stroke non hem
TRANSCRIPT
IKHTISAR KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Bidan
Tanggal masuk RS : 25 Januari 2012
No. RM : 29-55-52
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 2 Februari 2012.
Keluhan utama
lengan kiri lemas sejak 3 jam SMRS.
Keluhan tambahan
Bicara menjadi pelo
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Otorita Batam dengan keluhan lengan kiri lemas
sejak 3 jam SMRS. Menurut pasien rasa lemas diikuti dengan rasa berat sehingga
lengan dan tungkai kanannya tidak dapat diangkat walaupun pasien telah berusaha
sekuat tenaga untuk menggerakkan keduanya. Lemas terjadi tiba-tiba saat pasien
baru bangun tidur dan tidak sedang melakukan aktivitas apa-apa. Pasien juga
mengeluhkan adanya kesulitan saat berbicara, dimana pasien merasa lidahnya sulit
untuk digerakkan, agak mencong ke kiri dan bicaranya menjadi cadel (pelo).
Adanya nyeri kepala, mual , muntah, penglihatan ganda, adanya tersedak saat
minum disangkal oleh pasien.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun , namun pasien tidak berobat teratur.
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Kebiasaan merokok disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
III. PEMERIKSAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : Sakit Berat
Tanda vital :
Tekanan darah: 160 / 90 mmhg
Nadi : 84 x / menit
Suhu : 36 , 8˚C diukur di axilla
Pernapasan : 24 x / menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam beruban, tidak mudah dicabut.
Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), tidak ada nyeri
tekan sinus frontal dan maxilla.
Mata :Ptosis(-), exopthalmus(-), oedem palpebra(-), pupil bulat, isokor,
conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, membran timpani intak, serumen (-), sekret (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), septum deviasi (-), sekret (-),
mukosa hiperemis (-), oedem concha (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), deviasi uvula (-)
Bibir : Simetris, sianosis (-)
Leher : Kaku kuduk (-), tidak teraba pembesaran KGB
2
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Gerak napas simetris pada kedua hemithorax, retraksi otot-otot
pernapasan (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua hemithorax, nyeri tekan(-)
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/limpa tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas
Extremitas atas : Akral hangat +/+, oedem (-), sianosis (-)
Extremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem (-), sianosis (-)
IV. STATUS NEUROLOGIS
Dilakukan pada tanggal 2 Februari 2012
Kesadaran : Compos mentis
Saraf cranial :
N I : Penciuman tidak ada gangguan
N II : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
Langsung +/+
3
N III : Nistagmus (-), gerak bola mata ke medial +/+, gerak bola mata ke
atas +/+, gerak bola mata ke bawah +/+, gerak bola mata ke atas dalam +/+
N IV : Gerak bola mata ke nasal inferior +/+
N VI : Gerak bola mata ke lateral +/+
N V :
Motorik m. Masseter : +/+, deviasi rahang : tidak ada
Sensorik Cabang 1 : baik
Cabang 2 : baik
Cabang 3 : baik
N VII : Sudut mulut sebelah kiri sedikit tertinggal
Pengecapan tidak ada kelainan
N VIII : Ketajaman pendengaran
Test Schwabach : Tidak dilakukan
Test Rinne : Tidak dilakukan
Test Romberg di pertajam : Tidak dilakukan
Past pointing Test : Tidak dilakukan
Stepping Test : Tidak dilakukan
N IX dan N X : Refleks batuk (+)
Refleks menelan(+)
Uvula simetris
Refleks faring normal
N XI :
M. Sternocleidomastoideus kiri
Statis : Kontur baik, normotrofi, fasikulasi(-), tonus baik
Dinamis : Kekuatan normal
4
M. Sternocleidomastoideus kanan tidak valid dinilai
M. Trapezius kiri
Statis : Kontur baik, normotrofi, fasikulasi (-),tonus baik
Dinamis : Kekuatan normal
M. Trapezius kanan tidak valid dinilai
N XII :
Lidah
Statis : Besar normal, normotrofi, tidak berkerut, deviasi ke kiri, tremor(-),
fasikulasi (-)
Dinamis : Deviasi ke kiri, parese (-)
Motorik
Kekuatan otot : 5 2
5 5
Klonus : - -
- -
Sensorik
Rangsang suhu : Tidak dilakukan
Rangsang raba : Hipestesi -/-
Rangsang nyeri : Baik / baik
Refleks
Refleks fisiologis
- Refleks bicep : N/N
- Refleks tricep : N/N
- Refleks patella : N/N
- Refleks achilles : N/N
- Refleks dinding perut : N/N
Refleks patologis
5
- Refleks oppenheim : -/-
- Refleks gordon : -/-
- Refleks schaefer : -/-
- Refleks chaddock : -/-
- Refleks babinsky : -/-
Rangsang meningeal
- Brudzinsky I : -/-
- Brudzinsky II : -/-
Perasat
- Kernig : Tak terbatas
- Laseque : Tak terbatas
Fungsi luhur
Afasia : (-)
Otonom : BAK normal
Koordinasi : baik
MMSE (Mini Mental State Exam) skor 27
Clock drawing test skor 3
IADL skor 0
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Darah
10 Juni 2008
Hb : 12,8 Ureum : 50,2
Ht : 34 creatinin : 1,13
Trombosit : 484.000 GDS : 261
Leukosit : 14.400
2 Februari 2012
Kolesterol total : 242 LDL : 168,2
6
HDL : 45 Trigliserida : 144
Ureum : 44,4 Creatinin : 1,79
Asam urat : 5,6 Total protein : 7,9
Albumin : 4,2 Globulin : 3,7
GD puasa : 396
CT Scan
Hasil : tampak adanya gambaran infark di daerah ganglia basalis.
7
8
USG Carotis tanggal 21 Juni 2008
- Tidak tampak plaque pada arteri karotis kanan dan kiri.
