step i terminologi 1. pericoronitis

34
STEP I TERMINOLOGI 1. Pericoronitis Infeksi yang terjadi pada ginggiva yang mengelilingi corona gigi yang terjadi pada masa pertumbuhan gigi permanen, dimana jaringan supra dental merupakan bagian yang banyak folikel gigi dan jaringan mucoperiousteum sehingga mudah terjadi inflamasi dan dapat berkembang menjadi abses Inflamasi akut dari jaringan pendukung gigi yang sedang erupsi meliputi ginggiva, periodontal membrane, tulang alveolar, dan folikel gigi 2. Farmakologi Ilmu yang mempelajari asal mula, sifat kimiawi, efek, dan kegunaan obat-obatan Suatu ilmu yang sangat luas cangkupannya, meliputi penggunaan obat untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit, penelitian obat-obatan baru, penelitian efek samping obat tersebut, serta perjalanan obat di dalam tubuh, dan perlakuan tubuh terhadap obat tersebut 3. Lincomycin Obat untuk infeksi senus yang disebabkan oleh kuman staphylococcus, pneumococcus yang dapat bekerja sebagai

Upload: ayu-dewita-joned

Post on 15-Jun-2015

1.556 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

STEP I

TERMINOLOGI

1. Pericoronitis

Infeksi yang terjadi pada ginggiva yang mengelilingi corona gigi yang terjadi pada

masa pertumbuhan gigi permanen, dimana jaringan supra dental merupakan

bagian yang banyak folikel gigi dan jaringan mucoperiousteum sehingga mudah

terjadi inflamasi dan dapat berkembang menjadi abses

Inflamasi akut dari jaringan pendukung gigi yang sedang erupsi meliputi ginggiva,

periodontal membrane, tulang alveolar, dan folikel gigi

2. Farmakologi

Ilmu yang mempelajari asal mula, sifat kimiawi, efek, dan kegunaan obat-obatan

Suatu ilmu yang sangat luas cangkupannya, meliputi penggunaan obat untuk

pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit, penelitian obat-obatan baru,

penelitian efek samping obat tersebut, serta perjalanan obat di dalam tubuh,

dan perlakuan tubuh terhadap obat tersebut

3. Lincomycin

Obat untuk infeksi senus yang disebabkan oleh kuman staphylococcus,

pneumococcus yang dapat bekerja sebagai bakteriosid dan bakteriostatik

tergantung dari konsentrasinya

Suatu antibiotic terutama Gram (+) yang dihasilkan oleh varian seperti

streptomyces, lincolreces, yang bekerja menghambat sintesis protein mikroba

dengan berikatan dengan Ribosom 50 S

4. Metampiron

Suatu derivate piraldolon yang mempunyai efek analgesic (penghilang rasa sakit)

dan antipeuretic (penurun panas)

5. Neurotropin

Suatu obat yang isinya berupa vitamin, yaitu vitamin B1, B6, dan B12

Suatu obat penguat saraf steroid dan anti inflamasi (pain killer)

Page 2: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa hubungan sakit gigi yang dialami Dinda dengan badannya yang terasa demam?

2. Mengapa drg menyarankan untuk dilakukan rontgen jika Dinda sudah sembuh?

3. Mengapa drg memberikan Dinda Lincomycin, Metampiron, dan Neurotropik?

4. Apa syarat suatu obat dapat dikombinasikan dengan obat lain?

5. Apa saja yang perlu diperhatikan sebelum pemberian obat?

6. Apakah ada alternative lain yang bisa diberikan?

7. Bagaimana cara obat dapat menimbulkan efek yang optimal bagi tubuh?

8. Apakah ada suatu efek pada tubuh apabila obat tidak bekerja secara optimal?

9. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi respon tubuh seseorang terhadap obat?

