struktur makro, mikro dan ultramikroskopik kayu jati unggul
TRANSCRIPT
4
TINJAUAN PUSTAKA
Jati Unggul Nusantara
Di Indonesia, pada saat ini banyak jenis bibit jati cepat tumbuh yang
dipasarkan di masyarakat dengan berbagai nama dagang, seperti jati emas, jati
super, jati unggul, jati prima, dan jati monfori, yang semuanya merupakan
tanaman jati yang dikembangkan melalui kultur jaringan. Demikian pula jenis jati
yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Perum Perhutani yang dikenal dengan
nama Jati Plus Perhutani (JPP) (BBPBPTH 2008; Sumarni & Muslich 2008).
Dari induk JPP tersebut, saat ini telah dibuat turunannya dengan berbagai
perbaikan pada sifatnya. PT. Setyamitra dan Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara (KPWN) telah berhasil menginduksi perakarannya menjadi akar
tunggang majemuk sehingga akarnya kokoh dan batang cepat besar namun tidak
mudah roboh. Bibit jati unggul tersebut kemudian diberi nama Jati Unggul
Nusantara/JUN (Soeroso & Poedjowadi 2008).
Selanjutnya disebutkan bahwa selain perbaikan pada akar, pada tanaman
JUN ini juga dilakukan pemberian nutrisi yang berkualitas dan perawatan yang
intensif, dengan harapan akan mendapatkan umur produksi yang lebih singkat.
Kebutuhan nutrisi diberikan dengan memproduksi pupuk organik formula khusus
yang dapat mendukung kebutuhan nutrisi JUN. Dengan menggunakan bibit
unggul dan pupuk organik khusus tersebut, JUN umur 4 bulan telah mencapai
tinggi 4 m dan diameter 3,5 cm; umur 2 tahun tingginya 10 m dan diameter 10
cm; dan umur 5 tahun tingginya 17,5 m dengan diameter minimal 24 cm.
Industri penggergajian kayu saat ini telah berhasil mengolah kayu dengan
diameter 20 cm menjadi venir dan furnitur. Perkembangan teknologi pengolahan
kayu yang telah ada memungkinkan permasalahan warna, kekuatan dan keawetan
kayu dapat diatasi. Sifat mudah diolah dan dibentuk dari pohon cepat tumbuh
dapat didifusikan sesuai keinginan pasar. Tingkat kekerasannya pun dapat
direkayasa dengan teknik pemadatan. Dengan menggabungkan teknologi
budidaya dan pengolahan kayu tersebut, maka umur panen jati yang semula 20
tahun bisa dipercepat menjadi 5 tahun karena telah mencapai diameter minimal 20
5
cm, dimana pasarnya pun telah tersedia (Trockenbrodt & Josue, 1999; Irwanto
2006; Soeroso & Poedjowadi 2008).
Jati Konvensional dan Jati Cepat Tumbuh
Jati konvensional adalah tanaman jati yang dikembangkan dari biji,
sehingga sifat yang dimiliki antara lain pertumbuhannya lambat. Jati ini umumnya
memiliki percabangan lebih sedikit dengan batang yang lurus (Sumarni &
Muslich 2008). Perkembangan teknologi khususnya dalam bidang rekayasa
genetik (pemuliaan pohon) telah menghadirkan jati varietas unggul. Jati yang
dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek (± 15
tahun), sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Jenis jati yang kemudian
dikembangkan dari pohon-pohon induk terpilih dan diperbanyak menggunakan
kultur jaringan ini selanjutnya disebut jati cepat tumbuh (Irwanto 2006; Krisdianto
& Sumarni 2006; Sumarni & Muslich 2008).
Berbagai merek dagang jati varitas unggul yang telah beredar di
pasaran disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis jati varitas unggul di Indonesia
No Nama Dagang Produsen Materi Asal 1 Jati Plus Perhutani (JPP) PT. Perhutani Jawa 2 Jati Super PT. Monfori Nusantara Thailand 3 Jati Emas PT. Katama Suryabumi Birma 4 Jati Unggul PT. Bumundo, PT. Fitotek Jawa 5 Jati Kencana PT. Dafa Teknoagro
Mandiri Jawa Timur
6 JUL KBP Lamongan Thailand (Sumber: Irwanto 2006)
Dibandingkan jati konvensional, jati cepat tumbuh diduga mempunyai
beberapa sifat yang cenderung lebih jelek. Brazier (1986) berpendapat bahwa
kayu yang berasal dari hutan tanaman akan berbeda dengan kayu yang berasal
dari hutan alam. Hal ini disebabkan selain oleh pertumbuhannya yang lebih cepat,
juga karena pada hutan tanaman, pohon biasanya ditebang dalam umur tegakan
yang lebih muda, yaitu 20–40 tahun. Oleh karena itu, kayu dari hutan tanaman
umumnya lebih ringan, teksturnya lebih kasar, lebih banyak mata kayu, seratnya
tidak teratur serta mengandung lebih banyak kayu remaja (juvenile wood). Senft et
6
al. (1986) menyatakan bahwa kayu dari hutan tanaman yang tumbuh cepat dan
berdaur pendek mengandung lebih banyak kayu remaja. Kayu remaja memiliki
sifat lingkar tumbuh relatif lebar, terutama pada tahun-tahun awal pertumbuhan,
kerapatan sel rendah dan mengandung lignin dengan kadar yang lebih tinggi,
penyusutan longitudinal lebih besar dan lebih banyak arah serat spiral serta
kekuatannya lebih rendah. Makin cepat pertumbuhan pohon pada periode awal,
makin banyak juga volume kayu remaja, lebih-lebih bila ditebang pada umur
muda (Kininmonth 1986). Pada pohon muda, kayu terasnya sangat sedikit dan
kadar zat ekstraktifnya rendah sehingga keawetannya pun akan rendah (Harris
1986).
Beberapa peneliti telah melaporkan sifat-sifat kayu jati cepat tumbuh
dibandingkan dengan kayu jati konvensional. Pada Tabel 2 dan Tabel 3 disajikan
resume hasil penelitian sifat-sifat kayu jati cepat tumbuh dan kayu jati
konvensional di Indonesia pada kelas umur yang sama yang dikelompokkan
berdasarkan penulis.
Tabel 2. Perbandingan sifat kayu jati cepat tumbuh dan kayu jati konvensional umur 5 dan 7 tahun (Sumarni, et al. 2005-2008)
No. Uraian Sifat Kayu Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional Keterangan 1. Struktur Anatomi
Makroskopik Telah terbentuk kayu teras di seluruh lempengan bagian ujung, tengah dan pangkal. Persentase kayu teras 22,61%.
Persentase kayu teras 20,3%
Jati cepat tumbuh yang digunakan adalah jati unggul dari PT. Monfori yang ditanam di Palembang
2. Fisis Mekanis BJ basah lebih tinggi Kelas kuat IV
BJ basah lebih rendah Kelas kuat IV
3. Pemesinan Sangat baik hingga baik Sangat baik hingga baik 4. Pengerjaan Mudah dikerjakan
(kelas mutu I-II: sangat baik-baik) Mudah dikerjakan (kelas mutu I-II: sangat baik-baik)
5. Keawetan Keawetan terhadap rayap tanah, rayap kayu kering dan bubuk kayu kering termasuk kelas V (dalam pemakaian harus diawetkan)
Keawetan terhadap rayap tanah, rayap kayu kering dan bubuk kayu kering termasuk kelas V (dalam pemakaian harus diawetkan)
6. Keterawetan Mudah diawetkan Mudah diawetkan 7. Pengeringan - Pengeringan alami, untuk mencapai
KA 13% membutuhkan waktu 16-20 hari.
- Pengeringan dengan dehumidifier, diperoleh kisaran suhu 35-41 0C dan kelembapan 62-70%.
- KA titik jenuh serat <30%.
- Butuh waktu lebih lama. Laju pengeringan lebih cepat.
7
No. Uraian Sifat Kayu Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional Keterangan - Laju pengeringan lebih lambat.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering udara dari kondisi awal berkisar antara 3-7 hari.
-
8. Komponen kimia (%) Holoselulosa Lignin Pati Kelarutan dalam: -air dingin -air panas -Alkohol benzene -NaOH 1 % Kadar Air Kadar Abu Silika Pulp dan kertas
67,34 30,70 16,98 1,70 6,47 3,54 12,88 6,01 0,688 0,398 Cukup baik
63,96 31,35 11,20 4,03 6,32 4,61 13,94 6,04 0,780 0,459 Cukup baik
9. Arang dan nilai kalor Rendemen arang (%) Rendemen ter (%) Rendemen cairan destilat (%) Berat jenis arang (g/cm3 ) Nilai kalor kayu (kal/g) Nilai kalor arang (kal/g) Kadar air arang (%) Kadar abu (%) Kadar zat terbang (%) Karbon terikat (%)
30,50 8,71 79,49 0,485 4437 7629 0,19 3,51 15,15 81,34 Cukup baik untuk bahan arang, arang aktif dan peleburan biji besi.
27,43 5,74 38,45 0,644 4426 6969 0,18 3,64 16,18 80,18 Cukup baik untuk bahan arang, arang aktif dan peleburan biji besi.
Dari Tabel 2 di atas tampak bahwa sifat kayu jati cepat tumbuh maupun
kayu jati konvensional, terutama pada sifat keawetan, keterawetan, pemesinan dan
pengerjaan, tidak jauh berbeda karena umurnya yang relatif masih sama-sama
muda.
