidak. Hampir
seluruh Widyaiswara BPSDM Provinsi Riau
terlambat menyampaikan persiapan atau
p e r e n c a n a a n p e m b e l a j a r a n s e b e l u m
melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam Buku Modul Pe la t ihan
Kewidyaiswaraan berjenjang Tingkat Tinggi
Inovasi Sistem Diklat disebut menurut pendapat
Michael Armstrong (2007) dalam pada Mata
Pelatihan Inovasi Sistem Diklat menyebutkan:
sumber daya manusia (SDM) sebagai “an
organization's most valued assets–the people
working there, who individually and collectively
contribute to the achievement of its objectives”.
Dengan posisinya sebagai aset, maka tentunya
sumber daya manusia merupakan modal
organisasi. Segala pengeluaran untuk
24
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
meningkatkan kompetensi ASN seharusnya
dianggap sebagai investasi, yang pada
gilirannya akan mengembalikan hasil yang
berlimpah. Oleh karena itu dalam manajemen
sumber daya manusia, maka sumber daya
manusia ditetapkan sebagai aset organisasi yang
sangat berharga dalam berbagai literatur.
Secara umum Widyaiswara itu masih
bisa untuk meningkatkan kemampuan dalam
teknologi pembelajaran pada PJJ (distance
learning) menuju era Revolusi Industri 4.0. Hal
ini disampaikan oleh Deputi Kebijakan
Pengembangan Kompetensi ASN LAN RI,
bahwa Widyaiswara pada era new normal ini
wajib memiliki kemampuan penguasaan 1)
Digital literasi (Digital literacy); 2) Sosial
literasi (Social literacy); 3) Penyelesaian
masalah (Problem solving) diantaranya
Kreatifitas (Creativity), Berfikir kritis (Critical
Thinking), Kolaborasi (Collaboration) dan
Komunikasi (Communication).
Pada akhirnya, Pembelajaran Daring di
BPSDM Provinsi Riau Era New Normal
dirasakan masih belum efektif, untuk itu perlu
dilakukan: 1) Melengkapi sarana dan prasarana
yang terkait dengan teknologi multimedia; 2)
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan baik
Widyaiswara maupun penyelenggara terutama
Personal in Charge (PIC) dalam penggunaan
teknologi multimedia; 3) Community of practice
yaitu metode pembelajaran dengan cara berbagi
pengalaman dan pengetahuan dari kelompok
profesi, dilakukan dengan memanfaatkan
talenta yang dimiliki komunitas widyaiswara
(LAN RI, 2019); 4) Membuat Rumah Cerdas
Widyaiswara; dan 5) Memberikan penghargaan
(reward) dan sanksi (punishment) dari pimpinan
apabila tidak sesuai dengan kinerja atau
melanggar aturan/ketentuan, termasuk
pelanggaran etika profesi.
BPSDM Provinsi Riau dapat lebih
efektif melaksanakan pembelajaran daring di
era new normal dengan meningkatkan
kemampuan Widyaiswara menggunakan
komputer berbasis teknologi multimedia (web)
akan lebih cepat dan bervariasi dalam membuat
persiapan bahan mengajar sesuai dengan
kebutuhan peserta Diklat. Begitu pula dalam
proses pembelajarannya dapat menampilkan
media pembelajaran yang variatif, inovatif dan
pada akhirnya peserta Diklat dalam suasana
yang senang, gembira dan tidak monoton.
IV. REKOMENDASI
Rekomendasi untuk efekt i f i tas
pembelajaran daring di BPSDM Provinsi Riau
era new normal antara lain:
1. Membentuk Komunitas Belajar/
Community of Practices/Networking
yaitu metode pembelajaran dengan cara
berbagi pengalaman dan pengetahuan
d a r i k e l o m p o k p r o f e s i , d a n
pembelajaran ini dilakukan di tempat
kerja secara klasikan maupun daring;
2. Membentuk Coaching Clinic yaitu
melatih, mengarahkan, memotivasi,
mendampingi, memberdayakan, dan
memaksimalkan;
3. M e l a k u k a n M e n t o r i n g y a i t u
pembimbingan untuk peningkatan
kinerja melalui transfer pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dari
orang yang lebih berpengalaman pada
bidang yang sama; dan
4. Mengoptimalkan Laboratorium Inovasi
y a i t u m e n e l u r k a n p e m i k i r a n
pembaharuan/inovatif secara esensial
yang harus dilakukan untuk upaya
meningkatkan mutu kediklatan.
25
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. H. Afifudin, M.M. (2017).
Dasar-Dasar Manajemen. Bandung:
Alfa Beta.
2. Ibrahim, M.Sc. (2000). Inovasi
Pendidikan. Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfa
Beta.
4. Lembaga Administrasi Negara. (2015).
P a n d u a n P e n y e l e n g g a r a a n
Laboratorium Inovasi Administrasi
Negara. Jakarta: LAN.
5. Lembaga Administrasi Negara. (2016).
Modul Diklat Kewidyaiswaraan
Berjenjang Tingkat Tinggi, Inovasi
Sistem Diklat. Jakarta: LAN.
26
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
27
Tingkat Penerapan Materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi Penyuluh
Pertanian Ahli di Provinsi Riau
Harmet
Widyaiswara Ahli Madya
UPT Pelatihan dan Penyuluh Pertanian, Dinas PTPH Provinsi Riau
Abstrak
Keberhasilan dari suatu pelatihan dapat diindikasikan melalui peningkatan pengetahuan, sikap,
dan kemampuan dari peserta pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari penerapan materi pelatihan di
lapangan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah "Bagaimana tingkat penerapan materi pelatihan
di lapangan setelah mengikuti pelatihan?". Sementara tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa tingkat penerapan materi pelatihan di lapangan setelah mengikuti pelatihan. Penelitian
dilaksanakan pada suatu Pelatihan Dasar Fungsional yang ditujukan untuk Penyuluh Pertanian Ahli di
Provinsi Riau. Responden pada penelitian ini merupakan para Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang
telah mengikuti Pelatihan Dasar, serta Atasan dan Rekan Kerja dari Penyuluh Pertanian Ahli. Teknik
pengumpulan data dilakukan menggunakan aplikasi Google Form, wawancara, dan studi pustaka.
Teknik statistik yang digunakan dalam bentuk persentase. Hasil dari penelitian yaitu tingkat penerapan
materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI Tahun 2018 di UPT
Balai Pelatihan Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang sudah diterapkan di lapangan oleh Penyuluh
Pertanian Ahli sebesar 9131 (Tinggi).
Kata Kunci : Penerapan Materi dan Pelatihan
Abstract
The success of a training is indicated by changing the knowledge, attitudes and skills of the
trainees. This can be seen from the application of the training material in the field. The formulation of
this research problem are. How is the level of application of training materials in the field after
participating in training,. While the purpose of the research is : To know the level of application of
training materials in the field after participating in training. The research was carried out in a
Functional Basic Training for Expert Agriculture Instructors in Riau Province. Respondents are Expert
Agriculture Instructors who have participated in training, their Supervisors and their Co-Workers.
Data collection techniques are using the Google form application, Interview by phone and study of
literature. The statistical technique use is in the form of a percentage. The results are The level of
application of Functional Basic Training materials for Agricultural Extension Of Force VI Experts in
2018 at upt Agricultural Extension Training Center of Riau Province has been applied in the field by the
Average Expert Agricultural Extension of 91.31 (High).
Keywords : Application of Material and Training
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
28
1. PENDAHULUAN
Keberhasilan dalam suatu organisasi
mencapai tujuannya dipengaruhi oleh peran
penting dari sumber daya manusia (SDM).
Kualitas sumberdaya manusia tak kalah penting
dalam memberi dukungan dalam pelaksaaan
pekerjaan dalam mencapai keberhasilan. Hal
inilah yang mendasari bahwa peningkatan
kemampuan sumber daya khususnya Aparatur
Sipil Negara (ASN) perlu dilakukan secara terus
menerus karena kualitas sumberdaya manusia
menjadi isu strategis yang digunakan untuk
mencapai keberhasilan.
Peningkatan kualitas SDM oleh,
Pemerintah Provinsi Riau melalui Visi
Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Tahun
2019-2024 yaitu: Terwujudnya Riau yang
Berdaya saing, Sejahtera, Bermartabat dan
Unggul di Indonesia (Riau Bersatu). Salah satu
misinya adalah Mewujudkan sumber daya
manusia yang Beriman, Berkualitas, dan
Berdaya Saing Melalui Pembangunan Manusia
Seutuhnya.
Pembangunan SDM Dinas Pangan,
Tanaman Pangan dan Hortikultura pada
umumnya dan khususnya Penyuluh Pertanian di
Provinsi Riau merupakan salah satu tugas dari
Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan
Hortikultura (Dinas PTPH) Provinsi Riau,
dengan Unit Pelaksana Teknisnya Balai
Pelatihan Penyuluh Pertanian (UPT-BPPP)
Provinsi Riau yang bertanggung jawab
melakukan pelatihan bagi Penyuluh Pertanian
dan stakeholder di bidang pertanian.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Riau
(2017), tentang Pembentukan Unit Pelaksana
Teknis Pada Dinas Tanaman Pangan
Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau.
UPT-BPPP Provinsi Riau mengemban tugas
untuk melaksanakan sebagian kegiatan Teknis
Operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang
Dinas PTPH di Bidang Pelatihan Penyuluh
Pertanian. Sedangkan jenis-jenis pelatihan yang
dilaksanakan berupa a). Pelatihan teknis
pertanian, b) Pelatihan fungsional pertanian c)
Pelatihan admnistrasi dan manajemen.
Beberapa pelatihan yang telah dilakukan
oleh UPT-BPPP Provinsi Riau terhadap
Penyuluh Pertanian adalah Pelatihan Teknis
Pertanian, Pelatihan Dasar Fungsional Bagi
Penyuluh Pertanian Terampil dan Pelatihan
Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian
Ahli. Untuk hal tersebut dipandang perlu
memberikan pembekalan kepada Penyuluh
Pertanian Ahli dalam bentuk suatu pelatihan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah
tersebut, maka dalam melakukan peningkatan
kemampuan Penyuluh Pertanian sesuai
kompetensi jabatan, Kementerian Pertanian
selaku pembina wajib melaksanakan pelatihan
fungsional bagi Penyuluh Pertanian. Hal ini
t e l a h d i a m a n a t k a n p a d a M e n t e r i
Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), bahwa
PNS yang akan/setelah menduduki jabatan
fungsional Penyuluh Pertanian harus mengikuti
Diklat Dasar: Terampil, Alih Kelompok dan
Ahli.
Sebagai bahan tindak lanjut dari
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara, maka Balai Pelatihan Pertanian (BPP)
Jambi sebagai salah satu UPT Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian
bekerjasama dengan UPT-BPPP Provinsi Riau.
Kerjasama dalam penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian Ahli
Angkatan VI yang diperuntukan bagi Tenaga
Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian
(THL-TBPP). Tujuan dari pelaksanan pelatihan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
29
ini adalah untuk meningkatkan kompetensi
peserta sebagai penyuluh pertanian dan
memenuhi salah satu persyaratan untuk
menduduki Jabatan Fungsional Penyuluh
Pertanian Ahli.
Suatu program pelatihan umumnya
diselenggarakan secara bertahap meliputi: 1).
Tahapan perencanan dimulai dengan perumusan
kebutuhan pelatihan, penyusunan kurikulum
dan silabus; penentuan metodologi; penyusunan
bahan pelatihan; penentuan jumlah jam berlatih;
pemilihan pola pelatihan; penetapan ketenagaan
pelatihan; dan penyediaan prasarana dan sarana
pelatihan. 2). Tahapan pelaksanaan pelatihan
meliputi kegiatan persiapan pelatihan;
rekrutmen peserta; kepanitiaan; tempat pelak-
sanaan; sertifikasi; evaluasi penyelengaraan
pelatihan; dan pelaporan pelatihan. 3). Evaluasi
pasca pelatihan yang dilakukan dalam menilai
hasil Pelatihan dengan beberapa paramater yaitu
tingkat efektivitas dan penerapan hasil berlatih
pada organisasi/ lingkungan kerja atau usaha
Penyuluh Pertanian (Kementerian Pertanian,
2018).
