status keberlanjutan perikanan tuna madidihang...

174
75 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG (THUNNUS ALBACARES) DI TELUK TOMINI KABUPATEN BOALEMO SUSTAINABILITY STATUS OF YELLOWFIN TUNA FISHERIES (THUNNUS ALBACARES) IN TOMINI BAY OF BOALEMO DISTRICT ZULKIFLI ARSALAM MOO PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 14-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

75

STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA

MADIDIHANG (THUNNUS ALBACARES) DI TELUK TOMINI

KABUPATEN BOALEMO

SUSTAINABILITY STATUS OF YELLOWFIN TUNA

FISHERIES (THUNNUS ALBACARES) IN TOMINI BAY OF

BOALEMO DISTRICT

ZULKIFLI ARSALAM MOO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

76

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Zulkifli Arsalam MoO

Nomor Mahasiswa : P3300211001

Program Studi : Ilmu Perikanan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 11 Oktober 2013

Yang Menyatakan

Zulkifli Arsalam MoO

Page 3: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

77

RIWAYAT HIDUP

Zulkifli Arsalam MoO, dilahirkan di Gorontalo pada

tanggal 31 Juli 1986. Anak ketiga dari 3 bersaudara,

anak dari pasangan Drs. Hi. Hamzah MoO, MM. dan Hj.

Sulastri M. Lahabu. Penulis mengawali pendidikan

formal di TK Ki Hajar Dewantoro, dan melanjutkannya

di SDN 29 Kota Utara. Tahun 2001 penulis melanjutkan

masa studi di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

HUBULO Gorontalo, dan tahun 2003 di SMU Terpadu

Wira Bhakti Gorontalo. Pada tahun 2005, penulis

diterima di Universitas Hasanuddin Makassar melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan sejak itu terdaftar sebagai

mahasiswa pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan

Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Untuk menyelesaikan studi di

Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, penulis melaksanakan penelitian dengan

judul “Status Pengelolaan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) Di Perairan

Teluk Tomini Kota Gorontalo”. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan

magister di Program Studi Ilmu Perikanan (IP) pada Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin (PPs UNHAS). Selama mengikuti program magister,

penulis telah mengikuti berbagai kegiatan seminar yang berhubungan dengan

pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Page 4: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

78

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas

berkah dan anugerah-Nya jualah sehingga penelitian dan penulisan tesis

ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang telah

penulis lakukan sejak awal bulan Maret 2013 di perairan Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo.

Dalam penyusunan tulisan ini, sejak penelitian hingga penyusunan

tesis, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, namun

berkat bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari berbagai pihak, baik

moril maupun materil sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Olehnya itu,

dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali, MS. dan bapak Dr. Ir. Faisal

Amir, M. Si. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing, atas segala kebaikan, keikhlasan, dan kesabarannya

dalam membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal sampai

akhir penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh

rangkaian penelitian dan penulisan tesis ini dengan tepat waktu.

2. Bapak Dr. Ir. Lodewjk S. Tandipayuk, MS., Bapak Prof. Dr. Ir.

Sudirman, M.P., dan Ibu Dr. Ir. Dewi Yanuarita, MS., selaku tim

Page 5: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

79

penguji atas saran, arahan, dan masukan demi penyempurnaan

tesis ini.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI) yang telah

memberikan Beasiswa Unggulan selama satu tahun.

4. Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin Makassar atas perkenannya sehingga penulis bisa

kuliah disini.

5. Ketua Program Studi Magister Ilmu Perikanan serta seluruh staf

Program Studi Ilmu Perikanan atas segala pelayanan akademik

yang bersahabat selama penulis mengikuti perkuliahan di Program

Studi Ilmu Perikanan.

6. Bapak Rusli Badu, S.Pi selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Boalemo serta seluruh

staf Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo maupun

Kabupaten Boalemo, yang telah memberikan sumbangan tenaga,

pemikiran, informasi, dan data yang diperlukan selama penelitian

berlangsung.

7. Badan statistik Pemerintah Provinsi Gorontalo atas informasi dan

masukannya selama penelitian di Kawasan Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo.

8. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Program

Studi Ilmu Perikanan Angkatan 2011 maupun rekan-rekan di

Laboratorium Konservasi dan Manajemen Sumberdaya Hayati

Page 6: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

80

Perairan, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, atas segala ide dan kritikan yang sifatnya

membangun, semoga selalu kompak dalam bingkai persaudaraan

dan ukhuwah islamiyah.

9. Khusus kepada “Pahlawanku” dan “Teladanku”, Ayahanda tercinta,

Drs. Hi. Hamzah MoO, M.M., yang telah berjuang dengan sekuat

tenaga agar anak-anaknya dapat menempuh pendidikan tinggi.

Untuk Ibunda tercinta Hj. Sulastri M. Lahabu atas semangat juang

yang diajarkan kepada anak-anaknya.

10. Saudara kandung (kakak) dari penulis, yang tercinta Restu

Hestiyati MoO, SE. AK., dan Dewi Rahmawaty MoO, S. Farm,

M.Sc. Apt., beserta seluruh keluarga besar MoO – Lahabu atas

dorongan moril, materil, doa, dan kasih sayang yang tak putus-

putusnya sehingga meringankan langkah penulis untuk

menghadapi segala kesulitan selama penulis mengikuti pendidikan

di Universitas Hasanuddin. Serta yang tak kalah besar peranannya,

saudari Tri Novitasari, yang telah memberikan support kepada

penulis, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya

selama ini.

Menyadari akan kurang sempurnanya tesis ini dikarenakan

keterbatasan ilmu dan pengetahuan dalam membuat tulisan ini, dengan

tulus ikhlas penulis mohon kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan

selanjutnya. Akhirnya tiada harapan selain ridha Allah SWT. atas segala

Page 7: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

81

jerih payah dan jasa baik kita semua serta limpahan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya senantiasa tetap tercurah kepada kita sekalian. Amin.

Makassar, November 2013

Zulkifli Arsalam MoO

Page 8: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

82

ABSTRAK

ZULKIFLI ARSALAM MOO. Status Keberlanjutan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo. Dibimbing oleh Syamsu Alam Ali dan Faisal Amir.

Keberlanjutan perikanan tuna madidihang ditentukan oleh interaksi antara faktor biotik, abiotik, dan manusia sebagai sistem perikanan. Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya, dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat, dan dimensi kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna madidihang berdasarkan dimensi biologi sumberdaya ikan, teknologi penangkapan, dan kelembagaan, (2) Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna madidihang secara multidimensi (3) Merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tuna madidihang berbasis ekosistem di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo. Penelitian ini menggunakan teknik RAPFISH, satu teknik analisis kuantitatif yang digunakan untuk menentukan status keberlanjutan suatu sumberdaya perikanan. Teknik RAPFISH dalam penelitian ini didukung oleh analisis Multi Dimensional Scalling (MDS) dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan status keberlanjutan.

Analisis leverage dan Monte Carlo digunakan untuk mengetahui atribut-atribut yang sensitif terhadap indeks dan status keberlanjutan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi biologi berada pada status yang berkelanjutan, dimensi teknologi penangkapan berada pada status yang tidak berkelnajutan, dan dimensi kelembagaan dengan status yang berkelanjutan. Dari 19 atribut yang dianalisis, terdapat 6 faktor atau atribut yang sensitif terhadap indeks dan status keberlanjutan, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan atau intervensi terhadap atribut-atribut tersebut untuk meningkatkan indeks dan status keberlanjutan. Nilai keberlanjutan secara keseluruhan (multidimensi) menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan tuna madidihang tergolong kategori buruk.

Page 9: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

83

ABSTRACT

ZULKIFLI ARSALAM MOO. Sustainability Status of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Fisheries in Tomini Bay of Boalemo District. Supervised by Syamsu Alam Ali and Faisal Amir.

The sustainability of yellowfin tuna fishery is determined by interaction between biotic factor, abiotic factor, and human being as fishery system. Naturally, management of fishery system cannot be discharged from three dimension which is not dissociated one with another, such as the fishery resources and his ecosystem, dimension of exploiting the fishery resources sake of society economical social, and policy dimension. The aims of this research were: (1) to analyze the sustainability status of tuna fishery according to biological of fish resource, fishing technology, and institutional, (2) to analyze the multidimensional of yellowfin tuna sustainability, (3) to Formulate policy-based alternative of yellowfin tuna with based on ecosystem in Tomini Bay, Boalemo District. RAPFISH, a quantitative analysis technique, is used to asses sustainability status of yellowfin tuna fisheries. RAPFISH technique in this research is supported by several analysis of the Multi Dimensional Scalling (MDS) and the result were stated in the index and sustainability status.

Leverage and Monte Carlo analysis is used to determine the attributes that affect sensitively on the index and sustainability status. The result showed that biological fishery resource dimension in category of sustainable, technology dimension in less sustainable, and institutional dimension in category of sustainable. Out of 19 attributes being analyzed, 6 attributes were affected to the sensitivity of index and sustainability status. It’s must be taken intervention are needed to increase the index and sustainability status. Sustainability’s value of the multidimensional indicate that fisheries management of yellowfin tuna is still considered in poor category.

Page 10: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

84

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 8

E. Kerangka Pikir 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 11

A. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 11

B. Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem 13

C. Pengembangan Indikator Bagi Pendekatan Ekosistem Untuk

Pengelolaan Perikanan 16

D. Dimensi Biologi 18

1. Status Eksploitasi 20

2. CPUE (Catch Per Unit Effort) 21

3. Rata-rata Ukuran Panjang Cagak (fork length) 24

4. Bobot Ikan 26

5. Range Collapse 26

6. Proporsi Ikan Yuwana (Juvenil) yang ditangkap 27

E. Klasifikasi dan Morfologi 28

F. Dimensi Teknologi Penangkapan 31

1. Kapasitas Mesin 32

2. Modifikasi Alat Penangkapan 33

3. Penangkapan Ikan Yang Ramah Lingkungan 34

4. Teknik Penangkapan 35

5. Tempat Pendaratan 37

Page 11: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

85

G. Dimensi Kelembagaan 38

1. Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) 39

2. Jumlah Peraturan Pengelolaan Perikanan 40

3. Partisipasi Stakeholders Dalam Penyusunan RPP 41

4. Konflik Kebijakan Pengelolaan Perikanan 42

5. Kepatuhan Terhadap Peraturan Formal Dalam

Pengelolaan Perikanan 42

6. Lembaga Pelaksana Pengelola Perikanan 43

7. Ketersediaan Sarana dan Sumberdaya Manusia (SDM)

Dalam Penegakan Peraturan Perikanan 43

8. Keberadaan Otoritas Tunggal Dalam Pengelolaan

Perikanan 44

H. Metode RAPFISH (Rapid Appraissal for Fisheries) 44

I. Penentuan Status Keberlanjutan 47

J. Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) 48

III. METODE PENELITAN 54

A. Waktu dan Lokasi Penelitian 54

B. Metode Pengumpulan Data 55

C. Prosedur Penelitian 58

D. Analisis Data 59

1. Penentuan Atribut Keberlanjutan 62

2. Analisis Sensitifitas (Leverage Analysis) 69

3. Status Keberlanjutan Dimensi 70

4. Status Keberlanjutan Multidimensi 73

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 75

A. Analisis Keberlanjutan Dimensi Biologi 75

1. Status Ekslpoitasi 76

2. Catch Per Unit Effort (CPUE) 77

3. Rata-rata Ukuran Panjang Cagak 80

4. Bobot Ikan 82

5. Range Collapse 85

6. Proporsi Ikan Yuwana (Juvenil) Yang Ditangkap 86

7. Penilaian Dan Sensitifitas Atribut 86

B. Analisis Keberlanjutan Dimensi Teknologi Penangkapan 94

1. Kapasitas Mesin 95

2. Modifikasi Alat Penangkapan 95

3. Penangkapan Ikan Yang Ramah Lingkungan 97

4. Teknik Penangkapan 97

5. Tempat Pendaratan 98

Page 12: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

86

C. Analisis Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan 106

1. Partisipasi Stakeholders Dalam Penyusunan Rencana

Pengelolaan Perikanan (RPP) 110

2. Konflik Kebijakan Pengelolaan Perikanan 111

3. Lembaga Pelaksana Pengelola Perikanan 112

D. Analisis Status Keberlanjutan Setiap Dimensi 113

E. Analisis Status Keberlanjutan Multidimensi 114

F. Analisis Monte Carlo 118

V. PENUTUP 125

A. Kesimpulan 125

B. Saran 127

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

87

DAFTAR TABEL

nomor

halaman

1. Skala perbandingan secara berpasangan 51

2. Prosedur penelitian 58

3. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk

dimensi biologi 65

4. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk

dimensi teknologi penangkapan 66

5. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk

dimensi kelembagaan 67

6. Kategori selang nilai indeks keberlanjutan untuk setiap

dimensi yang dikaji 72

7. Status tingkat eksploitasi sumberdaya ikan (tuna

besar) di perairan Teluk Tomini WPP-RI 715 76

8. Interval kelas dan persentase hasil pengukuran

pancang cagak tuna madidihang 80

9. Interval kelas dan persentase bobot total tuna

madidihang 83

10. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi

biologi 87

11. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi

teknologi penangkapan 100

12. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi

kelembagaan 108

13. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi perikanan tuna

madidihang 116

14. Nilai statistik dan perbedaan nilai (selisih) indeks

keberlanjutan perikanan tuna madidihang antara

RAPFISH (Multi Dimensional Scalling) dengan

Monte Carlo pada masing-masing dimensi. 122

Page 14: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

88

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Data produksi perikanan tuna madidihang (Thunnus

albacares) di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo tahun 2007 sampai 2012 3 2. Kerangka pikir analisis status keberlanjutan dan

strategi pengelolaan perikanan tuna

madidihang (thunnus albacares) melalui

pendekatan ekosistem di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo 10 3. Spesies ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) 29

4. Peta Lokasi Penelitian 55

5. Proses/tahapan aplikasi RAPFISH pada pengelolaan

perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo 61 6. Peta tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di beberapa

WPP-RI 77 7. Persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut

ukuran panjang cagak (fork length) 82 8. Persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut

ukuran bobot ikan 84 9. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna

madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo pada dimensi biologi 88 10. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi biologi 89

11. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna

madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo pada dimensi teknologi

penangkapan 102 12. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi

teknologi penangkapan 103 13. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna

madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo pada dimensi kelembagaan 109 14. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi

kelembagaan 110

Page 15: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

89

15. Kite diagram hasil analisis RAPFISH dari masing-

masing nilai indeks keberlanjutan pada setiap

dimensi 113 16. Hasil simulasi Monte Carlo dari setiap dimensi yang

dianalisis 123

Page 16: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

90

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Ukuran berat total dan panjang cagak tuna

madidihang yang tertangkap selama penelitian 138

2. Kuesioner RAPFISH 139

3. Proses input data pada teknik RAPFISH 142

4. Kuesioner Proses Hirarki Analitik (PHA) 154

5. Foto kegiatan lapangan 156

Page 17: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuna madidihang (Thunnus albacares) merupakan ikan pelagis

besar dengan distribusi geografis mulai dari daerah tropis sampai sub

tropis. Tuna madidihang tergolong ikan bernilai ekonomis tinggi dan

berperan penting dalam menggerakkan perdagangan perikanan secara

Nasional dan Internasional. Memiliki pangsa pasar ekspor yang luas,

dengan harga yang tinggi sehingga banyak diusahakan oleh nelayan.

Sasaran ekspor tuna madidihang yang terbesar adalah Jepang. Tuna

yang diekspor ke Jepang adalah tuna yang masih segar untuk dibuat

sashimi atau sushi.

Kebutuhan dan permintaan pasar akan ikan ini terus mengalami

peningkatan, menyebabkan intensitas penangkapan meningkat di hampir

seluruh wilayah perairan Indonesia seperti Teluk Tomini, Laut Maluku,

Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau (Kantun, 2012).

Intensitas penangkapan yang semakin meningkat, menyebabkan

tuna madidihang mengalami tekanan penangkapan yang berakibat pada

penurunan produksi. Penurunan produksi dapat terjadi karena tidak

adanya pembatasan akses seperti kelebihan kapasitas, kelebihan

investasi, dan kelebihan penangkapan. Kelebihan kapasitas seperti tidak

Page 18: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

2

adanya pembatasan upaya (effort), pembatasan ukuran kapal, bobot

kapal dan kekuatan mesin. Kelebihan investasi yang identik dengan modal

besar akan memberi peluang pengusaha untuk berinvestasi sebesar-

besarnya dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Sedangkan untuk

kelebihan penangkapan seperti tidak adanya pembatasan dalam

mengeksploitasi sumberdaya perikanan dalam hal ini adalah overfishing

(ISSF, 2012).

Penurunan produksi tuna madidihang terjadi hampir di seluruh

perairan di belahan dunia. Menurut Nomura (2009), produksi tuna

madidihang dunia mengalami penurunan rata-rata sebesar sebesar

14,33% dari 1.439.503 ton pada tahun 2003 menjadi 1.009.628 ton pada

tahun 2007. Penurunan produksi tuna madidihang terjadi juga di Indonesia

secara drastis dari 163.241 ton pada tahun 2000 menjadi 103.655 ton di

tahun 2007 atau mengalami penurunan rata-rata sebesar 7,94% per tahun

(Indonesian Fisheries Statistic Index, 2009).

Namun lain halnya yang terjadi di wilayah perairan Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan

Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI 715), terjadi peningkatan jumlah

produksi tuna madidihang secara fluktuatif. Data menunjukkan bahwa dari

jumlah produksi di tahun 2007 sebanyak 53,9670 ton meningkat menjadi

844,74 ton pada tahun 2012 (DKP Kabupaten Boalemo, 2013).

Page 19: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

3

Gambar 1. Data produksi perikanan tuna madidihang (Thunnus albacares)

di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo tahun 2007 sampai 2012 (Sumber: Data Statisitik Perikanan Tangkap Kabupaten Boalemo, 2013).

Ikan tuna madidihang merupakan komoditas target tangkapan di

perairan Teluk Tomini, walaupun jumlahnya bervariasi di setiap wilayah

serta berfluktuasi secara tahunan. Kawasan Teluk Tomini merupakan

kawasan yang mempunyai nilai ekonomi, sosial dan ekologis yang sangat

berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Salah satu

produksi terbesar di perairan Teluk Tomini adalah ikan pelagis, yang

merupakan komoditi utama dari perikanan laut, dengan produksinya kira-

kira mencapai 68% dari total produksi laut daerah itu, sedangkan 40%

diantaranya adalah sumberdaya perikanan jenis ikan tuna madidihang

(Pemerintah Provinsi Gorontalo, 2009).

Perkembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan tuna madidihang

menunjukkan kecenderungan meningkatnya sumberdaya ikan tuna madidihang

setiap tahun meskipun banyak masalah harus dihadapi dan dipecahkan bagi

53,9670

261,6100

687,2990

514,2830

323,9520

844,7410

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pro

du

ksi (

ton

)

Tahun

Page 20: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

4

perkembangan perikanan tadi. Masalah-masalah tersebut pada umumnya

berbentuk kurangnya tenaga kerja yang terampil, prasarana, wahana, dan

pemasaran. Seiring bergulirnya waktu, pertumbuhan populasi manusia dan

perkembangan teknologi penangkapan pun semakin meningkat sehingga

menyebabkan beberapa stok ikan di dunia mengalami overfishing

(Butcher, 1996; Venema, 1997; Lauck et al., 1998 dalam Ali, 2005).

Seperti halnya yang telah terjadi pada tuna madidihang di perairan

Samudera Hindia, utamanya di daerah-daerah penangkapan ikan armada

tuna longline PT. Perikanan Samodra Besar (PT. PSB) Benoa Bali, sudah

terindikasi adanya tangkap lebih (overfishing) atau mendekati titik jenuh.

Ini dibuktikan dengan selama kurun waktu lebih dari satu dasawarsa

terakhir, rata-rata berat ikan tuna yang tertangkap, laju tangkap (hook

rate) dan hasil tangkapan per unit upaya (Catch Per Unit Effort, CPUE)

cenderung mengalami penurunan (Kosasih, 2007).

Hal ini didukung pula oleh pendapat ATLI (2006) diacu dalam

Kosasih (2007) yang melaporkan bahwa ekspor tuna dari Benoa

semenjak tahun 2000 hingga 2005 mengalami penurunan. Penurunan

yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 dimana hanya 9.776 ton

tuna yang diekspor dibandingkan pada tahun 2000 yang berjumlah 18.758

ton. Ini merupakan salah satu indikator bahwa telah terjadi kelebihan

tangkap terhadap tuna madidihang dan tuna jenis lainnya. Oleh karena itu

diperlukan suatu konsep manajemen yang tepat, dalam jangka panjang

Page 21: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

5

dan dapat menjamin hasil tangkapan yang menguntungkan (sustainable

yield) tetapi kelestarian sumberdaya (spawning stock) tetap terjaga.

Pengelolaan perikanan sangat kompleks atau bersifat multidisiplin.

Dengan demikian, penilaian terhadap kelestarian atau keberlanjutan

sumberdaya perikanan tidak dapat dipetakan pada kriteria tunggal, tetapi

menyangkut berbagai aspek atau multidimensi (Pitcher et al., 2001)

sehingga dibutuhkan solusi untuk mengatasi hal ini. Salah satu model

pengelolaan yang bersifat multidimensi adalah melalui pendekatan

ekosistem.

Dengan mencoba menerapkan Pengelolaan Sumberdaya

Perikanan Berbasis Ekosistem dalam pengelolaan adalah salah satu

solusinya. Hal ini dikarenakan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan

ini merupakan paradigma baru yang sedang dicoba untuk diterapkan oleh

berbagai negara untuk mengatasi persoalan pengelolaan sumberdaya

perikanan, seperti Amerika Serikat, Australia, Filipina dan lain-lain serta

hasilnya pun menunjukkan respon yang positif pada negara-negara

tersebut (Kartika, 2010).

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikaruniai

dengan ekosistem perairan tropis, memiliki karakteristik dinamika

sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan dan

biodiversitasnya yang tinggi. Namun pengelolaan perikanan di Indonesia

masih belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi (biologi,

teknologi penangkapan, dan kelembagaan). Pendekatan yang dilakukan

Page 22: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

6

masih bersifat parsial, belum terintegrasi dalam kerangka dinamika

ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target

pengelolaan.

Pada kenyataannya, pengelolaan sumberdaya perikanan bersifat

kompleks (complexity), dinamis (dynamic), dan uncertainity (penuh

ketidakpastian) mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum,

dan politik, sehingga dibutuhkan pendekatan secara multidimensi. Dalam

konteks inilah pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan

(ecosystem approach to fisheries management, EAFM) dianggap menjadi

sangat penting.

Menurut Gracia dan Cochrane (2005), pengelolaan sumberdaya

perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial

budaya, hukum, dan politik. Hal ini dijelaskan oleh FAO (1995), yang

menyatakan bahwa tujuan umum dalam pengelolaan sumberdaya

perikanan meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan

sosial. Tujuan dari masing-masing aspek tersebut yaitu:

1. Tujuan biologi, untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi /

diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas,

2. Tujuan ekologi, untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan

bagi lingkungan dan sumberdaya non-target (by-catch), serta

sumberdaya lainnya yang terkait,

3. Tujuan ekonomi, untuk memaksimalkan pendapatan nelayan, dan

Page 23: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

7

4. Tujuan sosial, untuk memaksimalkan peluang kerja/mata

pencaharian nelayan/masyarakat yang terlibat.

Informasi ilmiah dalam bentuk penelitian sangat dibutuhkan dalam

rangka mempertahankan keberlanjutan sumberdaya perikanan tuna

madidihang. Upaya-upaya yang memungkinkan dilakukan untuk

mengantisipasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan

manajemen pengelolaan yang baik serta penerapan kebijakan

pengelolaan yang dilandasi informasi ilmiah yang ditunjang oleh hasil-hasil

penelitian.

