skripsi profesionalitas badan pengawas pemilu …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PROFESIONALITAS BADAN PENGAWAS PEMILU (BAWASLU)
DALAM PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK 2018
DI KABUPATEN SINJAI
HAMDAN
105610452712
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
PROFESIONALITAS BADAN PENGAWAS PEMILU (BAWASLU)
DALAM PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK 2018
DI KABUPATEN SINJAI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Adminstrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
HAMDAN
Nomor Stambuk: 105610452712
P RO GR AM S T U D I IL MU A DMI N I S T R AS I NE GA R A
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Penelitian : Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 Di
Kabupaten Sinjai
Nama Mahasiswa : Hamdan
Nomor Stambuk : 105610452712
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Dr. H. Muhlis Madani, M.Si.
Pembimbing II
Dr. H. Samsir Rahim, S.Sos., M.Si.
Diketahui Oleh:
Dekan,
Fisip Unismuh Makassar
Dr. Hj. Ihyani Malik S.Sos., M,Si.
NBM : 730727
Ketua Jurusan,
Ilmu Administrasi Negara
Nasrul Haq, S.Sos., MPA
NBM : 1067 436
iv
PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh tim penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat keputusan Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar,
Nomor: 082/FSP/A.4-II/II/41/2020.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) dalam program
Ilmu Adminstrasi Negara di Makassar pada hari Jumat tanggal 14 Februari 2020.
TIM PENILAI
Ketua
Dr. Hj. Ihyani Malik S.Sos., M,Si.
NBM : 730727
Sekretaris
Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si.
NBM : 1084366
PENGUJI
1. Dr. Jaelan Usman, M.Si. ( ....................................................... )
2. Drs. Ruskin Azikin, M.M. ( ....................................................... )
3. Dr. Muhammad Tahir, M.Si. ( ....................................................... )
4. Dr. H. Samsir Rahim, S.Sos., M.Si. ( ....................................................... )
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Mahasiswa : Hamdan
Nomor Stambuk : 105610452712
Program Studi : Ilmu Adminstrasi Negara
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 23 September 2019
Yang Menyatakan
Hamdan
vi
ABSTRAK
HAMDAN. 2020. Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam
Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 Di Kabupaten Sinjai (dibimbing oleh
Muhlis Madani dan Samsir Rahim).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profesionalitas Badan Pengawas
Pemilu di Kabupaten Sinjai dan faktor-faktor penghambat dan pendukung
profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada
Serentak tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sinjai. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan
tipe deskriptif, dimana data dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini sebanyak 5 orang yang terdiri
dari ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai, dua orang anggota Bawaslu Kabupaten
Sinjai dan satu orang anggota partai.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada
Serentak tahun 2018 ditunjukkan dalam empat aspek. Pada aspek knowledge
(pengetahuan), Bawaslu Kabupaten Sinjai masih memiliki anggota dengan latar
belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan jabatan yang dipegangnya namun
adanya pengalaman-pengalaman anggota terkait kepemiluan menjadi penunjang
dalam memaksimalkan tugas Bawaslu. Pada aspek social responsibility (tanggung
jawab sosial) ditunjukkan dengan upaya pencegahan dan upaya penindakan
terhadap laporan atau temuan pelanggaran pilkada yang terjadi di lingkungan
masyarakat. Pada aspek self control (pengendalian diri/internal) ditunjukkan
dengan melakukan pembinaan terhadap anggota-anggota Bawaslu, melakukan
rapat-rapat koordinasi dan pengawasan secara berjenjang dari atas ke bawah. Pada
aspek community sanction (persetujuan masyarakat) ditunjukkan dengan adanya
kerja sama antara Bawaslu Kabupaten Sinjai dengan masyarakat setempat dalam
mengawasi tahapan pelaksanaan pilkada. Faktor penghambat profesionalitas
Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun 2018
adalah keterbatasan personil dalam menjalankan fungsi Bawaslu sebagai lembaga
pengawas pemilu. Adapun faktor pendukungnya yaitu adanya komisioner yang
memiliki pengalaman yang mumpuni terkait kepemiluan dan adanya partisipasi
masyarakat sehingga Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam memaksimalkan
kinerjanya.
Kata kunci: Profesionalitas, Bawaslu, Pilkada.
vii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang terindah dan teragung selain mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga skripsi
ini yang berjudul “Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam
Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 Di Kabupaten Sinjai” dapat diselesaikan oleh
penulis walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan kepada pembaca yang budiman, agar dapat memberikan masukan
dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si. sebagai pembimbing I dan Bapak
Dr. H. Samsir Rahim, S.Sos., M.Si. sebagai pembimbing II, yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis sejak pengusulan judul sampai kepada
penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Dr. H. Abdul Rahman Rahim,
S.E., M.M.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si.
3. Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Nasrulhaq, S.Sos., MPA yang telah
membina Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
viii
4. Dosen Fisipol, Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak membantu penulis
selama menempuh pendidikan di kampus ini.
5. Pihak Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sinjai yang telah membantu dalam
proses penelitian hingga selesai.
6. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta yang terhebat, Ayahanda Umar M
dan Ibunda Mutti yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moral
maupun material.
7. Teman-teman kelas D angkatan 2012 Ilmu Administrasi Negara yang telah
banyak memberi saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis.
Semoga bantuan semua pihak senantiasa mendapatkan pahala yang
berlipat ganda di sisi Allah SWT., Amin.
Makassar, 23 September 2019
Hamdan
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
A. Profesionalitas ....................................................................................... 6
B. Pengawasan Pemilihan Umum ............................................................ 13
C. Pemilihan Kepala Daerah .................................................................... 24
D. Kerangka Pikir..................................................................................... 33
E. Fokus Penelitian .................................................................................. 34
F. Deskripsi Fokus ................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 36
A. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................... 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian ..................................................................... 36
C. Sumber Data ........................................................................................ 36
D. Informan Penelitian ............................................................................. 37
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 38
x
F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 39
G. Teknik Pengabsahan Data ................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 41
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 41
B. Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai
dalam Pilkada Serentak tahun 2018 .................................................... 50
C. Faktor-faktor penghambat dan pendukung profesionalitas
Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada
Serentak tahun 2018 ............................................................................ 63
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 68
A. Kesimpulan.......................................................................................... 68
B. Saran .................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan Umum yang biasa disingkat Pemilu adalah sebuah sarana untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam pemerintahan dan oleh karena itu, pemilu
merupakan tuntutan kedaulatan rakyat. Pemilu secara langsung dijadikan sebagai
sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mencapai
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Siswo dkk (2014) mengemukakan bahwa pemilu merupakan proses politik yang
dinamis dan hanya bisa berjalan lancar dan tertib apabila dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 dinyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis”. Asshiddiqie (2002) mengemukakan bahwa
pengertian dipilih secara demokratis tersebut bersifat luwes, sehingga mencakup
pengertian pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD,
seperti yang sekarang dipraktekkan di provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka secara
normatif merupakan bagian dari kewenangan daerah untuk menyelenggarakannya.
Kondisi ini telah menimbulkan tarik menarik antara pemerintah dengan
pemerintah daerah, terutama dalam masalah pendanaan.
2
Menurut Amirudin dan Bisri (2006: 23), pilkada langsung di Indonesia
sering dikatakan sebagai “lompatan demokrasi”. Pilkada langsung dipandang
sebagai alat demokrasi dimana rakyat diberikan kesempatan untuk memilih kepala
daerahnya secara langsung melalui mekanisme pemungutan suara. Pilkada
langsung sering pula dianggap sebagai ”pesta demokrasi rakyat” di mana rakyat
berhak untuk membuat apa saja, termasuk tindakan-tindakan anarki, baik atas
inisiatif sendiri maupun yang dimobilisasi oleh kandidat dan pendukungnya atau
karena dorongan partai politik sebagai pihak yang mengajukan kandidat tersebut.
Penguatan peran lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan
pemilukada sangatlah penting terutama dalam hal pengawasan. Pengawasan
menjadi salah satu komponen terpenting dalam penyelenggaraan, dan dapat
menentukan berhasil atau tidaknya sebuah pemilu. Dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 2011 pada Pasal 1 Angka 23 dikemukakan pengertian pengawasan pemilu
yaitu sebagai kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses
penyelenggaraan pemilu sesuai peraturan perundang-undangan.
Pemilukada langsung dibebani harapan besar yaitu menciptakan sistem
politik yang lebih demokratis. Namun pada kenyataannya masih belum sesuai
dengan apa yang diharapkan, hal tersebut dapat dilihat dari kecenderungan sistem
kepartaian Indonesia yang masih sentralistik.
Keberadaan Bawaslu sangatlah penting dalam mengawasi pelaksanaan
penyelenggaraan pemilu agar sesuai dengan asas pemilu yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil. Bawaslu memiliki fungsi dan peran strategis dalam
upaya untuk menciptakan penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
3
Kabupaten Sinjai adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Balangnipa. Balangnipa atau
Kota Sinjai. Kabupaten Sinjai mempunyai nilai historis tersendiri, dibanding
dengan kabupaten-kabupaten yang di Provinsi Sulawesi Selatan. Dulu terdiri dari
beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan yang tergabung dalam federasi Tellu
Limpoe dan Kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam federasi Pitu Limpoe.
Watak dan karakter masyarakat tercermin dari sistem pemerintahan demokratis
dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi politik di antara kerajaan-kerajaan
dibangun melalui landasan tatanan kesopanan Yakni Sipakatau yaitu Saling
menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep “Sirui Menre‟ Tessirui
No‟ yakni saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke bawah, mallilu
sipakainge yang bermakna bila khilaf saling mengingatkan.
Kabupaten Sinjai merupakan salah satu kabupaten yang mengadakan
pemilihan kepala daerah dalam hal ini pemilihan bupati pada tahun 2018. Dalam
mengemban peran menciptakan penyelenggaraan pemilu yang demokratis,
seluruh komponen dalam Bawaslu khususnya di Kabupaten Sinjai dituntut untuk
bekerja secara profesional.
Selama pelaksanaan pemilu berlangsung, ada sejumlah permasalahan, di
antaranya adalah masalah money politik. Seperti yang ditemukan di Pilkada
Sinjai, Provinsi Sulsel, politik uang yang dilakukan menggunakan baiat kitab suci
Alquran. Hal itu pun telah dilaporkan oleh warga setempat ke Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sinjai https://daerah. sindonews.com/read/
1316309/174/politik- uang – dengan – baiat – alquran – ditemukan - di-pilkada-
4
sinjai-sulsel- 1529935031. Temuan ini menunjukkan perlunya profesionalitas
Bawaslu yang menangani pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
pelaksanaan pilkada. Oleh karena itu, melalui kajian ini, penulis ingin mencoba
mendeskripsikan sejauhmana profesionalitas Bawaslu dalam penyelenggaraan
Pilkada Serentak di Kabupaten Sinjai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai
dalam Pilkada Serentak tahun 2018?
2. Bagaimana faktor-faktor penghambat dan pendukung profesionalitas Badan
Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun 2018?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten
Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun 2018.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung profesionalitas
Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun
2018.
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Secara teoretis/akademis, dapat memperkaya khasanah kepustakaan
kependidikan, khususnya mengenai profesionalitas Bawaslu kabupaten/kota
dalam Pilkada serentak.