- Tampak penurunan velocity pada carotis kiri (dibandingkan kanan) disertai dengan
peningkatan pulse.
- Tampak massa pada thyroid lobus kiri.
9
10
11
VI. RESUME
Pasien datang ke Rumah Sakit Otorita Batam dengan keluhan lengan dan kaki
kanan terasa lemas sejak 1 minggu SMRS. Menurut pasien rasa lemas diikuti
dengan rasa berat sehingga lengan dan tungkai kanannya tidak dapat diangkat
walaupun pasien telah berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan keduanya.
Lemas terjadi tiba-tiba saat pasien baru bangun tidur dan tidak sedang melakukan
aktivitas apa-apa. Pasien juga mengeluhkan adanya kesulitan saat berbicara,
dimana pasien merasa lidahnya sulit untuk digerakkan, agak mencong ke kanan
dan bicaranya menjadi cadel (pelo).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 1 tahun SMRS, namun pasien tidak berobat teratur,
Riwayat penyakit jantung dan Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes Mellitus, hipertensi, penyakit jantung disangkal
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Tekanan darah: 150 / 90 mmHg
Status generalis dalam batas normal.
Status neurologis :
Kesadaran : Compos mentis
Saraf cranial :
N. I, II, III, IV, VI, VIII, IX, X tidak ada kelainan
N V : Sensorik Cabang 2 dan 3 : menurun
N VII : Sudut mulut sebelah kanan tertinggal
Pengecapan tidak ada kelainan
N XI : kiri normal, kanan tidak valid dinilai
N XII : Lidah Dinamis : Deviasi ke kanan, parese (-)
Motorik Kekuatan otot : 1 5
3 5
12
Sensorik tidak ada kelainan
Refleks : Refleks fisiologis (+)
Refleks patologis (-)
Tanda rangsang meningeal (-)
Fungsi luhur : MMSE (Mini Mental State Exam) skor 27
Clock drawing test skor 3
IADL skor 0
Pemeriksaan laboratorium :
10 Juni 2008
GDS : 261
Leukosit: 14.400
18 Juni 2008
Kolesterol total : 242
LDL : 168,2
GD puasa : 396
Gula Darah Sewaktu
19 Juni 2008 11.30: 419 19.00 : 418
15.00 : 110 21.00 : 198
17.00 : 440 23.00 : 221
20 Juni 2008 01.00: 216 16.00 : 240
03.00 : 171 18.00 : 236
05.00 : 170 20.00 : 126
09.00 : 254 22.00 : 103
13.00 : 266
13
CT Scan
Hasil : tampak adanya gambaran infark di daerah ganglia basalis.
USG Carotis tanggal 21 Juni 2008
- Tidak tampak plaque pada arteri karotis kanan dan kiri.
- Tampak penurunan velocity pada carotis kiri (dibandingkan kanan) disertai dengan
peningkatan pulse.
- Tampak massa pada thyroid lobus kiri.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Stroke non hemorrhagic e.c. trombosis carotis sinistra dengan faktor resiko hipertensi,
diabetes mellitus, hiperkolesterolemia
DM tipe 2
Hipertensi grade II
VIII. TERAPI
IVFD 2A + Neurotam 3 gr / 8 jam
IVFD NaCl 0,9 % 100 cc + Actrapid 60 IU
Jika GDS > 200 mg/dL per 12 jam, jika < 200 mg/dL per 24 jam
Praxilene 1 x 200 mg
Brainact 1 x 1 tab
Antiplat 2 x 1 tab
Arcalion 1 x 2 tab
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
14
FOLLOW UP
Tanggal 20 Juni 2008
S : Tangan dan kaki kanan masih sulit digerakkan
O : ku / kes = baik / compos mentis
TD : 170 / 90 mmHg Suhu : 36,5 oC
Nadi : 88 x / menit RR : 20 x / menit
Status generalis :
Mata : Conjuctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Thorax : C S1 S2 reg, M(-), G(-)
P Sn vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Agak buncit, supel, nyeri tekan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
Status neurologicus :
N. I, II, III, IV, VI, VIII, IX, X tidak ada kelainan
N V : Sensorik Cabang 2 dan 3 : menurun
N VII : Sudut mulut sebelah kanan tertinggal, pengecapan tidak ada kelainan
N XII : Lidah Dinamis : Deviasi ke kanan, parese (-)
Motorik Kekuatan otot : 1 5
3 5
Sensorik tidak ada kelainan
Refleks : Refleks fisiologis (+)
Refleks patologis (-)
Tanda Rangsang meningeal (-)
A : Stroke non hemorrhagic e.c. trombosis carotis sinistra dengan faktor resiko
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia
DM tipe 2
Hipertensi grade II
15
P : IVFD 2A + Neurotam 3 gr / 8 jam
IVFD NaCl 0,9 % 100 cc + Actrapid 60 IU
Jika GDS > 200 mg/dL per 12 jam, jika < 200 mg/dL per 24 jam
Praxilene 1 x 200 mg
Brainact 1 x 1 tab
Antiplat 2 x 1 tab
Arcalion 1 x 2 tab
Tanggal 21 Juni 2008
S : Tangan dan kaki kanan masih sulit digerakkan, kepala pusing berputar
O : ku / kes = baik / compos mentis
TD : 140 / 90 mmHg Suhu : 36,3 oC
Nadi : 84 x / menit RR : 24 x / menit
Status generalis : dalam batas normal
Status neurologicus :
N. I, II, III, IV, VI, VIII, IX, X tidak ada kelainan
N V : Sensorik Cabang 2 dan 3 : menurun
N VII : Sudut mulut sebelah kanan tertinggal, pengecapan tidak ada kelainan
N XII : Lidah Dinamis : Deviasi ke kanan, parese (-)
Motorik Kekuatan otot : 1 5
3 5
Sensorik tidak ada kelainan
Refleks : Refleks fisiologis (+)
