skripsi pengaruh pemberian posisi semi fowler ...repository.stikes-bhm.ac.id/238/1/70.pdf1 skripsi...
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN 45º
TERHADAP KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA
PASIEN TB PARU DI RUANG ANGGREK
RS PARU DUNGUS
Oleh :
SHINTA ERRY YULIANA
NIM : 201302104
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
2
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN 45º
TERHADAP KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA
PASIEN TB PARU DI RUANG ANGGREK
RS PARU DUNGUS
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
SHINTA ERRY YULIANA
NIM : 201302104
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
3
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Karya Ilmiah/Skripsi Ini Telah Disetujui Oleh Pembimbing dan Telah
Dinyatakan Layak Mengikuti Ujian Sidang
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN
45º TERHADAP KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA
PASIEN TB PARU DI RUANG ANGGREK RS PARU
DUNGUS
Menyetujui,
Pembimbing II Pembimbing I
Edy Bachrun,SKM.,M.Kes
NIS. 2005 0003 Mega Arianti Putri,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIS. 2013 0092
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Mega Arianti Putri,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIS. 20130092
4
P E N G E S A H A N
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tugas Akhir Skripsi dan
dinyatakan telah memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar S.Kep
Pada Tanggal..................................................
Dewan Penguji
1. Gaguk Eko W, S.Kep,.Ns, M.Kes : ................................................
2. Mega Arianti Putri, S.Kep,.Ns, M.Kep : ................................................
3. Edy Bachrun, S.KM, M.Kes : ................................................
Mengesahkan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Ketua,
Zaenal Abidin, S.KM,.M.Kes (Epid)
NIS/NIDN. 20160130/0217091701
5
MOTTO
“Musuh yang paling bahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.
Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh”
(Andrew Jackson)
6
Kata Persembahan
Assalamualaikum.wr.wb Alhamdulillah..Alhamdullilah..Alhamdulillahirobil’alamin. Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan Yang Maha
Esa nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman
dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita
besarku.
Kupersembahkan karya kecil ini untuk Ayah dan Ibu tercinta, yang tiada pernah terhentinya selama ini yang telah
memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang seta pengorbanan yang tak pernah terlupakan hingga aku slalu
kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. Dan untuk adikku terima kasih yang kadang sudah buat nemenin nganter
ngeprint sampai larut malam. Ayah,..Ibu..Terimalah bukti kecil ini sebgai kado keseriusanku untuk membalas semua
pengorbananmu.. dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang dengan separuh nyawa hingga segalanya,.. Maafkan
anakmu Ayah,..Ibu.. masih saja aku menyusahkanmu.
Tanpamu teman aku tak pernah berarti,..tanpamu teman aku bukan siapa-siapa yang takkan jadi apa-apa. Untuk Listy,.Ayu,.Nona,.Neny,.Ria,.Isti kalian segalanya yang
membantuku dlam pengerjaan skripsi ini bukan hanya dalam ppengerjaan skripsi saja tapi 4 tahun sudah kita bersama segala
rintangan, cerita, pegalaman ataupun kejadian apapun yang telah kita lewati bersama takkan gampang aku lupakan. Disaat ada rasa
malas saat pegerjaan skripsi kalian tak pernah mengomel untuk mengingatkanku untuk segera menyelasaikannya. Suka cita selama 4tahun kita lalui bersama, kini kita saatnya untuk terbang tinggi mengejar cita-cita dan mimpi yang pernah kita rangkai. Jangan
cepat menyerah apapun yang terjadi, tetap melangkah meski itu
7
sulit. “Letakkan bayangan toga di depan alis mata, target 5cm itu pasti kalian raih!!”
Dan yang tak saya lupakan kepada para dosen pembimbing
Ibu Mega Arianti S.Kep,.Ns,.M.Kep dan Bapak Edy Bachrun SKM,.M.Kes yang telah memberikan waktunya untuk slalu membimbing saya dan juga dosen penguji Bapak Gaguk Eko
S.kep,.Ns,.M.Kes telah menguji dengan baik.
Spesial buat seseorang !! Buat seseorag yang masih menjadi rahasia illahi, yang saat
ini sedang yang selalu memprioritaskanku dan membimbingku aku baru sadar kalau semua perkataanmu akan berbuah hasil yang indah,..so thanks sayang,..Dan dukunganmu yang tak pernah
tercurahkan dan juga senantiasa menemaniku. Terimakasih untuk semuanya yang pernah tercurah untukku. Untuk seseorang di relung hatiku percayalah bahwa hanya ada satu namamu yang
selalu kusebut-sebut dalam benih benih doaku, semoga keyakinan dan takdir ini terwujud, insyaallah jodohnya kita bertemu atas
ridho dan izin Allah S.W.T
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup
jauh lebih bermakna , hidup tanpa mimpi ibarat arus sungai. Mengalir tanpa tujuan, teruslah belajar, berusaha dan berdoa
untuk menggapainya.
Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi.Never give up!
Sampai ALLAH SWT berkata “waktunya pulang”
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kepersembahakan kepada kalian semua. Terimakasih beribu
terimakasih kuucapkan,..Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku, kurendahkan hati serta diri menjabat tangan
meminta beribu-ribu kata maaf tercurahkan, Skripsi ini kupersembahkan,…
8
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Shinta Erry Yuliana
NIM : 201302104
Dengan ini menyatakan bahwaskripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri
dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh
gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak
dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Madiun, Agustus 2017
Shinta Erry Yuliana
201302104
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Shinta Erry Yuliana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 28 Juli 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sukokaryo No.81 Kota Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. SD 03 Madiun Lor
2. SMP Negeri 10 Madiun
3. SMA Cokroaminoto Madiun
4. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Riwayat Pekerjaan : Belum pernah bekerja
10
S ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN 45º
TERHADAP KEEFEKKTIFAN POLA NAPAS PADA PASIEN TB PARU DI
RUANG ANGGREK RS PARU DUNGUS.
Shinta Erry Yuliana
201302104
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama parenkim paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi. Tuberculosis
sudah menjadi permasalahan kesehatan jutaan orang di dunia. TB Paru penyakit
yang merusak saluran pernapasan. Adapun beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menjaga kestabilan pola napas pasien tuberkulosis yang
mengalami sesak napas yaitu dengan pemberian posisi semi fowler dan
pemasangan oksigen. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap keefekktifan pola napas pada
pasien TB Paru di ruang Anggrek RS Paru Dungus.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pra-eksperimental (one-
group post test design), dengan jumlah sampel 32 responden, tekhnik sampling
pada penelitian ini menggunakan tekhnik accidental sampling. Analisis bivariat
akan dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney U test dengan nilai p = 0,05
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 responden. Keefektifan pola
napas rata-rata adalah 3.836. Pada tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan nilai (ρ)
yang diperoleh sebesar 0,002. Karena nilai (ρ) lebih kecil dari nilai (α), maka
H0 ditolak H1 di terima hal ini menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara
pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap keefektifan pola napas pada
pasien TB Paru.
Dari hasil uji statistik dapat dilihat nilai rata-rata frekuensi napas posisi
semi fowler 30 º lebih efekktif yaitu 17 dibandingkan posisi semi fowler 45 º
yang memiliki frekuensi 18. Dapat di deskripsikan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari pemberian posisi semi fowler 45º terhadap keefektifan pola
napas pada pasien TB Paru. Sehingga pemberian posisi semi fowler 45º dapat
diberikan untuk pasien TB Paru sebagai salah satu terapi untuk membantu
keefektifan pola napas pasien.
Kata Kunci : TB paru, Semi fowler, Pola napas
TRAK
Shinta Erry Yuliana
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN 45º
11
ABSTRACK
THE EFFECT OF SEMI FOWLER POSITIONING OF 30º AND 45º ON IN
THE EFFECTIVENESS OF RESPIRATORY PATTERN IN LUNG
TUBERCULOSIS PATIENTS TUBERCOLUSIS PATIENT IN ANGRREK
ROOM AT DUNGUS LUNGS HOSPITAL
Shinta Erry Yuliana
201302104
Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB) is an infectious disease that
can affect various organs, especially the lung parenchyma caused by
Mycobacterium Tuberculosis with varying symptoms. Tuberculosis (TB) has
become a health problem for millions of people in the world. Pulmonary TB
disease that damages the respiratory tract. There is a methods that can be used
to maintain the stability of respiratory pattern of patients with pulmonary
tuberculosis who experienced shortness of breath that is by giving the position of
semi-fowler and the installation of oxygen. The purpose of this study was to
determine the effect of semi-fowler positioning of 30º and 45º on the effectiveness
of respiratory pattern in lung tuberculosis patients in Orchid Ward Dungus
Lungs Hospital.
This research used pre-experimental research design (one-group post
test design), with sample size of 32 respondents, sampling technique in this
research used accidental sampling technique. Bivariate analysis will be
performed using Mann-Whitney U test with p = 0,05
Based on the results of the study of 32 respondents. The average of
respiratory pattern was 3,836. On the level of significance α = 0.05 with value
(ρ) obtained by 0.002. Since the value (ρ) was less than the value (α), then H0
was rejected H1 was accepted it states that there was a significant difference
between giving a semi-fowler position of 30º and 45º to the effect of semi-fowler
positioning of 30º and 45º on the effectiveness of respiratory pattern in lung
tuberculosis patients in Orchid Ward Dungus Lungs Hospital.
From the results of research conducted by researchers with the
theoretical concepts and related research results available, can be described
that there was a significant effect of giving semi-fowler position 45º is 17 and on
the effectiveness of respiratory patterns in patients with pulmonary tuberculosis.
So giving semi-fowler position of 45º can be given to lung TB patient as one of
therapy to help effectiveness of patient's breathing pattern.
