spip komitmen terhadap kompetensi
DESCRIPTION
Pedoman Teknis Penyelenggaraaan SPIPUnsur Lingkungan PengendalianSub Unsur Komitmen Terhadap KompetensiTRANSCRIPT
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN SPIP
SUB UNSUR
KOMITMEN TERHADAP KOMPETENSI
(1.2)
NOMOR : PER-1326/K/LB/2009
TANGGAL : 7 DESEMBER 2009
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi i
KATA PENGANTAR
Pembinaan penyelenggaraan Sistem Penyelenggaraan Intern
Pemerintah (SPIP), yang selanjutnya disingkat SPIP merupakan
tanggung jawab Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
yang selanjutnya disingkat BPKP, sesuai dengan pasal 59
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Penyelenggaraan Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan
salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas
sistem pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab dari
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota, sebagai
penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masing-
masing.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan
tanggung jawab BPKP tersebut meliputi:
1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern
pemerintah.
Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka
penerapan unsur-unsur SPIP yaitu:
1. lingkungan pengendalian;
2. penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. informasi dan komunikasi; dan
5. pemantauan pengendalian intern.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi ii
Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan
SPIP, BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum
Penyelenggaraan SPIP. Pedoman tersebut merupakan acuan
langkah–langkah yang harus dibangun dan dilaksanakan dalam
rangka penyelenggaraan SPIP. Pedoman teknis umum
penyelenggaraan SPIP dijabarkan ke dalam pedoman teknis
penyelenggaraan masing-masing sub unsur pengendalian sebagai
acuan dalam menyusun langkah-langkah yang harus dilaksanakan
dalam menjalankan sub unsur SPIP.
Pedoman ini dimaksudkan untuk dijadikan pedoman teknis
penyelenggaraan sub unsur Komitmen terhadap Kompetensi pada
unsur Lingkungan Pengendalian, dengan tujuan agar tersedia
standar acuan yang memberi arah bagi instansi pemerintah pusat
dan daerah dalam menyelenggarakan sistem pengendalian intern
pada sub unsur ‘Komitmen terhadap Kompetensi’. Pedoman teknis
ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi instansi pemerintah untuk
menciptakan atau membangun infrastruktur yang harus ada dalam
penerapan sub unsur dimaksud. Dalam penerapannya, pedoman ini
dapat disesuaikan dengan karakteristik masing-masing instansi
yang dapat meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi
tersebut.
Jakarta, Desember 2009
Plt. Kepala,
Kuswono Soeseno
NIP 19500910 197511 1 001
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
iii
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Sistematika Pedoman .................................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Pengertian .................................................................... 3
B. Tujuan Dan Manfaat ................................................... 9
C. Peraturan Perundang-undangan Terkait ....................... 10
D. Parameter Penerapan ................................................... 11
BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN
A. Tahap Persiapan ........................................................... 14
B. Tahap Pelaksanaan ....................................................... 19
C. Tahap Pelaporan .......................................................... 28
BAB IV PENUTUP
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi iv
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan pengendalian merupakan unsur yang sangat
penting dalam sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP),
karena memberikan dorongan untuk terciptanya dan
terpeliharanya perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja instansi
pemerintah. Salah satu sub unsur lingkungan pengendalian
adalah komitmen terhadap kompetensi. Komitmen terhadap
kompetensi mendorong pencapaian tujuan organisasi secara
lebih baik, karena fungsi-fungsi yang ada diisi oleh sumber daya
manusia yang mempunyai keahlian, pengetahuan, dan sikap
yang diperlukan untuk penyelesaian suatu kegiatan secara
optimal.
Komitmen terhadap kompetensi dapat terwujud apabila
pimpinan instansi pemerintah memiliki kemampuan manajerial
dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan instansi
pemerintah. Hal ini memungkinkan organisasi untuk menyusun
dan menerapkan kebijakan yang mendorong adanya standar
kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing
posisi dalam instansi pemerintah. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi, organisasi menyelenggarakan
pelatihan dan pembimbingan secara berkelanjutan.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 2
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan
maupun acuan dalam memahami dan menerapkan komitmen
terhadap kompetensi pada instansi pemerintah. Pedoman ini
merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman teknis umum
penyelenggaraan SPIP.
B. Sistematika Pedoman
Sistematika penyajian pedoman teknis Komitmen
Terhadap Kompetensi ini sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan latar belakang penulisan
pedoman ini dan sistematika penyajian pedoman teknis
sub unsur komitmen terhadap kompetensi.
Bab II Gambaran Umum
Dalam bab ini dibahas secara garis besar konsep dasar
komitmen terhadap kompetensi. Konsep dasar dimaksud
terdiri dari definisi, perlunya, dan parameter penerapan,
serta keterkaitan komitmen terhadap kompetensi dengan
peraturan perundang-undangan.
Bab III Langkah - langkah Penyelenggaraan
Bab ini menguraikan langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan dalam menyelenggarakan sub unsur
komitmen terhadap kompetensi, yang terdiri dari tahap
persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan
Bab IV Penutup
Penutup berisikan hal-hal penting yang perlu diperhatikan
kembali dan penjelasan atas penggunaan pedoman ini.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 3
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Pengertian
Pada era abad ke-21 ini, para pakar dan praktisi di bidang
pengembangan sumber daya manusia (SDM) atau kepegawaian,
baik pada organisasi laba maupun instansi pemerintah sangat
menaruh perhatian pada ”kompetensi”. Banyak istilah yang
digunakan berkenaan dengan kompetensi, antara lain
manajemen SDM berbasis kompetensi, kurikulum berbasis
kompetensi, kompetensi profesionalisme guru, rekrutmen dan
seleksi pegawai berbasis kompetensi, penempatan pegawai
dalam jabatan berbasis kompetensi dan prestasi kerja, serta
pengembangan kapasitas pegawai berbasis kompetensi. Apa
sebenarnya yang dimaksud kompetensi, kenapa sedemikian
penting? Bagaimana komitmen kita terhadap penerapannya?