8
Tabel 3. Perbandingan sifat kayu jati cepat tumbuh dan kayu jati konvensional umur 7 tahun dari Penajam, PT. ITCI Kartika Utama, Kalimantan Timur (Krisdianto & Sumarni 2006; Krisdianto 2008; Sumarni et al. 2008)
No. Uraian Sifat Kayu Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional Keterangan 1. Struktur Anatomi
Makroskopik Persentase kayu teras 39,6%. Masuk dalam kriteria kayu bulat kecil (KBK A.1)
Persentase kayu teras 20,3%. Masuk dalam kriteria kayu bulat kecil (KBK A.1)
Mikroskopik - - Ultramikroskopik MFA 23,29°; menurun
dari empulur ke arah kulit
MFA 22,05°; menurun dari empulur ke arah kulit
2. Fisis Mekanis Kelas kuat rendah Kelas kuat rendah 3. Pemesinan Cukup bagus Cukup bagus 4. Pengerjaan Mudah dikerjakan Mudah dikerjakan 5. Keawetan Kelas awet rendah Kelas awet rendah 6. Penggunaan Llumber sharing, Finger Joint Laminated Board
(FJLB), bubutan, lantai, kursi taman, jelusi, barang kerajinan dan sebagainya
Ulasan kritis sifat kayu dan potensi pemanfaatan kayu jati yang berasal dari
hutan tanaman cepat tumbuh di Malaysa dibandingkan sifat-sifat kayu jati
konvensional yang ditebang pada umur dewasa disajikan pada Tabel 4
(Trockenbrodt & Josue 1999).
Tabel 4. Sifat-sifat dan pemanfaatan kayu jati cepat tumbuh rotasi pendek umur 10-15 (maksimal 20) tahun dan jati konvensional umur 80 tahun di Malaysa (Trockenbrodt & Jouse 1999)
No. Uraian Sifat Kayu
Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional
Keterangan
1. Ciri umum Warna Warna lebih terang Coklat
kekuningan atau coklat emas hingga coklat keabuan atau coklat gelap.
Perbedaan warna tergantung pada faktor tempat tumbuh. Iklim basah menghasilkan warna lebih terang dengan corak kurang jelas, sedangkan iklim kering menghasilkan warna dan corak yang lebih gelap dan lebih jelas. Musim kering juga menyebabkan lingkaran tumbuh tampak sangat jelas dan memberikan pola yang menarik. Pembentukan lingkaran tumbuh antara jati konvensional dan jati cepat tumbuh tidak jauh berbeda pada iklim yang sama. Warna kayu gubal putih kekuningan, lebarnya sekitar 2-5 cm, lebih lebar di area tempat tumbuh yang basah; warnanya sangat kontras dibandingkan kayu teras.
9
No. Uraian Sifat Kayu
Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional
Keterangan
Diameter pohon dan persentase kayu teras
3 tahun: diameter 2,5-4,8 cm, diameter kayu teras 0-0,8 cm. 4 tahun: diameter 5,8-10,9 cm, diameter kayu teras 0-1,8 cm hingga 0,9-6,9 cm. 5 tahun: diameter 6,9-11,4 cm, diameter kayu teras 0-2,9 cm hingga 1,4-7,4 cm. 15 tahun: diameter 9,4-27,2 cm (sedangkan pada Krishnapillay 1997: 25-35 cm). 25 tahun: diameter 12,2-33,3 cm (sedangkan pada Kijkar 1997: 45-50 cm).
8 tahun –diameter 10,5 cm—persentase kayu teras 30,1% (rata-rata diameter kayu teras 5,76 cm). 13 tahun—50,3%. 20 tahun—23,4-60,5 cm (45)% (Bangladesh). 21 tahun—61,2%. 55 tahun—83,7%. 74 tahun—59% (Marudu).
Ada peningkatan kayu teras seiring dengan peningkatan umur. Pada jati cepat tumbuh merupakan data dari hutan tanaman jati di Malaysa. Dibandingkan banyak publikasi, nilai diameter pada hutan tanaman jati Malaysa lebih kecil, sehingga pada berbagai publikasi tersebut dianggap ada prediksi pertumbuhan yang terlalu optimis. Disebutkan pula ada kemungkinan ditemukannya kayu teras dalam bentuk yang tidak beraturan. Hingga data dilaporkan, belum ada kajian mengenai pembentukan kayu teras pada jati dalam hubungannya dengan kondisi tempat tumbuh.
2. Struktur anatomi-ciri mikroskopik
Seluruh bagian kayu merupakan kayu juvenil, namun dibandingkan kayu dewasa, keberadaan kayu muda pada jati ini tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan kekuatan kayu, kecuali pada pertumbuhan yang sangat ekstrim dipercepat, misalnya dengan irigasi.
Proporsi kayu juvenil lebih kecil
Pembentukan kayu juvenil pada jati terjadi hingga umur 12-15 tahun. Bhat and Indira (1997): jati India mencapai kematangan sifat mekanis pada umur 21 tahun.
3. Sifat fisis mekanis Kerapatan kering oven (g/cm3 ) Kerapatan, 12% (g/cm3 ) Kerapatan basah (g/cm3 ) Penyusutan R (basah-KO) (%)
0,44-0,63 (0,48) 0,61-0,75 (0,85) 0,80-0,90-1,0 2,5-3,0
Prutz (1942): tidak ada perbedaan antara jati yang berasal dari hutan tanaman di Indonesia dan Afrika dengan jati yang tumbuh secara alami dari Myammar dan Thailand, karena faktor tempat tumbuh yang paling berpengaruh terhadap sifat kayu.
10
No. Uraian Sifat Kayu Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional Keterangan Penyusutan T (basah-KO) (%)
Penyusutan R (basah-KA 12%) (%) Penyusutan T (basah-KA 12%) (%) MOE (N/mm2) MOR (N/mm2) Tekan // ((N/mm2) Tekan ┴ (N/mm2) Tarik // (N/mm2) Tarik ┴ (N/mm2) Kekuatan geser (N/mm2) Kekerasan sisi (N) Kekerasan ujung (N) Kekuatan belah R (N/mm) Kekuatan belah T(N/mm) Kekuatan lentur (J/cm2)
-
3,4-5,8 0,7-1,5 1,1-2,5 (8600) 10000-13400 (58) 85-118 (148) (42,5) 47,0-60,5 (72) 6,0-7,5 95-120-155 2,3-5,4 8,0-15,5 3740-4850 (4055) 4150-4500 (59) 77-82 (73) 87-91 3,7-8,6
Berbagai literatur menyebutkan tidak ada perbedaan sifat antara kayu jati dari hutan tanaman maupun dari hutan alam, satu-satunya laporan (Rajput et al 1983) hanya menyebutkan tentang perbedaan kekuatan kayu gubal yang lebih rendah dibandingkan kayu teras pada jati yang berasal dari hutan tanaman.
4. Sifat pengerjaan Mudah dikerjakan Mudah dikerjakan 5. Pemesinan Bagus Bagus Tidak ada perbedaan 6. Venir Pada venir sayat,
warna lebih terang, pola lingkaran tumbuh kurang jelas, penyayatan dan perekatan mudah, namun rendemen hanya 25%.
Penyayatan dan perekatan mudah, warna dan corak lebih baik.
7. Pengeringan Lambat namun tidak ditemui kesulitan. Jika jadwal pengeringan tidak terlalu cepat, tidak ditemui cacat.
Lambat namun tidak ditemui kesulitan. Jika jadwal pengeringan tidak terlalu cepat, tidak ditemui cacat.
Sama-sama mudah dikeringkan
8. Keawetan alami Keawetan alami meningkat seiring dengan pertambahan umur (peningkatan kandungan ekstraktif). Jati muda dan bagian kayu teras bagian dalam kurang awet, juga lebih sulit diawetkan.
Cukup awet-sangat awet. Asal benih lebih berpengaruh terhadap keawetan alami jati.
9. Kegunaan Kayu gergajian dan produksi venir (log kualitas tinggi dapat diperoleh pada umur 10-15 (20) tahun. Jati dengan dimensi kecil, misal hasil penjarangan, digunakan untuk tiang/galah, kayu bakar, dsb. Di Nigeria jati khusus ditanam
Bagian teras jati secara luas digunakan untuk kapal, konstruksi yang bersentuhan langsung dengan air, komponen bangunan (kusen jendela dan pintu, lantai) dan furnitur, termasuk furnitur taman. Venir jati utamanya digunakan untuk tujuan dekoratif dalam produksi kayu lapis. Penggunaan
Menurut Bhat and Indira (1997), masalah utama dalam pemanfaatan jati rotasi pendek adalah: - keawetan alami berkurang -rendemen kayu gergajian dan venir kecil akibat peningkatan mata kayu dan tegangan pertumbuhan yang menyebabkan kayu retak.
11
No. Uraian Sifat Kayu Jati Cepat Tumbuh Jati Konvensional Keterangan untuk kayu energi.
Kijkar (1997) melaporkan bahwa jati dengan diameter kecil dapat digunakan untuk parket, log untuk kontruksi kabin, dan mainan. Dalam Steber (1995) disebutkan bahwa parket flooring, frame lukisan, molding, komponen furnitur, jendela dan kerangka pintu dapat dibuat dari jati berumur 15-25 tahun. Philips (1995) juga melaporkan bahwa terdapat permintaan tiang-tiang kecil jati yang tinggi secara lokal untuk pagar, perumahan sementara dan komponen furnitur. Menurut Amazon Teak Foundation, log berdiameter kecil dari tanaman jati umur 12 tahun di Brazil diekspor sebagai gelondongan untuk venir ke USA, dan juga terjual untuk kayu gergajian pada pasar lokal, serta diekspor juga ke Hongkong, India, Jerman dan Denmark.
secara khusus untuk peralatan laboratorium yang terkena bahan kimia. Digunakan juga untuk tiang listrik, pagar, dan bantalan kereta api. Gubal digunakan setelah diawetkan.
Bagaimanapun, pemanfaatan kayu tanaman diameter kecil dibatasi oleh persentase kayu teras karena hanya bagian teras yang dapat digunakan untuk produk jati secara tradisional maupun produk-produk baru. Dilley (komunikasi pribadi): jati umur 8 tahun memiliki kayu teras sebesar 30% dari keseluruhan volume kayu. Sedangkan Tee (1995) melaporkan bahwa bagian gubal jati dapat digunakan untuk venir dan parket murah dengan pasaran lokal.