Keywords :Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB),Semi fowler, Respiratory
pattern
12
DAFTAR ISI
Sampul Depan ................................................................................................. i
Sampul Dalam ................................................................................................ ii
Persetujuan ....................................................................................................iii
Pengesahan .................................................................................................... iv
Motto .............................................................................................................. v
Persembahan ................................................................................................. vi
Pernyataan .................................................................................................... vii
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... ix
Abstrak ........................................................................................................... x
Daftar Isi ....................................................................................................... xii
Dafar Tabel ................................................................................................... xv
Daftar Gambar ............................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii
Kata Pengantar ..........................................................................................xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
1.4.1 Bagi Institusi Tempat Penelitian .............................................. 6
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ......................................................... 6
1.4.3 Tujuan Peneliti Sendiri ............................................................ 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru ............................................................................. 8
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru ...................................................... 8
2.1.2 Klasifikasi ................................................................................ 9
2.1.3 Etiologi .................................................................................. 11
2.1.4 Gejala ..................................................................................... 12
2.1.5 Penyebab ................................................................................ 13
2.1.6 Faktor resiko .......................................................................... 14
2.1.7 Patofisiologi ........................................................................... 15
2.1.8 Manisfestasi Klinis ................................................................ 16
2.1.9 Komplikasi............................................................................. 17
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 17
2.1.11 Penatalaksanaan ..................................................................... 18
2.2 Sistem Pernapasan .......................................................................... 19
2.2.1 Definisi Pernapasan ................................................................. 19
2.2.2 Perubahan Pola Napas ............................................................. 21
13
2.2.3 Paru - Paru ............................................................................... 23
2.3 Keefektifan Pola Papas ................................................................... 23
2.4 Posisi semi fowler ........................................................................... 29
2.4.1 Definisi Semi fowler ................................................................ 29
2.4.2 Tujuan ...................................................................................... 29
2.4.3 Prosedur ................................................................................... 29
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 31
3.2 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 32
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 33
4.2 Populasi dan Sampel ....................................................................... 33
4.2.1 Populasi ..................................................................................... 33
4.2.2 Sampel ....................................................................................... 34
4.3 Teknik Sampling ............................................................................. 35
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................. 36
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................. 38
4.5.1 Variabel Penelitian .................................................................... 38
4.5.2 Definisi Operasional.................................................................. 38
4.6 Instrumen Penelitian........................................................................ 40
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 40
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 40
4.9 Teknik Analisa Data ........................................................................ 41
4.9.1 Pengolahan Data........................................................................ 41
4.10 Teknik Analisa Data ...................................................................... 42
4.11 Etika Penelitian ............................................................................. 44
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian .................................................... 47
5.1.1 Penyajian Karakteristik Data Umum ........................................ 48
5.1.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ........................ 48
5.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........ 49
5.1.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ............. 50
5.1.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ............... 50
5.1.2 Data Khusus .............................................................................. 50
5.1.2.1Tedensi Sentral Keefektifan Pola Sesudah Diberikan
Posisi Semi Fowler 30˚ Pada Pasien TB Paru
di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus
2017 ..................................................................................... 51
5.1.2.2 Tedensi Sentral Keefektifan Pola Napas Sesudah
Diberikan Posisi Semi Fowler 45˚ Pada Pasien TB
Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan
Agustus 2017 ...................................................................... 52
14
5.1.2.3 Pengaruh pemberian Posisi Semi Fowler 30º dan 45°
Pada Pasien TB Paru Di Ruang Anggrek RS Paru
Dungus .............................................................................. 52
5.2 Pembahasan ..................................................................................... 52
5.2.1 Keefektifan Frekuensi Napas Sesudah Diberikan Posisi
Semi Fowler 45º ....................................................................... 52
5.2.2 Keefektifan Frekuensi Napas Sesudah Diberikan Posisi
Semi Fowler 30º ....................................................................... 55
5.2.3 Pengaruh Keefektifan Frekuensi Napas Sesudah Diberikan
Posisi Semi Fowler 30º dan 45º .............................................. 58
5.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 59
BAB 6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 60
6.2 Saran ................................................................................................ 60
Daftar Pustaka .............................................................................................. 62
Lampiran ...................................................................................................... 64
15
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional ..................................................................... 39
Tabel 5.1 Tedensi Sentral Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru
Dungus Bulan Agustus ................................................................. 48
Tabel 5.2 Hasil Pegukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
Kelamin Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS
Paru Dungus Bulan Agustus ........................................................ 48
Tabel 5.3 Hasil Pegukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pendidikan Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS
Paru Dungus Bulan Agustus ........................................................ 49
Tabel 5.4 Hasil Pegukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pekerjaan Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS
Paru Dungus Bulan Agustus ........................................................ 50
Tabel 5.5 Tedensi Sentral Keefektifan Pola Napas sesudah Diberikan
Posisi Semi Fowler 30° Pada Pasien TB Paru di Ruang
Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus ................................... 51
Tabel 5.6 Tedensi Sentral Keefektifan Pola Napas Sesudah Diberikan
Posisi Semi Fowler 45° Pada Pasien TB Paru di Ruang
Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus ................................... 51
Tabel 5.7 Pengaruh Pemberia Posisi Semi Fowler 30° dan 45° Pada
Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus
Bulan Agustus .............................................................................. 52
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Posisi Semi
Fowler 30º dan 45º Terhadap Keefektifan Pola Napas ................ 31
Gambar 4.1 Desain Penelitian Pra Eksperimental One Group
Posttest Design .............................................................................. 33
Gambar 4.2 Kerangka kerja Penelitian Pengaruh Pemberian Posisi
Semi fowler ................................................................................. 37
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penyusunan Skripsi .................................................... 65
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian ................................................. 66
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ............................... 67
Lampiran 4 Lembar Standart Operasional Prosedur .................................. 68
Lampiran 5 Lembar Observasi ................................................................... 71
Lampiran 6 Lembar Hasil Tabulasi ............................................................ 72
Lampiran 7 Output SPSS ........................................................................... 73
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian STIKES BHM ....................................... 80
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian RS Paru Dungus .................................... 81
Lampiran 10 Surat Keterangan Selesai Penelitian RS Paru Dungus ........... 82
Lampiran 11 Lembar Konsultasi .................................................................. 83
Lampiran 12 Lembar Dokumentasi Penelitian ............................................ 90
18
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, proposal dengan judul “Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler
30º dan 45º Terhadap Keefektifan Pola Napas Pada Pasien TB Paru di Ruang
Anggrek RS Paru Dungus” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tersusunnya skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan, saran dan dukungan
motivasi kepada saya, untuk itu saya sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Zaenal Abidin,S.KM.,M.Kes selaku Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun yang telah memberikan ijin, kesempatan dan pengarahan kepada
peneliti, sehingga proposal ini terselesaikan.
2. Mega Arianti Putri,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ka Prodi S1 Keperawatan dan
juga selaku Pembimbig pertama STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
yang telah memberikan masukan serta pengarahan dan yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran agar proposal ini menjadi
lebih baik.
3. H. Edy Bachrun,SKM.,M.Kes sebagai pembimbing kedua skripsi yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi
kerjasamanya selama penyusunan proposal ini.
19
4. Orangtua Ayah dan Ibu yang sangat saya cinta telah memberikan dukungan
berupa motivasi dan materi.
5. Listyani, Nona, Neny, Ayu, Ria, Siela, Isti dan teman-teman satu bimbingan
yang telah membantu atas kerjasama dan motivasinya.
6. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu atas bantuan
dalam menyelesaikan proposal ini.
Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan proposal ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
Madiun, Agustus 2017
Penyusun
Shinta Erry Yuliana
20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat
menyerang berbagai organ, terutama parenkim paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi (Junaidi, 2010).
Tuberculosis (TB) sudah menjadi permasalahan kesehatan jutaan orang di dunia.
TB Paru penyakit yang merusak saluran pernapasan, dan mengakibatkan
gangguan pernafasan yang biasanya dapat menyebabkan disfungsi ventilasi. Salah
satu penyebab gangguan pernapasan adalah infeksi saluran pernapasan. Infeksi
saluran pernapasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi sistem
organ tubuh lain. Infeksi pernapasan yang dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan salah satunya adalah tuberkulosis paru (Price, 2007).
Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang telah terinfeksi
kuman atau basil tuberculosis. Gejala utamanya adalah batuk selama 2 minggu
atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak disertai darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, demam lebih
dari 1 bulan (Najmah, 2016). Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien TB
paru akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar
manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri
dada saat aktivitas, dyspnea saat istirahat atau aktivitas, alergi dan gangguan tidur
(Heather, 2013). Penderita TB Paru sangat dipengaruhi oleh gejala yang sangat
umum yaitu sesak napas yang berkepanjangan di alami penderita.Sesak napas
21
yang membuat sistem pernapasan penderita menjadi sangat terganggu. Dengan
demikian kestabilan pola napas pada pasien TB Paru menjadi salah satu masalah
dalam proses penyembuhan. Sesak napas akan timbul pada tahap lanjut ketika
infiltrasi radang sampai setengah paru. Dan itu akan menyebabkan peningkatan
frekuensi napas yang sangat meningkat (Somantri, 2012).
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas (2016), jumlah penduduk
Indonesia yang terdiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2016 yaitu
sebanyak 188.405 orang. Dan dari berbagai banyak provinsi di Indonesia provinsi
Jawa Barat yang menjadi peringkat pertama di Indonesia yang memiliki penderita
TB Paru. Meskipun demikian ditingkat nasional, Provinsi Jawa Timur merupakan
salah satu penyumbang jumlah penemuan penderita tuberculosis terbanyak kedua
setelah provinsi Jawa Barat. Untuk jumlah kasus TB Paru di Jawa Timur
sebanyak 23.487 penderita (Dinkes Provinsi Jawa Timur,2016). Sedangkan
menurut data dari Profil Kesehatan Kabupaten Madiun tahun 2015 ada penemuan
kasus baru TB Paru sebanyak 5.158 penderita yang di dalamnya terdapat 15
kecamatan di Kabupaten Madiun (Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2015).
Menurut studi pendahuluan, yang dilakukan penliti mendapatkan data pasien
penderita TB Paru tahun 2016 di Rumah Sakit Paru Dungus sebanyak 427
penderita dalam 1 tahun.
Penyakit TB Paru akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena respon sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit ini dapat juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada penderita
TB Paru akan mengakibatkan sesak napas yang sangat terasa pada saat tarik
napas, disertai dengan nyeri dada. Keluhan sesak napas semakin bertambah berat
22
jika infiltrasinya sudah meliputi setengan bagian paru-paru (Sudoyo, 2006). Sesak
napas pada pasien TB Paru disebabkan karena basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus di inhalasi dpat mencapai 1 sampai 3 basil. Setelah berada
dalam ruang alveolus, di bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah,
basil tuberkel ini mengakibatkan reaksi peradangan sehingga menyebabkan
gangguan ventilasi pernapasan. Komplikasi pada sesak napas TB Paru dapat
menyababkan hipoksemia, sianosis bahkan sampai habis napas jika tidak diatasi
segera (Price, 2007).
Pada orang orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh
yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC
akan “tertidur”. Namun pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya
tahan tubuh menurun dan buruk, atau terus menerus menghirup udara yang
mengandung kuman TBC (menjadi „TBC aktif‟) atau dapat juga mengakibatkan
kuman TBC yang “tertidur” di dalam tubuh dapat aktif kembali (reaktivitas)
(Andareto, 2015). Dan disertai infeksi TB Paru yang paling sering, yaitu pada
paru-paru, sering kali muncul tanpa gejala apapun yang khas, misalnya hanya
batuk batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderita
TB Paru dapat dengan mudah menularkan kuman TB ke orang lain dan kuman TB
terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan gejala gejala yang khas saat
penyakit telah cukup parah yang sangat menggangu sistem pernafasan pada
penderita. Perawatan pasien TB Paru di rumah sakit biasanya melalui beberapa
proses pengobatan yang sangat efisien, dengan melaui foto rotgen, cek lab
lengkap dan diberikan obat-obatan. Sehingga pasien yang di rawat di rumah sakit
sangat terbantu oleh banyak pertolongan di rumah sakit beda dengan pasien TB
23
Paru yang di rawat jalan. Tindakan tersebut dapat membantu proses penyembuhan
penderita TB paru (Andareto, 2015).
