skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41707/1/badru...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN DAERAH (PERDA) DI KABUPATEN KARAWANG
(Studi Terhadap Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan)
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
BADRU TAMAM, S.Sy
NIM : 1613048000084
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
( D O U B L E D E G R E E )
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H/2017M
ii
SKRIPSI
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN DAERAH (PERDA) DI KABUPATEN KARAWANG
(Studi Terhadap Pembentukan dan Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang)
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
BADRU TAMAM, S.Sy
NIM : 1613048000084
Di Bawah Bimbingan:
PROF. DR. H. A. SALMAN MAGGALATUNG, S.H., M.H
NIP. 19540303 197611 1 001
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
( D O U B L E D E G R E E )
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H/2017M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERDA) DI KABUPATEN
KARAWANG (Studi Terhadap Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Ketenagakerjaan)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Januari 2017. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu
(S1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 12 Januari 2017
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.
NIP. 19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua : Drs. Asep Syarifudin Hidayat, S.H., M.H (.....................)
NIP. 19691121 199403 1 001
Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum ( ....................)
NIP. 19650908 199503 1 001
Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H ( .....................)
NIP. 19540303 197611 1 001
Penguji I : Dr. Muhammad Maksum, S.H., MA., MDC ( .....................)
NIP. 19780715 200312 2 007
Penguji II : M. Yasir, SH., MH ( .....................)
NIP.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan penulisan yang berlaku di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 05 Desember 2016
BADRU TAMAM, S.Sy
v
ABSTRAKSI
Badru Tamam, S.Sy., 1613048000084, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan
Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten Karawang (Studi Terhadap Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan).
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diatur
dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa
masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan, yang dapat dilakukan melalui: Rapat
Dengar Pendapat Umum, Kunjungan Kerja, Sosialisasi dan/atau Seminar, Lokakarya
serta Diskusi. Serupa dengan Undang-Undang tersebut Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2014 Pembentukan Produk Hukum Daerah Kabupaten Karawang pada pasal 84
menyatakan hal yang sama yakni menegaskan bahwa para pengagas atau pemrakarsa
perlu menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat dalam rangka penyiapan
dan/atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Sama
halnya juga dengan dua perturan di atas, Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan dalam pembentukannya.
Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat,
untuk mengetahui proses pembentukan yang digunakan dalam penyusunan peraturan
daerah serta untuk mengetahui Implementasi peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011
tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang. Adapun data yang digunakan dalam
penulisan penelitian skripsi ini adalah data yang bersifat deskriptif analisis yaitu untuk
melukiskan secara sistematis fakta yang diperoleh langsung dilapangan dengan
melakukan wawancara kepada para responden, yaitu berupa wawancara dengan
Sekretaris Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretaris Pemerintah
Daerah Kabupaten Karawang dan Tokoh Serikat Pekerja/buruh pabrik yang dilibatkan
dalam penyusunan Peraturan daerah. Dalam penelitian ini membatasi masalah tentang
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang. Selain menggunakan diatas, penulis
juga menggunakan data yang bersifat sekunder yaitu data yang menunjang kelengkapan
yang dilakukan dengan cara studi pustaka.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan adalah
bentuk Partisipasi masyarakat antara lain: Pertama, anggota DPRD Kabupaten
Karawang mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan perwakilan pemerintah
dan masyarakat. Kedua, mengadakan kunjungan kerja ke daerah-daerah untuk
mendengar masukan atau aspirasi masyarakat ketika masa reses. Ketiga, para perwakilan
elemen masyarakat memberikan masukan secara tertulis kepada anggota DPRD
Kabupaten Karawang berupa surat permohonan agar para anggota DPRD mebuat
kebijakan sesuai dengan surat yang diajukan. Sedangakan prosesnya yaitu Perencanaan
Pembentukan Rancangan, Pembentukan Penyusunan, Pembahasan Rancangan serta
Pengundangan dan Penyebarluasaan Peraturan Daerah. Adapun implementasi perda ini
memang belum berjalan maksimal dikarenakan lemahnya pengawasan dan ada sebagian
perusahaan yang belum menjalankan sepenuhnya perda tersebut.
Dosen Pembimbing : Prof. DR. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H
Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah
vi
KATA PENGANTAR
حين حوي الر بسن للا الر
الة والسالم عل يي، والص يا والد ى أشرف الورسليي، الحود هلل رب العالويي، وبه ستعيي على أهىر الد
د صلى للا عليه وسلن وعلى ا هحو يي بي آله وأصحابه والتابعيي وهي تبعهن بإحساى إلى يىم الد
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan, yang telah memberikan nikmat dan ujian,
yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan tugas akhir perkuliahan pada tingkat Strata 1 ini (Skripsi).
Shalawat beriring dengan salam marilah kita curah limpahkan kepada junjungan
manusia, mahluk yang tidak memiliki dosa (ma’sum), mahluk yang memiliki
derajat yang paling tinggi diantara mahluk-mahluk lainnya, mahluk yang merubah
peradaban dunia yaitu Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya,
kepada sahabat-sahabatnya, serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman
semoga kita mendapatkan pertolongannya di hari kiamat kelak.
Dengan izin dan ridho Allah SWT, skripsi dengan judul “PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
(PERDA) DI KABUPATEN KARAWANG” (Studi Terhadap Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan) telah selesai ditulis
guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)
dalam Konsentrasi Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam penulisan tugas akhir perkuliahan ini (Skripsi)
masih banyak sekali kekurangan dan kelemahan baik dari segi penyusunan
redaksi kalimat, segi penyajian dan penyusunan, maupun dari segi pengetikannya.
vii
Hal tersebut dikarenakan keterbatasan akan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang setingi-tingginya kepada PROF. DR. H. A. SALMAN MAGGALATUNG,
S.H., M.H sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan begitu
banyak kontribusi berupa saran-saran yang bersifat konstruktif, meluangkan
banyak waktu dalam penyusunan serta motivasinya dalam menyusun skripsi ini,
serta tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang setingi-tingginya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh
staff jajarannya, baik bapak/ibu dosen yang telah membekali penulis dengan
ilmu pengetahuan, maupun para staff yang telah membantu kelancaran
administrasi.
2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH dan Drs. Abu Tamrin SH.,
M.Hum sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidatullah Jakarta.
3. Ismail Hasani SH., MH sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah
banyak memberikan sokongan dan dukungan kepada penyusun hingga skripsi
ini selesai.
4. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di
viii
Universitas Islam Negeri (UIN) Syaruf Hiayatullah Jakarta, khususnya pada
saat pembuatan skripsi.
5. Keluargaku yang tercinta yaitu Bapak Drs. H. Mayadi Abu Bakar dan ibuku
tersayang Dra. Hj. Sugiharti serta saudara-saudara kandungku yang tercinta,
teruntuk kaka dan keluarga (Rusyda Kamelia Am. Keb dan Asep Wahyu
Sopanji serta buah hati mereka yaitu dede Muhammad Azka Kenanda),
teruntuk abangku terganteng (Bukhari Muslim, S.Pd, dan teh Mela serta buah
hati mereka yaitu Muhammad Ali Al-Fatih) serta adik-adikku tersayang Maya
Sofia Azqia, Fauzan Muhammad Iqbal dan Aulia Tazqia Ramadhani yang
telah mencurahkan kasih sayang serta do’a nya yang terus menerus diucap nan
lantunkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat
pada waktunya.
6. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karwang
yaitu ibu Hj. Lilis Haerani, SE., beserta para staf jajarannya, yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan data dan informasinya yang
amat sangat berguna dalam penyusunan skrispsi ini.
7. Sekretariat Pemerintah Kabupaten Karwang kasubag Hukum yaitu ibu Dewi
Handayani Subekti SH., MH., beserta para staf jajarannya, yang telah banyak
membantu penulis dalam memberikan data dan informasinya yang amat
sangat berguna dalam penyusunan skrispsi ini.
8. Kepada bapak Dadan Hendar staf FSPMI, yang telah membantu dalam
memberikan data dan informasinya yang amat sangat berguna dalam
penyusunan skripsi ini.
ix
9. Kepada Kekasihku tercinta nan tersayang Indriyani Lestari Mahasiswi
STIKES Widya Dharma Husada yang tidak pernah bosan mengingatkan saya
untuk selalu semangat mengerjakan tugas akhir perkuliahan ini.
10. Sahabat-sahabat dari Keluarga Besar Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
(KBPA). Terimakasih atas kebersamaan selama penulis menuntut ilmu di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Sahabat-sahabat Legend Kosan Haji Hadromi (Ibnu Iqbal Maulana, SH.,
Mohammad Ilham Fuadi, SH., Muhammad Yusuf Afifurrahman, S. Kom. I.,
Muhammad Fazri, Muhammad Munawar, Muhammad Yusuf, Muhammad
Farid Wajdi Gumilang) dan seluruh sahabat-sahabat yang telah memberikan
semangat dan warna kepada penulis selama ini.
12. Seluruh teman-teman Double Degree angkatan 2013
13. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatunya terima kasih
atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya segala usaha dan doa telah penulis lakukan, semoga apa yang
telah penulis ikhtiarkan dalam penyusunan skripsi ini menjadi suatu pengalaman
yang baik dan mendapatkan hasil yang baik pula. Hanya kepada Allah SWT lah
kita beribadah dan memohon pertolongan, semoga karya tulis ilmiyah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pada para pembaca.
Amieen……
Ciputat, 12 Januari 2017
Penulis,
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAH DOSEN PEMBIMBING…………………………. ii
LEMBAR PENGESAH DOSEN PENGUJI SIDANG ……………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….... ix
ABSTRAKSI………………………………………………………………... v
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………... 12
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 12
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………… 20
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 21
D. Review Studi Terdahulu ………………………………………. 23
E. Kerangka Teori dan Konseptual ……………………………… 25
F. Metode Penelitian ……………………………………………... 30
G. Sistematika Penulisan …………………………………………. 35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PARTISIPASI …………… 37
A. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Daerah ……………… 37
B. Asas-Asas Pemerintah daerah ………………………………... 45
C. Materi Peraturan Perundang-Undangan………………………. 53
D. Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Karawang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan .. 67
BAB III HASIL PENELITIAN…………………………………………….. 85
A. Sekilas tentang Kabupaten Karawang …………………………. 85
B. Potensi Kekayaan Alam Kabupaten Karawang ……………….. 100
C. Perusahaan-Perusahaan di Kabupaten Karawang ……………. 106
D. Data Kependudukan di Kabupaten Karawang ..………………. 108
BAB IV ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERDA) NOMOR
1 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI
KABUPATEN KARAWANG …………………………………… 109
A. Partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan Peraturan
Daerah di Kabupaten Karawang ……………………………… 109
B. Partisipasi masyarakat dalam proses Pembentukan dan
Implementasi Peraturan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang ……. 117
C. Analisis Penulis ……………………………………………….. 131
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….. 135
B. Saran-saran …………………………………………………….. 136
xi
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Surat Permohonan Pembimbing Skripsi
B. Surat Permohonan Data/Wawancara Kepada Sekretaris Daerah Kabupaten
Karawang
C. Surat Permohonan Data/Wawancara Kepada Sekretaris DPRD Kabupaten
Karawang
D. Surat Permohonan Data/Wawancara Kepada Serikat Buruh/Pekerja Aneka
Industri FSPMI Kabupaten Karawang
E. Surat Disposisi dari Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang
F. Surat Rekomendasi dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Karawang
G. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dari Sekretaris Daerah
Kabupaten Karawang
H. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dari Sekretaris DPRD
Kabupaten Karawang
I. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dari Serikat Buruh/Pekerja
Aneka Industri FSPMI Kabupaten Karawang
J. Dokumentasi Wawancara dengan para pihak terkait
K. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Sekretaris Daerah Kabupaten
Karawang
L. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Sekretaris DPRD Kabupaten
Karawang
M. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Serikat Buruh/Pekerja
Kabupaten Karawang
N. Daftar Tabel Hasil Penelitian
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem hukum suatu negara sangat tergantung kepada keadaan dan
perkembangan negara itu sendiri. Setiap negara manapun selalu berupaya
mengembangkan sistem hukumnya, dengan tidak terpaku pada sistem hukum
yang sudah ada. Oleh karena itu, Indonesia perlu menentukan sistem
hukumnya sendiri dengan tidak terpaku pada sistem hukum warisan Belanda,
yaitu mengambil hal-hal yang paling baik dari berbagai sistem hukum yang
diterapkan diberbagai negara, yang sesuai dengan tata nilai dan ciri
masyarakat Indonesia sendiri.1
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat), bukan
negara Kekuasaan (Machstaat). Ini berarti bahwa kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum, dalam arti cita hukum
(Rechtsidee) yang di dalamnya mengandung cita-cita luhur bangsa Indonesia.2
Hukum yang adil di Indonesia adalah hukum yang bersumber kepada
kepribadian dan filsafat hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan rasa
keadilan bangsa Indonesia, mampu melindungi kepentingan-kepentingan
material dan spiritual dan mampu melindungi kepribadian dan kesatuan
1 Marcus Einfeld, Kolom Hukum, Temukan Sistem Hukum Sendiri, (Kompas, Jakarta,
2013), h. 74. 2 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1986) h. 538
13
bangsa, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar
cita-cita nasional.3
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya
memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang menyangkut kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, karena kebijakan tersebut akan
menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian, negara demokrasi adalah
Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat,
atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu
pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.4
Demokrasi dipandang memiliki arti yang sangat penting bagi manusia
didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
demokrasi, rakyat dapat menentukan arah dan tujuan suatu negara
kedepannya.5
Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Artinya dalam negara yang berbentuk kesatuan (Unitary State, eenheidsstaat)
3 …, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), h. 539. 4 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, (Konstitusi Pers, Jakarta, 2006),
h. 64. 5 Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Bandung: Rieneka
Cipta, 2001), h. 19.
14
segala kewenangan pemerintahan diletakan pada satu pemerintahan dan
dipusatkan pada organ-organ pemerintah.6
Sistem ketatanegaraan Negara Republik Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik yang terbagi menjadi daerah-daerah
berdasarkan atas Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan serta Desa.
Sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 18 UUD Tahun 1945. Artinya ada
pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk
memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih
rendah (Pemerintah daerah), yang merupakan perbedaan antara konsep
Desentralisasi dan konsep Sentralisasi.7
Indonesia sebagai negara yang masih dalam masa pembaharuan atau
yang biasa dikenal dengan istilah masa transisi, sering kali melakukan
perubahan atas pembentukan peraturan daerah agar mendapatkan peraturan
yang cocok atau ideal untuk melaksanakan sistem kenegaraan yang
mengutamakan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan
adanya penyerahan kewenangan yang diberikan kepada daerah, dan
berdasarkan urusan-urusan yang menjadi dasar otonomi daerah, juga
menyangkut kewenangan dalam mengatur urusan rumah tangga daerah,
termasuk pengaturan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah.
Sebagaimana ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas :
6 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1993) Cetakan ke 3, h. 224.
7 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Media, Tahun
2009), h. 61.
15
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berbicara jenis peraturan perundang-undangan, kita perlu pemahaman
lebih dalam terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana
yang dimaksud didalamnya lebih menekankan pada ketentuan hierarki atau
perjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada
asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Setiap
jenis peraturan perundang-undangan tersebut di atas memiliki fungsi, tujuan,
teknik pembentukan yang berbeda-beda, karena dalam pemakaiannya itu pun
berbeda.
Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa:
“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-Undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan persetujuan bersama Bupati /Walikota”.
Berdasarkan pengertian peraturan daerah tersebut di atas, jelas
menyebutkan bahwa kedudukan DPRD, baik di tingkat provinsi maupun di
16
Kabupaten/kota jelas merupakan lembaga menjalankan kekuasaan legislatif di
daerah. Di samping itu, pengisian jabatan keanggotaannya juga dilakukan
melalui pemilihan umum. Baik DPRD maupun Kepala Daerah, yaitu
Gubernur, Bupati, dan Walikota sama-sama dipilih langsung oleh rakyat.
Keduanya lembaga legislatif dan eksekutif, sama-sama dipilih langsung oleh
rakyat, dan sama-sama terlibat dalam proses pembentukan suatu Peraturan
Daerah. Karena itu, seperti halnya Undang-Undang di tingkat pusat, Peraturan
Daerah dapat dikatakan juga merupakan produk legislatif di tingkat daerah
yang bersangkutan, dan tidak disebut sebagai produk regulatif atau executive
acts.8
Disusunnya Badan-Badan Perwakilan di daerah bukan untuk
menyusun dan membentuk ataupun mendirikan negara baru atau merubah
Undang-Undang Dasar 1945 baik sebagian maupun keseluruhan, melainkan
untuk menegakan, mempertahankan, mengamalkan dan mengamankan
Pancasila dan UUD 1945 serta melaksanakan demokrasi.9
Berkaitan dengan itu menurut Kranenbrug, kewenangan membentuk
peraturan perundang-undangan dari satuan-satuan pemerintah tersebut,
memperoleh kewenangan berdasarkan penentuan dari pemerintah melalui
Badan Legislatif Nasional yang mempunyai kewenangan membentuk undang-
undang.10
Dengan mengatasnamakan Desentralisasi yang utuh, daerah banyak
8 Jimly Assiddiqqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, (Konstitusi Pers, Jakarta, 2006),
h. 32-33 9 Kansil,C.S.T., Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Aksara Baru, 1979),
h. 12 10
Kranenbrug, Ilmu Negar Umum, Diterjemahkan oleh Tk. B. Sabaroedin, (Jakarta:
Pradnya Aramita, 1980), Cetakan Ke 11, h. 81.
17
membentuk berbagai macam kebijakan namun kebijakannya hanya
berorientasi pada peningkatan kewenangan yang telah diserahkan kepada
pemerintahan daerah.
Sistem desentralisasi pemerintahan tidak pernah surut dalam teori
maupun praktek pemerintahan daerah dari waktu ke waktu. Desentralisasi
menjadi salah satu isu besar yakni teori pemisahan kekuasaan. Sistem
desentralisasi (Otonomi daerah) diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 serta
dioperasionalkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004.11
Perubahan perundang-undangan pemerintahan daerah di Indonesia
dengan mengakibatkan sistem pemerintahan bergerak dari sistem
pemerintahan yang sebagian besar tersentralisasi ke sistem yang sebagian
besar terdesentralisasi. Diharapkan melalui kebijakan tersebut dapat
mendorong kemandirian pada tingkat lokal dan memberikan ruang gerak pada
bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber
daya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal, sehingga tercipta corak
pembangunan baru di daerah.12
Mewujudkan kemandirian daerah, kepala
pemerintah daerah diberikan pula tanggung jawab yang besar dalam hal
pengaturan dibidang peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan untuk kepentingan masyarakat daerahnya.
11
…. , Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum, UII,
2002), h. 75. 12
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pusat Studi
Hukum, UII, 2002), h. 86
18
Hal ini diwujudkan dengan kebijakan yang mendasar, yaitu bahwa
rancangan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah tidak lagi
memerlukan pengesahan dari pemerintah pusat, maka dengan demikian setiap
produk hukum daerah yang bersifat mengatur, langsung diundangkan yang
mempunyai daya laku dan daya mengikat langsung setelah ditempatkan dalam
Lembaran Daerah atau Berita Daerah.13
Terlihat jelas bahwa penyusunan produk hukum daerah merupakan
kegiatan yang sangat pokok dan mendasar, karena produk hukum tersebut
akan menjadi dasar dalam penyelengaraan pemerintahan di daerah. Setiap
perancangan dan penyusunan produk daerah harus senantiasa memperhatikan
dan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Rancangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
juga berlaku bagi penyusunan produk daerah. Dalam penyusunan produk
hukum daerah, perlu adanya standarisasi dalam bentuk/penyusunan produk
daerah, baik dari segi format maupun dari segi teknis penulisan, sehingga
terdapat pembakuan dalam teknis penyusunan produk hukum daerah.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rancangan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Bab XI mengenai
partisipasi masyarakat yang terdapat pada pasal 96 menyatakan bahwa:
“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”.
13
Sadu wasistiono, Kapita Selekta Managemen Pemerintah Daerah, (Bandung:
Fokus Media, 2003), h. 53
19
Hak partisipasi masyarakat dalam pembahasan peraturan daerah
ditegaskan dalam pasal 139 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa: “Masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan/atau tertulis dalam rangka penyampaian
atau pembahasan rancangan peraturan daerah”.
Munculnya peraturan daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan dapat dijadikan sebagai contoh produk hukum
yang sangat menarik untuk diteliti karena materi yang diatur banyak
bersentuhan dengan kehidupan masyarakat terutama dalam hal mata
pencaharian yang mana sebagian masyarakat di Kabupaten Karawang ini
berstatus sebagai buruh pabrik/serikat pekerja yang menggantungkan
kehidupannya dari hasil kerja buruhnya itu serta ditegaskan pula dengan
adanya kawasan khusus untuk perusahaan-perusahaan di kabupaten Karawang
yang dikenal dengan KIIC (Karawang International Industri Central) dan
kawasan industri Surya Cipta.
Jika ditinjau dari latar belakang masyarakat di kabupaten Karawang
yang dikenal sebagai kota penghasil padi (Pangkal Perjuangan) memang
sangat kontradiktif. Dimana masyarakat dikabupaten Karawang terutama
masyarakat dalam usia produktif (18-30 Tahun) mulai berangsur-angsur
meninggalkan sektor pertanian yang notabene menghasilkan buah padi dalam
2 sampai 3 kali penen dalam setahun, banyak masyarakat lebih memilih untuk
menjadi buruh/serikat pekerja pabrik dikarenakan penghasilan yang
didapatkan dalam setiap bulannya dianggap cukup untuk menutupi
20
keperluannya dalam keseharian, serta ditambah lagi dengan adanya Surat
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 tentang
Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
yang didalamnya menyatakan bahwa Kabupaten Karawang memiliki
upah/gaji tertinggi se-Jawa Barat diantara Kabupaten/Kota yang berada
dibawah naungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Bertitik tolak pada uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam
Rancangan Pembentukan Peratuan Daerah di Kabupaten Karawang,
khususnya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Ketenagakerjaan. Dari hasil penelitian tersebut dituangkan
dalam bentuk skripsi dengan judul “PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (PERDA) DI
KABUPATEN KARAWANG (Studi Terhadap Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan)”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
a. Faktor yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1
Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan
21
b. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang
c. pihak mana saja yang ikut berpartisipasi dalam Rancangan
Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang
d. Mekanisme yang digunakan dalam pembentukan peraturan daerah
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten
Karawang
e. Implementasi dari peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan pembahasan yang telah disebutkan di
atas, maka penelitian ini difokuskan hanya pada masalah partisipasi
masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka
penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
f. Bagaimana bentuk patisipasi masyarakat dalam pembentukan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang?
g. Bagaimana proses pembentukan peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
22
h. Bagaimana bentuk implementasi peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Penelitian skripsi ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam pembentukan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang.
b. Untuk mengetahui proses pembentukan yang digunakan dalam
penyusunan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang.
c. Untuk mengetahui Implementasi peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian tidak lepas dari aspek kegunaan yang akan diperoleh untuk
pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan dan substansi materi
Peraturan Daerah yang telah diundangkan, khususnya untuk
penyelenggara Pemerintahan di Kabupaten Karawang, yaitu:
a. Secara Teoritis, bahwa penyelenggara pemerintahan Kabupaten
Karawang berwenang dan berkewajiban untuk membentuk peraturan
daerah, sebagaimana diatur dan ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
23
b. Secara Praktis, bahwasanya hasil penelitian ini akan dituangkan dalam
bentuk penulisan karya ilmiah yang berguna untuk kepentingan dimasa
mendatang, baik penyelenggaraan pemerintahan maupun masyarakat
umum, apabila masyarakat dilibatkan dalam proses penyusunan
maupun pembahasannya, sehingga diharapkan isi dari peraturan daerah
dapat mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat dikemudian
hari.
c. Dapat memberikan informasi dan gambaran yang komprehensif serta
sistematis dalam menjabarkan peran partisipasi masyarakat dalam
pembentukan peraturan daerah.
d. Dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pecinta penelitian
hukum dalam rangka pengembangan ilmu hukum umumnya dan
khususnya hukum tata negara mengenai partisipasi masyarakat.
e. Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai bahan perbandingan bagi
penulis selanjutnya.
D. (Review) Kajian Terdahulu
Pernah ada penelitian tentang Rancangan Pembentukan Peraturan
Daerah yang dilakukan oleh Agus Budi setiyono, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro dengan judul “Pembentukan Peraturan Daerah yang Demokratis
oleh Pemerintah Daerah”. Dimana didalamnya membahas mengenai asas-asas
umum perundang-undangan yang baik dalam proses Pembentukan Peraturan
Daerah yang demokratis.