2. Secara praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Bermanfaat bagi peneliti untuk menembah wawasan dan pengetahuan
dalam membuat karya tulis ilmiah.
b. Sebagai perbandingan bagi penelitian yang serupa di masa yang akan
datang dan segala pemanfaatan dari tulisan ini.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Profesionalitas
1. Pengertian Profesionalitas
Profesionalitas berasal dari kata “profesi” yang berarti bidang pekerjaan yg
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu
(KBBI Edisi V, 2016). Secara etimologis profesi berasal dari bahasa latin
“proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan.
Mulyasa (2006: 25) mengemukakan bahwa profesi adalah sebuah
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan dan keahlian khusus. Sementara itu menurut Muhammad dalam
Yuwono (2011: 36), Profesi merupakan pekerjaan yang menetap pada bidang
tertentu yang didasarkan pada keahlian khusus dan dilakukan secara bertanggung
jawab, dengan tujuan memperoleh penghasilan. Kusnandar (2007: 18) juga
mengemukakan bahwa profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang
membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang
khusus di masyarakat.
Profesional adalah sifat dari suatu profesi, artinya suatu kumpulan
pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan atau standar operasional
pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing (Kusnandar, 2007). Sejalan
dengan itu Moenir (2002) mengemukakan bahwa profesional adalah sebutan bagi
seseorang yang mampu menguasai ilmu pengetahuannya secara mendalam,
mampu melakukan kreativitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya. Mulyasa
7
(2006: 45), “profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam suatu
pekerjaan tertentu dan berkaitan dengan kepandaian khusus untuk
menjalankannya”. Profesional merupakan sikap yang mengacu pada peningkatan
kualitas profesi.
Menurut Mulyasa (2006: 25), profesionalitas adalah kondisi, arah, nilai,
tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata
pencaharian seseorang. Profesionalitas sebagai komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan profesinya itu.
Moenir (2002: 21) mengemukakan bahwa: profesionalitas kerja
merupakan tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi
pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur
diartikan sebagai langkah-langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada
suatu proses yang dikehendaki. Profesionalitas kerja pegawai digunakan dalam
kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan kinerja pelayanan publik di
lingkungan unit kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
profesionalitas adalah kemampuan setiap anggota profesi dalam menjalankan
tugas-tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan profesi yang diembannya.
2. Unsur-Unsur Profesionalitas
Mulyasa (2006: 29) mengemukakan bahwa profesionalitas pada umumnya
berkaitan dengan pekerjaan, namun pada umumnya tidak semua pekerjaan adalah
8
profesi, karena profesi memiliki karakteristik sendiri yang membedakannya dari
pekerjaan lainnya. Profesionalitas berkaitan dengan mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional.
Lebih lanjut Mulyasa (2006:31) mengemukakan bahwa, beberapa faktor
yang mempengaruhi profesionalitas kerja adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan
Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis: Professional dapat
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan
dalam praktik.
b. Pendidikan yang ekstensif
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam
jenjang pendidikan tinggi
c. Pelatihan institusional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan
institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis
sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui
pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
d. Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka
agar terhindar adanya intervensi dari luar.
9
e. Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Kode etik profesi
adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas
dan dalam kehidupan sehari-hari.
Profesionalitas pegawai dalam bekerja menurut Sedarmayanti (2006:41),
memiliki cakupan yang sangat komples, pada awalnya, adalah kemampuan atau
karakteristik dasar yang dimiliki seseorang, tetapi dapat dikembangkan menjadi
lebih baik sesuai dengan kebutuhan. Beberapa komponen dasar kemampuan yang
dimiliki oleh seorang profesional adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan teknik
Kemampuan teknik dalam prakteknya adalah bersifat keterampilan dan
kemampuan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
b. Kemampuan manajerial
Kemampuan manajerial berkaitan dengan kemampuan manajerial dalam hal
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan.
c. Kemampuan sosial
Kemampuan sosial adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan
pihak lain.
d. Kemampuan strategi
Kemampuan strategi adalah kemampuan melihat jauh ke depan sehingga dapat
merumuskan berbagai kebijakan yang sifatnya strategis.
10
e. Kemampuan etika
Kemampuan etika adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya dengan pertimbangan etika dan moral.
Menurut Robert G. Murdick dan Joel Ross (2005:31) kriteria sehingga
seseorang disebut profesional adalah memiliki:
a. knowledge (pengetahuan),
b. competent application (aplikasi kecakapan),
c. social resposibility (tanggung jawab sosial),
d. self control (pengendalian diri) dan
e. community sanction (persetujuan masyarakat)
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dinyatakan bahwa
profesionalitas seseorang dalam bekerja berkaitan erat dengan kemampuan teknik,
manajerial, sosial, strategi dan etika, yang saling berkaitan antara satu dengan
lainnya. Adapun indikator profesionalitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: (1) knowledge (pengetahuan); (2) competent application (aplikasi
kecakapan); (3) social resposibility (tanggung jawab sosial); (4) self control
(pengendalian diri); dan (5) community sanction (persetujuan masyarakat).
3. Prinsip-Prinsip Profesionalitas
Beberapa prinsip yang dikembangkan dalam profesionalitas kerja menurut
Moenir (2002), adalah sebagai berikut:
11
a. Mengatur Diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi
yang dihormati, atau yang berkualifikasi paling tinggi.
b. Layanan publik
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama
berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi
terhadap kesehatan masyarakat.
c. Status dan imbalan
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan
imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal ini bisa dianggap sebagai
pengakuan terhadap layanan yang diberikan pada masyarakat.
d. Tanggung jawab
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya yang
berdampak pada kehidupan orang lain atau masyarakat umumnya.
e. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
f. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
12
4. Kode Etik dalam Profesionalitas
Handoko (2004:53) mengemukakan bahwa profesionalitas kerja pada
umumnya disertai dengan kode etik. Kode etik merupakan serangkaian etika yang
disepakati, bersifat mengikat dan menjadi pedoman tingkah laku bagi sekelompok
orang yang memiliki profesi tertentu agar mereka selalu professional dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Menurut Handoko (2004:55), pentingnya kode etik dalam profesionalitas
adalah agar setiap anggota profesi mampu melaksanakan hal-hal yang
menunjukkan profesionalitasnya dalam bekerja, yaitu sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi martabat profesi
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d. Untuk meningkatkan mutu profesi.
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
f. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
h. Menentukan baku standarnya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa kode etik
merupakan rangkaian sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
seorang professional dalam melaksanakan pekerjaannya. Kode etik profesi
merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara
baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
13
B. Pengawasan Pemilihan Umum
1. Pengertian Pengawasan
Menurut George R. Tery (2006:27), pengawasan sebagai mendeterminasi
apa yang telah dilaksanakan, artinya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila
perlu, dengan menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Donnelly dalam Maristo (2014)
mengelompokkan pengawasan menjadi 3 tipe pengawasan yaitu :
a. Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)
Pengawasan pendahuluan (preliminary control), yakni pengawasan
yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Dimana pengawasan pendahuluan bisa
menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan, yang
dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan pendahuluan
juga mencakup segala upaya manajerial untuk memperbesar kemungkinan
hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang
direncanakan.
Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-
deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan
pada organisasi-organisasi. Sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat
pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan.
Diharapkan dengan manajemen akan menciptakan kebijakan dan prosedur
serta aturan yang ditujukan untuk menghilangkan perilaku yang menyebabkan
hasil kerja yang tidak diinginkan. Dengan demikian, maka kebijakan
merupakan pedoman yang baik untuk tindakan masa mendatang. Pengawasan
14
pendahuluan meliputi; Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia,
Pengawasan pendahuluan bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan
Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya financial. (Donnelly dan
Maristo, 2014).
b. Pengawasan Pada Saat Kerja Berlangsung (Concurrent Control)
Pengawasan pada saat kerja berlangsung (concurrent control) adalah
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan
yang berlangsung untuk memastikan bahwa sasaran telah dicapai. Concurrent
control terutama terdiri dari tindakan para supervisor yang mengarahkan
pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-
tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk. Mengajarkan kepada
para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode serta prosedur yang
tepat dan mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan
sebagaimana mestinya. (Donnelly dan Maristo, 2014)
c. Pengawasan Feed Back (Feed Back Control)
Pengawasan Feed Back (feed back control) yaitu pengawasan dengan
mengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur
penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar.
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu.
Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau
operasi aktual. Sifat kas dari metode pengawasan feed back (umpan balik)
adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai
15
landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang. (Donnelly
dan Maristo, 2014: 13).
Pengawasan juga merupakan suatu cara agar tujuan dapat tercapai dengan
baik (Griffin, 2004:33). Biasanya teori pengawasan dalam manajemen dipakai
oleh banyak perusahaan-perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dalam penelitian
ini konsep pengawasan digunakan bukan sebuah perusahaan tetapi sebuah
lembaga yang melakukan pengawasan pemilu yakni Bawaslu. Meskipun banyak
para ahli membangun teori pengawasan dalam perusahaan-perusahaan, namun
dalam hal ini pengawasan berlaku pada level teori untuk menganalisis penelitian
ini. Kemudian banyak para ahli yang mengungkapkan tentang pengawasan seperti
Mathis & Jackson (2006:63), yang menjelaskan bahwa pengawasan merupakan
cara untuk memantau kinerja agar tercapai tujuan organisasi.
Menurut Harahap (2001:35) bahwa pengawasan merupakan suatu cara
yang digunakan seorang atasan untuk mengawasi anak buahnya. Sama halnya
dengan Simbolon (2004:65), pengawasan merupakan hal penting dimana
pimpinan atau manajer ingin mengevaluasi hasil pekerjaan stafnya. Dessler
(2009:13), menyatakan juga bahwa pengawasan merupakan sebuah tindakan
untuk mengoreksi terhadap hal-hal yang dilakukan.
2. Pengawasan dalam Pemilu
Pengawasan menurut Handoko (1996) adalah suatu upaya yang dilakukan
oleh para manajer untuk menjaga agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
karyawan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan oleh organisasi atau
perusahaan. Sementara menurut Robbins & Coulter (2005) pengawasan sebagai
16
proses pemantauan aktivitas organisasi untuk memastikan apakah aktivitas sesuai
dengan yang di rencanakan dan sebagai proses mengoreksi setiap penyimpangan
yang muncul.
a. Pengawasan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penetapan Pemilih Tetap
Pada saat ini data kependudukan yang valid sangat penting, karena akan
berdampak besar pada berbagai aspek, misalnya pemutakhiran data pemilih.
Kapasitas sistem administrasi sebagai basis data yang ditampilkan berdasarkan
dari nomor induk kependudukan, usia, jenis kelamin, alamat untuk memenuhi
ketentuan mengenai pemilih dalam daftar pemilih pada pemilihan umum. Data
pemilih adalah faktor yang sangat penting bagi suksesnya pemilihan umum, hal
ini dikarenakan data pemilih yang akurat akan dapat mengantarkan hak politik
masyarakat dalam suatu wadah, yaitu pemilihan umum yang jurdil, luber dan
sehingga dapat terlibat aktif dalam pesta demokrasi yang di gelar di suatu daerah.
Tahapan dan proses yang harus dilalui oleh penyelenggara dalam
melaksanakan penyusunan daftar pemilih diatur dalam peraturan PKPU Nomor 9
Tahun 2013. Dalam upaya mewujudkan dan menghasilkan daftar pemilih yang
tepat, tidak terlepas dari peran serta masyarakat melalui sikap aktif dari
masyarakat terhadap pemutakhiran data pemilih. Masyarakat harus berani
mengambil sikap melaporkan kepada petugas, jika masyarakat tersebut tidak
termasuk dalam daftar pemilih, karena terdaftarnya masyarakat dalam daftar
pemilih sangat penting dalam menjaga tetap tingginya partisipasi masyarakat
dalam pemilihan umum.
