skripsi (satriani 10542022410)
DESCRIPTION
hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pola pemberian ASI eksklusifTRANSCRIPT
-
CORRELATION OF KNOWLEDGE AND OTHER FACTOR ON THE PATTERN
EXCLUSIVE BREASTFEEDING
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR LAINNYA
TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN POLA PEMBERIAN ASI
Disusun Oleh :
SATRIANI
10542 0224 10
SKRIPSI INI DI AJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK
MEMPEROLEH GELAR SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
-
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Judul Skripsi :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR LAINNYA
TENTANG ASI EKSKLUSIF DAN POLA PEMBERIAN ASI
MAKASSAR, FEBRUARI 2014
Pembimbing,
dr. Suryani Tawali, MPH
-
PANITIA SIDANG UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
Skripsi dengan judul HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN
FAKTOR LAINNYA TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN POLA
PEMBERIAN ASI. Telah diperiksa, disetujui, serta di pertahankan di hadapan Tim
Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 12 Februari 2014
Waktu : 13.00 15.00 WITA
Tempat : Ruang Rapat FK Unismuh Gedung F Lantai 1
Ketua Tim Penguji :
(dr. Suryani Tawali, MPH)
Anggota Tim Penguji :
Anggota I Anggota II
(dr. Nurul Resky, M. Kes) (Juliani Ibrahim Ph.D)
-
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan berkahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR LAINNYA TENTANG ASI EKSKLUSIF DAN
POLA PEMBERIAN ASI.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan
pendidikan pada Program S1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
1. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang
tuaku yang tercinta, ayahanda bachtiar dan Ibunda Masati yang tidak pernah berhenti
memberikan doa, semangat, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini, Saudara-saudaraku :Dewi sartika, sarina dan sahrul serta keluarga yang selalu
membantu, mendukung serta mendoakan penulis sehingga tulisan ini terselesaikan.
2. Terima kasih yang tak terhingga kepada dr. suryani Tawali MPH Selaku pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan pengarahan dan
koreksi kepada penulis selama penuyusunan skripsi ini.
3. Terima kasih kepada Dr.H.Irwan Akib,M.pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. Kepada dr.H.Machmud Ghaznawie, Ph.D. Sp. PA (K) selaku Ketua Program Studi
kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, saya mengucapkan banyak terima
kasih
5. Terima kasih kepada Segenap dosen Program Pendidikan Dokter Universitas
Muhammadiyah Makassar atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Terima kasih kepada dr. st. Nurul Reski, M.kes selaku tim penguji
-
7. Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Taraweang bapak Sudirman SKM.,M.Adm.Kes
dan staf Puskesmas Taraweang atas kerjasama dan bimbingannya dalam penyusunan
skripsi ini.
8. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis dalam
penulisan skripsi ini (Anha, yuni, Shia, Haryati, Milfin, Niar) terima kasih atas
dukungan,doa dan bantuannya.
9. Kepada Teman teman 1 bimbingan (Elisa, Aris, Acil dan Monash) terima kasih atas
dukungan dan doanya.
10. Serta semua teman-teman angkatan 10 Hypothalamus, Yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, teman seperjuangan yang selalu mendukung dan memberikan semangat
selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Demikian, penulis sampaikan semoga bantuan yang di berikan kepada penulis mendapat
pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukan guna
perbaikan skripsi ini, sehingga dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya, Amin
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalam Alaikum Wr.Wb
Makassar, Januari 2014
Penulis
(Satriani)
SKRIPSI
Februari 2014
-
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SATRIANI, 10542022410
Dibimbing oleh (dr. SURYANI TAWALI M.P.H
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR LAINNYA TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN POLA PEMBERIAN ASI
(xv + 92 halaman + lampiran)
ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Hak bayi untuk mendapat ASI sesuai dengan resolusi world health
Assembly (WHA) tahun 2001, yaitu bayi harus mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai
usia 6 bulan. ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah.
Keunggulan ASI sudah diketahui tetapi kecenderungan ibu untuk tidak menyusui secara
eksklusif masih sangat besar. Hal ini dapat di lihat dengan semakin besarnya jumlah ibu
menyusui yang memberikan makanan tambahan lebih awal kepadabayinya.
TUJUAN: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang ASI eksklusif
dan faktor lainnya dengan pola pemberian ASI.
METODE: Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional
analitik. Waktu penelitian 5 20 desember 2013. Jumlah responden sebanyak 75 orang dari populasi ibu yang memiliki anak dengan usia 3-6 bulan di kelurahan Bara Batu kecamatan
Labakkang kabupaten Pangkep
HASIL: Dari sampel penelitian berjumlah 75 orang, sebanyak 49 ibu yang memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya (65.3%). Ada hubungan yang signifikan antara variabel
pengetahuan (P=0.000). sedangkan untuk variable karakteristik (umur, jumlah anak, jarak
umur anak, pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dan variable sikap tidak memiliki hubungan
yang bermakna.
KESIMPULAN:Tidak terdapat hubungan antara karakteristik ibu dengan pola pemberian
ASI. terdapat hubungan antara Tingkat pengetahuan ibu pola pemberian ASI. Tidak terdapat
hubungan antara sikap ibu dengan pola pemberian ASI.
SARAN: Dipertahankan atau lebih ditingkatkan sosialisasi tentang pentingnya, kandungan
serta manfaat pemberian ASI Eksklusif.
Kata Kunci : ASI Eksklusif, Pengetahuan, Karakteristik ibu, sikap
Referensi 58 (2000-2013)
SCRIPT
February 2014
-
FACULTY OF MEDICINE
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Satriani , 10542022410
Advisor (dr . SURYANI TAWALI M.P.H)
CORRELATION OF KNOWLEDGE AND OTHER FACTORS ON THE PATTERN EXCLUSIVE BREASTFEEDING
(xv + 92 pages + appendix)
ABSTRACT
BACKGROUND : The rights for infants breastfed in accordance with a resolution of the
World Health Assembly (WHA) in 2001, the baby should be exclusively breastfed from birth
until the age of 6 months. Breast milk is the best food for babies, which is natural. The
advantages of breastfeeding are already known, but the tendency of mothers to exclusively
breastfeed still not very large. This can be seen by the growing number of mothers who give
extra food to their babies early.
OBJECTIVE : To determine the relationship of the level of knowledge of mothers about
exclusive breastfeeding and other factors with the pattern of breast-feeding
METHODS : The study was cross sectional analytic design. The number of respondents
many as 75 people from a population of mothers of children age 3-6 months at Batu Bara
village sub-district Labakkang Pangkep in 5-20 December 2013.
RESULTS : Total of sampling test many as 75 respondent, 49 respondent to give their babies
exclusive breastfeeding ( 65.3 % ) . There is a significant relationship between the variables
of knowledge ( p = 0.000 ) . whereas for variable characteristics ( age , number of children ,
age range , education , occupation , income ) and attitude variables have a significant
association .
CONCLUSION : There was no relationship between the characteristics of the pattern of
breastfeeding mothers . There is a relationship between the level of knowledge of mothers
breastfeeding patterns . There was no relationship between maternal attitudes to breastfeeding
patterns .
ADVICE : Maintained or improved dissemination of the importance , content and benefits of
exclusive breastfeeding .