24
Selanjutnya ada pula penelitian yang ditulis oleh Simson Werimon
yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan
Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran
Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)” dimana didalamnya
membahas mengenai pengaruh partisipasi masyarakat dan transparansi
kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan Dewan tentang
anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD), yang di moderasikan
oleh partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Adapun penelitian yang ditulis oleh Wahyu Ishardino Satries yang
terbit pada Jurnal Kybernan, Vol. 2, No. 2, September 2011 membahas
tentang “Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi Dalam Penyusunan
APBD Melalui Pelaksanaan Musrenbang 2010”. Dimana didalamnya membahas
mengenai tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi dalam Penyusunan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di kota Bekasi.
Yang membedakan Skripsi yang telah disebutkan di atas dengan
penelitian yang akan penulis lakukan adalah fokus kajian dari penelitian ini
adalah membahas mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan
Peraturan Daerah dengan melakukan studi kasus terhadap Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang.
Review kajian selanjutnya adalah buku yang berjudul “Hukum
Konstitusi dan Konsep Otonomi Daerah” yang disusun oleh Didik Sukrino
dimana membahas tentang Hakekat Peraturan Perundang-undangan tingkat
daerah dan hubungan pusat dengan daerah dalam pengawasan produk hukum
25
daerah14
. Jika dilihat pada kajian yang dilakukan pada penelitian tersebut,
sudah sangat jelas perbedaan fokus kajian yang dilakukan pada skripsi
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
Kemudian yang membedakan Skripsi yang telah disebutkan di atas
dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah fokus kajian dari
penelitian ini adalah membahas mengenai partisipasi masyarakat dalam
pembentukan Peraturan Daerah dengan melakukan studi kasus terhadap
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Untuk mewujudkan negara hukum perlu adanya tata tertib di bidang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tertib Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaan
sampai dengan pengundangannya. Untuk membentuk Peraturan
Perundang-undangan yang baik diperlukan berbagai persyaratan yang
berkaitan denga sistem, asas, tata cara penyampaian dan pembahasan,
teknik penyusunan maupun pengundangannya.
Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, terdapat beberapa
asas dalam pembentukan peraturan yang baik, yaitu:
14
Didik Sukrino, “Hukum Konstitusi dan Konsep Otonomi Daerah”, (Malang:
Setarrapres, 2013).
26
a. Kejelasan Tujuan;
b. Kelembagaan atau Pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuain antara jenis, hierarki dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan, dan
g. Keterbukaan.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah
merupakan salah satu syarat mutlak dalam era kebebasan dan keterbukaan.
Pengabaian terhadap faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya deviasi
yang cukup signifikan terhadap tujuan pembentukan peraturan daerah itu
sendiri yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.15
Sebagai contoh: dari sekian banyak program pembangunan bidang hukum
di Kabupaten Karawang yang menyangkut isu sentral seperti produk-
produk hukum daerah, sosialisasi produk-produk hukum daerah, serta
penegakan produk-produk hukum daerah ternyata implementasinya
dilapangan dianggap kurang begitu maksimal.
Pada hakikatnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah mengandung makna agar masyarakat lebih berperan
dalam proses tersebut, mengusahakan penyusunan program-program
pembangunan melalui mekanisme dari bawah ke atas (Botton Up), dengan
15
Bambang Indra, Peranan Bawasda Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2006) h. 64
27
pendekatan memperlakukan manusia sebagai subjek dan bukan objek
pembangunan. Hal ini dipertegas oleh Eldrigde16
“Participation means a
shift in decision making power from more powerfull to poor,
disavadvantages, and less influential groups”. Keberadaan rakyat
merupakan kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan,
baik yang menyangkut penentuan nasib sendiri atas kekuatan sendiri
sebagai faktor penentu.
2. Kerangka Konseptual
Jika dilihat dari judul dan permasalahan yang telah disebutkan diatas,
maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah-istilah yang
berkaitan dengan penulisan ini, diantaranya:
a. Partisipasi, menurut Santoso Sastropoetro memberikan definisi bahwa
Partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai
tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai
tujuan bersama.17
b. Masyarakat, menurut Hasan Shadily mendefinisikannya sebagai
golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang berkumpul,
bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebathinan satu
sama lainnya.18
16
Dalam Korten, David C., People Centered Development Contribution Toward
Theory and Planning Framework, Terjemahan A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1984), h. 93 17
Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangnan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), h.39-40. 18
Bambang Pramono, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratium Sosiologi
Agama, 2010), h. 140.
28
c. Partisipasi Masyarakat, menurut Isbandi adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang
ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya
mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi.19
d. Perundang-undangan, menurut Bagir Manan perundang-undangan
memiliki dua pengertian yang berbeda istilah. Pertama, perundang-
undangan diartikan sebagai proses pembentukan/proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun ditingkat
daerah. Kedua, perundang-undangan diartikan sebagai segala peraturan
negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik
di tingkat pusat maupun ditingkat daerah.20
e. Peraturan Daerah, merupakan peraturan yang dibentuk oleh
Pemerintah Daerah atau salah satu unsur Pemerintah Daerah oleh yang
berwenang (DPRD atau Pemerintah Daerah).21
f. Keputusan Kepala Daerah, adalah Peraturan Perundang-Undangan
tingkat daerah yang dibuat oleh Gubernur/Bupati/Walikota sebagai
Kepala Daerah dan bukan sebagai kepala wilayah.22
19
Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangnan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), h.41. 20
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Ind-
Hill.co., 1992), h.65. 21
Maria Farida Indrati Soeprato, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi dan
Materi Muatan, (Jogjakarta: Kanasius, 2007), h. 132. 22
Seandainya sebagai Kepala Wilayah dapat membuat peraturan Perundang-
Undangan, maka peraturan itu bukan sebagai peraturan tingkat daerah tetapi peraturan tingkat
pusat, karena Kepala Wilayah adalah unsur Pemerintah Pusat. Dalam prakteknya memang
29
g. Pembentukan Peraturan Daerah, adalah proses legislasi yang
mencangkup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
h. Tenaga kerja, adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
i. Serikat Pekerja/Seikat Buruh, adalah organisasi yang dibentuk, oleh
dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung
jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
j. Perusahaan, adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau
tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan
hukum, baik milik swasta maupun milik negara, yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
k. Pengusaha, adalah orang perseorang, persekutuan atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau bukan miliknya.
l. Pemerintahan Daerah, menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Keputusan Kepala Daerah tidak selalu mempunyai sifat atau berbentuk peraturan perundang-
undangan. Kepala Daerah juga mempunyai kewenangan membuat ketetapan (Beschikking)
dan peraturan kebijakan (Beleidsregels) seperti pembuatan juklas dan juknis.
30
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
m. Otonomi Daerah, adalah suatu kebijakan atau strategi untuk
memberdayakan dan memandirikan daerah, untuk itu syarat yang
paling penting untuk dipenuhi oleh Pemerintah Daerah adalah
terwujudnya struktur kelembagaan yang adaptif dan sumber daya
manusia atau aparatur demokrsi daerah yang memiliki kemauan
(Willingness) dan kemampauan (Capability).23
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 angka
(5) adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan hal yang cukup penting untuk mencapai tujuan dari
penelitian itu sendiri. Dalam melakukan penelitian ini demi mencapai hasil
yang diharapkan, yaitu untuk menjawab persoalan yang penyusun teliti, maka
dari itu dibutuhkan langkah-langkah kerja penelitian. Adapun metode yang
penyusun pakai dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research),
yaitu penelitian untuk memperoleh data langsung dilapangan. Sedang
23
Kaho, Riwu, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Press, 1997), h. 64.
31
penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, yaitu untuk melukiskan secara
sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu secara
aktual dan cermat.24
Yang kemudian dilakukan analisis yang lebih
mendalam terhadap pokok permasalahan yang telah ditentukan.
Fokus utama penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam
pembentukan peraturan daerah sehingga termasuk dalam penelitian yuridis
sosiologis, maksudnya adalah penelitian hukum yang menggunakan data
sekunder sebagai data awalnya, kemudian dilanjutkan dengan data primer
atau data lapangan.25
Pada tahap pertama penelitian ini memaparkan
mengenai asas, norma serta ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan proses pembentukan peraturan daerah. Pada tahap kedua penelitian
ini memaparkan aturan-aturan yang dipaparkan pada tahap pertama.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis, artinya disamping melihat ketentuan Perundang-undangan yang
mengatur masalah partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan
daerah juga melihat langsung kenyataan di lapangan (masyarakat).
Adapun alasan peneliti memilih pendekatan yuridis sosiologis,
karena data-data yang dibutuhkan berupa informasi dari masyarakat di
Kabupaten Karawang mengenai masalah yang diteliti melaui wawancara.
Selanjutnya peneliti medeskripsikan tentang objek yang diteliti secara
24
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 22. 25
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2000), h. 86.
32
sistematis dan mencatat semua hal yang berkaitan dengan objek yang
diteliti kemudian mengorganisir data-data yang diperoleh sesuai dengan
fokus penelitian.
3. Sumber dan Kriteria Data Penelitian
a. Bahan Hukum Primer, berupa wawancara dengan Sekretaris Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretaris Pemerintah
Daerah Kabupaten Karawang dan Tokoh Serikat Pekerja/buruh pabrik
yang dilibatkan dalam penyusunan Peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang. Dan studi
literature yang berhubungan dengan penelitian ini untuk memperoleh
landasan teoritis yang dapat digunakan untuk menganalisis Partisiapsi
Masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten
Karawang.
b. Bahan Hukum Sekunder, berupa ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat dalam proses pembentukan peraturan di
Kabupaten Karawang, Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor
33
1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang serta
wawancara dengan responden.
c. Bahan Hukum Tersier, berupa kamus hukum, ensiklopedia dan kamus
hukum yang lain yang masih relevan, artikel maupun bahan hukum
berupa majalah atau surat kabar yang erat kaitannya dengan
pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya pembentukan
peraturan daerah di Kabupaten Karawang.
4. Teknik Pengumpulan data
a. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan dengan narasumber dari Sekretaris anggota
DPRD Kabupaten Karawang yang merupakan panitia khusus
Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang, sekretaris pemerintah
daerah Kabupaten Karawang dan tokoh serikat pekerja/buruh pabrik
dengan maksud menguatkan data dan memperoleh informasi yang
lebih mendalam mengenai partsipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah.
b. Studi Literatur/Kepustakaan
Melakukan pengumpulan data dengan cara studi pustaka, baik
bahan hukum primer berupa buku-buku dan berbagai literature yang
menyangkut mengenai partisipasi masyarakat di Kabupaten Karawang
maupun bahan hukum sekunder berupa perundang-undangan, mulai
dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
34
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang.
Kajian terhadap peraturan perundang-undangan bertujuan untuk
mengetahui sinkronisasi partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah yang ditelusuri secara Vertikal dan Horizontal.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kabupaten
Karawang, pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan
bahwa Kabupaten Karawang yang mulai dikenal dengan kota Industri
dengan adanya daerah khusus KIIC (Karawang Internasional Industri
Central) dan lekat dengan masyarakat, dimana masyarakat tersebut
ingin berpartisipasi serta berkontribusi dalam rancangan peraturan
daerah yang dibuat oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) di Kabupaten Karawang.
6. Pengolahan dan Analisis Data
Adapun bahan Hukum yang telah dikumpulkan, baik bahan hukum
dari beberapa literatur maupun hasil penelitian dilapangan akan
diuraikan sedemikian rupa sehingga dapat menampilkan dalam
penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang
telah dirumuskan.
35
Cara pengolahan data yang digunakan oleh penulis adalah
pengolahan data secara Kualitatif, yaitu mengkaji peraturan yang
berlaku, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Perturan Menteri maupun Peraturan Daerah Kabupaten
Karawang yang mengatur dan berhubungan dengan proses Rancangan
Peraturan Daerah, kemudian dianalisa implikasinya secara yuridis
terhadap kepentingan masyarakat. Apakah peraturan daerah yang
berkaitan dengan Rancangan Pembentukan Peraturan Daerah yang
diberlakukan selama ini dapat berimplikasi secara positif terhadap
kepentingan masyarakat dan memberikan gambaran menyeluruh
tentang aspek hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti.
G. Sistematik Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan
terbitan tahun 2012 dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-
masing bab terdiri dari sub bab sesuai dengan pembahasan dan materi yang
diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut :
Bab I Merupakan bab pendahuluan, memuat Latar Belakang Masalah,
dilanjutkan dengan Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review)
36
Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II Menyajikan tentang tinjauan umum Dasar Hukum Pembentukan
Peraturan Daerah, Asas-asas pemerintah daerah, materi peraturan
perundang-undangan, serta Proses Pembentukkan Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang.
Bab III Menyajikan bahasan hasil Penelitian tentang Gambaran Lokasi
Penelitian, menyangkut sekilas tentang Kabupaten Karawang,
Perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Karawang,
Potensi Kekayaan Alam Kabupaten Karawang serta Data
Kependudukan di Kabupaten Karawang.
Bab IV Menyajikan tentang Partisipasi masyarakat dalam kaitannya
dengan undang-undang di kabupaten Karawang, Partisipasi
masyarakat dalam proses Pembentukan dan implementasi
Peraturan perundang-undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang serta di analisis.
Bab V Kesimpulan dan Saran, bab ini merupakan bab terakhir dari
penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa
kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis
mencantumkan beberapa saran yang dianggap perlu.
37
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PARTISIPASI
A. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Daerah
1. Pasal 18 Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Pasal 1 ayat (I) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
berbentuk republik”. Sehingga adanya daerah yang mempunyai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri harus
diletakkan dalam kerangka negara kesatuan. Selain itu, Pasal 18 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuklah daerah
otonom yang tujuannya adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, yang berbunyi sebagai
berikut:1
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang.
b. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
1 B.N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), h. 83.
38
c. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
d. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.
e. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat.
f. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan–peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
g. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang.
Agar dapat berfungsi dan dicapai tujuan pembentukannya sesuai
dengan Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka
kepada daerah diberikan wewenang-wewenang untuk melaksanakan
berbagai urusan rumah tangganya. Oleh karena itu, setiap pembentukan
daerah otonom tingkat I ataupun II harus selalu memperhatikan syarat-
syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah pertahanan
dan keamanan yang memungkinkan daerah otonom melaksanakan
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Selanjutnya bahwa di dalam Pasal 18A UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, disebutkan bahwa hubungan wewenang antara
39
pemerintah pusat dengan daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara
provinsi dan kabupaten dan kota, diatur sebagaimana mestinya oleh
undang-undang dengan tetap memperhatikan keragaman daerah.
Hubungan yang diatur antara lain hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur berdasarkan undang-
undang dan dilaksanakan secara selaras, serasi dan seimbang. Selain itu
dalam Pasal 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ditegaskan bahwa:2
a. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-
undang.
b. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur didalam undang-undang.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk
2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
40
menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.3
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Lembaran Negara Republik Indonesia, diatur secara jelas
mengenai otonomi daerah yang tertulis dalam penjelasan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu: “Penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945”.
Menghadapi perkembangan keadaan baik didalam maupun diluar
negeri serta tantangan persaiangan global dipandang perlu adanya
penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional
yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya
nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan
dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.4
3 HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, (PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005), h. 36. 4 …………, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, (PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005), h. 40.
41
Sejak dimunculkannya otonomi daerah yang pelaksanaannya
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang ternyata
dalam kenyataannya tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga
perlu direvisi dan kemudian disahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah berarti hak,
wewenang dan kewajiban suatu pemerintahan daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai peraturan perundang-undangan otonomi daerah.
Otonomi daerah itu harus merupakan otonomi yang bertanggung
jawab dalam arti bahwa pemberian otonomi itu harus benar-benar sejalan
dengan tujuannnya yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar
diseluruh pelosok negara atau tidak bertentangan dengan pengarahan-
pengarahan yang diberikan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Selanjutnya dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dikemukakan bahwa daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan masyarakat dalam sistem negara Kestuan Republik Indonesia.
Selain itu dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya di
daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sehingga pada
42
hakekatnya pembentukan daerah otonom dimaksud untuk memperlancar
roda pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan yang melibatkan
adanya partisipasi dari masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah
berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang dalam
Hukum Administrasi Negara dikenal dengan “Asas-asas umum
pemerintahan yang baik” atau “AUPB”. Di negara Belanda, AUPB ini
sudah diterima dan sebagai norma hukum tak tertulis yang harus ditaati
oleh penyelenggara pemerintahan. Secara Yudiris asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan diatur dalam pasal 20 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang terdiri atas:5
a. Asas Kepastian Hukum Yaitu asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijaksanaan
penyelenggaraan negara.
b. Asas Tertib Penyelenggara Negara Yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan dan keseimbangan dalam mengendalikan penyelenggaraan
negara.
c. Asas Kepentingan Umum Yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan selektif.
d. Asas Keterbukaan Yaitu asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
43
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi golongan dan
rahasia negara.
e. Asas Profesionalitas Yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
f. Asas Akuntabilitas Yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
g. Asas Proporsionalitas Yaitu asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Asas Efisiensi dan Efektivitas Yaitu asas yang menyangkut tentang
pencapaian tujuan dari kebijaksanaan yang ditetapkan yaitu untuk
mewujudakan pemerintahan berdaya guna dan berhasil guna
khususnya berkenaan dengan prosedur.
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa dalam menyelenggarakan otonomi
daerah, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Adapun hak yang dimiliki
dalam menyelenggarakan otonomi meliputi:
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
2. Memilih pimpinan daerah;
3. Mengelola aparatur daerah;
4. Mengelola kekayaan daerah;
44
5. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang berada di daerah;
6. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
7. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Selain itu, dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
daerah juga dibebani beberapa kewajiban yaitu:
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Inodnesia;
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
6. Menyediakan pelayanan fasilitas kesehatan;
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
10. Mengembangkan sumber produktif di daerah;
11. Melestarikan lingkungan hidup;
12. Mengelola administrasi kependudukan;
13. Melestarikan nilai sosial budaya;
14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya;
15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
45
Hak dan kewajiban tersebut di atas, diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja dalam sistem pengelolaan di daerah. Sesuai dengan asas-
asas yang dikemukakan diatas, bahwa dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan dilakukan secara efektif, efisien dan bertanggung.
B. Asas-Asas Pemerintah Daerah
Pengaturan mengenai hubungan antara pusat dan daerah dalam suatu
konteks negara kesatuan merupakan salah satu hal yang penting. Adanya
satuan pemerintahan di tingkat daerah adalah konsekuensi adanya pembagian
kekuasaan sebagai salah satu unsur negara hukum. Pembagian kekuasaan
antara pusat dan daerah adalah pembagian kekuasaan secara vertikal, yang
mana dalam hal tugas dan wewenang pemerintah yang sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah harus berpedoman
terhadap beberapa asas yaitu :6
a. Asas Keahlian, asas keahlian dapat dilihat pada susunan pemerintah pusat.
Semua hak/masalah diolah oleh para ahli-ahli antara lain dalam susunan
kementerian-kementerian. Yang memegang pimpinan pada kementerian-
kementerian itu seharusnya ahli-ahli urusan-urusan yang menjadi
kompetensinya;
b. Asas Kedaerahan, dengan bertambah banyaknya kepentingan–
kepentingan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pusat (dalam arti
luas) karena bertambah majunya masyarakat, pemerintah tidak dapat
6 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (Purwokerto: STAIN Press, 2002), h. 16.
46
mengurus semua kepentingan-kepentingan itu dengan baik tanpa
berpegang pada asas kedaerahan dalam melakukan pemerintahan.
Berdasarkan asas keahlian di atas, maka setiap urusan pemerintahan
harus secara benar diserahkan kepada mereka yang mempunyai keahlian
dalam bidangnya. Adapun asas kedaerahan memberikan peluang kepada
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan tertentu.
Selain itu, adanya keterlibatan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan dilaksanakan melalui beberapa
asas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ada 3 asas yang digunakan, antara
lain :
a. Asas Desentralisasi
Secara etimologis istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin de =
lepas, dan centrum = pusat, dengan demikian berarti melepaskan dari
pusat. Dari sudut ketatanegaraan, yang dimaksud dengan desentralisasi
ialah pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat ke daerah yang
mengurus rumah tangganya sendiri.7 Desentralisasi sebagai suatu sistem
yang dipakai dalam bidang pemerintahan yang merupakan kebalikan dari
sentralisasi. Desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan
kekuasaan–kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang
diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif dan administrasi
sendiri.
7 Victor M Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), h. 33.
47
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa pakar asing maupun dalam negeri juga memberikan
pendefinisian mengenai desentralisasi dengan berbagai variasi dan
perkembangannya, antara lain:8
1. Webser
Webser mengatakan bahwa : “To decentralize means to devide
and distribute, as governmental administration; to withdraw from the
center or place of concentration”. (Desentralisasi berarti membagi dan
mendistribusikan, misalnya administrasi, pemerintahan, mengeluarkan
dari pusat atau tempat konsentrasi).
2. Rondinelli dan Chemma
Menurut Rondinelli dan Chemma desentralisasi adalah “… the
transfer of planning, decision making, or administrative authority
from the central government to its field organizations, local
administrative units, semi-autonomous and parastatal organizations.”
(Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan
8 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (Purwokerto: STAIN Press, 2002), h. 44.
48
atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada
organisasi-organisasi tingkat bawah, kesatuan-kesatuan administrasi
daerah, semi otonomi dan organisasi).
3. J.H.A Logemann
Menurut J.H.A Logemann desentralisasi adalah “Van
decentralizatie spreek men als regel, iindien overheidswerkzaamheid
va de landoverheid wordt afgewenteld op zelfregerende
gemeenschappen.” (Orang berbicara desentralisasi sebagai ketentuan,
jika pekerjaan penguasa negara dilimpahkan kepada persekutuan-
persekutuan yang berpemerintahan sendiri).
Desentralisasi merupakan suatu bentuk pemencaran kekuasaan
yang mempunyai kedudukan lebih tinggi, karena desentralisasi bersifat
kenegaraan, sehingga penyelenggaraan desentralisasi merupakan bagian
dari organisasi negara dan menunjukan adanya suatu tatanan negara.
Berkaitan dengan desentralisasi, ciri-ciri desentralisasi meliputi :
1. Bentuk pemencaran adalah penyerahan;
2. Pemencaran terjadi kepada daerah;
3. Yang dipencarkan adalah urusan pemerintahan; dan
4. Urusan pemerintahan yang dipencarkan menjadi urusan daerah.9
Ada dua jenis desentralisasi yaitu desentralisasi teritorial dan
desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial adalah suatu penyerahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan
batas pengaturannya adalah daerah. Sedangkan desentralisasi fungsional
9 ……………, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (Purwokerto: STAIN Press, 2002), h. 44.
49
adalah penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus suatu fungsi
tertentu dan batas pengaturan yang termaksud adalah jenis dan fungsi itu
sendiri.
Apabila dilihat dari sudut pandang organisasi pemerintahan,
desentralisasi semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien yaitu yang lebih dianggap utama untuk diurus pemerintah setempat
dan pengurusannya diserahkan kepada daerah.10
b. Asas Dekonsentrasi
Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah.
Amrah muslimin mengartikan dekonsentrasi ialah pelimpahan dari
sebagian kewenangan pemerintah pusat pada alat-alat pemerintah pusat
yang ada di daerah. Irawan Soejito mengartikan dekonsentrasi adalah
pelimpahan kewenangan penguasa kepada pejabat bawahannya sendiri.
Sedangkan Joeniarto mengatakan dekonsentrasi adalah pemberian
wewenang oleh pemerintah pusat (atau pemerintah atasannya) kepada alat-
alat perlengkapan bawahan untuk menyelenggarakan urusan-urusannya
yang terdapat di daerah.11
R.D.H Koesoemahatmadja memberikan batasan bahwa yang
dimaksud dengan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari alat
10
Victor M Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), h. 35. 11
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.
314.
50
perlengakapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya, misalnya
menteri kepada Gubernur, dari Gubernur kepada Bupati dan seterusnya.12
Dekonsentrasi dianggap sebagai salah salah satu bentuk
sentralisasi karena ada pemusatan kekuasaan negara pada pemerintah
pusat atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-
pejabat atau aparatnya untuk melakukan wewenang tertentu dalam hal
penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat di daerah. Dekonsentrasi
lebih menunjuk pada kecenderungan-kecenderungan untuk menyebarkan
fungsi – fungsi pemerintahan pada suatu jenjang tertentu secara meluas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri
dekonsentrasi antara lain:
1. Adanya suatu bentuk pemencaran kekuasaan yang berupa
pelimpahan;
2. Pemencaran kekuasaan terjadi pada pejabat itu sendiri (perorangan);
3. Yang dipencarkan adalah wewenang untuk melaksanakan sesuatu;
4. Hal yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.
Asas dekonsentrasi dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:
1. Segi Wewenang, asas ini memberikan atau melimpahkan wewenang
dari pemerintah pusat ke pejabat daerah untuk meelaksanakan tugas
pemerintah pusat yang ada di daerah;
2. Segi Pembentuk Pemerintah, dapat membentuk pemerintah lokal
administrasi di daerah, untuk diberi tugas menyelenggarakan urusan
pemerintah pusat di daerah.