Kualitas Kayu Kayu merupakan produk dari proses biologis (metabolisme) suatu
tumbuhan, yaitu pohon sehingga sifat-sifatnya sangat bervariasi akibat pengaruh
faktor-faktor dalam dan luar selama pertumbuhan pohon. Kayu dihasilkan oleh
banyak spesies pohon dimana setiap jenis mempunyai sifat-sifat anatomi, kimia
dan fisika masing-masing (Pandit 2006).
12
Kualitas kayu adalah kesesuaian atau kecocokan kayu untuk penggunaan
tertentu. Kualitas kayu merupakan suatu ukuran ciri-ciri kayu yang mempengaruhi
sifat-sifat produk yang dibuat darinya, dimana ukuran ini merupakan hal yang
sangat subyektif, tergantung produk yang akan dibuat dari kayu tersebut. Sifat-
sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk sering berbeda dengan
sifat-sifat penting untuk produk yang lain (Panshin et al. 1964; Savidge 2003;
Anisah & Siswamartana 2005). Kualitas kayu ditentukan oleh satu atau lebih
faktor-faktor variabel yang mempengaruhinya seperti struktur anatomi dan
selanjutnya sifat-sifat fisikanya. Sebagai contoh perubahan-perubahan kecil pada
panjang sel serabut, tebal dinding sel, diameter sel, sudut fibril, presentase tipe-
tipe sel, nisbah antara selulosa dan lignin akan menyebabkan perubahan sifat fisik
dan selanjutnya perubahan pada kualitas kayu tersebut (Panshin et al. 1964;
Pandit 2006).
Sejumlah faktor menentukan kecocokan kayu sebagai bahan baku kayu
pertukangan, furnitur, moulding, dan produk venir, seperti kerapatan, proporsi
kayu teras, kandungan kayu juvenil, terdapatnya mata kayu, dan arah serat.
Pemahaman terhadap variabilitas sifat-sifat kayu serta faktor-faktor yang terlibat
di dalamnya memberikan suatu latar belakang yang diperlukan untuk usaha
memperbaiki kualitas kayu sebagai bahan baku di dalam hutan, yaitu melalui
tindakan silvikultur dan rekayasa genetika. Sebagai jati unggul yang
pertumbuhannya dipercepat, tentu akan terjadi perubahan sifat pada kayu JUN
yang dihasilkan.
Secara lebih detail selanjutnya disampaikan faktor-faktor yang menentukan
kecocokan kayu sebagai bahan baku venir dan dan kayu olahan termasuk furnitur.
Venir Venir adalah lembaran tipis kayu yang dihasilkan dengan cara mengupas
atau menyayat kayu bundar atau kayu gergajian (Kliwon & Iskandar 2008).
Menurut FAO (Anonymus 1966 dalam Martawijaya et al. 2005), kayu yang
umum dibuat venir adalah yang mempunyai kerapatan 0,40-0,70 g/cm3,
sedangkan yang terbaik adalah kerapatan 0,50-0,55 g/cm3.
13
Pengupasan kayu dapat dilakukan dalam kondisi dingin tanpa sesuatu
perlakuan pendahuluan, sedangkan untuk jenis kayu tertentu harus dilakukan
dalam kondisi panas, yaitu melalui proses pengukusan atau perebusan. Faktor
yang mempengaruhi hasil pengupasan adalah tebal venir dan sudut kupas yang
umumnya bervariasi antara 90º dan 93,5º (Martawijaya et al. 2005). Penetapan
baik tidaknya suatu kayu untuk bahan venir ditetapkan pada saat pembuatan,
pengeringan, dan sifat perekatannya. Sifat-sifat kayu yang perlu diperhatikan
antara lain (Kliwon & Iskandar 2008):
Berat Jenis. Berat jenis kayu dapat digunakan sebagai pedoman umum guna
seleksi jenis kayu untuk dibuat venir. Biasanya berat jenis kayu untuk dibuat venir
kupas antara 0.30-0.65. Jenis kayu dengan berat jenis agak tinggi memerlukan
tenaga penggerak mesin yang lebih tinggi dibandingkan kayu dengan berat jenis
rendah. Untuk jenis-jenis kayu yang memiliki motif serat lebih baik, pengupasan
akan lebih berhasil apabila dilakukan pelunakan dengan jalan kayu direbus atau
diberi uap panas. Suhu dan lama pemanasan tergantung pada besarnya diameter
dan berat jenisnya, yaitu berkisar antara 70-100ºC dan lamanya antara 35-80 jam.
Kadar air basah dan penyusutan. Kadar air kayu yang akan dikupas
berkisar antara 50-60%. Air dalam kayu berfungsi sebagai pelumas pada waktu
proses pengupasan. Kayu dengan penyusutan rendah dikehendaki dalam
pembuatan venir.
Struktur kayu, tekstur kayu, dan arah serat. Struktur yang seragam adalah
salah satu prasyarat untuk digunakan sebagai bahan venir. Sedangkan pori-pori
kayu mempengaruhi penampilan baik tidaknya venir luar pada waktu proses akhir.
Serat kayu yang teratur arahnya akan mudah dibuat venir. Lingkaran tahun,
adanya serat yang tidak teratur akan mempengaruhi mutu permukaan venir.
Komponen zat ekstraktif. Pengaruh zat ekstraktif dalam kayu terhadap mutu
venir sebagai berikut:
• Damar (gum). Kadar damar yang tinggi menurunkan mutu venir.
• Getah atau resin. Pada permukaan venir, getah akan mengumpul pada pisau dan
akan mengakibatkan venir menjadi cacat (kasar konvensional), dan getah yang
sudah mengeras akan mengakibatkan pisau menjadi cepat tumpul.
14
• Polifenol (tanin). Tanin lebih banyak terdapat pada kayu teras dibandingkan
pada kayu gubal. Hal inilah yang menyebabkan warna kayu teras lebih coklat
daripada kayu gubal. Polifenol ini menyebabkan perubahan warna kalau
bereaksi dengan besi dan baja, yaitu menyebabkan warna biru hitam pada pisau
dan permukaan venir. Venir yang berasal dari teras kayu memiliki sifat lebih
stabil dan retak bawah venir yang lebih rendah dari pada venir yang berasal dari
gubal. Hal ini disebabkan karena polifenol bersifat plastis.
• Lilin (wax). Adanya lilin dikehendaki pada pembuatan venir. Tetapi sebaliknya
menyebabkan keteguhan retak kayu lapisnya menjadi lebih rendah.
• Bahan mineral. Bahan mineral dalam kayu seperti kalsium, magnesium, dan
silika berkadar tinggi akan menyebabkan tumpulnya pisau kupas. Apabila kadar
silika > 0,5% akan menyebabkan pisau kupas cepat menjadi tumpul.
Untuk penggunaan tertentu, seperti peti dan dinding rumah, bau kayu,
misalnya dari kayu lapis, memegang peranan penting. Untuk produk kayu lapis
indah pun, corak/keindahan kayu merupakan prasyarat utama.
Sedangkan sifat-sifat mekanis kayu yang penting dan mempengaruhi mutu
venir adalah sifat keteguhan tarik sejajar serat, kekerasan, keteguhan lentur,
keteguhan geser, keteguhan tekan sejajar dan tegak lurus serat.
Persyaratan panjang kayu bundar untuk venir kupas adalah ±2.5 m, dan 3.6-
5 m untuk venir sayat. Sedangkan diameter, untuk venir kupas adalah 50 cm, dan
untuk venir sayat 37.5 cm. Bentuk kayu harus silindris agar mudah dikupas, dan
rendemen juga tinggi. Keberadaan mata kayu sehat maupun mata kayu busuk
lebih baik dihindari karena dapat menurunkan mutu venir. Mata kayu sehat dan
keras akan menimbulkan suara yang lebih nyaring pada proses pengupasan venir
dan akan cepat menumpulkan pisau kupas. Sedangkan mata kayu busuk akan
menimbulkan lubang-lubang pada venir (PIKA 1979; Kliwon & Iskandar 2008).
Kayu jati tergolong dalam kelompok jenis kayu bercorak indah, sehingga
banyak dipakai sebagai venir muka. Serat kayunya sangat bervariasi, mulai dari
yang lurus hingga bergelombang, yang masing-masing memberikan corak
gambaran yang menarik. Warna kayunya juga bervariasi, mulai dari coklat muda
sampai kuning coklat kemerahan dengan garis-garis yang tak teratur, lingkaran
15
tahun yang nampak, semuanya menyebabkan kayu jati ini memiliki keindahan
yang khas dan dikenal secara luas. Berat jenisnya bervariasi dari 0,51-0,78, mudah
disayat, venir mengering rata tanpa retak. Penyusutan kecil, dan perekatan juga
tidak mengalami kesulitan. Namun jenis ini sebenarnya memiliki habitus yang
kurang sesuai untuk venir kupas karena batangnya belum tentu silindris. Bagian
batang bebas cabang juga tidak terlalu panjang.
Furnitur Furnitur atau mebel, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah
perabot rumah tangga, seperti meja dan kursi; perabot yang diperlukan, perabot
yang berguna atau disukai, bentuknya berupa barang atau benda yang dapat
dipindah-pindah, dan digunakan untuk melengkapi rumah, kantor, dan lain-lain
(Tim Penyusun Kamus PPPB 1994 & 2002). Secara lebih spesifik dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa mebel adalah perkakas rumah tangga
seperti meja dan kursi (Poerwodarminto 1976).
Sebagai bahan baku furnitur, kayu memiliki berbagai kelebihan dibanding
material lain. Kayu dapat secara mudah dibentuk dengan tangan ataupun mesin,
dan dapat dirakit menjadi berukuran besar dengan menggunakan perekat, pasak,
paku ataupun baut. Kelebihan lainnya, kerusakan pada bagian–bagian atau
komponen-komponennya dapat secara mudah diperbaiki atau diganti (Menon &
Burgess 1979).