17
Menurut Mulyono dkk. (2013) Lembaga pemerintahan baik di tingkat
kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan berperan besar dalam
pemutahiran data pemilih. Beberapa konsekuensi yang bisa menimbulkan data
pemilih menjadi kurang valid seperti berikut :
1) Meningkatnya jumlah masyarakat yang kehilangan hak pilihnya karena tidak
tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT)
2) Persiapan logistik yang kurang efektif dan efisien
3) Adanya protes dari masyarakat sehingga ada dugaan dalam masyarakat bahwa
KPU kurang profesional
4) Dapat menimbulkan anggapan bahwa ada pelanggaran sistematis
5) Membuka ruang penyalahgunaan hak pilih dan kecurangan dalam pemilu
6) Media massa akan memberitakan hal yang negatif
b. Pengawasan Alat Peraga Kampanye
Menurut Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013, Pasal 1 ayat 22 menjelaskan
bahwa alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat
visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya yang dipasang untuk keperluan
kampanye pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih peserta pemilu
dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu. Pada ayat 23 juga
dijelaskan bahwa bahan kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang
memuat visi, misi, program, simbol- simbol, atau tanda gambar yang disebar
untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih
Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu.
18
Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD, DPD dan
DPRD, bahwa alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah,
rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah,
lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas
hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan.
c. Pengawasan Dana Kampanye
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilu
Anggota DPR, DPD, DPRD, yang memiliki kewajiban untuk mengawasi dana
kampanye adalah BAWASLU. Pengawasan dana kampanye tidah hanya
mengawasi para peserta pemilu yang sudah melaporkan dananya ke KPU, tapi
juga harus meneliti dan melakukan investigasi kebenaran asal dan sumber dana
kampanye. Meskipun para penyumbang memiliki identitas yang jelas, peran
BAWASLU juga meneliti para penyumbang apakah memiliki kecakapan dari hal
finansial, atau hanya dipergunakan saja namanya.
d. Pengawasan Kampanye di Media Massa
Media sangat berperan penting dalam pelaksanaan pemilihan umum,
Dengan peran media, maka partai politik maupun politisi akan mendapat banyak
kebaikan selama mematuhi aturan kampanye, media juga berperan penting dalam
rangka mengawal jalannya pesta demokrasi.
19
e. Pengawasan Politik Uang (Money Politic)
Penyelenggaraan pemilihan umum sangat berpotensial terjadi berbagai
pelanggaran, pelanggaran kode etik, administrasi, sengketa pemilu, tindak pidana,
maupun perselisihan hasil pemilu dan lain-lain. Karena itu peraturan perundang-
undangan yang ada dengan tegas mennyatakan adanya larangan dan sangsi
terhadap pelanggaran yang ada dengan cara penyelesaian hukum yang efektif.
Politik dan uang merupakan dua hal berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. Saat
berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang, orang dapat berpolitik.
Istilah politik uang yang dalam bahasa Inggris money politic. Hal ini merujuk
pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu entah dalam
Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan
penting.
Pengertian tersebut menjadikan uang sebagai alat untuk mempengaruhi
seseorang untuk menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini maka dapat
dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya
keputusan tersebut bagi orang lain tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan
tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
penyelenggaraan pemilu yang menyebutkan pemilu adalah lembaga yang
menyelenggarakan pemilu yang terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan
Badan Pengawasan Pemilu (BAWASLU) sebagai satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan
Wakil, serta Gubernur dan Bupati/Walikota.
20
f. Pengawasan Kampanye Hitam (Black Campaign)
Penyelenggaraan Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah,
dimana para calon peserta pemilu saling berkontestasi untuk meraih kemenangan
dan menjatuhkan lawan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan
kampanye hitam (black campaign). Kampanye hitam diyakini sebagai salah satu
metode yang efektif untuk menjatuhkan dan menghancurkan lawan. Permasalahan
kampanye hitam bukan hanya menjadikan lemahnya pengawasan standar moral
dan lemahnya aturan hukum, ditambah regulasi politik saat ini tidak mengatur
secara tegas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum DPR, DPD, DPRD, yang dimaksud dengan kampanye adalah : kegiatan
peserta pemilihan umum untuk menyakinkan para pemilih dengan menawarkan
visi misi dan program peserta pemilu. Artinya dalam pelaksanaan pemilu (DPR,
DPD, DPRD, Presiden dan Wakil, serta Gubernur dan Bupati/Walikota) harus
dilakukan dengan cara yang lurus, bersih dan terang.
g. Pengawasan Pada Hari Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara
Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan umum
termasuk pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan
salah satu tahapan penting, karena disinilah kesempatan bagi pemilih untuk dapat
memberikan hak suaranya. Potensi terjadinya pelanggaran yang dapat
mempengaruhi kredibilitas kinerja para penyelenggara dan pengawas pemilu
sangat dipertaruhkan. Peran pengawas pemilu sangat vital, karena salah satu
tugasnya adalah melakukan koreksi dengan menyampaikan saran perbaikan secara
21
langsung dalam hal ditemukannya kesalahan, kelalaian dalam proses pemungutan
dan penghitungan suara. Peranan tersebut wajib dilakukan oleh pengawas pemilu
baik atas suatu perbuatan yang dilihat secara langsung maupun berdasarkan
masukan dari masyarakat. (Modul Bawaslu RI, 2014).
3. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam pasal 1
dijelaskan bahwa Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu
adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu RI membawahi
Bawaslu Provinsi yakni badan yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di
wilayah provinsi. Selanjutnya Bawaslu Provinsi membawahi Bawaslu
Kabupaten/Kota yakni badan untuk mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kabupaten/kota. Bawaslu Kabupaten/Kota membawahi Panitia Pengawas
Pemilu Kecamatan yang selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan adalah panitia
yang dibentuk oleh Bawaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi Penyelenggaraan
Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Selanjutnya Panwaslu Kecamatan
membawahi Panwaslu Kelurahan/Desa.
Tugas Bawaslu dalam pasal 93 UU No. 7 Tahun 2017 yaitu:
a. Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk
pengawas Pemilu di setiap tingkatan;
b. Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap:
1) Pelanggaran Pemilu; dan
2) Sengketa proses Pemilu;
22
c. Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas:
1) Perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;
2) Perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;
3) Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu; dan
4) Pelaksanaan persiapan lainnya dalam Penyelenggaraan Pemilu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas:
1) Pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta
daftar pemilih tetap;
2) Penataan dan penetapan daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota;
3) Penetapan Peserta Pemilu;
4) Pencalonan sampai dengan penetapan Pasangan Calon, calon anggota
DPR, calon anggota DPD, dan calon anggota DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) Pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;
6) Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7) Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di
TPS;
8) Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
9) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
23
10) Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan,
dan Pemilu susulan; dan
11) Penetapan hasil Pemilu;
e. Mencegah terjadinya praktik politik uang;
f. Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara
Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;
g. Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas:
1) putusan DKPP;
2) putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
3) putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
4) keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
5) keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur
sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas
anggota Kepolisian Republik Indonesia;
h. Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada
DKPP;
i. Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu;
j. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan
penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
k. Mengevaluasi pengawasan Pemilu;
l. Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan
24
m. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
C. Pemilihan Kepala Daerah
1. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau
seringkali disebut Pilkada atau Pemilukada, adalah bagian dari implementasi
demokrasi. Kepala Daerah adalah jabatan politik yang bertugas memimpin dan
menggerakkan lajunya roda pemerintahan. Terminologi jabatan publik artinya
kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan keputusan langsung dengan
kepentingan rakyat atau publik, berdampak kepada rakyat dan dirasakan. oleh
Karena itu Kepala Daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggung
jawabkannya. Sedangkan makna jabatan politik adalah bahwa mekanisme
rekruitmen kepala daerah dilakukan secara politik yaitu melalui pemilihan yang
melibatkan elemen-elemen politik yaitu dengan menyeleksi rakyat terhadap tokoh
yang mencalonkan sebagai kepala daerah. Dalam kehidupan politik di daerah,
pilkada merupakan kegiatan yang nilainya sejajar dengan pemilihan legislative,
terbukti kepala daerah dan DPRD menjadi mitra
(Hadiawan, 2009).
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2016 Tentang Tahapan, Program, Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota dan
Wakil Walikota Tahun 2017 dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
25
Walikota, selanjutnya disebut Pemilihan, adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di
wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota
secara langsung dan demokratis.
2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah
Undang Undang Dasar 1945 merupakan suatu perangkat peraturan yang
menentukan kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan,
Undang Undang Dasar 1945 juga menentukan batas batas berbagai pusat
kekuasaan itu dan memaparkan hubungan-hubungan diantara mereka (Budiardjo,
2013: 169). Materi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berada
dibawah Undang Undang Dasar 1945 tidak diperbolehkan bertentangan dengan
materi Undang-Undang Dasar 1945. Materi-materi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, pemilihan umum maupun tentang penyelenggara pemilihan umum
yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 harus diterjemahkan kembali
dalam Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), dan sebagainya. Pasal pasal yang terdapat di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 harus dijadikan rujukan utama dalam
pembuatan Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan sebagainya dan yang menjadi
Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah adalah:
a. Undang – Undang Dasar 1945
b. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
26
c. Undang Undang No 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang Undang
d. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tentang
Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota Tahun 2017
e. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9
Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
3. Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara
untuk memilih para wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif dan
eksekutif. Menurut Asfar (2006) pentingnya sistem pemilu adalah sebagai berikut:
a. Sistem pemilihan mempunyai konsekuensi pada tingkat proporsionalitas hasil
pemilihan
b. Sistem pemilihan memengaruhi bentuk kabinet yang akan dibentuk
c. Sistem pemilihan membentuk sistem kepartaian, khusus berkaitan dengan
jumlah partai politik yang ada di dalam sistem kepartaian tersebut
27
d. Sistem pemerintahan memengaruhi akuntabulitas pemerintahan, khususnya
akuntabilitas para wakil terhadap pemilihmya
e. Sistem pemilu mempunyai dampak pada tingkat kohesi partai politik
f. Sistem pemilihan berpengaruh terhadap bentuk dan tingkat partisipasi politik
warga
g. Sistem pemilihan adalah elemen demokrasi yang lebih mudah untuk
dimanipulasi dibandingkan dengan elemen demokrasi lainnya, oleh karena itu,
jika suatu negara bermaksud mengubah tampilan atau wajah demokrasinya.
Hal itu dapat dilakukan dengan mudah melalui perubahan sistem pemilunya
h. Sistem pemilihan juga dapat dimanipulasi melalui berbagai peraturan yang
tidak demokratis dalam tingkat pelaksanaannya.
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,
sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi
serta aspirasi masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum
tidak merupakan satu satunya tolok ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran
beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi
dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya. Pemilihan terhadap jenis sistem
pilkada langsung selalu mempertimbangkan aspek “legitimasi” dan “efisiensi”,
yang selalu merupakan “trade off” (Pramusinto, 2004). Artinya, memilih sistem
yang legitimasi tinggi selalu mengandung konsekuensi sangat tidak efisien.
28
Sebaliknya, kalau semata-mata mengutamakan efisiensi akan melahirkan hasil
pilkada yang legitimasinya rendah.