12
R.D.H Koesoemahatmadja dalam Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan
Daerah, Kajian Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
(Purwokerto: STAIN Press, 2002), h. 51.
51
3. Segi Pembagian wilayah, asas ini membagi wilayah negara menjadi
wilayah daerah-daerah pemerintah lokal administratif.13
c. Asas Tugas Pembantuan
Istilah medebewind sebagai terjemahan dari tugas pembantuan
untuk pertama kali diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Secara
etimologis, tugas pembantuan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
medebewind yang berasal dari kata „mede‟= serta, turut dan bewind =
berkuasa atau memerintah. Medebewind merupakan pelaksanaan
peraturan yang disusun oleh alat perlengkapan yang lebih tinggi, oleh
yang rendah.14
Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
dimaksud dengan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah
kepada Daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada
Kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Apabila ditinjau dari kaitan tugas pembantuan dengan
desentralisasi dan hubungan antara pusat dan daerah, maka dalam
pelaksanaan tugas pembantuan seharusnya bertitik tolak dari hal-hal
sebagai berikut:
1. Tugas pembantuan adalah bagian dari desentralisasi. Dengan demikian
seluruh pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan tugas
pembantuan adalah tanggung jawab daerah yang bersangkutan;
13
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.
315-316 14
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, …, h. 69
52
2. Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam tugas pembantuan terkandung unsur otonomi karena itu daerah
mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri cara-cara
melaksanakan tugas pembantuan; dan
3. Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, mengandung unsur
penyerahan (overdragen) bukan penugasan (opdragen). Perbedaan
kalau otonomi adalah penyerahan penuh, sedangkan tugas pembantuan
adalah penyerahan tidak penuh.15
Tugas Pembantuan “medebewind” itu merupakan suatu realisasi
dalam menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
dimana dalam pelaksanaanya diperlukan adanya koordinasi antara
pemerintah daerah dengan berbagai instansi yang terkait yang menyangkut
segala aspek kehidupan masyarakat yang ruang lingkup wewenangnya
bercirikan dua hal yaitu :
1. Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah tangga daerah otonom
untuk melaksanakannya. Dalam penyelenggaraan pelaksanaan itu
daerah otonom mempunyai kelonggaran untuk menyesuaikan segala
sesuatu dengan kekhususan daerahnya sepanjang peraturan yang
mengharuskan memberi kemungkinan untuk itu.
2. Yang dapat diserahkan hanya daerah-daerah saja.
Berdasarkan pasal tersebut, maka yang terpenting dalam pelaksanaan
tugas pembantuan adalah adanya pertanggungjawaban yang diemban
oleh satuan pemerintahan yang membantu. Ketika menjalankan
15
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, …, h. 75.
53
“medebewind” urusan-urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah masih tetap menjadi urusan pusat dan daerah yang lebih atas
tidak beralih menjadi urusan rumah tangga yang dimintakan bantuan,
dan apabila dalam hal daerah yang dimintakan bantuan tidak dapat
diminta pertanggungjawaban maka pelaksanaan tugas pembantuan itu
dapat dihentikan.16
C. Materi Peraturan Perundang-Undangan
1. Pengertian Perundang-undangan
Ilmu perundang-undangan adalah suatu ilmu yang berorientasi
dalam hal melakukan perbuatan (dalam hal ini adalah pembentukan
peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif). Selanjutnya
Burkhardt Krems dalam bukunya Maria Farida Indrati menjelaskan bahwa
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gezetzgebungswissenschaft)
merupakan ilmu yang interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu
politik dan sosiologi yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu :
a. Teori Perundang-undangan (Gezetzgebungtheorie), yang berorientasi
pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-
pengertian dan bersifat kognitif;
b. Ilmu Perundang-undangan (Gezetzgebungzlehre), yang berorientasi
pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan
perundang-undangan dan bersifat normatif.
16
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, …, h. 78.
54
Burkhardt Krems membagi lagi ke dalam tiga bagian yaitu :
a. Proses Perundang-undangan (Gezetzgebungfahren);
b. Metode Perundang-undangan (Gezetzgebungmethode);
c. Teknik Perundang-undangan (Gezetzgebungtechnik).17
Lingkup batasan pengertian undang-undang tidak diterangkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945
hanya menyebutkan kewenangan DPR untuk membentuk undang-undang
dengan persetujuan bersama dengan pemerintah. Pasal 24C ayat (1) hanya
menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-
undang terhadap UUD.
Salah satu bentuk undang-undang atau statute yang dikenal dalam
literatur adalah local statute atau locale wet, yaitu undang-undang yang
bersifat lokal. Dalam literature dikenal pula adalah istilah local
constitution atau locale grondwet. Di lingkungan negara-negara federal
seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman, dikenal adanya pengertian
mengenai Konstitusi Federal (Federal Constitution) dan Konstitusi
Negara-negara Bagian (State Constitution).18
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Mengenal Hukum (Suatu
pengantar) menyebutkan bahwa pengertian undang-undang dapat
dikategorikan kedalam 2 (dua) pengertian, diantaranya :
a. Undang-undang dalam arti materiil
17
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kansius, 2007) Jilid I, h. 2-3. 18
Jimly Asshiddiqqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006) h.
17
55
Undang-undang merupakan keputusan atau ketetapan penguasa,
yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap
orang secara umum.
b. Undang-undang dalam formil
Keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya
disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam arti formil tidak
lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan
“undang-undang” karena cara pembentukannya.19
Istilah “perundang-undangan” (legislation atau gezetsgebung)
mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu :
a. Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses
membentuk peraturan-peraturan negara baik ditingkat pusat maupun di
tingkat daerah; dan
b. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang
merupakan hasil proses pembentukan peraturan-peraturan baik
ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.20
Disamping itu, ada 3 (tiga) fungsi utama dari ilmu perundang-
undangan, yaitu :
a. Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang senantiasa berkembang;
b. Untuk menjembatani lingkup hukum adat dengan hukum yang tidak
tertulis lainnya; dan
19
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
1996), h. 72. 20
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h. 2.
56
c. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis bagi
masyarakat.21
2. Azas Perundang-undangan
Peraturan-peraturan negara dalam keberlakuannya berpedoman
pada asas-asas perundang-undangan. Asas dapat diartikan sebagai aksioma
yang memberi jalan pemecahannya jika sesuatu aturan diperlakukan atau
aturan yang mana harus diperlakukan bila terjadi bentrokan beberapa
aturan dalam pelaksanaannya atau dapat diartikan sebagai suatu
kesepakatan universal yang berupa pemikiran-pemikiran dasar untuk
dijadikan landasan pengaturan bersama dalam membuat peraturan
perundang-undangan. Asas-asas sebagai dimaksud dapat disebutkan
sebagai berikut :22
a. Asas lex speciali derogat lex generalis
b. Asas le posteriore lex priori
c. Asas undang-undang tidak berlaku surut
d. Asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat
e. Asas welvaartstaat
Asas-asas lain yang perlu dikemukakan adalah asas yang
merupakan pegangan para pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu :
a. Asas deskresi
b. Asas adaptasi
c. Asas kontinuitas
21
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, …, h. 13. 22
Faried Ali, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 197.
57
d. Asas prioritas.23
I.C Van der Vlies, membagi asas-asas dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang patut ke dalam asas formal dan asas
material.
Asas-asas formal meliputi :
a. Asas tujuan yang jelas (Beginsel van duidelijke doelstelling)
b. Asas organ atau lembaga yang tepat (Beginsel van het juiste organ)
c. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheids beginse)
d. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitverbaarheid)
e. Asas Konsensus (Het beginsel van consensus)
Asas – asas material meliputi :
a. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (Het beginsel van
duidelijke terminology en duidelijke systematiek);
b. Asas tentang dapat dikenali (Het beginsel van de kenbaarheid);
c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (Het rechszekerheidsbeginse)
d. Asas kepentingan hukum (Het rechtszekerheidsbeginsel);
e. Asas ini merupakan salah satu sendi asas umum negara berdasar atas
hukum yang dianut negara Indonesia
f. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het
beginsel van de individuele rechtsbedeling).
A. Hamid Attamimi dalam bukunya Aziz Syamsuddin berpendapat
bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut
adalah sebagai berikut:
23
……., Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1997), h. 200.
58
a. Cita hukum Indonesia adalah Pancasila;
b. Asas negara berdasarkan atas hukum dan asa pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi;
c. Asas-asas lainnya :
1. Asas–asas negara berdasarkan atas hukum yang menempatkan
undang-undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam
keutamaan hukum;
2. Asas pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi yang
menempatkan undang-undang sebagai dasar dan batas
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan.24
Menurut Purnadi Purbacaraka, ada enam jenis asas perundang
undangan yaitu:
a. Undang-undang tidak berlaku surut;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
c. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang
yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generali);
d. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-
undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogate lex priori);
e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
f. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat
mencapai kesejahteraan individu, melalui pembaharuan atau
pelestarian.25
24
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h. 29-31.
59
Berdasarkan perkembangannya ada 2 (dua) jenis asas, yaitu:
a. Berdasarkan perkembangannya ada 2 (dua) jenis asas, yaitu:
Untuk membuat perundang-undangan terdapat 5 (lima) asas yaitu:
1. Lex specialis derogate legi generali
2. Lex Posterior derogate legi priori
3. Lex superior derogate legi inferiori
4. Undang-undang tidak berlaku surut (Asas Retroaktif)
5. Undang-undang tidak boleh diganggu gugat.
b. Asas yang berlaku secara Nasional
Asas-asas peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
berdasarkan ketentuan terbaru dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, antara lain :26
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, antara lain :
1. Kejelasan Tujuan;
2. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;
3. Dapat dilaksanakan;
4. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
5. Kejelasan Rumusan;
6. Keterbukaan.
25
Purnadi Purbacaraka dkk, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Bandung:
Alumni, 1979), h. 15. 26
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
60
Sedangakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan
bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan asas :
1. Pengayoman;
2. Kemanusiaan;
3. Kebangsaan;
4. Kekeluargaan;
5. Kenusantaraan;
6. Bhineka Tunggal Ika;
7. Keadilan;
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
9. Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau
10. Keselarasan, Keserasian dan Keseimbangan.
3. Teori Perundang-undangan
Suatu norma hukum memiliki masa berlaku yang relatif tergantung
dari norma hukum yang lebih tinggi atau di atasnya. Sehingga apabila
norma hukum di atas dihapus maka norma hukum yang di bawahnya
secara otomatis terhapus.
Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam sistem norma
tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi
norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma
61
dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di
bawahnya sehingga suatu norma dasar itu dikatakan pre-supposed.27
Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum Hans Kelsen
mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie),
dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang
dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu
norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan
fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm).28
Selain itu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
dikenal ada 3 (tiga ) landasan teori agar suatu perundang-undangan itu
baik. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Gustav Redburg dari Eropa
bahwa ada 3 (tiga) landasan pembentukan peraturan perundang-undangan
yang diterapkan di negara demokrasi antara lain :
a. Bahwa peraturan tersebut harus berlandaskan aspek yuridis.
b. Bahwa peraturan tersebut harus berlandaskan aspek filosofis.
c. Bahwa peraturan tersebut harus berlandaskan aspek sosiologis.29
27
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kansius, 2007) Jilid I, h. 25 28
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), h. 15. 29
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kansius, 2007) Jilid I, h. 27
62
Hal serupa juga dikemukakan oleh Rosjidi Ranggawijaya, bahwa
peraturan perundang-undangan yang baik harus memiliki tiga landasan
yaitu landasan folosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis.30
a. Landasan Filosofis
Dasar filosofis merupakan cita hukum. Atau dengan kata lain
bahwa filsafat adalah pandangan hidup bangsa dan merupakan nilai-
nilai moral dari suatu bangsa tersebut. Dimana dalam moral itu berisi
nilai baik dan nilai buruk. Nilai baik adalah nilai yang mengandung
keadilan, kebenaran, kejujuran dan semua nilai-nilai yang dianggap
baik oleh masyarakat.
b. Landasan Sosiologis
Dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan harus
didasarkan pada daya guna dan hasil guna, mempertimbangkan nilai-
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Peraturan yang dibuat
harus berdasarkan pada keyakinan umum dan kesadaran masyarakat
karenan nantinya peraturan itu akan diberlakukan kepada masyarakat.
c. Landasan Yuridis
Landasan yang menekankan bahwa dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan itu harus memberikan kepastian hukum
seperti: ketepatan waktu, tidak ada diskriminasi. Selain itu, landasan
yuridis sangat penting karena akan menunjukan adanya kewenangan
dari pembuat undang-undang, adanya hierarki (tidak bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi), adanya kesesuaian jenis, materi
30
Rosjidi Ranggawijaya, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,
(Bandung: Mandar Maju, 1998 ), h. 43.
63
muatan yang akan diatur. Landasan yuridis menjadi dasar kewenangan
pembuat peraturan perundang-undangan. Sehingga apabila pejabat
atau badan hukum tidak disebutkan dalam undang-undang memiliki
kewenangan membuat suatu peraturan maka pejabat atau badan hukum
itu tidak berwenang untuk itu. Seperti dalam pasal 20 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada DPR untuk
membentuk Undang-undang.
4. Materi Muatan Peraturan
Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa: “Materi
Muatan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam peraturan
perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan”.
Dalam hal membuat suatu perundang-undangan terkait dengan
adanya materi muatan yang akan diatur, dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menentukan bahwa materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
64
f. Bhineka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, keselarasan.
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa materi
muatan yang diatur dengan undang-undang berisi:
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi :
1. Hak-hak asasi manusia
2. Hak dan kewajiban warga negara
3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara;
4. Wilayah negara dan pembagian daerah;
5. Kewarganegaraan dan kependudukan; dan
6. Keuangan negara.
b. Perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;
1. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
2. Tindak lanjut atas putusan mahkamah konstitusi; dan/atau
3. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.31
5. Landasan Hukum Peraturan Perundang-undangan
31
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), h. 43.
65
Indonesia adalah negara hukum, sehingga konsekuensi dari negara
hukum bahwa harus mencakup elemen penting seperti: adanya
perlindungan Hak Asasi Manusia, pembagian dan pemisahan kekuasaan,
pemerintahan berdasarkan dengan undang-undang. Terkait dengan
pemerintahan berdasar dengan undang-undang maka segala tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan hukum. Hukum yang dibuat
untuk mengatur segala penyelenggaraan pemerintahan itu berlandaskan
sumber hukum yang lebih tinggi. Berdasarkan perkembangannya
Indonesia mempunyai 4 (empat) landasan hukum perundang-undangan,
antara lain :
a. Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 Tentang Memorandum DPRGR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Merupakan
Produk Hukum yang pertama yang menghasilkan peraturan
perundang-undangan yang isinya:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan pemerintah;
4. Keputusan Presiden; dan
5. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti:
a) Peraturan menteri;
b) Instruksi menteri;
c) Dan lain-lainnya.
66
b. Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-undang;
4. Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang;
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden; dan
7. Peraturan Daerah.
c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah:
a) Peraturan Daerah Provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan
rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang dibuat oleh dewan
perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama dengan
bupati/walikota;
67
c) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat yang dibuat oleh
badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan
kepala desa atau lainnya.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
D. Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan daerah pada dasarnya disebut sebagai undang-undang daerah
karena peraturan ini dibuat dan berlaku untuk mengatur daerah otonomi
sendiri. Oleh karena itu, peraturan daerah bersifat mengatur, sehingga perlu
diundangkan dan menempatkannya dalam lembaran daerah.
Peraturan daerah memiliki beberapa fungsi, antara lain:32
32
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kansius, 2007) Jilid I, h. 121-122
68
a. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
b. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dimaksud disini
adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ditingkat
pusat.
c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan
peraturan daerah yang lebih tinggi. Ketentuan ini merupakan syarat bagi
pembentukan peraturan daerah tingkat II.
d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini suatu Peraturan
Daerah Tingkat I itu boleh mengatur masalah-masalah yang belum diatur
oleh peraturan-peraturan ditingkat pusat saja, tetapi bagi Peraturan Daerah
Tingkat II hal-hal yang diatur bukan saja masalah-masalah yang belum
diatur oleh peraturan di tingkat pusat, tetapi juga hal-hal yang belum diatur
oleh Peraturan Daerah Tingkat I dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
e. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang belum diatur oleh peraturan
daerah yang lebih tinggi. Ketentuan ini diperuntukan bagi Peraturan
Daerah Tingkat II.
f. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak mengatur rumah tangga
daerah bawahannya. Ketentuan ini diperuntukan bagi Peraturan Daerah
Tingkat I. Dalam hal ini peraturan daerah tingkat I, tidak boleh mengatur
69
masalah-masalah yang sebenarnya merupakan kewenangan Daerah
Tingkat II.
Dalam perkembangannnya peraturan daerah mengalami perubahan
dalam pembentukannya. Di daerah dibentuk adanya DPRD sebagai badan
legislatif daerah dan Pemerintah Daerah sebagai eksekutif daerah, pada masa
orde baru dalam hal pembentukan peraturan daerah didominasi oleh eksekutif
daerah atau pemerintah daerah. Namun dalam era reformasi ini baik eksekutif
maupun legislatif daerah mempunyai keseimbangan dalam hal pembentukan
peraturan daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ada dua macam peraturan
daerah yaitu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 1 ayat 7 menegaskan bahwa: “Peraturan Daerah Provinsi adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur”. Serta dalam Pasal 1
ayat 8 menegaskan pula bahwa: “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.”
Dalam hal materi muatan yang harus diatur dalam pembentukan
peraturan daerah, Pasal 14 menentukan bahwa: “Materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi”.
70
Berikut ini adalah Prosedur pembentukan Peraturan Daerah atau tata
cara pembentukan Peraturan Daerah :
1. Tahap Perencanaan Peraturan Daerah.
Pembentukan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota agar dapat dilaksanakan secara berencana dan terpadu
harus didasarkan pada Prolegda (Program Legislasi Daerah). Dalam pasal
32 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa :
“Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda
adalah instrument perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah
Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis”.
Dalam program legislasi daerah (Prolegda) ditetapkan suatu skala
prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum. Penyusunan
program legislasi daerah (Prolegda) perlu ditetapkan pokok materi yang
hendak diatur serta kaitannya dengan peraturan perundang-undangan
lainnya. Seperti halnya yang disebutkan dalam pasal 33 bahwa:
1) Prolegda sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan memuat program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, materi yang
diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan
lainnya.
2) Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-
undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
yang meliputi:
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. Sasaran yang ingin diwujudkan;
c. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d. Jangkauan dan arah pengaturan.
3) Materi yang diatur sebagaimana ayat (2) yang telah melalui pengkajian
dan penyelarasan dituangkan dalam naskah akademik.
71
Proses penyusunan program legislasi daerah (Prolegda)
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Pemerintah Daerah yang ditetapkan untuk jangka waktu (1) satu tahun.
Dalam penyusunan program legislasi daerah dilingkungan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi,
sedangkan penyusunan program legislasi daerah dilingkungan pemerintah
daerah dikoordinasikan oleh biro hukum atau bagian hukum ataupun
instansi vertikal yang terkait. Hal tersebut lebih lanjut sebagaimana
ditentukan dalam pasal 36 yang menyatakan bahwa:
1) Penyusunan prolegda Provinsi antara DPRD Provinsi dan Pemerintah
Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh DPRD Provinsi melalui alat
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
2) Penyusunan prolegda Provinsi di lingkungan DPRD Provinsi di
lingkungan DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh alat kelengkapan
DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
3) Penyusunan prolegda Provinsi di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan
instansi vertikal terkait.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan prolegda
Provinsi di lingkungan DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan prolegda
Provinsi di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Selanjutnya dalam hal hasil penyusunan program legislasi daerah
antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemerintah daerah
disepakati dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
ditetapkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini
sesuai dengan ketentuan pada pasal 37 yang menyatakan bahwa:
72
1) Hasil dari penyusunan prolegda provinsi antara DPRD Provinsi dan
Pemerintah daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36
ayat (1) disepakati menjadi prolegda provinsi dan ditetapkan dalam
rapat paripurna DPRD Provinsi.
2) Prolegda Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan DPRD Provinsi.
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selanjutnya menegaskan
bahwa :
1) Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang
terdiri atas :
a. Akibat putusan mahkamah agung; dan
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
2) Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau Gubernur dapat
mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda
Provinsi:
a. Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau
bencana alam;
b. Akibat kerja sama dengan pihak lain; dan
c. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas
suatu Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang dapat disetujui
bersama oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus
menangani bidang legislasi dan biro hukum.
Ketentuan terhadap tahap perencanaan penyusunan peraturan
daerah provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap tahap
perencanaan penyusunan peraturan daerah kabupaten/kota. Sebagaimana
dimaksud dalam pasal 40 bahwa: “Ketentuan mengenai perencanaan
penyusunan peraturan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal
32 sampai dengan pasal 38 berlaku secara mutatis mutandis terhadap
perencanaan penyusunan peraturan daerah Kabupaten/Kota.”
Selanjutnya dalam hal daftar kumulatif terbuka yang dapat dimuat
dalam prolegda Kabupaten /Kota itu berbeda dengan yang dapat dimuat
73
dalam prolegda Provinsi, hal tersebut sesuai dengan pasal 41 yang
menyatakan bahwa: “Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat daftar
kumulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
kecamatan atau nama lainnya dan/atau pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan Desa atau nama lainnya”.
2. Tahap Penyusunan Peraturan Daerah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dikenal ada dua jenis peraturan daerah
yaitu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam hal penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari
Kepala Daerah (Eksekutif) dan usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Legislatif). Ketentuan mengenai penyusunan atau pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap
penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 63 yang menegaskan bahwa :
“Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota”.
a. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah
(eksekutif)
Rancangan Peraturan Daerah dapat diajukan oleh unit kerja
dijajaran pemerintah daerah. Dalam hal pengajuan Pra-Rancangan
Peraturan Daerah itu harus disertai dengan penjelasan-penjelasan
pokok pikiran (naskah akademik) dan diajukan kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah, apabila daerah Provinsi yang mengkaji
74
adalah biro hukum untuk diadakan kajian awal dan koreksi sedangkan
daerah Kabupaten/kota adalah bagian hukum.
Setelah dilakukan pengkajian awal atau koreksi oleh
biro/bagian hukum maka usulan pra-raperda diajukan kepada kepala
daerah disertai dengan pertimbangan-pertimbangan, saran dan
penjelasan. Apabila pra-raperda ditolak maka akan dikembalikan ke
unit kerja yang bersangkutan sedangkan apabila pra-rancangan
peraturan daerah diterima maka akan diproses lebih lanjut.
Pra-raperda yang diterima akan dikaji ulang untuk diadakan
penyempurnaan oleh biro/bagian hukum atas perintah dari sekretaris
daerah untuk mendapatkan tanggapan yuridis. Apabila perlu dibahas
pada forum yang lebih luas maka biro/bagian hukum dapat
mengikutsertakan unit kerja instansi yang terkait sehingga ada
persesuaian. Setelah rancangan peraturan daerah itu final (selesai)
disertai dengan penjelasan pokok, Rancangan Peraturan Daerah itu
disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya biro/bagian hukum
menyiapkan nota pengantar penyampaian rancangan peraturan daerah
dari kepala daerah kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, sekaligus pengantar penjelasan rancangan peraturan daerah
pada rapat pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengenai prosedur atau tata cara pembentukan rancangan
peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah baik Gubernur,
Bupati/Walikota lebih lanjut diatur dengan Peraturan Presiden. Hal ini
sebagaimana dalam pasal 59 yang menyatakan sebagai berikut:
75
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur
diatur dengan Peraturan Presiden”.
Sebagaimana hal tersebut diatas bahwa Ketentuan mengenai
penyusunan atau pembentukan Peraturan Daerah Provinsi berlaku
secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 63 yang
menegaskan bahwa:
“Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota”.
b. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
Usulan Rancangan Peraturan Daerah berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Tata cara pelaksanaannya adalah dapat
diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-
kurangnya 5 (lima) orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
yang tidak terdiri hanya dari 1 (satu) fraksi, barulah dapat mengajukan
usul prakarsa mengenai pengaturan suatu urusan daerah. Kemudian
usulan itu disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan
pokok penjelasannya secara tertulis biasanya dengan bentuk naskah
akademik.
76
Usul prakarsa yang telah diajukan kepada Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kemudian oleh Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah diberi nomor pokok, dan setelah itu oleh
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan dalam rapat
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setelah mendapat
pertimbangan dari Panitia Musyawarah. Dalam rapat paripurna
tersebut, pemrakarsa menyampaikan penjelasan atas usulnya (inisiatif)
dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun
kepala daerah (eksekutif) hadir dan memberikan tanggapan atas
usulan.
Pembentukan Peraturan Daerah yang berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
tata cara pelaksanaan dapat disampaikan oleh anggota, komisi,
gabungan komisi, atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan ini diatur
lebih lanjut pada pasal 60 yang menyatakan bahwa:
1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat diajukan oleh anggota,
komisi, gabungan komisi, atau alat kelengakapan DPRD Provinsi
yang khusus menangani bidang legislasi.
