skripsi kendali mutu
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN KENDALI MUTU TERPADU PADA
BAGIAN PROSES PRODUKSI PT. SUYUTI SIDO MAJU
KLATEN
Skripsi
Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nama : Yanta Sutapa
NIM : 5201401012
Prodi : Pendidikan Teknik Mesin S1
Jurusan : Teknik Mesin
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi. 2006. Pelaksanaan kendali mutu terpadu pada bagian proses
produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
Telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian pada :
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris Drs. Pramono Drs. Supraptono, M.Pd. NIP. 131474226 NIP. 131125645
Pembimbing I Penguji I
Drs. Murdani, M.Pd. Drs. Sunyoto, Msi NIP. 131894848 NIP. 131931835
Pembimbing II Penguji II
Drs. Supraptono, M.Pd. Drs. Murdani, M.Pd. NIP. 131125645 NIP. 131894848
Penguji III Drs. Supraptono, M.Pd. NIP. 131125645
Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik
Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
• Guru yang baik selalu menjadi murid yang baik.
• Kemandirian dimulai dengan bergantung pada diri sendiri.
• Tidak ada jaminan untuk mencapai suatu tujuan pada suatu waktu, namun ada
jaminan untuk tidak pernah sampai pada tujuan yang tidak ditetapkan.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Ibu dan Bapak di kampung halaman.
2. Mas Jaka dan Mbak Santi.
3. Mas Topo dan Mbak Indri.
4. Keluarga besar AL-IHSAN dan MP.
iv
ABSTRAK
Yanta Sutapa. 2006. Pelaksanaan kendali mutu terpadu pada bagian produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten. Skripsi. Pendidikan Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Mutu atau kualitas merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi pelanggan dalam memilih jasa atau produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka perusahaan perlu dan harus melaksanakan kendali mutu untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk atau jasa yang dihasilkan agar pelanggan mendapat kepuasan dan tetap loyal untuk membeli produk yang dihasilkan, sehingga kesehatan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup bisnis perusahaan akan tetap terjaga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi pelaksanaan kendali mutu pada bagian produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten berserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Variabel penelitian ini adalah kondisi pelaksanaan kendali mutu pada bagian produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten yang terbagi menjadi empat tahapan, antara lain tahap peleburan, tahap pengecoran, tahap pembersihan dan perlakuan panas dan tahap pengerjaan akhir. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dengan proses reduksi data, sajian data dan verifikasi data dengan pendekatan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian yang dapat disimpulkan setelah melaksananakan penelitian adalah kondisi pengendalian mutu PT. Suyuti Sido Maju Klaten terkendali (80 % proses produksi terkendali). Dua tahapan dalam kondisi terkendali yaitu tahap peleburan (81 % terkendali) dan tahap pengerjaan akhir (91 % terkendali). Dua tahapan dalam kondisi cukup terkendali yaitu tahap pengecoran (75 % cukup terkendali) dan tahap pembersihan dan perlakuan panas (73 % cukup terkendali). Faktor pendukung kendali mutu antara lain penggunaan dapur listrik, inti dari pasir resin, bahan pola dari aluminium, penggunaan mesin pembersih coran, mesin bubut otomatis, mesin bor berporos majemuk dan memiliki tiga tenaga ahli. Faktor penghambat kendali mutu antara lain bahan baku berkualitas rendah, tidak diseleksi dan tidak dibersihkan, tidak memiliki alat pengukur suhu cairan dan laboratorium pengujian, pengolahan pasir cetak kurang sesuai standar, dapur perlakuan panas berbahan bakar minyak, pencampuran coran saat dibersihkan dan mesin kurang terawat.
Saran untuk memperbaiki tahapan yang belum terkendali adalah sebaiknya perusahaan memperbaiki faktor-faktor penghambat kendali mutu dengan menerapkan standar keja yang benar dan menyempurnakan menejemen produksi agar siklus PDCA dan primsip kerja 5R dapat berjalan dengan lancar.
v
KATA PENGANTAR
Segala puja daan puji hanyalah milik Allah SWT yang telah melimpahkan
taufik dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta tak
lupa sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad saw.
Skripsi ini diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata S1 untuk
mencapai gelar Sarjana Pendidikan di jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak serta kerja
sama yang baik antara Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang
dengan PT. Suyuti Sido Maju Klaten, oleh sebab itu melalui kesempatan ini
penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Soesanto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
2. Bapak Drs. Pramono, Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang.
3. Bapak Drs. Murdani, M.Pd. dan Drs. Supraptono, M.Pd., Dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sunyoto, M.Si., Penguji skripsi ini.
5. Bapak Santoso Budi Raharjo, Pimpinan PT. Suyuti Sido Maju Klaten yang
telah memberikan kesempatan kepada penyusun untuk melaksanakan
penelitian dalam rangka menyusun skripsi ini.
vi
6. Bapak Yusuf Umardani, ST. MT., Bapak Sugeng Riadi, ST. dan Bapak
I Made Aminda D, Amd. yang telah memberikan pengarahan selama
penelitian dalam rangka menyusun skripsi ini.
7. Seluruh karyawan PT. Suyuti Sido Maju Klaten yang telah memberikan
masukan selama penelitian.
8. Semua pihak yang telah membatu selama penyusunan skripsi ini.
Semoga bantuan menjadi amal baik dan mendapat pahala dari Allah
SWT. Serta dengan rendah hati penyusun menyadari sepenuhnya bahwa skripsi
ini belum sepenuhnya sempurna, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan
saran dan kritik dari semua pihak demi sempurnanya skripsi ini, namun demikian
semoga skripsi ini bermanfaat adanya.
Semarang, januari 2006
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .........................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1
B. Penegasan Istilah .............................................................................4
C. Rumusan Masalah............................................................................5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................5
E. Manfaat Penelitian ..........................................................................5
F. Sistematika Skripsi ..........................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................8
A. Pengedalian Mutu Terpadu..............................................................8
1. Pengertian pengendalian mutu terpadu .......................................8
2. Dasar kendali mutu terpadu ........................................................10
3. Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action Cycle) ............................11
B. Pengendalian Teknik........................................................................14
viii
1. Proses peleburan..........................................................................15
2. Proses pengecoran.......................................................................17
3. Proses pembersihan dan perlakuan panas ...................................19
4. Proses pengerjaan akhir...............................................................21
C. Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagam).......................................23
D. Kerangka Berpikir............................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................27
A. Pendekatan Penelitian .....................................................................27
B. Objek dan Subjek Penelitian ...........................................................27
C. Variabel Penelitian ..........................................................................27
D. Metode Pengumpulan Data..............................................................29
E. Instrumen Penelitian ........................................................................31
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen................................................32
G. Teknik Analisis Data .......................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................38
A. Hasil Penelitian ................................................................................38
B. Pembahasan .....................................................................................43
BAB V PENUTUP..............................................................................................53
A. Kesimpulan .....................................................................................53
B. Saran ...............................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................56
LAMPIRAN .........................................................................................................57
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus PDCA ......................................................................................12
Gambar 2. Hubungan antara pengendalian dan perbaikan pada siklus PDCA....12
Gambar 3. Proses produksi pengecoran besi cor .................................................14
Gambar 4. Dapur induksi frekuensi rendah .........................................................17
Gambar 5. Diagram tulang ikan (fishbone diagam).............................................23
Gambar 6. Dapur listrik induksi frekuensi rendah berkapasitas 1 ton .................77
Gambar 7. Inti cetakan yang terbuat dari pasir resin ...........................................77
Gambar 8. Pola yang terbuat dari bahan aluminium............................................77
Gambar 9. Mesin pembersih coran (shoot blast) berkapasitas 0,5 ton ................78
Gambar 10. Mesin pembersih coran berkapasitas 1 ton .......................................78
Gambar 11. Mesin bubut turet otomatis................................................................78
Gambar 12. Mesin bor otomatis berporos majemuk.............................................79
Gambar 13. Penerimaan bahan baku.....................................................................79
Gambar 14. Mesin pengaduk pasir cetak ..............................................................79
Gambar 15. Penuangan cairan ke dalam cetakan..................................................80
Gambar 16. Mesin pengayak pasir cetak ..............................................................80
Gambar 17. Tabung untuk perlakuan panas..........................................................80
Gambar 18. Proses pembersihan coran .................................................................81
Gambar 19. Mesin bubut yang digunakan untuk pekerjaan manual.....................81
Gambar 20. Pemasangan benda kerja dengan penyenter manual .........................81
Gambar 21. Macam-macam cacat coran hasil observasi ......................................82
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Penelitian ..........................................28
Tabel 2. Standar Kondisi Tahapan Proses...........................................................35
Tabel 3. Standar Kondisi Proses .........................................................................36
Tabel 4. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Peleburan .............................38
Tabel 5. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap pengecoran...........................39
Tabel 6. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Pembersihan dan
Perlakuan Panas....................................................................................39
Tabel 7. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Pengerjaan Akhir .................40
Tabel 8. Kondisi Pengendalian Mutu pada Proses Produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten .........................................................................................40
Tabel 9. Data Pengamatan Tahap Peleburan.......................................................72
Tabel 10. Data Pengamatan Tahap Pengecoran....................................................72
Tabel 11. Data Pengamatan Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas................73
Tabel 12. Data Pengamatan Tahap Pengerja Akhir ..............................................73
Tabel 13. Kontingensi Pengamatan Pengamat I, II dan III ...................................74
Tabel 14. Nilai Tahap Peleburan...........................................................................75
Tabel 15. Nilai Tahap Pengecoran........................................................................75
Tabel 16. Nilai Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas....................................76
Tabel 17. Nilai Tahap Pengerjaan Akhir...............................................................76
Tabel 18. Nilai Seluruh Tahapan ..........................................................................76
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian ........................................................................57
Lampiran 2. Data Gabungan Pengamat I, II dan III.............................................72
Lampiran 3. Kontigensi Pengamatan Pengamat I, II dan III................................74
Lampiran 4. Nilai Hasil Penelitian.......................................................................75
Lampiran 5. Gambar Hasil Observasi..................................................................77
Lampiran 6. Rekomendasi Akedemisi .................................................................85
Lampiran 7. Rekomendasi Praktisi ......................................................................86
Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian ...................................................87
Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian. ...........................................................88
Lampiran10. Surat Tugas Dosen Pembimbing Skripsi .........................................89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Faktor utama yang paling berpengaruh pada loyalitas pelanggan dalam
memilih penawaran suatu produk dari sebuah perusahaan adalah kualitas atau
mutu produk. Kualitas sebuah produk merupakan salah satu kekuatan terpenting
yang menentukan keberhasilan dan perkembangan suatu perusahaan. Secara
empiris pengendalian mutu yang dilaksanakan perusahaan tidak semuanya dalam
kondisi terkendali, sehingga kualitas produk yang dihasilkan dari proses produksi
masih belum sesuai dengan rencana.
Kualitas produk merupakan segala sesuatu yang diinginkan dan
dikehendaki oleh pelanggan, maka produk atau jasa yang dihasilkan harus murah,
namun kualitasnya bagus, sehingga pelanggan puas dan tetap loyal terhadap
produk atau jasa yang dihasilkan serta perusahaan tetap mendapat keuntungan.
Berangkat dari hal tersebut, maka produk atau jasa yang dihasilkan harus selalu
dikendalikan sehingga selalu sesuai dengan permintaan pelanggan.
Kendali mutu berfungsi untuk menjaga agar suatu sistem tetap efektif
dalam memadukan pengembangan mutu, memelihara mutu dan memperbaiki
mutu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga kerekayasaan,
produksi dan pemasaran dapat berada pada tingkat yang paling ekonomis, dengan
demikian pelanggan selalu mendapat kepuasan.
2
Program pengendalian mutu terpadu digunakan untuk memberikan
kontribusi yang mendasar pada pembentukan mutu produk atau jasa yang
berorientasi pada kepuasan pelangggan, karena mutu merupakan sendi terpenting
yang menentukan keberhasilan atau kegagalan bisnis perusahan yang pada masa
sekarang ini berorientasi pada prestasi mutu.
Kegiatan utama dari sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
industri adalah proses produksi. Proses produksi merupakan suatu kegiatan
penyediaan suatu produk yang bermutu yang dirancang, dibuat dan dipasarkan
dengan biaya yang seekonomis mungkin agar pelanggan mendapat kepuasan.
Proses produksi merupakan kegiatan utama yang menjadi tulang punggung
perusahaan, maka perusahaan harus melakukan penggendalian mutu secara
terpadu agar produk yang dihasilkan mutunya selalu terjaga sesuai dengan
keinginan pelanngan.
Pencapaian dan pemeliharaan tingkat kepuasaan pelanggan terhadap
mutu produk merupakan faktor yang menentukan kesehatan, pertumbuhan dan
kelangsungan bisnis perusahaan, dengan demikian mutu menjadi pedoman yang
utama dalam pengembangan dari implementasi program-program menejerial dan
kerekayasaan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha.
Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin ketat, maka
perusaahan perlu menyusun strategi yang jitu dalam melaksanakan pengendalian
mutu terpadu dalam memproduksi produk atau jasa yang berkualitas untuk
memenangkan persaingan, selain itu penerapan iptek dan teknologi yang semakin
canggih juga mendorong meningkatnya kualitas suatu produk, hal ini juga tidak
3
bisa lepas dari pengaruh sumber daya manusia yang handal dan keadaan eksternal
perusahaan, misalnya kenaikan harga bahan baku, berkurangnya pesanan produk,
mahalnya mesin produksi yang canggih dan rumitnya produk pesanan. Peralatan
yang canggih dan pabrik yang lengkap belum tentu menjamin sistem kendali mutu
yang terpadu yang dapat menghalsilkan produk yang berkualitas bagus.