10. Adakah kegunaan obat selain terapi?

11. Mengapa minum obat harus berjadwal?

STEP III

ANALISA MASALAH

1. Hubungan sakit gigi yang dialami Dinda dengan badannya yang terasa demam yaitu,

Merupakan salah satu reaksi sistemik bagi tubuh

Demam merupakan salah satu tanda terjadi infeksi, sehingga pada daerah

terjadinya infeksi terdapat kuman-kuman yang dapat merangsang daerah panas

pada otak atau hipotalamus sehingga terjadi demam

Adanya reaksi inflamasi

2. Dokter gigi menyarankan untuk dilakukan rontgen jika Dinda sudah sembuh guna,

Untuk mengetahui keberhasilan atau tidaknya terapi obat yang diberikan

Pada organ sakit akan menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan

Untuk mengatahui posisi gigi

Page 3: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

3. Dokter gigi memberikan Dinda Lincomycin, Metampiron, dan Neurotropik yang

kegunaan dari masing-masing obat tersebut yaitu,

Lincomycin

Sebagai antibiotic, yang berfungsi sebagai bakteriosid dan bakteriostatik, namun

akhir-akhir ini sudah jarang digunakan karena daya anti bakteri yang lemah dan

absorpsi yang kurang baik

Metampiron

Sebagai analgesic dan antipeuretik, dimana dapat digunakan sebagai penghilang

rasa sakit kepala, gigi, nyeri karena peradangan, dan demam

Neurotropik

Untuk meningkatkan kebugaran tubuh, karena isi dari obat ini berupa vitamin

4. Syarat suatu obat dapat dikombinasikan dengan obat lain, yaitu :

Obat tersebut tidak mempengaruhi efek obat yang lain

Dapat meningkatkan efek terapi, bila dikombinasikan

Komposisi dari obat tersebut bukan dari golongan yang sama

5. Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian obat, yaitu :

Indikasi

Ketepatan dosis

Waktu paruh (pendek/ panjang)

Melihat riwayat pasien terdahulu

Mengenal tanda dan gejala pasien

Kontra indikasi

Efek samping

Cara kerja obat

Interaksi obat

Mengetahui organ target dari obat tersebut

Komposisi dari obat tersebut

Mengetahui umur dan berat badan pasien

Riwayat alergi dari pasien terhadap suatu obat

Page 4: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

6. Alternative lain yang bisa diberikan yaitu,

Ada, digantikan dengan derivatnya, agar efek dan absorpsinya lebih baik.

Contohnya pada Lincomycin, karena sudah jarang digunakan, maka digantikan

dengan clindamycin.

Golongan Betalaktam yang memiliki spectrum yang luas

7. Cara obat dapat menimbulkan efek yang optimal bagi tubuh yaitu,

Farmakokinetik efek

Farmakodinamik interaksi obat

Tergantung dari cara obat tersebut digunakan

Secara Oral, obat di absorbsi (di mukosa usus dan lambung), kemudian larut ke

dalam aliran darah, dan distribusikan ke organ target, berefek pada reseptornya

yang efektif (menimbulkan efek biokimia dan fisiologis, dan zat aktif yang

terkandung di dalam obat harus cukup, tidak kurang atau lebih), kemudian obat

di metabolic di hepar, dan disekresikan melalui ginjal.

8. Apabila obat tidak bekerja secara optimal, akan menimbulkan efek :

Contohnya, antibiotic bila dosisnya diturunkan, akan dapat menyebabkan

resistensi dan tidak menimbulkan efek. Sedangkan jika dosisnya dinaikkan, maka

akan menjadi toksik bagi tubuh.

9. Factor yang dapat mempengaruhi respon tubuh seseorang terhadap obat, antara lain :

Umur

Keadaan tertentu. Ex : pada ibu hamil

Genetic

Pathologic tubuh hospes

Kondisi fisiologis

Factor lingkungan

10. Kegunaan obat selain terapi, antara lain :

Untuk pencegahan

Untuk penetapan diagnosis

11. Minum obat harus berjadwal karena :

Page 5: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Dinda (22th)

drg Lincomycin (Antibiotik)

Metampiron (Analgesik & Antipeuretik) Obat

Neurotropik(Vitamin)

Efek

Menerima Resep

Farmakologi

Sakit gigi regio belakang kanan bawahSakit saat membuka mulut & menelanDemam

Farmakodinamik

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat

Farmakokinetik

Efek Samping

Profil Farmakologi

Alergi (Histamin)

Setiap obat memiliki waktu paruh yang berbeda-beda

Untuk mencegah terjadinya akumulasi atau penumpukan obat

STEP IV

SISTEMATIKA MASALAH

Page 6: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

STEP V

LEARNING OBJECTIVES

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan

1. Farmakokinetik dan Farmakodinamik

2. Mekanisme Kerja Antibiotik, Analgetik dan Antipeuretik, serta Vitamin

3. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat

4. Profil Farmakologi

5. Efek Samping

6. Fungsi Obat

7. Mekanisme Kerja Anti Histamin dan Kortikosteroid

8. Obat-obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Otonom

STEP VII

SHARING INFORMATION

1. Farmakokinetik dan Farmakodinamik

A. Farmakokinetik

Suatu aspek farmakologi yang mencakup apa yang dialami obat di dalam tubuh.