Berikut adalah sifat-sifat kayu yang disukai untuk penggunaannya sebagai
furnitur menurut Menon & Burgess (1979) serta PIKA (1979):
- Kekuatan yang cukup. Bagian-bagian furnitur dimaksudkan untuk menerima
beban, baik secara terus-menerus atau sesekali. Beban-beban ini disebarkan
secara merata, termasuk pada sambungan. Sehingga, meskipun kekuatan
adalah penting, bahan baku untuk furnitur tidak dibutuhkan yang benar-benar
sangat kuat. Lebih lanjut, kekuatan berhubungan dengan kerapatan, kayu yang
sangat kuat berarti juga kayu yang sangat berat. Furnitur yang dibuat dari kayu
yang berat umumnya kurang disukai karena sulit untuk memindah-
mindahkannya.
16
- Sifat permesinan yang baik dan kerapatan yang sesuai. Kayu untuk furnitur
harus mudah untuk digergaji, diserut, dihaluskan ataupun dibor. Permukaan
yang dikerjakan harus mulus tanpa sobekan serabut yang akan menghasilkan
permukaan yang berbulu. Kayu juga jangan mengandung terlalu banyak
ekstraktif, seperti resin/getah, atau silika, yang mungkin dapat menyebabkan
pisau pemotong menjadi tumpul. Selain menyulitkan dipindah-pindah, kayu
yang berat juga menyebabkan penumpulan yang cepat pada pisau pemotong.
Meskipun dengan penambahan baja baru pada pisau pemotong membuat pisau
lebih kuat dan teguh, penumpulan pisau secara cepat tetap akan terjadi jika
menggunakan kayu berat. Kayu dengan kerapatan kering oven sekitar 500 kg
m-3 (Berat Jenis 0.5) telah terbukti cukup baik untuk furnitur. Bagaimanapun,
disarankan untuk menggunakan kayu yang lebih berat untuk furnitur yang
memiliki banyak kegunaan seperti tempat tidur dan kursi; tapi kayu yang lebih
ringan juga dapat dipakai untuk pembuatan furnitur di kantor, seperti lemari,
rak, termasuk rak buku.
- Stabilitas dimensi selama penggunaan. Kayu yang memiliki penyusutan dan
pengembangan yang drastis dan besar, kurang disukai untuk penggunaan
apapun. Pergeseran kayu akan menyebabkan distorsi pada bagian furnitur,
sulitnya menarik laci, sulit membuka pintu, dan juga menyebabkan sambungan
terbuka. Dengan perlakuan pengeringan yang tepat, kayu dengan kadar air
kurang dari 10% akan mampu mengatasi permasalahan ini.
Perhatian secara khusus, bagaimanapun, harus diaplikasikan saat furnitur kayu
digunakan pada ruangan ber-AC. Karena itu, kayu dengan penyusutan rendah
sangat ideal untuk pembuatan furnitur. Perubahan kadar air pada kayu yang
telah dikeringkan dapat diminimalisir dengan pelapisan yang tepat
menggunakan varnish, cat, atau bahkan lembaran plastik. Metode yang
disebutkan terakhir adalah perkembangan terbaru dalam teknik perlindungan
kayu. Jika memungkinkan, papan yang digunakan sebaiknya papan radial
karena memiliki susut yang lebih kecil.
- Keawetan. Terkadang, keawetan berhubungan dengan kerapatan. Kayu yang
berat umumnya lebih awet dibanding kayu yang lebih ringan. Bagaimanapun,
keawetan kayu yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan
17
pengawetan. Serangan rayap dan penggerek secara sukses dapat dikontrol
menggunakan teknik pengawetan kayu. Serangan jamur seperti jamur biru pada
kayu yang berwarna cerah juga dapat diatasi dengan perlakuan pengawetan.
Struktur Anatomi: Struktur Makroskopik, Mikroskopik dan
Ultramikroskopik Kayu
Struktur anatomi kayu merupakan salah satu sifat dasar yang sangat
berpengaruh pada penggunaan kayu sebagai bahan baku. Panshim et al. (1964:
202), Pandit (2006), serta Pandit dan Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa
perubahan bentuk dan ukuran sel bagaimanapun kecilnya akan menyebabkan
perubahan sifat kayunya sebagai bahan. Sebagai pohon yang dipercepat
pertumbuhannya kemungkinan akan terjadi perubahan pada struktur anatominya
akibat pertumbuhan panjang sel-sel inisial kambium terhambat dan menunda saat-
saat produksi sel-sel dengan panjang maksimum. Untuk kayu jati yang memiliki
pori tata lingkar, pembentukan kayu awal yang dihasilkan saat pertumbuhan yang
cepat akan menghasilkan sel-sel berukuran lebih pendek. JUN dimaksudkan untuk
dipanen dalam umur yang relatif muda. Lebih lanjut menurut Panshin et al.
(1964), dalam tahun-tahun pertama pertumbuhan batang, yaitu sesudah
terbentuknya kambium vaskuler, kecepatan pembelahan secara pseudotransversal
adalah sangat cepat dengan presentase hidup sangat besar. Hal ini menyebabkan
panjang rata-rata sel inisial kambium dan sel-sel turunannya menjadi pendek, atau
yang dikenal sebagai periode juvenil.
Sedikitnya ada empat level struktur dalam struktur kayu yang dapat
diidentifikasi, dimana semakin kecil ukurannya dibutuhkan peralatan yang
semakin canggih. Keempat level tersebut adalah struktur makroskopik, struktur
mikroskopik, struktur nano/ultrastruktur dan tingkat struktur molekuler (Booker &
Sell 1998).
Struktur Makroskopik
Struktur makroskopik kayu adalah elemen-elemen penyusun kayu yang
jelas terlihat dan dapat diamati menggunakan mata telanjang atau loupe dengan
perbesaran 10-15x. Struktur makroskopik kayu dilihat pada tiga bidang
18
pengamatan yaitu bidang aksial, radial dan tangensial (Pandit & Setiawan 2008;
Bowyer et al. 2003). Ukuran selnya milimeter ke atas (Booker & Sell 1998). Sifat
kayu yang termasuk struktur makro adalah riap tumbuh, rasio kayu teras dan kayu
gubal, arah serat, tekstur, kilap, warna, corak kayu, kekerasan dan bau (Booker &
Sell 1998; Mandang & Pandit 2002; Pandit & Kurniawan 2008).
Riap tumbuh merupakan massa kayu yang dibentuk oleh jaringan kambium
dalam satu periode tumbuh tertentu. Riap tumbuh terpisah satu dengan lainnya
yang terlihat seperti lingkaran pada penampang melintang batang. Riap
menunjukkan massa kayu yang dibentuk selama satu tahun pertumbuhan (Anisah
& Siswamartana 2005). Sedangkan untuk struktur makro lainnya secara rinci
dijabarkan sebagai berikut (Mandang & Pandit 2002; Pandit et al. 2009):
Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu struktur kayu yang diamati
secara makro adalah ratio kayu teras dan kayu gubal. Dalam pohon selama
bertahun-tahun, massa xilem (kayu) yang terbentuk tidak hanya berfungsi
memberikan kekuatan mekanik kepada batang, namun juga berperan dalam fungsi
konduksi (penguat) dan sampai batas tertentu berfungsi juga sebagai tempat
penyimpan cadangan makanan. Bagian kayu yang tersusun atas sel-sel yang masih
hidup sehingga mampu menjalankan fungsi fisiologisnya disebut kayu gubal
(sapwood). Sifat-sifat kayu gubal sebagai bahan baku industri furnitur antara lain
kadar airnya lebih tinggi, stabilitas dimensi dan keawetan alaminya umumnya
lebih rendah. Bagian kayu gubal umumnya kurang disenangi untuk bahan baku
industri furnitur.
Semakin lama hingga waktu yang tidak tertentu, tergantung pada jenis
pohon dan kondisi tempat tumbuh, protoplasma sel-sel hidup kayu gubal akan
mati sehingga fungsi sebagai penyalur dan penyimpan cadangan makanan akan
terhenti. Perubahan sekunder yang terjadi sebagai akibat kematian sel-sel akan
menyebabkan terbentuknya bagian xilem yang disebut kayu teras (heartwood).
Perubahan kayu gubal menjadi kayu teras disertai oleh pembentukan berbagai zat
organik yang secara umum disebut sebagai zat ekstraktif. Periode atau waktu
pembentukan kayu teras berbeda-beda, ada jenis kayu yang membentuk kayu teras
dalam waktu yang relatif cepat, tapi sebaliknya banyak jenis kayu baru
19
membentuk kayu teras dalam waktu yang relatif lama. Kayu jati baru mulai
membentuk kayu teras pada umur 7-9 tahun.
Jumlah dan macam zat organik yang terbentuk pada kayu teras sangat
bervariasi menurut jenis dan kondisi tempat tumbuh. Pada kayu jati yang telah
masak tebang, zat-zat ekstraktif yang terbentuk adalah komponen tectoquinon
yang bersifat revelent. Komponen ini diduga menyebabkan bagian teras kayu jati
umumnya sangat tahan terhadap serangan mikro-organisme perusak kayu.
Perubahan kayu gubal menjadi kayu teras juga menyebabkan adanya
perubahan warna, pada jati bagian terasnya berwarna coklat tua atau coklat
keemasan, sangat kontras dibandingkan warna kayu gubal yang putih kekuningan.
Secara teknologi perubahan kayu gubal menjadi kayu teras menyebabkan
perubahan sifat-sifat dasar kayunya sebagai bahan.
Industri furnitur umumnya lebih menyukai kayu yang mempunyai ratio
kayu teras dan gubal (RTG) yang tinggi, artinya persentase terasnya jauh lebih
tinggi dibanding gubalnya. Kriteria bahan baku kayu yang mempunyai RTG
tinggi akan menyebabkan stabilitas dimensi dan keawetan alaminya meningkat,
kadar air menjadi lebih rendah, warna menjadi lebih gelap, corak kayu semakin
menarik, dan permeabilitas menurun.
