smlp bab 1 2 3
DESCRIPTION
Seminar Manajemen Layanan dan Pariwisata.TRANSCRIPT
Anggota Kelompok
Robin winyoto 3092015I gede yonathan kristian 3092026Danang satria adiatma 3092100Dennis dwijaya oentargo 3102012Muhammad fajar maulana 3102109Jhonny winarko 3102881Amanda nathania 3102903
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan, oleh sebab itu sektor
pariwisata lah yang paling berkembang sehingga menciptakan peluang bagus
bagi bisnis perhotelan. Memang harus diakui Indonesia yang memiliki lebih
dari 17.100 pulau, diantaranya telah berpenghuni dan memiliki kekayaan
budaya yang luar biasa dengan 300 suku dan etnis serta 742 bahasa dan
tercampur didalamnya. Ini adalah potensi Indonesia yang bisa dikembangkan
dalam konsep pengembangan industri pariwisata nasional. Kekayaan budaya
Indonesia bisa dijadikan daya tarik pariwisata dan pariwisata ini erat kaitannya
dengan industri perhotelan dan restoran. Jika pemerintah dan swasta bisa
bekerja sama dalam mengemas promosi pariwisata Indonesia, maka prospek di
Indonesia akan terus cemerlang.
Jumlah wisatawan domestik kian meningkat, hal ini sehubungan dengan
membaiknya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.Hal ini diakui
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu di Jakarta, Selasa
(21/2/2012). "Wisatawan dalam negeri itu juga masih baik karena pendapatan
per kapita kita tumbuh, terus jadi kita juga akan prioritaskan meningkatkan
wisatawan nusantara," paparnya. Pemerintah pada tahun ini menargetkan
wisatawan domestik sebesar 127 juta orang. Angka ini naik bila dibandingkan
tahun sebelumnya. "Untuk wisatawan nusantara 127 juta dibanding 123 juta
(tahun 2011)," ujarnya.( http://ekonomi.inilah.com/ )
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita
masyarakat Indonesia sepanjang 2011 mencapai Rp30,8 juta atau sekitar
US$3.542,9. Angka ini naik sekitar Rp3,7 juta dibandingkan tahun sebelumnya
yang sebesar Rp27,1 juta.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia sepanjang tahun 2011
mencapai 7,65 juta orang atau naik 9,24% dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 7 juta orang. Dari segi nominal, jumlah devisa pariwisata yang
diterima pada 2011 mencapai US$8,6 miliar. Jumlah ini meningkat sebesar
13,16% dibandingkan devisa 2010 yang mencapai US$7,6 miliar.
( http://www.jktproperty.com )
Provinsi Jawa Timur memiliki peran perekonomian yang strategis dalam
skala nasional. Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang
signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi daerah lain. Menurut
data Badan Pusat Statistika, Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,22 % dimana nilai tersebut melebihi pertumbuhan ekonomi
nasional yang hanya sebesar 6,46%.
Gambar 1Kontribusi PDRB Sektor Utama Surabaya
Sumber: ( http://www.surabaya.go.id/ )
Dalam era globalisasi ini persaingan usaha semakin ketat, dimana
struktur ekonomi Surabaya masih ditopang oleh sektor tersier, yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa dengan
kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sebesar
66,97% pada tahun 2010. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
sektor utama yang menopang perekonomian dengan kontribusi sebesar 29,47%
dan merupakan sektor yang menyumbang PDRB paling besar dibandingkan
dengan sektor-sektor yang lain. Hal ini mencerminkan bahwa Surabaya
merupakan kota yang kondusif dalam iklim usaha dan perdagangan serta
didukung oleh sarana prasarana yang memadai.
PDRB Kota Surabaya pada tahun 2010 disumbangkan oleh Sembilan
sektor ekonomi yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian,
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor kontruksi,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Dari
kesembilan sektor tersebut sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
sektor yang menyumbang PDRB paling besar pada tahun 2010. Sektor industri
pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Peranan sektoral pada tahun 2010 tertinggi ada pada Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Sektor Industri Pengolahan. Peranan
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran berkontribusi sebesar 43,31%,
sedangkan peranan Sektor Industri Pengolahan adalah sebesar 22,18%. Peranan
sektor lainnya tidak berpengaruh sebesar kedua sektor tersebut, pada Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi pada tahun 2010 sebesar 9,86%. Sektor yang
peranannya sangat kecil adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian (0,01%),
sedangkan Sektor Pertanian (0,09%) ( http://www.surabaya.go.id/ ) .
Tabel 1Kontribusi PDRB Kota Surabaya (Persen), 2006-2010
Sektor 2006 2007 2008 2009 20101. Pertanian 0.2 0.17 -7.71 1.87 0.09
2. Pertambangan dan penggalian 0.12 0.1 1.65 1.65 0.01
3. Industri dan Pengolahan 26.18 26.15 2.94 2.94 22.184. Listrik, Gas, dan Air Bersih 36.29 40.62 7.32 7.32 3.575. Bangunan / Kontruksi 50.31 50.19 3.61 3.61 6.936. Perdagangan, Hotel, dan Restauran 28.24 28.07 5.6 5.6 43.317. Pengangkutan dan Komunikasi 41.52 40.69 11.96 11.96 9.868. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 30.58 30.25 7.62 7.62 6.049. Jasa-jasa 21.01 21.06 5.88 5.88 7.76Sumber: ( http://www.surabaya.go.id/ )
Industri cafe dan restoran di Surabaya tumbuh hingga 20% setiap
tahunnya. Hal itu bisa diketahui dari jumlah izin pendirian cafe dan restoran
yang ada di Pemerintah Kota Surabaya. Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan
Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim Tjahjono Haryono mengatakan, terus
bertumbuhnya industri cafe dan restoran di Surabaya selain didorong
perkembangan makro ekonomi, juga dipicu oleh gaya hidup masyarakat. Salah
satunya dengan banyaknya akses kongkow di Cafe Surabaya.
(http://whatindonews.com)
Tidak seperti bisnis perhotelan yang sudah mengalami titik kejenuhan di
Surabaya, bisnis restoran atau food and baverage (FnB) justru masih cukup
prospektif dan diperkirakan akan mengalami peningkatan kinerja yang cukup
baik di tahun ini. Menurut Tjahjono Haryono selaku Ketua Asosiasi Pengusaha
Kafe dan Restoran Indonesia (AKPRINDO) bisnis di sector FnB di kota
pahlawan ini bisa dibilang sangat berprospek dan masih cukup bagus. Dengan
jumlah penduduk yang mencapai sekitar 4,5 juta jiwa, Surabaya termasuk kota
yang memiliki prospek besar untuk berbisnis FnB, terlebih tingkat
pertumbuhan ekonomi di tahun ini juga cukup bagus. Dia memperkirakan,
sampai tahun depan, pertumbuhan bisnis FnB di Surabaya cukup besar, terlebih
dengan banyaknya mal yang akan bermunculan, seperti Grand City atau Land
Mark di kawasan Surabaya barat. Namun, yang harus diperhatikan, lanjutnya,
untuk bisa memikat konsumen, pebisnis harus bisa membuat sesuatu yang
berbeda, atau dengan kata lain, restorannya harus memiliki tema yang kuat.
Mulai dari penampilan gedungnya hingga menu yang disajikan. "Kalau mereka
sudah mampu membuat tren sendiri, pasti akan memiliki nilai jual yang lebih
baik. Dan pastinya, akan ada banyak konsumen yang tertarik untuk mencicipi
sensasi makan di restoran tersebut. Data Badan Badan pusat Statistik (BPS)
Jatim menunjukkan, pertumbuhan sektor perdagangan, perhotelan dan restoran
sampai semester I/2010 mencapai sekitar 9,38%, tertinggi ketiga setelah sektor
pengangkutan dan komunikasi yang mencapai sebesar 10,07% serta sektor
pertambangan dan penggalian 9,86%. Sementara sumbangannya terhadap total
pertumbuhan Jatim tercatat paling tinggi dengan besaran 2,93%, disusul sektor
industri pengolahan sebesar 0,94%, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,63
%, dan sektor pertanian 0,47%. Sedangkan sektor lainnya memberikan
sumbangan pertumbuhan antara 0,09% sampai dengan 0,43%.
