skripsi - uin raden intanrepository.radenintan.ac.id/10674/1/skripsi_perpus.pdf · skripsi diajukan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN RASA SYUKUR
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA PNS
MENJELANG MASA PENSIUN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN Raden Intan Lampung
Oleh:
Amalia Zain
1631080078
Program Studi : Psikologi Islam
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/2020 M
i
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN RASA SYUKUR
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA PNS
MENJELANG MASA PENSIUN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
Amalia Zain
1631080078
Program Studi : Psikologi Islam
Pembimbing 1 : Drs. M. Nursalim Malay, M.Si
Pembimbing 2 : Annisa Fitriani, S.Psi., MA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H/ 2020 M
ii
ABSTRAK
Hubungan antara Dukungan Sosial dan Rasa Syukur dengan Psychological
Well-being pada PNS Menjelang Masa Pensiun
Oleh:
Amalia Zain
Psychological Well-being adalah keadaan bahagia, kepuasan hati yang
menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu individu
terpenuhi. Kebutuhan dan harapan tersebut dapat terpenuhi apabila seseorang
mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa syukur
terhadap dirinya sehingga kondisi psychological well-being dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan
rasa syukur dengan psychological well-being pada PNS menjelang masa pensiun.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara
dukungan sosial dan rasa syukur dengan psychological well-being pada PNS
menjelang masa pensiun.
Subjek penelitian ini adalah guru PNS menjelang pensiun di SDN se-
Kecamatan Purbolinggo yang berjumlah 41 guru yang dipilih menggunakan
teknik sampling total. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data
skala psikologi berupa skala likert yang terdiri atas tiga skala yaitu skala
psychological well-being 28 butir aitem, skala dukungan sosial 38 butir aitem, dan
skala rasa syukur 14 butir aitem. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis
menggunakan teknik analisis regresi berganda dua prediktor yang dibantu dengan
program SPSS 22.0 for windows.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian menunjukkan Rx1.2y = 0,756 dan F = 25,309 dengan p =
0,000 (p<0,01) yang berarti hipotesis diterima yaitu ada hubungan yang
signifikan antara dukungan sosial dan rasa syukur dengan psychological
well-being pada PNS menjelang masa pensiun dengan R2 = 0,571 yang
berarti bahwa kedua variabel bebas memberikan sumbangan efektif
sebesar 57,1%.
2. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rx1y = 0,597 dengan p =
0,000 (p<0,01) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial dengan psychological well-being pada PNS
menjelang masa pensiun. Hasil tersebut memberikan sumbangan efektif
sebesar 24,2%.
3. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai rx2y = 0,656 dengan p = 0,000
(p<0,01) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
rasa syukur dengan psychological well-being pada PNS menjelang masa
pensiun. Hasil tersebut memberikan sumbangan efektif sebesar 32,9%.
Kata Kunci: Psychological well-being, Dukungan Sosial, dan Rasa Syukur
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin digunakan sebagai pedoman yang mengacu pada
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987, sebagai berikut :
1. Konsonan
Arab Latin Arab Latin Arab Latin Arab Latin
M م Zh ظ Dz ذ A ا
R ز B ب
ع
‘ (Koma
terbalik
di atas)
N ن
W و Z س T ت
H ه Gh غ S س Ts ث
F ف Sy ش J ج
ع
` (Apostrof,
tetapi tidak dilambangkan
apabila terletak
di awal kata)
Q ق Sh ص H ح
خ
Kh ض Dh ك K
Y ي L ل Th ط D د
2. Vokal
Vokal Pendek Contoh Vokal Panjang Contoh Vokal Rangkap
_
- - - - - A ا جدل Ȃ ارس Ai …ي
- -- - -
I ي سذل Ȋ و قي ل… Au
و
- - - - - U و ذكز Ȗ ر يجو
vi
3. Ta Marbutah
Ta marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasroh dan
dhammah, transliterasinya adalah /t/. Sedangkan ta marbuthah yang mati atau
mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah /h/. Seperti kata : Thalhah,
Raudhah, Jannatu al-Na’im.
4. Syaddah dan Kata Sandang
Transliterasi tanpa syaddah dilambangkan dengan huruf yang diberi tanda
syaddah itu. Seperti kata : Nazzala, Rabbana. Sedangkan kata sandang “al”, baik
pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyyah maupun syamsiyyah.Contohnya
: al-Markaz, al-Syamsu.
vii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Amalia Zain
NPM : 1631080078
Program Studi : Psikologi Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan
antara dukungan sosial dan rasa syukur dengan psychological well-being pada
Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjelang masa pensiun” merupakan hasil karya
peneliti dan bukan plagiasi dari karya orang lain. Apabila dikemudian hari
ditemukan adanya plagiasi, maka peneliti bersedia menerima konsekuensi sesuai
aturan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Bandarlampung, 26 Februari 2020
Yang Menyatakan
Amalia Zain
1631080078
viii
MOTTO
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl : 78)
ix
HALAMAN PERSEMBAHAN
Lantunan kalimat syukur selalu terucap kepada Allah SWT, dengan
kehendak-Nya karya penulis ini dapat terselesaikan. Karya ini penulis
persembahkan kepada:
1. Dua insan penuh cinta dan kasih sayang, tanpa kenal lelah terus
mengajarkan arti kehidupan. Firman Jaya, ayah dari penulis yang rela
banting tulang siang hingga malam agar anaknya dapat menelan beragam
ilmu pengetahuan sebagai bentuk warisan terbaiknya, mendukung setiap
hal baik yang menjadi keputusan putrinya, selalu memberikan arahan
untuk menemukan solusi dari setiap permasalahan yang sedang penulis
hadapi, serta menanamkan kepada diri anaknya bahwa dimanapun kita
berada jangan pernah meninggalkan sholat dan selalu syukuri apapun
nikmat yang Allah berikan. Sri Purwati, ibu dari penulis. Wanita bersahaja
yang tulus membantu suaminya banting tulang demi kebutuhan hidup
yang terus meningkat. Ibu yang selalu mendidik anaknya menjadi manusia
yang tumbuh dan berkembang dengan akhlak yang mulia. Mereka berdua
adalah alasan penulis untuk terus bertahan di bumi dan menyelesaikan
studi.
2. Adik gemay, Shafira Khairunnisa. Terimakasih telah lahir menjadi adik
dan tumbuh menjadi teman hidup penulis. Terimakasih untuk setiap tawa
dan cerianya yang menjadi motivasi penulis untuk berpendidikan agar
dapat menjadi contoh yang baik. Semoga tumbuh besar menjadi putri
sholehah kebanggaan keluarga.
x
3. Keluarga besarku, Mbah Kakong, Mbah Putri, Mbah Matdin, Lek Yuli,
Om Agus, Lek Nanik, Bulek Tia, Om Tanhar, Bulek Lilis, Bude Wati,
Dek Amba, Dek Fajrin, Dek Alfi, adik kecil Eza dan Smel yang telah
menjadi sumber kebahagiaan yang penuh cinta dan kasih sayang, tempat
pulang ternyaman yang mewarnai hari-hari penulis, wadah belajar sosial
bagi penulis dari awal kehidupan hingga saat ini, serta menjadi kekuatan
penulis untuk terus belajar dan menyelesaikan studi.
4. Pahlawan tanpa tanda jasaku, guru-guru yang telah mendidikku sejak di
bangku TK, SD, SMP, SMA hingga dosen-dosen Psikologi Islam yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.
xi
RIWAYAT HIDUP
Nama peneliti adalah Amalia Zain, dilahirkan di Tanjung Inten pada
tanggal 20 Mei 1998. Peneliti merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Firman Jaya dan Ibu Sri Purwati. Alamat tempat tinggal peneliti
di Desa Toto Harjo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur. Berikut
riwayat pendidikan peneliti:
1. TK PKK 1 Tanjung Inten. Lulus pada tahun 2004
2. SD Negeri 1 Tanjung Inten. Lulus pada tahun 2010
3. SMP Negeri 1 Purbolinggo. Lulus pada tahun 2013
4. SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo. Lulus pada tahun 2016
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas tepatnya tahun 2016, peneliti
terdaftar sebagai mahasiswa pada Program S1 Psikologi Islam, Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
xii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’alla yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan
antara Dukungan Sosial dan Rasa Syukur dengan Psychological Well-being pada
PNS Menjelang Masa Pensiun. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi dalam program studi Psikologi
Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Selain itu,
terselesaikannya proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang turut serta dalam memberikan dukungan
secara moriil maupun materil. Oleh karena itu dengan segala hormat, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri., M.Ag., selaku Rektor UIN Raden
Intan Lampung
2. Bapak Dr. M. Afif Anshori, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama
3. Bapak Abdul Qohar, M.Si., selaku ketua Program Studi Psikologi
Islam
xiii
4. Bapak Drs. M. Nur Salim Malay, M.Si., selaku Pembimbing I
sekaligus pembimbing akademik, terimakasih banyak karena bapak
sangat berpengaruh besar terhadap penulis selama menjadi mahasiswa
Psikologi Islam. Terimakasih telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran
untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, selalu
mengingatkan penulis akan progres skripsi yang dikerjakan,
memberikan kesempatan kepada penulis dalam mengikuti berbagai
kegiatan sehingga penulis dapat mendalami ilmu psikologi yang
diperoleh di bangku perkuliahan dan juga memberikan motivasi,
nasihat, doa-doa, dan arahan selama penulis menjalani masa kuliah
hingga penulis menuju jenjang sarjana
5. Ibu Annisa Fitriani, S.Psi., MA., selaku Pembimbing II sekaligus
sekretaris Prodi Psikologi Islam yang telah memberikan waktu dan
idenya dalam proses penyelesaian skripsi ini serta telah memberikan
informasi penting dalam hal perkuliahan
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN
Raden Intan Lampung
7. Teruntuk sahabat sejak dari bangku SMP, Nanda Restuning Sri Ayu
terimakasih telah memberikan pengetahuan kepada penulis mengenai
pentingnya ilmu Psikologi sehingga penulis tertarik untuk mendalami
ilmu Psikologi dan menjadikannya pilihan jurusan saat pendaftaran
masuk perguruan tinggi
xiv
8. Sahabat sekaligus tetangga di rumah, Tika Ardiyani. Terimakasih telah
menemani penulis berjuang mendaftar sebagai mahasiswa hingga pada
akhirnya penulis memutuskan untuk mendaftar di UIN Raden Intan
Lampung
9. Teruntuk Syifa’ul Husna terimakasih telah menjadi sahabat yang selalu
mengayomi, sabar menghadapi sifat dan sikap penulis, serta selalu
memberikan dukungan kepada penulis sejak dari bangku SMP hingga
saat ini
10. Teruntuk Tasya Sofiana dan Riska Bekti Wahyuni terimakasih telah
menjadi sumber kebahagiaan penulis, menjadi motivator kehidupan
penulis, mewarnai hari-hari penulis dan tulus memberikan rasa kasih
sayangnya
11. Terimakasih untuk Dea Meita Putri dan Ameliya RP sahabat yang
selalu ada menemani penulis selama menjadi mahasiswa, terimakasih
telah menjadi “Rumah” bagi penulis selama tinggal di Bandarlampung.