Penelitian yang berhubungan dengan tuna madidihang di Teluk

Tomini Provinsi Gorontalo masih sangat kurang sehingga kebijakan dalam

manajemen pemanfaatan sulit dirumuskan. Untuk memenuhi hal tersebut,

maka penelitian status keberlanjutan sumberdaya perikanan tuna

madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

dianggap perlu untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian potensi sumberdaya ikan tuna madidihang dan

kebutuhan masyarakat akan ikan ini di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo,

maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Belum diketahui status keberlanjutan sumberdaya ikan tuna

madidihang berdasarkan dimensi biologi, teknologi penangkapan,

dan kelembagaan di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo.

Page 24: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

8

2. Belum diketahui status keberlanjutan secara keseluruhan (multi

dimensi).

3. Belum ada alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tuna

madidihang melalui pendekatan ekosistem di Teluk Tomini.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka penelitian ini

bertujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna

madidihang berdasarkan dimensi biologi, teknologi penangkapan,

dan kelembagaan.

2. Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna

madidihang secara keseluruhan (multidimensi).

3. Merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tuna

madidihang berbasis ekosistem di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

diantaranya:

1. Menjadi referensi pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi

dan kabupaten dalam merumuskan kebijakan dan strategi

pengelolaan perikanan ikan tuna secara berkelanjutan.

Page 25: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

9

2. Menjadi informasi atau pedoman bagi stakeholder yang terlibat

langsung dalam pemanfaatan sumberdaya ikan tuna madidihang.

E. Kerangka Pikir

Penilaian status keberlanjutan terhadap kegiatan pemanfaatan

sumberdaya tuna madidihang adalah bagian dari mekanisme umpan balik

untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk membenahi

permasalahan yang terdapat dalam kebijakan pengelolaan atau berfungsi

sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan (decision support

tools).

Prosedur penilaian meliputi analisis terhadap permasalahan-

permasalahan yang mempengaruhi status keberlanjutan pada setiap

dimensi pengelolaan, serta analisis terhadap status dimensi pengelolaan

secara keseluruhan. Adapun kerangka pikir dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 26: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

10

Gambar 2. Gambar 2. Kerangka Pikir Analisis Status Keberlanjutan dan Strategi

Pengelolaan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Melalui Pendekatan Ekosistem di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo.

Penentuan skor dan atribut (Modifikasi dari KKP, WWF, PKSPL-IPB, 2012),

telah digunakan oleh Hidayanto et al. (2009), dan Ali et al. (2012)

Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo

Dimensi Biologi

Dimensi Kelembagaan

Dimensi Teknologi Penangkapan

Status Keberlanjutan Setiap Dimensi

(RAPFISH)

Status Keberlanjutan Secara Keseluruhan / Multidimensi (Metode AHP)

Alternatif Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna Madidihang

Berbasis Ekosistem

Page 27: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengelolan berkelanjutan merupakan suatu strategi pengelolaan

yang memberikan ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem

alamiah dan buatan, serta sumberdaya alam yang ada didalamnya.

Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, tetapi merupakan batas yang

luwes yang dapat bergerak sesuai kondisi penguasaan teknologi, sosial,

ekonomi, serta kemampuan biosfer ekosistem untuk menerima dampak

dari kegiatan pengelolaan. Pengelolaan secara berkelanjutan juga

merupakan suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah, dimana

kapasitas fungsional ekosistem diupayakan tidak terganggu dan dapat

memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia secara berkelanjutan

(Tuwo, 2011).

Pengelolaan perikanan memerlukan keberanian para pengelola

untuk mengambil beberapa keputusan. Namun demikian, sejumlah prinsip

dasar dapat diidentifikasi yang selanjutnya dapat membantu memusatkan

perhatian pada langkah awal bagi pengelola perikanan yang efektif. Suatu

hasil tangkapan yang lestari dapat diperoleh manakala laju eksploitasi

atau penangkapan sedemikian rupa sehingga laju pertumbuhan persis

sepadan dengan hasil tangkapan.

Page 28: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

12

Dengan demikian, hasil tangkapan dan populasi dapat

dipertahankan terus-menerus tanpa batas waktu, bila parameter-

parameter lainnya tetap konstan. Namun demikian, kondisi ini tidak selalu

dapat terpenuhi karena faktor yang mempengaruhi dinamika populasi ikan

sangat banyak (Widodo et al., 2005).

Selain itu, Widodo et al. (2005) menjelaskan bahwa keterbatasan

kemampuan sumberdaya hayati untuk pulih secara alami, maka

pemanfaatannya harus didasari pengetahuan mengenai sifat ekologis dan

biologis bagi setiap komponen penyusun sumberdaya. Najamuddin (2004)

menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan

pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan sumberdaya dan

pemanfaatannya dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam

jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang.

Menurut FAO (2003), pengelolaan perikanan terdiri atas 4 (empat)

tujuan umum, yaitu:

1. Tujuan biologi, untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau

diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas,

2. Tujuan ekologi, untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan

bagi lingkungan dan sumberdaya non-target (by-catch), serta

sumberdaya lainnya yang terkait,

3. Tujuan ekonomi, untuk memaksimalkan pendapatan nelayan, dan

4. Tujuan sosial, untuk memaksimalkan peluang kerja atau mata

pencaharian nelayan maupun masyarakat yang terlibat.

Page 29: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

13

B. Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem

Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang

telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 31/2004 yang ditegaskan

kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-

Undang No. 45/2009. Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan

perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang

terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan,

konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan

implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan

perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh

pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai

kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang

telah disepakati (FAO, 2003).

Charles (2001) berpendapat bahwa secara alamiah, pengelolaan

sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak

terpisahkan satu sama lain yaitu:

1. Dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya.

2. Dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan

sosial ekonomi masyarakat, dan

3. Dimensi kebijakan perikanan itu sendiri.

Terkait dengan tiga dimensi tersebut, pengelolaan perikanan saat

ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi

tersebut, di mana kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial

Page 30: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

14

ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya

kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan

masih parsial belum terintegrasi dalam kerangka dinamika ekosistem yang

menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan

(Charles, 2001).

Sumberdaya perikanan bersifat complexity, dynamic, dan

uncertainity (penuh ketidakpastian) mencakup aspek biologi, ekonomi,

sosial budaya, hukum, dan politik sehingga dibutuhkan pendekatan secara

multidimensi. Dalam konteks inilah, pendekatan terintegrasi melalui

pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan (Ecosystem

Approach to Fisheries Management, selanjutnya disingkat EAFM) menjadi

sangat penting (Charles, 2001).

FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem Approach to Fisheries

(EAF) sebagai sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan

sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan,

keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dll) dengan tetap

mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang

komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan

melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan

berkelanjutan.

EAFM adalah salah satu pengembangan dari metode TROM

(Target Resource Orientated Management), biasa disebut juga

pendekatan Single-species, dan merupakan sebuah pendekatan

Page 31: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

15

konvensional. Metode TROM bersifat parsial karena stok spesies target

menjadi perhatian utama dari pengelolaan, sehingga bentuk upaya

pengelolaan ini masih belum memperhatikan sifat umum dari sumberdaya

perikanan itu sendiri yakni complexity, dynamic, dan uncertainity sehingga

dianggap banyak mengalami kegagalan dalam pengelolaan perikanan

(Charles, 2001).

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi

pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF) antara lain

adalah:

1. Perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak

yang dapat ditoleransi oleh ekosistem.

2. Interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus

dijaga.

3. Perangkat pengelolaan sebaiknya sesuai untuk semua distribusi

sumberdaya ikan.

4. Prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan

pengelolaan perikanan.

5. Tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan

sistem manusia (FAO, 2003).

Page 32: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

16

C. Pengembangan Indikator Bagi Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan

Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebuah alat atau

jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan

lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan. Menurut Hart

Environmental Data (1998) dalam Adrianto et al. (2007), indikator

ditetapkan untuk beberapa tujuan penting yaitu mengukur kemajuan,

menjelaskan keberlanjutan dari sebuah sistem, memberikan pembelajaran

kepada stakeholders, mampu memotivasi (motivating), memfokuskan diri

pada aksi.dan mampu menunjukkan keterkaitan antar indikator (showing

linkages).

Selanjutnya, dalam konteks manajemen perikanan sebuah indikator

dikatakan sebagai sebuah indikator yang baik apabila memenuhi

beberapa unsur, seperti:

1. Menggambarkan daya dukung ekosistem,

2. Relevan terhadap tujuan dari ko-manajemen,

3. Mampu dimengerti oleh seluruh stakeholders,

4. Dapat digunakan dalam kerangka monitoring dan evaluasi,

5. Menggambarkan keterkaitan dalam sistem ko-manajemen

perikanan (Adrianto et al., 2007).

Sementara itu, menurut Pomeroy et al. (2006) dalam Adrianto et al.

(2007), indikator yang baik adalah indikator yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:

Page 33: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

17

1. Dapat diukur, yaitu mampu dicatat dan dianalisis secara kuantitatif

atau kualitatif,

2. Tepat, dalam hal ini didefinisikan sama oleh seluruh stakeholders,

3. Konsisten, yaitu tidak berubah dari waktu ke waktu,

4. Sensitif, secara proporsional berubah sebagai respon dari

perubahan aktual.

Dalam beberapa kasus, pemilihan indikator terkait dengan tujuan

yang akan dicapai dari monitoring dan evaluasi. Ketika satu indikator

sudah ditentukan, proses berikutnya adalah pemilihan metode untuk

mengukur indikator tersebut. Beberapa syarat penting yang harus

diperhatikan adalah bahwa metode tersebut sebaiknya:

1. Akurat dan reliabel, artinya tingkat kesalahan yang ditimbulkan dari

koleksi data dapat diminimalisir,

2. Biaya efektif, artinya sejauh mana metode ini akan menghasilkan

pengukuran indikator yang baik dengan biaya yang rendah,

3. Kelayakan, artinya apakah ada unsur masyarakat yang dapat

melakukan metode pengukuran indikator, dan

4. Ketepatan, artinya sejauh mana metode yang dipilih sesuai dengan

konteks perencanaan dan pengelolaan perikanan.

Page 34: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

18

D. Dimensi Biologi

Potensi sumberdaya ikan meliputi : SDI pelagis besar, SDI pelagis

kecil, sumberdaya udang peneid dan krustasea lainnya, SDI demersal,

sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya

benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi

perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut,

sumberdaya mamalia laut, dan sumberdaya rumput laut (Mallawa, 2006).

Sumberdaya perikanan adalah salah satu sektor yang diandalkan

untuk pembangunan masa depan Indonesia, karena dapat memberikan

dampak ekonomi kepada sebagian penduduk Indonesia. Selain itu,

produk perikanan adalah bahan makanan penting masyarakat pada

umumnya, sehingga sektor perikanan menjadi salah satu sumber

pendapatan negara disamping menjadi sumber mata pencaharian

sebagain besar masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan

(Nababan et al, 2007).

Sumberdaya perikanan sebagai salah satu sumberdaya alam,

dalam pengelolaannya haruslah dilakukan dengan langkah-langkah yang

efektif dan rasional. Ini disebabkan oleh sumberdaya perikanan

mempunyai sifat khusus yang lebih menyulitkan dalam pengelolaannya

dibandingkan dengan sumberdaya pertanian lainnya. Kekhususan sifat

yang dimiliki oleh sumberdaya perikanan (Dahuri et al., 1996; dalam

Ramli, 2006) yaitu :

Page 35: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

19

1. Sumberdaya yang tidak terlihat dan merupakan milik bersama atau

umum (Invisible And Common Properties).

2. Usaha pemanenan atau penangkapannya mengandung resiko

sangat tinggi (Highly Considerable Risk).

3. Produk yang dihasilkan merupakan produk yang cepat atau mudah

busuk (High Perishable).

Sumberdaya perikanan pelagis diduga merupakan salah satu

sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia.

Sumberdaya ini adalah merupakan sumberdaya neritik, karena terutama

penyebarannya adalah di perairan dekat pantai. Di daerah-daerah dimana

terjadi proses kenaikan air (Upwelling), sumberdaya ini dapat membentuk

biomassa yang sangat besar (Csirke, 1998 dalam Widodo et al., 1998).

Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang produksi

tuna madidihang di dunia, dengan panjang garis pantai seluas 95.181 km2

sehingga menempatkannya pada urutan ke empat di dunia setelah

Amerika, Canada, dan Rusia. Dimana Negara-negara tersebut merupakan

negara yang sangat diperhitungkan dalam pengelolaan sumberdaya

perikanan terutama perikanan tuna.

Panjang garis pantai yang dimiliki Indonesia mengandung berbagai

macam potensi yang patut dikelola dan dikembangkan dengan baik dan

benar. Potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia sebesar 5.258.600

ton dengan bagian terbesar adalah jenis ikan pelagis kecil yang mencapai

sekitar 51,7% (3.235.800 ton per tahun), jenis ikan demersal 28,54%

Page 36: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

20

(1.786.400 ton per tahun) dan pelagis besar 19,76% (1.053.500 ton per

tahun) (Dahuri, 2001).

Adapun dalam dimensi biologi, digunakan 6 (enam) atribut, yakni:

1. Status eksploitasi

Di dalam pengelolaan perikanan, status eksploitasi atau biasa

disebut status pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dinilai dari hasil

perbandingan antara produksi aktual dengan potensi hasil maksimum

berkelanjutan yang diperbolehkan sebagai acuan biologis. Acuan yang

dimaksud adalah Hasil maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield

(MSY), digunakan untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan (Ali,

2005).

Selain itu, Ali (2005) menjelaskan bahwa konsep MSY adalah

sebuah konsep sederhana sebagai tujuan pengelolaan bahwa hasil atau

produksi (berat ikan) yang didaratkan dalam periode tertentu, tidak

menyebabkan penurunan produksi periode berikutnya, dan hasilnya

dapat bertahan secara terus menerus (berkelanjutan), karena tersedia

cadangan sisa yang dapat memulihkan stok.

Prinsip MSY bahwa di dalam kondisi tidak ada penangkapan akan

terjadi penambahan biomassa (surplus produksi) akibat adanya rekrutmen

dan terjadi pengurangan biomassa akibat kematian alami. Sehingga

terdapat peluang pemanfaatan secara terkendali dari hasil penambahan

biomassa tersebut agar sumberdaya tidak mati percuma secara alami,

Page 37: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

21

dan apabila penangkapan dilakukan sama dengan surplus produksi maka

stok dapat diatur dalam suatu keseimbangan baru (Ali, 2005).

Selanjutnya disebutkan bahwa MSY bertujuan untuk melindungi

stok pada tingkat yang aman agar tetap berada pada level yang seimbang

sehingga tidak terjadi penurunan produksi pada berikutnya. MSY ini dapat

berlangsung secara terus menerus jika segala faktor lingkungan lainnya

berjalan dengan baik.

Konsep MSY bertujuan untuk menjaga stok pada level yang

aman sebagai standar pemanfaatan sumberdaya. Konsep ini diterima

secara umum pada tahun 1950 untuk konservasi stok biota perairan

agar tetap pada level yang tinggi sehingga tidak terjadi penurunan

produksi walaupun lingkungan berada dalam kondisi tidak

menguntungkan (King, 1995).

2. Catch Per Unit Effort (CPUE)

Catch per unit effort (CPUE) didefinisikan sebagai laju tangkap

perikanan per tahun yang diperoleh dengan menggunakan data time

series, minimal selama lima (5) tahun. Effort atau upaya penangkapan

ikan didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dihabiskan untuk

menangkap ikan di wilayah perairan tertentu. Satuan yg lebih cocok untuk

mengukur effort adalah waktu yang benar-benar dihabiskan untuk

mengoperasikan alat penangkapan ikan atau lamanya waktu alat

penangkapan ikan beroperasi aktif di dalam air. Namun, unit yang paling

Page 38: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

22

umum digunakan untuk satuan effort adalah trip. Trip merupakan istilah

yang dipergunakan untuk menyatakan satuan waktu yang dipakai dalam

melakukan penangkapan ikan dan kemudian kembali ke pangkalan

(PKSPL, 2012).

Penentuan banyaknya trip penangkapan satu jenis unit

penangkapan ikan dalam setahun adalah dengan memperhitungkan

bahwa dalam satu tahun unit penangkapan tersebut secara total

beroperasi berapa banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah trip

per tahun bagi unit penangkapan ikan di Indonesia adalah faktor kondisi

cuaca dan musim, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), dan

ketersediaan dana operasional/logistik. Semakin panjang series waktu

yang digunakan semakin tajam prediksi yang diperoleh. Cara

perhitungannya adalah dengan cara membagi total hasil tangkapan

dengan total effort standard (Nur, 2011).

CPUE tertinggi diperoleh jika beberapa nelayan menangkap ikan

dalam jumlah banyak dimana penangkapan masih menyisakan ikan yang

cukup untuk bereproduksi, berkembang dan mempertahankan tangkapan

untuk masa yang datang. Situasi seperti ini merupakan salah satu target

pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. CPUE menurun apabila ikan

yang tertangkap sudah berkurang dan ikan-ikan berebut untuk

bereproduksi atau berkembang. Situasi ini disebabkan oleh banyaknya

nelayan melakukan penangkapan dalam waktu yang lama atau banyak

Page 39: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

23

nelayan yang menggunakan alat tangkap untuk memperoleh ikan paling

banyak dan paling cepat beraktifitas. (PKSPL, 2012).

Sayangnya para nelayan cenderung terus menangkap ikan karena

mereka masih ingin memperoleh pendapatan dan karena harga ikan

meningkat sebab mengalami kelangkaan di pasar. Peningkatan harga ini

biasanya menyebabkan nelayan harus melaut ke area penangkapan yang

baru atau menambah jumlah alat tangkap atau panjang jaring yang

diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sama. Pada situasi seperti ini

rata-rata hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) menurun dengan cepat

karena nelayan meningkatkan kemampuan menangkap ikan dengan

menambah usaha penangkapan dengan cepat dan mengganti alat

tangkap yang memiliki ukuran mata jaring yang lebih kecil sehingga

mustahil ikan terlepas dari penangkapan dan bisa bereproduksi (Habibi et

al., 2011).

Oleh sebab itu CPUE bisa menurun pada titik dimana nelayan

terpaksa memburu ikan-ikan yang tersisa untuk kehidupannya namun sia-

sia yang dapat membuat persediaan ikan semakin kurang dan hampir

punah hingga tidak dapat menangkap lagi bahkan hal seperti ini bisa

menyebabkan kondisi suatu area akan lebih buruk. Satuan yang

digunakan untuk unit indikator CPUE ialah ton per trip atau dapat pula

dengan menggunakan ton per unit. Satuan upaya (standard effort) yang

paling banyak dipakai didalam analisis CPUE adalah trip penangkapan.

Page 40: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

24

Trip merupakan istilah yang dipergunakan untuk menyatakan

satuan waktu yang dipakai dalam melakukan penangkapan ikan dan

kemudian kembali ke pangkalan (fishing port). Namun demikian,

berhubung trip itu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti

kondisi cuaca dan musim, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), serta

ketersediaan dana operasional/logistik, maka nilai effort yang diperoleh

dari hasil perhitungan dengan unit trip semata antar berbagai alat tangkap

tidak bisa secara langsung dibandingkan untuk analisis, karena satu sama

lain belum tentu sama besaran nilai tripnya (Hamdan, 2007).

3. Rata-rata ukuran panjang cagak (fork length)

Ukuran ikan atau biasa disebut dengan istilah morfometrik

merupakan bentuk pengukuran yang dapat mencakup beberapa bagian,

yaitu panjang total (TL), panjang standar (SL), dan panjang cagak (FL).

Ukuran panjang total (TL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir

(premaxillae) hingga bagian ujung ekor. Panjang standar (SL) diukur mulai

dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga pertengahan

pangkal sirip ekor (pangkal sirip ekor bukan berarti sisik terakhir karena

sisik-sisik tersebut biasanya memanjang sampai ke sirip ekor (PKSPL,

2012).

Adapun panjang cagak (fork length) diukur dimulai dari bagian

terdepan mulut ikan hingga percabangan sirip ekor yang membagi sirip

ekor bagian atas dan bagian bawah. Unit yang digunakan pada indikator

Page 41: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

25

satuan panjang yaitu dapat berupa centimeter (cm) atau meter (m).

Penggunaan ukuran panjang dalam riset-riset biologi perikanan umumnya

menggunakan ukuran panjang cagak (fork length), baik untuk kegiatan

penelitian maupun penentuan kebijakan perikanan. Penetapan panjang

cagak sebagai ukuran panjang dalam kegiatan penelitian dikarenakan

panjang cagak tidak dipengaruhi oleh perubahan atau kerusakan secara

fisik pada bagian sirip ekor (Gulland, 1983; dalam Wijaya, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Itano (2001),

diperoleh bahwa tuna madidihang pertama kali matang gonad (size at first

maturity) yaitu pada panjang 107,9 cm di perairan Australia di dekat pantai

yang tertangkap dengan pancing ulur (handline). Sedangkan di perairan

yang sama di daerah lepas pantai dengan peneliti yang sama dengan

menggunakan alat tangkap rawai (longline) ditemukan pada panjang 120

cm untuk pertama kali matang gonad.

Ukuran tuna madidihang setelah dewasa bervariasi antara individu

yang tertangkap di dekat pantai dan jauh dari pantai. Tuna madidihang

mencapai status dewasa pada saat panjang cagak mencapai 120 cm

dengan umur sekitar 2 sampai 3 tahun. Selain itu, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Zhu et al. (2008) menyatakan bahwa tuna madidihang

mencapai matang gonad pada ukuran panjang cagak berkisar 100 cm.

Sedangkan Indian Ocean Tuna Commission yang kemudian disingkat

IOTC (2010) menyatakan bahwa tuna madidihang pertama kali matang

gonad pada ukuran panjang cagak 77,80 cm.

Page 42: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

26

Data pengukuran panjang cagak yang dikeluarkan oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2013, yang tertuang di

dalam Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM)

menunjukkan bahwa tuna madidihang pertama kali matang gonad pada

ukuran panjang cagak mencapai 137,50 cm.

4. Bobot ikan

Perubahan bobot tuna madidihang didasarkan pada perubahan

size. Collete et al. (1983) menyatakan bahwa tuna madidihang mencapai

matang gonad dengan berat total sebesar 20 sampai 30 kg pada umur 2,5

hingga 3 tahun. Sedangkan Marion et al. (2010) menemukan tuna

madidihang pertama kali matang gonad dengan berat total sebesar 25 kg.

Ukuran bobot maupun panjang tuna madidihang saat pertama kali

matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor

lingkungan yang mempengaruhinya terutama ketersediaan makanan.

Oleh karena itu, ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak

selalu sama (Effendie, 2002).

5. Range collapse

Menurut Nur (2011), Range collapse adalah suatu fenomena yang

umum terjadi pada stok ikan jika stok ikan yang bersangkutan mengalami

kondisi overfishing. Secara teknis, range collapse didefinisikan sebagai

pengurangan drastis wilayah/ruang spasial ekosistem laut yang biasanya

Page 43: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

27

dihuni oleh stok ikan tertentu. Untuk menentukan ada tidaknya range

collapse ini, maka indikator yang paling mudah adalah melihat apakah

terjadi indikasi terhadap semakin sulitnya mencari lokasi penangkapan

ikan (fishing ground), karena secara spasial, wilayah penangkapan ikan

menjadi semakin jauh dari lokasi fishing ground sebelumnya.

Unit yang digunakan untuk indikator range collapse ialah dilihat

berdasarkan hasil tangkapan per upaya (CPUE) secara temporal dari

tahun ke tahun serta seberapa jauh jarak tempuh (mil atau km) untuk

setiap kali trip penangkapan ikan dibandingkan jarak pada tahun-tahun

sebelumnya (PKSPL, 2012).

6. Proporsi ikan yuwana juvenil yang ditangkap

Ikan yuwana (juvenil) merupakan ukuran suatu tahap dalam

pertumbuhan ikan yang belum masuk kategori ukuran dewasa (mature).

Unit satuan yang digunakan untuk indikator proporsi ikan yuwana yang

ditangkap ialah (ton, kg, dan persen proporsi) yang dibandingkan dengan

biomassa ikan secara keseluruhan dari hasil tangkapan untuk setiap alat

tangkap pada perairan tertentu yang diamati (PKSPL, 2012).