(http://kabarbisnis.com)
Tjahjono Haryono, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran
Indonesia (APKRINDO) Jawa Timur, mengatakan pada 2012, terdapat dua
restoran baru di Surabaya.“Yang satu berasal dari salah satu negara di Asia
Tenggara, sedangkan satu lagi merupakan ekspansi dari restoran yang sudah
ada di Jakarta,”..Selain itu, masih ada satu lagi restoran milik pemain lokal
dengan konsep Jepang kontemporer yang akan segera melakukan grand
opening. Ramainya investasi kafe dan restoran baru ini, menurutnya,
menunjukkan tingginya potensi usaha kuliner di Surabaya.Saat ini terdapat
sekitar 1.000 kafe dan restoran yang tersebar di Surabaya. Jumlah anggota
APKRINDO pun naik dari hanya 100 brand di pertengahan 2010, menjadi 120
brand pada akhir Agustus 2011.“Surabaya memiliki jumlah penduduk yang
besar dan beragam, belum lagi pemerintah daerah setempat sangat mendukung
perkembanan usaha kuliner. Tidak heran jika banyak pengusaha kafe dan
restoran yang meliriknya,” terang Tjahjono.Dia mengaku tidak terlalu khawatir
tingkat okupansi kafe dan restoran yang sudah ada saat ini akan tergerus
dengan adanya restoran baru tersebut, karena frekuensi kunjungan masyarakat
juga bertambah.Pada momen-momen khusus seperti menjelang tahun baru,
misalnya, tingkat okupansi kafe dan restoran di Surabaya bisa mencapai 90%,
atau bahkan sampai terpaksa menolak pengunjung. (http://industri.bisnis.com)
Restoran yang ada di dalam hotel – hotel kini kian menjamur dan
merupakan saingan yang patut diperhitungkan oleh seluruh restoran yang ada
di Surabaya. Restoran yang ada di dalam hotel sangat beragam dari yang
menyajikan masakan Jepang, Italia, Amerika, dan masih banyak lagi. Dengan
adanya berbagai restoran, maka berdampak pula pada ketatnya persaingan
untuk mendapatkan pelanggan agar perusahaan mampu mendapatkan
keuntungan, terus tumbuh dan tetap survive. Membangun kepuasan pelanggan
tidak dapat begitu saja diraih, tetapi memerlukan proses panjang, salah satunya
melalui kualitas layanan.
Salah satu cara untuk untuk tetap dapat bersaing adalah dengan
membentuk kepuasan terhadap konsumen secara efektif guna menggaet
konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama. Dengan begitu, para
pengusaha dituntut untuk dapat menarik minat konsumen kemudian
mempertahankannya sebagai konsumen yang loyal terhadap produk
perusahaan.
Kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam menciptakan loyalitas
pelanggan. Banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya
tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, yakni selain dapat meningkatkan
loyalitas pelanggan tapi juga dapat mencegah terjadinya perputaran pelanggan,
mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya
kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh
meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan
meningkatkan reputasi bisnis.
Di masa sekarang ini , industri restoran lebih tertarik pada keluhan
pelanggan dan perilaku keluhan pelanggan yang menawarkan kesempatan
untuk dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan profitabilitas dalam
mengembangkan manajemen pelanggan dan pemasaran program di perusahaan.
di sisi lain, sementara terjadinya keluhan pelanggan tidak bisa dihindari,
kepuasan pelanggan membawa peran penting dalam mempertahankan
eksistensi perusahaan di lingkungan kompetitif saat ini. Perilaku keluhan
pelanggan sangat penting untuk restoran yang berada di hotel karena mereka
menawarkan kesempatan untuk memperbaiki kesulitan yang dihadapi selama
penawaran layanan. Dalam kasus keluhan, pelanggan berpikir dari restoran dan
hotel perusahaan sebagai perusahaan tunggal dan mencerminkan pendapat
negatif mereka pada semua layanan hotel. dalam konteks ini, restoran hotel
yang bekerja di bawah perusahaan hotel harus memahami keluhan pelanggan
dan perilaku keluhan pelanggan dengan baik untuk mengurangi keluhan
pelanggan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dengan banyaknya restoran yang ada dalam hotel di Surabaya, tentunya
persaingan yang terjadi antara sesama hotel dan restoran independen kian
meningkat, sehingga perlu di deskripsikan mengenai customer complaint dan
complaint behaviours di restoran di hotel yang ada di Surabaya.
C. RUANG LINGKUP MASALAH
Obyek penelitian dibatasi pada restoan yang ada di dalam hotel
diseluruh wilayah Surabaya. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini dibatasi
pada 4 dimensi pengukuran customer complaint, dimensi tersebut berupa Price
and payment, Tastiness and quality, Equipment and atmosphere dan Staff and
service.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada identifikasi masalah yang terjadi pada Restoran dalam
hotel yang ada di Surabaya, maka rumusan masalah yang diajukan adalah
“bagaimana deskripsi customer complaint dan customer complaint behaviours
di restoran dalam hotel yang ada di Surabaya?”
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada perumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan customer complaint dan customer complaint
behaviours di Restoran dalam hotel yang ada di Surabaya.
F. MANFAAT RANCANGAN
a. Bagi Peneliti
Berguna untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai customer
complaint dan customer complaint behaviours. Selain itu, dapat
dipergunakan penulis sebagai bahan pertimbangan maupun evaluasi di
masa akan datang sehingga dapat memperbaiki manajemen suatu badan
usaha.
b. Bagi pemilik hotel dan pihak manajemen
Berguna untuk memberikan masukan bagi pemilik maupun pihak
manajemen hotel dalam memahami pentingnya customer complaint dan
customer complaint behaviours.
c. Bagi Pembaca
Berguna untuk memberikan tambahan informasi serta pengetahuan yang
luas mengenai faktor apa yang berkaitan dengan keberlangsungan suatu
usaha. Selain itu, pembaca dapat lebih paham mengenai customer
complaint dan customer complaint behaviours di Restoran dalam hotel
yang ada di Surabaya.
G. ORGANISASI PENULISAN
Pengorganisasian tulisan untuk penelitian ini dirangkum dalam format
sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Bab 1 menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, lingkup
pembahasan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
organisasi penulisan.
BAB II. TELAAH PUSTAKA
Pada bab ini menjelaskan mengenai service, restoran customer
complaint, customer complaint behaviours dan customer satisfaction.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai rancangan penelitian yang terdiri dari:
jenis penelitian, pola hubungan antar variabel, variabel dan definisi
operasional variabel, sumber data, target dan karakteristik populasi, sampel dan
teknik pengambilan sampel, prosedur pengumpulan data, aras dan skala
pengukuran, dan metode pengolahan data.
BAB IV. HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari
tampilan data dan hasil pengolahan data.
BAB V. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai intepretasi hasil penelitian dengan
mendeskripsikan temuan penelitian dikaitkan dengan konsep yang menjadi
acuan.
BAB VI. RINGKASAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini menguraikan ringkasan hasil penelitian dan rekomendasi
berupa saran-saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka pada bab ini
peneliti akan membahas konsep dan teori yang relevan dengan customer
complaint.
A. JASA
Menurut Kotler dan Armstrong (2007:42), jasa adalah setiap tindakan
atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakinatkan kepemlikian sesuatu.
Produksinya mungkin terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk
fisik.
Menurut Kotler dan Armstrong (2007:43-44) komponen jasa dapat
berupa bagian kecil atau bagian utama dari seluruh tawaran tersebut. Dapat
dibedakan lima kategori, yaitu:
1. Barang berwujud murni : tawaran tersebut terutama terdiri atas
barang berwujud seperti sabun, pasta gigi, atau garam. Tidak satu
pun jasa menyertai produk tersebut.
2. Barang berwujud yang disertai jasa : Tawaran tersebut terdiri atas
barang berwujud yang disertai oleh satu atau beberapa jasa.
3. Campuran : Tawaran tersebut terdiri atas barang dan jasa dengan
bagian yang sama. Misal, pergi ke restoran untuk mendapatkan
makanan maupun layanan.
4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa yang sangat kecil : Tawaran
tersebut terdiri atas jasa utama bersama jasa tambahan atau barang
pendukung.
5. Jasa Murni : Tawaran tersebut terutama terdiri atas jasa. Contohnya,
mencakup penjagaan bayi, psikoterapi, dan pijat.
Jasa memiliki empat karakteristik mencolok yang sangat memengaruhi
desain program pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2007; 45-48), jasa
memiliki empat karakteristik, yaitu:
1. Intangibility : berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli.
2. Inseparability : biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara
bersamaan. Hal ini tidak berlaku bagi barang – barang fisik yang
diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui
banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian.
3. Variability : Jasa sangat beraneka ragam dan mudah berubah-ubah
tergantung dari siapa yang menyediakan, kapan, dimana, dan
bagaimana jasa itu disediakan. Jadi jasa yang diberikan oleh setiap
badan usaha berbeda – beda tergantung dari obyeknya.