Webster Dictionary mengartikan komitmen yang berasal
dari kata “commitment” sebagai suatu tindakan yang didasarkan
pada kesadaran untuk bertanggung jawab atas amanah atau
kepercayaan karena suatu penugasan, dengan melibatkan
nurani atau tindakan yang mengarah kepada kesesuaian dengan
peraturan.
Komitmen diartikan juga sebagai suatu janji atau jaminan
untuk melakukan sesuatu di masa depan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengartikan komitmen sebagai keterikatan/perjanjian
untuk melakukan sesuatu atau kata sifat yang berarti cakap
(mengetahui); berkuasa (memutuskan, menentukan) sesuatu;
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 4
berwenang. Komitmen berasal dari hati yang paling dalam dari
seorang individu untuk menjalankan kehidupan atau meraih cita-
citanya.
Komitmen dapat didefinisikan sebagai kemauan/
kesadaran seseorang untuk berperilaku/sikap, karena suatu
kecintaan/kesetiaan terhadap sesuatu/organisasi (tujuannya,
fungsinya, dll.) dan berjanji akan melakukan suatu tindakan
secara bertanggung jawab secara teguh untuk mencapai
tujuan/cita-cita baik, khususnya tujuan instansi pemerintah.
Dengan mengacu pada model gunung es, kompetensi
mempunyai lima ciri/karakteristik pada seseorang, yaitu motivasi,
responsif, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Lima
ciri/karakterisitik kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Motivasi (motives) adalah hal yang secara konsisten
dipikirkan/diinginkan seseorang sehingga dapat mendorong
dan mengarahkan untuk bertindak meraih tujuannya, sebagai
contoh: keinginan untuk berprestasi, mempunyai kekuasaan,
atau memengaruhi orang lain.
2. Responsif/tanggap (traits), adalah reaksi seketika atas
situasi/informasi yang diterima, umumnya untuk sesuatu yang
tiba-tiba, misalnya seseorang mampu untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya yang sebenarnya tidak
dia persiapkan.
3. Konsep diri (self concept), adalah sikap (attitude) dan nilai
(value) yang dimiliki seseorang untuk mewujudkan cita-
citanya, seperti: percaya diri, pantang menyerah, rajin, disiplin,
jujur.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 5
4. Pengetahuan (knowledge), adalah ilmu/pengetahuan yang
dimiliki seseorang sesuai dengan bidangnya, yang diperoleh
dari hasil belajar dan pengalaman.
5. Keterampilan (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan
sesuatu, baik secara fisik maupun secara psikis.
Motivasi, responsif, dan citra adalah ciri/karakteristik yang
tumbuh dari dalam diri seseorang, bersifat natural sehingga sulit
dilakukan pengukurannya, sementara pengetahuan dan
keterampilan adalah ciri/karakteristik yang dapat dipelajari,
sehingga lebih mudah dilakukan pengukurannya. Berdasarkan
ciri/karakteristik ini, akan mengarahkan seseorang untuk
melakukan kegiatan/aktivitas yang akan menghasilkan kinerja,
dan mengarah kepada peningkatan kualitas/produktivitas
perseorangan dan organisasi, sebagaimana tergambar sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Karakteristik Kompetensi
Bawaan Sejak Lahir Dipelajari
KemampuanAlami/Potensi
KarakteristikPribadi
Pengetahuan/Pengalaman
Keahlian/ kemampuanyang dipelajari
Kompetensi
Perilaku
+
HASIL AKHIR YANG EFEKTIF
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 6
Beberapa ketentuan perundangan telah mendefinisikan
kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggung jawab, yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat, dalam melaksanakan tugas-
tugas di bidang pekerjaan tertentu (SK Mendiknas Nomor
045/U/2002). Sementara itu, Peraturan Kepala BKN Nomor
43/KEP/2001 tanggal 20 Juli 2001 tentang Standar Kompetensi
Jabatan Struktural PNS menyebutkan bahwa kompetensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS), berupa pengetahuan, keahlian, dan
sikap perilaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, yang terdiri dari:
1. Kompetensi umum, adalah kemampuan dan karakteristik yang
harus dimiliki oleh seorang PNS, berupa pengetahuan dan
perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan
yang dipangkunya.
2. Kompetensi khusus, adalah kemampuan dan karakteristik
yang harus dimiliki oleh seorang PNS, berupa keahlian untuk
melaksanakan tugas jabatan yang dipangkunya.
Umumnya, tanda kelulusan/ijazah seseorang hanya
sebatas membentuk pengetahuan dan keterampilan, dan tidak
selalu sampai membentuk perilaku, karena pengetahuan dan
keterampilan lebih merupakan persyaratan minimal atas suatu
profesi di bidang tertentu. Sementara itu, perilaku memegang
peranan penting sebagai penentu kinerja superior dalam bekerja.
Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, serta perilaku,
adalah komponen yang tidak bisa dipisahkan dalam membentuk
kompetensi.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 7
Uraian di atas, menunjukkan bahwa kompetensi akan
sangat memengaruhi kinerja seseorang. Oleh karena itu, pada
instansi pemerintah yang akan menerapkan kompetensi
terhadap pegawainya, diperlukan suatu komitmen dari pimpinan
untuk menempatkan atau menugaskan pegawainya sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai.
Komitmen terhadap kompetensi dalam pedoman ini berarti
adanya kemauan/kesadaran (janji) bagi pimpinan dan pegawai
suatu instansi pemerintah untuk bersama-sama dan
bertanggung jawab akan bertindak (perilaku) guna mewujudkan
visi, misi, dan tujuan instansinya, dengan melakukan
tugas/jabatan sesuai dengan peran dan fungsinya yang
sebanding dengan pengetahuan, serta keahliannya .
Penerapan komitmen terhadap kompetensi dalam suatu
instansi akan membentuk kepedulian setiap orang untuk
menghargai peran dan fungsinya, serta dapat tetap berinteraksi
secara berkelanjutan dalam upaya peningkatan kinerja.
Beberapa perilaku yang harus dimiliki setiap orang dalam
instansi pemerintahan untuk menerapkan komitmen terhadap
kompetensi antara lain:
1. Adanya pemahaman yang sama mengenai kompetensi, yaitu
pengetahuan, keahlian, dan perilaku;
2. Adanya komunikasi yang efektif antara pegawai dan
pimpinan;
3. Adanya saling pengertian dan penghargaan tentang posisi
dan peran masing-masing;
4. Keinginan/kemauan/kesadaran untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kompetensi masing-
masing;
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 8
5. Kemauan untuk dibimbing dan membimbing setiap
pelaksanaan tugas;
6. Kemauan untuk mengembangkan diri melalui pendidikan dan
pelatihan;
7. Dukungan atas perkembangan pegawai; dan
8. Berikan keteladanan, dengan menunjukkan kualitas terbaik.
Variabel yang harus diperhatikan dalam pemenuhan
komitmen pada kompetensi adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan instansi pemerintah telah mengidentifikasikan dan
mendefinisikan tugas-tugas yang dibutuhkan untuk
menjalankan pekerjaan tertentu dan mengisi berbagai posisi.
2. Analisis pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang
dibutuhkan dari seorang pegawai untuk melaksanakan tugas
yang diembannya.
3. Pelatihan dan bimbingan untuk membantu pegawai
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi dalam
pekerjaannya.
Tanggung jawab pimpinan instansi pemerintah dalam
meyakinkan komitmennya terhadap kompetensi harus dimulai
dengan menetapkan kebijakan-kebijakan dalam sumber daya
manusia dan praktiknya, yaitu :
- Menetapkan persyaratan tingkat pengetahuan dan keahlian
dari tiap kedudukan di organisasi;
- Melakukan verifikasi atas kualifikasi tiap calon yang akan
menduduki suatu jabatan;
- Hanya mengangkat dan mempromosikan orang-orang yang
memiliki pengetahuan dan keahlian yang dipersyaratkan; dan
- Membangun program-program pelatihan yang membantu
para pegawai meningkatkan pengetahuan dan keahlian
mereka.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 9
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan akhir dari penerapan sub unsur komitmen terhadap
kompetensi sebagai salah satu sub unsur dari unsur lingkungan
pengendalian dalam SPIP adalah terimplementasikannya prinsip
penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat, yaitu the
right man on the right place, melalui identifikasi kegiatan,
penetapan standar kompetensi setiap jabatan, prosedur
pelaksanaan pekerjaan, peningkatan kompetensi pegawai, serta
pengangkatan pemimpin organisasi yang kompeten.
Tujuan tersebut dapat dicapai bila pimpinan instansi
pemerintah telah memiliki kemampuan manajerial dan
pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan instansi
pemerintah, sehingga dapat mengarahkan instansi untuk
mencapai sasaran sebagai berikut :
1. Teridentifikasikannya seluruh kegiatan yang dibutuhkan
melalui : proses analisis tugas; pelaksanaan pengawasan;
penetapan dan pemutakhiran uraian jabatan untuk
mengidentifikasikan dan mendefinisikan tugas-tugas khusus.
2. Tersusunnya standar kompetensi untuk setiap tugas dan
fungsi berdasarkan atas pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan yang diperlukan, telah diinformasikan kepada
pegawai, serta telah diterapkan fit and proper test.
3. Terselenggaranya pelatihan dan pembimbingan yang
berkesinambungan untuk seluruh pegawai guna
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi yang
didasarkan program pelatihan yang memadai;
4. Terlaksananya proses pembimbingan oleh pimpinan kepada
pegawai untuk mencapai peningkatan kinerja;
5. Terlaksananya penilaian kinerja yang didasarkan pada faktor
penting pekerjaan untuk masing-masing pegawai.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 10
Manfaat yang dapat diperoleh instansi pemerintah dalam
penerapan sub unsur komitmen terhadap kompetensi dalam
unsur lingkungan pengendalian antara lain:
1. Adanya efisiensi dalam pemanfaatan pegawai;
2. Meningkatnya profesionalisme pegawai;
3. Terwujudnya lingkungan kerja yang sehat; dan
4. Mendukung upaya penjagaan mutu produk dan layanan
instansi pemerintah.
C. Peraturan Perundang-undangan Terkait
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, yang telah diperbarui dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang
Kenaikan Pangkat PNS, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun
2002.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2002 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
6. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil.
7. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
43/KEP/2001 Tahun 2001 tentang Standar Kompetensi
Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 11
D. Parameter Penerapan
Parameter penerapan komitmen pada kompetensi adalah
sebagai berikut:
1. Pimpinan instansi pemerintah mengidentifikasikan dan
menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam instansi
pemerintah.
2. Instansi pemerintah menyusun standar kompetensi untuk
setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam
instansi pemerintah.
3. Instansi pemerintah menyelenggarakan pelatihan dan
pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan
dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya.
4. Pimpinan instansi pemerintah memiliki kemampuan
manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam
pengelolaan instansi pemerintah
Penerapan komitmen terhadap kompetensi, terlihat dari adanya
indikator sebagai berikut:
1. Pelaksanaan rekrutmen pegawai sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan oleh instansi pemerintah;
2. Penempatan pegawai pada posisi tertentu berdasarkan
kompetensi yang dipersyaratkan;
3. Komplain atau keluhan terhadap kurangnya kompetensi
dalam pelaksanaan tugas tidak signifikan;
4. Tersusun dan terlaksananya program pendidikan dan
pelatihan yang terstruktur dan sistematis;
5. Tersedianya pedoman evaluasi untuk komitmen terhadap
kompetensi; dan
6. Adanya proses evaluasi yang terstruktur dan
berkesinambungan.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 12
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 13
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN
Penerapan sub unsur komitmen terhadap kompetensi pada
dasarnya ditandai dengan adanya kesadaran akan perlunya
kompetensi dalam setiap penugasan penyelenggaraan
pemerintahan, baik pimpinan maupun pegawai. Kesadaran
dimaksud seharusnya diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan
prosedur terkait dengan komitmen terhadap kompetensi yang harus
dipahami oleh seluruh pegawai, sehingga dapat diimplementasikan.
Penerapan sub unsur ini, sama dengan pedoman teknis sub
unsur lainnya, tahapan dan langkah-langkah penyelenggaraan sub
unsur ini dapat dilakukan bersamaan dengan unsur/sub unsur
lainnya.
Dalam pedoman ini, penerapan tersebut dikelompokkan dalam tiga
tahap utama yaitu:
1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang
lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan.
2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas hasil
pemetaan, yang meliputi pembangunan infrastruktur dan
internalisasi.
3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap pelaporan kegiatan dan
upaya pengembangan berkelanjutan.
Setiap tahapan implementasi dan beberapa contoh akan diuraikan
di bab ini.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 14
A. Tahap Persiapan
1. Penyiapan Peraturan, SDM, dan Rencana
Penyelenggaraan
Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian,
lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan
penyelenggaraan SPIP, selanjutnya instansi pemerintah
membuat rencana penyelenggaraan yang antara lain memuat:
jadwal pelaksanaan kegiatan;
waktu yang dibutuhkan;
dana yang dibutuhkan; dan
pihak-pihak yang terlibat.
Berdasarkan peraturan tersebut, perlu dibentuk tim
satuan tugas penyelenggaraan (Tim Satgas) SPIP yang
ditugaskan mengawal pelaksanaan penerapan komitmen
terhadap kompetensi. Tim Satgas tersebut terlebih dulu diberi
pelatihan tentang SPIP, khususnya sub unsur terkait agar
dapat menyelenggarakan sub unsur dalam unsur SPIP.
2. Pemahaman (Knowing)
Penerapan komitmen terhadap kompetensi pada suatu
instansi pemerintah tidak akan dapat terlaksana bila tidak
melibatkan seluruh pegawai. Dengan demikian, seluruh unsur
pegawai harus mempunyai persamaan persepsi dan
kemauan untuk menerapkan, sesuai dengan peran/posisi dan
fungsi masing-masing.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 15
Materi yang diberikan untuk memberikan pemahaman
mengenai komitmen terhadap kompetensi adalah sebagai
berikut:
a. Hubungan antara tujuan pengendalian dengan kebijakan
dan prosedur pengendaliannya.
b. Penjelasan atas kebijakan dan prosedur pengendalian
untuk mencapai tujuan pengendalian.
c. Terselenggaranya informasi mengenai:
1) Pengertian dan karakteristik kompetensi; serta
2) Peran komitmen terhadap kompetensi dalam
membangun dan mengembangkan sistem
pengendalian intern pemerintah, serta akibat yang
ditimbulkan jika tidak ada komitmen terhadap
kompetensi.
d. Terselenggarakannya penjelasan mengenai:
1) bagaimana kebijakan dan prosedur dalam mendorong
adanya komitmen terhadap kompetensi;
2) siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
kebijakan dan prosedur; dan
3) seberapa sering prosedur harus dilaksanakan.
Kegiatan pemahaman tersebut dilakukan dengan
melaksanakan kegiatan sosialisasi yang mencakup:
a. pentingnya komitmen terhadap kompetensi;
b. siapa yang bertanggung jawab untuk menerapkan
komitmen terhadap kompetensi; dan
c. kompetensi yang diperlukan untuk masing-masing posisi
dalam instansi pemerintah, dan kegiatan yang memastikan
bahwa pegawai yang memenuhi persyaratan yang
menduduki jabatan tertentu dalam organisasi.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 16
Metode yang dapat ditempuh untuk melakukan
sosialisasi dapat dipilih dari beberapa metode komunikasi
penyampaian informasi yang dirasa cocok dan tepat bagi
instansi dalam membangun pemahaman yang sama. Adapun
metode tersebut antara lain menggunakan:
a. tatap muka;
b. penggunaan situs jaringan (website) penyampaian
informasi;
c. penyampaian dengan menggunakan multimedia interaktif;
d. penyampaian yang menggunakan majalah atau buku saku;
e. penyampaian dengan penggunaan saluran komunikasi
yang umum; dan
f. pemberian akses ke jaringan informasi (network), dengan
menggunakan password.
