strategi pemasaran pariwisata dan kontribusinya dalam upaya konservasi di taman nasional karimunjawa
DESCRIPTION
Proposal SkripsiTRANSCRIPT
Strategi Pemasaran Pariwisata dan Kontribusinya
Dalam Upaya Konservasi di
Taman Nasional Karimunjawa
Proposal Skripsi
Oleh :
Nama : Fitri Ciptosari
NIM : 732013610
Program Studi Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2014
1
1. Judul
Strategi Pemasaran Pariwisata dan Kontribusinya Dalam Upaya Konservasi di Taman
Nasional Karimunjawa
2. Latar Belakang Masalah
Taman Nasional menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56/Menhut-Ii/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam baik
daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Berdasarkan sistem Zonasi, pariwisata merupakan perwujudan dari kriteria zona
pemanfaatan yang diterapkan. Sedangkan, berdasarkan prinsip pengelolaan Taman
Nasional yang dikenal dengan 3P, yaitu „Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan
lestari‟, pariwisata merupakan salah satu unsur dari prinsip „pemanfaatan lestari‟ yang
diterapkan yang diharapkan dapat mendukung tujuan – tujuan dari konservasi.
Berdasarkan pengelolaan taman nasional di seluruh dunia, yang dua tujuan utamanya
adalah melindungi dan melestarikan lingkungan alam, sementara itu penting juga
memberikan kesempatan untuk pariwisata berbasis alam (nature-based tourism) dan
rekreasi (Kern, 2006). Seperti yang juga ditetapkan pada PP No. 36 Tahun 2010 Pasal
2 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, menyebutkan bahwa pengusahaan
pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Dalam wisata alam tersirat sebuah misi untuk mengedukasi orang lain untuk
berpartisipasi dalam upaya konservasi melalui media rekreasi. Pariwisata di kawasan
konservasi tentunya tidak hanya menyangkut bagaimana membangun dan mengelola
suatu kawasan menjadi obyek wisata, namun pengelolaannya harus
mempertimbangkan prinsip – prinsip keberlanjutan. Tujuan dari konservasi sendiri
adalah : (a) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung
sistem kehidupan, (b) melindungi keanekaragaman hayati, dan (c) menjamin
kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya (UNEP, 1980).
2
Interaksi antara aktivitas kepariwisataan dan lingkungan akan dapat menimbulkan
berbagai kemungkinan dampak, baik positif maupun negatif. Keduanya harus berjalan
secara paralel dalam porsi yang seimbang. Menyeimbangkan fungsi yang berbeda dari
taman nasional telah memberikan konflik antara konservasi dan rekreasi bagi para
pengelola kawasan konservasi (Hardiman, 2003). Di satu sisi, dengan menjadikan
aktivitas pariwisata di taman nasional akan menghasilkan dampak positif ekonomi, di
sisi lain taman nasional berada di bawah tekanan (dampak negatif) dari meningkatnya
aktivitas pariwisata dan rekreasi (Kern, 2006). Upaya untuk mewujudkan hubungan
interaksi yang symbiosis mutualistic antara pariwisata dan konservasi merupakan ide
dari pembangunan pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Sustainable
Tourism Development). Pentingnya sumber daya alam untuk dikelola dengan
konservasi dan rekreasi adalah untuk memastikan bahwa sumber daya alam tersebut
tetap lestari untuk generasi mendatang (Kern, 2006).
Begitu pula dengan kawasan Taman Nasional Karimunjawa yang merupakan kawasan
wisata dengan menawarkan keanekaragaman hayati (biodiversity) dan ekosistem laut
yang lengkap. Untuk mendukung pengembangan kawasan wisata kepulauan
Karimunjawa maka serangkaian upaya pengelolaan perlu dilakukan. Sebagai
Destinasi Tujuan Wisata (DTW) tentunya Taman Nasional Karimunjawa gencar di
promosikan baik dalam tingkat nasional maupun internasional. Seperti pada Visit
Jawa Tengah tahun 2013, kawasan ini ditetapkan sebagai satu dari empat destinasi
utama di Jawa Tengah, tentunya berbagai strategi promosi diupayakan untuk
mengundang banyak wisatawan berkunjung ke Karimunjawa.
Meningkatnya kunjungan dengan kemampuan daya dukung lingkungan kepulauan
yang terbatas tidak bisa diabaikan. Taman Nasional yang “populer” mengalami
tingkat keramaian yang melebihi batas serta berdampak kepada lingkungan,
sementara Taman Nasional yang kurang dikenal tidak selalu dihadapkan dengan
masalah ini (Wearing & Nelson, 2004). Karimunjawa yang semakin dikenal baik dan
menjadi destinasi favorit tujuan wisatawan juga mengalami permasalahan yang sama.
Selain „hiruk pikuk‟ wisatawan dari tingkat kunjungan yang tinggi, dan kerusakan
karang yang selain disebabkan oleh pemanasan global ternyata juga dianggap sebagai
dampak dari tingkat kunjungan yang tinggi serta perilaku wisatawan yang kurang
memahami lingkungan, seperti berdiri atau memegang karang saat snorkeling.
3
Gambar 1 : Grafik kunjungan wisatawan Karimunjawa dari 2007 sampai 2012
Melihat data dari tahun 2007 – 2012, kunjungan wisata meningkat, namun bukan
tidak mungkin pada suatu saat ketika grafik telah mencapai puncak, maka disitulah
awal titik jenuh terjadi. Hal ini yang harus menjadi pertimbangan dalam mengemas
wisata di Karimunjawa.