Adapun beberapa metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan
pola napas pasien TB Paru yang mengalami sesak napas yaitu dengan pemberian
posisi semi fowler dan pemasangan oksigen. Dengan diberikannya pemasangan
oksigen pada pasien juga dapat mengurangi sesak napas pasien, sedangkan untuk
pemberian posisi semi fowler bertujuan mengurangi resiko pengembangan
dinding dada (Potter, 2005). Metode yang paling sederhana dan efektif untuk
mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan
pengaturan posisi saatistirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan
penyakit kardio pulmonari adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 30-45°. Posisi semi fowler mampu memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya penggunaan alat bantu otot pernapasan. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasi dan meningkatkan gerakan secret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan (Muttaqin, 2008). Posisi semi fowler pada pasien
TB paru telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi
sesak napas. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O₂ dan
menormalkan ekspansi paru yang maksimal, serta mempertahankan
kenyamanan. Bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru
semakin meningkat sehingga memperingan sesak napas. Posisi ini akan
mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O₂ delivery menjadi optimal.
Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi pasien lebih cepat.
24
Posisi yang paling efektif bagi pasien denganpenyakit kardiopulmonari adalah
posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan dengan derajat kemiringan
45 , yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan
paru dan mengurangi tekanan dari abdomen ke diafragma. Sesak nafas akan
berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat. Keadaan
fisik dan derajat sesak pasien, terdapat pasien-pasien tertentu yang apabila
diberikan posisi semi fowler ternyata frekuensi pernapasannya sama dari posisi
sebelumnya, selain itu juga pasien yang saat masuk rumah sakit dalam derajat
sesak sedang, namun setelah dilakukan intervensi dan dievaluasi pasien beralih
menjadi sesak berat, sehingga diharuskan untuk dilakukan pemasangan O dan
pemberian nebulizer (Suparmi, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut; Apakah ada pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º
dan 45º terhadap keefektifan pola napas pada pasien TB Paru di ruang Anggrek
RS Paru Dungus.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
kefektifan pola napas pada pasien TB Paru di ruang Anggrek RS Paru Dungus.
25
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi keefektifan pola napas pasien TB Paru sesudah
pemberian posisi semi fowler 30º di ruang Anggrek RS Paru Dungus.
2. Mengidentifikasi keefektifan pola napas pasien TB Paru sesudah
pemberian posisi semi fowler 45º di ruang Anggrek RS Paru Dungus.
3. Menganalisis adanya pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º
terhadap keefekktifan pola napas pada pasien TB Paru di ruang Anggrek
RS Paru Dungus.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Institusi Tempat Penelitian.
Peneliti berharap, hasil penelitian ini nantinya akan dapat memberikan
informasi bagi tempat penelitian di RS Paru Dungus tentang manfaat, pengobatan
pada pasien TB Paru dengan cara pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º agar
napas menjadi stabil.
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan.
Menambah bacaan di perpustakaan dan dapat dijadikan bahan untuk
penelitian lebih lanjut. Memberikan referensi bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian posisi semi fowler
30º dan 45º terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB Paru .
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Sendiri
Penelitian ini di harapkan akan mampu menambah kekayaan khazana
pengetahuan mengenai masalah pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan
26
45º terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB Paru di ruang Anggrek RS
Paru Dungus.
27
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawaan.
Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis, yang
biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu
lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat
masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak
dipasteurisasi, atau kadang kadang melalui lesi kulit (Corwin, 2009).
Tuberkulosis yaitu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang
yang telah terinfeksi kuman / basil tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis).
Gejala utamanya adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan
gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas,
napsu makan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam lebih dari satu bulan (Najmah, 2016).
Tuberkulosis TB (singkatandari “Tuberclebacillus”) merupakan penyakit
menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium
tuberculosis (disingkat “Mtb” atau “MTbc”). Tuberkulosis biasanya meyerang
paru-paru, namun juga bisa berdampak pada tubuh lain (Andareto, 2015).
28
2.1.2 Klasifikasi
Tuberkulosis pada manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu
tuberkulosis primer dan tuberkulosis sekunder (Ardiansyah, 2012).
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal
saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag
yang berada di alveoli. Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang
berada di alveoli. Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang
lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag. Dari proses
ini, dihasilkan bahan kemotaksis yang menarik monosit (makrofag) dari aliran
darah dan membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan oleh limfosit T
(Ardiansyah, 2012).
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.
Ada makrofag yang berfungsi pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang
limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta
faktor penstimulasi koloni untuk merangsang produksi monosit dan granulosit
pada sumsung tulang. Bakteri TB menyebar ke saluran pernapasan melalui getah
bening regional (bilus) dan membentuk epitiolit granuloma. Granuloma
mengalami nekrosis sentral sebagai akibat dari timbulnya hipersensitifitas sel ular
(delayed hipersensitifity) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu
29
dan akanterlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitifitas selular terlihat sebagai
akumulasi local dari lifosit dan makrofag (Ardiansyah, 2012).
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk focus local (fokus
ghon), sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di
hilus (kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau bawah sifura
interlobaris, atau di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri ini menyebar lebih
lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah, dan tersangkut pada berbagai organ.
Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis (Ardiansyah, 2012).
2. Tuberkulosis Sekunder
Telah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih
dapat hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90 % di antaranya
tidak mengalami kekambuhan. Reaktifitas penyakit TB (TB pascaprimer / TB
sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alcohol akut, silikosis,
dan pada penderita diabetes mellitus serta AIDS (Ardiansyah, 2012).
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder, kelenjar limfe regional dan
organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas, dan terlokalisir. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang
terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkejuan) yang luas dan disebut tuborkulema.
Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan
bahan kaseosar. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kafisatas dan
manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang
dikenal sebagai hipersensitivitas (Ardiansyah, 2012).
30
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah artikel atau segmen posterior
lobus 11 superior, 10-20 mm dari pleura dan segmen apikel lobus interior. Hal ini
mungkin disebabkan kadar oksigen yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan penyakit TB (Ardiansyah, 2012).
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh
produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas kemudian diliputi oleh jaringan fibrotik
yang tebal dan berisi pembuluh darah vulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh
jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas kronis adalah kolonisasi
jamur, seperti aspergilus yang menumbuhkan micotema (Ardiansyah, 2012).
2.1.3 Etiologi
Adapun mengenai etiologi dari TB paru menurut Zulkoni (2011) adalah
sebagai berikut :
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam family Mycobacteriaceae dan termasuk dalam
ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosismeliputi M. tuberculosis, M.
bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa jenis tersebut,
M. Tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5μ dan lebar 3μ, tidak
membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi
pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan pewarnaan gram. Namun
sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut
31
tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria
disebut sebagai Basil Tahan Asam /BTA.
Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu
Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, Patozoa, Isospora, dan Crysptos
poridium. Pada dinding sel mycobacteria, terdapat lemak yang berhubungan
dengan arabino galaktan dan pepti doglikan di bawahnya. Struktur ini
menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari
antibiotic. Lipoarabinomannan adalah suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan
M. tuberculosisdapat bertahan hidup di dalam makrofaga untuk beberapa tahun.
Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat. Intraselular fakultatif
karakteristik fisiologis yang dapat berkontribusi kepada virulensi parasit,
biasanya dari makrofag, dan memiliki waktu generasi lambat, 15-20 jam. Jenis-
jenis tuberkulosis yang sering menyerang :
a. Tuberkulosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis.
b. Tuberkulosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis.
c. Tuberkulosis pada sistem saraf.
2.1.4 Gejala TB Paru
Penderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami demam
tapi tidak terlalu tinggi yang berlangsug lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu makan dan berat badan,
32
batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (disertai dengan darah darah), perasaan
tidak enak (malaise), dan lemah (Andareto, 2015).
Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala
penyakit tuberculosis yang perlu anda ketahui, gejala utama : batuk terus
menerus dan berdahak selama tiga pekan atau lebih. Gejala tambahan yang
sering dijumpai (Andareto, 2015) :
1. Dahak bercampur darah atau batuk darah.
2. Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada.
3. Demam atau meriang lebih dari sebulan.
4. Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas.
5. Badan lemah dan lesu.
6. Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan.
Paling mudah untuk mengetahui seseorang terkena tuberculosis jika dia
berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas. Walaupun tidak bisa
langsung ditetapkan tuberculosis karena harus didiagnosis, tapi itu salah satu
pertanda. Jika anda lemas, batuk tak berhenti, nyeri pada dada, dan keringat pada
malam hari, langsung segera periksa. Untuk memastikanseseorang terkena TB
atau tidak, tim medis melakukan diagnosis dengan mengadakan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung (BTA) dan gambaran radio logis (foto
rongten) (Andareto, 2015)
2.1.5 Penyebab
Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman mikobakterium tuberculosis yang
dapat meyerang paru, ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah
bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, sampai otak. TB dapat mengakibatkan
33
kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian tertinggi di negeri ini. Dan kali ini yang dibahas adalah TB paru. TB
sangat mudah menula , yaitu lewat cairan di saluran napas yang keluar ke udara
lewat batuk atau bersin da dihirup oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak semua
orang yang menghirup udara yang mengandung kuman TB akan sakit (Andareto,
2015).
Pada orang-orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan
tubuh yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman
TB akan “tertidur”. Namun, pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya
tahan tubuh menurun dan buruk atau terus-menerus menghirup udara yang
mengandung kuman TB (menjadi „TB aktif‟) atau dapat juga mengakibatkan
kuman TB yang “tertidur” di dalam tubuh dapat aktif kembali (reaktivitas)
(Andareto, 2015)..
Infeksi TB yang paling sering, yaitu pada paru-paru seringkali muncul
tanpa gejala apapun yang khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan sehingga
sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderit TB paru dapat dengan
mudah menularkan kuman TB ke orang lain kuman TB terus merusak jaringan
paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah cukup
parah (Andareto, 2015).
2.1.6 Faktor Resiko
Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya TB paru berdasarkan
penyebabnya menurut Zulkoni (2011), sebagai berikut :
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada
34
daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10
(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak
akan menjadi penderita TB, hanya 11 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah
dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)
penderita tuberkulosis setiap tahun,dimana 50 % penderita adalah BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
Dan faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi yaitu status social, ekonomi,
status gizi, umur, jenis kelamin, faktor social.
2.1.7 Patofisiologi
Portde‟entrikuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang terinfeksi (Ardiansyah, 2012).
Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas
satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak
membunuh organism tersebut (Ardiansyah, 2012).
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
35
yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menujugetah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam
(Ardiansyah, 2012).
2.1.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari TB paru berdasarkan klasifikasinya menurut
Ardiansyah (2012), tanda dan gejala yang muncul pada pasien Tuberkulosis Paru
antara lain :
1). Sistemik : malaise, anoreksia, berat badan menurun, dan keluar keringat
malam.
2). Akut : demam tinggi, seperti flu dan menggigil.
3). Milier : demam akut, sesak napas, dan sianosis.
4). Respiratorik : batuk lama lebih dari dua minggu, sputum yang mukoid atau
kopurulen, nyeri dada, batuk darah, dan gejala lain. Bila ada
tanda-tanda penyebaran ke organ lain, seperti pleura, akan
terjadi nyeri pleura, sesak napas, ataupun gejala meningeal
(nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain sebagainya). Suara napas
paru pada pasien TB Paru yaitu dengan suara ronchi, begitu
pun dengan suara nafas normalnya dengan adanya suara napas
vesikuler.