Semoga persahabatan ini tetap terjalin tidak hanya sebatas di masa
kuliah
12. Teruntuk sahabat seperjuangan S.Psi yakni Novia Eka Putri, Eka
Adetya R, Nindi Dwi Cahyani, Afiffah Nur Selawati, Pungki
Mardiyanti, Nurul Iman terimakasih atas kebersamaan dan seluruh
dukungan emosionalnya
13. Keluarga besar Psikologi Islam angkatan 2016 khususnya kelas B serta
kakak-kakak dan adik-adik tingkat yang tak pernah berhenti mengajari
xv
arti sebuah keluarga dari beragam suku, budaya, dan latar belakang
yang berbeda-beda terimakasih untuk kebersamaannya
14. Terimakasih banyak kepada mbak Fitri Agustina yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis ketika penulis menemukan kesulitan dalam proses
penyelesaian skripsi ini layaknya pembimbing ke tiga bagi penulis
15. Mbak Jelita Dinda Aziza yang juga tak pernah lelah membantu dan
membimbing penulis dalam menemukan jalan keluar di setiap penulis
menemukan kesulitan dalam menyusun berkas-berkas akademik guna
mencapai gelar sarjana
16. Keluarga besar asrama Baitus Sakinnah 59 terkhusus Mbak Titik,
Mbak Nurul, Mbak Dewi, Mbak Ratna, Mbak Leni, Ncil, Tasyuk yang
telah mengajarkan arti kehidupan, kesabaran, keceriaan, kebersamaan
dengan penuh kasih sayang, terimakasih telah menjadikan penulis kuat
dalam menjalani kehidupan kuliah dan menjadi tempat pulang di kala
penulis penat
17. Terimakasih untuk Silvi Yunika Sari yang selalu menemani dalam
keseharian hidup penulis khususnya semenjak berada di Alfatih
18. Keluarga besar IMM khususnya pimpinan komisariat se-UIN Raden
Intan Lampung periode 2018-2019 yang telah memberikan warna di
masa kuliah penulis, mengajarkan penulis begitu indahnya
persahabatan dibalut dengan visi yang sama dan memberikan
xvi
kenangan mengenai sulitnya perjuangan meneruskan dakwah yang di
bawa oleh K.H Ahmad Dahlan
19. Sahabat-sahabat ikatan yang dipertemukan oleh bendera IMM yakni
Suda Umairoh, Yustika Fatimatuz Zahra, Heni Widyawati,
Krismadayanti, Gilas Anti Ampera, Muhammad Subkhi, Zusa Misback
Qolbi, dan Efha Taufiq Islahul Amal yang selalu menebar keceriaan
meski lelah terpapar nyata di wajah. Kedepannya, mari kita terus
berjuang
20. Keluarga besar IKAM LAMTIM khususnya pimpinan dari kabinet
“Siap bergerak” periode 2019-2020 yang telah rela berjuang demi
kebaikan dan kemakmuran daerah
21. Teman-teman seperjuangan 40 hari di Desa Tri Tunggal khususnya
Nia Tasniah, Ulum Maesaroh, dan Odi Pratama Putra yang sudah
menjadi rekan tim yang baik dalam bekerja sama menyelesaikan
program kerja kuliah kerja nyata periode 2019
22. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu
yang telah bekerja membantu penulis dalam proses skripsi ini.
Bandarlampung, 26 Februari 2020
Amalia Zain
1631080078
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .............................................. vii
MOTTO .......................................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ xi
KATA PENGANTAR .................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 12
C. Manfaat Penelitian ............................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 14
A. Psychological Well-being..................................................................... 14
B. Dukungan Sosial .................................................................................. 22
xviii
C. Rasa Syukur ......................................................................................... 25
D. Pensiun ................................................................................................. 28
E. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Rasa Syukur dengan
Psychological Well-being pada PNS Menjelang Masa Pensiun .......... 31
F. Kerangka Berfikir................................................................................. 35
G. Hipotesis ............................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 37
A. Identifikasi Variabel ............................................................................. 37
B. Definisi Operasional............................................................................. 37
C. Subjek Penelitian .................................................................................. 38
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 39
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................... 44
F. Metode Analisis Data ........................................................................... 45
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN .......................... 47
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian.......................................... 47
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 56
C. Hasil Penelitian .................................................................................... 59
D. Pembahasan .......................................................................................... 73
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 80
A. Kesimpulan .......................................................................................... 80
B. Saran ..................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82
LAMPIRAN
xix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel. 1 Skor Favourable dan Unfavourable Psychological Well-being ........ 41
Tabel. 2 Blue Print Skala Psychological Well-being ....................................... 42
Tabel. 3 Skor Favourable dan Unfavourable Dukungan Sosial ...................... 42
Tabel. 4 Blue Print Skala Dukungan Sosial ..................................................... 43
Tabel. 5 Skor Favourable dan Unfavourable Rasa Syukur ............................. 43
Tabel. 6 Blue Print Skala Rasa Syukur ............................................................ 44
Tabel. 7 Data Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Purbolinggo .................... 48
Tabel. 8 Aitem Skala Psychological Well-being yang Valid dan Gugur ......... 52
Tabel. 9 Aitem Skala Dukungan Sosial yang Valid dan Gugur ....................... 53
Tabel. 10 Aitem Skala Rasa Syukur yang Valid dan Gugur ............................ 54
Tabel 11. Distribusi Aitem Valid Skala Psychological Well-being ................. 55
Tabel. 12 Distribusi Aitem Valid Skala Dukungan Sosial ............................... 55
Tabel. 13 Distribusi Aitem Skala Rasa Syukur ................................................ 56
Tabel. 14 Deskripsi Data Penelitian ................................................................. 59
Tabel. 15 Kategorisasi Psychological Well-being ........................................... 61
Tabel. 16 Kategorisasi Dukungan Sosial ......................................................... 62
Tabel. 17 Kategorisasi Rasa Syukur ................................................................ 64
Tabel. 18 Hasil Perhitungan Uji Normalitas K-S Test ..................................... 66
Tabel. 19 Hasil Perhitungan Uji Linieritas ...................................................... 67
xx
Tabel. 20 R-Square Model Summary ............................................................... 69
Tabel. 21 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Kedua dan Ketiga ......................... 70
Tabel. 22 Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif .................................... 72
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar. 1 Bagan Hubungan antara Vb1 dan Vb2 dengan VT .......................... 36
Gambar. 2 Pie Chart Kategorisasi Psychological Well-being ......................... 61
Gambar. 3 Pie Chart Kategorisasi Dukungan Sosial ....................................... 63
Gambar. 4 Pie Chart Kategorisasi Rasa Syukur .............................................. 64
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran A. Rancangan Skala Penelitian
Lampiran B. Distribusi Data Skala Try Out
Lampiran C. Validitas dan Reliabilitas Hasil Skala Try Out
Lampiran D. Skala Penelitian
Lampiran E. Data Skor Penelitian
Lampiran F. Tabulasi Data Skala Penelitian
Lampiran G. Data Nama PNS Menjelang Pensiun
Lampiran H. Hasil Uji Deskriptif Statistik
Lampiran I. Hasil Uji Asumsi
Lampiran J. Hasil Uji Hipotesis
Lampiran K. Surat Izin Penelitian
Lampiran L. Kartu Konsultasi
Lampiran M. Kartu Cek Plagiarisme
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia akan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu.
Hurlock (1980) menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan perkembangan yang
dialami manusia, yaitu periode prenatal, bayi, masa bayi, awal masa kanak-kanak,
akhir masa kanak-kanak, masa puber atau pra-masa remaja, masa remaja, masa
dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa lanjut usia atau dewasa akhir.