3. Pemetaan (Mapping)
Setelah dilakukan kegiatan sosialisasi, diperlukan suatu
kegiatan pemetaan atau diagnostic assessment terhadap
keberadaan infrastruktur untuk menerapkan komitmen
terhadap kompetensi. Keberadaan infrastruktur diwujudkan
dalam bentuk kebijakan dan prosedur. Pemetaan juga
diarahkan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kondisi
penyelenggaraan SPIP yang sudah berjalan, kesesuaian
penyelenggaraan dengan kebijakan sehingga didapatkan area
of improvement (AOI).
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 17
Kegiatan ini dilakukan melalui pemetaan untuk
mengetahui antara lain apakah instansi:
a. telah memiliki peraturan/kebijakan yang melandasinya;
b. dalam peraturan/kebijakan yang ada tersebut telah sesuai
dengan ketentuan di atasnya;
c. telah memiliki SOP atau pedoman untuk
menyelenggarakan peraturan tersebut;
d. dalam SOP atau pedoman dimaksud telah sesuai dengan
peraturan yang ada dan/atau yang akan dibangun;
e. Telah diselenggarakannya praktik komitmen terhadap
kompetensi sesuai dengan SOP atau pedoman yang ada.
Pemetaan atas penerapan komitmen terhadap kompetensi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi antara lain:
a. Seberapa jauh pemahaman pentingnya memiliki komitmen
terhadap kompetensi menurut persepsi pegawai dan
pimpinan, serta bagaimana kondisi penerapannya.
b. Peta kebijakan yang ada pada instansi pemerintah, dan
kebijakan yang masih diperlukan sehubungan akan
diterapkannya komitmen terhadap kompetensi oleh
pimpinan dan pegawai. Kebijakan dimaksud dapat berupa
keputusan/peraturan/edaran dari menteri/gubernur/bupati/
walikota, misalnya:
1) Kebijakan mengenai penerimaan pegawai,
pengangkatan, mutasi dan promosi pegawai berupa
peraturan menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/
walikota.
2) Kebijakan mengenai pengorganisasian, mutasi, tata
usaha dan tata kerja penetapan angka kredit bagi
pejabat fungsional dalam bentuk peraturan menteri/
pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 18
c. Peta mengenai prosedur (SOP) atas kebijakan yang ada
dan berlaku bagi instansi dimaksud, misalnya:
1) adanya standar kompetensi untuk setiap posisi/peran
setiap pegawai yang ada;
2) adanya petunjuk pelaksanaan penilaian kinerja pegawai;
3) adanya prosedur seleksi peserta diklat di lingkungan
instansi dalam rangka pengembangan keahlian
pegawai.
Pemetaan dapat dilakukan dengan cara antara lain:
a. Membandingkan posisi dan peran yang ada dengan
database kompetensi pegawai.
b. Melakukan analisis jabatan setiap fungsi dan peran,
dengan membandingkan syarat kompetensi yang
diharuskan dengan kebutuhan posisi/fungsi yang tersedia,
sehingga diketahui pegawai dengan kompetensi yang
sesuai.
Hasil pemetaan tentunya dapat untuk mengetahui
infrastruktur apa saja yang masih perlu dibangun (area of
improvement). Area of improvement (AOI) yaitu area untuk
perbaikan atau pembangunan SPIP. Pembangunan
infrastruktur dilaksanakan berdasarkan hasil pemetaan
dengan penyusunan kebijakan dan prosedur yang harus
dilaksanakan untuk memastikan dilaksanakannya arahan
pimpinan instansi pemerintah untuk mengurangi risiko yang
telah teridentifikasi selama proses penilaian risiko.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 19
B. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga tahapan kegiatan,
yaitu: membangun dan menyempurnakan infrastruktur, berupa
kebijakan, prosedur dan pedoman, sesuai dengan hasil
pemetaan yang telah dilaksanakan; indikator dan peraturan
terkait; kemudian melaksanakan kebijakan yang telah
dibangun/disempurnakan secara sungguh-sungguh sehingga
dapat mencapai tujuan atas penerapan sub unsur komitmen
terhadap kompetensi. Bila ternyata dalam pelaksanaannya
ditemui hambatan/kendala berdasarkan pemantauan yang
dilakukan, maka dilakukan perubahan dan perbaikan secara
berkelanjutan.
1. Membangun Infrastruktur (Norming)
Berdasarkan hasil pemetaan dan indikator yang ingin
dicapai dan peraturan terkait, dapat diketahui infrastruktur apa
saja yang perlu dibangun (area of improvement).
Pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui penyusunan
kebijakan dan prosedur, yang bertujuan untuk menciptakan
dan memelihara lingkungan pengendalian, sehingga dapat
menimbulkan perilaku postif dan kondusif untuk penerapan
sistem pengendalian intern, khususnya sub unsur komitmen
terhadap kompetensi.
