s.l_oke
TRANSCRIPT
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 1/25
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Landfill adalah pengelolaan dengan cara penimbunan sampah di dalam tanah. Di
dalam landfill limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba tanah menjadi senyawa-
senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh
limbah saat dimasukkan landfill dan air hujan yang masuk kedalam lahan tersebut
membentuk bahan cair yang disebut air lindi (Setiadi dan Dewi, 2003).
Air lindi dalam sistem landfill merupakan air hasil buangan yang dapat berpengaruh
terhadap lingkungan. Air lindi berhubungan erat dengan tingginya konsentrasi bahan
pencemar. Muatan bahan pencemar dalam air lindi dari sistem landfill dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu: zat organik tidak terlarut; senyawa anorganik seperti ammonium,
kalsium, magnesium, natrium, kalium, sulfat; logam berat seperti seng, nikel, tembaga,
kadmium, kromium; dan zat organik xenobiotic.
Pencemaran bahan padat pada landfill disebabkan air lindi dan gas emisi pada
lingkungan tidak dapat dikendalikan. Air lindi pada landfill mengandung bahan pencemar
berupa organik dan anorganik. Air lindi juga mengandung logam berat dalam konsentrasi
yang tinggi dan bahan pencemar kimia dari sampah organik. Pengurangan COD dan logam
berat dari air lindi merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum pembuangan air lindi ke
dalam perairan.
Komposisi kimia air lindi tergantung pada usia landfill (TPA) dan waktu
pengambilan sampel. Jika pengambilan sampel dilakukan fase asam, maka pH menurun
sedangkan konsentrasi BOD, COD dan logam berat akan meningkat. Konsentrasi logam
berat di atas ambang batas akan menyebabkan bahaya bagi lingkungan, tumbuhan, hewan
dan manusia.
Penerimaan dan penumpukan logam berat dalam tanah akan menyebabkan masalah
pada tanah, tumbuhan dan hewan serta akan menimbulkan penyakit bagi manusia.
Contohnya kadmium menyebabkan penyakit itai-itai dan kerapuhan tulang. Dalam
konsentrasi tertentu, seng dibutuhkan untuk mensintesis protein dan DNA. Dengan
mempertimbangkan dampak berbahaya logam berat pada tanah dan sumber air, perlu
dilakukan tahap pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi sebelum diterima oleh
lingkungan. Pengurangan konsentrasi logam dalam air lindi dilakukan dengan
menggunakan koagulan yang berbeda, seperti Al2(SO4)3.18H2O; CaO dan FeCl3.6H2O
(Ehrig, 1989).
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 2/25
2
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah memahami penelitian yang dilakukan oleh Mostafa Asadi :
untuk mengetahui pengaruh pemberian koagulan yang berbeda terhadap pengurangan
konsentrasi logam berat dalam air lindi sistem landfill.
1.3. Landasan Teori
1.3.1. Pengelolaan sampah dengan sistem landfill
Landfill adalah pengelolaan dengan cara penimbunan sampah di dalam tanah. Di
dalam landfill limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba tanah menjadi senyawa-
senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh
limbah saat dimasukkan landfill dan air hujan yang masuk kedalam lahan tersebut
membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Semua landfill menghasilkan lindi
(leachate), sehingga landfill harus dilengkapi sistem pengumpulan dan pengambilan
leachate. Cara pengumpulan yang paling sederhana adalah dengan membuat dasar landfill
dengan kemiringan tertentu sehingga leachate yang terbentuk akan mengalir dan
terkumpul pada titik rendah landfill. Pada titik ini ditempatkan pipa inspeksi dan
pengambilan leachate (menggunakan pompa). Leachate yang terkumpul dimasukkan
kedalam suatu kolam dan diolah sebagai limbah cair (Setiadi dan Dewi, 2003).
Timbunan sampah kian hari semakin banyak menimbulkan persoalan akibat
terjadinya proses pembusukan sampah. Persoalan yang timbul diantaranya bau dan
pencemaran tanah akibat terbentuknya leachate berupa cairan dengan kandungan organik
dan anorganik yang beracun hasil proses pembusukan sampah yang dapat menjadi sumber
penyakit, menganggu tata ruang, berpotensi sebagai titik sumber kebakaran pada musim
kemarau dan lain-lain.
Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah
ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaaan TPA, maka
dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah. Sedangkan sistem sanitary landfill
merupakan sarana penimbunan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan
secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan
dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga
dilakukan setiap hari (Anonim, 2010). Metode ini merupakan metode standar yang dipakai
secara internasional. Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan
sampah dilakukan setiap hari.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 3/25
3
Gambar 1. Sistem sanitary landfill (Sumber: Anonim, 2010)
Usia TPA sangat mempengaruhi kualitas leachate yang dihasilkan seperti BOD,
COD, TOC dan pH, pada TPA yang berusia baru atau dibawah 2 tahun mempunyai
kualitas leachate (air lindi) yang cenderung besar. Namun pada TPA yang berusai diatas
10 tahun, akan menghasilkan leachate yang cenderung netral bahkan mempunyai
kandungan karbon organik dan mineral relatif rendah (Priyono dan Utomo, 2009).