Masing-masing tahapan tersebut mempunyai tugas perkembangan dan
karakteristik yang berbeda-beda.Melalui tahap-tahap perkembangan tersebut,
Hurlock (1980) ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu
hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari.
Seseorang perlu melakukan usaha untuk mempertahankan hidup dengan
menjalani kehidupan sehari-hari hingga mencapai usia lanjut. Usaha untuk
mempertahankan hidup bagi semua makhluk dimulai dengan usaha untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu seperti makan dan minum.Diterangkan
dalam teori Maslow (Atkinson, 1983) memenuhi kebutuhan fisiologis adalah
pemenuhan kebutuhan hidup paling mendasar yang dilakukan oleh individu. Jika
suatu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan lain akan
meningkat pada hierarki yang lebih tinggi (Atkinson, 1983).
Salah satu carauntuk mendapatkan makan dan minum adalah dengan
bekerja. Seseorang yang bekerja akanmendapatkan imbalan yang dapat digunakan
1
2
untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa makan dan minum. Selain itu, bekerja
juga berguna untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri. Ada dua macam
kebutuhan akan harga diri, yang pertama yaitu kebutuhan akan kekuatan,
penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua
yaitu kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,
dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan diapresiasi orang lain (Sarwono,
2002).
Individu yang bekerja dalam suatu kantor atau instansi memiliki periode
dan waktu tertentu. Masa pekerjaan formal akan berakhir ketika seseorang
memasuki usia tertentu, hal ini disebabkan oleh keadaan fisik seseorang. Kondisi
fisik seseorang untuk bekerja memiliki batasan, semakin tua seseorang maka
semakin menurun kondisi fisiknya. Beriringan dengan hal tersebut, produktivitas
kerja yang dimiliki individu pun akan semakin menurun. Pada saat itu individu
akan diminta berhenti dari pekerjaannya atau biasa di sebut dengan pensiun atau
istirahat untuk menikmati hasil yang diperolehnya selama bekerja. Batas usia
pensiun PNS menurut Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yaitu
terdiri dari berbagai jabatan/golongan. PNS umum memiliki batas usia pensiun 58
tahun berdasarkan PP No. 65 tahun 2008, dosen dan guru besar/professor
memiliki batas usia pensiun 65 tahun berdasarkan pasal 67 ayat 5 UU No. 4 tahun
2005 tentang guru dan dosen, serta pada guru memiliki batas usia pensiun 60
tahun berdasarkan pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Manusia tidak selamanya dapat melakukan aktivitas secara formal,
terutama bagi yang bekerja di kantor atau instansi tertentu. Pensiun merupakan
3
akhir dari seseorang melakukan pekerjaannya.Memasuki masa pensiun tidak
selalu mudah di terima oleh individu yang bekerja. Meskipun di satu sisi pensiun
memberikan manfaat bagi para lanjut usia untuk memiliki waktu beristirahat yang
cukup dari aktivitas yang sekian lama menyita banyak waktu dan energi, di sisi
lain kondisi pensiun juga dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan, karena
individu yang mengalami pensiun akan kehilangan keterikatan mereka sebagai
pekerja, relasi sosial sebagai rekan kerja, dan identitas utama mereka sewaktu
masih bekerja (Kim dan Moen, 2002). Menurut Smith (1972), individu yang
belum siap menghadapi pensiun dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi menganggap bahwa masa pensiun merupakan suatu periode yang penuh
dengan kegetiran dan kepahitan karena mereka terpaksa harus kehilangan posisi
yang pernah dimilikinya. Mereka kehilangan posisi yang dibanggakan dan
memberinya tempat di masyarakat.
Hal ini senada dengan pernyataan Kuntjoro (2002) yang mengemukakan
pada saat seseorang memasuki masa pensiun terdapat tiga hal yang hilang dalam
kehidupan pegawai, yang pertama yaitu hilangnya kegiatan rutin yang dilakukan
sejak kerja sampai pulang kerja; kedua, kehilangan teman kerja; ketiga, seseorang
akan kehilangan sebagian pendapatan dan status yang disandang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kuntjoro, dkk., (2006) pada
pegawai PT. Semen Gresik, menyatakan bahwa pegawai merasa cemas saat
menghadapi masa pensiun karena adanya ketakutan akan ketidaktercukupinya
kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan mendadak seperti salah satu anggota
keluarga sakit ataupun ketika akan menyelenggarakan resepsi pernikahan putra-
4
putrinya. Pada umumnya pegawai tersebut beranggapan bahwa apabila masih
aktif bekerja, pegawai akan mendapat fasilitas-fasilitas yang akan meringankan
kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan mendadak. Selain itu juga ada anggapan
pegawai tersebut akan mendapat bantuan moril maupun materil dari rekan-rekan
sekantor. Saat masa pensiun, pegawai tersebut cemas sekalipun mendapat uang
pensiun karena masih ada anggapan bahwa jumlah uang pensiun yang diterima
kurang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Hal serupa juga terjadi di Yogyakarta baik PNS, anggota TNI maupun
Polri.Pegawai tersebut merasa tidak berguna lagi dan kesehariannya hanya
luntang-lantung.Banyak kasus yang menyebutkan bahwa pensiunan langsung
jatuh sakit atau mengalami stroke karena kaget dengan fase baru yang harus
pegawai tersebut hadapi, yaitu kehidupan setelah pensiun.Sebelum masa pensiun
terjadi, dalam kesehariannya pegawai tersebut memiliki aktivitas dengan jadwal
kerja yang padat dan dihormati bawahan.Namun, begitu pensiun, tiba-tiba terlepas
dari rutinitas kesibukan mereka.Seseorang yang tidak siap mental bisa langsung
jatuh dan jenuh dengan kondisi barunya. Tak jarang orang-orang seperti ini
mengalami stress, cemas, dan bahkan menderita sakit atau mengalami stroke
(Suara Karya, 2009).
Peneliti juga menemukan fenomena yang hampir serupa dengan kasus di
atas, hal ini terjadi karena adanya sudut pandang yang negatif mengenai pensiun.
Sebagai contoh peneliti melakukan wawancara padaST(58tahun)yang
mengatakanbahwaiamengalamisusahtidurakibatsering
terlintasdalampikirannyamengenaimasayang akaniaalamiselanjutnyasetelah
5
pensiun,iamenjadisering melamunjikasedang beradadirumahdantersadarjika
istrinyamenegurnya.Iapunsering menghabiskanwaktudimalamhari sebelumtidur
denganberjalanbolak-balikdiruangkeluarga karenacemas memikirkanmasa-
masasetelahpensiun.Terkadang istrinyamenjadisasaran
amarahnyaapabiladiasedang kelelahandan merasa pusing akan beban pikirannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hamidah (2004) mengungkapkan bahwa dari 30
pensiunan yang diteliti, terdapat 46 atau 6% peserta yang mengalami stress
dengan kategori tinggi. Kenyataan demikian muncul ketika seseorang tidak
mampu menerima kondisi pensiun dengan baik sehingga timbul gangguan
psikologis dan ketidaksehatan mental seperti cemas, stress, bahkan mungkin
depresi.Vahtera (dalam Republika online, 2009) mengemukakan bahwa
berdasarkan hasil penelitiannya terdapat tekanan stres yang dialami seseorang
akibat pensiun dan menimbulkan efek bagi penderitanya yaitu gangguan tidur.
Peneliti melakukan wawancara dengan TK (59 tahun) yang berprofesi
sebagai kepala sekolah, ia menyatakan bahwa pensiun dari pekerjaan membuat
dirinya kehilangan penghargaan di lingkungan sekitarnya. Iamengakubahwa ia
belumsanggupmenerima kehidupanbarunyadanpergi meninggalkan
rekankerjanyaserta kehilanganrutinitaskesehariannya.Terlebihia adalahsosokyang
sangatdihargaidilingkungannyakarenajabatanyang diembannya.Setelah
mengalamipensiun,ia berfikirbahwaorang-orang di lingkungan sekitarnyatidak
akan lagi menghormati keberadaannya. Sehingga pada saat masa pensiunnya tiba,
ia memilih untuk tetap melanjutkan mengajar di sekolahnya meski sudah
waktunya pensiun.
6
Lain halnya dengan SY (59 tahun) memaparkan bahwasanya dalam
menghadapi masa pensiun ia hanya bisa mensyukuri apa yang seharusnya sudah
terjadi pada hidupnya. Kehilangan teman-teman kerja beserta rutinitas kerjanya
memang akan membuat hidupnya merasa bosan, tetapi ia memilih untuk
menerima hal tersebut karena baginya itu memang sudah waktunya, terlebih
pekerjaan yang dijalaninya ini kurang lebih sudah mencapai 30 tahun. SY juga
menyatakan bahwa ia memilih untuk menikmati masa pensiunnya dengan
bermain bersama cucu-cucunya di rumah, mengantarkan mereka ke sekolah, dan
juga lebih mempunyai banyak waktu bersama suaminya di rumah.
Hidup bahagia dan sejahtera memang merupakan cita-cita setiap orang,
termasuk pegawai yang memiliki kehidupan di masa pensiun. Beragam cara telah
diupayakan setiap individu guna memenuhi kesejahteraan hidup, namun banyak
orang tidak menyadari bahwa seseungguhnya bukan kesejahteraan fisik saja yang
perlu dikhawatirkan, tetapi juga kesejahteraan psikologis pun harus diperhatikan.