Disatu sisi promosi gencar dilakukan untuk meningkatkan tingkat kunjungan, namun
disisi lain kerusakan ekosistem seperti terumbu karang terjadi karena dampak dari
aktivitas pariwisata. Inilah yang menjadi “dilema” dalam pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa. Pariwisata diharapkan mampu mendukung konservasi
nyatanya dituduh menjadi faktor penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang.
Ancaman kerusakan terumbu karang terjadi karena penambatan jangkar (kapal
wisata) ataupun karang yang terinjak saat berenang, selain itu percampuran budaya
tidak terelakkan dalam masyarakat Karimunjawa sebagai konsekuensi logis dari
kegiatan wisata (Wisnuhamidaharisakti, 2013). Dalam sebuah pengembangan wisata
alam yang bercirikan aspek – aspek ekowisata diantaranya adalah konservasi,
partisipasi, edukasi, rekreasi, dan ekonomi, hal tersebut yang menjadi identitas
penggabungan konsep wisata dengan lingkungan, pesatnya perkembangan wisata di
2441 4005
9280
12559
16722
25157
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber : PEH TN Karimunjawa
Kunjungan Wisatawan Karimunjawa
Grafik Kunjungan Wisatawan
4
Karimunjawa jika tidak diimbangi dengan kelestarian lingkungan dan budaya justru
dapat mematikan industri wisata (Prihatiningsih, 2013).
Ekowisata sebetulnya merupakan wisata terbatas, karena terkait dengan sensitifitas
sumberdaya alam yang rentan terhadap perubahan. Konservasi sebagai tujuan utama
serta aktivitas pariwisata yang sangat tergantung pada kualitas sumber daya alam dan
budaya, sangat penting untuk diketahui bahwa permintaan pengunjung (demand)
secara proaktif dapat mencegah dampak negatif (Kern, 2006). Penulis seperti Beeton
(2001; 2003), Beeton & Benfield (2002), Groff (1998) serta Wearing & Archer (2001,
2005) telah menunjukkan bahwa pemasaran yang tepat menawarkan alat proaktif
kepada pengelola kawasan lindung untuk mengelola demand dengan cara
mempengaruhi, mendistribusikan dan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi
demand. Pendekatan ini menyiratkan bahwa pengelola kawasan lindung dapat
menyeimbangan antara demand dan supply dengan lebih baik tanpa dipengaruhi untuk
merubah dan mengadaptasi sumber daya kawasan lindung.
Namun perhatian terhadap pengelolaan wisatawan yang berkunjung harus terbentur
oleh kepentingan beberapa pihak yang jelas berbeda sudut pandang. Promosi gencar
dilakukan untuk meningkatkan tingkat kunjungan, disatu sisi perekonomian
masyarakat makin meningkat dengan tingginya aktivitas wisatawan, namun disisi lain
semakin tinggi tingkat kunjungan dianggap akan mempercepat tingkat kerusakan
ekosistem terumbu karang.
Selain BTNKJ selaku pengelola TN Karimunjawa, pihak – pihak yang sehari – hari
berada dilokasi dan mengetahui dengan baik kondisi kawasan juga memiliki hak
untuk membatasi jumlah pengunjung. Mekanisme dalam pengaturan wisatawan dapat
dilakukan melalui sebuah proses koordinasi dan kolaborasi. Tentunya BTNKJ selaku
pengelola dengan stakeholder lain seperti Dinas Pariwisata, Tour Operator Lokal,
Tour Agency, Media Partner dan masyarakat bersama – sama untuk berkoordinasi dan
berkolaborasi dalam menentukan arah pemasaran yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik produk wisata TN Karimunjawa.
Keputusan dalam melakukan pengelolaan wisatawan yang berkunjung membutuhkan
pertimbangan yang tepat, membutuhkan kajian yang mendalam dari sudut pandang
5
konservasi, lingkungan, ekonomi dan budaya (Munasik, 2013). Hal inilah yang
mendasari perlunya strategi pemasaran yang tepat untuk pariwisata Taman Nasional
Karimunjawa yang merupakan kawasan lindung.
Mengapa Strategi Pemasaran? Marketing oleh pihak publik dan swasta yang berbeda
telah dianggap sebagai faktor yang berkontribusi terhadap permintaan pengunjung
(Kern, 2006). Hal ini semakin diakui bahwa pemasaran harus memainkan peran
dalam pengelolaan demand di kawasan lindung seperti taman nasional. Kurangnya
ahli dibidang pemasaran dalam lembaga pengelolaan taman nasional dan sumber daya
menjadi alasan mengapa belum adanya keikutsertaan strategi pemasaran dalam
pengelolaan taman nasional (Archer & Mengenakan, 2001; 2002; Watkinson, 2002).
Secara spesifik penerapannya di taman nasional, marketing sangat bernilai dalam
mengelola sumber daya yang langka karena merupakan alat yang secara aktif
mengelola demand, seperti mengelola tingkat penggunaan pengunjung, tipe
pengunjung, perilaku dan harapan pengunjung. Marketing merupakan suatu
pendekatan yang ketika direncanakan dengan tepat akan mampu memberikan
sumbangsih pada perlindungan ekologi dan budaya, meningkatkan kesadaran dan
apresiasi wisatawan dan masyarakat tentang manfaat Taman Nasional, serta
meningkatkan kualitas kepuasan wisatawan dan kualitas pelayanan yang diberikan
kepada wisatawan Taman Nasional.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memasarkan TN Karimunjawa
sebagai produk wisata alam, membangun kesadaran dan kepedulian wisatawan dan
masyarakat terhadap pelestarian lingkungan Karimunjawa, serta membantu peran
BTNKJ sebagai pengelola TN Karimunjawa dalam menentukan arah pemanfaatan
dan pengelolaan kawasan yang berbasis konservasi untuk terwujudnya kelestarian
sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia.