Refleks patologis (-)
Tanda Rangsang meningeal (-)
A : Stroke non hemorrhagic e.c. trombosis carotis sinistra dengan faktor resiko
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia
DM tipe 2
Hipertensi grade II
16
P : IVFD 2A + Neurotam 3 gr / 8 jam
Praxilene 1 x 200 mg
Brainact 1 x 1 tab
Antiplat 2 x 1 tab
Arcalion 1 x 2 tab
Tanggal 22 Juni 2008
S : Tangan dan kaki kanan masih sulit digerakkan, pusing sudah berkurang
O : ku / kes = baik / compos mentis
TD : 150 / 90 mmHg Suhu : 36 oC
Nadi : 84 x / menit RR : 24 x / menit
Status generalis : dalam batas normal
Status neurologicus :
N. I, II, III, IV, VI, VIII, IX, X tidak ada kelainan
N V : Sensorik Cabang 2 dan 3 : menurun
N VII : Sudut mulut sebelah kanan tertinggal, pengecapan tidak ada kelainan
N XII : Lidah Dinamis : Deviasi ke kanan, parese (-)
Motorik Kekuatan otot : 1 5
3 5
Sensorik tidak ada kelainan
Refleks : Refleks fisiologis (+), Refleks patologis (-)
Tanda Rangsang meningeal (-)
A : Stroke non hemorrhagic e.c. trombosis carotis sinistra dengan faktor resiko
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia
DM tipe 2
Hipertensi grade II
P : IVFD 2A + Neurotam 3 gr / 8 jam
Praxilene 1 x 200 mg
17
Brainact 1 x 1 tab
Antiplat 2 x 1 tab
Tanggal 6 Februari 2012
S : Rasa lemas sudah berkurang,
O : ku / kes = baik / compos mentis
TD : 170 / 90 mmHg Suhu : 36,1 oC
Nadi : 84 x / menit RR : 22 x / menit
Status generalis : dalam batas normal
Status neurologicus :
N. I, II, III, IV,V, VI,VII, VIII, IX, X,XI,XII tidak ada kelainan
Motorik Kekuatan otot : 5 3
5 5
Sensorik tidak ada kelainan
Refleks : Refleks fisiologis (+), Refleks patologis (-)
Tanda Rangsang meningeal (-)
A : Stroke non hemorrhagic e.c. trombosis carotis sinistra dengan faktor resiko
hipertensi, hiperkolesterolemia
Hipertensi grade II
P : Praxilene 1 x 200 mg
Brainact 1 x 1 tab
Antiplat 2 x 1 tab
18
ANALISA KASUS
1. Dasar diagnosis
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan :
a. Identitas
Pasien adalah Pria berusia 52 tahun.
Seperti yang kita ketahui, kejadian stroke non hemorrhagic lebih sering diderita
pada pasien usia tua.
b. Anamnesis
Pasien datang ke Rumah Sakit Otorita Batam dengan keluhan lengan kiri terasa
lemas sejak 3 jam SMRS. Menurut pasien rasa lemas diikuti dengan rasa berat
sehingga lengan dan tungkai kiri, tidak dapat diangkat walaupun pasien telah
berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan keduanya. Lemas terjadi tiba-tiba
saat pasien baru bangun tidur dan tidak sedang melakukan aktivitas apa-apa.
Pasien juga mengeluhkan adanya kesulitan saat berbicara, dimana pasien
merasa lidahnya sulit untuk digerakkan, agak mencong ke kanan dan bicaranya
menjadi cadel (pelo).
Hal ini sesuai dengan anamnesis stroke non hemorrhagic dimana keluhan
parese biasanya muncul pada saat beristirahat, dan seringkali disertai dengan
gangguan fungsi nervi craniales (dalam hal ini gangguan N. XII disartria).
c. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : 150 / 90 mmHg
Tekanan darah pasien dapat dikategorikan sebagai hipertensi grade II.
Status neurologis :
Saraf cranial :
N VII : Sudut mulut sebelah kiri tertinggal
N XII : Lidah Dinamis : Deviasi ke kiri
19
Motorik Kekuatan otot: 5 1
5 4
Berdasarkan pemeriksaan fisik, tampak adanya gangguan fungsi pada saraf
kranial yang merupakan masalah yang sering ditemukan pada penderita strok
pada umumnya yakni sudut mulut yang tertinggal (gangguan N.VII), dan lidah
yang deviasi ke kiri (gangguan N. XII), serta adanya hemiparese pada
ekstremitas superior sebelah kanan. Namun dari hasil pemeriksaan, adanya
disartria yang dikeluhkan pasien sebelumnya sudah tidak ditemukan.
d. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
GDS : 156
Leukosit : 9.600
Kolesterol total : 242
LDL : 198,2
Dari pemeriksaan laboratorium, diketahui adanya faktor resiko pada pasien
untuk terjadinya strok yakni hiperkolesterolemi.
CT Scan
Hasil : tampak adanya gambaran infark cerebri di daerah paraventrikularis kanan.
2. Dasar penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan :
Infus 2A yang isinya glukosa 5% dan natrium klorida 0,45% yang berguna
untuk mengatasi dehidrasi, menambah kalori, dan mengembalikan
keseimbangan elektrolit. Pada pasien ini diberikan juga neurotam untuk
membantu mengatasi kelemahan.
Praxilene 1 x 200 mg diberikan untuk penyakit vascular otak.
Brainact 1 x 1 tab diberikan untuk infark serebri yang terjadi pada pasien.
20
Antiplat 2 x 1 tab diberikan untuk mencegah pembentukan trombosit di daerah
plaque yang dapat meningkatkan resiko terbentuknya thrombus atau embolus
dan menimbulkan serangan ulang strok.