Penting untuk diakui bahwa di masyarakat kita belum memberikan perhatian
penuh yang serius terhadap masalah kesehatan psikologis.Tentu hal ini sangat
tampak karena hingga saat ini baik pemerintah maupun masyarakat memilih untuk
lebih fokus terhadap masalah yang terlihat di permukaan saja, serta mengabaikan
efek psikologis dari fenomena-fenomena yang terjadi pada masyarakat.
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dalam diri seseorang
tidak hanya disebutkan sebagai kondisi dimana tidak terdapat gangguan
psikologis yang terjadi pada individu, namun juga bagaimana individu tersebut
menyadari sumber daya psikologis yang ada di dalam dirinya serta mampu
7
mengaplikasikannya. Ryff (1995) mengatakan adanya kesejahteraan psikologis
akan membuat seseorang menyadari akan potensi yang dimiliki, meningkatkan
kualitas hubungan interpersonal yang baik dan tujuan yang jelas dalam hidup. Hal
ini akan mendorong seseorang tidak hanya mendapatkan kebahagiaan semata,
namun juga berusaha untuk mencapai kesempurnaan terhadap potensi diri yang
dimiliki. Mampu menghadapi berbagai macam tuntutan kehidupan dan berhasil
menjadi sosok dengan kepribadian yang utuh, serta mampu menunjukkan perilaku
yang normal sehingga dapat mencapai hidup dengan damai dan sejahtera.
Al-Qur‟an membahas psychological well-being dalam firman Allah SWT
berikut ini:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram” (QS. Ar-Ra‟d: 28)
Dalam tafsir Al-Misbah oleh Quraish Shihab surat Ar-Ra‟d ayat 28 menjelaskan
bahwa orang-orang yang selalu kembali kepada Allah dan menyambut kebenaran
itu adalah orang-orang yang beriman. Mereka adalah orang-orang yang ketika
berzikir mengingat Allah dengan membaca Al-Qur‟an dan sebagainya, hati
mereka menjadi tenang. Hati memang tidak akan dapat tenang tanpa mengingat
dan merenungkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah, dengan selalu mengharap
keridoan-Nya.
8
Ketika individu memiliki hati yang tenang maka perasaan bahagia akan
cenderung hadir di dalam dirinya. Survei dari Badan Pusat Statistik (BPS)
membuktikan indeks kebahagiaan Indonesia di tahun 2017 mencapai 70,69
dengan rentang skala 0-100. Indeks kebahagiaan penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan cenderung lebih rendah dibandingkan penduduk yang tinggal
diperkotaan, yaitu dengan angka 69,57 dibanding 71,64. Menurut penjelasan dari
Kepala BPS bahwasanya pada tahun 2017 indeks kebahagiaan Indonesia terhitung
melalui indeks komposit yang mencakup tiga dimensi yaitu kepuasan hidup (life
satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia) (Badan Pusat
Statistika, 2018).
Jumlah indeks dimensi kepuasan hidup (life satisfaction) yaitu 71,07 yang
terdiri dari indeks sub dimensi kepuasan hidup personal sebesar 65,98 dan indeks
sub dimensi kepuasan hidup sosial sebesar 76,19, kemudian indeks dimensi
perasaan (affect) sebesar 68,59 serta indeks dimensi makna hidup (eudaimonia)
sebesar 72,23. Sesuai dengan informasi Badan Pusat Statistika (BPS) jika dihitung
menggunakan metode 2014, provinsi Lampung memiliki indeks kebahagiaan
sebesar 67,82 pada tahun 2017, sedangkan indeks kebahagiaan sebesar 67,92 pada
tahun 2014, dengan demikian telah terjadi penurunan indeks sebesar 0,10 poin.
Indeks kebahagiaan provinsi Lampung menduduki urutan 25 dari 33 provinsi
yang terletak di Indonesia. Pada tahun 2017 indeks kebahagiaan Lampung pada
tahun 2017 sebesar 69,51 (Badan Pusat Statistika Provinsi Lampung, 2018).
Kebahagiaan adalah idaman semua orang, oleh karena itu setiap manusia
berupaya menciptakan kehidupan yang sejahtera baik kondisi fisik, psikis, dan
9
sosialnya.Psychological well-beingmerupakan kunci bagi seseorang untuk
menjadi sehat secara utuh dan dapat menggunakan potensi yang ia miliki secara
maksimal. Penelitian Goldsstein (2007) mengungkapkan bahwa seseorang yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat merendahkan stress. Maka
dari itu untuk mempertahankan mental yang sehat diperlukan bentuk dukungan
dari lingkungan sosialnya.
Seseorang yang memiliki dukungan sosial dari teman dan keluarga
memungkinkan untuk memiliki sumber daya yang lebih besar untuk melakukan
coping terhadap peristiwa yang menimbulkan stress sehingga memungkinkan
mereka kurang melihat peristiwa tersebut sebagai sebuah permasalahan
(Sanderson, 2004). Adanya pengaruh dukungan sosial terhadap psychological
well-beingberkaitan dengan salah satu dimensi psychological well-beingyaitu
kemampuan untuk memelihara hubungan positif dengan orang lain sehingga
psychological well-being pada PNS menjelang masa pensiun akan dapat tercapai
jika mereka mendapatkan dukungan sosial dari keluarga maupun temannya.
Islam mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi dan
menyayangi sebagai bentuk dukungan sosial antar sesama,
“Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan
untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang” (QS. Al-Balad: 17)
10
Dalam tafsir Jalalyn surat Al-Balad ayat 17 menjelaskan bahwa lafal ayat ini di
„athafkan kepada lafal iqtahama dan lafal tsumma menunjukkan makna urutan
penyebutan atau tartiibudz dzikr, artinya dia sewaktu menempuh jalan yang sulit
itu (termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan) yakni sebagian
diantara mereka berpesan kepada sebagian yang lain (untuk bersabar) di dalam
menjalankan amal ketaatan dan menjauhi perbuatan kemaksiatan (dan saling
berpesan untuk berkasih sayang) terhadap semua makhluk.
Selain faktor dukungan sosial, rasa syukur juga mempengaruhi
psychological well-being, ketika seseorang mampu bersyukur maka pandangan
hidupnya akan positif. PNS yang menjelang pensiun akan menerima segala
sesuatu yang ada dihidupnya sebagai tanda rahmat dari Allah SWT. Dengan
syukur, PNS yang menjelang pensiun akan mampu menerima keadaan dirinya,
dimana hal ini akan membuat individu memiliki kesehatan mental untuk bersikap
positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Syukur juga membuat
seseorang menyadari pentingnya untuk menjaga hubungan baik dengan orang-
orang, mencintai hal-hal yang ada disekitarnya, serta mengevaluasi dirinya bahwa
apa yang dilakukan sudah memenuhi standar personal.
Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar selalu mensyukuri nikmat
yang telah diberikan, dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 152:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”
11
Dalam tafsir Almisbah oleh Quraish Shihab surat Al-Baqarah ayat 152
menjelaskan bahwa orang yang beriman diminta untuk selalu mengingat Allah
dengan melakukan ketaatan niscaya Allah akan mengingat mereka dengan
memberikan pahala. Allah meminta untuk mensyukuri segala nikmat yang telah
dicurahkan dan tidak mengingkari dengan menyalahi perintah Allah SWT.
Dukungan sosial dan rasa syukur inilah yang akan merujuk pada kondisi
psychological well-being atau kesejahteraan psikologis. Apabila individu
memiliki dukungan sosial dan rasa syukur yang baik maka psychological well-
beingakan dapat tercapai oleh para PNS yang akan memasuki masa pensiun dan
menjalani kehidupannya di akhir pola perkembangan hidupnya. Tentunya PNS
yang akan memasuki masa pensiun diharapkan bisa menelaah lebih lanjut
mengenai kepentingan keberadaan hidupnya berdasarkan sudut pandang dirinya
sendiri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian adalah “Adakah hubungan antara dukungan sosial
dan rasa syukur dengan psychological well-being pada pegawai negeri sipil (PNS)
menjelang masa pensiun?”
12
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dan rasa syukur dengan
psychological well-being pada pegawai negeri sipil (PNS) yang
menjelang masa pensiun
2. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan psychological
well-being pada pegawai negeri sipil (PNS) yang menjelang masa
pensiun
3. Untuk mengetahui hubungan rasa syukur dengan psychological well-
being pada pegawai negeri sipil (PNS) yang menjelang masa pensiun.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis laksanakan ini diharapkan dapat mempunyai
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi
dan menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca terkait ilmu psikologi,
khususnya dalam bidang psikologi sosial dan psikologi perkembangan. Selain itu,
diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana perkembangan psychological
well-being pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta seberapa besar pengaruh
dukungan sosial di lingkungan sekitarnya dan rasa syukur yang dimilikinya dalam
menghadapi masa pensiun yang akan datang.
