skripsi faktor yang berhubungan dengan kepatuhan bidan …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BIDAN
DALAM PENGGUNAAN APD PADA PROSES PERSALINAN DI RSKD
IA PERTIWI KOTA MAKASAR
2017
RESKI FATIMAH
K11113071
DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
ii
iii
iv
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Reski Fatimah
“Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Bidan Dalam Penggunaan
Alat Pelindung Diri Pada Proses Persalinan Di Rumah Sakit Khusus Daerah
Ibu & Anak Pertiwi ”
(Dibimbing oleh Dr. Atjo Wahyu, SKM., M.Kes dan Dr. dr. Masyita Muis,
MS)
( x + 79 Halaman + 13 Tabel + 2 Gambar + 6 lampiran )
Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
mentaati peraturan ke perilaku mentaati peraturan. Profesi bidan di rumah sakit
tidak terlepas dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan
traumatik bagi mereka dalam bekerja wajib menggunakan alat pelindung diri,
seperti sarung tangan, baju khusus bagi bekerja di ruang operasi, penggunaan
sepatu, dan pelindung diri lainnya. Berdasarkan hasil observasi masih banyak
bidan yang tidak memakai APD pada saat melakukan pertolongan persalinan
kepada pasien di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap,
masa kerja, ketersediaan APD dan kebijakan K3 terhadap kepatuhan bidan pada
saat proses persalinan di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi. Jenis penelitian ini
adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional study. Sampel dalam
penelitian ini adalah bidan dibagian pelayanan persalinan dengan besar sampel 61
responden. Pengumpulan data diperoleh langsung dari responden melalui
kuesioner yang diberikan. Analisis data pada penelitian ini adalah analisis
univariat, bivariat dengan uji statistik Chi-square.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,014),
sarana dan prasarana (p=004,) dan kebijakan K3 (p=0,006) memiliki hubungan
dengan kepatuhan penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) pada proses
persalinan di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi.
Dari hasil penelitian ini disarankan bahwa perlu adanya peningkatan
pengetahuan dan kemajuan pelayanan kebidanan, diharapkan kepada para bidan
untuk selalu bekerja dengan aman dan selalu menggunakan APD seperti masker,
sarung tangan, gaun pelindung dan alat perlindungan diri lainnya yang sesuai
dengan SOP saat melakukan pertolongan persalinan yang telah ditetapkan guna
untuk mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Daftar Pustaka : 68 (1970-2017)
Kata Kunci : Kepatuhan, APD, Bidan.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dengan judul
“Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Bidan Dalam Penggunaan
APD Pada Proses Persalinan Di RSKD IA Pertiwi Kota Makasar” dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Penyusunan skripsi ini bukanlah hasil kerja penulis semata. Segala usaha
dan potesi telah dilakukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr. Atjo Wahyu,SKM.,M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Dr.
dr. Masyitha Muis, MS selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh ikhlas dan kesabaran, telah meluangkan waktu dan
pemikirannya untuk memberikan arahan kepada penulis.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada kedua orang
tua, Ayahanda (Alm) Drs. Asdar Sulaiman, M.Si dan Ibunda Hamsinah Asdar
yang telah mendukung dalam segala hal dengan penuh pengorbanan, kesabaran,
cinta kasih, memberikan doa, semangat serta motivasi dengan segala keikhlasan.
Tak lupa juga kepada saudara dan saudariku tercinta, Adriansyah Asdar, SE ,
Darmawansyah Asdar, SE , Firmansyah Asdar, SE , Parawansyah Asdar,
Ridha Mutmainnah, Rahayu Khairunnisa, dan Andi Sari Terima kasih atas
segala dukungan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada hentinya diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Keponakanku tercinta Arham,
Aqila, Zahra, Zahira, dan Zahwan yang selalu menjadi penyemangat dan
senantiasa menghibur dikala sedih.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
vi
1. Bapak dr. Muhammad Rum Rahim, SKM., M.Sc, Ibu Indra Fajarwati, SKM,
MA, Ibu Rini Anggraeni, SKM, M.Kes selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan masukan, saran, serta arahan guna menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
2. Bapak dr. Muhammad Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D selaku ketua Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta seluruh dosen Departemen K3 atas
bantuannya dalam memberikan arahan, bimbingan, ilmu pengetahuan yang
selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Unhas.
3. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan, Ibu Dr.
Ida Leida Maria, SKM, M.KM, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan I, Ibu Dr. dr.
Andi Indahwaty Sidin, MHSM selaku wakil dekan II dan Bapak Sukri
Palutturi, SKM, M.Kes, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan III beserta seluruh
tata usaha, kemahasiswaan, akademik, asisten laboratorium FKM Unhas atas
bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Unhas.
4. Para dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu selama menempuh studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
5. Bapak Nur Alam, Bapak Rahman dan Ibu Fatmah selaku staf Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang membantu penulis selama
pengurusan administatif.
6. Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu & Anak Pertiwi Makassar, beserta
seluruh pegawai rumah sakit terkhusus kepada para bidan dibagian persalinan
dan IGD
7. Teruntuk Sandy Pratama Aksan terima kasih atas dukungan, doa, motivasi,
saran, dan bantuannya selama ini kepada penulis.
8. Sahabat-sahabatku tercinta Septyani Wacana Ramma, S.Psi, Florensia
Lisungan, Maya Sri Puspita dan Nabigha Yushatia Putri, S.Ked yang selalu
memberi dukungan, motivasi dan selalu memberi kesan di hari-hari yang
dilalui bersama.
vii
9. Terima Kasih Nurfitriani, Tenri Diah S,KM, Adhinda Putri S,KM, Andi
Simpur Siang, S.KM, Reski Amalia Putri, Eka Amalina, dan Mugfirah
Mayangsari Putri S.KM sudah menjadi sahabat yang sejalan dan
sepenanggungan dan sangat membantu penulis dalam suka maupun duka
serta selalu memberi dukungan, saran, motivasi dan mendengarkan curahan
hati penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Bapak Sakir yang telah banyak membantu penulis selama penulis
melakukan tugas magang.
11. Teman – teman Iqbal, Tri sofiatun, Allu, Arya, Naya, Yunita, Zafwan, Syah,
Sari, Yusti, Nanang, Biyah, kak eci, Uzdah dan semua teman seperjuangan
angkatan 2013 FKM Unhas (REMPONG) dan teman – teman OHSS yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas dukungan dan
motivasinya selama ini.
12. Teman-teman PBL posko Bonto Manai dan teman-teman KKN Reguler
Angkatan 93 Desa Kampala, terima kasih atas kerjasama, dukungan serta
bantuannya selama menjalani PBL dan KKN.
13. Keluarga Mahasiswa FKM UNHAS yang saya banggakan, Senior dan Junior,
Pengurus BEM FKM UNHAS, MAPERWA FKM UNHAS dan MM FKM
UNHAS yang telah memberikan banyak pembelajaran, pengalaman, bantuan
dan motivasi kepada penulis selama menjadi bagian dari KM FKM UNHAS .
14. Pengurus HMI Komisariat Kesehatan Masyarakat Cabang Makassar Timur
yang telah memberikan dukungan dan doanya.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala dukungan dan bantuannya selama ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi yang kelak dapat bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya dan sebagai informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan ........................................................................................................... 7
D. Manfaat ......................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)..........12
B. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan .......................................... ..............19
C. Tinjauan Umum Tentang Bidan ................................................... ............22
D. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri ............................. ............25
E. Tinjauan Umum Tentang Perilaku ................................................ ...........32
F. Kerangka Teori.............................................................................. ...........40
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti ....................................... ..........46
B. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... .........48
C. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif .................................. ..........49
ix
D. Hipotesis Penelitian .......................................................................... ...51
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ ......53
B. Waktu Dan Lokasi Penelitian.......................................................... ......53
C. Populasi Dan Sampel ..................................................................... .......53
D. Instrumen Penelitian........................................................................ .......54
E. Cara Pengumpulan Data .................................................................. .......54
F. Pengolahan Data............................................................................. ........54
G. Analisis Data ................................................................................. ..........55
H. Penyajian Data .............................................................................. ..........55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi ........................................................................... 56
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 58
C. Pembahasan ................................................................................................ 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 78
B. Saran ..................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ............................. 61
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ...................................... 62
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan ....................................... 62
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan .................................... 63
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ............................................... 64
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja...................................... 64
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana dan Prasarana ...................... 65
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan K3 .................................. 66
Tabel 9. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD .... 67
Tabel 10. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Penggunaan APD .............. 68
Tabel 11. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD .... 69
Tabel 12. Hubungan antara Sarana dan Prasarana dengan Kepatuhan Penggunaan
APD........................................................................................................................70
Tabel 13. Hubungan antara Kebijakan K3 dengan Kepatuhan Penggunaan
APD.......................................................................................................................71
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori ..................................................................................... 44
Gambar 2. Kerangka Konsep ................................................................................. 47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Output Hasil
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM Unhas
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Kepala UPT P2T BKPMD Provinsi Sulsel
Lampiran 6. Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau
aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial
bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan atau
organisasi melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap
gangguan kesehatan akibat kerja dan lingkungannya (Notoatmodjo, 2003)
Secara implisit kesehatan kerja mencakup sebagai alat mencapai
derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya, yang terdiri dari pekerja
informal dam formal, dan sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang
berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas
(Suma’mur, 1992)
Salah satu tenaga kerja sektor formal yang berpotensi terhadap
keadaan kesehatan kerjanya adalah bidan di rumah sakit. Bidan adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik
bidan dan dapat ditempatkan pada unit-unit kerja pemerintah bidang
kesehatan (Depkes RI, 2007)
2
International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa
tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit
di lingkungan kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan
diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di
lingkungan kerja. Sedangkan menurut catatan World Health Organization
(WHO) dari jumlah tenaga kerja sebesar 35% sampai 50% di dunia
terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi. Milyandra (2010) dalam Banda
(2015)
Salah satu bentuk pelayanan utama yang diberikan bidan adalah
Asuhan Persalinan Normal (APN). APN merupakan upaya yang dilakukan
oleh bidan dalam pertolongan persalinan secara sehat dan normal yang
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang steril, serta
penatalaksanaan komplikasi. Asuhan Persalinan Normal dapat dijadikan
sebagai standar persalinan normal pada bidan-bidan yang ada di rumah
sakit umum dan puskesmas (Depkes RI, 2007)
Berdasarkan mekanisme pelaksanaan APN juga tidak terlepas dari
penggunaan alat kesehatan, bahkan berpotensi terhadap gangguan
kesehatan bidan, baik yang ditimbulkan oleh kondisi udara dalam
ruangan,adanya paparan bahan kimia maupun kesalahan tehnis secara
tidak sengaja yang dilakukan oleh bidan. Sebagai mana diketahui bahwa
para pekerja seperti bidan sering dihadapkan pada pejanan atau beban
kerja berbahaya terhadap kesehatannya sehingga para pekerja dan pasien
mempunyai potensi untuk mengalami gangguan kesehatan yang
3
penanganannya memerlukan upaya-upaya khusus, baik di tempat kerjanya
maupun dalam memberikan pelayanan kesehatan asuhan persalinan
normal. (Mulyanti, 2009)
Petugas kesehatan, termasuk bidan, berisiko tinggi tertular HIV
saat menolong persalinan karena terjadi kontak dengan darah dan cairan
tubuh pasien melalui percikan pada mukosa mata, mulut, hidung.
Penularan juga bisa melalui luka akibat tertusuk jarum atau karena kurang
berhati-hati mengelola benda tajam saat prosedur pertolongan persalinan
maupun saat memproses alat setelah persalinan. Upaya untuk mencegah
penularan HIV/AIDS pada petugas kesehatan terutama bidan saat
menolong persalinan adalah dengan mematuhi kewaspadaan standar.