1.3.2. Air lindi
Pertambahan penduduk dengan segala aktivitasnya yang demikian pesat telah
mengakibatkan peningkatan jumlah sampah. Produksi sampah yang semakin tinggi, dipacu
dengan adanya proses modernisasi menyebabkan sampah semakin menumpuk. Keberadaantempat pembuangan akhir (TPA) memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai
pengolahan akhir sampah baik yang akan didaur ulang sebagai kompos ataupun hanya
ditimbun setelah disortir oleh pemulung. Jumlah sampah di TPA yang sangat besar akan
menyebabkan proses dekomposisi alamiah berlangsung secara besar-besaran pula.
Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul dari hasil dekomposisi biologis
sampah yang telah membusuk yang mengalami pelarutan akibat masuknya air eksternal ke
dalam lahan atau timbunan sampah. Air lindi disebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan
ke TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri. Lindi
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 4/25
4
bersifat toksik karena adanya zat pengotor dalam timbunan yang mungkin berasal dari
buangan limbah industri, debu, lumpur hasil pengolahan limbah, limbah rumah tangga
yang berbahaya, atau dari dekomposisi yang normal terjadi pada sampah. Apabila tidak
segera diatasi, landfill yang dipenuhi air lindi dapat mencemari lingkungan, terutama air
tanah dan air permukaan. Hampir di semua TPA, air lindi terdiri dari cairan yang terdapat
di TPA dari sumber eksternal, seperti permukaan drainase, air hujan, air tanah, dan air dari
bawah tanah dan cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah (Tchobanoglous, 1993).
Sampah pada timbunannya akan mengalami proses dekomposisi yang ditandai
dengan perubahan fisis, biologis, dan kimiawi. Dekomposisi yang terjadi pada landfill
dipengaruhi oleh pemadatan, kelembaban, kehadiran materi penghambat, laju pengaliran
air, temperatur, tersedianya O2, populasi mikrobiologis yang dipengaruhi keadaan tanah
penutup dan tipe dari sintesa yang terjadi, sifat-sifat heterogenisasi sampah, sifat-sifat fisik,
kimiawi dan biologis (Peavy et.al., 1986). Variasi didalam komposisi lindi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: komposisi dan umur sampah, lokasi dan pengoperasian
serta kondisi landfill, iklim dan kondisi hidrogeologi, kelembaban, temperatur, pH, dan
tingkat stabilisasi (Tchobanoglous, 1993).
Pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik).
Pada musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang
dihasilkan. Pada daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air
lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya (bahan organik, anorganik
dan lain-lain) akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah hujannya rendah.
1.3.2. Karakteristik air lindi
Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang
mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik. Padaumumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5 /COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang
sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi
bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah
mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alearts dan Santika, 1987).
Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh
karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut-tidak larut),
kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 5/25
5
(kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim). Komposisi leachate dari proses
pembusukan sampah yang terjadi di landfill seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi leachate dalam sistem Landfill
ParameterKadar (ppm)
Rendah Tinggi
COD 3.000 60.000
pH 6 6,5
Besi (Fe) 6,5 87
Kesadahan 890 7600
Klorida 96 2350
Sulfat 84 730
Sumber: Qasim,1994
1.3.2.1. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia dapat dioksidasi
secara kimia menggunakan dikromat dalam larutan asam. Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui
proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts,
1984). Nilai COD biasanya akan selalu lebih besar daripada BOD. Pengukuran COD
membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat yakni dapat dilakukan selama 3 jam.
Sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu lima hari dan gangguan dari
zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada
tes COD. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air limbah dapat
diketahui (Siregar, 2005).
COD (Chemical Oxygen Demand ) merupakan salah satu parameter yang digunakanuntuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik yang terjadi pada perairan. Semakin
besar nilai COD dalam suatu perairan maka semakin besar pula pencemaran yang terjadi
pada perairan tersebut. Kalium bikromat (K2Cr2O7) biasanya digunakan sebagai zat
pengoksidator dalam penentuan COD.
Teknik refluks menggunakan larutan K2Cr2O7 dalam H2SO4 50% (v/v) yang
bertindak sebagai zat pengoksidator kuat dan perak sulfat (Ag2SO4) sebagai katalis dalam
oksidasi bahan-bahan organik.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 6/25
6
1.3.2.2. Seng
Seng dengan nama kimia zink dilambangkan dengan Zn. Sebagai salah satu unsur
logam berat Zn mempunyai nomor atom 30 dan memiliki berat atom 65,39. Logam ini
cukup mudah ditempa dan liat pada 110-150oC. Zn melebur pada 410
oC dan mendidih
pada 906oC ( Al-Harisi, 2008).
Seng (Zn) adalah unsur hara mikro esensial bagi makhluk hidup, yang berasal dari
pelapukan mineral (Lahuddin, 2007). Zn adalah logam yang memilki karakteristik cukup
reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena
udara dengan api hijau terang. Zn dapat bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non
logam.