Selanjutnya, struktur makro yang diidentifikasi adalah serat kayu. Arah serat
kayu pada dasarnya adalah arah orientasi sel-sel yang bentuknya panjang terhadap
sumbu panjang batang. Arah serat pada permukaan kayu pada dasarnya dapat
digolongkan ke dalam dua pola umum yaitu: arah serat lurus (straight grain) dan
arah serat miring (cross grain) (Panshin et al. 1964; Bowyer et al. 2003). Arah
serat permukaan kayu dikatakan lurus apabila sel-sel yang berukuran panjang
yang menyusun kayu tersusun sejajar dengan sumbu panjang batang. Sebaliknya
arah serat kayu dikatakan miring apabila sel-sel panjang yang menyusun kayu
orientasinya tidak sejajar, sehingga membentuk sudut dengan sumbu panjang
batang. Arah serat miring ada beberapa macam yaitu arah serat melilit (spiral
grain), arah serat terpadu (interlocked grain), arah serat berombak (wavy grain)
dan arah serat diagonal. Arah serat diagonal ini dapat disebabkan karena
kesalahan dalam pola penggergajian atau juga sering disebabkan karena bentuk
batang yang mempunyai taper besar. Untuk bahan baku industri furnitur
20
umumnya lebih disenangi kayu yang mempunyai serat lurus, karena kayu yang
arah seratnya miring umumnya sifat kekuatannya akan tereduksi.
Tekstur kayu merupakan salah satu struktur makro yang umum diamati.
Tekstur kayu adalah kesan pada permukaan kayu yang disebabkan oleh besar
kecilnya ukuran diameter sel-sel penyusun kayu. Tekstur kayu dikatakan kasar
apabila diameter sel-sel penyusun kayu berukuran besar. Sedangkan tekstur kayu
dikatakan halus apabila diameter sel-sel penyusun kayu berukuran kecil.
Pada kayu daun lebar (hardwood) bentuk dan ukuran sel-sel penyusun kayu
yang dapat mempengaruhi tekstur kayu antara lain adalah sel pembuluh (vessel
cell) dan sel serabut (fiber cell). Tesktur hardwood dikatakan kasar apabila
diameter sel-sel pembuluhnya mempunyai ukuran lebih besar dari 200 mikron,
bila diameter porinya sekitar 100-200 mikron akan menampilkan tekstur sedang
atau moderat dan bila diameter pori kurang dari 100 mikron akan menyebabkan
tekstur kayu yang halus.
Untuk bahan baku industri furnitur umumnya lebih disenangi kayu yang
mempunyai tekstur halus sampai sedang dan kurang menyukai kayu dengan
tekstur kasar. Tekstur kayu yang halus secara alami sangat berpengaruh dalam
proses finishing.
Selanjutnya adalah kilap kayu. Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang
memungkinkan permukaan kayu dapat memantulkan cahaya sehingga kesan
permukaan kayu mengkilap. Beberapa jenis kayu dapat memantulkan cahaya
sehingga berkesan mengkilap. Sebaliknya banyak jenis kayu kesan permukaannya
buram, ini ditentukan oleh beberapa sifat anatomi yang khas. Kilap kayu disini
harus dibedakan dengan kesan permukaan kayu akibat proses finishing. Kilap
kayu ditentukan oleh karakteristik sel-sel penyusun kayu. Permukaan bidang
radial (quartersawn) dapat menampilkan kilap yang lebih baik dibanding bidang
tangensial (flatsawn), ini disebabkan adanya sel jari-jari kayu yang tersingkap.
Kandungan minyak atau lilin (wax) dalam kayu teras sangat mempengaruhi
kilap permukaan kayu. Kayu yang disusun oleh sel-sel berdinding tipis dengan
lumen sel yang lebar, umumnya cenderung akan menampilkan kesan buram.
Bahan baku kayu untuk industri furnitur yang mempunyai kilap alami yang baik
21
akan sangat membantu dalam proses finishing. Jati termasuk kayu yang
mempunyai kilap alami yang baik.
Warna kayu juga merupakan struktur makro yang diidentifikasi. Warna
kayu terutama disebabkan karena adanya zat ekstraktif yang mempunyai zat
warna atau pigmen tertentu. Warna kayu sangat bervariasi menurut jenis kayu,
posisi kayu di dalam batang dan kondisi lingkungan. Warna kayu bervariasi mulai
dari putih, krem, kuning, kemerahan, coklat hingga hitam. Warna suatu jenis kayu
umumnya terdiri dari campuran berbagai warna sehingga sulit dinyatakan dengan
kata-kata. Untuk menyatakan warna kayu secara tepat umumnya dinyatakan
dengan warna sesuatu benda yang mempunyai warna yang sama. Sebagai contoh
kayu damar dinyatakan warnanya seperti warna jerami. Untuk menilai warna
suatu jenis kayu umumnya yang dilihat adalah warna bagian terasnya dalam
kondisi kering udara. Untuk bahan baku industri furnitur umumnya lebih
disenangi kayu yang berwarna terang, cerah atau putih karena mudah untuk
dikonversi menjadi warna yang diinginkan. Pemilihan warna kayu untuk bahan
baku industri furnitur juga sangat dipengaruhi oleh selera pasar. Untuk pasar
Eropa umumnya lebih menyukai kayu-kayu berwarna gelap karena memberi
kesan unik dan antik. Sedangkan pasar Jepang umumnya lebih menyukai warna
kayu yang terang.
Selanjutnya adalah corak kayu. Furnitur sebagai alat perabot rumah tangga
yang juga berfungsi sebagai barang pajangan atau hiasan dituntut untuk
menampilan kesan yang unik dan menarik. Sifat dasar kayu yang mampu
menampilkan kesan yang menarik mensyaratkan bahan baku kayu yang
mempunyai corak kayu yang indah. Corak kayu yang aktraktif dan berkesan indah
sangat berhubungan dengan struktur anatomi sel-sel penyusunnya. Struktur
anatomi kayu yang dapat menimbulkan corak permukaan kayu yang indah anatara
lain :
- Struktur pori tatalingkar pada kayu daun lebar. Susunan pori yang teratur
dimana pori-pori yang besar tersusun konsentrik pada daerah kayu awal dan
pori kecil tersusun pada daerah kayu akhir. Pola penyusunan pori seperti ini
akan menyebabkan riap pertumbuhan kayu yang jelas sehingga kesan
permukaan kayu menimbulkan corak yang indah. Corak kayu yang indah
22
akibat pola penyusunan pori tatalingkar ini berbeda menurut bidang
orientasinya. Papan flatsawn yang porinya tatalingkar akan menyebabkan
corak aktraktif yang menyerupai corak garis parabola yang saling menutup.
Namun kelemahannya, papan flatsawn umumnya mempunyai stabilitas
dimensi yang lebih rendah dibandingkan papan quartersawn. Sifat alami kayu
sebagai bio-material menunjukkan arah tangensial kayu mempunyai sifat
penyusutan dan pengembangan rata-rata dua kali lebih besar dibanding arah
radial. Berbeda dengan papan quartersawn, pola corak yang ditimbulkan
dengan adanya susunan pori tatalingkar membentuk corak garis sejajar satu
dengan lainnya yang indah. Bahan baku kayu yang mempunyai corak indah
seperti ini sangat diinginkan sebagai bahan baku industri furnitur; contohnya
seperti kayu jati.
- Kayu awal dan kayu akhir yang fluktuatif. Kayu awal (earlywood atau
springwood) adalah massa xilem (kayu) yang dibentuk oleh kambium selama
masa petumbuhan yang baik yaitu musim semi. Sedangkan kayu akhir
(latewood atau summerwood) adalah massa xilem yang dibentuk oleh kambium
selama pertumbuhan akhir (musim panas) yang kurang baik. Sel-sel kayu awal
disusun oleh sel-sel berdiameter besar dan berdinding tipis, sedangkan kayu
akhir memiliki sel-sel berdiameter kecil dengan dinding sel yang tebal,
menimbulkan corak kayu yang indah. Susunan kayu awal dan kayu akhir yang
jelas juga menimbulkan kesan riap pertumbuhan kayu yang jelas. Makin
fluktuatif perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhir akan menimbulkan
corak kayu yang makin indah. Struktur kayu demikian sering juga
menimbulkan masalah dalam pengerjaan kayu bila diproses dalam kondisi
kandungan airnya yang tidak kondusif. Dalam proses pengerjaan seperti proses
penyerutan, karakteristik sifat dasar kayu seperti ini sering menimbulkan cacat
dalam pengerjaan kayu yang disebut cacat serat terangkat.
- Struktur jari-jari multiseriate. Jari-jari kayu adalah elemen bersifat parenkim
yang menyusun kayu ke arah transversal. Berdasarkan lebarnya, jari-jari kayu
dibagi menjadi dua bagian yaitu: jari-jari sempit dan jari-jari lebar. Jari-jari
sempit adalah struktur jari-jari yang terdiri atas satu seri (uniseriate) dan jari-
jari dua seri (biseriate). Jari-jari multiseriate adalah struktur jari-jari yang
23
terdiri dari lebih dua seri. Struktur jari-jari multiseriate akan menyebabkan
susunan sel-sel jari-jari akan sangat jelas tampak terutama pada bidang
melintang batang karena disusun oleh sel-sel yang banyak sehingga
menimbulkan kesan jari-jari yang lebar. Pada papan quartersawn kesan jari-jari
multiseriate ini akan menampilkan corak yang sangat aktraktif karena
potongan jari-jarinya tersingkap jelas.
- Struktur jari-jarikerinyut (ripplemark). Susunan jari-jari kayu yang teratur
pada potongan tangensial (flatsawn) sehingga menimbulkan kesan jari-jari
kayu bertingkat disebut ripplemark. Papan tangensial yang mempunyai struktur
jari-jari ripplemark seperti ini akan menimbulkan kesan corak yang menarik
sehingga cocok untuk bahan baku industri furniture.