36
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi dari TB paru berdasarkan klasifikasinya menurut Zulkoni
(2011). Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah
hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok, tersumbatnya jalan napas, kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,
tulang, persendian ginjal, dan sebagainya.
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang Tuberkulosis Paru berdasarkan fungsinya
menurut Soemantri, (2012), yang dilakukan antara lain :
1. Kultur sputum :
Menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada stadium
aktif.
2. Ziehl Neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) :
Positif untuk bakteri tahan asam (BTA).
3. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollme Pacth) :
Reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi
antigen intradermal) mengindikasikan infksi lama dan adanya antibody tetapi
tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4. Foto rontgen dada (chest x-ray) :
Dapat memperlihatkan infiltrasi kalsium pada lesi awal di bagian paru-paru
bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada
efusi.Perubahan mengidikasikan TB yang lebih berat, dapat mecakup area
berlubang dan fibrosa.
37
5. Pemeriksaan histologi/kultur jaringan positifapabila terdapatMycobacterium
tuberculosis.
6. Analisa gas darah (BGA) :
Mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat dan adaya sisa kerusakan
jarigan paru.
7. Bronkografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena TB.
8. Darah :
Leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.
9. Pemeriksaan fungsi paru :
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tubrkulosis kronis).
2.1.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif
menurut Somantri, (2012), yang meliputi cara-cara seperti ini :
1. Penyuluhan
2. Pencegahan
3. Pemberiaan obat-obatan, seperti :
a. OAT (Obat Anti-Tuberkulosis);
b. bronkodilator;
c. ekspentoran;
38
d. OBH; dan
e. vitamin.
4. Fisioterapi dan rehabilitasi.
5. Pemberian posisi semi fowler.
6. Konsultasi secara teratur.
2.2 Sistem Pernapasan
Fungsi sistem pernapasan adalah pertukaran gas. Oksigen dari udara yang
dihirup berdifusi dari alveolus paru ke darah dalam kapiler paru. Karbondioksida
yang dihasilkan selama metabolism sel berdifusidari darah kedalam alveolus dan
kemudian dikeluarkan. Organ sistem pernafasan memfasilitasi pertukaran gas ini
dan melindungi tubuh dari benda asing seperti partikel dan patogen (Kozier,
2010).
2.2.1 Definisi Pernapasan
Pernapasan adalah sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan
lingkungan. Proses pernapasan melibatkan dua komponen :
1. Ventilasi paru atau pernapasan, perpindahan udara antara lingkungan dan
alveolus paru.
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveolus dan kapiler paru (Kozier,
2010).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006).
39
Jadi dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik
dari udara masuk ke dalam darah dan CO₂ dikeluarkan dari darah secara
osmosis. Seterusnya CO₂ akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan
pernapasan) dan masuk ke dalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis
kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta lalu
ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), di sini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO₂ dan zat ini
dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan /
atrium dekstra) lalu ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui
arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO₂ ini adalah sebagian sebagian dari
sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan
melalui traktus urogenitalis dan kulit (Syaifuddin, 2006).
Setelah udara dari luar diproses, didalam hidug masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglottis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk
ke trakea, sedangkan waktu bernapas epiglottis terbuka begitu seterusnya. Jika
makanan masuk ke dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk
mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring.Selain itu dibantu oleh
adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda
asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan
mulut. Dengan kejadian tersebut diatas udara yang masuk ke dalam alat-alat
pernapasan benar-benar bersih (Syaifuddin, 2006).
40
Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yang masuk ke dalam
paru paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, ini bisa mengakibatkan
gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia (bulu-bulu getar) dapat rusak
apabila adanya gas beracun dan dalam keadaan dehidrasi. Namun dalam keadaan
tertentu diharapkan kita bernapas melalui mulut, misalnya pada operasi hidung,
30 pengangkatan polip, karena setelah operasi pada kedua hidung di isi tampon
sehingga bernapas melalui mulut tidak merugikan (Syaifuddin, 2006).
2.2.2 Perubahan Pola Pernapasan
Pola pernapasan menunjukkan frekuensi, volume, irama, dan kemudahan
relative atau upaya pernapasan. Respirasi normal (eupnea) bersifat tenang,
berirama, dan tanpa mengeluarkan usaha. Takipnea (frekuensi cepat) dijumpai
pada saat demam, asidosis metabolik, nyeri, dan hiperkapnia atau hipoksemia.
Bradipnea adalah frekuensi pernapasan yang lambat secara abnormal, yang dapat
dijumpai pada klien yangmenggunakan obat-obatan seperti morfin, yang
mengalami alkalosis metabolik, atau yang mengalami peningkatan tekanan
intracranial (misalnya, akibat cedera otak). Apnea adalah henti napas (Kozier,
2010).
Hiperventilasi yang sering kali disebut hiperventilasi alveolar, adalah
suatu peningkatan pergerakan udara masuk dan keluar dari paru. Selama
hiperventilasi, frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, dan lebih banyak
CO₂ yang dibuang dari pada yang dihasilkan. Sebuah tipe hiperventilasi tertentu
yang menyertai asidosis metabolik adalah pernapasan kusmaul, yaitu tubuh
berupaya untuk mengonpensasi (mengeluarkan kelebihan asam tubuh) dengan
menghembuskan karbondioksida melalui napas dalam dan pernapasan cepat.
41
Hiperventilasi juga dapat juga terjadi sebagai respons terhadap stres, seperti yang
dijelaskan sebelumnya (Kozier, 2010).
Irama pernapasan abnormal menciptakan pola pernapasan yang tidak
teratur. Dua irama pernapasan yang tidak normal adalah Pernapasan Cheyne-
Stokes, irama penguatan dan pelemahan pernapasan yang sangat jelas dari
pernapasan yang sangat dalam ke pernapasan yang sangat dangkal dan apnea
temporer, penyebab umum mencakup gagal jantung kongestif, peningkatan
tekanan intracranial, dan overdosis obat, pernapasan Biot (cluster). Pernapasan
dangkal yang diselingi dengan apnea, dapat terlihat pada klien penderita penyakit
sistem saraf pusat (Kozier, 2010). Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk
bernapas kecuali dalam posisi tegak atau berdiri. Kesulitan atau ketidaknyamanan
pernapasan disebut dispnea. Orang yang mengalami dispnea sering kali tampak
cemas dan dapat mengalami pendek napas (shortness of breathatau SOB), suatu
perasaan tidak mampu memperoleh cukup udara / susah bernapas (Kozier, 2010).
Hipoksia adalah suatu kondisi ketidakcukupan oksigen di tempat manapun
di dalam tubuh, dari gas yang di inspirasi ke jaringan. Hipoventilasi, yaitu
ketidakadekuatan ventilasi alveolar, dapat menyebabkan hipoksia. Hipoventilasi
dapat terjadi karena penyakit otot pernapasan, obat-obatan, atau anestesi. Dengan
hipoventilsi, karbondioksida sering kali menumpuk dalam darah, sebuah kondisi
yang disebut hiperkarbia (hiperkapnia). Sianosis (tanda kebiruan pada kulit,
bantalan kuku, dan membran mukosa, akibat penurunan saturasi oksigen
hemoglobin) dapat juga terjadi (Kozier, 2010).
42
2.2.3 Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan sruktur lainnya yang terletak
didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan
apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari pada klavikula di
dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, di atas
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh
tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung. Lobus
paru-paru (belahan paru-paru). Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau
lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua
lobus.Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronchial kecil masuk ke
dalam setiap lobula dan semakin bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya
berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong udara
paru-paru. Jaringan paru-paru elastis, berpori, dan seperti spons (Pearce, 2013).
2.3 Keefektifan Pola Napas
Keefektifan pola napas pada manusia dapat di lihat dari sistem perapasan
yang normal, diperlukan beberapa faktor menurut Somantri (2012), seperti berikut
ini:
1. Suplai oksigen yang adekuat.
Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenisasi meliputi peningkatan
ventilasi alveolar, penyesuaian komposisi asam basa darah dan cairan tubuh lain,
43
peningkatan kapasitas pengangkutan oksigen, serta peningkatan curah jantung.
Hal-hal yang menyebabkan suplai oksigen terganggu adalah inhalasi udara yang
mengandung oksigen pada tekanan subnormal dan hal ini biasanya disebabkan
oleh inhalasi asap, keracunan karbon monoksida, serta dilusi udara yang dihirup
dengan gas-gas inert (nitrogen, helium, hydrogen, metan atau gas anestetik seperti
nitro oksida).
2. Saluran udara yang utuh.
Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membrane alveolar
menjadi faktor yang dalam pertukaran O₂ dan CO₂. Hal-hal yang dapat menjadi
hambatan dalam pertukaran gas tersebut adalah adanya obstruksi mekanik seperti
tenggelam atau adanya benda asing pada percabangan trakeobronkial.
3. Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal.
Kelemahan fungsi dinding dada akan mempengaruhi pola pernapasan.
Penyebab utama disrupsi kelemahan fungsi tersebut adalah trauma pada dada,
seperti fraktur iga atau luka tembus pada dada.
4. Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unit pernapasan
terminal dalam jumlah yang cukup.
5. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen pada sel sel tubuh.
6. Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif.
7. Berfungsingnya pusat pernapasan.
Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekuensi pernapasan.
Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40x/menit, seseorang dapat berpikir masalah
pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekuensi
44
tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan
dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan
dangkal pada frekuensi 40x/menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat
karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentukan apakah ada
obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi
memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi. Suara abnormal auskultasi paru.
Gerakan abdomen dalam upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada
wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell
adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi
dada atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan
apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada
bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Pada ekspansi satu sisi dada
versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang
disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada
unilateral.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru
dekat jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat
telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
45
napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada
penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler
menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas
bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada
beberapa situasi dimana ada konsolidasi contohnya pnemonia. Bunyi napas
bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan.
Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang
berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot
pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar
dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut
secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui
stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan
akan ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan
tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan
gesekan.
a. Crackles
Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh
jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir
inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis
pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada
bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan
46
pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop
karena ini terjadi padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek)
adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika
terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea
mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara
dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani
pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea
Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi
tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan
penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai
akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh
tumor atau benda asing.
d. Bunyi ekstra
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini
dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan
lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi
mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan
tertahannya sekresi. Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti
emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk
47
membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk,
biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.
Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan
intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah
pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal,
asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
Kedalaman bernafas sering sebagai frekuensi pernapasan :
a. Rales/ Crackels : dihasilkan oleh eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi
b. Ronchi : terjadi akubat terkumpulnya cairan mucus pada trakea atau
bronkus-bronkus besar (bernada rendah dan sangat kasar)
c. Wheezing : terjadi karena ada eksudat tengket yang tertiup aliran udara
(terdengar “ngiii…k” pada fase ekspirasi)
d. Pleural Friction-Rub : terjadi karena peradangan pleura (terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu)
Frekuensi napas normal tergantung umur :
a. Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b. Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
c. Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d. Dewasa 16 – 20 x/menit
e. Takhipnea : Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g. Apnea : Bila tidak bernapas
48
2.4 Posisi Semi Fowler
2.4.1 Definisi Semi Fowler
Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan
kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki.dimana kepala dan
dada dinaikkan dengan sudut 30-45˚ (Suparmi, 2008). Posisi semi fowler atau
posisi setengah duduk adalah posisi tempat tidur yang meninggikan batang tubuh
dan kepala dinaikkan 15 sampai 45 derajat. Apabila klien berada dalam posisi ini,
gravitasi menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan
ventilasi paru yang lebih besar (Kozier, 2010). Bahwa posisi semi fowler
membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan
kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat
tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O₂
delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan
kondisi klien lebih cepat (Supadi, 2008).
2.4.2 Tujuan
Tujuan pemberian posisi semi fowler adalah : Membantu mengatasi
masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan sesak napas (Suparmi,
2008).
2.4.3 Prosedur
1. Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi semi fowler.
2. Jelaskan pada pasien tentang tujuan / manfaat dari posisi ini.
3. Jaga privasi pasien.
4. Siapkan alat-alat.
5. Cuci tangan.
49
6. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai dengan
tinggi perawat).
7. Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu, carilah bantuan atau
gunakan alat bantu pengangkat.
8. Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur pasien, seperti
tumit, prosesus spinosus, sacrum,dan skapula.
9. Pasien di dudukan, dengan senyaman mungkin.
10. Berikan sandaran berupa bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur, untuk posisi semi fowler 30º dan posisi semi fowler 45º.
11. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
12. Lalu rapikan pasien.
13. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa nyaman pasien.
14. Rapikan alat-alat dan cuci tangan.
15. Catat tindakan yang telah dilakukan.
50
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir
yang akan membantu peneliti menghubugkan hasil penemuan dengan teori
(Nursalam,2013)
Keterangan :
: Diteliti
: TidakDiteliti
: Berpengaruh
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Posisi Semi Fowler 30º
dan 45º Terhadap Keefekttifan Pola Napas.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi:
1. Status Social 4. Umur
2. Ekonomi 5. Jenis Kelamin
3. Status Gizi 6. Faktor Sosial
Tanda dan Gejala :
1. Dahak bercampur darah atau batuk darah.
2. Nafsu makan menurun.
3. Demam atau meriang lebih dari sebulan.
4. Berkeringat pada malam hari
5. Badan lemah dan lesu.
6. Sesak`nafas dan rasa nyeri pada dada
1. Suplai oksigen yang adekuat
2. Saluran uadara yang utuh
3. Pergerakan dinding dada normal
4. Frekuensi napas normal
5. Bunyi napas normal
Pasien TB Paru
Pemberian posisi
semi fowler
Keefektifan Pola Napas
51
Gambar 3.1 menjelaskan mekanisme pengaruh pemberian posisi semi
fowler 30º dan 45º terhadap ketidakefektifan pola napas. Adapun penjelasannya
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu status social, ekonomi, status gizi,
umur, jenis kelamin, faktor social. Adapun tanda dan gejala pasien yang
mengalami ketidakefektifan pola napas dan sangat berpengaruh yaitu dahak
bercampur darah atau batuk darah, nafsu makan menurun, demam atau meriang
lebih dari sebulan, berkeringat pada malam hari, badan lemah dan lesu, sesak
nafas dan rasa nyeri pada dada. Dan salah satu intervensi yang dapat digunakan
untuk membantu keefektifan pola nafas yaitu posisi semi fowler.
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian.
Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa
memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis dan interpretasi data
(Nursalam, 2016).
H1 : Ada pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
keefektifan pola napas pada pasien TB Paru di ruang Anggrek RS Paru
Dungus.
52
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan dan karakteristiknya, penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian pra-eksperimental (one-group post test design), penelitian ini
adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek yang setelah perlakuan diberikan pada group tersebut, selanjutya
dilakukan pengukuran atau observasi untuk mengetahui hasilnya (Nursalam,
2013).
Gambar 4.1 Desain Penelitian Pra Eksperimental One Group Posttest Design.
Keterangan :
X : Observasi /tindakan relaksasi.
O2 : Perlakuan / intervensi posisi semi fowler30º dan 45º.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas obyek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012).Populasi penelitian
Perlakuan Pasca-tes
X O
53
ini adalah pasien TB paru, jumlah populasi berdasarkan rata-rata perbulan
berjumlah 35 di Ruang Anggrek RS Paru Dungus.
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya
(Notoatmodjo, 2012).Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria
inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).Untuk menentukan besar sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus slovin.
n =
=
= 32
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d² = tingkat signifikan
54
Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah.
a. Pasien TB Paru usia 45-65
b. Pasien dengan kesadaran compos mentis.
c. Pasien dengan TB Paru BTA (+)
d. Pasien yang mengalami sesak napas.
e. Pasien yang tidak terpasang oksigen.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilngkan atau mengeluarkan subjek yang tidak
memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2013).
a. Pasien TB Paru yang rawat jalan
b. Pasien dalam kondisi tidak sadar
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan sutu proses seleksi sampel yang digunakan
dalampenelitian dari populasi yang ada, sehingga sebuah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah accidental, pengambilan sampel secara aksidental (accidental) ini
dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian(Notoatmodjo, 2012).
55
4.4 Kerangka Kerja Peneliti
Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancagan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti (subjek
penelitian), variabel yang akan diteliti, dan variabel yang mempengaruhi dalam
penelitian (Hidayat, 2007).
56
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Gambar 4.2 Kerangka kerja Penelitian Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler
30º dan 45º Terhadap Keefektifan Pola Napas pada Pasien TB Paru
di Ruang Anggrek RS Paru Dungus.
Populasi
Pasien yang mengalami TB paru di ruang Anggrek RS Paru Dungus berjumlah
35 pasien yang memenuhi kriteria penelitian.
Sampel
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 32 pasien.
Sampling
accidental
Desain penelitian
Pra Eksperimental One Group Posttest Design
Pengumpulan Data
Mengevaluasi frekuensi pernafasan
Pengolahan Data
Editing, Coding, Tabulating
Analisis Data
Uji independent t-test
Hasil dan Kesimpulan
Pelaporan
Variabel independent
Posisi Semi Fowler 30º
dan 45º
Variabel dependent
Keefektifan pola napas
57
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel
yaitu :
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel Independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
lain (Nursalam, 2013).Variabel independent dalam penelitian ini adalah
pemberian posisi semi fowler30º dan 45º.
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel Dependent adalah variabel yang diminta dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam, 2013).Variabel dependent dalam penelitian ini adalah
keefektifan pola napas.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena.Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).
58
Tabel 4.1 Definisi Operasinal
Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat Ukur
Skala
Data Skor
Posisi semi
fowler
Memberikan
posisi seengah
duduk yang
bertujuan umtuk
menjaga
keefektifan pola
napas.
Persiapan, proses
pemberian terapi
posisi semi fowler,
tertutup
SOP - -
Keefektifan
pola napas
Sistem
pernapasan yang
mendapat suplai
oksigen adekuat,
saluran udara
yang utuh dan
tidak adanya
gangguan pada
pernapasan.
Dengan adanya
pemeriksaan :
1. Kecepatan dan
irama pernapasan
dalam batas
normal dengan
frekuensi napas
normal 16-
20x/menit. Jika
tidak normal
<24x/menit
Lembar
observasi,
dengan
mengguna
kan
stetoskop
dan jam
tangan.
Interval
-
59
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar mempermudah dan hasilnya lebih baik sehingga
mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen pertama yang digunakan adalah, pada
variabel independent yaituposisi semi fowler30º dan 45º berupa lembar Standart
Operasional Prosedur (SOP) yang diambil dari buku Panduan praktik keperawatan
kebutuhan dasa`manusia (Suparmi,2008). Instrumen yang kedua pada variabel
dependent yaitu keefektifan pola napas yaitu dengan mengguaan lembar observasi
yang digunakan untuk mengobservasi frekuensi napas.
4.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian ini dilakukan di Ruang Anggrek RS Paru Dungus dan
dilakukan pada bulan Februari-Juli 2017.
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam melakukanan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai
berikut :
1. Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat ijin dari Stikes Bhakti
Husada Mulia Madiun .
2. Mengurus surat ijin kepada direktur RS Paru Dungus.
3. Memilih data responden yang memenuhi kritria inklusi untuk dipilih menjadi
sampel.
4. Memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan, manfaat, dan
prosedur penelitian posisi semi fowler30º dan 45º.
60
5. Mendatangi pasien dengan memperkenalkan diri dan juga memberikan
lembar informed consentsebagai bentuk persetujuan, setelah itu memberikan
penjelasan dengan adanya pemberian terapi posisi semi fowler30º dan 45º
yang dilakukan dengan waktu tergantung dengan sesak napas yang dirasakan
pasien dan kenyamanan pasien saat diberikan posisi semi fowler30º dan 40º,
setelah itu menjelaskan prosedur lalu mengobservasi pasien dan diberikan
intervensi dan di evaluasi frekuensi pernapasannya.
6. Peneliti melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data.
4.9 Teknik Analisa Data
4.9.1 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu diproses dan dan
dianalisa secara sistematis supaya bisa terdeteksi.Data tersebut ditabulasi dan
dikelompokan sesuai dengan variabel yang diteliti. Langkah-langkah pengolahan
data :
1. Editing : Data yang terkumpul selanjutnya disusun. Editing adalah memeriksa
lembar observasi yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Tujuannya
untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar pertanyaan.
2. Coding : Kegiatan pemberian data numeric (angka) terhadap item-item yang
tidak diberi skor (Arikunto, 2010).
Pemberian kode kefektifan pola napas
1= Keefektifan pola napas
2= Ketidakeefektifan pola napas
61
3. Tabulating : pembuatan tabel. Jawaban yang telah diberi kode kemudian
dimasukan ke dalam tabel. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah
melakukan analisa data. Selanjutnya data dimasukan ke komputer dan
dianalisis secara statistic.
4.10 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik menggunakan program SPSS 16,0. Nursalam (2016) berpendapat bahwa
analisis statistik inferensial bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh,
perbedaan, hubugan antara sampel yang diteliti pada taraf signifikan
tertentu.Peneliti menggunakan analisis inferensial untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh posisi semi fowler30º dan 45º terhadap keefektifan pola napas pada
pasien TB paru.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap masing masing variabel yang
diteliti.Tujuan dari analisa univariat adalah menjelaskan karakteristik setiap
variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010).Data yang berbentuk kategori yaitu
jenis kelamin, pendidikan dan kelompok penelitian di analisis dengan
pendekatan distribusi frekuensi dan presentase.
P = f x 100%
N
Keterangan :
P : Angka Presentase
F : Frekuensi
N : Banyaknya responden
62
Sedangakan data yang berbentuk numerik yaitu umur dan hasil
pengetahuan di analisis dengan pedekatan tedensi sentral yaitu dalam bentuk
mean, median, standar deviasi, maksimum dan minimum.
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubugan atau berkorelasi (Notoatmodjo,
2012).Penelitian ini menggunakan analisis bivariate kelompok yang
mendapat perlakuan. Untuk mengetahui perbandingan kelompok perlakuan
posisi semi fowler 30º dan kelompok perlakuan posisi semi fowler 45º
terhadap keefektifan pola napas dengan independent t-test dengan
kemaknaan α = 0,05. Jika hasil uji pada penelitian ini berpengaruh maka
diperoleh (ρ value < 0,05) berarti menggunakan uji t-test. Pada pengujian
normalitas data jika dinyatakan tidak berpengaruh (ρ value > 0,05).
Perhitungan uji statistik menggunakan perhitungan dengan sistem
komputerisasi (SPSS).
Keputusan uji statistik dengan membandingkan nilai ρ (ρ-value)
dengan nilai α (0,05), ketentuan yang berlaku sebagai berikut :
a. Jika ρ-value < 0,05 berart H0 ditolak Ha diterima, artinya ada
pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
keefektifan pola napas pada pasien TB Paru.
b. Jika ρ-value < 0,05 berarti H0 diterima Ha ditolak, artinya tidak
ada pengaruh pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
keefektifan pola napas pada pasien TB Paru.
63
Apabila ketentuan independent t-test di atas tidak memenuhi syarat, maka
harus diganti yang tadinya independent t-test yang termasuk parametric diganti
menjadi Mann-Whitney U test yang merupakan nonparametric test.
4.11 Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi
isu sentral yang berkembang saat ini.Penelitian ilmu keperawatan, karena hamper
90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami
prinsip-prinsip etika penelitian. Apabila hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti
akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien. Peneliti
yang sekaligus juga perawat, sering memperlakukan subjek penelitian seperti
memperlakukan kliennya, sehingga subjek harus menurut semua anjuran yang
diberikan.Padahal pada kenyataanya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-
prinsip etika penelitian (Nursalam, 2016).
Nursalam (2016) berpendapat bahwa secara umum prinsip etika dalam
penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu prinsip
manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan.
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan pada
subjek, khususnya jika menmenggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dlam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang
tidak menguntungkan.Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya
64
dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan
dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.
c. Risiko
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang
akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak-hak asasi manusia
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden
Subjek harus diperlukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
memutuskan apakah merka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa
adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika
mereka seorang klien. Pada penelitian ini penulis menghargai setiap
keputusan pasien bersedia atau tidak menjadi responden.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakukan yang diberikan
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek.
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpatisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent
juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan
untuk pengembangan ilmu.
3. Prinsip keadilan.
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil
65
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi apabila
ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiannya
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan, untuk perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia
(comfidentiality).
66
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian
RS Paru Dungus yaitu rumah sakit Tipe C yang merupakan institusi
pemberian jasa layanan kesehatan pada masyarakat bersifat sosial ekonomi
yang tidak mengutamakan keuntungan, dan memberikan pelayanan bagi
seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat yang tidak mampu sesuai
dengan kaidah-kaidah peraturan yang telah di tetapkan. Sarana layanan
kesehatan ditujukan baik pada masyarakat yang sehat maupun yang sakit secara
umum maupun masyarakat dengan gangguan paru dan pernapasan secara
khusus. Dan RS Paru Dungus adalah salah satu rumah sakit yang sebagin besar
khusus menampung pasien TB Paru, dan salah satu rawat inap yang merawat
pasien TB Paru yaitu ruang anggrek.
Penelitian ini dilakukan di RS Paru Dungus Kabupaten Madiun yang
merupakan rumah sakit Tipe C. Penelitian ini dilaksanakan di ruang Anggrek
RS Paru Dungus, dengan kapasitas 11 tempat tidur di ruang anggrek 9
diantaranya kamar kelas 3 dan 2 tempat tidur kamar kelas 2. Ruang anggrek
menampung pasien yang menderita TB Paru dan di ruang Anggrek sendiri
terdapat alat yang lengkap diantaranya Suction, EKG, nebulazer dan lain
sebagainya. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari
puskesmas. Jumlah tenaga perawat 10 orang dengan kualifikasi S1
Keperawatan 2 orang dan DIII Keperawatan 8 orang.
67
5.1.1 Penyajian Karakteristik Data Umum
5.1.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.1Tedensi Sentral Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Pada
Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus
2017.
Usia
(45-65)
tahun
Mean Median Modus Min-Max
57,34 59,00 59 45-65
Sumber : Data Primer, 2017.
Tabel 5.1 Berdasarkan Tedensi Sentral Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus
Bulan Agustus 2017, memiliki rata-rata berdasarkan usia yaitu 57 tahun dan
mempunyai minimal berumur 45 dan maxsimal berumur 65 tahun pada pasien
TB Paru,
5.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
PadaPasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus
2017.
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
1 Laki – laki 19 59,4
2 Perempuan 13 40,6
Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer, 2017.
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
Kelamin Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan
Agustus 2017, dan dapat diketahui sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
68
sebanyak 19 (59,4) dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan sebanyak
13 orang (40,6)
5.1.1.3 Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan
Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan
Agustus 2017.
No Pendidikan Jumlah Presentase (%)
1 Tidak Sekolah 6 18,8
2 SD 8 25,0
3 SLTP 9 28,1
4 SLTA 6 18,8
5 Perguruan Tinggi 3 9,4
Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer, 2017.
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan
Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus 2017,
dan dapat diketahui sebagian besar berpendidikan SLTP sebanyak 9 (28,1) dan
sebagian kecil berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 3 orang (9,4).
69
5.1.1.4 Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.4Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pada
Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus
2017.
No Pekerjaan Jumlah Presentase (%)
1 Ibu Rumah Tangga 10 31,2
2 Pegawai Swasta 2 6,2
3 Wiraswasta 3 9,4
4 PNS 1 3,1
5 Petani 16 50,0
Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer, 2017.
Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan
Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus Bulan Agustus 2017,
dan dapat diketahui sebagian besar berpekerjaan sebagai petani sebanyak 16
(50,0%) dan sebagian kecil berperkerjaan sebagai PNS sebanyak 1 orang (3,1)
5.1.2 Data Khusus
Uji independen t- test merupakan bagian dari statistik parametrik, oleh
karena itu sebagaimana aturan dalam statistik data penelitian haruslah
berdistribusi normal. Untuk mengetahui data yang akan di uji independentt-test
tersebut berdistribusi normal atau tidak, maka di lakukan terlebih dahulu uji
normalitas. Apabila ketentuan independent t-test di atas tidak memenuhi syarat,
maka harus diganti yang tadinya independent t-test yang termasuk parametric
diganti menjadi Mann-Whitney U test yang merupakan nonparametric test.
70
5.1.2.1 Keefektifan Pola Napas Sesudah Diberikan Posisi Semi Fowler 30˚
Hasil nilai keefektifan pola napas sesudah diberikan posisi semi fowler
30˚ di Ruang Anggrek RS Paru Dungus dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 5.5 Tedensi Sentral Keefektifan Pola Sesudah Diberikan Posisi Semi
Fowler 30˚ Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru
Dungus Bulan Agustus 2017.
Skor
Frekuensi
sesudah
Mean Median Modus Min-Max
18 18 20 16-20
Sumber : Data Primer, 2017
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata frekuensi keefektifan pola
napas sesudah pemberian intervensi adalah 18. Pada frekuensi napas yang telah
diurutkan didapat nilai tengahnya adalah 18 dan frekuensi napas yang sering
muncul adalah 20 dengan nilai frekuensi napas tertinggi adalah 20 dan
frekuensi napas terendah adalah 16.
5.1.2.2 Keefektifan Pola Napas Sesudah Diberikan Posisi Semi Fowler 45˚
Hasil nilai keefektifan pola napas sesudah diberikan posisi semi fowler
45˚ di Ruang Anggrek RS Paru Dungus dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 5.6 Tedensi Sentral Keefektifan Pola Napas Sesudah Diberikan Posisi
Semi Fowler 45˚ Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru
Dungus Bulan Agustus 2017.
Skor
Frekuensi
sesudah
Mean Median Modus Min-Max
17 17 18 16-22
Sumber : Data Primer, 2017
Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai keefektifan pola nafas
sesudah pemberian intervensi adalah 17. Pada frekuensi nafas yang telah
diurutkan didapat nilai tengahnya adalah 17 dan frekuensi nafas yang sering
71
muncul adalah 18 dengan nilai frekuensi napas tertinggi adalah 22 dan
frekuensi napas terendah adalah 16
5.1.2.3 Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler 30º dan 45º Pada Pasien TB
Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus
Tabel 5.7 Pengaruh Pemberian Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler 30º
dan 45º Pada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus
Bulan Agustus 2017.
Median
(min-max)
Nilai ρ
Posisi 30° 18 (16-20) 0,002
Posisi 45° 17 (16-22)
Sumber : Data Primer, 2017.
Berdasarkan tabel 5.7 Penelitian ini dianalisis menggunakan uji mann-
whitney u test dengan menggunakan derajat kemaknaan α=0,05. Setelah
dilakukan uji statistik dengan bantuan program spsss diperoleh nilai p-value =
0,000 dengan jumlah responden 32 orang sehingga p-value < α (0,002 < 0,05)
artinya H0 di tolak dan H1 diterima, maka dapat diartikan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap keefektifan pola
napas pada pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Keefektifan Pola Napas Sesudah Diberikan Posisi Semi Fowler 45º
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 16 responden di ruang Anggrek RS
Paru Dugus, Pada tabel 5.6 didapat rata-rata frekuensi napas sesudah
pemberian posisi semi fowler 45º adalah 17. Dan frekuensi terendah
berdasarkan posisi semi fowler 45° yaitu 16, sedangkan frekuensi tertinggi 22
dan juga frekuensi yang terbanyak muncul 18 .
72
Dapat dijelaskan bahwa pada posisi semi fowler 45° dari 16 responden
yang diberikan posisi semi fowler 45°, dan ada 5 responden pada rata-rata
frekuensi 17 yang sebelumnya frekuensi napas responden mencapai 24. Setelah
diberikan pemberian posisi semi fowler mendapatkan penurunan pada frekuensi
napas yang normal menunjukkan bahwa pemberian posisi semi fowler 45° dapat
mengurangi sesak napas serta mengurangi statis sekresi pulmonary dan
mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada (Potter, 2006). Dan 5
responden mendapatkan frekuensi terendah yaitu 16, sehingga yang sebelum
diberikan posisi semi fowler 45° mencapai 25 dan setelah diberikan intervensi
frekuensi napas menjadi 16. Frekuensi 16 tersebut dikatakan sebagai frekuensi
normal, karena frekuensi normal mempunya batas yaitu 16-20x/menit jika
frekuensi napas melebihi 20x/menit maka napas tersebut tidak normal (Somantri,
2012).
Selanjutnya 2 responden yang mendapatkan frekuensi tertinggi yaitu 22
dan sebelum mendapatkan intervensi frekuensinya mencapai 28, dengan
demikian frekuensi 22 menunjukkan tidak efektifnya pola napas. Pada
pernapasan yang memiliki sistem pernapasan yang tidak efektif disebut dengan
irama pernapasan abnormal menciptakan pola pernapasan yang tidak teratur
ditandai dengan suplai oksigen yang tidak efektif, bunyi napas yang tidak normal
dan frekuensi napas yang tidak efektif. Dengan adanya ketidakefektifan pola
napas dapat dikatakan dengan dispnea yang membuat kesulitan atau
ketidaknyamanan pernapasan. Dan untuk mengatasinya dapat diberikan oksigen
(Kozier, 2010). Dan selanjutnya 8 responden dari 16 responden yang diberi posisi
semi fowler 45° terdapat 8 responden yang sering mendapatkan frekuensi 18 yang
73
sebelum diberikan intervensi memilik frekuensi 24, dilihat dari frekuensi tersebut
dapat dikatakann pasien tidak mengalami gangguan sistem pernapasan sehinggak
pola napas efektif. Dengan adanya posisi semi fowler 45° dengan derajat
kemiringan 45° dapat diartikan yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma (Suparmi, 2008).
Sedangkan karakteristik responden berdasarkan usia, responden dengan
rentang usia 46-65 tahun yaitu memiliki rata-rata berdasarkan usia yaitu pada usia
57 tahun dan mempunyai minimal pada usia 45 tahun dan maxsimal pada usia 65
tahun pada pasien TB Paru, dan sebagian besar responden yang diteliti berada
pada umur tahun. Hal ini dapat disimpulkan pada usia seseorang akan
sangat gampang terserang penyakit, salah satunya TB Paru paru (Sholeh, 2014).
Dan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin , responden dengan
jenis kelamin laki laki yang paling terbanyak yaitu 59,4% dari 32 responden.
Bahwa penderita yang berjenis kelamin laki-laki memiliki resiko terkena TB Paru
karena cenderung merokok sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh
dan lebih mudah terpapar dengan penyebab TB paru (Sholeh, 2014).
Berdasarkan hasil statistik dapat diperoleh bahwa frekuensi rata-rata pada
posisi semi fowler 45 yaitu 17, dan sedangkan frekuensi rata-rata posisi semi
fowler 30 memiliki frekuensi 18. Hal menunjukkan bahwa posisi semi fowler 45
lebih efektif untuk digunakan pada pasien TB Paru. Posisi semi fowler 45 lebih
memudahkan pasien untuk mendapatkan oksigen lebih banyak karena posisi tegak
yang diberikan posisi semi fowler 45 memudahkan perluasan dinding dada lebih
baik.
74
Dari uraian diatas peneliti berpendapat, bahwa tindakan pemberian posisi
semi fowler 45º adalah tindakan yang mendatangkan keefektifan pola napas yang
masuk dalam kapasitas normal. Namun tingkat keefektifan pola napas seseorang
berbeda-beda hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin,
sebagai respon kognitif dan pengalaman terhadap frekuensi napas.
Pengukuran pada responden sesudah diberikan posisi semi fowler 45º
terdapat frekuensi napas tertinggi 22 dan terendah sebanyak 16 dengan rata-rata
frekuensi napas 17. Dari uraian diatas peneliti berpendapat, bahwa pemberian
posisi semi folwer 45º terhadap keefektifan pola napas dapat mengurangi
gangguan sistem. Namun masih ada banyak faktor dalam pemberian posisi semi
fowler 45º yaitu usia dan jenis kelamin
5.2.2 Keefektifan Frekuensi Napas Sesudah Diberikan Posisi Semi Fowler
30º
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 16 responden di ruang anggrek
RS Paru Dungus, di dapatkan rata-rata frekuensi napas sesudah pemberian
intervensi adalah 18 dan apabila dikategorikkan berada pada tingkat frekuensi
normal. Frekuensi napas terendah berdasarkan keefektifan frekuensi nafas
adalah 16 sedangkan frekuensi napas tertinggi adalah 20, dan frekuensi yang
terbanyak muncul yaitu 20.
Dijelaskan bahwa pada posisi semi fowler 30° dari 16 responden yang
diberikan posisi semi fowler 30°, ada 8 responden pada rata-rata frekuensi 18 dan
sebelum diberikan posisi semi fowler frekuensi mencapai 24, hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa adanya perubahan frekuensi napas setelah pemberian
intervensi, pola pernapasan normal menunjukkan frekuensi, volume, irama, dan
75
kemudahan relative atau upaya pernapasan. Respirasi normal (eupnea) bersifat
tenang, berirama, dan tanpa mengeluarkan usaha (Kozier, 2010). Dan 3 responden
yang mendapatkan frekuensi tertinggi yaitu 20 yang sebelum diberikan intervensi
mendapatkan frekuensi napas 26, sehingga pada frekuensi 20 dapat dikatakan
sebagai frekuensi normal. Pola napas menjadi normal karena setelah diberikan
posisi semi fowler 30° menyebabkan saluran napas yang utuh dan terhindar dari
faktor pertukaran gas O₂ dan CO₂ yang menjadikan suplai oksigen yang adekuat
(Somantri, 2012).
Selanjutnya 2 responden yang mendapatkan frekuensi terendah yaitu 16
dan sebelum diberikan posisi semi fowler 30° mendapat frekuensi napas 24,
dengan demikian frekuensi 16 menunjukkan keefektifan pola napas. Keefektifan
pola napas yaitu pola pernapasan yang menunjukkan frekuensi, volume, irama,
dan kemudahan relative atau upaya pernapasan, respirasi normal (eupnea) bersifat
tenang, berirama, dan tanpa mengeluarkan usaha pas (Kozier, 2010). Dan
selanjutnya 8 responden dari 16 responden yang diberi posisi semi fowler 45°
terdapat 8 responden yang sering mendapatkan frekuensi 18 yang sebelumnya
memiliki frekuensi napas 24, dilihat dari frekuensi tersebut dapat dikatakann
pasien tidak mengalami gangguan sistem pernapasan sehingga pola napas efektif.
Bahwa posisi semi fowler 30º membuat oksigen di dalam paru-paru semakin
meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi
kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Sesak nafas akan
berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien lebih cepat Hal tersebut
dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O₂ delivery menjadi optimal. Sesak
76
nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien lebih cepat.
Keefektifan dari tindakan tersebut dapat dilihat dari respiratory rates yang
menunjukkan angka normal yaitu 16-24x per menit (Supadi, 2008).
Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan
kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki dimana kepala dan
dada dinaikkan dengan sudut 30˚ (Suparmi, 2008). Bahwa posisi semi fowler 30º
membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan
kesukaran napas. (Supadi, 2008).
Keefektifan pola napas pada manusia dapat di lihat dari sistem perapasan yang
normal, diperlukan beberapa faktor yaitu suplai oksigen yang adekuat, saluran
udara yang utuh, fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal,
adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unit pernapasan
terminal dalam jumlah yang cukup, jumlah hemoglobin yang adekuat untuk
membawa oksigen pada sel sel tubuh, suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa
jantung yang efektif, berfungsingnya pusat pernapasan. Jadi setiap pasien
dikatakan efektif bisa memenuhi ebebrapa faktor diatas.
Sedangkan karakteristik responden berdasarkan usia, responden dengan
rentang usia 46-65 tahun yaitu memiliki rata-rata berdasarkan usia yaitu pada usia
57 tahun dan mempunyai minimal pada usia 45 tahun dan maxsimal pada usia 65
tahun pada pasien TB Paru, dan sebagian besar responden yang diteliti berada
pada umur tahun. Hal ini dapat disimpulkan pada usia seseorang akan
sangat gampang terserang penyakit, salah satunya TB Paru paru, hal ini mungkin
diakibatkan oleh menurunnya sistem imunologis seseorang pada saat seseorang
menjadi tua (Sholeh, 2014).
77
Dan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin , responden
dengan jenis kelamin laki laki yang paling terbanyak yaitu 59,4% dari 32
responden. Bahwa penderita yang berjenis kelamin laki-laki memiliki resiko
terkena TB Paru karena cenderung merokok sehingga dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan lebih mudah terpapar dengan penyebab TB paru dan
rokok juga dapat menurunkan sifat responsive antigen (Sholeh, 2014).
Pada pemberian posisi semi fowler 30 º pasien merasa nyaman dengan
posisi seperti itu karena posisi semi fowler 30º bisa membuat frekuensi napas
pasien TB Paru mengurangi gangguan sistem pernapasan, karena pasien yang
mempunyai rentang usia tua meras nyaman karena posisi ini tidak terlalu tinggi
bagi kenyamanan untuk terlentang. Faktor usia sangat berpengaruh pada posisi
semi fowler dan banyak pasien yang ingin melakukan posisi semi fowler 30º
selama rawat inap. Penurunan sesak nafas tersebut didukung juga dengan sikap
pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga pasien
dapat bernafas.
Dari pengukuran pada responden sebelum pemberian posisi semi fowler
30º frekuensi napas adalah terendah 16 dan tertinggi 20 dengan rata-rata
frekuensi napas 18 yang apabila ditransformasikan kedalam klasifikasi frekuensi
napas termasuk dalam napas yang efekif. Keefektifan pola napas ditandai dengan
kecenderungan responden yang memiliki frekuensi napas normal. Frekuensi napas
normal yaitu pernafasan yang memiliki napas normal 16x/m sampai 20x/m.
Dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat rata-rata penurunan terlihat
jelas bahwa pemberian posisi semi fowler 30º dapat menurunkan nilai frekuensi
napas dengan rata-rata 18x/menit.
78
5.2.3 Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler 30º dan 45º Pada Pasien TB
Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus.
Untuk melihat pengaruh dari pemberian posisi semi fowler terhadap keefektifan
pola napas pada pasien TB Paru, peneliti menggunakan uji statistik Independent
t-test dengan syarat data berdistribusi normal, tetapi dengan adanya data yang
tidak berdistribusi tidak normal makan menggunakan uji Mann-Whitney. Dari
output rank, dapat dilihatlihat bahwa nilai mean untuk frekuensi yang posisi
30° lebih besar dari pada frekuensi posisi 45° (21,41 > 11,59). Dari nilai uji
maan whitney U dapat kita lihat pada output test statistic dimana nilai statistic
uji Z yang kecil yaitu -3.069 dan nilai sig.2 tailed adalah 0,002 > 0,05. Setelah
menganalisa karakteristik responden pada tabel 5.5 terlihat data posttest posisi
semi fowler 30º dan posttest posisi semi fowler. Pada tingkat kemaknaan α =
0,05 dengan nilai (p) yang diperoleh sebesar 0,002. Karena nilai (p) lebih kecil
dari nilai (α), maka H0 ditolak H1 diterima hal ini menyatakan ada perbedaan
yang signifikan antara pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
keefektifan pola napas pada pasien TB Paru.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan konsep teoritis
dan hasil penelitian terkait yang ada, dapat dilihat dari hasil statistik
menunjukkan hasil rata-rata bahwa posisi semi fowler 45° menunjukkan nilai
rata-rata lebih efektif yaitu 17 dari pada frekuensi rata-rata posisi semi fowler
30° yaitu 18. Dapat diartikan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian
posisi semi fowler 45º terhadap keefektifan pola napas pada pasien TB Paru,
karena frekuensi napas pasien lebih efektif oleh karena itu fungsi pergerakan
dinding dada dan diafragma yang normal atau ekspansi dada lebih bagus dan
79
oksigen yang masuk lebih banyak. Kelemahan fungsi dinding dada akan
mempengaruhi pola pernapasan. Penyebab utama disrupsi kelemahan fungsi
tersebut adalah trauma pada dada, seperti fraktur iga atau luka tembus pada
dada Somantri (2012). Sehingga pemberian posisi semi fowler 45º dapat
diberikan untuk pasien TB Paru sebagai salah satu terapi untuk membantu
keefektifan pola napas pasien.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengakui adanya banyak
kelemahan dan kekurangan sehingga memungkinkan hasil yang ada belum
optimal atau bisa dikatakan sempurna. Banyak sekali kekurangan tersebut
antara lain :
1. Metode dalam penelitian ini adalah pra eksperimental, sehingga tidak
dapat menjamin keberhasilan untuk treatment jangka panjang.
2. Keterbatasan dalam pemberian intervensi dalam masalah penambahan
pengukuran posisi semi fowler karena ada beberapa pasien yang merasa
nyaman dengan penambahan posisi semi fowler dengan tingkat derajat
yang melebihi dari intervensi yang diberikan peneliti.
80
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta diuraikan pada
pembahasan yang terpapar di bab sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Keefektifan frekuensi napas sesudah pemberian posisi semi fowler 30º di
Ruang Anggrek RS Paru Dungus rata-rata adalah 18x/menit.
2. Keefektifan frekuensi napas sesudah pemberian posisi semi fowler 45º di
Ruang Anggrek RS Paru Dungus rata-rata adalah 17x/menit.
3. Ada pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler 30º dan 45º Terhadap
Keeektifan Pola NapasPada Pasien TB Paru di Ruang Anggrek RS Paru
Dungus dengan p value 0,002.
6.2 Saran
1. Bagi RS Paru Dungus
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka
penggunaan Posisi Semi Fowler 45º terhadap keefektifan pola napas
dapat dilanjutkan atau diterapkan pada pasien TB Paru.
2. Bagi Institusi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan referensi dan digunakan bagi
mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya, sehingga
mahasiswa akan mampu mengetahui mengenai pembelajaran pemberian
81
posisi semi fowler 30º dan 45º pada pasien TB Paru terhadap
keefektifan pola napas.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dalam pemberian
intervensi dalam masalah penambahan pengukuran posisi semi fowler
karena ada beberapa pasien yang merasa nyaman dengan penambahan
posisi semi fowler.
.
82
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, O. 2015,Penyakit Menular di Sekitar Anda. Pustaka Ilmu Semesta.
Jakarta.
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. DIVA press.Yogyakarta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Rhineka Cipta. Jakarta.
Corwin, E.J. 2007.Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Dinkes Kabupaten Madiun, 2015.Profil Kesehatan Kabupaten Madiun.Diakses
tanggal 10 Maret 2017.
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur,Diakses tanggal 10 Maret 2017.
Heather, 2013.Pulmonologi. KARISMA Publishing Group. Tangerang Selatan.
Hidayat, A.A 2007.Metode Penelitian Kebidanan: Teknik Analisa Data. Salemba
Medika. Jakarta.
Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Bhuana Ilmu Populer.
Jakarta.
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik. EGC.Jakarta.
Lestari, T 2015.Kumpulan Teori Untuk Pustaka Penelitian Kesehatan, Nuha
Medika, Yogyakarta.
Muttaqin, A. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta.
Najmah, 2016.Epidemiologi Penyakit Menular. TIM. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
_____________2012.Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam, 2013.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis
Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta.
_________2016.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis
Edisi 4. Salemba Medika. Jakarta.
83
Pearce, C.E. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Perry dan Potter, 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik edisi 4 Volume 2.EGC. Jakarta.
Price, S.A. 2006. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes.
EGC. Jakarta.
Saryono, 2011.Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, R&D. Alfabeta. Bandung.
Sholeh, E.N. 2014. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. DIVA Press.
Yogyakarta
Somantri, I. 2012.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta.
Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edk 4, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Sugiyono, 2013.Statistik untuk Penelitian.Alfabeta. Bandung.
Supadi, E.N. 2008.“Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi Fowler dengan Kualitas
Tidur pada Pasien Gagal Jantung di RSUBanyumas Jawa Tengah”, Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan, Volume 4.No. 2.
Suparmi, Y. 2008. Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia. PT
Citra Aji Parama.Yogyakarta.
Zulkoni, A. 2011.Parasitologi untuk Keperwatan,Kesehatan Masyarakat dan
Teknik Lingkungan. Nuha Medika. Yogyakarta.
53
Lampiran 1 Jadwal Penyusunan Skripsi
Jadwal Penyusunan Skripsi
No Jadwal Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 Menentukan Topik
Proposal
2 Pengajuan Judul
3 Survei Pendahuluan
4 Bimbingan Proposal
5 Ujian Proposal
6 Revisi Proposal
7 Pengurusan Surat dan
perizinan
8 Pengumpulan Data
9 Analisa Data
10 Penarikan Kesimpulan
11 Ujian Skripsi
12 Revisi Skripsi
13 Pengumpulan Berkas
53
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30º DAN 45º
TERHADAP KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA PASIEN TB PARU DI
RUANG ANGGREK RS PARU DUNGUS
Oleh:
SHINTA ERRY YULIANA
Penulis adalah mahasiswa sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun, penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Tujuan penulisan ini untuk mempelajari pemberian posisi semi fowler 30º
dan 45º terhadap keefektifan pola napas di ruang Anggrek RS Paru Dungus,
partisipasi saudara dalam penulisan ini akan membawa dampak positif dalam
upaya mencari keterkaitan pemberian posisi semi fowler 30º dan 45º terhadap
keefektifan pola napas. Peneliti mengharap informasi yang anda berikan nanti
sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Peneliti menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang
saudara berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu pendidikan dan
tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain.
Partisipasi anda dalam penulisan ini bersifat bebas, anda bebas untuk ikut
atau tidak tanpa adanya sanksi apapun. Jika anda bersedia menjadi responden
penelitian ini,silahkan anda menandatangani kolom yang tersedia.
Madiun, Juli 2017
Peneliti
SHINTA ERRY YULIANA
201302104
54
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Inform Consent)
Bersedia/Tidak Bersedia
Dengan Hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun :
Nama : Shinta Erry Yuliana
NIM : 201302104
Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian
Posisi Semi Fowler30º dan 40º Terhadap Keefektifan Pola Napas Pada Pasien TB
Paru di Ruang Anggrek RS Paru Dungus”
Adapun informasi Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya dan
saya bertanggung jawab apabila informasi yang diberikan merugikan Bapak/Ibu.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila Bapak/Ibu setuju ikut serta dalam
penelitian ini dimohon untuk menandatangani kolom yang disediakan.
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Peneliti
SHINTA ERRY YULIANA
NIM.201302104
Madiun, Juli 2017
Responden
55
Lampiran 4 Lembar Standart Operasional Prosedur
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR
(SOP)
STANDART
OPERASIONAL
PROSEDUR
POSISI SEMI FOWLER
PENGERTIAN Cara berbaring pasien dengan posisi setengah
duduk
TUJUAN
1. Mengurangi sesak napas
2. Memberikan rasa nyaman
3. Membantu memperlancar keluarnya cairan
4. Membantu mempermudah tindakan
pemeriksaan
TEMPAT Di ruang Anggrek RS Paru Dungus
PROSEDUR
PELAKSANAAN
Persiapan alat :
1. Sandaran punggung atau kursi
2. Bantal atau balok penahan kaki tempat
tidur bila perlu
3. Tempat tidur khusus (functional bed) bila
perlu.
Tahap Orientasi :
1. Perkenalkan diri anda pada klien,
termasuk nama dan jabatan atau peran
dan jelaskan apa yang akan dilakukan.
2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
tindakan tersebut yang dapat dipahami
oleh klien
56
4. Yakinkan klien nyaman dan memiliki
ruangan yang cukup dan pencahayaan
yang cukup untuk melaksanakan tugas.
Tahap Kerja :
1. Cuci tangan
2. Dekatkan peralatan dan jaga privasi
klien
3. Pasien di dudukan, dengan senyaman
mungkin.
4. Berikan sandaran berupa bantal pada
tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur, untuk posisi semi fowler 30º dan
posisi semi fowler 45º.
5. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring
setengah duduk.
6. Lalu rapikan pasien.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
1. Perhatikan keadaan umum pasien
2. Bila posisi pasien berubah, harus segera
dibetulkan
3. Khusus pada pasien pasca bedah dilarang
meletakkan bantal di bawah perut
4. Ucapkan terima kasih atas kerja sama
57
klien
5. Evaluasi hasil kegiatan dan dokumentasi
tindakan
58
Lampiran 5 Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
KEEFEKTIFAN POLA NAPAS
A. Identitas Responden
1. Identitas Responden :
a. No Responden :
b. Nama Responden :
c. Jenis Kelamin : ( L / P )
d. Umur :………..tahun
e. Pendidikan :
Sekolah
Perguruan
f. Pekerjaan :
dll
B. Keefektifan Pola Napas
1. Keefektifan pola napas sesudah melakukan terapi pemberian posisi semi
fowler 30º dan 45º.
Tanggal pelaksanaan :
Hasil Pemeriksan :
No
Hasil frekuensi napas
posisi semi fowler 30º
(setelah 5menit pemberian posisi
semi fowler)
Hasil frekuensi napas
posisi semi fowler 45º
(setelah 5menit pemberian posisi semi
fowler)
1
53
Lampiran 6LembarHasilTabulasi
HASIL TABULASI
PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30 DAN 45 TERHADAP KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA PASIEN TB PARU
DI RUANG ANGGREK RS PARU DUNGUS
BulanAgustus 2017
No Nama Responden Jenis Kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan Frekuensi sebelum Frekuensi sesudah Posisi Semi Fowler
1 S 2 60 3 1 24 19 1
2 K 1 57 1 5 24 18 1
3 D 1 61 2 5 24 16 1
4 S 1 65 2 5 24 18 1
5 S 2 61 4 5 23 20 1
6 A 1 46 3 5 25 20 1
7 K 1 59 1 5 26 20 1
8 P 2 62 2 5 24 18 1
9 S 2 60 2 1 26 18 1
10 T 1 65 2 5 26 19 1
11 W 2 50 3 1 26 18 1
12 S 1 61 2 5 25 18 1
13 S 1 55 3 3 28 16 1
14 K 1 62 1 5 24 18 1
15 A 1 65 1 5 26 17 1
16 J 1 62 2 5 24 18 1
17 T 1 59 1 5 28 22 2
18 D 2 57 2 1 28 17 2
19 T 2 59 3 1 24 19 2
20 I 2 53 4 1 25 18 2
21 B 1 65 1 5 24 17 2
22 E 2 64 3 1 26 22 2
23 G 2 45 4 1 25 17 2
24 H 1 48 4 5 25 16 2
25 M 2 46 5 1 24 17 2
26 L 1 61 3 5 24 18 2
27 J 2 60 3 5 24 17 2
28 Y 2 54 5 1 27 16 2
29 W 1 59 3 3 25 16 2
53
Lampiran 7 Output SPSS
DATA UMUM
Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan
pendidikan
54
55
56
DATA KHUSUS
UJI STATISTIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER 30°
DAN 45°
57
58
UJI NORMALITAS
59
UJI MANN-WHITNEY U
60
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian STIKES BHM
61
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian RS Paru Dungus
62
Lampiran 10 Surat Keterangan Selesai Penelitian
63
Lampiran 11 Lembar Konsultasi
64
65
66
67
68
69
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
70
71
72
73