13
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengaplikasiannya, baik oleh
Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun instansi tempat PNS bekerja. Adapun
manfaatnya adalah sebagai berikut:
a. Bagi subjek penelitian
Jika penelitian ini terbukti benar, manfaat dari penelitian ini
diharapkan dapat membantu Pegawai Negeri Sipil (PNS) supaya mampu
menyikapi setiap keresahan yang dialami pada saat menjelang masa
pensiun dan mempunyai pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain dengan mensyukuri segala hal yang telah dilalui dalam
hidupnya.
b. Bagi lembaga
Pemerintah atau lembaga yang bersangkutan dengan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) menjelang masa pensiun diharapkan dapat memberikan
dukungan sosial berupa perhatian yang lebih dengan mengoptimalkan
program Masa Persiapan Pensiun (MPP) sehingga dapat meningkatkan
psychological well-being pada diri PNS yang akan menghadapi masa
pensiun.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Jika penelitian ini terbukti benar, diharapkan hasil dari penelitian ini
bisa menjadi bahan rujukan penelitianmendatang, khususnya yang akan
meneliti terkaitpsychological well-beingdengan faktor-faktor lain selain
dukungan sosial dan rasa syukur.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psychological Well-being
1. Pengertian Psychological Well-being
Psychological well-beingadalah keadaan individu yang memiliki sikap
positif pada dirinya sendiri dan orang lain, bisa mengambil keputusan sendiri dan
mengatur tingkah lakunya sendiri, serta menciptakan dan mengatur
lingkungannya yang selaras dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup, dan
membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan
mengembangkan diri. Selanjutnya Ryff & Keyes dalam jurnal ilmiahnya yang
berjudul “The Structure of Psychological Well-being Revisited” (1995) juga
mengatakan bahwa manusia memiliki dua fungsi positif untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologisnya, yang pertama adalah tentang bagaimana individu
membedakan hal positif dan negatif akan memberikan pengaruh untuk pengertian
kebahagiaan, konsep kedua adalah menekankan kepuasan hidup sebagai kunci
utama kesejahteraan.
Pendapat lain dari Ryff (1989) manusia bisa disebut memiliki
kesejahteraan psikologis yang baik adalah bukan sekedar bebas dari indikator
kesehatan mental negatif, seperti terbebas dari kecemasan, tercapainya
kebahagiaan dan lain-lain. Hal yang lebih krusial diperhatikan ialah kepemilikan
akan penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, kemampuan
untuk memiliki rasa akan pertumbuhan dan pengembangan pribadi secara
14
15
berkelanjutan. Ryff juga menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis
menggambarkan sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia
berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian
potensi-potensi mereka sendiri. Disebutkan dalam Al-Qur‟an Allah SWT
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (QS.
Al-Hajj: 77)
Firman Allahsurat Al-Hajj yang disebutkan dalam ayat 77 di atas
menginformasikan kepada kita untuk meraih kesuksesan di dunia hingga di
akhirat dibutuhkan usaha terpadu yaitu dengan meningkatkan kegiatan ubudiyah
atau hablumminallah dan kegiatan memproduksi kebajikan atau hablumminannas.
Selain diperintahkan untuk beribadah dan menyembah Allah SWT,
sebagaiseorang mukmin juga diperintahkan untuk melakukan kebajikan pada
sesama manusia.
Dari penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa psychological
well-beingmerupakan kondisi dimana individu mampu bersikap optimis, memiliki
tujuan yang berarti, serta dapat menciptakan lingkungan yang kompatibel dengan
kebutuhannya.
16
2. Dimensi-dimensi Psychological Well-being
Psychological well-being dijelaskan oleh Ryff & Keyes (1995) ke dalam
enam dimensi utama, yaitu otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan
(environmental mastery), pengembangan diri (personal growth), relasi yang
positif dengan orang lain (possitive relation with others), tujuan hidup (purpose in
life) dan penerimaan diri (self acceptance).
a. Otonomi (autonomy)
Otonomi atau kemandirian merupakan tingkat kemampuan individu dalam
menentukan arah hidupnya sendiri, memiliki kebebasan, bisa mengendalikan
kondisi internal dan juga perilaku dari dirinya. Definisi otonomi tersebut
menegaskan bahwa dasar terbentuknya fikiran dan tindakan individu berasal dari
dalam dirinya sendiri dan tidak adanya kendali dari orang lain. Individu yang
mempunyai kemandirian dipastikan mampu mengatur kehidupannya sendiri serta
mempunyai harapan sesuai dengan standarnya sehingga terbentuklah kepercayaan
pada diri sendiri dan bukan dari orang lain.
Menurut Ryff (1995), individu yang berhasil mempunyai otonomi tinggi
maka ia akan mampu membentuk keputusan untuk diri sendiri yaitu berarti
mampu membebaskan dirinya dari tekanan sosial. Begitupun sebaliknya,
seseorang dengan kemampuan otonomi rendah akan mengevaluasi dirinya dengan
bantuan orang lain dan berdasarkan pandangan orang lain.
b. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Penguasaan lingkungan dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu
untuk menentukan dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi
17
psikisnya. Pendapat dari Ryff (1995), seseorang yang berhasil menguasai
lingkungan maka ia akan berkompetensi dalam mengatur lingkungan, bisa
mengontrol kegiatan-kegiatan eksternal, dapat selektif dalam mengambil
kesempatan yang ditawarkan lingkungan dan mampu menciptakan lingkungan
sesuai dengan kebutuhannya. Pun sebaliknya, individu yang memiliki penguasaan
lingkungan yang rendah akan mengakibatkan ia lebih cenderung kesulitan dalam
mengembangkan lingkungan disekitarnya, kurang menyadari kesempatan yang
ditawarkan di lingkungan serta sulit untuk mengontrol diri terhadap dunia di luar.
c. Pengembangan diri (personal growth)
Pengembangan diri ialah tingkat kemampuan seseorang dalam
mengeksplorasi potensi yang dimilikinya dan dapat mengembangkan diri sebagai
manusia.Dalam diri individu terdapat suatu kekuatan yang terus berusaha
menghadapi tantangan hidup di dunia luar hingga pada akhirnya individu berjuang
demi meningkatkan kesejahteraan hidup, bukan hanya sekedar memenuhi aturan
moral.
d. Relasi yang positif dengan orang lain (possitive relation with others)
Relasi positif dengan orang lain ditunjukkan dengan hubungan yang
bersifat hangatyang di bangun individu terhadap orang lain, hubungan
interpersonal yang dilandasi oleh rasa percaya, serta perasaan mencintai dengan
penuh kasih sayang pada sesama manusia. Hal tersebut tidak hanya sekedar
menjalin hubungan demi memenuhi kebutuhan psikologis seperti kedekatan,
namun hubungan tersebut telah didasari pengalaman diri sebagai metafisik yang
18
dihubungkan dengan kemampuan menggabungkan identitas diri dengan orang lain
serta menghindarkan diri dari perasaan terisolasi dan sendiri.
Ryff (1995) juga menjelaskan bahwa semakin besar kemampuan individu
dalam membina hubungan interpersonal maka hal ini membuktikan bahwa ia
mempunyai perhatian pada kesejahteraan hidup orang lain dengan memahami
konsep memberi dan menerima dalam membangun sebuah hubungan. Begitupun
sebaliknya, seseorang yang sulit dalam membangun hubungan maka iaakan
merasa terisolasi dari lingkungan, kurang bisa menunjukkan sikap hangat, dan
tidak bisa memperhatikan kesejahteraan orang lain
e. Tujuan hidup (purpose in life)
Individu yang menilai dirinya dengan baik pasti ia memiliki arah dan
tujuan untuk hidupnya sehingga memberikan kontribusi pada perasaan bahwa
hidupnya berarti. Ryff (1995) mengungkapkan bahwa individu yang mempunyai
tujuan hidup yang baik disebut memiliki arah kehidupan dan dapatmemaknai
kehidupannya dari pengalaman hidup masa kini dan masa lalu.Sebaliknya,
seseorang yang kurang memiliki tujuan hidup maka hanya sedikit memiliki
keinginan dan cita-cita saja, serta tidak memiliki kesadaran bahwa hidupnya
berarti.
f. Penerimaan diri (self acceptance)
Dimensi selanjutnya yaitu penerimaan diri, ialah kemampuan seesorang
dalam menerima dirinya dan pengalaman sendiri secara apa adanya. Di saat
individu mampu menerima dirinya secara apa adanya, baik dari sisi negatif
maupun segi positif, dimungkinkan ia akan mengolahnya menjadi sikap positif
19
terhadap diri sendiri. Dengan adanya penerimaan diri secara positif maka sikap
toleransi pun meningkat terhadap pengalaman yang tidak
menyenangkan.Penerimaan diri merupakan salah satu karakteristik dari aktualisasi
diri.Penerimaan diri dapat dikaitkan dengan rasa percaya diri. Seseorang yang
berhasil menerima dirinya dalam kondisi apapun, maka ia akan menerima dengan
baiksegala bentuk masa lalu yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Cara pandang individu terhadap masa lalu merupakan poin
penting terhadap keberhasilan mencapai psychological well-being.