Ada beberapa jenis atau model evaluasi
dalam kediklatan, salah satunya mengacu pada
four level training evaluation oleh Kirkpatrick,
D dan Kirkpatrick, J. yaitu evaluasi reaksi
(Evaluating Reaction), evaluasi pembelajaran
(Evaluating Learning), evaluasi pada prilaku
(Evaluating Behavior) dan evaluasi hasil
(Evaluating Results) (Kirkpatrick J dan
Kirkpatrick D, 2006).
Pelatihan Dasar Fungsional Bagi
Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI untuk
tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaan
telah dilaksana-kan pada Tahun 2018. Dalam
penyelengaraan pelatihan tersebut juga telah
dilakukan evaluasi reaksi dan evaluasi
pembelajaran. Menurut BPP Jambi (2018) rata-
rata rekapitulasi evaluasi kepuasan peserta
aparatur terhadap penyelenggaraan pelatihan
sebesar 4,57 (Sangat Baik). Sedangkan evaluasi
pembelajaran dengan nilai Pre Test sebesar
57,20 sedangkan nilai Post Test sebesar 79,47.
Terjadi peningkatan kemampuan Penyuluh
Pertanian sebesar 38.93 (Cukup). Selanjutnya
Hasil rekapitulasi Pemahaman Materi dengan
nilai rata-rata 3,7 (Menguasai). Sedangkan
Evaluasi prilaku dan hasil belum dilakukan.
Beberapa hasil penelitian yang terkait
dengan Pelatihan Dasar Fungsional dan
Penerapannya yaitu: Hasil penelitian
menyatakan bahwa dilaksanakannya pelatihan
dasar fungsional bagi penyuluh pertanian efektif
dalam menunjang pelaksanaan tugas dari
peserta pasca pelatihan (Wahyudi dan Adhi,
2019) . Sela jutnya Andayani (2018) ,
membuktikan bahwa tingkat penerapan materi
yang dilakukan oleh Penyuluh Pertanian rata-
rata mencapai 4,02 atau setara dengan 80,40 %
dan kebermanfaatan materi pelatihan rata-rata
mencapai 4,02 atau setara dengan 80,40 %.
Sedangkan untuk Pelatihan Dasar
Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli
Angkatan VI Tahun Anggaran 2018 di UPT
BPPP Provinsi Riau belum diketahui Tingkat
Penerapan Materi Pelatihan tersebut di atas,
sehingga bagaimana tingkat penerapan dari
materi pelatihan setelah mengikuti pelatihan
belum diketahui. Untuk itu pentingnya
dilakukan Penelitian untuk mengetahui Tingkat
Penerapan Materi pelatihan bagi Penyuluh
Pertanian. Hasil Penelitian ini selanjutnya dapat
dijadikan dasar bagi penyelenggara pelatihan
dalam memperbaiki pelaksanaan pelatihan.
Memperhatikan latar belakang di atas
dapat diciptakan suatu rumusan masalah sebagai
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
30
berikut: Bagaimana tingkat penerapan materi
pelatihan di lapangan setelah mengikuti
pelatihan?. Selanjutnya juga Tujuan Penelitian
adalah untuk menganalisa tingkat penerapan
materi pelatihan di lapangan setelah mengikuti
pelatihan.
2. METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari sampai April 2020 di Provinsi Riau.
Populasi pada penelitian ini merupakan
para Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang
telah ikut pada Pelatihan Dasar Fungsional
Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI ProvinsI
Riau Tahun 2018. Kuesioner dikirim kepada
semua populasi sebanyak 30 orang.
Selain Penyuluh Pertanian, yang
menjadi responden dalam penelitian ini juga
Atasan Penyuluh Pertanian. Responden
selanjutnya adalah Rekan Kerja Penyuluh
Pertanian, yang sama-sama mengikuti pelatihan
Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian Ahli
Angkatan VI Tahun 2018, yang sama-sama
berada pada Balai Penyuluhan Pertanian yang
sama.
Tekn ik pengumpulan da ta a ) .
Menggunakan kuesioner dengan mengunakan
Aplikasi Google Form. b). Wawancara dan
c).Studi pustaka.
Jenis dan sumber data meliputi 1). Data
primer dari kuesioner 2).Data sekunder.
Sedangkan teknik statistik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah persentase. Berikut
rumus yang digunakan (Munggaran, 2012) :
Dimana :
A = Persentase
f = Frekuensi dari setiap jawaban yang
dipilih
n = Jumlah
100% = Konstanta
Kemudian persentase yang didapat
ditunjukkan ke dalam kategori berikut:
Tabel 1. Kategori Persentase
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Penerapan Mater i Pers iapan
Penyuluhan Pertanian
Hasil penelitian terhadap penerapan
materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi
Penyuluh Pertanian Ahli di Provinsi Riau. Dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:
Gb. 1 : Tingkat penerapan materi pelatihan kegiatan persiapan penyuluhan Pertanian.
Tingkat penerapan materi pelatihan
terlihat bahwa hampir semua materi pelatihan
pada bahagian kegiatan persiapan penyuluh
pertanian sudah diterapkan oleh Penyuluh
Pertanian di wilayah kerjanya. Kegiatan yang
fP = --------- x 100 %
n
No. Persentase Kategori
1. < 33 % Rendah
2. 33 - 66 % Sedang
3. > 66 % Tinggi
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
31
sudah diterapkan oleh Penyuluh Pertanian
hingga 100 % (Tinggi) yaitu Melakukan
Identifikasi Potensi Wilayah (IPW), Menyusun
Programa Penyuluhan Pertanian, Menyusun
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian
(RKTPP).
Hasil responden dari Penyuluh
Pertanian didukung oleh Atasan Penyuluh
Pertanian yang menyatakan bahwa Penyuluh
Pertanian sudah menerapkan materi pelatihan
yaitu: 1).Melakukan IPW, 2).Menyusun
Programa Penyuluhan Pertanian, 3).Menyusun
RKTPP sebesar 100 % (Tinggi).
Selanjutnya Rekan Kerja Penyuluh
Pertanian juga mendukung pernyataan
Penyuluh Pertanian. Dimana Penyuluh
Pertanian telah menerapkan materi pelatihan
yaitu 1). Melakukan IPW, 2). Menyusun
Program Penyuluhan Pertanian, 3). Menyusun
RKTPP sebesar 97,22 %. (Tinggi).
Penyuluh Pertanian sudah menerapkan
materi di atas sebanyak 100 % (Tinggi) dengan
beberapa alasan: 1).Adanya tambahan
pengetahuan, keterampilan yang baru selama
pelatihan 2). Adanya dorongan atau keinginan
untuk menjadi penyuluh yang lebih baik, 3).
Lebih terarah dalam menyiapkan materi yang
akan disampaikan, 4). Pelatihan dapat merubah
cara kerja yang sebelumnya menjadi lebih baik.
Selanjutnya atasan penyuluh pertanian
juga memberikan beberapa alasan terkait
motivasi kerja penyuluh 1). Semangat kerja
meningkat, 2). Penambahan ilmu pengetahuan
dapat lebih mudah dalam penyuluhan dan
menambahkan percaya diri 3). Disiplin bekerja
meningkat 4). Materi pelatihan sesuai dengan
kondisi lapangan.
Menurut Rekan Kerja Penyuluh bahwa
tingginya tingkat penerapan materi pelatihan
dikarenakan 1).Meningkatnya kemampuan dan
keterampilan penyuluh, 2).Meningkatnya
kualitas kerja 3).Mempermudah penyuluhan
dilapangan, dan 4).Merupakan tugas pokok
seorang penyuluh.
b. Penerapan Materi Pelaksanaan
Penyuluhan Pertanian
Pada grafik di Gambar 2, terlihat rata-
rata 97,33 % (Tinggi), Penyuluh Pertanian
sudah menerapkan materi pelatihan berupa:
1).Menyusun Materi Penyuluhan Pertanian,
2).Melakukan kunjungan tatap muka, 3).
Menumbuhkan a tau mengembangkan
kelembagaan kelompok tani, 4).Penggunaan
media dalam melakukan penyuluhan pertanian
dan 5).Penggunaan beberapa metoda dalam
penyuluhan.
Gb. 2 Tingkat penerapan materi pelatihan kegiatan pelaksanaan penyuluhan Pertanian
Hasil dari responden Atasan Penyuluh
Pertanian menyatakan bahwa rata-rata sebesar
91,11 % (Tinggi) sudah menerapkan materi
pelatihan berupa 1).Menyusun materi
Penyuluhan Pertanian, 2) .Melakukan
kunjungan tatap muka sana pada petani
perorangan/kelompok tani, 3).Penumbuhan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
32
atau pengembangan kelembagaan kelompok
tani, 4).Pengunaan media dalam melakukan
penyuluhan pertanian dan 5).Penggunaan
beberapa metoda dalam penyuluhan.
Selanjutnya menurut Atasan Penyuluh
Pertanian belum diterapkannya materi
Penumbuhan atau pengembangan kelembagaan
kelompok tani sebesar 11,11 % dikarenakan
1).Penyuluh Pertanian baru mutasi dari
Kecamatan lain, 2).Tidak ingin/termotivasi
untuk menerapkan. 3).Sibuk dengan tugas lain
di kantor. Sedangkan belum diterapkannya
penggunaan beberapa media dalam penyuluhan
sebesar 13,59 % (Rendah) disebabkan oleh :
1).Karena baru mutasi, 2).Tidak tersedianya
dana, sarana, prasarana yang tidak memadai,
3).Situasi tidak kondusif, Begitu juga dengan
belum diterapkannya penggunaan beberapa
metoda dalam penyuluhan sebesar 7,41 %
dikarenakan 1).Tidak termotivasi dalam
menerapkan dan 2).Tidak ada bimbingan
lanjutan.
Hasil Responden Rekan Kerja Penyuluh
Pertanian menyatakan dari materi 1).Melakukan
kunjungan tatap muka pada petani perorangan/
kelompok tani, 2). Pengunaan media dalam
melakukan penyuluhan pertanian dan
3).Penggunaan beberapa metoda dalam
penyuluhan, sudah diterapkan 100 %.
Sedangkan untuk materi 1). Menyusun Materi
Penyuluhan Pertanian, dan 2). Penumbuhan atau
pengembangan kelembagaan kelompok tani
rata-rata sebesar 91, 67 %.
c. P e n e r a p a n M a t e r i E v a l u a s i
Pelaksanaan dan Evaluasi Dampak
Pada Gambar 3 di bawah ini, untuk
materi pelatihan 1).Melaksanakan evaluasi
pelaksanaan penyuluhan dan 2).Melaksanakan
evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan baru
diterapkan oleh responden Penyuluh Pertanian
rata-rata sebesar 73,34 % (Tinggi).
Penyuluh Pertanian yang menyatakan
belum menerapkan evaluasi pelaksanaan
penyuluhan dan evaluasi dampak pelaksanaan
penyuluhan rata-rata sebesar 26,66 % (Rendah).
Alasan Penyuluh Pertanian yang belum
melaksanakan kedua kegiatan karena 1).Kurang
memahami materi pelatihan, 2).Kurangnya
keterampilan, 3).Situasi yang tidak kondusif, 4).
Sarana dan prasarana yang kurang lengkap, 5).
Tidak tersedia dana, 6).Pindah tempat tugas 7).
Tidak adanya bimbingan lanjutan. 8).Sibuk
dengan tugas kegiatan.
Gb. 3 Tingkat penerapan materi pelatihan Evaluasi dan Evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan
Selanjutnya menurut Atasan Penyuluh
Pertanian pada kegiatan Evaluasi pelaksanaan
penyuluhan dan Evaluasi Dampak pelaksana
Penyuluhan yang belum menerapkan sebesar
31,48 % (Rendah). Hal ini juga didukung alasan
Atasan Penyuluh Pertanian yang mirip dengan
responden Penyuluh Pertanian yaitu : 1).Kurang
memahami materi pelatihan, 2).Kurang
pengetahuan dan kurangnya keterampilan,
3).Situasi tidak kondusif, 4).Sarana dan
prasarana tidak lengkap, 5).Sibuk dengan tugas
lain di kantor 6).Tidak ada bimbingan lanjutan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
33
Menurut Rekan Kerja Penyuluh
Pertanian pada kegiatan Evaluasi pelaksanaan
penyuluhan dan evaluasi dampak pelaksanaan
penyuluhan pertanian, Penyuluh Pertanian
sudah menerapkan rata-rata sebesar 70,84 %.