Sistem pemilihan kepala daerah memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap watak dan karakter persaingan calon kepala daerah. Yang dimaksud
karakter dan watak persaingan adalah ciri ciri dan kecenderungan yang menonjol
dari kompetisi dalam pilkada juga bisa dirancang untuk memperlancar perilaku
politik tertentu karena sistem pemilihan dapat dengan mudah dimanipulasi
(Prihatmoko, 2005: 26).
Sistem pilkada langsung memiliki ciri-ciri dan kecenderungan yang
menonjol dari jenis kompetisi yang dilakukan, oleh sebab itu pilkada langsung
seharusnya memperhitungkan dengan cermat kecenderungan tersebut dan faktor
yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui kemungkinan penerapan sistem
pilkada langsung di Indonesia, perlu ditinjau berbagai jenis sistem pilkada
langsung, diantaranya (Prihatmoko, 2005: 116) :
a. First Past the Post System
First past the post system ini dikenal sebagai sistem yang sederhana dan
efesien. Calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak otomatis
memenangkan pilkada dan menduduki kursi kepala daerah. Karenanya sistem ini
dikenal juga dengan sistem mayoritas sederhana (simple majority).
Konsekuensinya, calon kepala daerah dapat memenangkan pilkada walaupun
hanya meraih kurang dari separoh suara jumlah pemilih sehingga legitimasinya
sering dipersoalkan.
29
f. Prefenterial Voting System atau Aprroval Voting System
Cara kerja Prefenterial Voting System atau Aprroval Voting System adalah
pemilih memberikan peringkat pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terhadap
calon - calon Kepala Daerah yang ada pada saat pemilihan. Seorang calon akan
otomatis memenangkan pilkada langsung dan terpilih menjadi Kepala Daerah jika
perolehan suaranya mencapai peringkat pertama yang terbesar. Sistem ini dikenal
sebagai mengakomodasi sistem mayoritas sederhana (simple majority) namun
dapat membingungkan proses penghitungan suara di setiap tempat pemungutan
suara (TPS) sehingga penghitungan suara mungkin harus dilakukan secara
terpusat.
g. Two Round System atau Run-off system
Sesuai namanya, cara kerja sistem two round ini pemilihan dilakukan
dengan dua putaran (run-off) dengan catatan jika tidak ada calon yang
memperoleh mayoritas absolut (lebih dari 50 persen) dari keseluruhan suara
dalam pemilihan putaran pertama. Dua pasangan calon Kepala daerah dengan
perolehan suara terbanyak harus melalui putaran kedua beberapa waktu setelah
pemilihan putaran pertama. Lazimnya, jumlah suara minimum yang harus
diperoleh para calon pada pemilihan putaran pertama agar dapat ikut dalam
pemilihan putaran kedua bervariasi, dari 20 persen sampai 30 persen. Sistem ini
paling populer di negara – negara demokrasi presidensial.
h. Sistem Electoral Collage
Cara kerja sistem Electoral Collage adalah setiap daerah pemilihan
(kecamatan, dan gabungan kecamatan untuk Bupati/Walikota; kabupaten/kota dan
30
gabungan kabupaten/kota untuk gubernur) diberi alokasi atau popot suara dewan
pemilih (Electoral Collage) sesuai dengan jumlah penduduk. Setelah pilkada,
keseluruhan jumlah suara yang diperoleh tiap calon di setiap daerah pemilihan
tersebut dihitung. Pemenang di setiap daerah pemilihan berhak memperoleh
keseluruhan suara Dewan Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. Calon
yang memperoleh suara dewan pemilih terbesar akan memenangkan pilkada
langsung. Umumnya, calon yang berhasil memenangkan suara di daerah-daerah
pemilihan dengan jumlah penduduk padat terpilih menjadi kepala daerah.
4. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
Pemerintahan di daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan
pemerintah pusat sebagai konsekuensi Indonesia memakai sistem pemerintahan
presidensiil. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi dalam Pasal 4
ayat (1) UUD 1945 mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kewajiban
pemerintahan untuk menuju tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 alinea IV. Karena tugas dan kewajiban presiden sangat
banyak, maka memerlukan bantuan dari pemerintah daerah, sebagai konsekuensi
bentuk negara kesatuan adanya pembagian wilayah Republik Indonesia menjadi
daerah besar (propinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota) seperti dalam pasal 18
UUD 1945 (Wijayanti & Satriawan, 2009: 157).
Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh
masyarakat memiliki legitimasi yang lebih besar dibandingkan dengan pemilihan
oleh DPRD. Pilkada langsung dianggap sebagai kelanjutan cita cita reformasi
yang ingin mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sebab mandat yang
31
diberikan langsung dianggap sebagai hak warga negara yang dijamin konstitusi
(Kumolo, 2015).
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan
saat ini dimaksudkan untuk memperkuat otonomi daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaanya, harus tetap berpedoman
pada prinsip – prinsip pemberian otonomi daerah yang di atur di dalam Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut yakni:
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemetaan serta potensi dan keanekaragaman daerah
b. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintah daerah
c. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar –
daerah (Kumolo, 2015: 28).
Prihatmoko (2005: 210) mengemukakan bahwa kegiatan pilkada
dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni masa persiapan dan tahap pelaksanaan.
Masing-masing tahapan dilakukan berbagai kegiatan yang merupakan proses
pilkada langsung, tahapan kegiatan pilkada ini tidak dapat melompat-lompat.
Kegiatan kegiatan dalam masa persiapan yakni Menurut pasal 5 Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2016 tentang tentang tahapan, program dan
jadwal penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati dan/atau walikota dan wakil walikota tahun 2017 adalah:
32
a. Perencanaan program dan anggaran
b. Penyusunan dan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)
c. Penyusunan dan pengesahan peraturan penyelenggaraan Pemilihan
d. Sosialisasi, penyuluhan atau bimbingan teknis
e. Pembentukan panitia pengawas PPK, PPS dan KPPS
f. Pembentukan dan pemdaftaran pemantau pemilihan
g. Pengolahan daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4)
h. Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih
Sementara itu, menurut pasal 6 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
3 Tahun 2016 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan
Wakil Walikota Tahun 2017. Tahapan Penyelenggaraan Pilkada adalah:
a. Penyerahan dan penelitian syarat dukungan pasangan calon perseorangan
b. Pendaftaran Pasangan Calon
c. Penyelesaian sengketa TUN Pemilihan
d. Kampanye
e. Pelaporan dan audit dana kampanye
f. Pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan dan perhitungan
suara
g. Pemungutan dan penghitungan suara
h. Rekapitulasi hasil penghitungan suara
i. Penetapan pasangan calon terpilih tanpa permohonan Perselisihan Hasil
Pemilihan (PHP)
33
D. Kerangka Pikir
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak merupakan manifestasi
demokrasi di Indonesia yang bertujuan untuk menghasilkan kepala daerah-kepala
daerah yang berkualitas salah satunya di Kabupaten Sinjai. Harapan tersebut dapat
diwujudkan apabila tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pilkada di Kabupaten
Sinjai terlaksana dengan baik tanpa adanya pelanggaran-pelanggaran baik itu dari
kandidat kepala daerah maupun dari tim sukses. Lembaga yang memiliki tugas
dalam memberikan pengawasan terhadap Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota
adalah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Profesionalitas merupakan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan
keahlian yang dimiliki atau bertindak secara profesional. Agar tugas dan tanggung
jawab Panwaslu dapat dilaksanakan secara optimal, maka diperlukan
profesionalitas setiap unsur yang terlibat didalamnya baik itu dari pimpinan
maupun anggota-anggotanya. Robert G. Murdick dan Joel Ross mengemukakan
kriteria profesional yaitu memiliki: (1) knowledge (pengetahuan); (2) social
responsibility (tanggung jawab sosial); (3) self control (pengendalian diri); dan (4)
community sanction (persetujuan masyarakat).
Berdasarkan uraian di atas, skema kerangka pikir dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut.
34
Bagan Kerangka Pikir
E. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah mengkaji sejauhmana profesionalitas Badan
Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pemilihan Bupati di Kabupaten
Sinjai tahun 2018.
F. Deskripsi Fokus
1. Profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai adalah kemampuan setiap unsur
dalam struktur organisasi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam menjalankan
tugas-tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan jabatan yang diembannya
berdasarkan indikator (1) knowledge (pengetahuan); (2) social responsibility
(tanggung jawab sosial); (3) self control (pengendalian diri); dan (4)
community sanction (persetujuan masyarakat).
Pelaksanaan Pilkada Serentak
Di Kabupaten Sinjai
Profesionalitas Badan Pengawas
Pemilu (Panwaslu) Indikator profesionalitas menurut
Murdick & Ross (2005):
1. knowledge (pengetahuan);
2. social responsibility (tanggung jawab
sosial);
3. self control (pengendalian diri);
4. community sanction (persetujuan
masyarakat)
Faktor
Pendukung
Faktor
Penghambat
Pelaksanaan Pilkada Berjalan Sesuai Aturan
35
2. Knowledge (pengetahuan) adalah sejauhmana anggota Bawaslu Kabupaten
Sinjai memahami tugas dan kewenangannya.
3. Social responsibility (tanggung jawab sosial) adalah sejauhmana anggota
Bawaslu Kabupaten Sinjai melibatkan atau menampung aspirasi masyarakat
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.
4. Self control (pengendalian diri) adalah upaya yang dilakukan oleh pimpinan
maupun anggota Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk saling memberikan
bimbingan atau arahan dalam mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan
kewenangan Bawaslu Kabupaten Sinjai.
5. Community sanction (persetujuan masyarakat) adalah kemampuan anggota
panswaslu bersosialisasi dengan masyarakat.
6. Bawaslu Kabupaten Sinjai atau Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sinjai
merupakan lembaga yang mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan
terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu, di wilayah Kabupaten Sinjai.
7. Panwaslu atau Panitia Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang bersifat ad
hoc dan dibentuk dengan masa jabatan sementara untuk kepentingan
pengawasan pemilu mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan tingkat
TPS. Sementara Bawaslu, bersifat tetap dengan masa jabatan 5 tahun.
8. Pilkada atau pemilihan kepala daerah merupakan pemilihan langsung yang
dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah baik itu di tingkat kabupaten/kota
maupun tingkat provinsi.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2
bulan. Lokasi penelitian ini dilakukan di kantor Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Kabupaten Sinjai. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai
karena daerah tersebut termasuk salah satu Kabupaten yang mengikuti pemilukada
serentak 2018.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam
Moleong, 2000) penelitian kualitatif merupakan prosedur meneliti yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan profesionalitas panitia pengawas pemilu dalam melaksanakan
pilkada serentak di Kabupaten Sinjai.
C. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data
yaitu data primer dan data sekunder.
37
1. Data Primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dari subjek
penelitian terkait variabel yang diteliti.
2. Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan untuk menunjang data primer.
Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen pendukung
yang terkait dengan tempat penelitian.
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan merupakan hal yang menjadi bahan pertimbangan
utama dalam penelitian kualitatif, sehingga harus dilakukan secara cermat, karena
penelitian ini mengkaji tentang profesionalitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Kabupaten Sinjai. Informan pertama atau informan kunci yang paling sesuai
adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai. Berikut rincian informan dalam
penelitian ini.
Tabel 3.1. Informan Penelitian
No. Nama Inisial Jabatan Keterangan
1 A. Muh. Rusmin,
S.Pd. MR
Ketua Bawaslu Kabupaten
Sinjai 1 orang
2 Supriyadi, S.Sos. Su
Staf Bawaslu Divisi
Pengawasan dan Hubungan
Antar Lembaga
1 orang
3 Syamsidar, S.Pd. Sy Staf Bawaslu Divisi Hukum
dan Penindakan 1 orang
4 Alimuddin A Staf Bidang Keuangan 1 orang
5 Nur Alam, S.Ag. NA Ketua AMPG Partai Golkar 1 orang
Jumlah 5 orang
38
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode wawancara dan
dokumentasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan kedua metode
tersebut dalam penelitian ini diuraikan berikut ini.