21
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORRHAGIC
Definisi
Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
deficit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatic. Biasanya strok disebabkan karena gangguan pada aliran darah arteri, dan
jarang sekali disebabkan karena oklusi pada vena. Bila gangguan peredaran darah otak ini
berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit),
tetapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (Transient
Ischemia Attack = TIA). TIA adalah hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara cepat
yang berlangsung kurang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan oleh mekanisme vascular
emboli, thrombosis, atau hemodinamik. Beberapa episode transien/sementara berlangsung
lebih dari 24 jam, tetapi pasien mengalami pemulihan yang sempurna yang disebut
reversible ischemic neurological deficits (RIND).1,2,3
Mekanisme vascular yang menyebabkan strok dapat diklasifikasikan sebagai :2
1. Infark (emboli atau thrombosis)
2. Hemoragik
22
Etiologi2,7
1. Infark otak (80%)
Emboli
a. Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lainnya
Thrombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
a. Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
b. Penyakit intrakranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2. Perdarahan intraserebral (15%)
Hipertensif
Malformasi arteri-vena
Angiopati amiloid
3. Perdarahan subarachnoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a. Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresif)
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
23
h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia)
i. Miksoma atrium
Epidemiologi
Strok merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000 populasi. Mayoritas
strok adalah infark serebral. Setiap tahunnya diperkirakan sebanyak 150.000 orang di
Inggris mengalami strok, atau dengan kata lain setiap lima menit, terjadi satu serangan
strok. Strok merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Inggris, dan merupakan
penyebab utama terjadinya kecacatan. Lebih dari 250.000 penduduk Inggris hidup dengan
kecacatan yang disebabkan oleh strok. Sebagian besar penderita berusia lebih dari 65
tahun, namun strok sendiri dapat terjadi pada segala usia, termasuk pada anak-anak dan
bahkan bayi. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa kurang lebih 1000 orang berusia 30
tahun menderita strok setiap tahunnya.3,5
Dari seluruh kejadian strok, kurang lebih sebanyak 80% adalah strok iskemik. Dari
600.000 penderita strok setiap tahunnya, kurang lebih 150.000 diantaranya meninggal
karena strok. Resiko untuk menderita strok berulang adalah sebesar 35%, dan pada pasien
ini bisa didapatkan gangguan neurologis dan mental sebagai akibat dari strok yang
berakumulasi. Penyakit serebrovaskuler adalah penyebab utama kecacatan pada pasien
yang berusia lebih dari 40 tahun.5
Patofisiologi
Trombosis arteri atau bena pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari
Trias Virchow yakni :3
Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat
juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi).
Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.
Gangguan aliran darah.
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative arteri SSP,
atau dapat juga berasal dari jantung, misalnya pada :3
- Penyakit katup jantung.
- Fibrilasi atrium.
24
- Infark miokard yang baru terjadi.
Penyebab tersering strok adalah penyakit degenerative arterial, baik
arteriosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit
pembuluh darah kecil (lipohialinosis).3,9
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh thrombus atau embolus, maka area SSP
yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat.
Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viable untuk
suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.3,9
Iskemik strok dapat dibagi menjadi beberapa tipe antara lain tipe infark emboli,
infark trombotik, infark lakunar. Infark yang penyebabnya tidak diketahui terjadi pada
30% kasus strok iskemik. Pembentukan emboli dari jantung mendasari 20-30% serangan
strok. Infark trombotik terjadi jika terbentuk bekuan darah dalam arteri yang mensuplai
darah ke otak, sehingga terjadi kematian jaringan, dan biasanya terjadi akibat
aterosklerosis. Infark lakuner terjadi akibat adanya blockade pembuluh darah arteri yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah. Strok tipe ini mempunyai prognosis yang
paling baik.5
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan :3
Edema sitotoksik – akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak.
25
Edema vasogenik – akumulasi cairan ekstraseluler akibat perombakan sawar darah
otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah
strok mayor, akibat peningkatan tekanan intracranial dan kompresi struktur di sekitarnya.3
Karena terjadi penurunan kadar oksigen dan glukosa pada daerah iskemik di otak,
maka akan terjadi kegagalan produksi ATP dan berakibat gangguan proses yang
menggunakan ATP seperti pompa ion. Hal ini akan mengakibatkan trauma dan kematian
jaringan. Penyebab utama trauma pada saraf adalah akibat pelepasan glutamate.
Konsentrasi glutamat di luar sel biasanya dipertahankan kadarnya oleh carier yang
dipengaruhi oleh kadar ion (terutama Na) yang melalui membrane. Dengan adanya strok,
maka akan terjadi gangguan suplai oksigen dan glukosa yang mempertahankan fungsi
pompa ion. Sebagai akibatnya, akan terjadi pelepasan glutamate ke luar sel. Glutamat pada
sel saraf akan mengaktivasi enzim yang mencerna protein, lipid, dan inti sel. Dengan
adanya iskemia juga akan terjadi peningkatan kadar radikal bebas oksigen dan bentuk
oksigen yang reaktif. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan elemen sel dan ekstraseluler.6
Iskemia dan infark dapat mengakibatkan gangguan integritas jaringan otak dan
pembuluh darah, yang salah satunya melalui pelepasan matriks metalloprotease, yang
merupakan enzim yang dipengaruhi oleh zinc dan kalsium, yang berperan dalam
pemecahan kolagen, asam hialuronat, dan jaringan konektif. Gangguan integritas
structural akan mengakibatkan kerusakan blood brain barrier yang kemudian
mengakibatkan edema otak.6
Pada semua tipe trauma otak, sistem imun diaktifkan oleh infark serebral dan
dalam keadaan tertentu akan mengakibatkan eksaserbasi trauma yang disebabkan karena
infark. Hambatan respon inflamasi ternyata mengurangi trauma jaringan otak yang
disebabkan infark serebral, namun belum dapat dibuktikan secara klinis.6
Faktor resiko
Faktor resiko terjadi strok dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor resiko yang tidak
dapat diubah dan yang dapat diubah. Adapun faktor resiko yang tidak dapat diubah antara
lain usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat strok dalam keluarga.1,2,4,5,9
Sedangkan contoh faktor resiko yang dapat diubah contohnya hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, peningkatan
hematokrit, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia, dislipidemia, riwayat TIA atau strok,
26
penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk
homosistinuria, obesitas, antibody anti-fosfolipid, dan peningkatan fibrinogen.2,4,5,6,9
Manifestasi klinis
Pada strok non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya deficit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus
cukup besar. Biasanya terjadi pada usia di atas 50 tahun.2
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut dapat berupa :2,3,5,6
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik)
Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
Disartria (bicara pelo atau cadel)
Gangguan penglihatan (hemianopa atau monokuler) atau diplopia atau bahkan
kehilangan penglihatan
Ataksia (trunkal atau anggota badan)
Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala hebat
Diagnosis
Diagnosis strok ditegakkan berdasarkan dua hal, yakni :2,3,5,6
1. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisik – neurologis
2. Sistem skor untuk membedakan jenis strok
Untuk membedakan jenis strok digunakan sistem scoring strok menurut Siriraj
sebagai berikut :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolic) – (3 x petanda ateroma) – 12
Derajat kesadaran :
0 Kompos mentis, 1 Somnolen, 2 Sopor/koma
Vomitus :
0 Tidak ada, 1 Ada
27
Nyeri kepala :
0 Tidak ada, 1 Ada
Ateroma :
0 Tidak ada, 1 Salah satu atau lebih : diabetes, angina, penyakit
pembuluh darah
Dasar interpretasi yang digunakan adalah :
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d. 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark cerebri
3. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan “gold standard” untuk membedakan strok
infark dengan strok perdarahan.