Kelarutan logam Zn dalam air relatif rendah, logam Zn dengan gugusan klorida dan
sulfat mudah terlarut ke dalam sedimen, sehingga logam Zn di perairan banyak mengendap
di dasar. Pengendapan logam di perairan terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil
dan klorida (Efendi, 2003). Kelarutan Zn dalam air alam tergantung pada adsorpsi mineral
permukaan, kesetimbangan karbonat, dan komplek organik. Jumlahnya yang terlalu
berlebih akan bersifat racun pada beberapa spesies kehidupan air. Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB merekomendasikan kandungan Zn pada air irigasi sekitar 2 mg/L. Standar
konsentrasi logam Zn untuk air minum sekitar 5 mg/L, konsentrasi yang melebihi standar
menyebabkan rasa pahit pada air (Admin, 2009).
1.3.2.3. Nikel
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik dilambangkan dengan Ni dan
nomor atom 28 dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d8
4s2. Nikel mempunyai sifat tahan
karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lunak, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom,
dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Nikel berwarna putih
keperak-perakan dengan pemolesan tingkat tinggi. Bersifat keras, mudah ditempa, sedikitferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan listrik.
Nikel digunakan untuk membuat uang koin,dan baja nikel untuk melapisi senjata dan
ruangan besi (deposit di bank), juga sebagai katalis untuk menghidrogenasi minyak sayur
(menjadikannya padat). Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat
(stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan
memasak), peralatan rumah dan gedung, serta komponen industri (http: // Chem-Is-Try.Org
_ Situs Kimia Indonesia _htm).
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 7/25
7
1.3.2.4. Tembaga
Logam Cu memiliki nomor atom 29 serta mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d10
4S1. Logam ini mempunyai berat jenis 8,95 (25
oC) gr/cm
3dengan titik leleh 1083
oC dan
titik didih 2570oC. Tembaga tidak melimpah dialam, tetapi terdistribusi secara kuat sebagai
logam, mineral umumnya berupa chalcopyrite CuFeS2.
Tembaga digunakan dalam aliasi kuningan dan bercampur sempurna dengan emas.
Tembaga berwarna coklat keabu-abuan dan mempunyai struktur kristal FCC. Garam-
garam tembaga umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat maupun dalam
larutan air. Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo. Tembaga mudah larut
oleh asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat panas.
3Cu + 8HNO3 3 Cu2+
+ 6NO32-
+ 2NO↑ + 4H2O
Cu + 2H2SO4 Cu2+
+ SO42-
+ SO2 ↑ + 4H2O
Logam tembaga biasanya terdapat dalam air buangan, limbah industri, atau sebagai
logam bawaan seandainya suatu daerah menghasilkan ion tembaga atau mineral. Dalam
jumlah kecil ion tembaga diperlukan tubuh manusia untuk proses metabolisme (Brian,
1976). Tembaga (Cu) merupakan logam essensial yang jika berada dalam kosentrasi
rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi
dapat menjadi penghambat (Connel dan Miller, 1995).
Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat
hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian
bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong dalam Mollusca
akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air berada pada kisaran 0,16
sampai 0,5 ppm. Kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi. Manusia dewasa
membutuhkan 30µg Cu perkilogram berat tubuh, sedangkan pada anak-anak 40µg Cu
perkilogram berat tubuh (Palar, 1994).
1.3.2.5. Kadmium
Kadmium adalah logam yang memiliki konfigurasi [Kr] 4d10
5s2
dengan titik leleh
320°C dan berat jenis 8,61 g/cm3. Logam kadmium biasanya di alam terdapat bersama-
sama dengan logam timbal (Pb) dan seng (Zn) (Lu, 1984).
Kadmium sebagai unsur alami dalam tanah merupakan logam lunak yang berwarna
keperakan yang bersifat tidak pecah atau terurai menjadi bagian-bagian yang kurang
beracun. Kadmium pada kadar rendah juga beracun, karena kemampuannya terakumulasi
dalam tanah. Sebagian besar limbah kadmium dalam air, diakibatkan oleh kegiatan proses
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 8/25
8
penyepuhan secara elektrolisis. Adapun sumber pencemaran kadmium di udara sebagian
besar karena adanya kegiatan industri yang menggunakan seng.
Kadmium yang dilepas ke lingkungan melalui proses pembakaran, abunya dapat
merembes ke dalam air tanah. Untuk itu maka penanganan pembakaran benda-benda yang
mengandung kadmium harus ditangani dengan baik. Kadmium dalam kepekatan tinggi
selama jangka pendek maupun dalam dosis rendah selama jangka panjang yang terserap
dan termakan/terminum oleh manusia sangat beresiko bagi kesehatan dan merupakan
ancaman sebagai karsinogen (Darmono, 2001).
1.3.2.6. Kromium
Logam krom adalah unsur logam dengan nomor atom 24 serta mempunyai
konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4S1. Logam ini mempunyai berat jenis 7,14 (20oC) gr/cm3
dengan titik leleh 1920oC (Greenwood dan Earnshaw, 1989).
Bahan awal dalam pembuatan senyawa krom ialah kromit yaitu suatu oksida krom
besi yang mengandung kira-kira 50% Cr2O3, sisanya terutama adalah FeO, Al2O3, SiO2,
dan MgO (Austin, 1996).