Kegiatan evaluasi pelaksanaan penyuluhan
dan evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan
yang belum diterapkan, menurut Rekan Kerja
Penyuluh Pertanian sebesar 29,16 %. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
keterampilan, tidak adanya bimbingan lanjutan
serta sarana dan prasarana yang tidak memadai
Bila dihubungkan dengan Evaluasi Level I
dan II selama Penyuluh Pertanian mengikuti
pelatihan terlihat hasil evaluasi yang baik.
Menurut (Balai Pelatihan Pertanian Jambi,
2018) rata-rata rekapitulasi evaluasi kepuasan
peserta aparatur terhadap penyelenggaraan
pelatihan sebesar 4,57 (Sangat Baik). Evaluasi
pembelajaran dengan nilai Pre Test rata-rata
sebesar 57,20 sedangkan nilai Post Test rata-rata
sebesar 79,47. Terjadi peningkatan kemampuan
Penyuluh Pertanian sebesar 38.93 (Cukup).
Selanjutnya hasil rekapitulasi penguasaan/
pemahaman materi dengan nilai rata-rata 3,7
(Menguasai).
Menurut Isralasmadi et al., (2018),
Penyuluhan Pertanian pasca diklat menerapkan
materi pelatihan setelah kembali ke tempat
asalnya pada skor 3,03 atau “Menerapkan
Cukup Lengkap” .
Menuru t Ki rkpa t r ick , D. , dan
Kirkpatrick, J. (2006) juga terdapat empat
kondisi yang diperlukan untuk bisa
mengimplementasikan transformasi perilaku
tersebut, yaitu keinginan dari dalam diri
individu untuk berubah atau bertransformasi;
individu tersebut tahu apa yang harus dikerjakan
dan cara mengerjakannya; individu harus
dan cara mengerjakannya; individu harus
bertugas dilingkungan penugasan yang tepat;
serta karena individu tersebut berubah maka ia
harus memperoleh penghargaan. Pelatihan
dapat memberikan keadaan pertama dan kedua
yang mendukung perubahan sikap sesuai
dengan maksud dari pelatihan dengan
memberikan pelajaran terkait pengetahuan,
keterampilan, ataupun sikap. Namun pada hal
ketiga yaitu lingkungan kondisi penugasan yang
tepat, hal tersebut bersangkutan dengan personil
setempat seperti atasan dan lingkungan peserta
tersebut
Secara keseluruhan materi pelatihan inti
telah diterapkan di lapangan oleh Penyuluh
Pertanian dengan rata-rata 93,33 % (Tinggi)
menurut Penyuluh Pertanian, rata-rata sebesar
89,26 % (Tinggi) menurut Atasan Penyuluh
Pertanian, dan 91,33 (Tinggi) menurut rekan
kerja penyuluh pertanian. Bila kita ambil rata-
rata keseluruhan maka materi pelatihan dasar
fungsional yang sudah diterapkan dilapangan
sebesar 91,31 (Tinggi).
4. KESIMPULAN
Tingkat penerapan materi Pelatihan
Dasar Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli
Angkatan VI Tahun 2018 di UPT Balai Pelatihan
Penyuluh Pertanian Provinsi Riau sudah
diterapkan dilapangan oleh Penyuluh Pertanian
Ahli rata-rata sebesar 91,31 (Tinggi).
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, S. (2018). Analisis Tingkat
Penerapan Materi Pelatihan Bagi Alumni
Diklat Dasar Fungsional Penyuluh
Pertanian Terampil di Dinas Pertanian
Kab.Cirebon. Jurnal Agrisistem: Seri Sosek
dan Penyuluhan, 14(2), 115-124.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
34
Balai Pelatihan Pertanian Jambi. (2018).
Laporan Pelatihan Dasar Fungsional Bagi
Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI
Tahun 2018 (Kerjasama Balai Pelatihan
Pertanian Jambi dan UPT Balai Pelatihan
Penyuluh Pertanian Provinsi Riau).
Gubernur Riau. (2017). Peraturan Gubernur
Riau Nomor 71 Tahun 2017 Tentang
Pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis
pada Dinas Tanaman Pangan Hortikultura
dan Perkebunan Provinsi Riau.
Isralasmadi, Natawidjaja, R., dan Hapsari, H.
(2018). Analisis Penyelenggaraan Diklat
Pertanian di Balai Pelatihan Pertanian
Jambi Analysis Of Agricultural Training at
Jambi Agricultural Training Center. Jurnal
Penyuluhan Pertanian.
Kementerian Pertanian (2018), Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pelatihan Pertanian
Kirkpatrick, D., dan Kirkpatrick, J. (2006).
Evaluating training programs: The four
levels. Berrett-Koehler Publishers
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
(2008). Peraturan Menteri PAN RI Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Jabatan Fungsional
Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya.
Munggaran, R. D. (2012). Pemanfaat- an Open
Source Software Pendidikan Oleh
Mahasiswa Dalam Rangka Implementasi
Undang- Undang No. 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta. In Universitas
Pendidikan Indonesia. https://doi.org/
10.1111/j.1365-2486.2005.00955.x
Wahyudi, S., dan Adhi, R. K. (2019). Efektifitas
Pelatihan Dasar Fungsional Penyuluh
Pertanian Ahli Di Balai Besar Pelatihan
Pertanian Binuang Tahun 2018. Jurnal
Ilmiah Hijau Cendekia. https://doi.org/10.
32503/hijau.v4i1
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
Strategi Pembelajaran Inkuiri Melalui Permainan Setatak
Suparman
Abstrak
Kata Kunci: Strategi, Inkuiri, Setatak
Abstract
Keyword : Strategy, Inquiry, Setatak
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan sebuah strategi pembelajaran inkuiri melalui
permainan setatak. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library research)
dengan menggunakan berbagai literatur yang berkaitan dengan variabel penelitian. Data dikumpulkan
melalui buku bacaan yang ada dan didukung dengan dokumentasi, wawancara dan pengamatan
terhadap suatu kejadian atau fenomena penelitian. Setelah data terkumpul dianalisis dengan display,
reduksi dan konklusi. Permainan setatak dapat dijadikan seabagai sebuah strategi pembelajaran inkuiri
yang sangat menarik yang berbasisikan kearifan lokal (local wisdom).
This study aims to formulate an inquiry learning strategy through setatak games. This study
uses a library research approach using a variety of literature related to research variables. Data were
collected through existing reading books and supported by documentation, interviews and
observations of an event or research phenomenon. After the data collected were analyzed by display,
reduction and conclusion. Strict games can be used as a very interesting inquiry learning strategy
based on local wisdom.
PENDAHULUAN
P a r a a h l i s e c a r a g a r i s b e s a r
membagi/mengelompokkan komponen strategi
pembelajaraan terdiri dari komponen urutan/
tahapan pembelajaran, komponen metode
pembelajaran, komponen media yang
digunakan, komponen waktu tatap muka dan
komponen pengelolaan kelas. Komponen
strategi pembelajaran yang pertama yaitu
komponen urutan/tahapan pembelajaran, terdiri
dari sub komponen tahapan pendahuluan, sub
komponen tahapan penyajian dan sub
komponen tahapan penutup. Agar widyaiswara
berhasil dalam melaksanakan setiap tahapan
strategi pembelajaran maka widyaiswara
diharapkan dapat memperhatikan dan
melaksanakan hal-hal yang harus dilaksanakan
pada tahapan tersebut, sehingga kegiatan
pembelajaran dapat berhasil sebagaimana yang
diharapkan.
Untuk mencapai kompetensi tersebut,
sorang widyaiswara diharapkan memiliki
berbagai model pembelajaran orang dewasa
yang dapat disesuaikan dengan komponen-
35
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
36
komponen strategi pembelajaran. Berdasarkan
hasil penelitian terdahulu bahwa aktifitas siswa
dalam pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaan inkuiri di kelas eksperimen jauh
lebih baik. Perbandingan menunjukkan bahwa
persentase rata-rata setiap petemuan dalam
kegiatan belajar mengajar dalam model
pembelajaran inkuiri lebih baik dibanding
m o d e l p e m b e l a j a r a n k o n v e n s i o n a l
(Buditjahjanto, 2013). Demikian juga menurut
Kris t ianingsih (2010) , bahwa model
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
prestasi belajar.
Model pembelajaran inkuiri juga dapat
meningkatkan kemampuan perserta diklat.
Bahwa pembelajaran menggunakan model
inkuiri dan metode eksperimen dapat
meningkatkan baik kemampuan kognitif peserta
didik. Hal tersebut dikarenakan proses
pembelajaran yang dilakukan membuat siswa
lebih mudah untuk mengerti mengenai konsep
yang dipelajari dan keterampilan siswa pun
dapat mengembangkan kemampuannya untuk
melakukan percobaan karena belajaran
menggunakan model inkuiri dengan metode
eksperimen membuat pelajaran menarik bagi
peserta (Anam, 2015).
Banyak penelitian yang mengkaji model
pembelajaran inkuiri sebagai suatu model
pembelajaran yang dapat mengembangkan
kreativitas peserta (Tjahjanti, 2013).
Khanafiyah (2010), fokus pada pengaruh model
pembelajarn inkuiri terhadap prestasi belajar
(Anam, 2015).
Kata "strategi" adalah turunan dari kata
dalam bahasa Yunani, stratēgos. Adapun
stratēgos dapat diterjemahkan sebagai
'komandan militer' pada zaman demokrasi
Athena. Strategi adalah pendekatan secara
keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan
gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah
aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Sterategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/
kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah
dari semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan.
Dalam dunia pendidikan, strategi
diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya,
2007). Sementara itu, Kemp (Sanjaya, 2008)
mengemukakan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Selanjutnya, dengan mengutip
pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008)
menyebu tkan bahwa da lam s t r a t eg i
pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih
bersifat konseptual tentang keputusan-
keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran.
Dari penger t ian di a tas dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian
kegiatan) yang termasuk juga penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/
kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa
di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai
pada proses penyusunan rencana kerja belum
sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa
arah dari semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
37
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan
berbagai faslitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu
tujuan yang jelas yang dapat diukur
keberhasilannya.
Dari batasan di atas, dapat digambarkan
bahwa ada empat pokok masalah yang sangat
penting yang dapat dan harus dijadikan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar agar dapat berhasil sesuai dengan
yang diharapkan.
Menurut Chauhan yang dikutip oleh
Abdul Aziz Wahab (2009) mengatakan bahwa
model adalah suatu perencanaan pengajaran
yang menggambaarkan proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan perubahan perilaku
peserta didik. Istilah inkuiri berasal dari Bahasa
Inggris, yaitu inquiry yang berarti pertanyaan
atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah
suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistem atis, kritis, logis,
analitis, sehingga siswa dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri.
Berdasarkan beberapa definisi di atas,
dapat di simpulkan bahwa pendekatan inkuiri
sebagai suatu model pembelajaran yang terpusat
pada peserta diklat, yang mana peserta diklat
didorong untuk terlibat langsung dalam
melakukan inkuiri, yaitu bertanya, merumuskan
permasalahan, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, menarik
kesimpulan, berdiskusi dan berkomunikasi.
Dengan demikian, peserta diklat menjadi lebih
aktif dan fasi l i tator hanya berusaha
membimbing, melatih dan membiasakan
peserta diklat untuk terampil berfikir (minds-on
activities), karena mereka mengalami
keterlibatan secara mental dan terampil secara
fisik (hands-on activities) seperti terampil
merangkai alat percobaan dan sebagainya.
Pelatihan dan pembiasaan peserta didik untuk
terampil berfikir dan terampil secara fisik
tersebut merupakan syarat mutlak untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang lebih besar
yaitu tercapainya keterampilan proses ilmiah,
sekaligus sikap ilmiah disamping penguasaan
konsep, prinsip, hukum, dan teori.
Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
sua tu masa lah yang d ipe r t anyakan .
Pembelajaran inkuiri di bangun dengan asumsi
bahwa sejak lahir manusia memiliki dorongan
untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di
sekelilingnya tersebut merupakan kodrat sejak
ia lahir ke dunia, melalui indra penglihatan,
indra pendengaran, dan indra-indra yang
lainnya. Keingintahuan manusia terus menerus
be rkembang h ingga dewasa dengan
menggunakan o tak dan p ik i r annya .
Pengetahuan yang dimilikinya akan menjadi
b e r m a k n a m a n a k a l a d i d a s a r i o l e h
keingintahuan tersebut (Sanjaya, 2006).
Untuk melaksanakan inkuiri secara
maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah, Pertama, Aspek sosial di dalam kelas
dan suasana terbuka yang mengundang siswa
berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana
bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan
a d a n y a t e k a n a n / h a m b a t a n u n t u k
mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri
berfokus hipotesis. Siswa perlu menyadari
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
38
bahwa pada dasarnya semua pengetahuan
bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang
bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat
sementara. Apabila pengetahuan dipandang
sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar
berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan
pengajuan berbagai informasi yang relevan.
Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai
kesimpulan yang berbeda dari peserta masing-
masing dengan argumen yang benar. Ketiga,
Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam
kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas
tentang fakta sebagaimana dituntut dalam
pengujian hipotesis pada umumnya (Trianto,
2007).
Untuk mencapai kompetensi tersebut,
seorang widyaiswara diharapkan memiliki
berbagai model pembelajaran orang dewasa
yang dapat disesuaikan dengan kompenen-
komponen strategi pembelajaran yang memiliki
metode dan teknik yang bervariasi .
Widyaiswara sebagai fasilitator harus mampu
untuk menerapkan dan mengembangkan
kreativitas dan inovasi untuk menemukan
berbagai metode dan teknik pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam
kaitan dengan pengembangan dan inovasi
teknik pembelajaran dapat dilakukan dengan
berbegai pendekatan dan sumber. Satu diantara
sumber teknik pembelajaran dapat berupa
permainan rakyat yang syarat dengan
pembentukan nilai-nilai karakter.
Permainan rakyat merupakan bagian
dan tradisi lisan, pada hakikatnya sama dengan
permainan tradisional. Permainan rakyat adalah
permainan yang dimainkan secara tradisional
yang dimiliki oleh suatu komunal, yang
diwariskan dari generasi ke generasi secara
lisan. Permainan rakyat dimainkan dengan
metode yang sederhana, misalnya berdasarkan
gerak tubuh seperti lari dan lompat, atau
berdasarkan kegiatan sosial sederhana seperti
kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian, dan
berkelahi-kelahian, a tau berdasarkan
matematika dasar dan kecekatan tangan seperti
menghitung dan melemparkan batu sembunyi
tangan. Semua diekspresikan melalui gerakan
fisik, nyayian, dialog, tebak-tebakan, adu
kecermatan dalam penghitungan, ketepatan
menjawab pertanyaan, belajar komunikasi dan
sebagainya.
Pada beberapa jenis tertentu, permainan
rakyat dapat digolongkan sebagai permainan
sakral yang menggunakan kekuatan magis.
Permainan biasanya dimainkan untuk mengisi
waktu senggang yang bisa dilihat berdasarkan
harian, mingguan, dan musiman. Permainan
harian dilaksanakan hampir setiap hari dan
biasanya permainan-permainan ringan yang
tidak membutuhkan peralatan khusus.
Mingguan dilaksanakan pada hari-hari pekan
(pasar), karena pada hari ini teman sebaya
banyak berkumpul. Sedangkan musiman
dilaksanakan mengikuti musim-musim tertentu
misalnya musim menugal, menuai, musim
hujan, dan lain-lain.
Berdasarkan sifat permainan, maka
permainan rakyat dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu permainan untuk bermain
(play) dan permainan untuk bertanding (game).
Perbedaan dari keduanya, bahwa yang pertama
lebih bersifat mengisi waktu senggang atau
rekreasi atau yang kedua dilaksanakan dengan
metode pertandingan. Di dalam pelaksanaannya
setiap pemain mendapatkan peran-peran
tertentu yang diputuskan melalui suten. Dikenal
beberapa suten sperti suten daun, suten gunting,
suten gajah dan lain sebagainya. Suten
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
39
dilakukan oleh dua orang pemain menggunakan
jari tangan sebagai media permainan. Dalam
melakukan ini , tangan atau jari- jari
diumpamakan sebagai daun, tangan terganggam
sebagai batu, dan telunjuk sebagai duri atau lidi.
Kedua orang pemain itu mengeluarkan
tangannya secara serempak dengan memilih
salah satu dari tiga perumpamaan jari tangan
yang telah disepakati. Sutem bukanlah inti
permainan tetapi awal permainan untuk
menentukan peran-peran yang harus dilakukan
oleh setiap pemain. Cara ini dirasakan adil.
Siapapun t idak akan menolak kalau
mendapatkan peran yang lebih berat, karena
permainan tidak tergantung pada besar kecilnya
tubuh, bentuk perawakan, air muka, maupun
sifat-sifat dan watak pribadi, tetapi tergantung
dalam menang kalahnya suten. Setelah masing-
m a s i n g p e m a i n m e m p u n y a i p e r a n ,
permainanpun dimulai. Hampir seluruh
permainan rakyat juga memiliki penerapan
nilai-nilai kepemimpinan. Mempersiapkan
seseorang menjadi pemimpin yang dapat
dihandalkan.
Namun pada kenyataannya, permainan
rakyat belum digunakan secara maksimal dalam
menenentukan strategi pemberlajaran,
khususnya pada sistem kediklatan. Untuk itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan rumusan masalah bagaimana strategi
pembelajaran melalui permainan setatak ?
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan Studi Kepustakaan (Library
Research). Dimana kajian dilakukan dengan
menggunakan analisis melalui berbagai literatur
yang terkait dengan variabel penelitian. Data
dan informasi dikumpulkan melalui studi
kepustakaan dan didukung dengan data
sekunder melalui dokumentasi, wawancara, dan
pengamatan. Setelah data dikumpulkan, data
dianalisis menggunakan teknik display, reduksi,
dan diakhiri dengan konklusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permainan rakyat mungkin sudah lama
redup karena anak-anak beralih pada permainan
elektronik yang lebih canggih. Namun perlu
disadari, bahwa permainan modern saat ini
mengakibatkan dampak negatif yang cukup
berpengaruh bagi anak-anak. Seperti, dengan
adanya perkembangan teknologi dari waktu ke
waktu yang menyebabkan pembaharuan terus-
menerus pada permainan, menyebabkan
kecenderungan anak-anak menuntut edisi
terbaru dari permainan yang dimiliki. Di
samping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa
permainan modern saat ini tidak dapat
menanamkan kesan positif yang baik sehingga
dapat diingat sepanjang masa.
Setatak adalah permainan tradisional
anak-anak yang masih berkembang di Provinsi
Riau dan sekitarnya. Setatak dimainkan anak-
anak untuk menghibur diri mengisi waktu luang.
Permainan ini dimainkan tidak ada kaitannya
dengan adat istiadat setempat dan tidak ada
kaitannya dengan suatu kepercayaan agama.
Setatak ini hanya sebagai hiburan dan penyalur
kreativitas anak-anak.
Mengenai latar belakang sosial budaya
permainan ini, dalam pelaksanaannya dapat
dimainkan oleh siapa saja, dengan tidak
membeda-bedakan kelas atau kelompok
masyarakat. Anak-anak orang kaya, anak-anak
orang miskin, ataupun anak-anak keturunan
bangsawan, anak orang kebanyakan menjadi
satu dalam kelompok bermain. Di dalam
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
40
permainan, masing-masing berusaha lebih
kreatif, lebih cekatan, dan lebih mahir dari
teman-teman bermainnya. Namun demikian,
semua pelaku permainan tersebut tampak patuh
pada peraturan permainan yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Menurut keterangan yang diperolah,
permainan tersebut bernama "DORI" bukan
"STATAK" seperti sekarang, tetap bentuk atau
pe ra tu ran pe rmainannya sama sa ja .
Diperkirakan, permainan setatak mulai tumbuh
dan berkembang di daerah in sekitar 1930-an.
Permainan ini menjadi sangat berkembang
sekitar tahun 1950-an. Biasanya pesertanya
terdiri dari 2-6 orang yang berusia 6-12 tahun.
Permainan ini dimankan oleh laki laki dan
perempuan. Tetapi pencampuran anak-anak
yang sudah agak remaja segan memainkannya,
karena dipandang tak pantas lagi meloncat di
muka umum. Karena itulah permainan setatak
tidak pernah dimainkan oleh para remaja dari
dulu sampai sekarang.
Hal yang diperlukan dalam melakukan
hal ini, yaitu lapangan tempat bermain, sebelum
permainan dimulai anak-anak biasanya
bersama-sama menggaris tanah untuk membuat
lapangan permainannya. Kemudian ucak
(gacuk), digunakan sebagai penikam setatak,
alat ni biasanya dibuat sendiri oleh anak-anak
dengan mengasah dan membulatkan pecahan
piring atau pecahan tempayan. Dibuat
sedemikian rupa sehingga kelihatan cantik dan
tidak membahayakan penggunanya. Ucak
dibuat kira-kira sebesar 22/7x6 cm.
a. Melewati lapangan permainan setatak
dengan melompat hanya menggunakan
satu kaki dan tangan tidak boleh
menyentuh garis setatak.
Cara Pemakaiannya
1. Lapangan
b. Melewati lapangan dari 1-9 disebut naik
dan nomor 9-1 disebut turun.
c. Petak yang terdapat ucak di dalamnya
baik punya sendiri maupun punya lawan
tidak boleh diinjak. Petak itu harus
dilompati atau dilewati saja.
d. Sehabis satu ronde putaran permainan,
pemain mengambil bintang, petak yang
sudah dibubuh bintang, boleh diinjak
dua kaki oleh pemiliknya dan tidak
boleh disentuh lagi oleh pihak pemain
lainnya.
2. Ucak
a. Ucak dipegang denngan jari kelingking
dan jari tengah, ditopang oleh telunjuk,
kemudian dihimpit dengan jari induk.
Supaya jalan ucak terarah, ia dilemapar
dengan putaran keluar mengikuti arah
jarum jam.
b. Sebelum memulai bermain ucak
diletakkan pada petak 1. Petak yang
berisi ucak lawan, boleh kita tikam juga.
c. Waktu mengambil bintang, ucak
dilempar ke belakang menuju petak
bintang yakni 6,7,8,9,5,4,2,1, dan
tempat bintang.
Urutan Permainan
1. Ucak tikam pada petak 1, loncat sebelah kaki.
a. Naik
Petak satu yang berisi ucak dilangkah,
loncat kepetak 2, turun 2 kaki pada petak
3 dan 4, loncat ke petak 5, ke petak 6,
ke petak 7, ke petak 8, dan turun 2 kaki
pada petak 9.
b. Turun
Dari petak 9 loncat sebelah kaki ke petak
5, turun dua kaki pada petak 3 dan 4,
loncat ke petak 2, dan dari sini
mengambil ucak di petak 1. Kemudian
petak 1 dilangkahi dan turun.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
41
2. Ucak tikam pada petak 2, loncat sebelah kaki.
a. Naik
Jika pada petak satu masih ada ucak
lawan, maka langkahi petak 1 dan 2.
Turun dua kaki pada petak 3 dan 4,
lompat ke petak 8 dan turun dua kaki
pada petak 9.
b. Turun
Dari petak 9 lompat ke petak 5 dan turun
ke petak 3 dan 4. Dari sini ambil ucak di
petak 2 dan jika ada ucak lawan pada
petak 1, langsung lompat melangkahi
petak 1 dan 2 lalu turun.
3. Begitu seterusnya sampai ucak kita
menempati petak paling atas, yaitu petak 9.
Nantinya ketika ada ucak pada suatu petak
jangan di pijak. Setelah itu lanjut ke tahap
berikutnya.
4. Putih
Ucak diletakkan di telapak tangan, sorong
tangan agak ke depan pas arah pinggang
ataupun dada dan loncat sebelah kaki.
a. Naik
Langkahi petak yang tidak ada ucak
sampai petak yang paling atas lalu di
petak paling atas, ucak di telapak tangan
d i l ambungkan t ingkop dengan
belakang telapak tangan (punggung
tangan).
b. Turun
Dari petak paling atas, sambil
menggenggam ucak lompat sampai ke
petak paling bawah lalu lompat keluar
dan turun. Kemudian tingkop ucak 5 kali
dengan melambungkan ucak di
belakang telapak tangan dan ditangkap
dengan telapak tangan.
