skripsi hubungan kepatuhan minum obat dengan …repo.stikesperintis.ac.id/352/1/41 rozi...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN
KLIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SICINCIN TAHUN 2017
Keperawatan Jiwa
Oleh :
ROZI HAMDANI
13103084105036
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES PERINTIS PADANG
TAHUN 2017
SKRIPSI
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN
KLIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SICINCIN TAHUN 2017
Keperawatan Jiwa
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan Penelitian Keperawatan
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang
Oleh :
ROZI HAMDANI
13103084105036
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES PERINTIS PADANG
TAHUN 2017
PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU S1
KEPERAWATANSTIKES PERINTIS PADANG
Skripsi, Agustus 2017
ROZI HAMDANI
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien Gangguan
Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
ix + VI BAB + 78 Halaman + 5Tabel + 2 Skema +7 Lampiran.
ABSTRAK
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta (24,3%), diikuti oleh Nanggro Aceh Darussalam (18,5%), sedangkan Sumatera Barat
sendiri merupakan peringkat ketiga dari 34 provinsi di Indonesia yakni sebanyak 17,7% dari
5.617.977 jiwa penduduk Sumatera Barat Survey awal yang di lakukan pada hari Kamis 19
Januari 2017 di Puskesmas Sicincin, hasil wawancara peneliti dengan petugas Puskesmas di
peroleh informasi bahwa ada 34 orang mengalami gangguan jiwa.Dengan kriteria umur dan
jenis kelamin serta diagnosa yang berbeda. Diagnosa tersebut diantaranya: ansietas, depresi,
psikosa, skizofrenia, dan epilepsy. Salah satu untuk mencegah kekambuhan adalah
melakukan pengobatan secara rutin. Pengobatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah
kepatuhan penderita minum obat secara rutin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analitik dengan desain pendekatan corelation study, kemudian data diolah dengan
menggunakan uji Chi Square.Sampel dalam penelitian ini sebanyak 34orang responden.Hasil
uji statistik diperoleh nilai p value = 0,000 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan
Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sicincin Tahun 2017. Saran dalam penelitian ini adalahHasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sicincin dalam mengatasi tingkat
kekambuhan penderita gangguan jiwa dimasa yang akan datang dengan cara patuh meminum
obat.
Kata Kunci : Kepatuhan,Kekambuhan, GangguanJiwa
Daftar Bacaan : 18 (2008-2015)
Study Of NursingSTIKesPerintis Padang Scription,August 2017
ROZI HAMDANI
Drug Compliance Relation With Recurrence of Client Mental Disorders In
SicincinPuskesmas Working Area 2017
ix + VI CHAPTER + 78 Page + 5 Table + 2 Schemes + 7 Attachments.
ABSTRACT
The prevalence of the highest mental disorder in Indonesia is found in the Provinces of the
Special Capital Region of Jakarta (24.3%), followed by Nanggro Aceh Darussalam (18.5%),
while West Sumatra is the third of 34 provinces in Indonesia at 17.7 % of 5,617,977 people in
West Sumatera The initial survey was conducted on Thursday, January 19, 2017 at Sicincin
Community Health Center, the results of interviews with health center staff in the information
obtained that there are 34 people with mental disorders. Dengan age and sex criteria and
diagnosis different. Diagnosis include: anxiety, depression, psychosis,
schizophrenia,andepilepsy.
This research used descriptive analytic study designs Correlation approach, then the data is
processed by using Chi Square. The sample in this study were 34 respondents. Statistical test
results obtained p value = 0.000 (p <α) we can conclude their relationship Drinking Drug
Compliance Clients With Mental Disorder Recurrence In PuskesmasSicincin Year 2017.
Suggestions in this study is the result of this research can be used as input for health centers
Sicincin in overcoming the recurrence rate of patients with future mental disorders by way of
dutifully taking medicine.
Keywords: Compliance, Recurrence, Mental Disorders
Reading List: 18 (2008-2015)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas diri
Nama : ROZI HAMDANI
Umur : 23 Tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Pekan Baru / 21 oktober 1994
Agama : Islam
Negri Asal : Sicincin
Alamat : Sicincin kabupaten Padang Pariaman
Kewarganegaraan : Indonesia
Jumlah Saudara : 5 (Lima)
Anak ke : 2 (Dua)
Identitas Orang Tua
Ayah : MARDHANI
Pekerjaan : Wiraswasta
Ibu : JEMIATI
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sicincin kabupaten Padang Pariaman
Riwayat Pendidikan
2001-2007 : SDN 13 Pasar Laban
2007-2010 : MTsN Kepala hilalang
2010-2013 : MAN Koto Baru padang Panjang
2013-2017 : PSIK STIKes Perintis Sumatra Barat
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat, Nikmat, dan Karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menempuh Ujian Seminar Proposal Program S1 Keperawatan STIKes Perintis
Padang Tahun 2017 dengan judul penelitian Hubungan Kepatuhan Minum Obat
Dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa Diwilayah Kerja Puskesmas
Sicincin Tahun 2017.
Selama penulisan proposal ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang
telah member arahan dan masukan yang membangun, demi terselesainya penulisan
proposal ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp,M.Biomed selaku Ketua STIKes Perintis Padang.
2. Ibu Yaslina, M.Kep. Ns Sp. Kep Kom. Selaku Ka. Prodi Ilmu Keperawatan
STIKes Perintis Padang.
3. Ibu Isna Ovari S.Kp M.Kep selaku Pembimbung I yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan saran kepada peneliti
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ibu Ns. Yuli Permata Sari, M.Kep
selaku Pembimbung II yang juga telah meluangkan waktu dan pikiran dalam
memberikan bimbingan dan saran kepada peneliti sehingga proposal ini dapat
terselesaikan.
4. Yang teristimewa kepada ayahanda dan ibunda tersayang yang telah
mebesarkan, mendidik, dan mendoakanku, meberi dukungan moral maupun
materil. Karena dengan ketulusan cinta, kasih, saying, kepedulian dan
perhatian dari ayahanda dan ibunda saya mampu menyelesaikan pendidikan
dan mampu menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada Saudara Riki Firmadani, Salman Alfaresi, M. Afdal dan saudari Vivi
Andani. Berkat dukungan, motivasi dan bantuan saudara, saya menjadi kuat
dan bersemangat dalam menyelesaikan proposal ini untuk mencapai gelar
sarjana.
6. Kepada rekan-rekan seperjuangan S1 Keperawatan yang telah memberikan
dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bukittinggi, Maret 2017
Peneliti
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................... 6
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ........................................... 6
1.4.3 Bagi Lahan Penelitian ................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Gangguan Jiwa .............................................................................. 8
2.1.1Pengertian Gangguan Jiwa ............................................. 8
2.1.2Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa........................ 9
2.1.3Jenis Dan Tipe Gangguan Jiwa ...................................... 11
2.1.4 Perjalanan Penyakit Gangguan Jiwa ............................. 12
2.1.5Tanda Dan Gejala Gangguan Jiwa ................................. 14
2.1.6Jenis Gangguan Jiwa ...................................................... 16
2.1.7Penatalaksanaan Gangguan Jiwa .................................... 17
2.2 Kekambuhan Ganguan Jiwa ......................................................... 18
2.2.1Defenisi Kekambuhan Gangguan Jiwa .......................... 18
2.2.2Penyebab Kekambuhan .................................................. 19
2.3 Kepatuhan Obat ............................................................................ 19
2.3.1Defenisi Kepatuhan Obat ............................................... 19
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kepatuhan .......... 22
2.3.3 Prinsip Pedoman Terapi Farmakologi ........................... 24
2.3.4 Penatalaksanaan Obat Gangguan Jiwa .......................... 26
2.4Kerangka Teori .............................................................................. 30
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 31
3.2Defenisi Operasional ..................................................................... 32
3.3Hipotesis ........................................................................................ 33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ................................................................................... 34
4.2Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 34
4.2.1Tempat Penelitian .................................................................... 34
4.2.2Waktu Penelitian ..................................................................... 34
4.3Populasi, Sampel dan Sampling .............................................................. 35
4.3.1Populasi ................................................................................... 35
4.3.2Sampel ..................................................................................... 35
4.3.3Teknik Sampling ..................................................................... 36
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 36
4.4.1 Alat Pengumpulan Data ......................................................... 36
4.4.2Cara Pengumpulan Data .......................................................... 37
4.5Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 37
4.5.1 Cara Pengumpulan Data ......................................................... 37
4.5.2Analisis Data ........................................................................... 39
4.5.2.1Analisis Univariat ................................................. 39
4.5.2.2Analisis Bivariat ................................................... 40
4.6 Etika Penelitan40
4.6.1 Informed Concent (pernyataan persetujuan) ......................... 40
4.6.2 Anomity (tanpa nama) ............................................................ 41
4.6.3 Confidentiality (kerahasiaan) ............................................... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA
No Judul Hal
1. Skema 2.4Kerangka Teori………………………………………………..30
2. Skema 3.1 Kerangka konsep………………………………......................31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Permohonan Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Format Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut word health organization (WHO) bahwa masalah gangguan
kesehatan jiwa merupakan masalah yang sangat serius di dunia, namun banyak
masyarakat yang tidak mengetahui apa itu gangguan jiwa secara jelas.
Gangguan jiwa itu sendiri merupakan sindrom atau perilaku yang secara klinis
bermakna yang berkaitan langsung dengan distress {penderita) yang
menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan
manusia.Fungsi jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, social
dan spiritual. (keliat Budi, 2012)
Fungsi biologis berkaitan dengan factor keturunan dimana kejiwaan
yang tidak sehat sangat menunjang terjadinya gangguan jiwa, walupun secara
pasti penyebab tersebut belum jelas.Ditambah lagi dengan jasmani seseorang
yang abnormal, misalnya yang bertubuh gemuk atau endoform cenderung
menderita depresif, sedangkan yang kurus atau ectoform cendrung menjadi
skizofrenia. Pengalaman hidup, kegagalan, keberhasilan yang dialami setiap
individu akan mewarnai sikap, kebiasaan dari sifatnya di kemudian hari. Hidup
manusia mulai dari bayi hingga lansia dan pada keadaan tertentu dapat
mendukung terjadinya gangguan jiwa. (Iyus Yosep, 2008)
Dari periode yang dialami manusia tersebut pada masa hidupnya semua
itu tidak lepas dari yang namanya fungsi sosial dan kultural.Kebudayaan secara
teknis adalah idea atau tingkah laku yang terlihat maupun yang tidak
terlihat.Faktor sosial budaya merupakan penyebab langsung yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa, disamping itu juga mempengaruhi
partumbuhan dan perkembangan kepribadian sesorang misalnya melalui aturan-
aturan dan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. (Keliat A B
2012).
Ketika keinginan dan kenyataan seseorang tidak mampu ia penuhi maka
akan menimbulkan beban fikiran yang sangat berat. Banyak dari mereka yang
tidak mampu mengendalikan diri, hanya berdiam tanpa mau bergaul dengan
orang lain, bahkan ada juga yang merusak alat rumah tangga dan lingkungan
sekitar, mencederai diri sendiri, berbicara sendiri, ciri-ciri ini merupakan
penyebab dari gangguan jiwa. Untuk saat ini gangguan jiwa merupakan
masalah yang sangat serius ( E jurnal Wulansari ).
Menurut Word Health Organization (WHO) bahwa masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang serius. Jumlah
penduduk dunia menurut WHO pada tanggal 1 Juli 2015 sebanyak
7.324.782.225 jiwa dan 450 juta jiwa diantara nya mengalami gangguan jiwa,
baik itu gangguan jiwa berat, sedang maupun ringan. (widdyasih,2008).
Menurut Riset Kesehatan Dasar Prevalasi gangguan jiwa pada tahun 2015
mencapai 14,1% dari 255 juta jiwa penduduk Indonesia, usia gangguan jiwa ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun.
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), diikuti oleh Nanggro Aceh
Darussalam (18,5%), sedangkan Sumatera Barat sendiri merupakan peringkat
ketiga dari 34 provinsi di Indonesia yakni sebanyak 17,7% dari 5.617.977 jiwa
penduduk Sumatera Barat.
Hasil Riskesdas 2013 Jika dirinci kota Payakumbuh merupakan daerah
tertinggi jumlah penderita gangguan jiwa berat. Disusul Padang Pariaman dan
kota Padang Panjang, sedangkan prevelensi terendah Sijunjung dan Kepulauan
Mentawai. Secara umum di Sumatera Barat, dari kondisi yang telah dilaporkan
tersebut jumlah fasilitas kesehatan berupa jumlah tenaga medis, obat-obatan
dan tempat pengobatan masih terbatas. (Padang Haluan, Jumat 10 Januari 2014)
Salah satu faktor untuk mencegah kekambuhan pada penderita
gangguan jiwa yaitu dengan melakukan program pengobatan rutin, pengobatan
yang dimaksud pada penelitian ini adalah kepatuhan penderita minum obat
secara rutin.Walaupun minum obat tidak menyembuhkan 100% bagi penderita,
setidaknya waktu remisi penderita lebih lama dan gejala berulang terjadinya
gangguan jiwa tidak terlalu parah. (Zygmunt et al, 2002).
Stuart dan Laraia (2005) mengatakan untuk mengurangi tingkat
kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan cara patuh minum obat, akan
tetapi sebagian besar penderita gangguan jiwa memiliki perilaku tidak patuh
minum obat, hal ini dikarenakan dosis obat yang diberikan, cara pemberian dan
biaya pengobatan. Sehingga akan berdampak pada omset kekambuhan yang
tinggi dan psikotik yang parah dan menonjol.
Kekambuhan yang dialami penderita disebabkan ketidakpatuhan
penderita mengalami pengobatan.Untuk itu, perlu adanya dukungan dari
keluarga, orang-orang terdekat dan juga lingkungan sekitar.Melalui
pengawasan secara intensif kepada penderita gangguan jiwa, maka kepatuhan
untuk selalu mengkonsumsi obat bisa juga, sehingga pasien memiliki tambahan
kekuatan dari keluarga dan orang terdekatnya.( Nurjanah, 2004 )
Survey awal yang di lakukan pada hari Kamis 19 Januari 2017 di
Puskesmas Sicincin, hasil wawancara peneliti dengan petugas Puskesmas di
peroleh informasi bahwa ada 34 orang mengalami gangguan jiwa.Dengan
kriteria umur dan jenis kelamin serta diagnosa yang berbeda. Diagnosa tersebut
diantaranya: ansietas, depresi, psikosa, skizofrenia, dan epilepsy. Informasi
yang didapat dari salah satu keluarga penderita gangguan tersebut terkait dalam
minum obat penderita dengan metode wawancara adalah penderita tidak patuh
dalam minum obat dikarenakan malas, dan keluarga mempunyai inisiatif untuk
memasukan obat kedalam makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh
penderita tersebut.Dan hasil observasi yang peneliti lihat dari salah satu
penderita gangguan jiwa setelah penderita tersebut minum obat, penderita
tersebut merasa tenang dan tidak ada mengalami tanda dan gejala gangguan
jiwa. Penderita tersebut mengalami tingkat kekambuhan yang berbeda,
dikarenakan ketidak patuhan penderita mengkonsumsi obat, kurangnya
dukungan keluarga terhadap penderita, serta sulitnya biaya untuk menebus obat
ke Puskesmas terdekat.
Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik ingin melakukan
penelitian tentang Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan
Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada “Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin
Tahun 2017”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kepatuhan Minum
Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Sicincin Tahun 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi kepatuhan minum obat klien gangguan
jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sicincin
1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi kekambuhan klien gangguan jiwa
diwilayah kerja Puskesmas Sicincin
1.3.2.3 Menganalisis hubungan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan
klien gangguan jiwa diwilayah kerja Puskesmas Sicincin.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Proses penelitian ini bagi peneliti berguna untuk menambah pengalaman
peneliti dan mengetahuiHubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin
Tahun 2017.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi, khususnya mengenai
Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan
Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.Sebagai bahan
masukan atau acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan peserta didik
khususnya pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang.
1.4.3 Bagi Lahan Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sicincin dalam mengatasi
tingkat kekambuhan penderita gangguan jiwa dimasa yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang Hubungan Kepatuhan Minum Obat
Dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Sicincin Tahun 2017. Penelitian ini akandilakukan di Puskesmas Sicincin
Kabupaten Padang Pariaman. Dimana kegiatan ini menggunakan metode
Deskriptif Analisis, dengan data untuk pengumpulan Variabel Independen dan
Dependen dilakukan secara bersamaan dan sekaligus.Variabel Independen
adalah kepatuhan obat dan Variabel Dependen adalah kekambuhan klien
gangguan jiwa. Dalam penelitian ini yang akan menjadi populasi adalah seluruh
penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sicincin. Sampel yang
diambil dengan menggunakan teknik totalsampling.Alat pengumpul datayang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan Jiwa
2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa merpakan sekelompok gangguan psikotik, dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses piker. Kadang-
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh
kekuatan dari luar.Pada umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan perasaan
eleh efek yang tidak serasi atau tumpul, dan ternyata kesadaran dan
kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan, walaupun terjadi deficit
kognitif. Pikiran, perasaan dan perbuatan yang paling mendalam dirasakan
seakan diketahui oleh oraang lain, dan waham-waham yang timbul
menjelaskan bahwa kekuatan alam dan supernatural sedang bekerja
mempengaruhi pikran dan perbuatan penderita dengan cara – cara yang tidak
masuk akal atau aneh. ( Ibrahim 2011)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Keliat (2015) menyatakan bahwa
gangguan jiwa adalah sinrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
dan berkaitan dengan distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya
(disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.Fungsi jiwa yang
terganggu meliputi fungsi bilogis, psikologis, social dan spiritual. Secara
umum gangguan fungsi jiwa yang dialami oleh seorang indvidu dapat rerlihat
dari penampilan, komunikasi, proses berfikir, interaksi dan aktivitasnya
sehari-hari.
2.1.2 Faktor Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
a. Faktor biologis
Disfungsi eye movement
Abnormalis aktifitas elektrik kulit
Abnormalis “event related potential”
Deficit pada pemrosesan perhatian dan informasi
Abnormalitas struktur anatomi otak
Infeksi virus
Factor bawaan / genetic( Junaidi, 2014)
b. Factor somatik atau organobiologis
Tingkat kematangan dan perkembangan organic
Factor- factor pr dan perinatal
Nerofisiologi(Yosep, 2008)
c. Factor – factor psikologik
Interaksi ibu – anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkkan kekurangan, distorsi, dan keadan yang terputus (perasaan
tak percaya atau kebimbangan)
Peran ayah
Persaingan antar saudara kandung
Inteligensi
Hubunan dalam keluara, pekerjaan, permainan dan masyarakat
Kehilangan yang mngakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa
salah
Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri lawan peran yang tidak
menentu
Keterampilan, bakat, dan kreativitas
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
Tingkat perkembangan emosi(Yosep, 2008)
d. Factor social budaya atau sosiokultural
Kestablan keluarga
Pol mengasuh anak
Tingkat ekonomi
Perumahan : perkotaan lawan pedesaa
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
Pengaruh rasial dan keagamaan
2.1.3 Jenis Dan Tipe Gangguan Jiwa
Tipe paranoid
Tipe ini ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada suatu atau lebih
waham atau halusianai dengar atau tidak ada perilaku spesifik lain yang
mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Kekuatan ego
pasien paranoid cendrung mempunyai ide kebesaran dibanding pasien
katatonik dan terdisorganisasi.Pasien tipe paranoid ini mempunyai sikap
tegang, pencuriga, berhati-hati dan tak marah.Mereka juga bersifat
agresif.Namun mereka terkadang mereka juga bisa menempatkan diri
mereka sendiri secara adekuat didalam situasi social.
Tipe hebefrenik
Ditandai oleh regresi yang nyata pada perilaku premitif dan tidak
teratur.Penderita biasanya berusia sebelum 25 tahun. Pasien
terdisorganisasi biasanya aktif namun dengan cara yang tidak bertujuan
dan tidak konstruktif. Penampilan pribadi dan perilaku sosialnya berada
dalam keadaan yang rusak.Respon emosionalnya tidak sesuai dan mereka
sering memperlihatkan tingkah laku yang aneh seperti misalnya tertawa
yang meledak tanpa alas an. Perilaku tersebut sering menggambarkan
sebagai kekanak-kanakan dan bodoh.