Keywords : Exclusive Breastfeeding, Knowledge, Maternal Characteristics, Attitudes
Reference 58 (2000-2013)
-
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR...................................................................................................................vi
ABSTRAK....................................................................................................................................ix
ABSTRACT .................................................................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .................................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................................... 4
C. Batasan Masalah ................................................................................................................. 4
D. Batasan Penelitian .............................................................................................................. 4
E. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5
F. Tujuan penelitian ................................................................................................................ 5
G. Manfaat penelitian .............................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI).............................................................................................................. 7
B. Pengetahuan ..................................................................................................................... 20
C. Sikap ................................................................................................................................ 22
D. Karakteristik ibu ............................................................................................................... 28
E. faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI Eksklusif ........................... 32
F. Tantangan Terhadap Praktik Pemberian Asi Eksklusif ...................................................... 34
G. Kerangka Teori ................................................................................................................. 44
-
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep .............................................................................................................. 45
B. Definisi operasional .......................................................................................................... 46
C. Hipotesis .......................................................................................................................... 49
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Obyek Penelitian .............................................................................................................. 51
B. Metode Penelitian ............................................................................................................. 51
C. Variabel Penelitian ........................................................................................................... 51
D. Teknik pengumpulan data ................................................................................................. 51
E. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................................................ 53
F. Teknik Analisis data ......................................................................................................... 55
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................................................ 56
B. Hasil Penelitian ................................................................................................................ 60
BAB VI PEMBAHASAN
A. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Pola Pemberian ASI................................................. 74
B. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI ............................................ 81
C. Hubungan sikap ibu Dengan pola pemberian ASI ............................................................. 83
BAB VII TINJAUAN ISLAM
A. Keutamaan ASI ................................................................................................................ 85
B. Larangan Menyusui .......................................................................................................... 87
C. Cara menyusui dan waktu menyusui ................................................................................. 89
KESIMPULAN DAN SARAN
A. kesimpulan ....................................................................................................................... 91
B. saran ................................................................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
-
DAFTAR TABEL
Table III.1 definisi operasional dan Kriteria objektif .................................................................... 46
Tabel V.1 Jumlah KK dan Jiwa Desa Bara Batu ........................................................................... 57
Tabel V.2 Rekapitulasi Data Pendidikan Berdasarkan Umur ...................................................... 57
Tabel V.3 Pendidikan Masyarakat berdasarkan status ................................................................... 58
Tabel V.4 Tingkat Kesejahteraan berdasarkan peringkat Kesejahteraan ...................................... 58
Tabel V.5 Distribusi Frekuensi (N=75) Ibu Menurut Pola Pemberian ASI .................................... 60
Tabel V.6 Distribusi Frekuensi (N=75) karakterisik Ibu Menurut Umur Per Dekade ................... 60
Tabel V.7 Distribusi Frekuensi (N=75) karakteristik Ibu Menurut Jumlah Anak ........................... 61
Tabel V.8 Distribusi Frekuensi (N=75) karakteristik Ibu Menurut Jarak Umur Anak .................... 62
Tabel V.9 Distribusi Frekuensi (N=75) karakteristik Ibu Menurut Pendidikan .............................. 62
Tabel V.10 Distribusi Frekuensi (N=75) karakteristik Ibu Menurut Pekerjaan .............................. 63
Tabel V.11 Distribusi Frekuensi (N = 75) karateristik Ibu berdasarkan Penghasilan Keluarga ...... 64
Tabel V.12 Distribusi Frekuensi (N=75) Ibu Menurut Tingkat Pengetahuan Ibu ........................... 65
Tabel V.13 Distribusi Frekuensi (N=75) Ibu Menurut Sikap Ibu .................................................. 65
Tabel V.14 Crosstabulation Distribusi Umur dengan Pola Pemberian ASI.................................... 66
Tabel V.15 Crosstabulation Distribusi Jumlah Anak dengan Pola Pembeian ASI ......................... 67
Tabel V.16 Crosstabulation Distribusi Jarak Umur Anak sekarang dengan sebelumnya
dengan pemberian ASI ................................................................................................................. 68
Tabel V.17 Crosstabulation Distribusi Tingkat Pendidikan dengan Pemberian ASI ...................... 69
Tabel V.18 Crosstabulation Distribusi Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ...................................... 70
Tabel V.19 Crosstabulation Distribusi Penghasilan Keluarga dengan Pemberian ASI ................... 71
Tabel 5.20 Crosstabulation Distribusi tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI ...................... 72
-
Tabel 5.21 Crosstabulation Distribusi sikap ibu pola pemberian ASI ............................................ 73
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 kerangka teori ........................................................................................................... 44
Gambar III.1 kerangka konsep ..................................................................................................... 45
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner
Lampiran 2 Uji Validitas
Lampiran 3 Uji Reliabilitas
Lampiran 4 Analisis Data
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi hak bayi untuk mendapat ASI sesuai dengan resolusi world health
Assembly (WHA) tahun 2001, yaitu bayi harus mendapat ASI eksklusif sejak lahir
sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan MP-ASI dan pemberian ASI di teruskan
sampai usia 2 tahun atau lebih. (1),(4),(6)
ASI(2)
merupakan makanan yang pertama, utama dan terbaik bagi bayi, yang
bersifat alamiah. Dalam Beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia pemerintah sudah
melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh
World Health Organization (WHO). Walaupun Dahulu pemberian ASI ekslusif hanya
berlangsung sampai bayi berusia 4 bulan, namun belakangan sangat dianjurkan agar
ASI eksklusif diberikan sampai anak berusia 6 bulan. Bahkan ASI dapat diberikan
hingga usia 2 tahun selama produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah tidak
mau lagi minum ASI.
Keunggulan ASI sudah diketahui namun kecenderungan ibu untuk tidak
menyusui secara eksklusif masih sangat besar. Hal ini dapat di lihat dengan semakin
besarnya jumlah ibu menyusui yang memberikan makanan tambahan lebih awal dari
yang di anjurkan kepada bayinya sebagai pengganti ASI. Laode amal saleh
menegaskan(3)
berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu sehingga dalam pemberian
ASI secara eksklusif kepada bayinya rendah, antara lain adalah pengaruh iklan/promosi
pengganti ASI, ibu bekerja, lingkungan sosial budaya, pendidikan, pengetahuan yang
rendah serta dukungan suami yang rendah.
-
Dengan menggunakan meta-analisis, Hafni Van Gobel,dkk(5)
dalam penelitiannya
mengatakan bahwa ASI mengandung semua zat gizi yang baik untuk membangun dan
menyediakan energi yang diperlukan oleh bayi. Nilai ASI paling tinggi jika
dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan, seperti
susu sapi, susu kerbau, dan lain-lainnya sebagaimana pernah dicanangkan pada pekan
air susu ibu sedunia pada tanggal 1-7 Agustus 2007 yang bertemakan menyusui
Ekslusif 6 bulan akan menyelamatkan sejuta bayi. Selain itu program peningkatan ASI
ekslusif merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam hal pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2014.
Dalam studi kedokteran di Eropa yang dilakukan , menunjukkan bahwa angka
kematian dan kesakitan bayi yang diberikan ASI lebih rendah daripada yang diberi susu
formula tegas febrianti(7)
Penelitian ekologis yang menekankan pada efek ASI-eksklusif yang dilakukan di
Amerika Latin memperlihatkan bahwa pemberian ASI-eksklusif walaupun hanya
berlangsung 3 bulan dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI bukan eksklusif
mempunyai dampak pada penurunan angka kematian bayi.(8)
Lebih mendalam dari penelitian wahana(7)
mengungkapkan bahwa ternyata faktor
penyebab utama terjadinya kematian pada bayi baru lahir dan balita adalah penurunan
angka pemberian inisiasi menyusui dini dan ASI eksklusif. Namun menurut Nuryanti
dkk(8)
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah pendarahan (28%), eklampsia
(24%), dan infeksi termasuk AIDS (11%).
Dalam buku Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
merupakan Salah satu pencegahan yang murah dan alami guna mengurangi pendarahan.
Oleh Roesli Utami(9)
dikemukakan IMD adalah perilaku pencarian puting payudara ibu
sesaat setelah bayi lahir. Bayilah yang diharapkan berusaha untuk menyusu. Lebih
-
lanjut dalam Penelitian yang dilakukan oleh Fika dan Syafiq(10)
menunjukkan bahwa
jika bayi diberi kesempatan IMD, hasilnya 8 kali lebih berhasil dalam pemberian ASI
eksklusif.
Namun pada kenyataannya beberapa penelitian di Amerika menyatakan bahwa
sebanyak 85% ibu yang menginginkan bayinya disusui secara eksklusif, namun hanya
15% ibu yang berhasil mencapai pemberian ASI Eksklusif hingga 6 bulan(44)
dan Hasil
survey nasional kesehatan anak di AS hanya mendapatkan angka 16.8% yang
menyusui secara eksklusif.(45)
Hasil penelitian kohort di Canada menyatakan 64,1% dari
4433 ibu yang berkeinginan menyusui, hanya 10.4% yang berhasil menyusui secara
eksklusif 6 bulan. Hasil berbeda didapatkan dari hasil studi di Srilangka oleh Perera et
al(46)
capaian ASI Eksklusif pada 2, 4 dan 6 bulan masing-masing sebesar 98%, 75.4%
dan 71.3% secara respectif.