(Serudji, 2014)
Kewaspadaan standar sebagai bagian dari pencegahan penularan
HIV/AIDS harus diterapkan bidan dalam setiap pertolongan persalinan
untuk melindungi pasien, bidan, keluarga dan orang lain dari risiko
paparan darah dan cairan tubuh yang mungkin terinfeksi HIV. Tietjen
(2004) Kepatuhan bidan terhadap kewaspadaan standar tersebut menjadi
aspek penting untuk memutus rantai transmisi penularan HIV dan
mencerminkan perilaku yang diharapkan untuk menjaga mutu pelayanan
kesehatan. (Prawirohardjo, 2010)
Perilaku bidan sebagai penolong persalinan sangat penting dalam
menghasilkan pertolongan persalinan yang aman bagi ibu dan bayi serta
bagi bidan itu sendiri. Manuaba (1998) Untuk dapat memperlihatkan
4
perilaku yang baik dalam upaya pencegahan risiko penularan HIV/AIDS
pada persalinan normal, bidan harus mematuhi prinsip dan langkah
kewaspadaan standar secara benar dan konsisten.
Penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja (KK) dikalangan
petugas kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Penerapan
praktik kebidanan dalam memberikan asuhan memiliki risiko terjadinya
infeksi penyakit dari pasien ke petugas dan juga infeksi yang terjadi antar
pasien. Pengendalian bahaya bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan menggunakan alat pelindung diri. Menurut Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung
diri (APD) atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat
yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat
kerja. Alat pelindung diri merupakan komponen dari kewaspadaan standar
dan juga merupakan metode pencegahan dan pengendalian infeksi yang
harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai risiko yang sangat besar tertular
penyakit infeksi seperti hepatitis dan HIV karena terkena percikan darah,
air ketuban, percikan cairan tubuh/sekret pada saat melakukan pertolongan
persalinan jika tidak menggunakan APD yang seharusnya dipakai.
(Nurhayati, 2016)
Upaya pencegahan infeksi dalam proses pertolongan persalinan
bertujuan untuk memutus rantai penyebaran infeksi, dilakukan dengan
5
penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD), APD yang digunakan antara
lain kaca mata pelindung, masker wajah, penutup kepala, celemek, dan
sepatu boots. (Suwarni, 2012)
Rumah sakit, puskesmas dan klinik bersalin merupakan unit tugas
bidan dan merupakan sarana kesehatan yang berpotensi terhadap
kecelakaan dan mempengaruhi kesehatan kerja bidan dan tenaga medis
lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja di rumah
sakit atau puskesmas antar lain faktor lingkungan seperti paparan radiasi
dari alat kesehatan yang digunakan, kecelakaan kerja akibat disfungsi
alat yang digunakan, paparan bahan – bahan kimia serta faktor kimianya
yaitu kelalaian dalam bekerja, penggunaan alat – alat medis yang tidak
difterilkan terlebih dahulu, serta akibat tidak menggunakan alat
pelindung diri (Hasyim, 2005).
Melihat tingginya risiko terhadap gangguan kesehatan di rumah
sakit khususnya pada bidan, maka perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan terhadap kejadian penyakit atau traumatik akibat lingkungan
kerja dan faktor manusianya.salah satu diantaranya adalah penggunaan alat
pelindung diri. Suma’mur (2009)
Alat Pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja,
dimana secara tehnis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan
kerja yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun
mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah
6
kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga
kerja dengan bahaya. Mulyanti (2008)
Demikian juga profesi bidan di rumah sakit yang tidak terlepas dari
kecelakaan kerja yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan traumatik
bagi mereka dalam bekerja wajib menggunakan alat pelindung diri, seperti
sarung tangan, baju khusus bagi bekerja di ruang operasi, penggunaan
sepatu, dan pelindung diri lainnya (Hasyim, 2005). Mengingat bahwa
rumah sakit adalah sarana kerja yang tidak terlepas dari kecelakaannya
maka perlu perlindungan keselamatan bidan sangat penting
dipertimbangkan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 14
tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. Pada pasal 9
ditegaskan bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan
atas keselamatan, kesusilaan, pemeliharaan kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan moral agama” (Depnaker, 2003)
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pekerjaan bidang medis
beresiko terhadap kecelakaan dan kesehatan kerja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Anwar dan Perwitasari (2006) tentang tingkat risiko
pemakaian APD dan Hygiene Petugas Laboratorium Klinik RSUPN
Ciptomangunkusumo Jakarta, hasil penelitian ditemukan bahwa
berdasarkan penggunaan APD, dari 4 Laboratorium yang ada di RSUPN
Ciptomangunkusumo ternyata lebih dari 40 % petugas di 3 laboratorium
(IGD, Hematologi dan anak) berisiko tinggi terinfeksi penyakit
berbahaya seperti HIV / AIDS. Adapun alasan petugas tidak
7
menggunakan APD ketika bekerja, pada umumnya (52%) karena di
tempat kerjanya tidak tersedia APD. Tidak ditemukannya APD disebagian
laboratorium yang diteliti kemungkinan karena kurangnya perhatian dari
kepala laboratorium dalam penyediaan APD, atau anggaran rumah sakit yang
terbatas sehingga penyediaan APD juga terbatas. Alasan lain petugas
tidak menggunakan APD adalah malas, lupa, tidak terbiasa dan repot.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar merupakan salah
satu rumah sakit yang melakukan asuhan persalinan normal bagi
masyarakat yang ada di kota makassar. Secara umum rata-rata persalinan
normal yang diberikan bidan mencapai 70-95 pasien tiap bulannya. Dilihat
dari lingkungan kerjanya yaitu ruangan persalinan, secara umum dari
aspek higiene sanitasi sudah memenuhi syarat kesehatan, baik ventilasi
maupun sterilisasi ruangan demikian juga dilihat dari aspek ketersediaan
alat pelindung diri juga sudah disediakan oleh manajemen rumah sakit
(RSKDIA Pertiwi, 2017)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 5
maret 2017 masih banyaknya bidan yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri pada saat melakukan pertolongan persalinan kepada pasien.
Dari 10 bidan yang diamati, 8 bidan tidak patuh dalam menggunakan APD
tersebut. Keadaan tersebut dinilai sangat berpotensi terhadap timbulnya
berbagai penyakit akibat paparan terhadap darah pasien, paparan bahan
kimia lainnya,tusukan jarum suntik atau peralatan medis lainnya.
Kejadiaan tersebut tidak mendapat perhatian lebih dari manajemen rumah
8
sakit, karena belum terjadi kasus penyakit akibat kerja yang berarti akibat
kelalaian atau ketidakmauan bidan dalam menggunakan APD.
(APD merupakan alat keselamatan yang digunakan bidan untuk
melindungi dirinya dari kemungkinan adanya paparan potensi bahaya
bahan kimia, cairan darah dan tusukan jarum suntik di lingkungan kerja
rumah sakit. Penggunaan APD dapat mencegah terjadinya penyakit akibat
kerja)
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan bidan terhadap penggunaan alat pelindung diri pada saat
pertolongan persalinan di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi.
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian mengenai hubungan kepatuhan bidan terhadap
penggunaan alat pelindung diri di rumah sakit ibu & anak pertiwi
makassar.
2. Tahun dan tempat penelitian ini adalah pada tahun 2017 di Rumah
Sakit ibu & Anak Pertiwi Kota Makassar
3. Teknik pengambilan sampel, pada penelitian ini pengambilan
sampel memakai total sampling
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang
akan diteliti yaitu apakah ada hubungan pengetahuan, sikap, masa kerja,
ketersediaan APD dan kebijakan K3 terhadap kepatuhan bidan pada saat
proses persalinan di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
bidan dalam penggunaan APD pada proses persalinan di RSKDIA
Pertiwi Kota Makasar
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kepatuhan
penggunaan APD di RSKDIA Pertiwi.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap kepatuhan
penggunaan APD di RSKDIA Pertiwi.
3. Untuk mengetahui hubungan masa kerja terhadap kepatuhan
penggunaan APD di RSKDIA Pertiwi.
4. Untuk mengetahui hubungan fasilitas kesehatan terhadap
kepatuhan penggunaan APD di RSKDIA Pertiwi.
5. Untuk mengetahui hubungan kebijakan K3 terhadap kepatuhan
penggunaan APD di RSKDIA Pertiwi.
10
D. Manfaat
1. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis tentang
faktor yang berhubungan dengan keselamatan kerja terhadap
kepatuhan bidan dalam penggunaan APD pada proses persalinan.
2. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan pengetahuan bagi
masyarakat terutama bagi bidan tentang faktor yang berhubungan
dengan keselamatan kerja terhadap kepatuhan bidan dalam
penggunaan APD pada proses persalinan, diharapkan juga dapat
menjadi bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.
3. Manfaat Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat menghasilkan masukan terhadap pihak
rumah sakit dalam menentukan kebijakan dalam bidang keselamatan
dan kesehatan kerja dan tindakan pencegahan khususnya dalam
penggunaan alat pelindung diri pada saat pertolongan persalinan dan
sebagai masukan bagi bidan itu sendiri untuk mengetahui potensi
bahaya dan pentingnya penggunaan APD pada saat pertolongan
persalinan
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Suma’mur Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat, bahan, proses pengolahan, landasan
tempat kerja dan lingkungan tempat kerja serta cara melakukan pekerjaannya.
Sedangkan Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk
pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah
terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain
menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan
mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui
persiapan prosedur operasi standar (Hadiguna, 2011).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kesehatan atau kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak
berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga
mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (Suma’mur dalam Suhartini, 2013).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya
12
(hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan
risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan
(Milyandra, 2010)
Keselamatan dan kesehatan kerja secara hukum merupakan suatu upaya
perlindungan agar tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta sumber-sumber proses produksi
dapat dijalankan secara aman, efesien dan produktif (Suhartini, 2013).
Ada tiga aspek utama hukum kesehatan dan keselamatan kerja yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma kerja nyata merupakan
sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga
yang disebabkan oleh kelalaian kerjaserta lingkungan kerja yang tidak
kondusif. Konsep ini diharapkan mampu mengurangi jumlah kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian
mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.
Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi intrumen yang mampu
menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
Adapun dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
13
a. UU. No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, khususnya
paragraf 5 tentang keseelamatan dan kesehatan kerja, paasal 86 dan
87. Pasal 86 ayat 1 berbunyi: “setiap pekerja/buruh mempunyai
Hak utuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.” Aspek ekonominya adalah pasal 86 ayat 2 “
Untuk melindungi Keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Sedangkan Kewajiban
penerapannya ada dalam pasal 87: “ Setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang terintegritasi dengan sistem Manajemen perusahaan.”
b. Surat keputusan Menteri kesehatan Nomor
382/Menkes/SK/III/2007 tentang pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan
kesehatan lain sebagai upaya untuk memutus siklus penularan
penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung
dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
1. Keselamatan kerja
Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan
atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat
tertentu (Johny, 2000).
14
Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan
ditempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary,
keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia-
mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses,
hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya
kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia–alat-
bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan masalah besar sebagai
akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri (Hakim, 2004).
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari
sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(Banda, 2015).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,
1996).
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat
Keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis
enis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur,1996).
15
Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
pengaturan penerangan.
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (2010) dalam
Supriyadi (2010) yaitu:
1. Pencegahan terjadinya kecelakaan.
2. Pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja.
3. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadi
kematian akibat kecelakaan.
4. Pencegahan atau penekanan sekecil-kecilnya cacat akibat kerja.
5. Pengamanan material, konstruksi bangunan, alat kerja, mesin-
mesin, pesawat-pesawat, instalasi dan lain-lain.
6. Peningkatan kinerja kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang
tinggi.
7. Penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan
sumber produksi lainnya sewaktu kerja.
16
8. Pemeliharaan tempat kerja yang bersih dan nyaman.
9. Peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka industrialisasi
dan pembangunan.
2. Kesehatan Kerja
Dalam Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat
kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib
menyelenggarakan kesehatan kerja (Haryono, 2007) dalam (Banda, 2015).
Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a.Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaaan akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
17
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan
tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.