Pengumpulan data untuk indikator proporsi ikan yuwana dapat

dilakukan dengan metode sampling yaitu melihat proporsi ikan

berdasarkan ukuran ikan. Hal tersebut untuk melihat biomasa ikan yang

masih berukuran yuwana yang ditangkap, sehingga dapat diketahui

Page 44: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

28

proporsi ikan yuwana terhadap ikan hasil tangkapan dari suatu alat

tangkap.

E. Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Collete et al. (1983), Wild (1989), dan FAO (1997),

klasifikasi ikan tuna madidihang adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Osteichthyes

Sub Class : Actinopterygii

Infraclass : Teleostei

Superorder : Acanthopterygii

Ordo : Perciformes

Sub ordo : Scombroidei

Family : Scombroidae

Super family : Scombrioidea

Sub family : Scombrinae

Genus : Thunnus

Species :Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788)

Page 45: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

29

Ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) tergolong ikan

berkualitas baik dan merupakan penghasil devisa dari sumber hayati

perikanan Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2005). Menurut

James (1992), secara umum ikan tuna madidihang memiliki bentuk tubuh

kaku dengan sisik-sisik kecil di seluruh tubuhnya, sirip belakangnya kecil

dan tubuhnya panjang.

Tuna madidihang termasuk keluarga Scombroidae, bentuk

tubuhnya memanjang seperti cerutu atau torpedo, berwarna kebiru-biruan

atau biru tua pada sisi belakang dan diatas tubuhnya dengan perut kuning atau

silver, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan

terpisah dari sirip belakang, serta mempunyai jari-jari sirip tambahan

(finlet) di belakang sirip punggung dan dubur. Sirip dada terletak agak ke

atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak dalam dengan jari-jari

penyokong menutup seluruh ujung hypural (Departemen Pertanian, 1983).

Gambar 3. Spesies ikan tuna madidihang (Thunnus albacares)

(Nakamura, 1991)

Page 46: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

30

Spesies tuna terdiri atas tuna sirip kuning (Thunnus albacares),

tuna sirip biru (Thunnus atlanticus), tuna mata besar (Thunnus obesus),

dan tuna abu-abu (Thunnus tonggol). Perbedaan antar spesies terletak

pada bentuk sirip dan warnanya, banyak terdapat di daerah tropis dan sub

tropis, salah satunya terdapat di Pasifik Timur dengan suhu air tempat

ikan ini adalah 5 sampai 130C (dapat sampai 23 0C). Menurut Nakamura

(1991), potensi ikan tuna madidihang di seluruh dunia cukup besar,

dengan tingkat regenerasi cukup tinggi, oleh karenanya tidak perlu

khawatir akan habis meskipun dilakukan penangkapan dalam jumlah

besar.

Satu ekor ikan tuna madidihang saat bertelur bisa menghasilkan

satu juta telur sehingga berjuta-juta ikan tuna madidihang dari ukuran kecil

sampai dewasa. Sebagian besar lautan Indonesia memiliki persyaratan

bagi kehidupan ikan tuna madidihang yaitu perairan Indonesia bagian

Timur (Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Sulawesi), dan perairan yang

berhadapan dengan Samudra Indonesia (Selatan Jawa dan Barat

Sumatera) serta yang berhadapan dengan Samudra Pasifik (Departemen

Pertanian, 1983).

Tuna madidihang mampu membengkokkan siripnya lalu

meluruskan tubuhnya untuk berenang cepat. Ikan ini memakan ikan kecil,

krustacea, pelagis dan epipelagis moluska. Ikan tuna madidihang adalah

makanan laut di seluruh dunia dan ancaman overfishing. Ikan ini enak

Page 47: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

31

untuk dimakan. Tuna madidihang merupakan ikan komersial terpenting

kedua dari beberapa jenis tuna. Kapasitas maksimum isi perut pada tuna

madidihang dapat mencapai 7% dari berat tubuhnya. Ikan tuna

madidihang setiap harinya dapat mencerna makanannya 15% dari berat

tubuhnya. Ikan tuna madidihang yang mendiami daerah pantai biasanya

memakan gerombolan ikan hidup, sehingga ikan jenis ini dapat bersifat

kanibal pada saat dewasa (Nakamura, 1991).

F. Dimensi Teknologi Penangkapan

Pengelolaan perikanan khususnya kegiatan produksi perikanan

pada suatu wilayah perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain

ketersediaan stok, tingkat upaya penangkapan, serta faktor lain termasuk

mortalitas yang bersifat alamiah. Faktor-faktor produksi (tingkat upaya)

yang telah ada merupakan faktor yang pengaruhnya paling besar

(Monintja et al., 1995).

Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan

manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus

meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang

lebih baik. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan perlu

diarahkan agar dapat menunjang tujuan pembangunan perikanan. Adapun

syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan ikan haruslah dapat

menyediakan kesempatan kerja yang banyak, menjamin pendapatan yang

memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan, menjamin jumlah produksi

Page 48: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

32

yang tinggi untuk menyediakan protein, mendapatkan jenis ikan komoditi

ekspor atau jenis ikan yang biasa di ekspor serta tidak merusak

kelestarian ikan (Dahuri, 2006).

Adapun dalam penelitian ini, untuk dimensi teknologi penangkapan

digunakan 6 (enam) atribut yang mengacu pada penilaian indikator

pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan yang telah

dimodifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia (KKP RI), World Wild Fund (WWF) Indonesia, dan Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB)

pada tahun 2012. Keenam atribut tersebut yaitu kapasitas mesin,

modifikasi alat penangkapan, penangkapan ikan yang ramah lingkungan,

teknik penangkapan, dan tempat pendaratan

1. Kapasitas mesin

Atribut pertama yang dianalisis dalam dimensi teknologi

penangkapan adalah kapasitas mesin atau biasa disebut dengan

kekuatan mesin. Atribut ini digunakan untuk mengukur sejauh mana

efisiensi alat tangkap yang digunakan di lokasi penelitian. Kapasitas mesin

ini merupakan salah satu variabel input dalam pengelolaan perikanan

yang dapat dijadikan instrumen pengendalian kapasitas (Hamdan, 2007).

Aktivitas penangkapan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo masih tergolong tradisional, sehingga untuk mengoperasikan

Page 49: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

33

alat tangkap handline, para nelayan menggunakan perahu kayu dengan

kekuatan mesin (PK) dan jumlah hari dalam 1 trip penangkapan yang

relatif singkat (one day fishing). Atribut kapasitas mesin ini merupakan

atribut tambahan dalam dimensi teknologi penangkapan, sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi aktual di lokasi penelitian.

2. Modifikasi alat penangkapan

Modifikasi alat penangkapan ikan didefinisikan sebagai

penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai dengan peraturan yang dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan. Penentuan

indikator ini dilakukan karena modifikasi alat tangkap dan alat bantu yang

tidak sesuai dengan peraturan akan memberikan dampak langsung

terhadap kelestarian sumberdaya ikan. Umumnya alat tangkap yang

dimodifikasi tanpa memperhatikan peraturan atau panduan yang telah

ditetapkan pemerintah akan berpotensi mengancam kelestarian. Sebagai

contoh: modifikasi dari alat tangkap trawl yang secara jelas dilarang

penggunaannya di hampir seluruh perairan di Indonesia.

Trawl ini dimodifikasi menjadi alat tangkap tertentu dengan ukuran

yang relatif sedikit lebih kecil dan diberi nama yang berbeda, walaupun

fungsi dan bentuk dasarnya relatif sama, yakni menjadi dogol, arad,

cantrang, dan lampara dasar.

Page 50: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

34

3. Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan

(sustainable fisheries capture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan

perikanan yang bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian

sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan

yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan,

daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana

perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible

Fisheries (CCRF).

FAO (1995) menjelaskan bahwa penangkapan ikan ramah

lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat

negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut tidak

merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap biodiversity,

target resources dan non target resources. Selain itu, Monintja (2001)

mengemukakan bahwa terdapat 9 (sembilan) kriteria suatu alat tangkap

dikatakan ramah terhadap lingkungan yang sesuai dengan standar CCRF

diantaranya: (1) Mempunyai selektifitas yang tinggi, (2) Tidak merusak

habitat, (3) Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi, (4) Tidak

membahayakan nelayan, (5) Produksi tidak membahayakan konsumen,

(6) By-catch rendah, (7) Dampak ke biodiversty rendah, (8) Tidak

membahayakan ikan-ikan yang dilindungi, (9) Dapat diterima secara

sosial.

Page 51: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

35

Handline (pancing ulur) merupakan alat penangkapan ikan yang

mempunyai prinsip penangkapan dengan memancing ikan target

sehingga terkait dengan mata pancing yang dirangkai dengan tali

menggunakan atau tanpa umpan. Desain dan konstruksi pancing

disesuaikan dengan target ikan tangkapan yang dikehendaki, sehingga

terdapat berbagai bentuk dan ukuran pancing serta sarana apung maupun

alat bantu penangkapan ikan yang digunakan. Menurut International

Standard Statistical Classification on Fishing Gear (ISSCFG) yang

dikeluarkan oleh FAO (Nedelec et al., 1990) handline adalah alat tangkap

yang paling selektif dan ramah terhadap lingkungan, telah memenuhi kriteria

persyaratan sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan.

4. Teknik penangkapan

Teknik penangkapan tuna madidihang oleh nelayan setempat

dengan menggunakan pancing ulur (handline) telah lama dioperasikan

khususnya di perairan Teluk Tomini Kabupaten Boalemo. Alasan para

nelayan menggunakan pancing ulur sebagai alat tangkap tuna adalah alat

pancing ini paling sederhana karena hanya terdiri dari tali pancing, mata

pancing, dan umpan. Penangkapan dilakukan di area rumpon pada saat

ikan tuna berada pada kedalaman 100 meter, atau dengan memotong

jalur pergerakan lumba-lumba yang biasa bergerombol dengan tuna untuk

mencari makan (Habibi et al., 2011).

Page 52: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

36

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin panjang

tali pancing ulur yang digunakan dalam aktivitas penangkapan, maka

semakin banyak hasil tangkap tuna dalam jumlah ekor dan berat (kg).

Keadaan ini disebabkan sifat ikan-ikan tuna yang masih kecil (<5 kg) biasa

berdiam di lapisan perairan lebih dekat permukaan laut atau ikut bersama

gerombolan ikan cakalang dan tongkol, ikan madidihang berukuran

sedang berdiam pada kedalaman 50 sampai 100 meter dan ikan yang

berukuran besar tertangkap pada perairan yang lebih dalam lagi (Bandjar

et al., 1994).

Teknik penangkapan dengan menggunakan alat bantu

penangkapan seperti penggunaan rumpon yang berlebihan dengan jarak

yang sangat berdekatan, akan mengganggu pola ruaya atau migrasi ikan,

sehingga siklus hidup sumberdaya ikan akan terhalangi atau terpotong,

yang pada akhirnya menyebabkan sumberdaya ikan akan menipis

(depletion) dan bahkan bisa habis atau punah.

Lemahnya penegakan hukum bagi pelaku penangkapan ikan yang

memodifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapannya

serta ditambah lagi minimnya pengetahuan dan kesadaran konsumen

mengenai ukuran yang layak diperdagangkan atau dikonsumsi,

mengakibatkan perkembangannya semakin sulit dikendalikan, sehingga

hal tersebut tentu saja akan dapat menghambat terwujudnya perikanan

yang berkelanjutan dan lestari (Nur, 2011).

Page 53: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

37

5. Tempat pendaratan

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau biasa disebut Tempat

Pendaratan Ikan (TPI) adalah tempat bertambat dan berlabuhnya perahu

atau kapal perikanan, tempat pendaratan hasil perikanan dan merupakan

lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan

dan daratan, dalam rangka memberikan pelayanan umum dan jasa untuk

memperlancar kegiatan perahu atau kapal perikanan dan usaha perikanan

(Ditjen. Perikanan, 1997).

TPI/PPI berperan sebagai tempat pendaratan dan penanganan

hasil tangkapan, tempat penimbangan, pelelangan dan pengepakan hasil

tangkapan. Menurut Wiyono (2005), pelabuhan perikanan berguna

sebagai sarana penunjang peningkatan produksi, dengan fungsi yang

meliputi berbagai aspek, yaitu:

1. Sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan

2. Tempat berlabuh armada perikanan

3. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan dan masukan dari daerah

lain

4. Tempat untuk memperlancar kegiatan armada perikanan

5. Pusat pemasaran dan ditribusi ikan hasil tangkapan

6. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan

7. Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengambilan data.

Page 54: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

38

G. Dimensi Kelembagaan

Atribut kelembagan merupakan ukuran seberapa tepat kebutuhan

finansial teralokasikan, serta seberapa baik kapasitas administrasi dan

organisasi dalam jangka waktu yang panjang. Kedua hal tersebut

merupakan prasyarat bagi terwujudnya keberlanjutan pada dimensi

lainnya, dimana atribut ini diarahkan untuk mengukur kemampuan

manajemen dan kemampuan penegakan aturan (Charles, 2001).

Keberlanjutan kelembagaan adalah suatu kondisi dimana semua

pranata kelembagaan (institutional arrangements) yang terkait dengan

sistem perikanan tangkap (seperti pelabuhan perikanan, pemasok sarana

produksi, pengolah dan pemasar hasil tangkapan, dan lembaga

keuangan) dapat berfungsi secara baik dan benar serta berkelanjutan.

Pengambilan kebijakan terhadap pengelolaan sumberdaya, dengan

prinsip keberpihakan terhadap masyarakat (nelayan) adalah hal yang

utama.

Pengaturan dan pengalokasian sumber daya secara efisien dan

merata akan sangat menentukan keberhasilan program (Dahuri, 2007).

Upaya untuk meningkatkan status keberlanjutan secara keseluruhan tidak

akan dicapai tanpa memberi perhatian pada pemeliharaan dan

peningkatan kebutuhan finansial, serta kapasitas administrasi dan

organisasi dalam jangka panjang. Namun demikian aspek ini seringkali

diabaikan dan lebih berfokus pada aspek biologi, sosial dan ekonomi

(Charles et al., 2002).

Page 55: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

39

Dalam kenyataannya, wilayah pesisir menyimpan permasalahan

kelembagaan yang rumit, yaitu masalah konflik pemanfaatan dan

kewenangan, serta masalah ketidakpastian hukum (Bappenas, 2004).

Secara tradisional, sudah menjadi pola umum bahwa dari mana nelayan

memperoleh pinjaman modal usahanya ke situ pula hasil tangkapan

dipasarkan. Lagipula, standar harga yang berubah-ubah ditentukan oleh

pihak pengusaha atau pemberi modal. Kondisi utang yang besar

mempengaruhi standar harga komoditas yang rendah, demikian

sebaliknya.

Hal ini menunjukkan bahwa nelayan lokal tradisional pada

umumnya masih selalu berada pada posisi tawar (bargaining position)

yang lemah, dan ini merupakan salah satu faktor kemiskinan kebanyakan

nelayan di dunia ketiga, termasuk Indonesia (Lampe, 2009). Meskipun

situasi dan kondisi seperti ini disadari masyarakat bahari khususnya

nelayan, namun peminjaman dan berhutang sudah dipahaminya sebagai

mekanisme pemecahan masalah untuk bertahan hidup.

Dalam dimensi kelembagaan, digunakan delapan (8) atribut,

diantaranya:

1. Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP)

Status sumberdaya ikan di beberapa WPP menurut penelitian

Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) di tahun 2007 sudah berada

dalam kondisi overfishing. Kondisi tersebut dipicu oleh kegiatan

Page 56: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

40

penangkapan berlebih, praktek illegal fishing dan penggunaan alat

tangkap terlarang yang kesemuanya mengancam keberlanjutan

sumberdaya perikanan. Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 yang telah

disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang

perikanan merupakan jaminan bagi pemerintah dalam melakukan tata

kelola perikanan dengan baik.

Hal ini diperkuat juga dengan Undang-undang Nomor 32 tahun

2004 tentang pemerintah daerah, menginsyaratkan bahwa dibutuhkan

adanya sinergisitas dan keterpaduan dalam pengelolaan antara

pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengatasi ancaman degradasi

sumberdaya perikanan.

Pengelolaan perikanan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah

perikanan yang bertanggungjawab akan membawa perikanan pada titik

kritis yang mengancam keberlanjutan pasokan pangan nasional dan

internasional serta keberlanjutan stok sumberdaya ikan. Untuk itu

dibutuhkan adanya perencanaan yang matang, tepat dan didukung

dengan mekanisme kelembagaan yang benar agar pengelolaan perikanan

berjalan sejalan dengan prinsip perikanan berkelanjutan.

2. Jumlah peraturan pengelolaan perikanan

Jumlah peraturan merupakan salah satu atribut yang dinilai dalam

keberlanjutan dimensi kelembagaan. Pada dasarnya semakin banyak

Page 57: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

41

aturan yang dikeluarkan dalam pengelolaan perikanan tuna madidihang,

semakin baik untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan dan

tentunya aturan tersebut harus jelas dan tidak tumpang tindih. Jumlah

peraturan pengelolaan perikanan ini merupakan atribut tambahan dalam

dimensi kelembagaan, yang sebelumnya pernah digunakan oleh Ali, dkk

(2011) Aturan yang dikeluarkan terkait dengan pengelolaan perikanan

tuna madidihang masih sangat terbatas sehingga dirasa perlu

ditambahkan atribut jumlah peraturan pengelolaan perikanan ini.

3. Partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP

Salah satu penilaian indikator keberlanjutan dimensi kelembagaan

dalam pengelolaan perikanan tuna madidihang adalah partisipasi

pemangku kepentingan dalam penyusunan RPP ikan tuna madidihang di

Teluk Tomini. Partisipasi pemangku kepentingan dalam penyusunan RPP

ini melibatkan berbagai pihak yang terkait secara langsung dalam

pengelolaan perikanan. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan

perikanan dapat berupa instansi pemerintah, lembaga/organisasi

masyarakat dan per orangan. Kapasitas pemangku kepentingan

menentukan pengelolaan perikanan mulai dari aspek perencanaan,

pemanfaatan dan pengawasan.

Pemangku perikanan (stakeholder) juga dapat berasal dari para

nelayan dan tokoh nelayan, pengusaha loin tuna, pengolah ikan tuna

madidihang, birokrasi pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah daerah,

Page 58: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

42

KKP Pusat, DKP Provinsi, DKP Kabupaten dan Kota yang terlibat dalam

pemanfaatan sumberdaya ikan tuna madidihang, Perguruan Tinggi,

Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), dan organisasi masyarakat pesisir.

4. Konflik kebijakan pengelolaan perikanan

Atribut Konflik kebijakan antar instansi dalam pengelolaan

perikanan juga menjadi indikator keberlanjutan dimensi kelembagaan.

Kebijakan pengelolaan perikanan tuna madidihang diharapkan saling

mendukung dengan kebijakan lain, salah satu contohnya adalah

kebijakan pembinaan teknis oleh Dinas Perikanan dan Kelautan sudah

dilakukan seperti dalam kegiatan penangkapan dan didukung oleh

kebijakan permodalan oleh Dinas Koperasi dan lembaga keuangan seperti

perbankan sehingga nelayan memperoleh modal dalam aktivitas

penangkapannya (PKSPL, 2012).

5. Kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan

Pada prinsipnya, terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu

kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) dan kelembagaan

sebagai organisasi (Pakpahan, 1989). Menurut Brinkerkoff dan Goldsmitth

(1990) kelembagaan atau institusi merupakan aturan atau prosedur yang

mengarah pada bagaimana masyarakat bertindak dan peranan organisasi

yang telah mendapatkan status tertentu atau legitimasi.

Page 59: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

43

Kelembagaan sebagai aturan main menurut Schmid (1972) dalam

Pakpahan (1990) adalah suatu himpunan hubungan yang tertata di antara

orang-orang dengan mendefinisikan hak-haknya, pengaruhnya terhadap

hak orang lain, dan tanggung jawab.

6. Lembaga pelaksana pengelola perikanan

Selanjutnya atribut lembaga pelaksana pengelola perikanan

merupakan salah satu atribut dalam keberlanjutan dimensi kelembagaan.

Lembaga pelaksana pengelola perikanan tuna madidihang selain pada

tingkat provinsi dan kabupaten, diharapkan ada pula lembaga pelaksana

pengelola pada tingkat kecamatan atau desa agar perencanaan,

pemanfaatan dan pengawasan dalam pengelolaan perikanan dapat

dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

7. Ketersediaan sarana dan sumberdaya manusia (SDM) dalam penegakan peraturan perikanan

Ketersediaan sarana dan SDM dalam pengelolaan perikanan

merupakan atribut yang dinilai dalam keberlanjutan dimensi kelembagaan.

Ketersediaan SDM dan sarana prasarana dalam penegakan peraturan

diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal. Keberadaan unsur

penegakan hukum di perairan Teluk Tomini Kabupaten Boalemo seperti

pengawas perikanan, POLAIRUD, dan TNI-AL diupayakan dapat berjalan

optimal dengan didukung oleh sistem koordinasi yang baik antar lembaga

penegak hukum.

Page 60: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

44

8. Keberadaaan otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan

Atribut yang menjadi salah satu indikator keberlanjutan dalam

dimensi kelembagaan adalah atribut keberadaan otoritas tunggal dalam

pengelolaan perikanan. Atribut otoritas pengelolaan perikanan tuna

madidihang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya single othority

dalam hal perencanaan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan

perikanan. Keberadaan otoritas ini biasanya berada dibawah kendali

pemerintah (KKP, DKP Provinsi atau DKP Kabupaten) namun tetap

melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemangku kepentingan.

Keberadaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas

Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi maupun Kabupaten sebagai

otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan sangat tepat jika digunakan

dengan cara yang benar dan bertanggungjawab karena kewenangannya

dalam mengatur dan mengontrol sangat besar.

H. Metode RAPFISH (Rapid Appraissal for Fisheries)

Menurut Hermawan (2006), permasalahan pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya perikanan mencakup interaksi komponen

sumberdaya alam (ikan) dan sumberdaya manusia (nelayan) sebagai

stakeholder utama dalam mengendalikan ekologi perikanan. Perilaku

nelayan sangat berkait dengan alat tangkap dan kapal (aspek teknologi);

aspek pasar, aspek manajemen, aspek biologi serta upaya pemulihan

kembali sumberdaya.

Page 61: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

45

Pitcher et al. (2001) berpendapat bahwa keberlanjutan perikanan

untuk semua aspeknya, dievaluasi untuk mengetahui statusnya pada

suatu periode waktu tertentu. Selanjutnya berdasarkan statusnya,

pengambilan keputusan dan/atau kebijakan untuk mempertahankan

dan/atau mengembangkan status dimaksud dapat secara objektif

dilakukan yaitu dengan cara perbaikan keadaan dari atribut-atribut

keberlanjutan perikanan tersebut.

Menurut Hamdan (2007), keberlanjutan (suistainability) merupakan

kunci kebijakan yang dibutuhkan untuk perikanan di seluruh dunia.

Sampai saat ini masih sulit untuk menghitung perikanan berkelanjutan,

khususnya ketika dihubungkan informasi dari aspek biologi sumberdaya

ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan, dan kelembagaan.

Teknik RAPFISH adalah suatu metode disiplin terkini yang digunakan

untuk mengevaluasi perbandingan perikanan berkelanjutan berdasarkan

jumlah atribut yang banyak tetapi mudah dinilai. Hasil statusnya

menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang disajikan dalam

bentuk skala 0 sampai 100%.

Metode RAPFISH adalah teknik terbaru yang dikembangkan oleh

University of British Columbia Canada, yang merupakan analisis untuk

mengevaluasi sustainability dari perikanan secara multidisipliner.

RAPFISH didasarkan pada teknik ordinasi yaitu menempatkan sesuatu

pada urutan atribut yang terukur dengan menggunakan Multi-Dimensional

Scaling (MDS) (Nababan et al., 2007).