- Parenkim paratrakeal dan marginal. Parenkim paratrakeal adalah pola
penyusunan sel-sel parenkim aksial yang mengelilingi sel-sel pembuluh dan
membentuk pola khusus, sedangkan parenkim marginal adalah pola susunan
parenkim aksial yang berbentuk pita pada batas riap tumbuh. Struktur sel
parenkim seperti ini pada penampang melintang batang, jelas kelihatan seperti
adanya riap-riap pertumbuhan yang jelas. Bila dibuat sebagai papan, kayu yang
mempunyai struktur parenkim seperti ini juga akan menimbulkan corak kayu
yang indah.
- Kayu teras yang tidak teratur. Pembentukan kayu teras yang tidak teratur
menyebabkan warna kayu teras tidak teratur di mana ada bagian yang kayu
terasnya jelas tapi pada bagian lain warnanya kurang jelas sehingga
menimbulkan kesan berbeda tapi justru menimbulkan corak yang atraktif.
- Kayu reaksi. Kayu reaksi adalah massa xilem yang dibentuk oleh kambium
sebagai reaksi internal akibat adanya aksi dari luar. Kayu reaksi yang terjadi
pada softwood disebut kayu tekan (compression wood), dan bila terjadi pada
hardwood disebut kayu tarik (tension wood). Karakteristik struktur
mikroskopik kayu reaksi sangat berbeda dengan struktur mikroskopik kayu
normal. Struktur mikroskopik kayu reaksi ditandai oleh dimensi sel-sel
penyusun kayu berukuran pendek, diameter dan rongga sel yang lebar serta
dinding sel yang tipis. Struktur mikroskopik kayu reaksi sangat berbeda dengan
kayu normal, maka kayu reaksi dianggap sebagai cacat kayu yang penting
24
untuk mendapat perhatian. Kayu reaksi ini merupakan cacat kayu yang banyak
menimbulkan masalah dalam proses pengolahan. Pada hardwood yang
mengandung kayu reaksi cukup berat, bila dipakai sebagai bahan baku untuk
industri furnitur akan banyak menimbulkan masalah. Masalah yang timbul
akibat adanya kayu reaksi yang berat dapat terjadi mulai pada proses
penggergajian, proses pengeringan bahkan sampai kepada proses pengerjaan.
Selama proses penggergajian bahan baku kayu yang mengandung kayu reaksi
akibat adanya tegangan yang berat bisa tiba-tiba mengalami pecah atau cacat
melengkung akibat penyusutan longitudinal yang tinggi. Selama proses
pengeringan kayu reaksi sering mengalami cacat bentuk yang berat seperti
bowing. Sedangkan selama proses penyerutan adanya kayu reaksi sering
menimbulkan cacat permukaan yang disebut serat berbulu halus. Secara
makroskopik, keberadaan kayu reaksi ini ditandai dengan warna kayu yang
lebih gelap dan pola pembentukan bagian melintang batang yang eksentrik.
Untuk venir, struktur makroskopik kayu yang memberikan pengaruh pada
pengerjaan maupun hasil akhir seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah
tekstur, arah serat dan corak. Struktur yang seragam adalah salah satu prasyarat
untuk digunakan sebagai bahan venir. Sedangkan pori-pori kayu mempengaruhi
penampilan baik tidaknya venir luar pada waktu proses akhir. Serat kayu yang
teratur arahnya akan mudah dibuat venir. Lingkaran tahun, adanya serat yang
tidak teratur akan mempengaruhi mutu permukaan venir.
Berdasarkan Martawijaya et al (2005), struktur makroskopik kayu jati
sebagai berikut: kayu teras berwarna coklat muda, coklat kelabu sampai coklat
merah tua atau merah coklat. Kayu gubal berwarna putih atau kelabu kekuning-
kekuningan. Teksturnya agak kasar dan tidak merata. Arah serat lurus atau
kadang-kadang agak berpadu. Permukaan kayunya agak licin sampai licin,
terkadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuhnya nampak jelas, baik pada
bidang transversal maupun radial, dan menimbulkan gambar yang indah. Kayu
jati memiliki bau khas yaitu bau bahan penyamak yang mudah hilang.
25
Struktur Mikroskopik Kayu
Struktur mikroskopik kayu adalah elemen sel-sel penyusun kayu yang
hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron
meliputi struktur sel (macam atau bentuk sel), dimensi dan elemen-elemen utama
dinding sel. Struktur mikroskopik kayu ini sifatnya lebih renik (ukurannya dalam
mikrometer) dibanding sifat makroskopik sehingga memerlukan pengamatan yang
lebih teliti (Booker & Sell 1998). Struktur mikroskopik kayu yang diamati
meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh Komite Internasional Association of Wood
Anatomist (Wheeler et al. 1989).
Selain itu, struktur kayu yang umumnya hanya dapat diamati secara
mikroskopik adalah rasio kayu juvenil dan kayu dewasa. Massa xilem atau kayu
yang dibentuk pada tahun-tahun pertama pertumbuhan pohon yang mana
pembelahan kambium masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem primer akan
menghasilkan kayu juvenil/kayu remaja (juvenile-wood). Identifikasi kayu juvenil
secara makroskopik sangat sulit dilakukan, sehingga dalam praktik sehari-hari
sering menimbulkan masalah.
Lingkaran tumbuh pertama sampai ke lingkaran tumbuh ke sepuluh
umumnya mempunyai karakteristik struktur anatomi yang berbeda dengan kayu
dewasa. Persentase kayu juvenil ternyata juga dipengaruhi oleh kondisi tempat
tumbuh. Pohon yang tumbuhnya baik sehingga memberi respon pertumbuhan
yang cepat, umumnya akan membentuk persentase kayu juvenil yang lebih tinggi.
Sebaliknya pohon yang tumbuh pada kondisi tempat tumbuh yang memberi
respon pertumbuhan lebih lambat umumnya membentuk persentase kayu juvenil
yang lebih rendah (Bowyer et al. 2003). Karakteristik kayu juvenil umumnya
mempunyai kerapatan rendah, kadar air dan penyusutan longitudinal yang tinggi,
sehingga mudah mengalami cacat bentuk. Sifat kayu juvenil yang paling ditakuti
adalah cacat yang disebut getas. Karena struktur anatomi kayu juvenil sangat
berbeda dengan kayu dewasa sehingga kayu jevenil ini dianggap sebagai cacat
yang sangat ditakuti, terutama untuk kayu struktural. Untuk bahan baku industri
furnitur persentase kayu juvenil yang tinggi juga akan dikhawatirkan akan
menimbulkan banyak masalah selama proses pengerjaan.
26
Beberapa siifat mikroskopik yang sangat berpengaruh terhadap pengerjaan
kayu antara lain (Pandit et al. 2009):
- Struktur dinding sel. Kayu yang disusun oleh mayoritas sel-sel kayu berdinding
tebal dan lumen sel yang sangat tipis akan menyebabkan kerapatan kayu yang
tinggi. Kayu dengan kerapatan tinggi umumnya merupakan kayu yang sangat
keras. Pada hardwood kayu dengan ukuran diameter pori yang sangat kecil
(diameter pori kurang dari 50 mikron) akan menyebabkan kayu mempunyai
kerapatan tinggi. Kayu dengan kekerasan tinggi umumnya kurang disukai
untuk bahan baku industri furnitur, karena disamping lebih sulit dalam
pengerjaan juga barang furnitur yang dihasilkan akan terlalu berat. Kayu-kayu
yang kerapatannnya terlalu tinggi juga sering menimbulkan masalah dalam
proses perekatan. Sebaliknya kayu dengan struktur dinding sel yang terlalu
tipis dan rongga sel yang lebar akan menyebabkan kayu mempunyai kerapatan
sangat rendah. Kayu dengan kerapatan rendah juga akan menimbulkan kesan
permukaan yang buram, sehingga kurang disukai. Kayu dengan kerapatan
rendah disamping kurang mampu memikul beban, juga umumnya kurang
efisien dalam proses finishing. Untuk bahan baku industri furnitur seperti telah
dikemukakan di atas umumnya kurang menyenangi kayu dengan kerapatan
terlalu rendah (sangat lunak) maupun kayu dengan kerapatan terlalu tinggi
(sangat keras), dan umumnya lebih menyenangi kayu dengan kerapatan sedang
atau moderat.
- Lumen sel yang mengandung kristal. Banyak jenis kayu pada proses perubahan
kayu gubal menjadi kayu teras juga diikuti adanya akumulasi bahan yang
mengandung kristal. Lumen sel terutama sel parenkim sering mengandung
kristal, dimana bentuk dan macamnya sangat bervariasi tergantung pada jenis
dan kondisi tempat tumbuh. Bentuk kristal sangat beragam seperti bentuk
romboider, asicular, druses dan raphide. Dilihat dari macam kristal yang
terkandung juga bermacam-macam, dan yang paling banyak ditemukan adalah
kristal ca-oksalat dan kristal silica. Pengaruh adanya kristal di dalam lumen sel
terhadap sifat pengerjaan umumnya bersifat negatif, artinya banyak
menimbulkan masalah. Jenis kayu yang banyak mengandung kristal umumnya
tidak disenangi untuk bahan baku industri furnitur karena dalam proses
27
pengerjaan akan cepat membuat alat menjadi tumpul sehingga biaya perawatan
alat menjadi tinggi. Adanya kristal silika paling cepat dan paling banyak
menimbulkan masalah dalam pengerjaan. Disamping gergaji cepat menjadi
tumpul, mata pisau juga sering mengalami cacat akibat nick yang ditimbukan
terlalu besar. Adanya kristal di dalam lumen juga banyak digunakan sebagai
sifat yang diagnostik untuk dasar identifikasi kayu.