Tipe katat
onik
Ciri klasik pada tipe ini terlihat dengan adanya gangguan nyata
pada fungsi motorik, berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan
atau posturing. Pasien sering menunjukan perubahan yang cepat antara
kegembiraan atau stupor. Pasien tipe ini memerlukan pengawasan yang
ketat karena dapat melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan
medis mungkin diperlukan karena kemungkinan adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperperiksia atau cidera yang disebabkan oleh diri
sendiri.(Ibrahim, 2011)
2.1.4 Perjalanan Penyakit Gangguan Jiwa
Menurut Yosep (2008) gejala gangguan jiwa biasanya dimulai pada
masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengan dengan melalui
beberapa fase.Penyataan ini diperkuat oleh (Ibrahim, 2011) mengatakan gejala
gangguan jiwa hanya dikenali secara retrospektif (melihat kebelakang).Namun
secara karakteristik gangguan jiwa dimulai pada masa remaja diikuti dengan
perkembangan gejala prodmoral pada faset akut, yang berlangsung dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun.Seseorang yang
mengalami gangguan jiwa biasanya memiliki kepribadian yang schizoid atau
skizopital.Kepribadian tersebut ditandai dengan tanda-tanda pendiam, pasif
dan menarik diri.
Namun tanda tanda tersebut dapat dikenali setelah diagnosis gangguan
jiwa ditegakkan.Dan gejala ini dimulai dengan beberapa macam keluhan,
berupa gejala somatic, misalnya nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, serta
gangguan pencernaan. Pada fase prodromal (sebelum sakit) didapatkan tanda
tanda dengan gejala khas yaitu :
1. Terdapat deteriosasi (pengangguran) yang jelas dari taraf fungsi
penyesuaian sebelumnya.
2. Penarikan diri dari kehidupan social.
3. Hendaya dalam fungsi peran.
4. Tingkah laku aneh.
5. hendaya dalam hyegiene diri dan berpakaian.
6. Efek yang tumpul atau tidak serasi
7. Gangguan komunikasi
8. Ide-ide yang membuat waham.
(Ibrahim, 2011)
2.1.5 Tanda Dan Gejala Gangguan Jiwa
menurut iyus yosep(2008) tanda dan gejala gangguan jiwa adalah :
1. Gangguan Kognitif
Suatu proses mental dimana seseorang individu menyadari dan
mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam
maupun lingkungan luar (fungsi mengenal). Proses kogninitif meliputi hal-hal :
Sensasi dan persepsi
Perhatian
Ingatan
Asosiasi
Pertimbangan
Pikiran
Kesadaran
2. Gangguan Perhatian
perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energy, menilai dalam suatu
proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.
3. Gangguan Ingatan
Ingatan adalah kesangguapan untuk mencatat, penyimpanan,
memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran.
4. Gangguan Asosiasi
Proses mental yang dengannya ada suatu perasaan kesan, atau gambaran
ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan/respons
konsep lain, yang sebelumnya berkaitan dengannya.
5. Gangguan Pertimbangan
Suatu proses mental untuk membandingkan/menilai beberapa pilihan
dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk nenutuskan
maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.
6. Gangguan Pikiran
Meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang.
7. Gangguan Kesadaran
Kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan
lingkungan, serta dirinya melalui panca indra dan mengadakan pembatasan
terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.
8. Gangguan Kemauan
Suatu proses dimana keinginan-keinginan dipertimbangkan dan
kemudian diputuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai tujuan.
9. Gangguan Emosi dan Afek
Suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas
tubuh serta menghasilkan sensasi organic dan kinetis.
10. Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.
(Videbeck, 2008)
2.1.6 Jenis Gangguan Jiwa
a) Skizofrenia
Kelainan jiwa ini terutama menunjukkan gangguan dalam fungsi
kognitif (pikiran) berupa disorganisasi.Disamping itu, juga ditemukan gejala
gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan, dan keinginan. Skizofrenia
ditemukan 7 per 1.000 orang dewasa dan terbanyak pada usia 15-35 tahun.
Stigma terhadap gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan konsekuensi
negative terhadap penderitanya, tetapi juga anggota keluarganya.Misalnya :
sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita
gangguan jiwa memiliki resiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi
manusia.
b) Depresi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa ppada alam perasaan,
yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak bergairah, perasaan tidak
berguna, putus asa dan sebagainya.Depresi merupakan gangguannjiwa yang
banyak terdapat pada masyarakat karena mengalami kesulitan ekonomi.Data
dari WHO menunjukkan bahwa 5-10% dari populasi masyarakat menderita
depresi yang memerlukan pengobatan psikiatik dan psikososial.Untuk
perempuan angka depresan lebih tinggi yaitu mencapai 15-17 %.
c) Cemas
Gejala kecemasan, baik akut maupun kronis, merupakan komponen
utama bagi semua gangguan psikiatri.Sebagian dari komponen kecemasan itu
menjelma dalam bentuk gangguan panic, fobia, obsesi komplusi dan
sebagainya. Angka kejadian gangguan cemas dikaitkan dengan kesulitan
ekonomi estimasinya berkisar antara 10-15 %. Dengan perbandingan
perempuan dan laki laki 2: 1.(Videbeck, 2008).
2.1.7 Penatalaksanaan Pengobatan Gangguan Jiwa
Jenis jenis obat psikotik antipikal
1. Clozapine
Clozapine merupakan obat antipsikotik dari jenis yang baru.Jarang
disertai dengan efek samping yang mirip dngan parkinsonisme
dibandingkan antipsikotik konvensional.Bekerja terutama dengan adanya
aktivitas antagonis pada reseptor dopamine tipe 2.Clozapine efektif
terhadap gejala negative gangguan jiwa dibandingkan anti psikotik
konvensional.Clozapine disertai agranulisitosis pada kira- kira 1-2 persen
dari semua pasien.
Clozapine lebih cepat diabsorsi pada saluran gastrointestinal (GI).
Kadar puncak dalam plasma dapat dicapai dalam satu sampai empat jam
(rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap dengan waktu
paruh antara 10-16 jam (rata-rata 12 jam).Kadar stabil dicapai dalam 3-4
hari dengan dosis 2 kali sehari.
2. Risperidone
Risperidone adalah obat benzoxazole yang pertama diperkenalkan di
Amerika serikat untuk terapi gangguan jiwa.Disamping afinitasnya yang
bermakna untuk reseptor, suatu sifat yang memiliki antipsikotik lain,
maka risperidone merupakan antagonis yang paten untuk reseptor
serotonin tipe 2.Data yang tersedia menyatakan bahwa risperidone lebih
efektif dibandingkan semua antipsikotik yang sekarang tersedia dapat
diberikan dalam dosis oral sekali sehari jika pasien berada dalam kondisi
stabil dan telah menyesuaikan diri terhadap efek samping yang
merugikan.
Terapi elektrokonvulsif
Diberikan pada pasien yang mengalami penyakit gangguan jiwa
kurang dari 1 tahun.
Psikososial
Obat anti psikotik saja tidak efektif jika tidak digabung dengan
intervensi psikososial dalam terapi pasien skizofrenia.
Terapi perilaku
perilaku yang dikehendaki dipacu secara positif dengan memberikan
imbalan berupa kenang-kenangan seperti perjalanan atau prefensi.
Tujuannya untuk memacu perilaku tersebut agar dapat beradaptasi di luar
bangsal RS.
Terapi kelompok
Fokusnya adalah dukungan serta pengembangan keterampilan social
(aktivitas sehari-hari) yang member dampak, terutama yang berguna pada
pasien dengan sikap isolasi social juga berguna untuk menambah uji
realita.
Terapi keluarga
Dengan terapi ini dapat mengurangi angka relaps dan diberikan untuk
anggota keluarga skizofrenik. Interaksi keluara yang berekspresi emosi
tinggi dapat dikurangi melalui terapi keluarga.Kelompok anggota
keluarga skizofrenia dapat berdiskusi berbagai hal, terutama
pengalamannya.
Psikoterapi suportif
Meliputi nasehat, meyakinkan, mendidik, mencontohkan dan uji
realita.Tujuan terapi ini berguna untuk meningkatkan penghayatan yang
cocok untuk penderita.
(Ibrahim, 2011)
2.2 Kekambuhan Ganguan Jiwa
2.2.1 Defenisi Kekambuhan Gangguan Jiwa
Kekambuhan pada pasien gangguan jiwa adalah timbulnya kembali
gejala-gejala yang sebelumnya juga memperoleh kemajuan. (Stuart dan
Laraia, 2005)
2.2.2 Penyebab Kekambuhan
Awalnya gangguan jiwa diyakini disebab kan oleh gangguan utama
pada fungsi kognitif yang menunjuk pada factor organik kerena efek meracuni
diri sendiri. Selanjutya beberapa psiskoanalisis mencoba menjelaskan
penyebab kekambuhan gangguan jiwa psikodinamik.Namun, kini semakin
banyak ditemukan bukti – bukti yang menunjukkan dominasi peranan
berbagai faktor. (Junaidi, 2014)
Pernyataantersebut juga dikuatkan oleh pendapat Yosep (2008) ia
mengatakan bahwa hingga sekarang belum ditentukan penyebab terjadinya
kekambuhan (etiologi) yang pasti mengapa seseorang mengalami
kekambuhan gangguan jiwa. Namun dari penelitian- penelitian karena
semakin berkembang nya ilmu pengetahuan maka semakin banyak juga yang
mememukan apa factor penyebab kekambuhan gangguan jiwa.