Adapun tujuan dari kesehatan kerja menurut Suhartini (2013) adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-
tingginya baik fisik, mental dan sosial disemua lapangan pekerjaan.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan kerja.
3. Melindungi tenaga kerja dari bahaya yang ditimbulkan akibat
pekerjaan.
4. Menempatkan tenaga kerja pada lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisik, faal tubuh dan mental psikologis tenaga kerja yang
bersangkutan.
5. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat guna
tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang mendukung
peningkatan efesiensi dan produktifitas kerja.
Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung
18
oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan (Notoatmodjo,
2007).
Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi
dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang
mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau
menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungannya
(Harrianto, 2010).
B. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat
pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan
sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996).
Menurut Schein (2002), perilaku patuh adalah contoh dari artefak yang
merupakan lapisan terluar suatu budaya. Interaksi antar komponen pada teori
safety triad menjelaskan bahwa motivasi dalam komponen person akan
mempengaruhi kepatuhan pada komponen behavior.
Kepatuhan dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap suatu
perintah, anjuran, atau ketepatan melalui suatu aktifitas konkrit. Kepatuhan
mengacu pada situasi ketika peilaku individu sesuai dengan tindakan yang
disarankan atau yang diusulkan oleh praktisi kesehatan (Albery & Marcus,
2011)
Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan
dengan :
1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.
19
2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang
3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku
yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku
kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor
yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi.
Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa
disana akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui
pertumbuhannya serta akan memperoleh imunisasi untuk mencegah
penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan
membawa anaknya ke posyandu.
2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor
yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang
dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas,
Posyandu, Rumah Sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah
tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan
air bersih, makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut
tidak mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa
20
menggunakan air kali, makan seadanya.
3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para tokoh
masyarakat.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai
berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.
2. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
3. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi
kemampuan untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta
usaha mencegah penyakit.
C. Tinjauan Umum Tentang Bidan
Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan
akuntabel yang bekerja sebagai perempuan untuk memberikan dukungan,
21
asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas,
memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan
kepada bayi barulahir. Asuhan ini merupakan upaya pencegahan, promosi
persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan
medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat
daruratan di sarana kesehatan (Depkes, 2007).
Menurut Riskesdas tahun 2013, bidan merupakan tenaga kesehatan yang
paling berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil (87,8%)
dan fasilitas kesehatan yang banyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktik
bidan (52,5%), puskesmas/pustu (16,6%) dan posyandu (10,0%). Hal ini
terlihat di semua provinsi.
Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan Mentri Kesehatan RI
menyatakan bahwa standar kompetensi bidan untuk kompetensi pertama di
mana perilaku profesional bidan antara lain menggunakan cara pencegahan
universal untuk penyakit, penularan dan strategi dan pengendalian infeksi.
Untuk kompetensi keempat dimana bidan membarikan asuhan yang bermutu
tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin
selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan
tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi yang baru lahir.
Sedangkan untuk kompetensi kedelapan bidan memiliki ketrampilan dasar
melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes (Direktorat Bina
22
Pelayanan Keperawatan dan Teknisian Medik Direktorat Jendral Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan, 2011).
Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan upaya yang dilakukan oleh
bidan dalam pertolongan persalinan secara sehat dan normal yang dilakukan
dengan menggunakan peralatan yang steril, serta penatalaksanaan komplikasi.
Asuhan Persalinan Normal(APN) dapat dijadikan sebagai standar persalinan
normal pada bidan-bidan yang adadi rumah sakit Umum, Puskesmas dan Bidan
Praktek Swasta (BPS ) (Depkes, 2007).
Persalinan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
berlangsung dalam 18 jam yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa konflikasi
baik pada ibu maupun janin dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu
(Prawirohardjo, 2007). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan
selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Persalinan
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setalah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit (JNPK, 2007).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar. Proses persalinan dibagi
menjadi beberapa kala yaitu kala I yang merupakan kala pembukaan serviks,
kala II merupakan kala pengeluaran, Kala III merupakan kala uri, kala IV yaitu
kala hingga 1 jam setelah plasenta lahir (Depkes, 2004). asuhan persalinan
23
normal adalah asuhan kebidanan pada persalinan normal yang mengacu pada
asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir serta
upaya pencegahan komplikasi (Sitorus, 2011).
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup
dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui
berbagai upaya terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang
seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat dinginkan (optimal). Keterampilan yang diajarkan dalam
pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar
asuhan bagi semua ibu bersalin disetiap tahapan persalinan oleh setiap
penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran
bayi dapat terjadi dirumah, puskesmas ataupun rumah sakit. Penolong
persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis
obstetrik. Jenis asuhan yang akan diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi
dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan
bayi baru lahir (JNPK, 2007).
D. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri
1. Defenisi
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat
pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik
24
yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya
(OSHA, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment
didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108
menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya
khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja
perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya
perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.
Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki
peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai
pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari
aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan
kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan
korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil
produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya
25
akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional
(Anizar, 2009).
Alat Pelindung diri perorangan adalah alat yang digunakan seseorang
dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya
dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun
lingkungan pekerjaan dan berguna dalam usaha untuk mencegah atau
mengurangi kemungkinan cedera atau sakit (syukri, 1997). Alat pelindung
diri yang menjadi komponen utama personal precaution beserta
penggunaannya yang biasa digunakan pekerja khususnya perawat sebagai
kewaspadaan standar (standart precaution) dalam melakukan tindakan
keperawatan Departemen Kesehatan RI, 2007 yang bekerjasama dengan
perhimpunan pengendalian infeksi indonesia (PERDALIN) Siburian (2012)
2. Program Penggunaan APD
Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD
secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut
tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang15 undang. Berdasarkan
Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah
disediakan (Anizar, 2009).
3. Syarat-syarat APD
Pemilihan APD yang handal secara cermat merupakan persyaratan mutlak
yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan
26
pekerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya
potensial yang ada ditempat mereka terpapar. Jadi pemilihan APD harus
sesuai ketentuan seperti berikut (ILO, 2011):
a. Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya
yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.
c. Harus dapat dipakai secara fleksibel dan bentuknya harus cukup
menarik.
d. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah dalam
penggunaannya.
e. Harus memenuhi standar yang telah ada dan tahan lama.
f. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
g. Bahan yang mudah ditemukan untuk mempermudah perawatan.
4. Jenis-jenis APD
Jenis-jenis APD beserta penggunaannya menurut Departemen Kesehatan
RI, 2007 :
1. Sarung tangan/ Handscoon
a. Digunakan bila terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, dan bahan
yang terkontaminasi
b. Digunakan bila terjadi kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
27
c. Sarung tangan rumah tangga daur ulang, bisa dikenakan saat
menangani sampah atau melakukan pembersihan
d. Gunakan prosedur ini mengingat resiko terbesar adalah paparan cairan
darah, tidak mempedulikan apa yang diketahui tentang pasien
e. Jangan didaur ulang. Sarung tangan steril haru selalu digunakan untuk
produser antiseptik misalnya pembedahan
f. Jangan mengurangi kebutuhan cuci tangan meskipun telah memakai
sarung tangan
g. Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan merupakan
komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan
mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi
2. Masker / Respirator
a. Melindungi selaput lendir mata, hidung dan mulut saat terjadi kontak
atau untuk menghidari cipratan dengan darah dan cairan tubuh
b. Gunakan untuk pasien dengan infeksi respirasi
c. Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus jika
penyaringan udara dianggap pentingmisalnya pada perawataan
seseorang yang dicurigai atau menderita flu burung atau SARS
3. Alat Pelindung Mata
a. Gunakan bila terdapat kemungkinan terpapar cairan tubuh untuk
melindugi mata
b. Kacamata memberi sedikit perlindungan, tetapi tidak memberikan
perlindungan menyeluruh
28
4. Gaun Pelindung
a. Lindungi kulit dari darah dan cairan tubuh
b. Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/ airbone
c. Ganti tiap berganti pasien
d. Cegah pakaian tercemar selama prosedur klimis yang dapat
berkontak langsung dengan darah dan cairan tubuh
5. Penutup Kepala / Kap
a. Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama
pembedahaan
b. Tujuan utama untuk melindungi pemakai/petugas dari darah atau
cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot
6. Apron
a. Terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan.
b. Mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan
perawatan lamgsung pada pasien, membersihkan pasien, atau
melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan
tubuh dan sekresi
29
7. Pelindung Kaki
a. Melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat
yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas tubuh
b. Hindari menggunakan sendal jepit atau sepatu yang terbuat dari
bahan lunak (kain) tidak boleh digunakan
Pemakaian APD pada penjelasan diatas tidak semua harus dipakai di ruang
persalinan, tetapi APD wajib dipakai ketika seseorang melakukan pertolongan
persalinan. Persyaratan umum penyediaan Alat Pelindung diri tercantum dalam
Personal Protective Equipment Work Regulation 1992. Dalam menyediakan
perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama sebuah perusahaan adalah
melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu.
Penggunaan APD hanya dipandang perlu jika metode-metode perlindungan
yang lebih luas ternyata tidak praktis dan tidak terjangkau. Dengan seluruh
jenis yang paling sesuai untuk kebutuhan perlindungan pekerja dan dapat
menawarkan beberapa pilihan berdasarkan material, desain, warna dan
sebagainya. Madyanti (2012)
Menururt pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang dikeluarkan oleh Depkes RI (2007) ,
ada faktor-faktor yang penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD:
a. Kenakan APD sebelum kontak denga pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan
b. Gunakan dengan hati-hati,jangan menyebarkan kontaminasi
30
c. Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah
disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
d. Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihkan tangan sesuai dengan pedoman.
E. Tinjauan umum tentang Perilaku
Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar),
pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organisme- respon).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut
(Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :
1.Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku
tersebut terselubung (covert behaviour).
2.Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan
nyata, maka disebut ‘over behaviour’.
A.Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku
Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam
berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan
31
adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia menyatakan bahwa
perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi,
faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009).
Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, masa kerja, kebiasaan, nilai nilai, norma sosial,
budaya, dan persepsi.
Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau
sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan
fasilitas kesehatan.
Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat perilaku
termasuk teman kerja, kebijakan, pimpinan, reward, dan punishment.
B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal- hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya (Mulyanti,
2008).
a) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
32
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Sedangkan menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan
penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam
Madyanti (2012) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan yaitu :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).
b. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
33
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap
merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari
dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap
suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan
atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :
1) Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
3) Menghargai (Valuing)
34
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden.
c. Umur
Umur yaitu lama hidup seseorang dihitung sejak dia dilahirkan sampai
saat ini. Menurut Gilmer yang dikutip Mulyanti (2008), menyatakan bahwa
ada pengaruh umur terhadap penampilan kerja dan seterusnya akan berkaitan
dengan tingkat kinerja. Dalam perkembangannya manusia akan mengalami
perubahan fisik dan mental bergantung dari jenis pekerjaan. Pada umumnya
tenaga yang berusia tua relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari pada tenaga
kerja yang masih muda.
d. Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapi
pekerjaan. Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kerja yang di lakukan,
35
semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga
kerja dapat bekerja dan melaksanakan pekerjaannya (Ravianto,1990).
Menurut Mulyanti (2008), perbedaan jenjang pendidikan bagi bidan
tidak berpengaruh terhadap keinginan bidan untuk menggunakan APD secara
benar dan disiplin, karena pengetahuan yang diperoleh oleh bidan dilihat dari
jenjang pendidikan relatif sama.
e. Masa Kerja
Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap
pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, seharusnya semakin lama ia
bekerja maka akan semakin banyak pengalamannya. Pengalaman ini dapat
menjadikan seseorang untuk bekerja lebih baik lagi. Pengalaman untuk
kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai dengan usia, masa kerja
di perusahaan dan lamanya bekerja. Tenaga kerja yang baru biasanya belum
mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya.
Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan di
tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak
pengalaman dan semakin tinggi pengetahuannya dan keterampilannya
(Silalahi,2000). Menurut Sitorus (2011) lama bekerja seseorang tidak
mempengaruhi kinerja dari orang tersebut.
