s.l_oke

25
 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang  Landfill adalah pengelolaan dengan cara penimbunan sampah di dalam tanah. Di dalam landfill limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba tanah menjadi senyawa- senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah saat dimasukkan landfill dan air hujan yang masuk kedalam lahan tersebut membentuk bahan cair yang disebut air lindi (Setiadi dan Dewi, 2003). Air lindi dalam sistem landfill merupakan air hasil buangan yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan. Air lindi berhubungan erat dengan tingginya konsentrasi bahan pencemar. Muatan bahan pencemar dalam air lindi dari sistem landfill dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: zat organik tidak terlarut; senyawa anorganik seperti ammonium, kalsium, magnesium, natrium, kalium, sulfat; logam berat seperti seng, nikel, tembaga, kadmium, kromium; dan zat organik  xenobiotic. Pencemaran bahan padat pada landfill disebabkan air lindi dan gas emisi pada lingkungan tidak dapat dikendalikan. Air lindi pada landfill mengandung bahan pencemar berupa organik dan anorganik. Air lindi juga mengandung logam berat dalam konsentrasi yang tinggi dan bahan pencemar kimia dari s ampah organik. Penguranga n COD dan logam berat dari air lindi merupakan sya rat yang harus dipenuhi sebelum pembuangan air lindi ke dalam perairan. Komposisi kimia air lindi tergantung pada usia landfill (TPA) dan waktu pengambilan sampel. Jika pengambilan sampel dilakukan fase asam, maka pH menurun sedangkan konsentrasi BOD, COD dan logam berat akan meningkat. Konsentrasi logam berat di atas ambang batas akan menyebabkan bahaya bagi lingkungan, tumbuhan, hewan dan manusia. Penerimaan dan penumpukan logam berat dalam tanah akan menyebabkan masalah pada tanah, tumbuhan dan hewan serta akan menimbulkan penyakit bagi manusia. Contohnya kadmium menyebabkan penyakit itai-itai dan kerapuhan tulang. Dalam konsentrasi tertentu, seng dibutuhkan untuk mensintesis protein dan DNA. Dengan mempertimbangkan dampak berbahaya logam berat pada tanah dan sumber air, perlu dilakukan tahap pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi sebelum diterima oleh lingkungan. Pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi dilakukan dengan menggunakan koagulan yang berbeda, seperti Al 2 (SO 4 ) 3 .18H 2 O; CaO dan FeCl 3 .6H 2 O (Ehrig, 1989).

Upload: tamborowati

Post on 16-Jul-2015

205 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 1/25

 

1

I.  PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

 Landfill adalah pengelolaan dengan cara penimbunan sampah di dalam tanah. Di

dalam landfill limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba tanah menjadi senyawa-

senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh

limbah saat dimasukkan landfill dan air hujan yang masuk kedalam lahan tersebut

membentuk bahan cair yang disebut air lindi (Setiadi dan Dewi, 2003).

Air lindi dalam sistem landfill merupakan air hasil buangan yang dapat berpengaruh

terhadap lingkungan. Air lindi berhubungan erat dengan tingginya konsentrasi bahan

pencemar. Muatan bahan pencemar dalam air lindi dari sistem landfill dibagi menjadi

empat kelompok, yaitu: zat organik tidak terlarut; senyawa anorganik seperti ammonium,

kalsium, magnesium, natrium, kalium, sulfat; logam berat seperti seng, nikel, tembaga,

kadmium, kromium; dan zat organik  xenobiotic.

Pencemaran bahan padat pada landfill disebabkan air lindi dan gas emisi pada

lingkungan tidak dapat dikendalikan. Air lindi pada landfill mengandung bahan pencemar

berupa organik dan anorganik. Air lindi juga mengandung logam berat dalam konsentrasi

yang tinggi dan bahan pencemar kimia dari sampah organik. Pengurangan COD dan logam

berat dari air lindi merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum pembuangan air lindi ke

dalam perairan.

Komposisi kimia air lindi tergantung pada usia landfill (TPA) dan waktu

pengambilan sampel. Jika pengambilan sampel dilakukan fase asam, maka pH menurun

sedangkan konsentrasi BOD, COD dan logam berat akan meningkat. Konsentrasi logam

berat di atas ambang batas akan menyebabkan bahaya bagi lingkungan, tumbuhan, hewan

dan manusia.

Penerimaan dan penumpukan logam berat dalam tanah akan menyebabkan masalah

pada tanah, tumbuhan dan hewan serta akan menimbulkan penyakit bagi manusia.

Contohnya kadmium menyebabkan penyakit itai-itai dan kerapuhan tulang. Dalam

konsentrasi tertentu, seng dibutuhkan untuk mensintesis protein dan DNA. Dengan

mempertimbangkan dampak berbahaya logam berat pada tanah dan sumber air, perlu

dilakukan tahap pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi sebelum diterima oleh

lingkungan. Pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi dilakukan dengan

menggunakan koagulan yang berbeda, seperti Al2(SO4)3.18H2O; CaO dan FeCl3.6H2O

(Ehrig, 1989).

Page 2: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 2/25

 

2

1.2.  Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah memahami penelitian yang dilakukan oleh Mostafa Asadi :

untuk mengetahui pengaruh pemberian koagulan yang berbeda terhadap pengurangan

konsentrasi logam berat dalam air lindi sistem landfill.