6
3. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi
pemasaran dan implementasinya dapat memberikan kontribusi dalam upaya
konservasi di Taman Nasional Karimunjawa.
Dari permasalahan yang diuraikan diatas maka peneliti mencoba menentukan
perumusan masalah yang ada di Taman Nasional Karimunjawa dengan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
Bagaimana karakteristik produk wisata yang ada di Karimunjawa?
Bagaimana pemasaran pariwisata Karimunjawa selama ini dilakukan?
Bagaimana model pemasaran yang ada bisa ditingkatkan untuk mendukung
tercapainya tujuan Sustainable Tourism Development?
4. Tujuan dan Manfaat
4.1 Tujuan
a. Mengetahui karakteristik produk wisata di Taman Nasional Karimunjawa.
b. Mengetahui strategi pemasaran Taman Nasional Karimunjawa sebagai
daerah tujuan wisata (DTW).
c. Menemukan model atau strategi pemasaran yang dapat mendukung
tercapainya tujuan Sustainable Tourism Development.
4.2 Manfaat
a. Memberikan pengetahuan kepada pengelola Taman Nasional, pelaku wisata
dan masyarakat bahwa marketing yang tepat juga dapat membantu
pelestarian lingkungan alam Karimunjawa.
b. Dapat digunakan oleh pengelola TNKJ dalam memasarkan Karimunjawa
sebagai destinasi wisata alam.
c. Dapat memperkenalkan metode atau alternatif pendekatan marketing yang
pro-lingkungan untuk pengembangan kawasan Taman Nasional
Karimunjawa.
d. Mendukung program konservasi atau pelestarian kekayaan alam hayati
Karimunjawa.
e. Mengajak partisipasi semua pihak pelaku kepentingan dalam memasarkan
TNKJ sebagai destinasi wisata yang berbasis konservasi alam.
7
5. Ruang Lingkup
a. Penelitian ini dibuat dengan landasan penelitian dan wawancara yang akan
dilakukan di Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) selaku badan
pengelola Taman Nasional Karimunjawa.
b. Penelitian akan berorientasi dalam strategi pemasaran yang digunakan oleh
Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ).
6. Tinjauan Pustaka
6.1 Marketing Mix
Kern (2006)
Konsepsi memperluas pemasaran sangat berharga ketika mempertimbangkan
sumber daya yang terbatas atau langka, terlebih lagi di kawasan lindung. Terkait
dengan taman nasional, Wearing dan Nelso (2004) mencatat bahwa 'marketing
mix dapat dimanipulasi untuk mencapai keseimbangan antara kunjungan,
pendapatan dan keberlanjutan'.
Bauran pemasaran adalah sebuah unsur konsep dalam lingkungan pemasaran. Ini
merupakan campuran dari variabel pemasaran terkontrol, yaitu product, place
(juga disebut distribusi), price dan promotion yang menggunakan organisasi untuk
mencapai tujuan dan melayani pasar (Kotler, 1982). Dalam konteks pariwisata,
Weaver dan Lawton (2002) lebih lanjut menyatakan bahwa bauran pemasaran
terdiri dari 'komponen penting yang menentukan permintaan untuk bisnis atau
tujuan produk'.
Product
Dalam hal pemasaran produk adalah 'sesuatu yang dapat ditawarkan kepada
pasar untuk diperhatikan, akuisisi, penggunaan atau konsumsi yang bisa
memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler, Bowen dan Makens, 2006).
Dalam kasus taman nasional, produk termasuk taman nasional sebagai
tujuan, fasilitas yang ditawarkan di taman nasional dan pengalaman
pengunjung yang tersedia di dekat mereka (Kern, 2006).
Place (Distribusi)
8
Tempat atau distribusi dalam pemasaran adalah berkaitan dengan
aksesibilitas dan ketersediaan produk dan jasa (Kotler, 1982). Ini mungkin
termasuk aksesibilitas fisik taman atau fasilitas dan pengalaman dalam diri
mereka. Ini juga mencakup semua aspek-aspek lain yang terkait dengan
bagaimana pengunjung dapat mengakses produk dan layanan taman nasional.
Price
Harga dapat didefinisikan sebagai „jumlah nilai dari pertukaran konsumen
untuk manfaat dari kepemilikan atau penggunaan produk atau jasa '(Kotler,
2006). Ini mencakup berapa nominal uang yang pengunjung harus bayar
untuk masuk taman nasional, pengalaman dan penggunaan fasilitas,
kesempatan serta biaya energi yang terlibat.
Promotion
Weaver dan Lawton (2002) mencatat promosi yang dilihat oleh banyak orang
sebagai sinonim dengan pemasaran; meskipun promosi hanya salah satu
komponen dari bauran pemasaran. Promosi berkaitan dengan penyebaran
'informasi yang bersangkutan mengenai produk, harga, dan distribusi' kepada
pelanggan dan calon pelanggan (Kotler, 1982).
6.2 Alternative Marketing
Wearing, Archer dan Beeton (2007)
Dalam pertimbangan luasnya isu seputar pemasaran di taman nasional dan
kawasan lindung lainnya, maka fokus akan dibatasi untuk masalah yang
berhubungan dengan promosi, salah satu dari elemen bauran pemasaran.
Beberapa pendekatan alternatif telah muncul dalam pemasaran. Masing – masing
pendekatan pemasaran alternatif ini dapat diterapkan untuk manajemen
kunjungan di taman nasional. Pendekatan alternatif diantaranya adalah sebagai
berikut :
Ecological Marketing
Ecological Marketing dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam
pemasaran kawasan lindung karena melibatkan pemasaran produk dan jasa
yang memiliki manfaat ekologis kepada konsumen yang peduli lingkungan.
Ecological Marketing ini tidak menekankan keuntungan finansial sebagai
9
kriteria untuk mengukur keberhasilan, hasil nyata dari Ecological Marketing
ini diantaranya adalah konservasi lingkungan jangka panjang, meningkatkan
kesadaran dan apresiasi wisatawan terhadap lingkungan alam, dan kepuasan
wisatawan
Social Marketing
Marketing bagi kebanyakan orang berarti mendorong orang untuk
mengunjungi Taman Nasional. Namun di sisi lain, pemasaran sosial
mengajarkan orang-orang tentang manfaat dan tekanan yang dimiliki Taman
Nasional, serta memungkinkan mereka untuk membuat keputusan apakah
mengunjungi Taman Nasional atau tidak. Social Marketing sudah mulai
dibahas dan dianjurkan dalam literatur akademik dalam konteks pariwisata
berkelanjutan.
Demarketing
Marketing yang dapat digunakan untuk mengurangi serta meningkatkan
permintaan dengan menerapkan pengaturan tertentu. Seperti di kebanyakan
Taman nasional dan kawasan lindung pasti menghadapi kerumunan atau
masalah daya dukung lingkungan. Taman Nasional harus menerapkan
pembatasan kunjungan, pengelola taman nasional dapat lebih efektif
menggunakan marketing mix untuk mengurangi tingkat kunjungan. Dengan
mengurangi jumlah tingkat kunjungan, juga dipercaya turut meningkatkan
kualitas kepuasan wisatawan dengan menawarkan pengalaman terbaik dalam
berwisata.
Relationship Marketing
Sebuah konsep manajemen umum yang berorientasi kepada konsumen yang
bertujuan untuk membentuk dan mempertahankan keuntungan serta
hubungan yang saling menguntungkan dengan menyatukan berbagai pihak
yang diperlukan dan sumber daya untuk memberikan kualitas pengalaman
yang baik kepada konsumen. Kolaboratif merupakan dasar di mana
Relationship Marketing ini memiliki manfaat yang tepat untuk pengelolaan
kawasan lindung. Konsep hubungan antara masyarakat dengan lembaga
pengelola Taman nasional dibagi menjadi 3 dimensi : kepercayaan sosial,
komitmen, dan tanggung jawab.
10
6.3 Selective Marketing
Dolnicar (2008)
Penargetan wisatawan secara selektif telah diusulkan sebagai salah satu
pendekatan untuk manajemen destinasi yang berkelanjutan, tetapi kelayakan
pendekatan ini masih belum teruji. Segmen pasar berdasarkan perilaku wisatawan
yang ramah lingkungan di DTW yang dianggap mewakili kelompok yang berbeda
dengan karakteristik pribadi yang beragam, seperti psikografis, behavioural dan
sosio-demografis.
Pemasaran selektif merupakan alat untuk strategi manajemen pariwisata
berkelanjutan yang berfokus pada wisatawan dengan tingkatan ketertarikan
mereka dalam melindungi lingkungan setempat. Pendekatan ini lebih dilihat dari
sudut pandang interaksi jangka panjang antara manusia dan lingkungan yaitu
"turis semakin didorong oleh motif melihat daerah yang masih alami" (Gossling,
2002) dan lingkungan alam yang indah, sebagai imbalannya, meningkatnya
kesadaran lingkungan (Gossling, 2002; McGehee & Norman, 2002)
Salah satu cara untuk mengintegrasikan tanggung jawab kepada lingkungan dalam
perencanaan pariwisata adalah dengan mencoba menarik konsumen yang secara
intrinsik tertarik dalam melindungi lingkungan. Yang pada akhirnya akan
berperilaku yang mengarah ke dampak ekologi yang lebih kecil. Sejumlah penulis
telah mengusulkan pendekatan alternatif ini dan menyarankan bahwa mungkin
cocok untuk mengurangi dampak ekologi dari pariwisata.
Inskeep (1991) misalnya, telah menyatakan secara eksplisit bahwa "Teknik
pemasaran selektif juga dapat digunakan untuk menarik wisatawan yang
berorientasi lingkungan, yang peduli lingkungan dan yang berpihak pada
pelestarian"
Namun Dolnicar (2006) lebih memilih pendekatan "demand-sided" dan
berpendapat bahwa dari sisi demand lebih bisa mewakili sebagai indikator untuk
alat manajemen pariwisata berkelanjutan saat ini, yang tentunya juga terkait
dengan wisatawan, dibandingkan mengundang wisatawan secara selektif ke DTW
tersebut.
11
Jika asumsi ini benar bahwa beberapa wisatawan lebih ramah lingkungan daripada
yang lain (yang sebenarnya adalah karakteristik pribadi individu dalam bertindak
yang ramah lingkungan) perlu adanya pengelompokan wisatawan dengan
tingkatan perilaku ramah lingkungan untuk dapat mengikuti rekomendasi Inskeep
tentang pemasaran selektif. Namun, sangat sedikit pengetahuan tentang
bagaimana kriteria atau karakteristik pribadi yang ramah lingkungan.
Pemasaran Selektif telah diusulkan oleh sejumlah penulis di masa lalu tapi
kelayakannya belum pernah secara empiris diselidiki. Ide dasar dari pendekatan
pemasaran selektif adalah untuk menarik jenis wisatawan tertentu ke DTW, yaitu
wisatawan yang berperilaku ramah lingkungan.