2. Faktor pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup tersedianya sarana atau fasilitas kesehatan. Menurut
Moenir (1992) sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan
fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam
36
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja. Alat pelindung diri harus tersedia
cukup jenis dan jumlahnya, untuk perlindungan seluruh atau sebagian tubuh
(Kurniawidjaja, 2010). Pada pedoman Asuhan Persalinan Normal (APN),
alat pelindung diri mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab
infeksi dengan cara menghalangi.
a. Ketersediaan Fasilitas
Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan
penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang,
asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai
(Johny, 2000).
Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008) keserasian
perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin
adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan
harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus
diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya
perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber
khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas
kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004) menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD.
37
b. Kenyamanan Fasilitas
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada
saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja
menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda
(Budiono, 2003). Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan,
terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup
dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya
untuk menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington, 2003).
3. Faktor penguat (Reinforcing Factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
Disini juga mencakup undang- undang dan peraturan, kebijaksanaan baik
dari pusat maupun instansi terkait.
a. Kebijakan K3
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
PER.05/MEN/1996 kebijakan adalah pernyataan tertulis yang dapat
dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja
yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad
melaksanakan K3. Kerangka dan program kerja perusahaan yang
bersifat umum dan operasional yang di tandatangani oleh perusahaan
atau pengurus. Awal penerapan K3 di perusahaan harus dilandasi
dengan kebijakan K3 dari manajemen perusahaan yang merupakan
komitmen terhadap kebijakan Undang- Undang No. 1 tahun 1970
38
tentang keselamatn kerja sebagai usaha perlindungan terhadap aset
perusahaan. Kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan
manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang
menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan lingkungan
kerja. Salah satu yang termasuk ke dalam kebijakan K3 adalah
penggunaan APD.
b. Penilaian
Salah satu tugas sebagai pimpinan adalah evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan dalam upaya pencapain tujuan. Evaluasi yang
digunakan berdasarkan pada efektivitas dan efisiensi. Ada dua kategori
evaluasi yaitu kesesuaian (appropriateness) yang dihubungkan dengan
kebutuhan memenuhi tujuan program dan prioritas pilihan dan nilai-
nuilai yang tersedia. Kecukupan (adequency) yang berhubungan dengan
masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah diprogramkan
(Syamsi, 2001) dalam Banda (2015).
F. Kerangka Teori
Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang
tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku
kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara
39
lain pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, masa bekerja.
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut
Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan.
b. sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap
merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya
dapa t ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari
dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap
suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.
c. Umur
Umur yaitu lama hidup seseorang dihitung sejak dia dilahirkan sampai
saat ini. Menurut gilmer yang dikutip Mulyanti (2008), menyatakan bahwa
ada pengaruh umur terhadap penampilan kerja dan seterusnya akan
40
berkaitan dengan tingkat kinerja. Dalam perkembangannya manusia akan
mengalami perubahan fisik dan mental bergantung danis jenis pekerjaan.
Pada umumnya tenaga yang berusia tua relatif tenaga fisiknya lebih
terbatas dari pada tenaga kerja yang masih muda.
d. Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapi
pekerjaan. Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan,
semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan
tenaga kerja dapat bekerja dan melaksanakan pekerjaannya (Ravianto,
1990). Menurut Mulyanti (2008), perbedaan jenjang pendidikan bagi bidan
tidak berpengaruh terhadap keinginan bidan untuk untuk menggunakan
APD secara benar dan disiplin, karena pengetahuan yang diperoleh oleh
bidan dilihat dari jenjang pendidikan relatif sama.
e. Masa kerja
Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap
pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, seharusnya, semakin lama ia
bekerja maka akan semakin banyak pengalamannya. Pengalaman ini dapat
menjadikan seseorang untuk bekerja lebih baik lagi. Pengalaman untuk
kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai dengan usia, masa
kerja diperusahaan lamanya bekerja. Tenaga kerja yang baru biasanya
belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan
keselamatannya. Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan
41
pengalaman yang didapatkan ditempat kerja. Semakin lama seseorang
bekerja maka semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi
pengetahuan dan keterampilannya (silalahi, 1985). Menurut sitorus lama
bekerja seseorang tidak mempengaruhi kinerja dari orang tersebut.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling Factors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau
tindakan. Faktor ini mencakup tersedianya sarana atau fasilitas kesehatan.
Menurut Moenir (1992) sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan
kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja. Alat pelindung diri harus tersedia
cukup jenis dan jumlahnya, untuk perlindungan seluruh atau sebagian tubuh
(Kurniawanwidjaja, 2010). Pada pedoman Asuhan Persalinan Normal
(APN), alat pelindung diri mencegah petugas terpapar mikroorganisme
penyebab infeksi dengan cara menghalangi.
3. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, antara lain:
a) Kebijakan K3
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
PER.05/MEN/1996 kebijakan adalah pernyataan tertulis yang dapat
dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga
kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan
tekad melaksanakan K3, Kerangka dan program kerja perusahaan yang
42
bersifat umum dan operasional yang ditandatangani oleh perusahaan
atau pengurus.
Awal penerapan K3 diperusahaan harus dilandasi dengan
kebijakan K3 dari manajemen terhadap kebijakan Undang- Undang
No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja sebagai usaha
perlindungan terhadap aset perusahaan. Kebijakan K3 merupakan
komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi
setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas,
volume dan lingkungan kerja. Salah satu yang termasuk ke dalam
kebijakan K3 adalah penggunaan APD.
43
P
Sumber: L. Green (1980)
Faktor Penguat
• Teman Kerja
• Kebijakan K3
• Reward
Faktor Predisposisi
• Pengetahuan
• Sikap
• Umur
• Pendidikan
• Masa Kerja
• Persepsi
Faktor Pemungkin
• Sarana atau
Fasilitas
Kesehatan
• Kenyamanan
Fasilitas
Perilaku
Kepatuhaan
Penggunaan APD
44
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Kerangka konsep penelitian ini mengadopsi model PRECEDE lawrence
Green (1980). Menurut Lawrence Green perilaku seseorang (dalam hal ini
penggunaan APD), dipengaruhi oleh faktor predisposisi (yaitu faktor diri
bidan), faktor pendukung (ketersediaan fasilitas), dan faktor pendorong
(kebijakan oleh Rumah Sakit).
Dalam penelitian ini, variabel dependennya adalah kepatuhan
penggunaan APD oleh bidan pada saat melakukan pertolongan persalinan,
variabel independennya adalah faktor diri bidan sendiri yaitu pengetahuan,
sikap, dan masa kerja dan faktor diluar diri bidan yaitu fasilitas
kesehatan/ketersediaan APD dan kebijakan K3 dari rumah sakit tersebut.
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).
2. Sikap
Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh
langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut lebih
berupa perilaku yang akan direalisasikan apabila kondisi dan situasi
memungkinkan.
45
3. Masa Kerja
Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap
pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, semakin lama ia bekerja
semakin banyak pengalamannya. Hal ini akan mempengaruhi persepsi,
sikap,dalam melakukan pekerjaan akan lebih terkontrol.
4. Sarana / Fasilitas Kesehatan
Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan
penanganannya, disamping itu juga untuk memenuhi kebutuhan
seseorang untuk meningkatkan efisiensi kerja. Peralatan dan
perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan
perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan
terjadinya kecelakaan (Laurenta, 2001)
5. Kebijakan K3
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit bahwa pekerja rumah sakit
mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri lain untuk
terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja
(KAK), sehingga pekerja rumah sakit perlu menerapkan penggunaan
APD untuk meminimalisir resiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). Penggunaan APD ditempat
kerja sendiri telah diatur melalui Undang-Undang No.1 tahun 1970.
46
B. Kerangka Konsep
Keterangan
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel yang diteliti
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Kepatuhan
Kepatuhan yang dimaksud adalah patuh dalam mengerjakan
sesuatu yang menjadi tugas dan kewajibannya. Pengukuran kepatuhan
dilakukan dengan menggunakan observasi langsung pada saat peneliti
melakukan penelitian.
Faktor Predisposisi
• Pengetahuan
• Sikap
• Masa Kerja
Faktor Pendukung
• Sarana atau Fasilitas
Kesehatan
Faktor Pendorong
• Kebijakan K3
Perilaku
Kepatuhan
Penggunaan APD
47
Kriteria obyektif:
a. Patuh : Patuh menggunakan APD apabila responden menggunakan
semua APD yang dibutuhkan dan sesuai SOP APD K3
b.Tidak Patuh : Tidak patuh menggunakan APD apabila responden tidak
menggunakan semua APD yang dibutuhkan sesuai SOP APD K3.
2. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud adalah segala hal yang diketahui oleh
bidan tentang penggunaan APD serta risiko bila tidak menggunakan
sarung tangan, gaun pelindung, masker, maupun penutup kepala pada
saat bekerja. Pengukuran variable ini menggunakan skala Guttman,
dimana jawaban yang benar, responden diberi skor 1 dan jawaban salah
diberi skor 0 (Riduwan, 2007). Adapun kriteria objektif pengetahuan
adalah:
Kriteria Objektif
1) Cukup : Jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median
dari 10 pertanyaan yang diajukan
2) Kurang : Jika responden memperoleh skor jawaban ≤ nilai median
dari 10 pertanyaan yang diajukan
3. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang tentang suatu objek yang
mendahului tindakannya. Variabel ini menggunakan skala Likert sesuai
jumlah pertanyaan dengan menggunakan 4 kategori yang diberi skor.
yaitu (Riduwan, 2007) :
48
1) Skor 3 = Sangat setuju
2) Skor 2 = Setuju
3) Skor 1 = Kurang setuju
4) Skor 0 = Tidak setuju
Dimana,
Jumlah pertanyaan : 10
Jumlah kategori : 2
Skor tertinggi = 10x10 = 100 (100%)
Skor terendah = 10x1 = 10 (20%)
Range (R) = Skor tertinggi – Skor terendah
= 100%-20%
= 80%
Jumlah kategori (K) = 2
Interval (I) = R/K
= 80% / 2
= 40%
Maka skor standar = 100% - 40% = 60%
Kriteria objektif :
Positif : Jika responden memperoleh skor > 60%
Negatif : Jika responden memperoleh skor ≤ 60%
49
4. Masa Kerja
Masa kerja yang dimaksud adalah kurun waktu yang telah dilalui
responden sejak pertama kali bertugas sebagai bidan sampai pada waktu
dilakukan penelitian.
Kriteria Objektif :
Lama : Jika bekerja ≥ 5 tahun
Baru : Jika bekerja ≤ 5 tahun
5. Ketersediaan APD
Sarana dan fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah jika
tersedianya alat pelindung diri bagi bidan pada saat pertolongan
persalinan. Pengukuran variable ini menggunakan skala Guttman,
dimana jawaban yang benar, responden diberi skor 1 dan jawaban salah
diberi skor 0 (Riduwan, 2007). Adapun kriteria objektif dari sarana dan
prasarana adalah:
Kriteria Objektif
1) Cukup : Jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median
dari 5 pertanyaan yang diajukan
2) Kurang : Jika responden memperoleh skor jawaban ≤ nilai median
dari 5 pertanyaan yang diajukan.
6. Kebijakan
Pernyataan tertulis yang dibuat oleh pimpinan/manajemen RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi terhadap respon dalam menggunakan APD saat
melakukan pertolongan persalinan.
