spontaneous bowel perforation complicating ventriculoperitoneal shunt
DESCRIPTION
testTRANSCRIPT
![Page 1: Spontaneous Bowel Perforation Complicating Ventriculoperitoneal Shunt](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022071714/577c83fc1a28abe054b71433/html5/thumbnails/1.jpg)
TUGAS DIVISI GASTROENTEROLOGI
TAHAP JUNIOR
HUBUNGAN ANTARA HIDROSEFALUS DAN DIARE
Hidrocephalus bukan merupakan penyakit yang spesifik, namun menggambarkan
kondisi yang terjadi karena gangguan sirkulasi dan penyerapan dari cairan
cerebrospinal, atau pada keadaan yang lebih jarang, yaitu berasal dari peningkatan
produksi dari papilloma plexus choroideus. Penyebab hidrosefalus terjadi akibat 2
penyebab yaitu pertama akibat Obstruksi dari sistem ventrikel yang disebut
Hidrosefalus obstruktif atau non komunikans, sementara Hidrosefalus yang terjadi
akibat obliterasi dari sisterna subarachnoid atau malfungsi dari vili arachnoid disebut
hidrosefalus nonobstructif atau komunikans
Ventrikuloperitoneal dan cystoperitoneal shunt adalah tatalaksana terbaik untuk
Hidrosefalus baik Communicans dan Non Communicans. Prinsip dari tindakan ini
adalah mengalirkan aliran Cairan Serebrospinal dari Ventrikel ke rongga peritoneum,
sehingga sumbatan cairan serebrospinal dapat berkurang. Prosedur ini memiliki
komplikasi berupa ventrikulitis, meningitis dan komplikasi intra abdomen. Komplikasi
intraabdomen , termasuk volvulus , pembentukan pseudo kista, dan pergeseran ke
dalam organ-organ gastrointestinal merupakan 25 % dari keseluruhan komplikasi
yang berkaitan dengan shunt intraperitoneal . Terjadinya komplikasi perforasi usus
juga dapat terjadi walaupun sangat jarang, yaitu sekitar 0,01 – 0,07 % dari seluruh
komplikasi intraabdomen yang berkaitan dengan shunting.Namun begitu, keadaan
ini perlu mendapat penanganan dan perhatian secara khusus berkaitan dengan
Angka kematiannya cukup tinggi, mencapai 15 %, yang terjadi karena infeksi
intrakranial atau intraabdomen. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun setelah operasi shunting. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
komplikasi yang jarang ini, termasuk iritasi kronik dari gastrointestinal, riwayat
operasi sebelumnya atau alergi silikon. Bakteri penyebab infeksi tersering adalah
Eschericia Coli
![Page 2: Spontaneous Bowel Perforation Complicating Ventriculoperitoneal Shunt](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022071714/577c83fc1a28abe054b71433/html5/thumbnails/2.jpg)
Diagnosa perforasi usus akibat shunting agak sulit untuk ditegakkan, kecuali selang
shunting menembus keluar dari anus. Diare yang tidak sembuh dan tidak diketahui penyebabnya, dan disertai gejala abdominal lain seperti nyeri perut, muntah, dan sering disertai dengan demam. Merupakan tanda bahaya
terjadinya perforasi usus. Pemeriksaan CT Scan Abdomen dapat menjadi
pemeriksaan diagnostik yang penting untuk Perforasi Usus. Perforasi dapat terjadi
pada banyak bagian dari usus namun lebih sering terjadi pada colon. Pada banyak
kasus pasien dapat asimptomatik atau terjadi protrusi dari kateter shunt melalui anus
atau mulut.
Terapi untuk keadaan ini bergantung dari keadaan klinis pasien, tatalaksananya antara lain pengambilan shunt catheter secara perkutaneus atau bahkan secara laparotomi. Beberapa penelitian menyebutkan selang kateter dapat secara langsung diambil secara perkutaneus sebanyak 69 %, sedangkan 17 % pasien membutuhkan laparotomi dan repair dari usus
Perforation can occur in any segment of the GI tract but the colon is the most
commonly reported site. In most of the cases the patient was either asymptomatic or
presented with a catheter protruding through the anus or the mouth [2,4]. Symptoms
related to bowel perforation included abdominal pain, vomiting, and diarrhea.
The overall mortality rate after perforation is relatively high, approaching 15-18%,
and it is further increased when infection is present. Mortality is about 22% with
central nervous system (CNS) infection and 33% with intra-abdominal infection,
which can result in meningitis, encephalitis, or brain abscesses [4]. CSF cultures are
positive in nearly 50% of cases, with Escherichia coli being the most common
organism.