6.4 Demarketing
Kern (2006)
Jika tingkat kunjungan yang berlebihan sementara Taman Nasional sebagai
kawasan lindung dengan keterbatasannya memiliki daya dukung yang tidak bisa
diabaikan. Maka pendekatan pemasaran berikut adalah salah satu cara / strategi
dalam mengelola permintaan kunjungan (demand). Demarketing adalah aspek
pemasaran yang berhubungan dengan pelanggan, dengan mengurangi jumlahnya
secara umum atau hanya mengurangi kelas pelanggan tertentu, secara sementara
atau permanen (Kotler & Levy, 1971). Dalam kawasan lindung, demarketing
berkaitan dengan mengurangi jumlah pengunjung secara total atau selektif dan
mendistribusikan permintaan spasial atau sementara (Kern, 2006)
Pemahaman yang lebih baik tentang konsep demarketing di taman nasional akan
menjadi nilai bagi para praktisi yang terlibat dalam manajemen pariwisata dan
rekreasi. Tujuan demarketing sebenarnya adalah untuk meningkatkan kualitas
dengan mengurangi kuantitas.
Jenis – jenis dari demarketing :
General Demarketing diperlukan bila tujuannya adalah untuk mengurangi total
permintaan.
12
Selective Demarketing digunakan ketika permintaan dari kelompok pelanggan
tertentu perlu dikurangi.
Ontensible Demarketing sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
permintaan.
Unintentional Demarketing terjadi ketika upaya untuk meningkatkan
permintaan, yang sebenarnya akan mengarahkan pelanggan pergi.
Penelitian ini tidak akan menggunakan pendekatan ontensible atau unintentional
demarketing, karena ini bukan konsep yang berlaku dalam situasi menangani
kelebihan permintaan.
Permintaan yang berlebih di kawasan lindung adalah masalah yang sangat
kompleks. Groff (1998) mengidentifikasi tiga situasi spesifik dari kelebihan
permintaan di taman nasional, di mana lembaga pengelolaan taman nasional dapat
menggunakan langkah-langkah demarketing untuk mengantisipasi, diantaranya
adalah :
Temporary shortages, sebagai akibat dari kurangnya supply (lahan taman
nasional adalah sumber daya terbatas dan kunjungan dapat mencapai
puncaknya di waktu tertentu dalam tiap tahunnya) atau peremehan oleh
manajemen demand untuk kawasan/program/pengalaman tertentu.
Chronic overpopularity, popularitas taman nasional/area/pengalaman tertentu
dapat serius mengancam kualitas pengalaman pengunjung dan juga merusak
sumber daya alam yang dapat menarik pengunjung.
Conflicting use, termasuk isu seputar keamanan pengunjung, kompatibilitas
penggunaan dengan sumber daya yang tersedia, serta penggunaan lahan / area
dan kegiatan yang berbeda dari kebutuhan para pengunjung dan masyarakat.
Seperti langkah-langkah pemasaran secara umum, demarketing dapat dikaitkan
dengan 4P dari bauran pemasaran.
Tabel 1 : Tindakan Demarketing yang disarankan / teridentifikasi di penelitian
sebelumnya
Marketing
Mix Tindakan Demarketing yang disarankan / teridentifikasi
Product Mencegah fasilitas tertentu yang dapat menarik pasar
13
yang tidak tepat (undesirable market)
Mengurangi pemeliharaan dari trek jalan yang
ditentukan untuk mendorong penggunaan hanya untuk
pejalan yang berpengalaman saja
Memberikan daerah pengamatan satwa dengat tingkat
safety yang baik, untuk menyalurkan pergerakan
aktivitas pengunjung.
Membatasi aktivitas yang diijinkan ataupun kegiatan
musiman, karena kondisi lingkungan setempat
Membatasi kegiatan dengan membatasi area / daerah
dimana kegiatan itu dapat dilakukan
Place
(Distribusi)
Menerbitkan tiket waktu kunjung untuk pengunjung
berdasarkan kapasitas daya dukung tertentu
Memperkenalkan sistem pemesanan dan sistem
reservasi
Memperkenalkan sistem ijin dan sistem lisensi
Menggunakan sistem alokasi kunjungan “first come
first served” berdasarkan daya dukung sosial dan
biologis
Membatasi area camping dan penginapan
Membatasi jumlah pengunjung
Membatasi kuota kelompok
mengembangkan „park full‟ strategi untuk mendorong
penggunaan daerah tujuan wisata yang lain
Mengijinkan kegiatan tertentu hanya di bawah
pengawasan personil yang berpendidikan (seperti
operator komersial atau jagawana)
Membuat sulit akses ke daerah yang rentan kerusakan,
dan sebaliknya mempromosikan tempat pilihan lain
yang tidak rentan terhadap kerusakan
Price Memperkenalkan peningkatan harga/biaya
(memperkenalkan biaya masuk, biaya parkir, biaya
14
berkemah dll)
Mencegah / menghentikan praktek harga diskon
Memperkenalkan varian harga (dimana peningkatan
harga tidak sebanding dengan peningkatan waktu
tinggal)
Membuat sistem antrian untuk meningkatkan waktu
dan kesempatan biaya dari pengalaman
Promotion
Berhenti/mengurangi promosi (di pasar tertentu)
Tidak mempromosikan pelayanan tertentu
Mempromosikan/ menekankan pembatasan yang
behubungan dengan produk/jasa
Memberi peringatan kepada pengunjung tentang
kondisi lingkungan yang berdampak pada pembatasan
aktivitas
Mempromosikan/menekankan pembatasan atau
kesulitan akses perjalanan ke tempat tujuan
Mencegah pasar „undesirable‟ melalui gaya dan
informasi dalam promosi
Mendidik wartawan dan media tentang perilaku
lingkungan yang tepat
Mempromosikan/menekankan perilaku dampak
minimal dalam materi promosi
Menyoroti degradasi lingkungan yang dapat terjadi
jika terlalu banyak kunjungan
Wall (2005:426) berpendapat bahwa „sementara demarketing dapat diterapkan,
perlu perencanaan yang baik dan terintegrasi dengan inisiatif pemerintah lainnya
agar lebih dapat dijalankan dengan efeftif‟. Dalam kawasan lindung, penerapan
yang terintegrasi dengan baik untuk demarketing juga sangat penting, meskipun
dalam hal ini konteks integrasi lebih beragam, dari inisiatif pemangku
kepentingan yang berbeda – beda, bukan hanya inisitaif pemerintah.