Semakin seseorang bisa menerima dirinya, maka akan semakin tinggi
sikap positifnya tersebut terhadap dirinya sendiri dengan memahami dan
menerima semua aspek diri, termasuk kualitas diri yang buruk dan memandang
masa lalu sebagai sesuatu yang baik. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan
individu terhadap diri sendiri maka ia akan semakin tidak puas terhadap dirinya
sendiri. Selain itu iaakan kecewa dengan masa lalusehingga menumbuhkan
perasaan ingin menjadi orang lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-being
Faktor-faktor yang memengaruhi kondisi psychological well-being
menurut pendapat Ryff (1995) ialah sebagai berikut:
a. Faktor-faktor demografis dan klasifikasi sosial
Faktor demografis dan klasifikasi sosial mencakup ras, usia, jenis kelamin,
pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan. Menurut beberapa penelitian
ditemukan bahwa faktor ini tidak terlalu memberikan sumbangan pengaruh
terhadap psychological well-being.Ternyata faktor demografis hanya
20
menyumbang berkisar kurang dari 10%, namun tak menutup kemungkinan tidak
adanya hubungan kesejahteraan psikologis dengan faktor demografis.
b. Usia
Pendapat dari Ryff (1995) menyatakan ditemukan perbedaan antara
usiaseseorang dengan psychological well-being, kemudian Ryff dan Singer
membuktikannya dalam jurnal Psychological Well-being: Meaning, Measurement,
and Implication for Psychoterapy Health (Lakoy, 2009) bahwa beberapa dimensi
psychological well-beingseperti penguasaan lingkungan dan otonomi cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia individu.
c. Jenis kelamin
Selain usia, perbedaan jenis kelamin pun memengaruhi aspek-aspek
psychological well-beingbahwa wanita memiliki kemampuan lebih tinggi dalam
menjalin hubungan positif dengan orang lain serta memiliki pertumbuhan pribadi
yang lebih baik daripada laki-laki.
d. Status sosial ekonomi
Disebutkan dalam jurnal Psychological Well-being: Meaning,
Measurement, and Implication for Psychoterapy Health (Lakoy, 2009) bahwa
perbedaan status sosial ekonomi mempunyai keterkaitan denganpsychological
well-being individu. Apabila seseorang mempunyai psychological well-beingyang
tinggi maka ia akan memiliki status pekerjaan yang tinggi. Pendapat lain dari
Davis (dalam skripsi yang berjudul Psychological Well-being Perempuan Bekerja
dengan Status Menikah dan Belum Menikah, Lakoy, 2009) bahwa psychological
21
well-being berhubungan dengan tingkat penghasilan, status pernikahan, dan
dukungan sosial.
e. Budaya
Jurnal yang ditulis oleh Ryff dan Singer dengan judulPsychological Well-
being: Meaning, Measurement, and Implication for Psychoterapy Health (Lakoy,
2009) membuktikan bahwa ditemukan perbedaan psychological well-beingantara
masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi pada individualisme dan
kemandirian seperti dalam aspek penerimaan diri atau aspek otonomi lebih
menonjol dalam konteks budaya barat. Sementara itu, masyarakat yang memiliki
budaya berorientasi kolektif dan saling ketergantungan dalam konteks budaya
timur seperti yang termasuk dalam aspek hubungan positif dengan orang yang
bersifat kekeluargaan.
f. Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan rasa nyaman,
perhatian, penghargaan atau pertolongan yang dipersepsikan.Hal-hal demikian
dapat diperoleh dari lingkungan sekitar kita.Cobb menjelaskan (dalam skripsi
yang berjudul Psychological Well-being Perempuan Bekerja dengan Status
Menikah dan Belum Menikah, Lakoy, 2009) dukungan sosial dapat
menumbuhkan perasaan dicintai, dihargai, diperhatikan, dan sebagai bagian dari
suatu jaringan sosial seperti organisasi masyarakat dalam individu.
g. Daur hidup keluarga
Beberapa peneliti telah melakukan kajian menggunakan indikator
psychological well-beingseperti konsep diri, kesehatan mental dan kepuasan hidup
22
untuk mempelajari hubungan antara daur hidup keluarga denganpsychological
well-being dari anggota keluarga.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, dalam penelitian ini faktor-faktor yang
mempengaruhi psychological well-being lebih mengacu kepada dukungan sosial
dan daur hidup keluarga, dimana seorang pegawai negeri sipil yang menjelang
masa pensiun perlu adanya dukungan sosial dari lingkungan dan keluarganya
untuk menerima kondisi baru yang akan dijalaninya atau memasuki masa pensiun
guna adanya penerimaan dalam diri dan mendapatkan kesejahteraan psikologi
bagi dirinya.
B. Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan,
kesediaan, kepedulian dari orang lain yang dapat diandalkan, menghargai dan
menyayangi kita. Selain itu dukungan sosial yang diberikan oleh orang terdekat
(significant others) berupa perhatian, emosi, bantuan instrumental, pemberian
informasi dan penilaian diri kepada individu yang menghadapi masa pensiun
dapat mengubah persepsi ketakutan serta kekhawatiran individu tersebut dalam
menghadapi masa pensiun (Isnawati & Suharyadi, 2013).
Dukungan sosial menunjukkan pada hubungan interpersonal yang
melindungi individu terhadap konsekuensi negatif dari stres.Dukungan sosial
yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai,
timbul rasa percaya diri dan kompeten.Hubungan sosial yang supportif secara
23
sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan
memperbaiki kesehatan.Selain itu, dukungan sosial bisa efektif dalam mengatasi
tekanan psikologis pada masa-masa sulit dan menekan (Taylor, 2009).
Dukungan sosial adalah salah satu fungsi dari ikatan sosial dan ikatan-
ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan
interpersonal (Smet, 1994). Hubungan yang positif dengan orang lain disebut
sebagai aspek yang dapat memberikan kepuasan secara emosional dalam
kehidupan individu. Dukungan sosial merujuk kepada hubungan interpersonal
yang melindungi individu terhadap konsekuensi negatif dari stres. Ketika
lingkungan sekitar individu mendukung maka segalanya akan terasa lebih mudah.
Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu interaksi sosial berupa bantuan
dan dukungan untuk indvidu lain demi kesejahteraan manusia.
2. Aspek-aspek Dukungan Sosial
Terdapat empat aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1994) yaitu
diantaranya:
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional merupakan ekspresi rasa empati dan rasa perhatian
terhadap seseorang, sehingga individu tersebut merasa nyaman, merasa dicintai,
dan diperhatikan. Dukungan emosional ini dapat berupa perilaku seperti
memberikan perhatian dan afeksi, serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang
lain.
24
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan ekspresi yang berupa pernyataan
setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa yang
diberikan untuk orang lain.
c. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental ialah dukungan yang dibuktikan secaranyata dan
langsung, misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi dapat berupa saran, solusi, arahan dan umpan balik
tentang bagaimana cara memecahkan permasalahan.
Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) menyatakan tiga dimensi
dukungan sosial, yaitu:
a. Dukungan keluarga (family support) yang diberikan oleh keluarga
terhadap individu seperti membantu dalam membuat keputusan maupun
kebutuhan secara emosional.
b. Dukungan teman (friend support) yang diberikan oleh teman-teman
individu seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari maupun bantuan
dalam bentuk lainnya.
c. Dukungan orang yang istimewa (significant other support) yang diberikan
oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan individu seperti membuat
individu merasa nyaman dan merasa dihargai.
25
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek
dukungan sosial yang mengacu pada teori Sarafino (1994) yaitu antara lain:
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan
dukungan informasi.
C. Rasa Syukur
1. Pengertian Rasa Syukur
Emmons (2004) mengungkapkan bahwa rasa syukur(gratitude) merupakan
perasaan yang menyenangkan dan penuh terimakasih sebagai respon dari
penerimaan kebaikan yang membuat seseorang menyadari, mengerti, dan tidak
menyalahgunakan pertukaran keuntungan dengan orang lain.
Rusdi (2016) mengungkapkan bahwa bersyukur dapat bersifat responsif
dan ekspresif, tidak cukup hanya dengan merasakan ridho atau ketenangan saja,
syukur memerlukan ekspresi dan tindakan positif atas nikmatr tersebut.
Syukur dalam perspektif Islam telah dijelaskan dengan detail. Menurut
bahasa, kata syukur berasal dari bahasa Arab “Syakara” yang memiliki makna
pujian atas kebaikan, penuhnya sesuatu, dan menampakkannya ke permukaan,
yang masudnya ialah memberikan atau berbagi nikmat yang telah diterima kepada
yang berhak atau kepada yang membutuhkan. Bersyukur menurut istilah ialah
mengakui nikmat yang Allah SWT karuniakan disertai dengan kepatuhan kepada-
Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Rasa syukur merupakan bentuk dari rasa berterimakasih yang dilakukan
oleh individu dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya,
termasuk dalam respon kegembiraan dan cenderung untuk melihat kehidupannya
26
sebagai anugerah (Sativa & Helmi, 2013). Sebagaimana telah dijelaskan dalam
Al-Qur‟an:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"” (QS.
Ibrahim: 7)
Dalam tafsir Quraish Shihab surat Ibrahim ayat 7 menjelaskan bahwa “Ingatlah
wahai Banu Israfil ketika kalian diberitahu Tuhan dengan mengatakan apabila
kalian mensyukuri nikmat penyelamatan dan lain-lain yang pernah Aku berikan
kepada kalian berupa keteguhan iman dan ketaatan, niscaya Aku akan menambah
nikmat-nikmat yang telah Aku berikan itu. Tetapi apabila kalian mengingkarinya
dengan kekafiran dan perbuatan maksiat niscaya Aku akan menyiksa kalian
dengan siksaan yang menyakitkan. Siksaan-Ku memang sangat pedih bagi orang-
orang yang ingkar.”
Berdasarkan konsep Islam, rasa syukur secara umum didefinisikan oleh Al
jauziyah sebagai tingkat penerimaan diri terhadap semua kebaikan yang telah
diberikan Tuhan dan dimanifestasikan dalam bentuk ucapan
(alhamdulillahirobbilalamin), perbuatan, dan diyakini dalam hati.Secara hakikat
makna rasa syukur berarti ridho dengan mudah atas nikmat Allah SWT. Para
ulama berpendapat bahwa syukur merupakan bentuk ekspresi atas nikmat Allah
dengan cara yang baik.