- Tilosis. Pada proses perubahan kayu gubal menjadi kayu teras sering diikuti
oleh adanya tilosis yang menyumbat rongga sel pembuluh. Pada hardwood
yang mempunyai ukuran mulut noktah yang besar, akumulasi tilosis sering
terjadi, sehingga mempengaruhi permeabilitas kayu. Adanya tilosis akan
menyebabkan permeabilitas kayu menurun sehingga diperkirakan
menimbulkan masalah dalam proses pengeringan dan pengawetan dalam
rangka persiapan bahan baku .
Berdasarkan Martawijaya et al. (2005), struktur mikroskopik kayu jati
sebagai berikut: pembuluhnya sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter
dalam susunan tata lingkar, diameter 20-40 µm, frekuensi 3-7/mm2. Parenkimnya
paratrakeal selubung lengkap atau tidak lengkap. Terdapat pula parenkim
apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal
terdapat pada batas lingkaran tumbuh. Jari-jarinya homogen. Panjang serat rata-
rata 1.316 µm dengan diameter 28 µm.
Stuktur Ultramikroskopik Kayu
Struktur ultramikroskopik kayu adalah struktur sel-sel penyusun kayu yang
dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron (dengan perbesaran di atas 100x,
seperti Transmission Electron Microscope (TEM), Scanning Electron Microscope
(SEM) hingga Atomic X-ray spectroscopy), atau menggunakan metode secara
tidak langsung seperti difraksi sinar X (XRD). Ukuran struktur yang diamati
adalah nanometer. Yang termasuk dalam struktur ultramikroskopik kayu adalah
struktur dinding sel yang sangat kecil serta struktur fibril elementer seperti sudut
mikrofibril, derajat kristalinitas, dan dimensi kristalin kayu.
Struktur ultramikroskopik kayu yang berpengaruh terhadap kualitas kayu
adalah sudut mikrofibril (MFA) (Stuart & Evans 1994). Lebih jauh, Bendtsen &
28
Senft (1986), dalam Barnett and Jeronimidis (2003) menyebutkan bahwa sudut
mikrofibril dari selulosa pada dinding sekunder kedua (S2) merupakan faktor
penentu sifat mekanis kayu. Sudut mikrofibril dari serabut selulosa didefinisikan
sebagai sudut lilitan yang membentuk spiral dari rantai selulosa dalam struktur
dinding sel terhadap sumbu serat atau secara ringkas adalah sudut yang dibentuk
oleh orientasi sebagian besar mikrofibril selulosa terhadap sumbu panjang sel
(Stuart & Evans 1994; Barnett & Jeronimidis 2003). Beberapa istilah yang juga
digunakan antara lain sudut ulir (helical angle), sudut spiral (spiral angle) dan
sudut miselar (micellar angle).
Orientasi unit struktural selulosa pada serat ini berpengaruh pada sifat fisis
dan mekanis serat terutama kerapatan, kekuatan tarik, kekakuan, dan kembang
susut, dimana semua parameter ini menentukan sifat kertas yang diproduksi.
Perubahan kecil pada derajat sudut mikrofibril menghasilkan perubahan sifat serat
(Stuart & Evans 1994).
Sudut mikrofibril dapat ditentukan dengan beberapa teknik antara lain
mengukur kesejajaran kristal iodine, pemeriksaan terhadap dinding sel, sudut
mulut noktah bagian dalam, menggunakan confocal mikroskop, hingga
menggunakan difraksi sinar X (Barnett & Jeronimidis 2003). Metode pengukuran
sudut mikrofibril pada sebuah individu serat misalnya menggunakan mikroskop
cahaya, memakan waktu yang sangat lama. Tehnik yang tepat dalam menentukan
arah sudut mikrofibril secara otomatis adalah menggunakan analisis difraksi X-
ray. Tehnik ini telah diterapkan dalam mengukur sudut mikrofibril dari setiap riap
tumbuh jenis Eukaliptus. Pola difraksi diasumsikan terutama ditentukan oleh
dinding sekunder. Pemindaian ukuran sudut pada busur difraksi X-ray 002
dikumpulkan dari sampel kayu untuk dianalisis, dimana hasil scan/pemindaian
lalu dibandingkan antara kayu awal dan kayu akhir serta batang X-ray yang
tegaklurus terhadap dinding sel bidang radial maupun tangensial. Hasil penelitian
Stuart and Evans (1994) pada estimasi sudut mikrofibril dari setiap riap tumbuh
Eukaliptus menggunakan teknik X-ray menunjukkan bahwa bidang orientasi arah
radial maupun tangensial tidak menunjukkan ada perbedaan; MFA berkurang dari
empulur ke arah kulit; dan secara konsisten lebih kecil pada kayu akhir
dibandingkan kayu awal.
29
Metode-metode difraksi X-ray telah digunakan untuk mempelajari serabut
selulosa sejak tahun 1930. Sebagian besar metode berdasarkan pada penentuan
lebar busur difraksi tertentu yaitu sebagai contoh mengukur lebar busur 002 pada
40 atau 50% dari ketinggian maksimum dan membuat hubungan parameter untuk
mengukur MFA. Salah satu metode yang mudah, sederhana, cepat dan konsisten
untuk penentuan secara otomatis adalah Metode Cave. Metode untuk
memperkirakan MFA dari besaran busur difraksi 002 telah diajukan oleh Meylan
pada tahun 1967, dan secara teoritis dijabarkan oleh Cave pada tahun 1966.
Dalam teori Cave tersebut juga dijelaskan bahwa kekakuan dinding sel akan
meningkat sejumlah 5 unit dengan penurunan rata-rata sudut mikrofibril dari 40°
ke 10° (Stuart & Evans, 1994; Barnett & Jeronimidis (2003).
Metode Cave tersebut mendasarkan pada bentuk intensitas distribusi dan
bebas puncak intensitas. Sudut ‘T’ diukur sebagai setengah pemisahan siku-siku
dari intercep dengan sumbu intensitas nol terhadap perubahan titik tangen, pada
kemiringan terluar busur difraksi dari kurva intensitas. Cave juga menunjukkan
bahwa terdapat hubungan linier antara T dan rata-rata besar MFA untuk bentuk
persegi pada bidang melintang sel. Metode ini juga valid untuk bentuk sel yang
nyaris bulat yang memiliki sudut mikrofibril yang besar. Peneliti lain juga telah
menggunakan metode ini untuk memperkirakan sudut mikrofibril menggunakan
teknik kedua untuk kalibrasi. Nilai T diestimasi secara manual dengan
menggambar tangen pada titik perubahan sisi busur 002. Baru-baru ini Yamamoto
pada tahun 1993 melaporkan metode versi improvisasi dari Metode Cave untuk
menentukan rata-rata MFA kayu melebihi wilayah lebar. Dari empat sampel yang
diuji, dia menemukan bahwa metode Cave memberikan hasil yang akurat untuk
besaran sudut antara 10-25 derajat saat dibandingkan dengan metode pewarnaan
menggunakan iodine. Estimasi yang lebih akurat terutama pada kayu-kayu reaksi,
diperoleh dari sudut di luar range tersebut (disarikan dari Stuart & Evans 1994).
Penelitian terhadap sudut mikrofibril jati cepat tumbuh dan jati
konvensional umur 7 tahun yang tumbuh di Penajam, Kalimantan Timur, melalui
pengukuran menggunakan metode mikroskop cahaya menunjukkan bahwa rata-
rata MFA jati cepat tumbuh (23,29˚) lebih besar dibandingkan jati konvensional
(22,05˚). Pada arah radial, rata-rata sudut mikrofibril jati cepat tumbuh maupun
30
jati konvensional menurun dari empulur ke arah kulit. Dari data tersebut, dapat
diprediksi bahwa jati konvensional memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik
dibandingkan jati cepat tumbuh pada umur yang sama. Kecenderungan MFA yang
lebih tinggi di bagian empulur memiliki implikasi pada proses pengerjaan kayu
dan pemuliaan pohon. Metode pengukuran MFA yang digunakan adalah
berdasarkan arah noktah pada dinding serat sampel maserasi (Krisdianto 2008).
Besar MFA bervariasi di dalam batang pohon. Secara radial, besar sudut
mikrofibril ini semakin mendekati kulit nilainya semakin kecil. Pada variasi ke
arah vertikal, nilai MFA akan menurun seiring dengan naiknya ketinggian pada
riap tumbuh yang sama, dan secara signifikan dipengaruhi oleh umur fisiologis.
Sudut mikrofibril yang besar mengindikasikan keberadaan kayu tekan. Kayu
juvenil memiliki sudut mikrofibril yang besar dengan sel-sel yang pendek
sehingga memiliki kekakuan yang rendah, dan ini umum dimiliki oleh kayu-kayu
dari hutan tanaman yang berotasi pendek. Sifat utama kayu yang dipengaruhi oleh
besar MFA adalah penyusutan arah longitudinal, dimana penyusutan arah
longitudinal ini akan meningkat seiring dengan pertambahan MFA, namun
memiliki hubungan yang tidak linier (Barnett & Jeronimidis 2003).