4. MRI
Pemeriksaan MRI ini lebih sensitive jika dibandingkan dengan CT Scan dalam
mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak.
5. Rontgen thorax dan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit jantung yang menjadi etiologi dasar terjadinya strok.
6. Laboratorium
Pemeriksaaan ini ditujukan untuk mencari faktor resiko terjadinya strok.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap, LED, ureum,
elektrolit, glukosa, dan lipid.
7. Test wajah-tangan-bicara (FAST = Face – arm – speech test)
Melalui tiga cara pemeriksaan yang sederhana, maka dapat ditentukan apakah
seseorang mengalami strok atau strok mini (TIA). Pemeriksaannya meliputi :\
F acial weakness apakah pasien dapat tersenyum ? Apakah sudut mulut
tertinggal ? Apakah terdapat ptosis ?
A rm weakness apakah pasien dapat mengangkat kedua tangannya ?
S peech problems apakah pasien dapat berbicara dengan jelas dan
memahami pertanyaan atau perintah yang diberikan kepadanya ?
T est these symptoms.
28
Masalah yang sering dialami penderita strok5
Ada beberapa masalah dan kecacatan yang sering dialami oleh penderita strok terutama
pada beberapa minggu pertama. Sebagian gejala ini akan sembuh setelah fungsi otak
kembali normal, namun pada kasus yang berat, hal ini dapat berlangsung lebih lama.
Kelemahan dan paralisis
Kelemahan atau paralisis adalah salah satu gejala yang paling mudah dikenali dan gejala
yang paling umum dari strok. Biasanya paralisis terjadi pada satu sisi tubuh. Paralisis dari
lengan atau tungkai sering menjadi semakin buruk jika disertai dengan kekakuan otot dan
sendi.
Keseimbangan
Ketidakseimbangan dapat disebabkan karena kerusakan bagian otak yang mengatur
keseimbangan, atau disebabkan karena kelemahan otot.
Menelan
Kurang lebih 50% penderita memgalami kesulitan dalam menelan setelah strok (disfagia).
Hal ini dapat berbahaya jika makanan masuk ke saluran nafas. Pada semua pasien strok
dilakukan test menelan, dan mereka diperbolehkan untuk makan dan minum jika dapat
menelan.
Gangguan tidur dan kelelahan
Kebanyakan pasien mengalami kelelahan yang berlebihan pada minggu awal serangan
strok. Selain itu, seringkali mereka mengalami gangguan tidur sehingga semakin lelah.
Gangguan bicara dan bahasa
Banyak penderita mengalami kesulitan berbicara dan memahami dalam membaca dan
menulis. Kesulitan berbahasa dikenal juga dengan disfasia. Jika penderita mengalami
kesulitan memahami apa yang dibicarakan dikenal juga dengan disfasia reseptif.
29
Terkadang pasien dapat memahami ada yang dikatakan namun kesulitan menemukan kata-
kata yang tepat untuk mengekspresikan apa yang ingin ia katakana, dikenal juga dengan
disfasia ekspresif. Seringkali penderita mengalami campuran keduanya. Disfasia paling
sering terjadi jika strok melibatkan sisi kiri dari otak, dengan perkecualian jika area bicara
berada di sisi kanan otak.
Penglihatan
Strok dapat mengakibatkan kerusakan otak yang berperan dalam menerima, proses, dan
menginterpretasikan informasi yang didapat dari penglihatan. Seringkali, penderita strok
mengalami penglihatan ganda atau kehilangan separuh penglihatan. Hal ini dapat
mengakibatkan kecanggungan dan perilaku yang aneh (seperti tidak memakan makanan
pada satu sisi piring).
Persepsi dan interpretasi
Penderita dapat mengalami kesulitan mengenali obyek yang familiar atau mengetahui
bagaimana cara menggunakannya. Mereka juga mengalami masalah dalam menentukan
waktu jika otak tidak dapat menginterpretasikan apa yang dilihat mata.
Proses mental
Stroke seringkali mengakibatkan masalah dengan proses mental seperti berpikir, belajar,
konsentrasi, mengingat, membuat keputusan, menentukan alasan dan membuat rencana.
Penderita dapat mengalami kehilangan ingatan jangka pendek, yang mengakibatkan
penderita kesulitan berkonsentrasi.