50
Kriteria Objektif :
Ada : ada SOP / peraturan tertulis
Tidak Ada : tidak ada SOP / peraturan tertulis
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan pengetahuan bidan terhadap kepatuhan penggunaan
APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
b. Ada hubungan sikap bidan terhadap kepatuhan penggunaan APD pada
proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
c. Ada hubungan masa kerja bidan terhadap kepatuhan penggunaan APD
pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
d. Ada hubungan sarana/fasilitas kesehatan terhadap kepatuhan
penggunaan APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
e. Ada hubungan kebijakan K3 terhadap kepatuhan penggunaan APD
pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
2. Hipotesis Null (H0)
a. Tidak ada hubungan pengetahuan bidan terhadap kepatuhan
penggunaan APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
b. Tidak ada hubungan sikap bidan terhadap kepatuhan penggunaan
APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
c. Tidak ada hubungan masa kerja bidan terhadap kepatuhan penggunaan
APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
51
d. Tidak ada hubungan sarana/fasilitas kesehatan terhadap kepatuhan
penggunaan APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
e. Tidak ada hubungan kebijakan K3 terhadap kepatuhan penggunaan
APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
52
BAB IV
METEDOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross
sectional, yaitu suatu penelitian untuk mengetahui hubungan variabel bebas
dan variabel terikat dengan melihat efek atau akibat pada saat ini. Penelitian
ini untuk melihat hubungan pengetahuan bidan, sikap bidan, masa kerja,
sarana/fasilias kesehatan dan kebijakan K3 terhadap kepatuhan penggunaan
APD pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai Juni 2017 di
bagian pelayanan persalinan RSKD. Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dibagian pelayanan persalinan RSKD. Ibu
dan Anak Pertiwi Makassar.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan dibagian pelayanan
persalinan yang berjumlah 61 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang mewakili suatu populasi
(Saryono, 2011) . jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
53
menggunakan Teknik pengambilan total sampling yaitu teknik penerapan
sampel dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel sehingga
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang (Arikunto, 2010).
D. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen atau alat pengumpulan data menggunakan kuesioner
untuk mengukur pengetahuan, sikap, masa kerja, sarana atau fasilitas
kesehatan dan kebijakan K3.
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Untuk mengukur validitas dapat dilakukan dengan
melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor
konstruk atau variabel.
2. Uji Reabilitas
Uji realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
mempunyai indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dinyatakan realibel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Uji realibilitas dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
program SPSS, yang akan memberikan fasilitas untuk mengukur
realibilitas dengan uji statistik ronbach Alpha ( α ). Suatu konstruk atau
variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai Cronbanch Alpha . 0,7.
54
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh dengan cara observasi langsung ke bidan pada saat
melakukan persalinan dan membagikan kuesioner secara langsung
dengan bidan, seperti : melihat apakah ada hubungan keselamatan kerja
terhadap kepatuhan bidan dalam penggunaan APD pada proses
persalinan.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Sulawesi Selatan
dibagian ruangan persalinan, dimana data tersebut menjadi informasi
utama yang dapat mendukung bagi penelitian yang dilakukan.
F. Pengolahan Data
1. Mengkode Data (Data Coding)
Mengklasifikasikan, memberi kode data untuk masing-masing nomor
pada kuesioner/angket. Coding merupakan kegiatan merubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk amgka/bilangan.
2. Mengedit Data (Editing Data)
Memastikan data yang diperoleh adalah data yang lengkap sehingga
dapat diolah dengan memeriksa kelengkapan dan ketetapan pengisian
kuesioner/angket.
3. Memasukkan Data (Data Entry)
Memasukkan data dalam program atau fasilitas data berdasarkan
klasifikasi dengan komputer (SPSS)
55
4. Membersihkan Data (Data Cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data
tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut
telah siap diolah dan di analisis.
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi
variabel independen dan dependen.
2. Analisis Bivariat
Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk
menganalisis hubungan antara variabel independen yaitu pengetahuan,
sikap, masa kerja, sarana prasarana, dan kebijakan K3 atau dependen
yaitu kepatuhan penggunaan APD. Hubungan dianggap bermakna bila
P< 0,05 dan dilakukan dengan program aplikasi komputer, yakni
Statistical Package For Sosial Science (SPSS).
H. Penyajian Data
Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan crosstabulasi (tabung silang) serta narasi untuk membahas hasil
penelitian.
56
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
Berdirinya Rumah Sakit Bersalin Pertiwi yang diresmikan oleh Ny. Amir
Machmud dengan status milik Yayasan Dharma Wanita Pemda Sulawesi
Selatan. Pada awalnya, pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi ini
ditujukan kepada ibu bersalin saja dan beberapa unit pelayanan khususnya
pelayanan ibu bersalin. Namun pada saat ini berkembang menuju rumah sakit
ibu dan anak dengan beberapa unit pelayanan dan beberapa penunjang
pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Bersalin Pertiwi, yang biasa disingkat RSB Pertiwi dengan
bangunan yang kokoh mulai beroperasi secara resmi pada tanggal 13
September 2007. Lokasi di Jalan Jenderal Sudirman No.14 Makassar. Lokasi
rumah sakit cukup strategis di lingkungan masyarakat yang tergolong
menengah, dimana kesadaran akan kesehatan dan hidup sehat yang semakin
tinggi menjadi peluang yang dapat dikembangkan.
1. Visi, Misi dan Motto
a. Visi
Visi adalah suatu pernyataan umum dan abadi tentang maksud organisasi.
Sedangkan visi Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi adalah“Unggul Dalam
Pelayanan dan Pengelolaan”.
b. Misi
57
Misi adalah peran yang dimainkan oleh organisasi sekaligus memuat
tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi itu sendiri. Misi Rumah Sakit
Ibu dan Anak Pertiwi adalah sebagai berikut:
1. Mengupayakan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan
pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Prov. Sulsel.
2. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional.
3. Menerapkan pengelolaan RS. Ibu dan Anak Pertiwi yang berhasil guna
dan berdaya guna.
4. Mengembangkan jenis kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka pengembangan RS. Ibu dan Anak Pertiwi Prov. Sulsel.
5. Meningkatkan motivasi kerja petugas dalam memberikan pelayanan
prima menuju kemandirian.
6. Mengembangkan kerjasama dengan mitra kerja dalam rangka
pengembangan RS. Ibu dan Anak Pertiwi.
c. Motto
Adapun motto RS.Ibu dan Anak Pertiwi adalah “Cermat Pertiwi”
(cermat, efisien, ramah, mutu, asri, terjangkau, patuh, etis, rapih, tepat,
iman, waktu, ikhlas).
2. Tujuan
Adapun tujuan Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu, hemat dan manusiawi
sebagai Rumah Sakit Rujukan.
58
2. Terwujudnya Sumber Daya Manusia Rumah Sakit yang Professional,
Akuntabel, Berorientasi Pelanggan.
3. Terwujudnya sarana dan prasarana rumah sakit sesuai standar.
4. Terwujudnya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan aspek sosial
ekonomi.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu & Anak
Pertiwi yang mengambil sampel pada bidan yang sedang aktif dalam bekerja
di Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi, Pengambilan data responden penelitian
ini dilakukan mulai tanggal 29 mei - 18 juni 2017 terhadap 61 responden.
Peneliti melakukan persetujuan atas izin melakukan penelitian tersebut serta
memaparkan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya
pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner dan
mendampingi setiap responden pada saat pengisian kuesioner.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program
SPSS komputer dan data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi
silang (crosstab) sesuai dengan tujuan penelitian dan disertai narasi sebagai
penjelasan tabel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh jumlah
responden sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu 61 responden. Adapun
hasil penelitian disajikan dalam tabel dan narasi.
59
1. Univariat
Analisis ini digunakan untuk menganalisis setiap variabel secara
deskriptif.Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap
variabel.
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan ciri khas yang melekat pada
diri responden. Dalam penelitian ini, karakteristik responden yang
ditampilkan adalah kelompok umur dan pendidikan.
1) Umur
Penyajian data berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1
Distirbusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Kategori Umur
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Umur Ibu Jumlah Responden
N %
20-25 tahun 10 16,4%
26-30 tahun 25 41,0%
31-35 tahun 15 24,6%
36-40 tahun 5 8,2%
41-45 tahun 3 4,9%
46-50 tahun 3 4,9%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 61 responden,
kategori umur yang tertinggi adalah umur 26-30 tahun sebanyak 25
responden dengan persentase 41,0% sedangkan kategori umur terendah
berada pada umur 41-45 tahun dan umur 46-50 tahun sebanyak 3
responden (4,9%).
60
2) Pendidikan
Penyajian data berdasarkan kelompok pendidikan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2
Distirbusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Pendidikan Jumlah Responden
n %
Diploma Kebidanan 30 49.2%
S1 31 50.8%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer
Dari tabel 2 diketahui bahwa dari 61 responden berdasarkan
kategori pendidikan terdapat kategori pendidikan yang tertinggi
adalah S1/S2 sebanyak 31 responden (50,8%) dan persentase
terendah adalah diploma kebidanan sebanyak 30 responden (49,2%)
b. Deskripsi Variabel yang Diteliti
1) Kepatuhan
Penyajian data berdasarkan cukup kurangnya kepatuhan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
Distirbusi Frekuensi Kategori Kepatuhan Penggunaan APD
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Kepatuhan Jumlah Responden
n %
Cukup 34 55.7%
Kurang 27 44.3%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer
61
Dari tabel 3 diketahui dari total 61 responden, menunjukkan
bahwa presentase kategori kepatuhan terendah dengan kategori kurang
yaitu sebanyak 27 responden (44,3%), sedangkan presentase kategori
kepatuhan tertinggi dengan kategori cukup yaitu sebanyak 34 responden
(55,7%).
2) Pengetahuan
Penyajian data berdasarkan cukup kurangnya pengetahuan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Distirbusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Penggunaan APD
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Pengetahuan Jumlah Responden
n %
Cukup 45 73,8%
Kurang 16 26,2%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel 4 diketahui dari total 61 responden,
menunjukkan bahwa presentase kategori pengetahuan terendah
dengan kategori kurang yaitu sebanyak 16 responden (26,2%),
sedangkan presentase kategori pengetahuan tertinggi dengan
kategori cukup yaitu sebanyak 45 responden (73,8%).
3) Sikap
Penyajian data berdasarkan positif negatifnya sikap dapat dilihat pada
tabel berikut:
62
Tabel 5
Distirbusi Frekuensi Kategori Sikap Penggunaan APD
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Sikap Jumlah Responden
n %
Positif 42 68,9%
Negatif 19 31,1%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel 5 diketahui dari total 61 responden, menunjukkan
bahwa presentase kategori sikap terendah dengan kategori negatif yaitu
sebanyak 19 responden (31,1%), sedangkan presentase kategori sikap
tertinggi dengan kategori positif yaitu sebanyak 42 responden (68,9%).
4) Masa Kerja
Penyajian data berdasarkan lama barunya masa kerja dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 6
Distirbusi Frekuensi Kategori Masa Kerja
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Masa Kerja Jumlah Responden
n %
Lama 30 49,2%
Baru 31 50,8%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel 6 diketahui dari total 61 responden, menunjukkan
bahwa presentase kategori masa kerja tertinggi dengan kategori baru
yaitu sebanyak 31 responden (50,8%), sedangkan presentase kategori
63
masa kerja terendah dengan kategori lama yaitu sebanyak 30 responden
(49,2%).
5) Sarana dan Prasarana
Penyajian data berdasarkan cukup kurangnya sarana dan prasarana
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7
Distirbusi Frekuensi Kategori Sarana dan Prasarana APD
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Sarana dan Prasarana Jumlah Responden
n %
Cukup 55 90,2%
Kurang 6 9,8%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel 7 diketahui dari total 61 responden, menunjukkan bahwa
presentase kategori sarana terendah dengan kategori kurang yaitu
sebanyak 6 responden (9,8%), sedangkan presentase kategori sarana
tertinggi dengan kategori cukup yaitu sebanyak 55 responden (90,2%).
6) Kebijakan K3
Penyajian data berdasarkan ada tidak adanya kebijakan K3 dapat
dilihat pada tabel berikut:
64
Tabel 8
Distirbusi Frekuensi Kategori Kebijakan K3 Penggunaan APD
Pada Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi
Kota Makassar Tahun 2017
Kebijakan K3 Jumlah Responden
n %
Ada 50 82,0%
Tidak Ada 11 18,0%
Total 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel 8 diketahui dari total 61 responden, menunjukkan
bahwa presentase kategori kebijakan K3 terendah dengan kategori tidak
ada yaitu sebanyak 11 responden (18,0%), sedangkan presentase kategori
kebijakan tertinggi dengan kategori ada yaitu sebanyak 50 responden
(82,0%).