Page 62: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

46

Untuk memenuhi kriteria data yang relevan dengan pendekatan

aplikasi RAPFISH, maka kegiatan pengumpulan data dilakukan sebagai

berikut:

1. Pengumpulan laporan terkait atau publikasi ilmiah,

2. Pengumpulan data yang sama dari sumber berbeda (klarifikasi

pemutakhiran data),

3. Verifikasi lapangan untuk observasi langsung dan wawancara

konfirmasi (dengan nelayan, pengolah, atau informan kunci lainnya)

dalam rangka meningkatkan akurasi data,

4. Penyiapan kuesioner yang terkait langsung dengan atribut

RAPFISH (Nababan et al., 2007).

Metode RAPFISH pernah digunakan oleh Hidayanto et al. (2009)

untuk mengetahui Analisis Keberlanjutan Perkebunan Kakao Rakyat Di

Kawasan Perbatasan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi

Kalimantan Timur dengan menggunakan lima dimensi yaitu dimensi

ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi infrastruktur

dan teknologi, dan dimensi hukum dan kelembagaan.

Selain itu, penelitian terbaru tentang RAPFISH dilakukan oleh Ali et

al. (2012) untuk melihat status keberlanjutan pengelolaan perikanan ikan

terbang (Hyrundicthys oxycephalus) melalui pendekatan ekosistem di

wilayah selat Makassar dengan menggunakan enam dimensi yaitu

dimensi biologi, dimensi habitat dan ekosistem, dimensi penangkapan,

dimensi sosial, dimensi ekonomi, dan dimensi kelembagaan.

Page 63: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

47

I. Penentuan Status Keberlanjutan

Alder et al. (2000) menyatakan bahwa keberlanjutan telah menjadi

kebijakan kunci yang dibutuhkan dalam seluruh kegiatan perikanan.

Namun demikian evaluasi terhadap keberlanjutan yang membutuhkan

integrasi aspek ekologi dengan aspek sosial dan ekonomi masih sulit

dilakukan. RAPFISH merupakan teknik multidisiplin untuk menentukan

keberlanjutan secara cepat dalam rangka mengevaluasi keberlanjutan

suatu kegiatan perikanan berdasarkan sejumlah atribut yang mudah

diberikan nilai skor. Ordinasi sejumlah atribut dilakukan dengan

menggunakan multi-dimensional scaling (MDS) yang diikuti dengan

scaling dan rotasi.

Teknik RAPFISH berguna untuk membandingkan status perikanan

dan mengevaluasi potensi dampak dari kebijakan. Teknik ini melingkupi

dan mensistematisasi cakupan evaluasi yang lebih luas dibandingkan

dengan pengkajian stok secara konvensional. Teknik ini dapat

merefleksikan pilihan kebijakan yang realistis beserta trade off yang harus

dilakukan bagi tuntutan kondisi ekonomi, sosial, etika, dan ekologi yang

ada. Konsekuensi dari adopsi kebijakan yang dapat menaikkan skor

dibuat secara eksplisit. Keseluruhan proses pemberian skor dilakukan

secara transparan dan bergantung pada asumsi yang sudah jelas tentang

apa yang dianggap baik atau buruk, dimana asumsi tentang baik atau

buruk dapat dimodifikasi bila dianggap tidak sesuai dengan kasus yang

Page 64: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

48

dikaji serta anomali pada skor dapat diperbaiki bila terdapat informasi baru

yang lebih akurat (Pitcher et al., 2001).

RAPFISH adalah sebuah teknik multidisiplin berdasarkan statistik

multivariat untuk menganalisis keberlanjutan perikanan (Alder et al.,

2000). Status keberlanjutan merupakan alat untuk membantu manajer,

ilmuwan, nelayan dan masyarakat memvisualisasikan kondisi lingkungan

perairan dan perikanan saat ini serta membantu untuk mendiskusikan isu–

isu pengelolaan yang berkembang (Charles et al., 2002). Status ini

memiliki peran penting dalam monitoring, pengkajian serta pemahaman

kondisi ekosistem, dampak kegiatan manusia, serta efektifitas kebijakan

mencapai tujuan pengelolaan (Rice et al., 2005).

Penyusunan indikator keberlanjutan saat ini lebih berfokus pada

tingkatan makro (macro-indicator) yaitu nasional dan internasional

sehingga diperlukan pengembangan yang intensif pada tingkatan mikro

(micro-indicator) yaitu regional, lokal, komunitas dimana sebuah kegiatan

berlangsung dengan ciri khas masing-masing. Hal ini mengimplikasikan

perlunya perpaduan antara analisis kondisi lokal-spesifik dengan analisis

kondisi yang berlaku umum dalam sistem perikanan (Charles, 2001).

J. Metode Proses Hirarki Analitik (PHA)

Proses Hierarki Analitik (PHA) adalah salah satu metode Multy

Criteria Multy Decision (MCDM) yang dikembangkan oleh Saaty (1993),

merupakan suatu model pendukung keputusan dan sangat populer

Page 65: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

49

digunakan dalam perencanaan lahan, terutama dalam pengalokasian

penggunaan lahan. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan

masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu

hirarki.

Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah

permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana

level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria,

dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Kelebihan

dari teknik ini adalah kemampuan untuk memandang masalah dalam

suatu kerangka yang terorganisir tetapi kompleks, yang memungkinkan

adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor, namun tetap

memungkinkan kita untuk memikirkan faktor-faktor tersebut secara

sederhana (Saaty, 1993).

Metode PHA merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor–

faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. PHA menggabungkan

penilaian–penilaian dan nilai–nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis

(Pariakan, 2012). Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat

diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi

suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur

dan sistematis.

Page 66: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

50

Saaty (1993) mengemukakan bahwa AHP sering digunakan

sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain

karena alasan-alasan sebagai berikut :

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang

dipilih, sampai pada sub kriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi

inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh

pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas

pengambilan keputusan.

Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka

dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan

suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan

dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah

terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen.

Adapun skala perbandingan secara berpasangan dapat dilihat pada Tabel

1.

Page 67: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

51

Tabel 1. Skala perbandingan secara berpasangan

Sumber: Saaty (1993)

Tingkat Kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2, 4, 6, 8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangaan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Page 68: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

52

Untuk definisi kode 1, menunjukkan bahwa antara kedua faktor,

sasaran maupun alternatif yang ditawarkan sama pentingnya (equal

importance), definisi kode 3, menunjukkan faktor, sasaran maupun

alternatif (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibandingkan

dengan alternatif, sasaran maupun faktor (B), definisi kode 5,

menunjukkan faktor, sasaran, maupun alternatif (A) lebih penting (strong

importance) jika dibandingkan dengan faktor, sasaran, maupun alternatif

(B).

Definisi kode 7, menunjukkan faktor, sasaran maupun alternatif (A)

sangat lebih penting (very strong importance) jika dibandingkan dengan

faktor, sasaran, alternatif (B), sedangkan definisi kode 9 menunjukkan

faktor, sasaran, alternatif (A) mutlak lebih penting (extreme importance)

dibandingkan faktor, sasaran, alternatif (B). Kemudian apabila jawaban

yang diperoleh tersebut masih ragu-ragu antara dua skala maka dapat di

ambil nilai tengahnya, misalkan ragu-ragu antara nilai 3 dan 5 maka dapat

dipilih skala 4 dan seterusnya.

Penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap

secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor

yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga

dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data sebagai berikut

(Saaty, 1993):

Page 69: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

53

1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan

menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan

dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar

yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang

relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

2. Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum,

dilanjutkan dengan sub-tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-

alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap

elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat

diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam

PHA berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden

yang dianggap sebagai “key person“. Mereka dapat terdiri atas: (a)

pengambil keputusan; (b) para pakar; (b) orang yang terlibat dan

memahami permasalahan yang dihadapi.

4. Matriks pendapat individu, formulasinya dilakukan melalui perangkat

lunak Expert Choice 9.5, dalam hal ini mencerminkan nilai

kepentingan.

5. Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi

pendapat cukup tinggi (>0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah

revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi

penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya

penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.

Page 70: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan kurang lebih 3 bulan, yaitu dari bulan Maret

hingga Mei 2013. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, studi

pustaka, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan

penulisan hasil penelitian. Adapun penentuan lokasi dilakukan

berdasarkan pertimbangan lokasi geografis wilayah utama penangkapan

ikan jenis tuna madidihang (Thunnus albacares).

Kegiatan perikanan tangkap di wilayah Teluk Tomini sejauh ini

berada pada daerah penangkapan (fishing ground) yang jaraknya relatif

dekat dari garis pantai dengan trip penangkapan yang relatif pendek.

Fishing base yang digunakan selama penelitian adalah pangkalan nelayan

di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang berada di Desa Pentadu Timur,

Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo dengan posisi 122°21'24,1"

Bujur Timur (BT) dan 00°30'35,7" Lintang Utara (LU). Adapun peta lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 71: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

55

Gambar 4. Peta lokasi penelitian

B. Metode Pengumpulan Data

Secara umum, data yang dikumpulkan adalah data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui survei

(observasi dan wawancara). Wawancara merupakan teknik pengumpulan

data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan

maupun tulisan kepada subjek penelitian (Sekaran, 2006). Dalam

penelitian ini, pertanyaan peneliti dan jawaban responden dalam

penelitian ini dikemukakan secara tertulis melalui suatu kuesioner.

Kuesioner yang diajukan kepada responden dengan menggunakan

daftar pertanyaan yang sifatnya tertutup (close question), yaitu jawaban

kuesioner telah tersedia dan responden tinggal memilih beberapa

Page 72: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

56

alternatif dari pilihan jawaban yang telah disediakan. Kuesioner ini

ditanyakan langsung oleh peneliti kepada responden. Melalui hasil

kuesioner dapat diketahui informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini

berupa pilihan alternatif kebijakan dan prioritas-prioritas yang diperlukan

untuk pengelolaan perikanan.

Adapun distribusi responden pada penelitian ini dilakukan melalui

pendekatan purposive sampling, yakni dengan menghubungi dan

mewawancarai responden yang dianggap memiliki informasi dan

pengetahuan yang luas tentang aktivitas penangkapan dan

perkembangan hasil produksi di perairan Teluk Tomini. Responden terdiri

atas 6 (enam) pakar pengelolaan perikanan tuna madidihang, 4 (empat)

staf Dinas Kelautan dan Perikanan, 9 (sembilan) nelayan dan tokoh

nelayan.

Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang tidak dapat

diperoleh dari data primer sehingga perlu studi kepustakaan (desk study).

Teknik pengumpulan data dengan desk study dilakukan untuk

mengumpulkan data ataupun informasi awal dan lanjutan yang berkaitan

dengan studi, untuk memperkaya kerangka konsepsional dan desain

metodologi serta referensi pada saat penyusunan laporan akhir studi.

Teknik desk study merupakan salah satu upaya untuk mempelajari

informasi, data dan laporan yang mempunyai relevansi dengan tujuan

penelitian. Penggalian data dan informasi dalam teknik ini terbagi atas

penelusuran melalui internet dan penelusuran langsung pada lembaga

Page 73: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

57

dan instansi terkait pengelolaan perikanan tuna madidihang seperti

Kementerian Kelautan dan Perikanan, institusi penelitian perikanan,

universitas, Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat I dan Tingkat II,

organisasi nelayan, serta instansi lain yang terkait dengan kajian ini baik

instansi pemerintah maupun non pemerintah. Selain itu, data sekunder

serta informasi aktual lainnya dikumpulkan melalui survei yang dilakukan

dengan cara menghimpun informasi secara langsung kepada responden

dengan metode wawancara.

Untuk memenuhi kriteria data yang relevan dengan pendekatan

RAPFISH, maka kegiatan pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Pengumpulan laporan terkait atau publikasi ilmiah

2. Pengumpulan data yang sama dari sumber berbeda (klarifikasi

kemutakhiran data)

3. Verifikasi lapang untuk observasi langsung dan wawancara

konfirmasi dengan nelayan, pengolah, atau informan kunci lainnya

dalam rangka meningkatkan akurasi data.

4. Penyiapan kuesioner yang terkait langsung dengan atribut

RAPFISH.

Page 74: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

58

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan penelitian, peubah yang

digunakan, sumber data, metode analisis yang digunakan serta output

yang diharapkan. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan tersaji pada

Tabel 2.

Tabel 2. Prosedur penelitian

No. Tahapan Peubah Analisis Data Output

1. Identifikasi kondisi atribut

Atribut dimensi biologi, kelembagaan, dan teknologi penangkapan

- Deskriptif - M. Excel 2003

Tabel dan skoring dari tiap atribut

2.

Analisis atribut pada dimensi biologi

- Pengukuran panjang cagak (fork length)

- Pengukuran berat total ikan

- Deskriptif - Pengukuran

langsung - M. Excel 2007

Diagram persentase hasil tangkapan menurut ukuran panjang cagak

Tabel interval kelas dan persentase bobot ikan yang tertangkap

3. Analisis indeks keberlanjutan

Dimensi biologi, teknologi penangkapan, dan kelembagaan

- RAPFISH - Analisis

sensitivitas - Analisis status

Monte Carlo

- Sensitive attribute

- Ordinasi dan Monte Carlo

- Kite diagram

4.

Analisis status keberlanjutan multidimensi

Status keberlanjutan multidimensi

- Program bobot dimensi

- Skala perbandingan

- Kite diagram - Prioritas

pengelolaan

Page 75: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

59

D. Analisis Data

Menurut Pitcher et al. (2001), penelitian di bidang perikanan sangat

kompleks atau bersifat multidisiplin, sehingga penilaian terhadap

kelestarian atau keberlanjutan sumberdaya perikanan tidak dipetakan

pada kriteria tunggal, tetapi menyangkut berbagai aspek (multidimensi).

Berdasarkan kondisi permasalahan tersebut, maka penelitian ini

didasarkan pada analisis multivariate. Salah satu aplikasi multivariate

sederhana adalah Multi Dimensional scalling (MDS). Aplikasi MDS untuk

analisis multivariate dalam sektor perikanan telah dibuktikan oleh Alder et

al. (2000) dan hasilnya sangat memuaskan.

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada teknik Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries

Sustainability) yang dikembangkan oleh Fisheries Center University of

British Columbia (Kavanagh, 2001) yang telah digunakan oleh Nur (2011);

Thamrin et al. (2007); dan Mamuaya (2008).

Rapfish akan menghasilkan gambaran yang jelas dan

komprehensif mengenai kondisi sumberdaya perikanan, khususnya

perikanan di daerah penelitian, sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan

untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan

perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sebagaimana

disyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO,

1995) yang diacu dalam Hermawan (2006) mengikuti struktur pada

Gambar 5.

Page 76: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

60

Secara detail, prosedur analisis dengan teknik RAPFISH akan

melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Analisis terhadap data perikanan.

2. Analisis data pengamatan lapangan dan studi literatur.

3. Melakukan skoring aspek keberlanjutan perikanan.

4. Melakukan analisis Multi-Dimensional Scaling (MDS) dengan

menggunakan program Microsoft Excel untuk menentukan ordinasi

dan nilai stress.

5. Melakukan rotasi untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi

bad dan good.

6. Melakukan analisis sensitivitas (leverage analysis) dan Monte Carlo

analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.

Adapun proses/tahapan aplikasi RAPFISH pada pengelolaan

perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo dapat

dilihat pada Gambar 5.

Page 77: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

61

Gambar 5. Proses/tahapan aplikasi RAPFISH pada pengelolaan perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo

Di dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan dengan

mengacu pada prosedur RAPFISH yaitu: (1) Penentuan atribut; (2)

Analisis sensitifitas; (3) Status keberlanjutan dimensi pengelolaan; (4)

Status keberlanjutan multidimensi.

Mulai

Review atribut dalam beberapa kategori dan

kriteria

Identifikasi dan pendefinisian perikanan berdasarkan kriteria yang ditentukan

Penyusunan nilai skor dan nilai tengah, bad dan good

Ordinasi MDS untuk tiap atribut, rotasi plot ordinasi bad dan good

dalam garis horizontal

Simulasi Monte Carlo untuk mengecek akurasi data

Analisis leverage untuk mengidentifikasi

atribut yang menjadi faktor pengungkit

Penilaian Keberlanjutan

Page 78: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

62

1) Penentuan atribut keberlanjutan

Charles (2001) menyatakan bahwa tantangan terbesar dalam

praktek penilaian status keberlanjutan dari sebuah sistem yang akan dikaji

adalah bagaimana menyiapkan indikator atau atribut keberlanjutan yang

sesuai dengan kebutuhan. Kriteria umum penentuan atribut setiap dimensi

adalah dari kemudahannya untuk diberi skor secara objektif, serta

memiliki titik ekstrim keberlanjutan yang dapat dinyatakan secara

sederhana sebagai baik atau buruk. Atribut yang dipilih dalam satu

dimensi harus merefleksikan keberlanjutan dari dimensi tersebut serta

dapat dimodifikasi dengan atribut lain jika informasinya telah tersedia.

Dengan demikian dibutuhkan informasi substansial, survei yang

independen, serta model kompleks untuk estimasi titik referensi yang

merepresentasikan pengelolaan yang obyektif untuk perikanan tangkap

(Pitcher et al., 2001).

Paradigma pembangunan perikanan dalam perkembangannya

telah mengalami evolusi dari paradigma konservasi yang menekankan

aspek biologi ke paradigma rasionalisasi yang menenkankan aspek

ekonomi, dan selanjutnya berubah ke paradigma yang memberi

penekanan pada aspek sosial atau komunitas. Dalam konteks

pembangunan berkelanjutan pada sektor perikanan ketiga paradigma

tersebut di atas tetap relevan untuk digunakan dengan cara

mengakomodasikan berbagai aspek paradigma tersebut dalam

pengelolaan yang diterapkan (Charles, 2001).

Page 79: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

63

Analisis keberlanjutan dengan teknik RAPFISH ini dimulai dengan

mereview, mengidentifikasi dan mendefinisikan atribut perikanan yang

digunakan (Tabel 2 sampai dengan Tabel 5). Kriteria umum penentuan

atribut setiap dimensi adalah kemudahan untuk diberi skor secara objektif,

serta titik ekstrim keberlanjutannya dapat dinyatakan secara sederhana

sebagai baik atau buruk. Atribut yang dipilih harus merefleksikan

keberlanjutan setiap dimensi dan dapat dimodifikasi dengan atribut lain

jika informasinya telah tersedia (Pitcher et al., 2001).

Dimensi dan atribut penelitian yang digunakan dalam penilaian

kriteria keberlanjutan perikanan tuna madidihang adalah modifikasi

manual modul Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM)

dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), World Wildlife Fund

(WWF) dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL)

Institut Pertanian Bogor (IPB) (2012), Nur (2011) dan pengamatan awal di

lokasi penelitian (Tabel 3 sampai dengan Tabel 5). Namun pada penelitian

ini hanya menggunakan tiga dimensi yaitu dimensi biologi, teknologi

penangkapan, dan kelembagaan untuk melihat pemanfaatan sumberdaya,

teknik penangkapan ikan dan aturan dalam pengelolaan perikanan,

sehingga mencapai pembangunan perikanan secara berkelanjutan.

Atribut yang digunakan pada dimensi biologi untuk jenis tuna

madidihang (Thunnus albacares) yaitu status eksploitasi, Catch Per Unit

Effort (CPUE), rata-rata ukuran panjang cagak ikan, berat ikan, range

collapse, dan proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap. Adapun

Page 80: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

64

atribut yang digunakan pada dimensi teknologi penangkapan yaitu

kapasitas mesin, modifikasi alat penangkapan, penangkapan ikan yang

ramah lingkungan, teknik penangkapan, dan tempat pendaratan.

Sedangkan atribut yang digunakan pada dimensi kelembagaan

yaitu partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP, keberadaan otoritas

tunggal dalam pengelolaan perikanan, konflik kebijakan pengelolaan

perikanan, jumlah peraturan, rencana pengelolaan perikanan,

ketersediaan sarana dan SDM dalam penegakan peraturan, kepatuhan

terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan, dan lembaga

pelaksana pengelola perikanan. Adapun indikator/atribut dalam analisis

RAPFISH untuk masing-masing dimensi yang dianalisis dapat dilihat pada

Tabel 3 sampai Tabel 5.

Page 81: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

65

Tabel 3. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk dimensi biologi.

No. Indikator /

Atribut Penjelasan

Metodologi Pengumpulan

data Kriteria dan Sumber

1. Status eksploitasi

Status pemanfaatan sumberdaya berdasarkan MSY (Maximum Suistanable Yield)

Data sekunder dan data primer

1 : Over exploited 2 : Fully exploited 3 : Moderate / non exploited (FAO, 1999; Hermawan, 2006; Nur, 2011; Ali et al., 2012)

2. CPUE Hasil tangkapan persatuan upaya (trip / kapal)

Data sekunder dan wawancara

1 : Penurunan CPUE >1000 kg/unit

2 : Penurunan CPUE 250-1000 kg/unit

3: Penurunan CPUE <250 kg/unit

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Boalemo, 2013)

3. Rata-rata ukuran panjang cagak ikan

Perubahan ukuran panjang ikan (FL)

Data primer

1 : < 77 Cm 2 : 77 - 100 Cm 3 : > 100 Cm (Collete et al., 1983; Itano, 2001; Marion et al., 2010)

4. Berat ikan Perubahan size Data primer

1 : Size < 20 kg 2 : Size 20 - 40 kg 3 : Size > 40 kg (Collete et al., 1983; Marion et al., 2010)

5. Range collapse SDI semakin jauh ditemukan

Survey dan wawancara

1 : Fishing ground sangat jauh 2 : Fishing ground jauh 3 : Fishing ground dekat (Penilaian indikator pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan)

6. Proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap

Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity).

Data primer dan wawancara

1 : Banyak sekali (> 60%)

2 : Banyak (30 - 60%)

3 : Sedikit (<30%) (Penilaian indikator pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan)

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Page 82: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

66

Tabel 4. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk dimensi teknologi penangkapan.

No. Indikator /

Atribut Penjelasan

Metodologi Pengumpulan

data Kriteria dan Sumber

1. Kapasitas mesin

Kemampuan mesin untuk menggerakkan perahu

Survey dan wawancara

1 : > 9 PK 2 : 7 - 9 PK 3 : < 7 PK (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Boalemo, 2013)

2. Modifikasi alat penangkapan

Perubahan alat tangkap untuk peningkatan kapasitas

Survey dan wawancara

1 : Ada perubahan untuk meningkatkan kapasitas alat

2 : Tidak ada perubahan perkapasitas alat

(Penilaian indikator pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan)

3.

Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Aktivitas penangkapan yang tidak merusak lingkungan

Survey dan wawancara

1 : Tidak ramah lingkungan 2 :Ramah lingkungan (Ali et al., 2012)

4. Teknik penangkapan

Pola penangkapan ikan

Survey dan wawancara

1 : Rumpon 2 : Berburu (tidak

menggunakan rumpon) (Nur, 2011; DKP Boalemo, 2013)

5. Tempat pendaratan

Lokasi pendaratan hasil tangkapan

Survey dan wawancara

1 : Kampung nelayan 2 : TPI Kecamatan (Ali et al., 2012)

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Page 83: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

67

Tabel 5. Indikator/atribut dalam analisis RAPFISH untuk dimensi kelembagaan.

No. Indikator /

Atribut Penjelasan

Metodologi Pengumpulan

data Kriteria dan Sumber

1.

Keberadaan otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan

Single otoritas akan meningkatkan efektifitas kelembagaan pengelolaan perikanan

Survey dan wawancara

1 : Tidak ada single otoritas 2 : Lebih dari satu otoritas 3 : Ada single otoritas

Nur (2011) Ali et al., (2012)

2.

Partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP

Tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP perikanan

Wawancara dan observasi

1 : Tidak ada 2 : Ada tapi tidak efektif 3 : Ada dan efektif (Ali et al., 2012)

3. Konflik kebijakan pengelolaan perikanan

Konflik kebijakan antar lembaga

Survey, wawancara, dan observasi

1 : Kebijakan yang saling bertentangan 2 : Kebijakan tidak saling mendukung 3 : Kebijakan saling mendukung (Ali et al., 2012)

4. Jumlah peraturan pengelolaan perikanan

Sejauh mana pertambahan aturan main

Wawancara dan observasi

1 : 0-1 peraturan 2 : 2-3 peraturan 3 : > 3 peraturan (Ali et al., 2012)

5. Rencana pengelolaan perikanan

Ada atau tidak ada RPP

Wawancara dan observasi

1 : Belum ada RPP 2 : Ada RPP tapi belum dijalankan 3 : Ada RPP dan telah dijalankan (Penilaian indikator pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan)

6.

Ketersediaan sarana dan SDM dalam penegakan peraturan

Apakah ada sarana dan SDM yang mendukung penegakan

Survey dan wawancara

1 : Tidak ada sarana dan SDM 2 : Ada sarana dan SDM tapi tidak

berjalan efektif 3 : Ada sarana dan SDM serta ada

penindakan (Ali et al., 2012)

7.

Kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan

Tingkat kepatuhan pemangku kepentingan terhadap peraturan formal

Data sekunder

1 : > 20 kali terjadi pelanggaran hukum 2 : 5-20 kali terjadi pelanggaran hukum 3 : < 5 kali terjadi pelanggaran hukum (Penilaian indikator pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan)

8. Lembaga pelaksana pengelola

Keberadaan lembaga pada tiap tingkatan pengelolaan

Wawancara dan observasi

1 : Tingkat Nasional 2 : Tingkat Provinsi dan kabupaten 3 : Tingkat lokal/desa (Nur, 2011, Ali et al., 2012)

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Berdasarkan data yang dikumpulkan sebagaimana dikemukakan

sebelumnya, pengolahan dan analisisnya akan dikerjakan dengan

mengikuti prosedur RAPFISH, baik untuk penilaian dan pendugaan

Page 84: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

68

parameter biologi, maupun penentuan status keberlanjutan perikanan dari

aspek teknologi penangkapan dan kelembagaan, serta untuk

implementasi pengembangan pengelolaan perikanan tuna madidihang

yang berkelanjutan. Secara singkat, analisis RAPFISH digunakan untuk

menentukan status keberlanjutan dari ketiga aspek tersebut di atas,

sedangkan untuk menggambarkan kondisi aktual perikanan tuna

madidihang dari masing-masing aspek tersebut, data diolah dengan

menggunakan analisis deskriptif.

Pendekatan deskriptif ini, bertujuan membuat deskripsi atau

penggambaran secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta

dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir,

1983). Penggambaran tersebut meliputi pengamatan langsung di lokasi

penelitian dan semua informasi statistik mengenai atribut-atribut

keberlanjutan perikanan dalam aspek biologi, teknologi penangkapan, dan

kelembagaan.

Setelah itu dilakukan penilaian (scoring) perikanan yang dianalisis.

Dalam melakukan penilaian (scoring), didasarkan pada ketentuan yang

sudah ditetapkan dalam teknik RAPFISH. Data hasil skoring selanjutnya

diproses dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak (Software)

RAPFISH yang dipautkan (add-ins) pada Microsoft Excel. Sesuai

masukan hasil skor atribut yang tersusun dalam matriks Rap Scores

dalam bentuk lembaran kerja perangkat lunak Microsoft Excel, maka

Page 85: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

69

proses pengolahan data selanjutnya berlangsung dalam perangkat lunak

tersebut.

Dalam perangkat lunak (Software) RAPFISH, pengolahan terjadi

dalam Microsoft Excel 2003 guna mengoperasikan multi-dimensional

scalling (MDS), analisis leverage (JackKnife), dan analisis Monte Carlo.

sebagaimana diajukan Kavanagh et al. (2004), analisis multi dimensional

diterapkan untuk mentransformasikan skor dari keseluruhan atribut

keberlanjutan perikanan menurut dimensinya pada ordinasi diantara 0

(buruk) dan 100 (baik).

ketepatan transformasi tersebut dikontrol oleh statistik stres dan

koefisien determinasi. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh kesalahan

pembuatan skor atribut, mengetahui pengaruh variasi pemberian skor,

mengetahui stabilitas proses analisis MDS yang dilakukan berulang, dan

mengetahui kesalahan pemasukan atau hilangnya data (missing data),

dilakukan analisis Monte Carlo.

2) Analisis sensitifitas (Leverage Analysis)

Untuk melihat atribut yang memberikan pengaruh terhadap indeks

keberlanjutan dilakukan analisis sensitifitas (leverage analysis). Atribut

paling sensitif akan memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan dalam

bentuk perubahan akar nilai tengah kuadrat (Root Mean Square, RMS)

yaitu pada sumbu X (skala keberlanjutan). Semakin besar nilai perubahan

Page 86: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

70

RMS semakin besar peranan atribut tersebut, sehingga semakin sensitif

dalam pembentukan nilai keberlanjutan pada skala keberlanjutan.

Dimana:

Xred = Hasil ordinasi dengan reduksi atribut

Xflip = Hasil ordinasi tanpa reduksi atribut

N = Jumlah atribut

3) Status keberlanjutan dimensi

Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan

perikanan tuna madidihang. Atribut masing-masing dimensi serta kriteria

baik dan buruk mengacu kepada konsep yang digunakan Pitcher et al.

(2001), Rapfish group (2006) dan Allahyari (2010) serta pendapat dari

para pakar dan stakeholders yang terkait dengan sistem yang dikaji. Nilai

indeks dan status keberlanjutan dalam penelitian ini dikelompokkan ke

dalam empat kategori status keberlanjutan (Tabel 2). Setiap atribut

diperkirakan skornya, yaitu skor maksimum 2 untuk kondisi baik (good)

dan 0 untuk jelek (bad) dan di antaranya untuk keadaan di antara baik dan

buruk.

Skor definitifnya adalah nilai modus, yang dianalisis untuk

menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan sistem

yang dikaji relatif terhadap titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi

.............. (1)

Page 87: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

71

statistik MDS. Pemilihan MDS dalam analisis RAPFISH dilakukan

mengingat metode multi-variate analysis yang lain, seperti faktor analysis

dan Multi-Attribute Utility Theory (MAUT), terbukti tidak melahirkan hasil

yang stabil (Pitcher et al., 2001).

Di dalam MDS, objek atau titik yang diamati di petakan ke dalam

ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan

ada sedekat mungkin dari titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek

yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya,

objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang

berjauhan. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan

pada Euclidian Distance yang dalam ruang berdimensi dapat ditulis

sebagai berikut:

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS

kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik

i ke titik j dengan titik asal (dij) sebagaimana persamaan berikut :

.............. (2)

.............. (3)

Page 88: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

72

Dimana:

dij = Jarak Euclidian

= Intersept

= Slope/sudut kemiringan

= Error

đ = Disparitas

Skor perkiraan setiap dimensi dinyatakan dengan skala terburuk (bad) 0%

sampai yang terbaik (good) 100%.

Tabel 6. Kategori selang nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi yang dikaji

No. Selang Nilai Indeks Kategori

1. x < 25 Sangat buruk

2. 26 < x < 50 Buruk

3. 51 < x < 74 Baik

4. x > 75 Sangat Baik

Sumber: Nababan et al. (2007)

Status keberlanjutan setiap dimensi divisualisasikan dalam bentuk

diagram layang-layang (kite diagram) yang menggambarkan keberlanjutan

dari masing-masing dimensi. Agar status keberlanjutan secara

keseluruhan dapat dinilai, dilakukan pembobotan terhadap masing-masing

dimensi dengan menggunakan pendapat minimal tiga (3) orang pakar

pengelolaan sumberdaya perikanan.

Hasil pembobotan kemudian dianalisis dengan menggunakan

Program Penentuan Bobot Dimensi menggunakan Microsoft Excel sesuai

Budiharsono (2007). Program penentuan bobot dimensi ini merupakan

Page 89: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

73

gabungan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dari

Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pembobotan geomean,

menggunakan program Expert choice 9.5.

4) Status keberlanjutan multidimensi

Secara keseluruhan, keluaran analisis RAPFISH yaitu status

keberlanjutan perikanan ditinjau dari berbagai dimensi ini nantinya

merupakan dasar untuk analisis selanjutnya dengan menggunakan

metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menyusun kegiatan

yang terencana dalam pengembangan pengelolaan selanjutnya dan

mengacu pada atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi status

perikanan pada masing-masing aspek yang dianalisis (Nababan, 2007).

Setelah diperoleh nilai dari masing-masing indeks keberlanjutan,

kemudian nilai tersebut dikalikan dengan bobot tertimbang setiap dimensi

dari hasil analisis AHP, kemudian total dari hasil perkalian indeks

keberlanjutan dimensi dengan bobot tertimbang menunjukkan nilai status

pengelolaan secara keseluruhan (multidimensi).

Nilai dari status keberlanjutan perikanan tuna madidihang secara

keseluruhan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu (1) Apabila nilai

indeks < 50, berarti status pengelolaan buruk; (2) Apabila nilai indeks 50

sampai 75, berarti status pengelolaan baik; dan (3) Apabila nilai indeks >

75, berarti status pengelolaan sangat baik (Budiharsono, 2007).

Page 90: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

74

Metode AHP digunakan untuk menggambarkan upaya apa yang

dibutuhkan/dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan perikanan dan

untuk mengetahui tingkat keterkaitannya, sehingga dapat membuat

perkiraan untuk masa depan dalam merumuskan strategi pengelolaan

perikanan yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya ikan, habitat dan

ekosistem, pranata aturan teknologi penangkapan ikan, dan pranata sosial

(Kartika, 2010).

Page 91: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

75

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Keberlanjutan Dimensi Biologi

Keberlanjutan biologi sumberdaya ikan adalah suatu kondisi

dimana kualitas dan kesehatan ikan yang hidup dalam suatu ekosistem

perairan terpelihara dengan baik, dapat tumbuh dan berkembang biak

secara optimal, dan tingkat penangkapan sumberdaya ikan tidak

melampaui kemampuan pulihnya (renewable capacity) sehingga hasil

tangkapan secara keseluruhan pada berbagai tingkatan pemerintahan dan

negara dapat berlangsung secara berkelanjutan (Dahuri 2006).

Tuna madidihang adalah jenis ikan yang memiliki fekunditas tinggi

dan dapat memijah sepanjang tahun yang menyebabkan populasinya

tidak rentan terhadap peningkatan laju aktifitas penangkapan. Namun

demikian, karena data yang dibutuhkan untuk menduga status eksploitasi

cakalang dari seluruh wilayah penangkapan Teluk Tomini hingga saat ini

belum cukup tersedia, maka monitoring ketat terhadap tren stoknya perlu

dilakukan (IOTC, 2011). Atribut pada dimensi ini berkaitan dengan kondisi

biologi populasi tuna madidihang di perairan Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo.

Page 92: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

76

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat

keberlanjutan pada dimensi biologi terdiri dari 6 (enam) atribut, antara lain:

(1) status eksploitasi, (2) Catch Per Unit Effort (CPUE), (3) rata-rata

ukuran panjang cagak (fork length), (4) bobot ikan, (5) range collapse, dan

(6) proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap.

1. Status eksploitasi

Kondisi sumberdaya ikan tuna madidihang di wilayah perairan

Teluk Tomini yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia (WPP-RI 715) telah ditetapkan oleh pemerintah

sebagai sumberdaya yang telah mengalami fully exploited berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Kep.45/Men/2011 tentang estimasi potensi sumberdaya ikan di WPP

Negara RI.

Adapun status eksploitasi sumberdaya ikan tuna madidihang

berdasarkan kelompok sumberdaya ikan (tuna besar) di WPP-RI 715

dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Status tingkat eksploitasi sumberdaya ikan (tuna besar) di perairan Teluk Tomini WPP-RI 715.

No. Kelompok sumberdaya ikan (tuna besar)

Status eksploitasi

1. Cakalang (Katsuwonus pelamis) Moderate

2. Madidihang (Thunnus albacares) Fully exploited

3. Mata besar (Thunnus obesus) Over exploited

Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.45/Men/2011 tentang estimasi potensi sumberdaya ikan di WPP Negara RI.

Page 93: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

77

Selanjutnya berdasarkan lampiran 2 dari Surat Keputusan tersebut,

menunjukkan bahwa status eksploitasi ikan tuna madidihang di WPP-RI

715 berada dalam status fully exploited yang diberi warna kuning. Peta

tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di beberapa WPP-RI tersaji pada

Gambar 6 berikut:

Gambar 6. Peta tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di beberapa WPP-RI.

2. Catch Per Unit Effort (CPUE)

Hasil tangkapan per-satuan upaya (Catch Per-Unit Effort, CPUE)

adalah salah satu indeks kelimpahan stok dan merupakan suatu indikator

bagi status pemanfaatan sumberdaya ikan dan indikator keberlanjutan

perikanan tuna madidihang. CPUE yang cenderung naik merupakan

gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan masih dapat

dikembangkan. Hal ini diperoleh jika beberapa nelayan menangkap ikan

Page 94: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

78

dalam jumlah banyak dimana penangkapan masih menyisakan ikan yang

cukup untuk bereproduksi, berkembang dan mempertahankan tangkapan

untuk masa yang akan datang, sehingga situasi seperti ini merupakan

salah satu target pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

Adapun CPUE yang cenderung menurun merupakan indikasi bahwa

tingkat eksploitasi sumberdaya ikan apabila terus dibiarkan akan mengarah

kepada suatu keadaan yang disebut over exploited (Badrudin et al., 2010).

Penurunan ini terjadi apabila ikan yang tertangkap sudah berkurang dan

ikan-ikan berebut untuk bereproduksi/berkembang. Situasi ini disebabkan

oleh banyaknya nelayan melakukan penangkapan dalam waktu yang lama

atau banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap untuk memperoleh

ikan paling banyak.

Selain itu para nelayan cenderung terus menangkap ikan karena

mereka masih ingin memperoleh keuntungan besar seiring harga ikan yang

meningkat oleh karena kelangkaan ikan di pasar. Peningkatan harga ini

biasanya menyebabkan nelayan harus melaut ke area penangkapan yang

baru atau menambah jumlah alat tangkap atau ukuran mata pancing yang

diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sama. Pada situasi seperti ini,

rata-rata hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) menurun dengan cepat

karena nelayan meningkatkan kemampuan menangkap ikan dengan

menambah usaha penangkapan.

Page 95: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

79

Ditambah lagi dengan ulah beberapa nelayan yang mengganti alat

tangkap yang memiliki ukuran mata pancing lebih kecil sehingga mustahil

ikan terlepas dari penangkapan dan bisa bereproduksi. Oleh sebab itu

CPUE bisa menurun pada titik dimana nelayan terpaksa memburu ikan-

ikan yang tersisa untuk kehidupannya namun sia-sia sehingga dapat

membuat persediaan ikan semakin kurang hingga tidak dapat menangkap

lagi bahkan hal seperti ini bisa menyebabkan kondisi suatu area akan lebih

buruk.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan

Kepala dinas Kelautan dan Perikanan Bidang Penangkapan Kabupaten

Boalemo dan beberapa nelayan tuna handline beserta pengusaha loin tuna

yang dalam hal ini bertindak sebagai pengumpul, maka diperoleh

perkembangan CPUE yang relatif menurun. Penurunan ini terjadi hingga

mencapai 250 sampai 1000 kg/trip. Menurunnya persediaan ikan

disebabkan banyaknya nelayan yang memakai alat tangkap dengan

menargetkan jenis ikan yang belum dewasa, tidak selektifnya/efektifnya

alat tangkap, dan menurunnya daya dukung lingkungan (karang, lamun,

dan bakau). Jika banyak nelayan melakukan penangkapan terlalu lama

dengan menggunakan teknik yang tidak berkelanjutan maka akan terjadi

penurunan hasil tangkapan setiap tahunnya.

Hal ini menggambarkan penangkapan yang berlebihan sehingga

menyebabkan CPUE akan menurun. Penangkapan berlebih terjadi karena

tidak ada manajemen yang mengontrol tindakan nelayan yang

Page 96: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

80

memaksimalkan tangkapan setiap individu tanpa mempertimbangkan

keberlanjutan sumberdaya milik bersama tersebut. Hasil tangkapan lebih

banyak didapatkan pada musim timur (Juni sampai November)

dibandingkan hasil tangkapan pada musim barat (Desember sampai Mei).

Puncak penangkapan terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober setiap

tahunnya.

3. Rata-rata ukuran panjang cagak

Atribut rata-rata ukuran ikan dinilai melalui adanya perubahan rata-

rata ukuran ikan dengan menggunakan panjang. Hasil pengukuran yang

dilakukan mendapatkan rataan panjang cagak 119 cm dengan kisaran

92,1 cm hingga 170,2 cm (Lampiran 1). Adapun interval kelas dan

persentase hasil pengukuran pancang cagak tuna madidihang tersaji pada

Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Interval kelas dan persentase hasil pengukuran pancang cagak tuna madidihang

No. Interval kelas (cm) Persentase (%)

1. 92 sampai 102 25

2. 103 sampai 113 14

3. 114 sampai 124 39

4. 125 sampai 135 3

5. 136 sampai 146 0

6. 147 sampai 157 14

7. 158 sampai 168 3

8. 169 sampai 179 3

Jumlah 100

Sumber: Data primer (2013)

Page 97: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

81

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa persentase tertinggi untuk

ukuran panjang cagak tuna madidihang berada pada interval kelas 114

cm sampai 124 cm dengan jumlah persentase sebesar 39%. Merujuk

pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Itano (2001) yang menyatakan

bahwa tuna madidihang pertama kali matang gonad (size at first maturity)

pada ukuran panjang cagak mencapai 107,9 cm, maka dalam penelitian

ini diperoleh 25% sampling yang belum mencapai umur dewasa (maturity)

dan hanya 14% dari sampling yang masih berada pada fase pertama kali

matang gonad (size at first maturity). Sementara 61% diantaranya telah

melewati tahap tersebut sehingga diasumsikan telah bereproduksi

sebelum tertangkap. Hasil pengukuran tersebut juga menjelaskan bahwa

kehadiran kelompok ikan muda atau ragam rekruitmen dalam hasil

tangkapan nelayan handline relatif kecil. Berikut ini adalah diagram yang

menunjukkan persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut

ukuran panjang cagak (fork length) yang tersaji dalam Gambar 7.

Page 98: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

82

Gambar 7. Persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut ukuran panjang cagak (fork length). 4. Bobot ikan

Berdasarkan jumlah hasil tangkapan nelayan handline selama

penelitian, didapatkan ukuran terbesar bobot ikan tersebut adalah 67,3 kg

dengan ukuran terkecilnya adalah 14,6 kg. Rataan jumlah tangkapan tuna

madidihang dari ukuran terkecil hingga ukuran terbesar adalah 38,25 kg

(Lampiran 1). Interval kelas dan persentase bobot total tuna madidihang

dapat dilihat pada Tabel 9 berikut:

25%

14%

39%

3%

0%

14%

3%

3%

92 - 102 cm

103 - 113 cm

114 - 124 cm

125 - 135 cm

136 - 146 cm

147 - 157 cm

158 - 168 cm

169 - 179 cm

Page 99: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

83

Tabel 9. Interval kelas dan persentase bobot total tuna madidihang

No. Interval kelas (kg) Persentase (%)

1. 14 sampai 24 22

2. 25 sampai 35 33

3. 36 sampai 46 11

4. 47 sampai 57 11

5. 58 sampai 68 22

Jumlah 100

Sumber: Data primer (2013)

Dari Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa persentase tertinggi untuk

ukuran bobot total tuna madidihang berada pada interval kelas 25 sampai

35 kg dengan jumlah persentase sebesar 35%. Berangkat dari hasil

penelitan yang pernah dilakukan oleh Marion et al. (2010) yang

menyatakan bahwa tuna madidihang pertama kali matang gonad pada

ukuran bobot total mencapai 25 kg, maka dalam penelitian ini diperoleh

22% sampling yang belum mencapai umur dewasa (maturity) dan hanya

33% dari sampling yang masih berada pada fase pertama kali matang

gonad (size at first maturity). Berikut ini adalah diagram yang

menunjukkan persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut

ukuran bobot total tuna madidihang yang tersaji dalam Gambar 8.

Page 100: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

84

Gambar 8. Persentase hasil tangkapan tuna madidihang menurut ukuran

bobot ikan.

Dari Gambar 8 di atas memperlihatkan bahwa terdapat 44%

sampling yang telah melewati fase pertama kali matang gonad dengan

asumsi bahwa tuna madidihang pertama kali matang gonad pada ukuran

bobot total mencapai 25 kg sesuai dengan pendapat Marion et al. (2010).

Persentase ini menunjukkan bahwa tuna madidihang yang tertangkap

oleh nelayan handline umumnya telah berumur dewasa dan telah

melewati tahap pemijahan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa staf Dinas

Kelautan dan Perikanan bersama para nelayan setempat di Kabupaten

Boalemo, selama periode 5 tahun terakhir yakni dari tahun 2007 hingga

tahun 2012 tidak ditemui perubahan ukuran ikan tangkapan nelayan

handline walaupun sepanjang tahun mengalami fluktuasi jumlah produksi.

22%

33% 11%

11%

22%

14 - 24 kg

25 - 35 kg

36 - 46 kg

47 - 57 kg

58 - 68 kg

Page 101: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

85

5. Range collapse

Penentuan skor atribut range collapse dilakukan dengan

mewawancarai nelayan setempat. Tujuan dari indikator ini untuk melihat

dampak yang ditimbulkan terhadap sumberdaya ikan akibat peningkatan

tekanan penangkapan ikan (fishing pressure). Sumberdaya ikan yang

telah mengalami range collapse akan semakin sulit untuk ditangkap

karena telah terjadi penyusutan secara spasial dari biomassa stok ikan

yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam (indepth interview)

dengan Kepala Bidang Penangkapan Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Boalemo bersama nelayan setempat, diperoleh bahwa range

collapse area penangkapan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo telah jauh dari fishing ground. Hal ini dibuktikan dengan adanya

sebagian besar nelayan dari Boalemo (Botumoito) yang telah pindah

daerah penangkapan hingga perbatasan Provinsi Sulawesi Tengah,

mendekati perairan pulau Una-una, dan pulau Togean.

Perpindahan daerah penangkapan ini sudah terjadi sejak tahun

1998. Sedangkan pada tahun 2012 hingga 2013, diperkirakan sekitar 100-

150 nelayan handline dari Boalemo menuju perairan Dolong Sulawesi

Tengah. Perpindahan ini disebabkan karena hasil yang diperoleh jika

menangkap di Teluk Tomini Boalemo sangat rendah dibanding jika

menangkap di perairan Una-una.

Page 102: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

86

6. Proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menurut ukuran

panjang dan bobot ikan tuna madidihang, secara keselurahan diperoleh

sebesar 75% ikan tuna madidihang yang tertangkap dengan handline

adalah matang gonad atau sedang mijah dan hanya sebagian kecil ikan

muda yang tertangkap yakni sebesar 25%.

Besarnya jumlah ikan matang gonad dan ikan mijah yang

tertangkap membuktikan bahwa penangkapan tuna madidihang

bertepatan dengan musim pemijahan atau ikan sedang bergerak atau

sudah berada di daerah pemijahan.

7. Penilaian dan sensitivitas atribut

Berdasarkan penilaian terhadap kondisi eksisting setiap atribut,

kisaran hasil pembobotan untuk masing-masing kriteria adalah 1 sampai

3. Nilai skor hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi biologi

dapat dilihat pada Tabel 10.

Page 103: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

87

Tabel 10. Nilai skor hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi biologi.

No. Atribut Kriteria Skor

1. Status eksploitasi

1.Over exploited 2.Fully exploited 3.Moderate / non-exploited

2

2. Catch Per Unit Effort (CPUE)

1.Penurunan CPUE >1000 kg/trip

2.Penurunan CPUE 250-1000 kg/trip

3.Penurunan CPUE <250 kg/trip

2

3. Rata-rata ukuran panjang cagak

1.<77 cm 2.77-100 cm 3.>100 cm

3

4. Bobot ikan

1.Size <20 kg 2.Size 20-40 kg 3.Size >40 kg

2

5. Range Collapse

1.Fishing ground sangat jauh 2.Fishing ground jauh 3.Fishing ground dekat

2

6. Proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap

1.Banyak sekali (>61%) 2.Banyak(30-60%) 3.Sedikit (<30%)

3

Sumber: Data primer (2013)

Tabel 10 menunjukkan realitas data berupa skor-skor berdasarkan

kondisi lapangan masing-masing atribut pada dimensi biologi. Jumlah

atribut pada dimensi biologi dianalisis pada 6 atribut. Untuk data status

eksploitasi, catch per unit effort, rata-rata ukuran panjang ikan, dan bobot

ikan diperoleh melalui data primer sedangkan range collapse dan proporsi

ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap diperoleh dari data sekunder.