1.3.  Landasan Teori

1.3.1.  Pengelolaan sampah dengan sistem landfill  

 Landfill adalah pengelolaan dengan cara penimbunan sampah di dalam tanah. Di

dalam landfill limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba tanah menjadi senyawa-

senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh

limbah saat dimasukkan landfill dan air hujan yang masuk kedalam lahan tersebut

membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Semua landfill menghasilkan lindi

(leachate), sehingga landfill harus dilengkapi sistem pengumpulan dan pengambilan

leachate. Cara pengumpulan yang paling sederhana adalah dengan membuat dasar landfill 

dengan kemiringan tertentu sehingga leachate yang terbentuk akan mengalir dan

terkumpul pada titik rendah landfill. Pada titik ini ditempatkan pipa inspeksi dan

pengambilan leachate (menggunakan pompa).  Leachate yang terkumpul dimasukkan

kedalam suatu kolam dan diolah sebagai limbah cair (Setiadi dan Dewi, 2003).

Timbunan sampah kian hari semakin banyak menimbulkan persoalan akibat

terjadinya proses pembusukan sampah. Persoalan yang timbul diantaranya bau dan

pencemaran tanah akibat terbentuknya leachate berupa cairan dengan kandungan organik 

dan anorganik yang beracun hasil proses pembusukan sampah yang dapat menjadi sumber

penyakit, menganggu tata ruang, berpotensi sebagai titik sumber kebakaran pada musim

kemarau dan lain-lain.

Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah

ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaaan TPA, maka

dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah. Sedangkan sistem sanitary landfill 

merupakan sarana penimbunan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan

secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan

dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga

dilakukan setiap hari (Anonim, 2010). Metode ini merupakan metode standar yang dipakai

secara internasional. Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan

sampah dilakukan setiap hari.

Page 3: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 3/25

 

3

Gambar 1. Sistem sanitary landfill (Sumber: Anonim, 2010)

Usia TPA sangat mempengaruhi kualitas leachate yang dihasilkan seperti BOD,

COD, TOC dan pH, pada TPA yang berusia baru atau dibawah 2 tahun mempunyai

kualitas leachate (air lindi) yang cenderung besar. Namun pada TPA yang berusai diatas

10 tahun, akan menghasilkan leachate yang cenderung netral bahkan mempunyai

kandungan karbon organik dan mineral relatif rendah (Priyono dan Utomo, 2009).

1.3.2. Air lindi

Pertambahan penduduk dengan segala aktivitasnya yang demikian pesat telah

mengakibatkan peningkatan jumlah sampah. Produksi sampah yang semakin tinggi, dipacu

dengan adanya proses modernisasi menyebabkan sampah semakin menumpuk. Keberadaantempat pembuangan akhir (TPA) memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai

pengolahan akhir sampah baik yang akan didaur ulang sebagai kompos ataupun hanya

ditimbun setelah disortir oleh pemulung. Jumlah sampah di TPA yang sangat besar akan

menyebabkan proses dekomposisi alamiah berlangsung secara besar-besaran pula.

Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul dari hasil dekomposisi biologis

sampah yang telah membusuk yang mengalami pelarutan akibat masuknya air eksternal ke

dalam lahan atau timbunan sampah. Air lindi disebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan

ke TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri. Lindi

Page 4: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 4/25

 

4

bersifat toksik karena adanya zat pengotor dalam timbunan yang mungkin berasal dari

buangan limbah industri, debu, lumpur hasil pengolahan limbah, limbah rumah tangga

yang berbahaya, atau dari dekomposisi yang normal terjadi pada sampah. Apabila tidak 

segera diatasi, landfill yang dipenuhi air lindi dapat mencemari lingkungan, terutama air

tanah dan air permukaan. Hampir di semua TPA, air lindi terdiri dari cairan yang terdapat

di TPA dari sumber eksternal, seperti permukaan drainase, air hujan, air tanah, dan air dari

bawah tanah dan cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah (Tchobanoglous, 1993).

Sampah pada timbunannya akan mengalami proses dekomposisi yang ditandai

dengan perubahan fisis, biologis, dan kimiawi. Dekomposisi yang terjadi pada landfill

dipengaruhi oleh pemadatan, kelembaban, kehadiran materi penghambat, laju pengaliran

air, temperatur, tersedianya O2, populasi mikrobiologis yang dipengaruhi keadaan tanah

penutup dan tipe dari sintesa yang terjadi, sifat-sifat heterogenisasi sampah, sifat-sifat fisik,

kimiawi dan biologis (Peavy et.al., 1986). Variasi didalam komposisi lindi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain: komposisi dan umur sampah, lokasi dan pengoperasian

serta kondisi landfill, iklim dan kondisi hidrogeologi, kelembaban, temperatur, pH, dan

tingkat stabilisasi (Tchobanoglous, 1993).

Pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik).

Pada musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau.

Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang

dihasilkan. Pada daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air

lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya (bahan organik, anorganik 

dan lain-lain) akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah hujannya rendah.

1.3.2.  Karakteristik air lindi

Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang

mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik. Padaumumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5 /COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang

sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi

bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah

mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alearts dan Santika, 1987).

Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh

karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut-tidak larut),

kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air

Page 5: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 5/25

 

5

(kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim). Komposisi leachate dari proses

pembusukan sampah yang terjadi di landfill seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi leachate dalam sistem Landfill 

ParameterKadar (ppm)

Rendah Tinggi

COD 3.000 60.000

pH 6 6,5

Besi (Fe) 6,5 87

Kesadahan 890 7600

Klorida 96 2350

Sulfat 84 730

Sumber: Qasim,1994

1.3.2.1.  Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia dapat dioksidasi

secara kimia menggunakan dikromat dalam larutan asam. Angka COD merupakan ukuran

bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui

proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts,

1984). Nilai COD biasanya akan selalu lebih besar daripada BOD. Pengukuran COD

membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat yakni dapat dilakukan selama 3 jam.

Sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu lima hari dan gangguan dari

zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada

tes COD. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air limbah dapat

diketahui (Siregar, 2005).

COD (Chemical Oxygen Demand ) merupakan salah satu parameter yang digunakanuntuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik yang terjadi pada perairan. Semakin

besar nilai COD dalam suatu perairan maka semakin besar pula pencemaran yang terjadi

pada perairan tersebut. Kalium bikromat (K2Cr2O7) biasanya digunakan sebagai zat

pengoksidator dalam penentuan COD.

Teknik refluks menggunakan larutan K2Cr2O7 dalam H2SO4 50% (v/v) yang

bertindak sebagai zat pengoksidator kuat dan perak sulfat (Ag2SO4) sebagai katalis dalam

oksidasi bahan-bahan organik.

Page 6: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 6/25

 

6

1.3.2.2.  Seng

Seng dengan nama kimia  zink  dilambangkan dengan Zn. Sebagai salah satu unsur

logam berat Zn mempunyai nomor atom 30 dan memiliki berat atom 65,39. Logam ini

cukup mudah ditempa dan liat pada 110-150oC. Zn melebur pada 410

oC dan mendidih

pada 906oC ( Al-Harisi, 2008).

Seng (Zn) adalah unsur hara mikro esensial bagi makhluk hidup, yang berasal dari

pelapukan mineral (Lahuddin, 2007). Zn adalah logam yang memilki karakteristik cukup

reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena

udara dengan api hijau terang. Zn dapat bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non

logam.

Kelarutan logam Zn dalam air relatif rendah, logam Zn dengan gugusan klorida dan

sulfat mudah terlarut ke dalam sedimen, sehingga logam Zn di perairan banyak mengendap

di dasar. Pengendapan logam di perairan terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil

dan klorida (Efendi, 2003). Kelarutan Zn dalam air alam tergantung pada adsorpsi mineral

permukaan, kesetimbangan karbonat, dan komplek organik. Jumlahnya yang terlalu

berlebih akan bersifat racun pada beberapa spesies kehidupan air. Organisasi Pangan dan

Pertanian PBB merekomendasikan kandungan Zn pada air irigasi sekitar 2 mg/L. Standar

konsentrasi logam Zn untuk air minum sekitar 5 mg/L, konsentrasi yang melebihi standar

menyebabkan rasa pahit pada air (Admin, 2009).

1.3.2.3.  Nikel

Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik dilambangkan dengan Ni dan

nomor atom 28 dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d8

4s2. Nikel mempunyai sifat tahan

karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lunak, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom,

dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Nikel berwarna putih

keperak-perakan dengan pemolesan tingkat tinggi. Bersifat keras, mudah ditempa, sedikitferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan listrik.

Nikel digunakan untuk membuat uang koin,dan baja nikel untuk melapisi senjata dan

ruangan besi (deposit di bank), juga sebagai katalis untuk menghidrogenasi minyak sayur

(menjadikannya padat). Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat

(stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan

memasak), peralatan rumah dan gedung, serta komponen industri (http: // Chem-Is-Try.Org

_ Situs Kimia Indonesia _htm). 

Page 7: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 7/25

 

7

1.3.2.4.  Tembaga

Logam Cu memiliki nomor atom 29 serta mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d10

 

4S1. Logam ini mempunyai berat jenis 8,95 (25

oC) gr/cm

3dengan titik leleh 1083

oC dan

titik didih 2570oC. Tembaga tidak melimpah dialam, tetapi terdistribusi secara kuat sebagai

logam, mineral umumnya berupa chalcopyrite CuFeS2.

Tembaga digunakan dalam aliasi kuningan dan bercampur sempurna dengan emas.

Tembaga berwarna coklat keabu-abuan dan mempunyai struktur kristal FCC. Garam-

garam tembaga umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat maupun dalam

larutan air. Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo. Tembaga mudah larut

oleh asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat panas.

3Cu + 8HNO3  3 Cu2+

+ 6NO32-

 + 2NO↑ + 4H2O

Cu + 2H2SO4  Cu2+

+ SO42-

+ SO2 ↑ + 4H2O

Logam tembaga biasanya terdapat dalam air buangan, limbah industri, atau sebagai

logam bawaan seandainya suatu daerah menghasilkan ion tembaga atau mineral. Dalam

  jumlah kecil ion tembaga diperlukan tubuh manusia untuk proses metabolisme (Brian,

1976). Tembaga (Cu) merupakan logam essensial yang jika berada dalam kosentrasi

rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi

dapat menjadi penghambat (Connel dan Miller, 1995).

Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat

hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian

bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong dalam Mollusca

akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air berada pada kisaran 0,16

sampai 0,5 ppm. Kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi. Manusia dewasa

membutuhkan 30µg Cu perkilogram berat tubuh, sedangkan pada anak-anak 40µg Cu

perkilogram berat tubuh (Palar, 1994).

1.3.2.5.  Kadmium

Kadmium adalah logam yang memiliki konfigurasi [Kr] 4d10

5s2

dengan titik leleh

320°C dan berat jenis 8,61 g/cm3. Logam kadmium biasanya di alam terdapat bersama-

sama dengan logam timbal (Pb) dan seng (Zn) (Lu, 1984).