27
Bersyukur merupakan variabel yang sering berhubungan dengan variabel
positif lain (Rusdi, 2016).Orang yang bersyukur menunjukkan peningkatan mood
yang positif.Rasa syukur secara kuat berhubungan dengan kebahagiaan (well-
being). Ciri individu yang bersyukur yaitu mampu mengorbankan apa yang
mampu dilakukan untuk bersyukur dengan hati, ucapan, anggota tubuh
(perbuatan) secara yakin dan arif (bijak).
Berdasarkan dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa rasa
syukur adalah sikap terimakasih yang diungkapkan dengan responsif dan
ekspresif atas nikmat yang telah diterima oleh individu.
2. Dimensi Rasa Syukur
Dimensi rasa syukur menurut Rusdi (2016) diantaranya yaitu:
a. Bersyukur dengan ilmu
Imam Ghazali (dalam Rohma, 2013), bersyukur dengan ilmu berarti
mempunyai pemahaman bahwa seluruh nikmat dan kebaikan berasal dari Allah
SWT.Hal tersebut mendorong individu untuk selalu senang dan mencintai Allah
sebagai bentuk kepatuhan.
b. Bersyukur dengan hati
Bersyukur dengan hati menurut Ibnu Qudamah (dalam Rohma, 2013)
yaitu adanya rasa puas, gembira, dan mengakui nikmat yang diterima berasal dari
Allah SWT.
c. Bersyukur dengan lisan
Bentuk syukur dengan lisan yaitu memuji atas nikmat yang diberikan,
misalnya dengan mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai bentuk pujian kepada
28
Allah SWT. Hadist yang diriwayatkan oleh Tabrani dan Ahmad yang berbunyi:
“Orang yang paling bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling
berterimakasih kepada manusia”.
d. Bersyukur dengan perbuatan
Syukur melalui perbuatan tercermin dari perilaku menaati segala perintah
Allah serta menjauhi yang dilarang.Menggunakan nikmat yang diterima untuk
berbuat kebaikan juga merupakan ekspresi syukur, misalnya dengan
menyedekahkan sebagian hartanya kepada jalan yang baik.
Dapat disimpulkan bahwa empat dimensi rasa syukur yaitu menampakkan
nikmat Allah melalui lisan seorang hamba dengan pujian, oleh hati seorang hamba
dengan kesaksian dan cinta serta dengan anggota tubuh yang menerima dan
taat.Syukur dengan hati yaitu merasakan nikmat yang diterima.Syukur dengan
lisan yaitu mengucapkan pujian atas nikmat yang diterima.Syukur dengan anggota
tubuh yaitu membalas nikmat yang diterima dengan bentuk perbuatan oleh
anggota tubuh.
D. Pensiun
1. Pengertian Pensiun
Menurut Kimmel (dalam Parmono, 2007) pensiun merupakan suatu
perubahan yang penting dalam perkembangan individu yang ditandai dengan
perubahan sosial.Perubahan sosial ini harus dihadapi oleh para pensiunan berupa
penyesuaian diri terhadap keadaan yang tidak bekerja, berakhirnya karier pada
pekerjaan formal, kurangnya penghasilan dan bertambahnya waktu luang yang
sangat mengganggu. Menurut Atwater (dalam Sari, 2010) pensiun sebagai suatu
29
proses pengunduran diri individu dari aktivitas atau status pekerjaan rutin yang
biasanya disebabkan oleh perubahan pada usia dan kesehatan. Pensiun dianggap
sebagai krisis dan transisi dari bekerja menjadi tidak bekerja atau pensiun
merupakan suatu stressor kehidupan bagi orang yang menjalaninya.
Agustina (2012) mengatakan secara umum arti kata “Pensiun” adalah
dimana seorang individu yang sudah tidak bekerja lagi dikarenakan usianya yang
sudah lanjut dan harus diberhentikan, dengan kata lain masa pensiun
mempengaruhi aktivitas seorang individu dari situasi kerja di luar pekerjaan.
Sedangkan berdasarkan psikologi perkembangan, pensiun adalah suatu masa
transisi ke pola hidup baru ataupun akhir dari pola hidup.
Kondisi ini mengakibatkan transisi peran dari seorang pekerja menjadi
seorang pensiunan yang tidak bekerja lagi.Masa-masa ini cukup kritis dalam
perjalanan hidup seseorang dan memengaruhi kesejahteraan hidupnya kelak.
2. Fase-fase Pensiun
Atchly (1983) mengemukakan suatu model mengenai fase-fase masa
pensiun. Terdapat tujuh fase masa pensiun, yaitu diantaranya:
a. Remote
Pada fase ini sebagian besar pekerja secara kasat mata tidak menampakkan
tanda-tanda melakukan persiapan pensiun, namun seiring waktu yang semakin
dekat dengan tibanya masa pensiun, mereka sering melakukan penolakan (denial)
bahwa sudah dekat masa untuk berhenti bekerja.
30
b. Near
Pada fase ini pekerja mencapai tahap dimana mereka sudah mau mengikuti
program perencanaan menjelang masa pensiun.Program perencanaan menjelang
pensiun membantu pekerja dalam bertransisi dari masa bekerja ke masa berhenti
bekerja.
c. Honeymoon
Fase ini setelah pekerja mengalami masa pensiun.Di fase ini pensiunan
menjalani masa pensiun sebagai suatu fase yang menyenangkan, mendapat
kebebasan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang diminati.Fase ini juga
membentuk suatu aktivitas kebiasaan rutin. Jika rutinitasnya memuaskan,
penyesuaian terhadap masa pensiun akan berhasil.
d. Disenchanment
Di fase ini hanya terdapat beberapa pensiunan yang mengalaminya. Fase
ini dialami oleh pensiunan yang tidak menyiapkan diri pada saat akan menghadapi
masa pensiun. Setelah melewati fase honeymoon, kehidupan mulai dirasa
membosankan, bayangan kehidupan di masa pensiun tidak seperti kenyataannya.
Pada fase ini banyak pensiunan yang mengalami kekecewaan hidup, depresi, post
power syndrome, bahkan merasa tidak punya apa-apa lagi serta didukung dengan
lingkungan sosial yang dirasa asing karena tinggal di rumah baru setelah pensiun.
e. Reorientation
Pada fase ini pensiunan mulaimengkaji ulang (reorientation) dan
menyesuaikan diri terhadap kehidupan yang baru.Di fase ini sangat diperlukan
bantuan dari keluarga dan lingkungan sekitar untuk melewati fase ini.
31
f. Stability
Pada fase ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat
menyesuaikan dirinya dengan gaya hidup dan peran-peran yang baru. Pensiunan
akan melakukan rutinitas kegiatan yang baru.
g. Termination
Tahap terminationditandai dengan semakin bertambahnya usia, kondisi
fisik orang lanjut usia semakin lemah. Bahkan kegiatan rutin dalam tahap
stabilitas pun berkurang yang berangsur-angsur lepas.
E. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Rasa Syukur dengan
Psychological Well-being pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) Menjelang
Masa Pensiun
Pensiun bermakna berhenti.Dalam kalimat tersebut makna “Berhenti”
sering disalahartikan oleh beberapa orang sebagai pegawai yang tak memiliki
penghasilan, jabatan, kegiatan, status, hingga harga diri.Pensiun dapat disebut
selesai dari pekerjaan rutin yang bersifat formal.Pensiun sangat diperlukan oleh
siapa saja, baik itu perusahaan atau urusan pribadi dalam rangka menyukseskan
roda kehidupan yang tak bisa dihentikan oleh siapapun.Pensiun bagi seorang
pegawai adalah melintasi alur terpenting dalam kehidupan dan dapat mengubah
status individu (Sutarto & Cokro, 2008).
Pemerintah juga menunjukkan kepeduliannya terhadap pegawai negeri
sipil yang menjelang masa pensiun dengan memberikan program persiapan
pensiun supaya siap dalam menghadapi masa pensiun.Tujuannya adalah agar di
32
masa mendatang pegawai negeri sipil dapat memberikan makna pada diri dan
kehidupannya dan tetap bersemangat untuk melanjutkan kehidupannya meskipun
telah mengalami masa pensiun.Selain hal itu, pemerintah juga memberikan
asuransi hari tua untuk menghormati jasa-jasa pegawai selama bekerja menjadi
pegawai negeri sipil.
Masa pensiun itu sendiri terbagi atas dua bagian, yaitu pensiun secara
sukarela dan wajib pensiun (Hurlock, 1980). Masa pensiun dianggap resiko
pekerjaan sangat penting dalam masa lanjut usia, masa pensiun mengandung
resiko bagi penghargaan pribadi dan bahkan dapat mengarah pada perasaan diri
tidak bermanfaat, akibatnya berbahaya bagi penyesuaian diri pribadi dan sosial
(Hurlock, 1980). Erikson menambahkan, orang yang memasuki masa pensiun
akan mengalami krisis identitas akibatnya ia mengharuskan untuk melakukan
perubahan peran yang drastis dari yang semula menjadi seorang pekerja yang
sibuk dan penuh percaya diri menjadi seorang pengangguran yang pekerjaannya
tidak menentu.