Sedangkan, di Indonesia pelaksanaan IMD masih sangat rendah menurut Fikawati
dan Syafiq(10)
. Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI
ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2%
tahun 2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi
24,3% (2008). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007
memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun
1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007.
Dari data hasil Riskesdas 2010(10),(11)
menunjukkan adanya penurunan persentase
bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Pemberian ASI
kurang dari 1 jam setelah bayi lahir tertinggi di Nusa Tenggara Timur (56,2%) dan
terendah di Maluku (13%) dan di Sulawesi Selatan hanya 30,1%. Sebagian besar proses
menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1- 6 jam setelah bayi lahir, namun masih ada
-
11,1 % yang dilakukan setelah 48 jam. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif di
Sulawesi Selatan tahun 2008 yaitu 57,48% dan tahun 2007 57,05%.
Meskipun menyusui bayi sudah menjadi budaya Indonesia, menurut Roesli(2),(12)
namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI Eksklusif masih diperlukan
karena pada kenyataannya praktik pemberian ASI Eksklusif belum dilaksanakan
sepenuhnya. Penyebab utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya
ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung
program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI), gencarnya promosi susu
formula, rasa percaya diri ibu masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang
manfaat ASI bagi bayi dan dirinya
Maulita,(13)
mengemukakan bahwa promosi pemberian ASI masih terkendala oleh
rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar,
kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu
singkat bagi ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu
formula memromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas kesehatan. Padahal
ASI merupakan makanan sempurna yang dapat melindungi bayi dari berbagai jenis
penyakit termasuk Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), diare, gangguan pencernaan
kronis, kegemukan, alergi, diabetes dan tekanan darah tinggi.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, di Indonesia, pada tahun 1997-2007
memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun
1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 sedangkan bayi yang
menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%.
C. BATASAN MASALAH
-
Berdasarkan latar belakang di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi
ibu dalam pola pemberian ASI ekslusif kepada bayinya, maka dari itu peneliti
membatasi pada karakteristik, sikap dan tingkat pengetahuan ibu.
D. BATASAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi ibu
dalam pola pemberian ASI ekslusif kepada bayinya, namun karena batasan waktu,
tenaga, fasilitas dan dana maka peneliti membatasi penelitian pada ibu menyusui
dengan usia anak 3-6 bulan
E. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka ingin diketahui bagaimana hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan faktor lainnya dengan pola
pemberian pada ibu menyusui?
F. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu menyusui
tentang ASI eksklusif dan faktor lainnya dengan pola pemberian ASI.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik ibu (usia, jumlah anak, umur anak terakhir dengan
sebelumnya, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan)
b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu
c. Mengetahui sikap ibu
d. Mengetahui pola pemberian ASI eksklusif
e. Mengetahui hubungan karakteristik ibu (usia, jumlah anak, umur anak
terakhir, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dengan pola pemberian
ASI
-
f. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola
pemberian ASI
g. Mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan pola pemberian ASI
G. MANFAAT PENELITIAN
a. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang manfaat dan pentingnya ASI eksklusif bagi bayi
b. Bagi Istansi Terkait
Memberikan informasi bagi instansi khususnya terkait dengan tingkat
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dan sikap ibu dalam pemberian ASI
eksklusif, sehingga dapat di jadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dalam
menangani rendahnya pemberian ASI eksklusif.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini di harapkan dapat di jadikan data dasar dan acuan bagi peneliti
lain,misalnya tentang pengaruh faktor lingkungan dan sosiodemografi dengan
kejadian rendahnya pemberian ASI Eksklusif.
d. Bagi Peneliti Sendiri
Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas
wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri melalui penelitian.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. AIR SUSU IBU (ASI)
1. Definisi
ASI adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam
anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan
bagi bayinya.(14)
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi
makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI.
Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI
eksklusif. (15)
2. Kandungan ASI
ASI yang keluar pada akhir kehamilan dan awal sesudah melahirkan berisi
banyak protein, kalsium, dan mineral lain daripada selama akhir laktasi. Berikut
kandungan ASI(16)
a. Kolostrum
Sekresi ASI selama periode terakhir kehamilan dan selama 2-4 hari sesudah
persalinan disebut kolostrum. Ia berwarna kuning lemon tua; reaksinya
alkalis dan berat jenisnya 1,040-1,060, berbeda dengan rata-rata berat jenis
ASI matur 1,030. Jumlah kolostrum total yang disekresikan setiap hari adalah
10-40 mL. Kolostrum berisi beberapa faktor imunologik unik. Sesudah laktasi
beberapa hari pertama, kolostrum diganti dengan sekresi bentuk susu peralihan
yang sedikit demi sedikit mengandung sifat-sifat ASI matur pada minggu ke 3
dan ke 4.
b. Air
-
Jumlah air dan bahan padat lebih bnayak jika di bandingkan dengan susu sapi.
c. Kalori
Nilai energi setiap air susu dapat agak bervariasi dan sekitar 20 kkal/ons atau
0,67 kkal/mL
d. Protein
Protein ASI terdiri atas 65% protein whey, sebagian besar laktalbumin, dan
35% kasein.
e. Karbohidrat
ASI berisi laktosa 6,5-7% dan sekitar 10% karbohidrat ASI terdiri atas
polisakarida dan glikoprotein.
f. Lemak
Kadar lemak susu sekitar 3,5%. ASI mengandung olein yang dapat diserap.
g. Mineral
Kadar mineral ASI adalah 0,15-0,25%.
h. Vitamin
ASI berisi vitamin C yang cukup, jika ibu makan makanan yang sesuai, dan
cukup vitamin D kecuali jika ibu tidak terpapar secara cukup pada cahaya
matahari atau berpigmen gelap.
i. Kadar bakteri
ASI pada dasarnya tidak terkontaminasi oleh bakteri, namun organisme
patogen dalam jumlah yang berarti dapat masuk air susu dari mastitis.
j. Lebih mudah tercerna
-
Pengosongan lambung lebih cepat sesudah minum ASI daripada sesudah
minum susu sapi murni.
3. Manfaat Pemberian ASI
a. Penelitian tentang manfaat pemberian ASI bagi bayi telah banyak
dilakukan.Menurut Utami Roesli,manfaat tersebut antara lain(14)
1) Sebagai nutrisi terbaik dan sumber kekebalan tubuh. ASI merupakan
sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang karena
disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhannya. ASI
adalah makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Dengan melaksanakan tata laksana menyusui yang tepat
dan benar, produksi ASI seorang ibu akan cukup sebagai makanan
tunggal bagi bayi normal sampai dengan usia 6 bulan. Secara alamiah,
bayi yang baru lahir mendapat zat kekebalan atau daya tahan tubuh dari
ibunya melalui plasenta. Akan tetapi, kadar zat tersebut akan cepat
menurun setelah kelahirannya. Adapun kemampuan bayi membantu
daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat, maka selanjutnya akan
terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan tersebut dapat
diatasi apabila bayi diberi ASI sebab ASI adalah cairan yang
mengandung zat kekebalan tubuh;
2) Melindungi bayi dari infeksi. ASI mengandung berbagai antibodi
terhadap penyakit yang disebabkan bakteri, virus, jamur dan parasit
yang menyerang manusia;
3) Mudah dicerna. Kandungan enzim pencerna pada ASI memudahkan
bayi mencerna makanan pertamanya. Sementara itu, susu sapi sulit
-
dicerna karena tidak mengandung enzim ini, padahal sistem
pencernaan bayi belum terbentuk seecara sempurna; dan
4) Menghindarkan bayi dari alergi. Bayi yang diberi susu sapi terlalu dini
dapat menderita lebih banyak masalah, misalnya asma dan alergi.
5) ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut:
a) ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,
ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang
ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi;
b) ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan
susu buatan. Di dalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi
asam laktat yang bermanfaat untuk;
i) Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen,
ii) Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis
vitamin,
iii) Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat,
dan
iv) Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti
calsium, magnesium;
c) ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi
selama 5-6 bulan pertama, seperti immunoglobin, lysozyme, complemen
C3 dan C4, antistapiloccocus, lactobacillus, bifidus,dan lactoferrin;
d) ASI tidak mengandung beta-lactoglobulinyang dapat menyebabkan
alergi pada bayi; dan
-
e) Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu
dan bayi.
b. Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui bayi juga dapat memberikan
keuntungan bagi ibu,(14)
yaitu:
1) Memberi rasa kebanggaan bagi ibu karena ia dapat memberikan
kehidupan kepada bayinya;
2) Hubungan yang lebih erat antara ibu dan anak baik secara psikis karena
terjadi kontak kulit;
3) Menyusui membuat rahim ibu akan berkontraksi yang dapat
menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil;
4) Mempercepat berhentinya pendarahan post-partum;
5) Kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan sehingga
menjarangkan kehamilan; dan
6) Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan
datang.
c. Memberikan ASI kepada bayi memberikan manfaat bagi negara, yaitu :
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi
2) Menghemat devisa negara
3) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit
4) Peningkatan kualitas generasi penerus
4. Volume Produksi ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai
menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir
akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dari jumlah ini akan terus bertambah
sehingga mencapai sekitar 400-450 ml pada waktu bayi mencapai usia minggu
-
kedua. Jumlah tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut
(17),(22)
a. Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila
makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan
mempengaruhi produksi ASI. Untuk membentuk produksi ASI yang baik,
makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta
mineral yang cukup selain itu ibu di anjurkan minum lebih banyak kurang
lebih 8-12 gelas setiap hari.
b. Ketenangan jiwa dan fikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam
keadaan terteka, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan
emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi
ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.
c. Penggunaan alat kontrasepsi
Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi hendaknya
diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat
mempengaruhi produksi ASI.
d. Perawatan payudara
Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi dan hormon
oxytocin.
e. Keadaan Anatomis
-
Bila jumlah lobus dalam payudara berkurang, lobulus pun berkurang. Dengan
demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap
zat-zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang
f. Fisiologi
Terbentuknya ASI dipengaruhi oleh hormon terutama prolaktin ini merupakan
laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan
sekresi air susu
g. Faktor istrahat
Bila kurang istrahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya
dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang
h. Faktor isapan anak
Bila ibu menyusui segera jarang dan berlangsung sebentar maka hisapan anak
berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang
i. Faktor obat-obatan
Obat- obatan yang mengandung hormon akan mempengaruhi hormon
prolaktin dan oytocin yang berfunsi dalam penbentukan dan pengeluaran ASI.
Apabila hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi
pembentukan dan pengeluaran ASI.
5. Kontraindikasi Pemberian ASI
Ada beberapa kontraindikasi pemberian ASI yaitu (19)
a. Bayi yang menderita galaktosemia
Dalam hal ini bayi tidak mempunyai enzim galaktase, sehingga galaktosa
tidak dapat dipecah. Bayi demikian juga tidak boleh minum susu formula.
b. Ibu dengan HIV/AIDS yang dapat memberikan susu formula yang memenuhi
syarat AFASS
-
A=acceptable, F=feasable, A=affordable, S=sustainable, S=safe
c. Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal
jantung
d. Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obat tertentu misalnya kemoterapi
e. Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat-obat radioaktif perlu
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x paruh waktu obat.
Setelah itu bayi boleh menetek lagi. Sementara itu ASI tetap diperah dan
dibuang agar tidak mengurangi produksi.
6. Waktu dan Teknik Menyusui
a. Waktu Menyusui
Bila tidak ada halangan dari pihak ibu dan bayi, sebaiknya setelah lahir,
bayi segera disusui. Faktor penghambat untuk menyusui bayi dengan segera
antar lain(20)
1) Ibu mendapat pengobatan tertentu
2) Bayi tidak segera menangis
3) Bayi lahir lebih cepat (prematur)
4) Bayi lahir dengan kelainan bawaan pada saluran pencernaan
Ibu yang melahirkan, air susunya belum ada (keluar), tapi jika ibu tersebut
dengan segera menyusui bayinya, puting susu ibu dihisap oleh bayi dan
payudara ibu akan terangsang untuk lebih cepat memproduksi dan
mengeluarkan air susu.
Dua macam refleks yang mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI,
yaitu
1) Refleks produksi ASI
-
Adanya hisapan dari bayi terhadap puting ibu, merangsang reseptor-
resptor syaraf pada puting susu dan areola yang diteruskan oleh
hipothalamus. Hipothalamus akan merangsang glandula pituitaria
bagian depan sehingga dihasilkan hormon prolactin. Hormon ini
berfungsi merangsang alveoli pada kelenjar susu untuk memproduksi
air susu.
2) Refleks pengeluaran susu
Refleks ini dapat terjadi akibat adanya hormon oxytocin yang
diproduksi oleh glandula pituitaria bagian belakang. Hormon ini juga
dihasilkan karena adanya hisapan bayi pada puting susu dan areola.
Sebagian ibu dapat memproduksi air susu tetapi bila tidak diekskresikan
atau dikeluarkan sebagaimana seharusnya, maka untuk produksi yang
selanjutnya akan terhambat.
Air susu pertama berwarna kekuning-kuninga, berbeda dengan ASI biasa
yang disebut kolostrum. Kolostrum ini jangan sampai dibuang, karena walaupun
jumlahnya masih sedikit, tetapi banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi
bayi. Diantaranya mengandung zat kekebalan yang berguna untuk mencegah
penyakit infeksi terutama diare pada bayi.
Waktu yang diperlukan untuk menyusui bayi kira-kira 10-15 menit. Pada
masing-masing payudara, karena biasanya seorang bayi akan menghisap
sebagian besar ASI yang ada dalam payudara ibu.
Tidak diperlukan jadwal tertentu untuk menyusui bayi. Karena antara bayi
satu dengan bayi lainnya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena
-
itu, berikan air susu sesuai dengan kebutuhan dan permintaan bayi, biasanya
bayi akan merasa lapar setiap 2,5-3 jam.
b. Teknik Menyusui
1) Posisi ibu
Untuk memilih posisi yang baik tergantung pada masing-masing ibu.
Menyusui dapat dilakukan dengan posisi duduk atau sambil berbaring. Hal
yang harus diperhatikan selama menyusukan, posisi diatur sedemikian rupa
sehingga baik ibu maupun bayi merasa senang dan nyaman dalam posisi
yang santai.
2) Cara menyusukan
a) Sebelum mneyusui, tangan ibu hendaklah dicuci dengan sabun
terlebih dahulu agar bersih (steril). Kemudian puting susu dan areola
dibersihkan dengan kain bersih yang dibasahi air matang setelah itu
dengan kain kering yang juga dalam keadaan bersih.
b) Sentuhkan puting susu ibu pada bagian pipi bayi dekat mulutnya,
maka dengan sendirinya bayi akan menoleh ke arah datangnya sambil
membuka mulut. Pada saat yang sama, ibu harus menekan kepala bayi
kearah puting susu sedemikian rupa sehingga puting susu dan
sebagian besar areola masuk kedlam mulut bayi.
Cara ini mempunyai keuntungan, yaitu :
i) Bayi akan merasa puas telah mendapatkan ASI yang cukup karena,
sinus lactiferus (kantong air susu) berada dibagian areola.
Sedangkan diputing susu hanya didapatkan saluran susu. Setiap
bayi menghisap, air susu akan terperas keluar melalui saluran dari
kantong air susu.
-
ii) Dapat mencegah penhisapan udara yang banyak karena jika
banyak udara yang masuk sewaktu bayi menyusu, dapat
menimbulkan perut kembung, muntah, bayi merasa tidak enak,
tidur terganggu, dan lain-lain. Tertekannya udara dalam jumlah
sedikit adalah hal biasa dan terkadang sukar dihindari terutama
pada minggu-minggu pertama. Untuk mengatasinya, maka setiap
selesai menyusui, bayi harus disandarkan pada bahu ibu,
didudukkan pada pangkuan ibu atau ditengkurapkan pada
pangkuan ibu sambil diusap-usap atau ditepuk-tepuk
punggungnya.
iii) Dapat mencegah timbulnya rasa nyeri pada payudara yang
disebabkan oleh lecetnya bagian puting susu karena hisapan bayi.