2.3 Kepatuhan Obat
2.3.1 Defenisi Kepatuhan Obat
Terapi obat didefenisikan sebagai suatu cara untuk memodifikasi atau
mengoreksi perilaku, pikiran atau alam perasaan yang patologis menggunakan
zat kimia. Obat harus digunakan dalam dosis efektif untuk periode waktu yang
cukup.Respon terapi dan timbulnya efek samping harus diberikan sesegera
mungkin.Obat yang digunakan untuk mengobati psikosis memiliki banyak
sebutan yaitu obat anti psikotik, neoroleptik, dan mayor trangquiles.Anti
psikotik digunakan untuk mengatasi psikosis, termasuk skzofrenia.Efek terapi
dari obat obatan ini terlihat sewaktu dipakai pada psikosis akut.Efeknya
mengurangi gejala positif, antara lain halusinasi, tidak mau makan, tidak
kooperatif dan gangguan piiran. (Ibrahim,2011)
Videback (2008) terapi obat penting diketahui perawat, karena
keefektifannya mengacu pada efek terapeutik maksimal yang dapat oleh
obat.Hal ini berkaitan dengan kepatuhan obat yang dikonsumsi oleh
penderita.Obat yang berpotensi rendah perlu diberikan dalam dosis tinggi
untuk mencapai keefektifan, sedangkan obat yang berpotensi tinggi mencapai
keefektifan pada pemberian dosis rendah.Kepatuhan program obat sering kali
meningkat ketika program tersebut diberikan sesederhana mungkin, baik
dalam jumlah obat yang diprogramkan maupun jumlah dosis harian.
Kepatuhan minum obat dari pasien gangguan jiwa tidak lepas dari
peranan penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh pada pengobatan
prevalensi kekambuhannya berkurang, maka pasien tidak akan dirawat lagi
dirumah sakit dan hanya perlu perawatan jalan di puskesmas. Walaupun
gangguan jiwa adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tettapi
dapat disembuhkan dengan terapi kepatuhan obat. Hal ini berarti dengan
pengobatan yang teratur dan dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang
sekitar klien besar kemungkinan klien dapat bersosialisai dan memiliki
aktivitas seperti orang normal, dengan demikian maka prevalansi kekambuhan
pasien dapat berkurang ataupun pasien tidak akan kambuh karena proses
pengobatan pasien dilakukan sesuai denga anjuran dan petunjuk
dokter,segingga kepatuhan pasien minum obat baik, dan prevalensi
kekambuhan pasien berkurang bahkan tidak pernah kambuh dalam kurun
waktu 1-2 tahun. ( E-Jurnal Wulansari)
Menurut WHO obat pada pasien jiwa dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
neuroleptika, antidepresan, antianxietas, psikotimulansia, dan psikodisleptik.
Langkah awal dalam pemilihan obat adalah diagnosis dan identifiasi gejala
sasaran. Penggunaan obat tersebut harus diperhatikan penggunaannya pada
anak- anak dimulai pada dosis minimal, pada pasien lanjut usia diawali
dengan dosis rendah karena metabolisme tubuh lebih lambat.
Selain itu (Ibrahim 2011) juga mengatakan kepatuhan obat juga dilihat
pada diagnosis dan identifikasi gejala sasaran, idealnya harus dilakukan pada
saat pasien bebas obat selama 1-2 munggu.Keadaan bebas obat disini
mecakup pedoman dengan tidak diberikannya medikasi yang berkhasiat tidur,
karena kualitas tidur merupakan pedoman diagnostic penting dan merupakan
suatu gejala sasaran. Diantara obat yang sesuai dengan diagnosis tertentu
harus dipilih berdasarkan riwayat respon obat oleh pasien (kepatuhan,respon
terapeutik dan efek merugikan), riwayat respon obat dalam keluarga pasien,
serta efek merugikan dari obat tersebut.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
menurut Niven (2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan adalah :
2.3.2.1 Faktor Penderita Atau Individu
a. Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dari individu
sendiri.Motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatannya
sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya.
b. Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani
kehidupan. Penderita yang berpegangan teguh terhadap keyakinannya
akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat
menerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik.
Kemampuan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi
oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang
kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan jika mengetahui
akibatnya (Niven, 2002).
2.3.2.2 Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan
tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya,
karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan
dirinyauntuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik,
serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga
untuk menunjang pengelolaan penyakitnya (Niven, 2002).
2.3.2.3 Dukungan Sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan
terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas
yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan
terhadap ketidaktaatan (Niven, 2002).
2.4.2.4 Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang
dapatmempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama
berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut
merupakan hal penting, begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku
pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan
tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan
yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program
pengobatannya (Niven, 2002).
2.3.3 Prinsip Pedoman Terapi Farmakologi
Berikut adalah prinsip yang menjadi pedoman penggunaan obat dalam
menangani gangguan jiwa :
a) Obat diseleksi berdasarkan efeknya pada gejala target klien, misalnya
pikiran waham, serangan panic, atau halusinasi. Keefektifan pengobatan
dievaluasi sebagian besar oleh kemampuan obat untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala target.
b) Banyak obat psikotropika harus diberikan dalam dosis yang adekuat
selama periode waktu sebelum efek seutuhnya dicapai. Misalnya,
antidepresan trisiklik dapat memerlukan empat sampai enam minggu
untuk memberikan manfaat terapeutik yang optimal.
c) Dosis obat sering kali disesuaikan sampai dosis yang terendah yang
efektif untuk klien. Kadang kala dosis yang lebih tinggi diperlukan
untuk menstabilkan gejala target klien dan dosis yang lebih rendah dapat
digunakan untuk mempertahankan efek obat tersebut sepanjang waktu.
d) Sesuai aturan, individu lansia memerlukan dosis obat yang lebih rendah
untuk menghasilkan efek terapeutik, dan obat dapat memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai efek terapeutik sepenuhnya.
e) Obat psikotropik sering dikurangi secara bertahap (berangsur-angsur),
bukan kerena mendadak dihentikan. Hal ini dilakukan sehubungan
dengan masalah potensial terjadinya rebound (kembalinya gejala untuk
sementara), kambuhnya gejala semula, atau putus obat (gejala baru yang
disebakan penghentian obat).
f) Perawatan tindak lanjut sangat penting untuk memastikan kepatuhan
pasien terhadap program pengobatan, melakukan penyesuaian dosis
obat, dan menatalaksanakan efek samping, kepatuhan program
pengobatan sering kali meningkat ketika program tersebut diberikan
sesederhana mungkin, baik dalam jumlah obat yang diprogramkan
maupun jumlah dosis harian. (Vodebeck,2008)
2.3.4 Penatalaksanaan Obat Pada Gangguan Jiwa
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No.
36 Tahun 2009).Untuk itu kita harus memahami dan mewaspadai efek
samping obat.Efek samping obat adalah semua efek yang tidak dikehendaki
yang membahayakan atau merugikan pasien akibat penggunaan obat.Faktor
penyebab terjadinya efek samping obat dapat berasal dari factor pasien dan
faktor obat.
2.3.4.1 Farmakologi (Obat)
a. Ansiolitik
Obat ansiolitik adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan atau gangguan kecemasan yang terkait dengan kecemasan,
keterangan nervosa, agitasi (agresif/mengamuk).
Contoh obat : nama dagang (komposisi/isi)
Actazolam tablet 0.5 mg, 1 mg (alprazolam). Alprazolam dexa
medica tablet 0.5 mg, 1 mg. alviz tablet 0.5 mg, 1 mg, (aalprazolam).
Anxibloc tablet 10 mg (clobazam). Apazol tablet 0.25 mg,0.5 mg, 1 mg
(alprazolam). Asabium tablet 10 mg (clobazam). Atarax tablet 0.5 mg
(alprazolam). Dan lain sebagainya. ( Junaidi 2014)
b. Hipnotik dan sedative
Obat hiptonik dan sadatif adalah obat untuk membantu mengatasi
gangguan tidur (insomnia).
Contoh obat : nama dagang (komposisi/isi)
Anesfar ampul (midazolam). Dalmodorm tablet 15 mg
(flunazepam). Dormicum ampul (midazolam). Dumolid tablet 5 mg
(nitrazepam). Fortanest ampul (midazolam).Hipnoz ampul
(midazolam).Precdex vial (dexmedtomidine). Rozerem tablet 8 mg
(ramelteon). (Juanaidi, 2014)
c. Antidepresan
Obat atidepresan digunakan untuk terapi depresi dengan atau tanpa
mania, depresi yang disertai kecemasan obsersif-komplusif, bulimia
nervosa, dan penyakit manic depresif.
Contoh obat : nama dagang (komposisi/isi)
Anafranil tablet 25 mg (clomipramine). anexin tablet 50 mg
(sertraline). Antipres tablet 50 mg (sertraline). Antiprestin kapsul 10 mg,
20 mg (fluoxetine).Courage kaplet 20 mg (fluoxetine).Elizac kapsul 20 mg
(fluoxetine). Fatral tablet 50 mg (sertraline). Foransi kapsul 10 mg
(fluoxetine). (Juanaidi, 2014)
d. Antipsikotik
Obat antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
skizofrenia, mania bipolar, atau kondosi yang berhubungan dengan
kejiwaan, kontrol darurat pada gangguan perilaku.
Contoh obat : nama dagang (komposisi/isi)
Abilify tablet 10 mg, 15 mg. lar oral (aripiprazole). Cepezet tablet
100 mg. ampul (chlorpromazine). Clopine tablet 25 mg, 100 mg (
clozapine). Clozaril tablet 25 mg 100 mg (clozapine). Dogmatil kapsul 50
mg. tablet forte 200 mg (sulpiride). Dores tablet 1.5 mg kapsul 5 mg
(haloperidol). (Junaidi 2014)
2.3.4.2 Non Farmakologi
2.3.4.2.1. Peran Perawat Mengatasi Efek samping Obat
Dalam memberikan obat sering menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan. Oleh sebab itu perawat harus mewaspadai obat masuk
kedalam tubuh pasien, sebagai berikut
a. kewaspadaan pada obat anti psikotik :
Kebutuhan individu sangat bervariasi
Gejala akan mereda setelah diberi obat 3 hari sampai 2 minggu
Beberapa jenis gangguan jiwa butuh obat sepanjang hidupnya
Obesitas
b. Obat anti depresan :
Efek megantuk
Mulut kering
c. Obat anti cemas :
Efek adikasi sangat kuat
Efek mengatuk
Masalah-masalah memori
Untuk efek sedasi diberi nasehat tidak boleh menjalankan mesin.
Untuk mencegah adanya diskinesia tardive dengan hati-hati
pemberian dosis yang meningkat terutama obat anti psikotik.
Untuk mendeteksi ambang letal diperiksa laboratorium tiap 3 bulan.
2.4 Kerangka Teori
Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori
dalam penelitian ini digambarkan dalam skema berikut :
Gambar 2.1
Sumber : Keliat Budi (2015)
Gangguan Jiwa
Kekambuhan
Patuh
Penyakit
Terkontrol
Penatalaksanaan
Faktor Farmakologis
Kepatuhan
Tidak Patuh
Kekambuhan
Meningkat
Non Farmakologis
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Variabel independen adalah variabel
bebas, sedangkan variable dependen adalah variable terikat yang dapat dipengaruhi oleh
variabel independent (Notoadmojo, 2012).Pada penelitian ini yang menjadi variabel
independent adalah kepatuhan minum obat, dan yang menjadi variabel dependent adalah
kekambuhan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sicincin. Adapun kerangka
konsep pada penelitian ini tergambar pada skema berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Kepatuhan minum obat Kekambuhan klien
gangguan jiwa
3.2Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah defenisi untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut
diberi batasan yang bermanfaat untuk mengarah kepada pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument
(Notoadmojo, 2012).
Tabel 3.1
Depenisi Operasional
Variabel Defenisi
operasional
Alat
ukur Cara ukur Skala ukur Hasil ukur
Independent
Kepatuhan
minum obat
Pengaturan
pasien dalam
membuat
perencanaan,
penjadwalan,
tanpa menunda-
nunda minum
obat dalam
rangka mencapai
kesembuhan
yang optimal
Kuesioner
Wawancara
Ordinal
Patuh, bila
nilai x ≥ 48
Tidak patuh,
bila nilai x <
48
Dependent
Kekambuhan
klien
gangguan jiwa
Apabila
penderita
gangguan jiwa
yang sudah
pernah berobat
lengkap tapi
sekarang
kondisinya
memperlihatkan
Kuesioner
Wawancara
Ordinal
Kambuh, bila
nilai x ≥ 53
Tidak
kambuh, bila
nilai x < 53
tingkah laku atau
tanda dan gejala
yang sama
dengan
gangguan jiwa
yang sudah
dialami.
3.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar
variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian.
Didalam pernyataan ini terkandung variabel – variabel yang akan diteliti dan
hubungan anatar variabel tersebut serta mampu mengarahkan peneliti untuk
menentukan desain penelitian, tehnik menentukan sampel pengumpulan dan
metode analisis data (Dharma, 2011).
Berdasarkan karangka konsep penelitian maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
Ha :Ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kekambuhan klien
gangguan jiwa diwilayah kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.
BAB IV
METODE PENILAIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang peneliti gunakan adalah Deskriptif Analisis yaitu : meneliti
hubungan antara dua variabel atau sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2005). Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin tahun 2017. Menggunakan
pendekatan cross sectionalyaitu : pengumpulan data variabel independen dan variabel
dependen dilakukan secara bersamaan atau sekaligus. (Notoatmodjo, 2005)
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Rencana penelitian akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sicincin.
Alasan melakukan penelitian disini karena di wilayah kerja Puskesmas Sicincin
tercatat penderita gangguan jiwa lebih banyak dibandingkan dengan wilayah kerja
Puskesmas lain yang berada di Kabupaten Padang Pariaman dan peneliti menemukan
adanya masalah yang berhubungan dengan kepatuhan klien minum obat dan
kekambuhan penyakitnya.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari pengambilan surat penelitian dari Dinas
Kesehatan untuk pengambilan data awal dan pembuatan proposal pada bulan Januari
2017, direcanakan pengambilan data pada bulan Maret 2017, penyusunan laporan
akhir penelitian sekitar bulan Mei sampai Juni 2017.
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
menyangkut dengan masalah yang diteliti (Nursalam, 2009).Populasi dalam
penelitian ini adalah semua penderita gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas
sicincin yang berjumlah 34 orang penderita gangguan jiwa. (Sumber : Informasi dari
Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Sicincin Tahun 2016).
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2009). Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah semua penduduk yang memiliki gangguan jiwa yang berjumlah
sebanyak 34 orang dengan teknik total sampling. Yang menjadi reponden atau yang
akan mengisi kuesioner adalah keluarga klien atau saudara klien.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Salah seorang keluarga klien gangguan jiwa yang tinggal diwilayah
kerja Puskesmas Sicincin Kabupaten Padang Pariaman.
b. Keluarga klien gangguan jiwa yang bersedia diteliti
c. Klien gangguan jiwa yang tidak sedang dirawat di rumah sakit jiwa.
d. Keluarga klien yang bisa berkomunikasi dengan baik.
4.3.3 Teknik Sampling
Tenik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah “Total
Sampling”,dimana pengambilan sampel secara keseluruhan dari jumlah populasi
yang ada (Notoatmodjo, 2012). Penderita ganguan jiwa yang berada di wilayah kerja
Pukesmas Sicincin berjumlah 34 orang, dengan anggota keluarga yang akan menjadi
responden adalah 34 orang.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Alat Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan
mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang telah disusun dengan baik, dimana
responden tinggal mengisi lembar kuesioner.Alat pengumpulan data I untuk
mengukur kepatuhan minum obat yang terdiri dari nomor responden, hari/tanggal
pengisian kuesioner. Bagian II untuk mengukur kekambuhan penderita gangguan
jiwa yang terdiri dari nomor responden,hari/tanggal pengisian kuesioner.
Alat pengumpulan data varibel independen ( kepatuhan minum obat ) dan
variabel dependen ( kekambuhan klien gangguan jiwa) adalah dengan kuesioner.
Uji pemahaman bahasa kuesionar
Uji pemahaman bahasa kuesioner adalah prosedur untuk memastikan apakah
kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidaknya.
Tujuanya untuk meyakinkan peneliti, kalau kuesioner yang disusun oleh peneliti bisa
dimengerti dan dijawab dengan benar oleh responden
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Sebelum melakukan penelitian peneliti meminta surat izin dari kampus
perintis Padang, setelah itu peneliti meminta izin ke KESBANGPOL, setelah itu
peneliti meminta izin ke Dinas Kesehatan, setelah itu peneliti mengajukan surat
penelitian ke Puskesmas Sicincin, setelah mendapatkan izin dari Puskesmas, peneliti
menemui penanggung jawab pasien gangguan jiwa, setelah itu peneliti mengontrak
waktu kepada penanggung jawab pasien gangguan jiwa untuk menemani peneliti
melakukan penelitian. Peneliti melakukan penelitian selama 7 hari dari tanggal 16
sampai tanggal 23 Juli tahun 2017,dalam satu hari peneliti hanya meneliti sebanyak
5 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi kuesioner yang
pengisiannya dilakukan oleh keluarga responden sendiri. Peneliti akan melihat
tentang kepatuhan minum obat dan juga melihat tentang kekambuhan
gangguan jiwa. Sebelum dibagikan kuesioner peneliti meminta izin pada
responden yang akan dijadikan responden dan mengontrak waktu responden.
Setelah itu peneliti menjelaskan tujuan peneliti melakukan penelitian. Setelah
itu lembar kuesioner tentang kepatuhan minum obat dan kekambuhan
gangguan jiwa dibagikan kepada responden dan setelah kuesioner selesai diisi
responden, peneliti memeriksa semua item pernyataan yang diisii oleh
responden. Setelah dilakukan penelitian semua kuesioner terisi dengan
lengkap. Dan peneliti mengumpulkan kembali semua lembaran kuesioner
tersebut untuk diolah. Setelah selesai diolah peneliti meminta surat balasan
kepada Puskesmas Sicincin bahwa peneliti sudah siap melakukan penelitian.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1 Cara Pengumpulan Data
Data yang telah terkumpul pada peneliti melalui tahap-tahap berikut :
a. Editing
Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan
data dan sebaliknya dilakukan dilapangan agar data yang salah atau
meragukan masih dapat ditelusuri kembali kepada responden, sehingga
diharapkan akan memperoleh data yang valid.
b. Coding
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan pemberian tanda,
symbol, kode bagi tiap-tiap data.Kegunaan dari koding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat
mengentri data. Untuk variabel independen jika hasil kuesioner, bila
tidak pernah dilakukan sepenuhnya sesuai dengan kepatuhan obat diberi
kode “1”, bila jarang dilaksanakan diberi kode “2”, bila kadang-kadang
dilaksanakan diberi kode “3” dan bila selalu dilaksanakan diberi kode
“4”.Kode untuk variable dependenbila sangat tidak setuju diberi kode
“1”, bila tidak setuju diberi kode “2”, bila satuju diberi kode “3” dan bila
sagat setuju diberi kode “4”.
c. Tabulasi data
Setelah instrument diisi dengan baik kemudian ditabulasi dan
disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan table distribusi
kolerasi.
d. Prosesing
Pada tahap ini dilakukan kegiatan proses data terhadap semua
kuesioner yang lengkap dan benar untuk dianalisis. Pengolahan data
dilakukan dngan system komputerisasi dengan menggunakan rumus Chi
Square test.
e. Scoring
a. Variabel Independen ( kepatuhan minum obat)
Untuk variabel independen peneliti menggunakan nilai :
Apabila keluarga menjawab tidak pernah diberi score 1
Apabila keluarga menjawab jarang diberi score 2
Apabila keluarga menjawab kadang-kadang diberi scor 3
Apabila keluarga menjawab selalu diberi scor 4
Untuk dikatakan patuh apabila nilai x ≥ mean/median dan sebaliknya
bila dikatakan tidak patuh apabila nilai x < mean/median.
b. Variabel Dependen ( kekambuhan klien gangguan jiwa)
Untuk variabel dependen peneliti menggunakan nilai :
Apabila keluarga menjawab sangat tidak setuju diberi scor 1
Apabila keluarga menjawab tidak setuju diberi scor 2
Apabila keluarga mejawab setuju diberi scor 3
Apabila keluarga menjawab sangat setuju diberi scor 4
Untuk dikatakan kambuh apabila nilai x ≥ mean/median dan
sebaliknya bila dikatakan tidak kambuh apabila nilai x <
mean/median.
4.5.2 Analisis Data
4.5.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi
frekuensi dan statistic deskriptif untuk melihat variable dependen.
p=
keterangan :p= nilai persentasi responden
f= frekuensi atau jumlah yang benar
n= jumlah responden
4.5.2.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara dua variable yang diteliti.Pengujian hipotesis untuk
mengambil hipotesis yang diujikan cukup meyakinkan diterima, dengan
menggunakan uji statistic Chi Square test. Untuk melihat kemaknaan
perhitungan statistic digunakan batasan kemaknaan 0,05 sehingga nilai
pvalue ≤ α maka secara statistic Ho ditolak dan pvalue> α maka secara
statistic Ho diterima.
Rumus Chi Square : x=∑
Dimana :
= chi square
O = hasil observasi
E = nilai yang diharapkan
4.6 Etika Penelitan
Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan pengurusan
penelitian kependidikan, mulai dari perizinan dari Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang, kemudian peneliti menghubungi bagian
umum Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Padang Pariaman, setelah itu
bagian tata usaha Puskesmas Sicincin untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah
mendapat izin pengambilan data penelitian, dan selanjutnya peneliti melakukan :
4.6.1 Informed Concent (pernyataan persetujuan)
Sebelum melakukan pengambilan data responden, peneliti mengajukan
lembar permohonan kepada calon responden yang memenuhi criteria insklusi untuk
menjadi responden dengan member penjelasan tentang tujuan dan manfaat
penelitian ini. Tujuan dari informed concent adalah supaya subjek penelitian
mengerti maksud, tujuan dan dampak dari penelitian. Setelah dilakukan penelitian
dari 34 orang responden sudah menandatangani informed concent (pernyataan
persetujuan).
4.6.2 Anomity (tanpa nama)
Menjaga kerahasiaan subjek, identitas responden perlu dicantumkan nama
responden tetapi pada lembar pengumpulan data peneliti hanya mencantumkan atau
menuliskan dengan pemberian kode.
4.6.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Informasi yang telah diberikan oleh responden serta semua data yang telah
terkumpul dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Informasi tersebut tidak akan
dipublikasikan atau diberikan ke orang lain tanpa seizing responden.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan pada 34 respondendengan judul hubungan kepatuhan
minum obat dengan kekambuhan klien gangguan jiwa di wilayah kerja
Puskesmas Sicincin Tahun 2017. Alat pengumpul data yang digunakan dengan
membagikan kuesioner kepadarespondendi wilayah kerja Puskesmas Sicincin
Tahun 2017pada tanggal 16 sampai 23 juli 2017.
5.2 Analisis Univariat
Hasil analisis univariat peneliti dari 34 responden tentanghubungan kepatuhan
minum obat dengan kekambuhan klien gangguan jiwa di wilayah kerja
Puskesmas Sicincin Tahun 2017, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
5.2.1 Kepatuhan Minum Obat
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Klien Gangguan Jiwa
diWilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
Kepatuhan Minum
Obat Frekuensi Persentase (%)
Patuh 18 52,9
Tidak patuh 16 47,1
Total 34 100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa 16 (47,1%) responden tidak patuh minum
obat.
5.2.2 Kekambuhan KlienGangguan Jiwa
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kekambuhan KlienGangguan Jiwa
diWilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
Kekambuhan
Penyakit Frekuensi Persentase (%)
Tidak Kambuh 19 55,9
Kambuh 15 44,1
Total 34 100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa 15 (44,1%) responden mengalami kekambuhan
klien gangguan jiwa.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien
Gangguan Jiwa
diWilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
Tabel 5.3
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien
Gangguan Jiwa
diWilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
Kepatuhan
Kekambuhan Klien
Gangguan Jiwa
Total
p value OR Tidak
Kambuh Kambuh
Patuh 17 94,4% 1 5,6% 18 100% 0,000 0,008
Tidak patuh 2 12,5% 14 87,5% 16 100%
Total 19 19 15 44,1% 34 100%
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa hubungankepatuhan klien dengan kekambuhan
klien kekambuhan klien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sicincin
Tahun 2017. Ada 18 responden patuh minum obat, diantaranya 1(5,6%)
respondenmengalami kekambuhan, dan 17 (94,4%) responden tidak kambuh.
Terdapat sebanyak 16 dari 34 respondentidakpatuh minum obat, diantaranya
terdapat 14 (87,5%) respondenpenyakitnya kambuh, dan 2 (12,5%) responden
penyakit tidak kambuh. Hasil uji statistik nilai p value = 0,000 (p<α),
disimpulkan adanya Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan
Klien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Univariat
a. Kepatuhan Minum Obat
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dijelaskan bahwa lebih dari separoh 18 orang
(52,9%) kepatuhan minum obatPatuh, 16 orang (47,1%) responden kepatuhan
minum obat tidak patuh.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandriani tahun 2014, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan tingkat kekambuhan pada pasien
skozofrenia di poli klinik RSJ DIY. Didapatkan hasil 63 (78,8%) responden
tidak patuh dalam minum obat. 17 orang yang patuh 17 (21,2%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaunang tahun 2015, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan prevalensi kekambuhan pada pasien
skizofrenia yang berobat jalan di poli klinik jiwa RS Manado. Didapatkan
hasil 70 (80,5%) responden tidak patuh dalam minum obat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputra tahun 2012, tentang
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada
pasien yang mengalami gangguan jiwa poli rawat jalan RSJD
Surakarta.Didapatkan hasil 66% responden dengan kepatuhan minum obat.
Terapi obat didefenisikan sebagai suatu cara untuk memodifikasi atau
mengoreksi perilaku, pikiran atau alam perasaan yang patologis menggunakan
zat kimia. Obat harus digunakan dalam dosis efektif untuk periode waktu yang
cukup.Respon terapi dan timbulnya efek samping harus diberikan sesegera
mungkin.Obat yang digunakan untuk mengobati psikosis memiliki banyak
sebutan yaitu obat anti psikotik, neoroleptik, dan mayor trangquiles.Anti
psikotik digunakan untuk mengatasi psikosis, termasuk skzofrenia.Efek terapi
dari obat obatan ini terlihat sewaktu dipakai pada psikosis akut.Efeknya
mengurangi gejala positif, antara lain halusinasi, tidak mau makan, tidak
kooperatif dan gangguan piiran. (Ibrahim,2011)
Videback (2008) terapi obat penting diketahui perawat, karena keefektifannya
mengacu pada efek terapeutik maksimal yang dapat oleh obat.Hal ini
berkaitan dengan kepatuhan obat yang dikonsumsi oleh penderita.Obat yang
berpotensi rendah perlu diberikan dalam dosis tinggi untuk mencapai
keefektifan, sedangkan obat yang berpotensi tinggi mencapai keefektifan pada
pemberian dosis rendah.Kepatuhan program obat sering kali meningkat ketika
program tersebut diberikan sesederhana mungkin, baik dalam jumlah obat
yang diprogramkan maupun jumlah dosis harian.
Kepatuhan minum obat dari pasien gangguan jiwa tidak lepas dari peranan
penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh pada pengobatan prevalensi
kekambuhannya berkurang, maka pasien tidak akan dirawat lagi dirumah sakit
dan hanya perlu perawatan jalan di puskesmas. Walaupun gangguan jiwa
adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tettapi dapat
disembuhkan dengan terapi kepatuhan obat. Hal ini berarti dengan pengobatan
yang teratur dan dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang sekitar klien
besar kemungkinan klien dapat bersosialisai dan memiliki aktivitas seperti
orang normal, dengan demikian maka prevalansi kekambuhan pasien dapat
berkurang ataupun pasien tidak akan kambuh karena proses pengobatan
pasien dilakukan sesuai denga anjuran dan petunjuk dokter,segingga
kepatuhan pasien minum obat baik, dan prevalensi kekambuhan pasien
berkurang bahkan tidak pernah kambuh dalam kurun waktu 1-2 tahun. ( E-
Jurnal Wulansari)
Menurut WHO obat pada pasien jiwa dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
neuroleptika, antidepresan, antianxietas, psikotimulansia, dan psikodisleptik.
Langkah awal dalam pemilihan obat adalah diagnosis dan identifiasi gejala
sasaran. Penggunaan obat tersebut harus diperhatikan penggunaannya pada
anak- anak dimulai pada dosis minimal, pada pasien lanjut usia diawali
dengan dosis rendah karena metabolisme tubuh lebih lambat.
Selain itu (Ibrahim 2011) juga mengatakan kepatuhan obat juga dilihat pada
diagnosis dan identifikasi gejala sasaran, idealnya harus dilakukan pada saat
pasien bebas obat selama 1-2 munggu.Keadaan bebas obat disini mecakup
pedoman dengan tidak diberikannya medikasi yang berkhasiat tidur, karena
kualitas tidur merupakan pedoman diagnostic penting dan merupakan suatu
gejala sasaran. Diantara obat yang sesuai dengan diagnosis tertentu harus
dipilih berdasarkan riwayat respon obat oleh pasien (kepatuhan,respon
terapeutik dan efek merugikan), riwayat respon obat dalam keluarga pasien,
serta efek merugikan dari obat tersebut.
Menurut asumsi peneliti kepatuhan minum obat dari pasien gangguan jiwa
tidak lepas dari peranan penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh
pada pengobatan prevalensi kekambuhannya berkurang, maka pasien tidak
akan dirawat lagi dirumah sakit dan hanya perlu perawatan jalan di
puskesmas. Pasien gangguan jiwa berkaitan dengan kepatuhan obat yang
dikonsumsi oleh penderita.Obat yang berpotensi rendah perlu diberikan dalam
dosis tinggi untuk mencapai keefektifan, sedangkan obat yang berpotensi
tinggi mencapai keefektifan pada pemberian dosis rendah.Kepatuhan program
obat sering kali meningkat ketika program tersebut diberikan sesederhana
mungkin, baik dalam jumlah obat yang diprogramkan maupun jumlah dosis
harian. Sehingga seseorang yang patuh dalam minum obat akan menjadikan
seseorang tersebut lebih baik dari sebelumnya. Pada penelitian ini terdapat
responden tidak patuh minum obat ini semua dibuktikan dengan responden
yang menjawab tidak pernah pertanyaan nomor 7 yaitu keluarga mendampingi
klien saat kontrol ke puskesmas. Responden yang menjawab tidak pernah
pertanyaan nomor 16 yaitu klien minum obat secara teratur karena dibantu
adanya pemberian label pada setiap kemasan obat. Responden yang menjawab
tidak pernah pertanyaan nomor 18 yaitu klien tidak diberi tahu kapan
responden kontrol kembali.
b. Kekambuhan KlienGangguan Jiwa
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa lebih dari separoh 19 orang
(55,9%) kekambuhan klien tidak kambuh, 15 orang (44,1%) responden
kekambuhan klien kambuh.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaunang tahun 2015, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan prevalensi kekambuhan pada pasien
skizofrenia yang berobat jalan di poli klinik jiwa RS Manado. Dan 67 (76,3%)
responden kekambuhan klien gangguan jiwa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandriani tahun 2014, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan tingkat kekambuhan pada pasien
skozofrenia di poli klinik RSJ DIY.didapatkan hasil 40 (50%) responden
tingkat kekambuhan tinggi. 27 (33,8%) tingkat kekambuhan sedang, dan 13
(16,2%) tingkat kekambuhan rendah.
Gangguan jiwa merpakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses piker. Kadang-kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari
luar.Pada umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan perasaan eleh efek yang
tidak serasi atau tumpul, dan ternyata kesadaran dan kemampuan intelektual
biasanya tetap dipertahankan, walaupun terjadi deficit kognitif. Pikiran,
perasaan dan perbuatan yang paling mendalam dirasakan seakan diketahui
oleh oraang lain, dan waham-waham yang timbul menjelaskan bahwa
kekuatan alam dan supernatural sedang bekerja mempengaruhi pikran dan
perbuatan penderita dengan cara – cara yang tidak masuk akal atau aneh. (
Ibrahim 2011).
Kekambuhan pada pasien gangguan jiwa adalah timbulnya kembali gejala-
gejala yang sebelumnya juga memperoleh kemajuan.(Stuart dan Laraia,
2005).Awalnya gangguan jiwa diyakini disebab kan oleh gangguan utama
pada fungsi kognitif yang menunjuk pada factor organik kerena efek meracuni
diri sendiri. Selanjutya beberapa psiskoanalisis mencoba menjelaskan
penyebab kekambuhan gangguan jiwa psikodinamik.Namun, kini semakin
banyak ditemukan bukti – bukti yang menunjukkan dominasi peranan
berbagai faktor.(Junaidi, 2014).
Menurut asumsi peneliti kekambuhan pada pasien gangguan jiwa, ini semua
dapat dilihat dari timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya terjadi
seperti banyak bicara, gangguan prilaku dan lain sebagainya.Ini semua
diakibatkan oleh tidak patuhnya pasien gangguan jiwa dalam minum obat,
sehingga munculnya gejala-gejala yyang biasanya muncul pada saat awal
gangguan jiwa. Pada penelitian ini terjadinya kekambuhan klien gangguan
jiwa dapat dibuktikan dari responden menjawab sangat setuju dari pertanyaan
nomor 1 yaitu klien mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah
pulang dari rumah sakit jiwa. Responden menjawab sangat setuju dari
pertanyaan nomor 8 yaitu klien menggap penyakitnya sebagai penyakit yang
memalukan. responden menjawab sangat setuju dari pertanyaan nomor 12
yaitu pikiran klien selalu tidak stabil.
5.2.1 Bivariat
a. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien
Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
Tabel 5.3 dapat dijelaskan bahwa hubungan kepatuhan klien dengan
kekambuhan klien kekambuhan klien gangguan jiwa di wilayah kerja
Puskesmas Sicincin Tahun 2017. Terdapat sebanyak 18 dari 34
respondenpatuh minum obat, diantaranya terdapat 1 (5,6%) responden
kekambuhan klien gangguan jiwa kambuh, dan 17 (94,4%) responden tidak
kambuh. Terdapat sebanyak 16 dari 34 respondentidak patuh minum obat,
diantaranya terdapat 14 (87,5%) responden kekambuhan klien gangguan jiwa
kambuh, dan 2 (12,5%) responden tidak kambuh. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p value = 0,000 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan
Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandriani tahun 2014, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan tingkat kekambuhan pada pasien
skozofrenia di poli klinik RSJ DIY.Didapatkan hasil uji statistik 0,000 maka
dapat disimpulkan ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan tingkat
kekambuhan pada pasien skozofrenia di poli klinik RSJ DIY.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputra tahun 2012, tentang
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada
pasien yang mengalami gangguan jiwa poli rawat jalan RSJD Surakarta.
Didapatkan hasil 0,002 didapatkan hasil ada hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien yang mengalami gangguan
jiwa poli rawat jalan RSJD Surakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaunang tahun 2015, tentang
hubungan kepatuhan minum obat dengan prevalensi kekambuhan pada pasien
skizofrenia yang berobat jalan di poli klinik jiwa RS Manado.Didapatkan hasil
uji statistik 0,002 dapat disimpulkan adanya hubungan antara hubungan
kepatuhan minum obat dengan prevalensi kekambuhan pada pasien
skizofrenia yang berobat jalan di poli klinik jiwa RS Manado.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh souza tahun 2013, tentang bipolar
disordier and medicaton: adrence, patients knowledge and serum monitoring
of lithium carbonate. Didapatkan hasil 0,000 ada hubungan antara bipolar
disordier and medicaton: adrence, patients knowledge and serum monitoring
of lithium carbonate.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehMagura tahun 2011, tentang
faktor associated with medication adherence among psychiatric outpatients at
substance abuse risk. Didapatkan hasil 0,012 dapat disimpulkan adanya
hubungan antara faktor associated with medication adherence among
psychiatric outpatients at substance abuse risk.
Terapi obat didefenisikan sebagai suatu cara untuk memodifikasi atau
mengoreksi perilaku, pikiran atau alam perasaan yang patologis menggunakan
zat kimia. Obat harus digunakan dalam dosis efektif untuk periode waktu yang
cukup.Respon terapi dan timbulnya efek samping harus diberikan sesegera
mungkin.Obat yang digunakan untuk mengobati psikosis memiliki banyak
sebutan yaitu obat anti psikotik, neoroleptik, dan mayor trangquiles.Anti
psikotik digunakan untuk mengatasi psikosis, termasuk skzofrenia.Efek terapi
dari obat obatan ini terlihat sewaktu dipakai pada psikosis akut.Efeknya
mengurangi gejala positif, antara lain halusinasi, tidak mau makan, tidak
kooperatif dan gangguan piiran. (Ibrahim,2011)
Videback (2008) terapi obat penting diketahui perawat, karena keefektifannya
mengacu pada efek terapeutik maksimal yang dapat oleh obat.Hal ini
berkaitan dengan kepatuhan obat yang dikonsumsi oleh penderita.Obat yang
berpotensi rendah perlu diberikan dalam dosis tinggi untuk mencapai
keefektifan, sedangkan obat yang berpotensi tinggi mencapai keefektifan pada
pemberian dosis rendah.Kepatuhan program obat sering kali meningkat ketika
program tersebut diberikan sesederhana mungkin, baik dalam jumlah obat
yang diprogramkan maupun jumlah dosis harian.
Kepatuhan minum obat dari pasien gangguan jiwa tidak lepas dari peranan
penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh pada pengobatan prevalensi
kekambuhannya berkurang, maka pasien tidak akan dirawat lagi dirumah sakit
dan hanya perlu perawatan jalan di puskesmas. Walaupun gangguan jiwa
adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tettapi dapat
disembuhkan dengan terapi kepatuhan obat. Hal ini berarti dengan pengobatan
yang teratur dan dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang sekitar klien
besar kemungkinan klien dapat bersosialisai dan memiliki aktivitas seperti
orang normal, dengan demikian maka prevalansi kekambuhan pasien dapat
berkurang ataupun pasien tidak akan kambuh karena proses pengobatan
pasien dilakukan sesuai denga anjuran dan petunjuk dokter,segingga
kepatuhan pasien minum obat baik, dan prevalensi kekambuhan pasien
berkurang bahkan tidak pernah kambuh dalam kurun waktu 1-2 tahun. ( E-
Jurnal Wulansari)
Menurut WHO obat pada pasien jiwa dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
neuroleptika, antidepresan, antianxietas, psikotimulansia, dan psikodisleptik.
Langkah awal dalam pemilihan obat adalah diagnosis dan identifiasi gejala
sasaran. Penggunaan obat tersebut harus diperhatikan penggunaannya pada
anak- anak dimulai pada dosis minimal, pada pasien lanjut usia diawali
dengan dosis rendah karena metabolisme tubuh lebih lambat.
Selain itu (Ibrahim 2011) juga mengatakan kepatuhan obat juga dilihat pada
diagnosis dan identifikasi gejala sasaran, idealnya harus dilakukan pada saat
pasien bebas obat selama 1-2 munggu.Keadaan bebas obat disini mecakup
pedoman dengan tidak diberikannya medikasi yang berkhasiat tidur, karena
kualitas tidur merupakan pedoman diagnostic penting dan merupakan suatu
gejala sasaran. Diantara obat yang sesuai dengan diagnosis tertentu harus
dipilih berdasarkan riwayat respon obat oleh pasien (kepatuhan,respon
terapeutik dan efek merugikan), riwayat respon obat dalam keluarga pasien,
serta efek merugikan dari obat tersebut.
Gangguan jiwa merpakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses piker. Kadang-kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari
luar.Pada umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan perasaan eleh efek yang
tidak serasi atau tumpul, dan ternyata kesadaran dan kemampuan intelektual
biasanya tetap dipertahankan, walaupun terjadi deficit kognitif. Pikiran,
perasaan dan perbuatan yang paling mendalam dirasakan seakan diketahui
oleh oraang lain, dan waham-waham yang timbul menjelaskan bahwa
kekuatan alam dan supernatural sedang bekerja mempengaruhi pikran dan
perbuatan penderita dengan cara – cara yang tidak masuk akal atau aneh. (
Ibrahim 2011).
Kekambuhan pada pasien gangguan jiwa adalah timbulnya kembali gejala-
gejala yang sebelumnya juga memperoleh kemajuan.(Stuart dan Laraia,
2005).Awalnya gangguan jiwa diyakini disebab kan oleh gangguan utama
pada fungsi kognitif yang menunjuk pada factor organik kerena efek meracuni
diri sendiri. Selanjutya beberapa psiskoanalisis mencoba menjelaskan
penyebab kekambuhan gangguan jiwa psikodinamik.Namun, kini semakin
banyak ditemukan bukti – bukti yang menunjukkan dominasi peranan
berbagai faktor.(Junaidi, 2014).
Menurut asumsi peneliti kepatuhan minum obat dari pasien gangguan jiwa
tidak lepas dari peranan penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh
pada pengobatan prevalensi kekambuhannya berkurang, maka pasien tidak
akan dirawat lagi dirumah sakit dan hanya perlu perawatan jalan di
puskesmas.Kekambuhan pasien jiwa dilihat dari timbulnya kembali gejala-
gejala yang sebelumnya terjadi seperti banyak bicara, gangguan prilaku dan
lain sebagainya.Ini semua diakibatkan oleh tidak patuhnya pasien gangguan
jiwa dalam minum obat, sehingga munculnya gejala-gejala yang biasanya
muncul pada saat awal gangguan jiwa. Semakin patuh seseorang dalam
meminum obat maka semakin kurang kekambuhan gangguan jiwa dan akan
menjadikan seseorang lebih baik lagi dari keadaan sebelumnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan 34 responden di Puskesmas Sicinci maka
dapat disimpulkan:
6.1.1 Hasil penelitian ditunjukkan bahwa lebih dari separoh (52,9%) responden
patuh minum obat di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017
6.1.2 Hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa lebih dari separoh (55,9%)
responden tidak mengalami kekambuhan di Wilayah Kerja Puskesmas
Sicincin Tahun 2017.
6.1.3 Terdapat adanya Hubungan yang bermakna (p value = 0,000) antara
kepatuhan minum obat dengan kekambuhan klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini bagi peneliti berguna untuk menambah pengalaman
peneliti dan mengetahuiHubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin
Tahun 2017.
6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi, khususnya mengenai
Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan
Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sicincin Tahun 2017.Sebagai bahan
masukan atau acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan peserta didik
khususnya pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang.
6.2.3 Bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Puskesmas
Sicincin dalam mengatasi tingkat kekambuhan penderita gangguan jiwa
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Ayub Sani. 2011. Keperawatan jiwa edisi 1. Penerbit Nusa.Tanggerang
Ibrahim Ayub Sani. 2011. Keperawatan jiwa edisi 2. Penerbit Nusa.Tanggerang.
Ireine Kaunang. 2015. Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2. Nomor 2. Mei 2015
http://download.portalgaruda.org
Junaidi iskandar. 2014. Cara Mengetahui Penyimpangan Jiwa Dan Perilaku Tidak
Normal Lainya. Yogyakarta
Kamila lestari, dhian ririn, herawati. Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Minum Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa Diwilayah Kerja Puskesmas Banjar
Baru. Dari http://2558-5120-1.SM.pdf
Kaunang irene, kanine Asrom, kallo vanri. Hubungan kepatuhan minum obat dengan
prevalensi kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat jalan di
poliklinik jiwa rumah sakit prof. Dr. Iratumbuysang manado [online 2015]:
volume 2 nomor 2. Dari http://gtgtgy7h8h8hgtfrdry7h.pdf
Kaunang, 2015, Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Prevalensi Kekambuhan
Pada Pasien Skizofrenia Yang Berobat Jalan Di Poli Klinik Jiwa Rs Manado.
Keliat Budi Ana, Akemat, Helena Novi, Hurhaeni Heni. 2015. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas, Jakarta: EGC
Kusuma Farida, Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Lia Minarni, Jaka S. Sudagijono.2015. Jurnal Experientia Volume 3, Nomor 2
Oktober 2015
Magura , 2011, Faktor Associated With Medication Adherence Among Psychiatric
Outpatients At Substance Abuse Risk.
Nasir Abdul, Muhith Abdul. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Notoatmodjo soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Keperawatan Teknik analisis
data. Jakarta: Salemba Medika
Saputra, 2012, Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi
Obat Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Jiwa Poli Rawat Jalan Rsjd
Surakarta
Souza, 2013, Bipolar Disordier And Medicaton: Adrence, Patients Knowledge And
Serum Monitoring Of Lithium Carbonate.
Suprayitno,H. 2010. Merawat klien gangguan jiwa.
http://ganafamily.blogspot.com/2010/12/gangguan-jiwa.html.[7april2015]
Videbeck, Sheila.2008 Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Yosep Iyus. 2008. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuesioner
yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data terhadap subjek yang
memenuhi kriteria penelitian.
kuesioner terdiri dari tiga bagian :
Bagian 1. kuesioner Data Demografi ( KDD )
Bagian 2. kuesioner untuk variable independen (kepatuhan obat).
Bagian 3. kuesioner untuk variable dependent (kekambuhan penderita gangguan jiwa)
Tanggal : Kode :
I.kuesioner Data Demografi
Petunjuk pengisian : Isilah data di bawah ini dengan lengkap. Berilah tanda check list
( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban anda. Pertanyaan
ditujukan pada anggota keluarga yang merawat pasien :
1. Data penderita
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Umur :
Alamat :
2. Keluarga yang merawat pasien :
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Umur :
3. Pekerjaan Keluarga : PNS ABRI
Petani wiraswasta
Karyaswasta lainnya,Sebutkan
:……
4. Tingkat Pendidikan : tidak sekolah SD
SLTP SLTA
Akademi S1
lainnya,sebutkan :…………..
5. Pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan :
Lebih dari Rp. 500,000 Rp. 250.000 s/d 500.000,-
Rp. 100.000 s/d Rp. 2.500.000 Rp. 50.000 s/d 100.000,-
6. Hubungan dengan pasien : orang tua kakak
adik
Lainnya, Sebutkan : :
7. Sudah berapa lama pasien/ anggota keluarga mengalami sakit : < 5 tahun
> 5 tahun
II. Kuesioner Kepatuhan Minum Obat.
Jawablah pernyataan dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang
disediakan. Semua pernyataan di isi dengan satu jawaban.
Keterangan: Tidak Pernah / TP : tidak pernah dilakukan sama sekali
setiap hari
Jarang / JR : biasa dilakukan 6 hari sekali
Kadang-Kadang / KK : biasa dilakukan 3 hari sekali
Selalu / S : dilakukan secara rutin atau setiap hari
Sumber : Brainly.co.id, 2016
No Pertanyaan TP JR KK S
1. Klien meminum obat secara teratur tanpa di ingatkan
oleh keluarga
2. Klien meminum obat sesuai dengan dosis yang di
berikan dari puskesmas
3. Klien tidak menghentikan obat yang dikonsumsi
sebelum waktunya
4. KlIen mengetahui jadwal minum obat secara
mandiri
5. Klien merasa jenuh atau bosan minum obat
6. Keluarga mengingatkan klien dalam minum obat.
7. Keluarga mendampingi klien saat control
kePuskesmas
8. Keluarga diberi informasi secara detail tentang
cara minum obat
9. Keluarga mengajak klien untuk melakukan control
ulang
10. Dukungan keluarga terhadap pengobatan klien
sangat besar
11. Ketidakpatuhan minum obat pada klien karena
kurangnya pengawasan dirumah
12. Alat transportasi umum yang digunakan untuk
mengunjungi Puskesmas tidak lancar
13. Klien tidak patuh mengkonsumsi obatnya karena
tidak mengerti instruksi penggunaan obat
14. Klien malas kotrol karena keluarga tidak
mempunyai kendaraan
15. Kesembuhan klien tidak diharapkan oleh
keluarga klien
16. Klien minum obat secara teratur karena dibantu
adanya pemberian label pada setiap kemasan obat
17.
Penjelasan yang diberikan tentang cara minum
obat,efek samping obat, dan jadwal control tidak
mudah dipahami
18. Klien tidak diberi tahu kapan responden kontrol
kembali
19. Klien / keluarga klien tidak menebus resep obatnya
karena harga obat terlalu mahal
III. Kuesioner Kekambuhan Gangguan Jiwa
Jawablah pernyataan dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang
disediakan. Semua pernyataan di isi dengan satu jawaban.
Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
No Pertanyaan STS TS S SS
1. Klen mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan
setelah pulang dari rumah sakit jiwa
2. Klien sering mengalami perlakuan yang tidak
menyenangkan dalam pekerjaan
3. Perhatian keluarga klien dalam proses kesembuhan
klien sangat tinggi
4. Perhatian dari keluarga kurang dalam mengatasi
kekambuhan
5.
klien merasa instruksi yang diberikan terlalu
banyak sehingga klien tidak mampu mengingatnya
dengan baik
6. Klien selalu tidak tahu jika tanda-tanda kesadaran klien
meningkat atau mengalami kekambuhan
7.
klien tidak paham dengan penjelasan dari
pelayanan kesehatan karena menggunakan kata
tidak dimengerti
8. Keluarga menganggap penyakit klien memalukan.
9.
Klien tidak menuruti instruksi yang diberikan
karena sikap dari pelayanan kesehatan yang tidak
sopan
10.
Klien malas kontrol ulang ke rumah sakit karena
saya jenuh menunggu antrian berobat di
Puskesmas
11. Keluarga tidak paham mengenai penyakit yang
diderita karena pendidikan yang rendah
12. Pikiran klien selalu tidak stabil
13. Kemampuan klien dalam mengadakan hubungan
dengan lingkungan susah
14. Keluarga klien mengadakan pembatasan terhadap
lingkungan serta klien itu sender
15. Keinginan klien dalam mendapatkan sesuatu selalu
dipertimbangan oleh keluarga
16. Keinginan klien dalam proses kesembuhannya
tinggi
17. Emosi klien selalu tidak stabil
18. Kekambuhan klien terjadi akibat pengalaman yang
buruk dari klien
19.
Klien merasa jengkel apabila menunggu lama
untuk bertemu dengan dokter Klien malas kontrol
ulang ke Puskesmas karena jauh
20. Gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan
jiwa klien