Kandung kemih dan saluran cerna
Kesulitan dalam mengontrol kandung kemih dan saluran cerna jarang terjadi setelah
serangan strok yang biasanya dapat membaik dalam waktu beberapa minggu.
Perubahan mood
Perubahan mood dapat terjadi setelah serangan strok. Depresi, kesedihan, kemarahan,
ansietas, rendahnya rasa percaya diri sering ditemukan. Seringkali penderita merasa
kesulitan untuk mengontrol emosi dan menangis, atau tertawa pada saat yang tidak tepat.
30
Sensasi
Beberapa penderita mengalami masalah dengan sensasi, baik berupa peningkatan dan atau
penurunan sensasi. Mereka dapat menjadi sensitif terhadap warna, suara, dan sinar. Atau
dapat merasakan panas atau nyeri berlebihan.
Nyeri
Nyeri dapat disebabkan oleh strok (contohnya nyeri bahu dan kekakuan anggota gerak)
atau dapat mengakibatkan penyakit yang sudah ada sebelumnya menjadi semakin parah.
Untuk dapat sembuh dari strok membutuhkan waktu. Setelah proses penyembuhan yang
terlihat pada minggu awal serangan, proses penyembuhan yang sesungguhnya
membutuhkan waktu dan terjadi secara bertahap. Biasanya penderita dapat sembuh dengan
maksimal dalam waktu satu tahun.
Penatalaksanaan
Strok Akut di Unit Gawat Darurat2
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya
pengobatan strok sedini mungkin, karena “window periode” untuk strok hanya 3 – 6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah :
- Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC.
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor, koma atau terjadi gagal nafas.
- Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan
20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air atau
salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak.
- Berikan oksigen 2 – 4 liter/menit melalui kanul hidung.
- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.
- Buat rekaman Elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen thorax.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin),
masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial.
31
- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut ini : kadar alcohol dalam darah, fungsi
hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi.
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
- Jika tersedia sarana yang memadai, lakukan pemeriksaan CT Scan atau MRI. Bila
tidak ada, tentukan jenis strok dengan skor Siriraj.
Prinsip Penatalaksanaan Strok Iskemik2,3,6
1. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3 – 6 jam
pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen
activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada strok iskemik dengan waktu
onset < 3 jam, dan hasil CT Scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat
dilakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan strok yang masih
berkembang (“window periode” sampai dengan 72 jam).
Progresivitas strok terjadi pada 20 – 40% pasien strok iskemik yang
dirawat, dengan resiko terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala.
Perburukan klinis dapat disebabkan karena salah satu mekanisme berikut ini :
Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark.
Masalah ini pada umumnya terjadi pada infark luas.. edema otak umumnya
mencapai puncaknya pada hari ketiga sampai kelima setelah onset strok dan
jarang menimbulkan masalah dalam 24 jam pertama. Terapi dengan manitol
cukup bermanfaat, dan cairan hipotonik harus dihindari, dan pemberian steroid
tidak efektif.
Ekstensi teritori infark.
Ini dapat disebabkan oleh thrombosis yang progresif dalam sebuah pembuluh
darah yang tersumbat (misalnya infark batang otak yang progresif pada seorang
pasien dengan thrombosis arteri basilaris) atau kegagalan perfusi distal yang
berhubungan dengan stenosis atau oklusi yang lebih proksimal (misalnya
perluasan infark zona perbatasann internal pada seorang pasien dengan oklusi
arteri karotis interna). Heparin dapat mencegah thrombosis yang progresif dan
optimalisasi status volum dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan
perfusi.
32
Konversi hemoragis.
Masalah ini diketahui dari hasil radiologis teteapi jarang menimbulkan gejala
klinis. Tiga faktor resiko utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar,
dan hipertensi akut. Jangan memberikan antikoagulan pada pasien dengan
resiko tinggi selama 48 – 72 jam pertama setelah onset strok. Bila ada
hipertensi berat, obati pasien dengan obat antihipertensi.
3. Mencegah strok berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok)
Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan strok iskemik mengalami serangan strok
kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada
pasien dengan stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah
(1%) pada pasien dengan infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat
mengurangi resiko strok berulang dini pada pasien dengan kardioemboli.
Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut2
1. Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intavena (dosis maksimum 90mg).
Sepuluh persen diberikan bolus intravena dan sisanya diberikan per drips dalam
waktu 1 jam jika onset gejala strok dapat dipastikan kurang dari 3 jam hasil CT
Scan otak tidak memperlihatkan infark dini yang luas.
2. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan irama jantung atau
iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125 – 0,5 mg intravena atau verapamil 5 – 10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
3. Tekanan darah yang tinggi pada strok iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan.
Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada strok iskemik akut
dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat
akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang
mendapat perfusi marginal (penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Oleh
sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada strok iskemik akut
adalah bila terdapat salah satu hal berikut :
Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi non-neurologis :
33
a). Iskemia miokard akut.
b). Edema paru kardiogenik.
c). Hipertensi maligna (retinopati).
d). Nefropati hipertensif.
e). Diseksi aorta.
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran
selang 15 menit :
a. Sistolik > 220 mmHg.
b. Diastolik > 120 mmHg.
c. Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg.
Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekana
darah sistolik > 180 mmHg dan diastolic > 110 mmHg.
4. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infark hemisfeik atau serebelum yang massif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan, atau strok dalam evolusi.
5. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark
serebelum yang luas.
6. Pertimbangkan pemeriksaan MRI pada pasien dengan strok vertebrobasiler atau
sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT Scan.
7. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000
unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa
tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini :
o Kemungkinan besar strok kardioemboli.
o Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis.
o Strok dalam evolusi.
o Diseksi arteri.
o Thrombosis sinus dura.