PT. Suyuti Sido Maju Klaten merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang pengecoran logam (foundry) dan permesinan (machinery). Perusahaan ini
berdiri tahun 1984 dengan akte pendirian notaris No 862/DAL/LD/II/VII/84
dengan direktur utama Santoso Budi Raharjo, SE. Produk yang telah dihasilkan
merupakan pesanan industri besar baik skala nasional maupun internasional.
Berkaitan dengan usaha meningkatkan mutu produk, PT. Suyuti Sido
Maju mengganti beberapa alat dan mesin serta menambahan tenaga ahli. Langkah
tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu produk dan diharapkan dapat
mengatasi kendala produktivitas produksi, sehingga diharapkan diperoleh
peningkatan produktivitas produksi. Peningkatan produktivitas produksi diukur
dengan penurunan penolakan produk oleh pelanggan, lebih sedikit produk yang
rusak dan lebih sedikit pengerjaan ulang atau perbaikan produk. Namun dari
langkah yang diambil tersebu ternyata target peningkatan produktivitas produksi
belum tercapai. Hal tersebut ditunjukan oleh jumlah cacat coran yang masih di
luar rencana, sehingga efisiensi produksi kurang efektif. Penelitian ini dilakukan
untuk mendapatkan informasi tebaru tentang proses pelaksanaan kendali mutu,
mengungkap kendala dan hambatan yang dihadapi pada proses produksi secara
teoritis serta mencoba mencari solusi dari permasalahan yang ada.
4
B. Penegasan Istilah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka untuk menyamakan presepsi dan pengertian terhadap istilah
yang dimaksud dalam penelitian ini diberikan batasan pengertian dan maksud
yang terdapat pada skripsi ini adalah:
1. Pelaksanaan kendali mutu terpadu
Pelaksanaan kendali mutu terpadu adalah suatu sistem yang efektif untuk
mendukung pengembagan mutu, pemeliharaan mutu dan upaya perbaikan
mutu agar pelanggan mendapat kepuasan penuh, yang diterapkan pada bagian
produsi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
2. Bagian Proses Produksi
Bagian Proses Produksi adalah suatu unit atau departemen dari suatu
perusahan yang merupakan tempat atau bagian untuk memproduksi semua
produk atau barang yang dihasilkan oleh PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
3. PT. Suyuti Sido Maju Klaten
PT. Suyuti Sido Maju Klaten adalah nama parusahan cor besi dan baja yang
menjadi objek penelitian, yang berlokasi di Jl. Ngawonggo No. 001.
Ngawonggo, Ceper, Klaten.
Maksud dari pelaksanaan kendali mutu terpadu pada bagian proses
produsi PT. Suyuti Sido Maju Klaten adalah suatu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pelaksanan pengedalian mutu terpadu yang diterapkan pada
bagian proses produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diangkat
adalah:
1. Pelaksanaan kendali mutu terpadu pada proses produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten.
2. Faktor-faktor pendukung kendali mutu terpadu pada proses produksi PT.
Suyuti Sido Maju Klaten.
3. Faktor-faktor penghambat kendali mutu terpadu pada proses produksi PT.
Suyuti Sido Maju Klaten.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahi pelaksanaan kendali mutu terpadu pada bagian proses produksi
PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
2. Mengetahi faktor-faktor pendukung pelaksanaan kendali mutu terpadu pada
bagian proses produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
3. Mengetahi faktor-faktor penghambat pelaksanaan kendali mutu terpadu pada
bagian proses produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
E. Manfaat Penelitian
Berangkat dari tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah :
6
1. Hasil penelitiaan diharapkan dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan
yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kendali mutu terpadu pada
perusahan sehingga mampu bertahan dan bersaing dalam bisnis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada PT.
Suyuti Sido Maju Klaten, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
kebijakan pada pelaksanaan kendali mutu terpadu pada bagian produksi.
F. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi disusun dalam tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan,
bagian isi dan bagian akhir.
Bagian pendahuluan berisi tentang judul skripsi, abstrak, pengesahan,
motto dan persembahan, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, daftar lampiran dan
kata pengantar.
Bagian isi terdiri dari Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sitematika skripsi. Bab II Landasan teori yang berisi tentang
pengendalian mutu terpadu, pengendalian teknik dan kerangka berfikir. Bab III
Metode penelitian yang berisi tentang metode pendekatan penelitian, objek dan
subjek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan
reabilitas instrumen dan teknik analisis data. Bab IV Hasil penelitian dan
pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan penjelasan masalah dan
pembahasannya. Bab V Penutup yang berisi simpulan hasil penelitian dan saran
7
yang merupakan perbaikan dan masukan penelitian yang berkaitan dengan
penelitian.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
mendukung dalam pembahasan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengendalian Mutu Terpadu
1. Pengertian Pengendalian Mutu Terpadu
Menurut Ahyari (1980: 318), secara umum mutu atau kualitas adalah jumlah
dari sifat-sifat produk, seperti daya tahan, kenyamanan pemakaian, daya guna dan
lain sebagainya. Mutu atau kualitas selalu diidentikkan dan dihubungkan dengan
kegunaan khusus, seperti panjang, lebar, warna, berat dan karakter produk
lainnya. Menurut Hardjosoedharmo (1996: 7), mutu adalah karakteristik produk
atau jasa yang ditentukan oleh pelanggan, yang diperoleh melalui pengukuran
proses serta perbaikan yang berkelanjutan. Chatab (1996: 5), menambahkan mutu
produk merupakan gambaran dan karakteristik tersebut ditentukan sendiri oleh
pelanggan.
Menurut Ahyari (1984: 318), dalam kaitanya dengan mutu atau kualitas
produk mengatakan bahwa, pengendalian adalah segala aktivitas untuk menjaga
dan mengarahkan agar mutu atau kualitas produk dapat dipertahankan sebagai
mana yang telah direncanakan. Menurut Ravianto (1985: 40), pengendalian adalah
keseluruhan usaha untuk menjamin dipenuhinya persyaratan kualitas, karena
persyaratan kualitas dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan, maka pengendalian
mutu adalah usaha untuk memuaskan pelanggan.
Mutu bukan merupakan suatu hal yang bersifat kebetulan atau tiba-tiba
tetapi merupakan hasil perencanaan yang terencana dan sistematis jauh sebelum
8
9
produk tersebut dibuat. Menurut Ravianto (1985: 35), berkaitan dengan sisten
mutu perusahan mengatakan bahwa sebuah organisasi perusahaan merupakan
sistem sosioteknik, yang terdiri dari satuan-satuan kelompok kerja yang besar
(devisi). Satuan besar terdiri dari satuan-satuan yang lebih kecil (bagian), masing-
masing terdiri dari satuan-satuan kerja yang lebih kecil lagi (sub bagian) dan
seterusnya sampai satuan terkecil dari sejumlah tenaga kerja, pada masing-masing
tingkat sistem ini terjadi interaksi antar koponen atau sub system, antara sistem
terdapat hubungan yang saling tergantung serta saling mempengaruhi, sedang
pengendalian mutu terpadu adalah kegiatan yang melibatkan seluruh sistem yang
ada, yaitu seluruh lapisan karyawan untuk mendapatkan segala usaha untuk
meningkatkan, melestarikan dan mengembangkan kualitas serta layanan pada
tingkat yang paling ekonomis. Menurut Feigenbaum (1989: 72), bahwa
pengendalian mutu terpadu adalah struktur kerja operasi pada seluruh bagian
perusahaan yang telah disepakati, didokumentasi dalam prosedur teknis dan
manajerial yang terpadu dan efektif untuk membimbing tindakan-tindakan yang
terkordinasi dari tenaga kerja, mesin dan informasi perusahaan melalui cara yang
terbaik dan paling praktis untuk menjamin kepuasan pelanggan akan mutu dan
biaya yang ekonomis.
Inti pengendaluian mutu terpadu merupakan kerjasama dan keterpaduan
maksud dan tujuan dalam memproduksi barang atau jasa untuk menghasilkan
mutu produk yang tinggi, dengan melakukan pengendalian pada cycle. Setiap
tahap proses produksi yang merupakan gugus mata rantai produksi sehingga dapat
dijamin keterpaduan dan kerja sama yang baik antara kelompok karyawan pada
10
seluruh tahap produksi dengan menejemen, untuk menghasilkan mutu dari hasil
kerja kelompok sebagai mata rantai produksi.
2. Dasar Kendali Mutu Terpadu
Menurut Fiegenbaum (1989: 16), bahwa mutu merupakan suatu strategi
menejemen bisnis yang paling utama, karena mutu adalah sendi utama yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan bisnis perusahaan yang berorientasi pada
prestasi mutu, kemudian menurut Prawirosentono (2002: 2), tiga alasan
memproduksi produk berkualitas adalah:
a. Konsumen yang membeli produk atau jasa berdasarkan mutu, umumnya akan
mempunyai loyalitas produk atau jasa yang besar dibandingkan orientasi
harga, biasanya konsumen berbasis mutu akan selalu membeli produk atau
jasa tersebut sampai saat produk atau jasa tersebut membuat tidak puas atau
ada produk lain yang lebih berkualitas, tatapi selama mutu produk atau jasa
selalu dipelihara dan ditingkatkan mutunya pelanggan akan tetep setia untuk
memebelinya, berbeda dengan konsumen berbasis harga, konsumen tersebut
akan selalu mencari produk atau jasa yang paling murah, jadi konsumen ini
tidak punya loyalitas.
b. Memproduksi produk bermutu tidak secara otomatis lebih mahal dengan
memproduksi produksi produk bermutu rendah.
c. Menjual barang tidak bermutu, kemungkinana akan menerima banyak keluhan
dan pengembalian produk dari konsumen, sehingga biaya untuk
memperbaikinya menjadi sangat besar, selain itu perusahaan mendapat citra
buruk.
11
Menurut Feigenbaum (1989: 5), bahwa faktor yang menentukan kesehatan,
pertumbuhan dan kelangsungan hidup bisnis suatu perusahaan adalah pencapaian
dan pemeliharaan tingkat kepuasan pelanggan yang puas terhadap mutu produk
atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut, dengan demikian mutu
menjadi pedoman utama dalam pengembangan dan keberhasilan implementasi
program-program menejerial dan kerekayasaan untuk mewujudkan tujuan bisnis
yang utama. Selain itu, masih menurut pendapatnya bahwa tujuan persaingan
industri dalam hal mutu adalah menyediakan produk atau jasa yang bermutu yang
dirancang, diprodusi, dipasarkan dan dipelihara dengan biaya yang sangat
ekonomis agar pelanggan mendapat kepuasan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka perusahaan perlu dan harus
melaksanakan kendali mutu untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk atau
jasa yang dihasikan agar pelanggan mendapat kepuasan dan tetap loyal, sehingga
dengan demikian kesehatan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup bisnis
perusahaan akan tetap terjaga.
3. Siklus PDCA (Plan – Do – Check – Action cycle)
Menurut Raviato (1985: 5), proses pengendalian mutu terpadu adalah
memutarkan siklus PDCA, yaitu melakukan perncanaan, pengerjaan atau proses,
pengecekan atau evaluasi dan aksi perbaikan terhadap masalah yang berkaitan
dengan kualitas. PDCA harus dilakukan oleh setiap personil dari seluruh bagian
perusahaan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, hal ini yang menjadi dasar
sikap personil dalam perusahaan. Menurut Hardjosoedhamo (1996: 51), Siklus
PDCA merupakan cara yang sistematik untuk menambah pengetahuan mengenai
12
proses-proses dalam organisasi dan menambah pengetahuan untuk
mengimplementasikan perubahan mutu serta bagaimana mengukurnya.
Hakekatnya siklus PDCA adalah suatu metode untuk melakukan perbaikan
secara kontinu. Siklus PDCA ditunjukan gambar 1.
Melaksanaknan perubahan Merencanakan perubahan yang sudah disetujui untuk perbaikan
Menguji efek perubahan Melakukan perubahan untuk
perbaikan yang direncanakan
Gambar 1. Siklus PDCA.
Ravianto (1985: 40), menambahkan dengan berlandaskan konsep
pengendalian mutu terpadu pada perusahaan hubungan antara pengendalian dan
perbaikan di bawah siklus PDCA adalah seperti ditunjukan gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara pengendalian dan perbaikan pada siklus PDCA.
A P C D
Plan Do
Action
Take Carractive
Action
Action
Maintain As is
Follow up
Improvement
Check
13
Siklus PDCA merupakan penerapan dari konsep pengendalian mutu dan
untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pengendalian mutu harus
dilakukan dengan maksimal pula, caranya dengan menerapkan asas-asas
pengendalian mutu maksimal. Menurut Hardjosoedharmo (1996: 53), bahwa
dalam menerapkan asas-asas pengendalian mutu maksimal perlu langkah-langkah
pada masing-masing tahapan, antara lain:
a. Tahap perancanaan (Plan)
1) Harus ditentukan proses mana yang perlu diperbaiki, yaitu proses yang
berkaitan erat dengan misi organisasi dan tuntutan pelanggan.
2) Menentukan perbaikan apa yang akan dilakukan terhadap proses yang dipilih.
3) Menentukan data dan informasi yang diperlukan untuk memilih proses yang
paling relevan dengan perusahaan.
b. Tahap pelaksanaan (Do)
1) Mengumpulkan informasi dasar tentang jalannya proses yang sedang
berlangsung.
2) Melakukan perubahan yang dikehendaki untuk dapat diterapkan, dengan
menyesuaikan keadaan nyata yang ada, sehingga tidak menimbulkan gejolak.