K2Cr2O7 kalium bikromat merupakan zat pengoksidasi kuat berupa zat padat jingga
merah, yang menghasilkan larutan jingga merah dalam air. Dalam larutan asam kuat, ion
kromat direduksi menjadi Cr (III).
Cr2O72-
+ 14H+
+ 6e- 2Cr
3++ 7H2O
Dalam ion kromat, CrO42-
atau ion dikromat Cr2O72-
, anion kromium adalah
heksavalen, dengan keadaan oksidasi +6. Ion ini diturunkan dari kromium trioksida, CrO 3.
Ion-ion kromat berwarna kuning, sedangkan dikromat berwarna jingga. Kromat mudah
diubah menjadi dikromat dengan penambahan asam.
2CrO42-
+ 2H+
↔ Cr 2O72-
+ H2O
Reaksi ini reversible. Dalam larutan netral (basa) ion kromat stabil, sedangkan jikadiasamkan, akan terdapat terutama ion-ion kromat. Selain menguntungkan logam krom
juga memiliki dampak negatif apabila kadarnya melebihi ambang batas. Kromium adalah
karsinogen bagi manusia yang menginduksi kanker paru-paru pada pekerja yang
berhubungan langsung dengan logam ini. Karsinogenitas kromium biasanya disebabkan
oleh kromium heksana (VI), yang tidak larut air. Diduga ion Cr6+
yang lebih mudah
diambil oleh sel, berubah menjadi ion Cr3+
dalam sel. Ion Cr6+
bersifat korosif dan
menyebabkan peradangan pada saluran hidung dan kulit. Zat ini juga menginduksi reaksi
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 9/25
9
hipersensitifitas pada kulit, dalam jangka waktu lama, Cr6+
menginduksi nekrosis tubulus
ginjal (Lu, 1995).
Akumulasi kromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi, dan
dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia. Percobaan yang menggunakan
marmut (Cavia cobaya) sebagai perlakuan dengan dosis 0,05 - 0,23 ppm selama 45 hari
ternyata kromium bersifat karsinogen yang menyebabkan terjadinya kanker pada paru-paru
(Palar,1994).
Menurut surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
baku mutu air limbah yang boleh dialirkan ke air permukaan untuk Cr(VI) sebesar 0,05 – 1
mg/L, dan untuk Cr (total) sebesar 0,1 – 2 mg/L.
1.3.4. Koagulan
Proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan senyawa kimia yang
disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara
partikel lebih kecil daripada gaya tolak menolak akibat muatan listrik
(http://bulekbasandiang.wordpress.com ).
Proses koagulasi merupakan salah satu cara pengolahan air untuk menghilangkan
kontaminan yang terkandung didalamnya. Koagulasi merupakan proses destabilisasi
muatan partikel koloid, suspended solid , serta padatan tidak mengendap, dengan
penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan
kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap ( bersifat stabil ) dan
terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang
diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar.
Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut
dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble).
Dispersi koloid hidrofobik biasa terjadi secara fisik atau kimia dan tidak bisa terdispersikembali secara spontan di dalam air. Afinitas koloid hidrofobik terhadap air sangat kecil
sehingga koloid ini tidak memiliki lapisan air yang cukup berarti.
1.3.4.1. Tawas (Al2(SO4)3)
Garam aluminium sulfat jika ditambahkan dalam air dengan mudah akan larut dan
bereaksi dengan H2CO3 menghasilkan aluminium hidroksida. Dengan adanya hidroksida
aluminium yang bermuatan positif maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid
yang bermuatan negatif dengan partikel aluminium hidroksida sehingga terbentuk
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 10/25
10
gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat serta cepat mengendap. Selain
itu juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikroorganisme yang
lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel atau flok yang akan mengendap
bersama-sama. Jika alkalinitas air tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka
dapat ditambahkan kapur atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik.
Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(HCO3)2 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 6CO2 +18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(OH)2 2Al(OH)3↓ + CaSO4 +18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3 Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3↓ + Na2SO4 + 3CO2 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 6 NaOH 2Al(OH)3↓ + 3Na2SO4 + 3CO2 + 18H2O
Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam dalam bentuk padatan atau cairan.
Alum dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan
kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu.
Dibandingkan dengan garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada
dinding bak. Salah satu kekurangannya flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok
koagulan garam besi dan pH lebih kecil yaitu 5,5 – 8,5. Alum padat umumnya dipakai
dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5 – 10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar
20 – 30 %. Alum cair cara pengerjaan dan transportasi mudah tetapi pada suhu rendah dan
konsentrasi tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan pada penyumbatan
pada pipa (Tchobanoglous, 1993).