4. Perishability : jasa tidak dapat disimpan karena keadaannya yang
tidak tahan lama dan harus langsung dikonsumsi. Jasi jasa jangka
waktunya sangat pendek dan harus segera digunakan karena
didasarkan pada sifatnya yang tidak tahan lama.
B. RESTORAN
Menurut SK Menteri Pariwisata, Ps dan Telokomunikasi No. KM
73/PW 105/MPPT-85 menjelaskan bahwa restoran adalah salah satu jenis
usaha dibidang jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan
yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman
untuk umum. Pengusaha restoran meliputi jasa pelayanan makan dan minum
kepada tamu restoran sebagai usaha pokok dan jasa hiburan didalam bangunan
restoran sebagai usaha penunjang yang tidak terpisahkan dari usaha pokok
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis yang ditetapkan.
(http://binaukm.com/)
Menurut Yuksel dan Yuksel (2002 : 54), “restaurants are generally
assumed to be in the business of selling food only” artinya restoran merupakan
suatu tempat bisnis untuk menjual makanan dan minuman saja. Layanan
restoran merupakan campuran dari komponen intangible dan tangible dimana
kegiatan konsumsi dan produksi terjadi secara bersamaan sehingga penyedia
jasa memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada konsumen tentang
kualitas pelayanannya. Sedangkan pengertian restoran menurut Sujatno (2011 :
7) merupakan usaha untuk umum, yang menjual hiburan dan makanan. Adapun
bentuk fasilitas restoran yang dibagi menjadi tiga bagian menurut Sujatno
(2011 : 15-16) yaitu:
a. Restoran Tipe White Tablecloth, restoran dalam kategori white
tablecloth sangat bervariasi bentuknya. Dapat berupa pelayanan indoor
(di dalam ruangan), maupun outdoor (di luar ruangan). Dapat hanya
melayani makan pagi, makan siang atau makan malam saja, dan dapat
pula buka dua puluh empat jam sehari. Restoran jenis ini biasanya dapat
melayani minuman beralkohol.
b. Restoran Tipe Casual Dining, casual dining banyak kita temui, seperti
coffee shop yang sekarang ini ada di mana-mana. Tamu dapat berbicara
dengan santai, karena memang suasananya diciptakan untuk makan
sambil bersantai
c. Restoran Tipe Quick Service, restoran jenis quick service biasanya
mempunyai daftar makanan/menu yang terbatas. Tamu dapat datang ke
konter langsung memesan atau mengambil sendiri untuk dibawa kekursi
atau dibawa pergi. Ada pula dimana orang tidak perlu keluar dari
kendaraan sewaktu memesan. Setelah membayar maka ia bisa
memakannya di mobil atau dibawa pergi.
Tipe-tipe restoran menurut Marsum (1994) dibagi menjadi sembilan
bagian, yaitu:
a. Table D’hote Restaurant adalah suatu restoran yang khusus menjual
makanan menu table d’hote yaitu suatu susunan menu yang lengkap
(dari hidangan pembuka sampai dengan hidangan penutup) dan tertentu
dengan harga yang telah ditentukan pula.
b. Coffe Shop atau Brasserie adalah suatu restoran yang pada umumnya
berhubungan dengan hotel, suatu tempat dimana tamu biasa
mendapatkan makan pagi, makan siang dan makan malam secara cepat
dengan harga yang relative murah, kadang-kadang penyajiannya
dilakukan dengan cara prasmanan.
c. Cafetaria atau Café adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan
penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh.
d. Canteen adalah restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik atau
sekolah
e. Dining Room, terdapat di hotel kecil (motel), merupakan tempat yang
tidak lebih ekonomis dari pada tempat makan biasa. Dining Room pada
dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel itu, namun
juga terbuka bagi para tamu dari luar.
f. Inn Tavern adalah restoran dengan harga murah yang dikelola oleh
perorangan di tepi kota.
g. Pizzeria adalah suatu restoran yang khusus menjual Pizza, kadang-
kadang juga berupa spaghetti serta makanan khas italia yang lain.
h. Speciality Restaurant adalah restoran yang suasana dan dekorasi
seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau
temanya. Restoran semacam ini menyediakan masakan Cina, Jepang,
India, dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak berdasakan tata cara
Negara tempat asal makanan spesial tersebut.
i. Family Type Restaurant adalah restoran sederhana yang menghidangkan
makanan dan minuman dengan harga yang tidak mahal, terutama
disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan.
(http://abectipub.wordpress.com)
Menurut Marsum (1991: 7) restoran adalah suatu tempat atau bangunan
yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan
dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minuman.
Menurut Agusnawar (2000: 15) restoran adalah bagian dari suatu hotel
yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk
para tamu yang menginap dan untuk umum.
C. CUSTOMER COMPLAINT
Menurut (Singh, 1988) Complaint as one of the methods used in order
to express customer dissatisfaction make up the starting point of complaint
behaviours. “Keluhan sebagai salah satu metode yang digunakan untuk
mengungkapkan ketidakpuasan pelanggan membentuk titik awal dari perilaku
keluhan”
Menurut Sunarto (2006:p253) perilaku keluhan konsumen adalah istilah
yang mencakup semua tindakan semua konsumen yang berbeda bila mereka
merasa tidak puas dengan suatu pembelian/pelayanan. Keluhan pelanggan
merupakan kesempatan untuk memperkuat hubungan antara konsumen dengan
perusahaan.
Menurut (Wijaya, 2008), perilaku keluhan konsumen adalah
ketidakpuasan yang diakibatkan adanya perbedaan antara harapan dan
kemampuan sesungguhnya dari sebuah produk atau jasa yang diterima oleh
konsumen.
Menurut Fandy (2000:p159) dalam suatu perusahaan yang telah
menyampaikan jasanya dengan baik, tetap saja ada pelanggan yang tidak puas
ataupun kecewa. Penyebab ketidakpuasan itu ialah:
1. Faktor internal : yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya
karyawan yang kasar, karyawan yang tepat waktu, kesalahan pencatatan
transaksi, dan lain-lain.
2. Faktor eksternal : yang diluar kendali perusahaan, seperti cuaca, bencana
alam, gangguan pada infrastruktur umum (listrik padam, jalan longsor),
aktivitas criminal, dan masaah pribadi pelanggan, misalnya dompet hilang.
D. CUSTOMER COMPLAINT BEHAVIOUR
Customer complaint behaviours are a set of severall behavioural or
non-behavioural responses, some or all which are triggered by the perceived
dissatisfaction with the purchase episode (Singh, 1988). “Perilaku keluhan
pelanggan adalah seperangkat respon perilaku atau non-perilaku severall,
beberapa atau semua yang dipicu oleh ketidakpuasan yang dirasakan dengan
episode pembelian”.
Customer complaint as an individual activity which covers transmitting
negative perceptions to the enterprise or to the third parties (Velazquez et. al,
2006). “Keluhan pelanggan sebagai suatu kegiatan individu yang mencakup
transmisi persepsi negatif terhadap perusahaan atau pihak ketiga”.
Menurut Kotler (1994:p199) ada beberapa macam keluhan, yaitu:
1. Keluhan yang disampaikan secara lisan melalui telepon dan komunikasi
secara langsung.
2. Keluhan yang disampaikan secara tertulis melalui guest complain form.
Menurut Emir (2011) dalam jurnal “ Customer complaints behavior in
Turkish hotel restaurants : An application in Lara and Kundu areas of
Antalya “ terdapat 4 faktor dimensi keluhan pelanggan yaitu :
1. Price and payment : faktor harga dan pembayaran merupakan faktor yang
cukup diperhitungkan oleh konsumen sebelum memilih makanan yang akan
dipesan
2. Tastiness and quality : rasa masakan dan kualitas bahan – bahan yang
digunakan untuk setiap masakan yang dijual kepada konsumen
3. Equipment and atmosphere : perlengkapan bagi restoran harus sesuai dan
lengkap , dan juga suasana yang tercipta di restoran turut mempengaruhi
mood makan konsumen.
4. Staff and service : pengetahuan dan sikap karyawan saat melayani
konsumen juga diperhitungkan untuk memenuhi kepuasan pelanggan di
restoran.
Menurut I.N.R Pendit dan Tata Sudarta (2004:p96), terdapat kategori
cara penyampaian ketidakpuasan, yaitu :
1. Voice Response : Didalam kategori ini upaya penyampaian keluhan oleh
pelanggan langsung dilakukan dengan cara meminta ganti rugi kepada
perusahaan yang bersangkutan.
2. Private Response : Pada kategori ini tindakan yang dilakukan oleh konsumen
antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau
keluarganya mengenai pengalamannya dengan jasa perusahaan yang
bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya
sangat besar bagi citra perusahaan.
3. Third-Party Response : Pada kategori ini tindakan yang dilakukan oleh
konsumen meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat
media massa surat atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen,
instansi hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh
sebagian besar perusahaan yang tidak memberikan pelayanan baik kepada
konsumen.
E. CUSTOMER SATISFACTION
Definisi kepuasan menurut Kotler (2000:p36) adalah “Satisfaction is a
person felling of pleasure or disappointment resulting from comparing a
product perceived performance (or outcome) in relation to his or her
expectations.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kepuasan seseorang
yang timbul dari perbandingan kinerja produk yang diterima dengan
harapannya. Apabila kinerja produk berada dibawah ekspektasi maka
pelanggan akan merasa tidak puas. Apabila kinerja produk sesuai dengan
ekspektasi pelanggan maka ia akan merasa puas. Oleh karena itu suatu badan
usaha harus berupaya agar kinerja produknya sama atau melebihi ekspektasi
pelanggan sehingga pelanggan akan merasa puas atau sangat puas. Ekspektasi
sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengalaman pembelian di
masa lalu, pendapat teman, informasi dan janji dari pemasar dan pesaing.
Kepuasan menurut Kotler dan Keller (2008) dalam Ratnasari
(2011:p117), dinyatakan sebagai tingkat perasaan dimana seseorang
menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk / jasa yang diterima dan
yang diharapkan.
Menurut Ratnasari (2011:p117) untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan ada lima faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu
sebagai berikut.
a. Kualitas produk. Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas Pelayanan. Pada industry jasa, adalah mutlak bahwa pelanggan
akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai
dengan yang pelanggan harapkan.
c. Emosional. Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk
dengan merek tertentu, sehingga membuatnya mengalami tingkat kepuasan
yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas produk,
tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas
terhadap merek tertentu.
d. Harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama dengan produk lain,
tetapi ditetapkan pada harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang
lebih tinggi kepada pelanggannya.
e. Biaya. Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk / jasa (pengorbanannya
semakin kecil), cenderung puas terhadap produk / jasa ini.
Definisi kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori pokok, yakni perspektif deficit normative, ekuitas/keadilan, standar
normatif, keadilan procedural, dan atribusional (Hunt, 1991 dalam Tjiptono
2005:p350)
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) dalam Tjiptono
(2005:p195) mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you
have when you achived something or when something that you wanted to
happen does happen”; “the act of fulfilling a need or desire”; dan “an
acceptable way of dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.”
Day (1988: 204) dalam Nasution (2004:p104) menyatakan, bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian/diskormasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actual produk dirasakan setelah
pemakaiannya.
Engel,et al. (1990) dalam Nasution (2004:p104) mengungkapkan, bahwa
kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli, dimana alternative yang
dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil diperoleh
tidak memenuhi harapan pelanggan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III ini mengemukakan tentang rancangan penelitian yang
terdiri dari uraian tentang jenis penelitian yang dilakukan, variabel dan definisi
operasional variabel, sumber data, aras dan skala pengukuran, target dan
karakteristik populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, prosedur
pengumpulan data, metode pengolahan data dan analisis data.
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini adalah riset deskriptif murni, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai customer complaint pada
Restoran dalam hotel yang ada di Surabaya. Customer complaint disini
meliputi dimensi berupa Price and payment, Tastiness and quality, Equipment
and atmosphere dan Staff and service.
B. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah customer
complaint pada Restoran dalam hotel yang ada di Surabaya. Definisi
operasional dari customer satisfaction adalah kepuasan pelanggan yang timbul
dari keseluruhan layanan di Restoran dalam hotel yang ada di Surabaya.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah customer complaint.
Variabel customer complaint akan diukur dengan 4 dimensi, yaitu, Price and
payment, Tastiness and quality, Equipment and atmosphere dan Staff and
service, dan akan di jelaskan sebagai berikut.
C. SUMBER DATA
Dalam melakukan penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah
“data primer” yaitu data yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden. Pembagian kuesioner ini dilakukan untuk memperoleh data secara
langsung mengenai tanggapan responden terhadap customer complaints pada
Restoran dalam hotel yang ada di Surabaya. Berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner, data primer tersebut diperoleh dari
hasil pembagian atau penyebaran kuesioner kepada konsumen yang pada saat
itu pernah menggunakan jasa restoran dalam hotel yang ada di Surabaya.