Selanjutnya Nilai skor hasil pembobotan pada dimensi biologi seperti yang

tercantum pada Tabel 9 kemudian dianalisis menggunakan metode

RAPFISH.

Page 104: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

88

Hasil analisis dari dimensi biologi tuna madidihang di perairan

Teluk Tomini Kabupaten Boalemo dapat dilihat pada Gambar 7. Garis

horizontal pada Gambar tersebut menunjukkan status keberlanjutan

perikanan tuna madidihang sesuai dengan kategori selang indeks

keberlanjutan pada Tabel 6. Analisis ordinasi pada dimensi biologi

menggambarkan keberlanjutan perikanan tuna madidihang yang dalam

penelitian ini mempunyai 6 atribut. Adapun posisi status keberlanjutan

perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo pada

dimensi biologi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di Teluk

Tomini Kabupaten Boalemo pada dimensi biologi. Gambar 9 menunjukkan ordinasi atribut pada dimensi biologi.

Ordinasi RAPFISH ini Menggambarkan posisi keberlanjutan perikanan

tuna madidihang di lokasi penelitian dengan nilai indeks keberlanjutannya

58,9612

DOWN

UP

BAD GOOD

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Fisheries Sustainability

Oth

er D

istin

gish

ing

Feat

ures

Real Fisheries

References

Anchors

Page 105: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

89

adalah sebesar 58,9612. Hal ini menjelaskan bahwa berdasarkan kategori

indeks keberlanjutan, dimensi biologi ikan di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo berada pada kategori baik dengan indeks keberlanjutannya lebih

besar dari 50.

Dengan telah diketahuinya nilai indeks dimensi biologi dari analsis

menggunakan perangkat lunak RAPFISH mengenai kondisi dan status

perikanan tuna madidihang, selanjutnya dapat dilakukan analisis leverage

(pengungkit). Kegunaannya adalah untuk mengetahui atribut yang sensitif

terhadap indeks kondisi dan status perikanan tuna madidihang.

Perhitungan leverage ini didasarkan pada perbedaan standard error

antara skor dengan atribut atau sebaliknya skor dengan tidak adanya

atribut. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi biologi ditunjukkan

dalam Gambar 10.

Gambar 10. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi biologi.

2,3152

2,9109

6,0447

3,5647

2,3250

3,0898

0 1 2 3 4 5 6 7

Status Eksploitasi

Catch Per Unit Effort (CPUE)

Rata-rata ukuran panjang

ikan

Bobot ikan

Range Collapse

Proporsi ikan yuwana

(juvenil) yang ditangkap

Att

rib

ute

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Page 106: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

90

Analisis sensitivitas (leverage analysis) pada dasarnya untuk

melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan biologi

sumberdaya ikan apabila satu atribut dikeluarkan dari analisis sehingga

bisa dilihat tingkat sensitivitas skor keberlanjutan biologi sumberdaya ikan

akibat dikeluarkannya satu atribut tersebut.

Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa atribut yang menjadi

pengungkit utama (leverage attribute) dimensi biologi yaitu:

1) Rata-rata ukuran panjang ikan

Atribut pertama yang sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan

perikanan tuna madidihang adalah rata-rata ukuran panjang ikan (fork

length) dengan nilai root mean square (akar nilai tengah kuadrat) sebesar

6,0447. Perubahan sedikit saja pada atribut ini akan berdampak besar

terhadap status keberlanjutan pada dimensi biologi. Hal ini dapat dilihat

dari nilai Root Mean Square (akar nilai tengah kuadrat) yang tersaji pada

Gambar 10. Untuk memonitor kondisi kesehatan stok ikan, selain indikator

status eksploitasi diperlukan pula pengamatan terhadap ukuran ikan baik

dari rata-rata ukuran panjang cagak maupun bobot tubuh, dimana

penurunan keduanya bisa menjadi indikasi adanya tekanan terhadap

populasi yang mengancam kelestariannya (Trippel, 1995).

Kondisi sensitivitas yang demikian menggambarkan bahwa perlu

ada kebijakan yang berbasis biologi sumberdaya ikan untuk merespons

terjadinya perubahan penurunan ukuran ikan yang tertangkap. Hal ini

sangat mendasar mengingat penurunan ukuran ikan merupakan salah

Page 107: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

91

satu indikasi penting bahwa telah terjadi penurunan stok ikan tuna

madidihang. Selain itu, leverage attribute pada dimensi biologi

sumberdaya ikan ini menunjukkan bahwa perlu adanya regulasi yang

menegaskan bahwa rata-rata ukuran panjang ikan yang dapat

dieksploitasi oleh nelayan setempat adalah tuna madidihang dengan

ukuran panjang cagak tidak kurang dari 107,9 cm sesuai dengan

pendapat Itano (2001) yang menyatakan bahwa tuna madidihang pertama

kali matang gonad pada panjang cagak 107,9 cm.

2) Bobot ikan

Atribut yang paling mempengaruhi penentuan indeks dari dimensi

biologi selanjutnya adalah bobot ikan dengan nilai root mean square

sebesar 3,5647. Munculnya bobot ikan sebagi atribut yang sensitif dan

harus diperhatikan karena apabila aktivitas penangkapan dibiarkan terus

menerus tanpa mempertimbangkan ukuran tubuh ikan target tangkapan,

maka kerusakan sumberdaya tidak akan dapat dicegah karena bisa saja

bahwa tuna madidihang yang tertangkap adalah tuna yang belum dewasa

dan belum sempat memijah sehingga proses penambahan stok melalui

pembiakan (recruitment) terhenti. Di sisi lain, proses pertumbuhan

(growth) yang merupakan bagian dari recruitment juga terhenti, sehingga

pada akhirnya akan mengarah pada penurunan stok secara keseluruhan

(stock depletion) tidak dapat dihindari.

Page 108: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

92

3) Proporsi ikan yuwana (juvenil) yang ditangkap

Atribut sensitif ketiga pada dimensi biologi yaitu proporsi ikan

yuwana (juvenil yang ditangkap) dengan nilai root mean square sebesar

3,0898. Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, untuk jenis

tuna madidihang berukuran panjang minimal 92,1 cm maksimal 170,2 cm

dengan bobot tubuh minimal 14,6 kg dan maksimal 67,3 kg, maka secara

keseluruhan diperoleh proporsi ikan pertama kali matang gonad atau telah

mijah sebesar 75% dari total tuna madidihang yang tertangkap selama

penelitian (Lampiran 1). Dengan kata lain hanya 25% ikan muda yang

tertangkap. Hal ini sesuai dengan pendapat Marion et al. (2010) dan Itano

(2001) yang menyatakan bahwa tuna madidihang pertama kali matang

gonad pada panjang 107,9 cm dengan bobot tubuh sebesar 25 kg.

Sehingga data pengukuran panjang dan bobot di lokasi penelitian

menunjukkan bahwa stok tuna madidihang dalam kondisi stabil dengan

jumlah kelompok ikan muda dalam tangkapan yang relatif kecil.

Dengan mencermati atribut yang paling mempengaruhi penentuan

indeks dari dimensi biologi yaitu rata-rata ukuran panjang cagak, bobot

ikan, dan proporsi ikan yuwana (juvenil yang ditangkap) seperti diuraikan

di atas, maka alternatif kebijakan juga harus mengakomodir status

keberlanjutan dan faktor yang paling berpengaruh dalam keberlanjutan

perikanan tuna madidihang di lokasi penelitian. Kebijakan yang terkait

dengan atribut tersebut adalah peningkatan selektivitas alat tangkap yang

digunakan dan ini harus mendapat perhatian dari pembuat kebijakan di

Page 109: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

93

Kabupaten Boalemo dimana alat tangkap yang dioperasikan seperti

handline dengan mata pancing kecil merupakan alat tangkap yang tidak

selektif karena dapat menangkap jenis tuna madidihang berbagai ukuran

yang bisa saja tuna yang tertangkap tersebut belum sempat memijah atau

belum matang gonad.

Penggunaan alat tangkap yang selektif selain bermanfaat bagi

pengelolaan sumberdaya perikanan, juga bermanfaat secara ekonomi

karena dengan menggunakan alat tangkap yang selektif diharapkan akan

diperoleh ukuran ikan sesuai dengan kebutuhan pasar dan mengurangi

resiko ikan tidak laku di pasar. Dengan demikian ikan yang berhasil

ditangkap juga merupakan ikan yang bernilai lebih tinggi walaupun

jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tidak dilakukan upaya

peningkatan selektivitas alat tangkap yang banyak menghasilkan ikan

dengan kualitas rendah.

Selain itu, hasil tangkap tuna bergantung pada panjang tali pancing

ulur yang digunakan dalam aktivitas penangkapan. Semakin panjang tali

pancing ulur, maka semakin besar hasil tangkapan tuna madidihang yang

akan diperoleh, baik dari jumlah maupun bobot (kg). Hal ini sesuai dengan

pendapat Bandjar et al. (1994) yang mengemukakan bahwa penggunaan

tali pancing ulur yang lebih panjang pada perairan lebih dalam dapat

menangkap tuna madidihang yang berukuran besar. Selain itu Banjar, dkk

menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan tuna madidihang dengan

ukuran besar, maka penangkapan dilakukan di kedalaman lebih dari 100

Page 110: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

94

meter dengan menggunakan panjang tali pancing ulur sedalam lebih dari

74 meter.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, maka pemerintah provinsi

maupun kabupaten dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan

diharapkan dapat mensosialisasikan penggunaan tali pancing ulur yang

lebih panjang (>74 meter) dengan kedalaman perairan >100 meter agar

tuna madidihang yang tertangkap berukuran besar dan memiliki nilai jual

tinggi, sehingga dapat mensejahterakan masayarakat nelayan tanpa

merusak ekosistem yang ada.

B. Analisis Keberlanjutan Dimensi Teknologi Penangkapan

Operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik apabila

teknologi penangkapan ikan yang digunakan ramah terhadap lingkungan.

Atribut pada dimensi teknologi mencerminkan derajat pemanfaatan

sumberdaya perikanan tangkap dengan menggunakan penangkapan

tertentu. Teknologi yang baik adalah teknologi yang dapat mendukung

berlangsungnya kegiatan produksi sektor perikanan tangkap dalam jangka

panjang dan berkesinambungan (Hartono et al., 2005).

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat

keberlanjutan pada dimensi teknologi penangkapan terdiri dari 5 (lima)

atribut, antara lain: (1) kapasitas mesin, (2) modifikasi alat penangkapan,

(3) penangkapan ikan yang ramah lingkungan, (4) teknik penangkapan,

dan (5) tempat pendaratan.

Page 111: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

95

1. Kapasitas mesin

Untuk menunjang aktifitas penangkapan, para nelayan

menggunakan perahu untuk melaut dan menampung ikan target yang

tertangkap. Dalam hal ini, metode penangkapan tuna madidihang yang

dilakukan di lokasi penelitian masih bersifat tradisional. Metode tersebut

telah digunakan sejak awal oleh nelayan handline dan masih tetap

dipertahankan hingga saat ini. Metode penangkapan ini memiliki daya

tampung yang kecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan perairan

dianggap kecil.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam (indepth interview)

dengan Kepala Bidang Penangkapan Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Boalemo bersama nelayan setempat, diperoleh bahwa dalam

upaya penangkapan tuna madidihang di perairan Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo (Botumoito) para nelayan menggunakan perahu katinting yang

berukuran panjang maksimal 7 meter dan lebar 50 cm dengan kapasitas

mesin terendah 5 PK dan tertinggi adalah 13 PK. Namun secara umum,

para nelayan tuna madidihang menggunakan perahu dengan kapasitas

mesin 13 PK.

2. Modifikasi alat penangkapan

Alat tangkap yang dianalisis di perairan Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo adalah handline atau biasa disebut dengan pancing ulur. Atribut

ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan untuk

Page 112: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

96

meningkatkan kapasitas alat tangkap yang dimaksud. Berdasarkan hasil

wawancara dengan para nelayan tuna madidihang di lokasi penelitian,

maka diperoleh adanya perubahan ataupun modifikasi alat penangkapan

dengan menggunakan layang-layang untuk menarik perhatian ikan target.

Layang-layang ini digunakan oleh para nelayan untuk menangkap

tuna madidihang di luar rumpon. Hal ini disebabkan karena tidak semua

ikan tuna madidihang bermain di sekitar rumpon yang telah dipasang

sebelumnya. Ditambah lagi kebanyakan rumpon yang dipasang oleh para

nelayan telah dilingkari dengan jaring untuk menangkap ikan-ikan kecil

seperti layang ataupun cakalang, sehingga makanan ikan tuna tidak

tersedia dan menyebabkan rantai makanan terputus. Faktor inilah yang

menyebabkan para nelayan lebih banyak menangkap ikan tuna

madidihang dengan menggunakan bantuan layang-layang.

Teknik penangkapan ini telah banyak digunakan di perairan Teluk

Tomini Kabupaten Boalemo khususnya untuk menangkap ikan tuna

madidihang. Cara kerja penggunaan layang-layang ini bersifat sederhana

namun membutuhkan kemahiran nelayan dalam menerbangkannya.

Layang-layang diikatkan pada seutas tali yang panjang dan di ujung

bagian belakang dari layang-layang ini dipasangi tali yang lain berukuran

panjang yang menjorok ke permukaan laut.

Di ujung tali tersebut dipasangi kantung plastik berisi umpan tiruan

seperti cumi-cumi. Biasanya pula nelayan mengikatkan kantung plastik

yang berisi potongan kecil cumi-cumi sehingga tali yang menjorok ke laut

Page 113: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

97

naik turun mengikuti kemana layang-layang itu terbang. Hal ini

dimaksudkan agar kantung plastik yang terisi umpan tesebut menari-nari

di atas permukaan laut, dan menarik perhatian tuna madidihang sebagai

target tangkapan.

3. Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Atribut penangkapan ikan yang ramah lingkungan dimaksudkan

untuk mengetahui penggunaan jenis alat tangkap yang tidak memberikan

dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap

tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap

biodiversity, target resources dan non target resources.

Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan

merupakan suatu keharusan dan perlu segera diterapkan untuk menjamin

kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Pemerintah pusat

dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo maupun

Kabupaten setempat didorong untuk memihak pada kepentingan

berkelanjutan dalam pembangunan perikanan, yakni kebijakan yang pro-

green atau pro-sustainability.

4. Teknik penangkapan

Berdasarkan hasil observasi langsung di lokasi penelitian, maka

diperoleh bahwa para nelayan tuna madidihang di Teluk tomini Kabupaten

Boalemo melakukan teknik penangkapan dengan menggunakan alat

Page 114: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

98

bantu rumpon. Selain itu hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Boalemo menjelaskan bahwa teknik penangkapan

ini telah lama digunakan oleh para nelayan setempat dan diakui dapat

meningkatkan hasil produksi penangkapan. Dengan bantuan rumpon,

para nelayan akan lebih mudah untuk mendapatkan lokasi pemancingan

yang ada ikannya.

Penggunaan alat bantu rumpon diatur dengan Peraturan Menteri

Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 02 tahun 2011.

Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan merupakan

alternatif yang ditempuh oleh nelayan di lokasi penelitian untuk merubah

pola penangkapan berburu yang membutuhkan biaya bahan bakar yang

lebih besar termasuk untuk pengadaan umpan hidup yang menjadi salah

satu masalah dalam perikanan tangkap tuna handline.

5. Tempat pendaratan

Tempat pendaratan hasil tangkapan yang menyebar di berbagai

tempat selain pangkalan pendaratan ikan akan menyulitkan perhitungan

jumlah hasil tangkapan dari suatu wilayah perairan, serta akan

meningkatkan biaya operasional dan bahan bakar nelayan. Oleh karena

itu pendaratan hasil tangkapan tuna handline yang tidak terpusat di

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tilamuta, akan mempersulit proses

pencatatan, pengumpulan data hasil tangkapan bahkan dapat

meningkatkan biaya operasional.

Page 115: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

99

Para nelayan tuna madidihang di lokasi penelitian lebih banyak

mendaratkan hasil tangkapannya di kampung nelayan atau kepada

pengumpul tuna untuk dilakukan proses pemotongan ikan menjadi loin.

Hal ini dikarenakan anggapan para nelayan bahwa nilai jual hasil tangkap

tuna bila didaratkan di kampung nelayan (pengumpul) memiliki harga yang

relatif tinggi dibandingkan jika didaratkan di TPI setempat. Berdasarkan

hal tersebut maka kategori untuk pendaratan ikan yang belum terpusat di

TPI Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo dinilai kurang tepat

sehingga dibutuhkan kerjasama antar seluruh stakeholders yang terkait di

dalamnya.

Setelah menentukan beberapa atribut dalam dimensi teknologi

penangkaan, maka tahapan selanjutnya adalah penyusunan skor

(scoring) atau biasa disebut pembobotan. Penyusunan skor ini

berdasarkan acuan-acuan yang telah dibuat baik melalui literatur maupun

judgement dari penulis dengan asumsi-asumsi dan dasar-dasar ilmiah.

Berdasarkan penilaian terhadap kondisi eksisting setiap atribut, kisaran

hasil pembobotan (scoring) untuk masing-masing kriteria adalah 1 sampai

3. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi teknologi

penangkapan disajikan dalam Tabel 11.

Page 116: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

100

Tabel 11. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi teknologi penangkapan.

No. Atribut Kriteria Nilai Skor

1. Kapasitas mesin

1.>9 PK 2.7-9 PK 3.5-7 PK

1

2. Modifikasi alat penangkapan

1.Ada perubahan untuk meningkatkan kapasitas alat

2.Tidak ada perubahan perkapasitas alat

1

3.

Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

1.Tidak ramah lingkungan 2.Ramah lingkungan

2

4. Teknik penangkapan

1.Rumpon 2.Berburu

1

5. Tempat pendaratan

1.Kampung nelayan 2.TPI Kecamatan

1

Sumber: Data primer (2013)

Tabel 11 menunjukkan realitas data berupa skor-skor berdasarkan

kondisi lapangan masing-masing atribut pada dimensi teknologi

penangkapan. Jumlah atribut pada dimensi teknologi penangkapan

dianalisis pada 5 atribut. Nilai skor pada dimensi teknologi penangkapan

seperti yang tercantum pada Tabel 11 di atas kemudian dimasukkan ke

dalam program microsoft excel dengan template teknologi penangkapan

yang telah dipersiapkan sebelumnya kemudian di-run sehingga diperoleh

nilai Multi-Dimensional scaling dari RAPFISH yang lebih dikenal dengan

indeks keberlanjutan kegiatan perikanan secara teknologi.

indeks keberlanjutan perikanan tuna madidihang pada metode

RAPFISH diketahui mempunyai reference dari bad (buruk) sampai good

(baik) dalam selang 0 sampai 100. Untuk memudahkan dalam penentuan

Page 117: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

101

status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo maka selang dari bad (0) sampai good (100) tersebut

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu dengan membagi empat selang 0

sampai 100 tersebut.

Selang indeks keberlanjutan tersebut yaitu selang 0 sampai 25

dalam status sangat buruk, selang 26 sampai 50 dalam status buruk,

selang 51 sampai 75 dalam status baik dan selang 76 sampai 100 dalam

status sangat baik. Pembagian selang yang menggambarkan status

indeks keberlanjutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Analisis ordinasi pada dimensi teknologi penangkapan

menggambarkan keberlanjutan dari teknologi penangkapan itu sendiri

yang dalam penelitian ini mempunyai 5 atribut. Garis horizontal

menunjukkan status keberlanjutan perikanan tuna madidihang sesuai

dengan kategori selang indeks keberlanjutan yang telah diuraikan di atas.

Adapun posisi status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di Teluk

Tomini Kabupaten Boalemo pada dimensi teknologi penangkapan dapat

dilihat pada Gambar 11.

Page 118: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

102

Gambar 11. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di

Teluk Tomini Kabupaten Boalemo pada dimensi teknologi penangkapan.

Gambar 11 menunjukkan ordinasi atribut pada dimensi teknologi

penangkapan. Ordinasi RAPFISH ini menggambarkan posisi

keberlanjutan perikanan tuna madidihang di lokasi penelitian dengan nilai

indeks keberlanjutannya adalah sebesar 19,1719. Hal ini menjelaskan

bahwa berdasarkan kategori indeks keberlanjutan, dimensi teknologi

penangkapan di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo berada pada kategori

status keberlanjutan sangat buruk dengan indeks keberlanjutannya kurang

dari 25.

19,1719

DOWN

UP

BAD GOOD

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Fisheries Sustainability

Oth

er

Dis

tin

gis

hin

g F

eatu

res

Real Fisheries

References

Anchors

Page 119: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

103

Dengan telah diketahuinya nilai indeks dimensi teknologi

penangkapan dari analisis menggunakan perangkat lunak RAPFISH

mengenai kondisi dan status perikanan tuna madidihang, selanjutnya

dapat dilakukan analisis leverage (pengungkit). Kegunaannya adalah

untuk mengetahui atribut yang sensitif terhadap indeks kondisi dan status

perikanan tuna madidihang. Perhitungan leverage ini didasarkan pada

perbedaan standard error antara skor dengan atribut atau sebaliknya skor

dengan tidak adanya atribut. Hasil analisis atribut pengungkit (leverage

attributes) RAPFISH untuk dimensi teknologi penangkapan ditunjukkan

pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi teknologi

penangkapan.

4.8327

8.4950

19.4467

7.2246

5.5153

0 5 10 15 20 25

Kapasitas mesin

modifikasi alat

penangkapan

penangkapan ikan

yang ramah lingkungan

teknik penangkapan

Tempat pendaratan

Att

rib

ute

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Page 120: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

104

Analisis sensitivitas (leverage analysis) pada dasarnya untuk

melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan teknologi

penangkapan apabila satu atribut dikeluarkan dari analisis sehingga bisa

dilihat tingkat sensitivitas skor keberlanjutan teknologi penangkapan akibat

dikeluarkannya satu atribut tersebut. Pada Gambar 12 menunjukkan

bahwa atribut yang menjadi pengungkit utama (leverage attribute) dimensi

teknologi penangkapan yaitu:

1. Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan atribut

pertama yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna

madidihang berdasarkan nilai root mean square yakni sebesar 19,4467.

Penangkapan ikan yang ramah lingkungan diupayakan untuk menjaga

lingkungan dan tidak merusak ekosistem yang ada. Hal ini perlu dijaga

demi keberlanjutan perikanan tangkap di perairan Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo. Penggunaan pancing ulur (handline) sebagai alat

tangkap tuna merupakan salah satu pilihan yang tepat karena

pengoperasiannya yang mudah diaplikasikan dan dapat diterima oleh

masyarakat nelayan pada umumnya.

2. Modifikasi alat penangkapan

Atribut kedua yang memberikan pengaruh terhadap penentuan

indeks dari dimensi teknologi penangkapan adalah modifikasi alat

penangkapan dengan nilai root mean square sebesar 8,4950. Munculnya

modifikasi alat penangkapan sebagai atribut yang sensitif karena

Page 121: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

105

berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para nelayan

handline tuna madidihang, diperoleh adanya perubahan untuk

meningkatkan kapasitas alat tangkap seperti penggunaan mata pancing

yang lebih kecil sehingga dapat menangkap jenis tuna madidihang dalam

berbagai ukuran.

Hal ini tentu saja harus diperhatikan dan dihindari agar tidak terjadi

aktivitas penangkapan yang berlebihan dan secara tidak langsung dapat

menjamin ketersediaan sumberdaya ikan di kawasan tersebut.

Berdasarkan indikator yang dimaksud, maka perlu langkah-langkah untuk

mempertahankan dan meningkatkan upaya-upaya dalam mencegah

terjadinya modifikasi alat penangkapan untuk peningkatan kapasitas.