15
Benfield (2001) menunjukkan bahwa kepuasan dan pertimbangan keuangan
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika demarketing
digunakan untuk manajemen demand. Berdasar pada penelitian sebelumnya,
Benfield menunjukkan bahwa sangat pentingnya informasi kepada pengunjung
tentang strategi demarketing sebelum mengunjungi daerah tujuan wisata, sehingga
mereka dapat menyesuaikan diri ketika berkunjung. Sebagai kawasan konservasi,
sebagai destinasi tujuan wisata, kepuasan pengunjung serta pertimbangan
keuangan, beberapa hal itulah yang menjadi faktor yang memiliki pengaruh
terhadap penggunaan demarketing di Taman Nasional
Pemasaran lebih dari sekedar membangun volume penjualan, ini adalah masalah
manajemen permintaan. Dalam pengertian ini Cullwick (1975) menjelaskan
bahwa 'tugas pemasar adalah untuk membentuk permintaan agar sesuai dengan
tujuan jangka panjang daripada membabi buta meningkatan penjualan tanpa
memperhatikan tujuan-tujuan tersebut. Mengelola permintaan meliputi
pengelolaan tingkat penggunaan pengunjung, jenis pengunjung, harapan dan
perilaku.
Menurut Kotler (1973), setiap permintaan menimbulkan pendekatan pemasaran
tertentu yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara realitas dengan permintaan
yang diinginkan. Ketiga permintaan (Irregular, Overfull dan Unwholesome
demand) sangat relevan untuk pengelolaan taman nasional, karena mereka semua
dapat menyebabkan dampak lingkungan dan / atau sosial yang negatif.
Tabel 2 : Tingkat permintaan dan penyesuaian dari aspek Pemasaran
Permintaan Dalam konteks Taman
Nasional
Aspek Pemasaran
Overfull Demand
„ketika permintaan (demand)
melebihi dari tingkatan
kemampuan dalam memberi
pasokan (supply)‟ (Kotler,
1973)
Permintaan Overfull terjadi
ketika permintaan untuk
kunjungan dan aktivitas di
taman nasional mencapai
tingkatan yang dapat
Demarketing
Tugas marketing adalah
mengurangi pengunjung
secara permanen atau
sementara.
16
menghasilkan dampak
negatif lingkungan, serta
menurunkan tingkat
kepuasan pengunjung.
Irregular Demand
„ketika pola waktu
permintaan saat ini ditandai
dengan perubahan yang tidak
stabil dari pola waktu‟
(Kotler, 1973)
Permintaan tidak teratur
merupakan variasi
permintaan secara musiman,
harian atau per jam yang
dapat menyebabkan masalah
permintaan overfull temporal
Synchromarketing
Tugas pemasaran adalah
untuk mengarahkan
penawaran dan
permintaan menjadi
sinkronisasi yang lebih
baik.
Unwholesome Demand
„ketika tingkat positif dari
setiap permintaan menjadi
berlebihan karena kualitas
yang tidak diinginkan dari
sebuah produk ' (Kotler,
1973)
Permintaan yang tidak sehat
terkait dengan penggunaan
fasilitas atau jenis perilaku
pengguna yang dianggap
dapat merusak sumber daya,
fasilitas atau petunjuk
(misalnya, vandalisme dan
kegiatan ilegal seperti
perburuan)
Countermarketing (or
unselling)
Tugas pemasaran adalah
untuk menghilangkan
permintaan.
Dari tabel menunjukkan bahwa Irregular Demand dan Overfull Demand adalah
keterkaitan antara Irregular Demand yang merupakan keadaan sementara dari
Overfull Demand yang biasa disebut serupa dengan tindakan Demarketing.
Dalam sebuah artikel konseptual Wearing dan Archer (2001) mengusulkan
kerangka kerja 5R untuk pemasaran berkelanjutan di kawasan lindung.
17
Gambar 2 : Kerangka „5R‟ oleh Wearing dan Archer
Landasan kerangka dari 5 prinsip panduan strategis yang menangani pemasaran
berkelanjutan pada tingkat organisasi, tingkat regional dan tingkat taman nasional.
Prinsip – prinsipnya adalah :
Responsible pemasaran kawasan lindung harus dilakukan secara
bertanggung jawab dan etis
Realistic pemasaran kawasan lindung harus dengan cara
menyampaikan/menyebarkan gambaran dan informasi secara
realistis
Regional pemasaran taman nasional dan kawasan lindung harus
dikembangkan dalam konteks regional
Research penelitian adalah sebuah blok bangunan dasar pemasaran yang
berkelanjutan dan harus dilakukan dan diintegrasikan ke dalam
strategi pemasaran
Relationship sebuah kerjasama strategi pemasaran antara instansi terkait
kawasan lindung, industri pariwisata, dan semua stakeholder
yang terlibat.