3) Cara mengakhiri proses menyusui
Walaupun bayi masih menghisap, proses menyusui dapat diakhiri,
misalnya sewaktu akan memindahkan kepayudara yang belum dihisap, atau
bayi sudah tertidur, hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan salah satu
jari ibu (biasanya jari kelingking) antara puting susu dan mulyt bayi, lalu
puting susu ditarik keluar dengan perlahan-lahan. Untuk menghindari
terjadinya lecet pada puting susu.(20)
7. Problematika Menyusui
Problematika dalam menyusui di pengaruhi oleh beberapa faktor berikut(14)
yaitu
a. Faktor Ekonomi
Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia di huni lebih dari 100 juta
warga miskin. Ibu yang sedang menyusui terpaksa bekerja di berbagai sektor
sehingga realisasi pemberian ASI sangat tergantung dengan kebijakan
-
tempatnya bekerja. Belum lagi faktor jarak antara tempat tinggal dengan
tempat bekerja. Sebenarnya, persoalan ini telah diatur dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan No. 13 Pasal 82 Tahun 2003 bahwa ada hak cuti 3 bulan bagi
ibu melahirkan. Lebih jelas lagi pada pasal 83 bahwa perusahaan harus
memberi kesempatan kepada para ibu untuk menyusui bayinya. Upaya ini
penting agar kaum
b. Faktor Pengetahuan Ibu tentang Menyusui
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah
lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa
ASI kurang.(21)
selain hal itu adanya mitos-mitos tentang menyusui ASI yang
dianggap benar. Hal itu menurut Roesli antara lain;
1) menyusui akan merubah bentuk payudara ibu,
2) menyusui sulit untuk menurunkan berat badan ibu,
3) ASI tidak cukup pada hari-hari pertama sehingga bayi perlu makanan
tambahan,
4) ibu bekerja tidak dapat memberikan ASI eksklusif,
5) payudara ibu yang kecil tidak cukup menghasilkan ASI,
6) ASI pertama kali keluar harus dibuang karena kotor, dan
7) ASI dari ibu kekurangan gizi, dan kualitasnya tidak baik.
c. Faktor Dukungan Keluarga
Peran keluarga sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif. Hal ini akan lebih terlihat pada ibu-dan ayah yang baru memilki
anak pertama. Peran suami akan lebih menentukan bagaiaman ibu berani
bersikap untuk menentukan apakah ibu akan memberikan ASI eksklusif
ataukah memberikan makanan atau minuman lain selain ASI pada bayi
-
mereka. Dukungan suami memberikan kepercayaan diri pada ibu untuk dapat
memberikan ASI eksklif.
Beberapa studi tentang Breastfeeding father yaitu merupakan istilah
populer yang digunakan untuk ayah yang mendukung dan berperan aktif
membantu ibu dalam proses menyusui menjadi faktor dominan penentu
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. (22)
d. Kondisi ibu yang tidak mendukung, yaitu :
1) Puting susu nyeri
2) Puting susu lecet
3) Payudara bengkak
4) Mastitis atau abses payudara
e. Peranan tenaga kesehatan
Menurut penelitian dari Wiidiasakara dkk didapatkan bahwa masih
kurangnya partisipasi tenaga kesehatan dalam upaya menerapkan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui yang di anjurkan WHO/UNICEF pada rumah
sakit sayang bayi, akibat dari kebijakan rumah sakit yang tidak dilaksanakan
dengan konsisten. Sehingga diperlukan pelatihan/penyegaran berkala untuk
mengalakkan motivasi petugas dalam upaya peningkatan penggunaan ASI (23)
B. PENGETAHUAN
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai.(47)
Menurut Notoatmodjo,
pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab
pertanyaan What. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan,
-
penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).(48)
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik
lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu
stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan.(48)
2. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu.(48)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang
paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
-
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek
3. Pengukuran tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto,(49)
pengukuran pengetahuan ada dua kategori yaitu:
menggunakan pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan
objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choise), pertanyaan betul salah
dan pertanyaan menjodohkan.
Rumus Pengukuran Pengetahuan:
P = f/N x 100%
Dimana:
P : adalah persentase
f : frekuensi item soal benar
N : jumlah soal
Sedangkan untuk pengkategorian pengetahuan yaitu:
1.Kategori baik dengan nilai 76-100 %
2.Kriteria cukup dengan nilai 56-75 %
3.Kriteria kurang dengan nilai 40-55 %
-
4.Kriteria tidak baik dengan nilai < 40 %.
C. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap
itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli
lainnya. Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa
pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:
a. Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik
bersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan
gagasan(50)
b. Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecendrungan
(tendency) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau
melakukan sesuatu, baik secara positif maupun secara negative terhadap suatu
lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep.
c. Paul Massen dan David Krech, berpendapat sikap merupakan suatu system
dari tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan),
feeling (perasaan), dan action tendency (kecendrungan untuk bertindak)(51)
d. Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa sikap adalah kesiapan
seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu(52)
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kondisi mental relative menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang
tertentu yang mempunyai arti baik bersifat positif, netral, atau negative yang
mengangkat aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan untuk bertindak.
-
2. Unsur (Komponen) Sikap
Unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap, yaitu(51)
a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi
dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali
komponen kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut
masalah issu atau problem controversial.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah
emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar
kecilnya kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek
sikap. Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap
-
sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan
dihadapi
3. Kategori Sikap
a. Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:
1) Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
menghadapkan objek tertentu.
2) Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
b. Menurut Azwar, sikap terdiri dari: (53)
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap gizi
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang
tersebut menerima ide tersebut.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
-
masalah suatu indikasi tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang
mengajak ibu lain (tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi
menimbang anaknya ke Posyandu adalah bukti bahwa ibu tersebut
telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang
ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun ibu tersebut mendapatkan
tantangan dari mertua dan orang tuanya sendiri
4. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap
Sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4 macam cara, yaitu(53)
a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan
terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut terbentuk
sikap.
c. Intelegensi, tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan suatu hal tertentu.
d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap
Factor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yaitu:
-
a. Faktor intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsanga dari luar melalui
persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang
akan kita teliti dan mana yang harus diajauhi. Pilihan ini ditentukan oleh
motif-motif dan kecendrungan-kecendrungan dalam diri kita.
b. Faktor eksterna, yang merupakan factor di luar manusia yaitu:
1) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
2) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.
3) Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.
4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
5) Situasi pada saat sikap dibentuk
6. Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya
dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu
subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu
masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan
langsung yang tidak berstruktur dan langsung berstruktur. Secara langsung yang
tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dan survei (misal public option
survey). Sedangkan secara langsung yang berstruktur yaitu pengukuran sikap
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa
dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung dibedakan kepada subjek
yang diteliti(54)
7. Pengukuran Sikap Model Likert
Dalam skala Likert, item ada yang bersifat favorable (baik/positif/tidak
mendukung) terhadap masalah yang diteliti, sebaliknya ada pula yang bersifat
-
unfavorable (tidak baik/negatif) terhadap masalah yang diteliti. Jumlah item yang
positif maupun yang negatif sebaiknya harus seimbang atau sama.(55)
Beberapa
bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala
likert adalah sebagai berikut(56)
Alternatif penilaian terhadap item yang positif terhadap masalah penelitian :
Sangat setuju : 5
Setuju : 4
Ragu-ragu : 3
Tidak setuju : 2
Sangat tidak setuju : 1
Alternatif penilaian terhadap item yang negatif terhadap masalah peneliti :
Sangat setuju : 1
Setuju : 2
Ragu-ragu : 3
Tidak setuju : 4
Sangat tidak setuju : 5
Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh
oleh seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif
terhadap objek sikap, demikian sebaliknya(50)
D. KARAKTERISTI IBU
1. Umur
Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil /melahirkan,
akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu
remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Usia < 20 tahun dan > 35 tahun
meningkatkan risiko komplikasi obstetri juga peningkatan kesakitan dan kematian
-
perinatal. Pada kehamilan > 35 tahun juga berpengaruh untuk terjadi abnormalitas
persalinan. Umur meningkatkan angka kematian maternal(57)
2. Jumlah Anak (Paritas) (57)
Kata paritas berasal dari bahasa Latin, pario, yang berarti menghasilkan.
Secara umum, paritas didefinisikan sebagai keadaan melahirkan anak baik hidup
ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan
demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas.
Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status paritas yang
sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan
(gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus.
Sebagai contoh, seorang wanita dengan status paritas G3P1Ab1, berarti wanita
tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dan
satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang ketiga kalinya.
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang wanita dapat dibedakan
menjadi:
a. Nullipara : Adalah wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali
b. Primipara : Adalah wanita yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali
c. Multipara : Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak dua hingga empat
kali
d. Grandemultipara : Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak lima kali
atau lebih
3. Jarak umur anak sekarang dengan sebelumnya (jarak hamil) (58)
Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan
merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orangtua. Jarak kehamilan
atau kelahiran yang berdekatan juga dapat memicu pengabaian pada anak pertama
-
secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu akibat
ketidaksiapan berbagi kasih sayang dari orang tuanya. Banyak kakak-beradik
dengan jarak kehamilan atau kelahiran terlalu pendek menimbulkan sikap iri atau
cemburu. Seperti kakak tidak gembira atas kehadiran si kecil, justru sering
menganggapnya musuh karena merampas jatah kasih sayang orang tuanya.
Secara medis, organ reproduksi sebenarnya sudah siap untuk hamil kembali
tiga bulan setelah melahirkan. Namun berdasarkan catatan statistik penelitian
bahwa jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan lainnya adalah 27
sampai 32 bulan. Pada jarak ini si ibu akan memiliki bayi yang sehat serta
selamat saat melewati proses kehamilan(58)
Penelitian The Demographic and Health Survey, menyebutkan bahwa anak-
anak yang dilahirkan 2-5 tahun setelah kelahiran anak sebelumnya, memiliki
kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggi daripada yang berjarak kelahiran
kurang dari 2 tahun, maka jarak kehamilan yang aman adalah 2-5 tahun.
4. Pendidikan(50)
Status Pendidikan seseorang akan memengaruhi seseorang dalam
menggunakan pelayanan kesehatan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa
penggunaan layanan kesehatan meningkat seiring dengan peningkatan jenjang
pendidikan. Peningkatan pendidikan juga meningkatkan pengetahuan dan
kepedulian serta akses terhadap informasi yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi
5. Pekerjaan(50)
Kesibukan dengan pekerjaan, sering sekali membuat seorang ibu lupa dan
tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Walaupun kepada ibu telah
diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa
-
ASI peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih sering menyusui.
Ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu botol. Alasan yang
dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal
bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia,
kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih
menyusui bayinya. Dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang
prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung
sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat
menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas
kesehatan berpengetahuan yang cukup tentang memberikan informasi yang
diperlukan oleh ibu menyusui.
6. Penghasilan (Pendapatan)(50)
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi
keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih
besar. Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika
dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan
makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin
baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga
mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan
makanan tambahan lebih sukar
Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI
dini. Penurunan prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat
golongan ekonomi menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi
berhubungan positif secara signifikan dengan pemberian susu botol pada waktu
dini dan makanan buatan pabrik. Disamping itu, ibu dengan status ekonomi lebih
-
rendah cenderung terlambat memulai menyusui, membuang kolostrum dan
memberikan makanan pralaktal. Selanjutnya, menurut penelitian Zulfanetti di
Jambi, ibu-ibu dengan penghasilan keluarga Rp.260-000 Rp.360.000 yang
memberikan MP-ASI berupa susu formula sebesar 30%, 26% pada ibu-ibu
dengan pendapatan keluarga sebesar Rp.361.000-Rp.560.000, sedangkan ibu-ibu
dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp.561.000 memberikan MP-ASI berupa
susu formula sebesar 44%.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLA PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF
1. Umur(24)
Ibu yang masih mudah keadaan psikologisnya belum stabil, dengan sendirinya
akan lebih banyak timbul benturan antara kasih sayang seorang ibu dengan
egonya yang masih ingin bebas sebagai orang muda. Hal inilah yang dapat
berpengaruh terhadap motivasi untuk memberikan ASI eksklusif
Usia reproduksi wanita terjadi pada masa dewasa dini (18-40 tahu). Pada masa
ini kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan
diri dari setuasi-situasi baru seperti mengingat hal-hal yang dulu pernah
dipelajari. Penalaran analogis dan berpikir kreatif mencapai puncaknya serta
kecepatan respon maksimal dalam pelajaran dan menguasai atau menyesuaikan
diri dari situasi-situasi tertentu. Terjadi pada masa dewasa ini, terjadi pada usia
20-35 tahun.
-
2. Paritas(24)
Adalah para ibu primipara yang baru memepunyai pengalaman menyusui akan
memberikan ASI kepada bayinya. Bila ibu mempunyai masalah dalam menyusui
dan tidak mempunyai pengalaman memberikan ASI seperti menghadapi masalah
besar dan kecil dalam penyesuaian pemberian ASI(24)
3. Jarak kehamilan(24)
Jarak kehamilan mempunyai kontribusi untuk tidak adanya risiko. Jarak yang
baik pada persalinan terkahir dengan kehamilan yang sekarang adalah lebih atau
sama dengan dua tahun
4. Pekerjaan(25)(26)
Pekerjaan merupakan segala usaha yang dilakukan atau dikerjakan untuk
mrndaptkan hasil atau upah yang dapat dinilai dengan uang. Ibu balita cenderung
mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan yang hanya diam saja
dirumah, mengingat dengan bekerja ibu balita dapat memperoleh informasi dari
berbagai sumber diantaranya tabloid dan media lainnya
Sebenarnya semua wanita adalah pekerja, sebab pekerjaan seperti mengasuh
anak, memasak, membersihkan rumah, serta pekerjaan lainnya adalah pekerjaan
yang memakan waktu, tenaga dan pikiran. Hanya saja wanita yang bekerja di
rumah dapat mengatur waktnya dan setiap saat bila diperlukan dapat mengehntika
pekerjaannya untuk meluangkan waktu guna menyusui bayinya. Lain halnya
wanita yang bekerja dengan cara harus meninggalkan rumah, mereka tidak
memiliki waktu yang lebih banyak dibandingkan wanita yang tidak bekerja,
sehingga untuk membersihkan pelayanan kepada bayinya terbatas. Bekerja bukan
alasan untuk mengehntikan pemberian asi eksklusif selama paling sedikit 4 bulan
dan bila mungkin sampai dengan 6 bulan. Meskipun cuti namil 3 bulan,
-
pemberian ASI eksklusif pada saat ibu bekerja, yaitu bayi dapat diberi ASI perah
yang diperoleh sehari sebelumnya dan disimpan di lemari es. Memerah ASI bisa
di lakukan dengan alat bantu pompa/pipet perah ASI.
Memberi ASI eksklusif, tidak hanya merupakan hal terbaik bagi bayi, tetapi
juga hal yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini didukung oleh bukti
secara ilmiah bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat. Bayi yang
tidak diberi ASI eksklusif akan tiga kali lebih sering sakit atau dirawat. Ini berarti
bayi ASI eksklusif lebih jarang dibawa ke dokter sehingga ibu lebih jarang
meninggalkan pekerjaan.
Menurut marini mengatakan bahwa ibu yang tidak bekerja selalu ada di
rumah, sehingga lebih memungkinkan untuk pemberian ASI eksklusif
dibandingkan dengan ibu yang bekerja, karena disamping tidak selalu bersama
bayinya juga sikap dan kemauan ibu yang kurang.
F. TANTANGAN TERHADAP PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu.
Selama ini ibu merupakan figur utama dalam keputusan untuk memberikan ASI atau
tidak pada bayinya. Pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
faktor dari dalam maupun dari faktor dari luar diri ibu.(27)
Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain pengetahuan ibu
mengenai proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi
kesehatan ibu. Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal antara lain
sosial ekonomi, tata laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu
formula yang intensif, keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan
kurangnya penerangan dan dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas
-
penolong persalinan maupun orang-orang terdekat ibu seperti ibu, mertua, suami, dan
lain-lain.
1. Faktor internal
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.(28)
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting
dalam kesuksesan proses menyusui. Thaib et al dalam Abdullah et al
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah
anak dalam keluarga berpengaruh positif pada frekuensi dan pola pemberian
ASI.
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati(29)
di Kecamatan Banyumanik,
Kota Semarang menunjukkan bahwa persentase kegagalan pemberian ASI
Eksklusif lebih tinggi terjadi pada para ibu dengan pengetahuan tentang ASI
yang kurang daripada para ibu yang memiliki pengetahuan tentang ASI yang
lebih baik.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi
pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar
peluang untuk memberikan ASI Eksklusif. Sebaliknya akses terhadap media
berpengaruh negatif terhadap pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu
pada media semakin tinggi peluang untuk tidak memberikan ASI Eksklusif(30)
.
-
Namun penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati(29)
di Kecamatan
Banyumanik, Kota Semarang menunjukkan bahwa persentase kegagalan
pemberianASI Eksklusif pada ibu yang berpendidikan dasar hampir sama
banyaknya dengan ibu yang berpendidikan lanjutan. Pola ini menggambarkan
tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kegagalan pemberian ASI
Eksklusif. Tingkat pendidikan formal yang tinggi memang dapat membentuk
nilai-nilai progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru,
termasuk pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. Namun karena
sebagian besar ibu dengan pendidikan tinggi bekerja di luar rumah, bayi akan
ditinggalkan di rumah di bawah asuhan nenek, mertua atau orang lain yang
kemungkinan masih mewarisi nilai-nilai lama dalam pemberian makan pada
bayi. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang cukup tinggi pada wanita di
pedesaan tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan meninggalkan tradisi
atau kebiasaan yang salah dalam memberi makan pada bayi, selama lingkungan
sosial di tempat tinggal tidak mendukung ke arah tersebut.(31)
c. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu mekanisme bagaimana perilaku terbentuk
dan mengalami proses perubahan. Motivasi berarti dorongan yang timbul dari
dalam diri seseorang yang secara sadar atau tidak sadar sehingga membuat orang
berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kebutuhannya.(32)
Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya menyusui anaknya,
terutama sebelum melahirkan. Apabila nilai menyusui hendak ditingkatkan pada
masyarakat, maka pengertian tentang menyusui harus ditanamkan pada anak-
anak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas
biologi seorang ibu. Di daerah perkotaan, sasaran yang harus diberi pendidikan
-
adalah para gadis remaja. Di daerah pedesaan, pendidikan harus diarahkan untuk
tujuan mencegah kekurangan gizi dan diare.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana(33)
di Kecamatan Mranggen,
Kabupaten Demak menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian tidak
menginginkan pemberian ASI Eksklusif. Subjek tidak menginginkan pemberian
ASI Eksklusif karena subjek merasa tidak yakin dengan produksi ASI, anak
menjadi susah makan, mudah sakit, dan subjek menganggap pemberian ASI
Eksklusif tidak mencukupi kebutuhan bayi. Ketidakinginan subjek untuk
memberikan ASI Eksklusif mendorong subjek untuk tidak memberikan ASI
Eksklusif.
d. Sikap
Selain pengaruh pengetahuan tentang ASI, pendidikan dan motivasi ibu,
faktor lain yang dapat berpengaruh adalah sikap ibu terhadap ASI. Menurut
Notoatmodjo,(28)
sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup.
Penelitian yang dilakukan oleh Permana(33)
menunjukkan bahwa sikap
positif ibu terhadap praktik pemberian ASI Eksklusif tidak diikuti dengan
pemberian ASI Eksklusif pada bayinya. Sikap belum otomatis terwujud dalam
sutau tindakan. Terwujudnya sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan
faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orang-
orang terdekat ibu.
e. Pekerjaan
-
Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui
adalah kerena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia
subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi.
Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan di kantor,
tapi bisa juga berarti bekerja di ladang, bagi masyarakat di pedesaan.(34)
Pada Pekan ASI Sedunia tahun 1993 diperingati dengan tema Tempat Kerja
Sayang Bayi (Mother Friendly Workplace), menunjukkan bahwa adanya
perhatian dunia terhadap peran ganda ibu menyusui dan bekerja. Salah satu
kebijakan dan strategi Departemen Kesehatan RI tentang Peningkatan Pemberian
ASI (PP-ASI) pekerja wanita adalah mengupayakan fasilitas yang mendukung
PP-ASI bagi ibu yang menyusui di tempat kerja dengan menyediakan sarana
ruang memerah ASI, menyediakan perlengkapan untuk memerah dan
menyimpan ASI, menyediakan materi penyuluhan ASI, dan memberikan
penyuluhan.(35)
f. Kondisi kesehatan ibu
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya
dokter melarang ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang
dapat membahayakan ibu atau bayinya, seperti ibu menderita sakit jantung berat,
ibu sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah Sakit atau
ibu meninggal dunia.(36)
2. Faktor eksternal
a. Sosial ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan keluarga
untuk memproduksi dan atau membeli pangan. Ibu-ibu dari keluarga
-
berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan
memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu
dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk
memberikan ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah(31)
b. Tata laksana rumah sakit
Bila persalinan normal, bayi dan ibu tidak perlu tidur terpisah. Bayi tidur
bersama ibu dalam satu tempat tidur atau di dalam tempat tidur kecil di samping
tempat tidur ibunya. Ini disebut rawat gabung. Ibu dapat menyusui,
menggendong atau membersihkan bayinya setiap saat bayi membutuhkan ibu.
Rawat gabung akan mempermudah keberhasilan pemberian ASI Eksklusif
sehingga dapat mencegah timbulnya masalah menyusui.(37)
Di dunia ini hanya beberapa negara saja yang mempunyai komitmen kuat
mendukung ASI. Data tahun 1998 mencatat bahwa 7 negara di Asia, yaitu India,
Iran, Lebanon, Nepal, Philipina, Sri Langka, dan Bahrain telah mengadopsi
Kode Internasional menjadi Undang-undang. Di Afrika terdapat 6 negara, di
benua Amerika 7 negara, sedangkan di Eropa dan wilayah Oceania tidak ada.
Bahkan negara bagian Kerala di India pada 2 Agustus 2003 dinyatakan sebagai
Negara Sayang Bayi (baby friendly state) pertama di dunia. Sebesar 90% rumah
sakit bersalinnya bersertifikat Rumah Sakit Sayang Bayi (baby friendly
hospital). Angka kematian bayi dan ibu di 14 kecamatan di negara bagian itu
turun secara signifikan.(38)
Rumah Sakit Sayang Bayi adalah rumah sakit yang melaksanakan Sepuluh
Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Pada saat ini upaya ini tidak hanya
dilaksanakan di Rumah Sakit saja, tetapi juga pada Rumah Sakit Bersalin dan
Puskesmas dengan tempat tidur.(39)
-
c. Kondisi kesehatan bayi
Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita
penyakit bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam
jumlah besar pada ASI.(36)
d. Pengaruh Pengganti ASI (PASI) atau susu formula
Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik,
aman, dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan
berkelanjutan (terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah),
sejarah menunjukkan bahwa menyusui ASI, apalagi ASI Eksklusif selalu
mendapat tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formulam
yang mendisain susu formula menjadi pengganti ASI.(38)
Melalui sidang WHA tahun 1981, sebuah kode internasional yang mengatur
agar pemasaran susu formula, baik secara langsung maupun tidak langsung,
tidak menghalangi kemampuan, keyakinan dan kepercayaan diri ibu untuk dapat
menyusui atau yang terkenal dengan nama International Code on Marketing of
Breastmilk Substitute diadopsi dan sejak saat itu seluruh negara anggota WHA
diminta untuk meratifikasinya dalam peraturan nasionalnya masing-masing.(40)
Menindaklanjuti anjuran tersebut, pada tahun 1985, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 240/Menkes/Per/V/1985
tentang Pengganti ASI (PASI) yang kemudian direvisi menjadi Keputusan
Menteri Kesehatan No. 237/SK/Menkes/IV/1997 tentang Pemasaran PASI.
Menurut data SDKI 2002, pemberian susu formula di Indonesia meningkat
tajam menjadi 32,1% dari 10,8% pada tahun 1997. Hasil temuan dari Nutrition
and Health Surveillance System (2002), di daerah pedesaan di Indonesia,
-
sebagian besar ibu (60%) melahirkan di rumah dan hampir semua ibu tidak
mendapat contoh susu formula. Dua puluh dua persen (22%) dari ibu
melahirkan di rumah bersalin dengan bantuan bidan dan sekitar 10%-nya
mendapat contoh gratis atau informasi tentang susu formula, dan hampir 20%
ibu membeli susu formula yang dicontohkan. Di daerah pinggiran kota, hampir
setengah dari semua ibu melahirkan di rumah bersalin dengan bantuan bidan,
27-50% ibu tidak menerima contoh susu formula, 15-36% menerima contoh,
dan 20-42% membeli susu formula yang dicontohkan. Di daerah pinggiran Kota
Semarang, dari semua ibu, 4% mendapat informasi tentang susu formula, 39%
membeli susu formula yang dicontohkan, dan 10% menerima contoh gratis susu
formula di tempat persalinan. Mereka yang melahirkan di rumah bersalin,
puskesmas, ataupun rumah sakit bersalin, 47-79% menerima informasi dan
membeli atau menerima susuformula.
Sterken(42)
melalui WABA dan INFACT Canada menginformasikan
beberapa risiko pemberian susu formula pada bayi. Pada bayi, pemberian susu
formula akan meningkatkan risiko asma, alergi, ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut), altered occlution, infeksi dari kontaminasi susu formula,
kekurangan zat-zat gizi, kanker, penyakit-penyakit kronik, diabetes, penyakit
kardiovaskuler, obesitas, infeksi saluran pencernaan, meningkatnya angka
kematian bayi, dan menurunnya perkembangan kognitif. Sedangkan pada ibu
akan meningkatkan risiko kanker payudara, kelebihan berat badan (overweight),
kanker ovarium dan kanker endometrium, osteoporosis, peradangan sendi, stres
dan kecemasan, diabetes, dan mengurangi ikatan emosi antara ibu dan anak.
e. Keyakinan yang keliru di masyarakat
-
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus
kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama, umum dilakukan di banyak
negara seperti terlihat pada Gambar 4. Kebiasaan ini seringkali dimulai saat bayi
berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru
menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama.
Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan
bahwa lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai budaya
dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai
minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan
bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan,
suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus.(42)
Pemberian makanan padat pada bayi yang terlalu dini tidak dianjurkan
sebab pada bulan-bulan pertama bayi belum dapat menelan makanan padat
dengan baik. Selain itu zat-zat yang terdapat dalam makanan baru ini dapat
menyebabkan alergi. Energi yang tinggi dalam makanan padat dapat
menyebabkan keadaan gizi lebih pada bayi.(36)
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun
dukungan yang diterimanya.Empat mitos yang paling sering berdasarkan
pernyataan bersama UNICEF, WHO, dan IDAI (2005) adalah : stres
menyebabkan ASI kering, ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui, bayi
dengan diare membutuhkan air atau teh, sekali menghentikan menyusui, tidak
dapat menyusui lagi.
f. Pengaruh penolong persalinan
Penolong persalinan di Indonesia terdiri dari dukun bayi, bidan, dan dokter.
Dukun bayi umumnya menolong persalinan di rumah, bidan dapat menolong
-
persalinan di rumah maupun di rumah bersalin, sedangkan dokter umumnya
menolong persalinan di Rumah Sakit maupun Rumah Sakit Bersalin. Di saat
teknologi tengah berkembang pesat, masyarakat di desa maupun pinggiran kota
masih mempercayakan proses kelahiran dengan bantuan dukun bayi. Penelitan
yang dilakukan oleh Margawati,(43)
para ibu di daerah pinggiran kota masih
mempercayakan perawatan bayinya dengan bantuan dukun bayi. Pemberian ASI
Eksklusif juga dipengaruhi oleh keberadaan dukun bayi ini. Hasil temuan dari
Nutrition and Health Surveillance System (2002), di daerah pedesaan di
Indonesia, sebagian besar ibu (60%) melahirkan di rumah dengan bantuan
dukun bayi dan hampir semua ibu tidak mendapat contoh susu formula. Dukun
bayi tahu bahwa menyusui segera setelah melahirkan akan membantu menolong
mengeluarkan uri dan menghentikan pendarahan. Mereka juga tahu bahwa terus
menyusui akan membantu memperlambat terjadinya kehamilan baru. Mereka
memberikan para ibu dukungan praktis dan dukungan emosional serta minuman
hangat bergizi seperti bubur atau sup untuk membantu ASI mengalir.(34)
Di
banyak masyarakat dan rumah sakit, saran dari petugas kesehatan juga
mempengaruhi pemberian cairan selain ASI. Sebagai contoh, penelitian di
sebuah kota di Ghana menunjukkan 93% bidan berpendapat cairan harus
diberikan kepada semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak
perawat menyarankan para ibu untuk memberi air manis kepada bayinya segera
setelah melahirkan.(42)
Dokter, perawat, dan petugas kesehatan wanita lainnya bisa juga menjadi
seorang ibu. Bila mereka harus menganjurkan dan menolong wanita lain
menyusui, mereka sendiri harus bisa melakukan untuk diri mereka sendiri dan
memberikan contoh. Di banyak tempat, petugas kesehatanlah yang pertama
-
menggunakan susu botol. Hal ini disebabkan karena persoalan yang dihadapi
mereka saat kembali bekerja setelah melahirkan. Jam giliran kerja mereka
menyulitkan untuk menyusui. Sehingga mereka tidak dapat diharapkan
mengajar ibu lain untuk melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh mereka
sendiri.(34)
G. KERANGKA TEORI
Gambar II.1 kerangka teori
Faktor Pendorong
Pengetahuan
Motivasi
Sikap
Karakteristik demografi
(pendidikan, pekerjaan)
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sumberdaya kesehatan
Keterjangjakauan sumberdaya kesehatan
Akses media masa (informasi)
Prioritas dan komitmen masyarakat /
pemerintah
Ketrampilan
Faktor penguat
Petugas Kesehatan
Dukun bayi
Keluarga
(ibu/mertua/suami)
Praktik Pemberian ASI eksklusif
Faktor Penghambat (sosbud
dan kesehatan):
Keyakinan yang keliru tentang makanan bayi
Promosi susu formula dan MP-ASI
Masalah kesehatan pada ibu
dan bayi
-
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA KONSEP
Keterangan
: variabel dependen
: variabel independen
: variabel yang di teliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar III.1 kerangka konsep
Karakteristik ibu
1. Usia
2. Jumlah anak
3. Umur anak terakhir
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Penghasilan
Pengetahuan Pola
Pemberian ASI
Sikap ibu
Sumber informasi
1. Pelayanan kesehatan
2. Media massa
3. Tempat bersalin
-
B. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF
Table III.1
Definisi operasional dan kriteria objektif
N
o
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur
Sk
ala
Hasil
(Kriteria Objektif)
1 Usia
Rentang waktu
saat lahir
sampai
pengambilan
data, di hitung
saat ulang
tahun terakhir
Menginstruksi
kan untuk
mengisi pada
lembaran
kuisioner pada
data demografi
Kuesioner
No
mi
nal
1. Beresiko < 20
dan > 35 tahun
2.Tidak Beresiko :
20-35 tahun
2
Jumlah
anak
Banyaknya
anak yang di
miliki oleh
responden
Menginstruksi
kan untuk
mengisi pada
lembaran
kuisioner pada
data demografi
kuesioner
Or
din
al
1. cukup 2 anak
2. banyak >2 anak
3
Jarak
usia anak
sekarang
dengan
sebelum
nya
Rentang waktu
anak terkhir
ibu saat lahir
sampai
pengambilan
data, di hitung
saat ulang
Mengins