3. Teknik penangkapan

Atribut selanjutnya yang sensitif dan perlu mendapatkan perhatian

pada dimensi teknologi penangkapan adalah teknik penangkapan dengan

nilai root mean square sebesar 7,2246. Atribut ini sangatlah penting dalam

hal meningkatkan produksi hasil tangkapan. Atribut teknik penangkapan

dimaksudkan untuk mengetahui cara ataupun teknik yang dilakukan

nelayan setempat dalam mengeksploitasi ikan target. Teknik

penangkapan yang dilakukan adalah dengan penggunaan rumpon untuk

mengumpulkan ikan sekaligus dijadikan nelayan sebagai fishing ground.

Daerah penangkapan pancing ulur selama pengambilan data

berada pada posisi geografi 00016’57,9” LU dan 122038’14,3” BT sampai

00011’42,0” LU dan 122024’47,9” BT. Kedalaman perairan dan panjang tali

Page 122: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

106

pancing yang digunakan pada alat tangkap handline sangat

mempengaruhi bobot dan ukuran jenis ikan tuna madidihang. Semakin

dalam areal penangkapan dan panjang tali pancing yang digunakan, maka

semakin besar jumlah dan ukuran (kg) ikan target (Bandjar dkk, 1994).

Kegiatan penangkapan pancing ulur menggunakan rumpon sebagai alat

bantu penangkapan ikan. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa

secara geografis daerah penangkapan tuna handline adalah posisi

rumpon.

Kendala yang dihadapi oleh para nelayan tuna madidihang di

perairan Teluk Tomini Kabupaten Boalemo adalah rumpon yang ada telah

dilingkari jaring untuk menjaring ikan-ikan kecil yang berada di sekitar

rumpon. Ini tentu saja membuat rantai makanan tuna madidihang terputus

dan menyebabkan mereka mencari makan di luar rumpon sehingga sulit

untuk ditangkap.

C. Analisis Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

Pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar di wilayah ini

dilakukan dengan mengacu pada berbagai kesepakatan internasional

yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia diantaranya United

Nation Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diratifikasi

dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985. Selanjutnya Food and

Agriculture Organization menetapkan standar acuan bagi pengelolaan

Page 123: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

107

perikanan secara bertanggungjawab pada tahun 1995 melalui penerapan

Code of Conduct for Responsible Fisheries.

Adapun atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap

tingkat keberlanjutan pada dimensi kelembagaan terdiri dari 8 (delapan)

atribut, antara lain: (1) rencana pengelolaan perikanan, (2) jumlah

peraturan pengelolaan perikanan, (3) partisipasi stakeholder dalam

penyusunan RPP, (4) konflik kebijakan pengeloaan perikanan, (5)

kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan, (6)

lembaga pelaksana pengelolaan perikanan, (7) ketersediaan sarana SDM

dalam penegakan peraturan perikanan, dan (8) keberadaan otoritas

tunggal dalam pengelolaan perikanan.

Atribut pada dimensi kelembagaan merupakan cerminan dari

derajat pengaturan kegiatan ekonomi manusia terhadap lingkungan

perairan laut dan sumberdaya perikanan tangkap yang terkandung di

dalamnya. Semakin baik derajat pengaturan yang dilakukan maka

semakin dapat menjamin bahwa kegiatan yang dilakukan dapat berjalan

dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

Berdasarkan penilaian terhadap kondisi eksisting setiap atribut,

kisaran hasil pembobotan untuk masing-masing kriteria adalah 1 sampai

3. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi kelembagaan

disajikan dalam Tabel 12.

Page 124: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

108

Tabel 12. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi kelembagaan.

No. Atribut Kriteria Nilai Skor

1. Rencana Pengelolaan Perikanan

1. Belum ada RPP 2. Ada RPP tapi belum dijalankan 3. Ada RPP dan telah dijalankan

2

2. Jumlah Peraturan Pengelolaan Perikanan

1. 0-1 peraturan 2. 2-3 peraturan 3. >3 peraturan

1

3. Partisipasi Stakeholder Dalam Penyusunan RPP

1. Tidak ada 2. Ada tapi tidak efektif 3. Ada dan efektif

1

4. Konflik Kebijakan Pengelolaan Perikanan

1. Kebijakan yang saling bertentangan 2. Kebijakan tidak saling mendukung 3. Kebijakan saling mendukung

3

5. Kepatuhan Terhadap Peraturan Formal Dalam Pengelolaan Perikanan

1. Frekuensi pelanggaran >10 kasus pertahun

2. Frekuensi pelanggaran 5-10 kasus pertahun

3. Frekuensi pelanggaran < 5 kasus pertahun

2

6. Lembaga Pelaksana Pengelola Perikanan

1. Tingkat nasional 2. Tingkat provinsi dan kabupaten 3. Tingkat lokal / desa

3

7. Ketersediaan Sarana dan SDM Dalam Penegakan Peraturan Perikanan

1. Tidak ada sarana dan SDM 2. Ada sarana dan SDM tapi tidak

berjalan efektif 3. Ada sarana dan SDM serta ada

penindakan

2

8. Keberadaan Otoritas Tunggal Dalam Pengelolaan Perikanan

1. Tidak ada otoritas 2. Lebih dari satu otoritas 3. Ada otoritas

3

Sumber: Data primer (2013)

Nilai skor pada dimensi kelembagaan seperti yang tercantum pada

Tabel 12 di atas kemudian dianalisis dengan metode RAPFISH. Hasil

yang diperoleh dengan metode RAPFISH pada dimensi kelembagaan

Page 125: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

109

menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sumberdaya perikanan tuna

madidihang secara kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis dengan

menggunakan perangkat lunak RAPFISH menunjukkan bahwa nilai indeks

dimensi kelembagaan sebesar 49,6791. Kondisi demikian menjelaskan

bahwa berdasarkan penilaian status keberlanjutan, indeks dimensi

kelembagaan di perairan Teluk Tomini Kabupaten Boalemo berada pada

kategori buruk (kurang berkelanjutan).

Adapun posisi status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di

Teluk Tomini Kabupaten Gorontalo pada dimensi kelembagaan dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Posisi status keberlanjutan perikanan tuna madidihang di

Teluk Tomini Kabupaten Gorontalo pada dimensi kelembagaan.

54,9074

DOWN

UP

BAD GOOD

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Fisheries Sustainability

Oth

er D

isti

ng

ish

ing

Fea

ture

s

Real Fisheries

References

Anchors

Page 126: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

110

Dengan telah diketahuinya nilai indeks dimensi kelembagaan,

selanjutnya dapat dilakukan analisis leverage (pengungkit). Hasil analisis

dari atribut pengungkit (leverage attributes) RAPFISH untuk dimensi

kelembagaan ditunjukkan pada Gambar 14 berikut:

Gambar 14. Hasil analisis faktor pengungkit pada dimensi kelembagaan.

Pada Gambar 14 tersebut di atas menunjukkan bahwa atribut yang

menjadi pengungkit utama (leverage attribute) dimensi kelembagaan

yaitu:

1. Partisipasi stakeholder dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP)

Atribut sensitif pertama pada dimensi kelembagaan yaitu partisipasi

stakeholder dalam penyusunan RPP ikan tuna madidihang dengan nilai

root mean square sebesar 7,8154. Hasil wawancara dengan Kepala Dinas

3,9100

6,4014

7,8154

7,3255

1,7807

6,6900

0,9438

4,3731

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rencana Pengelolaan Perikanan

Jumlah Peraturan Pengelolaan Perikanan

Partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP

Konflik Kebijakan Pengelolaan perikanan

Kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan

perikanan

Lembaga pelaksana pengelola perikanan

Ketersediaan sarana dan SDM dalam Penegakan peraturan

perikanan

Keberadaan otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan

Att

rib

ute

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Page 127: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

111

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Boalemo menjelaskan bahwa

penyusunan RPP ikan tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo belum ada. Hal ini disebabkan oleh Kabupaten tersebut

tergolong Kabupaten baru yang terbentuk di Provinsi Gorontalo dan masih

banyak permasalahan sektor perikanan yang harus dicapai secepatnya.

Untuk itu upaya penyusunan rencana pengelolaan perikanan perlu

secepatnya dilakukan. Mengingat hal ini sangat penting bagi

kelangsungan hidup nelayan khususnya para nelayan tuna madidihang di

lokasi penelitian yang pencarian hidupnya bergantung sepenuhnya

terhadap sumberdaya laut. Untuk itu, partisipasi masyarakat

(stakeholders) dalam upaya penyusunan RPP sangat diharapkan karena

terkait dengan penyusunan konsep aturan main dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan. Setiap langkah penyusunan RPP haruslah

melibatkan para stakeholders.

2. Konflik kebijakan pengelolaan perikanan

Atribut yang menjadi faktor pengungkit kedua pada dimensi

kelembagaan dengan nilai root mean square tertinggi sebesar 8,1702

adalah konflik kebijakan pengelolaan perikanan. Atribut ini menjelaskan

bahwa apakah kebijakan perikanan di perairan Teluk Tomini Kabupaten

Boalemo mengindikasikan kebijakan yang saling bertentangan atau

sebaliknya yaitu saling mendukung dengan kebijakan lain seperti

kebijakan jalur transportasi laut, kebijakan dan strategi pembangunan

Page 128: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

112

sektor kelautan, kebijakan pertahanan dan keamanan, dan kebijakan

ekonomi nasional.

Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Boalemo, diperoleh kebijakan yang saling

mendukung antara satu kebijakan instansi dengan instansi lainnya. Hal ini

perlu dipelihara keberadaannya agar seluruh aktivitas yang menunjang

pembangunan sumberdaya perikanan dapat lebih ditingkatkan dan

berkelanjutan.

3. Lembaga pelaksana pengelola perikanan

Atribut lembaga pelaksana pengelola perikanan merupakan atribut

pengungkit selanjutnya dalam keberlanjutan dimensi kelembagaan.

Lembaga pelaksana pengelola perikanan tuna madidihang masih pada

tingkat provinsi dan kabupaten belum ada lembaga pelaksana pengelola

pada tingkat kecamatan atau desa atau lembaga pengelolan yang

diberikan kepada pihak swasta.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan staf Dinas

Kelautan dan Perikanan, maka diperoleh bahwa di perairan Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo terdapat suatu lembaga ataupun kelompok yang

dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan dipilih

langsung oleh elemen masyarakat sebagai stakeholder di daerah

penelitian. Kelompok tersebut biasa disebut dengan Kelompok

Masyarakat Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Page 129: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

113

(POKMASWAS-SDKP). Kelompok ini bertugas untuk mengawasi

sekaligus melaksanakan pengelolaan perikanan, dimana kegiatan

tersebut dibawah pengawasan langsung Dinas Kelautan dan Perikanan.

D. Analisis Status Keberlanjutan Setiap Dimensi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh nilai-

nilai keberlanjutan setiap dimensi pengelolaan perikanan tuna

madidihang. Hasil analisis RAPFISH dari masing-masing nilai indeks

keberlanjutan pada setiap dimensi tersaji melalui kite diagram yang dapat

dilihat pada Gambar 15 berikut:

Gambar 15. Kite diagram hasil analisis RAPFISH dari masing-masing nilai

indeks keberlanjutan pada setiap dimensi

58,9612

19,1719

54,9074

Biologi

Teknologi penangkapanKelembagaan

Page 130: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

114

Gambar 15 menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan tertinggi

adalah dimensi biologi sebesar 58,9612 yang termasuk kategori status

keberlanjutan baik. Selanjutnya adalah dimensi kelembagaan dengan nilai

indeks keberlanjutannya sebesar 54,9074 dan termasuk kategori status

keberlanjutan baik. Berikutnya adalah dimensi teknologi penangkapan

yang dalam penelitian ini merupakan indeks keberlanjutan terendah

dengan nilai sebesar 19,1719 sehingga dikategorikan status keberlanjutan

sangat buruk.

Penentuan kategori status keberlanjutan untuk setiap dimensi yang

dikaji mengacu pada kategori selang nilai indeks keberlanjutan

berdasarkan pendapat Nababan et al. (2007). Selain itu, Gambar 15 di

atas memperlihatkan bahwa dari ketiga dimensi yang dianalisis pada

penelitian ini, maka dimensi yang perlu mendapat perhatian untuk diambil

langkah-langkah perbaikan adalah dimensi teknologi penangkapan.

E. Analisis Status Keberlanjutan Multidimensi

Indeks keberlanjutan setiap dimensi belum menggambarkan status

keberlanjutan dari kegiatan secara keseluruhan. Untuk itu nilai indeks

setiap dimensi perlu digabungkan untuk menentukan nilai status

keberlanjutan multidimensi. Penggabungan dilakukan dengan mengalikan

nilai indeks dari hasil perhitungan (existing condition) dengan hasil

perhitungan bobot dari masing-masing dimensi berdasarkan penilaian

Page 131: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

115

enam (6) orang ahli pengelolaan sumberdaya perairan (need

assessment), dengan hasil seperti berikut:

Page 132: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

116

Tabel 13. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi perikanan tuna madidihang

Atribut eC Bobot

gabungan Bobot

tertimbang Aspek

keberlanjutan Jumlah

nilai R1 R2 R3 R4 R5 R6

Biologi 0,4290 0,4550 0,4050 0,6000 0,5400 0,4550 0,4762 0,5123 58,9612 30,2067

Teknologi penangkapan 0,4290 0,4550 0,1140 0,2000 0,2970 0,4550 0,2905 0,3126 19,1719 5,9931

Kelembagaan 0,1430 0,0910 0,4810 0,2000 0,1630 0,0910 0,1627 0,1751 54,9074 9,6136

Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 133,0405 45,8134

Sumber: Data primer (2013)

Page 133: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

117

Hasil pembobotan menempatkan dimensi biologi dan teknologi

penangkapan pada urutan teratas diikuti oleh dimensi kelembagaan.

Berdasarkan jumlah nilai tersebut maka didapatkan nilai indeks

multidimensi (existing condition) sebesar 45,8134 atau secara

keseluruhan pengelolaan perikanan tuna madidihang di perairan Teluk

Tomini Kabupaten Boalemo masih tergolong kategori buruk walaupun

satu diantara dimensi yang dianalisis lainnya sudah tergolong

keberlanjutannya baik yaitu dimensi biologi. Hal ini mengindikasikan

bahwa untuk meningkatkan status keberlanjutan kegiatan secara

menyeluruh diperlukan penataan terhadap berbagai atribut yang

sensitivitasnya tinggi khususnya pada dimensi teknologi penangkapan.

Penentuan status keberlanjutan perikanan tuna madidihang secara

keseluruhan mengacu pada pendapat Budiharsono (2007) yang

mengelompokkan status keberlanjutan perikanan tuna madidihang ke

dalam tiga kategori, yaitu: (1) Apabila nilai indeks < 50, berarti status

pengelolaan buruk; (2) Apabila nilai indeks 50 sampai 75, berarti status

pengelolaan baik; dan (3) Apabila nilai indeks > 75, berarti status

pengelolaan sangat baik

Selain itu, nilai indeks keberlanjutan multidimensi ini menunjukkan

bahwa pengelolaan perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo belum mendapat perhatian serius. Hal ini bisa saja

terjadi mengingat belum adanya Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP)

tuna madidihang di lokasi penelitian seperti yang telah disusun dalam

Page 134: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

118

berbagai tahapan seminar dan lokakarya, namun memang belum

disahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kurangnya

jenis regulasi baik secara nasional, provinsi, maupun lokal terhadap

penangkapan baby tuna (tuna yang belum memijah), belum diterapkannya

sistem perizinan sebagai alat pengendalian upaya penangkapan yang

berlebihan, dan lain-lain.

Berdasarkan nilai bobot gabungan yang diperoleh (Tabel 13),

maka yang perlu diperhatikan dan diintervensi dalam meningkatkan

status pengelolaan perikanan tuna madidihang yang saat ini masih berada

dalam kondisi buruk adalah perbaikan teknologi penangkapan. Strategi

perbaikan pada dimensi teknologi penangkapan yaitu mempertahankan

penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu handline tuna, dan

mencegah modifikasi alat tangkap yang dapat menangkap ikan jenis tuna

dengan berbagai ukuran. Adapun perbaikan pada dimensi kelembagaan

yaitu meningkatkan partisipasi stakeholder dalam penyusunan rencana

pengelolaan perikanan tuna madidihang, dan menyediakan sarana dan

prasarana sumberdaya manusia dalam penegakan peraturan perikanan.

F. Analisis Monte Carlo

Prosedur dalam ordinasi RAPFISH yang terakhir adalah analisis

Monte Carlo. Menurut Kavanagh et al. (2004) tujuan dari analisis ini

adalah untuk mengetahui pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut,

pengaruh variasi pemberian skor, stabilitas proses analisis Multi-

Page 135: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

119

Dimensional Scalling (MDS) yang dilakukan berulang, dan kesalahan

pemasukan atau hilangnya data (missing data). Untuk Menggambarkan

keabsahan RAPFISH secara statistik dengan pengukuran nilai stress atau

yang dilambangkan dengan S dan r-squared (squared correlation) dari

masing masing atribut. Menurut prosedur MDS yang diacu dalam Fauzi et

al. (2002) adalah jika nilai S semakin rendah menunjukkan kondisi fit

(goodness of fit) dimana S < 25%, sedangkan r-squared harus mendekati

100%.

Analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai status indeks

keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna madidihang di Teluk Tomini

Kabupaten Boalemo pada selang kepercayaan >90 persen untuk masing-

masing dimensi tidak banyak perbedaan dengan analisis MDS. Nilai

stress yang diperoleh pada setiap dimensi yaitu dimensi biologi sebesar

0,1546, dimensi teknologi penangkapan sebesar 0,1516, dan

kelembagaan sebesar 0,1366.

Nilai stress untuk ketiga dimensi yang dianalisis adalah kurang dari

0,20 yang menunjukkan hasil analisis yang baik. Nilai stress

menggambarkan goodness of fit dalam Multi-Dimensional Scaling (MDS)

yaitu ukuran ketepatan suatu konfigurasi dapat mencerminkan data

aslinya. Nilai stress yang rendah mencerminkan kategori goodness of fit

yang sempurna, dengan batas tertinggi menurut Kruskal et al. (1979)

dalam Kavanagh et al. (2004) adalah maksimal sebesar 0,20.

Page 136: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

120

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

diasumsikan bahwa nilai stress sudah memenuhi kondisi fit karena S

<20%. Selain itu Nilai kuadrat korelasi (R2) untuk semua dimensi diatas

90% yang menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan (koefisien

determinasi) terhadap hasil analisis multidimensi untuk penilaian status

keberlanjutan perikanan tuna madidihang dapat dipercaya dan

dipertanggungjawabkan.

Hasil estimasi proporsi ragam data dapat terjelaskan oleh teknik

analisis ini secara memadai, dimana nilai R2 yang diinginkan adalah >80%

(Kavanagh, 2001). Pada penelitian ini, nilai dari koefisien determinasi

(selang kepercayaan) atau R2 yang diberikan sudah cukup tinggi untuk

masing-masing dimensi yang dianalisis yaitu dimensi biologi 93,89%,

teknologi penangkapan sebesar 91,52%, dan kelembagaan sebesar

94,79%. Selanjutnya beberapa nilai statistik pada masing-masing dimensi

dan selisih nilai antara MDS dan Monte Carlo dapat dilihat pada Tabel 14.

Page 137: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

121

Tabel 14. Nilai statistik dan perbedaan nilai (selisih) indeks keberlanjutan perikanan tuna madidihang antara RAPFISH (Multi Dimensional scalling) dengan Monte Carlo pada masing-masing dimensi.

No. Dimensi Keberlanjutan

Atribut Statistik Indeks

Keberlanjutan MDS (%)

Indeks Keberlanjutan

Monte Carlo (%)

Perbedaan Nilai

(selisih) MDS dan

Monte Carlo

Stress r-squared

(R2) Stress

(%) r-squared

(%)

1. Biologi 0,1546 0,9389 15,46 93,89 58,9612 58,1036 0,8576

2. Teknologi penangkapan 0,1516 0,9152 15,16 91,52 19,1719 19,1936 0,0217

3. Kelembagaan 0,1366 0,9479 13,66 94,79 54,9074 54,9678 0,0604

Sumber: Data primer (2013)

Page 138: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

122

Menurut Kavanagh (2001), kesalahan dalam analisis Monte Carlo

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain dampak kesalahan skoring

akibat minimnya informasi, dampak dari keragaman dalam skoring

akibat perbedaan penilaian, kesalahan dalam menginput data dan

tingginya nilai stress yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terjadi kesalahan dalam analisis Monte Carlo pada metode RAPFISH.

Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi biolgi, teknologi penangkapan,

dan kelembagaan dapat dilihat masing-masing pada Gambar 16a, 16b,

dan 16c. Berdasarkan hasil analisis RAPFISH diperoleh nilai stress

berkisar antara 0,13 sampai 0,15 dan nilai determinasi (R2) antara 0,91

sampai 0,94. Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi biologi, teknologi

penangkapan, dan kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 16 berikut:

Page 139: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

123

a. b.

c

Gambar 16. Hasil simulasi Monte Carlo dari setiap dimensi yang dianalisis

Page 140: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

124

Analisis Monte Carlo dilakukan untuk melihat tingkat gangguan

(perturbation) terhadap nilai ordinasi sehingga dapat diketahui seberapa

jauh hasil analisis dapat dipercaya (Purnomo, 2002). Kestabilan dapat

dilihat dari pencaran (scatter) plot, dimana semakin jauh pencaran plot

setiap atribut dari nilai ordinasi maka tingkat gangguannya dianggap

besar.

Dengan menggunakan pengulangan (repeat) dihasilkan grafik

Monte Carlo untuk semua dimensi yang menunjukkan pencaran plot

berjarak dekat satu sama lain serta terfokus (berhimpitan) pada nilai

ordinasi setiap dimensi. Dengan demikian kestabilan data atribut dalam

analisis yang dilakukan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tuna

madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo masuk dalam kategori

tinggi dengan tingkat gangguan yang kecil.

Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi biologi, teknologi

penangkapan, dan kelembagaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar

15a, 15b, dan 15c menjelaskan bahwa indeks keberlanjutan perikanan

tuna madidihang di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo dengan

menggunakan teknik RAPFISH mempunyai hasil yang berkumpul di satu

titik walaupun dengan pola yang menyebar pada masing-masing dimensi.

Page 141: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

125

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna madidihang

untuk masing-masing dimensi yaitu untuk dimensi biologi sebesar

58,9612 yang termasuk kategori status keberlanjutan baik, dimensi

kelembagaan dengan nilai indeks keberlanjutannya sebesar

54,9074 yang termasuk kategori status keberlanjutan baik, dan

dimensi teknologi penangkapan yang nilai indeks keberlanjutannya

sebesar 15,0913 termasuk kategori status keberlanjutan sangat

buruk.

2. Nilai status keberlanjutan pengelolaan perikanan tuna madidihang

secara keseluruhan (multidimensi) adalah sebesar 45,8134 atau

secara umum status pengelolaan perikanan tuna madidihang di

Teluk Tomini Kabupaten Boalemo masih tergolong kategori buruk.

Pengelolaan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah pada

dimensi teknologi penangkapan.

3. Untuk mempertahankan keberlanjutan perikanan tuna madidihang,

maka direkomendasikan tiga strategi pengelolaan perikanan tuna

Page 142: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

126

madidihang yang dapat dijadikan sebagai alternatif kebijakan

berdasarkan leverage attribute (atribut pengungkit) dari masing-

masing dimensi yang dianalisis, yaitu:

- Dari perspektif biologi, perlu dilakukan instrumen kebijakan

untuk mempertahankan rata-rata ukuran panjang ikan yang

tertangkap dengan cara mengeluarkan peraturan mengenai

ukuran minimum panjang cagak tuna madidihang yang boleh

dieksploitasi adalah lebih besar dari 107 cm. Selain itu perlu

adanya pengawasan mengenai proporsi ikan yuwana (juvenile)

yang ditangkap untuk memberikan kesempatan tuna

madidihang memijah (menghasilkan keturunan) minimal telah

melakukan pemijahan satu kali sehingga keberlanjutan tuna

madidihang dapat terjaga dan secara tidak langsung dapat

mengurangi jumlah hasil tangkapan yang tidak laku di pasar.