3) Kembali mengumpulkan data untuk mengetahui apakah perubahan telah
membawa perbaikan atau tidak.
c. Tahap pemeriksaan (Check)
Menafsirkan perubahan dengan menyusun data yang sudah terkumpul
dalam grafik. Grafik yang lazim dipakai dalam pengendalian mutu, yaitu analisis,
merangkum serta menafsirkan data dan informasi untuk mendapatkan kesimpulan.
d. Tahap tindakan perbaikan (Action)
14
1) Memutuskan perubahan mana yang akan diimplementasikan, jika perubahan
yang dilakukan berhasil bagi perbaikan proses, maka perlu disusun prosedur
yang baku.
2) Adanya pelatihan ulang dan tambahan bagi karyawan agar perubahan berjalan
baik.
3) Pengkajian perubahan apakah mempunyai efek negatif pada bagian lain atau
tidak.
4) Penentuan perubahan untuk menjaga agar seluruh karyawan melaksanakan
apa yang diharapkan dalam prosedur yang telah digariskan.
B. Pengendalian Teknik
Proses produksi pengecoran di PT. Suyuti Sido Maju Klaten terdiri dari
beberapa tahapan seperti ditunjukan pada gambar 3. dibawah ini:
Gambar 3. Proses produksi pengecoran besi cor.
Coran Baik
Bahan Baku
Tahap Peleburan Tahap Pengecoran
Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
Tahap Pengerjaan Akhir
Coran Gagal
Pemesan
Produk Gagal
15
1. Proses Peleburan
Proses peleburan adalah proses pencairan bahan (besi cor) dengan jalan
memanaskan di dalam sebuah dapur peleburan, setelah bahan mencair kemudian
dituang ke dalam cetakan. Contoh dapur yang dapat diguakan untuk peleburan
antara lain: kupola, kowi, atau dapur listrik.
a. Bahan baku
1) Besi bekas
Besi bekas dipakai sebagai bahan baku karena mudah didapat dan
murah. Prosentase penggunaan bahan ini 70 – 90 % dari kapasitas dapur.
2) Bahan balik
Bahan balik adalah coran gagal, saluran turu, saluran tambah, saluran
masuk, serpihan logam, tatal dari proses permesinan dan lain sebagainya.
Prosentase penggunaan bahan ini 10 – 30 % dari kapasitas dapur.
b. Bahan tambah
Bahan tambah berfungsi untuk memperbaiki sifat bahan atau memberikan
sifat-sifat yang diinginkan, seperti sifat tahan aus, tahan asam, lebih ulet dan lain
sebagainya. Bahan-bahan tersebut antara lain:
1) Karbon (C), berfungsi untuk meningkatkan kekerasan besi cor.
2) Magnesium (Mg), berfungsi untuk meningkatakan keuletan besi cor.
3) Mangan (Mn), berfungsi untuk meningkatkan keuletan dan kekerasan besi
cor.
16
4) Silikon (Si), berfungsi untuk mendapatkan sifat tahan asam dan korosi, selain
itu juga untuk menghilangkan pengaruh belerang yang menyebabkan coran
getas dan rapuh.
5) Ferro mangan, berfungsi untuk mengikat belerang.
6) Posfor (P), berfungsi untuk menurunkan titik cair besi cor.
7) Tepung gelas, berfungsi untuk mengikat atau menumpulkan terak dan
kotoran, tepung gelas ditaburkan di atas cairan logam saat di dalam ledel.
c. Dapur peleburan
Coran yang berkualitas dan efisiensi produksi sangat dipengaruhi oleh
penggunaan dapur peleburan, maka dalam memilih dapur lebur perlu
mempertimbangkan :
1) Faktor ekonomis dapur.
2) Faktor efisiensi dapur.
3) Faktor kemampuan perusahaan dalam pengadaan dan perawatan dapur.
4) Faktor pelayanan dapur.
5) Faktor kualitas coran yang diproduksi.
6) Faktor kemajuan teknologi.
Dapur listrik frekuensi rendah saat ini telah banyak digunakan dalam
industri pengecoran logam. Menurut Surdia (1982: 145), pertimbangan
penggunaan dapur listrik antara lain :
1) Komposisi dan temperatur mudah dikontrol.
2) Kehilangan logam hanya sedikit.
3) Logam berkualitas rendah dapat digunakan.
4) Tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit.
17
5) Memperbaiki persyaratan kerja.
Gambar 4. Dapur induksi frekuensi rendah.
2. Proses Pengecoran
Proses pengecoran adalah proses penuangan cairan logam ke dalam cetakan
yang telah disiapkan untuk mendapatkan bentuk coran yang diinginkan, sebelum
proses pengecoran dilaksanakan, hal-hal yang harus dipersiapkan antara lain:
a. Pola
Pola adalah suatu benda yang digunakan untuk membuat cekungan atau
rongga di dalam pasir cetak. Bentuk pola disesuaikan bentuk coran yang akan di
buat. Pola disebut juga model atau patron.
b. Cetakan
Cetakan adalah suatu tempat yang digunkan untuk membentuk atau
mencetak cairan logam. Cetakan yang digunakan dalam pengecoran besi cor
adalah cetakan pasir.
18
c. Rangka cetak
Rangka cetak adalah suatu tempat yang digunkan untuk memadatkan dan
mengepres pasir cetak. Rangka cetak yang digunakan untuk mengecor besi cor
adalah kotak cetakan yang terbuat dari kayu.
d. Inti cetakan
Inti cetakan adalah suatu benda yang dipasang pada rongga cetakan dengan
tujuan untuk mencegah pengisian cairan logam sehingga didapat suatu bentuk
lubang atau rongga pada coran. Inti cetakan yang digunakan untuk pengecoran
besi cor dibuat dari pasir atau resin.
e. Pelapis cetakan
Pelapis cetakan adalah suatu zat yang digunakan untuk melapisi pemukaan
rongga cetakan. Pelapis cetakan yang biasa digunakan adalah grafit atau bubuk
mika yang dicampur air.
f. Perlengkapan cetakan
Perlengkapan cetakan antara lain penyangga inti, mandrel atau kerangka inti
dan pemberat.
g. Perlengkapan pengangkut cairan logam.
Perlengkapan pengangkut cairan logam terdiri atas ledel dan cintung
penuang.
h. Perlengkapan kelancaran produksi.
Perlengkapan kelancaran produksi antara lain alat angkut, alat angkat,
timbangan, macam-macam sekop, macam-macam batang, palu dan lain
sebagainya.
19
i. Perlengkapan pengaman dapur.
Perlengkapan pengaman dapur antara lain orde (ground detector) adalah
detektor untuk membuang kelebihan arus listrik ke dalam tanah. Dan sensor
otomatis (automatic sensor) adalah saklar otomatis pengaman yang berfungsi
untuk mematikan operasi dapur jika ada kerusakan yang terjadi pada panel dapur.
Pada proses pengecoran, cairan logam di dalam dapur tidak langsung
dituangkan ke dalam cetakan, tetapi cairan dituang ke dalam ledel untuk
didistribusikan ke lokasi cetakan kemudiaan dituangkan ke dalam cintung
penuang agar mudah dituang ke dalam cetakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penuangan antara lain:
a. Pengeringan ledel dan cintung, sebab pengeringan yang tidak sempurna akan
menurunkan suhu cairan logam.
b. Pembuangan terak.
c. Temperatur penuangan yang tepat.
3. Proses Pembersihan dan Perlakuan Panas
a. Pembersihan coran
Cairan logam di dalam cetakan setelah membeku kemudian coran
dibongkar. Coran kemudian dipisahkan dari pasir lalu coran dipisahkan dari
saluran masuk, saluran turun, saluran tambah dan serpihan-serpihan logam lainya.
Coran dikumpulkan untuk diperiksa dan disortir, antara yang berhasil dan yang
gagal. Coran yang berhasil kemudian masuk proses pembersihan untuk
dibersihkan dari pasir cetak yang masih melekat, pembersihan pasir menggunakan
mesin pembersih coran (shoot blast). Coran setelah dibersihkan kemudian
20
diperiksa dan disortir dari kemungkinan cacat. Coran yang cacatnya parah dan di
luar toleransi atau tidak dapat diperbaiki maka akan dicor kembali bersama
saluran turun, saluran masuk, saluran tambah serta serpih-serpihan logam lainya
sebagai bahan balik, dan untuk coran yang baik atau masuk dalam toleransi
kemudian masuk proses permesinan atau proses pengerjaan akhir.
b. Perlakuan panas
Hasil pengecoran besi cor tidak dapat langsung diproses dengan mesin
atau digunakan langsung, karena masih memiliki sifat-sifat yang buruk, untuk itu
diperlukan perlakuan panas, dengan tujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di
dalam coran, merubah struktur kristal, meningkatkan atau menurunkan kekerasan,
menstabilkan struktur, pelunakan dan peliatan.
Coran besi cor biasanya sulit untuk mendapatkan sifat keras dan liat pada
daerah yang diminta sesuai dengan komposisi kimia dari coran, ketebalan, bentuk
dan syarat lain, untuk itu besi cor perlu dilunakkan dengan perlakuan panas, agar
dihasilkan coran besi cor yang ulet yang memadai sesuai dengan tujuan
penggunaan. Menurut Surdia (1982: 186), pelunakan besi cor dilakukan sampai
suhu yang tinggi kemudian didinginkan perlahan-lahan dalam tungku yang
digunakan untuk melunakkannya.
Coran besi cor yang terlah dilunakan kemudian diperiksa dari kemungkinan
berubah bentuk, jika ada coran yang berubah bentuk maka akan dicor kembali,
dan coran yang baik kemudian dibersihkan dengan mesin pembersih coran (shoot
blast) lalu dikerjakan dengan mesin.
21
4. Proses Pengerjaan Akhir
a. Permesinan
Pekerjaan permesinan meliputi:
1) Pembubutan, menurut Bahrudin( 1997: 18) adalah pekerjaan menghaluskan
permukaan benda kerja dengan cara menyayat dengan pahat mengunakan
mesin yang gerak utamanya berputar. Menurut sarjono (1978: 158), factor-
faktor yang mempengaruhi hasil pembubutan antara lain jenis pahat yang
digunakan, sudut dan ketajaman pahat yang digunakan, bahan yang dibubut,
kecepatan putaran mesin dan bahan pendingin.
2) Pengeboran, menurut Sumantri (1989: 250) adalah pekerjaan membuat atau
memperbesar lubang pada benda kerja. Menurut Daryanto (1996: 83), factor-
faktor yang harus diperhatikan dalam mengebor antra lain kelengkapan mesin
bor, pelumasan, jenis bahan yang dibor, arah putaran mata bor dan kecepatan
putaran mesin, selain faktor-faktor tersebut, Daryanto juga menambahkan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih mata bor, antara lain diameter
lubang yang akan dibor, bahan yang akan dibor dan sudut mata bor. Menurut
Sumantri (1989: 252), langkah-langkah mengebor antara lain mebuat titik
senter pada lubang yang akan dibuat, memasang mata bor pada chuck mesin
dengan tepat dan kuat, menggunakan kecepatan yang sesuai dengan diameter
mata bor, mulai mengebor dengan menempatkan mata bor pada titik yang
telah dibuat.
Proses permesinan secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu persiapan, pengerjaan dan pengecekan. Kegiatan pertama persiapan,
22
meliputi pembacaan gambar, persiapan alat dan mesin yang akan digunakan dan
meyiapakan benda kerja, kemudian kegiatan kedua pengerjaan, meliputi proses
perlakuan terhadap benda kerja sesuai dengan perintah gambar kerja. Kegiatan
ketiga pengecekan, meliputi pengecekan ukuran dan kesempurnaan benda kerja.
Menurut Reksohadiprojdjo (1986: 177), bahwa kegiatan permesinan yang
baik adaalah kegiatan yang didasarkan pada standar tertentu dalam pelaksanaan
dan pengawasan prosesnya, lebih lanjut dijelaskan bahwa standar yang dimaksud
adalah standar pengerjaan, standar waktu, standar produksi dan standar ukuran,
dengan mengikuti pekerjaan standar tersebut, maka tujuan berproduksi yaitu
menghasikan jumlah yang dikehendaki pada waktu yang tepat dan kualitas yang
dikehendaki diharapkan dapat tercapai.
b. Perbaikan coran
Pada saat proses pengejaan dengan mesin jika ditemukan cacat pada coran
maka setelah proses permesinan selesai maka coran diperbaiki sesuai dengan
cacatnya. Cara perbaikan cacat coran dengan cara pengisian plastik atau dengan
penambalan.
c. Pengecatan
Coran yang telah sempurna dan coran yang telah diperbaiki kemudian dicat,
namun tidak semua produk coran dicat, kadang kala coran besi cor merupakan
produk setengah jadi maka produk coran tersebut akan difinishing sendiri oleh
perusahaan pemesan.
23
24
Diagram tulang ikan (fishbone diagam) digunakan untuk menganalisa
masalah sebab-akibat, diagram ini dapat mempunyai banyak cabang dan anak
cabang yang menjelaskan penyebab dari suatu masalah yang terjadi hingga
dirunut mencapai sebab paling utama. Menurut Hardjosudharmo (1996: 78),
diagram tulang ikan terdiri dari beberapa cabang antara lain matrial, manusia,
metode, peralatan dan mutu produksi.
Diagram tulang ikan dapat digunakan untuk :
1. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses.
2. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab yang mempengaruhi
suatu karakteristik kualitas tertentu.