2) Ketentuan lebh lanjut mengenai tata cara mempersiapkan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan daerah provinsi.
Selain itu dalam hal apabila rancangan peraturan daerah yang
diajukan baik dari kepala daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah mengenai materi yang sama dalam satu masa sidang, maka
77
yang akan dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang berasal
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 62 yang menyatakan :
“Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi dan
Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah mengenai
materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh Gubernur
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.”
Sebagaimana hal tersebut diatas bahwa Ketentuan mengenai
penyusunan atau pembentukan Peraturan Daerah Provinsi berlaku
secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 63 yang
menegaskan bahwa:
“Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota”.
3. Tahap Teknik Penyusunan Peraturan Daerah.
Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota
sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan yang dilakukan dengan
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang pada umumnya.
Ketentuan ini diatur secara tegas dalam pasal 64 yang menyatakan bahwa:
1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan
sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dlam
lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
78
3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Presiden.
4. Tahap Pembahasan dan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah.
a. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Tata cara atau prosedur pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sama.
Proses pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana diatur
dalam pasal 75 yang menegaskan bahwa:
1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh
DPRD Provinsi bersama Gubernur.
2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
3) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan
DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan DPRD
Provinsi.
Berdasarkan pasal 75 tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur yang mana
dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dalam rapat komisi/
panitia/badan/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang
79
legislasi dan rapat paripurna. Sedangkan ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi.
Pasal 76 selanjutnya menegaskan bahwa :
1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali
sebelum dibahas bersama oleh DPRDProvinsi dan Gubernur.
2) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang dibahas hanya
dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD
Provinsi dan Gubernur.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan
DPRD Provinsi.
Berdasarkan uraian pasal 76 di atas dapat dijelaskan bahwa
Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas
bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama
Gubernur berdasarkan pada persetujuan bersama antara Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Gubernur. Sedangkan
ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan
Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi.
Sebagaimana yang telah disebutkan pada pasal 75 dan 76
tentang tata cara pembahasan dan penarikan kembali Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi. Bahwa tata cara pembahasan dan
penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah Provinsi itu berlaku
sama pada tata cara dalam hal pembahasan dan penarikan kembali
Racangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini diatur dalam
pasal 77 yang menegaskan bahwa :
“Ketentuan mengenai pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dan pasal 76
80
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.”
b. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah.
Suatu Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui antara
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur dalam pasal 78
yang menegaskan bahwa:
1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama
oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan
DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah Provinsi.
2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah seagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Dari uraian tersebut Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dan Gubernur akan disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah Provinsi dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
hari dari tanggal persetujuan bersama.
Pasal 79 selanjutnya menegaskan bahwa:
1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 78 ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan
tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui oleh
DORD Provinsi dan Gubernur.
2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan
81
Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah
Provinsi dan wajib diundangkan.
3) Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kalimat pengesahannya
berbunyi : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.
4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah
Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi
dalam Lembaran Daerah.
Berdasarkan uraian dari pasal 79 tersebut di atas dapat
dijelaskan bahwa rancangan peraturan daerah provinsi yang telah
disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
bersama Gubernur dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak rancangan peraturan daerah provinsi itu disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur
ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tandatangan. Apabila
dalam hal rancangan peraturan daerah provinsi tersebut yang telah
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Gubernur
tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah provinsi
disetujui bersama maka rancangan peraturan daerah provinsi tersebut
sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.
Berdasarkan ketentuan pasal 78 dan 79 menngenai tata cara
pengesahan/penetapan rancangan peraturan daerah provinsi yang telah
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama
Gubernur itu berlaku secara mutatis mutandis terhadap
pengesahan/penetapan peraturan daerah Kabupaten/Kota. Hal ini
sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 yang menegaskan bahwa:
82
“Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 dan 79 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota”.
5. Pengundangan dan Penyebarluasan.
a. Pengundangan Peraturan Daerah
Agar setiap orang mengetahui peraturan perundang-undangan
maka peraturan perundang-undangan harus di undangkan, seperti
halnya peraturan daerah yang harus diundangkan dalam lembaran
daerah dan peraturan yang berasal dari kepala daerah diundangkan
dalam berita daerah. Hal ini diatur dalam pasal 86 yang menegaskan
bahwa :
1) Peraturan Perundang-undangan yang diundnagkan dalam
Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
2) Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota diundangkan
dalam Berita Daerah.
3) Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran
Daerah dan Berita Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
ayat (2) dilaksanakan oleh sekretaris daerah.
b. Penyebarluasan Program Legislasi Daerah dan Rancangan Peraturan
Daerah
Penyebarluasan Program Legislasi Daerah yang telah disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan tujuan untuk
memberikan informasi dan atau memperoleh masukan dari masyarakat
maupun para pemangku kepentingan (Stake holders). Hal ini sesuai
dengan ketentuan pasal 92 yang menegaskan bahwa:
83
1) Penyebarluasan Prolegda dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah
Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
hingga pengundangan Peraturan Daerah.
2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk dapat memberikan informasi dan/ atau memperoleh masukan
masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Pasal 93 selanjutnya menegaskan bahwa :
1) Penyebarluasan Prolegda dilakukan bersama oleh DPRD dan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota yang
dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani bidang legislasi.
2) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari
DPRD dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD.
3) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari
Gubernur atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh Sekretaris
Daerah.
Berdasarkan uraian pasal 93 tersebut diatas bahwa program
legislasi daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota disebarluaskan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota
yang dikoordinasikan dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi. Sedangkan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebarluaskan oleh
alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Rancangan
Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur maupun Bupati/Walikota
disebarluaskan oleh Sekretaris Daerah. Dalam hal penyebarluasan
Peraturan Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang telah
diundangkan dalam Lembaran Daerah dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota dan
84
Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hal ini diatur
dalam pasal 94 yang menegaskan bahwa:
“Penyebarluasan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang telah diundngkan dlam Lembaran Daeah
dilakukan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah Provinsi atau
Kabupaten/Kota”.
Pasal 95 selanjutnya menegaskan bahwa:
“Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan
harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan
Lembaran Daerah, dan Berita Daerah.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa Naskah Akademik
Peraturan Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang
disebarluaskan adalah salinannya dari naskah yang telah diundangkan
dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah dan Berita
Daerah.
85
BAB II
HASIL PENELITIAN
A. Sekilas tentang Kabupaten Karawang
1. Sejarah
Bila melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga
lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, berturut-turut berlangsung
suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam sistem pemerintahan pusat
(Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma
Negara (375-618 M) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk
pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara,
ataupun Kerajaan Sunda pada tahun (671 M). Kerajaan Sumedanglarang
(1580-1608), Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad
XV-XIX M).
Sekitar Abad XV Masehi, Agama Islam masuk ke Karawang yang
dibawa oleh ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusup Idofi dari Champa
yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro. Pada masa itu daerah
Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-
rawa. Keberadaan daerah Karawang yang telah dikenal sejak Kerajaan
Padjajaran yang berpusat di daerah Bogor, karena Karawang pada masa itu
merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan
Kerajaan Pakuan Padjajaran dengan Galuh Pakuan yang berpusat di
daerah Ciamis.
86
Luas wilayah Kabupaten Karawang pada saat itu, tidak sama
dengan luas wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada
waktu itu luas wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Purwakarta,
Subang dan Karawang sendiri. Setelah Kerajaan Padjajaran runtuh pada
tahun 1579 M, pada tahun 1580 M berdiri Kerajaan Sumedanglarang
sebagai penerus Kerajaan Padjajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun.
Kerajaan Islam Sumedanglarang, pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur
dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan
Karawang.
Pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh
putranya Ranggagempol Kusumahdinata. Pada masa itu di Jawa Tengah
telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613 -
1645). Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya
adalah dapat menguasai Pulau Jawa dan mengusir Kompeni (Belanda) dari
Batavia. Ranggagempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumendanglarang
masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengakui
kekuasaan Mataram. Maka pada Tahun 1620 M, Ranggagempol
Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan kerajaan
Sumedanglarang di bawah naungan Kerajaan Mataram.
Ranggagempol Kusumahdinata oleh Sultan Agung diangkat
menjadi Bupati (Wadana) untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah
disebelah Timur Kali Cipamali, disebelah Barat Kali Cisadane, disebelah
Utara Laut Jawa, dan disebelah Selatan Laut Kidul. Pada Tahun 1624
87
Ranggagempol Kusumahdinata wafat, dan sebagai penggantinya Sultan
Agung mengangkat Ranggagede, Putra Prabu Geusan Ulun.
Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang
semestinya menerima tahta kerajaan, merasa disisihkan dan sakit hati.
Kemudian beliau berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Sultan
Banten agar dapat menaklukkan Kerajaan Sumedanglarang dengan
imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan
Sumedanglarang akan diserahkan kepada Banten. Sejak itu banyak tentara
Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum,
di bawah Pimpinan Sultan Banten bukan saja untuk memenuhi permintaan
Ranggagempol II, Tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai
Karawang sebagai persiapan merebut kembali pelabuhan Banten yang
telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda), yaitu pelabuhan Sunda Kelapa.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke
Mataram. Pada Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria
Wirasaba) dari Mojo Agung, Jawa Timur untuk berangkat ke Karawang
dengan membawa 1000 Prajurit dengan keluarganya, dari Mataram
melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari
pengaruh Banten, mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-
gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono adalah dengan
mendirikan 3 (tiga) Desa yaitu Waringinpitu (Telukjambe), Desa
Parakansapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam
88
Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (Sekarang termasuk di Kecamatan
Karawang Barat), dengan pusat kekuatan di ditempatkan di Desa
Waringinpitu. Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang
dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang
sedang dilaksanakan kepada Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan
Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tuqas yang diberikan kepada
Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Demi menjaga keselamatan Wilayah Kerajaan Mataram sebelah
barat, pada tahun 1628 M dan 1629 M, bala tentara Kerajaan Mataram
diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC
(Belanda) di Batavia. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan
medan yang sangat berat. Sultan Agung kemudian menetapkan daerah
Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan
sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram serta harus
dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang sehingga
mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna
mendukung pengadaan logistik dalam rencana penyerangan kembali
terhadap VOC (belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa
Sari Galuh dengan membawa 1.000 prajurit dengan keluarganya menuju
Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah
membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik
sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda)
89
di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria
Wirasaba yang dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada
Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya langsung
dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas keberhasilannya Wiraperbangsa
oleh Sultan Agung dianugrahi jabatan Wedana (Setingkat Bupati) di
Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah
sebilah keris yang bernama "Karosinjang".
Setelah penganugrahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram,
Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun
sebelumnya beliau singgah dahulu ke Galuh untuk menjenguk
keluarganya. Atas takdir IIlahi Beliau kemudian wafat saat berada di
Galuh. Setelah Wiraperbangsa Wafat, Jabatan Bupati di Karawang
dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan
gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677 M.
Pada abad XVII kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram,
dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo. la tidak
menginginkan wilayah Nusantara diduduki atau dijajah oleh bangsa lain
dan ingin mempersatukan Nusantara. Dalam upaya mengusir VOC yang
telah menanamkan kekuasaan di Batavia, Sultan Agung mempersiapkan
diri dengan terlebih dahulu menguasai daerah Karawang, untuk dijadikan
sebagai basis atau pangkal perjuangan dalam menyerang VOC.
Ranggagede diperintahnya untuk mempersiapkan bala tentara/prajurit dan
90
logistik dengan membuka lahan-Iahan pertanian, yang kemudian
berkembang menjadi lumbung padi.
Tanggal 14 September 1633 M, bertepatan dengan tanggal 10
Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai
Bupati Karawang yang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10
Maulud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang. Berawal dari
sejarah tersebut dan perjuangan persiapan proklamasi kemerdekaan RI,
Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai kota pangkal perjuangan
dan daerah lumbung padi Jawa Barat.1
2. Kondisi Geografis
Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa
Barat yang secara geografis terletak antara 107002’ - 107040’ BT dan
5056’-6034’ LS, termasuk daerah daratan yang relatif rendah, mempunyai
variasi ketinggian wilayah antara 0-1.279 meter di atas permukaan
laut dengan kemiringan wilayah 0-20, 2-150, 15-400, dan diatas 400
dengan temperatur udara rata-rata 270 C, tekanan rata-rata 0,01 milibar,
penyinaran matahari 66% serta kelembaban nisbi 80%. Curah hujan
tahunan berkisar 1.100-3.200 mm/tahun.
Topografi di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk
dataran yang relatif rendah (25 m dpl) terletak pada bagian utara
mencakup Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya, Pedes,
Rengasdengklok, Kutawaluya, Tempuran, Cilamaya, Rawamerta,
1 Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id
/sekilas/sejarah-karawang diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20 Ramadhan 1437 H pada
pukul 16.41 WIB
91
Telagasari, Lemahabang, Jatisari, Klari, Karawang, Tirtamulya,
sebagian Telukjambe, Jayakerta, Majalaya, sebagian Cikampek dan
sebagian Ciampel. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang
dan berbukit-bukit di bagian selatan dengan ketinggian antara 26 –
1.200 dpl. Daerah perbukitan tersebut antara lain: Gunung Pamoyanan,
Dindingsari, Golosur, Jayanti, Godongan, Rungking, Gadung, Kuta,
Tonjong, Seureuh, Sinalonggong, Lanjung dan Gunung Sanggabuana.
Terdapat pula Pasir Gabus, Cielus, Tonjong dengan ketinggian
bervariasi antara 300-1.200 m dpl dan tersebar di Kecamatan
Tegalwaru, sebagian kecil Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan
Ciampel.
Kabupaten Karawang terutama di Pantai Utara tertutup pasir pantai
yang merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas
terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati
oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedangkan
dibagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ±
1.291 m dpl, yang mengandung endapan vulkanik. Kabupaten
Karawang dilalui oleh beberapa sungai yang bermuara di Laut Jawa.
Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang
dengan Kabupaten Bekasi, sedangkan sungai Cilamaya merupakan
batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat tiga
buah saluran irigasi yang besar, yaitu: Saluran Induk Tarum Utara, Saluran
Induk Tarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum Barat yang
92
dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan pembangkit tenaga
listrik. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327
Ha, luas tersebut merupakan 4,72% dari luas Provinsi Jawa Barat
(37.116,54 Km2) dan memiliki laut seluas 4 Mil x 84,23 Km, dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Bagian Utara berbatasan dengan Laut Jawa;
b. Bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang;
c. Bagian Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta;
d. Bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur;
e. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.2
Kabupaten Karawang menurut peta :
2 Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id /
dokumen/gambaran-umum diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20 Ramadhan 1437 H
pada pukul 17.10 WIB
94
4. Visi dan Misi
a. Visi :
“Terwujudnya Masyarakat Karawang yang Sejahtera Melalui
Pembangunan di Bidang Pertanian dan Industri yang Selaras dan
Seimbang Berdasarkan Iman dan Taqwa.”
b. Misi :
1. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan;
2. Meningkatkan Cakupan Layanan dan Kualitas Kesehatan
Masyarakat;
3. Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan Pada Sektor Pertanian
dengan Pola Agroindustri yang didukung oleh sektor Industri
lainnya;
4. Meningkatkan Pembangunan Infrastruktur Wilayah;
5. Meningkatkan Kualitas Angkatan Kerja dan Peluang Kerja;
6. Meningkatkan Pelayanan, Pembinaan Kehidupan Beragama,
Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia;
7. Menciptakan Tata Pemerintahan Kabupaten Karawang Yang
Bersih dan Berwibawa;
8. Mengutamakan Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan
Berwawasan Lingkungan Pada Seluruh Kegiatan Pembangunan;
9. Pemberdayaan Perempuan Dan Pengarusutamaan Gender.4
4 Webite resmi Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat http:// www.
jabarprov.go.id /index.php/pages/id/1055 diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20
Ramadhan 1437 H pada pukul 17.30 WIB.
95
5. Demografi
Penduduk Kabupaten Karawang umumnya adalah suku Sunda
yang menggunakan Bahasa Sunda. Di daerah utara Kabupaten Karawang,
seperti di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kecamatan
Tempuran Kecamatan Cilamaya, mereka menggunakan Bahasa Sunda
Kasar, beberapa kosakata yang mereka gunakan adalah 'aing' (bahasa
Sunda standarnya kuring/abdi), 'nyanéh' (bahasa Sunda standarnya
manéh/anjeun), nyanéhna (bahasa Sunda standarnya manéhna/anjeunna),
nyaranéhna (bahasa Sunda standarnya maranéhna/aranjeunna), manyaho
(bahasa Sunda standarnya nyaho/terang). Tetapi di daerah selatan
Kabupaten Karawang, mereka menggunakan bahasa Sunda standar.
Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata pencaharian
yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakatnya
bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang
adalah daerah penghasil padi.5
6. Pendidikan
Secara umum, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Karawang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
pendidikan yang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang pendidikan, pemuda
dan olahraga serta tugas pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah
Daerah.
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karawang diakses pada tanggal 27
Juni 2016/ 21 Ramadhan 1437 H pada pukul 04.30 WIB.
96
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 9
tahun 2011 tentang Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan, Untuk melaksanakan
tugas tersebut Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga mempunyai
fungsi :
a. Pengaturan dan pengurusan kegiatan teknis operasional di bidang
pendidikan meliputi; pendidikan nonformal dan informal,
pendidikan menengah, pendidikan dasar, serta pemuda dan
olahraga berdasarkan kebijakan Bupati;
b. Pelaksanaan pengembangan program pemerintah daerah di bidang
pendidikan, pemuda dan olahraga;
c. Pelaksanaan pelayanan di bidang pendidikan, pemuda dan
olahraga.
Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga Kabupaten Karawang
mempunyai tugas pokok yang luas dan kompleks. Secara umum tugas
pokok tersebut adalah membantu bupati dalam melaksanakan kewenangan
daerah di bidang pendidikan.
Rincian uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan dan
unit kerja dalam lingkup Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Karawang berdasarkan Peraturan Bupati Karawang Nomor 7
97
tahun 2012 tentang Rincian tugas, fungsi dan Tata Kerja Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang.6
Untuk lebih jelas dan rincinya terdapat dilampiran Tabel 1
7. Kesehatan
Dasar menyelenggarakan Pembangunan Kesehatan yang
berkualitas dan juga dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah
serta berbagai kecenderungan Pembangunan Kesehatan ke depan, maka
ditetapkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang yaitu ;
“Terwujudnya Masyarakat Karawang Yang Sehat Dan Mandiri Tahun
2015 " Pernyataan visi tersebut mengandung dua makna yaitu masyarakat
Karawang yang sehat dan mandiri.
Masyarakat Karawang yang sehat adalah gambaran masyarakat
Karawang masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sedangkan mandiri mengandung pengertian masyarakat yang menyadari,
mau dan mampu untuk mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan.
Indikator masyarakat sehat dan mandiri meliputi :
a. Adanya peningkatan kemampuan dari masyarakat untuk hidup sehat;
6 Webite resmi Dinas Pendidikan di Kabupaten Karawang
http://www.disdikpora.karawangkab.go.id/artikel/sejarah-dinas-pendidikan-kabupaten-
karawang, diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20 Ramadhan 1437 H pada pukul 17.30
WIB.
98
b. Mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya
peningkatan kesehatan (health promotion), pencegahan penyakit
(health prevention), penyembuhan penyakit (Curative), dan pemulihan
kesehatan (health rehabilitation) terutama untuk ibu dan anak;
c. Berupaya selalu meningkatkan kesehatan lingkungan, terutama
penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup;
d. Selalu meningkatkan status gizi masyarakat berkaitan dengan
peningkatan status sosial ekonomi masyarakat;
e. Berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
berbagai sebab dan penyakit.
Untuk lebih jelas dan rincinya terdapat dilampiran Tabel 2,3 dan 4
8. Sosial Budaya
Penduduk, masyarakat dan kebudayaan mempunyai hubungan
yang erat antara satu sama lainnya. Dimana penduduk adalah sekumpulan
manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Sedangkan
masyarakat merupakan sekumpulan penduduk yang saling berinteraksi
dalam suatu wilayah tertentu dan terikat oleh peraturan – peraturan yang
berlaku di dalam wilayah tersebut. Masyarakat tersebutlah yang
menciptakan dan melestarikan kebudayaan. Baik yang mereka dapat dari
nenek moyang mereka ataupun kebudayaan baru yang tumbuh seiring
dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu penduduk, masyarakat dan
kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan
99
sendiri berarti hasil karya manusia untuk melangsungkan ataupun
melengkapi kebutuhan hidupnya yang kemudian menjadi sesuatu yang
melekat dan menjadi ciri khas dari pada manusia (masyarakat) tersebut.7
Masyarakat Karawang Jawa Barat yang terkenal dengan sebutan
Kota Padi. Warga Karawang yang dominan menggantungkan hidupnya
pada pertanian. Setiap musim panen di Karawang selalu identik dengan
hajatan atau bahasa Karawangnya “kariaan”, baik khitanan atau
pernikahan. Hal ini sudah menjadi salah satu kebiasaan (budaya)
masyarakat Karawang. Alasannya jika mengadakan sebuah hajatan itu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan biaya itu ada di saat musim
panen tiba.
Selain faktor panen, masyarakat Karawang juga masih percaya
dengan perhitungan penanggalan Jawa. Umumnya bulan-bulan saat panen
itu sesuai perhitungan di penanggalan Jawa dinilai secara tradisi baik
untuk mengadakan hajatan.
Ada juga tradisi lain masyarakat Karawang yang tinggal di dekat
laut, yang dominan warganya berpropesi sebagai nelayan. Ruwat laut atau
pesta laut merupakan tradisi tahunan masyarakat nelayan, di pantai utara
Pasir Putih, Desa Suka Jaya Kecamatan Cilamaya Wetan Karawang, Jawa
Barat. Puncak acara pesta laut, ditandai dengan pelepasan kepala kerbau,
dan sesaji untuk dilarung di laut lepas.
7http://www.indosiar.com/ragam/ruwat-laut-berharap-berkah-rejeki_88343.
html diakses pada tanggal 27 Juni 2016/ 21 Ramadhan 1437 H pada pukul 03.45 WIB.
100
Acara diawali dengan doa dari tokoh agama, di depan andong yang
berisi sesaji dan kepala kerbau, serta air kembang berbagai rupa. Usai
berdoa, para nelayan berebut air kembang, untuk disiramkan pada perahu
mereka. Selanjutnya, kepala kerbau dan sesaji, di dinaikan ke atas perahu
untuk dilarung.
Menggunakan perahu-perahu motor, para nelayan kemudian
dengan antusias mengiringi perahu pembawa sesaji, hingga menambah
semarak suasana pesta laut. Dengan pesta laut yang dilaksanakan tiap
tahun ini, para nelayan berharap hasil usaha mereka dari tangkapan ikan,
akan semakin baik. Selain menggelar larung kepala kerbau, dalam pesta
laut tahun ini, masyarakat nelayan pasir putih karawang, juga dihibur
dengan kesenian tradisional, wayang golek.
Dilihat dari dua kebiasaan (budaya) masyarakat Karawang sudah
jelas, bahwa karakter masyarakat karawang itu masih melekat dengan
tradisi. Sehingga dari setiap generasi ke generasi akan terus dilakukan
selama mereka masih percaya dengan tradisi seperti itu. Dari kebudayaan
masyarakat Karawang itu ada nilai positif, yaitu akan mempererat
kekerabatan antar masyarakat Karawang dan melestarikan budaya yang
sudah ada sehingga dapat diperkenalkan dari generasi ke generasi.8
B. Potensi Kekayaan Alam Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang adalah kabupaten yang terletak di pantai
utara Jawa Barat. Daerah ini terkenal dengan julukannya sebagai daerah
8 http://www.karawanginfo.com/?p=7666 diakses pada tanggal 27 Juni 2016/ 21
Ramadhan 1437 H pada pukul 04.00 WIB
101
“lumbung padi”, hal ini dikarenakan daerah ini merupakan salah satu
penghasil beras terbesar di Indonesia sejak jaman kerajaan dulu. Dahulu
kala, ketika jaman penjajahan Belanda yang terpusat di Batavia (Jakarta),
kerajaan Mataram yang berpusat di Yogyakarta mengirimkan pasukan
untuk menyerang Belanda di Batavia, dan daerah Karawang ini digunakan
sebagai daerah transit untuk perbekalan makanan dikarenakan hasil
berasnya yang melimpah. Cerita tersebut membuktikan bahwa dari sejak
dulu daerah Karawang sudah terkenal sebagai daerah penghasil beras.
Akan tetapi, dengan kemajuan industri saat ini menjadi ancaman
tersendiri bagi pertanian di Kabupaten Karawang. Daerah industri
bermunculan di sekitar Karawang Barat dan Cikampek, apalagi dengan
adanya rencana untuk pembangunan pelabuhan taraf Internasional di Utara
Karawang sebagai perluasan pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta. Padahal
daerah pantai Utara Karawang memiliki lahan padi yang sangat luas, yang
sampai tulisan ini dibuat masih dipertahankan sebagai daerah penghasil
beras.
