skripsi ku
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kata Kemenyan selalu dikait-kaitkan dengan hal yang gaib, klenik,
tahayul dan lain-lain. Padahal Kemenyan adalah salah satu komoditas resin (getah),
dengan penggunaan luas. Kemenyan adalah sejenis getah yang dihasilkan oleh pohon
kemenyan (Styrax sp), tumbuh dengan baik di hutan di desa tertinggal di Tapanuli Utara
Sumatera Utara.
Getah kemenyan diperoleh dengan cara menoreh (melukai) kulit batang pohon genus
Styrax. Genus ini terdiri dari sekitar 130 spesies, dan 20 spesies di antaranya
menghasilkan resin. Namun yang tumbuh di Indonesia, terutama di Pulau Sumatera,
hanya dua spesies, yakni Styrax Benzoine yang menghasilkan kemenyan durame; dan
Styrax Sumatrana yang menghasilkan kemenyan toba. Resin kemenyan durame
cenderung berwarna kehitaman, sedangkan kemenyan toba berwarna putih dan bening.
Dua jenis kemenyan inilah yang sampai sekarang masih menjadi andalan komoditas
ekspor beberapa provinsi di Pulau Sumatera. ( http://bataviase.co.id/detailberita-
10527868.html)
Produksi kemenyan baik secara kuantitas maupun kualitas masih rendah. Hal ini
diakibatkan kurangnya minat petani dan sistem pengelolaan yang masih tradisional.
Padahal, jika ditinjau dari segi banyaknya manfaat, komoditi ini layak dilirik untuk
dikembangkan. Aromanya sangat spesifik, dan kegunaannya tidak hanya sekedar dipakai
dalam ritual beberapa suku tertentu saja, tetapi dipergunakan juga sebagai bahan baku
kosmetika dan bahan pengikat parfum, agar keharumannya tidak cepat hilang. Juga,
berguna sebagai bahan pengawet serta bahan baku farmasi/obat-obatan.
2
( http://www.imrannapitupulu.com/tanaman-kemenyan-sangat-potensial-untuk- dikembangkan.html).
Selama ini kemenyan tersebut masih diberlakukan sebagai kegiatan agribisnis yaitu
tanam, tumbuh, pelihara dan panen yang selanjutnya dijual ke pasar, serta belum
merupakan bahan kegiatan dalam agro industri. (Siahaan, 1993).
Kemenyan Sumatera mengandung banyak senyawa-senyawa turunan
fenilpropanoid seperti asam sinamat dan derivatnya asam benzoat, benzaldehid, vanillin,
fenil propil sinamat, juga mengandung ester benzoresinol, ester koniferil alkohol dari
asam asam sinamat dan asam benzoat. (Bonor, S., 1999)
Dalam memperdagangkan kemenyan ini, para petani melakukan pengolahan untuk
memperoleh jenis-jenis kualitas kemenyan yang dibagi ke dalam enam kualitas, yaitu :
1. Kualitas I. Kemenyan “mata kasar”
2. Kualitas II. Kemenyan “mata halus”
3. Kualitas III. Kemenyan “tahir”
4. Kualitas IV. Kemenyan “jurur”
5. Kualitas V. Kemenyan “barbar”
6. Kualitas VI. Kemenyan “abu”
Berdasarkan komposisi kimia dari kemenyan diatas serta pengolahan berdasarkan
kualitasnya oleh para petani kemenyan, maka peneliti tertarik untuk menganalisa
kandungan asam sinamat dan asam benzoat dalam kemenyan kualitas I dan V.
3
1.2 Permasalahan
Berapakah kadar asam sinamat dan asam benzoat dalam kemenyan kualitas I dan V
yang di analisis dengan metode Kromatografi Gas
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada :
- Sampel yang dianalisa adalah kemenyan kualitas I dan V
- Komposisi kimia yang dianalisa adalah asam sinamat dan asam benzoat
- Metode yang digunakan adalah Kromatografi Gas
1.4 Tujuan Penelitaian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam sinamat dan asam benzoat pada
kemenyan kualitas I dan V melalui metode Kromatografi Gas.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang kandungan
asam sinamat dan asam benzoat dari Kemenyan kualitas I dan V.