5. Tangan
Ucak diletakkan pada lengan yang
ditelentangkan, pas pada siku. Ajukan
tangan ke muka ke samping lalu loncat
sebelah kaki.
a. Naik
Langkai petak yang tidak ada ucak
sampai petak yang paling atas
b. Turun
Dari petak paling atas lompat sampai ke
petak paling bawah lalu melompat
keluar dan turun. Setelah turun, turunkan
ucak pada tangan dan sambut dengan
telapak tangan itu juga. Jangan sampai
jatuh.
6. Kepala
Letakkan ucak di kepala, berjalan biasa
melewati lapangan.
a. Naik
Berjalan dari petak terbawah yang
tidak ada ucak sampai ke petak teratas.
b. Turun
Dari petak paling atas jalan ke petak
paling bawah dan keluar. Setelah keluar
jatuhkan ucak dari kepala dan sambut
dengan tangan.
7. Genggong
Ucak diletakkan pada punggung kaki kanan
dan melompat dengan kaki kiri.
a. Naik
Lompat dari petak paling bawah ke
petak paling atas yang tidak ada ucaknya
dengan kaki kanan tetap tergantung dan
tidak boleh menyentuh lapangan.
b. Turun
Dari petak paling atas lompat sampai ke
petak paling bawak melewati petak-
petak yang tidak ada ucaknya.
Kemudian lompat keluar, lalu ucak yang
di punggung kaki dilambung dan
ditangkap dengan tangan kanan.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
42
\8. Raun
Ucak diletakkan pada telapak tangan,
dengan kaki kanan seperti genggong tak
boleh menyentuh tanah, lompat dengan kaki
sebelah kiri.
a. Naik
Lompat dari petak palng bawah sampai
ke petak paling atas umpamanya petak 9
yang tidak ada ucaknya. Dari petak
paling atas, ucak tikam pada petak
b i n t a n g s a m p a i m a s u k . M a t a
dipejamkan, cari petak 6 dengan diraba
menggunakan kaki kiri, cari petak 7 raba
ke belakang, cari petak 8 diraba dengan
kaki kanan. Ketika mencari itu terus
bertanya, "pijak?" jika dijawab oleh
lawan "tidak", berarti terus. Jika dijawab
"pijak", berarti mati. Ketika dijawab
tidak, maka ketika itu dua kaki berhenti
pada petak paling atas umpamanya petak
9, dan berkata "NIS".
b. Turun
Setelah berkata NIS tadi, dengan mata
terpicing berjalan menjajab-jajab
sampai ke petak paling bawah yang tidak
ada ucaknya sambil bertanya ketika
memijak setiap petak "pijak atau tidak",
dan jika dijawab tidak maka jalan terus
lalu keluar dari lapangan. Jika dijawab
pijak oleh lawan maka berarti mati.
9. Meraba-raba Ucak di Petak Bintang
Dengan mata terpejam membelakangi petak
bintang, sampai duduk mencangkung tangan
meraba untuk mengambil ucak pada petak
bintang. Setelah dapat, ucak dilambung dan
disambut dengan belakang telapak tangan.
Dan sambil membelakangi arena permainan
mengambil ancang-ancang untuk menkam
bintang.
10.Ambil Bintang
Bintang merupakan biji kemenangan dari
pemain setatak. Kegunaan bintang bagi
pemain sebagai tempat berhenti, bisa dipijak
dengan dua kaki, dan tidak boleh dipijak
oleh lawan.
Aturan Permainan
1. Tukar membawa pada lawan berikutnya:
a. Bila seseorang pembawa terdahulu mati.
b. Bila pembawa terdahulu gagal
mendapat bintang.
c. Bila pembawa terdahulu te lah
memperoleh bintang.
2. Pemain dianggap gagal:
a. Bila dalam melompat menyentuh garis.
b. Bila dalam pelaksanaan tingkop,
langkap, dan genggong ucak terjatuh.
c. Bila tak dapat menangkap ucak ketika
dilambung.
3. Meneruskan permainan selanjutnya:
a. Mulai dari nomor kegagalan pemain
waktu ia mati.
b. Jika ia mulai setelah dapat bintang waktu
ia membawa sebelumnya, mulai lagi
dari awal hingga mengambil bntang lagi.
c. Bila gagal pada pengembalian bintang,
untuk meneruskan permainan kelak
hanya pada saat mengambil bintang saja.
4. Ucak diletakkan terus pada petak 1 jika
seseorang belum pernah membwa sama
sekali dan letakkan pada petak dimana
peman gagal untuk diteruskan nantinya.
5. Setiap petak yang masih terdapat ucak baik
milik sendiri maupun milik lawan, tidak
boleh dipijak.
6. Menentukan kalah menang, ialah setelah
selesa bertanding dengan membandingkan
banyak bintang yang diperoleh.
Permainan tradsional setatak ini masih
bisa kita jumpai meskipun banyak anak-anak
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
43
sekarang menggunakan gadget tetapi masih
dimainkan, dibandingkan dengan permainan
tradisional lainnya yang sudah jarang dijumpai.
Ketika zaman Belanda, permainan ini
dimainkan dengan anak-anak dan diawasi oleh
guru kelasnya. Sekarang permainan ini sering
dimainkan di sore hari dan ketika di sekolah
tanpa perlu diawasi oleh guru kelas.
Faktor yang disenangi anak-anak hingga
sekarang masih bisa kita jumpai anak-anak
bermain statak karena kesederhanaan alat,
tempat bermain, dan jumlah teman bermainnya
yang minimal dimainkan oleh dua orang, dan
bisa dmainkan kapan saja diinginkan. faktor
gerak, kelincahan, dan keterampilannya pun
menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak.
Pada umumnya orang tua zaman dahulu
tidak begitu memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan permainan ini. Mereka hanya
merasa senang dan puas melihat anak-anak
mereka bisa bermain dengan temannya, asalkan
mereka tidak berkelahi dan berbahaya. Tetapi
sekarang menurut pandangan orang tua,
permainan itu dianggap bermanfaat dan banyak
nilai-nilai yang bisa dipetik dari permainan
tersebut, yaitu nilai kebersamaan dalam
bersosialisasi, melatih keterampilan, sportifitas,
dan kesabaran dalam menunggu giliran serta
secara fisik menguatkan otot kaki dan
berolahraga.
Setiap permainan rakyat mengandung
nilai-nilai yang baik misalnya pada permainan
setatak ini, banyak nilai yang diajarkan seperti
nilai kebersamaan dalam bersosialisasi, melatih
keterampilan, sportifitas, dan kesabaran dalam
menunggu giliran serta secara fisik menguatkan
otot kaki dan berolahraga. Pengalaman dan nilai
dari permainan rakyat akan dirasakan dan
dibawa seumur hidup. Berbeda dengan
permainan game online zaman sekarang yang
sangat minim akan nilai yang terkandung dan
tidak bisa mengajarkan nilai kehidupan yakni
kesadaran akan diri sendiri, alam, dan sang
pencipta. Maka dari itu kita harus melestarikan
permainan-permainan tradisional dan jangan
melarang anak-anak untuk memainkannya.
Sebuah permainan disamping memiliki
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, namun
juga memiliki makna strategi dan teknik dalam
menanamkan nilai-nilai dan pengetahuan
kepada masyarakat. Sebagaimana disampaikan
para ahli bahwa proses pembelajaran bukan
hanya ditentukan oleh jenis materi yang yang
akan disampaikan namun juga sangat ditentukan
oleh bentuk metode dan teknik yang digunakan
agar seluruh materi yang disampaikan dapat
disreap oleh peserta dengan baik sesuai dengan
tujuan suatu unit pembelajaran. Seorang
fasilitator dalam hal ini adalah widyaiswara
harus mampu menggunakan berbagai metode
dan teknik dalam proses pembelajaran
sebagaimana pada pendekatan pembelajaran
Andragogi (pendekatan pembelajaran orang
dewasa). Profesionalitas widyaiswara dalam
memilih dan menentukan teknik dalam proses
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang
akan disampaikan sangat dibutuhkan. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan
kemampuan seoarng widyaiswara untuk lebih
keratif dan inovatif dalam merancang teknik
pembelajaran dalam era 4.0 ini. Sehingga
pembelajaran dapat dicapai dengan sangat
menyenangkan (happy leader).
Dalam merancang inovasi dalam
pembelajaran baik berupa metode, teknik, dan
pendekatan lainnya dapat bersumber dari
berbagai pengalaman dan permainan rakyat
yang dapat ditinjau secara ilmiah. Permainan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
44
rakyat yang sarat dengan nilai-nilai dan
merupakan suatu aktivitas dalam menanamkan
nilai dan pengetahuan sebagai sebuah kearifna
lokal yang sudah berabad-abad dapat dijadikan
sebagai sumber dalam penyusunan teknik
pembelajaran di dalam kelas, khususnya pada
pelatihan yang bersifat klasikal dalam
kompetensi ASN.
Salah satu permainan yang hampir setiap
orang dapat mengetahuinya adalah permainan
“Setatak” yang mungkin pada berbagai daerah
memiliki sebutan yang berbeda. Permainan
setatak ini dapat dijadikan sebagai media dan
metode dalam proses pembelajaran yang
bersifat atau bertujuan membentuk kompetensi
menganalisis berbagai isu dalam menghasilkan
sebuah ide atau solusi dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi. Permainan setatak
ini dikemas dengan sebutan nama “Setatak
Method” dengan 9 langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi isu yang ada baik isu pada
tingkat global, regional, nasional maupun
instansional.
Pada langkah ke petak 1, dilakukan
identifikasi isu lingkungan strategis. Dalam
pencapaian visi dan misi serta tujuan
organisasi diperlukan identifikasi berbagai
isu lingkungan strategis. Identifikasi ruang
lingkup lingkungan strategis (Lingstra)
dimulai dari pemahaman potret Lingstra
tingkat global; Lingstra tingkat Regional
Asia Pasifik; dan Lingstra tingkat nasional
baik terkait dengan kondisi lingkungan
maupun tantangan yang mungkin terjadi.
2. Menentukan faktor kunci keberhasilan pada
set iap faktor yang mempengaruhi
pencapaian tujuan.
Berdasarkan identifikasi isu lingkup
lingkungan strategis, selanjutnya melompat
ke petak 2, yaitu menentukan faktor kunci
secara eksternal berupa peluang dan
ancaman dari luar, yang dimiliki organisasi
serta kelemahan dan ancaman.
3. Menganalisis strategi yang tepat dengan
menggunakan pendekatan SWOT.
Setelah menentukan faktor kunci,
selanjutnya melompat ke petak 3, yaitu
menganalisis strategi. Analisis SWOT
adalah suatu bentuk analisis di dalam suatu
organisasi yang secara sistematis dapat
membantu organisasi dalam penyusunan
suatu rencana kerja yang matang untuk
mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka
pendek maupun tujuan jangka panjang.
Analisis ini dapat menggambarkan bentuk
analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat
deskriptif dengan memberi gambaran ideal
y a n g i n g i n d i c a p a i . A n a l i s a i n i
menempatkan situasi dan juga kondisi
organisasi sebagai faktor masukan, lalu
kemudian dikelompokkan menurut
kontribusinya masingmasing. Satu hal yang
perlu diingat oleh para pengguna analisa ini,
bahwa analisa SWOT ini semata-mata
sebagai suatu analisa yang ditujukan untuk
menggambarkan situasi yang sedang
dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib
yang mampu memberikan jalan keluar yang
bagi permasalahan yang sedang dihadapi.
Berdasarkan data kekuatan, kelemahan,
kesempatan dan ancaman yang ada. Anda
dapat melakukan pendekatan strategi
sebagai berikut :
a. Strengths – Opportunities : Menggunaan
kekuatan-kekuatan yang ada untuk
menciptakan kesempatan-kesempatan.
b. Strengths – Threats : Menggunakan
kekuatan-kekuatan untuk menghindari
dan mengeliminir ancaman-ancaman
yang ada.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
45
e. Weaknesses – Opportuni t ies :
Menghilangkan kelemahan-kelemahan
y a n g a d a u n t u k m e n c i p t a k a n
kesempatan-kesempatan.
d. Weaknesses – Threats : Menghilangkan
k e l e m a h a n - k e l e m a h a n a g a r
menghindari ancaman-ancaman.
4. Menentukan prioritas strategi yang akan
digunakan dalam mencapai tujuan.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan
pendekatan SWOT maka melompat ke petak
4, dengan penentuan prioritas strategi dan
program dengan berbagai teknik analisis.
Salah satunya dapat dipakai adalah Cost
Benefits Analysis dan Cost Effectiveness
Analysis mempunyai kesamaan dalam
perbandingan biaya dan manfaat dalam
analisisnya. Hanya saja, jika cost benefits
analysis menghitung manfaat yang
diperoleh dalam bentuk uang. Sedangkan
dalam cost effectiveness analysis, manfaat
tidak dihitung dalam bentuk uang. Bagi cost
effectiveness, hal yang paling penting dari
manfaat adalah efektifitas dari kebijakan/
proyek yang dijalankan. Atau dapat juga
menggunakan metode tapisan Mc. Namara
dengan kriteria efektivitas, kemudahan dan
biaya.
5. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi
dalam mengimplementasikan strategi yang
digunakan.
Dalam mengimplementasikan strategi yang
priori tas berdasarkan kri teria dan
pendekatan yang telah ditentukan, maka
langkah selanjutnya adalah melompat ke
petak 5, dimana mengidentifikasi berbagai
permasalahan yang dihadapi. Implementasi
strategi program prioritas tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa mengidentifikasi
masalah. Permasalahan dapat terjadi pada
berbagai faktor, seperti; kebijakan, sumber
daya manusia, sarana prasarana, sumber
anggaran, program kegiatan, dan sebagai-
nya. Sehingga kita dapat menentukan solusi
penyelesaiannya dengan baik.
6. Menentukan prioritas masalah yang akan
atasi dalam melakdsanakan strategi.
Dari berbagai permasalahan tersebut, maka
dilanjutkan dengan langkah melompat ke
petak 6 yaitu; menentukan prioritas
masalahan yang menjadi fokus perhatian.
Hal ini dilakukan mengiungat ketrbatasan
sumber daya yang dimiliki, Sehingga kita
dapat menenetukan prioritas masalah
dengan menggunakan berbagai pendekatan
atau pisau analisis. Satu diantaranya adalah
Analysis Urgency, Seriousness, Growth
(USG). Urgency, Seriousness, Growth
(USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus
diselesaikan. Caranya dengan menentukan
t i ngka t u rgens i , kese r iu san , dan
perkembangan isu dengan menentukan skala
nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total
skor tertinggi merupakan isu prioritas.
Untuk lebih jelasnya, pengertian urgency,
seriousness, dan growth dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus
dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia serta seberapa keras tekanan
waktu tersebut untuk memecahkan
masalah yang menyebabkan isu tadi.
b. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu
dibahas dikaitkan dengan akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
masalah yang menimbulkan isu tersebut
atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab
isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti
bahwa dalam keadaan yang sama, suatu
masalah yang dapat menimbulkan
masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain
yang berdiri sendiri.
c. Growth
Seberapa besa r kemungk inan-
kemungkinan isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan
masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Metode USG merupakan salah satu cara
menetapkan urutan prioritas masalah dengan
metode teknik scoring. Proses untuk metode
USG dilaksanakan dengan memperhatikan
urgensi dari masalah, keseriusan masalah
yang dihadapi, serta kemungkinan berkem-
bangnya masalah tersebut semakin besar.
7. Menemukan solusi penyelesian masalah
sebagai sebuah iniovasi dalam mencapai
tujuan.
Selanjutnya melangkah ke petak 7, dimana
peserta menyusun rangkaian solusi yang
diberikan sebagai sebuah inovasi dalam
penyelesian masalah yang dihadapi dalam
pencapaian tujuan organisasi. Inovasi dapat
dilakukan dengan berbagai teknik, antara
lain dapat berupa belanja inovasi, analisis
morfologi, dan template berpikir kreatif.
a. Belanja Inovasi
Inovasi bukanlah sesuatu yang baru di
atas bumi. Sudah banyak inovasi yang
telah dilakukan sebelumnya untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas
penyelenggaraan pelatihan. Inovasi-
inovasi tersebut dilaksanakan oleh
pmpinan lembaga pelatihan, staf, atau
pegawai lembaga pelatihan, bahkan oleh
widyaiswara atau tenaga pengajar.
Inovasi-inovasi mereka yang telah
didokumentasikan bisa saja telah ditulis
dan dibukukan. Buku ini dapat ditemui
di berbagai toko buku, atau tersimpan
dalam berbagai perpustakaan. Bahkan
ada inovasi yang sudah diupload,
sehingga dapat dicari untuk diunduh.
Seorang widyaiswara dapat menemukan
ide atau gagasan berinovasi dengan
menggunakan inovasi yang telah ada.
Teknik seperti ini disebut belanja
i n o v a s i . W i d y a i s w a r a d a p a t
”membeli” inovasi yang menurutnya
dapat menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi oleh suatu lembaga
pelatihan.
b. Template Berpikir Kreatif
Para pakar telah mengetahui cara kerja
otak manusia untuk menghasilkan ide-
ide kreatif. Hal ini disebut dengan teknik
berpikir kreatif, yang kemudian menjadi
template atau pola. beberapa teknik
b e r p i k i r k r e a t i f y a n g s e r i n g
dipergunakan untuk menghasilkan ide-
ide kreatif antara lain; teknik inversi,
teknik integrasi, teknik ekstensi, teknik
adisi, teknik substraksi, teknik translasi
dan teknik eksegerasi.
c. Analisis Morfologi
Template berpikir kreatif yang lain
adalah analisis morfologi. Template ini
adalah cara praktis mendapat ide atau
gagasan baru dengan mencampur unsur-
unsur pelatihan secara acak, sehingga
menghasilkan ide yang baru.
46
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
47
8. Menyusun rencana aksi penyelesaian
masalah
Tahap berikut melompat ke petak 8, yaitu
menyusun rencana aksi, sebagai wujud dari
implementasi inovasi. Dalam Panduan
Inovasi Laboratorium Administrasi Negara,
penciptaan pertama suatu inovasi disebut
tahap design ini juga bersifat teknis, yaitu
bagaimana menuangkan ide inovasi ke
dalam suatu rancangan rencana aksi yang
detail. Oleh karena itu, desain inovasi sangat
penting karena akan mendetailkan langkah-
langkah mewujudkan ide inovasi yang sudah
diperoleh.
Penyusunan sebuah rencana aksi diperlukan
dalam merencanakan inovasi yang yang
ingin diimplementasikan. Rencana aksi
inovasi mengandung beberapa unsur yang
kami rangkum dalam akronim ASKABB
(Apa, Siapa, Kapan, Apa, Bagaimana, dan
Berapa) sebagai berikut:
a. Apa saja langkah/kegiatan yang harus
dilakukan untuk mewujudkan kondisi
yang diharapkan;
b. Siapa dan/atau dengan siapa langkah/
kegiatan tersebut dilaksanakan;
c. Kapan langkah/kegiatan tersebut
dilaksanakan;
d. Apa produk atau output pada setiap
langkah/kegiatan tersebut;
e. Bagaimana cara atau metode yang
digunakan untuk menghasilkan output
suatu kegiatan;
f. Berapa biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan/ langkah
tersebut dan dari manakah sumbernya.
Terdapat 5 tahap dalam pengelompokkan
kegiatan/ aktivitas dalam pelaksanaan ide
inovasi yakni (a) Perancangan Inovasi, (b)
Pembuatan Inovasi, (c) Uji coba Inovasi, (d)
Implementasi Inovasi , hingga (e)
Monitoring dan Evaluasi Inovasi. Kegiatan
yang masuk pada tahap Perancangan berisi
berbagai kegiatan/aktivitas administratif
dan perencanaan awal sebelum inovasi
tersebut dibuat. Selanjutnya, kegiatan yang
masuk tahap Pembuatan Inovasi berisikan
kegiatan/aktivitas guna membentuk produk,
sistem, atau mekanisme kerja inovasi.
Kemudian pada tahap Uji coba dipaparkan
s e g a l a k e g i a t a n / a k t i v i t a s t e r k a i t
pengujicobaan inovasi terbatas pada
beberapa lokus atau daerah terpilih. Tahap
Implementasi berisikan kegiatan/aktivitas
dalam mengimplementasikan produk
inovasi pada seluruh area atau masyarakat
penerima layanan. Sedangkan pada tahap
monitoring dan evaluasi berisikan
kegia tan/akt iv i tas yang berfungs i
m e m o n i t o r i n g d a n m e n g e v a l u a s i
pelaksanaan inovasi.
9. Mengident i f ikasi hambatan dalam
melaksanakan rencana aksi yang telah
disusun.
Pada tahap akhir, yaitu lompat ke petak 9,
dimana mengidentifikasi berbagai hambatan
atau kendala dalam mengimplementasikan
inovasi. Kita harus menyadari akan
menghadapi kendala dalam implemen-
tasinya. Paling tidak terdapat tiga kendala
utama, yaitu kendala teknis dan kendala
adaptif serta gabungan keduanya.
Kerapkali kita mendengar kegagalan suatu
inovasi. Kegagalan ini bukan mustahil
terjadi pada inovasi sistem pembelajaran
pelatihan. Padahal, ketika merancang
inovasi tersebut, kalkulasi keberhasilan
implementasi inovasi sudah dilaksanakan.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
Di atas kertas, implementasi inovasi proses
pembelajaran sudah berhasil. Tapi pada saat
diimplementasikan, fakta berbicara lain.
Inovasi tersebut gagal.
Kendala teknis terjadi manakala suatu
inovasi membutuhkan dukungan teknis
seperti pengetahuan, sarana prasarana,
termasuk anggaran. Pengetahuan tentang
pelatihan tentu sudah banyak dan telah
terkodifikasi dengan baik dalam bentuk
buku, jurnal, makalah, bahkan melalui bahan
ajar. Karena sudah terkodifikasi dengan
baik, maka mudah dapat diakses dan
dipergunakan untuk menjalankan inovasi.
Namun, inovasi adalah sesuatu yang baru.
Karena kebaruannya, inovasi seringkali
mengalami kekurangan bahkan ketiadaan
pengetahuan. Belum banyak konsep dan
teori yang membahas inovasi tersebut.
Dalam konteks seperti ini, maka seorang
inovator juga dituntut untuk 'menciptakan'
pengetahuannya sendiri. Dengan demikian,
peran inovator juga dapat bertambah
menjadi seorang ilmuwan, yang melalui
inovasinya mereka mampu menciptakan
pengetahuannya sendiri.
KESIMPULAN
D a l a m m e l a k s a n a k a n s t r a t e g i
pembelajaran inkuiri dapat dilakukan melalui
permaianan setatak dalam rangka menemukan
inovasi sebagai solusi dari berbagai
permasalahan yang ada. Permainan setatak
u n t u k m e n e m u k a n i n o v a s i d e n g a n
menggunakan 9 (Sembilan) langkah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anam, R. S. 2015. Efektivitas dan Pengaruh
Model Pembelajaran Inkuiri Pada
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Mimbar Sekolah Dasar , 88.
Arikunto.S. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Rineka
Ciptra, Jakarta.
Buditjahjanto, D. S. 2013. Pengaruh Metode
Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan
Hasil Belajar Siswa di SMK 3 Buduran
Sidoarjo. Jurnal Pendkan Teknik Elektroid ,
308.
Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Gulo, W. 2005, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta, Grasindo
Hamdayama, J. 2016. Metodologi Pengajaran.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
John Dewey, 1983, Logic The Theory of
Incuiry, New York, Henry Holt and
Company .
Joyce, B Weil dan Shower B. 2000. Models of
Teaching Fourth Edition Massa Chusettes:
Allyn and Bacon Publising Company.
Kristanto, E. Y. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kristianingsih, D.D. 2010, Peningkatan Hasil
Belajar Melalui Model Pembelajaran
Inkuiri Dengan Metode Pictorial Riddle,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
Universitas Negeri Semarang.
Indonesia
48
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
49
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) kerjasama
dengan Dinas Kebudayaan Riau, Dinas
Pendidikan Riau dan Bank Riau Kepri.
2018. Pendidikan Budaya Melayu Riau (
Buku Sumber Pegangan Guru). Pekanbaru.
Maridi. W.S. 2013. Penerapan Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan
Proses Sains Dasar Pada Pembelajaran
Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7
Surakrta. Jurnal Pendidikan Biologi
Volume 5 Nomor 1.
Megasari. Embung. 2018. Profil La BerZO-
Laman Bermain Zaman Old.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatrur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22
Tahun 2014, tentang Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Rahman, Elmust. 2008. Atlas Kebudayaan
Melayu Riau Tahap II. Riau: P2KK
Universitas Riau.
S.Khanafiyah, D. K. 2010. Peningkatan Hasil
Belajar Melalui Model Pembelajaran
Inkuiri Dengan Metode Pictorial Riddle
Pada Pokok Bahasan Alat-Alat Optik di
SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia ,
13.
Sanjaya, Wina. 2006, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana.
Sanjaya,Wina. 2011. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Senjaya, Wina . 2008. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Setiawan, D. 2013. Pengaruh Metode
Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan
Hasil Belajar. Universitas Surabaya: Jurnal
Pendidikan Teknik Elektro.
Sri Ratna Dewei, 2011. Penggunaan Permainan
Tradisional Yeye Dalam Pemahaman
Konsep Perkalian Untuk Siswa Sekolah
Dasar. Prosiding Konferensi Nasional
Matematika XVII - 2014 11 - 14 Juni 2014,
ITS, Surabaya.
Strategi Pembelajaran, www.ndhiroszt
.multiply. com , tanggal 22 Nopember 2017
Sucipto, Toto, dkk,. 2003. Kebudayaan
Masyarakat Lampung di Kabupaten
Lampung Timur. Bandung: Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Tangkas, I Made. 2012. Pengaruh Implementasi
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
terhadap Kemampuan pemahaman konsep
dan Keterampilan proses sains siswa kelas
X SMAN 3 Amlapura . Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha.
Trianto. 2007. Mengembangkan Model
Pembelajaran Tematik. Surabaya: Prestasi
Pustaka.
Ulfa Indra Yuni, 2015. Permainan Statak, Warta
Sejarah, Jumat, 29 Mei 2015
Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara
Wahab, Abdul Aziz. 2007. Metode dan Model-
Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Bandung : Alfabeta.
Wena, M. 2016. Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontenporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
Rekonseptualisasi Pendidikan Hukum dalam Sistem Pendidikan Nasional
Oleh 1Ahmad Iffan
2Mustafid
Abstrak
Abstract
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional merupakan payung hukum dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang perubahannya mengikuti kebijakan pemerintah,
begitupun pendidikan hukum yang berada di Indonesia telah mengalami perubahan pada beberapa
periode. Pada penelitian ini akan mengkaji terkait hal-hal apa saja yang menjadikan konsep pendidikan
hukum belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat dan rekonseptualisasi apa saja yang harus
diterapkan pada sistem pendidikan nasional agar pendidikan hukum mengalami perubahan kualitas
yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan sumber data yang
digunakan adalah data sekunder sedangkan teknik penelitian pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik penelitian kepustakaan (library research). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan rekonseptualisasi pendidikan hukum di Indonesia.
Kata Kunci : Pendidikan Hukum, Rekonseptualisasi, Sistem Pendidikan Nasional
The Law on the national education system is the legal umbrella for the implementation of
education in Indonesia, whose changes follow government policies, as well as legal education in
Indonesia that has undergone changes in several periods. This research will examine related things that
make the concept of legal education not in accordance with public expectations and what
reconceptualization should be applied to the national education system so that legal education
experiences changes in good quality. The research method used is normative juridical research and the
data source used is secondary data, while the data collection research technique used is library
research techniques. The purpose of this study is to provide a reconceptualization of legal education in
Indonesia.
Keywords: Legal Education, Reconceptualization, National Education System
1 Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang, email: [email protected] 2 Dosen Tetap Program Studi Ekonomi Syariah, STAI Al-Azhar Pekanbaru, email: [email protected]
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
50
1. PENDAHULUAN
Sistem pendidikan di Indonesia selalu
mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah yang berkuasa pada masanya.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
merupakan dasar utama dalam penyelenggaraan
pendidikan secara nasional, hal ini merupakan
perintah Undang Undang Dasar bahwa Negara
Republik Indonesia merupakan Negara hukum
dan segala sesuatu haruslah sesuai dengan
hukum sebagai norma dasar masyarakat.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 yang merupakan dasar
utama dalam pengaturan sistem pendidikan di
Indonesia, mulai dari tingkat pendidikan paling
bawah hingga pasca sarjana, maka sudah
seharusnya sistem pendidikan Indonesia
mengalami penyempurnaan dan disesuaikan
dengan zaman.
UU Sistem Pendidikan Nasional yang di
dalam undang-undang ini memberikan arti
bahwa suatu penyelenggaraan pendidikan wajib
memegang beberapa prinsip, yakni pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multimakna. Selain
itu dalam penyelenggaraan juga harus dalam
suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran
melalui mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu 3layanan penddikan .
UU Pendidikan Nasional seyogyanya
harus mengakomodir seluruh jenis pendidikan
yang ada di Indonesia dan melakukan perubahan
untuk perbaikan secara berkala agar suatu
sistem dapat baik dalam pelaksanannya.
Pendidikan hukum merupakan salah satu
cabang ilmu pendidikan yang terdapat dalam
sistem pendidikan nasional kendatipun tidak
tersirat secara langsung, karena tidaklah boleh
suatu sistem hanya bersifat otonom terhadap
suatu ilmu pengetahuan ataupun pendidikan
tertentu tanpa menghiraukan cabang ilmu
pendidikan lainnya.
Pendidikan hukum yang berada di
Indonesia telah mengalami perubahan pada
beberapa periode, dimulai dari masa
kependudukan kolonial Belanda yang bermula
dari pendidikan menengah setingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas dengan didirikan
Rechtsschool pada tahun 1908 dan Pada tahun
1924 level pendidikan tinggi ditingkatkan
menjadi Universitas, hal ini ditandai oleh 4
berdirinya Rechtshogeschool . Dari beberapa
perubahan yang terjadi masih belum terdapat
kekhususan pendidikan hukum menjadi sebuah
norma dasar untuk pengembangan hukum
secara nasional, hal ini dapat dilihat yang masih
terjadi ketidak sepakatan antara organisasi yang
menaungi profesi hukum secara nasional
bahkan para akademisi pun masih terjadi
perdebatan terkait konsep pendidikan hukum
yang dapat diterapkan secara nasional.
3 "UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional – Referensi HAM". referensi.elsam.or.id, Diakses tanggal 6 Desember 2020.4 Hikmahanto Juwana, Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 2005, hlm.1
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
51
Sampai saat sekarang masih belum jelas
bagaimana kedudukan pendidikan hukum
dalam sistem hukum pendidikan nasional,
beberapa ahli menggambarkan pendidikan
hukum sebagai institusi pendidikan hukum, atau
sebuah model pembejalaran dan terdapat juga
sebuah profesi. Berbagai bentuk representatif
pendidikan hukum di Indonesia digambarkan
dengan berbagai bentuk sistem yang ada, hal ini
tidakpun menjadikan pendidikan hukum
menjadi satu kesatuan dengan sistem
pendidikan. Hal ini merupakan salah satu alasan
bahwa penegakan hukum di Indonesia menjadi
memprihatinkan karena bermula dari
pendidikannya yang belum jelas dan tidak
dikontrol, seperti maraknya pembangunan
institusi pendidikan hukum yang terkadang
tidak terakreditasi bahkan tidak sah secara
sistem pendidikan nasional.
Penjelasan semu yang dihadirkan dalam
pendidikan hukum tidak hanya berdampak pada
penegakan hukum nasional tetapi juga pada
kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan
hukum. Karena sinergitas pendidikan hukum
dengan lembaga pendidikan, masyarakat, dan
keluarga secara berkesinambungan akan
mampu menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran hukum dalam diri masing-masing
anggota masyarakat. Adanya kesadaran hukum
ini selanjutnya akan menumbuhkan ketaatan
masyarakat pada semua norma, termasuk norma
hukum, yang berlaku di masyarakat dan negara.
Ketaatan masyarakat kepada norma-norma,
termasuk norma hukum yang berlaku,
merupakan salah satu ciri warga negara yang 5baik . Oleh karena itu perlu untuk mengkaji
lebih dalam terkait konsep pendidikan hukum
dengan melakukan rekonseptual isas i
pendidikan hukum terhadap sistem pendidikan
nasional.
II. METODE
Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian
yuridis normatif merupakan penelitian
kepustakaan atau studi dokumen, yaitu
penelitian yang dilakukan atau ditujukan pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau penelitian
yang didasarkan pada data sekunder. Adapun
sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
analisis pendidikan hukum dan pengaturan
sistem pendidikan nasional. Sumber data yang
digunakan adalah data sekunder yaitu data-data
yang diperoleh dari bahan-bahan perpustakaan
seperti buku-buku, jurnal, artikel dan informasi
dari website atau data yang diperoleh oleh
peneliti secara tidak langsung dari objeknya
tetapi dari sumber lain baik lisan maupun 6
tulisan . Bahan informasi dapat merupakan
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder 7
dan bahan hukum tersier .
Teknik penelitian pengumpulan data
yang digunakan adalah teknik penelitian 8kepustakaan (library research) , yaitu penelitian
untuk memperoleh data dengan membaca buku
dan teori yang relevansinya dengan masalah 9yang akan dibahas pada penulisan ini . Analisa
data yang digunakan dengan melakukan
5 Sumaryati, Urgensi Pendidikan Hukum Dalam Mewujudkan Kesadaran Hukum Masyarakat.
6 Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, ALFABETA, Bandung: 2013, hlm. 51.7 Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum: Kontelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, cet ke-2, hlm. 1768 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum , Edisi revisi, Kencana, Jakarta, 2013, hlm.479 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 17
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
52
penyusunan terhadap data yang diperoleh untuk
mendapatkan suatu kesimpulan dalam
menganalisis terhadap penulisan ini, penulis
menggunakan analisis kualitatif, yaitu
pengelompokan data menurut aspek-aspek yang
diteliti, diambil suatu kesimpulan dengan atau 10tanpa menggunakan angka-angka statistik .
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Pendidikan Nasional telah diatur
secara lengkap dalam hukum negara, akan tetapi
belum terimplementasi dengan baik dan sesuai
secara penuh. Realitanya, perkembangan
pendidikan seringkali dipengaruhi oleh
perkembangan politik kekuasaan, dan sudah
menjadi kebiasaan yang melembaga ketika
bergantinya kekuasaan, berganti pula sistem
atau kebijakan dalam pendidikan, baik aturan,
kurikulum maupun hal-hal lain yang berkaitan
dengan pendidikan, sehingga proses belajar
mengajar maupun hasil proses tersebut belum
bisa menghasilkan sesuai dengan yang
diharapkan dan yang dicita-citakan, serta tujuan
pendidikan belum bisa dicapai secara 11
maksimal . Dengan inkonsistensi pemerintah
dalam menerapkan model sistem pendidikan
nasional yang sama maka sering sekali banyak
hal yang dikorbankan seperti pelaksanaan Ujian
Nasional yang silih berganti penetapan
statusnya.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 31
ayat 1 sampai dengan ayat 5 UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 12menyebutkan sebagai berikut:
1. Se t i ap warga negara be rhak
mendapatkan pendidikan
2. Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya
3. Pemerintah mengusahakan dan
menyelengggarakan satu sistem
p e n d i d i k a n n a s i o n a l , y a n g
meningkatkan keimanan & ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
5. P e m e r i n t a h m e m a j u k a n i l m u
pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Ketidakjelasan pendidikan hukum
mengakibatkan pada banyaknya interpretasi
terkait pelaksanaan pendidikan hukum di
Indonesia, untuk merubah konsep pemikiran
pendidikan hukum dalam sistem pendidikan
nasional memerlukan beberapa tahapan-tahapan
yang hal ini dapat dikategorisasi sebagai
perubahan konsep pendidikan hukum. Para ahli
memberikan tujuan dari pendidikan hukum
nasional seperti Soetandyo bahwa tujuan
10 Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 511 Muntoha, Pendidikan Dalam Perspektif Hukum (Antara Harapan Dan Realitas), Jurnal Madaniyah, Volume 1 Edisi X Januari 2016, hlm.1
12 Ibid, hlm.92
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
53
pendidikan hukum ‘bukan suatu proses yang
otonom’, melainkan: “Suatu proses yang
tertuntut secara fungsional mengikuti
perkembangan politik, khususnya politik yang
yang bersangkut-paut dengan kebijakan dan
upaya pemerintah untuk mendayagunakan
hukum guna meraih tujuan-tujuan yang tak
selamanya berada di ranah hukum dan/atau 13ranah keadilan." Dengan ketidakjelasan dalam
pendidikan hukum menghasilkan persoalan
internal pada sistem pendidikan nasional, Prof.
Hikmahanto Juwana memberikan alasan terkait
tujuan pendidikan hukum tidak terlihat secara
signifikan pada lulusan yang dihasilkan oleh 14
fakultas hukum, yaitu :
1. Kurikulum inti pendidikan hukum yang
berlaku sejak masa pemerintahan
kolonial hingga sekarang masih berlaku.
2. Mayoritas substansi mata kuliah dalam
kurikulum inti dan metode pengajaran
tidak berubah secara mendasar sejak
masa pemerintahan Kolonial hingga
sekarang. Substansi mata kuliah dan
metode pengajaran telah terlanggengkan
karena faktor pengajar. Pengajar resisten
berubah meskipun tujuan pendidikan
hukum telah berubah.
3. Pelanggengan juga terjadi karena sistem
rekrutmen pengajar.
4. Mayoritas lulusan fakultas hukum
cenderung menginginkan tipe lulusan
yang tahu peraturan perundang -
undangan, bukan yang tahu hukum
dalam pengertian yang luas. Hukum
telah direduksi menjadi peraturan
perundang-undangan.
5. Persepsi masyarakat telah berakibat pula
pada keseragaman lulusan yang
dihasilkan oleh fakultas hukum.
Masyarakat men-stereotip-kan lulusan
fakultas hukum sebagai sangat
legalistik, pandai menghafal dan taat
pada doktrin. Akibatnya penyelenggara
pendidikan hukum, para pengajar
maupun mahasiswa tidak mempunyai
pilihan selain ikut dengan stereotip yang
dipersepsikan oleh masyarakat.
Seca ra s ingka t dapa t d i ambi l
kesimpulan bahwa tujuan dasar dari pendidikan
hukum pada institusi pendidikan hukum tidak
membawa pengaruh dan dampak yang
signifikan terhadap lulusan yang diharapkan
oleh masyarakat. Ketika kebutuhan masyarakat
bahwa anak hukum dapat menyelesaikan
persoalan hukum berskala kecil di tengah-
tengah masyarakat tidak dapat diselesaikan
dengan baik bahkan cenderung mengalihkan
pertolongan tersebut dengan alasan bukan
spesialisasi pendidikan mahasiswa tersebut.
Artinya secara tekstual maupun kontekstual
bahwa produk yang dihasilkan oleh pendidikan
hukum belum efektif dan efisien terhadap orang
yang menamatkan pendidikan hukum di
perguruan tinggi.
Hal ini pun tidak dapat dijadikan bahwa
pendidikan hukum tidak bermanfaat sama sekali
karena konsep pendidikan hukum kita yang
tidak jelas mengakibatkan jurusan hukum
kebanyakan pilihan berawal dari kebingunan
dan ketidaktahuan untuk memilih jurusan yang
diinginkan. Dari ketidakpastian pendidikan
13 Soetandyo Wignjosoebroto, "Perkembangan Hukum Nasional dan Pendidikan Hukum di Indonesia pada Era Pascakolonial," dapat diakses di <http://www.huma.or.id/ documentl/OI_analisa hukumiPerkembangan Hukum Nasional & Pendidikan Hukum Oi Indonesia Pada Era Pascakolonial_ Soetandyo.pdf>, dapat dilihat juga pada Hikmahanto Juwana Dalam Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, hlm.3. 14Hikmahanto Juwana, Op Cit, hlm.7
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
54
hukum di Indonesia mengakibatkan kualitas
penegakan hukum yang munurun sehingga
keadilanpun menjadi langka untuk masyarakat,
karena ketidak siapan mahasiswa hukum untuk
terjun ke masyarakat menjadikan kekecewaan
dan menurunkan pandangan terhadap orang-
orang hukum.
Beberapa hal yang dapat dijadikan
sebagai ke lemahan penyelenggaraan 15pendidikan hukum adalah:
1. Tidak adanya Pembedaan Tegas antara
Pendidikan Hukum Akademis dan
Profesi.
2. Kelemahan Sislem Kredit Semester
3. Kurang Diperhatikannya Infrastruktur
Pendukung
4. Kuatnya lntervensi Pembuat Kurikulum
Faktor-faktor di atas merupakan
persoalan mendasar yang masih dialami hingga
saat sekarang ini, seperti tidak ada kejelasan
terkait pendidikan hukum untuk akademisi dan
praktisi hukum sedangkan dua profesi ini
merupakan hal yang berbeda dan terdapat jauh
prinsip dan norma-norma pelaksanaannya.
Ketika akademisi hukum hanya diharuskan
untuk melanjutkan studi strata II sedangkan
praktisi cukup menempuh pendidikan S1
menjadikan para mahasiswa yang akan memilih
akademisi ataupun praktisi untuk mengulang
dari awal kembali. Artinya ilmu dan
pengetahuan yang diperoleh pada jenjang S1
perlu untuk direvisi kembali, bahkan dalam hal
praktisi juga menghindari penerapan idealisme
akademisi karena memang sistem praktisi yang
cukup jauh berbeda dengan prinsip di
akademisi.
Begitupun halnya dengan kelemahan
kredit semester yang hanya memakan waktu
panjang tanpa mengasah kemampuan sofskill
dibidang hukum, juga ketidak tersediaan
infrastruktur dan kuatnya intervensi menjadikan
pendidikan hukum yang menghasilkan
akademisi dan praktisi menjadi lemah dan tidak
berkualitas. Maka konsep pendidikan hukum
haruslah mengalami perubahan yang signifikan,
tidak hanya mengatur persolan SKS persemester
tetapi juga mengatur pasca pendidikan hukum
tersebut telah selesai dilaksanakan. Konsep
pendidikan hukum saat sekarang merupakan
konsep yang ambigu dengan berbagai
kelemahan yang ada pada sistem pendidikan
tersebut. Oleh karena itu perlu melakukan
rekonseptualisasi pendidikan hukum di
Indonesia dengan dimulai pada :
1. Menjadikan ilmu Kewarganegaraan
sebagai pelajaran pokok dan utama di
Jurusan Sosial ataupun Science.
2. Setiap perguruan tinggi haruslah
memiliki standarisasi untuk menerima
mahasiswa hukum yang berkompeten
seperti wawancara dan public speaking
yang baik.
3. Melakukan seleksi ketat terhadap setiap
yang akan menjadi mahasiswa hukum
s e b a g a i m a n a s u l i t n y a m a s u k
kedokteran.
4. M e l a k u k a n r e f o r m a s i k o n s e p
pendidikan hukum di perguruan tinggi
dengan memberikan porsi terbanyak
untuk praktek di lapangan dan
meminimalisir teori di kelas, seperti
teori hanya satu tahun dan selebihnya
diarahkan untuk bekerja part time di
institusi-institusi hukum di Indonesia,
maka materi yang satu tahun tadi adalah
materi-materi persiapan praktek
lapangan.15 Ibid, hlm. 8
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
55
5. Sedangkan yang berkeinginan untuk
menjadi dosen maka wajib diarahkan
untuk menulis, mengajar di kampus-
kampus menjadi asisten dan membuat
bahan ajar dengan materi yang di dapat
secara berkala.
6. Setiap selesai pendidikan hukum yang
dilewati maka pemerintah menyediakan
wadah untuk langsung mempraktekkan
ilmu hukum yang telah diperoleh secara
teori dan praktek di lapangan.
7. Setelah menjadi praktisi hukumpun
haruslah ada konsep pendidikan hukum
perspektif karir praktisi hukum. Seperti
bahwa hakim adalah profesi yang mulia
maka seharusnya yang bisa menjadi
hakim adalah para jaksa, pengacara
ataupun akademisi hukum yang telah
puluhan tahun menempuh dunia hukum
secara akademisi ataupun praktisi.
8. Karir yang jelas terhadap praktisi hukum
menjadikan efektifitas dan efisiensi
jejak karir hukum yang diperkuat
dengan pendidikan hukum.
Adapun Prof. Hikmahanto Juwana juga
memberikan konsep pendidikan hukum
kedepannya agar profesionalitas akademisi dan
praktisi hukum semakin menjadi lebih baik
secara kuliatas dan seimbang dari aspek
kuantitas, yaitu :
1. Menetralkan Tujuan Pendidikan
Hukum
2. Pemisahan Tegas antara Pendidikan
hukum Akademis dan Profesi (Praktisi)
3. Kurikulum Berbasis Kornpetensi
4. Pendidikan Pasca.
Perubahan sistem ini tidak akan mampu
terlaksana apabila hanya pihak-pihak yang
berkeinginan untuk berubah saja yang
melakukannya tetapi harus disokong dengan
kebijakan dan kerjasama pemerintah terkait
pelaksanaan pendidikan hukum. Pendidikan
hukum bukan hanya sekedar formalitas
pelengkap sistem pendidikan nasional karena
tanpa pendidikan hukum yang baik maka tujuan
negara yang berkeadilan tidak akan pernah
tercapai. Seperti negara-negara maju di Eropa
ataupun Amerika yang memberikan privilege
terhadap hukum dan pendidikannya.
IV. KESIMPULAN
Perubahan sistem pendidikan akan
selalu mengalami perkembangan, maka dalam
melakukan reformasi terhadap pendidikan
hukum diperlukan rekonseptualisasi terhadap
pendidikan hukum nasional, memberikan
membatasan yang jelas terhadap pendidikan
hukum akademisi dan praktisi juga membentuk
jenjang karir praktisi hukum yang baik dan
terstruktur. Memperkuat berbagai aspek dalam
pendidikan hukum seperti kurikulum,
kewajiban SKS perubahan jam belajar dan
sistem belajar. Memperkuat sistem pendidikan
hukum tidak hanya akan berdampak pada
pembelajaran hukum tetapi juga kepada kualitas
penegakan hukum dan kepatuhan masyarakat
akan hukum.
V. REKOMENDASI
1. Membentuk aturan khusus terkait
pendidikan hukum dalam sistem
pendidikan nasional.
2. Memisahkan pendidikan hukum untuk
akademisi dan pendidikan hukum untuk
praktisi.
3. Merumuskan aturan terkait jenjang karir
praktisi hukum menjadi lebih terstruktur
antar seluruh penegak hukum yang
diatur UU.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
56
4. Menjadikan status pendidikan hukum
sama seperti pendidikan kedokteran,
seperti selektif dalam menerima
mahasiswa, memperbanyak jam praktik
dan perkuliahan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Hikmahanto Juwana, Reformasi Pendidikan
Hukum Di Indonesia, Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari-
Maret 2005.
Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kual i ta t i f , Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Muntoha, Pendidikan Dalam Perspektif Hukum
(Antara Harapan Dan Realitas), Jurnal
Madaniyah, Volume 1 Edisi X Januari 2016.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ,
Edisi revisi, Kencana, Jakarta, 2013.
Sumaryati, Urgensi Pendidikan Hukum Dalam
M e w u j u d k a n K e s a d a r a n H u k u m
Masyarakat.
Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian
Hukum, ALFABETA, Bandung: 2013.
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode
Penelitian Hukum: Kontelasi dan Refleksi,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2011, cet ke-2.
Soetandyo Wignjosoebroto, "Perkembangan
Hukum Nasional dan Pendidikan Hukum di
Indonesia pada Era Pascakolonial," dapat
diakses di <http://www.huma.or.id/
d o c u m e n t l / O I _ a n a l i s a h u k u m i
Perkembangan Hukum Nasional &
Pendidikan Hukum Oi Indonesia Pada Era
Pascakolonial_ Soetandyo.pdf>,
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional – Referensi
HAM. referensi.elsam.or.id, Diakses
tanggal 06 Desember 2020.
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
JURNALKARYA APARATUR
Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02
57