Kadmium sebagai unsur alami dalam tanah merupakan logam lunak yang berwarna

keperakan yang bersifat tidak pecah atau terurai menjadi bagian-bagian yang kurang

beracun. Kadmium pada kadar rendah juga beracun, karena kemampuannya terakumulasi

dalam tanah. Sebagian besar limbah kadmium dalam air, diakibatkan oleh kegiatan proses

Page 8: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 8/25

 

8

penyepuhan secara elektrolisis. Adapun sumber pencemaran kadmium di udara sebagian

besar karena adanya kegiatan industri yang menggunakan seng.

Kadmium yang dilepas ke lingkungan melalui proses pembakaran, abunya dapat

merembes ke dalam air tanah. Untuk itu maka penanganan pembakaran benda-benda yang

mengandung kadmium harus ditangani dengan baik. Kadmium dalam kepekatan tinggi

selama jangka pendek maupun dalam dosis rendah selama jangka panjang yang terserap

dan termakan/terminum oleh manusia sangat beresiko bagi kesehatan dan merupakan

ancaman sebagai karsinogen (Darmono, 2001).

1.3.2.6.  Kromium

Logam krom adalah unsur logam dengan nomor atom 24 serta mempunyai

konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4S1. Logam ini mempunyai berat jenis 7,14 (20oC) gr/cm3 

dengan titik leleh 1920oC (Greenwood dan Earnshaw, 1989).

Bahan awal dalam pembuatan senyawa krom ialah kromit yaitu suatu oksida krom

besi yang mengandung kira-kira 50% Cr2O3, sisanya terutama adalah FeO, Al2O3, SiO2,

dan MgO (Austin, 1996).

K2Cr2O7 kalium bikromat merupakan zat pengoksidasi kuat berupa zat padat jingga

merah, yang menghasilkan larutan jingga merah dalam air. Dalam larutan asam kuat, ion

kromat direduksi menjadi Cr (III).

Cr2O72-

+ 14H+

+ 6e-  2Cr

3++ 7H2O

Dalam ion kromat, CrO42-

atau ion dikromat Cr2O72-

, anion kromium adalah

heksavalen, dengan keadaan oksidasi +6. Ion ini diturunkan dari kromium trioksida, CrO 3.

Ion-ion kromat berwarna kuning, sedangkan dikromat berwarna jingga. Kromat mudah

diubah menjadi dikromat dengan penambahan asam.

2CrO42-

+ 2H+

↔ Cr 2O72-

+ H2O

Reaksi ini reversible. Dalam larutan netral (basa) ion kromat stabil, sedangkan jikadiasamkan, akan terdapat terutama ion-ion kromat. Selain menguntungkan logam krom

 juga memiliki dampak negatif apabila kadarnya melebihi ambang batas. Kromium adalah

karsinogen bagi manusia yang menginduksi kanker paru-paru pada pekerja yang

berhubungan langsung dengan logam ini. Karsinogenitas kromium biasanya disebabkan

oleh kromium heksana (VI), yang tidak larut air. Diduga ion Cr6+

yang lebih mudah

diambil oleh sel, berubah menjadi ion Cr3+

dalam sel. Ion Cr6+

bersifat korosif dan

menyebabkan peradangan pada saluran hidung dan kulit. Zat ini juga menginduksi reaksi

Page 9: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 9/25

 

9

hipersensitifitas pada kulit, dalam jangka waktu lama, Cr6+

menginduksi nekrosis tubulus

ginjal (Lu, 1995).

Akumulasi kromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi, dan

dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia. Percobaan yang menggunakan

marmut (Cavia cobaya) sebagai perlakuan dengan dosis 0,05 - 0,23 ppm selama 45 hari

ternyata kromium bersifat karsinogen yang menyebabkan terjadinya kanker pada paru-paru

(Palar,1994).

Menurut surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,

baku mutu air limbah yang boleh dialirkan ke air permukaan untuk Cr(VI) sebesar 0,05 – 1

mg/L, dan untuk Cr (total) sebesar 0,1 – 2 mg/L.

1.3.4.  Koagulan

Proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan senyawa kimia yang

disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara

partikel lebih kecil daripada gaya tolak menolak akibat muatan listrik 

(http://bulekbasandiang.wordpress.com ).

Proses koagulasi merupakan salah satu cara pengolahan air untuk menghilangkan

kontaminan yang terkandung didalamnya. Koagulasi merupakan proses destabilisasi

muatan partikel koloid, suspended solid , serta padatan tidak mengendap, dengan

penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan

kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap ( bersifat stabil ) dan

terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang

diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar.

Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik  yang bersifat mudah larut

dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik  yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble).

Dispersi koloid hidrofobik biasa terjadi secara fisik atau kimia dan tidak bisa terdispersikembali secara spontan di dalam air. Afinitas koloid hidrofobik  terhadap air sangat kecil

sehingga koloid ini tidak memiliki lapisan air yang cukup berarti.

1.3.4.1.  Tawas (Al2(SO4)3)

Garam aluminium sulfat jika ditambahkan dalam air dengan mudah akan larut dan

bereaksi dengan H2CO3 menghasilkan aluminium hidroksida. Dengan adanya hidroksida

aluminium yang bermuatan positif maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid

yang bermuatan negatif dengan partikel aluminium hidroksida sehingga terbentuk 

Page 10: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 10/25

 

10

gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat serta cepat mengendap. Selain

itu juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikroorganisme yang

lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel atau flok yang akan mengendap

bersama-sama. Jika alkalinitas air tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka

dapat ditambahkan kapur atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik.

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(HCO3)2  2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 6CO2 +18H2O

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(OH)2  2Al(OH)3↓ + CaSO4 +18H2O

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3↓ + Na2SO4 + 3CO2 + 18H2O

Al2(SO4)3.18H2O + 6 NaOH 2Al(OH)3↓ + 3Na2SO4 + 3CO2 + 18H2O

Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam dalam bentuk padatan atau cairan.