4
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu sampel yang di analisa adalah
Kemenyan kualitas I dan V. Preparasi sampel dilakukan dengan melarutkan kemenyan
dalam larutan BF3 metanol sehingga menghasilkan metil ester, ditambahkan n-hexan,
ditambahkan NaCl jenuh, kemudian larutan dipisahkan dalam corong pisah. Sedangkan
pengukuran kadar asam sinamat dan asam benzoat pada kemenyan kualitas I dan V
dilakukan dengan menyuntikkan larutan pada lapisan atas ke dalam Kromatografi Gas.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA
Universitas Sumatera Utara.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Kemenyan (styrax benzoin)
Kemenyan termasuk dalam genus Styrax adalah jenis pohon yang tumbuh baik
pada ketinggian 1000-1500 m di atas permukaan laut di daerah desa tertinggal Tapanuli
Utara. Klasifikasi tanaman kemenyan (styrax benzoin) dalam sistematika tumbuhan dapat
disusun sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
SubDivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ebenales
Famili : Styracaceae
Genus : Styrax
Spesies : Styrax benzoin Dryander
Getah kemenyan diperoleh dengan cara menoreh (melukai) kulit batang pohon genus
Styrax. Genus ini terdiri dari sekitar 130 spesies, dan 20 spesies di antaranya
menghasilkan resin (getah).
2.2 Jenis Kemenyan
Terdapat dua jenis kemenyan dan yang dikembangkan oleh masyarakat khususnya
petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua jenis tersebut adalah Styrax sumatrana atau dikenal
dengan sebutan kemenyan toba dan Styrax benzoin atau dikenal dengan sebutan
6
kemenyan durame. Kedua jenis tersebut dapat dibedakan dari aroma dan warna yang
dihasilkan, yaitu aroma getah kemenyan toba lebih tajam dibandingkan dengan kemenyan
durame, dan resin kemenyan toba berwarna puih, sedangkan resin kemenyan durame
cenderung berwarna kehitaman. Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan pula dari
bentuk dan ukuran daun . Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan
berbentuk bulat memanjang.
Dua jenis kemenyan inilah yang sampai sekarang masih menjadi andalan komoditas
ekspor beberapa provinsi di pulau Sumatera, tetapi kemenyan toba merupakan jenis yang
disenangi oleh masyarakat karena dalam perdagangan local getahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan kemenyan durame. (Kiajar, R. 2009).
2.3 Penggunaan Kemenyan
Di Jawa, kemenyan di bakar sebagai dupa pada penyelenggaraan upacara-upacara
keagamaan atau ketakhayulan dan begitu pula tanpa tujuan lain daripada kesukaan akan
baunya. Di Jawa Tengah sangat umum sigaret diwangikan dengan beberapa butir menyan
dan zat-zat lainnya yang wangi. (Heyne, 1987).
Kemenyan juga digunakan antara lain sebagai bahan pembuatan antiseptic, sumber asam
benzoate , sumber asam sinamat, dalam industri obat-obatan dan kosmetik. (Parapat,
1982).
2.4 Pengolahan Kemenyan
Pengolahan yang secara sederhana telah dilakukan terhadap kemenyan, yaitu
pengolahan pada tingakat petani dan pengolahan pada tingkat pedagang.
2.4.1 Pengolahan pada tingkat petani
Tahap-tahap pengolahan pada tingkat petani terdiri dari pengeringan,
pembersihan.dan sortasi. Pengeringan dilakukan dengan menyebarkan atau
menghamparkan kemenyan di atas lantai di dalam rumah, sehingga terjadi penguapan –
7
pengeringan. Panas matahari dan api dihindari, karena hal ini dapat menyebabkan
melelehnya kemenyan.
Kemenyan yang telah dianggap kering dibersihkan dengan membuang kotoran-
kotoran seperti : kulit – kulit, lumut dan kotoran – kotoran lain yang bercampur dengan
kemenyan. Akhirnya sortasi dilakukan secara sederhana dengan memisahkan kwalitas
mata, tahir dan jurur. Pemisahan ini dilakukan apabila kemenyan cukup banyak.
2.4.2 Pengolahan pada tingkat pedagang
Sebagai lanjutan pengolahan yang dilakukan oleh para petani pedagang
melakukan pengolahan yaitu untuk memperoleh jenis-jenis kualitas kemenyan yang lebih
banyak. Prosesnya sama saja, yaitu pengeringan, pembersihan dan sortasi.