1. Metode Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek untuk
mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks, dan maknanya dalam upaya
mengumpulkan data penelitian. Semua kegiatan, objek, serta kondisi penunjang
yang ada dapat diamati dan dicatat. Hal-hal yang dilakukan dalam observasi ini
adalah mengenai keadaan yang sebenamya terjadi di lokasi penelitian yang
berkaitan profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam
Pilkada Serentak tahun 2018.
2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face) antara
pewawancara dengan sumber informasi, dimana pewawancara bertanya langsung
tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya (Yusuf, 2014).
Dalam hal ini pewawancara mengadakan percakapan sedemikian hingga pihak
yang diwawancarai bersedia terbuka memberikan keterangan yang dibutuhkan.
Instrumen yang dipakai dalam wawancara biasanya adalah daftar (yang disebut
pedoman wawancara) yang berisi garis-garis besar pertanyaan yang sudah
disiapkan sebelumnya, ataupun alat perekam audio ataupugn audio-visual.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis wawancara
mendalam (in-depth interviewing) yaitu jenis wawancara yang tidak terstruktur.
39
Wawancara dilakukan dengan pertanyaan open-ended dan mengarah pada
kedalaman informasi dan tidak dilakukan secara formal terstruktur guna menggali
informasi mengenai profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam pilkada
serentak 2018.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang dapat diartikan sebagai
barang-barang yang tertulis atau tercetak. Sukmadinata (2013: 221), studi
dokumenter (documentary study) merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data arsip terkait Bawaslu Kabupaten Sinjai, dan
informasi-informasi lainnya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dimana
langkah awal dari analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun
secara sistematis, kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang
lain. Tahapan analisis data kualitatif sebagai berikut:
1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada
dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.
3. Menuliskan „model‟ yang ditemukan.
4. Koding yang telah dilakukan.
40
G. Teknik Pengabsahan Data
Validasi data sangat mendukung hasil akhir penelitian, oleh karena itu
diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam
penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
bennakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan
dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan
trianguiasi waktu.
1. Triangulasi Sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber lain
yang telah diperoleh sebelumnya.
2. Triangulasi Metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan
menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau tidak
akuratnya.
3. Triangulasi waktu yang dilakukan disini dengan menguji kredibilitas data
yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lainnya dalam waktu dan situasi yang berbeda.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Bawaslu Kabupaten/Kota
Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan
pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang
pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah
pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan
warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk
membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.
Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, tetapi dapat
dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan, kalaupun
ada gesekan terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul
merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini
masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia
yang paling ideal.
Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu
1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).
Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang
mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu
pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan
manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada
Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada
42
Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan
DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan
memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu
1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk
menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu,
pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam
urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang
bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah
dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang
diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat
penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari
Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain
lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu
menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru
dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini
dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas
dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas
Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas
Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan
43
dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada
sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu
Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu
Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian
kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari
KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap
judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari
Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu,
menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi,
pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.
Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya
lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan
Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian
kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan
nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan,
selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
44
2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga
memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
Terbitnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang
kembali menguatkan kelembagaan ini dengan mengharuskan Pembentukan
Bawaslu Kabupaten/Kota Permanen paling lambat setahun sejak tanggal disahkan
Undang-undang ini pada 16 Agustus 2017, ditambah dengan kewenangan baru
untuk menindak serta memutuskan pelanggaran dan proses sengketa Pemilu.
2. Visi dan Misi Bawaslu Kabupaten/Kota
a. Visi
Terwujudnya Bawaslu sebagai Lembaga Pengawal Terpercaya dalam
Penyelenggaraan Pemilu Demokratis, Bermartabat, dan Berkualitas.
b. Misi
1) Membangun aparatur dan kelembagaan pengawas pemilu yang kuat,
mandiri dan solid;
2) Mengembangkan pola dan metode pengawasan yang efektif dan efisien;
3) Memperkuat sistem kontrol nasional dalam satu manajemen pengawasan
yang terstruktur, sistematis, dan integratif berbasis teknologi;
4) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan peserta pemilu, serta
meningkatkan sinergi kelembagaan dalam pengawasan pemilu partisipatif;
5) Meningkatkan kepercayaan publik atas kualitas kinerja pengawasan
berupa pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa secara
cepat, akurat dan transparan;
45
6) Membangun Bawaslu sebagai pusat pembelajaran pengawasan pemilu
baik bagi pihak dari dalam negeri maupun pihak dari luar negeri.
3. Struktur Organisasi Bawaslu Kabupaten Sinjai
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Bawaslu Kabupaten/Kota
4. Tugas dan Kewenangan Bawaslu Kabupaten Sinjai
Tugas Bawaslu Kabupaten Sinjai didasarkan pada pasal 101 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap:
1) Pelanggaran Pemilu; dan
2) Sengketa proses Pemilu;
Ketua / Divisi Organisasi
dan SDM
Anggota / Divisi Pengawasan
dan Hubungan Antar Lembaga
Anggota / Divisi Hukum dan
Penindakan
Kepala Sekertariat Bendahara
Staf PNS Staf Non PNS
46
b. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu wilayah
kabupaten/kota, yang terdiri atas:
1) Pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan daftar
pemilih tetap;
2) Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota DPRD kabupaten/kota;
3) Penetapan calon anggota DPRD kabupaten/kota;
4) Pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;
5) Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
6) Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
7) Pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
8) Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
9) Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/kota dari
seluruh kecamatan;
10) Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan,
dan Pemilu susulan; dan
11) Proses penetapan hasil Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota;
c. Mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah kabupaten/kota;
d. Mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan
kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
e. Mengawasi pelaksanaan putusanjkeputusan di wilayah kabupaten/kota, yang
terdiri atas:
47
1) Putusan DKPP;
2) Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
3) Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
4) Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
5) Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua
pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana
diatur di dalam Undang-Undang ini;
f. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan
penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
h. Mengevaluasi pengawasan Pemilu di wilayah kabupaten/kota; dan
i. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan
sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 101, Bawaslu
Kabupaten/Kota bertugas:
a. Mengidentifikasi dan memetakan potensi pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
b. Mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan
mengevaluasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
48
c. Melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah dan pemerintah daerah
terkait; dan
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu di wilayah
kabupaten/kota.
Dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas:
a. Menyampaikan hasil pengawasan di wilayah kabupaten/kota kepada Bawaslu
melalui Bawaslu Provinsi atas dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara
Pemilu danjatau dugaan tindak pidana Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
b. Menginvestigasi informasi awal atas dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
c. Memeriksa dan mengkaji dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
d. Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu; dan
e. Merekomendasikan tindak lanjut pengawasan atas pelanggaran Pemilu di
wilayah kabupaten/kota kepada Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi.
Dalam melakukan penindakan sengketa proses Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas:
a. Menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
b. Memveriflkasi secara formal dan materiel permohonan sengketa proses
Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
c. Melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa di wilayah kabupaten/kota;
49
d. Melakukan proses adjudikasi sengketa proses Pemilu di wilayah
kabupaten/kota apabila mediasi belum menyelesaikan sengketa proses Pemilu;
dan
e. Memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
Dalam pasal 103 UU No. 7 Tahun 2017 dijelaskan mengenai wewenang
Bawaslu Kabupaten/Kota yaitu sebagai berikut:
a. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan
pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Pemilu;
b. Memeriksa dan mengkaji pelanggaran Pemilu di wilayah kabupatenjkota serta
merekomendasikan hasil pemeriksaan dan pengkajiannya kepada pihak-pihak
yang diatur dalam Undang-Undang ini;
c. Menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus
penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
d. Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil
pengawasan di wilayah kabupaten/kota terhadap netralitas semua pihak yang
dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini;
e. Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Panwaslu
Kecamatan setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu Provinsi apabila
Panwaslu Kecamatan berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
50
f. Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam
rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu dan sengketa proses
Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
g. Membentuk Panwaslu Kecamatan dan mengangkat serta memberhentikan
anggota Panwaslu Kecamatan dengan memperhatikan masukan Bawaslu
Provinsi; dan
h. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
B. Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam
Pilkada Serentak tahun 2018
1. Knowledge (pengetahuan)
Pengetahuan merupakan salah satu indikator untuk mengukur
profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam pelaksanaan Pilkada.
Pengetahuan dalam hal ini merupakan sejauhmana setiap elemen dalam Bawaslu
Kabupaten Sinjai mengetahui tugas dan kewenangannya masing-masing.
Informan MR selaku ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai mengemukakan tugas
Bawaslu sebagaimana dalam hasil wawancara berikut.
Tugas Bawaslu Kabupaten Sinjai sebagaimana tercantum dalam pasal 101
UU No. 7 Tahun 2017 yaitu melakukan pencegahan dan penindakan
terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu dalam wilayah
kabupaten. Kemudian mengawasi setiap tahapan penyelenggaraan pemilu
dalam wilayah kabupaten atau kota. Dalam pelaksanaan tugas tersebut
Bawaslu kabupaten membawahi Panwaslu yang berada di tingkat
kecamatan, desa dan pada tingkat TPS (Hasil wawancara MR, 23 Januari
2019).
51
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa tugas utama bawaslu
Kabupaten Sinjai adalah melakukan pencegahan dan penindakan terhadap
pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu serta mengawasi setiap tahapan
penyelenggaraan pemilu dalam wilayah kabupaten Sinjai. Dalam hal tersebut
Ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai memahami tugas Bawaslu Kabupaten. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh informan Su selaku Staf Bawaslu
Kabupaten Sinjai pada Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga dalam
hasil wawancara berikut.
Seperti yang telah diketahui pada Pilkada 2018 itu masih panwaslu tapi
sekarang telah berubah menjadi Bawaslu. Panwaslu itu bekerja dalam
mengawasi setiap tahapan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di
2018. Adapun wewenangnya yaitu ketika terjadi pelanggaran, baik itu
temuan atau ada laporan, itu menjadi kewenangan kami untuk memproses
terkait dengan Pilkada pada tahun 2018 (Hasil wawancara Su, 30 Januari
2019).
Dari hasil wawancara dengan informan Su diketahui bahwa dalam pelaksanaan
Pilkada 2018, Bawaslu Kabupaten Sinjai masih berstatus sebagai Panwaslu.
Namun pada tahun 2019 berubah menjadi Bawaslu. Informan Su mengemukakan
bahwa Panwaslu yang dibawahi oleh Bawaslu bertugas mengawasi setiap tahapan
dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di 2018. Informan Su juga
mengemukakan kewenangan Bawaslu yaitu memproses laporan atau temuan
terkait Pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal
89 dijelaskan bahwa Panwaslu bersifat ad hoc dalam artian dibentuk dalam untuk
kepentingan pengawasan pemilu dengan masa jabatan sementara sedangkan
Bawaslu bersifat tetap dengan masa jabatan 5 tahun. Panwaslu terdiri dari
52
Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu Luar Negeri dan
pengawas TPS. Dalam pelaksaan tugas keorganisasian, Bawaslu membawahi
Panwaslu.
Selanjutnya informan Sy selaku Staf Bawaslu Kabupaten Sinjai
mengemukakan bahwa:
Tugas Bawaslu Kabupaten adalah mengawasi untuk mengantisipasi
pelanggaran-pelanggaran (Hasil Wawancara Sy, tanggal 30 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan
Bawaslu dimaksudkan untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu. Upaya antisipasi atau pencegahan
sebelum terjadinya pelanggaran-pelanggaran termasuk dalam kategori
pengawasan pendahuluan sebagaimana dikemukakan oleh Donnelly dalam
Maristo (2014) bahwa pengawasan pendahuluan (preliminary control), yakni
pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Dimana pengawasan
pendahuluan bisa menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang
diinginkan, yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi.
Kualifikasi pendidikan yang disandang oleh para anggota Bawaslu dapat
dijadikan indikator keprofesionalan Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Informan MR selaku Ketua Bawaslu
Kabupaten Sinjai mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki
oleh anggota-anggota Bawaslu cukup beragam, sebagaimana dalam hasil
wawancara berikut.
53
Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh anggota-anggota Bawaslu,
itu beragam, ada yang dari sarjana pendidikan, ekonomi, hukum. Semua
itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga proses
perekrutan staf maupun komisioner Bawaslu sendiri mengacu kepada UU
No. 10 tahun 2019 tadi, dan UU No. 11 tahun 2015 terkait tentang
penyelenggara pemilu (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan yang
dimiliki oleh anggota-anggota Bawaslu Kabupaten Sinjai cukup beragam dimana
ada yang memiliki latar belakang sarjana pendidikan, sarjana ekonomi, dan
sarjana hukum. Hasil wawancara tersebut sejalan dengan yang dikemukakan
informan Sy dalam hasil wawancara berikut.
Latar belakang pendidikan disini beragam, ada dari sarjana hukum
kemudian sarjana pendidikan juga ada (Hasil wawancara Sy, 30 Januari
2019).
Selanjutnya informan Su mengemukakan bahwa:
Di kabupaten itu ada tiga komisioner, pak ketua titelnya S.Pd, koordinator
divisi hukum dan penindakan itu juga berlatar belakang pendidikan, pada
divisi SDM itu sarjana ekonomi. Dalam hal ini bisa saja orang
beranggapan bahwa ini tidak sinkron, namun ketiga pimpinan kami, atau
komisioner kami di Bawaslu itu betul-betul kompeten dalam
melaksanakan tugasnya karena telah memiliki banyak pengalaman terkait
dengan kepemiluan. Saya rasa hal tersebut dapat menutupi
ketidaksinkronan dengan titel yang disandang atau latar belakang
pendidikannya, meskipun bukan orang hukum tapi berdasar dari
pengalaman-pengalaman tersebut Bawaslu jauh lebih siap dalam
mengatasi setiap permasalahan yang ada (Hasil wawancara Su, 30 Januari
2019).
Hasil wawancara di atas sejalan dengan informasi yang diungkapkan oleh
informan MR yang menunjukkan adanya keberagaman latar belakang pendidikan
yang dimiliki anggota-anggota Bawaslu. Akan tetapi informan Su menjelaskan
lebih lanjut bahwa latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh anggota-anggota
Bawaslu Kabupaten Sinjai terkesan tidak sinkron dengan jabatannya, namun
54
berkat adanya pengalaman yang dimiliki para pimpinan atau komisioner Bawaslu
Kabupaten Sinjai terkait kepemiluan, mereka tetap dapat menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya dengan baik. Hal ini berarti bahwa meskipun terjadi
ketidaksinkronan antara jabatan dengan latar belakang pendidikan pada beberapa
anggotanya, Bawaslu Kabupaten Sinjai tetap dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik berkat adanya pengalaman-pengalaman yang
telah mereka lalui menyangkut pemilu.
Informan Su memang mengakui bahwa terdapat anggota Bawaslu
Kabupaten Sinjai yang jabatannya tidak sinkron dengan latar belakang
pendidikannya sebagaimana terungkap dalam hasil wawancara berikut.
Kalau untuk sekarang, personil kami yang di Bawaslu Kabupaten,
memang ada beberapa anggota jabatannya tidak sinkron dengan latar
belakang pendidikannya. Tetapi sekarang untuk staf, ada saya lihat surat
edaran dari Bawaslu terkait dengan penempatan-penempatan yang
disesuaikan dengan jurusannya masing-masing, seperti di divisi hukum
dan penindakan itu ditunjuk sarjana hukum, dan di divisi SDM itu harus
dari ITE. Tapi ini karena kami disini masih dalam proses dalam
merampungkan semua kelengkapan-kelengkapan kesekretaiaan akibat
peralihan dari Panwaslu menjadi Bawaslu (Hasil wawancara Su, 30
Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ketidaksinkronan antara
jabatan dengan latar belakang pendidikan anggota Bawaslu disebabkan karena
Bawaslu Kabupaten Sinjai masih dalam masa peralihan dari Panwaslu menjadi
Bawaslu. Namun upaya penyesuaian antara jabatan dengan latar belakang jabatan
sedang dilakukan melalui surat edaran Bawaslu yang merekomendasikan
kesesuaian antara jabatan dengan latar belakang pendidikan untuk ke depannya.
Hasil wawancara di atas sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan
Sy dalam hasil wawancara berikut.
55
Saat ini karena peralihan yang dulunya panwaslu sekarang menjadi
bawaslu. Karena sekarang sudah menjadi Bawaslu maka disesuaikan
jabatan dengan latar belakang pendidikannya (Hasil wawancara Sy, 30
Januari 2019).
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
pada aspek pengetahuan, Bawaslu Kabupaten Sinjai masih memiliki anggota
dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan jabatan yang
dipegangnya. Namun adanya pengalaman-pengalaman anggota terkait kepemiluan
menjadi penunjang sehingga mereka dapat melaksanakan tugas-tugas Bawaslu
secara maksimal.
2. Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)
Pelaksanaan pilkada merupakan perwujudan demokrasi di tingkat daerah.
Melalui pilkada, masyarakat yang berada di daerah dapat menentukan
pemimpinnya secara mandiri tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak
manapun. Bawaslu memiliki tanggung jawab dalam menjaga agar pelaksanaan
pilkada di daerah dapat berjalan sesuai asas pemilu yaitu langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil atau biasa disingkat dengan LUBER dan JURDIL.
Tanggung jawab Bawaslu tersebut sekaligus merupakan tanggung jawab yang
berdampak secara sosial karena apabila tanggung jawab tersebut dilaksanakan
dengan baik maka dapat terpilih pemimpin-pemimpin daerah sesuai dengan
aspirasi masyarakat yang berkontribusi dalam mewujudkan stabilitas kehidupan
sosial masyarakat.
Tanggung jawab Bawaslu dilaksanakan dengan melakukan pencegahan
dan penindakan terhadap temuan maupun laporan pelanggaran yang terjadi dalam
56
pemilu. Bawaslu Kabupaten Sinjai telah melaksanakan tanggung jawabnya dalam
mengawasi pelaksanaan pilkada di Kabupaten Sinjai dengan menindaklanjuti
temuan dan laporan pelanggaran yang terjadi selama tahapan proses pilkada
sebagaimana diungkapkan informan MR selaku ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai
dalam hasil wawancara berikut.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksaan pilkada yaitu: terkait
netralitas ASN. Pejabat dalam hal ini pejabat struktural misalnya kepala
desa, ada tiga kepala desa yang memang kami proses, dan tindak lanjutnya
itu sampai ke pengadilan dan divonis terbukti bersalah namun pidana yang
dijatuhkan adalah pidana hukuman percobaan. Nah kemudian terkait ASN,
jumlah ASN yang diproses akibat pelanggaran dalam pilkada serentak
yaitu sekitar 12 orang dan semua rekomendasi dari KSN itu sudah
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah dalam hal penjatuhan sanksi, baik
itu sanksi ringan, sedang, maupun berat (Hasil wawancara MR, 23 Januari
2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai
menindaklanjuti laporan pelanggaran pilkada yang terjadi selama pelaksanaan
tahapan pilkada serentak 2018. Terdapat tiga kepala desa yang diproses Bawaslu
Kabupaten Sinjai, perkaranya sampai ke pengadilan dan divonis terbukti
melakukan pelanggaran. Bawaslu juga memproses pelanggaran pilkada yang
dilakukan oleh ASN dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah
untuk ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi. Dalam menindaklanjuti
pelanggaran pilkada, Bawaslu mengacu kepada UU No. 10 Tahun 2016 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana yang diungkapkan lebih
lanjut oleh informan MR sebagai berikut.
Tindakan yang kami lakukan untuk menindaklanjuti setiap permasalahan
yang ada tentu berdasar kepada ketentuan perundang-undangan khususnya
UU No. 10 tahun 2016 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah,
dan juga diatur oleh Perbawaslu yang memberikan kami petunjuk teknis
dalam menyelesaikan setiap permasalah yang ada, entah itu laporan,
57
temuan, atau hal-hal lain yang terkait dengan pelanggaran-pelanggaran
dalam pilkada (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Disamping menindaklanjuti laporan atau temuan pelanggaran selama
tahapan pelaksanaan pilkada, Bawaslu Kabupaten Sinjai juga melakukan upaya
pencegahan terjadinya pelanggaran pilkada dengan memberikan sosialisasi kepada
masyarakat sebagaimana diungkapkan informan MR berikut.
Dalam melaksanakan tugas di lapangan tentu ada kerja sama juga dengan
masyarakat dalam bentuk pengawasan partisipatif, baik itu kelompok
masyarakat di pelosok, maupun kelompok masyarakat dalam LSM, dan
kelompok masyarakat lainnya. Tujuannya adalah memberikan informasi
awal kepada masyarakat terkait pentingnya pengawasan dalam pilkada
sehingga bisa menjamin pelaksanaan pilkada berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan sehingga menghasilkan proses demokrasi
yang berintegritas, bermartabat, dan melahirkan pemimpin yang betul-
betul lahir dari sebuah proses pemilihan yang fair, jujur, dan tidak terjadi
pelanggaran di dalamnya (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan MR sejalan dengan yang
diungkapkan oleh informan Su selaku staf Bawaslu Divisi Pengawasan dan
Hubungan Antar Lembaga yang ditampilkan dalam hasil wawancara berikut.
Dalam melakukan pengawasan di lapangan, kami pasti bekerja sama
dengan masyarakat. Dan bukan Cuma masyarakat, kami sebagai pengawas
pemilu itu bekerja sama dengan semua pihak baik lembaga-lembaga yang
berada di tingkat desa atau kelurahan. Diketahui bersama bahwa kami
sebagai pengawas banyak hal yang kami awasi terkait dengan
penyelenggaraan pemilu termasuk misalnya keterlibatan ASN yang berada
di tingkat Desa (Hasil wawancara Su, 30 Januari 2019).
Upaya-upaya penindakan terhadap pelanggaran pilkada memang telah
dilaksanakan oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai namun masih dianggap belum
maksimal oleh informan NA selaku ketua AMPG Partai Golkar dalam hasil
wawancara berikut.
Pengawasan yang diterima dari Bawaslu belum maksimal karena masih
ada peserta pemilu yang melakukan pelanggaran pemilu dan dari pihak
58
Bawaslu tidak melakukan tindakan sesuai aturan yang berlaku contoh:
adanya kampanye di luar jadwal, adanya perusakan alat peraga kampanye,
dan adanya pemasangan alat peraga kampanye yang tidak sesuai dengan
petunjuk KPU (Hasil wawancara NA, 20 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa masih ada kasus-kasus yang tidak
ditindaklanjuti oleh Bawaslu seperti adanya kampanye di luar jadwal, perusakan
alat peraga kampanye, dan pemasangan alat peraga kampanye yang tidak sesuai
aturan. Keterangan yang diungkapkan oleh informan NA yang merupakan
anggota Partai Golkar mengindikasikan bahwa elemen partai yang merupakan
partai pengusung salah satu calon yang berkontestasi dalam pilkada juga
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu. Robbins & Coulter (2005)
mengemukakan bahwa pengawasan sebagai proses pemantauan aktivitas
organisasi untuk memastikan apakah aktivitas sesuai dengan yang di rencanakan
dan sebagai proses mengoreksi setiap penyimpangan yang muncul.
Selanjutnya, informan Sy selaku staf Bawaslu Kabupaten Sinjai
menjelaskan terkait sosialisasi yang dilakukan Bawaslu dalam hasil wawancara
berikut.
Pengawas-pengawas kami biasanya bersosialisasi dengan masyarakat.
Tidak mungkin kan pengawas lapangan bisa mengontrol semua dalam satu
desa sehingga kami sosialisasi dengan masyarakat supaya timbul
kesadaran dari masyarakat agar tidak melakukan pelangggaran pemilu
karena akan dikenakan sanksi untuk melaporkan atau menginformasikan
apabila mereka menemukan pelanggaran pemilu (Hasil wawancara Sy, 30
Januari 2019).
Hasil wawancara dengan informan Sy di atas menunjukkan bahwa Bawaslu
Kabupaten Sinjai memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar timbul
kesadaran bagi masyarakat untuk melaporkan pelanggaran pilkada yang mereka
temui.
59
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa
tanggung jawab sosial ditunjukkan oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai dengan upaya
pencegahan melalui sosialisasi kepada masyarakat dan upaya penindakan terhadap
laporan atau temuan pelanggaran pilkada yang terjadi di lingkungan masyarakat.
3. Self Control (Pengendalian Diri/Internal)
Pengendalian secara internal merupakan upaya suatu lembaga untuk
mengontrol anggota-anggotanya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
sesuai dengan tujuan lembaga tersebut. Bawaslu Kabupaten Sinjai melakukan
upaya untuk mengontrol pelaksanaan tugas setiap anggota-anggotanya
sebagaimana diungkapkan oleh informan MR dalam hasil wawancara berikut.
Upaya yang dilakukan pimpinan dalam mengontrol anggota-anggota
Bawaslu dalam melaksanakan tugasnya yaitu melakukan pembinaan dalam
rangka teknis berdasarkan tugas dan kewenangan Bawaslu yang diatur
dalam UU. Disitu menjelaskan secara detail tentang bagaimana melakukan
pembinaan ke bawah terhadap Panwaslu di tingkat Kecamatan, sampai
pengawas yang berada di tingkat TPS. Dalam hal pembinaan yang kami
lakukan, tentu kami berdasar kepada Juknis yang ada dan dituangkan ke
dalam bentuk peraturan-peraturan yang kami berikan dalam bentuk
pelatihan bimbingan teknis terhadap pengawas-pengawas yang ada di
lapangan (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pimpinan Bawaslu Kabupaten
Sinjai melakukan kontrol melalui pembinaan terhadap anggota-anggota Bawaslu
Kabupaten Sinjai mulai dari pengawas tingkat kecamatan sampai pengawas yang
berada di tingkat TPS. Pembinaan tersebut dilakukan dalam bentuk pelatihan
kepada pengawas-pengawas yang ada dilapangan agar dapat menjalankan
tugasnya dengan baik. Apabila tugas-tugas anggota Bawaslu dilaksanakan dengan
60
baik, maka hal itu mengindikasikan bahwa anggota Bawaslu bekerja secara
profesional.
Informan Su juga mengemukakan tentang upaya kontrol yang dilakukan
oleh Pimpinan terhadap anggota-anggota Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam hasil
wawancara berikut.
Selama ini dari komisioner telah melaksanakan tugasnya dengan sangat
baik. Sebagaimana ditunjukkan bahwa kami hampir tiap bulan melakukan
rapat koordinasi baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Kecamatan,
dan Kelurahan. Jadi kontrolnya itu gampang, kami dikontrol terus dalam
melakukan pekerjaan. Semua komisioner atau pempinan terlibat di dalam
melakukan pengawasan yang berarti bahwa kami sebagai staf dikontrol
secara langsung oleh komisioner (Hasil wawancara Su, 30 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukan bahwa upaya kontrol dilakukan melalui
rapat-rapat koordinasi antara pimpinan dan bawahan. Rapat-rapat koordinasi antar
elemen dalam suatu lembaga merupakan sarana untuk mengevaluasi kinerja setiap
elemen dalam lembaga tersebut. Demikian halnya dalam ruang lingkup Bawaslu
Kabupaten Sinjai dimana rapat koordinasi menjadi sarana bagi pimpinan untuk
mengontrol bawahan.
Evaluasi terhadap kinerja setiap elemen dalam struktur organisasi Bawaslu
merupakan pengawasan pada saat kerja berlangsung (concurrent control).
Menurut Donnelly dalam Maristo (2014), Pengawasan pada saat kerja
berlangsung (concurrent control) adalah pengawasan yang terjadi ketika
pekerjaan dilaksanakan yaitu memonitor pekerjaan yang berlangsung untuk
memastikan bahwa sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari
tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka.
61
Informan Sy juga mengungkapkan upaya kontrol secara internal yang
dilakukan Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam hasil wawancara berikut.
Kita disini sebagai Bawaslu Kabupaten itu terdapat panwas kecamatan
yang ditempatkan di setiap kecamatan dan ada juga panwas yang
ditempatkan di setiap desa. Dalam pengawasannya itu, pengawas
kabupaten mengawasi anggota yang di kecamatan, yang di kecamatan
mengawasi panwas yang berada di desa, dan yang di desa itu mengawasi
yang ada di setiap TPS (Hasil wawancara Sy, 30 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa kontrol secara internal yang
dilakukan Bawaslu Kabupaten Sinjai yaitu melakukan pengawasan secara
berjenjang dari atas ke bawah dimana pengawas kabupaten mengawasi pengawas
di tingkat kecamatan, pengawas kecamatan mengawasi pengawas yang berada di
tingkat desa, dan pengawas desa mengawasi pengawas di tingkat TPS.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa
upaya yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam melakukan kontrol secara
internal yaitu: (1) melakukan pembinaan terhadap anggota-anggota Bawaslu
Kabupaten Sinjai mulai dari pengawas tingkat kecamatan sampai pengawas yang
berada di tingkat TPS, (2) melakukan rapat-rapat koordinasi antara pimpinan dan
bawahan, dan (3) pengawasan secara berjenjang dari atas ke bawah.
4. Community Sanction (Persetujuan Masyarakat)
Persetujuan masyarakat ditunjukkan dengan adanya kerja sama yang
terjalin antara pihak Bawaslu Kabupaten Sinjai dengan masyarakat dalam
melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran pilkada. Hal tersebut
diungkapkan oleh informan MR selaku ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
hasil wawancara berikut.
62
Kalau koordinasi dan kerja sama dengan lembaga lain, tentu kami
menjalin kerja sama tersebut dalam bentuk kemitraan misalnya kegiatan
sosialisasi, bekerja sama dengan pihak kampus, masyakat, kelompok
masyarakat, tentunya dengan KPU sebagai pelaksana teknis dalam
kegiatan pilkada serentak (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai
melakukan kerja sama dengan masyarakat dalam menjalan fungsinya sebagai
pengawas pemilu khususnya dalam pilkada serentak 2018. Kerja sama dengan
masyarakat merupakan wujud persetujuan masyarakat.
Hasil wawancara di atas sejalan dengan informasi yang diungkapkan oleh
informan Su dalam hasil wawancara berikut.
Dalam melakukan pengawasan di lapangan, kami pasti bekerja sama
dengan masyarakat. Dan bukan Cuma masyarakat, kami sebagai pengawas
pemilu itu bekerja sama dengan semua pihak baik lembaga-lembaga yang
berada di tingkat desa atau kelurahan (Hasil wawancara Su, 30 Januari
2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai juga
bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang berada di tingkat desa atau
kelurahan. Lembaga-lembaga dalam hal tersebut adalah aparat-aparat desa yang
mengisi struktur keorganisasian dalam pemerintahan desa/kelurahan. Kerja sama
tersebut tentunya berkontribusi dalam mengoptimalkan kinerja Bawaslu
Kabupaten Sinjai sekaligus dapat memberikan ruang kepada masyarakat untuk
memberikan feed back (umpan balik) terhadap apa yang telah dilaksanakan
Bawaslu Kabupaten Sinjai. Donnely dalam Marsito (2014) mengemukakan bahwa
pengawasan feed back (feed back control) yaitu pengawasan dengan mengukur
hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur penyimpangan
yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar.
63
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa
profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai ditinjau dari aspek persetujuan
masyarakat ditunjukkan dengan adanya kerja sama antara Bawaslu Kabupaten
Sinjai dengan masyarakat setempat dalam mengawasi tahapan pelaksanaan
pilkada.
C. Faktor-faktor penghambat dan pendukung profesionalitas Badan
Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun
2018
1. Faktor Penghambat
Hambatan dalam hal ini merupakan situasi atau keadaan yang
mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai.
Hambatan yang dihadapi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam menjalankan
fungsinya sebagai pengawas pemilu khususnya dalam pilkada serentak 2018
diungkapkan oleh informan Su dalam hasil wawancara sebagai berikut.
Kalau hambatan tetap ada, misalnya keterbatasan jumlah personil sehingga
masih ada pelanggaran-pelanggaran yang kurang atau sulit dipantau.
Namun hal itu tidak menjadi rintangan bagi kami untuk tidak bekerja lebih
baik lagi, artinya semua yang ada itu kami maksimalkan. Anggota-anggota
kami ada di tingkat kecamatan, ada di tingkat desa atau kelurahan, bahkan
di hari perhitungan ada anggota kami yang berada di TPS. Semua yang ada
tersebut kami maksimalkan kinerjanya. Saya rasa juga teman-teman di
Panwascam selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait yang berada
di wilayah masing-masing (Hasil wawancara Su, 30 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa hambatan yang dialami Bawaslu
Kabupaten Sinjai dalam menjalankan fungsinya adalah adanya keterbatasan
jumlah personil sehingga masih terdapat pelangaran-pelanggaran pilkada yang
luput dari pantauan. Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan A
dalam hasil wawancara berikut.
64
Kendala yang dihadapi disini yaitu jumlah personil kami yang belum
memadai sehingga ada saja pelanggaran pilkada yang sulit dan bahkan
tidak terdeteksi (Hasil wawancara A, 30 Januari 2019).
Keterbatasan personil Bawaslu berdampak pada tidak maksimalnya upaya
penindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam rangkaian
pelaksanaan pilkada di Kabupaten Sinjai. Adanya pelanggaran-pelangaran yang
luput dari tindak lanjut Bawaslu diungkapkan oleh informan NA selaku AMPG
Partai Golkar dalam hasil wawancara berikut.
Masih ada peserta pemilu yang melakukan pelanggaran pemilu, namun
pihak Bawaslu tidak menindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku contoh:
adanya kampanye di luar jadwal, adanya perusakan alat peraga kampanye,
dan adanya pemasangan alat peraga kampanye yang tidak sesuai dengan
petunjuk KPU (Hasil wawancara NA, 20 Januari 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa menurut informan NA terdapat
pelanggaran yang tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu antara lain adanya kampanye
di luar jadwal, adanya perusakan alat peraga kampanye, dan adanya pemasangan
alat peraga kampanye yang tidak sesuai aturan.
Pelanggaran terkait pelaksanaan kampanye dalam pemilu dijelaskan pada
bagian penjelasan pasal 315 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bahwa tindak
pidana Pemilu mengenai pelaksanaan Kampanye Pemilu, antara lain tidak adil
terhadap Peserta Pemilu, mengubah jadwal yang menguntungkan salah satu
Peserta Pemilu dan merugikan peserta lain, melepas atau menyobek alat peraga
Kampanye Pemilu, merusak tempat Kampanye Pemilu, berbuat keonaran,
mengancam pelaksana dan/atau peserta Kampanye Pemilu.
Adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu yang dikemukakan infoman NA
bukan berarti sepenuhnya tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu karena dalam
65
keterangan sebelumnya yang diungkapkan oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai bahwa
terdapat tiga kepala desa yang diproses Bawaslu Kabupaten Sinjai, perkaranya
sampai ke pengadilan dan divonis terbukti melakukan pelanggaran. Bawaslu juga
memproses pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh ASN dengan memberikan
rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti dengan pemberian
sanksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai telah
menindaklanjuti laporan atau temuan pelanggaran pemilu. Kalaupun memang
masih ada pelanggaran yang belum ditindaklanjuti, hal tersebut dapat dipahami
sebagai dampak adanya keterbatasan personil Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk
memantau pelanggaran-pelanggaran yang terjadi secara keseluruhan.
Personil Bawaslu Kabupaten Sinjai yang masih terbatas disebabkan karena
Bawaslu Kabupaten Sinjai masih dalam masa peralihan dari Panwaslu menjadi
Bawaslu. Personil-personil masih dalam upaya penyeleksian untuk ditempatkan
sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagaimana dalam hasil wawancara
berikut.
Personil kami yang di Bawaslu Kabupaten, memang ada beberapa anggota
jabatannya tidak sinkron dengan latar belakang pendidikannya. Tetapi
sekarang untuk staf, ada saya lihat surat edaran dari Bawaslu terkait
dengan penempatan-penempatan yang disesuaikan dengan jurusannya
masing-masing, seperti di divisi hukum dan penindakan itu ditunjuk
sarjana hukum, dan di divisi SDM itu harus dari ITE. Tapi ini karena kami
disini masih dalam proses dalam merampungkan semua kelengkapan-
kelengkapan kesekretariatan akibat peralihan dari Panwaslu menjadi
Bawaslu (Hasil wawancara Su, 30 Januari 2019).
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai sedang
dalam tahap perampungan kesekretariatan untuk melengkapi personil-personil
sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal ini menunjukkan bahwa
66
Bawaslu sedang dalam proses melengkapi personil-personilnya sehingga dapat
menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal untuk pelaksanaan pemilu
berikutnya.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
penghambat profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai adalah keterbatasan
personil dalam menjalankan fungsi Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu.
2. Faktor Pendukung
Faktor pendukung profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemilu khususnya dalam pilkada
serentak 2018 diungkapkan oleh informan Su dalam hasil wawancara sebagai
berikut.
Ketiga pimpinan kami, atau komisioner kami di Bawaslu itu betul-betul
kompeten dalam melaksanakan tugasnya karena telah memiliki banyak
pengalaman terkait dengan kepemiluan. Saya rasa hal tersebut dapat
menutupi ketidaksinkronan dengan titel yang disandang atau latar
belakang pendidikannya, meskipun bukan orang hukum tapi berdasar dari
pengalaman-pengalaman tersebut Bawaslu jauh lebih siap dalam
mengatasi setiap permasalahan yang ada. (Hasil wawancara Su, 30 Januari
2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa faktor pendukung
profesionalitas Bawaslu Kabupaten Sinjai adalah adanya komisioner yang
memiliki pengalaman yang mumpuni terkait kepemiluan sehingga Bawaslu
Kabupaten Sinjai dalam memaksimalkan kinerjanya. Pengalaman yang mumpuni
tersebut menunjukkan bahwa komisioner-komisioner Bawaslu Kabupaten Sinjai
terlatih dalam mengatasi persoalan-persoalan kepemiluan. Adanya pengalaman
tersebut menjadi dasar bagi para komisioner dalam memberikan arahan dan
67
pelatihan bagi anggota-anggota Bawaslu. Mulyasa (2006) mengemukakan bahwa
pelatihan institusional merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
terhadap profesionalitas kerja. Dalam pelatihan institusional calon profesional
mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
Partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pemilu juga
berkontribusi dalam mendukung Bawaslu Kabupaten Sinjai menjalan tugas dan
kewajibannya. Informan MR selaku ketua Bawaslu Kabupaten Sinjai
mengungkapkan bahwa:
Kami menjalin kerja sama tersebut dalam bentuk kemitraan misalnya
kegiatan sosialisasi, bekerja sama dengan pihak kampus, masyarakat,
kelompok masyarakat, tentunya dengan KPU sebagai pelaksana teknis
dalam kegiatan pilkada serentak (Hasil wawancara MR, 23 Januari 2019).
Adanya kerjasama dengan berbagai elemen dalam masyarakat dapat memberikan
kemudahan bagi Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk melakukan fungsinya dalam
melakukan upaya pencegahan dan penindakan teradap berbagai pelanggaran yang
terjadi terkait pelaksanaan pilkada di Kabupaten Sinjai.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor pendukung yang berkontribusi pada Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya yaitu adanya komisioner yang memiliki
pengalaman yang mumpuni terkait kepemiluan dan adanya partisipasi masyarakat
sehingga Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam memaksimalkan kinerjanya.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten Sinjai dalam Pilkada
Serentak tahun 2018 ditunjukkan dalam empat aspek yaitu: pada aspek
knowledge (pengetahuan), Bawaslu Kabupaten Sinjai masih memiliki anggota
dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan jabatan yang
dipegangnya namun adanya pengalaman-pengalaman anggota terkait
kepemiluan menjadi penunjang sehingga mereka dapat melaksanakan tugas-
tugas Bawaslu secara maksimal, pada aspek social responsibility (tanggung
jawab sosial) ditunjukkan oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai dengan upaya
pencegahan melalui sosialisasi kepada masyarakat dan upaya penindakan
terhadap laporan atau temuan pelanggaran pilkada yang terjadi di lingkungan
masyarakat, pada aspek self control (pengendalian diri/internal) ditunjukkan
dengan melakukan pembinaan terhadap anggota-anggota Bawaslu Kabupaten
Sinjai mulai dari pengawas tingkat kecamatan sampai pengawas yang berada
di tingkat TPS, melakukan rapat-rapat koordinasi dan pengawasan secara
berjenjang dari atas ke bawah, dan pada aspek community sanction
(persetujuan masyarakat) ditunjukkan dengan adanya kerja sama antara
Bawaslu Kabupaten Sinjai dengan masyarakat setempat dalam mengawasi
69
tahapan pelaksanaan pilkada. Berdasarkan keempat aspek tersebut dapat
dikatakan bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai cukup profesional.
2. Faktor penghambat profesionalitas Badan Pengawas Pemilu di Kabupaten
Sinjai dalam Pilkada Serentak tahun 2018 adalah keterbatasan personil dalam
menjalankan fungsi Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu. Adapun
faktor pendukungnya yaitu adanya komisioner yang memiliki pengalaman
yang mumpuni terkait kepemiluan dan adanya partisipasi masyarakat sehingga
Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam memaksimalkan kinerjanya.
B. Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bawaslu Kabupaten Sinjai hendaknya terus berupaya memaksimalkan
profesionalitasnya sebagai lembaga yang diberikan wewenang dalam
melakukan pegawasan pemilu khususnya dalam menghadapi pilkada-pilkada
berikutnya.
2. Profesionalitas Bawaslu Kabupaten/Kota hendaknya dikaji dan diteliti lebih
lanjut dengan lokasi yang berbeda dengan penelitian ini.
3. Masyarakat hendaknya turut aktif dalam memberikan kontribusi bagi Bawaslu
agar upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran dalam pelaksanaan
pilkada dapat dilaksanakan dengan baik.
70
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Zaini Bisri, 2006. Pilkada Langsung Problem dan Prospek. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Pusat Study
Demokrasi dan HAM (PusDeHAM). Surabaya.
Asshiddiqie, Jimly. 2002. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan
Keempat. Pusat Studi Hukum Tata Negara UI.
Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Prima Grafika.
Dessler, Gary.2003. Human Resource Management Tenth Edition. New Jersey
Prentice Hall.
Donnelly, Gibson, dan Ivancevich. 1996. Manajemen Edisi Sembilan Jilid 1. Alih
Bahasa: Zuhad Ichyaudin. Jakarta : Erlangga.
George R. Tery. 2006. Prinsip-Prinsip Management. Jakarta : Bumi Aksara.
Griffin, R. 2004. Manajemen. Terjemahan Gina Gania. Jakarta: Erlangga.
Hadiawan, Agus. 2009. Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Provinsi
Lampung (Studi di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota
BandarLampung), Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik
dan Pembangunan Universitas Lampung, Vol 3, No 7.
Handoko, Tani. H., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rajawali
Press.
Kumolo, Tjahjo. 2015. Politik Hukum Pilkada Serentak. Jakarta: Expose.
Kusnandar, Arif. 2007. Membudayakan Profesionalisme Kerja. Bandung: Tarsito.
Luki Sandra Amalia, Syamsuddin Haris, Sri nur yanti, Lili Romli, Devi
Darmawan. 2016. Evaluasi Pemilu Legislatif 2014: Analisi Proses dan
Hasil. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maristo, Yolly. 2014. Bawaslu dan Politik Uang (Money Politic) (Studi Tentang
Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU dalam
Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014). Masters
thesis, Universitas Lampung.
Moenir, A.S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Modern. Bandung: Rosda
Karya.
71
Mulyasa, 2006. Kinerja Pegawai dalam Organisasi Modern. Jakarta. Rajawali
Press.
Murdick, Robert G. & Ross Joel E. 2005. Sistem Informasi Untuk Manajemen
Modern. Jakarta: Erlangga.
Nurlaela. 2017. Kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Dalam
Pemilihan Kepala Daerah Kota Bontang Tahun 2015. eJournal Ilmu
Pemerintahan, Vol 5 (1): 315-328.
Pramusinto, Agus. 2004. Otonomi Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah dalam
mencermati Hasil Pemilu 2004. Jakarta: Jurnal Analisis CSIS Vol. 33, No
2.
Prihatmoko, Joko J. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar.
Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2005. Management. 8th Edition. Prentice
Hall, New Jersey.
Sedarmayanti. 2006. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Penerbit Mandar Maju.
Simbolon, Maringan Masri. 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siswo, D.B.Paranoan, Burhanuddin. 2014. Upaya Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan
Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Kutai
Kartanegara. eJournal Administrative Reform, Volume 2 (1).
Tery, George R. 2006. Prinsip-Prinsip Management. Jakarta : Bumi Aksara.
Yusuf, A. M. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenada Media Grup.
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2011. Memahami Berbagai Etika Profesi &
Pekerjaan.Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Situs
https://daerah.sindonews.com/read/1316309/174/politik-uang-dengan-baiat-
alquran-ditemukan-di-pilkada-sinjai-sulsel-1529935031, diakses tanggal 17
Desember 2018
72
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan KPU No 15 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan KPU nomor
1 tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota
DPR,DPRD,DPD.
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2018 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota.