skripsi dimas prabowo nim. 109084000052
DESCRIPTION
Skripsi Dimas Prabowo NIM. 109084000052TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH (SBIS), DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP
INDEKS SYARIAH YANG TERDAFTAR DI INDEKS SAHAM SYARIAH
INDONESIA (ISSI)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi
Oleh :
Dimas Prabowo
NIM. 109084000052
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDATULLAH JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : Dimas Prabowo
NIM : 109084000052
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Islam
Saya menyatakan bahwa skripsi ini BENAR adanya merupakan hasil karya
tulisan saya sendiri, bukan hasil jiplakan, tiruan dan contekan hasil karya orang
lain, baik sebagian atau pun seluruhnya. Pendapat atau komentar dari orang lain
dalam skripsi ini dikutip atau dicantumkan sesuai dengan kode etik dalam
penulisan karya ilmiah.
Jakarta, 10 Agustus 2013
Dimas Prabowo
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS PENGARUH INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH (SBIS), DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP
INDEKS SYARIAH YANG TERDAFTAR DI INDEKS SAHAM SYARIAH
INDONESIA (ISSI)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Dimas Prabowo
NIM: 109084000052
Dibawah Bimbingan,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Dr. H. Roikhan Mochamad, MM Utami Baroroh, M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1433 H/2013 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. NamaLengkap : Dimas Prabowo
2. Tempat, TanggalLahir : Jakarta, 7 September 1992
3. Alamat : Jalan Cikini Kramat Rt.007/01 No.1
4. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN Cikini 02 Pagi (1997-2003)
2. SMP Negeri 1 Jakarta (2003-2006)
3. SMA Negeri 4 Jakarta (2006-2009)
4. Universitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta (2009-
2013)
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Hermanto
2. Ibu : Supriyanti
3. Alamat : Jalan Cikini Kramat Rt.007/01 No.1
4. Telepon : 021-30271607
5. Anak : 1(satu) dari 2 (dua) bersaudara
ii
ABSTRACT
This research aims to know the variables affect variables ISSI during
periods of May 2010 until April 2013. In this study using Vector analysis tool
Autoregresive (VAR) to analyze the relationship of causality between the
variables as a whole.
The variables tested in this study was inflation, SBIS, and JUB against
ISSI variable. The results of this research are the inflation does not have a
relationship of causality with the ISSI because the value of the variable
probability greater than 5%. SBIS have a relationship of causality with the ISSI.
JUB has the biggest causality relationship of variables ISSI. SBIS has a dynamic
pattern of ISSI varaibel compared to other variables. JUB has the greatest shocks
of variables other than variable i.e. ISSI amounted to 46.5%.
Keywords: ISSI, Inflation, SBIS, Money Circulation, Vector Autoregressive (VAR)
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel – variabel yang
mempengaruhi variabel ISSI selama periode Mei 2010 sampai dengan April 2013.
Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Vector Autorgresive (VAR) untuk
menganalisis hubungan kausalitas antar variabel secara keseluruhan.
Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah inflasi, SBIS, dan JUB
terhadap variabel ISSI. Hasil dari penelitian ini adalah inflasi tidak memiliki
hubungan kausalitas dengan variabel ISSI karena nilai probabilitasnya lebih besar
dari 5%. SBIS memiliki hubungan kausalitas dengan ISSI. JUB memiliki
hubungan kausalitas yang paling besar terhadap variabel ISSI. SBIS memiliki
pola dinamis yang paling besar terhadap varaibel ISSI dibandingkan variabel
lainnya. JUB memiliki guncangan yang paling besar terhadap variabel ISSI
dibandingkan variabel lainnya yaitu sebesar 46,5%.
Kata Kunci : ISSI, Inflasi, SBIS, JUB, Vector Autorgressive (VAR)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-
Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya
dihariakhi rzaman kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan
skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya,
disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih
baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada:
1. Kedua orangtua saya, mamah dan bapak atas dukungan dan doanya selama ini
dari TK sampai sekarang di jenjang strata 1, besarnya kasih sayang dan
pengorbanannya yang selama ini yang tak mungkin dapat terbalaskan, semoga
Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan rahmat dan karunia
kepadanya sampai selamanya, Amin.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,.Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. Lukman, M.Siselaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ir. Dr. H. Roikham Mochamad, MM selaku disen pembimbing pertama
yang telah memberikan sarannya terhadap terciptanya tulisan ini dan juga
sebagai penemu Teori SINLAMIM sebagai teori dalam ekonomi syariah yang
v
semoga kedepannya teori ini dapat digunakan sebagai pondasi ilmu ekonomi
syariah.
5. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku sekertaris jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan dan sekaligus sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
sangat sabar dalam membimbing dan banyak membantu dalam terciptanya
skripsi ini dengan sangat baik, Terima Kasih ya bu.
6. Bapak Zuhairan Y. Yunnan, M.Sc selaku dosem pembimbing akademik yang
telah memberikan kelancaran kepada saya dalam hal perkuliahan.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi
dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan
masa perkuliahan.
8. Sarwendah Kanti Rahayu yang sudah mau direpotkan dan sangat banyak
membantu dalam terciptanya skripsi ini
9. Ace, Ichsan, dan Gunawan sebagai teman yang paling dekat selama masa –
masa kuliah terimakasih untuk waktunya selama ini, semoga kalian semua
cepet nyusun skripsinya juga ya dan kita semua bisa sukses.
10. Anis, Ratna, dan Citra sebagai temen cewek yang paling deket selama masa –
masa kuliah hehe.
11. Sahabat waktu SMA dan sampai kapanpun Tya, Oka, Carlo, Edo, Funnur, dan
Isa yang udah sharing tentang kegiatan kuliah kalian semua diberbagai tempat,
tetep lucu ya kawan – kawan.
12. Teman – teman IESP angkatan 2009 Dimas gendut, Adit botak, Adit junior,
Rhomdhon, Lisa, Andre, Rifqi, dan masih banyak lagi yang gak bisa disebutin
satu – satu.
Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka
dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para
pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Jakarta,1 Agustus 2013
Dimas Prabowo
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .............................................................................. 1
B. PembatasanMasalah ..................................................................... 8
C. PerumusanMasalah ...................................................................... 9
D. TujuanPenelitian ........................................................................ 10
E. ManfaatPenelitian ...................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Saham ....................................................................................... 12
1. PengertianSaham ............................................................... 12
2. Jenis – JenisSaham ............................................................ 12
vii
3. PengertianHargaSaham ..................................................... 13
4. Nilai – NilaiSaham ............................................................ 13
a. Analisis Fundamental ................................................. 13
b. AnalisisTeknikal .......................................................... 14
B. SahamSyariah .......................................................................... 14
C. TeoriInflasi .............................................................................. 17
1. PemgukuranInflasi ............................................................. 18
2. Macam – MacamInflasi ..................................................... 18
3. DampakdariInflasi ............................................................. 21
D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah ........................................... 23
E. JumlahUangBeredar ................................................................ 28
F. PenelitianSebelumnya ............................................................. 31
G. KerangkaPenelitian .................................................................. 40
H. HipotesisPenelitian .................................................................. 43
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. RuangLingkupPenelitian ....................................................... 44
B. TeknikPengumpulan Data ..................................................... 44
1. Sumber Data ................................................................... 44
2. MetodePengumpulan Data ............................................. 45
C. TeknikAnalisis ....................................................................... 45
1. Vector Autoregresive(VAR) ........................................... 45
2. UjiStasioneritasdanDerajatIntegrasi ................................ 47
3. UjiKausalitas ................................................................... 48
viii
4. Analisisdalam model VAR ............................................ 48
5. Peramalan VAR .............................................................. 49
6. Impulse Response ............................................................ 49
7. Variance Decomposition ................................................. 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. SekilasGambaranUmumPenelitian......................................... 51
1. PerkembanganIndeksSahamSyariah Indonesia (ISSI) ... 51
2. PerkembanganInflasi ....................................................... 53
3. Perkembangan SBIS ....................................................... 56
4. PerkembanganJumlahUangBeredar ................................ 58
B. AnalisisUjiEkonometrik ......................................................... 60
1. UjiStasioneritas Data ...................................................... 60
2. UjiDerajatIntegrasi .......................................................... 61
3. Penentuan Lag Length .................................................... 62
4. UjiKausalitas Granger .................................................... 63
5. Estimasi VAR ................................................................. 66
6. Impulse Response Function ............................................. 67
7. Variance Decompisition ................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 72
B. Saran ....................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ 77
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan
Halaman
1.1 Indeks Saham Syariah Indonesia, Inflasi, Sertifikat
Bank Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar
di Indonesia periode 2010 – 2013
5
2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya 35
4.1 Uji Satasioneritas Data 60
4.2 Uji Derajat Integrasi First Different 61
4.3 Penentuan Lag Length 62
4.4 Uji Kausalitas Granger antara Variabel ISSI dan
Inflasi
63
4.5 Uji Kausalitas Granger antara variabel ISSI dan
SBIS
64
4.6 Uji Kausalitas Granger antara variabel ISSI dan
JUB
65
4.7 Estimasi VAR 66
4.8 Ringkasan Hasil ImpulseResponse Function\ 69
4.9 Variance Decomposition 70
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan Jumlah Emiten Saham Syariah 4
2.1 Model Kerangka Penelitian 42
4.1 Perkembangan ISSI Mei 2010 s.d April 2013 52
4.2 Perkembangan Inflasi Mei 2010 s.d April 2013 55
4.3 Perkembangan SBIS Mei 2010 s.d April 2013 56
4.4 Perkembangan Jumlah Uang Beredar Mei 2010 s.d
April 2013
58
4.5 Impulse Response Function 68
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan Halaman
1 Tabel Data Penelitian ISSI, Inflasi, SBIS, dan JUB 77
2 Tabel Data Penelitian ISSI, Inflasi, SBIS, dan JUB
dalam bentuk LN
78
3 Uji Stasioneritas Data ISSI 79
4 Uji Stasioneritas Data Inflasi 80
5 Uji Stasioneritas Data SBIS 81
6 Uji Stasioneritas Data JUB 82
7 Uji Derajat Integrasi First Different ISSI 83
8 Uji Derajat Integrasi First Different Inflasi 84
9 Uji Derajat Integrasi First Different SBIS 85
10 Uji Derajat Integrasi First Different JUB 86
11 Uji Kausalitas Granger 87
12 Estimasi VAR 88
13 Penentuan Lag Length 89
14 Impulse Response Function 90
15 Variance Decomposition 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi suatu negara menjadi bagian terpenting untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara dilihat dari kondisi
internal di negara tersebut adalah situasi politik, keamanan negara tersebut,
dsb. Apabila kondisi internal disuatu negara stabil dan cenderung baik, maka
akan mengundang para investor baik lokal maupun asing untuk mau
berinvestasi di negara tersebut.
Di Indonesia sendiri, terutama di kota – kota besarnya sudah banyak
sekali investor baik lokal maupun asing yang menanamkan modalnya disini,
baik berupa uang ataupun aset. Ini terlihat dari gedung – gedung pencakar
langit yang mendominasi kota – kota besar di Indonesia, khususnya di Jakarta
yang merupakan ibukota dan sekaligus menjadi pusat perputaran uang dan
perekonomian Indonesia.
Krisis global yang menimpa dunia beberapa waktu lalu memberikan
kekhawatiran tersendiri kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan
ekonominya. Faktor tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
ekonomi syariah tumbuh berkembang begitu pesat di Indonesia. Ekonomi
berbasis syariah hadir memberikan pilihan kepada masyarakat untuk
melakukan kegiatan ekonominya atas dasar syariah.
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia diawali dengan
berdirinya beberapa bank – bank syariah, ada yang langsung berdiri menjadi
2
bank umum syariah ada juga yang berawal dari unit usaha syariah (UUS) bank
konvensional yang kemudian spin off menjadi bank umum syariah. Setelah
melihat kesuksesan bank – bank syariah yang tumbuh begitu pesat dengan
sistem syariahnya membuat beberapa sektor keuangan lainnya ikut
menerapkan sistem syariah pada sistem keuangannya. Seperti asuransi,
pegadaian, dan tidak terkecuali pasar modal.
Perkembangan pasar modal syariah menunjukkan kemajuan seiring
dengan meningkatnya indeks yang ditunjukkan dalam Jakarta Islamic Index.
(JII). Peningkatan indeks pada JII walaupun nilainya tidak sebesar pada Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) tetapi kenaikan secara persentase indek pada
JII lebih besar dari IHSG. Hal ini dikarenakan adanya konsep halal, berkah
dan bertambah pada pasar modal syariah yang memperdagangkan saham
syariah. Pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi,
instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi Islam (Nazwar,
2008:1)
Islamisasi Pasar modal yang telah diperjuangakan oleh beberapa
kalangan akhir akhir ini, telah memainkan beberapa peran penting yang
mengubah sistem dari sektor keuangan. Hal ini telah menjadi sumber utama
dari pertumbuhan pasar modal syariah, dimana produk produk dan pelayanan
pasar modal telah diperhatikan untuk diubah menjadi produk-produk dan
pelayanan pasar modal syariah. Indeks Islam atau Indeks syariah telah
mengambil tempat pada proses Islamisasi pasar modal dan menjadi awal dari
pengembangan pasar modal syariah. Beberepa Indeks besar Islam didunia
3
seperti Dow Jones Islamic Market Index (DJMI), RHB syariah Index, Kuala
Lumpur Syariah Index telah berkembang dan telah mulai popular diantara
komunitas muslim yang memiliki komitmen dengan prinsip prinsip Islam
dalam menjalankan dan memanajemen investasi mereka. Indeks indeks
tersebut diciptakan dengan beberapa batasan-batasan untuk produk produk
investasi sesuai dengan shariah. Bahkan non muslim juga ikut masuk
berinvestasi di Indeks Islam ini walaupun ada batasan batasannya (Nazwar,
2008:1).
Selain JII yang berkembang sebagai indeks saham syariah di
Indonesia. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan indeks saham
syariah yang baru dibentuk pada pertengahan mei 2011. Berbeda dengan JII
yang dimana anggotanya hanya 30 saham syariah terlikuid, ISSI merupakan
indeks saham syariah yang beranggotakan seluruh saham syariah yang
dahulunya terdaftar di IHSG bergabung dengan saham non syariah lainnya.
Alasan yang melatarbelakangi dibentuknya ISSI adalah untuk
memisahkan antara saham syariah dengan saham non syariah yang dahulunya
disatukan didalam IHSG. Cara ini diharapkan agar masyarakat yang ingin
menginvestasikan modalnya pada saham syariah tidak salah tempat.
Walaupun baru dibentuk pada pertengahan mei 2011, namun
perkembangan saham syariah yang terdaftar di ISSI menampakan trend
positif. Pada setiap tahunnya pertumbuhan saham syariah selalu mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
4
Gambar 1.1
Perkembangan Jumlah Emiten Saham Syariah (dalam jumlah)
Sumber: Bursa Efek Jakarta
Data statistik diatas merupakan data perkembangan saham syariah
mulai dari tahun 2007 sebelum ISSI dibentuk sampai dengan akhir tahun 2012
untuk membandingkan perkembangan saham syariah sebelum dan sesudah
ISSI dibentuk. Perkembangan indeks syariah ini dievaluasi dua kali dalam 1
tahun yaitu setiap 6 bulan sekali. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setiap
tahunnya perkembangan jumlah indeks syariah selalu mengalami
pertumbuhan yang konsisten setiap tahunnya dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2010. Namum pertumbuhan saham syariah tercatat sangat signifikan
pada tahun 2011 ke tahun 2012, dimana telah kita ketahui bersama bahwa ISSI
dibentuk pada tahun 2011. Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa
dibentuknya ISSI memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap
pertumbuhan saham syariah di Indonesia.
5
Tabel 1.1
Indeks Saham Syariah Indonesia, Inflasi, Sertifikat Bank
Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar di Indonesia periode 2010 -
2013
Tahun ISSI INFLASI
(persen)
SBIS
(milyar)
JUB
(milyar)
2010 1.463.811.596 6,96 2997 2.471.206
2011 1.968.091.370 3,79 3476 2.877.220
2012 2.451.344.379 4,30 3455 3.304.645
2013 2.763.653.980 5,57 4958 3.319.468
Sumber: Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Badan Pusat Statistik (diolah)
Pada tahun 2010 sebenarnya perhitungan ISSI belum dilakukan.
Perhitungan ini lantas didapatkan secara manual dengan cara mengurangkan
IHSG dengan JII. Selanjutnya didapatkan jumlah kapitalisasi ISSI pada tahun
2010 adalah sebesar Rp. 1.463.811.596. Pada pertengahan tahun 2011,
tepatnya pada bulan mei 2011 perhitungan ISSI resmi dilakukan dan tercatat
pada akhir tahun 2011 kapitalisasi ISSI sebesar Rp. 1.968.091.370.
Pertumbuhan yang positif ini terus berlanjut pada tahun 2012 sekaligus tercatat
sebagai pertumbuhan kapitaslisasi ISSI yang paling besar yaitu sebesar Rp.
2.451.344.379. Trend positif ini terus berlangsung pada tahun 2013 per bulan
maret yaitu sebesar Rp. 2.763.653.980.
Menurut Syahrir (1995:81) untuk dapat menjawab apakah pasar modal
akan terus berkembang secara berkesinambungan maka faktor – faktor
6
terpenting yang menentukannya tergantung pada dua hal, yaitu kondisi makro
ekonomi Indonesia dan stabilitas politik nasional. Jadi perkembangan indeks
syariah juga dipengaruhi oleh beberapa variabel makro ekonomi dan moneter
yang diantaranya adalah sertifikat bank indonesia syariah, inflasi, jumlah uang
beredar (JUB), dan faktor internal lainnya seperti, kondisi ekonomi nasional,
kondisi politik, keamanan, kebijakan pemerintah, dan lain-lainnya.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh
yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi
yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Tak hanya
orang miskin, orang kaya pun akan terkena dampak inflasi. Nilai uang yang
mereka miliki akan sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja, daya tahan masing-
masing orang untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda. Orang miskin
merasakan dampak paling pahit (Wikipedia, 19 Mei 2013 21:01)
Tingkat inflasi suatu negara sangat berpengaruh terhadap tingkat
investasi di negara tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan menurut Syahrir
(1995:81) yang menyatakan bahwa adalah sulit atau tidak membayangkan
pasar modal berkembang dengan pesat apabila di dalam suatu negara
berlangsung perkembangan makro seperti diantaranya tingkat inflasi yang
double digit atau sampai hyperinflation. ISSI merupakan salah satu instrumen
7
alat investasi yang ada di dalam pasar modal di Indonesia. Tingkat inflasi yang
selalu berubah tiap bulannya sangat memungkinkan untuk mempengaruhi
tingkat investasi pada pasar modal di Indonesia khususnya pada ISSI.
Dari variabel ekonomi makro lainnya, hubungan antara JUB dan
investasi menarik untuk di kaji. Jumlah uang beredar yang di masyarakat akan
mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut, kondisi perekonomian
ini yang kemudian juga akan berpengaruh terhadap tingkat investasi yang ada
pada negara tersebut, karena sebelum memutuskan untuk melakukan investasi
disuatu negara para investor tentunya akan melihat keadaan perekonomian di
negara tersebut terlebih dahulu. Analisa hubungan antara JUB dengan
investasi ini diukur dengan cara melihat seberapa banyak peredaran uang yang
ada ditengah – tengah masyarakat yang digunakan untuk berinvestasi, baik itu
di saham konvensional maupun di saham syariah.
Dari pengukuran tersebut kemudian di kerucutkan kembali antara
saham konvensional dengan saham syariah. Dengan melihat lebih mendalam
khususnya pada saham syariah, seberapa besar jumlah JUB yang ada ditengah
– tengah masyarakat yang di investasikan pada saham syariah yang khususnya
terdaftar pada ISSI.
Investasi dalam bidang syariah tidak selalu kepada saham syariah saja,
akan tetapi ada juga produk investasi syariah lainnya yang berkembang pesat
di Indonesia yaitu SBIS. Sama seperti halnya indeks syariah, SBIS juga
merupakan salah satu instrumen dibidang investasi syariah yang juga
memberikan return dari hasil investasinya terhadap SBIS tersebut sama
8
seperti return yang akan kita dapatkan apabila kita berinvestasi pada indeks
syariah. Menarik untuk dilihat ketika masyarakat ingin menginvestasikan
uangnya pada sektor syariah, manakah yang banyak dipilih masyarakat antara
SBIS atau saham syariah.
Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa adanya
pengaruh antara inflasi dan investasi. Apabila kita melakukan investasi
dibidang saham, tingkat inflasi jelas juga akan berdampak pada harga saham
itu sendiri. Begitu juga hubungan antara JUB dengan kegiatan investasi
masyarakat yang khususnya berinvestasi pada sektor syariah seperti SBIS atau
saham syariah yang terdaftar pada ISSI.
Oleh karena penjelasan yang telah penulis jabarkan diatas, penulis
mencoba mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ISSI, maka
penelitian ini penulis beri judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank
Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Indeks
Syariah yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)”
diharapkan penelitian ini menarik dan perlu untuk dilakukan.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, ternyata ada beberapa
keterkaitan antara variabel – variabel yang penulis teliti seperti inflasi, SBIS,
dan jumlah uang beredar terhadap indeks syariah. Maka dari itu penulis
membatasi permasalahan dalam penelitian ini hanya untuk saham - saham
yang terdaftar didalam ISSI.
9
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah
diatas, ternyata perkembangan pasar modal dan khususnya pada pasar modal
syariah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi makro dan ekonomi
moneter suatu negara seperti inflasi dan jumlah uang beredar, sedangkan dari
sisi syariah pasar modal syariah juga dipengaruhi oleh sertifikat bank indonesia
syariah (SBIS).
Tingkat inflasi disuatu negara jelas menjadi masalah dalam setiap
periodenya di seluruh negara agar dapat mengendalikan atau menjaga
kestabilan tingkat inflasi di level terendah agar perekonomian dapat berjalan
dengan baik dan investasi di negara tersebut lancar. Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) yang juga merupakan instrumen syariah dibidang investasi
menjadikan banyak pilihan untuk masyarakat selain pada indeks syariah, dan
yang terakhir pada jumlah uang beredar (JUB) dapat dilihat dan diketahui
untuk apa sajakah uang yang ada di masyarakat digunakan dan seberapa besar
dampaknya terhadap pertumbuhan pasar modal di Indonesia dan khususnya
terhadap pasar modal syariah di Indonesia.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat diajukan pertanyaan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara inflasi, sertifikat bank
indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah
yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013;
2. Bagaimana pola dinamis akibat pengaruh antara inflai, sertifikat bank
indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah
yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013;
10
3. Seberapa besar guncangan (shock) yang ditimbulkan antara inflai,
sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap
indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013;
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara inflasi, sertifikat bank
indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah
yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013;
2. Untuk menganalisis pola dinamis akibat pengaruh antara inflasi, sertifikat
bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks
syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013;
3. Untuk menganalisis seberapa besar guncangan (shock) antara inflasi,
sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap
indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013;
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan rujukan atau informasi kepada masyarakat umum yang
ingin berinvestasi menanamkan modalnya di saham syariah, khususnya
untuk saham syariah yang masuk kedalam hitungan ISSI.
2. Bagi Pemerintah
Agar pemerintah dapat mebuat kebijakan lain terkait saham syariah dan
memberikan pilihan lain kepada para investor baik lokal maupun asing
untuk menanamkan modalnya kepada saham syariah.
11
3. Bagi Almamater
Dapat memberikan ilmu pengetahuan yang lebih tentang pola hubungan
antara inflasi, suku bunga bank indonesia, dan jumlah uang beredar
terhadap saham syariah yang tertdaftar pada ISSI dan semoga menjadi
acuan bagi penelitian – penelitian sejenis berikutnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Saham
1. Pengertian Saham
Saham sering diartikan sebagai: Tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan (Fakhruddin dan Hadianto,
2001: 6).
Suatu surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan
seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham
(Fakhruddin dan Hadianto, 2001: 5).
2. Jenis – Jenis Saham
Berdasarkan hak kepemilikannya, maka saham dapat dibagi 2 jenis
(Fakhruddin dan Hadianto, 2001: 12), yaitu:
a. Saham Biasa (Common Stocks)
Merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior
dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan
perusaAnalisis Fundamentaklhaan apabila perusahaantersebut
dilikuidasi. Saham biasa ini merupakan saham yang paling
banyakdikenal dan diperdagangkan di pasar.
b. Saham Preferen (Preferred Stocks)
Saham ini mempunyai karakteristik gabungan antara obligasi dan
saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap, tetapi bisa
juga mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Ada dua
13
hal penyebab saham preferen serupa dengan saham biasa yaitu
mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh
tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar
dividen. Perbedaan saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga
hal yaitu klaim atas laba dan aktiva, dividen tetap selama masa berlaku
dari saham, mewakili hak tebus dan dapat ditukar dengan saham biasa.
3. Pengertian Harga Saham
Harga saham menurut (Hartono, 1998: 69) adalah harga yang
terjadi di pasar bursa pada waktu tertentu yang ditentukan oleh pelaku
pasar yaitu permintaan dan penawaran pasar. Harga saham dipengaruhi
oleh 4 aspek yaitu: pendapatan, dividen, aliran kas, dan pertumbuhan.
Pada penelitian ini yang akan dibahas adalah pengaruh dividen dengan
harga saham, dimana harga saham dianggapsebagai nilai sekarang dari
seluruh dividen yang diharapkan di masa mendatang.
4. Nilai – Nilai Saham
Ada dua pendekatan untuk melakukan analisis investasi yang
berkaitan dengan harga saham (Husnan, 1996: 315) yaitu:
a. Analisis Fundamental
Analisis ini beranggapan bahwa setiap investor adalah makhluk
rasional, karena itu analisis ini mencoba mempelajari hubungan antara
harga saham dengankondisi perubahaan yang tercermin pada nilai
kekayaan bersih perusahaan itu.
14
b. Analisis Teknikal
Analisis ini beranggapan bahwa penawaran dan permintaan
menentukan harga saham. Para analis teknikal lebih banyak
menggunakan informasi yang timbul dari luar perusahaan yang
memiliki dampak terhadap perusahaan dari pada informasi intern
perusahaan.
B. Saham Syariah
Menurut Hamid (2009, 47) Produk investasi berupa saham pada
prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dalam teori pencampuran Islam
mengenal akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerjasama antara dua
atau lebih pihak untuk melakukan usaha dimana masing – masing pihak
menyerahkan sejumlah dana barang atau jasa.
Menurut Fakhruddin (2001) Saham dapat didefinisikan tanda
penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan
atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh
seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.Syariah
dalam arti luas “al-syari‟ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-
norma ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang
individual dan kolektif. Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang
berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam,
tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya
15
Beberapa Definisi Saham Syariah:
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal,
mendefinisikan saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan yang memenuhi kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah.
Menurut Soemitra (2009), saham syariah merupakan surat berharga
yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan.
Penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak
melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham
syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham
yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai
dengan syariah Islam.
Data saham merupakan bagian dari Daftar Efek Syariah (DES) yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK). Terdapat beberapa pendekatan untuk menyeleksi suatu
saham apakah bisa dikategorikan sebagai saham syariah atau tidak, yaitu:
1. Pendekatan jual beli. Dalam pendekatan ini diasumsikan saham adalah
asset dan dalam jual beli ada pertukaran asset ini dengan uang. Juga bisa
dikategorikan sebagai sebuah kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil
(profit-loss sharing).
16
2. Pendekatan aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan
pendekatan produksi ini, sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang
halal ketika produksi dari barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan
bebas dari element-element yang haram yang secara explicit disebut di
dalam Al-Quran seperti riba, judi, minuman yang memabukkan, zina, babi
dan semua turunan-turunannya.
3. Pendekatan pendapatan. Metode ini lebih melihat pada pendapatan yang
diperoleh oleh perusahaan tersebut. Ketika ada pendapatan yang diperoleh
dari bunga (interest) maka secara umum kita bisa mengatakan bahwa
saham perusahaan tersebut tidak syariah karena masih ada unsur riba
disana. Oleh karena itu seluruh pendapatan yang didapat oleh perusahaan
harus terhindar dan bebas dari bunga atau interest.
4. Pendekatan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Dengan melihat ratio hutang terhadap modal atau yang lebih dikenal
dengan debt/equity ratio. Dengan melihat ratio ini maka diketahui jumlah
hutang yang digunakan untuk modal atas perusahaan ini. Semakin besar
ratio ini semakin besar ketergantungan modal terhadap hutang. Akan tetapi
untuk saat ini bagi perusahan agak sulit untuk membuat ratio ini nol, atau
sama sekali tidak ada hutang atas modal. Oleh karena itu ada toleransi-
toleransi atau batasan seberapa besar “Debt to Equity ratio“ ini. Dan
masing masing syariah indeks di dunia berbeda dalam penetapan hal ini.
Namun secara keseluruhan kurang dari 45% bisa diklaim sebagai
perusahaan yang memiliki saham syariah.
17
C. Teori Inflasi
Menurut Ebert dan Griffin dalam Murhadi (2009:21) inflasi merupakan
kondisi dimana jumlah barang yang beredar lebih sedikit dari jumlah
permintaan sehingga akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga yang
meluas dalam sistem perekonomian secara keseluruhan. Kenaikan inflasi
yang signifikan akan mempengaruhi daya beli konsumen berupa penurunan
kemampuan daya beli.
Ketika suatu negara mengalami kenaikan inflasi yang tinggi dan bersifat
uncertainty (tidak menentu) maka resiko dari investasi dalam aset – aset
keuangan akan meningkat dan keredibilitas mata uang domestik akan
melemah terhadap mata uang global. Tingkat inflasi biasanya diukur melalui
perubahan indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI).
Menurut Amalia (2010:105-112) Inflasi adalah kecenderungan
meningkatnya harga – harga barang secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi.,
kecuali jika kenaikan harga barang itu mengakibatkan harga barang lain
menjadi ikut naik. Misalnya kenaikan harga telur, sedang barang lain konstan
tidak dapat disebut sebagai inflasi. Tetapi kenaikan harga minyak, atau lisrtrik
dapat mengakibatkan harga – harga barang lain menjadi naik. Kenaikan harga
minyak dan listrik ini dapat dimasukan sebagai pemicu inflasi.
Di dalam indikator ekonomi sering dituliskan angka inflasi. Misalnya
angka inflasi 10 persen. Ini menunjukan kenaikan harga barang – barang
secara umum adalah 10 persen. Hal ini bukan berarti bahwa semua barang
18
harganya naik 10 persen. Ada barang yang naiknya di atas 10 persen dan ada
pula yang turun lebih dari 10 persen. Namun secara rata – rata harga semua
barang – barang naik 10 persen.
1. Pengukuran Inflasi
Untuk menghitung inflasi dapat digunakan rumus:
Π = Pt – Pt-1 / Pt = ∆Pt / Pt-1
Dimana:
π = Inflasi
Pt = Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun-t
Pt-1 = IHK tahun sebelumnya (t-1)
2. Macam – Macam Inflasi
Menurut Judisseno (2005:76) Ada berbagai cara untuk
menggolongkan inflasi. Penggolongan pertama didasarkan atas parah
tidaknya inflasi tersebut. Berdasarkan ini inflasi dapat dibagi atas:
a. Inflasi ringan (dibawah 10 persen per tahun)
b. Inflasi sedang (10% - 30%)
c. Inflasi berat (30% - 100%)
d. Hiperinflasi (diatas 100%)
Indonesia pernah mengalami hiperinflasi pada tahun 1960-an yang
mencapai 650 persen. Indonesia pernah pula mengalami inflasi berat yaitu
mencapai 60 persen pada tahun 1998. Di tahun 1999 inflasi sedikit
melemah yaitu mencapai 20 persen.
19
Penggolongan kedua menurut Judiseno (2005:77) adalah atas dasar
sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini, inflasi dapat dibedakan atas:
a. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Menurut Keynes demand pull inflation merupakan tekanan inflasi
akibat adanya excess demand terhadap barang dan jasa. Harga disini
maksudnya adalah harga – harga umum atau yang disebut sebagai
inflasi. Bertambahnya permintaan dapat disebabkan oleh naiknya
permintaan barang, pengeluaran pemerintah, dan permintaan suatu
barang oleh luar negeri.
Menurt klasik, demand pull inflation dijelaskan melalui Quantity
Theory of Money. Jika Supply uang lelebihi jumlah permintaannya,
maka individu ekonomi akan menggunakan kelebihan uangnya itu
untuk meningkatkan pengeluarannya. Kalau permintaan output
tumbuhnya lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi, maka akan
terjadi inflasi (too much money chasing few goods).
MV = PY
Bila dilihat perubahannya, maka
P = M + V – Y
Velositas uang itu stabil dalam jangka pendek, jadi V = 0. P
menunjukan perubahan harga (inflasi), M menunjukan perubahan
jumlah uang beredar, dan Y menunjukan pertumbuhan ekonomi.
Jika pertumbuhan ekonomi 2%, dan pertumbuhan jumlah uang
beredar 5% maka inflasi akan naik sebesar 3%.
20
Kaum monetaris mengatakan, jika ingin inflasi itu nol persen
(0%), maka perlu kebijakan dari otoritas moneter untuk
menyeimbangkan antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan
pertumbuhan ekonomi.
b. Inflasi Dorongan Harga (Cost Push Inflation)
Perbedaan dari demand pull inflation dengan cost push inflation,
pertama, pada demand pull inflation terjadi kenaikan output
sedangkan pada cost push inflation yang terjadi malah penurunan
output. Kedua, pada demand pull inflation, kenaikan harga barang
mendahului kenaikan harga bahan – bahan input (material) sedang
pada cost push inflation, kenaikan harga barang input yang
mendahului kenaikan harga barang output.
Penggolongan inflasi ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi.
Dari sini kita dapat membedakan:
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi yang bertasal dari dalam negeri adalah inflasi yang berasal
dari dalam negeri itu sendiri seperti defisit keuangan negara yang
dibiayai (ditutupi) dengan pencetakan uang baru, atau pengenaan
pajak oleh pemerintah.
Sedangkan inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang
terjadi akibat pengaruh kenaikan harga barang – barang dari luar
negeri. Misalnya kenaikan harga barang – barang input dari luar
21
negeri, penurunan nilai tukar mata uang rupiah yang mengakibatkan
harga barang – barang dari luar negeri menjadi semakin mahal, dll.
Kenaikan harga dalam negeri akibat hubungan luar negeri bisa juga
terjadi akibat naiknya ekspor. Dengan naiknya ekspor akan
mengakibatkan barang didalam negeri menjadi langka, yang pada
akhinya mengakibatkan naiknya harga barang dalam negeri.
3. Dampak dari Inflasi
Menurut Sukirno (1997: 305) dampak yang akan ditimbulkan dari
inflasi adalah sebagai berikut:
a. Memburuknya distribusi pendapatan
Dengan terjadinya inflasi, pendapatan juga naik,. Namun bagi
produsen yang naiknya biaya produksi akan dibebankan kepada
konsumen, sehingga pendapatannya meningkat. Bagi pekerja,
walaupun gaji yang diterimanya naik, kenaikan harga – harga barang
konsumsi membuat kemampuan daya beli semakin menurun.
b. Bunga yang semakin tinggi
Inflasi akan cenderung menyebabkan suku bunga semakin
meningkat. Ada perbedaan pandangan antara Keynes dan Monetaris
tentang fenomena ini.
Menurut Keynes dalam (Amalia, 2010:110) naiknya tingkat harga
menyebabkan semakin tingginya pengeluaran nominal. Meningkatnya
pengeluaran nominal tersebut, mengakibatkan permintaan akan uang
untuk transaksi juga meningkat. Bila jumlah uang beredar tetap, maka
akan mengakibatkan suku bunga menjadi meningkat.
22
Sedangkan menurut Monetaris, ekspektasi terhadap inflasi
menyebabkan suku bunga nominal meningkat. Irving Fisher
mengatakan bahwa ada hubungan antara inflasi dengan tingkat bunga.
Menurut Fisher, seseorang akan memperoleh keuntungan secara
rill jika tingkat bunga nominal melebihi tingkat inflasi. Akan tetapi
jika tingkat bunga nominal berada dibawah tingkat inflasi maka secara
rill orang yang menabungkan uangnya di bank akan mengalami
kerugian.
c. Ketidakpastian dan spekulasi
Inflasi akan menciptakan ketidakpastian menjadi semakin besar,
mengingat profitability dari investasi menjadi semakin tidak jelas.
Ekspektasi dari keuntungan investasi menjadi lebih sulit, dan inflasi
dapat meningkatkan ketidakpastian untuk pembiayaan investasi.
Pengusaha akan emilih investasi dengan nilai pengembalian yang
tinggi, yang cepat (quick pay-off) dan tidak akan melakukan investasi
yang dibiayai pinjaman jangka pendek (karena suku bunga nominal
sangat tinggi).
d. Masalah pada Balance of Payment
Bila inflasi di dalam negeri lebih besar dibanding inflasi di negara
lain maka barang kita tidak akan kalah bersaing, ekspor menurun, dan
negara partner menjadi diuntungkan. Dengan kata lain, inflasi
menhyebabkan ekspor menajdi lesu, dan impor menjadi lebih
diminati. Akibatnya neraca transaksi berjalan semakin memburuk,
muncul spekulasi akan terjadinya devaluasi mata uang.
23
Apabila kurs mata uang menurun (depresiasi), maka harga barang
domestik yang berasal dari impor akan semakin mahal, dan dapat
menyebabkan ongkos produksi menjadi semakin, mahal sehingga
inflasi semakin besar.
D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat
keberhasilan yang signifikan. Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya
tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya
pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank
Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank Indnesia.
Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah rupanya kurang
efektif . Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter,
maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen yang bernama Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS).
SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS
tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan
dalam SBIS adalah akad Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh, Musyarakah,
Ju'alah, Wadi'ah, Qardh, dan Wakalah. Dari keenam akad di atas, yang saat ini
telah digunakan hanyalah SBIS berdasarkan akad Ju‟alah. Ju‟alah adalah janji
atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/‟iwadh//ju‟l)
tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
24
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret
2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
Menurut Bank Indonesia (2013) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
adalah adalah surat berharga sebagai pengakuan utang Bank Indonesia yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. Karakteristik SBIS saat ini adalah:
1. Menggunakan akad ju‟alah namun, berdasarkan fatwa DSN-MUI, SBI
Syariah juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah,
musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah).
2. Bersatuan unit sebesar Rp1 juta
3. Berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12 bulan;
4. Diterbitkan tanpa warkat (scripless)
5. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, dan
6. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder (non-negotiable).
Seperti halnya SBI, SBIS adalah juga instrumen Bank Indonesia untuk
operasi pasar terbuka, utamanya melalui mekanisme perbankan syariah.
Mekanisme penerbitan SBIS adalah lewat cara lelang. Pihak yang dapat
diikutsertakan dalam proses pelelangan SBIS adalah sebagai berikut:
1. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang
yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan
2. BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak
langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR)
yang ditetapkan Bank Indonesia.
25
Bank Indonesia memberikan imbalan terhadap SBIS yang diterbitkan.
Sedangkan hasil dari transaksi lelang SBIS dapat dibatalkan dengan cara
sebagai berikut:
1. Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia.
2. Transaksi SBIS (setelmen lelang SBIS, setelmen first leg Repo SBIS, dan
setelmen second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila saldo rekening
giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau UUS di Bank Indonesia
tidak mencukupi.
Menurut Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 akad pada SBIS
yang digunakan saat ini adalah ju‟alah. Akad ju‟alah adalah janji atau
komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang
ditentukan dari suatu hasil pekerjaan. Adapun rukun dan syarat syahnya
ju‟alah adalah sebagai berikut:
Rukun ju‟alah:
1. Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan
bekerja juga tidak ditentukan waktunya.
2. Ja‟il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu dari
hasil pencapaian atas suatu pekerjaan yang telah dijanjikan sebelumnya.
3. Maj‟ulah adalah orang yang melaksanakan akad ju‟alah.
4. Maj‟ulaih adalah pekerjaan yang dilaksanakan.
5. Upah
Syarat syahnya akad ju‟alah adalah sebagai berikut:
1. Orang yang menjanjikan hadiah atau upah harus orang yang cakap untuk
melakukan tindakan hukum. Yaitu: baliqh, berakal, dan cerdas.
26
2. Objek ju‟alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
3. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga
atau bernilai dan harus jelas juga nilainya.
4. Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah
walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
5. Pekerjaan yang mengharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat
yang jelas dan boleh di manfaatkan menurut hukum syar‟i.
Dalam SBIS Ju‟alah, Bank Indonesia bertindak bertindak sebagai ja‟il
(pemberi pekerjaan) dan Bank Syariah bertindak sebagai maj‟ullah (penerima
pekerjaan) dan objek Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah partisipasi Bank Syariah
untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui
penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank
Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya akad ini
menjadi sah, rukun dan syarat Ju‟alah pun harus dipenuhi. Menurut Fatwa
DSN MUI NO: 64/DSN-MUI/XII/2007 ketentuan akad SBIS Ju‟alah adalah
sebagai berikut:
1. SBIS ju‟alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk
pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
2. Dalam SBIS ju‟alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja‟il ( pemberi
pekerjaan ); Bank Syariah bertindak sebagai maj‟ul lah ( penerima
pekerjaan); dan objek Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah partisipasi bank
syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian
moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan
27
menepatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu.
3. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS
mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah
sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan
(reward/‟iwadh/ju‟l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam
pelaksanaannya.
Adapun ketentuan hukum dari SBIS Ju‟alah adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/„iwadh/ju‟l) yang
telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank
Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan cara
menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu,
melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.
b. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS
adalahwadi‟ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS
Ju‟alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan
oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik
oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo.
c. Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi‟)
memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan
SBIS Ju‟alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda
(gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.
28
d. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju‟alah
kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.
e. Bank syariah hanya boleh atau dapat menempatkan kelebihan
likuiditasnya pada SBIS Ju‟alah sepanjang belum dapat
menyalurkannya ke sektor riil.
f. SBIS Ju‟alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat
diperjualbelikan (non tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan
merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.
E. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Menurut Diulio (1998:133) Jumlah uang beredar (M) adalah hasil kali
uang primer dengan pengganda uang. Uang primer terdiri dari uang kartal
yang berada diluar sistem perbankan di tambah dengan simpanan lembaga –
lembaga keuangan. Volume uang primer dikendalikan oleh bank sentral
melalui operasi pasar terbuka.
Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi
dua, yaitu:
1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut „Narrow Money‟
(M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2. Uang beredar dalam arti luas atau „Broad Money‟ (M2), yang terdiri dari
M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).
Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2
ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank.
Dalam tulisan ini, jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu uang
29
beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2).
1. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti
sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan
masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia)
yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak
dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro)
masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari
uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya
untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik
suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang
giral.
2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1
(uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near
money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk
deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi
diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk
simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh
pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas
ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
30
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar
Menurut Yuliadi (2008: 86) faktor – faktor yang mempengaruhi
jumlah uang beredar adalah sebagai berikut:
a. Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa
yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah
uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran
mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara.
Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
b. Keadaan APBN (surplus atau defisit)
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka
pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan
dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara
mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas
negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
c. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat
memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat
memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah
yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN)
lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh
terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
31
d. Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia
Sebagai banker‟s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas
kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis
ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam
rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya
mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya
jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak,
juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
F. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya merupakan kumpulan beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya terhadap
penelitian yang akan dilakukan ini. Hasil – hasil dari penelitian sebelumnya
ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan ini.
Chairul Nazwar (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah di Indonesia” dapat
disimpulkan bahwa beberapa variabel ekonomi makro memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan saham syariah ini, ini dapat dilihat dari hasil penelitian
ini yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham syariah di Indonesia. Sedangkan suku bunga
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham syariah di
Indonesia.
32
Malik Cahyadin dan Devi Oktaviana Milandari (2009) dengan judul
“Analisis Efficient Mrket Hypothesis (EMH) di Bursa Saham Syariah” dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bursa saham
syariah di Indonesia, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Malaysia dengan
menggunakan model analisis Efficient Market Hypothesis (EMH), dimana
didalam metode ini terdapat tiga jenis pasar yang dikaitkan dengan informasi
(baik itu data maupun kebijakan) yang ada di pasar, yaitu pasar bentuk lemah,
pasar bentuk setengah kuat, dan pasar bentuk kuat. Paper ini menjelaskan
tentang pasar saham syariah yang ada di Indonesia dan Amerika Serikat
dengan mengacu pada indeks harga saham syariahnya. Hasil uji stasioneritas
data JII menunjukkan bahwa data stasioner mengindikasikan bahwa bentuk
pasar saham syariah Indonesia dikategorikan ke dalam bentuk pasar lemah.
Sesuai dengan teori EMH bahwa pasar dengan bentuk lemah menunjukkan
indikasi harga saham syariah pada saat ini lebih disebabkan oleh informasi
yang terjadi pada periode-periode sebelumnya.
Makaryanawati, Miscbachul Ulum (2009) dengan judul “Pengaruh
Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Likuidasi Perusahaan terhadap Risiko
Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index” dapat
disimpulkan bahwa tingkat suku bunga yang ditujukan oleh tingkat suku
bunga SBI sebagai tingkat kenaikan risiko terbukti berpengaruh signifikan
terhadap tingkat risiko investasi. Tingkat likuidasi perusahaan yang
ditunjukan oleh rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko
investasi. Hal ini berbeda dengan konsep yang menyebutkan bahwa risiko
33
investasi dibagi menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak
sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dipengaruhi
oleh faktor mikro. Faktor mikro dalam penelitian in adalah tingkat likuidasi
perusahaan yang diukur dengan rasio lancar.
Putri Yumettasari, Endang Tri Widiastuti, Wisnu Mawardi (2010)
dengan judul “Analisis Faktor – Faktor Per Antara Yang Mempengaruhi
Saham Syariah Dengan Saham Non Syariah (Studi Empiris pada Perusahaan
Non Keuangan yang Terdapat di BEI periode 2003 -2005) dapat disimpulkan
bahwa Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi empiris yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh current ratio, debt to equity ratio, inventory
turnover, return on equity, net profit margin dan devidend payout ratio
terhadap price earnings ratio. Berdasarkan hasil analisa data dalam
pembuktian hipotesis serta pembahasannya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan pengaruh dari current ratio, debt to equity ratio,
inventory turn over, return on equity, net profit margin,dan devidend payout
ratio dalam mempengaruhi price earnings ratio (PER) antara saham syariah
dan saham non syariah kategori non keuangan. Kesesuaian model penelitian
ini adalah sebesar 24,5%, sisanya sebesar 75,5% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
M. Dharani dan P. Natarajan (2011) dengan judul “Equanimity of Risk
and Return Relationship Between Sharia Index and General Index in India
dapat disimpilkan bahwa penelitian ini dilakukan secara empiris dengan cara
menganalisis nilai return indeks Nifty selama 3 tahun yaitu dalam periode 1
34
Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis kinerja saham syariah dan saham konvensional
dan kemudian membandingkan perbedaan diantara keduanya apakah ada
perbedaan yang cukup signifikan atau tidak. Hasil dalam penelitian ini
menyatakan bahwa indeks syariah kurang signifikan setelah diuji dalam
periode tersebut. Menurut hasil t-test perbedaan diantara kedua indeks ini
belum cukup signifikan.
Dr. Anuj Kumar Tyagi dan Mohd. Rizwan (2012) dengan judul “A
Study of The Movement of BSE – TASIS Shariah 50 Index in Accordance with
Sense” dapat disimpulkan bahwa didalam penelitian ini menganalisis
pertumbuhan indeks Thasis Sharia dan Sensex yang dihitung pada periode
Desember 2011 sampai dengan November 2012 yang kurang lebih selama
satu tahun. Dalam penelitian ini menggunakan daftar tabel grafik untuk
menemukan tujuan dari dari penelitian ini. Hal yang didapat adalah indeks
TASIS Sharia dan Sensex selalu mengalami pertumbuhan dalam bulan – bulan
tertentu. Oleh sebab itu penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk para
investor yang ingin menginvestasikan modalnya di indeks syariah akan
mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih dibanding indeks
konvensional.
35
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
1 Chairul
Nazwar (2008)
Ordinary Least
Square
Judul Penelitian: Analisis Pengaruh
Variabel Makroekonomi Terhadap
Return Saham Syariah di Indonesia
Hasil Penelitian: beberapa variabel
ekonomi makro memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan saham syariah
ini, ini dapat dilihat dari hasil penelitian
ini yang menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap return
saham syariah di Indonesia. Sedangkan
suku bunga berpengaruh negatif dan
sibgnifikan terhadap return saham
syariah di Indonesia.
2 Malik
Cahyadin dan
Devi
Oktaviana
Milandari
(2009)
Uji
Stationeritas
Uji Kausalitas
Granger
Uji Korelasi
Sederhana
Judul Penelitian: Analisis Efficient
Mrket Hypothesis (EMH) di Bursa
Saham Syariah
Hasil Penelitian: penelitian ini
dilakukan untuk melihat bursa saham
syariah di Indonesia, Amerika Serikat,
Arab Saudi, dan Malaysia dengan
menggunakan model analisis Efficient
Market Hypothesis (EMH), dimana
didalam metode ini terdapat tiga jenis
pasar yang dikaitkan dengan informasi
36
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
(baik itu data maupun kebijakan) yang
ada di pasar, yaitu pasar bentuk lemah,
pasar bentuk setengah kuat, dan pasar
bentuk kuat. Paper ini menjelaskan
tentang pasar saham syariah yang ada
di Indonesia dan Amerika Serikat
dengan mengacu pada indeks harga
saham syariahnya. Untuk menganalisi
keseluruhan data yang ada didalam
penelitian ini digunakannlah uji
stationeritas dan uji kausalitas Granger
untuk mengujinya dengan
menggunakan alat analisis Eviews.
Hasil uji stasioneritas data JII
menunjukkan bahwa data stasioner
mengindikasikan bahwa bentuk pasar
saham syariah Indonesia dikategorikan
ke dalam bentuk pasar lemah. Sesuai
dengan teori EMH bahwa pasar dengan
bentuk lemah menunjukkan indikasi
harga saham syariah pada saat ini lebih
disebabkan oleh informasi yang terjadi
pada periode-periode sebelumnya.
3 Makaryanawat
i, Miscbachul
Ulum (2009)
Analisis
Regresi
Berganda
Judul Penelitian: Pengaruh Tingkat
Suku Bunga dan Tingkat Likuidasi
Perusahaan terhadap Risiko Investasi
Saham yang Terdaftar pada Jakarta
Islamic Index
37
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
Hasil Penelitian: tingkat suku bunga
yang ditujukan oleh tingkat suku bunga
SBI sebagai tingkat kenaikan risiko
terbukti berpengaruh signifikan
terhadap tingkat risiko investasi.
Tingkat likuidasi perusahaan yang
ditunjukan oleh rasio lancar tidak
berpengaruh signifikan terhadap risiko
investasi. Hal ini berbeda dengan
konsep yang menyebutkan bahwa risiko
investasi dibagi menjadi dua yaitu
risiko sistematis dan risiko tidak
sistematis. Risiko tidak sistematis
merupakan risiko yang dapat
dipengaruhi oleh faktor mikro. Faktor
mikro dalam penelitian in adalah
tingkat likuidasi perusahaan yang
diukur dengan rasio lancar.
4 Putri
Yumettasari,
Endang Tri
Widiastuti,
Wisnu
Mawardi
(2010)
Ordinary Least
Square
Judul Penelitian: Analisis Faktor –
Faktor Per Antara Yang Mempengaruhi
Saham Syariah Dengan Saham Non
Syariah (Studi Empiris pada
Perusahaan Non Keuangan yang
Terdapat di BEI periode 2003 -2005)
Hasil Penelitian: Penelitian yang
dilakukan ini merupakan studi empiris
yang bertujuan untuk mengetahui
38
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
pengaruh current ratio, debt to equity
ratio, inventory turnover, return on
equity, net profit margin dan devidend
payout ratio terhadap price earnings
ratio. Berdasarkan hasil analisa data
dalam pembuktian hipotesis serta
pembahasannya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Terdapat perbedaan
pengaruh dari current ratio, debt to
equity ratio, inventory turn over, return
on equity, net profit margin,dan
devidend payout ratio dalam
mempengaruhi price earnings ratio
(PER) antara saham syariah dan saham
non syariah kategori non keuangan.
Kesesuaian model penelitian ini adalah
sebesar 24,5%, sisanya sebesar 75,5%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini.
5 M. Dharani,
P. Natarajan
(2011)
Vektor
Autoregresive
Judul Penelitian: Equanimity of Risk
and Return Relationship between
Shariah Index and General Index in
India
Penelitian ini dilakukan secara empiris
dengan memeriksa risiko dan nilai
return Nifty Syariah indeks dan indeks
Nifty selama periode 2 Januari 2007 -
39
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
31 Desember 2010. Periode sampel
telah dibagi lagi menjadi periode pasar
pertama dan periode pasar kedua
berdasarkan pergerakan indeks kedua
selama masa studi. Tujuan dari studi ini
adalah untuk menganalisis kinerja
Indeks Syariah dan Indeks
Konvensional dan untuk menguji
apakah ada perbedaan yang signifikan
antara kedua indeks tersebut di India.
Berdasarkan studi yang sebelumnya,
tulisan ini memperlihatkan risiko yang
disesuaikan pengukuran seperti Sharpe
index, indeks Treynor dan Jensen
alpha. T-tes telah digunakan untuk
menguji kembali berarti perbedaan
antara kedua indeks. Studi menemukan
bahwa Nifty Syariah kurang signifikan
selama periode sampel sampel dan sub.
Menurut t-test, berarti perbedaan antara
kedua indeks belum signifikan yang
mengungkapkan keduanya konsisten.
Pengembalian risiko disesuaikan untuk
indeks kedua.
6 Dr. Anuj
Kumar Tyagi
dan Mohd.
Rizwan (2012)
Uji Stationer
Judul Penelitian:
A Study of the Movement of BSE-TASIS
Shariah 50 Index in accordance with
Sensex
Penelitian ini menganalisis gerakan
40
NO Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian
Tasis Syariah dan Sensex selama
periode Desember 2011 sampai
November 2012. Nilai-nilai penutupan
indeks Syariah dari Sensex yang
dikumpulkan dari situs-situs BSE. Studi
ini berbentuk tabel dan grafik yang
kemudian dianalisis untuk memeriksa
tujuan studi. Hal ini ditemukan bahwa
Tasis Syariah dan sensex bergerak
hampir dalam arah yang sama pada
bulan tertentu. Oleh karena itu, studi ini
menyimpulkan bahwa ekuitas
berdasarkan etika investor dapat
memperoleh lebih atau kurang sama
dengan berinvestasi di perusahaan
Syariah & saham lain yang terdapat di
Sensex. Kesimpulannya adalah,
penelitian ini telah menunjukkan
bahwayang biasa digunakan untuk
menilai kepatuhan syariah perusahaan
untuk tujuan termasuk mereka dalam
daftar perusahaan yang dapat diterima,
perlu dimodifikasi.
Sumber: Berbagai Referensi (diolah)
G. Kerangka Penelitian
Menurut Hamid (2012:25) kerangka pemikiran merupakan sinetesa dari
serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya
41
merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi
atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka
pemikiran dapat berupa bagan, deskrptif kualitatif, atau bahkan gabungan
keduanya.
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) selalu mengalami pertumbuhan
untuk setiap tahunnya. Pertumbuhannya ini tidak lepas karena dipengaruhi atas
beberapa variabel ekonomi makro seperti inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB),
dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Inflasi merupakan salah satu dari sekian banyak variabel ekonomi makro
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu negara.
Pertumbuhan ekonomi disuatu negara juga tidak terlepas dari besarnya tingkat
investasi yang bertumbuh di negara tersebut. ISSI merupakan salah satu dari
beberapa instrumen investasi yang ada di Indonesia. Jadi inflasi dan pergerakan
ISSI ini sangat berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.
Variabel lain yang akan mempengaruhi pergerakan ISSI adalah SBIS.
Telah kita ketahui bersama bahwa ISSI dan SBIS adalah merupakan instrumen
investasi syariah. Keduanya saliong berpengaruh negatif karena masyarakat
sendiri yang akan memilih salah satu diantara kedua instrumen investasi
syariah tersebut untuk tempat mereka berinvestasi.
Variabel makro yang terakhir yang akan mempengaruhi pergerakan ISSI
adalah Jumlah Uang Beredar (JUB). Jumlah uang yang beredar di suatu negara
otomatis akan memcerminkan kondisi perekonomian negara tersebut. Jumlah
uang yang beredar di suatu negara tentunya akan masuk kepada sektor – sektor
42
perekonomian yang akan menggerakan suatu negara, tidak terkecuali ke sektor
investasi. Jadi variabel JUB secara garis besar akan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ISSI kedepannya.
Selanjutnya investasi yang tertanam disuatu negara ini juga akan menjadi
stimulus dalam tumbuh dan berkembangnya perekonomian suatu negara.
Diharapkan ISSI yang merupakan salah satu dari sekian banyak alat investasi
dapat menyumbangkan perannya untuk memberikan dampak yang besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti dan dengan melihat dari
hasil penelitian sebelumnya maka kerangka penelitian yang terbentuk adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Kerangka Penelitian
Ket: (Ruang Lingkup Penelitian)
Indeks Syariah
INVESTASI
Jumlah Uang Beredar Tingkat Inflasi SBIS
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia
43
H. Hipotesis Penelitian
Dari hasil penilitian ini, dapat diambil sebuah hipotesis untuk
menyimpulkan bahwa adanya pengaruh antar variabel yang saling
mempengaruhi antar tiap variabel lainnya.
1. Diduga adanya hubungan kausalitas antara inflasi, SBIS, dan JUB
terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara simultan.
2. Diduga adanya pola dinamis akibat pengaruh antara inflasi, SBIS, dan
JUB terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara simultan.
3. Diduga adanya guncangan (shocks) yang cukup besar antara inflasi,
SBIS, dan JUB terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara
simultan.
44
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah seluruh saham
syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pda
periode waktu 2010.5 – 2013.4
Untuk jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder sendiri adalah data yang didapat dari pihak (instansi)
lain yang biasa digunakan untuk melakukan penelitian.
B. Teknik Penentuan Data
Dalam melakukan pengumpulan data sangat dibutuhkan ketelitian agar
mendapatlam data yang bagus. Data yang bagus dapat membantu
mendapatkan hasil yang sesuai dalam penelitian yang sedang dikerjakan.
Dalam penelitian ini data yang dipergunakan adalah:
1. Sumber Data
Data yang digunakan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI)
berupa daftar saham yang terdaftar pada ISSI pada tahun 2010.5 – 2013.4.
Data inflasi diperoleh dari BPS dan data SBIS dan JUB diperoleh dari
Bank Indonesia pada periode tahun 2010.5 – 2013.4.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari data statistik dan data yang di
publikasikan secara umum. Data – data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
45
a. Data statistik kapitalisasi ISSI pada periode tahun 2010.5 – 2013.4
bersumber dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
b. Data statistik outstanding SBIS pada periode tahun 2010.5 – 2013.4
bersumber dari Bank Indonesia (BI)
c. Data statistik JUB pada periode tahun 2010.5 – 2013.4 bersumber
pada Bank Indonesia (BI)
d. Data inflasi yang dipublish oleh BPS pada periode tahun 2010.5 –
2010.4 bersumber pada Bank Indonesia (BI)
C. Teknik Analisis
1. Analisis Vector Autoregressive (VAR)
VAR merupakan regresi sederhana dari persamaan Xt = ItXt-1 + €t
dimana Xt = vektor dari time series yang stationer dan €t = vektor pada
time series yang white noise dengan matriks kovarian Ω.
Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan
makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan
Irawan (2005) dalam Ajija, dkk (2011:165) menjelaskan bahwa VAR
merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel
sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu
sendiri, seta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel
penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak bebas dalam
sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai
persamaan melalui interpretasi persamaan.
46
VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada periode t dapat
dimodelkan sebagai berikut
Yt = β0 + βtYt-1 + βtYt-2 ... + βpYt-p + t
Dimana
Y = Vektor variabel tak bebas ( Y1,t , Y2,t , Y3,t )
βo = Vektor intersep berukuran n x 1
βt = Matriks parameter berukuran n x 1
t = Vektor residual ( ∑1,t , ∑2,t , ∑3,t )
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel
tak bebas bersifat stationer, semua sisaan bersifat white noise, yaitu
memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak
ada korelasi. Uji kestationeran data dapat dilakukan melalui pengujian
terhadap ada tidaknya unit root dalam variabel dengan uji Augmented
Dickey Fuller (ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau
model regresi lancung.
Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi persamaan regresi
lancung adalah dengan melakukan diferensiasi atas variabel endogen dan
eksogennya, sehingga diperoleh variabel yang stationer dengan derajat
I(n). Kestationeran data melalui pendeferensialan belum cukup, kita perlu
mempertimbangkan keberadaan hubungan jangka panjang dan jangka
pendek dalam model.
Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dapat dilakukan dengan
metode Johansen atau Engel-Granger. Jika variabel – variabel tidak
47
terkointegrasi, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya akan
identik dcengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah
stationer pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan
terhadap vektor kointegrasi, maka dapat diterapkan ECM untuk single
equation atau VECM untuk system equation.
2. Uji Stationeritas Data & Derajat Integrasi
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi
dengan data time series adalah dengan menguji stationeritas pada data
atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stationeritas data ini
dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey – Fuller (ADF)
pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data
yang stationer, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan
mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata – ratanya (Enders,
1995) dalam Ajija, dkk (2011:165).
Menurut Gujarati (2003: 817) dalam Ajija, dkk (2011:165)
menjelaskan bentuk persamaan uji stationer dengan analisis ADF dalam
persamaan berikut.
∆Yt= αo + ϒYt-1 + βt ∑ ∆Yt-i+1 + t
Dimana
Yt = Bentuk dari first difference
α 0 = Intersep
Y = Variabel yang diuji stationeritasnya
P = Panjang lag yang digunakan dalam model
= Error Term
48
Dalam persamaan tersebut dapat kita ketahui bahwa H0 menunjukan
adanya unit root dan H1 menunjukan kondisi tidak adanya unit root. Jika
dalam uji stationeritas ini menunjukan nilai ADFstatistik yang lebih besar
daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui bahwa data
tersebut stationer karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika
nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical valu, maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut tidak stationer pada derajat level.
Dengan demikian, differensing data untuk memperoleh data yang
stationer pada derajat yang sama di first different I(1) harus dilakukan,
yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya.
3. Uji Kausalitas
Analisis yang berkaitan dengan model sistem VAR non struktural
adalah mencari hubungan sebab akibat atau uji kausalitas antar variabel
endogen di dalam sistem VAR. Hubungan sebab akibat ini bisa diuji
dengan menggunakan uji kausalitas Granger.
4. Analisis di dalam model VAR
Hasil estimasi VAR seringkali tidak memuaskan dilihat dari uji t
kelambanan variabel endogen di dalam sistem VAR kemungkinan tidak
signifikan secara statistik. Selaim itu secara individual koefisien di dalam
model VAR sulit diinterpretasikan. Kegunaan model VAR adalah untuk
analisis dinamis data time series. Ada beberapa analisis penting yang bisa
didihasilkan di dalam model VAR yaitu:
49
a. Peramalan VAR
b. Impulse Response
c. Variance Decomposition
5. Peramalan VAR
Dengan metode VAR kita dapat mengamati pergerakan atau trend data
– data yang diamati sehingga kita bisa melakukan peramalan. Peramalan
di dalam VAR merupakan sebuah ekstrapolasi nilai saat ini dan masa
depan seluruh variabel dengan menggunakan seluruh informasi yang ada
di masa lalu.
6. Impulse Response
Secara individual koefisiensi di dalam model VAR sulit di
interpretasikan maka para ahli ekonometrika menggunakan analisis
impulse response. Impulse response ini merupakan salah satu analisis
penting dalam model VAR. Analisis impulse response ini melacak respon
dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya guncangan
(shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan (e).
7. Variance Decomposition
Selain impulse response, model VAR juga menyediakan analisis
Forecast Error Decomposition of Variance atau seringkali disebut dengan
variance decomposition. Variance decomposition ini memberikan metode
yang berbeda di dalam menggambarkan sistem dinamis VAR
dibandingkan dengan anlisis impulse response sebelumnya.
Analisis impulse response sebelumnya digunakan untuk melacak
dampak shock dari variabel endogen terhadap variabel lain di dalam
50
sistem VAR. Sedangkan analisis variance decomposition ini
menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR
karena adanya shock. Variance decomposition berguna untuk
memprediksi kontribusi prosentase varian setiap variabel karena adanya
perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR.
51
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan suatu indeks
syariah baru yang dibentuk oleh Bursa Efek Indonesia. ISSI dibentuk
pada sekitar pertengahan Mei 2011. Sebelum ISSI ini dibentuk telah ada
sebelumnya indeks syariah lainnya yakni JII yang telah lebih dahulu ada.
Namun indeks JII ini dirasa masih kurang untuk menampung semakin
banyaknya indeks syariah yang terdaftar di IHSG, karena indeks syariah
yang terdaftar di JII adalah hanya 30 indeks syariah yang terbesar.
Didasari atas itu semua maka dibentuklah ISSI untuk menampung
keseluruhan indeks syariah yang terdaftar di IHSG. Jadi ISSI ini
beranggotakan seluruh indeks syariah yang ada didalam IHSG baik itu
yang besar maupun yang kecil. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
dan memberikan pilihan lain kepada masyarakat dan juga agar masyarakat
yang ingin menginvestasikan uangnya pada indeks syariah tidak salah
tempat. Gambar dibawah ini adalah perkembangan ISSI dari periode Mei
2010 sampai dengan Maret 2013 adalah sebagai berikut.
52
Gambar 4.1
Perkembangan ISSI Mei 2010 s.d April 2013
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah), 2013
Gambar diatas merupakan perkembangan Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) periode Mei 2010 sampai dengan April 2013.
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa ISSI selalu mengalami
pertumbuhan setiap periodenya. Walaupun ISSI ini baru saja di bentuk
namun perkembangannya menunjukan trend yang sangat positif.
Hasil perkembangan ISSI ini didapat dengan cara menghitung
secara manual nilai kapitalisasi indeks syariah yang tercatat di IHSG dari
periode Mei 2010 sampai dengan periode April 2011. Hal ini dilakukan
karena pada periode tersebut ISSI belum dibentuk. Pada periode Mei 2010
sampai dengan April 2013 perkembangan kapitalisasi ISSI ini selalu
mengalami pertumbuhan. Walaupun ada beberapa penurunan, namun
53
penurunan ini tidak terlalu signifikan dan kemudian mengalami
pertumbuhan kembali di periode selanjutnya.
Pertumbuhan ISSI yang selalu terjadi setiap periodenya ini tidak
terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar syariah yang telah tumbuh dan
berkembang di Indonesia beberapa tahun kebelakang ini. Pertumbuhan
pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor perbankan yang kemudian
merambah ke asuransi dan kini eranya telah masuk pada pasar modal.
Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa perusahaan atau emiten
untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat menarik minat para
masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi pada indeks syariah.
Diawali pada Mei 2010 kapitalisasi ISSI pada pasar modal di
Indonesia mencapai angka 1.084.853.495 dan angka ini selalu meningkat
pada periode – periode selanjutnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada
bulan Juli 2011 yaitu sebesar 1.820.928.310 sedangkan bulan selanjutnya
merupakan penurunan yang cukup besar dibandingkan pada periode
sebelumnya tepatnya pada September 2011 yaitu sebesar 1.585.367.940.
Periode selajutnya kapitalisasi ISSI pada pasar modal selalu mengalami
kenaikan walaupun sesekali berfluktuatif namun tidak terlalu signifikan
penurunannya. Pada April 2013 kapitalisasi ISSI pada pasar modal tercatat
sebesar 2.837.700.260.
2. Perkembangan Inflasi
Salah satu variabel makroekonomi yang mempengaruhi
perkembangan ISSI adalah inflasi. Inflasi merupakan naiknya harga
54
barang pokok secara terus – menerus dan mempengaruhi harga barang
lainnya. Hampir dari tahun ke tahun kita dapat merasakan naiknya harga
suatu barang, ini tidak terlepas dari besarnya tingkat inflasi yang tercatat
pada periode tersebut.
Inflasi merupakan faktor paling utama penggerak perekonomian
disuatu negara. Inflasi juga merupakan indikator utama untuk mengukur
tingkat kestabilan perekonomian disuatu negara. Tingkat inflasi dapat
diketahui dengan cara mencari selisih antara IHK tahun berjalan dengan
IHK tahun sebelumnya dan kemudian dibagi dengan IHK tahun berjalan.
Tingkat inflasi yang cenderung stabil setiap periodenya juga dapat
mencerimnkan bahwa perekonomian di negara tersebut cenderung stabil
juga. Untuk melihat pertumbuhan tingkat inflasi di Indonesia dalam
periode Mei 2010 s.d April 2013 dapat dilihat pada gambar berikut.
Perkembangan tingkat inflasi di Indonesia dari periode Mei 2010
sampai dengan periode April 2013. Dari gambar diatas dapat terlihat
bahwa tingkat infllasi Indonesia dalam periode ini mencapai tingkat
tertingginya pada periode Januari 2011 yaitu sebesar 7,02%. Hal ini
disebabkan karena gangguan dari sisi pasokan, khususnya bahan pangan,
memberikan tekanan yang cukup besar terhadap inflasi, sehingga inflasi
tercatat lebih tinggi dari target yang ditetapkan (Bank Indonesia, 2011).
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini.
55
Gambar 4.2
Perkembangan Inflasi Mei 2010 s.d April 2013
Sumber: Bank Indonesia (diolah), 2013
Setelah mencapai tingkat tertingginya dalam periode ini, tingkat
inflasi kemudian selalu mengalami penurunan yang cukup signifikan pada
periode selanjutnya. Sampai pada periode Februari 2012 tingkat inflasi
Indonesia tercatat sebesar 3,56%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di
tengah menurunnya kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak
ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Hal ini didukung oleh
kondisi ekonomi makro dan sistem keuangan yang kondusif sehingga
memungkinkan sektor rumah tangga dan sektor usaha melakukan kegiatan
ekonominya dengan lebih baik. Selain itu, kuatnya permintaan domestik di
tengah melemahnya kinerja ekspor menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan (Bank Indonesia, 2012).
Selanjutnya tingkat inflasi selalu mengalami kenaikan pada periode
selanjutnya sampai dengan sekarang. Kenaikkan tingkat inflasi ini
0
1
2
3
4
5
6
7
8
May…
Jul-
10
Sep
-…
No
v…
Jan
-…
Mar…
May…
Jul-
11
Sep
-…
No
v…
Jan
-…
Mar…
May…
Jul-
12
Sep
-…
No
v…
Jan
-…
Mar…
inflasi
INFLASI
INFLASI
56
cenderung diakibatkan karena tidak stabilnya harga minyak mentah dunia
yang berdampak terhadap perekonomian di Indonesia. Kenaikkan tingkat
inflasi ini juga dipredeksi akan terus mengingkat mengingat baru saja
pemerintah Republik Indonesia melakukan penyesuaian harga baru untuk
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan sangat mempengaruhi
harga barang kebutuhan pokok yang ada dipasaran.
3. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Salah satu instrumen kebijakan moneter yang berpengaruh
terhadap perkembangan ISSI adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yang berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Dibawah ini
adalah gambar yang menunjukkan perkembangan outstanding SBIS pada
periode Mei 2010 sampai dengan April 2013.
Gambar 4.3
Perkembangan SBIS Mei 201 s.d April 2013
Sumber: Bank Indonesia (diolah), 2013
0
1E+12
2E+12
3E+12
4E+12
5E+12
6E+12
May
-10
Jul-
10
Sep
-10
No
v-1
0
Jan
-11
Mar
-11
May
-11
Jul-
11
Sep
-11
No
v-1
1
Jan
-12
Mar
-12
May
-12
Jul-
12
Sep
-12
No
v-1
2
Jan
-13
Mar
-13
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
SBIS
57
Berdasarkan gambar 4.3 diatas tentang perkembangan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) pada periode Mei 2010 sampai dengan
April 2013 dapat diketahui bahwa perkembangan SBIS setiap periodenya
sangat berfluktuatif sekali. Perkembangan SBIS yang berfluktatif ini
disebabkan antara lain karena Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
syariah juga berfluktuatif, sehingga penyerapan dana DPK yang
ditempatkan pada SBIS juga mengalami penurunan. Pada periode ini
tercatat bahwa SBIS terendah tercatat pada Juli 2010 yaitu sebesar 555
milyar. Penurunan jumlah SBIS ini disebabkan karena menurunnya Dana
Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah yang ditempatkan pada SBIS, pada
periode ini DPK perbankan syariah cenderung digunakan untuk
pembiayaan atau ditempatkan pada sektor rill.
Periode selanjutnya SBIS selalu mengalami peningkatan setiap
periodenya. Setahun kemudian tepatnya yaitu pada Juli 2011 SBIS
kembali mengalami penurunan, namun penurunan ini tidak lebih rendah
dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada Juli 2010 yaitu sebesar
1.604 milyar. Hal ini disebabkan karena pada Juli 2011 bersamaan dengan
momen hari raya Idul Fitri. Budaya masyarakat yang biasanya membagi –
bagikan uang pada saat lebaran mengakibatkan Dana Pihak Ketiga yang
ada di bank – bank syariah mengalami penurunan. Penurunan Dana Pihak
Ketiga yang terjadi pada perbankan syariah inilah yang juga
mengakibatkan menurunnya pula SBIS pada periode ini, karena dana yang
biasa di alokasikan untuk SBIS mengalami penurunan.
58
4. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar merupakan salah satu indikator moneter yang
digunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu negara.
pengendalian yang baik atas jumlah uang beredar yang ada pada suatu
negara juga dapat membuat kestabilan pada perekonomian di negara
tersebut. Perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia pada periode
Mei 2010 sampai dengan April 2013 dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 4.4
Perkembangan JUB Periode Mei 2010 s.d April 2013
0
5E+14
1E+15
1.5E+15
2E+15
2.5E+15
3E+15
3.5E+15
4E+15
May
-10
Jul-
10
Sep
-10
No
v-1
0
Jan
-11
Mar
-11
May
-11
Jul-
11
Sep
-11
No
v-1
1
Jan
-12
Mar
-12
May
-12
Jul-
12
Sep
-12
No
v-1
2
Jan
-13
Mar
-13
Jumlah Uang Beredar
JUB
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), 2013
Berdasarkan pada gambar 4.4 diatas tentang perkembangan jumlah
uang beredar pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013 dapat
diketahui bahwa jumlah uang beredar yang ada di masyarakat selalu
mengalami kenaikan. Kenaikkan jumlah uang beredar ini memiliki
59
beberapa sebab, diantaranya adalah pencetakan uang yang dilakukan Bank
Indonesia sehingga menyebabkan naiknya tingkat inflasi di Indonesia,
pola konsumsi yang dilakukan masyarakat meningkat sehingga memilih
untuk memegang uangnya sendiri.
Menurut Bank Indonesia berdasarkan laporan pembayaran dan
pengedaran uang tahun 2010 dinyatakan bahwa penggunaan uang kartal
oleh masyarakat menunjukkan peningkatan sebagaimana tercermin pada
meningkatnya berbagai indikator pengedaran uang antara lain jumlah uang
beredar (JUB) dan net aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia
ke perbankan dan masyarakat (net outflow). Pada tahun 2010,
pertumbuhan JUB rata-rata mencapai 12,1% yaitu dari Rp244,4 triliun
menjadi Rp274,0 triliun, atau meningkat dari pertumbuhan UYD rata-rata
tahun 2009 yang hanya sebesar 10,7%. Meskipun pertumbuhannya
meningkat dibanding tahun 2009, laju pertumbuhan rata-rata JUB pada
tahun 2010 tersebut masih dibawah angka historis sebelum krisis (2005-
2008) yang berkisar antara 13,5% sampai 26,3%.
Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan
pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan
penyempurnaan kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang,
optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta
peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman uang, serta
kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah
terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
60
Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu
pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu ketersediaan uang
Rupiah yang berkualitas, layanan kas prima, dan pengedaran uang yang
aman, handal, dan efisien.
B. Analisis Uji Ekonometrik
1. Uji Stasioneritas Data
Dalam pengujian ekonometrik menggunakan metode VAR,
langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi ekonomi yang
menggunakan data time series adalah dengan menguji stasioneritas data
atau yang biasa juga disebut dengan stationary stochastic process. Uji
stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented
Dickey - Fuller (ADF) pada derajat yang sama yaitu pada level atau
different hingga didapatkan suatu data yang stasioner, maksudnya data
stasioner disini yaitu adalah data yang variansnya tidak terlalu besar dan
mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata – ratanya (Enders,
1995) dalam Ajija Shochrul R., dkk (2011:165)
Tabel 4.1
Uji Stasioneritas Data
Variabel Probabilitas
ADF t-Statistic ADF
Critical Value
(5% level)
ISSI 0.0067 -4.403715 -3.544284
INFLASI 0.6136 -1.937932 -3.544284
SBIS 0.0103 -4.232111 -3.544284
JUB 0.0685 -3.394340 -3.544284
Sumber: Lampiran 3, 4, dan 5
61
Berdasarkan pada tabel 4.1 diatas, dapat kita ketahui bersama
hanya dua variabel yang stasioner pada tingkat level atau I(0) yaitu
variabel ISSI dan SBIS. Variabel tersebut stasioner karena nilai
probabilitas ADF lebih kecil dari tingkat α = 5%. Hal ini juga dapat
dilihat dari nilai critical value yang lebih besar dari nilai t-Statistic ADF.
Sedangkan dua variabel lainnya yaitu variabel INFLASI dan JUB masih
belum stasioner pada tingkan level. hal ini terbukti dari nilai probabilitas
ADF yang lebih besar dari nilai α = 5%. Hal tersebut juga dapat dilihat
dari nilai critical value yang lebih kecil dari nilai t-Statistic ADF. Untuk
itu perlu dilakukan langkah selanjutnya yaitu uji derajat integrasi first
different.
2. Uji Derajat Integrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas data pada tingkat level, ternyata
masih ada dua variabel yang belum stasioner pada tingkat level, yaitu
variabel INFLASI dan JUB. Untuk itu perlu dilakukan uji derajat
integrasi first different untuk menstasionerkan data yang belum stasioner
pada tingkat level.
Tabel 4.2
Uji Derajat Integrasi First Different
Variabel Probabilitas
ADF t-Statistic ADF
Critical Value
(5% level)
ISSI 0.0002 -5.914150 -3.568379
INFLASI 0.0273 -3.824355 -3.548490
SBIS 0.0000 -8.398113 -3.548490
JUB 0.0000 -7.112386 -3.548490
Sumber: Lampiran 6, 7, dan 8
62
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat kita lihat bersama bahwa semua
variabel telah stasioner pada tingkat first different. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat nilai probabilitas ADF yang lebih kecil dari
nilai α = 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan cara membandingkan
nilai critical value yang lebih besar dari nilai t-Statistic ADF. Setelah
semua variabel stasioner pada tingkat first different maka selanjutnya
penelitian dilanjutkan pada penentuan lag length.
3. Penetuan Lag Length
Dalam melakukan penentuan lag optimal, kita tentukan pula
kriteria yang mempunyai final prediction error corection (FPE) atau
jumlah dari AIC, SIC, dan HQ yang paling kecil di antara berbagai lag
yang diajukan.
Tabel 4.3
Penentuan Lag Length
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 10.87841 NA 7.75e-06 -0.416873 -0.235478 -0.355839
1 114.6325 176.0676* 3.83e-08* -5.735306* -4.828332* -5.430137*
2 124.3632 14.15365 5.87e-08 -5.355344 -3.722790 -4.806040
3 143.3039 22.95848 5.56e-08 -5.533571 -3.175438 -4.740131
Sumber: Lampiran 11
Dari tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa penentuan lag optimal
yang disarankan oleh software ekonometrik adalah pada lag 1. Penentuan
lag optimal ini kemudian digunakan pada pengujian Uji Kausalitas
Granger.
63
4. Uji Kausalitas Granger
Menurut Ajija Shochrul R., dkk (2011:167) metode ini digunakan
untuk melihat dan menganalisis hubungan kausalitas antara variabel yang
diamati dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger
digunakan untuk melihat arah hubungan di antara variabel – variabel ISSI,
Inflasi, SBIS, dan JUB.
Tabel 4.4
Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dan Inflasi
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 07/01/13 Time: 22:48
Sample: 1 36
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLASI does not Granger Cause ISSI 35 0.17309 0.6802
ISSI does not Granger Cause INFLASI 1.73217 0.1975
Sumber: Lampiran 12
Berdasarkan tabel 4.4 diatas tentang uji kausalitas Granger antara
variabel ISSI dengan Inflasi, dapat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan kausalitas antara variabel ISSI dengan variabel Inflasi. Hal ini
dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang lebih besar dibandingkan
dengan nilai α = 5%. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam perekonomian
bahwa tingkat inflasi yang cenderung tidak stabil tidak mempengaruhi
pertumbuhan kapitalisasi indeks syariah di pasar modal syariah, hal ini
yang menyebabkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara variabel
inflasi dengan variabel ISSI. Selanjutnya akan dilihat bagaimana hasil
pengujian uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan SBIS pada
tabel 4.5 dibawah ini.
64
Dikarenakan variabel inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap
ISSI begitu juga sebaliknya, maka variabel inflasi ini dihilangkan dalam
penelitian ini dan tidak di ikut sertakan pada tahap penelitian selanjutnya.
Selanjutnya akan dilihat bagaimana uji kausalitas Granger antara variabel
ISSI dengan SBIS pada tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.5
Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dengan SBIS
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 07/01/13 Time: 22:49
Sample: 1 36
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. SBIS does not Granger Cause ISSI 35 1.53772 0.2240
ISSI does not Granger Cause SBIS 6.55896 0.0154
Sumber: Lampiran 12
Berdasarkan tabel 4.5 diatas tentang uji kausalitas Granger antara
variabel ISSI dengan variabel SBIS, dapat diketahui bahwa terjadi
hubungan kausalitas antara variabel ISSI dengan variabel SBIS. Hal ini
dapat dibuktikan dengan melihat nilai probabilitasnya yang lebih kecil
dibandingkan dengan nilai α = 5%. Hal ini dapat tercermin dalam
perekonomian bahwa antara ISSI dan SBIS sama – sama merupakan
instrumen investasi syariah, keduanya saling bersinergi dalam
meningkatkan iklim investasi di Indonesia, khususnya di pasar modal
syariah. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulan
Fatmawati dan Irfan Syauqi Beik (2012) perilaku masyarakat yang ingin
menanamkan modalnya di indeks syariah juga masih mengamati variabel
65
inflasi ini. Hal inilah yang kemudian menimbulkan adanya hubungan
kausalitas antara SBIS dan ISSI. Selanjutnya akan dibahas hubungan
kausalitas Granger antara variabel JUB dengan variabel ISSI pada tabel
4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6
Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dengan JUB
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 07/01/13 Time: 22:51
Sample: 1 36
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. JUB does not Granger Cause ISSI 35 11.2834 0.0020
ISSI does not Granger Cause JUB 0.10692 0.7458
Sumber: Lampiran 12
Berdasarkan tabel 4.6 diatas tentang uji kausalitas Granger antara
variabel ISSI dengan variabel JUB dapat diketahui bahwa variabel JUB
memiliki hubungan kausalitas dengan variabel ISSI. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai
α= 5%. Didalam perekonomian sendiri jumlah uang beredar yang berada
di masyarakat sangat berpengaruh terhadap perekonomian di negara
tersebut. Begitu juga dengan pengaruhnya terhadap investasi secara
umum, naiknya tingkat investasi akan di ikuti dengan menurunnya tingkat
JUB yang ada di masyarakat, menurunnya tingkat JUB yang ada di
masyarakat ini karena masyarakat lebih memilih untuk berinvestasi
dibandingkan untuk memegang uangnya sendiri dirumah atau ditabung di
bank. Setelah semua variabel sudah melewati pengujian uji kausalitas
Granger, maka penelitian dilanjutkan dengan pengujian estimasi VAR.
66
5. Estimasi VAR
Selajutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel
Y mempengaruhi variabel X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat
mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistic hasil estimasi
dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-statistic lebih besar daripada nilai t-
tabelnya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y mempengaruhi variabel
X.
Tabel 4.7
Hasil Estimasi VAR
Vector Autoregression Estimates
Date: 07/01/13 Time: 22:54
Sample (adjusted): 3 36
Included observations: 34 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DISSI DSBIS DJUB DISSI(-1) 0.386896 0.391124 0.014660
(0.18078) (1.63226) (0.05104)
[ 2.14014] [ 0.23962] [ 0.28725]
DSBIS(-1) 0.013017 0.282116 -0.000788
(0.01948) (0.17587) (0.00550)
[ 0.66832] [ 1.69415] [-0.14329]
DJUB(-1) 1.157348 1.271791 0.955256
(0.37792) (3.41228) (0.10669)
[ 3.06238] [ 0.37271] [ 8.95344]
C -28.40824 -32.94690 1.312901
(9.60626) (86.7347) (2.71193)
[-2.95726] [-0.37986] [ 0.48412]
Sumber: Lampiran 13
Berdasarkan hasil kausalitas Granger pada langkah sebelumnya
dan didapat bahwa variabel X yaitu inflasi tidak memiliki pengaruh
dengan variabel Y yaitu ISSI, maka dalam pengujian ini dan pengujian
67
selanjutnya variabel inflasi tidak lagi dimasukan atau tidak lagi diteliti.
Berdasarkan dengan hasil tabel 4.7 diatas tentang hasil estimasi VAR,
dapat diketahui bersama bahwa variabel SBIS mempengaruhi variabel
ISSI, hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan nilai t-statistic
hasil estimasi variabel inflasi yang bernilai 1.69415 yang berarti lebih
besar dengan nilai t-tabelnya yang bernilai 1.684. Begitu juga dari hasil
estimasi diatas variabel JUB juga mempengaruhi variabel ISSI, hal ini
dapat dibuktikan juga dengan melihat serta membandingkan nilai t-
statistic hasil estimasi yang bernilai 8.95344 yang berarti lebih besar dari
nilai t-tabelnya yang bernilai 1.684.
6. Impulse Response Function
Setelah dilakukan uji kausalitas Granger, langkah selanjutnya
adalah melakukan uji Impulse Response Function (IRF), uji IRF ini
berfungsi untuk menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari
kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel lain. Jadi,
lamanya pengaruh dari shock suaru variabel terhadap variabel lain sampai
pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat
(Ajija Shochrul R., 2011:168).
68
Gambar 4.5
Impulse Response Function
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DISSI
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DSBIS
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DJUB
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DISSI
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DSBIS
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DJUB
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DISSI
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DSBIS
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DJUB
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Sumber: Lampiran 14
Gambar diatas adalah hasil dari IRF antara variabel ISSI, SBIS,
dan JUB. Pada baris pertama kolom kedua menunjukkan respons DISSI
terhadap DSBIS dapat dilihat bahwa pada periode kedua DISSI
memberikan guncangan shock terhadap DSBIS hingga mencapai
kestabilannya setelah periode kedua hingga seterusnya sampai pada
periode kesepuluh. Selanjutnya pada baris ketiga kolom pertama
menunjukkan respons antara variabel DJUB terhadap variabel DISSI yang
dimana variabel DJUB disini sebagaimana yang juga terlihat dalam
gambar memberikan response yang cenderung stabil selama periode
pertama sampai periode kesepuluh.
69
Berdasarkan Tabel 4.6 tentang pengaruh inflasi dan SBIS yang
direspon oleh ISSI serta penjelesan yang telah dijabarkan diatas, maka
dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
Tabel 4.8
Ringkasan Tabel Impulse Response Function
Respon ISSI
Kejutan ISSI Positif dan Tidak Stabil
Kejutan SBIS Positif dan Stabil
Kejutan JUB Positif dan Stabil
7. Variance Decomposition
Variance Decomposition atau yang biasa disebut juga forecast
error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR
yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi
menjadi komponen – komponen shock atau menjadi variabel innovation,
dengan asumsi bahwa variabel – variabel innovation tidak saling
berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan
informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah
variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode
yang akan datang.
70
Tabel 4.9
Variance Decomposition
Variance Decomposition of DISSI:
Period S.E. DISSI DSBIS DJUB
1 0.056998 100.0000 0.000000 0.000000
2 0.066617 91.75771 1.721005 6.521283
3 0.073408 82.47123 2.276331 15.25244
4 0.079330 74.62056 2.299539 23.07990
5 0.084685 68.40388 2.189612 29.40651
6 0.089572 63.51752 2.064237 34.41824
7 0.094059 59.63212 1.951640 38.41624
8 0.098198 56.49013 1.856046 41.65382
9 0.102036 53.90557 1.775762 44.31867
10 0.105608 51.74615 1.708076 46.54577
Sumber: Lampiran 15
Berdasarkan tabel 4.7 diatas tentang variance decomposition dan
variabel apa saja yang mempengaruhi DISSI dapat dilihat bahwa pada
periode pertama variabel DISSI dipengaruhi oleh variabelnya sendiri
yaitu sebesar 100%. Pada periode – periode selanjutnya sampai dengan
periode 10 dapat dilihat bahwa variabel DSBIS memberikan
pengaruhnya sebesar 1.72% pada periode kedua dan terus meningkatkan
pengaruhnya terhadap variabel DISSI sampai dengan periode kelima.
Selanjutnya setelah periode kelima sampai dengan periode kesepuluh
pengaruh variabel DSBIS terhadap DISSI selalu mengalami penurunan
sampai pada periode kesepuluh yang dimana pengaruh variabel DSBIS
hanya sebesar 1.70% terhadap variabel DISSI.
71
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi variabel DISSI adalah
variabel DJUB. Sama seperti variabel DSBIS, variabel DJUB juga baru
memberikan pengaruhnya terhadap variabel DISSI pada periode kedua
yaitu sebesar 6.52%, namun yang membedakannya dengan variabel
DSBIS adalah variabel DJUB ini selalu mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dalam hal mempengaruhi variabel DISSI sampai dengan
periode kesepuluh. Tercatat pada periode kesepuluh variabel DJUB
mempengaruhi variabel DISSI sebesar 46.54%. Hal ini berarti antara
variabel DSBIS dan variabel DJUB yang paling besar pengaruhnya
terhadap variabel DISSI dalah variabel DJUB.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada bab
IV dengan menggunakan alat analisis VAR dan mengacu kepada ketiga
hipotesis yang penulis nyatakan didalam bab III, maka pada penelitian ini
dapat dtarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji kausalitas Granger hanya variabel SBIS dan variabel JUB
yang memiliki hubungan kausalitas dengan variabel ISSI, dan variabel
inflasi tidak memilik hubungan kausalitas dengan variabel ISSI, maka
variabel inflasi dikeluarkan dari penelitian ini. Berdasarkan hal ini maka
untuk hipotesis pertama diterima karena sekurang – kurangnya terdapat
dua variabel yang memiliki hubungan kausalitas antara inflasi, SBIS, dan
JUB terhadap variabel ISSI.
2. Pada variabel SBIS memiliki pola dinamis yang cukup besar dibandingkan
dengan variabel lainnya terhadap variabel ISSI. Dengan demikian maka
untuk hipotesis kedua diterima karena sekurang – kurangnya terdapat satu
buah variabel yang memiliki pola dinamis yang besar antara variabel
inflasi, SBIS, dan JUB tehadap variabel ISSI.
3. Berdasarkan uji analisis variance decomposition, variabel JUB memiliki
guncangan (shocks) yang palin besar dibandingkan dengan variabel
lainnya terhadap variabel ISSI. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji variance
decomposition untuk variabel ISSI mempengaruhi variabelnya sendiri
73
pada periode pertama sebesar 100% sampai dengan periode sepeluh
menurun menjadi 51,7%. Selanjutnya untuk variabel JUB mempengaruhi
pada periode pertama sebesar 0% kemudian selalu meningkat hingga pada
periode sepuluh menjadi 46,5%. Dengan demikian maka pada hipotesis
ketiga dapat diterima karena sekurang – kurangnya terdapat satu buah
variabel yang memberikan guncangan (shock) antara variabel inflasi,
SBIS, dan JUB terhadap variabel ISSI pada periode
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari penilitian ini, maka saran
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bank Indonesia sebagai penggerak utama moneter di Indonesia diharapkan
mampu mejaga kestabilan tingkat SBIS dan jumlah uang beredar di
masyarakat setiap periodenya dengan cara tidak melakukan pengawasan
terhadap jumlah uang beredar di Indonesia dengan melakukan lelang
SBIS sehingga jumlah uang beredar yang ada di masyarakat dapat
dikendalikan. OJK juga diharapkan dapat memberikan stimulus terhadap
pasar modal syariah dan tidak hanya sekedar mengawasi namun juga ikut
mengembangkan pasar modal syariah yang akhirnya dapat mengundang
para investor untuk lebih memilih indeks syariah daripada indeks
konvensional. Selain untuk meningkatkan para investor di pasar modal
syariah cara ini juga diharapkan dapat efektif untuk mengendaliakan
jumlah uang beredar di masyarakat karena dapat menyerap uang yang ada
74
di masyarakat karena msyarakat menggunakan uangnya untuk
berinvestasi pada pasar modal syariah.
2. Diharapkan kedepannya SBIS dan JUB dapat berpengaruh lebih besar lagi
untuk dapat menumbuhkan indeks syariah ini. Kerjasama yang optimal
antara Bank Indonesia sebagai pengendali moneter di Indonesia dengan
OJK sebagai pengawasa lembaga – lembaga syariah juga diharapkan
mampu meningkatkan pertumbuhan ISSI kedepannya.
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian
ini dengan menambah variabel ekonomi lainnya misalkan ekonomi mikro,
kebijakan fiskal, dsb. Hal ini guna untuk melihat pengaruh ISSI secara
keseluruhan terhadap variabel – variabel yang ada didalan ekonomi.
75
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R dkk. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat.
2011
Amalia, Fitri. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Ekonomi Makro. Jakarta. 2010
Badan Pusat Statistik. Jumlah Uang Beredar dalam miliar Rupiah Tahun Bulanan
2003 – 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Bank Indonesia. Data Inflasi Bulanan 2003 – 2013. Jakarta: Bank Indonesia
_____________. Outstanding Sertifikat Bank Indonesia Syariah Bulanan 2008 –
2013. Jakarta: Bank Indonesia
____________. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Bank
Indonesia
____________. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Bank
Indonesia
BAPPEPAM-LK, Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia Bulanan 2010 – 2013.
Jakarta: BAPPEPAM-LK
Bursa Efek Indonesia, Table Trading by Industry Bulanan 2010.9 – 2013.4.
Jakarta: Bursa Efek Indonesia
Dulio, Eugene A. Uang dan Bank. Alih Bahasa: Ir. Burhanuddin Abdullah. PT
Gelora Aksara Pratama. Jakarta: 1998
Fakhruddin, M. Sopian. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2001
Fakhruddin, M dan Hadianto M. Perangkat dan Model Analisis Investasi Di
Pasar Modal. PT Gramedia Pustaka Utma. Jakarta: 2001
Fatmawati, Sri Wulan dan Irfan Syauqi Beik. “Pengaruh Makroekonomi dan
Pasar Saham Syariah Internasional Terhadap JII”. Dalam Republika 27 Juni
2013
Gani, R.A dan Mahmudah Fitriyah Z.A. Disiplin Berbahasa Indonesia. Jakarta:
FITK PRESS. 2011
Hamid, Abdul. Pedoman Penulisan Skripsi FEB 2012. FEB UIN PRESS. Jakarta:
76
2012
___________. Pasar Modal Syariah. Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Jakarta:
2009
Hartono, Jogiyanto. Teori Portofolio dan Anlasis Investasi. BPFE Yogyakarta.
Yoygakarta: 1998
Judisseno, Rimsky K. Sistem Moneter dan Perbankan Di Indonesia. PT.
Garamedia Pustaka Utama. Jakarta: 2005
Murhadi, Werner R. Analisis Saham Pendekatan Fundamental. PT. Indeks.
Jakarta: 2009
Nazwar, Chairul. “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return
Saham Syariah Di Indonesia” dalam Wahan Hijau Jurnal Perencanaan &
Pengembangan Wilayah Vol. 4, No. 1, Agustus 2008
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009 –
2010. Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009
Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP
YKPN. Yogyakarta: 1996
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana. Jakrta: 2009
Sukirno, Sdono. Makro Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2004
Syahrir. Analisis Bursa Efek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 1995
Widarjono, Agus. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisia.
Yogyakarta: 2009
Yuliadi, Imamudin. Ekonomi Moneter. Indeks. Jakarta: 2008
77
Lampiran 1
TAHUN ISSI INFLASI SBIS JUB
Mei-10 1084853495 4,16 1,535E+12 2,14323E+15
Jun-10 1132404715 5,02 1,445E+12 2,23114E+15
Jul-10 1201041146 6,22 5,55E+11 2,21759E+15
Agust-10 1194771973 6,44 7,15E+11 2,23646E+15
Sep-10 1348157169 5,80 7,55E+11 2,27496E+15
Okt-10 1435420954 5,67 1,776E+12 2,30885E+15
Nop-10 1267223630 6,33 2,401E+12 2,34781E+15
Des-10 1463811596 6,96 2,997E+12 2,47121E+15
Jan-11 1348154094 7,02 3,296E+12 2,43668E+15
Feb-11 1415601686 6,84 3,226E+12 2,42019E+15
Mar-11 1442557714 6,65 3,376E+12 2,45136E+15
Apr-11 1497794819 6,16 3,701E+12 2,43448E+15
Mei-11 1512915230 5,98 3,271E+12 2,47529E+15
Jun-11 1700908080 5,54 3,042E+12 2,52278E+15
Jul-11 1820928310 4,61 1,604E+12 2,56456E+15
Agust-11 1703475100 4,79 1,819E+12 2,62135E+15
Sep-11 1585367940 4,61 1,989E+12 2,64333E+15
Okt-11 1683693280 4,42 2,574E+12 2,67721E+15
Nop-11 1680832980 4,15 3,144E+12 2,72954E+15
Des-11 1968091370 3,79 3,476E+12 2,87722E+15
Jan-12 2056615180 3,65 3,799E+12 2,85498E+15
Feb-12 2101349530 3,56 3,806E+12 2,8498E+15
Mar-12 2184589600 3,97 3,567E+12 2,91192E+15
Apr-12 2205923140 4,50 3,155E+12 2,92726E+15
Mei-12 2019080030 4,45 3,16E+12 2,99206E+15
Jun-12 2243172020 4,53 3,155E+12 3,05036E+15
Jul-12 2356326080 4,56 2,662E+12 3,05484E+15
Agust-12 2346810540 4,58 2,372E+12 3,08901E+15
Sep-12 2486873610 4,31 2,495E+12 3,12553E+15
Okt-12 2555085730 4,61 2,382E+12 3,16173E+15
Nop-12 2491195850 4,32 2,763E+12 3,20513E+15
Des-12 2451334370 4,30 3,455E+12 3,30465E+15
Jan-13 2503227790 4,57 3,97E+12 3,26587E+15
Feb-13 2676295370 5,31 4,595E+12 3,27743E+15
Mar-13 2763653980 5,90 4,855E+12 3,31947E+15
Apr-13 2837700260 5,57 4,958E+12 3,36412E+15
78
Lampiran 2
TAHUN LN_ISSI INFLASI LN_SBIS LN_JUB
Mei-10 20,80 4,16 28,06 35,30
Jun-10 20,85 5,02 28,00 35,34
Jul-10 20,91 6,22 27,04 35,34
Agust-10 20,90 6,44 27,30 35,34
Sep-10 21,02 5,80 27,35 35,36
Okt-10 21,08 5,67 28,21 35,38
Nop-10 20,96 6,33 28,51 35,39
Des-10 21,10 6,96 28,73 35,44
Jan-11 21,02 7,02 28,82 35,43
Feb-11 21,07 6,84 28,80 35,42
Mar-11 21,09 6,65 28,85 35,44
Apr-11 21,13 6,16 28,94 35,43
Mei-11 21,14 5,98 28,82 35,45
Jun-11 21,25 5,54 28,74 35,46
Jul-11 21,32 4,61 28,10 35,48
Agust-11 21,26 4,79 28,23 35,50
Sep-11 21,18 4,61 28,32 35,51
Okt-11 21,24 4,42 28,58 35,52
Nop-11 21,24 4,15 28,78 35,54
Des-11 21,40 3,79 28,88 35,60
Jan-12 21,44 3,65 28,97 35,59
Feb-12 21,47 3,56 28,97 35,59
Mar-12 21,50 3,97 28,90 35,61
Apr-12 21,51 4,50 28,78 35,61
Mei-12 21,43 4,45 28,78 35,63
Jun-12 21,53 4,53 28,78 35,65
Jul-12 21,58 4,56 28,61 35,66
Agust-12 21,58 4,58 28,49 35,67
Sep-12 21,63 4,31 28,55 35,68
Okt-12 21,66 4,61 28,50 35,69
Nop-12 21,64 4,32 28,65 35,70
Des-12 21,62 4,30 28,87 35,73
Jan-13 21,64 4,57 29,01 35,72
Feb-13 21,71 5,31 29,16 35,73
Mar-13 21,74 5,90 29,21 35,74
Apr-13 21,77 5,90 29,23 35,75
79
Lampiran 3
Null Hypothesis: ISSI has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.403715 0.0067
Test critical values: 1% level -4.243644
5% level -3.544284
10% level -3.204699 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(ISSI)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:37
Sample (adjusted): 2 36
Included observations: 35 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ISSI(-1) -0.740446 0.168141 -4.403715 0.0001
C 15.45530 3.502089 4.413164 0.0001
@TREND(1) 0.019288 0.004537 4.251310 0.0002 R-squared 0.379024 Mean dependent var 0.027473
Adjusted R-squared 0.340213 S.D. dependent var 0.063771
S.E. of regression 0.051800 Akaike info criterion -3.001054
Sum squared resid 0.085862 Schwarz criterion -2.867739
Log likelihood 55.51845 Hannan-Quinn criter. -2.955034
F-statistic 9.765887 Durbin-Watson stat 1.970312
Prob(F-statistic) 0.000489
80
Lampiran 4
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.937932 0.6136
Test critical values: 1% level -4.243644
5% level -3.544284
10% level -3.204699 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:36
Sample (adjusted): 2 36
Included observations: 35 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI(-1) -0.169872 0.087656 -1.937932 0.0615
C 1.110299 0.550879 2.015503 0.0523
@TREND(1) -0.011374 0.008690 -1.308807 0.1999 R-squared 0.107772 Mean dependent var 0.040286
Adjusted R-squared 0.052008 S.D. dependent var 0.452070
S.E. of regression 0.440158 Akaike info criterion 1.278450
Sum squared resid 6.199644 Schwarz criterion 1.411765
Log likelihood -19.37287 Hannan-Quinn criter. 1.324470
F-statistic 1.932634 Durbin-Watson stat 1.033696
Prob(F-statistic) 0.161293
81
Lampiran 5
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.232111 0.0103
Test critical values: 1% level -4.243644
5% level -3.544284
10% level -3.204699 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(SBIS)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:38
Sample (adjusted): 2 36
Included observations: 35 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SBIS(-1) -0.717509 0.169539 -4.232111 0.0002
C 20.08136 4.740756 4.235898 0.0002
@TREND(1) 0.026917 0.010483 2.567742 0.0151 R-squared 0.358859 Mean dependent var 0.033499
Adjusted R-squared 0.318787 S.D. dependent var 0.604869
S.E. of regression 0.499232 Akaike info criterion 1.530325
Sum squared resid 7.975445 Schwarz criterion 1.663641
Log likelihood -23.78069 Hannan-Quinn criter. 1.576346
F-statistic 8.955497 Durbin-Watson stat 2.025814
Prob(F-statistic) 0.000815
82
Lampiran 6
Null Hypothesis: JUB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.394340 0.0685
Test critical values: 1% level -4.243644
5% level -3.544284
10% level -3.204699 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JUB)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:38
Sample (adjusted): 2 36
Included observations: 35 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. JUB(-1) -0.537980 0.158493 -3.394340 0.0019
C 19.00490 5.594507 3.397065 0.0018
@TREND(1) 0.006906 0.002085 3.311337 0.0023 R-squared 0.270426 Mean dependent var 0.012881
Adjusted R-squared 0.224827 S.D. dependent var 0.015315
S.E. of regression 0.013484 Akaike info criterion -5.692775
Sum squared resid 0.005818 Schwarz criterion -5.559459
Log likelihood 102.6236 Hannan-Quinn criter. -5.646754
F-statistic 5.930602 Durbin-Watson stat 1.778715
Prob(F-statistic) 0.006443
83
Lampiran 7
Null Hypothesis: D(ISSI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.914150 0.0002
Test critical values: 1% level -4.296729
5% level -3.568379
10% level -3.218382 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(ISSI,2)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:46
Sample (adjusted): 7 36
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ISSI(-1)) -3.418401 0.578004 -5.914150 0.0000
D(ISSI(-1),2) 1.807458 0.483857 3.735523 0.0011
D(ISSI(-2),2) 1.420767 0.391180 3.632001 0.0014
D(ISSI(-3),2) 1.036483 0.284951 3.637402 0.0014
D(ISSI(-4),2) 0.496403 0.166996 2.972544 0.0068
C 0.089804 0.031847 2.819845 0.0097
@TREND(1) -0.000244 0.001161 -0.210409 0.8352 R-squared 0.801947 Mean dependent var -0.001209
Adjusted R-squared 0.750280 S.D. dependent var 0.107756
S.E. of regression 0.053848 Akaike info criterion -2.804355
Sum squared resid 0.066690 Schwarz criterion -2.477409
Log likelihood 49.06533 Hannan-Quinn criter. -2.699762
F-statistic 15.52171 Durbin-Watson stat 1.918745
Prob(F-statistic) 0.000000
84
Lampiran 8
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.824355 0.0273
Test critical values: 1% level -4.252879
5% level -3.548490
10% level -3.207094 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI,2)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:47
Sample (adjusted): 3 36
Included observations: 34 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INFLASI(-1)) -0.597038 0.156115 -3.824355 0.0006
C -0.041381 0.149416 -0.276954 0.7837
@TREND(1) 0.001997 0.007120 0.280401 0.7810 R-squared 0.322251 Mean dependent var -0.035000
Adjusted R-squared 0.278525 S.D. dependent var 0.479484
S.E. of regression 0.407272 Akaike info criterion 1.125425
Sum squared resid 5.141979 Schwarz criterion 1.260104
Log likelihood -16.13223 Hannan-Quinn criter. 1.171355
F-statistic 7.369827 Durbin-Watson stat 1.804804
Prob(F-statistic) 0.002408
85
Lampiran 9
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.398113 0.0000
Test critical values: 1% level -4.252879
5% level -3.548490
10% level -3.207094 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(SBIS,2)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:47
Sample (adjusted): 3 36
Included observations: 34 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(SBIS(-1)) -1.388962 0.165390 -8.398113 0.0000
C 0.054710 0.213583 0.256154 0.7995
@TREND(1) -0.000285 0.010197 -0.027966 0.9779 R-squared 0.694676 Mean dependent var 0.002395
Adjusted R-squared 0.674977 S.D. dependent var 1.023169
S.E. of regression 0.583316 Akaike info criterion 1.843923
Sum squared resid 10.54799 Schwarz criterion 1.978602
Log likelihood -28.34669 Hannan-Quinn criter. 1.889852
F-statistic 35.26571 Durbin-Watson stat 2.028208
86
Lampiran 10
Null Hypothesis: D(JUB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.112386 0.0000
Test critical values: 1% level -4.252879
5% level -3.548490
10% level -3.207094 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JUB,2)
Method: Least Squares
Date: 06/30/13 Time: 23:48
Sample (adjusted): 3 36
Included observations: 34 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(JUB(-1)) -1.194211 0.167906 -7.112386 0.0000
C 0.015054 0.006058 2.485022 0.0186
@TREND(1) -2.58E-05 0.000262 -0.098301 0.9223 R-squared 0.621538 Mean dependent var -0.000789
Adjusted R-squared 0.597121 S.D. dependent var 0.023520
S.E. of regression 0.014929 Akaike info criterion -5.486989
Sum squared resid 0.006909 Schwarz criterion -5.352310
Log likelihood 96.27880 Hannan-Quinn criter. -5.441059
F-statistic 25.45524 Durbin-Watson stat 1.983823
Prob(F-statistic) 0.000000
87
Lampiran 11
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: ISSI INFLASI SBIS JUB
Exogenous variables: C
Date: 07/06/13 Time: 10:33
Sample: 1 36
Included observations: 33 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 10.87841 NA 7.75e-06 -0.416873 -0.235478 -0.355839
1 114.6325 176.0676* 3.83e-08* -5.735306* -4.828332* -5.430137*
2 124.3632 14.15365 5.87e-08 -5.355344 -3.722790 -4.806040
3 143.3039 22.95848 5.56e-08 -5.533571 -3.175438 -4.740131 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
88
Lampiran 12
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/30/13 Time: 23:48
Sample: 1 36
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLASI does not Granger Cause ISSI 35 0.17309 0.6802
ISSI does not Granger Cause INFLASI 1.73217 0.1975 SBIS does not Granger Cause ISSI 35 1.53772 0.2240
ISSI does not Granger Cause SBIS 6.55896 0.0154 JUB does not Granger Cause ISSI 35 11.2834 0.0020
ISSI does not Granger Cause JUB 0.10692 0.7458 SBIS does not Granger Cause INFLASI 35 1.18018 0.2854
INFLASI does not Granger Cause SBIS 0.19324 0.6632 JUB does not Granger Cause INFLASI 35 1.35535 0.2530
INFLASI does not Granger Cause JUB 2.26663 0.1420 JUB does not Granger Cause SBIS 35 6.66526 0.0146
SBIS does not Granger Cause JUB 0.02885 0.8662
89
Lampiran 13
Vector Autoregression Estimates
Date: 07/01/13 Time: 00:02
Sample (adjusted): 3 36
Included observations: 34 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DISSI DSBIS DJUB DISSI(-1) 0.386896 0.391124 0.014660
(0.18078) (1.63226) (0.05104)
[ 2.14014] [ 0.23962] [ 0.28725]
DSBIS(-1) 0.013017 0.282116 -0.000788
(0.01948) (0.17587) (0.00550)
[ 0.66832] [ 1.60415] [-0.14329]
DJUB(-1) 1.157348 1.271791 0.955256
(0.37792) (3.41228) (0.10669)
[ 3.06238] [ 0.37271] [ 8.95344]
C -28.40824 -32.94690 1.312901
(9.60626) (86.7347) (2.71193)
[-2.95726] [-0.37986] [ 0.48412] R-squared 0.958382 0.403910 0.986190
Adj. R-squared 0.954220 0.344301 0.984809
Sum sq. resids 0.097462 7.945349 0.007768
S.E. equation 0.056998 0.514631 0.016091
F-statistic 230.2817 6.775997 714.1287
Log likelihood 51.28519 -23.52976 94.28683
Akaike AIC -2.781482 1.619397 -5.310990
Schwarz SC -2.601910 1.798969 -5.131418
Mean dependent 21.31943 28.63255 35.54033
S.D. dependent 0.266392 0.635541 0.130555 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.84E-07
Determinant resid covariance 1.27E-07
Log likelihood 125.2772
Akaike information criterion -6.663362
Schwarz criterion -6.124646
90
Lampiran 14
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DISSI
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DSBIS
.00
.01
.02
.03
.04
.05
.06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DISSI to DJUB
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DISSI
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DSBIS
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBIS to DJUB
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DISSI
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DSBIS
.000
.004
.008
.012
.016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DJUB
Response to Cholesky One S.D. Innovations
91
Lampiran 15
Variance
Decomposition of DISSI:
Period S.E. DISSI DSBIS DJUB 1 0.056998 100.0000 0.000000 0.000000
2 0.066617 91.75771 1.721005 6.521283
3 0.073408 82.47123 2.276331 15.25244
4 0.079330 74.62056 2.299539 23.07990
5 0.084685 68.40388 2.189612 29.40651
6 0.089572 63.51752 2.064237 34.41824
7 0.094059 59.63212 1.951640 38.41624
8 0.098198 56.49013 1.856046 41.65382
9 0.102036 53.90557 1.775762 44.31867
10 0.105608 51.74615 1.708076 46.54577 Variance
Decomposition of DSBIS:
Period S.E. DISSI DSBIS DJUB 1 0.514631 0.929841 99.07016 0.000000
2 0.535730 0.950636 98.92760 0.121764
3 0.539128 1.146629 98.42791 0.425460
4 0.541033 1.325130 97.83902 0.835850
5 0.542766 1.475451 97.23892 1.285629
6 0.544437 1.607739 96.65252 1.739739
7 0.546052 1.728877 96.08794 2.183185
8 0.547608 1.842315 95.54729 2.610396
9 0.549108 1.949705 95.03052 3.019771
10 0.550551 2.051887 94.53683 3.411287 Variance
Decomposition of DJUB:
Period S.E. DISSI DSBIS DJUB 1 0.016091 15.31481 1.237156 83.44804
2 0.022478 17.24366 0.971591 81.78474
3 0.027239 18.32687 0.875632 80.79750
4 0.031145 18.98380 0.835217 80.18098
5 0.034495 19.41145 0.815389 79.77316
6 0.037445 19.70700 0.804064 79.48893
7 0.040086 19.92151 0.796715 79.28177
8 0.042479 20.08349 0.791483 79.12503
9 0.044667 20.20978 0.787519 79.00270
10 0.046681 20.31084 0.784389 78.90477 Cholesky Ordering:
DISSI DSBIS DJUB