Hasil pembersihan dan sortasi pada tingkat pedagang diperoleh kualitas – kualitas
kemenyan sebagai berikut :
1. Kualitas I. Kemenyan mata kasar, warna putih ke kuning-kuningan, berdiameter
lebih besar 2 cm.
2. Kualitas II. Kemenyan halus seperti mata kasar hanya ukurannya yang berbeda
atau lebih kecil 2 cm.
3. Kualitas III. Kemenyan tahir kristal yang berwarna kuning kecoklatan,
mengandung sedikit kotoran.
4. Kualitas IV. Kemenyan juror yang bercampur dengan kulit-kulit pohon atau
kotoran-kotoran lain yang sukar dipisahkan, warnanya coklat berbintik kuning,
putih dan hitam.
5. Kualitas V. Kemenyan barbar, kulit – kulit kemenyan yang masih mengandung
sedikit kemenyan.
8
6. Kualitas VI. Kemenyan sisa-sisa halus yang berasal dari pembersihan dan sortasi.
Merupakan campuran dari pecahan-pecahan sisa-sisa kemenyan, warna kelabu.
( Parapat, 1982).
2.5 Kandungan Kemenyan
2.5.1 Asam sinamat
Asam sinamat (asam phenylacrylic) memiliki rumus kimia C6H5CHCHCOOH atau
C9H8O2, dan rumus bangunnya sebagai berikut :
berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan mempunyai titik leleh 133°C serta titik
didih 300°C. Bahan dasarnya adalah fenilalanin dan tirosin sama seperti asam kafeat,
asam p-kumarat, dan asam ferulat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sinamat).
Dalam biokimia asam sinamat adalah zat perantara dalam jalur skimat dan jalur
fenilpropanoid. Fenilpropanoid merupakan kelas metabolisme tumbuhan yang didasarkan
pada fenilalanin, fenilpropanoid secara luas terdistribusi dalam tumbuhan yang memenuhi
banyak fungsi termasuk mekanisme pertahanan tumbuhan, figmentasi dan sistem
eksternal. Fenilalanin pertama dikonvesi menjadi asam sinamat, asam kafeik, asam
kumarin, asam ferulat dan asam sinafik. Asam sinamat merupakan precursor dari asam-
asam ini, asam sinamat merupakan senyawa induk yang estrenya bersifat lebih mudah
menguap untuk diangkut ke bagian lain secara mudah. Asam sinamat komersial adalah
merupakan suatu senyawa yang berstruktur penilakrilik digunakan dalam mengkonversi
untuk menjadi esternya seperti metil sinamat, etil sinamat, dan benzil sinamat untuk
kegunaan dalam pembuatan parfum dan aroma. Asam sinamat dan derivat-derivatnya
9
termasuk kedalam derivat fungsional ester dan karboksilat yang digunakan sebagai
komponen penting dalam pembuatan aroma, parfum, dan obat-obatan.
Dalam kosmetik asam sinamat digunakan sebagai bahan tabir surya untuk mngurangi
kerusakan kulit dengan menghalangi sinar UV-A, UV-B.
(http://www.chemicalland21.com/lifescience/phar/CINNAMIC ACID.htm).
2.5.2 Asam benzoat
Asam benzenakarboksilat atau asam benzoat C6H5COOH adalah asam aromatik yang
paling sederhana. Zat ini terdapat dalam resin benzoin. Asam benzoat ini telah dipisahkan
oleh Scheele 1755 dari resin benzoin dan lebih lanjut diperiksa oleh Liebig dan Wohler
1832. Zat ini dapat dibuat menurut berbagai cara :
- Secara oksidasi dari turunan benzena yang mempunyai rantai cabang, seperti
toluene, etilbenzena, benzilalkohol, feniletilalkohol, akhirnya terjadi asam
benzoat.
Toluen asam benzoat
Dari benzil alkohol. Benzil alkohol dapat direfluks dengan kalium permanganat
ataupun oksidator lainnya dalam air. Campuran ini kemudian disaring dalam
keadaan panas untuk memisahkan mangan dioksida, dan kemudian didinginkan
untuk mendapatkan asam benzoat.
- Dengan jalan penyabunan benzenakarbonitril.