Sarana infrastruktur yang harus disiapkan pada sub
unsur komitmen terhadap kompetensi, dimulai dari adanya
peraturan yang mendasari berdirinya instansi pemerintah,
sesuai dengan fungsi yang diembannya, dapat berupa
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
atau Peraturan Daerah.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 20
Selanjutnya, dengan dasar peraturan ini, pimpinan
instansi pemerintah, yaitu Menteri Koordinator, Menteri,
Kepala, Ketua, Gubernur /Bupati/Walikota membuat kebijakan
dan menetapkan :
a. Visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai dengan fungsi
instansi pemerintah yang diembannya. Visi, misi, dan
tujuan ini dapat diperbarui ke arah lebih baik, sesuai
dengan kondisi pemerintahan.
b. Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan tupoksi
untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, yang dilengkapi
dengan kebutuhan jabatan (jabatan struktural, jabatan
fungsional, serta tenaga administrasi). Struktur organisasi
disertakan dengan uraian tugas untuk setiap jabatan.
Sementara kebutuhan pegawai, termasuk jabatan
struktural dan fungsional dilakukan secara proporsional
dengan melakukan analis jabatan.
c. Peraturan tentang kepegawaian yang berlaku pada
instansi pemerintah tersebut, yang mengacu pada
peraturan kepegawaian yang ditetapkan pemerintah,
Peraturan tersebut bersifat terbuka bagi seluruh pegawai,
sehingga seluruh pegawai dalam instansi tersebut dapat
mengetahui dan bersedia melaksanakan secara konsisten
(sehingga tidak terjadi kesenjangan perlakuan).
d. Memperbarui database kompetensi pegawai.
e. Menyusun standar kompetensi jabatan.
Standar kompetensi jabatan merupakan daftar kompetensi
yang menjadi persyaratan dari suatu jabatan, yang
penyusunannya didasarkan pada Kamus Kompetensi
setiap instansi pemerintah.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 21
Kamus Kompetensi, sebagai komponen pendukung
standar kompetensi jabatan, berisi penjelasan definisi,
tingkat kemahiran, dan indikator perilaku dari setiap
kompetensi.
Penyusunan standar kompetensi dilakukan pegawai yang
telah memperoleh pelatihan penyusunan standar
kompetensi jabatan pada instansi yang bersangkutan, atau
dari instansi pembina fungsional serumpun.
Standar kompetensi jabatan hanya berlaku bagi jabatan
fungsional dan tenaga administrasi, karena standar
kompetensi untuk jabatan struktural PNS telah diatur
dengan Keputusan Kepala BKN Nomor 43/KEP/2001.
Standar kompetensi jabatan dapat digunakan sebagai
persyaratan untuk melakukan kenaikan jabatan/pangkat
yang lebih tinggi dan alat bagi penilaian kinerja yang
obyektif untuk setiap posisi/peran dan fungsinya.
2. Internalisasi (Forming)
Tahap internalisasi adalah suatu proses untuk
mewujudkan infrastruktur menjadi bagian dari kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Perwujudannya,
dapat tercermin dalam konteks seberapa jauh proses
internalisasi memengaruhi pimpinan instansi pemerintah dapat
mengambil keputusan, sehingga akan memengaruhi perilaku
para pegawai dalam melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan.
Internalisasi dalam sub unsur ini bertujuan
membangun kesadaran pimpinan instansi pemerintah dalam
pengambilan keputusan untuk menerapkan komitmen
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 22
terhadap kompetensi, serta kesadaran pegawai untuk
bersungguh-sunguh melaksanakan tugas dan kewajibannya,
sesuai dengan peran dan fungsinya.
Langkah-langkah internalisasi untuk membangun
kesadaran terhadap kompetensi adalah:
a. Mengidentifikasikan dan menetapkan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi masing-
masing posisi/peran dalam pencapaian kinerja instansi
pemerintah, baik untuk jangka pendek (satu tahun) maupun
jangka menengah (sampai dengan 5 tahun). Identifikasi
kegiatan dimaksud didasarkan pada struktur organisasi atas
tugas, pokok, dan fungsi instansi pemerintahnya. Kegiatan
dimaksud mempunyai beberapa syarat, antara lain:
1) Kegiatan harus konkret untuk dapat dilaksanakan dalam
jangka pendek dan jangka menengah.
2) Terdapat indikator keberhasilan (berupa output untuk
jangka pendek dan outcome untuk jangka menengah.
3) Jumlah pegawai sesuai dengan kompetensi yang
disyaratkan untuk tugas yang akan dilaksanakan.
4) Sarana/peralatan yang dibutuhklan untuk melaksanakan
tugas/kegiatan memadai, antara lain: ruangan dan
fasilitas kerja, komputer, jaringan, manual prosedur/
pedoman, dll.
5) Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas
tersebut terpenuhi.
b. Melakukan inventarisasi dan analisis tugas yang akan
dilaksanakan bagi setiap jabatan/posisi/peran untuk
memenuhi kebutuhan pegawai dalam melaksanakan tugas
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 23
di atas. Pada prosedur ini, perlu dilakukan analisis
perhitungan beban kerja nyata menurut jabatan dan
menghitung kebutuhan nyata pegawai yang ada (bezetting)
bagi setiap jabatan. Analisis dimulai dari satuan organisasi
yang terkecil dan didasarkan pada standar kompetensi yang
telah ditetapkan bagi setiap jabatan, yaitu pendidikan
umum, teknis yang dimiliki, dan keahlian yang ada,
termasuk kemampuan dalam mengelola tugas,
mengarahkan tim, bawahan, serta hasil penilaian atasan
langsungnya.
Dari hasil dari kegiatan ini, akan diperoleh data yang
menggambarkan proyeksi kebutuhan/formasi pegawai, yaitu
jumlah pegawai yang ada untuk setiap posisi/peran, jumlah
pegawai yang dibutuhkan sesuai dengan kompetensinya.
Proyeksi kebutuhan pegawai sejalan dengan arah
pengembangan organisasi, perkembangan iptek, perubahan
peran dan fungsi organisasi pemerintah, maupun tuntutan
masyarakat ke arah pelayanan yang lebih baik.
Dengan menggunakan formasi tersebut dapat dilakukan
perencanaan kepegawaian, apakah akan melakukan
pengadaan pegawai, ataukah meningkatkan kompetensi
pegawai, dengan melakukan pendidikan dan pelatihan atas
pegawai yang ada.
c. Melakukan komunikasi kepada pegawai tentang syarat
kompetensi kegiatan yang telah ditetapkan. Informasi yang
dikomunikasikan antara lain (per jabatan): pengetahuan
dasar (persyaratan minimal), keahlian, dan kemampuan
yang harus dimiliki pada saat ia berada dalam suatu unit
terkecil di instansi pemerintah atau dalam suatu kegiatan.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 24
Dari hasil komunikasi ini, akan diperoleh kesamaan persepsi
bahwa pegawai perlu meningkatkan kompetensinya,
sedangkan pimpinan memeroleh kepastian bahwa
bawahannya perlu ditingkatkan kompetensinya.
Kesepakatan/kesepahaman ini seharusnya dituangkan
dalam bentuk tertulis, berupa notulen, surat edaran, dan
sejenis lainnya, untuk dapat dijadikan alat evaluasi.
d. Melakukan rekrutmen dan seleksi pegawai berbasis
kompetensi sesuai dengan yang diharapkan/diinginkan/
disyaratkan. Rekrutmen seharusnya didasarkan pada
kesesuaian antara kompetensi jabatan dengan kompetensi
yang dimiliki pegawai yang akan ditempatkan.
Bila akan dilakukan rekrutmen/penerimaan pegawai, maka
proses penerimaan pegawai didasarkan pada kompetensi
yang dibutuhkan dan batasan formasi yang telah ditetapkan,
dengan memprioritaskan antara lain :
1) Pegawai pelimpahan/penarikan dari kementerian/
lembaga/pemerintah daerah yang kelebihan pegawai.
2) Siswa/mahasiswa ikatan dinas, setelah lulus dari
pendidikan.
3) tenaga medis dan paramedis yang telah selesai
melaksanakan masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.
e. Melaksanakan proses penempatan pegawai atau
penugasan sesuai dengan kompetensinya. Penempatan
didasarkan pada hasil evaluasi dan kinerja yang dicapai
oleh masing-masing pegawai.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 25
f. Melaksanakan pelatihan untuk peningkatan kompetensi
pegawai sesuai dengan kegiatan/tugas yang akan
dilaksanakan.
Pelatihan dimulai dengan menyusun dan menetapkan
program pelatihan, khususnya terkait dengan substansi
teknis atas kompetensi yang diharapkan, untuk memenuhi
kebutuhan pegawai yang sesuai persyaratan
kompetensinya.
Program pelatihan mencakup pula kegiatan antara lain:
1) Analisis terhadap kebutuhan pelatihan (substansi teknis);
2) Menyiapkan modul / materi pelatihan;
3) Penyelenggaraan pelatihan; serta
4) Evaluasi penyelenggaraan pelatihan (termasuk materi
pelatihan).
Program-program pelatihan, umumnya dirancang untuk
menjembatani kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki
pekerja dengan kompetensi yang diharapkan oleh
kegiatan/instansi pemerintah.
Pelatihan dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang
bersangkutan, atau dengan pelatihan silang instansi
pemerintah sesuai dengan kompetensinya.
Prosedur dan metode pelatihan lebih rinci, dapat dilihat
pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2002.
Komitmen terhadap kompetensi seharusnya diterapkan
secara konsisten, maka pelatihan subtansi teknis
(kompetensi) seharusnya juga dilaksanakan secara
berkesinambungan. Hal ini dapat berarti :
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 26
1) Seluruh pegawai mempunyai kesempatan sama untuk
mengikuti pelatihan;
2) Terhadap pegawai yang sama akan diberikan
kesempatan untuk mengikuti pelatihan pada tingkatan
yang lebih tinggi, dengan catatan mempunyai kinerja
baik; dan
3) Hanya pegawai yang berprestasi sangat baik yang
diberikan pelatihan berkelanjutan.
g. Melaksanakan pembimbingan untuk peningkatan
kompetensi pegawai sehingga mengarah kepada
peningkatan kinerjanya dan kinerja instansi pemerintah,
dengan membuat:
1) Kerangka pembimbingan;
2) Prosedur pembimbingan;
3) Sarana umpan balik yang berkelanjutan.
Pembimbingan dalam hal ini dilakukan oleh pimpinan
(atasan langsung) dan dilaksanakan secara obyektif dan
konstruktif. Hal ini menuntut pimpinan untuk memiliki
keahlian manajemen, berpengalaman (terlatih), serta secara
teknis dapat mengarahkan pegawai untuk meningkatkan
kinerjanya.
h. Memastikan seluruh pegawai telah menerima pelatihan
yang tepat dan pegawai yang telah dipilih untuk menduduki
suatu jabatan benar-benar mempunyai kompetensi yang
diperlukan, dengan melakukan pemantauan dan evaluasi
atas kompetensi yang dimiliki untuk masing-masing
pegawai, dengan menciptakan media yang diperlukan guna
memperoleh data/informasi, antara lain mengenai:
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 27
1) kompetensi yang telah dimiliki pegawai;
2) penempatan setelah pelatihan;
3) penugasan yang dilakukan, baik secara individual
maupun secara berkelompok (tim);
4) kinerja/hasil atas penugasan yang telah dilaksanakan,
penilaian kinerja pegawai didasarkan pada kompetensi,
dikaitkan dengan target penting atas pelayanan instansi
pemerintah;dan
5) pendapat atasan langsung setiap penugasan dan dari
rekan sekerja (sebagai Quality Assurance).
3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
Kegiatan pengembangan berkelanjutan dilakukan
terhadap seluruh penerapan komitmen terhadap kompetensi
pada suatu instansi pemerintah, yang meliputi manajemen
sumber daya manusia yang dilakukan dalam proses
rekrutmen dan seleksi, assesment center, manajemen kinerja,
pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa.
Pedoman evaluasi dalam rangka pengembangan
berkelanjutan dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari
pemantauan yang telah dilakukan, dengan mengacu pada
ketentuan/peraturan yang berlaku pada instansi pemerintah, serta
dilakukan perbaikan secara terus menerus, khususnya bilamana
tujuan dari penerapan kompetensi belum/tidak tercapai.
Dalam tahap ini sebagai wujud komitmen pimpinan
terhadap kompetensi bawahan, atas pegawai yang berprestasi
sangat baik, atau yang mencerminkan tingkat keterampilan
pada kompetensi kunci seharusnya diberikan penghargaan
(reward).
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 28
Bentuk reward akan menjadi penyemangat dan
merupakan suatu penilaian yang membanggakan bagi
penerima, sehingga yang bersangkutan akan termotivasi
untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan kompetensi
kunci menjadi lebih baik lagi. Selain itu, dapat pula mendorong
kinerja kelompok untuk mencapai tujuan organisasi yang
sesungguhnya.
C. Tahap Pelaporan
Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan
penyelenggaraan sub unsur perlu didokumentasikan.
Pendokumentasian ini merupakan satu kesatuan (bagian yang
tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan berkala dan tahunan
penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi:
1. Pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari:
a. Kegiatan pemahaman, antara lain seperti kegiatan
sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan
fokus grup) mengenai pengendalian sistem informasi.
b. Kegiatan pemetaan keberadaan dan penerapan
infrastruktur, yang antara lain berisi: 1) pemetaan
penerapan pengendalian atas pengelolaan sistem
informasi, 2) masukan atas rencana tindak yang tepat untuk
menyempurnakan kebijakan dan prosedur pengendalian
yang sudah ada, baik pengendalian umum maupun
pengendalian aplikasi.
c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain
berisi: 1) kebijakan dan prosedur pengelolaan sistem
informasi, 2) penyusunan kebijakan, serta prosedur
pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 29
d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi: 1) kegiatan
sosialisasi kebijakan dan prosedur pengelolaan sistem
informasi, 2) kegiatan yang memastikan seluruh pegawai
telah menerima informasi, serta memahami kebijakan dan
prosedur pengelolaan sistem informasi.
e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain
berisi: 1) kegiatan pemantauan penerapan kebijakan dan
prosedur pengelolaan sistem informasi, 2) masukan bagi
pimpinan instansi pemerintah untuk menyatakan asersi
di Teknologi Informasi (TI) bahwa TI telah dikelola dengan
baik.
2. Hambatan kegiatan
Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan
kegiatan tersebut, agar penyebab terjadinya hambatan
dijelaskan.
3. Saran
Saran diberikan berkaitan dengan adanya hambatan
pelaksanaan kegiatan dan dicarikan saran pemecahan
masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa, dan guna
peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar
yang realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan.
4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya
Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan
atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode
sebelumnya.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 30
Dokumentasi ini merupakan bahan dukungan bagi
penyusunan laporan berkala dan tahunan (penjelasan
penyusunan laporan dapat dilihat pada Pedoman Teknis Umum
Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi
tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya disampaikan
kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai bentuk
akuntabilitas, melalui Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP
di instansi pemerintah terkait.
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 31
BAB IV
PENUTUP
Komitmen terhadap kompetensi sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan, merupakan bagian dari unsur
lingkungan pengendalian, yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
tugas pemerintahan, karena menyangkut kualifikasi pimpinan dan
pegawai yang akan melaksanakan tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Dengan kualifikasi pegawai yang kompeten, meliputi
pengetahuan, keahlian dan perilaku yang memadai, maka
penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan dengan baik. Untuk
itu, perlu kesadaran untuk menerapkannya, dan ini tidak hanya
kesadaran satu orang, tetapi harus menjadi komitmen bersama
semua orang yang berada dalam instansi tersebut. Dengan
demikian, secara sadar setiap orang akan mempunyai tugas dan
tanggung jawab masing-masing, sesuai peran dan fungsinya, dan
tidak semata karena adanya kepedulian dan perhatian yang khusus
dari pimpinan instansi pemerintah untuk meningkatkan kompetensi
pegawainya.
Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi
pimpinan instansi pemerintah dalam menciptakan dan
melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur
lingkungan pengendalian dengan sub unsur komitmen terhadap
kompetensi di lingkungan instansi yang dipimpinnya.
Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan
mendasar yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi
pemerintah yang minimal harus dipenuhi dalam penerapan
komitmen terhadap kompetensi, serta tidak mengatur secara
1.2. Komitmen terhadap Kompetensi 32
spesifik bagi instansi tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat
mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil
sesuai dengan kebutuhan organisasi dengan tetap mengacu dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem
pengendalian intern, pedoman ini dapat disesuaikan di kemudian
hari.