Reaksi tawas (Al2(SO4)3.18H2O) mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai
berikut:
Al2(SO4)3.18H2O + 3Zn(OH)2 2Al(OH)3↓ + 3ZnSO4 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ni(OH)2 2Al(OH)3↓ + 3NiSO4 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3Cu(OH)2 2Al(OH)3↓ + 3CuSO4 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3Cd(OH)2 2Al(OH)3↓ + 3CdSO4 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 2Cr(OH)3 2Al(OH)3↓ + Cr2(SO4)3 + 18 H2O
1.3.4.2. Kapur (CaO)
Pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 akan menaikkan pH dan bereaksi dengan
bikarbonat membentuk endapan CaCO3. Bila kapur yang ditambahkan cukup banyak
sehingga pH = 10,5 maka akan membentuk endapan Mg(OH)2. Kelebihan ion Ca pada pH
tinggi dapat diendapkan dengan penambahan soda abu (Hanum, 2002).
Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2 2CaCO3↓ + 2H2O
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 11/25
11
2Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2 2CaCO3↓ + ↓Mg(OH)2 + 2H2O
Ca(OH)2 + Na2CO3 CaCO3↓ + 2NaOH
Reaksi kapur (CaO) mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai berikut:
Ca(OH)2 + ZnCO3 CaCO3↓ + Zn(OH)2
Ca(OH)2 + NiCO3 CaCO3↓ + Ni(OH)2
Ca(OH)2 + CuCO3 CaCO3↓ + Cu(OH)2
Ca(OH)2 + CdCO3 CaCO3↓ + Cd(OH)2
3Ca(OH)2 + Cr2(CO3)3 3CaCO3↓ + 2Cr(OH)3
1.3.4.3. Ferri klorida
Ferri klorida dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan nama dagang
bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat (alkalinitas) atau kapur.
FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3HCl
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
Keuntungan dari koagulan garam ferri antara lain proses koagulasi dapat dilakukan
pada selang pH yang lebih besar, biasanya antara pH 4 - 9. Flok yang terjadi lebih berat
sehingga cepat mengendap serta efektif untuk menghilangkan warna, bau dan rasa
(http://smk3ae.wordpress.com/feed/ ).
Reaksi ferri klorida mereduksi logam berat dapat dilihat sebagai berikut:
2FeCl3 + 3Zn(OH)2 2Fe(OH)3 + 3ZnCl2
2FeCl3 + 3Ni(OH)2 2Fe(OH)3 + 3NiCl2
2FeCl3 + 3Cu(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CuCl2
2FeCl3 + 3Cd(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CdCl2
FeCl3 + Cr(OH)3 Fe(OH)3 + CrCl3
1.3.5. Uji jar
Uji jar adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari
koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih.
Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui penambahan koagulan. Umumnya koagulan
tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu polielektrolit
(Hanum, 2002).
Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan
dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui koagulan maksimum dalam penentuan
pengendapan logam berat. Uji ini digunakan pada tingkat pH optimum dalam proses
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 12/25
12
penghilangan logam berat. Semua beaker ditambahkan koagulan seperti tawas, kapur, dan
FeCl3 untuk memperoleh pH optimum. Perhitungan pada proses eliminasi,
mengoptimumkan perolehan bahan logam berat dalam endapan.
1.3.6. Spektrofotometer serapan atom (SSA)
Spektrofotometer serapan atom adalah metoda analisis yang didasarkan pada proses
absorpsi energi radiasi oleh atom-atom pada keadaan dasar dalam bentuk gas. Apabila
atom-atom ini dilalui seberkas sinar maka akan terjadi interaksi antara atom dengan energi
terendah (ground state) ke tingkat energi lebih tinggi (excited state) dalam proses ini
dikenal dengan serapan atom. Elektron tereksitasi ini berada dalam keadaan yang tidak
stabil dan cenderung kembali ke tingkat asal dengan melepaskan energi eksitasinya dalam
bentuk radiasi, disebut juga proses emisi (Skoog, 1985).
Perubahan energi elektron harus ada penyesuaian dengan energi yang diserap sesuai
dengan rumus:
Keterangan :
E = Energi (Joule)
h = Tetapan Planck (6,62560.10-34
J.detik)
v = frekuensi (Hz)
c = kecepatan cahaya (3.108
m/detik)
λ = panjang gelombang (m)
Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi
yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron ke tingkat yang lebih tinggi. Penyerapan cahaya
ini mengurangi intensitas cahaya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat
energi dasar (Khopkar, 1990).
Berdasarkan hal tersebut menurut hukum Lambert-Beer, jika suatu sinar
monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang tebalnya b, dan mengandung atom
dengan konsentrasi c, maka transmitan adalah sebagai berikut :
Dengan menggunakan bilangan berpangkat sepuluh maka persamaan menjadi :
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 13/25
13
Keterangan :
A = Absorbansi
a = absorptivitas
b = panjang jalan sinar dalam posisi atom
c = konsentrasi atom-atom (g.L-1
)
I0 = Intensitas awal
I = Intensitas radiasi (Day dan Underwood, 2002)
Kepekaan analisis SSA cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa
cuplikan pada konsentrasi yang sangat kecil. Selain itu, bila sampel tercampur dengan
logam berat lainnya, maka tidak perlu dilakukan pemisahan karena logam tertentu hanya
akan menyerap sinar monokromatis pada panjang gelombang tertentu.