C6H5C≡N + H2O C6H5CONH2 H
2O
C6H5COOH + NH3
10
Asam benzoat mengkristal sebagai lembaran-lembaran atau jarum-jarum yang mencair
pada suhu 121,4oC. Zat ini sukar melarut dalam air, mudah dalam alcohol dan eter, titik
didih asam benzoate 250oC. Sedangkan tetapan dissosiasi asam benzoat adalah k = 0,6 x
10-4 ; jadi asam ini lebih kuat daripada asam asetat. Asam benzoat antara lain
dipergunakan sebagai bahan pengawet makanan. (Holleman, 1946).
2.6. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah sebuah teknik untuk memisahkan suatu zat yang mudah
menguap dengan cara melewatkan aliran gas pada suatu fase yang tidak bergerak
(stationary phase). Pemisahan ini berdasarkan sifat-sifat penyerapan isi kolom untuk
memisahkan komponen sampel yang berbentuk gas. Isi kolom yang biasa digunakan
untuk keperluan ini adalah silica gel, saringan molekul dan arang. Sampel yang dianalisis
dapat berbentuk gas, cair maupun padat, namun cair dan padat harus terlebih dahulu
diubah menjadi bentuk gas dengan cara pemanasan. (Sudjadi, 1986).
Kromatografi pertama kali digunakan oleh W. Ramsey pada tahun 1905 untuk
memisahkan campuran gas dan campuran uap. Sejumlah percobaan pertama ini
menggunakan penyerapan selektif oleh penyerap padat seperti arang aktif dari penyerap
tersebut. Tahun 1908, Mikhail Semenovic Tsweet, seorang ahli botani bangsa Rusia,
memberikan istilah “kromatografi” ( yang artinya penulisan warna ) pertama kali
terhadap hasil pemisahan yang dilakukan oleh klorofil. Alasan Tsweet memberikan istilah
kromatografi karena dia mendapatkan pita-pita yang berwarna yang terpisah pada kolo
yang diisi adsorben kalsium karbonat. Larutan pengembang yang dipakai oleh Tsweet
pada percobaan adalah petroleum eter.
Selanjutnya percobaan kromatografi Tsweet dilanjutkan oleh C.Dhere pada tahun
1911 dalam usahanya memisahkan zat warna karoten. Usaha ini lebih jauh dilanjutkan di
Amerika oleh L.S. Palmer pada tahun 1914 sehingga dia berhasil dengan baik
memisahkan α, β, dan γ karoten di Universitas Missouri. (Mulja,M., Suharman., 1995).
11
2.6.1. Sistem Peralatan Kromatografi Gas
Diagram skematik peralatan Kromatografi Gas ditunjukkan oleh gabar di bawah
ini dengan komponen utama adalah: kontrol dan penyedia gas pembawa; ruang suntik
sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik; sistem
deteksi dan pencatat (detector dan recorder); serta komputer yang dilengkapi dengan
perangkat pengolah data
Gambar. Skematis Alat Kromatografi Gas
(Mc.Nair, Bonelli, 1988)
A. Gas Pembawa
Fase gerak pada Kromatografi Gas juga disebut dengan gas pembawa karena
tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak
berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/kering
Gerbang suntikPerekam
Pengendali
aliran
Tangki gas pembawa
KolomDetektor
Kromatogram
12
karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor; dan dapat disimpan dalam
tangki tekanan tinggi. (Abdul, R., 2007).
Faktor yang menyebabkan suatu senyawa dapat bergerak melalui kolom
Kromatografi Gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas
melalui kolom. Aliran gas dipaparkan dengan dua peubah, aliran yang diukur dengan
ml/menit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom, sifat gas yang pasti,
biasanya merupakan hal sekunder yang ditinjau dari segi pemisahannya, tetapi mungkin
ada pengaruh kecil pada daya pisah. Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu
bergantung pada detektor yang dipakai: hantar bahang, ionisasi nyala, tangkap elektron,
atau khas tehadap unsur. Walaupun agak kurang baik biasanya dipakai helium. Sebuah
Kromatografi Gas biasanya dipasang dengan suatu gas pembawa, detektor pengionan
tertentu memerlukan argon, gas yang sangat besar kerapatannya dan alirannya lebih
lambat (penurunan tekanan lebih besar) biasanya nitrogen dipakai dengan detektor
ionisasi nyala walaupun gas lain memang dapat dipakai. (Roy J. Gritter., 1991).
B. Sistem injeksi
Komponen Kromatografi Gas yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau
inlet. Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran gas
pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik pengantar sampel telah tersedia.
Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis (yang dapat
menyesuaikan jumlah sampel).
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui
gerbang suntik yang biasanya berupa lubangyang ditutupi dengan septum atau pemisah
karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya10-
15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap
segera setelah sampel disuntikkan. Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat
sedikit bahkan sampai 0,01 μl, karenanya berbeda dengan kolom kemas yang
memerlukan 1-100 μl sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika
sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara
13
untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan
adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikkan (split injection). (Abdul,R.,
2007).
C. Kolom
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, yang diletakkan dalam oven
bertemperatur konstan. Ini adalah jantung instrumentasi tersebut, tempat dimana
kromatografi dasar berlangsung. Kolom-kolom memiliki variasi dalam hal ukuran dan
bahan isian. Ukuran yang umum adalah sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 1/4 inci,
terbuat dari tabung tembaga atau baja tahan karat; untuk menghemat ruang, bisa dibentuk
U agar gulungan spiral. Tabung itu diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas
permukaan besar yang relatif inert. Namun padatan itu sebenarnya hanya sebuah
penyangga mekanik untuk cairan, sebelum diisi kedalam kolom, padatan tersebut
diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner
sesungguhnya. Cairan ini harus stabil dan nonvolatile pada temperature kolom, dan harus
sesuai dengan temperatur tertentu.
D. Detektor
Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka
elusi zat terlarut dari kolom yang direkam secara elektrik. Laju aliran gas pe,bawa adalah
hal yang penting, dan biasanya pengukur aliran untuk itu tersedia. Mungkin ada kutup
pengatur lain pada ujung keluaran sisitem, walaupun secara normal gas-gas yang muncul
dialirkan keluar pada tekanan atmosfer. Karena pekerjaan laboratorium secara terus
menerus terpapar oleh uap senyawa-senyawa yang terkromatografi yang mungkin tak
baik waluapun kadarnya biasanya kecil, maka ventilasi pada keluaran instrument harus
diperhatikan. Ketentuan bisa dibuat untuk menjebak zat terlarut yang dipisahkan setelah
muncul dari kolom jika hal ini dibutuhkan untuk penyelidikan lebih lanjut. (Underwood,
1999).
14
2.6.2. Pemakaian Kromatografi Gas
Dalam Kromatografi Gas untuk mengikuti reaksi, senyawa dilewatkan melalui
zona reaksi dalam sistem tertutup antara tempat injeksi sampel dengan detektor. Reaksi
berlangsung setelah melalui tempat injeksi sampel. Reaksi seharusnya berlangsung
seketika dan hasil reaksi mempunyai waktu retensi normal, yaitu 8-10 detik.
Pengambilan suatu komponen senyawa dengan gugus tertentu juga dapat dilakukan
dengan membubuhkan dalam kolom kromatografi, suatu reagen yang relatif untuk
menahan komponen tersebut. Untuk perbandingan dua kolom dengan instrumen pencatat
dapat dimanfaatkan. Senyawa dapat diubah menjadi bentuk lain dengan beda waktu
retensi, misalnya dengan melewatkan H2O pada CaC2 dapat terbentuk CH≡CH asetilena.
(Khopkar, 2003).
Kromatografi Gas sebagai instrumen untuk analisis fisiko-kimia menduduki posisi
yang sangat penting dan banyak dipakai, apa sebabnya :
1. Aliran fase mobil (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.
2. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel ke dalam aliran fase mobil.
3. Pemisahan fisik terjadi di dalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang, dan
temperaturnya dapat diatur.
4. Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas (saat ini
dikenal 13 macam detektor) dan tanggap detektor adalah proporsioanal dengan jumlah
tiap komponen yang keluar dari kolom.
5. Kromatgrafi gas sangat mudah digabung dengan instrumen fisio-kimia yang lainnya,
contoh: FT-IR/MS.
Kelima hal tersebut di atas telah melebarkan wawasan atau jangkauan pemakaian
Kromatografi gas yang sampai saat ini dikenal secara luas dan sangat banyak dibutuhkan
dalam analisis fisio-kimia.(Mulja, M., Suharman., 1995).
15
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel dibawah ini (Tabel 3.1)
Tabel 3.1. Bahan-bahan Penelitian
Nama Bahan Spesifikasi Merek
Asam Sinamat p.a p.a. Merck
Asam Benzoat - p.a. Merck
Kemenyan Kualitas 1 dan 5 -
Metanol p.a p.a. Merck
BF3 metanol 20% - -
n-hexan p.a p.a. Merck
NaCl jenuh p.a p.a. Merck
3.2. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada table dibawah ini
(Tabel 3.2)
Tabel 3.2. Alat-alat Penelitian
Nama Alat Spesifikasi Merek
Kromatografi Gas HP-6890 Hewlett Packarl
Labu laboran 100 ml
Pipet volumetri - Pyrex
Neraca analitis Mettler
16
Water Bath - Yamato
Corong Pisah Pyrex
Labu Takar 5 ml Pyrex
Alu dan Lumpang - -
3.3. Pembuatan pereaksi
3.3.1. Pembuatan larutan NaCl jenuh
1. Diukur 100 ml air
2. Dimasukkan ke dalam beaker glass
3. Dilarutkan sedikit demi sedikit NaCl sampai jenuh
4. Disaring, lalu diperoleh larutan NaCl jenuh (35,9 g/100 ml)
3.3.2. Pembuatan larutan standar asam sinamat
1. Ditimbang 0,2523 gram Asam Sinamat dalam labu laboran 100 ml, kemudian
ditambahkan 5 ml BF3 metanol
2. Dipanaskan 15 menit diatas water bath lalu didinginkan
3. Ditambahkan 50 ml n-Hexan dengan pipet volumetri dan 5 ml NaCl jenuh
4. Dimasukkan kedalam corong pisah, lalu dikocok
5. Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan, lalu lapisan bawah dibuang
6. Didapatkan volume lapisan atas yang mengandung n-hexan dan ester sebanyak 50
ml dengan konsentrasi 0,005046 gram/ml (5,0460 mg/ml)
7. Dipipet dari larutan di atas masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, kedalam
labu takar 5 ml
8. Ditambahkan n-Hexan sampai garis tanda
9. Diperoleh konsentrasi dari masing-masing labu takar : 1. 1,0092 mg/ml
17
2. 2,0184 mg/ml
3. 3,0276 mg/ml
4. 4,0368 mg/ml
5. 5,0460 mg/ml
3.3.3. Pembuatan larutan standar asam benzoat
1. Ditimbang 0,0251 gram Asam Benzot dalam labu laboran 100 ml, kemudian
ditambahkan 5 ml BF3 metanol
2. Dipanaskan 15 menit diatas water bath lalu didinginkan
3. Ditambahkan 50 ml n-Hexan dengan pipet volumetri dan 5 ml NaCl jenuh
4. Dimasukkan kedalam corong pisah, lalu dikocok
5. Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan, lalu lapisan bawah dibuang
6. Didapatkan volume lapisan atas yang mengandung n-hexan dan ester sebanyak 50
ml dengan konsentrasi 0,0005020 gram/ml (0,5020 mg/ml)
7. Dipipet dari larutan di atas masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, kedalam
labu takar 5 ml
8. Ditambahkan n-Hexan sampai garis tanda
9. Diperoleh konsentrasi dari masing-masing labu takar : 1. 0,1004 mg/ml
2. 0,2008 mg/ml
3. 0,3012 mg/ml
4. 0,4016 mg/ml
5. 0,5020 mg/ml
3.4. Prosedur percobaan
3.4.1. Pembuatan kurva kalibrasi asam sinamat
18
1. Disuntikkan 1 μl larutan asam sinamat yang masing-masing memiliki konsentrasi:
1,0092 mg/ml ; 2,0184 mg/ml ; 3,0276 mg/ml ; 4,0368 mg/ml ; 5,0460 mg/ml, ke
dalam Kromatografi Gas dengan kondisi sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
b. Temperatur kolom : 190oC
c. Temperatur detector : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4ml/menit
e. Kolom : DB-225
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 3.484 menit
2. Dibaca area (luas puncak) dari spektrum Kromatografi Gas dari asam sinamat
pada masing-masing konsentrasi
3. Dibuat kurva kalibrasi dari konsentrasi asam sinamat vs area (luas puncak)
3.4.2. Pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat
1. Disuntikkan 1 μl larutan asam benzoat yang masing-masing memiliki konsentrasi:
0,1004 mg/ml ; 0,2008 mg/ml ; 0,3012 mg/ml ; 0,4016 mg/ml ; 0,5020 mg/ml, ke
dalam Kromatografi Gas dengan kondisi sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
b. Temperatur kolom : 190oC
c. Temperatur detector : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4ml/menit
e. Kolom : DB-225
19
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 1.805 menit
2. Dibaca area (luas puncak) dari spektrum Kromatografi Gas dari asam benzoat
pada masing-masing konsentrasi
3. Dibuat kurva kalibrasi dari konsentrasi asam benzoat vs area (luas puncak)
3.4.3. Preparasi sampel kemenyan kualitas I dan V
1. Ditumbuk kemenyan sampai halus dengan alu dalam lumpang, lalu diayak
2. Ditimbang kemenyan kualitas I sebanyak 0,0533 gram, kualitas V sebanyak
0,0556 gram dalam maing-masing labu laboran 100 ml
3. Ditambahkan 2 ml BF3 metanol, kemudian dipanaskan 15 menit diatas water bath
4. Didinginkan
5. Ditambahkan 5 ml n-Hexan dengan pipet volumetric dan 2 ml NaCl jenuh
6. Dimasukkan kedalam corong pisah, lalu dikocok
7. Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan, lalu lapisan bawah dibuang
8. Kemudian lapisan atas digunakan untuk pengukuran Kromatografi Gas
3.4.4. Pengukuran kadar asam sinamat dan asam benzoat dalam kemenyan
kualitas I dan V
a. Pengukuran asam sinamat
1. Diambil 1 μl larutan dari lapisan atas dengan syringe, lalu
2. Disuntikkan ke dalam Kromatografi Gas dengan kondisi sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
20
b. Temperatur kolom : 190oC
c. Temperatur detector : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4ml/menit
e. Kolom : DB-225
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 3.484 menit
3. Dibaca luas area (luas puncak) dari spektrum Kromatografi Gas untuk masing-
masing kemenyan kualitas I dan V
4. Dihitung kadar asam sinamat dengan menggunakan persamaan regresi
b. Pengukuran asam benzoat
1. Diambil 1 μl larutan dari lapisan atas dengan syringe, lalu
2. Disuntikkan ke dalam Kromatografi Gas dengan kondisi sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
b. Temperatur kolom : 190oC
c. Temperatur detector : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4ml/menit
e. Kolom : DB-225
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 1.805 menit
21
5. Dibaca luas area (luas puncak) dari spektrum Kromatografi Gas untuk masing-
masing kemenyan kualitas I dan V
6. Dihitung kadar asam benzoat dengan menggunakan persamaan regresi
3.5. Bagan Penelitian
3.5.1. Pembuatan kurva kalibrasi asam sinamat
dibaca area (luas puncak) dari spektrum Kromatografi
Gas dari asam sinamat pada masing-masing konsentrasi
Labu takar V
(5,0460mg/ml)
Labu takar I
(1,0092mg/ml)
Labu takar II
(2,0184mg/ml)
Labu takar III
(3,0276mg/ml)
Labu takar IV
(4,0368mg/ml)
Kurva kalibrasi asam sinamat
disuntikkan 1 μl larutan dari masing-masing labu takar ke
dalam Kromatografi Gas dengan kondisi sebagai berikut :
Temperatur injeksi : 220oC
Temperatur kolom : 190oC
Temperatur detector : 230oC
Gas pembawa : He, 4ml/menit
Kolom : DB-225
Volume injeksi : 1 μl
Waktu retensi : 3.484 menit
dibuat kurva kalibrasi dari konsentrasi asam sinamat vs
area (luas puncak)
22
3.5.2. Pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat
Labu takar I
(0,1004mg/ml)
Labu takar II
(0,2008mg/ml)
Labu takar III
(0,3012mg/ml)
Labu takar IV
(0,4016mg/ml)
Labu takar V
(0,5020mg/ml)
Kurva kalibrasi asam benzoat
23
disuntikkan 1 μl larutan dari masing-masing labu
takar ke dalam Kromatografi Gas dengan kondisi
sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
b. Temperatur kolom : 190oC
c. Temperatur detector : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4ml/menit
e. Kolom : DB-225
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 1.805 menit
dibaca area (luas puncak) dari spektrum
Kromatografi Gas dari asam benzoat pada masing-
masing konsentrasi
dibuat kurva kalibrasi dari konsentrasi asam benzoat
vs area (luas puncak)
3.5.3.Preparasi sampel kemenyan kualitas I dan V
dihaluskan dengan alu dalam lumpang
diayak
ditimbang sebanyak 0,0533 g dalam labu laboran 100ml
ditambahkan 2 ml BF3 metanol
dipanaskan 15 menit diatas water bath
didinginkan
ditambahkan 5 ml n-Hexan
ditambahkan 2 ml NaCl jenuh
dimasukkan kedalam corong pisah, lalu dikocok
didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
Kemenyan I
Lapisan atas Lapisan bawah
Dilakukan percobaan yang sama untuk kemenyan kualitas V
24
didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
3.4.5. Pengukuran kadar asam sinamat dan asam benzoat dalam kemenyan
kualitas I dan V
25
a. Pengukuran asam sinamat
b. Pengukuran asam benzoat
disuntikkan ke dalam Kromatografi Gas dengan kondisi
sebagai berikut :
Temperatur injeksi : 220oC
Temperatur kolom : 190oC
Temperatur detektor : 230oC
Gas pembawa : He, 4 ml/ menit
Kolom : DB-225
Volume injeksi : 1 μl
Waktu retensi : 3.484 menit
dibaca luas area (luas puncak) dari spektrum
Kromatografi Gas untuk masing-masing kemenyan
kualitas I dan V
dihitung kadar asam sinamat dengan menggunakan
persamaan regresi
1μl larutan dari
lapisan atas
Kadar asam sinamat
disuntikkan ke dalam Kromatografi Gas dengan kondisi
sebagai berikut :
Temperatur injeksi : 220oC
Temperatur kolom : 190oC
Temperatur detektor : 230oC
Gas pembawa : He, 4 ml/ menit
Kolom : DB-225
Volume injeksi : 1 μl
Waktu retensi : 1.805 menit
dibaca luas area (luas puncak) dari spektrum
Kromatografi Gas untuk masing-masing kemenyan
kualitas I dan V
dihitung kadar asam benzoat dengan menggunakan
persamaan regresi
1μl larutan dari
lapisan atas
Kadar asam benzoat
26
c. Pengukuran asam benzoate
disuntikkan ke dalam Kromatografi Gas dengan
kondisi sebagai berikut :
a. Temperatur injeksi : 220oC
b. Temperatur kolom : 190oC
1μl larutan dari
lapisan atas
27
c. Temperatur detektor : 230oC
d. Gas pembawa : He, 4 ml/ menit
e. Kolom : DB-225
f. Volume injeksi : 1 μl
g. Waktu retensi : 1.805 menit
dibaca luas area (luas puncak) dari spektrum
Kromatografi Gas untuk masing-masing
kemenyan kualitas I dan V
dihitung kadar asam benzoat dengan
menggunakan persamaan regresi
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bonor, S. 1999. Data Spektroskopi Derivat Flavanoid Hasil Ekstraksi Akar Kemenyan
Sumatera. Laporan Penelitian. Medan: FMIPA-IKIP.
Kadar asam benzoat
28
Holleman, L.W.J. 1946. Kimia Organik. Jakarta : Groningen.
http://bataviase.co.id/detailberita-10527868.html . Diakses tanggal 2 Maret 2010.
http://www.imrannapitupulu.com/tanaman-kemenyan-sangat-potensial-untuk-
dikembangkan.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2009.
(http://wapedia.mobi/id/Asam_sinamat ). Diakses tanggal 7 Oktober 2010
( http://www.chemicalland21.com/lifescience/phar/CINNAMICACID.htm ) . Diakses
tanggal 7 Oktober 2010.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Kiajar, R. 2009. Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengolahan Hutan
Kemenyan. Laporan Hasil Penelitian. Medan: Fakultas Pertanian Univesitas
Sumatera Utara.
Mc.Nair. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Bandung : Penerbit Institut Teknologi
Bandung.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.
Siahaan, N. 1993. Pemanfaatan Asam Sinamat yang Berasal dari Kemenyan Sumatera
(styrax benzoin) Sebagai Sumber Pembuatan Ester n-propil dan Etil Sinamat.
Medan: Skripsi Jurusan Kimia FMIPA-USU.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga.
29