Fase farmakokinetik terdiri dari fase invasi dan fase eliminasi.

1. Fase invasi proses – proses yang berlangsung pada pengambilan suatu

bahan obat ke dalam organisme. Meliputi proses absorbsi dan distribusi

2. Fase eliminasi Proses – proses yang menyebabkan penurunan kosentrasi

obat dalam organisme. Meliputi proses biotransformasi atau metabolisme dan

eksresi.

Page 7: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

a. Absorpsi

Suatu proses dimana terjadinya perpindahan atau penyerapan obat ke dalam

darah, meliputi transformasinya dari bentuk saat diberikan menjadi bentuk

yang dapat digunakan secara biologis.

Tempat absorpsi utama cara pemberian obat melalui obat yaitu usus halus,

karena memilik permukaan absorpsi yang sangat luas.

Pada pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam

lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut

dan diabsorbsi dengan sangat cepat. Karena darah dari mulut langsung ke vena

cava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat tersebut tidak mengalami

metabolism lintas pertama oleh hati.

Pada pemberian obat melalui rectal, hanya 50% darah dari rectum yang melalui

vena porta, sehingga eliminasi lintas utama oleh hati juga 50%. Namun absorpsi

obat melalui mukosa rectum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan

banyak obat yang menyebabkan iritasi pada mukosa rectum.

Mekanisme absorpsi

Difusi Pasif

Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dengan cara

difusi melalui membrane sel tanpa energy, baik konsentrasi obat maupun

kelarutannya dalam lemak. Sebagai barier absorpsi adalah membrane sel

epitel saluran cerna.

Transport Aktif

Perpindahan molekul terionisasi yang menggunakan energy sel.

Filtrasi

Perpindahan molekul karena adanya tekanan melalui pori-pori sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi antara lain :

Page 8: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Luas permukaan

Aliran darah

Nyeri dan stress

Bentuk Obat

Rapid rate (detik – menit) : sublingual, inhalasi

Intermediate rate (1 – 2 jam) : oral, intramuscular, subkutan

Slow rate (jam – hari) : rektal

Interaksi obat

Efek lintas pertama (beberapa obat mengalami metabolism di hati/ vena

portal sebelum masuk ke sistem sirkulasi)

Kelarutan obat

Bicavaibility

Persentasi dosis obat yang mencapai sistem sirkulasi

Daur enterohepatik

b. Distribusi

Proses sehingga obat berada pada cairan tubuh dan jaringan tubuh.

Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan

lemah. Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke

seluruh tubuh.

Obat bebas akan keluar ke jaringan dengan cara yang sama dengan cara

masuknya, kemudian ke tempat kerja obat yaitu ke jaringan tempat depotnya,

ke hati dimana obat akan di metabolism menjadi metabolit yang akan

dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke dalam darah, dan ke ginjal

dimana obat atau metabolitnya diekskresikan ke dalam urine.

Di dalam jaringan, obat yang larut di dalam air akan tetap berada di luar sel (di

cairan interstisial), sedangkan obat yang larut dalam lemak akan berdifusi

melintasi membrane sel dan masuk ke dalam sel, tetapi karena pH di dalam sel

Page 9: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

(pH = 7) dan diluar sel (pH = 7,4) berbeda, maka obat-obat asam akan lebih

banyak di dalam sel.

c. Metabolisme

Proses kimia yang mengubah bentuk aslinya menjadi bentuk yang larut

menjadi air (metabolit) sehingga dapat diekskresikan.

Metabolism obat terutama terjadi di hati, yaitu di membrane Retikulum

Endoplasma (mikrosom) dan di Sitosol. Tempat metabolism yang lain

(extrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, dan juga

pada lumen kolon (oleh flora usus).