2. Bivariat
Tabel berikut merupakan hasil tabulasi silang antara variabel-variabel
yang diteliti, kemudian dilakukan analisis antara variabel independen dan
variabel dependen dengan menggunakan uji Chi-square dan tabulasi silang.
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data
mengenai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan. Berikut adalah hasil
tabulasi silang antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
65
Tabel 9
Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Bidan di
RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar Tahun 2017
Pengetahuan
Kepatuhan Total P-
value Cukup Kurang
n % n % N %
Cukup 31 68,9% 14 31,1% 45 100 % 0,00
1 Kurang 3 18,8% 13 81,2% 16 100%
Total 34 55,7% 27 44,3% 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017
Pengetahuan responden dikategorikan menjadi dua, yaitu pengetahuan
cukup dan penegtahuan kurang. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
dari 45 responden yang memiliki pengetahuan cukup, ada sebanyak 31
responden (68,9%) memiliki kepatuhan cukup dan sebanyak 14 responden
(31,1%) yang memiliki kepatuhan kurang. Sedangkan dari 16 responden
memiliki pengetahuan kurang, ada sebanyak 3 responden (18,8%) yang
memiliki kepatuhan cukup dan sebanyak 13 responden (81,2%) yang memiliki
kepatuhan kurang.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p < 0,05 yaitu 0,001. Sehingga dapat di interpretasikan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan menggunakan APD di RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar.
b. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data
mengenai hubungan sikap dengan kepatuhan. Berikut adalah hasil tabulasi
66
silang antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD dapat dilihat dalam
tabel berikut ini:
Tabel 10
Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Bidan di RSKD Ibu
dan Anak Pertiwi Kota Makassar Tahun 2017
Sikap
Kepatuhan Total
P-value Cukup Kurang
n % n % n %
Positif 19 45,2% 23 54,8% 42 100 %
0,014 Negatif 15 78,9% 4 21,1% 19 100%
Total 34 55,7% 27 44,3% 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017
Sikap responden dikategorikan menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap
negatif. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 42 responden yang
memiliki sikap positif, ada sebanyak 19 responden (45,2%) memiliki
kepatuhan cukup dan sebanyak 23 responden (54,8%%) yang memiliki
kepatuhan kurang. Sedangkan dari 19 responden memiliki sikap negatif, ada
sebanyak 15 responden (78,9%%) yang memiliki kepatuhan cukup dan
sebanyak 4 responden (21,1%) yang memiliki kepatuhan kurang.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai
p < 0,05 yaitu 0,014. Sehingga dapat di interpretasikan bahwa ada hubungan
antara sikap dengan kepatuhan menggunakan APD di RSKD Ibu dan Anak
Pertiwi Kota Makassar.
c. Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data
mengenai hubungan masa kerja dengan kepatuhan. Berikut adalah hasil
67
tabulasi silang antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD dapat
dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 11
Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada
Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar Tahun 2017
Sumber : Data Primer, 2017
Masa kerja responden dikategorikan menjadi dua, yaitu lama dan baru.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden yang masa
kerjanya lama, ada sebanyak 14 responden (46,7%) memiliki kepatuhan
cukup dan sebanyak 16 responden (53,3%%) yang memiliki kepatuhan
kurang. Sedangkan dari 31 responden yang masa kerjanya baru, ada sebanyak
20 responden (64,4%) yang memiliki kepatuhan cukup dan sebanyak 11
responden (35,5%) yang memiliki kepatuhan kurang.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai
p > 0,05 yaitu 0,161. Sehingga dapat di interpretasikan bahwa tidak ada
hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan menggunakan APD di RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar.
d. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kepatuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data
mengenai hubungan sarana dan prasana dengan kepatuhan. Berikut adalah
Masa Kerja
Kepatuhan Total
P-value Cukup Kurang
n % n % n %
Lama 14 46,7% 16 53,3% 30 100 %
0,161 Baru 20 64,5% 11 35,5% 31 100%
Total 34 55,7% 27 44.3% 61 100%
68
hasil tabulasi silang antara sarana prasarana dengan kepatuhan penggunaan
APD dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 12
Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada
Bidan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar Tahun 2017
Sarana dan
Prasarana
Kepatuhan Total
P-value Cukup Kurang
n % n % n %
Cukup 34 61,8% 21 38,2% 55 100 %
0,004 Kurang 0 0,0% 6 100% 6 100%
Total 34 55,7% 27 44.3% 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017
Sarana prasarana dikategorikan menjadi dua, yaitu cukup dan kurang.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden yang
menyatakan sarana dan prasarana cukup, ada sebanyak 34 responden (61,8%)
memiliki kepatuhan cukup dan sebanyak 21 responden (38,2%%) yang
memiliki kepatuhan kurang. Sedangkan dari 6 responden yang menyatakan
sarana dan prasarana kurang, ada sebanyak 0 responden (0%) yang memiliki
kepatuhan cukup dan sebanyak 6 responden (100%) yang memiliki kepatuhan
kurang.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai
p < 0,05 yaitu 0,004. Sehingga dapat di interpretasikan bahwa ada hubungan
antara sarana dan prasarana dengan kepatuhan menggunakan APD di RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar.
e. Hubungan Kebijakan K3 dengan Kepatuhan
69
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data
mengenai hubungan kebijakan K3 dengan kepatuhan. Berikut adalah hasil
tabulasi silang antara kebijakan K3 dengan kepatuhan penggunaan APD dapat
dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 13
Hubungan Kebijakan K3 dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Bidan
di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar Tahun 2017
Kebijakan
K3
Kepatuhan Total
P-value Cukup Kurang
N % N % N %
Ada 32 64.0% 18 36,0% 50 100%
0,006 Tidak ada 2 18,2% 9 81,8% 11 100%
Total 34 55,7% 27 44,3% 61 100%
Sumber : Data Primer, 2017
Kebijakan K3 dikategorikan menjadi dua, yaitu ada dan tidak ada.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 50 responden yang
menyatakan kebijakan K3 ada, ada sebanyak 32 responden (64,0%) memiliki
kepatuhan cukup dan sebanyak 18 responden (36,0%%) yang memiliki
kepatuhan kurang. Sedangkan dari 11 responden yang menyatakan kebijakan
K3 tidak ada, ada sebanyak 2 responden (18,2%) yang memiliki kepatuhan
cukup dan sebanyak 9 responden (81,8%) yang memiliki kepatuhan kurang.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p < 0,05 yaitu 0,006. Sehingga dapat di interpretasikan bahwa ada
hubungan antara kebijakan K3 dengan kepatuhan menggunakan APD di
RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar.
70
C. Pembahasan
Menurut Rijanto (2011), alat pelindung diri adalah alat yang
mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang
fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Sedangkan
menurut OSHA atau Occupational Safety and Health administration,
personal protective aquipment atau Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat
yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang
bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Dalam hirarki pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri
merupakan metode pengendali bahaya paling akhir, namun pada profesi bidan
penggunaan APD saat bekerja boleh dikatakan merupakan pengendalian
bahaya yang cukup efektif terhadap potensi bahaya biologi, dimana darah
atau sekret tubuh pasien tidak bisa dieliminasi dan disubstitusi dengan bahan
lain seperti halnya bidang industri. Berdasarkan hasil observasi terhadap
bidan di Rumah Sakit Ibu & Anak pertiwi sebagian besar responden
berperilaku baik terhadap penggunaan APD. Kriteria kepatuhan penggunaan
APD baik jika responden memakai APD dengan lengkap dan benar yang
pada saat menolong persalinan wajib digunakan, hal ini merujuk pada buku
Acuan Persalinan Normal. Sedangkan perilaku dikatakan tidak baik jika
responden hanya menggunakan beberapa saja dari APD yang seharusnya
digunakan saat melakukan pertolongan persalinan.
71
1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun
pendidikan informal seperti pelatihan, penyuluhan, pengalaman atau
informasi lainnya. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan keyakinan suatu obyek yang telah dibuktikan
kebenarannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) semakin
tinggi pendidikan/pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi
kesadaran untuk berperan serta (Notoatmodjo, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan pada bidan di rumah sakit pertiwi
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan bidan dengan perilaku kepatuhan penggunaan APD, dimana
hasil uji statistik diperoleh hasil dari nilai p (0,001) < 0,05. Dari hasil uji
analisis ini, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan bidan memang
memiliki hubungan yang kuat dengan kepatuhan menggunakan APD di
Rumah Sakit Ibu & Anak Pertiwi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan
pengetahuan cukup lebih tinggi tingkat kepatuhannya terhadap
penggunaan APD dibanding dengan pengetahuan yang kurang . Perilaku
penggunaan APD yang kurang pada responden dari hasil penelitian
didapatkan karena bidan merasa kurang nyaman memakai APD saat
72
menolong persalinan dan juga karena kurangnya pengetahuan tentang
akibat/ bahaya yang disebabkan oleh pekerjaan.
Kurangnya pengetahuan responden tentang potensi bahaya kerja
dan manfaat penggunaan APD disebabkan belum adanya informasi tentang
keselamatan dan kesehatan kerja, penjelasan secara rinci potensi bahaya
kerja serta cara penanggulangannya. Peningkatan pengetahuan dapat
terjadi melalui proses pembelajaran dengan membaca, memberikan
pelatihan dan melakukan perilaku yang diharapkan secara berulang dan
terus menerus. Diharapkan semakin meningkatnya pengetahuan maka
semakin meningkatkan perilaku untuk terus menerus menggunakan APD
sehingga menjadi terbiasa.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Madyanti, 2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan memiliki
hubungan ya ng signifikan dengan perilaku penggunaan APD
berpengetahuan baik kemungkinan untuk berperilaku baik lebih besar
yaitu 32,4 kali untuk menggunakan APD saat persalinan dibanding
responden yang berpengetahuan kurang. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Mulyanti (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan penggunaan APD.
2. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Penggunaan APD
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang
73
ahli psikologi, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu
(Notoadmojo, 2010). Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang ditanggapi atau direspon oleh bidan untuk diyakini
kebenarannya atau presepsi bidan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) ketika melakukan persalinan.
Penelitian yang dilakukan pada bidan di rumah sakit pertiwi
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap
bidan dengan kepatuhan penggunaan APD, dimana hasil uji statistik
diperoleh nilai p (0,014) < 0,05.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap responden
tentang kepatuhan menggunakan APD pada proses persalinan, ditemukan
bahwa sebagian besar responden tidak patuh untuk menggunakan APD
sesuai standar yang sudah ditentukan ketika sedang melakukan persalinan.
Bidan sangat setuju bahwa penggunakan APD saat bekerja adalah satu
cara menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Namun ketika
bekerja sebagian besar masih banyak yang tidak menggunakan APD
seperti masker dan sarung tangan yang seharusnya selalu digunakan ketika
sedang bekerja. Sikap bidan terwujud dari tingkat pemahamannya tentang
jenis APD cara pemakaian dan kegunaan APD, dan juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yaitu ada tidaknya rekan menggunakan APD.
Penelitian ini sejalan dengan (Banda, 2015) yang mengatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan
74
penggunaan APD sesuai standar operasional prosedur di rumah sakit
konawe. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh
(Sitorus, 2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan sikap
terhadap perilaku penggunaan APD di kabupaten Toba samosir.
3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhaan Penggunaan APD
Menurut Notoatmodjo (2012), masa kerja merupakan salah satu
faktor pada karakteristik tenaga kerja yang membentuk perilaku. Semakin
lama masa kerja tenaga kerja akan membuat tenaga kerja lebih mengenal
kondisi lingkungan tempat kerja. Jika tenaga kerja telah mengenal kondisi
lingkungan tempat kerja dan bahaya pekerjaannya maka tenaga kerja akan
patuh menggunakan APD.
Penelitian yang dilakukan pada bidan di rumah sakit pertiwi
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD, dimana hasil uji statistik
diperoleh hasil dari nilai p (0,161) > 0,05.
Masa kerja terhadap penggunaan APD pada saat melakukan
persalinan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi masih kurang. Hal ini
disebabkan karena masih banyak bidan yang memiliki masa kerja lama
tetapi masih kurang dalam penggunaan APD saat melakukan pertolongan
persalinan. Kebanyakan bidan tidak menggunakan APD saat melakukan
pertolongan persalinan karena merasa tidak nyaman dan tidak memiliki
cukup waktu untuk memakai APD.
75
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan (Madyanti, 2012)
yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja
dengan kepatuhan penggunaan APD. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Hakim, 2004) yang menyatakan terdapat hubungan
antara lama bekerja pada pekerja radiasi dengan perilaku penggunaan
APD.
4. Hubungan antara Sarana dan Prasarana dengan Kepatuhan APD
Sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai seperangkat alat
penunjang keberhasilan baik itu peralatan utama ataupun peralatan
pembantu yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang
hendak dicapai. Sarana dan prasarana dimaksud dalam penelitian ini
adalah sejauh mana ketersediaan APD ketika melakukan pertolongan
persalinan.
Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008)
keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut
menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan
perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan
perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan
terjadinya kecelakaan.
Penelitian yang dilakukan pada bidan di rumah sakit pertiwi
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan kepatuhan penggunaan APD,
dimana hasil uji statistik diperoleh hasil dari nilai p (0,) < 0,05.
76
Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah sakit ini sudah cukup
baik, namun masih ada beberapa bidan yang tetap tidak menggunakan
APD saat melakukan pertolongan persalinan. Hal ini disebabkan karena
bidan sudah terbiasa tidak menggunakan APD saat melakukan pertolongan
persalinan, sehingga bidan sering melewatkan penggunaan APD.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Mulyanti, 2009) yang menyatakan bahwa ketersediaan sarana dan
prasarana tidak ada hubungannya dengan penggunaan APD di RS
Meuraxa.
5. Hubungan Kebijakan K3 dengan Kepatuhan APD
Kebijakan merupakan faktor pendorong atau memperkuat untuk
terjadinya suatu perilaku. Adanya kebijakan dapat menjadi salah satu
faktor untuk seseorang mematuhi penggunaan APD dalam melakukan
pekerjaannya. Setiap pelanggaran yang dilakukan terhadap kebijakan yang
ditetapkan akan mendapatkan sanksi (Kartika Dyah,2014).
Peraturan/Kebijakan K3 di rumah sakit sangatlah penting. Dengan
adanya kebijakan K3 ini, bidan dapat lebih tahu tentang pentingnya
penggunaan APD, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja
pada saat melakukan pertolongan persalinan.
Penelitian yang dilakukan pada bidan di rumah sakit pertiwi
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebijakan
77
K3 dengan kepatuhan penggunaan APD, dimana hasil uji statistik
diperoleh hasil dari nilai p (0,006) < 0,05.
Kebijakan K3 terhadap penggunaan APD pada saat melakukan
persalinan di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi masih terbilang kurang. Hal ini
disebabkan karena Kebijakan K3 yang di terapkan di rumah sakit masih
belum teralisasikan dengan baik karena masih ada bidan yang tidak
mematuhi kebijakan K3 yang berlaku di rumah sakit. Ketidakpatuhan
bidan dalam menggunakan APD saat melakukan pertolongan persalinan
karena bidan merasa tidak nyaman dengan peralatan APD.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Madyanti, 2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
kebijakan/ peraturan dari RS terhadap perilaku penggunaan APD di RSUD
Bengkalis. Hal ini dikarenakan kebijakan K3 yang diterapkan di RSUD
Bengkalis belum disosialisasikan dengan baik, sehingga masih banyak
bidan yang tidak tahu tentang pentingnya mematuhi kebijakan K3 yang
telah ditetapkan.
78
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan kepatuhan
penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) pada proses persalinan di
RSKD IA Pertiwi dengan nilai P Value 0,001.
2. Ada hubungan antara sikap bidan dengan kepatuhan penggunaan APD
(Alat Perlindungan Diri) pada proses persalinan di RSKD IA Pertiwi
dengan nilai P Value 0,014.
3. Tidak ada hubungan antara masa kerja bidan dengan kepatuhan
penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) pada proses persalinan di
RSKD IA Pertiwi dengan nilai P Value 0,161.
4. Ada hubungan antara sarana dan prasarana dengan kepatuhan
penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) pada proses persalinan di
RSKD IA Pertiwi dengan nilai P Value 0,004.
5. Ada hubungan antara kebijakan K3 dengan kepatuhan penggunaan
APD (Alat Perlindungan Diri) pada proses persalinan di RSKD IA
Pertiwi dengan nilai P Value 0,006.
B. Saran
1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan dan kemajuan pelayanan
kebidanan, sebaiknya bidan harus lebih aktif dalam mencari informasi
tentang prosedur pelayanan kebidanan yang terbaru.
79
2. Memajang peraturan termasuk standar operasional prosedur (SOP)
serta poster tentang APD yang telah dibuat dan diberi pigura/bingkai
sehingga terlihat rapi dan tidak mengotori dinding.
3. Diharapkan kepada para bidan untuk selalu bekerja dengan aman dan
selalu menggunakan APD yang sesuai standar operasional produser
(SOP) saat melakukan pertolongan persalinan yang telah ditetapkan
guna untuk mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
80
DAFTAR PUSTAKA
Albery P. Ian & Munafo Marcus, 2011, Psikologi Kesehatan, Panduan Lengkap
dan Komprehensif bagi studi Psikologi Kesehatan, Yogyakarta, PT
PallMall
Anizar, 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Anwar A, dan Perwitasari, D, 2006. Tingkat resiko pemakaian APD dan Higiene
Petugas Laboratorium Klinik RSUP Ciptomangunkusumo Jakarta.
Jurnal Ekologi Kesehatan Volume 5 No 1 April 2006
Apriluana, G., Khairiyati, L. and Setyaningrum, R., 2017. Hubungan Antara Usia,
Jenis Kelamin, Lama Kerja, Pengetahuan, Sikap Dan Ketersediaan Alat
Pelindung Diri (APD) Dengan Perilaku Penggunaan Apd Pada Tenaga
Kesehatan. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(3).
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Azwar. Saifuddin. 2005 sikap manusia: teori dan pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
Banda, I. 2015, Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan
Alat Pelindung Diri (Apd) Sesuai Standard Operating Procedure (Sop) Di
Ruang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (Blud) Rumah Sakit
Konawe Tahun 2015. (Skripsi)
Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang:
Badan Penerbit UNDIP.
Departemen kesehatan (2003). UU Kesehatan No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Departemen Kesehatan RI 2004. Asuhan Persalinan normal. Depkes RI. Jakarta.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, (1999). Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai pustaka, Jakarta.
Depkes RI, 2007, Buku acuan APN, JNPK/KR. Jakarta.
Depkes RI, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/ SK/III/2007 tentang Standart Profesi Bidan. Jakarta.
Depnaker, 2003. Undang undang ketenagakerjaan, Jakarta.
Green, Lawrence.1980. Health Education Planning A Diagnostic Approch.
Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co, 1980.
Hadiguna, Rika Ampuh. 2011. Pelaksanaan Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Karyawan PT. Bitratex Industries Semarang.Laporan
Khusus Penelitian, Juni 2011.
Harrington, J.M., dan Gill,F.S., 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. EGC, Jakarta.
Hakim, L., 2004, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) oleh Pekerja Radiasi pada Instalasi Radiologi RS
di Wilayah Kota Palembang
Harrianto, 2010, Kesehatan Kerja, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Hasyim, H., 2005. Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(Tinjauan Kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Institusi Sarana
Kesehatan). Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 8(02). Jakarta.
International Labour Office (ILO). 2011 A Review Of A Safety Culture Climate.
Bristol : Human Enginerring Shore House
JNPK-KR. 2007.Pelatihan Asuhan Persalinan Normal dan Lampiran Inisiasi
Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR
Johny, 2000, Studi Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan APD
Kartika Dyah, 2014. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri. Universitas Airlangga
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Kesehatan, YBP-SP, Jakarta.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;
1996
Kurniawidjaja. LM. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Ui
Press
Laurenta, U.M.S, 2001. Pelaksanaan Organisasi Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di PT. GOODYEAR Sumatera Utara Plantation
Dolok Marangir Tahun 2001. Skripsi, FKM-USU, Medan.
Madyanti, D.R., 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Bidan saat Melakukan Pertolongan
Persalinan di RSUD Bengkalis Tahun 2012. Skripsi Universitas
Indonesia. Fak. Kesehatan Masyarakat, Jur. Kebidanan Komunitas.
Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Manuaba , 1998 Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan, EGC, jakarta
Marbun, S. H. 2013. Peran Gaya Kepemimpinan Terhadap Lingkungan
Pengendalian Dalam Struktur Dan Pelaksanaan Standar Operational
Procedure (SOP) Di Rumah Sakit. Jurnal Imliah Mahasiswa Universitas
Surabaya Vol. 2 No. 2
Maulana HDJ. Promosi Kesehatan.Jakarta: EGC.2009:5
Milyandra, 2010, K3 (Kesehatan dan Keselamatan kerja),
Mulyanti, D., 2009. Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap
Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Asuhan Persalinan Normal Di
Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2008 (Thesis).
Notoatmodjo, S. 2003, Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007, Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmodji, S. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nurcahyanti, K.K.A., Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Bidan Dalam Penggunaan Apd Dalam Melakukan Apn Di Puskesmas
Sumbang Kabupaten Banyumas Tahun 2014. (Skripsi).
Nurhayati, S.A., Setyaningrum, R. and Fadillah, N.A., 2016. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Bidan Saat
Melakukan Pertolongan Persalinan Normal Studi Observasional Analitik
pada Bidan Praktik Swasta di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Jurnal
Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(1).
Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan.
Jakarta.
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 2009, Personal
Protection Equipment.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010
tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Prawirohardjo, S., 2010. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Rumah Sakit Di Wilayah Kota
Palembang Tahun 2004. (Tesis).
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan. Edisi 2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono; 2007.
Riduwan dan Akdon. 2007. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika Cetakan
Kedua. Bandung : Alfabeta
Ravianto, J. 1990. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia, Lembaga Sarana
Informasi Usaha dan Produktifitas, Jakarta.
Rijanto, Boedi. (2011). Pedoman Pencegahan Di Industri. Jakarta
Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Pertiwi, 2014. Pola Ketenagaan
RSKD Ibu dan Anak Pertiwi. Makassar
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Schein, E. H. 2002 Organizational Culture And Leadership. San Fransisco Jossey
Bass Publisher, Inc.
Serudji, J., 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bidan dalam
Pencegahan Risiko Penularan HIV/AIDS pada Pertolongan Persalinan
Normal di Kota Tanjungpinang Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas,
3(3).
Siagian , Sondang P. 1989. Teori motivasi dan aplikasinya. Jakarta: bina Aksara
Siburian, Aprilia. 2012. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Terhadap Keselamatan Kerja Perawat I GD RSUD Pasar Rebo Tahun
2012. Universitas Indonesia.
Silalahi, Bennet & Silalahi, Rumondang. (1985). Seri Manajemen No. 112 :
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka
Binaman Pressindo
Sitorus, Panjaitan (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan di
Ruang Rawat, Jakarta, Sagung Seto
Sitorus, Melina. Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan
APD pada bidan desa saat melakukan pertolongan persalinan di wilayah
kerja Kabupaten Toba samosir tahun 2011. Universitas Indonesia
Stanley. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins,. Edisi7. Jakarta: EGC
Suarli, S & Bachtiar. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan
Praktik. Jakarta : Erlanggga
Suhartini. 2013. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pada Pt. Metro Abdi Bina
Sentosa. Surabaya : Institut Teknologi Adhi Tama.
Suma’mur P.K. 1992 Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan, PT. Toko
Gunung Agung, Jakarta.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung
Agung. Jakarta.