Secara kehidupan sosial, Kabupaten Karawang dapat digolongkan
sebagai daerah peralihan dari desa ke kota. Didaerah utara masih banyak
ditemukan desa-desa pertanian, dengan juragan-juragan tanah yang kaya,
tapi di daerah Barat dan Timur (Cikampek) sudah banyak terlihat
pengusaha-pengusaha industri dan karyawan yang lebih dominan.
Pendatang dari berbagai daerah-pun sudah sangat banyak di daerah-daerah
industri tersebut. Dari segi pola pikir masyarakatnya pun, daerah
102
Karawang sudah tidak cocok lagi disebut dengan desa, tapi belum cocok
juga bila disebut Kota, sehingga daerah Karawang termasuk daerah
peralihan.
Penghasilan daerah Kabupaten Karawang cukup besar, terutama
dari bidang pertanian beras dan industri. Akan tetapi sebenarnya masih
banyak potensi yang dapat dikembangkan di kabupaten Karawang ini,
tanpa harus meninggalkan kekayaan agraris yang dimiliki. Berikut
potensi-potensi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Karawang9:
1. Pariwisata
Pariwisata di Karawang memiliki potensi yang besar dari segi
sumberdaya alam, manusia, ataupun pasarnya. Dari segi sumberdaya
alam, di Karawang terdapat potensi wisata dari pantai, danau, sampai
gunung. Dari segi sumberdaya manusia, di daerah Karawang masih
terlihat banyak pengangguran yang dapat diberdayakan dengan adanya
daerah wisata tersebut. Dari segi pasar, kebanyakan pengusaha-
pengusaha industri dan orang-orang kaya di Karawang lebih suka
melakukan pertemuan bisnis atau wisata di luar daerah Karawang
misal Bekasi, Subang, atau Purwakarta, hal ini dikarenakan di
Karawang tidak ada tempat wisata atau pertemuan yang bagus. Berikut
adalah potensi wisata di Kabupaten Karawang:
a. Pantai
9 https://embunhatiku.wordpress.com/2011/07/28/potensi-kabupaten-karawang/
diakses pada tanggal 22 September 2016 pada pukul 16.00 WIB
103
Daerah Utara Karawang merupakan daerah pantai. Salah satu
pantai yang terkenal adalah pantai “Tanjung Baru” dan “Pondok
Bali”. Akan tetapi kedua pantai tersebut tidak memiliki fasilitas
yang memadai hingga tidak dapat disebut daerah wisata. Kondisi
air yang keruh dan pantai yang kotor terlihat tidak terurus. Rumah
makan sudah ada, tapi dengan kondisi yang kurang baik. Fasilitas
penginapan belum ada. Tidak ada tiket masuk, kecuali pungutan
liar oleh warga sekitar. Tidak ada wisata-wisata air seperti perahu,
banana boot, dan lain-lain. Mungkin langkah pertama yang perlu
dilakukan untuk pengembangan pantai Karawang adalah dengan
melakukan restorasi pantai, sehingga pantai di Karawang menjadi
indah kembali sehingga cocok untuk daerah wisata.
b. Gunung
Didaerah Barat Daya perbatasan dengan Bogor, terdapat
gunung “Sangga Buana”. Di gunung tersebut terdapat curug,
sungai yang indah, dan daerah perkemahan. Pemandangan alamnya
pun tak kalah dibandingkan puncak Bogor, Cuma bedanya tidak
ada perkebunan teh seperti di puncak. Akan tetapi infrastruktur
jalan ke gunung tersebut masih kurang baik, fasilitas penginapan
masih kurang, pengelolaan yang kurang terhadap objek wisata, dan
tentunya promosi yang kurang. Padahal jika dikelola dengan baik,
tentunya bisa menjadi maestro pariwisata daerah Karawang.
c. Danau/Bendungan
104
Di daerah Karawang terdapat bendungan yang cukup
terkenal dikalangan masyarakat yaitu bendungan Walahar. Tempat
ini sering dijadikan objek wisata masyarakat karena lokasinya yang
cukup dekat dengan perkotaan dan akses jalannya yang bagus. Di
lokasi ini sudah terdapat rumah makan dengan menu khasnya
adalah berbagai jenis ikan air tawar. Akan tetapi masih dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan daerah wisata
air, outbond, dan budidaya ikan disepanjang aliran sungai, serta
penginapan.
Selain itu ada juga danau tadah hujang “Kamojing”.
Didaerah ini hampir setiap sore ramai oleh warga cikampek dan
sekitarnya untuk sekedar nongkrong-nongkrong, baik ketika danau
penuh ataupun saat kering. Dan masih banyak lahan kosong di
sekitar danau tersebut, sehingga berpotensi untuk membuat rumah
makan dan tempat perbelanjaan. Akan tetapi penerangan di daerah
ini masih kurang, sehingga di malam hari terasa gelap dan
keamanan yang kurang.
d. Taman Rekreasi
Di daerah Karawang belum ada satupun tempat rekreasi
yang bertaraf nasional, bahkan untuk bersaing di tingkat rayon pun
masih belum ada. Sehingga terkadang warga Karawang yang ingin
berwisata lebih memilih berwisata ke luar daerah seperti
Purwakarta, Subang, Bekasi, Jakarta, bahkan sampai ke Bogor dan
105
Bandung. Taman Rekreasi yang bisa dibuat di daerah Karawang
misalnya Water Boom, tempat bermain anak-anak, agritourism,
wisata air, pegunungan, outbond, dan lain-lain.
e. Festival
Festival yang sudah terkenal di Karawang ada “Mojang
Jajaka Karawang” dan parade Kemerdekaan. Dan ditambahkan
dengan festival Panen Raya akan lebih menampilkan identitas dari
Kabupaten Karawang itu sendiri.
2. Bisnis
a. Perhotelan
Di Kabupaten Karawang belum ada satupun Hotel
Berbintang, padahal potensi pengusaha dan bisnisnya cukup tinggi.
Kebanyakan pengusaha atau pembisnis lebih memilih menginap di
daerah Purwakarta kerena terdapat hotel berbintang dan
penginapan wisata yang bagus. Dengan potensi wisata yang bagus,
maka seharusnya potensi penginapan dan perhotelan di Karawang
juga seharusnya menjanjikan.
b. Hiburan
Bisnis hiburan di Kabupaten Karawang juga cukup
menjanjikan. Dengan jumlah warga yang banyak dan bervariasi
dari berbagai suku, maka pasar untuk bisnis hiburan cukup
berpotensi.
c. Perbelanjaan
106
Daerah perbelanjaan modern seperti mall belum dikelola
dengan baik, misalnya mall yang terdapat dipusat Kota Karawang,
mall di Galuh Mas serta di kecamatan Cikampek, yang tidak
seperti mall yang berada di kota-kota besar.
C. Perusahaan-Perusahaan di Kabupaten Karawang.
Kabupaten Karawang dalam rangka meningkatkan dan/atau
mempertahankan kinerja pembangunan menghadapi perkembangan perubahan
lingkungan strategis yang sangat dinamis serta faktor-faktor berpengaruh yang
berubah dengan cepat dan sering tidak terduga, maka diwujudkan visi dan
misi berbasis pada analisis lingkungan strategis dan isu-isu strategis. Seperti
motto Dinas Perindustrian Perdagangan, Pertambangan dan Energi Kabupaten
Karawang yaitu “Serasi dan Berdaya guna” yang artinya bekerja keras secara
serasi yang diharapkan karyanya dapat bermanfaat untuk masyarakat
Karawang, diharapkan visi Dinas Perindustrian Perdagangan, Pertambangan
dan Energi Kabupaten Karawang sebagai pemicu bagi seluruh komponen
masyarakat (stakeholders), Pemerintah dan dunia usaha untuk terus bekerja
keras membangun daerah dalam rangka untuk mencapai visi yang dicita-
citakan.
Pembentukan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan
Energi Kabupaten Karawang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Karawang Nomor 10 Tahun 2008, tentang Sekretariat Daerah, Sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
107
Dan dijabarkan dalam Peraturan Bupati Karawang Nomor: 38 tahun 2008
tentang Struktur organisasi dan tata kerja Dinas Perindustrian, Pertambangan
dan Energi Kabupaten Karawang.
Berdasarkan peraturan dimaksud, Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Karawang mempunyai Tugas Pokok:
Membantu Bupati Karawang dalam melaksanakan sebagian kewenangan
daerah Bidang Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi dan
tugas pembantuan yang ditugaskan dari Pemerintah kepada Daerah.
Adapun dalam melaksanakan tugas pokok dimaksud Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Karawang
memiliki fungsi dalam penyelenggaraan tugas pokok sebagaimana dimaksud
Dinas mempunyai fungsi :10
a. Pengaturan dan Pengurusan kegiatan teknis operasional di Bidang
Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi serta kemetrologian
perlindungan konsumen berdasarkan kebijakan Bupati,
b. Pelaksanaan pengembangan program pemerintah daerah di Bidang
Perindustrian, Perdagangan, pertambangan dan Energi.
c. Pelaksanaan pelayanan di Bidang Perindustrian, Perdagangan,
Pertambangan dan Energi.
Adapun daftar perusahaan-perusahaan yang ada dikabupaten
Karawang adalah sebagai berikut:
Untuk lebih jelas dan rincinya terdapat dilampiran Tabel 5, 6 dan 7
10
Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id /
sites/default/files/pdf/Dinas%20Perindagtamben.pdf diakses pada tanggal 27 September
2016/ pada pukul 10.40 WIB
108
D. Data Kependudukan di Kabupaten Karawang
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Karawang terus naik hingga 1,76
persen atau mencapai 40 ribu jiwa pertahun dari jumlah penduduk yang
hingga kini lebih dari 2 juta jiwa. saat ini jumlah penduduk Karawang
mencapai angka 2,1 juta penduduk. Jika pertahunnya laju pertumbuhan
penduduk mencapai 1,76 persen, maka diprediksi akan ada penambahan
penduduk 35 hingga 40 ribu orang pertahun.11
Untuk mengatur laju pertumbuhan penduduk ini BKBPP terus
melakukan program Keluarga Berencana (KB), hingga ini kesertaan KB di
Karawang sudah mencapai 71,54 persen. Namun pihaknya sangat
menyayangkan disetiap tahunnya ada sekitar 90 hingga 100 ribu pertahun
peserta memilih drop out menggunakan KB.
Adapun pertumbuhan dunia industri yang makin pesat di Kabupaten
Karawang ternyata menjadi daya tarik kuat bagi para penduduk dari daerah
lain untuk berbondong-bondong datang ke Kabupaten Karawang dengan
alasan mencari pekerjaan. Akibatnya tiap tahun jumlah penduduk Kabupaten
Karawang makin menggemuk dan diperkirakan pada akhir tahun 2016,
jumlahnya mencapai 3,5 juta jiwa.12
Untuk lebih jelas dan rincinya terdapat dilampiran Tabel 8 dan 9
11
Wawancara dengan Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan (BKBPP) Kabupaten Karawang, Banuara Nadeak pada tanggal 20 Juli 2016 12
Wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) Kabupaten Karawang, Yudi Yudiawan pada tanggal 13 Juli 2016.
109
BAB IV
ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP RANCANGAN
PERATURAN DAERAH (PERDA) NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG
KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN KARAWANG
A. Partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan Peraturan Daerah di
Kabupaten Karawang
Peraturan perundang-undangan dalam suatu konteks di negara
Indonesia adalah merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum
yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.
Hukum sebagai salah satu subjek dalam penyelenggaraan
pemerintahan diharapkan dapat menjadi sarana pembaruan perilaku dan
mendorong partisipasi masyarakat, sehingga menuju arah yang diinginkan,
yaitu masyarakat madani yang maju dan mandiri. Oleh karena itu,
pembangunan hukum mempunyai arti yang sangat penting bagi upaya
pembangunan nasional secara keseluruhan. Penyelenggara pembangunan
hukum tidak hanya pembangunan materi hukum serta sarana dan prasarana,
melainkan juga pembangunan para birokrasi hukum itu sendiri, baik sebagai
penegak hukum maupun sebagai perancang dan penyusun peraturan
perundang-undangan.
Di dalam suatu praktek penyelenggaraan pemerintahan, adanya
peraturan perundang-undangan yang baik akan banyak menunjang
110
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sehingga lebih
memungkinkan tercapainya tujuan negara. Untuk membuat suatu peraturan
perundang-undangan yang baik sangat diperlukan adanya persiapan-persiapan
yang matang seperti materi muatan yang akan diatur, teknik penyusunan
peraturan perundang-undangan. Maria Farida Indrati S mengatakan bahwa
proses pembentukan Undang-Undang terdiri atas tiga tahap, yaitu :
1. Proses penyiapan rancangan Undang-Undang, yang merupakan proses
penyusunan dan perancangan di lingkungan Pemerintah, atau di
lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (Dalam hal RUU usul inisiatif).
2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di Dewan
Perwakilan Rakyat.
3. Proses pengesahan (Oleh Presiden) dan pengundangan (Oleh Menteri
Negara Sekretaris Negara atas perintah Presiden).1
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pembentukan Undang-Undang
dapat dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini dapat
dilihat dan diketahui dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1). Dalam pasal 5
ayat (1) menegaskan tentang hak presiden untuk mengajukan rancangan
undang-undang, sebagai berikut: “Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 20
ayat (1) menegaskan mengenai kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
membentuk Undang-Undang, sebagai berikut: “Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang-undang”.
Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-
Undang merupakan bentuk imbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap
1 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kansius, 2007) Jilid I, h. 134.
111
pemerintah, sebagai wakil rakyat yang membawa aspirasi rakyat, hal ini sesuai
dengan pendapat Soehino sebagai berikut :
“Dalam negara yang berasaskan demokrasi adanya hak mengajukan
Rancangan Undang-Undang atas usul Inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat
merupakan imbangan dari pada hak pemerintah untuk mengajukan Rancangan
Undang-Undang, sehingga dengan demikian prakarsa untuk mengatur sesuatu
hal atau materi dengan Undang-Undang tidak saja tergantung daripada
kemauan Pemerintah, melainkan diharapkan prakarsa itu datang pula dari
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat yang membawakan aspirasi
rakyat yang diwakilinya”.2
Kekuasaan dalam membentuk peraturan perundang-undangan
mengalami pergeseran, salah satunya dalam membentuk peraturan daerah.
Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 atau pada masa orde baru
pembentukan peraturan daerah didominasi oleh eksekutif, namun di era
reformasi atau sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adanya
keseimbangan antara eksekutif dan legislatif daerah dalam pembentukan
peraturan daerah. Irawan Soejito dalam hal peraturan daerah mengatakan
bahwa:
“Salah satu kewenangan yang sangat sangat penting dari suatu
Daerah yang berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
adalah kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah. Hak untuk
2 Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Liberty,
2003), h. 59
112
menetapkan Peraturan Daerah disebut hak legislatif. Peraturan Daerah
adalah nama dari hasil pekerjaan legislatif daerah”.3
Peraturan daerah dalam penetapannya terlebih dahulu haruslah dibuat
rancangan peraturan daerah tersebut. Membuat rancangan peraturan daerah
yang baik sama halnya dengan membuat rancangan undang-undang,
merupakan pekerjaan yang sulit. Suatu peraturan perundang-undangan yang
baik, menghendaki dalam persiapannya pengetahuan yang mendalam dari
materi yang akan diatur dan pengetahuan akan daya upaya yang tepat untuk
mencegah penghindaran diri dari ketentuan-ketentuan itu, kecakapan untuk
mencari dan menemukan sarinya dari kumpulan fakta-fakta yang sudah
tumbuh sejak lama dan untuk menuangkannya di dalam bentuk peraturan yang
singkat tetapi jelas, agar maksud yang harus diperhatikan dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya. Isi peraturan daerah dikatakan baik apabila dapat
dituangkan dalam suatu bentuk dan dengan suatu adat bahasa yang sopan, baik
dan mudah dipahami oleh siapapun, disusun secara sistematis, dengan
meninggalkan hal-hal yang kurang perlu, tidak membuat istilah yang dapat
memberikan interpretasi yang kembar, cukup memberikan kepastian tetapi
sebaliknya cukup luwes atau elastis sehingga dapat mengikuti perkembangan
keadaan.4
Berkaitan dengan Undang-Undang, peraturan daerah atau dapat
disebut juga sebagai undang-undang daerah (dalam arti luas) dapat dibuat atas
usul dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang akan
3 Irawan Soejito, Teknik Membuat Peraturan Daerah, (Jakarta: Bina Aksara, 1989),
h. 1 4 Irawan Soejito, Teknik Membuat Peraturan Daerah, ….., h. 3
113
dibahas dalam beberapa tingkat pembicaraan dalam sidang di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Selanjutnya Soenobo Wirjosoegito menegaskan
bahwa:
Penyusunan rancangan peraturan daerah dapat diusulkan oleh kepala
daerah atau atas usul prakarsa DPRD. Rancangan peraturan daerah yang
disampaikan dari kepala daerah disampaikan kepada pimpinan DPRD dengan
nota pengantar. Sedangakn rancangan peraturan daerah yang berasal dari usul
prakarsa DPRD disertai penjelasannya, disampaikan secara tertulis kepada
pimpinan DPRD, yang selanjutnya akan diperbanyak dan disampaikan kepada
seluruh anggota DPRD, untuk dibahas dalam sidang DPRD.5
Peraturan daerah di Kabupaten Karawang sebagai bagian dari suatu
pertauran perundang-undangan, dalam proses pembentukannya memberikan
adanya kesempatan bagi masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Karawang
untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka
pembentukan peraturan perundnag-undangan yang akan dibuat oleh para
Legislatif dan Eksekutif. Partisipasi masyarakat dalam hal memberikan
masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ditingkat
Kabupaten/Kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 pasal
96 yang menegaskan bahwa:
1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Masukkan secara lisan dan/ atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui :
a. Rapat dengar pendapat umum;
5 Soenobo Wirjosoegito, Proses dan Perencanaan Peraturan Perundangan, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004), h. 36.
114
b. Kunjungan kerja;
c. Sosialisasi; dan/atau
d. Seminar, lokakarya, dan/atau diskusi
3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang
perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas
substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan .
4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancnagan
Peraturan Perundang-undnagan harus dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah
yang dirumuskan, antara lain: dalam bentuk perturan daerah, Peraturan Kepala
Daerah dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan
kepentingan umum serta perturan daerah lainnya.
Peraturan Pemerintah (Pusat) memuat aturan-aturan umum untuk
melaksanakan undang-undang. Sedangkan Peraturan Pemerintah Daerah
memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah
Pusat. Peraturan Pemerintah Daerah, isinya tidak boleh bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah Pusat, dan jika ternyata bertentangan maka Peraturan
Pemerintah Daerah yang bersangkutan dengan sendirinya batal (tidak
berlaku).
Pada pasal 4 ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor III/MPR/2000 menegaskan bahwa sesuai dengan tata urutan Peraturan
Perundang-undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
115
Sedangkan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7
menegaskan bahwa:
1. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
2. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota;
c. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan
Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau
nama lainnya.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pembuatan Peraturan
Desa/Peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Adapun permasalahan yang muncul berkaitan dengan Pelaksanaan
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Karawang yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 dan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011, pada kenyataannya terdapat beberapa
kendala yang berpotensi menjadi masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan DPRD. Hali ini menunjukan bahwa
adanya pergeseran kedudukan dan fungsi DPRD yang tadinya merupakan
wakil rakyat menjadi penyelenggara pemerintahan daerah sehingga pada
116
prakteknya aspirasi masyarakat kurang terakomodir dengan baik dalam
proses pembentukan peraturan daerah.
2. Partisipasi masyarakat yang diatur dalam Bab XI pasal 96 Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 masih mengatur secara umum dan belum
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk teknik
pelaksanaan partisipasi yang dimaksud. Hal ini dapat berakibat timbulnya
penafsiran yang berbeda diantara Pemerintah Daerah dalam upaya
melibatkan masyarakat pada proses Penyusunan Peraturan Daerah,
khususnya menyangkut tentang kriteria dan batasan golongan masyarakat,
sangat sulit untuk mewujudkan partisipasi tersebut.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan tidak secara tegas mengatur mengenai partisipasi
masyarakat. Pengaturan partisipasi masyarakat ini hanya menjelaskan
sekelompok masyarakat yang dilibatkan dalam pembentukan Peraturan
Daerah tersebut dan tidak menjelaskan teknis pelaksanaan partisipasi
masyarakat.
Pada dasarnya masyarakat mempunyai hak untuk mencari,
memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara
(termasuk penyelenggaraan pemerintah daerah), serta menyampaikan saran
dan pendapat terhadap kebijakan penyelenggaraan negara, (termasuk
penyelenggaraan pemerintah daerah). Tantangan yang berkaitan dengan
117
partisipasi masyarakat dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, antara
lain karena:6
1. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan erat dengan
pembuatan dan evaluasi kebijkan daerah, tidak mengatur mekanisme
partisipasi masyarakat secara rinci dan tegas.
2. Belum seluruh komponen masyarakat yang ada memahami akan hak dan
kewajibannya, untuk berpartisipasi dalam pembuatan dan evaluasi atas
suatu kebijakan daerah.
Mekanisme partisipasi masyarakat tersebut, diharapkan dapat memuat
substansi yang penting antara lain:
1. Hak partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan daerah yang baik
maupun usulan pencabutan kebijakan daerah yang sudah tidak relevan
lagi;
2. Meletakan kewajiaban kepada DPRD maupun Eksekutif daerah untuk
menampung dan menindaklanjuti usulan masyarakat;
3. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan naskah akademik dan Raperda;
4. Sosialisasi rencana penyusunan dan pembahasan kebijakan daerah kepada
publik.7
Dengan demikian, partisipasi masyarakat tersebut pada dasarnya
meliputi seluruh proses yang relevan dalam pembuatan suatu kebijakan
daerah. Dalam hal ini masyarakat diposisikan sebagai subjek pembuatan
kebijakan daerah sejajar dengan Eksekutif dan Legislatif dan bukan sekedar
simbol legitimasi Eksekutif dan Legislatif saja.
B. Partisipasi masyarakat dalam proses Pembentukan dan Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang
6 Maria, Farida Indrati Suprapto, Ilmu Perundang-undangan (Yogyakarta: Kanisius,
1998), h. 73 7 Suhardi, Kebijakan Daerah Yang Partisipatif, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2002),
h. 5
118
1. Partisipasi masyarakat dalam proses Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur penting yang
harus diperhatikan dalam Pembentukan Peraturan Daerah. Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk didalamnya
Peraturan daerah yang menegaskan bahwa masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.8
Peluang dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan dan evaluasi
kebijakan daerah, termasuk didalamnya kebijakan daerah di Kabupaten
Karawang cukup besar dan strategis. Hal tersebut pada hakikatnya telah
diatur dalam berbagai peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana perubahan kedua Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintahan Daerah;
2. Peraturan Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
8 Akmal Boedianto, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD
Partisipatif, (Surabaya: CV Putra Media Nusantara, 2010), h. 89.
119
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Pelaksanaan tahapan partisipasi masyarakat pada penyusunan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan terlihat
bahwa perda tersebut dibentuk akibat kekhawatiran masyarakat yang
bekerja di pabrik sebagai buruh/ serikat pekerja yang disebabkan oleh
adanya Kontrak Kerja dan Outsoursing yang tidak memberikan jaminan
atas hak-hak para pekerja/buruh yang ada di Kabupaten Karawang. DPRD
Kabupaten Karawang berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011.
Masyarakat yang dilibatkan dalam penyusunan perda tersebut berasal dari
serikat buruh/ serikat Pekerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Karawang dan Asosiasi Pengusaha Indonesia.9 Adapun
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaanya biasanya berbentuk: Pertama,
anggota DPRD mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan
perwakilan pemerintah dan masyarakat. Kedua, mengadakan kunjungan
kerja ke daerah-daerah untuk mendengar masukan atau aspirasi
masyarakat ketika masa reses. Ketiga, para perwakilan elemen masyarakat
memberikan masukan secara tertulis kepada anggota DPRD berupa surat
9 Wawancara dengan Dewi Handayani Subekti, SH., MH, Staf Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Karawang, pada tanggal 02 November 2016.