Sudut mikrofibril tidak berubah akibat perubahan kadar air, namun yang
berubah adalah bagian matriks yang amorph, sehingga diketahui bahwa
mikrofibril selulosa tidak seluruhnya bersifat kristalin. Bagian kristalin selulosa
adalah penataan yang teratur pada pembentukan molekul selulosa dimana
pengulangan unit sel dianggap mendekati model monosiklik dua rantai (pada kayu
disebut sebagai selulosa I), dan besarnya daerah kristalin pada kayu diperkirakan
sekitar 70% dengan panjang 30-60 nm. Hubungan antara dimensi mikrofibril
dengan wilayah kristalin selulosa masih dalam kontroversi (Barnett & Jeronimidis
2003), namun dengan menggunakan X-ray difraksi, kedua parameter ini dapat
diukur. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini dapat diterima bahwa mikrofibril
adalah sebuah unit dengan batas yang tidak terukur, dan estimasi wilayah kristalin
dengan dimensi 2-4 nm, bentuk agak persegi dan dipisahkan oleh hemiselulosa
yang berasosiasi dalam sistem yang lebih tinggi dapat ditentukan. Ikatan Hidrogen
dan kisi-kisi daerah kristalin yang dekat membuat selulosa tidak dapat dilalui
cairan. Kekuatan tarik yang tinggi dari selulosa bila direnggangkan ke arah rantai
31
diberikan antara lain oleh ikatan Hidrogen secara langsung dalam daerah kristalin
serta kemungkinan ikatan antar daerah kristalin yang berdekatan melalui sharing
rantai polimer dalam sebuah fibril. Reaksi grup hidroksil dan ikatan glikosida
terjadi pada kondisi menengah pada daerah amorph atau setelah perusakan pada
kisi-kisi kristalin.
Komponen Kimia Kayu: Zat Ekstraktif sebagai Penentu Keawetan dan
Warna Kayu
Keawetan alami berkaitan dengan sifat ketahanan kayu terhadap rayap dan
jamur. Sedangkan untuk warna, jati dengan permukaan gelap lebih disukai,
terutama untuk produk ekspor sebagai penanda ‘ketropisan’ kayunya. Dua sifat
tersebut secara teknis dipengaruhi oleh zat ekstraktif dalam kayu (Hillis 1987;
Hon & Minemura (2001) dalam Lukmandaru 2009).
Ekstraktif adalah kandungan kimia dalam kayu maupun kulit kayu yang
dapat diekstrak menggunakan pelarut polar maupun non polar yaitu air, alkohol
atau pelarut lainnya (Rowell 2005: 45; Hillis 1987). Zat ekstraktif ini bukan
merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga
sel. Menurut Fengel & Wegener (1989), zat ekstraktif terkonsentrasi dalam
saluran resin dan sel-sel parenkim jari-jari dengan jumlah yang rendah dalam
lamela tengah, interseluler, dinding sel trakeid dan serabut libriform.
Kandungan dan komposisi zat ekstraktif sangat beragam antar jenis kayu.
Bahkan dalam batang yang sama pada satu jenis kayu pun dapat berbeda. Secara
umum, kayu daun jarum mengandung zat ekstraktif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kayu daun lebar. Kebanyakan zat ekstraktif pada kayu daun
jarum dan kayu daun lebar terdapat pada kayu teras, dimana beberapa zat ini
bertanggung jawab terhadap warna, bau dan keawetan kayu (Rowell 2005).
Keragaman kandungan zat ekstraktif tersebut tidak hanya tergantung pada spesies,
tempat tumbuh dan musim, tetapi juga pada pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak (Fengel & Wegener, 1989).
Cara yang dapat digunakan untuk memisahkan zat ekstraktif antara lain
dengan uap (menghasilkan kelompok hidrokarbon, asam-asam aldehida dan
32
alkohol), dengan eter panas (menghasilkan asam-asam lemak, asam-asam damar,
lemak, sterol dan bahan-bahan tak tersabunkan), dengan alkohol panas
(menghasilkan tannin, zat-zat warna, phenol dan bahan-bahan larut air) dan
dengan air (dihasilkan alkohol siklik, polisakarida dengan berat molekul rendah,
dan garam-garam) (Hillis 1987). Senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam
zat ekstraktif antara lain terpene, lignin, stilbene, flavonoid, aromatik lain, lemak,
lilin, asam lemak, alkohol, steroid dan hidrokarbon tinggi (Fengel & Wegener
1989).
Menurut Hillis (1987), zat ekstraktif memiliki manfaat yang sangat besar,
antara lain sebagai bahan untuk meningkatkan keawetan alami kayu yaitu
mempertinggi ketahanan terhadap kebusukan akibat jamur, serangan serangga
serta meningkatkan stabilitas dimensi setelah pengeringan, pengawet tubuh
manusia (mumi), vernis (melindungi warna cat minyak dan air atau untuk pelapis
metal), sumber penerang, pelapis kapal, batik, email, semir, tinta cetak, bahan
penyamak kulit, bahan pewarna, bahan makanan dan minuman, pengharum,
kosmetik, bahan berkaret dan obat-obatan. Selain itu zat ekstraktif juga
digunakan sebagai perekat, antioksidan, pelumas, detergen, sabun, bahan disperse,
bahan pengisi dalam industri kertas, komponen pengeboran lumpur, bahan pelapis
dan sintesis bahan-bahan kimia (Fengel & Wegener 1989).
Salah satu penyebab terbentuknya kayu teras adalah keberadaan metabolit
sekunder yang tidak secara langsung berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan pohon. Senyawa metabolit sekunder terakumulasi dalam dinding
dan lumen sel dan terdapat secara alami sebagai poliphenol. Keberadaan
poliphenol umumnya diasosiasikan dengan kayu teras, termasuk minyak-minyak,
resin, getah, tanin, serta zat pewarna dan pemberi bau, dan senyawa-senyawa lain
seperti minyak dan lemak, yang semuanya tergolong sebagai zat ekstraktif
(Bowyer et al. 2003: 35).
Selanjutnya disebutkan bahwa dari berbagai macam penyebab terbentuknya
kayu teras, hal yang secara langsung berpengaruh pada sintesa poliphenol ini
adalah fotosintat yang tidak digunakan seluruhnya pada proses pertumbuhan di
daerah kambium. Buktinya, Hillis (1968) dalam Bowyer et al. 2003: 35
menemukan bahwa pertumbuhan yang cepat dan penggunaan yang efisien dari
33
karbohidrat berhubungan dengan jumlah yang sedikit dari polifenol pada kayu
teras ini.
Kandungan zat ekstraktif pada kayu jati sebesar 4,6% pada kelarutan dalam
alkohol benzene; 1,2% pada kelarutan dalam air dingin; 11,1% pada kelarutan
dalam air panas; dan 1% pada kelarutan dalam larutan NaOH 1%. Ketahanan kayu
jati terhadap rayap dan jamur terutama disebabkan karena keberadaan tectochinon
dan antrachinon lainnya. Naphthochinon dan naphtoles juga berperan dalam
ketahanan terhadap serangan jamur (Soerianegara & Lemmens 1994).
Hasil penelitian Lukmandaru (2009) pada sifat kimia dan warna kayu teras
jati pada umur 15 dan 25 tahun yang diambil dari Perhutani area Gombong, serta
jati umur 72 tahun dari Randublatung, dengan contoh uji yang diambil pada
ketinggian 1 m dari bagian pangkal menunjukkan bahwa pada tiga umur yaitu 15,
25 dan 72 tahun, nilai kadar ekstraktif etanol-benzene cenderung naik. Pada
komponen di ekstrak etanol-benzene, khususnya senyawa kinon, secara umum
naik berdasarkan umur yang ditunjukkan oleh peningkatan berarti kinon total
(menggunakan alat mass spectrometry). Pada sifat warna (diuji menggunakan alat
spektrokolorimeter NF333) terlihat adanya kecenderungan nilai kecerahan (L*),
kekuningan (b*), corak (h) dan kejenuhan (C*) menurun seiring umur, sedangkan
nilai kemerahan (a*) bersifat fluktuatif.
Keawetan Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap
organisme perusak kayu, seperti jamur, serangga dan penggerek di laut, atau
dimana kayu tersebut dipergunakan. Keawetan suatu jenis kayu yang dipakai di
bawah atap akan berbeda dengan yang digunakan di luar. Keawetan kayu yang
dipakai di darat akan berbeda dengan yang dipakai di laut. Demikian juga kayu
yang dipakai di dataran rendah akan berbeda keawetannya dengan yang dipakai di
dataran tinggi (Sumarni & Roliadi 2002).
Keawetan merupakan sifat kayu yang penting karena walaupun kelas
kuatnya tinggi, tetapi manfaatnya akan banyak berkurang jika umur pakainya
pendek. Umur pakai yang pendek akan merugikan karena biaya yang telah
34
dikeluarkan tidak seimbang dengan masa pakainya. Sifat keawetan suatu jenis
kayu dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan
apakah jenis kayu tersebut perlu diawetkan atau tidak bila akan dipakai untuk
keperluan tertentu (Sumarni & Muslich 2008).
Pengujian keawetan kayu dilakukan baik secara laboratoris maupun secara
lapangan. Pengujian laboratoris yang digunakan hingga saat ini baru terhadap
jamur dan rayap kayu kering. Pengujian secara lapangan dilakukan terhadap rayap
tanah dan jamur melalui percobaan kuburan (graveyard test) dan percobaan rak
(weathering test) (Martawijaya et al. 2005). Pembagian kelas awet jenis-jenis
kayu Indonesia untuk dataran rendah di daerah tropis (tidak berlaku untuk
ketahanan terhadap cacing laut) disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Umur (dalam tahun) jenis-jenis kayu dalam lima kelas awet Kelas Awet I II III IV V
Selalu berhubungan dengan basah
8 5 3 Sangat pendek
Sangat pendek
Di bawah pengaruh cuaca dan angin, tetapi dilindungi dari kemasukan air dan kekurangan udara
20 15 10 Beberapa tahun
Sangat pendek
Di bawah atap, tetapi tidak berhubungan dengan tanah basah dan dilindungi dari kekurangan udara
Tak terbatas
Tak terbatas
Sangat lama
Beberapa tahun
Pendek
Seperti di atas, tetapi dipelihara dengan baik: dicat secara teratur, dsb.
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
20 20
Sumber: Seng (1990)
Dalam Martawijaya et al. (2005) disebutkan bahwa kayu jati memiliki kelas
awet II berdasarkan percobaan laboratoris terhadap Cryptotermes cynocephalus
Light. dan percobaan kuburan terhadap rayap tanah dan jamur. Jenis ini juga
dilaporkan tahan terhadap serangan jamur antara lain Schizophyllum commune.