1.3.6.1. Peralatan spektrofotometer serapan atom (SSA)
Gambar 2. Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Secara garis besar peralatan spektrofotometer serapan atom (SSA) terdiri dari 5
komponen dasar yaitu:
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya yang sering digunakan adalah lampu katoda berongga ( Hollow
Chatode Lamp) yang terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda
dan anoda. Katoda terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis,
sedangkan tabung lampu diisi dengan gas neon atau argon.
Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-
atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 14/25
14
2. Sistem Atomisasi
Sistem atomisasi diperlukan untuk mendapatkan atom netral karena metode SSA
hanya dapat mengukur atom-atom netral. Untuk mendapatkan atom netral perlu
proses atomisasi dengan energi panas karena temperatur yang tinggi dapat
memutuskan ikatan antara atom sehingga terbentuk atom netral atau bebas.
3. Monokromator
Untuk menghilangkan gangguan sinar kontinu digunakan monokromator yang
diletakkan antara nyala dan detektor. Monokromator dalam SSA terdiri dari kisi
difraksi atau prisma, yang berfungsi untuk memisahkan garis resonansi dan garis
spektra yang berdekatan yang berasal dari sumber sinar (Skoog, 1985).
4. Detektor
Biasanya detektor untuk peralatan SSA berbentuk PMT (Photo Multiplier Tube).
Unit ini berfungsi untuk merubah sinyal elektromagnetik menjadi sinnyal listrik yang
selanjutnya oleh sinyal listrik ini diperbesar oleh amplifier dan diubah menjadi
bentuk yang mudah dibaca operator (Skoog, 1985).
5. Rekorder
Berfungsi untuk mencatat hasil dalam satuan absorbansi ataupun bentuk
kromatogram.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 15/25
15
II. TATA KERJA
2.1. Alat
Alat yang digunakan antara lain Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Seperangkat
peralatan refluks, Peralatan uji jar ( Jar Test ), Hot plate, Termometer, Stopwatch, Kertas
saring Whatman 40, botol polietilen dan peralatan gelas lainnya. Pada jurnal tidak disebut
spesifikasi alat yang digunakan.
2.2. Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mostofa Asadi adalah
air lindi dari kolam penampungan air lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tehran-
Iran, dan bahan yang digunakan asam nitrat pekat, koagulan (tawas, kapur, dan ferri
klorida), asam sulfida, serta bahan pendukung yang digunakan sesuai prosedur kerja.
2.3. Metodologi
2.3.1. Pengambilan sampel
Sampel diambil dari kolam penampungan air lindi, pengambilan sampel diambil
dengan menggunakan wadah polietilen. Wadah tersebut terlebih dahulu dibilas dengan
menggunakan air suling kemudian diikuti pembilasan wadah dengan sampel.
2.3.2. Penanganan sampel
Penambahan 1,5 mL asam nitrat per liter sampel dilakukan untuk mengawetkan
sampel selama ± 6 bulan (Irena, 1996). Pengukuran logam berat dalam air lindi
menggunakan asam nitrat. Metode ini berdasarkan pada standar metode, letakkan sampel
campuran 50 - 100 ml dalam beaker dan tambahkan 5 mL asam nitrat. Panaskan sampel
pada suhu 90 - 950C hingga terbentuk uap dan volumenya berkurang. Kemudian
dinginkan, cairkan sampel dan saring dengan kertas saring Whatman 40.
2.3.3. Prosedur Kerja
2.3.3.1. Pengurangan konsentrasi logam berat
Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan
dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui koagulan maksimum dalam penentuan
pengendapan logam berat.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 16/25
16
Dituangkan sampel air lindi dalam beaker untuk diukur konsentrasi logam berat
dan COD.
Ditambahkan koagulan (tawas, kapur dan ferri klorida) dengan berbagai pH oleh
asam sulfat. Mesin diatur pada 130 r.p.m untuk 1 menit dan 50 r.p.m untuk 10 menit serta 10
r.p.m untuk 10 menit dan 30 menit, untuk pembentukan endapan.
Setelah mengendap, diukur cairan sampel dalam beaker dan konsentrasi logam
berat dan COD.
Diatur perubahan densitas koagulan dan pH sampel untuk menghasilkan pH
optimum.
Diulangi uji jar, hingga diperoleh dosis optimum koagulan.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 17/25
17
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Pada percobaan yang dilakukan oleh Mostafa Asadi (2008), air lindi yang dibawa ke
Laboratorium berasal dari tempat pembuangan di Tehran-Iran. Konsentrasi logam berat
dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi logam berat; COD dan pH dalam sampel air lindi
Logam berat dan
COD
Konsentrasi (ppm)
Sampel 1ST
Al2(SO4)3.18H2O
Sampel 2ND
CaO
Sampel 3RD
FeCl3.6H2O
Zn 3,77 3,61 3,82
Ni 2,61 2,49 2,57
Cu 3,15 3,28 3,13
Cd 0,93 0,88 0,97
Cr 1,96 2,01 1,88
COD 26.300 25.250 25.700
pH 6,69 6,53 6,74
Sumber: Asadi, 2008
Tahap awal pada percobaan digunakan campuran konsentrasi dari Al2(SO4)3.18H2O
(2500 mg/L), CaO (3400 mg/L), dan FeCl3.6H2O (1800 mg/L) hingga diperoleh pH
optimum dalam pengurangan konsentrasi logam berat. Ditambahkan 10 mg/L kationik
polielektrolit sehingga diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Gambar 3 - 5.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 18/25
18
Gambar 3. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum
untuk koagulan Al2(SO4)3 adalah pH=7.