Kerangka kerja „5R‟ ini sangat penting jika diintegrasikan ke dalam perlindungan
lingkungan, dan ini menunjukkan sebagai tujuan akhir dari kawasan lindung,
maka dari itu semua upaya pemasaran harus sesuai dengan tujuan tersebut.
18
Dalam konteks prinsip yang pertama, „responsible‟ marketing, Wearing dan
Archer (2001) menyarankan penggunaan demarketing dalam keadaan tertentu,
'dalam situasi kelebihan permintaan, kurangnya pasokan atau penggunaan
bertentangan, strategi demarketing yang tepat dapat mengurangi tingkat
permintaan tertentu dari sebuah pengaturan / aktivitas tertentu‟.
6.5 Strategi Marketing
Baltic Sea Region (2005)
Ketika pemasaran taman nasional dan kawasan lindung lainnya mulai
diperhatikan dan semakin diakui sebagai salah satu alat manajemen taman
nasional, maka berikut ini adalah langkah – langkah strategi marketing yang
diterapkan oleh Baltic Sea Region (BSR), yang dapat dijadikan acuan salah satu
alat manajemen oleh taman nasional yang lain.
1. Target Group (Pecinta Alam)
Menekankan pada kebutuhan dari target sasaran. Kebutuhan dan demand bisa
berubah dan mengikuti tren gaya hidup tertentu.
Fakta-fakta penting untuk mengembangkan produk wisata bagi wisatawan
pecinta alam:
Konservasi Alam, pengunjung membutuhkan dan menginginkan
informasi tentang kawasan lindung.
Menjadi Individual itu penting, sifat wisatawan yang tidak ingin
bepergian dalam kelompok besar, sebaliknya lebih menyukai bepergian
dalam kelompok kecil atau perjalanan individual. Tujuan utamanya
adalah untuk membiarkan alam tetap menjadi alam.
Turis pecinta alam akan berusaha menghindari daerah dengan karakter
pariwisata massal
2. Guerrilla Marketing
Kawasan lindung saat ini harus berkonsentrasi pada target sasaran yang
berbeda. Taman Nasional biasanya tidak melihat diri mereka sebagai
destinasi tujuan wisatawan dan jarang memiliki platform pemasaran.
19
Pemasaran gerilya merupakan satu strategi pemasaran yang dinilai cukup
sukses. Dimana pemasaran gerilya dapat dilakukan tanpa mengeluarkan
anggaran yang mahal. Dalam pemasaran gerilya yang dibutuhkan adalah
suatu ide yang cemerlang untuk mempromosikan suatu produk. Tujuan dari
pemasaran gerilya adalah menggunakan taktik yang tidak konvensional untuk
beriklan dengan menggunakan anggaran kecil. Pada saat itu promosi melalui
radio, televisi dan media cetak demikian meningkat, namun tampaknya
konsumen mulai merasa jenuh dengan iklan-iklan tersebut. Levinson
menunjukkan bahwa dalam melakukan kampanye periklanan perlu dilakukan
dengan cara yang menarik, mengejutkan, unik dan pandai. Dan perlu
menciptakan suatu buzz (Levinson, 1984).
Contoh-contoh berikut bisa menjadi bagian dari Strategi Pemasaran Gerilya,
sederhana namun efektif.
Pemasaran Langsung
Dengan mempraktekkan kerjasama dengan Tourist Office lokal untuk
menawarkan produk baru dan memasarkan wilayah tersebut .
Pengembangan database pemasaran, termasuk didalamnya adalah
informasi pelanggan. Sebagai contoh: Koran, Radio dan TV,
menyediakan informasi real kepada customer.
Ketentuan – ketentuan :
Jangan bekerja sendiri, secara konsisten mengintegrasikan dan bekerja
sama dengan para pemangku kepentingan lokal pariwisata, penyedia jasa
pariwisata, pusat informasi wisata dan Dinas Pariwisata tingkat regional
/ nasional.
Untuk memulai, pastikan angka kunjungan sebelum berbicara dengan
Tourist Office dan para pemangku kepentingan dan tentu saja sebelum
mengembangkan strategi.
3. Ide Produk
Ide Produk tentunya telah dikembangkan sebagai langkah pertama dalam
proses pengembangan produk yang lebih lanjut.
20
4. Saluran Distribusi, Mitra Kerja & Promosi
Saluran distribusi tentunya telah dipakai dalam pemasaran nasional
dalam mencapai target sasaran.
Tabel 3 : Saluran Distribusi
Saluran Distribusi
Brosur
Flyer
Majalah Pariwisata
Guide Book
Website
Baliho
Papan Informasi
Iklan oleh Tour Operator
Media Masa
Mitra kerja yang dibutuhkan dalam pemasaran.
Tabel 4 : Mitra Kerja
Mitra Kerja
Stakeholders Pariwisata
Dinas Pariwisata
Organisasi Lingkungan
Local Press
Organisasi Kepariwisataan
Tour Operator
Perusahaan Transportasi
Penyedia Jasa
Tourist Information Centre
LSM
Aktivitas promosi khusus yang terencana.
Tabel 5 : Aktivitas Promosi
Promosi
TV Broadcast
Bergabung dalam Trade Fairs
FAM Trip untuk Jurnalis
Poster tentang proyek dengan menyebutkan nilai – nilai dari lingkungan dan
21
budaya
MAP yang interaktif, tentang aktivitas pariwisata dan daya tarik wisata yang
ditawarkan
Buklet yang menawarkan produk ekowisata baru
Tujuan dari buku ini adalah untuk memperpanjang masa tinggal
wisatawan di Taman Nasional, sehingga meningkatkan manfaat dari
pariwisata untuk perekonomian lokal
5. Event & Pameran
Target sasaran utama dari para mitra proyek di Pameran adalah Tour
Operator dan pelanggan potensial. Secara umum, pameran harus dipilih
dengan sangat hati-hati untuk pertimbangan biaya. Selain itu, sedikit
wisatawan mengumpulkan informasi tentang daerah tujuan wisata dari
Pameran. Maka dari itu pameran lebih tepat untuk pemasaran B2B, untuk
mendapatkan kontak dengan tour operator. Misalnya, pameran khusus yang
bertema Pariwisata Alam.
6. Gambar Brosur
Target sasaran utamanya adalah Tour Operator dan Turis.
Semua gambar dari brosur harus menarik dan secara emosional menarik
perhatian audiens dan menyampaikan informasi ke audiens.
7. Film Animasi
Bertujuan untuk meningkatkan perhatian pada kawasan lindung,
mempromosikan nya sebagai tempat perasingan dan pemulihan dari
kehidupan sehari-hari. Pada saat yang sama juga akan mengajarkan
bagaimana berwisata yang ramah lingkungan, serta mempromosikan
penggunaan moda transportasi yang ramah lingkungan selama liburan.
Tabel 6 : Konsep Kerangka Film
Target Sasaran Tipe Film Pesan Utama Penyajian
Wisatawan saat
Bertema
Memperlihatkan :
green alternative
Internet
22
ini dan wisatawan
potensial
Penduduk kota
yang stress
Wisatawan sadar
lingkungan
pendidikan,
namun
menghibur
(lucu)
Gambar
Animasi
Background
music /
background
sounds
dengan
mengabiskan
waktu liburan di
taman nasional
Transportasi
alternatif yang
digunakan untuk
menuju ke
kawasan lindung
Liburan yang
tenang dan
menyenangkan di
nuansa lokal,
bukan sebaliknya
di hotel besar
dengan pantai
yang ramai
Pusat
keramaian
pengunjung
(yang
menjadi
mitra)
Pameran
Wisata
Durasi Film : Maksimal 5 menit
8. Online Marketing & Advertisement
Target sasaran dari kegiatan pemasaran online dan iklan adalah:
Pelanggan saat ini dan pelanggan potensial
Organisasi Lingkungan
Organisasi Pariwisata (Regional)
Tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan di
kawasan lindung (green or nature friendly tourism)
Media berikut yang harus dipertimbangkan untuk penempatan iklan dan
spanduk:
VCD, untuk mempromosikan perjalanan yang ramah lingkungan
Majalah pariwisata yang relevan
Majalah resmi dari perusahaan tranportasi
23
Majalah wisata alam
9. Branding
Branding untuk kawasan lindung, tentunya diperlukan penentuan gambaran
kawasan lindung di setiap negara, dengan menganalisa perbedaan dan
kesamaan yang dapat membangun dasar untuk membuat identitas bersama.
Setelah menemukan profil tertentu dari kawasan lindung, selanjutnya
mengembangkan slogan yang harus dimiliki. Sebagai contoh:
Kami peduli untuk keberlanjutan
Selamat Datang di keberagaman
Dengarkan suara keheningan ...
24
7. Metode Penyelesaian Masalah
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah sebagai
berikut :
a. Jenis penelitian Kualitatif dengan analisis data deskriptif.
b. Teknik pengumpulan data :
Observasi
Melakukan penelitian, pengamatan dan mempelajari langsung bagaimana
strategi marketing yang digunakan oleh Balai Taman Nasional
Karimunjawa (BTNKJ) sebagai pengelola TN Karimunjawa.
Wawancara
Melakukan wawancara terhadap staff dari Balai Taman Nasional
Karimunjawa (BTNKJ.
8. Rencana Kerja
Aktivitas September Oktober November Desember
Analisis dan Observasi
Wawancara
Menulis Skripsi
Ujian
25
9. Daftar Pustaka
Archer, D. & Wearing, S. 2001. Interpretation and marketing as management tools
in national parks: Insights from Australia. Sydney: University of
Technology
Baltic Sea Region. 2007. Marketing Strategy & Branding Concept of “Parks &
Benefits”. Baltic Sea Region Programme 2007 – 2013
Damanik, Janianton. & Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata.
Yogyakarta: Andi
Demartoto, Argyo. 2009. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Surakarta:
Sebelas Maret University Press
Dinbudpar Provinsi Jawa Tengah. 1995. Laporan Akhir Studi Pengembangan
Pariwisata Kepulauan Karimunjawa. Semarang
Dolnicar, S. & Leisch, F. 2008. Selective Marketing for Environmentally
Sustainable Tourism. University of Wollongong Research Online
Kern, Christine Luise. 2006. Demarketing as a tool for managing visitor demand in
national parks – An Australian case study. University of Canberra
McKenna, Regis. 1986. New Marketing Strategies for Certain Times. San
Francisco: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Nitisemito, Alex S. 1984. Marketing. Jakarta: Ghalia Indonesia
Pitana, I G. & Diarta, I K S. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Sumaryati, Susi. 2013. Konservasi, pariwisata, edukasi, rekreasi, ekonomi. Nautilus,
Edisi II, Mei – Agustus. p.21.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata.
Yogyakarta: Gava Media
Wardianta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: CV Andi Offset
Wearing, Stephen. 2007. The Sustainable Marketing of Tourism in Protected Areas:
moving forward. National Library of Australia
Wisnuhamidaharisakti, D. 2013. Migrasi Profesi. Nautilus, Edisi III, September –
Desember. p.8.
Yoeti, Oka A. 1990. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa