solusioplasenta
DESCRIPTION
ObgynTRANSCRIPT
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
SOLUSIO PLASENTA
Disusun Oleh:
Foresta Dipo Nugraha
0910015025
Pembimbing:
dr. Samuel Randa Bunga, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Mulawarman
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
SOLUSIO PLASENTA
Laporan Kasus
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik pada SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi
Disusun oleh:
Foresta Dipo Nugraha
NIM: 0910015025
Dipresentasikan pada 2015
Pembimbing
dr. Samuel Randa Bunga Sp.OG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Plasenta merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Plasenta memiliki peran sebagai tempat pertukaran zat, penghasil hormon yang berguna selama
kehamilan, dan sebagai barier1. Melihat pentingnya peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan
pada plasenta akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin ataupun mengganggu proses
persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta, gangguan
implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya yang disebut solusio
plasenta2.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari
tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni
antara minggu 22 dan lahirnya anak1,2.
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio plasenta di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Saat ini kematian maternal akibat solusio plasenta
mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang
memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Pada tahun 1988
kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut
tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian
maternal di negara maju. Di negara berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh
komplikasi kehamilan, persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain
itu kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia ibu hamil,
dan paritas3.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di ruang VK Mawar RSUD A.W. Sjahranie
Samarinda pada tanggal 24 April 2015, pukul 06.00 WITA, diperoleh data sebagai berikut:
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. RH
Umur : 19 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Kampung Kajang, Anggana
Identitas Suami Pasien
Nama : Tn. DY
Umur : 21 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Kampung Kajang, Anggana
2.2 Anamnesis
- Keluhan Utama :
2.2 Keluhan Utama : Perut terasa kencang-kencang sejak ± 5 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh perut terasa kencang-kencang sejak 5
jam SMRS, pasien mengaku sempat keluar lendir
4
darah ± 2 jam SMRS. Pasien belum mengeluarkan air-
air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Dahulu : -Pasien sempat dirawat di RS pada umur kehamilan 4
bulan selama 3 hari karena mual dan muntah yang
berlebihan.
-Riwayat Diabetes Mellitus (-), Riwayat penyakit
jantung (-), Riwayat Asthma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat Menstruasi :
- Menarche usia 15 tahun
- Siklus teratur setiap 28 hari
- Lama haid 7 hari, dalam sehari mengganti pembaluit 3 kali, jika haid terkadang
pasien merasakan nyeri.
- Hari Pertama Haid Terakhir : 22 Agustus 2015
- Taksiran Persalinan : 29 Mei 2015
Riwayat Perkawinan:
- Perkawinan yang pertama, lama menikah 1 tahun
Riwayat Kehamilan , Persalinan dan Nifas
NoTahun
Partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
Persalinan
Jenis
Kelamin
Anak/ BB
Keadaan
Anak
Sekarang
1 2015 Hamil Ini
Kontrasepsi:
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi
5
B Pemeriksaan fisik:
1. Berat badan 60 kg, tinggi badan 147 cm
2. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
3. Kesadaran : Composmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi napas : 24x/menit, reguler
Suhu : 36,7°C
5. Status generalis:
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-), nyeri tekan
abdomen kuadran kanan bawah (-)
Ekstremitas : Atas : akral hangat
Bawah: akral hangat edema tungkai (-/-), varices (-/-)
6. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi Fundus Uteri : 29 cm
Leopold I :Teraba bagian lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold II :Teraba bagian keras mendatar pada sisi kanan,
sedangkan bagian kecil-kecil teraba pada sisi kiri
ibu.
Leopold III : Teraba bagian keras, melenting (kepala)
Leopold IV : divergen, masuk PAP
6
Vaginal Touche : Vulva dan vagina kesan normal, membuka (-), portio tebal
kaku, pembukaan 1 cm, kesan panggul sedang, Hodge I, ketuban (+), bloodslym
(-), lendir (+),
DJJ: 132 x/mnt (O2)
HIS : 3 x 10’ 30-35 x/ mnt
C. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis Pemeriksaan
24 April 2015 Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb 8,5 gr/dl
Hct 26,8 %
WBC 21.500 /mm3
PLT 255.000 / mm3
BT 2’
CT 8’
Pemeriksaan Kimia Darah
Glukosa puasa 102 mg/dl
Ureum 20,8 mg/dl
Creatinin 0,8 mg/dl
Pemeriksaan Serologi
HBs Ag Negatif
Anti HBs Negatif
Anti HCV Negatif
Ab HIV Non Reaktif
7
2. NST tanggal 17 April 2015 :
Interpretasi hasil NST : Kesan Suspicious(+)
D. Diagnosis
Diagnosis Kerja Sementara : G1P0A0 gravid 36-37 mgg + inpartu kala 1
E. Penatalaksanaan
- Guyur 500 cc RL
- Observasi NST
- O2 Nasal Kanul 4 lpm
8
Follow Up
Tanggal Follow upRencana tindakan dan
Penatalaksanaan
24/04/2015
06.00
Menerima pasien baru dari IGD dan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik :
Pasien mengeluh perut terasa kencang-kencang
sejak 5 jam SMRS, pasien mengaku sempat keluar
lendir darah ± 2 jam SMRS. Pasien belum
mengeluarkan air-air dari jalan lahir.
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi: 80 x/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi napas: 24x/menit, reguler
Suhu: 36,7°C
Leopold I: Teraba bagian lunak, tidak melenting
(bokong)
Leopold II: Teraba bagian keras mendatar pada sisi
kanan, sedangkan bagian kecil-kecil teraba pada sisi
kiri ibu.
Leopold III : Teraba bagian keras, melenting
(kepala)
Leopold IV : divergen, masuk PAP
Vaginal Touche: Vulva dan vagina kesan normal,
membuka (-), portio tebal kaku, pembukaan 1 cm, ,
kesan panggul sedang, Hodge I, ketuban (+),
bloodslym (-), lendir (+),
DJJ: 132 x/mnt (O2)
HIS : 3 x 10’ 30-35 x/ mnt
Diagnosa :
G1P0A0 gravid 36-37 mgg + inpartu kala 1
- Guyur 500 cc RL
- Observasi NST
- O2 Nasal Kanul 4
lpm
06.00 Lapor dr. SpOG
9
24/04/2015
09.30
10.30
11.00
11.30
TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/mnt, T : 36,4 C, DJJ:
132 x/mnt
Lapor dr. Sp.OG
DJJ : 128 x/mnt
S: Pada saat buang air kecil di kamar kecil, ibu
mengeluh ada darah segar yang keluar
S: Ibu mengeluhkan perut terasa kencang
DJJ: tidak ditemukan
- Inj. Cefotaxim 1 gr 2
x 1 gr IV
- NST ulang
- USG CITO
24/04/2015
13.30
Hasil USG CITO:
USG. Survaillance
Status fetalis: Cor rythme no present, withstand
bump morbidity extremity
Jumlah amnion fluid sedang
Letak Kepala: di sisi kanan caudal cavum pelvis
Echo attemosi inhomogenous intra calvarinal
BPD: 9.56 cm gravid 39 mgg
TP: 01/05/2015
Kesimpulan Interpretasi:
Sp. Rad.
- IUFD
- Echo attemosi
inhomogenous intra
calvarinal
24/04/2015
14.30
S: Perut terasa kencang
O: Abdomen tegang
CM, TD: 100/70 mmHg, RR: 21 x/mnt, N: 80
x/mnt, T: 37,1
VT: pembukaan 3 cm, Ketuban (-)
A: IUFD
KPD
Keluarga setuju
dilakukan SC
10
LAPORAN OPERASIBangsal : VK Mawar Nomor : 72.57.24
Nama : Ny. R.H Umur : 19 tahun
Nama Ahli Bedah : dr., Sp. OG
Nama Anestesi : dr., Sp. AN
Pembedahan Besar
(Emergency)
Jenis Anestesi :
Spinal Anastesi
Nama Operasi
Sectio Sesaria
Diagnosa Pre Operatif
IUFD
Diagnosa Post Operatif
IUFD ec.Solusio plasenta
Tanggal : 24/04/2015 Jam Mulai : 15.00
Jam Selesai : 15.40
1. Siapkan informed concent
2. Pasien disiapkan diatas meja operasi dalam posisi supine , lalu dilakukan tidakan spinal
anestesi
3. Dilakukan desinfeksi pada dinding abdomen, selanjutnya lapangan operasi dipersempit
dengan menggunakan duk steril.
4. Dibuat insisi mediana pada abdomen dimulai dari atas simfisis sampai ke bawah
umbilikus, lapis demi lapis dinding abdomen
5. SCTP
6. Lahir bayi dengan meluksir kepala A/S (-), maserasi gr 1
7. Solusio plasenta (+), uterus couvulaire (+)
8. Adnexa dbn
9. Dilakukan suction
10. Penjahitan pada dinding uterus yang di insisi
11. Dilakukan kontrol perdarahan
12. Menjahit lapisan abdomen lapis demi lapis
- Peritoneum menggunakan cat gut plain No 2.0
- Fasi tranversalis dijahit menggunakan vicryl No 1.0
- Lemak menggunakan cat gut plain No. 2.0
- Subkutis menggunakan cat gut plain No. 3.5
11.Permukaaan abdomen dibersihkan dengan Nacl 0,9 %
12. Menutup luka dengan kassa steril dan diplester menggunakan leukomed
11
13. Operasi selesai
24/04/2015
16.00
Keluhan : Nyeri bekas operasi, nyeri kepala
Tanda Vital :
TD 100/60 mmHg, N : 82x /i kuat angkat, regular,
RR 18 x/i , T: 36,3oC
Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : nyeri (-)
Buang air kecil : tidak ada keluhan
Buang air besar : tidak ada keluhan
Diagnosa : post SC a/I IUFD ec.Solusio plasenta H-
0
Terapi Post Operatif
- Infus D5%: RL= 1:1
20 tpm
- Drip tramadol 1 amp
dalam 1 kolf RL 20
tpm
- Drip Oxytocyn 2 amp/
500 cc 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 3 x 1 gr
(mulai pkl . 21.00)
- Inj. Ketorolac 3 x 30
mg (mulai pkl . 21.00)
- Jam 23.00 : miring
kiri-kanan. BU(+) blh
minum
- Cek Hb post. op
25/04/2015 Keluhan : Nyeri bekas operasi,
Tanda Vital :
TD 110/70 mmHg, N : 80x /i kuat angkat, regular,
RR 18 x/i , T: 36,6C
Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : nyeri (-) BU (+) N
Buang air kecil : (+)
Buang air besar : belum BAB
Diagnosa: post SC a/i IUFD ec.Solusio plasenta H-1
Hasil Lab post Op. : Hb: 5,9 g/dl, Leuk: 23.400,
Ht: 17%, Trhomb: 205.000
Inj Cefotaxim 3 x 1
gr
As. Mefenamant 3 x
500 mg
Laxadin syr 3 x C1
SF 2 x 300 mg
Tranfusi PRC 2
kolf/hr s/d Hb> 8
gr/dl
Mobilisasi
12
26/09/2015 Keluhan : Nyeri bekas operasi,
Tanda Vital :
TD 110/70 mmHg, N : 80x /i kuat angkat, regular,
RR 18 x/i , T: 36,6C
Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : nyeri (-) BU (+) N
Buang air kecil : (+)
Buang air besar : (+)
Diagnosa: post SC a/I IUFD ec.Solusio plasenta H-2
Hasil Lab post Op. : Hb: 8,2 g/dl, Leuk: 15.100,
Ht: 24%, Trhomb: 203.000
Pasien boleh pulang
Inj Cefotaxim 3 x 1
gr
As. Mefenamant 3 x
500 mg
Laxadin syr 3 x C1
SF 2 x 300 mg
27/09/2015 Pasien boleh pulang
Asam mefenamat 3 x
500 mg/p.o
Cefadroxil 3 x500
mg/p.o
SF 1x1
Acc Pulang
Kontrol Poli
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Solusio Plasenta
3.1.1 Definisi
Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu 20 dan lahirnya anak. Plasenta secara
normal terlepas setelah bayi lahir 1,2,3,5.
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio placentae, accidental
haemorrhage, premature separation of the normally implanted placenta3.
Gambar 3.1 Solusio Plasenta
14
3.1.2 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat pula
terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan maternal plasenta
terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi akan merembes antara plasenta dan
miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh
jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan eksternal
(revealed hemorrhage)2 (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal
Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding
rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara plasenta yang terlepas dan uterus
sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage) yang dapat terjadi
parsial (Gambar 3.3) atau total (Gambar 2.4)4,5.
15
Gambar 3.3 Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi
Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika2:
1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi ibu,
tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga karena jumlah darah yang
keluar sulit diperkirakan4.
16
Gambar 3.4 Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi
Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan
luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, sedang, dan berat2.
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6
bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Gejala-gejala sukar dibedakan
dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin
belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai separuhnya (50%).
Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1000 ml. Gejala-
gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri pada perut yang terus-menerus, denyut janin
menjadi cepat, hipotensi, dan takikardi.
c. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar melebihi
1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai syok, dan hampir semua janinnya
17
telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oligouri biasanya
telah ada.
3.1.3 Prevalensi
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya bervariasi dari 1 di antara
75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang
memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian
maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35%
kematian perinatal3,4.
Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari
angka kematian maternal di negara maju. Di negara berkembang, penyebab kematian yang
disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-
eklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan,
sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas3.
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar 1
di antara 8 kehamilan3. Namun, insidensi solusio plasenta cenderung menurun dengan semakin
baiknya perawatan antenatal sejalan dengan semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan
paritas tinggi dan membaiknya kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis2.
3.1.4 Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa keadaan
patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan
dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 3.1), seperti hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan
merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi 2,4.
18
Faktor Risiko Hubungan dengan risiko
Meningkatnya usia dan paritas 1.3–1.5
Preeklampsia 2.1–4.0
Hipertensi kronik 1.8–3.0
Ketuban pecah dini 2.4–4.9
Kehamilan ganda 2.1
Hidroamnion 2.0
Wanita perokok 1.4–1.9
Trombofilia 3–7
Penggunaan kokain NA
Riwayat solusio plasenta 10–25
Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14
Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang
Tabel 3.1 Faktor Risiko Solusio Plasenta2
Seperti diperlihatkan di Grafik 3.1, insidensinya meningkat seiring dengan usia ibu. Meski
Prtichard dkk. (1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih tinggi pada wanita dengan
paritas tinggi, Toohey dkk. (1995) tidak mendapatkan hal ini pada wanita yang memiliki 5 anak
atau lebih5.
19
Grafik 3.1 Insidensi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa
3.1.5 Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan
yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua
basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi.
Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua2.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan
oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan
trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada
iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan
perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas
kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan
pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta yang berdekatan. Pada
awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta
yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh
putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk
20
dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga
darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium dan selanjutnya keluar
melalui serviks ke vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus
yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang
terputus. Walaupun jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus (concealed
hemorrhage)2,4.
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan
iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stres,
apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan
plasenta yang berujung kepada solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai
25% dari insidensi solusio plasenta. Merokok satu bungkus perhari menaikkan insiden menjadi
40%2.
3.1.6 Gejala Klinik
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang
berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus
mirip his partus prematurus2.
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang menunjukkan gejala.
Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa
sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan
darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang belum terasa
menyulitkan membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna merah
segar pada plasenta previa. Tanda vital ibu dan janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi
tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat terbentuknya
hematom. Kadar fibrinogen darah dalam batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum
memerlukan intervensi segera keadaan ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya
mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan
plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio plasenta
sedang atau berat2,4,5.
21
Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut yang terus-
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang keluar
tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen
berkurang antara 150-250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan
fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his
yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan keadaan
janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu dilakukan tes gangguan
pembekuan darah2,4,5.
Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defence
musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh karena itu, palpasi bagian-bagian janin
tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya karena telah terjadi
penumpukan darah di dalam uterus pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa
observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi
rahim terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak
terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi plasenta. Keadaan umum menjadi buruk
disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang
tidak seberapa keluar dari vagina. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan
telah ada tromobositopenia2.
3.1.7 Diagnosis Klinik
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu
perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat
kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG. Namun kadang pasien datang
dengan gejala perdarahan tidak banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal.
Diagnosis pasti hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus (Gambar 3.6)5.
22
Gambar 2.5 Perdarahan Retroplasenta
Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat bervariasi. Sebagai
contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang terlepas tidak terlalu luas sehingga
belum membahayakan janin secara langsung. Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi
perdarahan eksternal tetapi plasenta terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd
dkk. (1983) dalam sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,
mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan (Tabel 3.2). Perdarahan
dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang didapatkan adalah perdarahan
serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus, kontraksi uterus yang sering5.
Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis solusio plasenta.
Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara sonografis hanya pada 25% wanita.
Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan Purnell (2002), yang mengkalkulasi hanya 24%
dari 149 wanita yang melakukan USG dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio
plasenta. Yang penting, temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio
plasenta5.
23
Gejala dan Tanda Frekuensi (%)
Perdarahan pervaginam 78
Uterus tegang atau nyeri pinggang 66
Gawat janin 60
Partus prematurus 22
Kontraksi yang terus menerus tinggi 17
Hipertonus 17
Kematian janin 15
Tabel 3.2 Gejala dan Tanda yang Terdapat pada 59 Wanita Solusio Plasenta5
3.1.8 Diagnosis Banding
Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-bentuk solusio yang
lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan pasti dan diagnosis sering ditegakkan
berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada kehamilan variabel dengan penyulit perdarahan
pervaginam, perlu menyingkirkan plasenta previa dan penyebab lain perdarahan dengan
pemeriksaan klinis dan evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan beberapa
pembenaran, bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara perdarahan
uterus yang tidak nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis banding tidak
sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan nyeri yang
mengisyaratkan solusio plasenta5. Perbedaan solusio plasenta dengan plasenta previa dapat
dilihat pada tabel 3.2 berikut.
Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa
Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam
Terus menerus
Disertai nyeri
Merah segar, Berulang ,
Tidak nyeri
24
Uterus
Syok/Anemia
Fetus
Pemeriksaan
dalam
Tegang, Bagian janin tak
teraba, Nyeri tekan
Lebih sering
Tidak sesuai dengan jumlah
darah yang keluar
40% fetus sudah mati
Tidak disertai kelainan letak
Ketuban menonjol
walaupun tidak his
Tak tegang
Tak nyeri tekan
Jarang
Sesuai dengan jumlah darah
yang keluar
Biasanya fetus hidup
Disertai kelainan letak
Teraba plasenta atau
perabaan fornik ada bantalan
antara bagian janin dengan
jari pemeriksaan
Tabel 3.3 Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa6
3.1.9 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung
sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi
fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada
beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama
yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta2.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang dilaporkan juga bisa terjadi
25
pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta
kronik dilaporkan juga sering terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta
berhenti tanpa dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut.
Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta berhenti ke
dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi
trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini
apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras
persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain2.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat tekanan intrauterina
yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun dan menyebabkan anoksia. Keadaan
umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan
fungsi ginjal2.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah lapisan serosa
uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang pertama kalinya dilaporkan oleh
Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada
keadaan ini perdarahan retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut
miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat
ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke rongga pernitonei.
Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus sehingga terjadi
perdarahan postpartum berat dan bukan merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.
3.1.10 Penanganan
Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan serta status ibu
dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan pervaginam tidak terjadi
dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio sesaria darurat.
26
3.1.10.1 Solusio Plasenta Ringan
Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya didiagnosis secara kebetulan
pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak memberikan gejala klinik yang khas. Apabila
kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan kemudian berhenti, perut tidak menjadi
nyeri, dna uterus tidak tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila
perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan
pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan terminasi kehamilan
3.1.10.2 Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum terlebih
dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih hidup biasanya dalam
keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan telah lengkap. Pada
keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep.
Apabila janin telah mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi,
drip oksitosin. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.
3.1.10.3 Tokolitik
Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu yang lama dan
membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999) memberikan magnesium sulfat,
terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131 wanita dengan solusio plasenta yang
didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari
kelompok yang tidak diterapi. Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio
plasenta masih kontroversial4.
3.1.10.4 Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir selalu berarti
seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara cepatnya persalinan dan prognosis
janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin.
22 bayi secara neurologis dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah
keputusan akan dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy,
8 bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya respons
27
adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya6. Seksio sesarea pada saat ini besar
kemungkinan dapat membahayakan ibu karena mengalami hipovolemia berat dan koagulopati
konsumtif yang parah2.
3.1.10.5 Persalinan Pervaginam
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan janin meninggal, lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga
tidak dapat diatasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif, atau terdapat penyulit
obstetri yang menghambat persalinan pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan besar
dapat menimbulkan kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus rentan terhadap
perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian, pada persalinan pervaginam,
stimulasi miometrium secara farmakologis atau dengan massage uterus akan menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah berkontraksi sehingga perdarahan serius dapat dihindari walaupun
defek koagulasinya masih ada. Lebih lanjut, perdarahan yang sudah terjadi akan dikeluarkan
melalui vagina.
3.1.10.6 Amniotomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah bahwa keluarnnya
cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin dan mungkin faktor-faktor pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam
sirkulasi ibu. Namun, tidak ada bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah
cukup matur, pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks daripada tekanan
yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan kurang menekan serviks5.
3.1.10.7 Oksitosin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi hipertonisitas yang
mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi uterus yang ritmik, pasien diberi
oksitosin dengan dosis standar. Stimulasi uterus untuk menimbulkan persalinan pervaginam
28
memberikan manfaat yang lebih besar daripada risiko yang didapat. Pemakaian oksitosin pernah
dipertanyakan berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memacu atau memperparah kaogulopati konsumtif
atau sindroma emboli cairan amnion5.
3.1.11 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi
bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai
prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah.
Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya
karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya2.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda solusio plasenta seperti 1.) Nyeri perut yang terus
menerus dirasakan oleh ibu. 2.) Uterus yang terasa tegang. 3.) DJJ yang sudah tidak terdengar.
4.) Keluarnya darah segar pervaginam 5.) Uterus Couvulaire.
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan
yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan uterus tegang terus-
menerus mirip his partus prematurus.
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang menunjukkan
gejala. Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran
beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut masih
ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang
belum terasa menyulitkan membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar
berwarna merah segar pada plasenta previa.
Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut yang terus-
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang keluar
tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen
berkurang antara 150-250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan
fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his
yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan keadaan
janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu dilakukan tes gangguan
pembekuan darah.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan
seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban
atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
30
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru
atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-
mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi
juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Tatalaksana
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum terlebih
dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih hidup biasanya dalam
keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan telah lengkap. Pada
keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep.
Apabila janin telah mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi,
drip oksitosin. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan janin meninggal,
lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras
sehingga tidak dapat diatasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif, atau terdapat
penyulit obstetri yang menghambat persalinan pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan
besar dapat menimbulkan kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus rentan
terhadap perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian, pada persalinan
pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau dengan massage uterus akan
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah berkontraksi sehingga perdarahan serius dapat
dihindari walaupun defek koagulasinya masih ada. Lebih lanjut, perdarahan yang sudah terjadi
akan dikeluarkan melalui vagina.
Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif karena keluarga tidak ingin lama menunggu
kembali. Namun sebenarnya sebelumnya juga telah diberi penjelasan bahwa dapat dilakukan
pengeluaran janin pervaginam.
31
BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka kematian bayi dan
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas dan pertumbuhan janin terhambat.
Penanganan dan prognosis solusio plasenta tergantung dari derajat solusio plasenta.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman Sastrawinata. 1985. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. Hal 102-122.
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan;
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir (Masalah
Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. h. 492-513.
3. Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam: Obstetri
Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr, SpOG(K), Prof. Dr.
Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K), Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr,
SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. h.
91-96
4. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil Dengan
Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta; Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238
5. Leveno, Kenneth J. MD; Cunningham, F. Gary MD; Alexander, James M. MD; Bloom,
Steven L. MD; Casey, Brian M. MD; Dashe, Jodi. S MD; et al. 2007. Obstetrical
Complications Section VII, Chapter 35. Obstetrical Hemorrhage. In: Williams, 22nd
edition. Editor: Anne Sydor, Marsha Loeb, Peter J. Boyle. United States of America:
McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from
http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.htm. Accessed December 28, 2009
33