Gambar 4. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum
untuk koagulan CaO adalah pH=10.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 19/25
19
Gambar 5. Pengaruh nilai pH terhadap pengurangan logam berat diperoleh pH optimum
untuk koagulan FeCl3.6H2O adalah pH=9,5.
Penentuan dosis optimum koagulan dilakukan pada pH optimum masing-masing
koagulan seperti yang terlihat pada Gambar 6 - 8.
Gambar 6. Pengaruh pemberian Al2(SO4)3.18H2O terhadap pengurangan logam berat
diperoleh konsentrasi maksimum Al2(SO4)3.18H2O 1800 mg/Liter.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 20/25
20
Gambar 7. Pengaruh pemberian CaO terhadap pengurangan logam berat diperoleh dosis
CaO 3400 mg/Liter.
Gambar 8. Pengaruh pemberian FeCl3.6H2O terhadap pengurangan logam berat
diperoleh dosis optimum FeCl3.6H2O 1200 mg/Liter.
Perbandingan antara pemberian dosis koagulan dengan persentase pengurangan
konsentrasi COD dan logam berat seperti yang terlihat pada Gambar 9.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 21/25
21
Gambar 9. Pengaruh pemberian koagulan terhadap pengurangan konsentrasi logam berat.
3.2. Pembahasan
Dalam penelitian ini, air lindi yang dibawa ke Laboratorium berasal dari tempat
pembuangan (Tehran-Iran). Konsentrasi logam berat dalam sampel dapat dilihat pada
Tabel 2. Dari hasil penelitian oleh Mostafa Asadi Tabel 2. menunjukkan pada sampel 1
terdapat konsentrasi Ni dan COD dalam jumlah yang tinggi (2,61 ppm dan 26.300 ppm),
dan pada sampel 2 terdapat konsentrasi Cu dan Cr dalam jumlah yang tinggi (3,28 ppm dan
2,01 ppm), serta pada sampel 3 terdapat konsentrasi Zn dan Cd dalam jumlah yang tinggi
(3,82 ppm dan 0,97 ppm). Hal ini disebabkan perbedaan bahan pencemar yang berada pada
air lindi (leachate).
Pengurangan kadar logam berat pada lapisan endapan dalam air lindi dilakukan
dengan uji jar. Uji jar bertujuan untuk mengetahui dosis optimum koagulan dalampenentuan pengendapan logam berat. Uji ini digunakan pada tingkat pH optimum dalam
proses penghilangan logam berat. Semua beaker ditambahkan koagulan seperti tawas,
kapur, dan FeCl3 untuk memperoleh pH optimum. Perhitungan pada proses eliminasi,
mengoptimumkan perolehan bahan logam berat dalam endapan (Lema, et.al., 1988).
Gambar 3-5. menunjukkan pengaruh pH koagulan terhadap pengurangan logam
berat. pH optimum ditentukan dengan mengubah jenis koagulan. Hasil analisis ditemukan
pH optimum untuk Al2(SO4)3.18H2O adalah 7, CaO adalah 10, dan FeCl3.6H2O adalah 9,5.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 22/25
22
Gambar 6-8. menunjukkan pengaruh pemberian dosis koagulan terhadap
pengurangan logam berat. Penentuan dosis optimum koagulan dilakukan pada pH optimum
untuk masing-masing koagulan. Hasil analisis ditemukan dosis optimum koagulan untuk
pengurangan konsentrasi logam berat pada sampel air lindi masing-masing sebagai berikut:
konsentrasi dari Al2(SO4)3.18H2O (1800 mg/Liter), CaO (3400 mg/Liter), and FeCl3.6H2O
(1200 mg/Liter).
Gambar 9. menunjukkan perbandingan antara pengurangan logam berat dengan
menggunakan koagulan seperti Al2(SO4)3.18H2O; CaO dan FeCl3.6H2O. Pada pH=7
dengan dosis optimum Al2(SO4)3.18H2O 1800 ppm menghasilkan pengurangan seng (Zn)
hingga 80%; nikel (Ni) 83%; tembaga (Cu) 90%; kadmium (Cd) 74%; kromium (Cr) 87%
dan COD 30%. Pada nilai pH=10 dengan dosis optimum CaO 3400 ppm menghasilkan
pengurangan seng (Zn) hingga 79%; nikel (Ni) 74%; tembaga (Cu) 81%; kadmium (Cd)
70%; kromium (Cr) 83% dan COD 31%. Pada pH=9,5 dengan dosis optimum FeCl3.6H2O
1200 ppm menghasilkan pengurangan seng (Zn) hingga 75%; nikel (Ni) 81%; tembaga
(Cu) 74%; kadmium (Cd) 64%; kromium (Cr) 77% dan COD 26% (Asadi, 2008).