Alum dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan

kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu.

Dibandingkan dengan garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada

dinding bak. Salah satu kekurangannya flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok 

koagulan garam besi dan pH lebih kecil yaitu 5,5  –  8,5. Alum padat umumnya dipakai

dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5  – 10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar

20 – 30 %. Alum cair cara pengerjaan dan transportasi mudah tetapi pada suhu rendah dan

konsentrasi tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan pada penyumbatan

pada pipa (Tchobanoglous, 1993).

Reaksi tawas (Al2(SO4)3.18H2O) mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai

berikut:

  Al2(SO4)3.18H2O + 3Zn(OH)2  2Al(OH)3↓ + 3ZnSO4 + 18H2O

  Al2(SO4)3.18H2O + 3Ni(OH)2  2Al(OH)3↓ + 3NiSO4 + 18H2O

  Al2(SO4)3.18H2O + 3Cu(OH)2  2Al(OH)3↓ + 3CuSO4 + 18H2O

  Al2(SO4)3.18H2O + 3Cd(OH)2  2Al(OH)3↓ + 3CdSO4 + 18H2O

  Al2(SO4)3.18H2O + 2Cr(OH)3  2Al(OH)3↓ + Cr2(SO4)3 + 18 H2O

1.3.4.2.  Kapur (CaO)

Pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 akan menaikkan pH dan bereaksi dengan

bikarbonat membentuk endapan CaCO3. Bila kapur yang ditambahkan cukup banyak 

sehingga pH = 10,5 maka akan membentuk endapan Mg(OH)2. Kelebihan ion Ca pada pH

tinggi dapat diendapkan dengan penambahan soda abu (Hanum, 2002).

Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2  2CaCO3↓ + 2H2O

Page 11: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 11/25

 

11

2Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2  2CaCO3↓ + ↓Mg(OH)2 + 2H2O

Ca(OH)2 + Na2CO3  CaCO3↓ + 2NaOH

Reaksi kapur (CaO) mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai berikut:

Ca(OH)2 + ZnCO3  CaCO3↓ + Zn(OH)2 

Ca(OH)2 + NiCO3  CaCO3↓ + Ni(OH)2 

Ca(OH)2 + CuCO3  CaCO3↓ + Cu(OH)2 

Ca(OH)2 + CdCO3  CaCO3↓ + Cd(OH)2 

3Ca(OH)2 + Cr2(CO3)3  3CaCO3↓ + 2Cr(OH)3 

1.3.4.3.  Ferri klorida

Ferri klorida dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan nama dagang

bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat (alkalinitas) atau kapur.

FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3HCl

2FeCl3 + 3Ca(OH)2  2Fe(OH)3 + 3CaCl2 

Keuntungan dari koagulan garam ferri antara lain proses koagulasi dapat dilakukan

pada selang pH yang lebih besar, biasanya antara pH 4 - 9. Flok yang terjadi lebih berat

sehingga cepat mengendap serta efektif untuk menghilangkan warna, bau dan rasa

(http://smk3ae.wordpress.com/feed/ ).

Reaksi ferri klorida mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai berikut:

2FeCl3 + 3Zn(OH)2  2Fe(OH)3 + 3ZnCl2 

2FeCl3 + 3Ni(OH)2  2Fe(OH)3 + 3NiCl2 

2FeCl3 + 3Cu(OH)2  2Fe(OH)3 + 3CuCl2 

2FeCl3 + 3Cd(OH)2  2Fe(OH)3 + 3CdCl2 

FeCl3 + Cr(OH)3  Fe(OH)3 + CrCl3

1.3.5.  Uji jar

Uji jar adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari

koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih.

Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui penambahan koagulan. Umumnya koagulan

tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu polielektrolit

(Hanum, 2002).

Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan

dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui koagulan maksimum dalam penentuan

pengendapan logam berat. Uji ini digunakan pada tingkat pH optimum dalam proses

Page 12: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 12/25

 

12

penghilangan logam berat. Semua beaker ditambahkan koagulan seperti tawas, kapur, dan

FeCl3 untuk memperoleh pH optimum. Perhitungan pada proses eliminasi,

mengoptimumkan perolehan bahan logam berat dalam endapan.

1.3.6.  Spektrofotometer serapan atom (SSA)

Spektrofotometer serapan atom adalah metoda analisis yang didasarkan pada proses

absorpsi energi radiasi oleh atom-atom pada keadaan dasar dalam bentuk gas. Apabila

atom-atom ini dilalui seberkas sinar maka akan terjadi interaksi antara atom dengan energi

terendah (ground state) ke tingkat energi lebih tinggi (excited state) dalam proses ini

dikenal dengan serapan atom. Elektron tereksitasi ini berada dalam keadaan yang tidak 

stabil dan cenderung kembali ke tingkat asal dengan melepaskan energi eksitasinya dalam

bentuk radiasi, disebut juga proses emisi (Skoog, 1985).

Perubahan energi elektron harus ada penyesuaian dengan energi yang diserap sesuai

dengan rumus:

 

Keterangan :

E = Energi (Joule)

h = Tetapan Planck (6,62560.10-34

J.detik)

v = frekuensi (Hz)

c = kecepatan cahaya (3.108

m/detik)

λ = panjang gelombang (m)

Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi

yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron ke tingkat yang lebih tinggi. Penyerapan cahaya

ini mengurangi intensitas cahaya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat

energi dasar (Khopkar, 1990).