120
permohonan agar para anggota DPRD mebuat kebijakan sesuai dengan
surat yang diajukan.10
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah menegaskan bahwa masyarakat hanya dilibatkan
dalam rapat yang dilaksanakan oleh Balegda. Balegda meminta
masyarakat untuk memberi masukan atas raperda yang disusun oleh
Pansus dalam rangka penyempurnaan substansi materi Raperda. Namun
demikian, secara keseluruhan proses penyusunan Perda Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan belum sepeuhnya mencerminkan Perda
yang Partisipatif. Suatu Perda bisa dikatakan sebagai Perda yang
partisipatif jika keseluruhan proses perumusan Perda sampai pada
penetapan Perda melibatkan masyarakat. Sementara dalam penyusunan
Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya
melibatkan masyarakat, karena perwakilan publik (serikat buruh/serikat
Pekerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Asosiasi Pengusaha
Indonesia) hanya dilibatkan dalam Rapat Dengan Pendapat
Umum/diskusi/seminar.11
Menurut Dewi Handayani Subekti, SH., MH, menegaskan bahwa ketika
Perda tersebut sepenuhnya melibatkan masyarakat maka diharapkan Pertama,
Peraturan tersebut dapat mementingkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat
serta dapat memenuhi harapan-harapan masyarakat terutama kaum buruh yang
10
Wawancara dengan Dewi Handayani Subekti, SH., MH, Staf Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Karawang, pada tanggal 02 November 2016. 11
Wawancara dengan Dadan Hendar, Staf Serikat Buruh /Pekerja Aneka Industri
FSPMI Kabupaten Karawang pada tanggal 09 November 2016.
121
ada di Kabupaten Karawang. Kedua, masyarakat akan lebih patuh pada peraturan
daerah tersebut karena dalam pembuatannya melibatkan unsur masyarakat secara
aktif.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa
fungsi legislasi yang melekat pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dapat dilaksanakan melalui pembentukan dan pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
maupun Pemerintah Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang mengacu kepada
Keputusan Bupati Karawang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah di Kabupaten Karawang.
Adapun penjelasan mengenai tahapan pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Karawang menurut Keputusan Bupati Karawang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah di
Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut:12
1. Perencanaan Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
Sebagaimana ketentuan mengenai kekuasaan membentuk
undang-undang yang berada pada tangan Dewan Perwakilan Rakyat
dan juga Presiden, itu seperti halnya dengan kekuasaan membentuk
Peraturan Daerah yang berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat
12
Wawancara dengan Lilis Haerani, SE., Kasubag Perundang-undangan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, pada tanggal 02 November
2016.
122
Daerah dan Bupati. Dalam kaitannya ini Rancangan Peraturan Daerah
dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Bupati
yang harus disertai dengan penjelasan atau naskah akademik terkait
dengan Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan dan didasarkan
pada skala prioritas program legislasi daerah yang sudah disetujui
bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati. Dalam
hal ikhwal atau keadaan tertentu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
maupun Bupati dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah diluar
dari program legislasi daerah yang sudah disetujui bersama antara
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati.
Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari
Dewan Perwakilan Daerah tata cara pelaksanaanya adalah dapat
diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, komisi,
gabungan komisi, atau Badan Legislasi Daerah yang mana
disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang disertai dengan penjelasan atau keterangan
dan/atau naskah akademik yang disertai nama dan tanda tangan
pengusul yang nantinya akan diberi nomor pokok oleh sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan akan dilakukan pengkajian oleh
Badan Legislasi Daerah. Hasil dari pengkajian oleh Badan Legislasi
disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 7
123
(tujuh) hari sebelum rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
pengusul akan memberikan penjelasan atas Rancangan Peraturan
Daerah dan fraksi serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
akan memberikan pandangan atas penjelasan pengusul serta pengusul
akan memberikan jawaban atas pandangan yang diberikan oleh fraksi
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Setelah adanya jawab
terkait dengan rancangan peraturan daerah itu, maka dalam rapat
paripurna akan memutuskan usul rancangan peraturan daerah yang
dapat berupa persetujuan, persetujuan dengan pengubahan, dan
penolakan. Apabila dalam hal persetujuan dengan pengubahan maka
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menugasi komisi, Badan Legislasi
Daerah atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan perda
tersebut dan setelah siap akan disampaikan kepada Bupati dengan surat
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Pembentukan Penyusunan Peraturan Daerah
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari
Kepala Daerah (Eksekutif) dan usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (legislatif).
a. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah
(Eksekutif).
124
Rancangan Peraturan Daerah dapat diajukan oleh unit kerja
dijajaran pemerintah daerah. Dalam hal pengajuan Pra-Rancangan
Peraturan Daerah itu harus disertai dengan penjelasan-penjelasan
pokok pikiran (Naskah Akademik) dan diajukan kepada kepala
daerah melalui sekretaris daerah, apabila daerah Provinsi yang
mengkaji adalah biro hukum untuk diadakan kajian awal dan
koreksi sedangkan daerah Kabupaten/kota adalah bagian hukum.
Setelah dilakukan pengkajian awal atau koreksi oleh biro/bagian
hukum maka usulan pra-raperda diajukan kepada kepala daerah
disertai dengan pertimbangan-pertimbangan, saran dan penjelasan.
Apabila pra-raperda ditolak maka akan dikembalikan ke unit kerja
yang bersangkutan sedangkan apabila pra-rancangan peraturan
daerah diterima maka akan diproses lebih lanjut.
Pra-raperda yang diterima akan dikaji ulang untuk diadakan
penyempurnaan oleh biro/bagian hukum atas perintah dari
sekretaris daerah untuk mendapatkan tanggapan yuridis. Apabila
perlu dibahas pada forum yang lebih luas maka biro/bagian hukum
dapat mengikutsertakan unit kerja instansi yang terkait sehingga
ada persesuaian. Setelah rancangan peraturan daerah itu final
(selesai) disertai dengan penjelasan pokok, Rancangan Peraturan
Daerah itu disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya
biro/bagian hukum menyiapkan nota pengantar penyampaian
rancangan peraturan daerah dari kepala daerah kepada pimpinan
125
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sekaligus pengantar penjelasan
rancangan peraturan daerah pada rapat pembahasan di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
b. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Usulan Rancangan Peraturan Daerah berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Tata cara pelaksanaannya adalah dapat
diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang tidak terdiri hanya dari 1 (satu) fraksi, barulah
dapat mengajukan usul prakarsa mengenai pengaturan suatu urusan
daerah. Kemudian usulan itu disampaikan kepada pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam bentuk Rancangan Peraturan
Daerah disertai dengan pokok penjelasannya secara tertulis
biasanya dengan bentuk naskah akademik.
Sebagaimana usulan prakarsa yang telah diajukan kepada
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kemudian oleh
Sekretaris Daerah diberi nomor pokok, dan setelah itu oleh
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan dalam
rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setelah
mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah. Dalam rapat
paripurna tersebut, pemrakarsa menyampaikan penjelasan atas
usulnya (Inisiatif) dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
126
Daerah maupun kepala daerah (Eksekutif) hadir dan memberikan
tanggapan atas usulan. Pembentukan Peraturan Daerah yang
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan tata cara pelaksanaan dapat
disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus
menangani bidang legislasi. Selain itu dalam hal apabila rancangan
peraturan daerah yang diajukan baik dari kepala daerah maupun
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengenai materi yang sama
dalam satu masa sidang, maka yang akan dibahas adalah rancangan
peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
3. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan Bupati atau yang
ditunjuk mewakilinya melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Apabila Rancangan Peraturan
Daerah itu tidak mendapat persetujuan bersama maka Rancangan
Peraturan Daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
yang sama.
Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan
127
Bupati dengan disertai alasan-alasan penarikan. Selain itu, dalam hal
rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas dapat ditarik kembali
dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Bupati dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
yang dihadiri oleh Bupati. Apabila rancangan peraturan daerah yang
telah ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang
sama.
4. Penetapan, Pengundangan dan Penyebarluasaan Peraturan
Daerah
Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah setelah
disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati
dan ditetapkan oleh Bupati. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah
menjadi Peraturan Daerah didahului dengan penyampaian oleh
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Bupati dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan
Daerah oleh Bupati dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan peraturan
daerah tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan Bupati. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Bupati, Bupati tidak menandatangani rancangan
128
peraturan daerah yang telah disetujui bersama, maka rancangan
peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib
diundangkan dalam Lembaran Daerah yang pengesahannya berbunyi
“Perda ini dinyatakan sah” dan kalimat ini dibubuhkan pada halaman
terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan
Daerah ke dalam Lembaran Daerah dan berlaku setelah diundangkan
dalam Lembaran Daerah. Ada pengecualian dalam hal Peraturan
Daerah yang berkaitan dengan APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah
dan Tata Ruang Daerah sebelum diundangkan dalam Lembaran
Daerah harus diadakan evaluasi oleh pemerintah dan/atau Gubernur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah Peraturan
Daerah diundangkan dalam Lembaran Daerah maka harus
disampaikan kepada Pemerintah dan/atau Gubernur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Untuk lebih jelas dan rincinya terdapat dilampiran Tabel 10
2. Partisipasi masyarakat dalam Implementasi Peraturan Perundang-
Undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang
Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahapan penting
dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan.
Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa
yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan,
129
seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam
kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu
kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan
baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana
suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan
kebijakan itu sendiri.
Implementasi merupakan suatu kebijakan yang tidak hanya sekadar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan
politik kedalam presedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi belaka,
melainkan lebih dari itu dalam mengimplementasikan kebijakan yang
menyangkut kompleksitas, keputusan siapa, mendapat apa dari suatu
kebijakan. Pemenuhan sumber daya dimaksud dapat berupa sarana,
presedur, dan lainnya yang mendukung implementasi secara efektif.13
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaaan di Kabupaten Karawang belum begitu maksimal dalam
pelaksanaannya disebabkan oleh kendala-kendala yang terjadi
dimasyarakat yang hampir ada pada setiap perusahaan, diantaranya:14
1. Menghapus kontak kerja;
2. Outsoursing kerja;
3. Carut marut dalam pengrekrutan karyawan di perusahaan;
4. Adanya oknum-oknum yang nakal;
13
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika 2012) h. 82. 14
Wawancara dengan Lilis Haerani, SE., Kasubag Perundang-undangan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, pada tanggal 02 November
2016.
130
5. Rezim upah murah disebagian perusahaan.
Berdasarkan masalah sosial yang terjadi tersebut atas laporan
masyarakat, maka kami dari pihak DPRD Kabupaten Karawang agar
senantiasa melakukan evaluasi-evaluasi terhadap perda tersebut.
Namun demikian masyarakat Kabupaten Karawang yang
berpropesi sebagai buruh pabrik/serikat pekerja menyambut Peraturan
Daerah ini dengan baik dan senang hati dikarenakan pada pasal 25
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 menyebutkan bahwa setiap
perusahaan yang ada di Kabupaten Karawang wajib mengupayakan,
mengutamakan serta memprioritaskan Tenaga Kerja Lokal sekurang-
kurangnya sebanyak 60 persen dari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan, maka dari itu para putra-putri daerah khususnya di Kabupaten
Karawang bisa lebih mandiri secara finansial dengan berdasarkan
Kabupaten Karawang merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki Upah
Minimum Regional (UMR) tertingi di Jawa Barat dan secara langsung bisa
mengentaskan kemiskinan masyarakat.15
Senanda dengan pernyataan diatas, menurut bapak Dadan
Partisipasi masyarakat dalam Implementasi Peraturan Perundang-
Undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten
Karawang terutama kaum buruh pabrik/serikat pekerja menang belum
berjalan dan berlaku begitu maksimal di setiap Perusahaan-perusahaan
yang ada di Kabupaten Karawang disebabkan lemahnya pengawasan dari
15
Wawancara Dewi Handayani Subekti, SH., MH, dengan Staf Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Karawang, pada tanggal 02 November 2016.
131
pihak Pemerintah dalam mengawal peraturan daerah tersebut, selanjutnya
harapan bapak dadan sebagai perwakilan pihak serikat pekerja kepada
pihak pemerintah dalam membuat dan menentukan sebuah kebijakan
publik yang menyangkut akan masyarakat secara luas agar senantiasa
mempertimbangkan Kehidupan Hidup Layak (KHL) di masyarakat
terutama di Kabupaten Karwang dikarenakan kebutuhan hidup pada setiap
waktunya selalu naik.16
Dalam mencapai suatu keberhasilan Implementasi perundang-
undangan sangat ditentukan oleh penegak hukum. Tanpa adanya peran
dari penegak hukum peraturan perundang-undangan dan kebijakan-
kebijakan apapun akan menjadi sia-sia dan hanya menjagi simbol semata,
sebab manusia sebagai objek hukum dan sebagai mahluk Tuhan di bumi
ini pasti memiliki sejumlah kelemahan dan kekurangan sehingga perlu
pengaturan yang jelas dan tegas terhadap suatu peraturan perundang-
undangan.
C. Analisis Penulis
Adapun analisis pembahasan yang penulis lakukan terhadap Partisipasi
Masyarakat terhadap Pembentukan Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten
Karawang (Studi terhadap Pembentukan dan Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang),
diantaranya adalah sebagai berikut:
16
Wawancara dengan Dadan Hendar Staf Serikat Buruh /Pekerja Aneka Industri
FSPMI Kabupaten Karawang pada tanggal 09 November 2016.
132
1. Terhadap Bagaimana bentuk patisipasi masyarakat dalam pembentukan
Peraturan Daerah, baik berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan
Peraturan Daerah Nomor Nomor 7 Tahun 2014 Pembentukan Produk
Hukum Daerah Kabupaten Karawang terdapat kesesuaian diantara
keduanya, yakni menegaskan bahwa para pengagas atau pemrakarsa perlu
menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat, hal ini merupakan
penjabaran atau Implementasi dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada pasal 96 dan
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 Pembentukan Produk Hukum
Daerah Kabupaten Karawang pada pasal 84 yang sama-sama menegaskan
bahwa Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis dalam rangka penyiapan dan/atau pembahasan rancangan undang-
undang dan rancangan peraturan daerah. Adapun bentuk patisipasi
masyarakat antara lain: Pertama, anggota DPRD Kabupaten Karawang
mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan perwakilan
pemerintah dan masyarakat. Kedua, mengadakan kunjungan kerja ke
daerah-daerah untuk mendengar masukan atau aspirasi masyarakat ketika
masa reses. Ketiga, para perwakilan elemen masyarakat memberikan
masukan secara tertulis kepada anggota DPRD Kabupaten Karawang
berupa surat permohonan agar para anggota DPRD mebuat kebijakan
sesuai dengan surat yang diajukan.
133
2. Juga terdapat kesesuaian yang signifikan mengenai mekanisme yang
digunakan tentang partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
peraturan daerah antara dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan Peraturan
Daerah Nomor Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah Kabupaten Karawang, yaitu:
a. Tahapan kegiatan penyusunan peraturan daerah, mulai dari tahap
persiapan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap penetapan serta
tahap pengundangan/tahap penyebarluasan.
b. Terdapat kesesamaan mengenai sitematika penyusunan peraturan
daerah antara Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan Peraturan
Daerah Nomor Nomor 7 Tahun 2014 Pembentukan Produk Hukum
Daerah Kabupaten Karawang, meliputi: Judul, Pembukaan, Batang
Tubuh, Penutup, Penjelasan dan Lampiran.
c. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dengan Peraturan Daerah Nomor
Nomor 7 Tahun 2014 Pembentukan Produk Hukum Daerah Kabupaten
Karawang menjadi dasar hukum/payung hukum yang mengatur secara
jelas dan tegas mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah di Kabupaten Karawang, khususnya atas Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan.
134
3. Adapun Partisipasi masyarakat dalam bentuk implementasi Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten
Karawang terutama kaum buruh pabrik/serikat pekerja menang belum
berjalan dan berlaku secara maksimal di setiap Perusahaan-perusahaan
yang ada di Kabupaten Karawang disebabkan lemahnya pengawasan dari
pihak Pemerintah dalam mengawal peraturan daerah tersebut. Namun
demikian masyarakat Kabupaten Karawang yang berpropesi sebagai buruh
pabrik/serikat pekerja menyambut Peraturan Daerah ini dengan baik dan
senang hati dikarenakan pada pasal 25 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2011 menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang ada di Kabupaten
Karawang wajib mengupayakan, mengutamakan serta memprioritaskan
Tenaga Kerja Lokal sekurang-kurangnya sebanyak 60 persen dari tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan, maka dari itu para putra-putri
daerah khususnya di Kabupaten Karawang bisa lebih mandiri secara
finansial dengan berdasarkan Kabupaten Karawang merupakan
Kabupaten/Kota yang memiliki Upah Minimum Regional (UMR) tertingi
di Jawa Barat dan secara langsung bisa mengentaskan kemiskinan
masyarakat.
135
BAB V
PENUTUP
Bab ini merupakan hasil pembahasan atau jawaban atas identifikasi
masalah, antara lain:
A. Kesimpulan
1. Bentuk Partisipasi masyarakat di Kabupaten Karawang dalam
Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan antara lain: Pertama, anggota DPRD Kabupaten
Karawang mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan perwakilan
pemerintah dan masyarakat. Kedua, mengadakan kunjungan kerja ke
daerah-daerah untuk mendengar masukan atau aspirasi masyarakat ketika
masa reses. Ketiga, para perwakilan elemen masyarakat memberikan
masukan secara tertulis kepada anggota DPRD Kabupaten Karawang
berupa surat permohonan agar para anggota DPRD mebuat kebijakan
sesuai dengan surat yang diajukan.
2. Mekanisme yang digunakan mengenai patisipasi masyarakat dalam proses
penyusunan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang berdasarkan Keputusan Bupati
Karawang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah di Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
b. Pembentukan Penyusunan Peraturan Daerah
c. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
136
d. Pengundangan dan Penyebarluasaan Peraturan Daerah
3. Adapun Partisipasi masyarakat dalam bentuk implementasi Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten
Karawang terutama kaum buruh pabrik/serikat pekerja menang belum
berjalan dan berlaku secara maksimal di setiap Perusahaan-perusahaan
yang ada di Kabupaten Karawang disebabkan lemahnya pengawasan dari
pihak Pemerintah dalam mengawal peraturan daerah tersebut. Akan tetapi
masyarakat berpropesi sebagai buruh pabrik/serikat pekerja menyambut
Peraturan Daerah ini dengan baik dan senang hati dikarenakan perturan
tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang ada di Kabupaten
Karawang wajib mengupayakan, mengutamakan serta memprioritaskan
Tenaga Kerja Lokal sekurang-kurangnya sebanyak 60 persen dari tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan.
B. Saran-saran
1. Terdapat permasalahan dengan belum terbitnya petunjuk pelaksana, baik
berupa Peraturan Pemerintah maupun Perturan Presiden mengenai bentuk
maupun tata cara Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan maupun Peraturan daerah, sehingga dapat
menimbulkan akibat adanya penafsiran yang berbeda di lingkungan
Pemerintah daerah, maka disarankan kepada Pemerintah untuk
secepatnya menerbitkan petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis
terhadap bentuk maupun tata cara partisipasi masyarakat dalam
137
penyusunan maupun Pembahasan Perturan Perundang-undangan, sehingga
diharapkan tidak terjadinya kekosongan hukum dalam pemberlakuan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang dijadikan sebagai pedoman Pemerintah Daerah
dalam Pembentukan Perturan Daerah.
2. Dengan dikeluarkan dan berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama pada
pasal 96 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perturan
Daerah. Alangkah bagusnya apabila dibentuknya Peraturan Pemerintah
ataupun Peraturan Presiden tentang Mekanisme dan Tata cara Partisipasi
Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah, sehingga Partisipasi
Masyarakat tersebut dapat berjalan efektif serta efesien karena memiliki
landasan hukum yang jelas dan tegas.
3. Mengenai implementasi Perautan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
ketenagakerjaan di kabupaten karawang memang belum berjalan
maksimal dikarenakan lemahnya pengawasan dan ada sebagian
perusahaan yang belum menjalankan sepenuhnya perda tersebut. Maka
saran saya kepada pemerintah untuk lebih tegas dan konsisten terhadap
perda yang telah dibuat, bahkan bila perlu harus dibuat dinas khusus yang
melayani dan menjalankan terdapat perda yang telah dibuat, terhadap
perusahaan yang belum menjalankan sepenuhnya, baik diberikan sanksi
berupa : teguran, peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, serta
pecabutan ijin usaha.
138
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Boedianto, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD
Partisipatif, Surabaya: CV Putra Media Nusantara, 2010.
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Jakarta: Sinar
Grafika, 2011.
B.N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983.
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Ind-
Hill.Co., 1992.
___________, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi
Hukum, UII, 2002.
Bambang Indra, Peranan Bawasda Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah, Medan:Fakultas Hukum USU, 2006.
Bambang Pramono, Sosiologi sebuah Pengantar, Jakarta: Laboratium Sosiologi
Agama, 2010.
C.S.T., Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1986.
___________, Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Jakarta: Aksara Baru, 1979.
Dalam Korten, David C., People Centered Development Contribution Toward
Theory and Planning Framework, Terjemahan A. Setiawan Abadi,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1984.
Didik Sukrino, “Hukum Konstitusi dan Konsep Otonomi Daerah”, Malang:
Setarrapres, 2013.
Einfeld Marcus, Kolom Hukum, Temukan Sistem Hukum Sendiri, Kompas,
Jakarta, 2013.
Faried Ali, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Faried Ali, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1997.
H.A.W. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2002.
139
http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/data-94-Kependudukan.html di
akses pada tanggal 15 Juli 2016 pada pukul 01.30 WIB.
http://www.daftar.co/perusahaan-di-kawasan-kiic-karawang/ Diakses pada tanggal
06 Oktober pada pukul 20.12 WIB.
http://www.indosiar.com/ragam/ruwat-laut-berharap-berkah-rejeki_88343. html
diakses pada tanggal 27 Juni 2016/ 21 Ramadhan 1437 H pada pukul
03.45 WIB.
http://www.karawanginfo.com/?p=7666 diakses pada tanggal 27 Juni 2016/ 21
Ramadhan 1437 H pada pukul 04.00 WIB.
https://embunhatiku.wordpress.com/2011/07/28/potensi-kabupaten-karawang/
diakses pada tanggal 22 September 2016 pada pukul 16.00 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karawang diakses pada tanggal 27 Juni
2016/ 21 Ramadhan 1437 H pada pukul 04.30 WIB.
https://pemi-loker.blogspot.co.id/2014/08/daftar-alamat-perusahaan-di-kawasan-
industri-srya-cipta-karawang.html Diakses pada tanggal 07 Oktober pada
pukul 11.25 WIB.
Irawan Soejito, Teknik Membuat Peraturan Daerah, Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, Konstitusi Pers, Jakarta, 2006.
_______________, Perihal Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press, 2006.
Kaho, Riwu, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta:
Rajawali Press, 1997.
Kranenbrug, Ilmu Negar Umum, Diterjemahkan oleh Tk. B. Sabaroedin, Jakarta:
Pradnya Aramita, 1980.
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Bandung: Rieneka
Cipta, 2001.
Maria Farida Indrati Soeprato, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi dan
Materi Muatan, Jogjakarta: Kanasius, 2007.
_________________, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta: Kansius, 2007.
_________________, Ilmu Perundang-undangan Yogyakarta: Kanisius, 1998.
140
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah ,Kajian Tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Purwokerto: STAIN
Press, 2002.
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Nusa Media, Tahun
2009.
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Purnadi Purbacaraka dkk, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Bandung:
Alumni, 1979.
R.D.H Koesoemahatmadja dalam Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan
Daerah, Kajian Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, Purwokerto: STAIN Press, 2002.
Rosjidi Ranggawijaya, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,
Bandung: Mandar Maju, 1998.
Sadu wasistiono, Kapita Selekta Managemen Pemerintah Daerah, Bandung:
Fokus Media, 2003.
Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangnan Nasional, Bandung: Penerbit Alumni, 1986.
_________________, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika 2012.
Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, Yogyakarta: Liberty,
2003.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2000.
Soenobo Wirjosoegito, Proses dan Perencanaan Peraturan Perundangan,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,
1996.
Suhardi, Kebijakan Daerah Yang Partisipatif, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2002.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
141
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Victor M Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta:
Sinar Grafika, 1994.
Webite resmi Dinas Pendidikan di Kabupaten Karawang
http://www.disdikpora.karawangkab.go.id/artikel/sejarah-dinas-
pendidikan-kabupaten-karawang, diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20
Ramadhan 1437 H pada pukul 17.30 WIB.
Webite resmi Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat http:// www.
jabarprov.go.id /index.php/pages/id/1055 diakses pada tanggal 26 Juni
2016/ 20 Ramadhan 1437 H pada pukul 17.30 WIB.
Webite resmi Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat http:// www.
jabarprov.go.id /index.php/pages/id/1055 diakses pada tanggal 26 Juni
2016/ 20 Ramadhan 1437 H pada pukul 17.30 WIB.
Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id /
dokumen/gambaran-umum diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20
Ramadhan 1437 H pada pukul 17.10 WIB.
Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id /
sites/default/files/pdf/Dinas%20Perindagtamben.pdf diakses pada tanggal
27 September 2016/ pada pukul 10.40 WIB.
Webite resmi Kabupaten Karawang http://www.karawangkab.go.id
/sekilas/sejarah-karawang diakses pada tanggal 26 Juni 2016/ 20
Ramadhan 1437 H pada pukul 16.41 WIB.
Wibsite Resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang http://www.
karawangkab.go.id/sites/default/files/pdf/Dinkes2015 diakses pada tanggal
27 Juni 2016/ 21 Ramadhan 1437 H pada pukul 02.45 WIB.
DOKUMENTASI WAWANCARA
1. Wawancara Dengan Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten Karawang
2. Wawancara Dengan Kasubag Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten
Karawang
3. Wawancara Dengan Serikat Buruh Aneka Industri FSPMI Kabupaten Karawang
DRAF WAWANCARA
KEPADA PARA NARASUMBER
NAMA : Hj. Lilis Haerani, SE
JABATAN : Kasubag Perundang-Undangan DPRD Kabupaten Karawang
HARI/ TANGGAL : Rabu, 02 November 2016
1. Menurut Bapak/Ibu, apa makna dari Partisipasi Masyarakat dalam Rancangan
Pembentukan Peraturan Daerah?
Jawaban: Kalo menurut ibu mengenai pengertian dari Partisipasi Masyarakat dalam
Rancangan Pembentukan Peraturan Daerah adalah bagaimana masyarakat
ikut serta berperan dalam pembuat rancangan Pembentukan Peraturan
Daerah baik secara lisan maupun secara tulisan, ya sesuailah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan di pasal 96 ayat 1.
2. Bagaimana bentuk peran/partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah?
Jawaban: Bentuk peran/partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di pasal 96 ayat 2
menyebutkan diantaranya sosialisasi, diskusi, kunjungan kerja ataupun
seminar. Tetapi biasanya di Kabupaten Karawang ini selalu mengadakan
diskusi atau seminar apabila ingin mengadakan Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah dengan pihak-pihak dan dinas-dinas terkait. Atau juga
ketika ada masa reses, para anggota Dewan pulang ke daerah
pemilihannya masing-masing untuk menerima serta menyampaikan
aspirasi-aspirasi masyarakat di daerahnya. Dan yang berikutnya para
perwakilan elemen masyarakat memberikan masukan secara tertulis
kepada anggota DPRD Kabupaten Karawang berupa surat permohonan
agar para anggota DPRD mebuat kebijakan sesuai dengan surat yang
diajukan.
3. Bagaimana mekanisme/ tata cara yang digunakan dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Adapun penjelasan mengenai tahapan/mekanisme atau tata cara
pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang menurut Keputusan
Bupati Karawang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah di Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
2. Pembentukan Penyusunan Peraturan Daerah
3. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
4. Pengundangan dan Penyebarluasaan Peraturan Daerah
4. Dari pihak mana saja yang ikut berpartisipasi dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang?
Jawaban : Adapun pihak ikut berpartisipasi dalam Rancangan Pembentukan Peraturan
Daerah di Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2011 diantaranya adalah
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker), Bagian Hukum
Sekretariat Kabupaten Karawang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
Serikat Buruh/Pekerja Pabrik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag), dinas lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, serta yang
lainnya yang berkaitan dengan perda yang akan dibuat.
5. Atas usulan dari siapa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang Atas usulan dari anggota DPRD yang mendapatkan
desakan serta usulan dari serikat Buruh/Pekerja Pabrik.
6. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan?
Jawaban: Adapun yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang adalah adanya
masalah yang terjadi dimasyarakat yang bekerja sebagai serikat
buruh/pekerja pabrik, diantarnya yaitu:
1. Menghapus kontak kerja;
2. Outsoursing kerja;
3. Carut marut dalam pengrekrutan karyawan di perusahaan;
4. Adanya oknum-oknum yang nakal;
5. Rezim upah murah disebagian perusahaan
7. Bagaimana bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Bila berbicara tentang bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang belum
begitu maksimal dalam pelaksanaannya disebabkan oleh kendala-kendala
yang terjadi dimasyarakat yang hampir ada pada setiap perusahaan yang
menjadi latar belakang lahirnya Perda tersebut.
8. Bagaimana dampak terhadap masyarakat setelah Perda tersebut ditetapkan terutama
kaum buruh / serikat pabrik di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Adapun dampak terhadap masyarakat setelah Perda tersebut ditetapkan
terutama kaum buruh / serikat pabrik di Kabupaten Karawang seharusnya
menguntungkan masyarakat sebab salah pasal dalam perda tersebut
menyebutkan bahwa perusahaan wajib mengupayakan, mengutamakan
serta memprioritaskan Tenaga Kerja Lokal sekurang-kurangnya sebanyak
60 persen dari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan, maka secara
langsung masyarakat di Kabupaten Karawang mendapat prioritas
dibandingkan dengan masyarakat didaerah lain.
9. Apa kaitannya antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat
Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016?
Jawaban : Adapun kaitannya antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang dengan Keputusan Gubernur
Jawa Barat Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 tentang Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 adalah kedua
peraturan tersebut sama-sama mengatur tentang ketenagakerjaan,
mengatur tentang ekonomi kerakyatan serta mengatur tentang
kesejahteraan rakyat.
10. Di DPRD Kabupaten Karawang Ada berapa Komisi ? serta apa saja fungsi dan
perannya?
Jawaban : Adapun Komisi yang ada di DPRD Kabupaten Karawang ada 4 Komisi,
ada komisi A,B,C dan D. Komisi A mengatur tentang pemerintahan,
Komisi B mengatur tentang ekonomi dan keuangan, Komisi C mengatur
tentang pembangunan daerah serta Komisi D mengatur tentang
kesejahteraan rakyat, dan untuk lebih lengkapnya silahkan lihat Peraturan
daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Karawang pasal 51-53
DRAF WAWANCARA
KEPADA PARA NARASUMBER
NAMA : Dewi Handayani Subekti SH., MH
JABATAN : Staf Bagian Hukum Setda Kabupaten Karawang
HARI/ TANGGAL : Rabu, 02 November 2016
1. Menurut Bapak/Ibu, apa makna dari Partisipasi Masyarakat dalam Rancangan
Pembentukan Peraturan Daerah?
Jawaban: Menurut ibu mengenai pengertian dari Partisipasi Masyarakat dalam
Rancangan Pembentukan Peraturan Daerah adalah bagaimana masyarakat
ikut serta berperan dalam pembuat rancangan Pembentukan Peraturan
Daerah baik secara lisan maupun secara tulisan, ya sesuailah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan di pasal 96 dan tambah lagi Peraturan Mentri Dalam
Negeri Nomor 20 Tahun 2015 tentang Produk Hukum Daerah.
2. Bagaimana bentuk peran/partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah?
Jawaban: Partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan Peraturan Daerah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di pasal 96 ayat 2
menyebutkan diantaranya sosialisasi, diskusi, kunjungan kerja ataupun
seminar. Tetapi biasanya di Kabupaten Karawang ini selalu mengadakan
diskusi atau seminar apabila ingin mengadakan Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah dengan pihak-pihak dan dinas-dinas terkait.
3. Bagaimana mekanisme/ tata cara yang digunakan dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Mengenai tahapan/mekanisme atau tata cara pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Karawang menurut Keputusan Bupati Karawang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah di
Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
2. Pembentukan Penyusunan Peraturan Daerah
3. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
4. Pengundangan dan Penyebarluasaan Peraturan Daerah
4. Dari pihak mana saja yang ikut berpartisipasi dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Adapun pihak ikut berpartisipasi dalam Rancangan Pembentukan Peraturan
Daerah di Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2011 diantaranya adalah
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker), Bagian Hukum
Sekretariat Kabupaten Karawang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
Serikat Buruh/Pekerja Pabrik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag), dinas lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, serta yang
lainnya yang berkaitan dengan perda yang akan dibuat.
5. Atas usulan dari siapa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Usulan dari DPRD sehingga keluarnya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang sebab mendapatkan
desakan serta usulan dari serikat Buruh/Pekerja Pabrik.
6. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan?
Jawaban: Adapun yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1 Tahun
2011 tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang adalah adanya
masalah yang terjadi dimasyarakat yang bekerja sebagai serikat
buruh/pekerja pabrik, diantarnya yaitu:
1. Menghapus kontak kerja;
2. Outsoursing kerja;
3. Memberikan perlindungan ketenagakerjaan.
7. Bagaimana bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Adapun bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang belum begitu maksimal
dalam pelaksanaannya disebabkan oleh kendala-kendala yang terjadi
dimasyarakat yang hampir ada pada setiap perusahaan yang menjadi latar
belakang lahirnya Perda tersebut
8. Bagaimana dampak terhadap masyarakat setelah Perda tersebut ditetapkan terutama
kaum buruh / serikat pabrik di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Seharusnya menguntungkan masyarakat sebab salah pasal dalam perda
tersebut menyebutkan bahwa perusahaan wajib mengupayakan,
mengutamakan serta memprioritaskan Tenaga Kerja Lokal sekurang-
kurangnya sebanyak 60 persen dari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan.
9. Apa kaitannya antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat
Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016?
Jawaban: Kedua peraturan tersebut sama-sama mengatur tentang ketenagakerjaan,
mengatur tentang ekonomi kerakyatan serta mengatur tentang
kesejahteraan rakyat.
DRAF WAWANCARA
KEPADA PARA NARASUMBER
NAMA : Dadan Hendar
JABATAN : Staff FSPMI
HARI/ TANGGAL : Rabu, 09 November 2016
1. Menurut Bapak/Ibu, apa makna dari Partisipasi Masyarakat dalam Rancangan
Pembentukan Peraturan Daerah?
Jawaban: Ya menurut saya mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Rancangan
Pembentukan Peraturan Daerah adalah bagaimana masyarakat ikut serta
dalam Rancangan Pembentukan Peraturan Daerah baik secara lisan
dan/atau secara tulisan (Memberikan konsep hasil dari lapangan), Suatu
perda bisa dikatakan sebagai Perda yang Partisipatif jika keseluruhan
proses perumusan Perda sampai pada Penetapan Perda melibatkan
masyarakat. Sementara dalam penyusunan Perda Nomor 1 Tahun 2011
tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat,
karena Perwakilan publik (serikat buruh/serikat Pekerja, Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dan Asosiasi Pengusaha Indonesia) hanya
dilibatkan dalam Rapat Dengan Pendapat Umum/ diskusi / seminar.
2. Bagaimana bentuk peran/partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah?
Jawaban: Bentuk peran/partisipasi Masyarakat dalam Rancangan Pembentukan
Peraturan Daerah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menegaskan bahwa
masyarakat hanya dilibatkan dalam rapat yang dilaksanakan oleh Balegda.
Balegda meminta masyarakat untuk memberi masukan atas raperda yang
disusun oleh Pansus dalam rangka penyempurnaan substansi materi
Raperda. Namun demikian, secara keseluruhan proses penyusunan Perda
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan belum sepeuhnya
mencerminkan Perda yang Partisipatif. Suatu perda bisa dikatakan sebagai
Perda yang Partisipatif jika keseluruhan proses perumusan Perda sampai
pada Penetapan Perda melibatkan masyarakat. Sementara dalam
penyusunan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan belum
sepenuhnya melibatkan masyarakat, karena Perwakilan publik (serikat
buruh/serikat Pekerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Asosiasi
Pengusaha Indonesia) hanya dilibatkan dalam Rapat Dengan Pendapat
Umum/ diskusi / seminar.
3. Menurut Bapak/Ibu, apa yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1
Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan?
Jawaban: Yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2011
tentang Ketenagakerjaan adalah kami sebagai kaum buruh pabrik/serikat
pekerja merasakan banyaknya permasalahan-permasalahan serta tidak
adanya rasa keadilan dari pihak pabrik serta kendala-kendala yang sering
terjadi dilapangan, meliputi:
1. Menghapus kontak kerja;
2. Outsoursing kerja;
3. Carut marut dalam pengrekrutan karyawan di perusahaan;
4. Adanya oknum-oknum yang nakal;
5. Rezim upah murah disebagian perusahaan
4. Bagaimana bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Bentuk implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang pada hakikatnya memang
menguntungkan masyarakat karawang yang pada peraturan tersebut
disebutkan bahwa 60 persen harus warga lokal dan 40 persen warga diluar
kabupaten Karwang.
5. Bagaimana dampak terhadap masyarakat setelah Perda tersebut ditetapkan terutama
kaum buruh / serikat pabrik di Kabupaten Karawang?
Jawaban: Seharusnya menguntungkan masyarakat sebab salah pasal dalam perda
tersebut menyebutkan bahwa perusahaan wajib mengupayakan,
mengutamakan serta memprioritaskan Tenaga Kerja Lokal sekurang-
kurangnya sebanyak 60 persen dari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan.
6. Apa kaitannya antara Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Ketenagakerjaan di Kabupaten Karawang dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat
Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016?
Jawaban: Kedua peraturan tersebut sama-sama mengatur tentang ketenagakerjaan,
mengatur tentang ekonomi kerakyatan serta mengatur tentang
kesejahteraan rakyat.
Tabel 1
Jumlah Sekolah-sekolah Kabupaten Karawang 2014/2015:
No Jenis
Sekolah
Jumlah Sekolah Jumlah
Siswa
Jumlah
Guru Negeri Swasta Total
1 2 3 4 5 6 7
1. TK 3 144 147 4.927 445
2. RA/BA 165 165 6.479 861
3. SD 849 36 885 235.533 9.342
4. MI 2 132 134 21.782 1.227
5. SDLB 2 2 282 19
6. SMP 96 50 146 95.682 3.41
7. MTs 6 51 57 17.038 1.06
8. SMPLB 2 2 57 10
9. SMA 21 18 39 30.604 1.236
10. MA 4 14 18 3.222 405
11. SMALB 1 1 7 4
12. SMK 18 69 87 34.714 2.206
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Karawang Tahun
2014/2015
Tabel 2
Tabel Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat yang
dilaksanakan pada Tahun 2012-2015.1
No Indikator 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah Desa Siaga Aktif 168 128 309 307
2. Persentase Rumah Tangga yang ber PHBS (%) 40,38 41,18 52 46,91
3. Persentase Sekolah yang ber PHBS (%) 66,36 67,68 21,3 84,80
4. Perrsentase Fasilitas Umum yang ber PHBS 36,68 50,6 46 49,40
5. Jumlah Poskesdes Aktif 93 104 116 145
6. Jumlah Posyandu Purnama 569 698 721 721
1 Wibsite Resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang http://www.
karawangkab.go.id/sites/default/files/pdf/Dinkes2015 diakses pada tanggal 27 Juni 2016/
21 Ramadhan 1437 H pada pukul 02.45 WIB.
7. Jumlah Posyandu Mandiri 85 114 84 77
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Tahun 2012-2015
Tabel 3
Tabel Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin pada
Tahun 2012-2015.
No Indikator 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah peserta Jamkesmas yang
mendapatkan jaminan pelayanan
kesehatan sesuai aturan berlaku
684.638 684.638 684.638 857.446
2. Jumlah peserta Jamkesda mendapat
jaminan pelayanan kesehatan sesuai
aturan berlaku
551.261 551.261 551.261 -
3. Jumlah pelayanan kesehatan dasar
masyarakat miskin 48 50 50 132
4. Jumlah PNS gol I dan II serta pensiunan
yang memanfaatka pelayanan kesehatan
(cost sharing)
0 0 0 73.561
5. Jumlah pelayanan kesehatan rujukan
pasien masyarakat miskin 18 19 22 22
6. Jumlah masyarakat memanfaatkan sistem
jaminan kesehatan - - - 1.200.565
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Tahun 2012-2015
Tabel 4
Tabel Rekapitulasi Pelayanan Pasien Miskin Sumber Dana
Jamkesda (APBD Provinsi dan Kabupaten) Tahun 2013-2014 :
No Rumah Sakit Jumlah Kunjungan Pasien
2013 2014
1. RSUD Karawang 32.286 10.441
2. RS Islam Karawang 15.516 7.290
3. RS. Karya Husada 472 205
4. RS. Fikri Medika - 40
5. RSIA Citra Sari Husada 8.531 2.635
6. RS. Delima Asih 194 42
7. RS. Bayukarta 23 13
8. RSB. Dr. Joko Pramono 457 85
9. RS. Proklamasi 4.694 1.255
10. RS. Aqma 742 433
11. RS. Dewi Sri 203 39
12. RS.Cito 35 96
13. RS. Lamaran Medical Center - -
14. Puskesmas 818 -
15. RSUPN Cipto 1.429 978
16. RSUP Hasan Sadikin 5.029 2.243
17. RS. Marzoeki Mahdi 254 69
18. RS. Jiwa Cimahi Bdg 48 21
19. RS. Saraswati 96 18
20. RS. Puri Asih 47 408
21. RS. Kusta Sintanala 5 6
Jumlah 70.903 26.403
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Tahun 2013-2014
Tabel 5
a. Daftar Perusahaan yang berada di Kabupaten Karawang:2
No Nama Perusahaan Alamat Perusahaan
1. PT. Central Pangan Pertiwi Jl. Raya Purwasari
2. PT. Citatah Tbk Jl. Raya Tamelang
3. PT. Eka Karya Graha Perdana Jl. Raya Interchange Dawuan
4. PT.Fumindo Pratama Raya Jl. Raya Interchange Dawuan
5. PT. Harapan Indra Jaya Desa Babakan Bogor Dawuan
6. CV. Hasba Jl. Raya Purwasari
7. PT. Indonesia Multi Colour Jl. Raya Interchange Dawuan
8. PT. Kayafit Metal Industri Jl. Raya Mekar Jaya
9. PT. Asri Pncawarna Jl. Raya Interchange Dawuan
10. PT. Muria Agung Karya Bagja Desa Sadang Purwasari
11. PT. Sarana Central Bajatama Jl. Raya Krajan Mekar Jaya
12. CV. Subur Jaya Gang Bina Sakti
13. PT. Shinwon Ebenezer Jl. Raya Purwasari
14. PT. Knauf / Thay Gysum Surya Jl. Raya Dawuan Cikampek
15. PT. Titan Suprindo Woods Jl. Raya Tamelang Cikampek
16. PT. Plasindo Lestari Ds. Sadang Purwasri Cikampek
2 Data diperoleh dari profil Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan
dan Energi pada tanggal 07 Agustus 2016.
17. Hotel Indah Jl. A. Yani Dawuan Barat-Cikampek
18. Hotel Araruna Jl. By Pass Jomin Timur-Cikampek
19. Hotel Mutiara Jl Ir. H. Juanda Jomin Barat-Cikampek
20. Hotel Viki Jl. A. Yani Dawuan Timur-Cikampek
21. Sinar Bahagia Jl. Sukaseri Cikampek-Karawang
22 PT. Asiatex Indo Pratama (1) Jl.Akses Interchange Dawauan No.2
PT. Asiatex Indo Pratama (2) Jl.Akses Interchange Dawauan No.3
23. PT. Puri Daya Usaha Utama Jl. Jend. A. Yani Cikampek-Karawang
24. PT. Pulau Intan Lestari Jl. Terusan Tol Cikampek
25. PT. Asociated British Budi Jl. Raya Cikalong Sari, Jatisari
26. PT. Ciba Geigy Syingenta Jl. Balong Gandu, Jatisari
27. PT. Banda Ghara Reksa Jl. Ir. H. Juanda, Cikampek
28. Hotel Purnama Jl. Jend. Sudirman, Cikampek
29. Hotel Sumber Air Mas Jl. Raya Pucung, Cikampek
30. Intan Jaya Motor Jl. Raya Dawuan Tengah, Cikampek
31. PD. Kencana Jaya Jl. A. Yani, Dawuan Barat, Cikampek
32. RS. Karya Husada Jl. A. Yani, Cikampek
33. Sari Segar Jl. Jomin Statsion Cikampek
34. SPBU Purwasari Jl. Raya Purwasari, Cikampek
35. CV. Tinggar Jaya Jl. Jend. Sudirman No.20 Cikampek
36. Kido Jaya II Jl. Raya Purwasari Cikampek
37. Klinik Saraswati Jl. A. Yani 27 Cikampek
38. PT. Samasatya Cilamaya Gas Desa Pasirukem, Kecamatan Cilamaya
39. CV. Anugrah Jaya Motor Jl. A. Yani Cikampek
40. Hotel Jati Baru Jl. Terminal Cikampek, Kec. Cikampek
41. PD. Berkat Jl. Jomin Timur, Kecamatan Cikampek
42. PT. Niaga Mitra Tritama Jl. A. Yani Dawuan Barat-Ckampek
43. PT. Sayap Mas Utama Jl. Raya Jomin, Kecamatan Cikampek
44. Wirasari Jl. Ir. H. Juanda, Kecamatan Cikampek
45. RM. Lebak Jomin Jl. Raya By Pass Jomin, Kec. Cikampek
46. SPBU 3441309 Jl. Raya Kali Asin, Kecamatan Jatisari
47. SPBU 3441319 Jl. Raya By Pass Jomin, Kec. Cikampek
48. PT. Global Tropical Sea Food Jl. Raya Kali Asin, Kecamatan Jatisari
49. PT. Inter Bul Back Jl. Raya Cikampek - Karawang
50. Sumber Jaya Ban Jl. Raya Jomin, Kecamatan Cikampek
51. PT. Abdi Jamblang Jl. Surotokunto, Ds. Warung Bambu, Kalri
52. BCA CABANG KARAWANG Jl. Panatyuda Ds. Nagasari Kec. Karawang
53. Hotel Bestin Jl. Tuparev Ds. Cinangoh
54. RS. Bayukarta Jl. Kertabumi Ds. Karawang kulon
55. RM. Cahaya Baru Jl. Tuparev Ds. Nagasari
56. Roti Dewi Jl. Dewi Sartika Ds. Karawang Wetan
57. Hotel Dewi 1 Jl. Dewi Sartika Ds. Karawang Wetan
58. Hotel Dewi II Jl. Kertabumi Ds. Karawang Kulon
59. RS. Dewi Sri Jl. A. R. Hakim Ds. Nagasari, Kec.
Karawang
60. PT. Pertiwi Alam Samudra Jl. Tunggak Jati Ds. Wanasepi Kec.
Karawang
61. PT. Rajut Warna Sejati Jl. Proklamasi Ds. Tunggak Jato
62. PT. Restu Mahkota Raya Jl. Jend. A. Yani Ds. Karawang wetan
63. Hotel SANDY Jl. Yuprev Ds. Karawang Wetan
64. PT. Astra Internasional (Auto
2000)
Jl. Suroto Kunto
65. PT. Sungwon Indonesia Jl. By Pass Karawang
66. PD. Prakarsa Jl. Tuparev
67. PT. Gudang Garam Jl. A. Yani By Pass Karawang
68. Darujati Mobilindo (Bunderan
Motor)
Jl. A. Yani Km. 39 Karawang
69. CV. Ria Jaya (PT. Panel Mulia
Total)
Jl. Rangga Gede No. 111
70. Prabu Pura Motor Jl. Suroto Kunto
71. PT. Sari Indah Jaya Jl. Nusa Indah
72. Hotel Pajar Indah Jl. Tuparev
73. Delima Cap Kunci Jl. Tuparev
74. PT. Tirta Investama Jl. By Pass – Tanjung Pura Karawang
75. PT. Sarana Sangga Mekar Luhur Jl. By Pass – Tanjung Pura Karawang
76. Hotel Karawang Indah Jl. A. Yani Kec. Dengklok Karawang
77. Kerupuk Udang Walet Mas Jl. Kalijaya Kec. Rengasdengklok
78. Kerupuk Bapak Saman (Ratu
Udang)
Jl. Cai Mulang No. 75 Kec.
Rengasdengklok
79. PT. Mitra Jaya Sejahtera Jl. Proklamsi No. 68 Kec. Rengasdengklok
80. Kerupuk Putra Jaya Jl. Kali Jaya No. 593 Kec.
Rengasdengklok
81. PT. Kerupuk Usaha Baru Jl. Kerta Jaya No. 659 Kec.
Rengasdengklok
82. Kerupuk Lambang Jaya Jl. Kali Jaya Rengasdengklok
83. Kerupuk Tunas Karya Jl. Kali Jaya Dalam Rengasdengklok
84. Macan Sinar Jaya Pusat Jl. Tuparev Karawang
85. PT. Asiatic Union Perdana (Heinz Jl. By Pas - Sukarno Hatta
ABC)
86. BRI Cab. Karawang Jl. Tuparev Kec. Karawang
87. Hotel Melati Shinta Jl. Tuparev Kec. Karawang
88. Hotel Omega Jl. A. Yani Kec. Karawang
89. Hotel Candrawasih Jl. RD. Moh Saleh
90. PT. PLN Karawang Jl. Kertabumi
91. PT. Graha Pangan Lestari Jl. Rangga Gede
92. Mall Karawang Jl. Tuparev Kec. Karawang
93. PT. Bumi Bosowa Int Jl. Katalaya 153 Kec. Rengasdengklok
94. PD. Prakarsa II Jl. Proklamasi
95. PT. Fulisemitex Jaya Jl. Surotokunto Ds. Warung Bambu –
Klari
96. PT. Kresna Bumitama Sejati Ds. Duren Kec. Kalri
97. PT. Antontek Industri Ds.Gintungkerta Kec. Klari
98. PT. Sandang Makmur Anugrah Jl. Raya Klari Km.5 Ds. Warung Bambu -
Klari
99. PT. Masari Dwi Sepakat Fiber Ds. Gintungkerta Kec. Klari
100. PT. Canvas Industri Jl. Warung Bambu - Klari
101. PT. Inni Fionir Food Industri Jl. Gintungkerta Kec. Klari
102. PT. Hansung Electronic Jl. Kopel ds. Gintung Kerta Kec. Klari
103. PT. Arta Millenia Pangan
Makmur
Ds. Walahar Kec. Klari
104. PT. Gemilang Pratama Ds. Anggadita Kec. Klari
105. PT. Gemilang Jaya Jl. Kopel Ds. Gintungkerta Kec. Klari
106. PT. Triguna Pratama Jl. Gintungkerta Kec. Klari
107. PT. Trigoden Star Wisesa Ds. Anggadita Kec. Klari
108. PT. Wonti Indonesia Jl. Gintungkerta Kec. Klari
109. PT. Tyco Eurapipe Indonesia Ds. Anggadita Kec. Klari
110. PT. Timuraya Tunggal Ds. Anggadita Kec. Klari
111. PT. Polystar Pancamitra Jl. Gintungkerta Kec. Klari
112. PT. Mitra Setia Eka Perwira Jl. Gintungkerta Kec. Klari
113. PT. Citra Sari Inti Buana Ds. Anggadita Kec. Klari
114. PT. Dia Elektro Circuit System
Indonesia
Jl. Kosambi Curug Kec. Klari
115. PT. Buana Harimau Textile Jl. Kondang Jaya Kec. Klari
116. PT. Kidojaya Jl. Pancawati Kec. Klari
117. PT. Matsujawa Pelita Furniture Jl.Cirnabay Kec. Klari
118. PT. Monokem Surya Jl. Anggadita Kec. Klari
119. PT. Lancar Sentosa Jl. Kosambi Curug No.88 Kec. Klari
120. PT. Reflektive Performance Glass Jl. Raya Klari KM. 1
121. PT. Satonas Utama Ds. Gintungkerta Kec. Klari
122. PT. Sachi / PT. Semesta Citra
Motorindo
Jl. Raya Cikampek – Klari
123. PT. Prolimas Utama Jl. Raya Cikampek – Klari KM. 85
124. PT. Sentra Food Ds. Anggadita Kec. Klari
125. PT. Bukit Muria Jaya Jl. Karawang Spoor Kec. Teluk Jambe
126. PT. Indoliberty Ds. Telukjambe
127. PT. Samwoo Indonesia Jl. Parung Mulia Kec. Telukjambe
128. PT. Supra Visi Rama Optik Jl. Karawang Spoor Kec. Teluk Jambe
129. PT. Karawang Sport Center
Indonesia
Ds. Badami Kec. Telukjambe
130. PT. Adijaya PM Jl. Raya Klari KM. 45
131. PT. Alas Kaki Textile/ PT.
Megatex
Jl. Walahar II Kec. Klari
132. PT. Bintang Cikupa Jl. Interchannge Karawang Timur – Klari
133. PT. Harmonic Texindo Jl. Anggadita Kec. Klari
134. PT. Irawan Jaya Jl. Gintungkerta Kec. Klari
135. PT. Kopolco Indonesia Jl. Kiarapayung Kec. Klar
136. PT. Karawang Utama Textile Jl. Anggadita Ds. Rumambe – Klari
137. PT. Lukita Jl. Raya Klari
138. PT. Trificom Utama Furniture Jl. Gintungkerta Kec. Klari
139. PT. Royal Standar Jl. Raya Klari KM.45
140. PT. Sarana Ragam Baja Citra Jl. Raya Klari
141. PT. Sagitarius Sari/Adhyawinsa
Stemping.
Jl. Surotokunto Kec. Klari
142. PT. Pancaran Mulia Sejati Jl. Raya Klari KM.8
143. PT. Santelindo Kencana Jl. Interchange Karawang Timur – Klari
144. PT.Daya Adira Mustika Jl. Interchange Karawng Barat –
Telukjambe
145. PT. Unipack Plasindo Corp Jl. Anggadita Kec. Klari
146. PT. Putra Duta Buana Buana
Sentosa
Jl. Kosambi Curug Kec. Klari
147. PT. Bintang Kreasi Aroma Ds. Gintungkerta Kec. Klari
148. PT. Alda Henco Internusa Jl. Gintungkerta Kec. Klari
149. CV. Sinar Wira Tehnik Jl. Kosambi Curug Kec. Klari
150. PT. Metro Klinki Metal Jl. Kosambi Curug Kec. Klari
151. PT. Jade Mountain Indonesia Jl. Cimahi Kec. Klar
152. SPBU 3441316 Jl. Raya Kosambi – Klari
153. PT. Rico Bana Abadi Jl. Anggadita Kec. Klari
154. SPBU 3441320 Jl. Interchange Karawang Timur – Klari
155. PT. Univesal Kharisma Garment Jl. Pokja – Klari
156. Batik Bapak Toni / CV. Makmur Ds. Anggadita Kec. Klari
157. PT. Indo Citra Widhitama Ds. Anggadita Kec. Klari
158. PT. Sumber Abadi Gemilang Ds. Gintungkerta Kec. Klari
159. PT. Danwo Stell Sejati Jl. Rya Klari
160. PT. Bentala Kartonindo Jl. Kopel Ds. Gintungkerta Kec. Klari
161. PT. M. Class Jl. Kosambi Curug – Klari
162. PT. Trumix Beton / PT. Holcim
Beton
Jl. Rya Klari
163. PT. Indowood Perkasa / PT. Indo
Spray
Jl. Pncawati Kec. Klari
164. PT. Technopia Jakarata Jl. Interchange Karawang timur
165. PT. Mitra Kimia Textile Perdana Jl. Gintungkerta Kec. Klari
166. PT. Bosowa Nusantara Motor Jl. Interchange Karawang Timur
167. RM. Alam Sari Jl. Interchange Karawang Barat
168. PT. Bukit Muria Jaya Estate Jl. Interchange Karawang Barat
169. PT. Pasific Wira Bergaya Jl. Kosambi Curug – Klari
170. PT. Siam Indo Concert Product Jl. Kosambi Curug – Klari
171. PT. Industri Sandang Nusantara Jl. Raya Telukjambe
172. PT. Lewitex Ds. Anggadita Klari
173. Hotel Cikampek Jl. Raya By Pass Jomin Kec. Cikampek
174. Rumah Bersalin Singaperbangsa Jl. Panatayuda I No. 44 Karawang
175. PT. Munculmas Mandiri Jl. Ranggagede No. 38 Karawang
176. PT. Karya Beton Sudira Jl. Raya Klari KM. 7 Kec. Klari
177. PT. Agra Mas Jl. Raya Klari ds. Warung Bambu - Klari
178. PT. Subur Plus Jl. Pangkal Perjuangan No. 8 Karawang
179. PT. Panamas Jl. Pangkal Perjuangan No. 9 Karawang
180. Depot BBM Pertamina Cikampek Jl. Raya Dawuan – Cikampek
181. PT. Adiawinsa Dinamika
Karawang
Jl. Pangkal Perjuangan No. 98 Karawang
182. CV. Pancuran Tirta Mulya Jl. Raya By Pass – jomin Cikampek
183. PT. Mall Cikampek Jl. Jend/ A. Yani – cikampek
184. RM. Mang Ajo Jl. Interchange Karawang Barat
185. PT. Bukyung Indonesia Jl. Raya Cikampek KM. 2
186. RS. Aqma Jl. Raya Ciselang Kec. Kotabaru
187. PT. Jatisari Sri Rejeki Jl. Raya Cikampek Cirebon Km. 104
Jatisari
188. PT. Acon Indonesia Jl. Interchange Dawuan Kec. Cikampek
189. PT. Karunia Berkat Abadi Jl. Raya Klari Km. 45 Karawang
190. PT. Sarana Sumber Tirta Jl. Raya Klari
191. PT. Mitra Buana Jaya Lestari /
Rest Area
Ds. Gintungkerta Kec. Klari
192. PT. Warga Baru Jl. Raya Cirebon – Karawang
193. PT. Victorindo Kimiatama Ds. Warung Bambu Kec. Karawang Timur
194. RSU. Proklamasi Jl. Raya Proklamasi Kec. Rengasdengklok
195. PT. Rumah Sakit Cito Jl. Interchange Karawang barat
196. PT. Buana Sakti Jl. Wirasaba No. 100 Kec. Karawang
Barat
Tabel 6
a. Daftar perusahaan yang berada di Kawasan Industri KIIC :3
No Nama Perusahaan Alamat Perusahaan
1. PT. Yamaha Motor Parts Mfg
Indonesia
Jl. Permata Raya Lot F-2, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
2. PT. Yamaha Motor
Manufacturing West Java
Jl. Permata I Lot BB-1, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
3. PT. Wavin Duta Jaya Jl. Maligi Raya Lot M-4-8, Karawang
International Industrial City.
4. PT. Waja Sentosa Metalindo Jl. Lot C-2B, Kawasan Industri KIIC
Karawang.
5. PT. Voith Paper Rolls Indonesia Jl. Permata V Lot EE-1, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
6. PT. Uni Charm Indonesia
[Factory]
Jl. Permata Raya Lot D-2B, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
7. PT. Uni Charm Indonesia Jl. Maligi VI Lot 4-7, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
8. PT. Tradisi Manufacturing
Industry
Jl. Permata Raya Lot E-1, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
9. PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia
Jl. Permata Raya Lot DD-1, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
10. PT. Toyobo Knitting Indonesia Jl. Maligi I Lot B-3, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
11. PT. Toyo Besq Precision Parts Karawang International Industrial City Lot
3 http://www.daftar.co/perusahaan-di-kawasan-kiic-karawang/ Diakses pada
tanggal 06 Oktober pada pukul 20.12 WIB
Indonesia B No. 6-B, Jl. Permata Raya, Karawang,
Jawa Barat
12. PT. Totoku Toryo Indonesia Jl. Maligi VI Lot L-2A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
13. PT. Taiyo Sinar Raya Teknik Jl. Permata Raya Lot FF-1B, Kawasan
Industri KIIC Karawang
14. PT. Taikisha Manufacturing
Indonesia
Jl. Permata V Lot EE-5, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
15. PT. Taiho Nusantara Jl. Permata Raya Lot BB-8B, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
16. PT. Suncall Indonesia Jl. Maligi I Lot B-5, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
17. PT. Sumisho Global Logistics
Indonesia
Jl. Permata Raya Lot FF-1B, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
18. PT. Sinar Lg Plastics Industry
Jl. Maligi Raya Lot M-4, Karawang
International Industrial City.
19. PT. Shinto Kogyo Jl. Maligi I Lot A-11, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
20. PT. Shin-Etsu Polymer Indonesia
Jl. Permata Raya Lot D-3, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
21. PT. Shikino Indonesia Jl. Maligi II Lot C-5A, Kawasan Industri
KIIC Karawang
22 PT. Sharp Semiconductor
Indonesia
Jl. Permata Raya Lot F-3, Kawasan
Industri KIIC Karawang
23. PT. Saitama Stamping Indonesia Jl. Permata Raya Lot C-7A, Kawasan
Industri KIIC Karawang
24. PT. Precol Surya Jl. Permata Raya Lot FF-2, Karawang
International Industrial City
25. PT. Posco Ijpc Jl. Permata Raya Lot FF-3, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
26. PT. P.T.Exedy Indonesia Jl. Permata V Lot EE-3, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
27. PT. Panasonic Semiconductor
Indonesia
Karawang International Industrial City Lot
A No. 1-4, Jl. Tol Jakarta-Cikampek Km.
47, Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat
28. PT. Osimo Indonesia Jl. Maligi Raya Lot Q-3, Kawasan Industri
KIIC Karawang
29. PT. Oriental Manufacturing
Indonesia
Jl. Maligi II Lot C-4B, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
30. PT. Onamba Indonesia Jl. Maligi II Lot C-5B, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
31. PT. Ogawa Indonesia Jl. Permata Raya Lot A-8A, Kawasan
Industri KIIC Karawang
32. PT. Noah Tex Jl. Maligi Raya Lot P-3B, Karawang
International Industrial City.
33. PT. Nks Filter Indonesia Jl. Maligi II Lot C-1C, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
34. PT. Nhk Gasket Indonesia Jl. Maligi III Lot N-1, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
35. PT. Nbc Indonesia Jl. Maligi I Lot A-9-10, Kawasan Industri
KIIC Karawang
36. PT. Naigai Shirts Indonesia Jl. Maligi III Lot N-3B, Kawasan Industri
KIIC Karawang
37. PT. Mugai Indonesia Jl. Maligi Raya Lot P-4A, Kawasan
Industri KIIC Karawang
38. PT. Mizobata Laju Jl. Maligi II Lot C-7F, Karawang
International Industrial City.
39. PT. Mitsubishi Jaya Elevator &
Escalator
Jl. Maligi Raya Lot C-1A, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
40. PT. Minda Asean Automotive Jl. Permata Raya Lot C-A9, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
41. PT. Matsushita Semicondustor
Jl. Maligi I Lot A-1-4, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
42. PT. Marumo Indonesia Forging Jl. Maligi II Lot E-2A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
43. PT. Kyoraku Blowmolding
Indonesia
Jl. Maligi III Lot F-9, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
44. PT. Koyama Indonesia Jl. Maligi VI Lot Q-1A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
45. PT. Kawamura Indah Jl. Maligi II Lot E-4A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
46. PT. Kawai Indonesia Jl. Maligi Raya Lot J-4A, Kawasan
Industri KIIC Karawang
47. PT. Kaneta Indonesia Jl. Maligi IV Lot L-2B, Karawang
International Industrial City
48. PT. Jibuhin Bakrie Indonesia Jl. Maligi II Lot C-7D, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
49. PT. Jalco Electronics Indonesia
Jl. Maligi II Lot C-6, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
50. PT. Iwatani Industrial Gas Ind
Jl. Maligi I Lot A-12, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
51. PT. Indotech Metal Nusantara
Jl. Maligi II Lot C-7C, Kawasan Industri
KIIC Karawang
52. PT. Indonesia Nikka Chemicals
/Inkali
Jl. Maligi II Lot E-3, Kawasan Industri
KIIC Karawang
53. PT. Imai Indonesia Jl. Maligi III Lot N-2A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
54. PT. Idemitsu Lube Techno
Indonesia
Jl. Permata Raya Lot BB-4A, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
55. PT. Ibs Indonesia Jl. Permata Lot E-6-1, Karawang
International Industrial City.
56. PT. Horiguchi Engineering
Indonesia
Jl. Maligi Raya Lot D-1A, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
57. PT. Hanjaya Mandala Sampoerna
Jl. Permata Raya Lot CC-1- 5, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
58. PT. Hamatetsu Indonesia Jl. Permata Raya Lot B-6A, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
59. PT. Hagihara West Java Indonesia
Jl. Maligi I Lot B-1-2, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
60. PT. Fumakilla Indonesia Jl. Maligi Raya Lot Q-3, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
61. PT. Fujita Indonesia Jl. Maligi III Lot N-3A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
62. PT. Fuji Technics Indonesia Jl. Maligi Raya Lot A-7, Kawasan Industri
KIIC Karawang
63. PT. Fuji Spring Indonesia Jl. Maligi VII Lot Q-4D, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
64. PT. Frey Abadi Indotama Jl. Maligi III Lot J-2A, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
65. PT. FCC Indonesia Jl. Maligi III Lot J-1, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
66. PT. Daimei Santana Indonesia
Jl. Maligi I Lot C-4B, Karawang
International Industrial City.
67. PT. DNP Indonesia [Karawang
Branch]
Karawang International Industrial City Lot
1-4, Jl. Maligi Raya, Karawang, Jawa
Barat
68. PT. Dai-Ichi Kimia Raya Jl. Maligi II Lot G-2, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
69. PT. Dai Nippon Printing Jl. Maligi Raya Lot F-1-4, Kawasan
Indonesia Industri KIIC Karawang.
70. PT. Ceres Meiji Indotama Jl. Maligi III Lot J-2B, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
71. PT. Automotif System Indonesia Jl. Permata V Lot EE-2, Kawasan Industri
KIIC Karawang
72. PT. At Indonesia Jl. Maligi III Lot H-1-5, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
73. PT. Astra Nippon Gasket
Indonesia
Jl. Maligi III Lot N-1, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
74. PT. Astra Daihatsu Motor Jl. Maligi Raya Lot A-5, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
75. PT. Astra Daihatsu Motor Jl. Maligi VI Lot M-6, Karawang
International Industrial City.
76. PT. Asian Isuzu Casting Center
Jl. Maigi III Lot N-6-9, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
77. PT. Aichi Kiki Auto Parts
Indonesia
Jl. Maligi IV Lot M-5, Kawasan Industri
KIIC Karawang.
78. PT. A & K Door Indonesia Jl. Permata Raya Lot C-3B, Kawasan
Industri KIIC Karawang.
Tabel 7
b. Daftar perusahaan yang berada di Kawasan Industri Surya Cipta :4
No Nama Perusahaan Alamat Perusahaan
1. PT. Andalan Jagad Mitra Jl. Surya Nusa Raya B-34 Karawang
2. PT. Atsumitec Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
3. PT. Bekaert Indonesia JL. Surya Utama Kav.1-14 Suryacipta
Karawang
4. PT. Bridgestone Tire Ind Kawasan Industri Suryacipta Karawang
5. PT. China Glaze Jl.Surya Lestari KISC Karawang
6. PT. Kiyokuni Technologies JL.Surya Madya Kws Suryacipta
7. PT. Chiyoda Integre Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
Blok B29-30
8. PT. E-Pack Indonesia Jl.Suryamadya Kav.A-4 KSC Kawasan
Industri Suryacipta Karawang
4https://pemi-loker.blogspot.co.id/2014/08/daftar-alamat-perusahaan-di-
kawasan-industri-srya-cipta-karawang.html Diakses pada tanggal 07 Oktober pada pukul
11.25 WIB
9. PT. GS Batery Inc Kawasan Industri Suryacipta Karawang
10. PT. Izumi Eps Indonesia Jl.Suryamadya Blok A1-2 Karawang
11. PT. JVC Electronics Indonesia Jl.Surya Lestari Kav. I-18B Karawang
12. PT. Keramika Indonesia Asosiasi Kawasan Industri Suryacipta Karawang
13. PT. KIA Seroih Mas Kawasan Industri Suryacipta Karawang
14. PT. Levi Strauss Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
15. PT. Lima Tekno Indonesia JL. Suryamadya Kav I-15B KSC
Karawang
16. PT. Mold & Dies Indonesia Jl. Suryamadya Kav A-6 KSC Karawang
17. PT. Nakajima All Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
18. PT. NT Piston Ring Kawasan Industri Suryacipta Karawang
19. PT. Pako Akuina Kawasan Industri Suryacipta Karawang
20. PT. Sanden Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
21. PT. Super Steel Karawang JL.Surya Utama Kav.I-22A KSC
22 PT. Surya Cipta Swadaya Kawasan Industri Suryacipta Karawang
23. PT. Toyo Dies Indonesia Jl. Suryamadya Kav.I-15B Karawang
24. PT. Suzuki & Asama Mfg Jl.Surya Lestari Kav.1-2B KSC Karawang
25. PT. SK Fiber Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
26. PT. Tiara Fajar Transportindo Kawasan Industri Suryacipta Karawang
27. PT. Pima Pack Indonesia Kawasan Industri Suryacipta Karawang
28. PT. Samdeux Textile Jl. Surya Lestari Utama Karawang
29. PT. Chunpao Steel Indonesia Jl. Surya Lestari KISC Karawang
30. PT. Western Coating Ind Jl.Suryamadya KISC Karawang
31. PT. KD Heat Teknologi Indonesia Jl. Surya Nusa I Kav. B19 KISC
Karawang
32. PT Royal Industries Jl. Surya Utama Kav.1-4 KISC Karawang
33. PT. J-TECH Electronics Indonesia Jl. Surya Lestari Kav.1-17A Karawang
34. PT. J-TECH MFG OF Indonesia Jl. Surya Lestari Kav.1-17A Karawang
35. PT. J-TECH Indonesia Jl. Surya Lestari Kav.1-17A Karawang
36. PT. Facipik Pres Tres Kawasan Industri Suryacipta Karawang
Tabel 8
Penduduk Kabupaten/ Kota di Jawa Barat Tahun 2013 – 2015 adalah
sebagai berikut:5
5http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/data-94-Kependudukan.html
di akses pada tanggal 15 Juli 2016 pada pukul 01.30 WIB
No Kabupaten/Kota 2013 2014 2015
1. Kab. Bogor 5.111.769 5.331.149 5.459.668
2. Kab. Sukabumi 2.408.417 2.422.113 2.434.221
3. Kab. Cianjur 2.250.305 2.235.418 2.243.904
4. Kab. Bandung 3.405.475 3.470.393 3.534.114
5. Kab. Garut 2.525.483 2.526.186 2.548.723
6. Kab. Tasikmalaya 1.738.011 1.728.587 1.735.998
7. Kab. Ciamis 1.372.846 1.162.102 1.168.682
8. Kab. Kuningan 1.138.399 1.049.084 1.055.417
9. Kab. Cirebon 2.293.075 2.109.588 2.126.179
10. Kab. Majalengka 1.180.774 1.176.313 1.182.109
11. Kab. Sumedang 1.307.648 1.131.516 1.137.273
12. Kab. Indramayu 1.690.977 1.682.022 1.691.386
13. Kab. Subang 1.509.606 1.513.093 1.529.388
14. Kab. Purwakarta 898.300 910.007 921.598
15. Kab. Karawang 2.225.383 2.233.579 2.250.120
16. Kab. Bekasi 3.002.112 3.122.698 3.246.013
17. Kab. Bandung Barat 1.614.495 1.609.512 1.629.423
18. Kab. Pangandaran 422.586 388.320 390.483
19. Kota Bogor 1.013.018 1.030.720 1.047.922
20. Kota Sukabumi 311.822 315.001 318.117
21. Kota Bandung 2.483.977 2.470.802 2.481.469
22. Kota Cirebon 304.313 304.584 307.494
23. Kota Bekasi 2.592.819 2.642.508 2.714.825
24. Kota Depok 1.962.182 2.033.508 2.106.102
25. Kota Cimahi 570.991 579.015 586.580
26. Kota Tasikmalaya 661.676 654.794 657.477
27. Kota Banjar 187.183 180.515 181.425
Jumlah 46.183.642 46.029.668 46.709.569
Sumber : Pusat Data dan Analisa Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2015
Tabel 9
Selanjutnya, dijelaskan lebih rinci oleh Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karawang mengenai data kependudukan pada Tahun 2015:6
No KECAMATAN LAKI – LAKI PEREMPUAN J U M L A H
1. Pangkalan 18.884 18.39 37.274
2. Tegalwaru 18.582 17.536 36.118
3. Ciampel 20.577 21.032 41.609
4. Telukjambe Timur 70.504 63.376 133.88
5. Telukjambe Barat 26.663 24.944 51.607
6. K l a r i 83.334 80.941 164.275
7. Cikampek 57.92 55.254 113.174
8. Purwasari 33.856 33.06 66.916
9. Tirtamulya 23.858 22.963 46.821
10. Jatisari 38.929 37.215 76.144
6 Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang pada tanggal
13 Agustus 2016.
11. Banyusari 27.506 26.44 53.946
12. Kotabaru 64.826 61.767 126.593
13. Cilamaya Wetan 41.174 38.472 79.646
14. Cilamaya Kulon 32.573 30.642 63.215
15. Lemahabang 32.965 31.286 64.251
16. Telagasari 32.879 30.741 63.62
17. Majalaya 23.905 22.641 46.546
18. Karawang Timur 64.908 59.87 124.778
19. Karawang Barat 84.155 80.256 164.411
20. Rawamerta 26.532 24.921 51.453
21. Tempuran 31.983 29.993 61.976
22. Kutawaluya 29.612 27.214 56.826
23. Rengasdengklok 56.642 53.86 110.502
24. Jayakerta 32.952 30.418 63.37
25. P e d e s 38.316 35.884 74.2
26. Cilebar 21.627 20.059 41.686
27. Cibuaya 26.399 25.059 51.458
28. Tirtajaya 33.537 31.943 65.48
29. Batujaya 39.947 39.728 79.675
30. Pakisjaya 19.437 19.233 38.67
Jumlah
1.154.982
1.095.138
2.250.120
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang Tahun 2015
Tabel 10
Partisipasi masyarakat dalam proses Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan di
Kabupaten Karawang dijelaskan oleh tabel di bawah :
No Materi yang dimuat
Tahapan
Undang-
Undang
Tahapan
Peraturan
Daerah
1. Perencanaan Pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah √ √
2. Pembentukan Penyusunan
Peraturan Daerah √ √
3. Pembahasan Rancangan dan
Penetapan Peraturan Daerah √
___
4. Pengundangan dan
Penyebarluasaan Peraturan Daerah √ √