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 23/25
23
IV. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan oleh Mostofa Asadi dapat disimpulkan:
Koagulan Al2(SO4)3.18H2O lebih baik digunakan untuk mengurangi logam berat
dalam air lindi dari sistem landfill, karena mampu mengurangi konsentrasi logam
berat dengan persentase pengurangan 74 - 90%. Sebaliknya CaO mengurangi
konsentrasi logam berat antara 70 - 83% dan FeCl3.6H2O antara 64 - 81%.
Dari segi ekonomis, CaO merupakan koagulan yang murah dibandingkan dengan
koagulan lainnya dan mempunyai persentase yang baik dalam mengurangi
konsentrasi logam berat.
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 24/25
24
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2009. Metode Pengolahan Seng (Zn); Suatu Tinjauan pada Instalasi Pengolahan
Air . http://id.shvoong.com/exact-sciences/1921262-logam-berat/ . (Diakses 22
Maret 2011).
Aleart, G. dan Santika,S. 1984. Metoda Penelitian Air . Usaha Nasional, Surabaya.
Anonim. 2010. Dari Open Dumping ke Controlled Landfill lalu Sanitary Landfill
http://sanitasi.or.id/index.php. (Diakses 22 Mei 2011).
Al-Harisi. 2008. Penetapan Kadar Zn dan Fe di dalam Tahu yang Dibungkus Plastik dan
Daun yang Dijual di Pasar Kartasura dengan Menggunakan Metode
Pengaktifan Neutron. http://www.google.com/ (Diakses 22 Maret 2011).
Asadi, M. 2008. Investigation of Heavy Metals Concentration in Landfill Leachate and
Reduction by Different Coagulants. Environmental Engineering, Iran.
Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Edisi ke- 5. Terjemahan Jasjfi, E. Erlangga,
Jakarta. hal 370.
Brian, G.W. 1976. Heavy Metals Contamination in The Sea (marine pollution). Jhonson
editing, New York, San Fransisco. hal 17, 282-284, 229-231.
Connel, D.W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press,
Jakarta.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI-press, Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi
Senyawa Logam. UI-press, Jakarta.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif . Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Peairan. Kanisius. Yogyakarta.
Ehrig H. J. 1989. Leachate quality, in: Christensen T. H., Cossu R., Stegmann R. (Eds.)
Sanitary Landfilling: Process, Technology and Environmental Impact . Academic
Press, London.
Greenwood, N.N and Earnshaw. 1989. Chemistry of The Elements. Edisi ke-1. Pergamon
Press, Room 4037, Qianmen Hotel, Beijing, People’s Republic of Chinese. hal
1170.
Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. Fakultas
Teknik USU, Sumatera Utara.
http://Map of Tehran.htm. (Diakses 30 Juli 2011).
5/14/2018 S.L_OKE - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/sloke 25/25
25
http://Nikel _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia _htm. (Diakses 12 Juli 2011).
http://smk3ae.wordpress.com/feed/ . (Diakses 12 Juli 2011).
http://www.pdam-sby.go.id/bulekbasandiang.worpress.com/2009/03/26/pengolahan- air-
minum. (Diakses 12 Juli 2011).
Irene M., Lo C. 1996. Characteristics and treatment of leachates from domestic landfills ,
Environ. Int. 22: 433 – 442.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan Saptoharjo, A. UI Press,
Jakarta.
Lahuddin, M. 2007. Aspek Unsur Mikro dalam Kesuburan Tanah. USU-Press, Medan.
Lema L. M., Mendez R., Blazquez R. 1988. Characteristics of Landfill Leachate and
Alternatives for their Treatment : a review. Water Air Soil Pollut. 40: 223-250.
Lu, F.C. 1984. Toksikologi Dasar , Terjemahan Nugroho, E, Darmansyah, I dan Bustami.
UI Press, Jakarta.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Azas, Organ sasaran, dan penilaian Risiko. Edisi ke-2.
Terjemahan Nugroho, E. Darmansyah, I. Bustami, Z.S. UI-Press, Jakarta. hal 363.
Lutfi, A. 2004. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat . PT Rineka, Jakarta.
Peavy, S. Rowe, Donald, R. and Tchobanoglous, George. 1986. Environmental
Engineering. Mc Graw Hill, Singapore.
Priyono, A. dan Utomo, W. D. 2009. Pengolahan Leachate (Air Lindi) Pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang Secara Anaerob. Fakultas
Teknik UNDIP, Semarang.
Qasim, S.R dan Chiang, W. 1994. Sanitary Landfill Leachate. Technomic Publication.
Setiadi, T.J. dan Dewi, R.G. 2003. Pengelolaan Limbah Industri. ITB, Bandung.
Siregar, S.A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius, Yogyakarta.
Skoog, D. A. 1985. Principles of Instrumental Analysis, 3rd
Ed, Sounders Golden Sumburst
Series, New York.
Sudarmo, U. 2004. Kimia SMA. Jilid 2. Erlangga, Jakarta. hal 198.
Tchobanoglous, G. 1993. Integrated Solid Waste Management : Engineering Princiles and
Management Issues. McGraw-Hili.Inc, New York.