- Strategi perbaikan teknologi penangkapan antara lain adalah:

(a). Menjaga dan memelihara penggunaan alat tangkap yang

ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem sumberdaya

(b). Mencegah terjadinya modifikasi alat penangkapan untuk

peningkatan kapasitas (c). Mempertahankan penggunaan

pancing tuna handline dengan panjang tali pancing ulur lebih

dari 74 meter di perairan lebih dalam (kedalaman >100 meter)

yang dapat meningkatkan jumlah dan ukuran (kg) ikan target

tangkapan.

Page 143: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

127

- Strategi perbaikan pada dimensi kelembagaan antara lain: (a).

Menjalin kerjasama antar seluruh stakeholders pemanfaat

sumberdaya perikanan termasuk kerjasama antar daerah yang

berbatasan langsung dengan perairan Teluk Tomini agar

efektivitas pengelolaan perikanan dapat lebih ditingkatkan (b).

Membuat segera instrumen kebijakan untuk mengatasi keadaan

sumberdaya perikanan yang sudah mengalami tangkap lebih

(over exploited) di Teluk Tomini Kabupaten Boalemo agar

sumberdaya perikanan ini tidak habis dalam jangka pendek

namun tetap berkelanjutan dalam jangka panjang.

B. Saran

1. Untuk mempertahankan dan meningkatkan status keberlanjutan ke

depan, perlu dilakukan intervensi (perbaikan) terhadap atribut yang

berpengaruh terhadap peningkatan status keberlanjutan.

2. Perlu diprioritaskan perbaikan atribut pada dimensi keberlanjutan

yang mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih rendah, yaitu

pada dimensi teknologi penangkapan. Sedangkan untuk dimensi

biologi dan kelembagaan berdasarkan existing condition, nilai

indeks keberlanjutannya ke depan dapat dipertahankan atau lebih

ditingkatkan.

3. Perbaikan terhadap atribut-atribut sebaiknya tidak hanya dilakukan

pada atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status

Page 144: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

128

keberlanjutan, tetapi juga atribut-atribut yang tidak sensitif agar

status keberlanjutan perikanan tuna madidihang dapat ditingkatkan

mendekati nilai indeks keberlanjutan 100 persen. Tentunya dengan

pertimbangan kemampuan finansial, waktu, dan tenaga.

Page 145: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

129

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto dan Luky. 2007. Konsepsi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alder, J., Pitcher, T.J., Preikshot, D., Kaschner, K., and Ferriss. 2000. How

Good is Good ?: A Rapid Appraisal Technique for Evaluation of The Sustainability Status of Fisheries of The North Atlantic. In D. Pauly and T.J. Pitcher (Editors). Methods for Evaluating The Impacts on North Atlantic Ecosystem. Fisheries Center Report. Fisheries Center, Univ. Of British Columbia, Vancouver.

Ali, S.A. 2005. Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan terbang

(Hirundichthys oxycephalus Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat Makassar. Disertasi. Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Ali, S.A., Januarita, D., Hade, A.R., Kudsiah, H. 2012. Strategi

Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang Melalui Pendekatan Ekosistem di Selat Makassar (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat). Laporan Akhir Penelitian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Allahyari, M.S. 2010. Social Suistainability assessment of fisheries

cooperative in guilan province, Iran. J. of fisheries and aquatic science.

Anonim. 2009. Panjang Garis Pantai Indonesia Terbaru.

http://seputarberita.blogspot.com/2009/03/panjang-garis-pantai-indonesia-terbaru.html.

[ATLI] Asosiasi Tuna Longline Indonesia. 2006. Laporan Tahunan ATLI

1997-2005. Benoa. Bali. Bandjar, H., Bahar, S. 1994. Pengaruh Perbedaan Panjang Tali Pancing

Ulur Dan Posisi Mengkaitkan Kail Pada Umpan Hidup Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 85: 30-39.

Badrudin, Aisyah, dan Wiadnyana, N.N. 2010. Indeks Kelimpahan Stok

dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal di WPP Laut Jawa. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Jakarta.

Page 146: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

130

BAPPENAS. 2004. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Indonesia. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta.

Budiharsono, S. 2007. Penentuan status dan faktor pengungkit

PEL.Direktorat Perekonomian Daerah. Bappenas. Jakarta. Brill, R. 1994. A Review of Temperature And Oxygen Tolerance Studies of

Tunas Pertinent To Fisheries Oceanography, Movements Models And Stock Assessments. Fish. Ocean., 3 (3): 204-216.

Brinkerhoff, D.W., Arthur, A., and Goldsmith. 1990. Institusional

Suatainability in Agriculture and Rural Development: A Global Perspective. Praeger Publisher. New York. USA.

Charles, A.T. 2001. Suistainable Fishery System. Blackwell Science. UK. Charles, A.T., Boyd H., Lavers, A., and Benjamin, C. 2002. Measuring

sustainable development application of the genuine progress index to nova scotia. Management Science/Environmental Studies. Saint Mary’s University. Halifax.

Collette, B.B., and Nauen, C.E. 1983. FAO species catalogue. Vol. 2.

Scombrids of the world. An annotated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos and related species known to date. FAO Fish.Synop., (125) Vol. 2: 137 p.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. 2006. Perencanaan pembangunan wilayah pesisir:

mengharmoniskan pertumbuhan ekonomi pemerataan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. Makalah. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994. Petunjuk Teknis

Pengelolaan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

[DKP] Departemen Kelautan Dan Perikanan. 2005. Laporan Statistik

Perikanan. Jakarta.

Page 147: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

131

[DKP] Departemen Kelautan Dan Perikanan. 2005. Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Teluk Tomini. Jakarta.

[DIT-POLAIR] Direktorat Kepolisian Perairan. 2013. Penanganan Tindak

Pidana Illegal Fishing DIT Polair Polda Gorontalo. Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Gorontalo.

[EAFM] Ecosystem Approach to Fisheries Management-Indonesia. 2013. Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan. Kementerian Kelutan dan Perikanan. http://www.eafm-indonesia.net. [Diakses: 05 Oktober 2013].

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Fauzi, A., dan Anna, S. 2002. Evaluasi status keberlanjutan pembangunan perikanan: aplikasi pendekatan Rapfish (studi kasus perairan pesisir DKI Jakarta). Pesisir & Lautan 4(3):43-55. Jakarta.

FAO. 1995. The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO of The

United Nations. Rome. FAO. 1997. Review of The State of World Fishery Resources: Marine

Fisheries. Marine Resources Service, Fishery Resources Division, Fisheries Department, FAO, Rome, Italy.

FAO. 1999a. RAPFISH: A Rapid Appraisal Technique For Fisheries, And

Its Application To The Code Of Conduct For Responsible Fisheries. Rome: FAO.

FAO. 1999b. Indicators for Sustainable Development of Marine Capture

Fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. FAO of The United Nations. Rome.

FAO. 2003. Ecosystem Approach to Fisheries. FAO Technical Paper. Francis, R.C. 1992. Dolphins And The Tuna Industry. National Academy

Press. Washington, D.C. Gracia, S.M., and Cochrane, K.L. 2005. Ecosystem Approach to Fisheries:

A Review of Implementation Guidelines. ICES Journal of Marine Sciences (62).

Page 148: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

132

Habibi, A., Ariyogagautama, D., dan Sugiyanta. 2011. Perikanan Tuna-Panduan Penangkapan dan Penanganan. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Best Management Practices. WWF-Indonesia. 27 hal.

Hamdan. 2007. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap

Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartono, T.T., Kodiran, T., Iqbal, M.A., dan Koeshendrajana, S. 2005.

Pengembangan teknik rapid appraisal for fisheries (RAPFISH) untuk penentuan indikator kinerja perikanan tangkap berkelanjutan di Indonesia. Buletin Ekonomi Perikanan 6(1):65-76.

Hidayanto, M., Supiandi, S., Yahya, S., dan Amien, L.I. 2009. Analisis

Keberlanjutan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kawasan Perbatasan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 27 No. 2. 213-229.

Hermawan, M. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil

(Kasus Perikanan Pantai Di Serang Dan Tegal). Disertasi.Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indonesian Fisheries Statistic Indext. 2009. Ministry of Marine Affairs

Fisheries. Japan International Corporation Agency. IOTC (Indian Ocean Tuna Commission). 2010. Report of the Twelve

Session of the IOTC. Working Party of Tropical Tunas. Victoria, Seychelles.

ISSF. 2012. Status of the World Fisheries for Tuna. ISSF Technical

Report. Official Statutes Rules and Regulations. Munchen. 181-294p. Itano, D.G. 2001. The Reproductive Biology of Yellowfin Tuna (Thunnus

albacares) in Hawaiian Waters and the Western Tropical Pacific Ocean Yellowfin Research Group - SCTB 14 Noumea. New Caledonia, 9-16th. 12 pp.

James, L., and Sumich. 1992. An Introduction to The Biology of Marine

Life. Fifth Edition. Wm. C. Brown Publisher. Kantun, W. 2012. Kondisi Stok, Hubungan Kekerabatan dan Keragaman

Genetik Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Pada Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713 (Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Page 149: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

133

Kartika, S. 2010. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Ekosistem di Pantura Barat Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Kavanagh, P. 2001. RAPFISH software description (for Microsoft Excel).

Rapid apraisal for fisheries project. Fisheries Centre UBC. Vancouver.

Kavanagh, P., and Pitcher, T.J. 2004. Implementing Microsoft Excel

Software Des Eruption (For Microsoft Excel). University of British columbia, Fisheries Centre. Vancouver.

King, M. 1995. Fisheries Biology. Assessment and Management. Fishing

News Books. London. USA. 341p. [KKP-RI] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2011.

Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Kosasih, 2007. Strategi Pengembangan Perikanan Tuna Longline

Anggota Asosiasi Tuna Longline Indonesia (Studi Kasus di Benoa Bali). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Lampe, M. 2009. Wawasan Sosial Budaya Bahari (WSBB). Unit

Pelaksana Teknik Mata Kuliah Dasar Umum Universitas Hasanuddin.

Mallawa, A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan

Berbasis Masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar. Marion, G., Furtado, J., Proano, L., Musalli, M., Blanca, M. 2010.

Overfishing and the Case of the Atlantic Blue Fin Tuna. International Seminar on Sustainable Technology Development. 11-18 Juny 2010. Universitat Politecnica de Catalunya. 1-15p.

Monintja, D.R., dan Zulkarnain. 1995. Analisis dampak pengoperasian

rumpon tipe philippine di perairan ZEE terhadap perikanan cakalang di perairan teritorial selatan Jawa dan utara Sulawesi. Laporan penelitian. FPIK Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nababan, B.O., Yesi, D.S., dan Maman, H. 2007. Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil Di Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Teknik Pendekatan RAPFISH). Jurnal Kebijakan dan Riset sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2 (2): 137-158.

Page 150: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

134

Najamuddin. 2004. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus sp) Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar. Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Disertasi. Tidak dipublikasikan.

Nakamura, H. 1991. Ditemukan Tujuh Jenis Ikan Tuna. Dalam Bali Pos 12

April 1991. Hal 10. Nakamura, H. 1969. Tuna Distribution and Migration. Fishing News

(books) Ltd. London. 76p. Nasir, M. 1983. Metode Penelitian. Edisi Keempat, Ghalia Indonesia,

Jakarta. Nedelec, C., and Prado, J. 1990. Definition and Clasification of Fishing

Gears Categories. FAO FISEHRIES TECHNICAL PAPER. 222 Rev.1. FAO Fisheries Industries Division. Rome. 92p.

Nur, A. 2011. Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang

(Katsuwonus pelamis) Di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia Selatan, Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nomura, I. 2009. Fishery and Aquaculture Statistics. Food And Agriculture

Organization of The United Nations Rome. Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik Untuk Penelitian Rekayasa Sosial;

Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Patanas. Evolusi Kelembagaan Pedesaan Di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.

Pakpahan, A. 1990. The Problem of Sawah-Land Convertion to Non-

Agricultural Uses in Indonesia. Indonesian Journal of Tropical Agriculture. 1(2):101-108.

Pariakan, A. 2012. Analisis Kesesuaian Perairan dan Pengembangan

Budidaya Kappaphycus alvarezii di Wilayah Klaster Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Unhas. Makassar

Pitcher, T.J., and Preikshot, D. 2001. RAPFISH, A Rapid Appraisal

Technique for Fisheries, and Its Application to the Code of Conduct for Responsible Fisheries. J. Fisheries Research 49: p255-270.

Page 151: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

135

[PKSPL] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. 2012. Penilaian Indikator Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purnomo, E. 2002. Sistem Analisis. Andi Offset. Yogyakarta. Ramli, R. 2006. Studi Tentang Potensi dan Tingkat Pemanfaatan

Sumberdaya Ikan Pelagis di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Makassar.

Realino, B., Teja, A., Wibawa, A., Zahruddin, D., Asmi, M., dan Napitu. 2006. Pola Spasial Dan Temporal Kesuburan Perairan Permukaan Laut di Indonesia. Balai Riset dan Observasi Kelautan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jembrana. Bali.

Rice, J.C., and Rochet, M.J. 2005. A framework for selecting a suite of indicators for fisheries management. ICES J. of Mar Sc 62:516-527.

Saaty, T.L. 1993. Proses Hirarki Analitik Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia atas Kerjasama Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) dengan PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Schmid, A. 1972. Analytical Institutional Economics: Challenging Problems

in the Economics of Resources for a New Environment. American Journal of Agricultural Economics. Vol. 54 no. 5 pp.893-909. American Agricultural Economics Association.

Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4.

Salemba Empat. Jakarta. Thamrin., Sutjahjo S., Herison C. & Sabiham S. (2007). Analisis

Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat–Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. 25(2): 103-124.

Trippel, E.A. 1995. Age at maturity as a stress indicator in fisheries. J.

BioScience 45(11):759-771. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut: Pendekatan

Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional. Surabaya.

Page 152: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

136

Unar, M., Tambunan, T.M., Malangyudo, S., Ilyas, S., Mulia, M., Supanto, Uktolseja, Y., dan Ayodhya. 1982. Perikanan Tuna dan Cakalang di Indonesia. Balai penelitian dan pengembangan Perikanan. 124 hal.

Vaaz, K. F. 1952. Hasil Ikan Daerah Khatulistiwa B.P Th. III (9-10) Widodo, J. 2005. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di

Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut-LIPI. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wijaya, H. 2012. Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares,

Bonnatere 1788) Dengan Alat Tangkap Pancing Tonda Dan Pengelolaannya Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu Sukabumi. Program Studi Magister Ilmu Kelautan. Universitas Indonesia. Depok.

Widjojo, S. 1966. Perikanan Mayang di Teluk Jakarta sekitar Kepulauan

Seribu. Lap. Praktek Mayor. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Wild, A. 1989. A Review Of The Biology And Fisheries For Yellowfin Tuna,

Thunnus albacares, In The Eastern Pacific Ocean. Inter-American Tropical Tuna Commision La Jolla. California.

Zhu, G., Xu, L., Zhou, Y., and Song, L. 2008. Reproductive biology of

yellowfin tuna T. albacares in the west-central Indian Ocean. Journal of Ocean University of China (English Edition) 7: 327-332.

Page 153: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

137

L A M P I R A N

Page 154: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

138

Lampiran 1. Ukuran berat total dan panjang cagak tuna madidihang yang tertangkap selama penelitian

No. Berat total (kg) Panjang cagak (cm)

1. 28,6 111,3 2. 14,6 92,1 3. 31,9 110 4. 35,7 115,8 5. 26 105,3 6. 18,1 92,1 7. 44,7 120 8. 30 118,4 9. 17,8 101,7

10. 63,1 170,2 11. 41,33 98,1 12. 63,4 118,6 13. 52,4 119,4 14. 32,5 122,8 15. 18,1 92,8 16. 29,7 110,3 17. 61 152,1 18. 49,3 124,6 19. 40,3 110,7 20. 54 120,6 21. 49 125,1 22. 16,9 92,4 23. 29,1 118,6 24. 61 152 25. 67,1 156,2 26. 17,2 100 27. 60,4 150,6 28. 35 115,7 29. 37,4 117,3 30. 67,3 158,6 31. 27,1 115 32. 29,5 118,6 33. 16,8 93,7 34. 65,2 154,7 35. 27,1 116,4 36. 18,4 92,4

Rata - rata 38,25 119,01 Min. 14,6 92,1 Max. 67,3 170,2

Sumber: Data penelitian (2013)

Page 155: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

139

139

Lampiran 2. Kuesioner RAPFISH Nama Responden : Jenis Kelamin : Umur : Status Nelayan / Pemerintah : Hari / Tanggal : Kabupaten / Kecamatan / Desa : Dimensi Biologi No. Indikator / Atribut Penjelasan Maks. Min. Kriteria Nilai

1. Status eksploitasi Status pemanfaatan sumberdaya berdasarkan MSY (Maximum Sustainable Yield)

3 1

1 : Over exploited 2 : Fully exploited 3 : Moderate / non exploited

2. CPUE Hasil tangkapan persatuan upaya (trip / kapal / perahu) 3 1

1 : Penurunan CPUE >1000 kg/trip 2 : Penurunan CPUE 250-1000 kg/trip 3: Penurunan CPUE <250 kg/trip

3. Rata-rata ukuran panjang ikan Perubahan ukuran panjang ikan (Fork Length) 3 1

1 : < 77 Cm 2 : 77 - 100 Cm 3 : > 100 Cm

4. Bobot ikan Perubahan size 3 1

1 : Size < 20 kg 2 : Size 20 - 40 kg 3 : Size > 40 kg

5. Range collapse Sumberdaya ikan semakin jauh ditemukan 3 1

1 : Fishing ground sangat jauh 2 : Fishing ground jauh 3 : Fishing ground dekat

6. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap

Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity).

3 1 1 : Banyak sekali (> 60%) 2 : Banyak (30 - 60%) 3 : Sedikit (<30%)

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Page 156: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

140

140

Dimensi Teknologi Penangkapan No. Indikator / Atribut Penjelasan Maks. Min. Kriteria Nilai

1. Kapasitas mesin Kemampuan mesin untuk menggerakkan perahu

3 1

1 : >9 PK 2 : 7 - 9 PK 3 : 5 - 7 PK

2. Modifikasi alat penangkapan

Perubahan alat tangkap untuk peningkatan kapasitas

2 1

1 : Ada perubahan untuk meningkatkan kapasitasalat

2 : Tidak ada perubahan perkapasitas alat

3. Penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Aktivitas penangkapan yang tidak merusak lingkungan

2 1 1 : Tidak ramah lingkungan

2 : Ramah lingkungan

4. Teknik penangkapan

Pola penangkapan ikan 2 1

1 : Rumpon 2 : Berburu (tidak menggunakan

rumpon)

5. Tempat pendaratan

Lokasi pendaratan hasil tangkapan

2 1 1 : Kampung nelayan 2 : TPI Kecamatan

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Page 157: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

141

141

Dimensi Kelembagaan No. Indikator / Atribut Penjelasan Maks. Min. Kriteria Nilai

1. Keberadaan otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan

Single otoritas akan meningkatkan efektifitas kelembagaan pengelolaan perikanan

3 1

1 : Tidak ada 2 : Ada tapi tidak efektif 3 : Ada dan efektif

2. Partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP

Tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RPP perikanan

3 1

1 : Kebijakan yang saling bertentangan 2 : Kebijakan tidak saling mendukung 3 : Kebijakan saling mendukung

3. Konflik kebijakan pengelolaan perikanan

Konflik kebijakan antar lembaga 3 1

1 : 0-1 peraturan 2 : 2-3 peraturan 3 : > 3 peraturan

4. Jumlah peraturan pengelolaan perikanan

Sejauh mana pertambahan aturan main 3 1

1 : Belum ada RPP 2 : Ada RPP tapi belum dijalankan 3 : Ada RPP dan telah dijalankan

5. Rencana pengelolaan perikanan

Ada atau tidak ada RPP 3 1

1 : Tidak ada sarana dan SDM 2 : Ada sarana dan SDM tapi tidak

berjalan efektif 3 : Ada sarana dan SDM serta ada

penindakan

6. Ketersediaan sarana dan SDM dalam penegakan peraturan

Apakah ada sarana dan SDM yang mendukung penegakan

3 1

1 : > 20 kali terjadi pelanggaran hukum 2 : 5-20 kali terjadi pelanggaran hukum 3 : < 5 kali terjadi pelanggaran hukum

7. Kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan

Tingkat kepatuhan pemangku kepentingan terhadap peraturan formal

3 1

1 : Tingkat Nasional 2 : Tingkat Provinsi dan kabupaten 3 : Tingkat lokal/desa

8. Lembaga pelaksana pengelola

Keberadaan lembaga pada tiap tingkatan pengelolaan

3 1 1 : Tidak ada 2 : Ada tapi tidak efektif 3 : Ada dan efektif

Sumber: Modifikasi KKP-RI, WWF Indonesia, PKSPL-IPB (2012).

Page 158: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

142

142

Lampiran 3. Proses input data pada teknik RAPFISH

Gambar 17. Worksheet setelah nilai median dimasukkan ke dalam baris dimensi biologi dari sel D2 sampai dengan I2.

Page 159: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

143

143

Gambar 18. Hasil analisis RAPFISH dimensi biologi

Page 160: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

144

144

Gambar 19. Hasil analisis faktor pengungkit dimensi biologi

Page 161: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

145

145

Gambar 20. Hasil analisis Monte Carlo dimensi biologi

Page 162: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

146

146

Gambar 21. Worksheet setelah nilai median dimasukkan ke dalam baris dimensi teknologi penangkapan dari sel D2

sampai dengan I2.

Page 163: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

147

147

Gambar 22. Hasil analisis RAPFISH dimensi teknologi penangkapan

Page 164: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

148

148

Gambar 23. Hasil analisis faktor pengungkit dimensi teknologi penangkapan

Page 165: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

149

149

Gambar 24. Hasil analisis Monte Carlo dimensi teknologi penangkapan

Page 166: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

150

150

Gambar 25. Worksheet setelah nilai median dimasukkan ke dalam baris dimensi kelembagaan dari sel D2 sampai

dengan K2.

Page 167: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

151

151

Gambar 26. Hasil analisis RAPFISH dimensi kelembagaan

Page 168: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

152

152

Gambar 27. Hasil analisis faktor pengungkit dimensi kelembagaan

Page 169: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

153

153

Gambar 28. Hasil analisis Monte Carlo dimensi kelembagaan

Page 170: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

154

154

Lampiran 4. Kuesioner Proses Hirarki Analitik (PHA)

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

Umur : Tahun

Jenis Kelamin :

PETUNJUK PENGISISAN

Berilah tanda lingkar (O) pada kolom skala Faktor (A) atau pada kolom skala Faktor (B) yang sesuai dengan pendapat anda. Definisi Kode : 1: kedua Faktor sama penting (equal importance) 2: Jika ragu-ragu antara skala 1 dan 3 3: Faktor (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan Faktor (B) 4: Jika ragu-ragu antara skala 3 dan 5 5: Faktor (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan Faktor (B) 6: Jika ragu-ragu antara skala 5 dan 7 7: Faktor (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan Faktor (B) 8: Jika ragu-ragu antara skala 7 dan 9 9: Faktor (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan Faktor (B)

Page 171: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

155

155

DAFTAR PERTANYAAN

PENDAPAT RESPONDEN

Kriteria A STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG Kriteria B

Biologi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi Penangkapan

Biologi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan

Teknologi Penangkapan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan

Page 172: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

156

156

Lampiran 5. Foto kegiatan lapangan

1. Kegiatan wawancara di Desa Tutulo Kecamatan Botumoito Kabupaten Boalemo.

Gambar 1. Wawancara peneliti dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Boalemo

Gambar 2. Wawancara peneliti dengan tokoh nelayan

Page 173: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

157

157

Gambar 3. Wawancara dengan tokoh nelayan

Gambar 4. Wawancara peneliti dengan penampung tuna madidihang

Page 174: STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YWQ0... · Pengelolaan Perikanan 16 D. Dimensi Biologi 18 1. Status

158

158

2. Perahu nelayan handline tuna Kabupaten Boalemo

Gambar 5. Perahu nelayan tuna madidihang