Heparin merupakan kontraindikasi relative pada pasien dengan infark luas
yang berhubungan dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien strok dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau thrombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
34
sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5 – 2,5 kali
kontrol atau INR 2 – 3.
8. Pemeriksaan penunjang neurovascular diutamakan yang non-invasif. Pemeriksaan
berikut ini dianjurkan pada pasien infark serebr bila alat tersedia dan biaya
terjangkau.
Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada
banyak pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai. Ekokardiografi
transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium
kiri dan arkus aorta serta lebih sensitive untuk mendeteksi thrombus mural atau
vegetasi katup.
Ultasonografi Doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis
yang simtomatis serta lebih dari 70%, yang merupakan indikasi untuk
enarterektomi karotis.
9. Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada pasien tertentu.
- Ultrasonografi Doppler transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi
atau stenosis arteri intracranial besar. Gelombang intracranial yang abnormal
dan pola alirankolateral dapat juga dipakai untuk menetukan apakh suatu
stenosis pada leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna.
- Angiografi resonansi magnetic dapat dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau
oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial.
- Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium intermiten.
10. Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus penyebab strok
yang tidak lazim, terutama pada usia muda :
Kultur darah jika mencurigai endokarditis.
Pemeriksaan prokoagulan : aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas
antitrombin III, antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin.
Pemeriksaan untuk vaskulitis : antibody antinuclear (ANA), faktor rheumatoid,
reagin plasma cepat (RPR), serologi virus hepatitis, laju endap darah,
elektroforesis protein serum, krioglobulin, dan serologi virus herpes simpleks.
Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravascular diseminata
(DIC).
35
Beta gonadotropin korionik manusia (β-HCG) untuk menyingkirkan kehamilan
pada wanita muda dengan strok.
Perawatan Umum2,4,6
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas strok berkaitan dengan komplikasi non
neurologis yang dapat diminimalkan dengan beberapa perawatan umum berikut ini :
1. Demam
Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika diperlukan.
Penyebab demam tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan
urin kemudian berikan antibiotic intravena secara empiris (sulbenicillin,
sefalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
2. Nutrisi
Pasien strok memiliki resiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh, tes
kemampuan menelan dapat dilakuakn dengan meberikan satu sendok teh air putih
kepada pasien dengan posisi badan setengah duduk dan kepala fleksi ke depan
sampai dagu menyentuh dada, perhatikan apakah pasien tersedak atau batuk dan
apakah suaranya berubah (negative). Bila tes menelan negative atau pasien dengan
kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran
kecil dalam 24 jam pertama setelah onset strok.
3. Hidrasi intravena
Hipovolemia sering ditemukan pada pasien strok dan harus dikoreksi dengan
kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (mislnya dekstrosa 5% dalam air, larutan
NaCL 0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4. Glukosa
Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan eksaserbasi iskemia.
Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli
sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl) harus
36
dicegah. Perlu diterapkan skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3 – 5
hari sejak onset strok.
- < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena.
- 50 – 100 mg/dl : dekstros 5% dalam NaCL 0,9% 500 mll dalam 6 jam.
- 100 – 200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
- 200 – 250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
- 250 – 300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
- 300 – 350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
- 350 – 400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
- > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Perawatan paru
Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelektasis paru
pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas
Pasien dengan strok harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin
bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada
pasien yang belum boleh bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap
2 jam untu mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif
4 kali sehari untuk mencegak kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan
pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi dapat juga mencegah pemendekan
tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horizontal untuk menjamin
aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran balik vena dari otak ke jantung,
kecuali pada pasien dengan hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah
(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala
ekstensi). Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus segera dimobilisasi aktif
ke posisi tegak, duduk dan pindah ke kursi sesuai toleransi hemodinamik dan
neurologis.
7. Neurorestorasi dini
37
Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi, serta visuospasial harus
dilakukan sedini mungkin utnuk mempercepat restorasi fungsi-fungsi otak yang
terganggu. Depresi atau amnesia juga harus dikenali dan diobat sedini mungkin.
8. Profilaksis thrombosis vena dalam
Di luar negeri, pasien strok iskemik dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin intravena harus diobati dengan hparin 5000 unit atau
Fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5 – 10 hari untuk mencegah pembentukan
thrombus dalam vena profunda, karena insidensnya sangat tinggi. Terpi ini juga
dapat diberikan pada pasien dengan perdarahan intraserebral setelah 72 jam sejak
onset. Di Indonesia, terapi ini masih diperdebatkan karena angka kejadian
thrombosis vena pasca strok jarang dilaporkan.
9. Perawatan vesika
Kateter urin menetap (Kateter Foley) sebaiknya hanya dipakai dengan
pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien
yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap 6
jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan
gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi
urin atau pasien wanita dengan inkontinensia atau retensio urin. Latihan vesika
harus dilakuakn sedini mungkin bila pasien sudah sadar.
Pencegahan2,4,6
A. Pencegahan Primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan
penyakit vaskuler lainnya.
2. Memasyarakatkan gaya hidup bebas strok :
Mengatur pola makan yang sehat
Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang membantu
menurunkan kolesterol seperti serat larut biji-bijian (beras merah, jagung,
gandum), oat, kacang-kacangan. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang berpengaruh dalam upaya pencegahan strok
38
sepeti asam folat, vitamin (B6, B12, riboflavin), susu, ikan tuna, ikan
salmon, antioksidan, buah dan sayuran, teh hitam, teh hijau.
Adapun rekomendasi makanan untuk mencegah strok adalah
sebagai berikut :
- Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium ( < 6
gr/hari)
- Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan
trans fatty acid seperti kue kraker, telur, makanan yang digoreng, dan
mentega.
- Mengutamakan makanan yang mengandung poly/monounsaturated
fatty acid, makanan berserat, dan protein nabati.
- Nutrient harus diperoleh dari makanan, bukan dari suplemen.
- Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang.
- Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal.
- Hindari makanan dengan densitas kalori dan kualitas nutrisi rendah.