Supriyadi. 2010. Pengaruh Keselamatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Cv. Sriwijaya Utama Di Bandar Lampung. Jurnal Sains dan Inovasi
(online)
Suwarni, T. and Chotimah, C., 2015. Upaya Keselamatan Kerja Bagi Bidan dalam
Pertolongan Persalinan dengan Alat Perlindungan Diri (Safety Measures
For The Midwife In Aid Delivery By Means Of Personal Protection).
IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 2(2).
Syarifudin, Yudhia Fratidhina. 2009. Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta
Tietjen, dkk., 2004, Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan
Universitas Indonesia, Jakarta.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 : Tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan .
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
No. Responden : ……………....... (diisi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian:
Isi kolom yang tersedia sesuai dengan identitas Bapak/Sdr
1 Nama
2 Umur ….. tahun
3 Pendidikan (1) Diploma Kebidanan
(2) S1/S2
4 Masa Kerja ……Tahun/….. Bulan
B. PENGETAHUAN
Petunjuk Pengisian:
Beri tanda ceklis (√)pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengetahuan ibu/sdri
No Pernyataan Benar Salah
1
Penggunaan APD merupakan salah satu upaya perlindungan dari
semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya bagi bidan dan
orang lain yang ada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan
selamat dan sehat serta aman dan efisien.
2
Kecelakaan kerja akibat tidak menggunakan APD merupakan
kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan, dikatakan
tidak terduga karena dibelakang peristiwa tersebut tidak ada
unsur kesengajaan dan selalu diikuti oleh kerugian material serta
tidak diharapkan.
3
Bidan merupakan pekerja yang memiliki risiko bahaya
kecelakaan dan terjadinya paparan penyakit dalam penanganan
pekerjaannya. Maka perlu penggunaan APD untuk
meminimalisir resiko tersebut
4 Program penggunaan APD bertujuan untuk melindungi pekerja
agar tetap selamat dan sehat dalam bekerja.
5
Pelaksanaan program penggunaan APD pada bidan tidak dapat
meminimalisir angka kecelakaan kerja dan angka kesakitan pada
bidan.
6 Pelaksanaan program APD di kebidanan bukan merupakan hak
dasar perlindungan para karyawan .
7
Penggunaan alat pelindung diri (APD) befungsi untuk
melindungi karyawan dari gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi sewaktu bekerja.
8 Semua yang dapat membahayakan jiwa dan kesehatan, tidak
termasuk dalam bahaya penggunaan APD.
9
Perilaku kepatuhan menggunakan APD merupakan semua
kegiatan manusia yang disadari dengan keselamatan dan
kesehatan, namun tidak dapat diamati atau dilihat oleh pihak luar
10 Ketika berada dalam ruang persalinan, maka bidan wajib
menggunakan APD.
C. SIKAP
No Pernyataan Sangat
Setuju Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
1
Saya mendukung program keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan
APD di bagian kebidanan
2
Sebelum melaksanakan tugas, saya
mempelajari dengan baik potensi bahaya
yang ada pada saat saya bekerja.
3 Saya tidak mengikuti semua program APD
di tempat saya bekerja.
4 APD bukan merupakan prioritas utama dalam bekerja agar tercapai kondisi kerja yang aman dan sehat.
5
Rekan kerja yang tidak menggunakan APD
sewaktu bekerja perlu ditegur dan
diingatkan.
6 APD sangat diperlukan ketika seorang
Bidan melakukan pertolongan persalinan
7
Penggunaan APD saat menolong persalinan
untuk menjaga keselamatan dan kesehatan
petugas
8
Kecelakaan akibat tidak menggunakan APD
yang terjadi di tempat saya bekerja tidak
perlu untuk dilaporkan.
9
Menggunakan masker dan kaca mata adalah
salah satu cara untuk mencegah penyakit
akibat kerja.
10 Saya tidak peduli terhadap program
penggunaan APD di tempat saya bekerja.
D. SARANA DAN PRASARANA
No Pernyataan Ya Tidak
1
APD (masker, sarung tangan, celemek, alat pelindung mata,
topi, pelindung kaki) yang saya gunakan selalu tersedia sesuai
dengan standar yang telah di tetapkan.
2 APD pada saat proses persalinan mudah didapatkan.
3
APD (masker, sarung tangan, celemek, alat pelindung mata,
topi, pelindung kaki) yang saya gunakan, selalu dalam keadaan
layak pakai.
4 APD yang saya gunakan, tidak mengganggu ketika melakukan
proses persalinan.
5 Saya merasa lebih aman pada saat bekerja dengan menggunakan
APD.
E. KEBIJAKAN
No Pertanyaan Ada Tidak
Ada
1 Kebijakan berupa peraturan tertulis tentang Keharusan memakai
Alat Pelindung Diri
2 SOP tentang pemakaian APD yang terpajang di kamar bersalin
3 SOP tentang pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
yang terpajang di kamar bersalin
4 SOP tentang pengelolaan limbah benda tajam yang ifeksius
terpajang di kamar bersalin
LEMBAR OBSERVASI KEPATUHAN
No. Jenis APD yang Digunakan Ya Tidak Ket.
1. Masker digunakan setiap melayani pasien
dan harus menutupi hidung dan mulut.
2. Sarung tangan, gunakan saat melakakan
kontak langsung dengan pasien.
3. Gaun pelindung yang digunakan saat melakukan persalinan
4. Alas Kaki atau sepatu yang digunakan sesuai dengan lingkungan kerja untuk menghindari kecelakaan kerja
5. Pelindung Mata yang digunakan bila terdapat kemungkinan cairan yang beresiko terkena mata
6. Kap atau pelindung kepala yang digunakan untuk melindungi petugas dari darah atau
cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Lampiran 2. Output Hasil
1. Analisis Univariat
Frequency Table
Pdd
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Diploma Kebidanan 30 49.2 49.2 49.2
S1/S2 31 50.8 50.8 100.0
Total 61 100.0 100.0
Kategori_umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
20-25 tahun 10 16.4 16.4 16.4
26-30 tahun 25 41.0 41.0 57.4
31-35 tahun 15 24.6 24.6 82.0
36-40 tahun 5 8.2 8.2 90.2
41-45 tahun 3 4.9 4.9 95.1
46-50 tahun 3 4.9 4.9 100.0
Total 61 100.0 100.0
Kat_pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Cukup 45 73.8 73.8 73.8
Kurang 16 26.2 26.2 100.0
Total 61 100.0 100.0
Kat_SIKAPP
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Positif 42 68.9 68.9 68.9
Negatif 19 31.1 31.1 100.0
Total 61 100.0 100.0
kat_sarana
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Cukup 55 90.2 90.2 90.2
Kurang 6 9.8 9.8 100.0
Total 61 100.0 100.0
kat_kebijakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ada 50 82.0 82.0 82.0
Tidak ada 11 18.0 18.0 100.0
Total 61 100.0 100.0
masaa_kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Lama 30 49.2 49.2 49.2
Baru 31 50.8 50.8 100.0
Total 61 100.0 100.0
kepatuhan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Cukup 34 55.7 55.7 55.7
Kurang 27 44.3 44.3 100.0
Total 61 100.0 100.0
2. Analisis Bivariat
Crosstabs
Pdd * kepatuhan Crosstabulation
kepatuhan Total
Cukup Kurang
Pdd
Diploma Kebidanan
Count 17 13 30
% within Pdd 56.7% 43.3% 100.0%
S1/S2
Count 17 14 31
% within Pdd 54.8% 45.2% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within Pdd 55.7% 44.3% 100.0%
Kategori_umur * kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Cukup Kurang
Kategori_umur
20-25 tahun
Count 5 5 10
% within Kategori_umur 50.0% 50.0% 100.0%
26-30 tahun
Count 12 13 25
% within Kategori_umur 48.0% 52.0% 100.0%
31-35 tahun
Count 8 7 15
% within Kategori_umur 53.3% 46.7% 100.0%
36-40 tahun
Count 4 1 5
% within Kategori_umur 80.0% 20.0% 100.0%
41-45 tahun
Count 3 0 3
% within Kategori_umur 100.0% 0.0% 100.0%
46-50 tahun
Count 2 1 3
% within Kategori_umur 66.7% 33.3% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within Kategori_umur 55.7% 44.3% 100.0%
Crosstabs
Kat_pengetahuan * kepatuhan
Crosstab
Kepatuhan Total
Cukup Kurang
Kat_pengetahuan
Cukup
Count 31 14 45
% within Kat_pengetahuan 68.9% 31.1% 100.0%
Kurang
Count 3 13 16
% within Kat_pengetahuan 18.8% 81.2% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within Kat_pengetahuan 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 12.027a 1 .001
Continuity Correctionb 10.081 1 .001
Likelihood Ratio 12.518 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 11.830 1 .001
N of Valid Cases 61
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.08.
b. Computed only for a 2x2 table
Kat_SIKAPP * kepatuhan
Crosstab
kepatuhan Total
Cukup Kurang
Kat_SIKAPP
Positif
Count 19 23 42
% within Kat_SIKAPP 45.2% 54.8% 100.0%
Negatif
Count 15 4 19
% within Kat_SIKAPP 78.9% 21.1% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within Kat_SIKAPP 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.025a 1 .014
Continuity Correctionb 4.737 1 .030
Likelihood Ratio 6.359 1 .012
Fisher's Exact Test .025 .013
Linear-by-Linear Association 5.927 1 .015
N of Valid Cases 61
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.41.
b. Computed only for a 2x2 table
kat_sarana * kepatuhan
Crosstab
kepatuhan Total
Cukup Kurang
kat_sarana
Cukup
Count 34 21 55
% within kat_sarana 61.8% 38.2% 100.0%
Kurang
Count 0 6 6
% within kat_sarana 0.0% 100.0% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within kat_sarana 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.380a 1 .004
Continuity Correctionb 6.061 1 .014
Likelihood Ratio 10.615 1 .001
Fisher's Exact Test .005 .005
Linear-by-Linear Association 8.242 1 .004
N of Valid Cases 61
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.66.
b. Computed only for a 2x2 table
kat_kebijakan * kepatuhan
Crosstab
kepatuhan Total
Cukup Kurang
kat_kebijakan
Ada
Count 32 18 50
% within kat_kebijakan 64.0% 36.0% 100.0%
Tidak ada
Count 2 9 11
% within kat_kebijakan 18.2% 81.8% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within kat_kebijakan 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.672a 1 .006
Continuity Correctionb 5.928 1 .015
Likelihood Ratio 7.986 1 .005
Fisher's Exact Test .008 .007
Linear-by-Linear Association 7.547 1 .006
N of Valid Cases 61
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.87.
b. Computed only for a 2x2 table
masaa_kerja * kepatuhan
Crosstab
kepatuhan Total
Cukup Kurang
masaa_kerja
Lama
Count 14 16 30
% within masaa_kerja 46.7% 53.3% 100.0%
Baru
Count 20 11 31
% within masaa_kerja 64.5% 35.5% 100.0%
Total
Count 34 27 61
% within masaa_kerja 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.969a 1 .161
Continuity Correctionb 1.312 1 .252
Likelihood Ratio 1.979 1 .159
Fisher's Exact Test .202 .126
Linear-by-Linear Association 1.937 1 .164
N of Valid Cases 61
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.28.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 3. dokumentasi penelitian
Gambar 1
Pembagian kuesioner kepada
responden
Gambar 2
Responden saat melakukan
pemeriksaan
Lampiran 6 Riwayat Hidup
Nama : Reski Fatimah
Alamat : Jalan Tupai 16 No.10 , Makassar
Tempat/tgl lahir : Ujung Pandang, 4 Juni 1996
Agama : Islam
Suku : Bugis
Bangsa : Indonesia
Pendidikan Terakhir : 1. SD Muhammadiyah
2. SMP YP PGRI Disamakan Makassar
3. SMA Negeri 2 Makassar
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian
Dekan FKM Unhas
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Kepala UPT P2T BKPMD Provinsi Sulsel