3. Mencari petunjuk mengenai macam-macam data yang perlu dikumpulkan.
D. Kerangka Berpikir
Mutu atau kualitas merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi
pelanggan dalam memilih jasa atau produk yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan. Menurut Feigenbaum (1989: 16), mutu merupakan suatu strategi
menejemen bisnis yang paling utama, karena mutu adalah sendi utama yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan bisnis perusahaan yang berorientasi pada
prestasi mutu. Pencapaian dan pemeliharaan tingkat kepuasan pelanggan yang
puas terhadap mutu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan
faktor yang menentukan kesehatan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup bisnis
suatu perusahaan, dengan demikian mutu menjadi pedoman utama dalam
pengembangan dan keberhasilan implementasi program-program menejerial dan
25
kerekayasaan untuk mewujudkan tujuan bisnis yang utama, selain itu, masih
menurut Feigenbaum bahwa tujuan persaingan industri dalam hal mutu adalah
menyediakan produk atau jasa yang bermutu yang dirancang, diprodusi,
dipasarkan dan dipelihara dengan biaya yang seekonomis mungkin agar
pelanggan mendapat kepuasan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perusahaan perlu dan
harus melaksanakan kendali mutu untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk
atau jasa yang dihasikan agar pelanggan mendapat kepuasan dan tetap loyal,
sehingga dengan demikian kesehatan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup
bisnis perusahaan akan tetap terjaga.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka PT. Suyuti Sido Maju Klaten
menganti beberapa alat dan mesin serta menambahan tenaga ahli. Langkah
tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu produk dan diharapkan dapat
mengatasi kendala produktivitas produksi, sehingga diharapkan diperoleh
peningkatan produktivitas produksi. Peningkatan produktivitas produksi diukur
dengan penurunan penolakan produk oleh pelanggan, lebih sedikit produk yang
rusak dan lebih sedikit pengerjaan ulang atau perbaikan produk. Namun dari
langkah yang diambil tersebu ternyata target peningkatan produktivitas produksi
belum tercapai. Hal tersebut ditunjukan oleh jumlah coran yang masih di luar
rencana, sehingga efisiensi produksi kurang efektif. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi tebaru tentang proses pelaksanaan kendali mutu,
mengungkap kendala dan hambatan yang dihadapi pada proses produksi secara
teoritis serta mencoba mencari solusi dari permasalahan yang ada.
26
Objek dalam penelitian ini adalah bagian proses produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten. Proses pengumpulan data dan informasi mengenai pelaksanaan
kendali mutu terpadu pada bagian produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten, peneliti
mencari data yang sebenarnya dari lapangan. Data tersebut kemudian
dibandingkan dengan teori kendali mutu terpadu, sehingga diperoleh suatu
perbandingan antara keadaan lapangan dengan teori yang kemudian dapat
dijadikan masukan dalam penerapan proses kendali mutu terpadu. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan
produktivitas produksi untuk mencapai target kendali mutu. Peningkatan
produktivitas produksi yang menjadi target kendali mutu antara lain mutu yang
lebih baik yang diukur dengan penurunan penolakan produk oleh pelanggan, lebih
sedikit produk yang rusak dan lebih sedikit pengerjaan ulang atau perbaikan
produk.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Menurut Arikuto (1996: 80), pendekatan penelitian adalah metode yang
digunakan untuk mendekati permalasahan yang diteliti sehingga dapat
menjelaskan dan membahas permasalahan secara tepat. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat ex post facto, yaitu objek tidak
dikenai perlakuan, artinya pengambilan data secara langsung di lapangan.
B. Objek dan Subjek Penelitian
Menurut Arikunto (1996: 5), objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi
fokus penelitian. Objek pada penelitian ini adalah pelaksanaan pengendalian mutu
pada bagian produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten.
Menurut Arikunto (1996: 116), subjek penelitian adalah benda, hal atau
orang tempat data melekat dan dipermasalahkan. Subjek dalam penelitian ini
adalah proses pengendalian mutu dan karyawan pada bagian produksi PT. Suyuti
Sido Maju Klaten.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang ada dalam penelitian tentang pelaksanaan pengendalian
mutu terpadu pada bagian proses produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten adalah:
27
28
1. Peleburan
Peleburan adalah proses pencairan bahan baku yang berupa besi
bekas dan bahan tambah dengan cara memanaskanya.
2. Pengecoran
Pengecoran adalah proses penuangan cairan besi ke dalam cetakan.
3. Pembersihan dan perlakuan panas
Pembersihan adalah proses pembersihan coran dari pasir cetak.
Perlakuan panas adalah proses pemanasan coran besi cor untuk mendapat
sifat-sifat yang diinginkan.
4. Pengerjaan akhir
Pengerjaan akhir adalah proses penyempurnaan coran sesuai dengan
pesanan.
Tabel 1. Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Penelitian
Variabel Indikator
Peleburan Bahan baku
Bahan tambah
Komposisi bahan baku
Komposisi bahan tambah
Dapur lebur
Alat pengangkut cairan
Pemanasan awal
Pencairan
Temperatur peleburan
Pengecoran Pola
Inti
Pasir cetakan
29
Bahan pengikat
Pasir cetak
Pembuatan cetakan
Pengangkutan cairan
Penuangan
Pendinginan coran
Pembersihan dan perlakuan panas Pembongkaran coran
Pemisahan coran
Pemeriksaan coran
Pengangkutan coran kotor
Pembersihan coran
Pemeriksan cacat coran
Pengangkutan coran bersih
Perlakuan panas
Pengerjaan akhir Pelaksanaan pengerjaan
Standar pedoman pengerjaan
Dasar pemilihan pengerjaan
Pembubutan
Pengeboran
Proses akhir coran baik
Proses perbaikan coran cacat
D. Metode Pengumpulan Data
Untuk mencapai tujuan penelitian dibutuhkan data yang berhubungan
dengan objek penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan
tiga cara yaitu:
1. Metode Observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti
mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian. Data yang didapat
30
merupakan kondisi pengendalian mutu. Metode ini digunakan untuk
mengetahui keadaan pengendalian mutu pada bagian proses produksi PT.
Suyuti Sido Maju Klaten. Langkah observasi sebagai berikut:
a. Observasi dilaksanakan pada bagian proses produksi PT. Suyuti Sido Maju
Klaten.
b. Observasi dilakukan dari awal proses produsi sampai akhir produsi yang
meliputi: proses peleburan, proses pengecoran, proses pembersihan coran,
proses perlakuan panas dan proses pengerjaan akhir.
c. Objek observasi adalah kondisi pengendalian mutu pada proses produksi.
d. Hasil observasi adalah kondisi pengendalian mutu pada proses produksi.
e. Kondisi pengendalian mutu pada bagian proses produksi kemudian diubah
kedalam bentuk kuantitatif (angka) dan dicocokan dengan kondisi standar
proses.
2. Metode wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab langsung kepada pelaku yang bersangkutan.
3. Metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara menganalisis
dokumen yang bersangkutan dengan masalah yang sedang diteliti. Metode
wawancara dan metode dokumentasi dilakukan oleh peneliti sendiri kepada
subjek dan objek penelitian untuk mengetahui factor-faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan kendali mutu.
31
E. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (1996: 150), instrumen penelitian adalah alat yang
digunakan untuk mengungkap objek penelitian dalam rangka mencapai tujuan
penelitian. Penyusunan instrumen penelitian disusun sedemikian rupa berdasarkan
teori yang ada. Instrumen penelitian untuk observasi berupa cheklist observasi dan
instrumen penelitian untuk wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan. Langkah-
langkah penyusunan instrumen adalah:
1. Proses produksi di perusahaan dipisahkan dalam kelompok yang ada.
2. Berdasarkan tiap tahapan dibuat pertanyan-pertanyaan yang berhubungan
dengan pengendalian mutu.
3. Pertanyaan-pertanyan cheklis observasi dibuat jawaban, jawaban tersebut
dikelompokan ketingkat kesempurnaan proses.
4. Aternatip jawaban dinilai sesuai dengan tingkat kesempurnaan proses, untuk
jawaba a nilainya 4, b nilainya 3, c nilainya 2 dan d nilainya 1.
5. Hasil penilaian dijumlahkan pada tiap tahapan dan dicocokan dengan tabel
standar kondisi tahapan, sehingga diperoleh nilai yang mencerminkan kondisi
pengendalian mutu pada tiap tahapan.
6. Nilai tiap tahapan dijumlahkan kemudian dicocokan dengan tabel standar
kondisi proses, sehingga diperoleh nilai yang mencerminkan kondisi
pengendalian mutu pada proses produksi.
32
F. Validitas dan Relibilitas Instrumen
1. Validitas instrumen
Menurut Arikunto (1996: 158), validitas adalah keadaan yang
menggambarkan tingkat instrumen yang digunakan mamapu mengukur atau
tidak. Pada penelitian ini dikarenakan objek yang diamati tetap (tidak
memepunyai variansi), maka validitas insrtumen didasarkan pada proses
penyusunan instrument, dimulai dari mengamati objek penelitian, kemudian
dilanjutkan dengan membagi proses pengendalian mutu tersebut ke dalam
subjek yang terdiri tempat pengamatan, yaitu peleburan, pengecoran,
pembersihan, perlakuan panas dan pengerjaan akhir. Masing-masing tahapan
ini diuraikan menjadi deskcriptor-deskriptor dan akhirnya disusun pertanyan
dalam bentuk cheklis observasi. Validitas isi (content validity) diketahui
dengan cara melakukan rational judgement, yaitu instrumen dikonsultasikan
dengan pakar bidang menejemen mutu dari praktisi dan akademisi untuk
mendapatkan rekomendasi bahwa intrumen layak untuk digunakan.
2. Realibilitas instrumen
Menurut Arikunto (1996: 168), realibilitas instrumen adalah nilai yang
menunjukkan suatu intrumen dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data
yang baik. Keobjektifan data observasi diperoleh dengan cara menggunakan
tiga pengamat. Langkah-langkah pengamatan pada observasi adalah:
a. Pengamat I, II dan III bersama-sama mengamati proses pengandilian mutu
yang dilaksanakan PT. Suyuti Sido Maju Klaten dengan format pengamatan
yang sama.
33
Data pengamat :
Pengamat I
Nama : Sugeng Riadi, ST.
NIP : -
Jabatan : Quality Control PT. Suyuti Sido Maju Klaten
Pengamat II
Nama : Narso
NIM : L2E001529
Jabatan : Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang
Pengamat III
Nama : Yanta Sutapa
NIM : 5201401012
Jabatan : Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang
b. Pengamat I, II dan III mengamati proses pengendalian mutu secara sendiri.
c. Hasil pengamatan kemudian dicocokan dan digabungkan dalam format
gabungan dan data gabungan.
d. Data dan format dimasukan ke dalam tabel kontigensi kesepakatan.
e. Kecocokan hasil pengamatan dihitung dan dimasukan ke dalam rumus
Fernandes sebagai berikut :
KK = 321
3NNN
S++
(Arikunto, 1998: 199)
34
Dimana :
KK = Koefisien kesepakatan
1N = Jumlah kode yang dibuat pangamat 1
2N = Jumlah kode yang dibuat pengamat 2
N 3 = Jumlah kode yang dibuat pengamat 3
S = Jumlah kode yang sama
Berdasarkan perhitungan tabel 13, didapat nilai kesepakatan (KK) dari uji
coba instrumen didapat jumlah kode yang sesuai antara pengamat I, II dan III
sebanyak 44 buah sehingga nilai KK :
KK = 515151
443++
× = 0,86
Hasil ini berarti bahwa kesesuaina kesepakatan antara I, II dan III
mencapai 86 % dan instrumen dikatakan cukup realiabel untuk mengambil data.
G. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis data obsevasi adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengendalian mutu dari tahapan proses produksi dalam bentuk
kuantitatif (angka), kemudian dicocokan dengan tabel 2. (standar kondisi
tahap proses).
35
Tabel 2. Standar Kondisi Tahapan Proses.
Jumlah soal Skor Tahapan Kondisi
12 Peleburan
1 -12
13 – 24
25 – 36
37 – 48
Tidak Terkendali
Kurang Terkendali
Cukup Terkendali
Terkendali
15 Pengecoran
1 – 15
16 – 30
31 – 45
46 – 60
Tidak Terkendali
Kurang Terkendali
Cukup Terkendali
Terkendali
13 Pembersihan dan perlakuan panas
1 – 13
14 – 26
27 – 39
40 - 52
Tidak Terkendali
Kurang Terkendali
Cukup Terkendali
Terkendali
11 Pengerjaan Akhir
1 – 11
12 – 22
23 – 33
34 – 44
Tidak Terkendali
Kurang Terkendali
Cukup Terkendali
Terkendali
2. .Nilai total tahapan kemudian dicocokan dengan tabel 3. (standar kondisi
proses) dan diberi penjelasan.
36
Tabel 3. Standar Kondisi Proses
Skor Tahapan Kondisi
1 – 51
52 – 102
103 – 153
154 - 204
Tidak Terkendali
Kurang Terkendali
Cukup Terkendali
Terkendali
3. Mengklafikasikan nilai tahapan proses yang terjadi pada setiap proses
produksi, selanjutnya nilai tahapan tersebut dihitung sesuai dengan jenisnya
dengan bantuan tabel kemudian dipersenkan menggunakan rumus:
NX × 100 % = E % (Sujana, 1992: 67)
Dimana:
X = jumlah nilai tahapan
N = jumlah total tahapan
E % = persentase nilai tahapan
Langkah analisis data wawancara dan dokumentasi adalah dengan
menggunakan proses reduksi data, sajian data dan verifikasi data dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Suryabrata (1999: 20), bahwa :
1. Reduksi data adalah langkah menyeleksi, menyederhanakan, mefokuskan dan
menajamkan data yang telah didapat.
37
2. Penyajian data adalah proses analisis data temuan untuk dipaparkan secara
deskriptif dalam satuan-satuan kategori dari yang bersifat umum menuju ke
yang khusus sesuai dengan masalah yang diteliti.
3. Verifikasi data adalah pemeriksaan dan penegasan terhadap data-data yang
didiskripsikan sebagai data sajian.
4. Deskriptif kualitatif adalah suatu metode menganalisa data yang terkupul
berdasarkan faktor-faktor yang tidak dapat diukur dengan angka, melainkan
dengan logika untuk mencari kebenaran data ynga diharapkan. Menurut
Sutrisno, H (1984: 31), bahwa menganalisis data mengunakan kualitatif
dimaksudkan untuk mendapatkan kecermatan analisa data dan hasil akhir
yang tepat, sehingga hasil penelitian dapat mengenai tujuan yang diharapkan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, diperoleh data sebagai
berikut :
1. Kondisi Pengendaliaan Mutu pada Proses Produksi PT. Suyuti Sido Maju
Klaten.
a. Kondisi pengendalian mutu pada tahap peleburan adalah terkendali.
Tabel 4. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Peleburan.
No Range Nilai Jumlah Persentase
1. Jumlah item 12 2. Nilai 1 - - 3. Nilai 2 3 25 % 4. Nilai 3 3 25 % 5. Nilai 4 6 50 % 6. Hasil nilai pertahapan 39 81 % 7. Kategori range 37 - 48 8. Kondisi kendali mutu tahapan Terkendali
Keterangan : Nilai 1 – 12 menunjukan kondisi tidak terkendali.
Nilai 13 – 24 menunjukak kondisi kurang terkendali.
Nilai 25 -36 menunjukan kondisi cukup terkendali.
Nilai 37 – 48 menunjukan kondisi terkendali.
38
39
b. Kondisi pengendalian mutu pada tahap pengecoran adalah cukup terkendali.
Tabel 5. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap pengecoran.
No Range Nilai Jumlah Persentase
1. Jumlah item 15 2. Nilai 1 - - 3. Nilai 2 6 40 % 4. Nilai 3 3 20 % 5. Nilai 4 6 40 % 6. Hasil nilai pertahapan 45 75 % 7. Kategori range 31 - 45 8. Kondisi kendali mutu tahapan Cukup terkendali
Keterangan : Nilai 1 - 15 menuujukan kondisi tidak terkendali
Nilai 16 – 30 menuujukan kondisi kurang terkendali.
Nilai 31 - 45 menunjukan kondisi cukup terkendali.
Nilai 46 – 60 menunjukan kondisi terkendali.
c. Kondisi pengendalian mutu pada tahap pembersihan dan perlakuan panas
adalah cukup terkendali.
Tabel 6. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Pembersihan dan Perlakuan
Panas.
No Range Nilai Jumlah Persentase
1. Jumlah item 13 2. Nilai 1 - - 3. Nilai 2 5 38 % 4. Nilai 3 4 31 % 5. Nilai 4 4 31 % 6. Hasil nilai pertahapan 38 73 % 7. Kategori range 27- 29 8. Kondisi kendali mutu tahapan Cukup terkendali
Keterangan : Nilai 1 -13 menuujukan kondisi tidak terkendali
Nilai 14 – 26 menuujukan kondisi kurang terkendali.
Nilai 27 – 39 menuujukan kondisi cukup terkendali.
40
Nilai 34 – 44 menuujukan kondisi terkendali
d. Kondisi pengendalian mutu pada tahap pengerjaan akhir adalah terkendali.
Tabel 7. Kondisi Pengendalian Mutu pada Tahap Pengerjaan Akhir.
No Range Nilai Jumlah Persentase
1. Jumlah item 11 2. Nilai 1 - - 3. Nilai 2 - - 4. Nilai 3 4 36 % 5. Nilai 4 7 64 % 6. Hasil nilai pertahapan 40 91 % 7. Kategori range 34 - 44 8. Kondisi kendali mutu tahapan Terkendali
Keterangan : Nilai 1 - 11 menuujukan kondisi tidak terkendali.
Nilai 12 – 22 menuujukan kondisi kurang terkendali.
Nilai 23 – 33 menuujukan kondisi cukup terkendali.
Nilai 34 – 44 menuujukan kondisi terkendali.
e. Kondisi pengendalian mutu pada proses produksi PT. Suyuti Sido Maju
adalah terkendali.
Tabel 8. Kondisi Pengendalian Mutu pada Proses Produksi PT. Suyuti Sido
Maju.
No Range Nilai Jumlah Persentase
1. Jumlah item 51 2. Total nilai proses 162 80 % 3. Kategori range 154 - 204 4. Kondisi proses kendali mutu Terkendali
Keterangan : Nilai 1 - 51 menuujukan kondisi tidak terkendali.
Nilai 52 – 102 menuujukan kondisi kurang terkendali.
Nilai 103 – 153 menuujukan kondisi cukup terkendali.
Nilai 154 – 204 menuujukan kondisi terkendali.
41
2. Faktor-faktor pendukung kendali mutu pada proses produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten.
a. Tahap Peleburan
Penggunaan dapur listrik induksi frekuensi rendah berkapasitas 1 ton
sebanyak 2 buah.
b. Tahap Pengecoran
1) Penggunaan pasir resin untuk bahan inti.
2) Pengunaan aluminium untuk bahan pola.
c. Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
Penggunaan mesin pembersih coran (shoot blast) berkapasitas 1 ton
sebanyak 1 buah dan kapasitas 0,5 ton sebanyak 2 buah.
d. Tahap Pengerjaan Akhir
1) Penggunaan mesin bubut otomatis untuk pekerjaan masal
2) Penggunaan mesin bor berporos majemuk sebanyak 3 buah.
e. Tenaga Ahli
1) Ahli pengecoran yaitu Bapak I Made Arminda D, Amd.
2) Ahli permesinan yaitu Bapak Yusuf Umardani, MT.
3) Ahli Quality Control yaitu Bapak Sugeng Riadi, ST.
3. Faktor-faktor penghambat kendali mutu proses produksi PT. Suyuti Sido Maju
Klaten.
a. Tahap Peleburan
1) Bahan peleburan tidak seleksi.
42
2) Bahan baku yang digunakan kualitasnya rendah yaitu bram besi.
3) Bahan balik (reject) tidak dibersihkan dari pasir cetak yang masih
melekat.
4) Tidak memiliki alat pengukur suhu cairan (thermocopel).
5) Tidak memiliki laboratorium pengujian komposis.
b. Tahap Pengecoran
1) Pengolahan pasir cetak kurang sesuai standar.
2) Penuangan cairan ke dalam cetakan sering kurang penuh.
3) Komposisi bahan pengikat selain air pada pasir cetak kurang memadai.
4) Mesin pengayak pasir cetak jaring kawatnya telah rusak.
c. Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
1) Penggunaan dapur perlakuan panas dengan bahan bakar minyak tanah.
2) Pemasukan coran ke dalam dapur perlakuan panas tidak ditata dan diatur.
3) Pencampuran coran antara yang besar dengan yang kecil atau tipis saat
dibersihkan dengan mesin shoot blast.
d. Tahap Pengerjaan Akhir
1) Mesin-mesin kurang terawat.
2) Alat ukur kurang memadai.
43
B. Pembahasan
1. Kondisi Pengendaliaan Mutu pada Proses Produksi PT. Suyuti Sido Maju
Klaten.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, pengendalian
mutu di PT. Suyuti Sido Maju Klaten dalam kondisi terkendali, namun secara
teknis ada dua tahapan yang hanya dalam kondisi cukup terkendali yaitu pada
proses pengecoran dan proses pembersihan dan perlakuan panas. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penilitian yang menunjukkan bahwa proses peleburan dan proses
pengerjaan akhir dalam kondisi terkenali, sedangkan proses pengecoran dan
pembersihan dan perlakuan panas dalam kondisi cukup terkendali. Hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat yang akan dibahas
pada bagian selanjutnya.
2. Faktor-faktor pendukung kendali mutu pada proses produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten.
a. Tahap Peleburan
Faktor pendukung kendali mutu tahap peleburan adalah penggunaan tanur
listrik induksi frekuensi rendah berkapasitas 1 ton sebanyak 2 buah, tanur listrik
yang digunakan untuk meleburkan besi di pabrik pengecoran PT. Suyuti Sido
Maju adalah tanur listrik induksi frekuensi rendah jeni krus yang mempunyai
keuntungan kontruksi sederhana dengan bagian atas dari tanur yang terbuka
sehingga pengisian mudah dilakukan, dinding tahan api bersifat asam yang
harganya murah dan pebuatan mudah serta tanur ini cocok untuk mencairkan
44
logam mulai temperatur kamar, selain itu dengan memiliki dua buah tanur proses
peleburan dapat berjalan lancar karena tanur dioperasikan secara bergantian.
b. Tahap Pengecoran
Faktor pendukung kendali mutu tahap pengecoran antara lain penggunaan
pasir resin untuk bahan inti. Penggunaan pasir resin untuk bahan inti mempunyai
keuntunga antara lain:
1) Inti akan terbakar saat cairan mulai membeku sehingga hanya menyisakan abu
yang mudah bersikan.
2) Mudah dibuat dan dibentuk yaitu dengan cara dicetak dan dipanaskan.
3) Tidak memerlukan bahan pengikat atau bahan tambah lain.
4) Tidak mudah rusak saat diangkut, disimpan dan saat dipasang.
5) Cepat dalam pembuatanya.
6) Kadar air yang sangat rendah sehingga memperkecil kemungkinan cacat
coran.
7) Menghasikan permukaan yang halus pada permukaan coran.
Pengunaan aluminium sebagai bahan pola untuk produksi masal. Pola
aluminium mempunyai keuntungan antara lain:
1) Tidak mudah berubah bentuknya.
2) Awet atau tahan lama.
3) Ringan dan mudah dibentuk dibandingkan pola logam lainya.
4) Dapat diolah kembali jika rusak atau setelah tidak digunakan lagi.
45
c. Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
Faktor pendukung kendali mutu tahap pembersihan dan perlakuan panas
adalah penggunaan mesin pembersih coran (shoot blast) berkapasitas 1 ton
sebanya 1 buah dan kapasitas 0,5 ton sebanyak 2 buah dengan pengoprasian
tiga buah mesin tersebut maka proses dapat cepat selesai, efektif dan efisin serta
tidak memerlukan banyak pekerja dan waktu yang lama.
d. Tahap Pengerjaan Akhir
Faktor pendukung kendali mutu tahap pengerjaan akhir antara lain
penggunaan mesin bubut otomatis untuk pekerjaan masal, mesin bubut otomatis
digunakan untuk mengerjakan coran yang sempurna dan untuk pekerjaan masal
artinya mesin telah diseting untuk satu jenis produk yang produk tersebut
kondisinya sempurna, kemudian untuk produk yang kurang sempurna dan produk
pesanan yang jumlahnya kecil maka dikerjakan secara manual dengan mesin
bubut biasa dan penggunaan mesin bor sumbu banyak sebanyak 3 buah. Mesin
bor sumbu banyak digunakan untuk mengerjakan coran yang sempurna dan untuk
pekerjaan masal artinya mesin telah diseting untuk satu jenis produk yang produk
tersebut kondisinya sempurna, kemudian untuk produk yang kurang sempurna
dan produk pesanan yang jumlahnya kecil maka dikerjakan secara manual
dengan mesin bor biasa.
e. Tenaga Ahli
Selain faktor-faktor tersebut di atas, PT. Suyuti Sido Maju telah memiliki
tiga tenaga ahli pada bagian proses produksi, yaitu Bapak I Made Arminda D,
46
Amd. sebagai tenaga ahli pengecoran yang mempunyai tugas, tanggung jawab dan
wewenang antara lain :
1) Mengusahakan agar coran yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan sebelum masuk tahapan selanjutnya dari segi mutu dan waktu.
2) Mendidik dan mengembangkan keterampilan bawahannya.
3) Mengatur pekerjaan agar agar penggunaan bahan dan waktu lebih efisien.
4) Mengotrol pelaksanaan peleburan sesuai dengan standart operation procedur
(SOP).
5) Membuat program perbaikan operasional pengecoran.
6) Menyusun laporan bagian peleburan.
7) Melaksanakan pekerjaan lain yang berhubungan dengan bagian tersebut.
Bapak Yusuf Umardani, MT. sebagai tenaga ahli permesinan yang mempunyai
tugas, tanggung jawab dan wewenang antara lain :
1) Mengusahakan agar coran yang diproses dapat memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan sebelum masuk tahapan selanjutnya dari segi mutu dan waktu.
2) Mengawasi jalannya kegiatan kerja di bagian permesinan.
3) Membuat standar pengorasian mesin.
4) Membuat rencana perawatan mesin termasuk jadwal penggantian suku
cadang.
5) Mendidik dan mengembangkan keterampilan bawahannya.
6) Menyusun laporan bagian permesinan.
7) Melaksanakan pekerjaan lain yang berhubungan dengan bagian tersebut
47
dan Bapak Sugeng Riadi, ST. sebagai tenaga ahli Quality Control yang
mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang antara lain :
1) Menjamin produk yang dibuat bagian produksi memenuhi mutu yang
ditetapkan.
2) Menjamin produk yang diserahkan kepelanggan dijamin mutunya dan waktu
penyeselesainnya.
3) Melaksanakan pemeriksaan bahan terhadap baku, produk setengah jadi dan
produk jadi.
4) Menentukan sampling plan.
5) Menganalisa dan memeriksa penyebab kersakan produk.
6) Memelihara agar alat ukur dan jig atau alat bantu dapat berfungsi dengan
baik.
7) Mengambil tindakan penghentian proses produksi yang sedang berlangsung
apabila diketahui ada penyimpangan.
8) Melaksankan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh pemimpin perusahaan.
9) Melaporkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dan rencana kegiatan
kepada pimpinan perusahaan.
3. Faktor-faktor penghambat kendali mutu proses produksi PT. Suyuti Sido
Maju Klaten.
a. Tahap Peleburan
Bahan baku yang digunakan kualitasnya rendah yaitu bram besi. Bram
besi atau tatal dari proses permesinan merupakan bahan baku pengecoran yang
paling rendah kualitasnya, karena banyak mengandung kotoran, minyak pelumas,
48
cairan pendingin, pasir, karat dan komposisinya tidak diketahui, maka dari
kondisi bahan tersebut juga akan menghasilkan cairan yang berkualitas rendah
pula, timbul kotoran atau terak yang banyak yang sulit dihilangkan dan sering
masuk ke dalam cetakan sehingga memperbesar kemungkinan cacat coran, serta
komposisi cairan atau logam sulit diprediksi.
Faktor penghambat selanjutnya bahan balik (reject) tidak dibersihkan dari
pasir cetak yang masih melekat. Bahan balik (reject) sering digunakan untuk
bahan tambah karena bahan ini tidak usah dibeli dan kualitasnya telah diketahui,
namun karena bahan ini tidak dibersikan dari pasir cetak yang masih melekat
sebelum dilebur maka cairan yang dihasikan kualitasnya buruk karena timbul
terak dari pasir cetak, maka sebaiknya bahan balik (reject) sebelum dilebur
kembali sebaiknya dibersihkan dahulu dari pasir cetak yang masih melekat
dengan mesin shoot blast seperti coran yang baik sehingga bersih dari pasir cetak
sehingga tidak menurunkan kualitas cairan.
Faktor penghambat selanjutnya adalah tidak memiliki alat pengukur suhu
cairan (thermocopel). Cairan hasil peleburan seharusnya diukur suhunya sebelum
dilakukan penuangan ke dalam cetakan agar diperoleh temperatur penuangan
yang tepat sesuai dengan kebutuhan, karena temperatur yang rendah atau terlalu
tinggi dapat menyebabkan waktu pembekuan yang pendek atau terlalu lama,
kecairan yang buruk dan cacat coran seperti rongga penyusutan, rongga udara,
salah alir, inti terbakar, cetakan tebakar, pembengkakan dan lain sebagainya.
Faktor penghambat selanjutnya adalah tidak memiliki laboratorium
pengujian. Laboratorium pengujian merupakan tepat yang sangat penting pada
49
industri pengecoran, namun karena keterbatasan perusahaan maka pengujian
sering dilakukan secara manual atau hanya berdasarkan pengalaman, pada hal
tujuan pengujian sangat penting sekali antara lain memeriksa kualitas, menekan
biaya dengan mengetahui lebih dahulu produk yang cacat dan menyempurnaan
teknik. Kualitas cairan dan koposisi bahan sangat berpengaruh pada coran. Coran
yang berhasil namun berasal dari cairan yang berkualits buruk dan komposisi
kimiawinya tidak tepat maka coran tersebut akan membawa masalah, seperti
timbul cacat coran yang akan diketahui pada proses selanjutnya, misalnya rongga
udara, penyusutan dalam dan cacat cil, biasanya cacat tersebut diketahui pada saat
proses permesinan atau tidak dapat diproses dengan mesin.
Faktor penghambat terakhir pada tahap peleburan adalah tidak dilakukan
seleksi bahan baku dan bahan tambah. Pembelian bahan baku dan bahan tambah
yang dilakukan oleh bagian pembelian tidak dilakukan seleksi atau pemeriksaan
sehingga bahan yang tidak layak dicor tekadang terlanjur dibeli sehingga biaya
pembelian membengkak dan bahan tersebut menjadi sia-sia karena hanya akan
dibuang.
b. Tahap Pengecoran
Penangan pasir cetak kurang sesuai standar. Pasir cetak yang digunakan
untuk membuat cetakan pada bagian cetakan adalah pasir bekas hal ini bertujuan
untuk menghematan biaya, pengunaan pasir bekas dapat dilakuakan asal pasir
bekas tersebut diproses sesuai dengan prosedur yang benar yaitu dibersihkan,
diayak, dibuang debunya dan diberikan bahan pengikat yang cukup, namun
pemrosesan pasir cetak yang dilakukan pada bagian pengolahan pasir hanya
50
dilakuakan pengayakan dan pengadukan pada pasir yang melekat pada pola saja
sehingga kualitas pasir cetak turun dan sering mengakibatkan cacat coran.
Faktor penghambat selanjutnya adalah penuangan cairan ke dalam cetakan
sering kurang penuh. Penuang cairan sering kurang memperhatikan dalam
penuangan cairan ke dalam cetakan sehingga sering menimbulkan cacat coran
kurang cairan. Hal ini terjadi karena suhu cairan terlalu tinggi sehingga cairan
mengembang dan setelah mulai menyusut tidak diberi tambahan cairan.
Faktor penghambat selanjutnya adalah komposisi antara pasir cetak dan
bahan perekat selain air kurang memadai. Komposisi antara pasir cetak dan bahan
perekat selain air kurang memadai sehingga daya rekat pasir cetak rendah, hal ini
mengakibatkan pasir cetak sering rontok atau pecah saat dicetak, maka untuk
mengatasi hal tersebut pengepres cetakan sering menambahkan air sampai
melebihi kadar air yang diijinkan sampai pasir mudah dicetak atau pengepres
sering mengunakan air untuk merekatkan cetakan yang retak, hal tersebut
mengakibatkan meningkatnya kadar air pasir cetak dan sering menyebabkan cacat
coran yang diakibatkan pasir rontok, timbul gas berlebihan, letupan dan mendidih
saat pengecoran.
Faktor penghambat terakhir pada tahap pengecoran adalah mesin
pengayak yang digunakan jaring kawatnya telah rusak. Mesin pengayak yang
digunakan untuk mengayak pasir cetak jaring kawatnya telah rusak sehingga pasir
cetak yang diayak tidak seragam dan banyak kotoran yang tidak tersaring, hal ini
mengakibatkan kualitas pasir cetak turun, maka hal tersebut menyebabkan
terjadinya cacat coran karena pasir rontok dan cacat cil.
51
c. Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
Penggunaan dapur perlakuan panas dengan bahan bakar minyak tanah.
Dapur perlakuan panas dengan bahan bakar minyak tanah memiliki kekurangan
antara lain hasil pemanasan sulit diprediksi, pengoprasian dapur untuk
mendapatkan panas yang stabil sangat sulit sehingga perlu pengawasan yang
ketat, proses perlakuan panas perlu waktu yang lama sehingga memerlukan bahan
bakar yang banyak dan coran menjadi kotor sehingga harus dibersihkan kembali.
Faktor penghambat selanjutnya adalah pemasukan coran yang ke dalam
dapur perlakuan panas tidak diatur. Proses pemasukan coran ke dalam dapur
perlakuan panas tidak diatur dan secara campur aduk ini berakibat ruangan tidak
efisien dan sering terjadi perubahan bentuk karena saat coran dikenai panas akan
mendapat tekanan yang terlalu besar dari atas sehingga coran yang semula baik
menjadi rusak bentuknya, maka sebaiknya coran yang dimasukan kedalam dapur
pelakuan panas ditata secara rapi dan urut tidak campur aduk, yaitu dimulai dari
yang besar kemudian di atasnya yang lebih kecil sampai yang terkecil, sehingga
saat pemanasan coran tidak berubah bentuk karena tekanan dari atas, serta perlu
diketahui berapa tumpukan maksimal yang paling ideal dalam perlakuan panas,
sehingga coran yang berada paling bawah tidak kelebihan beban yang dapat
mengakibatkan perubahan bentuk.
Faktor penghambat terakhir adalah pencampuran coran antara yang besar
dengan yang kecil atau tipis saat dibersihkan dengan mesin shoot blast. Proses
pembersihan coran terkadang dicampur antara yang besar dengan yang keci atau
tipis saat dibersihkan dengan mesin shoot blast sehingga mengakibatkan coran
52
tipis pecah karena tertumbuk coran besar yang berat dan coran kecil dapat masuk
kedalam mesin sehingga mesin rusak dan menghambat proses kerja, maka
sebaiknya coran yang kecil tidak dibersikan dengan mesin shoot blast blas karena
dapat masuk ke dalam mesin atau ruang kipas sehingga dapat merusak mesin.
d. Tahap Pengerjaan Akhir
Faktor penghambat kendali mutu tahap pengerjaan akhir antara lain mesin-
mesin kurang terawat. Sebagian besar mesin bubut yang digunakan untuk
pembubutan manual kurang terawat. Kebersihan mesin kurang diperhatikan dan
pelumasannya kurang baik sehingga menyebabkan opertor tidak nyaman dalam
berkerja dan perlu tenaga yang besar dalam mengoprasikannya, sehingga operator
cepat leleh dan produtifitas cepat menurun.
Faktor selanjutnya adalah alat ukur kurang memadai. Pemasangan benda
kerja pada cekam mesin bubut penyenteranya masih menggunakan penyenter
manual tidak menggunakan Dial indikator. Penyenteran menggunakan penyenter
manual mengakibatkan pemasangan dan penyenteran benda kerja sulit, lama dan
hasilnya kurang tepat, maka perusahan sebaiknya menyediakan alat ukur yang
tepat sesuai dengan kebutuhan, salah satunya adalah dial indikator.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap proses
pengendalian mutu di PT. Suyuti Sido Maju Klaten, peneliti dapat mengambil
kesimpulan dan saran sebagai berikut :
A. Simpulan
1. Kondisi pengendalian mutu PT. Suyuti Sido Maju Klaten adalah terkendali,
dengan prosentase keterkedalian 80 %, kemudian kondisi pada tiap tahapan
adalah sebagai berikut:
a. Tahap peleburan dan tahap pengerjaan akhir dalam kondisi terkendali, dengan
prosentase keterkedalian pada tahap peleburan 81 % terkendali dan tahap
pengerjaan akhir 91 % terkendali.
b. Tahap pengecoran dan pembersihan dan perlakuan panas dalam kondisi cukup
terkendali, dengan prosentase keterkedalian pada tahap pengecoran 75 %
cukup terkendali dan tahap pembersihan dan perlakuan panas 73 % cukup
terkendali.
2. Faktor pendukung kendali mutu pada tahap peleburan adalah penggunaan
dapur listrik induksi frekuensi rendah. Pada tahap pengecoran antara lain
penggunaan pasir resin untuk bahan inti dan pengunaan aluminium untuk
bahan pola. Pada tahap pembersihan dan perlakuan panas adalah penggunaan
mesin pembersih coran (shoot blast). Pada tahap pengerjaan akhir antara lain
penggunaan mesin bubut otomatis dan mesin bor berporos majemuk,
53
54
kemudian pada bidang sumber daya manusia telah memiliki tiga tenaga ahli,
yaitu pada bidang pengecoran, permesinan dan Quality Control.
3. Faktor penghambat kendali mutu pada tahap peleburan antara lain bahan
peleburan tidak seleksi, bahan baku kualitasnya rendah yaitu bram besi, bahan
balik (reject) tidak dibersihkan, tidak memiliki alat pengukur suhu cairan
(thermocopel) dan laboratorium pengujian komposis. Pada tahap pengecoran
antara lain pengolahan pasir cetak kurang sesuai standar, penuangan cairan ke
dalam cetakan sering kurang penuh, komposisi bahan pengikat selain air pada
pasir cetak kurang memadai dan kondisi mesin pengayak pasir cetak kurang
layak. Pada tahap pembersihan dan perlakuan panas antara lain penggunaan
dapur perlakuan panas berbahan bakar minyak tanah, pemasukan coran ke
dalam dapur perlakuan panas tidak ditata, pencampuran coran saat dibersihkan
dengan mesin shoot blast. Pada tahap pengerjaan akhir antara lain mesin-
mesin kurang terawat dan alat ukur kurang memadai.
B. Saran
1. Saran untuk tahap peleburan antara lain suhu cairan diukur dengan alat
pengukur suhu (thermocople) agar suhu cairan tepat sesuai kebutuhan (tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah) dan bahan balik (reject) dibersihkan dari
pasir cetak yang masih melekat sebelum dilebur kembali.
2. Saran untuk tahap pengecoran antara lain pola yang digunakan untuk
pengecoran diberikan jangka waktu penggunaan dan sebelum pola digunakan
untuk membuat cetakan secara masal dilakukan uji coba. Pasir cetak yang
55
digunakan kembali diproses sesuai prosedur (dibersihkan, diayak dan
diberikan bahan pengikat yang cukup) dan prosesntase bahan pengikat selain
air ditingkatkan dan prosentase air dikurangi.
3. Saran untuk tahap pembersihan dan perlakuan panas antara lain coran yang
dibersikan tidak dicampur antara yang berat atau yang besar dengan yang
ringan atau kecil. Coran yang rawan patah dibersikan dengan gerida tangan
tidak dibersikan dengan mesin shoot blast agar tidak pecah atau patah. Coran
yang kecil tidak dibersikan dengan mesin shoot blast karena dapat masuk ke
dalam mesin atau ruang kipas sehingga dapat merusak mesin. Coran yang
dimasukan ke dalam dapur pelakuan panas ditata secara rapi dan urut, serta
perlu diketahui berapa tumpukan maksimal yang paling ideal dalam perlakuan
panas.
4. Saran untuk tahap pengerjaan akhir antara lain perencanaan perawatan mesin
dan penjadwalan penggantian suku cadang mesin tanpa menunggu timbulnya
kerusakan pada mesin. Pengendali atas alat inspeksi, ukur dan uji dengan cara
merawat dan megkalibrasi secara periodik. Pengadaan alat ukur sesuai dengan
kebutuhan dan standar pengukuran.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 1980. Management Produksi II (Pengendalian Produksi). Yogyakarta : BPFE UGM.
Amstead, BH dan Sriati Djaprie. 1990. Teknologi Mekanik Jilid 1. Jakarta :
Erlangga. Boenasir. 1994. Mesin Perkakas Produksi. Semarang : IKIP Semarang Press. Daryanto. 1996. Mesin Perkakas Bengkel. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Feigenbaum, AV. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta : Erlangga. Hardjosoedamo, Soewarso. 2002. Total Qualiti Management. Yogyakarta : Andi
Offset. Marbun, BN dan Henryanto Eko. 1985. Pengendalian Mutu Terpadu. Jakarta :
PT. Pustaka Binaman Pressindo. Poerwadarminta, WJS dkk. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka. Prawirosentono, Suryadi. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu
Abad 21. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Ravianto, J. 1985. Produktifitas Dan Management. Jakarta : Lembaga Sarana
Infomasi Usaha dan Produktifitas. Sarjono dan Wigondo, BE. 1978. Teknologi Mekanik I. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. Sumantri. 1989. Teori Kerja Bangku. Jakarta : Dirjen Dikti. Surdia, Tata dan Kenji Chiiwa. 2000. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta :
PT. Pradnya Paramita.
57
Lampiran 1
INSTRUMEN PENELITIAN
A. Proses Peleburan
1. Persiapan bahan yang akan dilebur
a. Baik : bahan tersedia, dibersihkan, dipecah-pecah dan
dipisahkan tempatnya
b. Cukup biak : bahan tersedia, dipecah-pecah dan dipisahkan
tempatnya
c. Kurang biak : bahan tersedia dan dipisahkan tempatnya
d. Buruk : bahan tersedia
2. Bahan baku yang digunakan
a. Sesuai standar : besi kasar
b. Cukup standar : besi bekas dan coran gagal
c. Kurang standar : coran gagal dan bram besi
d. Tidak standar : besi ronsok
3. Persiapan bahan tambah
a. Baik : bahan tersedia, bersihkan, dipecah-pecah dan
dipisahkan tempatnya
b. Cukup baik : bahan tersedia, dipecah-pecah dan dipisahkan
tempatnya
c. Kurang baik : bahan tersedia dan dipisahkan tempatnya
d. Buruk : bahan tersedia
58
4. Penentuan komposisi bahan baku
a. Sesuai prosedur : ditentukan dengan pebandingan baku dan
dengan ditimbang beratnya
b. Cukup sesuai prosedur : ditentukan dengan ditimbang beratnya
c. Kurang sesuai prosedur : ditentukan dengan perkiraan
d. Tidak sesuai prosedur : tidak ditentukan
5. Penentuan komposisi bahan tambah
a. Sesuai prosedur : ditentukan dengan pebandingan baku dan
dengan ditimbang beratnya
b. Cukup sesuai prosedur : ditentukan dengan ditimbang beratnya
c. Kurang sesuai prosedur : ditentukan dengan perkiraan
d. Tidak sesuai prosedur : tidak ditentukan
6. Dapur lebur yang digunakan
a. Baik : dapur listrik induksi frekuensi rendah
b. Cukup baik : dapur kurs jenis residu minyak
c. Kurang baik : dapur kopula
d. Buruk : dapur tungkik
7. Persiapan penggunaan dapur
a. Sesuai standar : dapur dibersihkan dan dicek sebelum
pergunakan dan dikeringkan selama 3 jam
b. Cukup sesuai standar : dapur dibersihkan sebelum pergunakan dan
dikeringkan kurang dari 3 jam
c. Kurang sesuai standar : dapur dibersihkan tidak dikeringkan
59
d. Tidak sesuai standar : dapur tidak dibersihkan
8. Pesiapan alat pengangkut cairan
a. Baik : ledel dengan batu tahan api baru atau
dibersihkan, diperbaiki dan dikeringkan
b. Cukup baik : ledel dibersihkan, diperbaiki dan dikeringkan
c. Kuran baik : ledel dibersihkan dan dikeringkan
d. Buruk : ledel dibersihkan
9. Pemanasan awal dan pencairan besi
a. Sesuai prosedur : dinding dapur diperiksa, dapur
dikeringkan, dilakukan pemanasan awal
dengan sedikit bahan baku kemudian
dilanjutkan peleburan
b. Cukup sesuai prosedur : dapur dikeringkan, dilakukan pemanasan
awal dengan sedikit bahan baku kemudian
dilanjutkan peleburan
c. Kurang sesuai prosedur : dapur dikeringkan, dilakukan pemanasan
awal kemudian dilanjutkan peleburan
d. Tidak sesuai prosedur : pemanasan awal kemudian dilanjutkan
peleburan
10. Pengawasan temperatur peleburan
a. Baik : mengunakan thermometer suhu tinggi, alat uji atau
kontrol yang dihubungkan dengan komputer
b. Cukup baik : mengunakan thermometer suhu tinggi
60
c. Kurang baik : pengamatan warna cairan
d. Buruk : pengamatan panas cairan
11. Pemenuhan hal-hal yang diperlukan saat peleburan
a. Terpenuhi : pengaturan pemasukan bahan, pengaturan suhu,
pengaturan pengeluaran cairan, penentuan
kualitas cairan dan pembuangan kotoran
b. Cukup terpenuhi : melakukan 3 syarat di atas
c. Kurang terpenuhi : melakukan 2 syarat di atas
d. Tidak terpenuhi : melakukan 1 syarat di atas
12. Cara penentuan temperatur
a. Sesuai standar : berdasarkan bentuk coran, berdasarkan tebal
coran dan berdasarkan bahan baku
b. Cukup sesuai standar : berdasarkan tebal coran dan berdasarkan
bahan baku
c. Kurang sesuai standar : berdasarkan bahan baku
d. Tidak sesuai standar : berdasarkan perkiraan
B. Proses pengecoran
1. Pola yang digunakan
a. Baik : pola awet (tahan lama), halus, tidak menyusut,
ringan dan murah
b. Cukup baik : meperhatikan 4 syarat di atas
c. Kurang baik : meperhatikan 3 syarat di atas
61
d. Buruk : kurang dari 3 syarat di atas
2. Pemenuhan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan pola
a. Terpenuhi : memperhatikan penyusutan cairan logam,
ketirusan, penyelesaian akhir, distorsi dan
kelonggaran
b. Cukup terpenuhi : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang terpenuhi : kurang memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak terpenuhi : tidak memperhatikan hal di atas
3. Faktor pemilihan bahan pola
a. Sesuai standar : masa produksi, jenis ukurang coran, jumlah
produksi, kemudahan dalam pembuatan dan
murah
b. Cukup sesuai standar : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : kurang memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : tidak memperhatikan hal di atas
4. Inti yang digunakan
a. Baik : mempunyai kelenturan, mempunyai porositas,
menghasilkan pemukaan yang halus dan tahan
terhadap panas
b. Cukup baik : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang baik : kurang memperhatikan 3 hal di atas
d. Buruk : tidak memperhatikan hal di atas
62
5. Pemenuhan hal-hal yang perlukan diperhatikan dalam pembuatan inti
a. Terpenuhi : mempertimbangkan kelenturan, peletakan inti,
pemegang inti dan waktu penyaluran gas saat
penuangan
b. Cukup terpenuhi : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang terpenuhi : kurang memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak terpenuhi : tidak memperhatikan hal di atas
6. Pembuatan inti
a. Baik : dengan mesin yang diopersikan secara otomatis
b. Cukup baik : dengan mesin yang diopersikan oleh manusia
c. Kurang baik : dengan alat cetak
d. Buruk : tanpa bantuan alat cetak
7. Pasir yang digunakan dalam pembuatan cetakan
a. Sesuai standar : mempunyai sifat halus, tahan panas,
mempunyai kekuatan permeabilitas tinggi
dan mudah dibentuk
b. Cukup sesuai standar : mempunyai 3 sifat di atas
c. Kurang sesuai standar : mempunyai 2 sifat di atas
d. Tidak sesuai standar : mempunyai 1 sifat di atas
8. Bahan pengikat yang digunakan dalam cetakan
a. Sesuai standar : kekuatan lekat tinggi, tidak lembab, mudah
bercampur dengan pasir cetak dan
menghasilkan permukaan yang halus
63
b. Cukup sesuai standar : mempunyai 3 sifat di atas
c. Kurang sesuai standar : mempunyai 2 sifat di atas
d. Tidak sesuai standar : mempunyai 1 sifat di atas
9. Syarat-syarat pasir cetak
a. Syarat terpenuhi : permebilitas, tahan suhu tinggi, ukurang
dan bentuk seragam
b. Syarat cukup terpenuhi : mempunyai 3 sifat di atas
c. Syarat kurang terpenuhi : mempunyai 2 sifat di atas
d. Syarat tidak terpenuhi : mempunyai 1 sifat di atas
10. Persiapan pasir cetak
a. Sesuai standar : dibersihkan, diuji dan dipisahkan dari bahan
lain
b. Cukup sesuai standar : terpenuhi 2 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : terpenuhi 1 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : lansung digunakan
11. Sistem penanganan pasir cetak
a. Baik : pendinginan, pembersihan, pengayakan,
pencampuran dan pengadukan
b. Cukup baik : sistem tidak urut
c. Kurang baik : sistem tidak lengkap
d. Buruk : sistem tidak urut dan tidak lengkap
64
12. Proses pembuatan cetakan
a. Sesuai standar : tempat diratakan, rangka cetak ditata dengan
tepat, cetakan dipasang dengan tepat, pasir
dipadatkan secara merata, inti ditempatakan
dengan tepat, saluran udara, saluran masuk,
penaburan grafit dan menyatukan kup dan
drag dengan tepat
b. Cukup sesuai setandar : terpenuhi 7 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : terpenuhi 6 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : terpenuhi 5 hal di atas
13. Persiapan pengangkutan dan penuangan
a. Biak : ledel dibersihkan, diperbaiki, dikeringkan,
pembuangan terak dan pemberian bahan tambah
b. Cukup baik : memperhatikan 4 hal di atas
c. Kurang baik : memperhatikan 3 hal di atas
d. Buruk : memperhatikan 2 hal di atas
14. Proses pengangkutan dan penuangan
a. Baik : ketepatan temperatur, ketepatan penuangan,
ketepatan komposisi bahan baku dan ketepatan
komposisi bahan tambah
b. Cukup baik : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang baik : memperhatikan 2 hal di atas
d. Buruk : memperhatikan 1 hal di atas
65
15. Pendinginan coran
a. Sesuai prosedur : coran didinginkan secara belahan-lahan
didalam cetakan sesuai suhu kamar
b. Cukup sesuai prosedur : coran didinginkan secara belahan-lahan
diluar cetakan sesuai suhu kamar
c. Kurang sesuai prosedur : secara belahan-lahan belum mencapai suhu
kamar
d. Tidak sesuai prosedur : coran didinginkan dengan cepat
C. Proses pembersihan dan perlakuan panas
1. Proses pembongkaran coran
a. Sesuai prosedur : mengunakan mesin
b. Cukup sesuai prosedur : mengunakan alat khusus
c. Kurang sesuai prosedur : mengunakan alat tangan
d. Tidak sesuai prosedur : asal membongkar
2. Pemisahan dan pemeriksaan pengecoran
a. Sesuai standar : mengunakan mesin dan alat khusus
b. Cukup sesuai standar : mengunakan alat khusus
c. Kurang sesuai standar : mengunakan alat tangan
d. Tidak sesuai standar : asal memisahkan
3. Pengangkutan coran kotor ke tempat pembersihan coran
a. Sesuai standar : mengunakan mesin atau kendaraan khusus
b. Cukup sesuai standar : menggunakan gerobak dorong
66
c. Kurang sesuai setandar : menggunakan keranjang atau kotak
d. Tidak sesuai setandar : diangkat dengan tanggan
4. Pembersihan coran
a. Sesuai standar : menggunakan mesin pembersih berkapasitas
besar
b. Cukup sesuai standar : menggunakan mesin pembersih berkapasitas
sedang
c. Kurang sesuai standar : menggunakan mesin gerinda atau mesin
selep
d. Tidak sesuai standar : mengunakan alat tangan
5. Mesin pembersih coran
a. Baik : mesin pembersih dengan kapasita besar
b. Cukup baik : mesin pembersih dengan kapasita sedang
c. Kurang baik : mesin gerinda atau mesin selep
d. Buruk : tidak menggunakan mesin
6. Proses pembersihan
a. Sesuai standar : coran dibersihkan dengan mesin, diseleksi
dan dihilangkan serpih-serpihan lagamnya
b. Cukup sesuai standar : coran dibersihkan dengan mesin dan
diseleksi
c. Kurang sesuai standar : coran dibersihkan dengan mesin
d. Tidak sesuai standar : coran dibersihkan dengan tenaga manusia
67
7. Pemeriksan cacat coran
a. Sesuai standar : pemeriksaan bentuk, ukurang, rupa, bahan
dan kekerasan
b. Cukup sesuai standar : memperhatikan 4 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : memperhatikan 2 hal di atas
8. Pengangkutan coran bersih ke tempat pelunakan coran
a. Baik : mengunakan mesin atau kendaraan khusus
b. Cukup baik : menggunakan gerobak dorong
c. Kurang baik : menggunakan keranjang atau kotak
d. Buruk : diangkat dengan tanggan
9. Perlakuan panas pada coran
a. Sesuai standar : menggunakan paduan pengendalian suhu,
waktu pemanasan dan pendinginan sesuai
dengan banyak coran
b. Cukup sesuai standar : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : memperhatikan 2 hal di atas
d. Tidak sesuai setandar : menggunakan perkiraan
10. Tungku perlakuan panas
a. Baik : tungku listrik
b. Cukup baik : tungku dengan bahan bakar gas
c. Kurang baik : tungku dengan bahan bakar minyak
d. Buruk : tungku dengan bahan bakar batu bara atau kayu
68
11. Proses perlakuan panas
a. Sesuai prosedur : coran ditata dengan rapi, suhu diatur,
waktu pemanasan diperhatiakan dan
dilakukan pencatatan
b. Cukup sesuai prosedur : memperhatikan 3 hal di atas
c. Kurang sesuai prosedur : memperhatikan 2 hal di atas
d. Tidak sesuai prosedur : asal memenaskan coran
12. Pemeriksaan keberhasilan perlakuan panas
a. Sesuai standar : pemeriksaan bentuk, ukuran dengan mata
dan dengan alat khusus
b. Cukup standar : memperhatikan 2 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : memperhatikan 1 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : tidak dilakukan pemeriksaan
13. Pengangkutan coran ke tempat permesinan
a. Baik : mengunakan mesin atau kendaraan khusus
b. Cukup baik : menggunakan gerobak dorong
c. Kurang baik : menggunakan keranjang atau kotak
d. Buruk : diangkat dengan tanggan
D. Proses pengerjaan akhir
1. Proses pelaksanaan pengerjaan
a. Sesuai standar : kegiatan persiapan, pengerjaan dan
evaluasi
69
b. Cukup sesuai standar : memperhatikan 2 hal di atas
c. Kurang sesuai standar : memperhatikan 1 hal di atas
d. Tidak sesuai setandar : asal mengerjakan
2. Standar pedoman pengerjaan
a. Baik : standar pengerjaan, standar waktu, standar produksi
dan standar ukurang
b. Cukup baik : mengikuti 3 standar di atas
c. Kurang baik : mengikuti 2 standar di atas
d. Tidak baik : tanpa standar pengerjaan
3. Dasar pemilihan pengerjaan
a. Sesuai standar : bentuk, ukuran dan jenis
b. Cukup sesuai standar : mengikuti 2 dasar di atas
c. Kurang sesuai standar : mengikuti 1 dasar di atas
d. Tidak sesuai standar : tanpa dasar
4. Mesin bubut yang digunakan
a. Baik : mesin bubut dengan vasilitas lengkap
b. Cukup baik : mesin bubut standar
c. Kurang baik : mesin bubut standar yang sudah tidak lengkap
d. Buuk : mesin bubut yang hanya mampu untuk membubut
5. Proses pembubutan
a. Sesuai prosedur : mengatur putaran mesin, menempatkan
benda kerja, memasang pisau bubut,
70
mengatur ketebalan penyayatan dan
pembubutan, keselamatan kerja
b. Cukup sesuai prosedur : memperhatikan 4 hal di atas
c. Kurang sessuai prosedur : memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak sesuai prosedur : memperhatikan 2 hal di atas
6. Hal-hal yang diperlukan sebelum pembubutan
a. Baik : mengecek mesin, menyiapkan alat dan benda kerja,
menyiapkan cairan pendingin, menyiapkan alat ukur
dan gambar kerja
b. Cukup baik : memperhatikan 4 hal di atas
c. Kurang baik : memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak baik : memperhatikan 2 hal di atas
7. Mesin bor yang digunakan
a. baik : mesin bor dengan vasilitas lengkap
b. Cukup baik : mesin bor standar
c. Kurang baik : mesin bor standar yang sudah tidak lengkap
d. Buruk : mesin bor yang hanya mampu untuk mengebor
8. Proses pengeboran
a. Sesuai prosedur : membuat titik senter, memasang mata bor,
memilih kecepatan, memasang benda kerja
dengan kuat dan tepat, mengebor tepat
pada titik senter yang telah dibuat
b. Cukup sesuai prosedur : memperhatikan 4 hal di atas
71
c. Kurang sesuai prosedurali : memperhatikan 3 hal di atas
d. Tidak sesuai prosedur : memperhatikan 2 hal di atas
9. Hal-hal yang diperlukan sebelum pengeboran
a. Baik : mengecek mesin, menyiapkan alat dan benda kerja,
menyiapkan cairan pendingin, menyiapkan alat ukur
dan gambar kerja
b. Cukup baik : memperhatikan 4 hal di atas
c. Kurang baik : memperhatikan 3 hal di atas
d. buruk : memperhatikan 2 hal di atas
10. Proses akhir coran baik
a. Baik : diperiksa, dikumpukan di ruang tertutup dan bersih
sesuai suhu ruang
b. Cukup baik : terpenuhi 2 hal di atas
c. Kurang baik : terpenuhi 1 hal di atas
d. Buruk : asal dikumpulkan
11. Proses perbaikan coran cacat
a. Sesuai standar : pemisahan coran berdasarkan cacat,
analisis cacat yang dapat diperbaiki atau
tidak dapat diperbaiki dan penanganan
berdasarkan kemampuan perbaikan
b. Cukup sesuai standar : memperhatikan 2 hal di atas
c. Kurang sesuai setandar : memperhatikan 1 hal di atas
d. Tidak sesuai standar : tidak dilakukan perbaikan
72
Lampiran 2
Data Gabungan Pengamat I, II dan III
Tabel 9. Data Pengamatan Tahap Peleburan
No Pengamat I Pengamat II Pemngamat III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
c c b a a a a b a c b a
c c b a a a a b a c b b
c c b a a a a a a c b a
Tabel 10. Data Pengamatan Tahap Pengecoran
No Pengamat I Pengamat II Pemngamat III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
a a a a a c b c c b c b b c a
a a a a a c b b c b c c b c a
a a a a a c b c c b b c b c a
73
Tabel 11. Data Pengamatan Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
No Pengamat I Pengamat II Pemngamat III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
c c b a a a c b a c b c b
c c b a a a c b b c b c b
c c b a a a c b a c b c b
Tabel 12. Data Pengamatan Tahap Pengerja Akhir
No Pengamat I Pengamat II Pemngamat III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
a b a a b b a a a b a
a c a a b b a a a b a
a b a a b b a a a b a
74
Lampiran 3
Tabel 13. Kontingensi Pengamatan Pengamat I, II dan III
Tahapan Jawaban a b c d Jumlah Kode Sama
a 4,5,6,7,9 5 b 3,11 2 c 1,2,10 3
Peleburan
d a 1,2,3,4,5,15 6 b 7,10,13 3 c 6,9,14 3
Pengecoran
d a 4,5,6 3 b 3,8,11,13 4 c 1,2,7,10,12 5
Pembersihan dan
perlakuan panas d
a 1,3,4,7,8,9,11 7 b 5,6,10 3 c
Pengerjaan akhir
d Jumlah Kode Sama 21 12 11 44 Keterangan :
Jumlah kode yang tidak sama pada :
A. Tahap peleburan yaitu nomor butir 8 dan12
B. Tahap pengecoran yaitu nomor butir 8, 11 dan12
C. Tahap pembersihan dan perlakuan panas yaitu nomor butir 9
D. Tahap pengerjaan akhir yaitu nomor butir 2
75
Lampiran 4.
Nilai Hasil Pengamatan
Tabel 14. Nilai Tahap Peleburan
No Item Jawaban Nilai 1 Persiapan bahan yang akan dilebur c 2 2 Bahan baku yang digunakan c 2 3 Persiapan bahan tambah b 3 4 Penentuan komposisi bahan baku a 4 5 Penentuan komposisi bahan tambah a 4 6 Dapur lebur yang digunakan a 4 7 Persiapan penggunaan dapur a 4 8 Pesiapan alat pengangkut cairan b 3 9 Pemanasan awal dan pencairan besi a 4 10 Pengawasan temperatur peleburan c 2 11 Pemenuhan hal-hal yang diperlukan saat peleburan b 3 12 Cara penentuan temperatur a 4
Jumlah 39
Tabel 15. Nilai Tahap Pengecoran
No Item Jawaban Nilai 1 Pola yang digunakan a 4 2 Pemenuhan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
pembuatan pola a 4
3 Faktor pemilihan bahan pola a 4 4 Inti yang digunakan a 4 5 Pemenuhan hal-hal yang perlukan diperhatikan dalam
pembuatan inti a 4
6 Pembuatan inti c 2 7 Pasir yang digunakan dalam pembuatan cetakan b 3 8 Bahan pengikat yang digunakan dalam cetakan c 2 9 Syarat-syarat pasir cetak c 2 10 Persiapan pasir cetak b 3 11 Sistem penanganan pasir cetak c 2 12 Proses pembuatan cetakan c 2 13 Persiapan pengangkutan dan penuangan b 3 14 Proses pengangkutan dan penuangan c 2 15 Pendinginan coran a 4
Jumlah 45
76
Tabel 16. Nilai Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas
No Item Jawaban Nilai 1 Pola yang digunakan a 4 2 Pemenuhan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
pembuatan pola a 4
3 Faktor pemilihan bahan pola a 4 4 Inti yang digunakan a 4 5 Pemenuhan hal-hal yang perlukan diperhatikan dalam
pembuatan inti a 4
6 Pembuatan inti c 2 7 Pasir yang digunakan dalam pembuatan cetakan b 3 8 Bahan pengikat yang digunakan dalam cetakan c 2 9 Syarat-syarat pasir cetak c 2 10 Persiapan pasir cetak b 3 11 Sistem penanganan pasir cetak c 2 12 Proses pembuatan cetakan c 2 13 Persiapan pengangkutan dan penuangan b 3 14 Proses pengangkutan dan penuangan c 2 15 Pendinginan coran a 4
Jumlah 45
Tabel 17. Nilai Tahap Pengerjaan Akhir
No Item Jawaban Nilai 1 Proses pelaksanaan pengerjaan a 4 2 Standar pedoman pengerjaan b 3 3 Dasar pemilihan pengerjaan a 4 4 Mesin bubut yang digunakan a 4 5 Proses pembubutan b 3 6 Hal-hal yang diperlukan sebelum pembubutan b 3 7 Mesin bor yang digunakan a 4 8 Proses pengeboran a 4 9 Hal-hal yang diperlukan sebelum pengeboran a 4 10 Proses akhir coran baik b 3 11 Proses perbaikan coran cacat a 4
Jumlah 40
Tabel 18. Nilai Seluruh Tahapan
Tahapan Nilai A. Tahap Peleburan 39 B. Tahap Pengecoran 45 C. Tahap Pembersihan dan Perlakuan Panas 45 D. Tahap Pengerjaan Akhir 40 Total Nilai Seluruh Tahapan 162
77
Lampiran 5. Gambar Hasil Observasi.
Gambar 6. Dapur listrik induksi frekuensi rendah berkapasitas 1 ton
Gambar 7. Inti cetakan yang terbuat dari pasir resin
Gambar 8. Pola yang terbuat dari bahan aluminium
78
Gambar 9. Mesin pembersih coran (shoot blast) berkapasitas 0,5 ton
Gambar 10. Mesin pembersih coran berkapasitas 1 ton
Gambar 11. Mesin bubut turet otomatis
79
Gambar 12. Mesin bor otomatis berporos majemuk
Gambar 13. Penerimaan bahan baku
Gambar 14. Mesin pengaduk pasir cetak
80
Gambar 15. Penuangan cairan ke dalam cetakan
Gambar 16. Mesin pengayak pasir cetak
Gambar 17. Tabung untuk perlakuan panas
81
Gambar 18. Proses pembersihan coran
Gambar 19. Mesin bubut yang digunakan untuk pekerjaan manual
Gambar 20. Pemasangan benda kerja dengan penyenter manual
82
Gambar 21. Macam-macam cacat coran hasil observasi.
a. Cacat sambungan dingin (cold shut). b. Cacat pembengkakkan.
c. Cacat inti bergeser. d. Cacat penyusutan luar.
e. Cacat letupan gas. f. Cacat inklusi terak
83
g. Cacat salah alir f . Cacat penyusutan dalam.
h. Cacat inklusi pasir. i. Cacat inti terbakar.
j. Cacat rongga udara. k. Cacat cil.
84
l. Cacat cairan kurang. M. Cacat rongga udara.
n. Cacat cetakan rontok.
82
Lampiran 6
PERNYATAAN
Bersama ini saya,
Nama : Drs. Murdani, M.Pd
NIP : 131894848
Jabatan : Dosen Teknik Mesin Universitas
Negeri Semarang
Memberikan pernyataan bahwa instrumen penelitian (terlampir) yang
dibuat oleh Yanta Sutapa, mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Fakultas
Teknik, Jurusan Pendidikan Teknik Mesin untuk keperluan pengambilan data
skripsi dengan judul Pelaksanaan Pengendalian Mutu Terpadu Pada Bagian
Proses Produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten, sudah cukup baik dan layak
digunakan sebagai alat pengambilan data.
Dengan Catatan,
1.
2.
3.
Semaramg,……………………… Tertanda
Drs. Murdani, M.Pd NIP. 131894848
83
Lampiran 4
PERNYATAAN
Bersama ini saya,
Nama :
NIP :
Jabatan :
Memberikan pernyataan bahwa instrumen penelitian (terlampir) yang
dibuat oleh Yanta Sutapa, mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Fakultas
Teknik, Jurusan Pendidikan Teknik Mesin untuk keperluan pengambilan data
skripsi dengan judul Pelaksanaan Pengendalian Mutu Terpadu Pada Bagian
Proses Produksi PT. Suyuti Sido Maju Klaten, sudah cukup baik dan layak
digunakan sebagai alat pengambilan data.
Dengan Catatan,
1.
2.
3.
Semaramg,……………………… Tertanda -------------------------------------