Berdasarkan hal tersebut menurut hukum Lambert-Beer, jika suatu sinar

monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang tebalnya b, dan mengandung atom

dengan konsentrasi c, maka transmitan adalah sebagai berikut :

 

Dengan menggunakan bilangan berpangkat sepuluh maka persamaan menjadi :

 

Page 13: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 13/25

 

13

 

Keterangan :

A = Absorbansi

a = absorptivitas

b = panjang jalan sinar dalam posisi atom

c = konsentrasi atom-atom (g.L-1

)

I0 = Intensitas awal

I = Intensitas radiasi (Day dan Underwood, 2002)

Kepekaan analisis SSA cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa

cuplikan pada konsentrasi yang sangat kecil. Selain itu, bila sampel tercampur dengan

logam berat lainnya, maka tidak perlu dilakukan pemisahan karena logam tertentu hanya

akan menyerap sinar monokromatis pada panjang gelombang tertentu.

1.3.6.1.  Peralatan spektrofotometer serapan atom (SSA)

Gambar 2. Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Secara garis besar peralatan spektrofotometer serapan atom (SSA) terdiri dari 5

komponen dasar yaitu:

1.  Sumber cahaya

Sumber cahaya yang sering digunakan adalah lampu katoda berongga ( Hollow

Chatode Lamp) yang terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda

dan anoda. Katoda terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis,

sedangkan tabung lampu diisi dengan gas neon atau argon.

Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-

atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi

kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).

Page 14: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 14/25

 

14

2.  Sistem Atomisasi

Sistem atomisasi diperlukan untuk mendapatkan atom netral karena metode SSA

hanya dapat mengukur atom-atom netral. Untuk mendapatkan atom netral perlu

proses atomisasi dengan energi panas karena temperatur yang tinggi dapat

memutuskan ikatan antara atom sehingga terbentuk atom netral atau bebas.

3.  Monokromator

Untuk menghilangkan gangguan sinar kontinu digunakan monokromator yang

diletakkan antara nyala dan detektor. Monokromator dalam SSA terdiri dari kisi

difraksi atau prisma, yang berfungsi untuk memisahkan garis resonansi dan garis

spektra yang berdekatan yang berasal dari sumber sinar (Skoog, 1985).

4.  Detektor

Biasanya detektor untuk peralatan SSA berbentuk PMT (Photo Multiplier Tube).

Unit ini berfungsi untuk merubah sinyal elektromagnetik menjadi sinnyal listrik yang

selanjutnya oleh sinyal listrik ini diperbesar oleh amplifier dan diubah menjadi

bentuk yang mudah dibaca operator (Skoog, 1985).

5.  Rekorder

Berfungsi untuk mencatat hasil dalam satuan absorbansi ataupun bentuk 

kromatogram.

Page 15: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 15/25

 

15

II.  TATA KERJA

2.1. Alat

Alat yang digunakan antara lain Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Seperangkat

peralatan refluks, Peralatan uji jar (  Jar Test ),   Hot plate, Termometer, Stopwatch, Kertas

saring Whatman 40, botol polietilen dan peralatan gelas lainnya. Pada jurnal tidak disebut

spesifikasi alat yang digunakan.

2.2.  Bahan

Sampel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mostofa Asadi adalah

air lindi dari kolam penampungan air lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tehran-

Iran, dan bahan yang digunakan asam nitrat pekat, koagulan (tawas, kapur, dan ferri

klorida), asam sulfida, serta bahan pendukung yang digunakan sesuai prosedur kerja.

2.3.  Metodologi

2.3.1. Pengambilan sampel

Sampel diambil dari kolam penampungan air lindi, pengambilan sampel diambil

dengan menggunakan wadah polietilen. Wadah tersebut terlebih dahulu dibilas dengan

menggunakan air suling kemudian diikuti pembilasan wadah dengan sampel.

2.3.2. Penanganan sampel

Penambahan 1,5 mL asam nitrat per liter sampel dilakukan untuk mengawetkan

sampel selama ± 6 bulan (Irena, 1996). Pengukuran logam berat dalam air lindi

menggunakan asam nitrat. Metode ini berdasarkan pada standar metode, letakkan sampel

campuran 50 - 100 ml dalam beaker dan tambahkan 5 mL asam nitrat. Panaskan sampel

pada suhu 90 - 950C hingga terbentuk uap dan volumenya berkurang. Kemudian

dinginkan, cairkan sampel dan saring dengan kertas saring Whatman 40.

2.3.3.  Prosedur Kerja

2.3.3.1. Pengurangan konsentrasi logam berat

Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan

dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui koagulan maksimum dalam penentuan

pengendapan logam berat.

Page 16: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 16/25

 

16

  Dituangkan sampel air lindi dalam beaker untuk diukur konsentrasi logam berat

dan COD.

  Ditambahkan koagulan (tawas, kapur dan ferri klorida) dengan berbagai pH oleh

asam sulfat.  Mesin diatur pada 130 r.p.m untuk 1 menit dan 50 r.p.m untuk 10 menit serta 10

r.p.m untuk 10 menit dan 30 menit, untuk pembentukan endapan.

  Setelah mengendap, diukur cairan sampel dalam beaker  dan konsentrasi logam

berat dan COD.

  Diatur perubahan densitas koagulan dan pH sampel untuk menghasilkan pH

optimum.

 Diulangi uji jar, hingga diperoleh dosis optimum koagulan.

Page 17: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 17/25

 

17

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.  Hasil

Pada percobaan yang dilakukan oleh Mostafa Asadi (2008), air lindi yang dibawa ke

Laboratorium berasal dari tempat pembuangan di Tehran-Iran. Konsentrasi logam berat

dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsentrasi logam berat; COD dan pH dalam sampel air lindi

Logam berat dan

COD

Konsentrasi (ppm)

Sampel 1ST

 

Al2(SO4)3.18H2O

Sampel 2ND

 

CaO

Sampel 3RD

FeCl3.6H2O

Zn 3,77 3,61 3,82

Ni 2,61 2,49 2,57

Cu 3,15 3,28 3,13

Cd 0,93 0,88 0,97

Cr 1,96 2,01 1,88

COD 26.300 25.250 25.700

pH 6,69 6,53 6,74

Sumber: Asadi, 2008

Tahap awal pada percobaan digunakan campuran konsentrasi dari Al2(SO4)3.18H2O

(2500 mg/L), CaO (3400 mg/L), dan FeCl3.6H2O (1800 mg/L) hingga diperoleh pH

optimum dalam pengurangan konsentrasi logam berat. Ditambahkan 10 mg/L kationik 

polielektrolit sehingga diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Gambar 3 - 5.

Page 18: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 18/25

 

18

Gambar 3. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum

untuk koagulan Al2(SO4)3 adalah pH=7. 

Gambar 4. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum

untuk koagulan CaO adalah pH=10. 

Page 19: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 19/25

 

19

Gambar 5. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum

untuk koagulan FeCl3.6H2O adalah pH=9,5.

Penentuan dosis optimum koagulan dilakukan pada pH optimum masing-masing

koagulan seperti yang terlihat pada Gambar 6 - 8.

Gambar 6. Pengaruh pemberian Al2(SO4)3.18H2O terhadap pengurangan logam berat

diperoleh konsentrasi maksimum Al2(SO4)3.18H2O 1800 mg/Liter.

Page 20: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 20/25

 

20

Gambar 7. Pengaruh pemberian CaO terhadap pengurangan logam berat diperoleh dosis

CaO 3400 mg/Liter. 

Gambar 8. Pengaruh pemberian FeCl3.6H2O terhadap pengurangan logam berat

diperoleh dosis optimum FeCl3.6H2O 1200 mg/Liter.

Perbandingan antara pemberian dosis koagulan dengan persentase pengurangan

konsentrasi COD dan logam berat seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Page 21: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 21/25

 

21

Gambar 9. Pengaruh pemberian koagulan terhadap pengurangan konsentrasi logam berat.

3.2.  Pembahasan

Dalam penelitian ini, air lindi yang dibawa ke Laboratorium berasal dari tempat

pembuangan (Tehran-Iran). Konsentrasi logam berat dalam sampel dapat dilihat pada

Tabel 2. Dari hasil penelitian oleh Mostafa Asadi Tabel 2. menunjukkan pada sampel 1

terdapat konsentrasi Ni dan COD dalam jumlah yang tinggi (2,61 ppm dan 26.300 ppm),

dan pada sampel 2 terdapat konsentrasi Cu dan Cr dalam jumlah yang tinggi (3,28 ppm dan

2,01 ppm), serta pada sampel 3 terdapat konsentrasi Zn dan Cd dalam jumlah yang tinggi

(3,82 ppm dan 0,97 ppm). Hal ini disebabkan perbedaan bahan pencemar yang berada pada

air lindi (leachate).

Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan

dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui dosis optimum koagulan dalampenentuan pengendapan logam berat. Uji ini digunakan pada tingkat pH optimum dalam

proses penghilangan logam berat. Semua beaker  ditambahkan koagulan seperti tawas,

kapur, dan FeCl3 untuk memperoleh pH optimum. Perhitungan pada proses eliminasi,

mengoptimumkan perolehan bahan logam berat dalam endapan (Lema, et.al., 1988).

Gambar 3-5. menunjukkan pengaruh pH koagulan terhadap pengurangan logam

berat. pH optimum ditentukan dengan mengubah jenis koagulan. Hasil analisis ditemukan

pH optimum untuk Al2(SO4)3.18H2O adalah 7, CaO adalah 10, dan FeCl3.6H2O adalah 9,5.

Page 22: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 22/25

 

22

Gambar 6-8. menunjukkan pengaruh pemberian dosis koagulan terhadap

pengurangan logam berat. Penentuan dosis optimum koagulan dilakukan pada pH optimum

untuk masing-masing koagulan. Hasil analisis ditemukan dosis optimum koagulan untuk 

pengurangan konsentrasi logam berat pada sampel air lindi masing-masing sebagai berikut:

konsentrasi dari Al2(SO4)3.18H2O (1800 mg/Liter), CaO (3400 mg/Liter), and FeCl3.6H2O

(1200 mg/Liter).

Gambar 9. menunjukkan perbandingan antara pengurangan logam berat dengan

menggunakan koagulan seperti Al2(SO4)3.18H2O; CaO dan FeCl3.6H2O. Pada pH=7

dengan dosis optimum Al2(SO4)3.18H2O 1800 ppm menghasilkan pengurangan seng (Zn)

hingga 80%; nikel (Ni) 83%; tembaga (Cu) 90%; kadmium (Cd) 74%; kromium (Cr) 87%

dan COD 30%. Pada nilai pH=10 dengan dosis optimum CaO 3400 ppm menghasilkan

pengurangan seng (Zn) hingga 79%; nikel (Ni) 74%; tembaga (Cu) 81%; kadmium (Cd)

70%; kromium (Cr) 83% dan COD 31%. Pada pH=9,5 dengan dosis optimum FeCl3.6H2O

1200 ppm menghasilkan pengurangan seng (Zn) hingga 75%; nikel (Ni) 81%; tembaga

(Cu) 74%; kadmium (Cd) 64%; kromium (Cr) 77% dan COD 26% (Asadi, 2008).

Page 23: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 23/25

 

23

IV.  KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan oleh Mostofa Asadi dapat disimpulkan:

  Koagulan Al2(SO4)3.18H2O lebih baik digunakan untuk mengurangi logam berat

dalam air lindi dari sistem landfill, karena mampu mengurangi konsentrasi logam

berat dengan persentase pengurangan 74 - 90%. Sebaliknya CaO mengurangi

konsentrasi logam berat antara 70 - 83% dan FeCl3.6H2O antara 64 - 81%.

  Dari segi ekonomis, CaO merupakan koagulan yang murah dibandingkan dengan

koagulan lainnya dan mempunyai persentase yang baik dalam mengurangi

konsentrasi logam berat.

Page 24: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 24/25

 

24

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2009. Metode Pengolahan Seng (Zn); Suatu Tinjauan pada Instalasi Pengolahan

 Air . http://id.shvoong.com/exact-sciences/1921262-logam-berat/ . (Diakses 22

Maret 2011).

Aleart, G. dan Santika,S. 1984. Metoda Penelitian Air . Usaha Nasional, Surabaya.

Anonim. 2010.   Dari Open Dumping ke Controlled Landfill lalu Sanitary Landfill 

http://sanitasi.or.id/index.php. (Diakses 22 Mei 2011).

Al-Harisi. 2008. Penetapan Kadar Zn dan Fe di dalam Tahu yang Dibungkus Plastik dan

  Daun yang Dijual di Pasar Kartasura dengan Menggunakan Metode

Pengaktifan Neutron. http://www.google.com/ (Diakses 22 Maret 2011).

Asadi, M. 2008.   Investigation of Heavy Metals Concentration in Landfill Leachate and 

 Reduction by Different Coagulants. Environmental Engineering, Iran.

Austin, G.T. 1996.   Industri Proses Kimia. Edisi ke- 5. Terjemahan Jasjfi, E. Erlangga,

Jakarta. hal 370.

Brian, G.W. 1976.   Heavy Metals Contamination in The Sea (marine pollution). Jhonson

editing, New York, San Fransisco. hal 17, 282-284, 229-231.

Connel, D.W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press,

Jakarta.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI-press, Jakarta.

Darmono. 2001.   Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi

Senyawa Logam. UI-press, Jakarta.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2002.   Analisa Kimia Kuantitatif . Edisi Keenam.

Erlangga, Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Peairan. Kanisius. Yogyakarta.

Ehrig H. J. 1989. Leachate quality, in: Christensen T. H., Cossu R., Stegmann R. (Eds.)

Sanitary Landfilling: Process, Technology and Environmental Impact . Academic

Press, London.

Greenwood, N.N and Earnshaw. 1989. Chemistry of The Elements. Edisi ke-1. Pergamon

Press, Room 4037, Qianmen Hotel, Beijing, People’s Republic of Chinese. hal 

1170.

Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. Fakultas

Teknik USU, Sumatera Utara.

http://Map of Tehran.htm. (Diakses 30 Juli 2011).

Page 25: S.L_OKE

5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sloke 25/25

 

25

http://Nikel _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia _htm. (Diakses 12 Juli 2011).

http://smk3ae.wordpress.com/feed/ . (Diakses 12 Juli 2011).

http://www.pdam-sby.go.id/bulekbasandiang.worpress.com/2009/03/26/pengolahan- air-

minum. (Diakses 12 Juli 2011). 

Irene M., Lo C. 1996. Characteristics and treatment of leachates from domestic landfills ,

Environ. Int. 22: 433 – 442.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan Saptoharjo, A. UI Press,

Jakarta.

Lahuddin, M. 2007. Aspek Unsur Mikro dalam Kesuburan Tanah. USU-Press, Medan.

Lema L. M., Mendez R., Blazquez R. 1988. Characteristics of Landfill Leachate and 

 Alternatives for their Treatment : a review. Water Air Soil Pollut. 40: 223-250.

Lu, F.C. 1984. Toksikologi Dasar , Terjemahan Nugroho, E, Darmansyah, I dan Bustami.

UI Press, Jakarta.

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Azas, Organ sasaran, dan penilaian Risiko. Edisi ke-2.

Terjemahan Nugroho, E. Darmansyah, I. Bustami, Z.S. UI-Press, Jakarta. hal 363.

Lutfi, A. 2004. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat . PT Rineka, Jakarta.

Peavy, S. Rowe, Donald, R. and Tchobanoglous, George. 1986.  Environmental

 Engineering. Mc Graw Hill, Singapore.

Priyono, A. dan Utomo, W. D. 2009. Pengolahan Leachate (Air Lindi) Pada Tempat 

Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang Secara Anaerob. Fakultas

Teknik UNDIP, Semarang. 

Qasim, S.R dan Chiang, W. 1994. Sanitary Landfill Leachate. Technomic Publication.

Setiadi, T.J. dan Dewi, R.G. 2003. Pengelolaan Limbah Industri. ITB, Bandung.

Siregar, S.A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius, Yogyakarta.

Skoog, D. A. 1985. Principles of Instrumental Analysis, 3rd

Ed, Sounders Golden Sumburst

Series, New York.

Sudarmo, U. 2004. Kimia SMA. Jilid 2. Erlangga, Jakarta. hal 198.

Tchobanoglous, G. 1993. Integrated Solid Waste Management : Engineering Princiles and 

 Management Issues. McGraw-Hili.Inc, New York.