Beberapa orang lanjut usia mengalami perasaan traumatik akibat
perubahan pola hidup dan kebiasaannya. Mereka yang aktif bekerja tetapi dipaksa
keluar dari pekerjaan pada usia wajib pensiun, seringkali menunjukkan sikap
kebencian dan akibatnya motivasi lansia dalam beradaptasi dengan masa pensiun
menjadi rendah. Banyak orang lanjut usia yang telah memasuki masa pensiun
tidak dapat memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang produktif (Hurlock,
1980).
33
Manusia ketika telah memasuki fase dewasa akhir menunjukkan tanda-
tanda bahaya psikologis diantaranya yakni perasaan merasa bersalah disebabkan
menganggur sertaperubahan pendapatan yang diterimanya.Rasa bersalah karena
menganggur disebabkan mereka takmemiliki pekerjaan lagi seperti sebelumnya.
Sedangkan setiap orang pasti akan mengalami masa pensiun seiring dengan usia
yang lanjut sehingga memiliki keterbatasan dalam beberapa hal termasuk
didalamnya keterbatasan dalam penururan produktivitas baik secara fisik maupun
psikis.
Kondisi psikologis akan berdampak untuk kelanjutan hidup pegawai
negeri sipil menjelang pensiun, dengan demikian dapat di lihat tingkat
kesejahteraan psikologisnya apakah rendah atau tinggi. Sebagai individu yang
sedang berada pada fase perubahan psikologis, untuk meningkatkan perubahan
psikologisnya dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan diri dengan baik pada
lingkungan barunya setelah berhenti dari pekerjaan serta memberikan penilaian
kepada apa yang membuatnya merasa nyaman dan tenteram. Mengevaluasi diri
salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan psychological well-being
terhadap dirinya.
Bagi individu yang akan memasuki masa pensiun, psychological well-
being dapat dicapai dengan pemberian dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya
terutama keluarga. Dukungan sosial memiliki peranan penting, dalam sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Komalasari (1995) mengenai kecemasan
menghadapi pensiun dan dukungan sosial menyatakan bahwa hasil korelasi antara
dukungan sosial dan kecemasan menghadapi pensiun memiliki hubungan negatif
34
yang signifikan, dengan kata lain, semakin tinggi dukungan sosial yang didapat
oleh individu maka semakin rendah kecemasan individu dalam menghadapi
pensiun. Bagi pegawai khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjelang
masa pensiun, jika mereka mendapat dukungan sosial yang baik maka mereka
akan mampu menekan ketakutan menghadapi masa pensiun sehingga mereka
dapat mencapai kesejahteraan psikologis dalam dirinya.
Selain dukungan sosial, ada faktor lain yang dapat digunakan untuk
mencapai psychological well-being pada PNS menjelang masa pensiun, yaitu rasa
syukur yang ditanamkan dalam diri individu. Setelah mendapatkan banyak
dukungan dari lingkungan sekitarnya, individu akan merasa bersyukur atas segala
pencapaian dalam hidupnya, yakni dengan menekankan pada kematangan jiwa
dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta atas semua karunia yang telah diterima
selama hidupnya.
Merasa bersyukur mengarahkan fikiran kita pada hubungan dengan Allah
dan menghindari dari perasaan tidak menyenangkan serta bentuk penderitaan
lainnya.Ketika kita terus mempraktikkan rasa syukur terhadap nikmat yang
dikaruniakan Allah SWT, otak kita mengingat bagaimana hubungan kita dengan-
Nya membuatnya lebih mudah bagi kita untuk menemukan jalan kembali kepada-
Nya.Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rasa syukur berkaitan dengan
psychological well-beingyang baik dan dengan demikian membantu terbangunnya
hubungan sosial yang bermakna dan bertahan lama (Frederickson, 2004).
35
F. Kerangka Berfikir
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah keadaan
bahagia, kepuasan hati yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan
harapan tertentu individu terpenuhi. Dalam mencapai psychological well-
beingpada fase lanjut usia ini, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan orang
lain untuk berinteraksi. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi terdekat
seperti keluarga, teman dekat, merupakan suatu proses psikologis untuk menjaga
perilaku sehat seseorang sehingga tercapainya psychological well-beingpada
individu menjelang masa pensiun. Kebahagiaan dan kesuksesan di masa tua
merupakan dambaan setiap individu menjelang masa lanjut usia. Hal tersebut
dapat dicapai dengan memenuhinya psychological well-beingpada individu.
Selain dukungan sosial dari relasi terdekat, psychological well-beingdapat
dicapai dengan penerimaan diri dari individu tersebut. Menerima segala
pencapaian yang telah ia terima selama masa kerja dan menerima keadaan apabila
harus memasuki masa pensiun. Dalam hal ini, rasa syukur sangatlah berpengaruh
pada kondisi psikologis seseorang. Bersyukur membuat seseorang akan memiliki
pandangan yang lebih positif dan memiliki perspektif secara lebih luas mengenai
kehidupan yaitu memaknai hidup bahwa hidup adalah suatu anugerah. Dengan
demikian maka kebahagiaan dan kesejahteraan individu akan tercapai.
36
Gambar 1. Bagan Hubungan antara Dukungan Sosial dan Rasa Syukur dengan
Psychological Well-being pada PNS Menjelang Masa Pensiun
G. Hipotesis
Hipotesis dalam suatu penelitian mengandung arti jawaban sementara
terhadap pernyataan penelitian yang diajukan.Pernyataan hipotesis harus dalam
bentuk kalimat yang isinya terdapat paling sedikitnya dua variabel untuk diuji
serta harus diuji secara spesifik (Azwar, 2015). Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan dukungan sosial dan rasa syukur dengan psychological
well-beingpada pegawai negeri sipil menjelang masa pensiun
2. Ada hubungan dukungan sosial dengan psychological well-beingpada
pegawai negeri sipil yang menjelang masa pensiun
3. Ada hubungan rasa syukur dengan psychological well-beingpada
pegawai negeri sipil menjelang masa pensiun.
Dukungan Sosial
Psychological Well-being
PNS Menjelang Pensiun
Rasa Syukur
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Maria Clara. (2012). Pensiun, Stres, dan Bahagia
http://allaboutstress.com Diakses pada tanggal 14 April 2019 pada pukul
13:42:31.
Al-Qur’an dan Terjemahan: Special for Woman. (2013). Departemen Agama RI.
Bandung: Syaamil Qur’an.
Atchley, Robbert. (1983). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Atkinson, Rita, dkk. (1983). Pengantar Psikologi (ed 8). Jakarta: Erlangga.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2015). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan Validitas Edisi IV. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasama
Indonesia.
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2004). The Psychology of Grattitude.
New York: Oxford University Press, Inc.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan (ed. 5). Jakarta: Erlangga.
https://gajimu.com/tips-karir/kiat-pekerja/batas-usia-pensiun-pns (Diakses pada
tanggal 27 November 2019 pada pukul 20:12:05).
https://lampung.bps.go.id Diakses pada tanggal 28 Juni 2019 pada pukul
19:26:41.
Indriana. (2008). GERONTOLOGI: Memahami Kehidupan Usia Lanjut.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Kadarisman, M. (2011). Menghadapi Pensiun dan Kesejahteraan Psikologis
Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS. Volume 5,
No. 2. November 2011. Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Kim, J. E., & Moen, P. (2002). Retirement Transitions Gender and Psychological
Well-being: A Life-Course, Ecological Model. Journal of Geontology:
Psychology Sciences, 578, 212-222.
Kuntjoro, Z. (2002). Masalah Kesehatan Jiwa Lansia. http://www.e-
psikologi.co.id. Diakses pada tanggal 6 Juni 2019 pada pukul 14:54:31.
82 82
83
Rohmah, N. H. (2013). Hubungan antara Kepuasan Hidup Remaja dengan
Bersyukur pada Siswa SMA IT Abu Bakar Boarding School Yogyakarta.
Emphaty Journal. Fakultas Psikologi, 2(1).
Rusdi, Ahmad. (2016). Syukur dalam Psikologi Islam dan Konstruksi Alat
Ukurnya. Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-
Empiris, 2 (2) halaman 37-54.
Rusyanti, Alfida. (2017). Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Psychological
Well-being Wanita Dewasa Madya. Fakultas Psikologi: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Ryff, C. D & Keyes, C. L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-being
Revisited. Journal of Personality and Social Psychology. Volume 09.
Ryff, C. D. (1989). Beyond Ponce de Leon and Life Satisfaction: New Direction
in Quest of Succesful Ageing. International Journal of Behavioral
Development. Volume 12. Nomor 1. Halaman 35-55.
Sarafino. (1994). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. USA: John
Wiley & Sons.
Sarwono, Sarlito. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh
psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Sativa, A. R., & Helmi, A. F. (2013). Syukur dan Harga Diri dengan Kebahagiaan
Remaja. Jurnal Wacana Psikologi, 5(10).
Sugiyono. (2015). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutarto, J. Tirto dan C, Ismul Cokro. (2008). Pensiun Bukan Akhir Segalanya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau & David O. Sears. (2009). Psikologi
Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tugade M. M. & B. L. Frederickson. (2004). Resilient Individual Use Possitive
Emotions To Bounce Back From Negative Emotional Experience.
Journal of Personality and Social Psychology. Volume 24 No. 2
Halaman 320-333.
Winarsunu, T. (2015). Statistik dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan.
Malang: UMM Press.
Zimet, D. G., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The
Multidimensional scale of perceived social support. Journal of
Personality Assessment, 52 (1), 30-41.