Melakukan olah raga yang teratur
Dianjurkan agar melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai
aerobic minimal 30 menit setiap kalinya, minimal 3 kali dalam seminggu
dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol
diabetes, memperbaiki kebiasaan makan, menurunkan berat badan, dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Menghentikan rokok
Rokok diketahui meningkatkan koagubilitas, meningkatkan tekanan
darah, kadar hematokrit dan LDL kolesterol, sedangkan kadar HDL
kolesterol menurun. Resiko ini dapat terjadi baik pada perokok aktif
maupun pasif.
Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
39
Obat yang dimaksud adlaah kokain, heroin, fenilpropanolamin, dan
konsumsi alkohol dosis berlebihan dan jangka panjang yang diketahui akan
meningkatkan resiko stroke hemoragik.
Memelihara berat badan layak
Bagi pasien dengan berat badan berlebih disarankan untuk
menurunkan berat badan dengan target BMI < 25 kg/m2, garis lingkar
pinggang < 80 cm untuk wanita dan < 90 cm untuk laki-laki.
Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral pada wanita perokok atau yang disertai
dengan faktor resiko lainnya mempunyai resiko tinggi untuk mendapat
serangan strok. Oleh karena itu dianjurkan untuk menghentikan pemakaian
kontrasepsi oral dan mencari alternatif lain.
Penanganan stress dan istirahat yang cukup
Dianjurkan agar setiap harinya beristirahat cukup dan tidur teratur
selama 6 – 8 jam setiap harinya.
Pemeriksaan kesehatan yang teratur dan taat advis dokter dalam hal diet
dan obat
Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi,
dislipidemia, DM harus dimonitor dengan teratur. Dianjurkan agar tekanan
darah dapat dipertahankan < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg untuk
pasien diabetes mellitus atau dengan gagal ginjal kronik. Untuk kontrol
kadar gula darah, target untuk HbA1C adalah < 7%, sedangkan untuk target
kolesterol adalah < 100mg/dL untuk LDL atau < 70 mg/dL untuk penderita
dengan resiko strok tinggi.
Pemakaian antiplatelet (asetosal)
40
Pemakaian antiplatelet sebagai pencegahan primer strok dianjurkan
pada penderita wanita.
B. Pencegahan Sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko misalnya :
o Hipertensi : diet, obat hipertensi yang sesuai.
o Diabetes mellitus : diet, obat hipoglikemik oral / insulin.
o Penyakit jantung aritmia non-valvular (antikoagulan oral).
o Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat anti-dislipidemia.
o Berhenti merokok.
o Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak.
o Hiperurisemia : diet, anti-hiperurisemia.
o Polisitemia.
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan :
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat pilihan pertama,
dengan dosis berkisar antara 80 – 320 mg/hari.
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup), kondisi koagulopati yang lain dengan syarat-syarat
tertentu. Dosis awal warfarin 10 mg/hari dan disesuaikan setiap hari
berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes (masa protrombin 1,3 – 1,5
kali nilai kontrol atau INR = 2 – 3 atau trombotes 10 – 15%), biasanya baru
tercapai setelah 3 – 5 hari pengobatan. Bila masa protrombin/trombotes
sudah stabil maka frekuensi pemeriksaannya dikurangi menjadi setiap
minggu kemudian setiap bulan.
Pasien yang tidak tahan asetosal, dapat diberikan tiklodipin 250 – 500
mg/hari, dosis rendah asetosal 80 mg + cilostazol 50 – 100 mg/hari, atau
asetosal 80 mg + dipiridamol 75 – 150 mg/hari.
4. Tindakan invasive.
Flebotomi untuk polisitemia.
41
Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik
dengan stenosis 70 – 99% unilateral dan baru.
Tindakan bedah lainnya (reseksi malformasi arteri-vena (AVM), klipping
aneurisma Berry).
Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi2,5,6
1. Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok adalah berdasarkan kerjasama
tim yang dipimpin oleh dokter spesialis saraf dan dibantu oleh perawat khusus
strok, petugas terapi fisik dan okupasional, petugas terapi wicara serta ahli gizi
dengan melibatkan juga keluarga pasien/petugas sosial, dan sedapat mungkin
dilakukan di unit strok (jika tersedia).
2. Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok harus dilaksanakan sedini
mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor gangguan motorik, sensorik,
kognitif, komunikasi, visuospasial, dan emosi (depresi).
3. Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi dada,
fungsi menelan, fungsi berkemih, dan gerakan pasif pada semua sendi ekstremitas.
4. Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah kondisi
neurologis dan hemodinamik stabil.
5. Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi
sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi melodik, dan
lain-lain.
6. Depresi harus diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak
mengganggu fungsi kognitif.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Weisber LA. Cerebrovascular Disease. Dalam : Essential of Clinical Neurology. Third
edition. Missouri : Mosby-Year Book, Inc; 1996. p. 251-84.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Strok. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000. p. 17-26.
3. Ginsberg L. Stroke. Dalam : Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga;
2005. p. 89-99.
4. Kelompok Studi Serebrovaskuler PERDOSSI. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi.
Jakarta : PERDOSSI; 2007. p. 3-30.
5. Stroke. (available at
http://www.stroke.org.uk/information/when_a_stroke_happens/index.html, accessed
on 25 Juni 2008).
6. Stroke (available at http://en.wikipedia.org/wiki/Stroke, accessed on 2 Juli 2008)
7. Healthcommunities.com,Inc. Stroke. 1 Februari 2008. (available at
http://www.neurologychannel.com/stroke/types.shtml, accessed on 28 Juni 2008)
8. Brust JCM. Cerebral Infarction. Dalam : ebook Merrit’s Neurology. 10th edition.
Lippincott Williams & Wilkins Publisher; 2000. p. 43
9. Mardjono M, Sidharta P. Stroke. Dalam : Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian
Rakyat; 2008. p. 273-92.
43