Tujuan metabolism obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)

menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.

Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian

berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi

toksik.

Reaksi Metabolisme ada dua reaksi fase :

Fase I : Oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi lebih

polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif.

Fase II : merupakan fase konyugasi dengan substrat endogen : asam glukoronat,

asam sulfat, asam asetat, atau asam amino, dan hasilnya menjadi sangat polar,

yang akan menjadi hampir selau tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I

diikuti dengan reaksi fase II. Pada reaksi fase I, obat dibubuhi gugus polar seperti

gugus hidroksil, gugus amino, karboksil, sulfidril, untuk dapat bereaksi dengan

substrat endogen pada reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai

gugus-gugus tersebut dapat langsung bereaksi dengan substrat endogen (reaksi

Page 10: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar untuk langsung

diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase II terlebih dahulu.

d. Ekskresi

Proses membuang metabolit obat dari tubuh.

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal

dalam bentuk utuh maupun bentuk metaboliknya. Ekskresi dalam bentuk utuh

atau dalam bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal

Ekskresi melalui ginjal ada 3 proses, yaitu :

a. Filtrasi glomerolus

Menghasilkan ultrafiltrate, yaitu plasma minus protein, jadi semua obat

bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap

tinggal dalam darah.

b. Sekresi aktif di Tubulus proksimal

Dari dalam darah lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter

membrane P-glikoprotein dan MRP (Multidrug Resistance Protein) yang

terdapat di membrane sel epitel dengan selektifitas berbeda, yakni MRP

untuk anion organic dan konyugat (misal : penisilin, probenesid, glukoronat,

sulfat dan konyugat glutation). P-glikoprotein untuk kation organic dan zat

netral (misa : kuinidin dan digoksin).

c. Reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus

Terjadi sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak.

Karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka dimanfaatkan

untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau

obat basa.

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal.

Berbeda dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung,

pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens

kreatinin.

Page 11: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Ekskresi obat yang juga penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar

bersama feses. Transporter membrane P-glikoprotein dan MRP terdapat di

membrane kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit ke

dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan

konyugat (glukuronat dan konyugat lainnya), dan P-glikoprotein untuk kation

organic, steroid, kolessterol, dan garam empedu. P-glikoprotein dan MRP juga

terdapat di membrane sel usus, sehingga sekresi langsung obat dan metabolit

dari darah ke lumen usus juga terjadi. Obat dan metabolit yang larut lemak dapat

direabsorbsi kembali ke dalam tubuh melalui lumen usus.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum. Ekskresi

dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantitaif tidak penting. Ekskresi

tergantung pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui sel

epitel kelenjar, dan pada pH. Ekskresi melalui ASI walaupun sedikit, namun dapat

mempengaruhi atau dapat menimbulkan efek samping bagi bayi yang masih

menyusu pada ibunya.

B. Farmakodinamik

Interaksi obat dan reseptor :

1. Agonis

obat yang memiliki afinitas dan aktivitas intrinsik

obat yang jika menduduki reseptornya mampu secara intrinsik

menimbulkan efek farmakologi.

Agonis terbagi 2 :

Agonis parcial

Agonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik

atau efektivitas yang rendah sehingga menmbulkan efek maksimal

rendah

Page 12: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Agonis sempurna

Agonis yang menimbulkan efek yang lebih besar daripada agonis parcial

2. Antagonis

senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali efek agonis

Terdiri dari :

Antagonis kompetitif

Senyawa ini memiliki afinitas terhadap receptor, akan tetapi senyawa ini

tidak mampu menimbulkan efek ( aktivitas intrinsik )

Antagonis tak kompetitif

Mampu melemahkan kerja agonis dengan cara yang berbeda.

Contohnya statu obat tidak mencapai reseptor yang sebenarnya, tapi

bekerja pada tempat lain pada protein receptor yaitu alosterik.

Antagonis fungsional

Bekerja sebagai agonis yang menurunkan verja statu agonis kedua yang

bekerja pada sistem sel yang sama tapi berikatan dengan receptor yang

berbeda.

Antagonis kimia

Senyawa yang bereaksi secara kimia dengan zat berkhasiat dan

menginaktivasinya, tidak bergantung pada receptor.

2. Mekanisme kerja Antibiotik, Analgesik & Antipeuretik, serta Vitamin

a. Antibiotik

Perusak kehidupan yaitu suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya.

Cara kerjanya :

1. Antibiotik yang menghambat metabolism sel mikroba

Page 13: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Misalnya : sulfonamide, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS), dan sulfon.

Akan menghasilkan efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat

untuk kelangsungan hidupnya. Kuman pathogen harus mensintesis sendiri

asam folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya.

2. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Misalnya : penisilin, sefalosporin, basitrin, vankomisin, dan sikloserin.

Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu polimer

mukopeptida (glikopeptida). Tekanan osmotic dalam sel kuman lebih tinggi

daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan akan

menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada

kuman peka.

3. Antibiotik yang mengganggu keutuhan membrane sel mikroba

Misalnya : polimiksin, golongan polien serta antimikroba kemoterapeutik,

misalnya antiseptic surface active agents. Polimiksin sebagai sneyawa

ammonium kuaterner dapat merusak membran sel setelah beraksi dengan

fosfat dan fosfolipid membrane sel mikroba. Polimiksin tidak efektif untuk

bakteri gram positif karena mengandung sedikit fosfat.

4. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Misalnya : aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tertrasiklin, dan

kloramfenikol. Untuk kelangsungan hidunya bakteri perlu mensintesis

berbagai protein, sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan

mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit, yang

berdasarkan konstanta sedimentasi yaitu 30 S dan 50 S. untuk berfungsi

pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai

mRNA menjadi ribosom 70 S.

Misalnya kerja obat tetrasiklin, tetrasiklin akan berikatan dengan ribosom 30

S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam

amino.

5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.

Page 14: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Misalnya : rifampisin dan golongan quinolon. Rifamsin berikatan dengan

enzin polymerase RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA

dan DNA oleh enzim tsb.

Menurut golongannya :

Golongan β – laktam

contoh : penicilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem

Mekanisme kerja : Menghambat D – alanin transpeptidase yang mengakibatkan

pita glikan dari dinding sel yang baru tidak dapat menyatu sehingga dinding sel

tidak mendapatkan stabilitas yang diperlukan.

Golongan kloramfenikol

Mekanisme kerja : menghambat peptidil transferase pada fase pemanjangan

sehingga mengganggu síntesis protein

Golongan makrolida

contoh : eritromisin, spiramisin

Mekanisme kerja : menghambat síntesis protein pada fase pemanjangan

dengan mempengaruhi translokasi. Senyawa ini terikat secara reversible pada

unit 50 S dari ribosom

Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah perintangan sintesa

protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak

jaringan tuan rumah. Selain itu, beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding

sel dan membrane sel.

b. Analgetik & Antipeuretik

1. Analgetik

obat penghalang nyeri (zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri

tanpa menghalangi kesadaran).

Cara kerja :

Page 15: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat

menjadi terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan.

Digunakan baik diperifer maupun di sentral, tetapi efek perifernya lebih

banyak. Efek analgesiknya berhubungan dengan efek antiinflamsinya dan

diakibatkan oleh inhibisi sintesis prostaglandin dalam jaringan yang

meradang. Prostaglandin menghasilkan sedikit nyeri, tetapi mempotensiasi

nyeri yang disebabkan oleh mediator inflamasi lain (misalnya histamine,

bradikinin).

Analgetik terdiri dari :

Analgetik kuat ( opiat )

Bekerja pada :

1. Pusat hipoanalgetika :

menurunkan rasa nyeri dengan cara stimulasi reseptor obat

tidak mempengaruhi kualitas organ lain pada dosis terapi

mengurangi aktivitas kejiwaan

meniadakan rasa takut dan rasa bermasalah

menghambat pusat pernafasan dan pusat batuk

menimbulkan miosis

meningkatkan pembebasan ADH

pada pemakaian berulang seringkali menyebabkan torelansi dan

ketergantungan

2. Kerja perifer

memperlambat pengosongan lambung melalui kontriksi pirolus

mengurangi motilitas dan pengurangan tonus saluran cerna

mengkontraksi sfinkter dalam sal empedu

meningkatkan tonos otot kandung kemih

mengurangi tonos pembuluh darah

menimbulkan pemerahan kulit, urticaria, rangsang gatal

Page 16: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Analgetik lemah sampai sedang

Dapat juga disebut analgetik perifer ( bekerja kecil ). Disamping kerja

analgetik, senyawa – senyawa ini memiliki kerja antipiretik dengan

mempengaruhi sintesis prostaglandin

2. Antipeuretik

Zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh

Cara kerja :

Berhubungan dengan sistem biosintesis prostaglandin sehingga indometasi

menghambat terjadinya inflamasi (sama dengan analgetik).

OAINS tidak mengurangi suhu tubuh normal atau suhu yang meningkatkan

pada heat stroke yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus. Selama

demam, pirogen endogen (IL 1) dilepaskan dari leukosit dan bekerja langsung

pada pusat termoregulator dalam hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh.

Efek ini berhubungan dengan peningkatan prostaglandin otak (yang bersifat

pirogenik). Aspirin mencegah efek peningkatan suhu dan IL-1 dengan

mencegah peningkatan kadar prostaglandin otak.

c. Vitamin

Vitamin dapat dibagi menjadi dua golongan :

1. Vitamin larut lemak : vitamin A, D,E, dan K.

Vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah banyak, sehingga untuk

timbulnya gejala defisiensi dibutuhkan waktu lebih lama dan kemungkinan

terjadinya toksisitas jauh lebih besar daripada vitamin larut air

2. Vitamin larut air : vitamin B kompleks dan vitamin C.

Vitamin larut air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan

sisanya dibuang, sehingga untuk mempertahan saturasi jaringan vitamin larut

air perlu sering dikonsumsi. Vitamin larut air berperan sebagai kofaktor untuk

enzim tertentu.

Page 17: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

3. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat

a. Periksa identitas pasien (dalam anamnesa, riwayat penyakit pasien, alergi).

Factor patologik dari pasiennya, adakah gangguan pada ginjal atau hati, karena

akan mempengaruhi reaksi absorpsi dan ekskresi dari obat.

b. Harus tahu nama dagang dan nama generic obat dimana sebelum memberikan

obat ke pasien, periksa label pada botol tiga kali, diterangkan kegunaan obat itu

apa.

c. Harus sesuai dengan dosis yang tepat.

d. Cara pemberian tepat, yang ditentukan dengan keadaan umum pasien,

kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat

kerja yang diinginkan.

e. Waktu makan obat harus digunakan dengan tepat.

f. Kondisi fisiologi

Anak : Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi factor-

faktor ini dapat digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa.

Untuk perhitungan dosis, usia anak dibagi dalam beberapa kelompok usia

sebagai berikut : sampai 1 bulan (neonates), sampai tahun (bayi), anak 1-5

tahun, dan 6-12 tahun.

Berat badan digunakan untuk menghitung dosis yang dinyatakan dalam

mg/kg. Akan tetapi, perhitungan dosis anak dari dosis dewasa berdasarkan

berat badan saja, seringkali menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil

karena anak mempunyai laju metabolism yang lebih tinggi dan volume

distribusi yang relative lebih besar sehingga per kg berat badannya seringkali

membutuhkan dosis yang lebih tinggi daripada orang dewasa (kecuali pada

neonatus).

Usia lanjut : dipengaruhi oleh penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan

sekresi tubuli) merupakan perubahan factor farmakokinetik yang terpenting.

g. Kondisi pasien ( kritis atau tidak )

Page 18: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Jika kondisi pasien kritis diberikan obat secara parenteral ( intra vena dan intra

muskular ) agar kerja obat cepat sehingga cepat menimbulkan efek. Jika tidak

terlalu kritis bisa diberikan secara oral saja.

4. Profil Farmakologi

Farmakologi merupakan ilmu yang digunakan agar dapat menggunakan obat untuk

maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit.

Farmakologi mencakup pengetahuan tentang :

a. Sejarah Obat

Pada mulanya, penggunaan obat dilakukan secara empiric dari tumbuhan, (1541 SM

– 1037). (1620 – 1695) dilakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat

pada hewan percobaan. Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung

kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengawet ringan.

Pengembangan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu

tanaman, jaringan hewan, kultur mikroba, urin manusia, dan teknik bioteknologi

yang menghasilkan insulin.

b. Sifat Fisika dan Kimia Obat

Dasar penting untuk menjelaskan aktifitas biologis obat, oleh karena :

o Memegang peranan penting dalam transport obat untuk mencapai reseptor

o (hipofilik, elektronik) berperan dalam proses absorpsi dan distribusi obat,

sehingga kadar obat pada waktu mencapai reseptor cukup besar.

o Mempunyai struktur dengan spesifitas tinggi saja yang dapat berinteraksi

dengan reseptor biologis (sterik, elektronik) yang berperan dalam menunjang

orientasi spesifik molekul pada permukaan reseptor.

c. Kontra Indikasi

Kondisi dimana obat tersebut sebaiknya tidak digunakan karena dapat berbahaya

d. Indikasi

Kegunaan dan peruntukan obat (fungsi obat tersebut)

e. Dosis

Page 19: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Ukuran takaran obat yang digunakan

f. Efek Samping

Obat yang memiliki efek utama ( efek farmakologi ) pasti mempunyai efek samping

yang tidak diinginkan. Jadi kita harus teliti dalam menganamnesa sebelum

pemberian obat.

g. Toksisitas

Tingkat bahaya racun suatu obat

h. Waktu Paruh

waktu yang diperlukan oleh suatu obat sampai kadarnya setengah dari dosis yang

diberikan. Berguna untuk menentukan periode pemberian obat dalam sehari.

i. Komposisi

Berapa banyak bagian unsure tersebut dalam senyawa kimia yang terdapat pada

obat.

5. Efek Samping

Hasil interaksi yang kompleks oleh molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam

sistem biologic tubuh (setiap efek yang tidak dikehendaki, yang merugikan atau

membahayakan pasien dari suatu pengobatan).

Pembagian efek samping obat :

a. Efek samping yang dapat diperkirakan

Efek farmakologik yang berlebihan (efek toksik), dapat disebabkan karena dosis

relative yang terlalu besar bagi pasien yang berlebihan, yang terjadi karena

adanya perbedaan respons kinetic atau dinamik pada kelenjar-kelenjar

tertentu.

Gejala penghentian obat, munculnya kembali gejala penyakit semula atau

reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat karena pengehntian

pengobatan

b. Efek samping yang tidak dapat di perkirakan

Alergi

Page 20: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Terjadi akibat reaksi imunologik, dengan ciri-ciri :

o Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologiknya

o Terdapat tenggang waktu antara kontak I terhadap obat dengan

timbulnya efek.

o Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan

o Reaksi hilang bila obat dihentikan

o Keluhan atau gejala terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik.

Reaksi karena factor genetic

Mempunyai kelainan genetic dalam kemampuan metabolism obat seseorang

Tidak semua efek samping menimbulkan efek yang buruk, ada yang sifatnya

menguntungkan.

1. Efek samping menguntungkan

contoh : pada penderita tekanan darah tinggi yang dirangsang oleh psikis, efek

samping reserpin yang sedatif dianggap sebagai suatu keuntungan.

2. Efek yang merugikan

Efek toksik karena perbedaan – perbedaan akibat konstitusi atau genetik

dalam absobsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.

Contoh : gangguan SSP, keluhan pada lambung dan usus, kerusakan

parenkim hati dan ginjal, dll

Efek samping pada waktu perkembangan embrio

Jika terjadi pada fase :

Blastogenesis : menyebabkan kematian janin

Embriogenesis : Jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang

sedang berada pada fase diferensiasi maka terjadi kecacatan.

Fetogenesis : tidak matangnya organ atau fungsinya tidak sempurna

Page 21: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Faktor-faktor terjadinya efek samping obat, antara lain :

a. Factor obat

o Instrinsik dari obat yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek

samping

o Pemilihan obat

o Cara penggunaan obat

o Interaksi antar obat

b. Factor bukan obat

o Instrinsik dari pasien yaitu umur, jenis kelamin, genetic, kecenderungan

alergi, penyakit, sikap, dan kebiasaan hidup.

o Ekstrinsik di luar pasien yaitu dokter (pemberian obat) dan lingkungan.

6. Fungsi Obat

Secara umum obat berfungsi untuk :

Penetapan diagnosa

Untuk pencegahan penyakit

Menyembuhkan penyakit

Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan

Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu

Peningkatan kesehatan

Mengurangi rasa sakit

7. Mekanisme Kerja Anti Histamin dan Kortikosteroid

A. Anti Histamin

Antihistamin terdiri dari :

1. Antihistamin H1

Page 22: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki

kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik

lokal

2. Antihistamin H2

Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin

sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini

dilakukan sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa

histamin, indikasinya sama denfan AH 1

B. Kortikosteroid

Derivate dari hormone kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang

berperan mengontrol respon inflamasi.

Terbagi dua :

Mineralokortikoid

Efek terhadap metabolism elektrolit Na dan K

Glukokortikoid

Terutama kortisol (hidrokortison) pada manusia, mempengaruhi metabolism

karbohidrat dan protein, tetapi juga mempunyai aktivitas mineralkortikoid

yang bermakna. Hormone ini disintesis dalam sel-sel zona fasikulata dan

zona retikularis.

Glukokortikoid (seringkali prednisolon) digunakan untuk menekan inflamasi,

alergi, dan respon imun.

Mekanisme kerja glukokortikoid :

Kortisol (dan glukokortikoid sintetik) berdifusi kedalam sel target dan terikat

pada reseptor glukokortikoid sitoplasma yang termasuk dalam superfamili

yang terdiri dari reseptor steroid, tiroid, ddan retinoid. Komplek reseptor

glukokortikoid yang teraktivasi memasuki nucleus dan terikat pada elemen

respons steroid pada molekul DNA target. Ikatan ini menginduksi sintesis

mRNA spesifik maupun merepresi gen dengan menghambat factor

transkripsi, misalnya NFкB.

Page 23: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Obat yang berpengaruh terhadap system saraf otonom (obat adrenergic)

Obat golongan ini disebut obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya

mirip perangsangan saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter

noreprinefrin dan epinefrin (yang disebut juga noradrenalin dan adrenalin).

Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik.

Kerja obat adrenergic dapat dkelompokkan dalam 7 jenis :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan

mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.

2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus, dan pembuluh

darah otot rangka.

3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan

kekuatan kontraksi.

4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan

kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.

5. Egek metabolic, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,

liposis, dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.

6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin, dan

hormone hipofisis.

7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan

neurotransmiter NE atau Ach

Obat adrenergic kerja langsung

Sebagian besar obat adrenergic bekerja secara langsung pada reseptor

adrenergic di membrane sel efektor. Akan tetapi, berbagai obat adrenergic

tsb berbeda dalam kapasitasnya untuk mengaktifkan berbagai jenis reseptor

adrenergic.

Epinefrin bekerja langsung pada reseptor α1,α2,β1,β2, dan β3 sedangkan

norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, dan β1, dan kurang pada

reseptor β2.

Obat adrenergic kerja tidak langsung

Page 24: Step i Terminologi 1. Pericoronitis

Contoh : amfetamin tiramin.

Artinya menimbulkan efek adrenergic melalui pelepasan NE yang tersimpan

dalam ujung saraf adrenergic. Karena itu, efek obat-obat ini menyerupai efek

NE, tetapi timbulnya lebih lambat dan masa kerjanya lebih lama. Obat-obat

ini mengalami ambilan ke dalam ujung saraf adrenergic melalui ambilan 1

(norepinefrin transporter=NET) dan kedalam gelembung sinaps melalui

vesicular monoamine transporter (VMAT-2), dan menggnatikan NE dalam

tempat penyimpanannya.

8. Obat-obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Otonom

Obat – obat yang merangsang saraf otonom

1. Simpatomimetik

Obat yang kerjanya merangsang saraf simpatis sehingga mengeluarkan adrenalin

2. Simpatolitik

Obat yang kerjanya menghambat kerja saraf simpatis

3. Parasimpatomimetik

Terdiri dari :

o Parasimpatomimetik langsung

Zat penghantar rangsang fisiologik asetilkolin menstimulasi reseptor

parasimpatis. Contoh obat : karbakol, betanekol

o Parasimpatomimetik tidak langsung

Menghambat kerja asetilkolin esterase ( zat yang menguraikan asetilkolin

sehingga tidak aktif ), sehingga asetilkolin dapat menimbulkan efek pada saraf

parasimpatis.

4. Parasimpatolitik

Bekerja pada ganglion saraf.