skripsi diajukan untuk memenuhi pers yarat an memperoleh...

115
ANALISIS YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FAJAR WULANDARI 11140480000044 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2018M

Upload: lexuyen

Post on 01-Jul-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FAJAR WULANDARI

11140480000044

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2018M

Page 2: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

i

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FAJAR WULANDARI

11140480000044

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2018M

Page 3: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO
Page 4: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO
Page 5: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO
Page 6: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

ABSTRAK

Fajar Wulandari NIM 11140480000044. “ANALISIS YURIDIS

TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

338/Pdt.G/2016/PN.Jkt. Sel)” Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. lx

+ 80 halaman. Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai klausula baku dalam

perjanjian Pembiayaan Konsumen Berdasarkan Peraturan Perundangan-undangan yanga berlaku dimana mengatur adanya ketentuan pencantuman klausula baku.

Skripsi ini membahas Secara singkat bahwa kasus tersebut memperlihatkan

tentang bagaimana klausula baku yang dicantumkan dalam perjanjian pembiayaan

konsumen PT. Toyota Astra Financial Services diangggap batal demi hukum oleh

pengadilan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Membahas

bagaimanakah KUH Perdata dan UUPK melihat Klausula baku sebagai suatu

perjanjian ataupun unsur perjanjian, dan dalam perjanjian pembiayaan konsumen

yang dibuat secara baku pada PT. Toyota Astra Financial Services apakah

mengandung klausul eksonerasi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini melakukan pengkajian terhadap

peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal (library research) yang

berhubungan dengan skripsi ini selanjutnya melihat kenyataan melalui Putusan

Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada suatu

perjanjian baku yang mengandung klausula eksenorasi yang merupakan salah satu

bentuk klausula baku yang dilarang oleh Undang-Undang.

Kata Kunci : Perjanjian Baku, Perlindungan Konsumen, Klausula Eksenorasi

Pembimbing : Dra. Ipah Parihah, M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 Sampai 2016

v

Page 7: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpah rahmat dan hidayah-Nya.

Shalawat Serta salam senantiasa tercurahkan kepada bagina Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa umatanya dari masa kegelapan ke masa terang

benderang seperti saat ini. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel)”.

Penyusun skripsi ini adalah salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana

Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

baik dari segi moril maupun materil. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan

ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan

skripsi ini.

3. Dra. Ipah Parihah, M.Hum. Pembimbing Skripsi yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam memberikan

bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada

peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah S.W.T senantiasa

membalas jasa-jasa serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah.

vi

Page 8: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

5. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Kepala Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Mukhlis dan Ibunda Kasmawati

Kakakku Selvina Listyawati, adikku Muhammad Afriyaldo, serta anggota

keluarga peneliti lainnya yang telah tulus dan tiada henti mendoakan agar

peneliti dapat menyelesaikan pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan

Tinggi dan telah memberikan bantuan, semangat, serta dukungan baik dari

segi materiil maupun moril agar skripsi ini dapat berjalan dengan lancar

hingga selesai.

7. Terimakasih juga kepada kawan-kawan angkatan 2014 Ilmu Hukum,

khususnya Sahabat KUSEM yaitu Nurul Fazriani Agustin, Halida Maizura,

Anisa Novitasari, Dian Nur Rizkiani, Muslimah, Zul Amirul Haq, Martunis,

Iqra Fadhila, Nauval Fathu Dzulfikar, dll yang telah berjuang sama-sama,

saling membantu dan mendukung selama perkuliahan serta dalam penulisan

skripsi ini.

8. Terimakasih kepada sahabat-sahabat peneliti terutama Indah Khoirunnisa,

Sarah Humairah, dan Rahmatunnazila yang telah memeberikan semangat, doa,

dan dukungan selama penulisan skripsi ini. Dan semua pihak yang telah

memberikan semangat dan dukungan serta membantu peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun bagi para

pembaca khususnya dibidang hukum bisnis.

Jakarta, 08 Januari 2019

Fajar Wulandari

vii

Page 9: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

D. Metode Penelitian........................................................................ 8

E. Sistematika Penulisan ................................................................. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 13

A. Kerangaka Konseptual ................................................................ 13

1. Pengertian Perjanjian ......................................................... 13

2. Perjanjian Baku .................................................................. 16

3. Klausula Eksenorasi dalam Perjanjian Baku...................... 20

4. Larangan Pencantuma Klausula Eksenorasi ...................... 23

5. Peraturan Mengenai Klausula Eksenorasi .......................... 26

B. Kerangka Teori......................................................................... 27

1. Teori Hukum Perjanjian ..................................................... 27

2. Teori Perlindungan Hukum ................................................ 30

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu....................................... 32

BAB III PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. TOYOTA ASTRA

FINANCIAL SERVICES ............................................................ 35

viii

Page 10: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

A. Profil PT. Toyoya Astra Financial Services ........................................ 35

1. Sejarah PT. Toyoya Astra Financial Services .................................. 35

2. Visi dan misi ............................................................................................... 37

3. Merek (Brand) PT. Toyota Astra Financial Services ..................... 37

4. Struktur organisasi PT. Toyota Astra Financial Services ............ 37

B. Lembaga Pembiayaan Konsumen .......................................................... 38

C. Duduk Perkara .............................................................................................. 46

BAB IV ANALISIS KLAUSULA-KLAUSULA BAKU DALAM

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ANTARA PT.

TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES DENGAN H.M.

SOLEH ................................................................................................................. 50

A. Pertimbangan Hukum Hakim dan Putusan Pengadilan ................... 50

B. Klausula Eksenorasi dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-

Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pembiayaan . 55

C. Analisis ........................................................................................................... 59

BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 76

A. Kesimpulan ................................................................................................... 76

B. Rekomendasi ................................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 79

LAMPIRAN ............................................................................................................................ 82

A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

ix

Page 11: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1: Merek (Brand) PT. Toyota Astra Financial Services .......................... 37

Gambar 1.2: Struktur organisasi PT. Toyota Astra Financial Services .................. 38

x

Page 12: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Era Globalisasi sekarang ini Indonesia sedang giat-giatnya

melakukan pembangunan di segala bidang, baik di bidang ekonomi, sosial,

budaya dan politik. Pembangunan ini dimaksudkan untuk mengejar

ketinggalan dari negara-negara maju. Untuk itu diperlukan peran serta

Pemerintah dalam mendukung sepenuhnya perkembangan bidang usaha

pembiayaan dengan memberikan berbagai fasilitas serta berusaha melibatkan

bidang usaha ini dalam berbagai kegiatan pembangunan yang sedang

digalakkan. Selain itu peran serta masyarakat juga sangat penting demi

terlaksananya pembangunan ekonomi yang diharapkan dapat memberi

pengaruh yang besar, terutama pihak swasta.

Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satu

indikatornya adalah laju pertumbuhan pendapatan, agar laju pertumbuhan

pendapatan dapat ditingkatkan maka investasi mempunyai arti penting.

Ketersediaan dana untuk investasi secara formal tersalurkan melalui lembaga

perantara finansial (lembaga keuangan), baik bank maupun lembaga-lembaga

keuangan bukan bank lainnya. Untuk memperoleh pembiayaan dana dan

peralatan modal maka terdapat suatu lembaga untuk memenuhi kebutuhan

tersebut yaitu lembaga Pembiayaan yang dapat dilakukan oleh:1

1. Bank,

2. Lembaga Keuangan Bukan Bank,

3. Perusahaan Pembiayaan.

Lembaga Pembiayaan melakukan kegiatan usaha yang meliputi bidang

usaha :2

1 Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 2004), h. 8

2 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1995), h. 3

Page 13: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

2

a. Sewa Guna Usaha (leasing),

b. Modal Ventura,

c. Perdagangan Surat Berharga,

d. Anjak Piutang,

e. Usaha Kartu Kredit,

f. Pembiayaan Konsumen.

Salah satu bidang usaha dari lembaga pembiayaan yang berkembang pesat

saat ini adalah usaha pembiayaan konsumen. Didalam usaha ini perusahaan

pembiayaan melakukan usaha-usaha dalam pembiayaan kredit barang

konsumsi. Hal utama yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan tersebut

adalah mengikat konsumen yang akan mengajukan kredit konsumsi dengan

suatu perjanjian.

Penjualan secara kredit dalam pembiayaan konsumen disini mengandung

arti bahwa pihak konsumen mengajukan permohonan kredit pada pihak

perusahaan pembiayaan konsumen untuk memberikan sejumlah uang kepada

penyedia barang (supplier) guna pembelian barang, sementara itu penerima

barang (konsumen) berkewajiban untuk mengembalikan uang tersebut kepada

perusahaan pembiayaan konsumen secara berkala atau angsuran.

Dalam pembiayaan konsumen tidak mengharuskan penyerahan agunan

sebagai jaminan melainkan hanya barang yang dibiayai itulah yang langsung

dibebani dengan jaminan fidusia, sehingga konsumen tetap menguasai obyek

pembiayaan dan mengambil manfaat dari obyek pembiayaan barang tersebut.

Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan

untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem

pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.3

Dalam perjanjian pembiayaan konsumen, perjanjian yang digunakan

adalah perjanjian baku. Artinya perusahaan telah menentukan isi perjanjian,

syarat, ketentuan termasuk hak dan kewajiban para pihak, sehingga tidak

disediakan kesempatan bagi konsumen untuk mendiskusikan isi dari

perjanjiannya. Konsumen hanya diberikan pilihan untuk menyetujui isi

3 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 2

Page 14: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

3

perjanjian atau tidak menyetujui. Penandatangananlah yang menjadi tanda

disepakatinya isi perjanjian.

Perikatan diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUH Perdata). Diawali dengan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang

menyatakan bahwa: "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetetujan,

maupun karena undang-undang", ditegaskan bahwa setiap kewajiban perdata

dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak terkait dalam perikatan

yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun karena ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan dernikian, perikatan

berarti hubungan hukum antara dua atau lebih orang dalam bidang/lapangan

harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam

hubungan hukum tersebut.4 KUH Perdata, menganut asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian

hukum), asas itikad baik, dan asas kepribadian.

Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang universal, artinya dianut oleh

hukum kontrak di semua negara pada umumnya. Asas kebebasan berkontrak

dapat diketahui dari ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH

Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” yang memuat

ketentuan-ketentuan normatif, yaitu:

1) Semua kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya,

2) Kontrak itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah

pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan

cukup untuk itu,

3) Kontrak-kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Kebebasan berkontrak disini bukan lagi kebebasan mutlak karena terdapat

batasan-batasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata yang

membuat asas in merupakan asas tidak tak terbatas, yaitu:

4 Mulajadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003), h. 17

Page 15: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

4

a) Pasal 1-20 Ayat (1), bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila

dibuat tanpa adanya consensus atau sepakat dari para pihak yang

membuatnya.

b) Pasal 1320 Ayat (3), bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan

(dihitung dan ditetapkan) atau dengan kata lain harus memiliki nilai

ekonomis.

c) Pasal 1339 Ayat (3), bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan

dengan itikad baik.

Pada perjanjian baku, kurang diakui lagi asas kebebasan berkontrak.

Perjanjian baku muncul karena adanya hubungan antara para pihak yang tidak

seimbang. sehingga memicu pihak yang ada pada kedudukan lebih tinggi

untuk melakukan hal-hal yang menekan pihak lain yang berada pada posisi

lemah. Keadaan inilah yang memicu lahirnya perjanjian-perjanjian dalam

bentuk baku. Perjanjian baku dibuat secara sepihak oleh salah satu pihak yang

memiliki kedudukan lebih kuat. Dengan demikian syarat, ketentuan dan isi

dan perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak yang lebih kuat

tersebut. Mariam Danrus Badrulzaman menyatakan bahwa, perjanjian baku

adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan

dituangkan dalam bentuk formulir, dengan ciri-ciri sebagai berikut:5

(1) lsinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih

kuat dari debitur

(2) Debitur sama sekali tidak menentukan isinya

(3) Terdorong oleh kebutuhannya, maka debitur terpaksa menerima

perjanjian itu

(4) Bentuknya tertulis

(5) Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individu.

Asas kebebasan berkontrak hanya ditandai dengan keinginan konsumen

untuk rnenandatangani atau tidak menandatangani kontrak yang telah

5 Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjanjian Baku

(Standart), (Bandung: Alumni, 1980), h. 32

Page 16: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

5

disediakan oleh pihak perusahaan pembiayaan konsumen. Atau dengan kata

lain take it or leave it.

Disetiap pembuatan kontrak, baik dalam tahap pra kontrak maupun saat

pembuat kontrak harus memuat itikad baik dari kedua belah pihak. Itikad baik

dari perjanjian dapat dilihat dari isi kontrak tersebut, serta pengaturan hak dan

kewajiban masing-masing pihak harus berimbang.6 Yang telah dijelaskan

sebelumnya dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat berdasarkan

asas kebebasan berkontrak juga harus dibuat dengan itikad baik. Selain dibuat

dengan itikad baik dalam pembuatan perjanjian pembiayaan konsumen juga

harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yaitu

mengenai klausula- klausula baku yang dilarang dicantumkan dalam suatu

akta atau perjanjian.

Klausula baku merupakan suatu klausula yang telah ditetapkan

sebelumnya oleh pelaku usaha pada kemasan barang ataupun pada surat-surat

yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa yang dibeli. Klausula baku yaitu

suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat tertentu sehingga terlihat lebih

menguntungkan bagi pihak yang mempersiapkan pembuatannya, yaitu

produsen atau pelaku usaha.7

Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan metode yang tidak dapat

dihindari. Bagi pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan

ekonomi yang efesien, praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi

konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya

dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu menerima walaupun dengan berat hati.

Dalam membuat perjanjian, pelaku usaha selalu berada pada posisi kuat

berhadapan dengan konsumen yang umumnya berposisi lemah. Singkatnya,

tidak adanya pilihan bagi konsumen untuk bernegosiasi mengenai isi

6 H.R. Daeng Naja, Contract Drafting, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 15

7 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,

2002), h. 109

Page 17: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

6

perjanjian membuat konsumen menjadi pihak yang kurang dominan sebagai

cenderung dirugikan.8 Perjanjian pembiayaan konsumen dengan penerapan

klausula baku ini tentunya lebih banyak merugikan konsumen, sebaliknya

pasti akan menguntungkan lembaga pembiayaan.

Salah satu kasus tentang klausula baku yang terjadi di indonesia yang akan

peneliti bahas adalah mengenai kasus pembatalan klausula baku pada

perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial Services, di

mana pihak debitur H.M. Soleh dan pihak kreditur PT. Toyota Astra Financial

Services. Secara singkat kasus tersebut memperlihatkan tentang bagaimana

klausula baku yang dicantumkan dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT.

Toyota Astra Financial Services diangggap batal demi hukum oleh pengadilan

karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti tertarik untuk

membuat suatu Penulisan Hukum mengenai “Analisis Yuridis Terhadap

Klausula Baku Pembiayaan Konsumen (Studi Kasus Putusan Pegadilan

Negeri Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjabaran yang termaktub pada latar belakang masalah,

identifikasi masalah pada skripsi ini anatara lain:

a. Adanya pembiayaan konsumen merupakan lembaga pembiayaan yang

kegiatannya berupa penyediaan dana oleh perusahaan pembiayaan

konsumen kepada konsumen untuk pembelian suatu barang dari

pemasok (supplier).

b. Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada tiga pihak yang terlibat

dalam hubungan pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan

konsumen, konsumen, dan pemasok (supplier).

8 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 53

Page 18: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

7

c. Banyaknya perusahaan pembiayaan atau yang lazim disebut finance,

merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan keinginan unut

memiliki kendaraan bermotor dan benda bergerak lainnya secara

kredit.

d. Adanya kemungkinan terjadinya kerugian konsumen dalam

pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen bisa saja terjadi. Dalam

perjanjian baku (standard) konsumen dianggap sudah mengerti isi dari

perjanjian sehingga hal itu dapat mengakibatkan kerugian konsumen.

2. Pembatasan Masalah

Peneliti ini berfokus pada Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel dikaitakan dengan

Undang-Undang yang berlaku.

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian

ini terkait dengan pembatalan klausula baku pada perjanjian pembiayaan

konsumen PT. Toyota Astra Financial Services. kasus tersebut

memperlihatkan tentang bagaimana klausula baku yang dicantumkan

dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial

Services diangggap batal demi hukum oleh pengadilan karena tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai

berikut:

a. Apakah Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dan peraturan pembiayaan mengatur tentang

klausula-klausula baku dalam suatu perjanjian?

b. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan pada perjanjian

pembiayaan konsumen yang mengandung klausula eksenorasi yang

dibakukan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Page 19: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

8

Sesuai dengan identifikasi serta rumusan masalah yang dijelaskan

sebelumnya, peneliti ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui tata cara pembuatan perjanjian pembiayaan

konsumen yang di dalamnya terdapat klausula baku yang sesuai

dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim mengikuti putusan Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel.

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

yang baik yang tidak hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk akademis dan

masyarakat umum.

a. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan serta

keilmuwan tentang perlindungan hukum mengenai pembiayaan

konsumen dalam kalusula baku yang dibuat secara sepihak oleh

lembaga pembiayaan konsumen.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dan pengetahuan bagi para pihak yang terkait pengguna klausula baku

dalam perjanjian pembiayaan konsumen.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif

atau pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif

adalah suatu metode penelitian hukum untuk menarik dan memahami asas-

asas hukum yang dirumuskan baik tersirat, maupun tidak tersirat dalam

suatu peraturan perundang-undangan dan mengkaitkannya dengan gejala-

gejala yang menjadi permasalahan di dalam suatu penelitian.9 Dalam

penelitian ini yang menjadi objek yuridis normatif yaitu menganalisis

Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

9 Sri Mahmudji, et all, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 10

Page 20: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

9

338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. dengan ketentuan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

peraturan lainnya serta mengetahui akibat hukum tersebut oleh perusahaan

pembiayaan konsumen khususnya menegenai pelaku usaha jasa keuangan

yang sudah merugikan konsumen dalam klausula baku.

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode

kualitatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif adalah

penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma

yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.10

3. Data Penelitian

Data yang digunakan yaitu data sekunder. Pada penelitian normatif,

bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian

digolongkan sebagai data sekunder.11

Data sekunder adalah data yang

diperoleh peneliti dari berbagai studi kepustakaan serta peraturan

perundang-undangan, buku-buku, literatur serta pendapat para ahli yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas

peraturan perundang-undangan, risalah resmi, putusan pengadilan, dan

dokumen resmi Negara. Peraturan perundang-undangan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peratuan OJK No.

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

b. Bahan Hukum Sekunder

10

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h., 105

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjaun Singkat,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 33

Page 21: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

10

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri atas buku

atau jurnal hukum yang mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum),

pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus

hukum dan ensiklopedia hukum.

c. Bahan non hukum

Bahan non hukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku

teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku politik,

ekonomi, data sensus, laporan tahunan perusahaan, kamus Bahasa dan

ensiklopedia umum.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode

kepustakaan yaitu peneliti dengan mengumpulkan data dan meneliti

melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini,

yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar

dalam meneliti dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.

Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisis

peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti

karya ilmiah para sarjana, surat kabar, maupun sumber teoritis lainnya

yang berkaitan dengan materi skripsi yang peneliti ajukan.

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan studi

kepustakaan yang dilakukan dengan mencari referensi untuk

mendukung materi penelitian ini malalui peraturan perundang-

undangan, buku, jurnal, artikel, tesis dan bahan ajar perkuliahan.

5. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah perusahaan

pembiayaan konsumen selaku lembaga pembiayaan konsumen yang

dimana perusahaan yang memfasilitasi konsumen untuk melakukan

pembayaran secara berkala (angsuran).

6. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Page 22: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

11

Bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

maupun bahan hukum tersier dan/atau bahan non-hukum diolah, ditelaah

atau disusun ulang agar dapat dihubungkan sedemikian rupa, sehingga

dapat ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis dalam penelitian

ini sehingga dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum

diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya

akan diketahui suatu analisis yuridis terhadap Studi Kasus Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G.2016/PN.Jkt.Sel

kemudian di kaitkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata)

7. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penukisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, Tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan dalam bentuk

bab sub bab yang secara logis sealing berhubungan dan merupakan suatu

masalah yang diteliti, adapn sistem penulisan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas mengenai latar

belakang permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II pada bab ini akan di bahas terkait kerangka konseptual yang

terkait dengan landasan penulisan peneliti ini, yang kemudian

dilanjutkan dengan kerangka teori yang sering digunakan

Page 23: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

12

dalam penelitian ini dan diakhiri dengan study review (tinjauan

terdahulu) agar dalam penulisan ini tidak ada kesamaan dari

pihak lain.

BAB III dalam bab ini peneliti akan menulis profil lembaga terkait yang

menjadi acuan bagi peneliti untuk menulis penulisan ini

kemudia dilanjutkan dengan pembahasan pembiayaan

konsumen dan duduk perkara yang akan diteliti dalam

penulisan ini. Yang kemudian peneliti akan menyajikan data

penelitian.

BAB IV pada bab ini peneliti fokus untuk melakukan analisis terhadap

data yang penulis dapat dan penulis elaborasi dalam bentuk

analisis yang komprehensif dan aktual.

BAB V Pada bab ini merupakan bab terakhir atau penutup, yang berisi

kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas

dan beberapa rekomendasi yang coba diajukan peneliti.

Page 24: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian Perjanjian diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal

1313 KUH Perdata merumuskan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Definisi perjanjian yang dirumuskan di dalam Pasal

1313 KUH Perdata tersebut dirasa kurang lengkap dan memiliki

kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hanya menyangkut sepihak saja.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

d. Tanpa menyebut tujuan.

Oleh karena itu terdapat beberapa definisi mengenai perjanjian itu

sendiri, antara lain:

1) Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1

2) Menurut Tirtodiningrat perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh

undang-undang.2

3) Menurut Setiawan dalam buku Pokok-pokok Hukum Perikatan,

Perjanjian adalah perbuaan hukum dimana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu

1 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2009), h. 84

2 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak Komersial,

(Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008), h. 43

Page 25: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

14

orang atau lebih.3

Dari perjanjian ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Dalam Buku III KUH Perdata berjudul Perihal Perikatan. Adapun

yang dimaksudkan dengan perikatan oleh Buku III KUH Perdata adalah

suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua

orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu

dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan untuk

memenuhi tuntutan itu.4

Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si

berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan

dinamakan debitur atau si berutang. Hubungan antara dua orang atau dua

pihak tadi, adalah suatu hubungan hukum, yang berarti bahwa hak si

berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang.5 Apabila tuntutan

itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya

didepan hakim.

Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber

perikatan, disampingnya sumber-sumber lain.6 Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan

persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit

karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

3 R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: PT Bima Cipta, 2008), h. 14

4 R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, … h. 122

5 R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, … h. 1

6 R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, … h. 1

Page 26: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

15

Suatu Kontrak atau perjanjian untuk dapat dikatakan mengikat dan

berlaku harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan

oleh hukum, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab

yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.7

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat yang

terdapat pada setiap perjanjian, dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut

maka suatu perjanjian dapat berlaku sah. Adapun keempat syarat tersebut

adalah:

a) Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian

b) Kecakapan untuk membuat perjanjian

c) Suatu hal tertentu

d) Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama yaitu poin (a) dan poin (b) dinamakan syarat

subjektif, dikarenakan mengenai pihak-pihak dalam suatu perjanjian atau

subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir yaitu

poin (c) dan poin (d) dinamakan syarat objektif, dikarenakan mengenai

perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

(1) Syarat yang pertama yaitu sepakat, dimaksudkan bahwa kedua

pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau

seiya-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan

itu.8

(2) Syarat yang kedua yaitu cakap, dimaksudkan bahwa orang yang

membuat suatu perjanjian haruslah cakap menurut hukum. Pada

asasnya, setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya,

adalah cakap menurut hukum.

(3) Syarat yang ketiga yaitu harus mengenai suatu hal tertentu, artinya

adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah

pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan

7 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Prenada Media 2004), h.

1

8 R. Soebekti, Hukum Perjanjian, … h. 17

Page 27: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

16

dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa

barang itu sudah ada atau sudah berada di tangan pihak yang

berutang pada waktu perjanjian dibuat dan tidak diharuskan oleh

undang-undang.9

(4) Syarat keempat yaitu adanya sebab yang halal, sebab dalam hal ini

dimaksudkan bahwa tidak ada lain dari pada isi dari perjanjian.10

2. Perjanjian Baku

Perjanjian baku dalam prekteknya dikenal ada berbagai sebutan untuk

jenis perjanjian/kontrak semacam ini misalnya di Prancis digunakan

Contract d’adhesion. Perjanjian baku diartikan dari istilah yang dikenal

dalam bahasa Belanda standard contract atau standard voorwaarden.

Kepustakaan jerman mempergunakan istilah Allgemeine Geschafts

Bedingun atau standart vertrag. Hukum inggris menyebutkan Standard

contract, sedangkan Mariam Darus Badrulzaman menterjemahkannya

dengan istilah perjanjian baku.11

Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial

ekonomi. Perusahaan besar dan perusahaan pemerintah mengadakan

kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka,

ditentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya pada umumnya

mempunyai kedudukan yang lemah baik karena posisinya maupun karena

ketidaktahuannya, mereka hanya menerima apa yang disodorkan dan

apabila debitur menyetujui salah satu syarat-syarat, maka debitur mungkin

hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali

kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada.12

9 R. Soebekti, Hukum Perjanjian, … h. 19

10

R. Soebekti, Hukum Perjanjian, … h. 19

11

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006), h. 146.

12

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, … h. 14

Page 28: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

17

Perjanjian baku (standar) itu sebagai perjanjian yang hampir seluruh

klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain

pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau

meminta perubahan. Adapun yang belum dibakukan adalah beberapa hal

lainnya yang sifatnya sangat spesifik dari obyek yang diperjanjikan.

Dengan demikian perjanjian baku (standar) adalah perjanjian yang

diterapkan secara sepihak oleh produsen/pelaku usaha yang mengandung

ketentuan yang berlaku umum (massal) sehingga pihak konsumen hanya

mempunyai 2 pilihan saja yaitu:13

a. Apabila konsumen membutuhkan produk barang dan/atau jasa yang

ditawarkan, maka stujuilah perjanjian dengan syarat-syarat baku yang

telah ditentukan oleh pelaku usaha (take It).

b. Apabila konsumen tidak menyetujui syarat-syarat baku ditawarkan

oleh pelaku usaha tersebut, maka jangan membuat perjanjian dengan

pelaku usaha yang bersangkutan (leave It).

Sluijter mengatakan bahwa klausula baku bukan merupakan perjanjian,

sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti

pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wetgever). Syarat-

syarat yang ditentukan pengusaha dalam klausula itu adalah undang-

undang bukan perjanjian.14

Sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, perjanjian baku

memiliki ciri-ciri perjanjian baku mengikuti dan menyesuaikan dengan

perkembangan tuntutan masyarakat. Abdulkadir Muhammad menyebutkan

ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:15

1) Bentuk perjanjian tertulis

2) Format perjanjian dibakukan

13

Nasution Az, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 97

14

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 76

15

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, … h. 6

Page 29: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

18

3) Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pengusaha

4) Konsumen hanya menerima atau menolak

5) Penyelesaian sengketa melalui musyawarah

6) Perjanjian baku menguntungkan pengusaha.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, ciri-ciri perjanjian baku adalah

sebagai berikut:16

a) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya

relatif lebih kuat dari debitur,

b) Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut,

c) Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima

perjanjian tersebut,

d) Dipersiapkan terlebih dahulu secara masal atau individual.

Perjanjian baku memegang peranan penting dalam dunia usaha dan

perdagangan modren. Perjanjian ini bisasanya dibentuk oleh pelaku usaha

untuk mengadakan berbagai jenis transaksi khusus. Isinya ditetapkan agar

dapat digunakan lagi dalam perjanjian mengenai produk barang dan/atau

jasa serupa dengan pihak-pihak lain tanpa harus melakukan perundingan

berkepanjangan mengenai syarat-syarat yang seniatiasa muncul.

Maksud dari tindakan seperti ini adalah untuk menghemat waktu,

tenaga, dan biaya-biaya transaksi, juga agar dapat memusatkan perhatian

pada hal-hal yang khusus yang lebih penting. Dari sisi pelaku usaha, hal

seperti ini merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang

efisien, praktis, cepat, dan tidak bertele-tele.17

Selain itu, penetapan syarat-syarat baku dalam perjanjian dapat

memberikan keuntugan lain bagi pelaku usaha. Perjanjian dapat

mempelancar dan mempermudah hubungan antara pelaku usaha dengan

16

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Staandard), Perkembangannya di

Indonesia, (Bandung: Alumni, 1980), h. 105

17

Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, … h.

2

Page 30: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

19

langganan dan pemasok barang, karena mereka tidak perlu berunding dulu

ketika hendak melakukan transaksi.

Menurut Az. Nasution, bentuk perjanjian dengan syarat baku pada

umumnya terdiri atas:

(1) Bentuk Perjanjian

Suatu perjanjian telah di persiapkan terlebih dahulu konsepnya

oleh salah satu pihak, yang umumnya dilakukan oleh pelaku usaha.

Perjanjian ini selain memuat aturan-aturan umum yang tercantum

dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan-persyaratan

khusus, baik itu berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian,

menyangkut hal-hal tertentu, dan/atau masa berakhirnya perjanjian

itu. Dalam bentuk suatu perjanjian tertentu ia memang merupakan

suatu perjanjian, baik itu dalam bentuk formulir atau lain-lain,

dengan materi atau syarat-syarat tertentu dalam perjanjian tersebut.

Misalnya memuat ketentuan tentang syarat berlakunya kontrak

baku, syarat-syarat berakhirnya, syarat-syarat tentang resiko

tertentu, hal-hal tertentu yang di tanggung, dan/atau berbagai

persyaratan lain yang pada umumnya menyimpang dari ketentuan

umumnya berlaku.18

(2) Bentuk Dokumen

Klausula baku dapat juga terdapat dalam bentuk-bentuk

lain, yaitu syarat-syarat khusus yang termuat dalam berbagai

bentuk kwintansi,bon,karcis, tanda penerimaan atau tanda

penjualan, kartu-kartu tertentu, klausula yang tertera pada papan

pengumuman yang diletakkan diruang penerimaan tamu atau di

lapangan, atau secarik kertas tertentu yang termuat di dalam

kemasan atau pada wadah produk yang bersangkutan.

Yang membedakan antara klausula baku dalam bentuk

perjanjian dan klasula baku dalam bentuk dokumen adalah tanda

18

Nasution Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,

2007), h. 111

Page 31: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

20

tangan para pihak. Pada kalusula baku berbentuk perjanjian,

biasanya terdapat tempat untuk membubuhkan tanda tangan bagi

para pihak yang menyutujui klausula atau perjanjian tersebut.

Sedangkan pada klausula baku yeng berbentuk dokumen tidak

terdapat kolom untuk membubuhkan tanda tangan.19

Perjanjian baku yang sering dijumpai dalam masyarakat, dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:20

(a) Perjanjian baku sepihak. Perjanjian baku sepihak ini adalah

perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat

kedudukannya di dalam perjanjian tersebut. Pihak yang kuat dalam

hal ini adalah pihak pelaku usaha, yang pada umumnya memiliki

posisi lebih kuat dibandingkan konsumen.

(b) Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah. Perjanian ini

adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh pemerintah

terhadap perbuatan hukum tertentu.

(c) Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atau

Advokat. Perjanjian jenis ini adalah perjanjian yang konsepnya

sejak semula adalah untuk memenuhi permintaan dari anggota

masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang

bersangkutan, yang didalam kepustakaan belanda di sebut dengan

„Contract Model‟.

3. Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Baku

Klausula eksonerasi ini dapat terjadi atas kehendak satu pihak yang

dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara masal. Terhadap

perjanjian yang bersifat masal, lazimnya telah dipersiapkan terlebih dahulu

formatnya dan diperbanyak serta dituangkan dalam bentuk formulir yang

dinamakan perjanjian baku. Klausula eksonerasi berupa pembebasan

tanggung jawab pengusaha, tanggung jawab tersebut menjadi beban

19

Nasution Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, … h. 110

20

Salim H.S, Perkembangan Hukum. Kontrak di Luar KUH Perdata, … h. 156

Page 32: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

21

konsumen. Pembuktian oleh pihak pengusaha yang membebaskan diri dari

tanggung jawab sulit diterima oleh konsumen karena ketidaktahuannya.

Penentuan secara sepihak oleh pengusaha dapat diketahui melalui format

perjanjian yang sudah siap dipakai.21

Jika konsumen merasa memerlukan

perjanjian tersebut, maka ia harus tanda tangan.

Klausula eksonerasi menurut Rijken adalah klausul yang dicantumkan

dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk

memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas

yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.22

Mariam Darus Badrulzaman menyebut klausula eksonerasi sebagai

klausula yang berisi pembatasan pertanggungjawaban kreditur.23

Ada beberapa ahli yang menyebut klausula eksonerasi dengan klausula

eksemsi yaitu suatu klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau

membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak

lainnya dalam hal yang bersangkutan dalam hal yang bersangkutan tidak

atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang

ditentukan di dalam perjanjian tersebut.24

Klausula Eksonerasi pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku,

klausul tersebut merupakan klausul yang sangat merugikan konsumen

yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen

karena beban yang seharusnya dipikul oleh produsen dengan adanya

klausula tersebut menjadi bahan konsumen. Sebagai contoh dalam

perjanjian sewa beli, seharusnya segala risiko yang timbul atas obyek

penjanjian tersebut ditanggung oleh pihak yang menyewa belikan karena

21

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, h, … h. 7

22

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Perkasa, 2007), h. 40

23

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di

Indonesia, … h. 95

24

Zakiyah, Klausula Eksonerasi dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, (Jurnal Al‟Adl,

Volume IX Nomor 3, Desember 2017, ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124), h. 442

Page 33: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

22

obyek perjanjian tersebut belum menjadi milik penyewa beli sebelum

harganya dibayar lunas, namun biasanya dalam perjanjian jual beli

ditambahkan klausula eksonerasi klausula eksonerasi bahwa segala resiko

yang timbul dalam perjanjian tersebut ditanggung oleh penyewa beli.25

Klausula eksonerasi hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan

perjanjian dengan itikad baik. Eksonerasi terhadap kerugian yang timbul

karena kesengajaan pengusaha adalah bertentangan dengan kesusilaan.

Karena itu pengadilan dapat mengesampingkan klausula eksenorasi

tersebut.26

Bagaimanapun juga eksonerasi hanya dapat digunakan jika

tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan

kesusilaan, dan jika terjadi sengketa mengenai tanggung jawab tersebut,

konsumen dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk

menguji apakah eksonerasi yang ditetapkan pengusaha itu adalah layak.

Tidak dilarang oleh undang-undang, dan tidak bertentangan dengan

kesusilaan.

Dalam suatu perjanjian bisa saja dirumuskan klausula eksonerasi

karena keadaan memaksa, karena perbuatan para pihak dalam perjanjian.

Perbuatan para pihak tersebut dapat mengenai kepentingan pihak kedua

adan pihak ketiga. dengan demikian ada tiga kemungkinan eksonerasi

yang dapat dirumuskan dalam syarat- syarat perjanjian:27

a. Eksonerasi karena keadaan memaksa (force majeur)

Kerugian yang timbul karena keadaan memaksa bukan tanggung

jawab para pihak, tetapi dalam syarat-syarat perjanjian dapat

dibebankan kepada konsumen sehingga pengusaha dibebaskan dari

beban tanggung jawab. Misal dalam perjanjian jual-beli, barang objek

perjanjiannya musnah karena terbakar. Sebab kebakaran bukan

25

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, … h. 41

26

Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, … h.

20

27

Abdul kadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktik Perusahaan Perdagangan, … h.

21-22

Page 34: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

23

kesalahan para pihak, tetapi dalam hal ini pembeli wajib membayar

yang belum lunas berdasarkan klausula eksonerasi.

b. Eksonerasi karena kesalahan pelaku usaha yang merugikan pihak

kedua dalam perjanjian

Kerugian yang timbul karena kesalahan pengusaha seharusnya

menjadi tanggung jawab pengusaha. Hal ini dapat terjadi karena tidak

baik atau lalai melaksanakan prestasi terhadapa pihak kedua. Tetapi

dalam syarat-syarat perjanjian, kerugian dibebankan kepada konsumen,

dan pengusaha dibebaskan dari tanggung jawab. Misalnya dalam

perjanjian pengangkutan ditentukan bahwa bawaan yang rusak atau

hilang, bukan tanggung jawab pengangkut.

c. Eksonerasi karena kesalahan pengusaha yang merugikan pihak ketiga

Kerugian yang timbul karena kesalahan pengusaha seharusnya

menjadi tanggung jawab pengusaha, namun dalam syarat-syarat

perjanjian, kerugian yang timbul dibebankan kepada pihak kedua, yang

ternyata menjadi beban pihak ketiga. Dalam hal ini pengusaha

dibebaskan dari tanggung jawab, termasuk juga terhadap tuntutan

pihak ketiga.

Jadi penggunaan perjanjian baku dengan menggunakan klausula

eksonerasi merupakan hal yang harus dihindari karena sebagian besar

pemakaian klausula eksonerasi diperuntukkan sebagai klausul pengalihan

tanggung jawab pelaku usaha atas segala risiko yang terjadi dalam

transaksi tersebut.

4. Larangan Pencantuman Klausul Eksonerasi

Klausul baku menjadi tidak patut ketika kedudukan para pihak menjadi

tidak seimbang karena pada dasarnya, suatu perjanjian adalah sah apabila

menganut asas konsensualisme disepakati oleh kedua belah pihak dan

mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut sebagai

undang-undang. Dengan demikian, pelanggaran terhadap asas

konsensualisme tersebut dapat mengakibatkan perjanjian antara kedua

belah pihak menjadi tidak sah. Oleh karena itu, klausula baku yang

Page 35: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

24

mengandung klausula eksonerasi dilarang oleh hukum. Meskipun

perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi telah diperjanjikan

sebelumnya, perjanjian tersebut tidak dapat dianggap sah karena

mengandung ketentuan/klausul yang bertentangan dengan undang-

undang. Larangan penggunaan klausul eksonerasi dapat dilihat undang-

undang dari ketentuan Pasal 18 UUPK.

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 UUPK mengatur

mengenai ketentuan klausul baku dalam suatu perjanjian. Pelaku usaha

dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:28

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barangdan / atau jasa yang dibeli oleh

konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsunguntuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaaan konsumen yang menjadi obyek jual

beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

28

http://www.gresnews.com/berita/tips/91853-klausul-baku-yang-dilarang-dan-tidak-boleh-

dicantumkan-dalam-perjanjian/

Page 36: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

25

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa pada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti yang dapat mengakibatkan perjanjian

yang mengandung klausul baku dinyatakan batal demi hukum. Pelaku

usaha wajib menyesuaikan klausulbaku yang bertentangan dengan

ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan uraian diatas, menurut ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UU

Perlindungan Konsumen dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan Antara

klausul baku dengan klausuleksonerasi. Artinya klausulbaku merupakan

klausul yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha tetapi isinya tidak boleh

mengarah kepada klausul eksonerasi. Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal

18 Ayat (2) UU Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa klausul baku

harus diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan jelas dapat dibaca

dan mudah dimengerti, jika hal-hal yang disebutkan dalam Ayat (1) dan

(2) itu tidak dipenuhi, maka klausul baku itu menjadi batal demi hukum.

Tujuan larangan pencantuman klausula eksonerasi karena berupaya

membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap

gugatan pihak lain dalam hal yang bersangkutan tidak melaksanakan

kewajibannya.Tujuan lain dari larangan pencantuman klausul eksonerasi

dalam perjanjian dimaksudkan untuk menempatkan para pihak setara di

hadapan hukum yaitu dalam hal perjanjian.29

Bila kondisi ini terjadi maka

posisi kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidak lagi setara sesuai asas

29

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia,

2003), h. 75

Page 37: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

26

kebebasan berkontrak, seharusnya para pihak bebas menentukan

klausuldalam perjanjian, pihak yang satu tidak boleh menekan pihak lain,

harus sama-sama merasa puas dengan perjanjian yang dibuat. Menurut

asas kebebasan berkontrak idealnya para pihak yang terikat dalam

perjanjian berada dalam posisi tawar yang seimbang antara satu sama lain.

5. Pengaturan Mengenai Klausula Eksonerasi

Pengaturan mengenai klausula eksonerasi yang terdapat pada

KUHPerdata. Pada dasarnya dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memang

telah mengatur bahwasannya klausula eksonerasi atau klausula pengalihan

tanggung jawab dilarang pemakaiannya,30

namun sebenarnya dalam KUH

Perdata Indonesia telah ada pengaturan untuk klausula semacam itu yang

tertera pada Pasal 1493-1512 KUH Perdata Indonesia.

Sebenarnya inti dari pasal tersebut adalah menyebutkan bahwa para

pihak berhak merundingkan tentang sejauh mana pertanggung jawaban

para pihak dalam suatu perjanjian. Pasal 1493 KUH Perdata antara lain

berbunyi, “kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-

persetujuan istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban yang

ditetapkan oleh undang-undang in, bahkan mereka itu diperbolehkan

mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan

menanggung akan suatu apapun”.

Dari pasal bisa diambil kesimpulan bahwa pengalihan tanggung jawab

sebenarnya diperbolehkan selama terdapat perundingan atau kesepakatan

antara para pihak. Jadi pada dasarnya dibutuhkan suatu persetujuan para

pihak bukan keputusan sepihak yang menentukkan suatu pihak dapat

mengalihkan tanggung jawab atau tidak.

Pada perjanjian baku yang selama ini terjadi, pengalihan tanggung

jawab dari pelaku usaha tidak didasarkan atas perundingan namun lebih

30

Diana Kusumasari, Klausula Eksonerasi,

https://www.hukumonline.com/index.php/klinik/detail/lt4d0894211ad0e/klausula-eksonerasi,

diakses pada 12 Juli 2018 pukul 10.08 bbwi

Page 38: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

27

kearah takluknya pihak yang secara akan klausul tersebut dan juga

kecenderungan pengalihan tanggung jawab tadi berat sebelah atau

menguntungkan sebelah pihak saja. Sehingga dibutuhkan suatu pengaturan

atas situasi tersebut dan hal ini diatur dalam UUPK tepatnya Pasal 18 Ayat

(1) huruf a mengenai pelarangan atas klausula baku yang isinya

pengalihan tanggung jawab sepihak dan merugikan pihak lain.

B. Kerangka Teori

1. Teori Hukum Perjanjian

Teori hukum perjanjian yang berkaitan dengan kontrak baku mengacu

pada keberadaan asas-asas hukum perjanjian yang menjadi dasar

perikatan dalam kontrak baku. Asas-asas hukum perjanjian tersebut

antara lain:

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan

dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid).

Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang

menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari

pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.

Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa

orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak

melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.31

Seseorang tidak saja

berkuasa untuk mebuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya

juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang

termuat dalam. Sistem tersebut yang biasanya disebut dengan

sistem terbuka (openbaar system).

31

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), h. 78

Page 39: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

28

Hal tersebut juga dipertegas dalam rumusan Pasal 1320 KUH

Perdata Ayat (4). Dengan asas ini para pihak yang membuat dan

mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan

membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban

apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan

tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.32

b. Asas Itikad Baik (Good Faith/Tegoeder Trouw)

Dalam hukum perjanjian dikenal asas itikad baik, yang artinya

bahwa setiap orang yang membuat suatu perjanjian harus

dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini dapat dibedakan

atas itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Itikad

baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai

kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum

yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat

diadakan suatu perbuatan hukum. Sedang Itikad baik dalam

pengertian yang obyektif dimaksudkan adalah pelaksanaan suatu

perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa

yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.

c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)

Asas Pacta Sunt Servanda adalah suatu asas dalam hukum

perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu

perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak

adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti kekuatan

mengikat suatu undang-undang, artinya bahwa perjanjian yang

dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti

undang-undang.33

Dengan demikian maka pihak ketiga bisa

menerima kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga

tidak menerima keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali

32

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta:PT

Raja Grafindo Persada 2003), h. 46

33

Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta, Ombak, 2013), h. 13

Page 40: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

29

kalau perjanjian itu termasuk dimaksudkan untuk pihak ketiga.

Asas ini dalam suatu perjanjian dimaksudkan untuk mendapatkan

kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian.

Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan

perlindungan kepada para konsumen bahwa mereka tidak perlu

khawatir akan hak-haknya karena perjanjian itu berlaku sebagai

undang-undang yang mengikatnya. Dalam hal salah satu pihak

dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam

perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui

mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.34

d. Asas Konsensualisme

Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan

kehendak (concensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya

dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara

formil tetapi cukup melalui konsesus belaka.35

Pada asas

konsensualisme ini diatur dalam Pasal 1320 butir KUH Perdata

yang berarti bahwa pada asasnya perjanjian itu timbul atau sudah

dianggap lahir sejak detik tercapainya suatu kesepakatan. Dengan

kata lain perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum

sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak, mengenai pokok

perjanjian. Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang

dibuat itu dapat secara lisan maupun secara tulisan berupa akta jika

dikehendaki sebagai alat bukti.36

e. Asas Kepribadian (Personality)

Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal

1315 KUH Perdata. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui

34

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, … h. 59

35

Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, … h. 13

36

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung, Alumni, 1982), h. 85

Page 41: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

30

bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang

dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya

akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.37

Secara spesifik

ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata menunjuk pada kewenangan

bertindak sebagai individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi

yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas

nama dirinya sendiri. Dalam hal ini diatur pada ketentuan Pasal

1131 KUH Perdata, yang berbunyi: “segala kebendaan milik

debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang

sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi

tanggungan untuk segala perikatan seseorang”.

2. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan

untuk menjamin adanya kepastian hukum yang didasarkan pada

keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu

kehidupan Bersama.38

Ada beberapa ahli yang menjelaskan mengenai

teori ini, yaitu Satjipto Raharjo, dan Phillipus M Hadjon.

Menurut Satjipto Raharjo perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu diberikan masyarakat agar dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.39

Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon memberikan definisi

mengenai perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan

pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum

preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang

mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam

37

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, … h.14-15

38

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1991),

h. 11

39

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 69

Page 42: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

31

pengambilan keputusan berdasar pada diskresi dan perlindungan yang

represif adalah bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,

termasuk penangannya di lembaga peradilan.40

Sesuai dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum

adalah melindungi rakyat dari suatu tindakan yang dapat merugikan,

masyarakat maupun penguasa. Selain itu, berfungsi pula untuk

memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak

sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki

kedudukan yang sama dihadapan hukum. Aparat penegak hukum

wajib menegakkan hikum dan dengan berfungsinya aturan hukum,

maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan

perlindungan pada tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam

kehidupan bermasyarakat yang diatur oleh hukum. Perlindungan

hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yaitu:41

a. Perlindungan hukum preventif, yaitu bentuk perlindungan hukum

dimana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk

yang definitif.

b. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum

dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.

Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia

merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila

dan prinsip negara hukum yang berdasarkan pancasila. Setiap orang

berhak mendapatkan perlindungan dari hukum.

40

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, … h. 54

41

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), h.

38

Page 43: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

32

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Tinjauan penelitian yang menjadi salah satu acuan penulis adalah

skripsi yang ditulis oleh Hilda Israa Universitas Islam Negeri Jakarta

Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2015 dengan judul “Mekanisme

Penyelesaian Kredit Bermasalah pada Perjanjian Kredit dengan

Jaminan (Analisis Putusan Nomor: 73/Pdt.G/2013 PN.kpg)”.

Pada skripsi ini membahas tentang mekanisme penyelesaian kredit

yang memiliki berbagai macam masalah terhadap perjanjian kredit

dengan jaminan. Skripsi ini mengambil suatu putusan yang berkaitan

dengan permasalahan tersebut. Dalam kegiatan pembangunan

ekonomi tentu membutuhkan penyediaan modal yang besar maka dari

itu dalam bidang ekonomi ada penyediaan perkreditan. Dilain sisi

dalam praktek perbankan perlu pengamanan berupa penjaminan

terhadap debitur agar mengamankan dana yang disalurkan.

Pada skripsi ini yang menjadi permasalahan yaitu dengan perkara

penggugat yang disebut sebagai nasabah belum mampu membayar

tagihan namun pihak yang memberikan perkreditan sudah memberikan

surat teguran namun diabaikan oleh nasabah tersebut. Dengan cara lain

pihak yang memberikan perkreditan tersebut melakukan pelelangan

aset jaminan. Pihak nasabah merasa dirugikan dan menggugat pihak

pergkreditan tersebut ke Pengadilan Negeri Kupang. Sedangkan

penelitian yang dikaji berfokus pada klausula baku dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia di bawah tangan pada

Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel dikaitakan dengan Undang-Undang yang

berlaku.

2. Buku Djuhaenda Hasan yang berjudul “Masalah Hukum Kebebasan

Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam

Perjanjian Kredit Bank di Indonesia”.

Buku ini membahas Aspek hukum perjanjian dalam pelaksanaan

kebebasan berkontrak dalam pembuatan perjanjian kredit yang

Page 44: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

33

dilaksanakan, pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam standar

kontrak bidang perbankan, pelaksanaan kebebasan berkontrak dan

perlindungan yang seimbang dalam perjnjian kredit bank di indonesia

terutama dikaitkan dengan perlindungan konsumen. Dalam

perkembangan ekonomi yang sangat pesat timbul kebutuhan-

kebutuhan hukum. Maka dari itu pihak bank memberikan sarana

menawarkan berbagai produk dan jasa perbankan kepada (calon)

nasabah. Bank menciptakan berbagai macam kontrak baku yang akan

ditawarkan kepada calon nasabah sebagai konsumen. Fakta diatas

menunjukan bahwa industrialisasi mempunyai dampak langsung

terhadap kontrak baku. Dalam konteks ini peranan hukum kontrak

semakin penting dalam suatu masyarakat industri atau yang sedang

mengalami industrialisasi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan

ekonomi anggota masyarakat.

Berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

perbankan antara lain Undang-Undang No 10 tahun 1998 Tentang

perbankan dan peraturan lainnya hanya mengatur perlindungan hukum

kepada nasabah secara implisit. Dalam undang-undang perlindungan

konsumen ada ketentuan tentang perjanjian baku. Pelaku usaha

dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit

terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas. Dengan demikian ada

pembatasan dalam Perjanjian baku. bertitik tolak dari hal hal tersebut

diatas, menjadi harapan kita bersama kiranya uu perlindungan

konsumen akan mampu mengantisipasi era perdagangan bebas seiring

dengan ketentuan GATT, WTO, APEC maupun afta, dan dengan

keberadaan UU Perlindungan Konsumen ini adalah merupakan wujud

nyata dari upaya pembaharuan hukum ekonomi dalam kerangka upaya

pembinaan dan pembaharuan hukum nasional. Sedangkan penelitian

yang dikaji berfokus pada klausula baku dalam perjanjian pembiayaan

konsumen dengan jaminan fidusia di bawah tangan pada Studi Kasus

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

Page 45: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

34

338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel dikaitakan dengan Undang-Undang yang

berlaku.

3. Jurnal yang digunakan dalam studi review yakni jurnal Ilmu Hukum

yang ditulis oleh Luthfi Asshiddieqy dalam judul Tinjauan Hukum

Tentang Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan

Konsumen Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam jurnal ini menjelaskan tentang Tinjauan Hukum Tentang

Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Bentuk Perbuatan

Perusahaan Pembiayaan Konsumen Yang Merugikan Konsumen dan

Peran OJK Dalam Melindungi Kepentingan Konsumen Dalam

Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Dalam jurnal ini bertitik fokus

hanya terhadap setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan saja.

Sedangkan penelitian yang dikaji berfokus pada klausula baku dalam

perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia di bawah

tangan pada Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel dikaitakan dengan undang-undang

yang berlaku.

Page 46: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

35

BAB III

PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. TOYOTA ASTRA

FINANCIAL SERVICES

A. Profil PT. Toyota Astra Financial Services

1. Sejarah PT. Toyota Astra Financial Services

PT Toyota Astra Financial Services (TAFS), dikenal sebagai TA

Finance, adalah perusahaan kerjasama antara Toyota Financial Services

Corporation, Japan dan PT Astra International Tbk., dimana

kepemilikannya masing-masing 50%. Pada 3 Februari 2006, TA Finance

membeli saham PT KDLC Bancbali Finance yang merupakan perusahaan

kerjasama antara Korea Development Leasing Corporation dan Bank Bali

terkait dengan ditutupnya izin pendirian multifinance baru pada tahun

2002 oleh Menteri Keuangan Boediono. TA Finance menyediakan layanan

jasa pembiayaan untuk kepemilikan kendaraan Toyota. Produk

pembiayaan yang disediakan oleh TA Finance terdiri dari:1

a. Pembiayaan konsumen

Ditujukan bagi pelanggan individual yang akan membeli kendaraan

untuk keperluan non-komersial.

b. Pembiayaan usaha/bisnis

Merupakan solusi pembiayaan yang dirancang khusus untuk

mendukung bisnis klien.

c. Sewa guna usaha kendaraan (lease)

Produk ini disediakan bagi badan usaha yang memerlukan layanan

pembiayaan dalam bentuk penyewaan dan cocok untuk pembiayaan

yang melibatkan jumlah unit kendaraan yang besar.

TAFS secara formal didirikan pada 4 Agustus 2006 walaupun telah

beroperasi sejak awal Mei 2006. Saat ini, TAFS mempunyai kantor

1https://www.taf.co.id/files/uploads/Report/finacial%20report/LKFS%20TAFS%20%2031%

20December%202016%20(FINAL)_Combined.pdf

Page 47: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

36

perwakilan di 5 (lima) kota, yaitu Surabaya, Bandung, Semarang, Bogor,

dan Denpasar. PT Toyota Astra Financial Services beserta kantor

perwakilannya di seluruh Indonesia, berkantor pusat di Jakarta.

PT Toyota Astra Financial Services (“Perseroan”) didirikan

berdasarkan Akta Notaris Enimarya Agoes Suwarko, S.H., No. 30 tanggal

15 April 1994 dengan nama PT KDLC Bancbali Finance. Akta pendirian

tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia

dalamS urat Keputusan No. C2-7949.HT.01.01.Th.94 tanggal 19 Mei

1994. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali

perubahan, perubahan terakhir adalah berdasarkan Akta Notaris Linda

Herawati, S.H., No. 08 tanggal 7 Desember 2015 mengenai perubahan

anggarandasar. Akta ini telah diterima dan dicatat dalamsistem

Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia pada tanggal 23 Desember 2015 dalam Surat

Keputusan Nomor AHU-AH.01.03-0991163.

Perseroan memperoleh izin usaha sebagai lembaga pembiayaan dari

Menteri Keuangan Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Keuangan RI Nomor 420/KMK.017/1994 tanggal 18 Agustus

1994. Dengan diperolehnya izin tersebut maka Perseroan, sebagai

perusahaan pembiayaan, dapat melakukan kegiatan dalam bidang sewa

pembiayaan, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen.

Pada saat ini, Perseroan terutama bergerak dalam bidang pembiayaan

konsumen. Perseroan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1994.2

Perseroan memperoleh izin untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan

dengan prinsip syariah yang telah diterima dan dicatat dalam administrasi

Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) melalui Keputusan Dewan Komisioner

OJK No. KEP-366/NB.223/2015. Perseroan juga telah memperoleh surat

rekomendasi dari DewanSyariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia pada

tanggal 1 November 22.

2https://www.taf.co.id/files/uploads/Report/finacial%20report/LKFS%20TAFS%20-

%2031%20December%202016%20(FINAL)_Combined.pdf.

Page 48: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

37

2. Visi dan Misi3

a. Visi

Menjadi pilihan utama dalam solusi pembiayaan kendaraan Toyota

dengan pelayanan yang prima

b. Misi

1) Memberi yang terbaik bagi pelanggan,

2) Menjadi mitra Toyota dalam mencapai keberhasilan jangka

panjang,

3) Memberi manfaat yang berkelanjutan bagi pemegang saham,

4) Menjadi perusahaan pilihan untuk berkarya, dan

5) Membawa kemakmuran bagi masyarakat

3. Merek (Brand) PT. Toyota Astra Financial Services4

Gambar 1.1

4. Struktur Organisasi PT. Toyota Astra Financial Services5

Gambar 2.1

3https://www.taf.co.id/company-overview?locale=id_ID

4https://www.taf.co.id/brand

5 https://www.taf.co.id/management/organization-structure

Page 49: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

38

B. Lembaga Pembiayaan Konsumen

1. Pengertian Pembiayaan Konsumen

Page 50: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

39

Pembiayaan Konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah

Consumer Finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit

konsumsi (consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen

dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi

diberikan oleh bank.6

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan

yang dilakukan oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance

company). Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala

oleh konsumen.7

Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang

diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang

dan jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk

tujuan produksi ataupun distribusi.8

Perusahaan yang memberikan pembiayaan di atas disebut perusahaan

pembiayaan konsumen atau consumer finance company. Perusahaan

pembiayaan konsumen dapat didirikan oleh suatu institusi nonbank

maupun oleh bank, tetapi pada dasarnya antara bank yang mendirikan

dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang didirikan merupakan

suatu badan usaha yang terpisah satu dengan yang lainnya.9

Pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan

Pembiayaan, dalam Pasal 1 huruf b dikatakan bahwa Perusahaan

6 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), h.

162

7 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), h. 114

8 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,

(Jakarta: Salemba Empat, 2000), h. 149

9 Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah Pengguna

Jasa Lembaga Pembiayaan, (Sleman: Pustaka Yustisia, 2010), h. 36

Page 51: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

40

Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan

Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang

termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Lembaga

pembiayaan yang berkembang saat ini seperti:

a. Lembaga pembiayaan proyek (project finance)

b. Lembaga Pembiayaan Modal Ventura (ventura capital)

c. Lembaga pembiayaan sewa guna usaha (leasing)

d. Lembaga pembiayaan anjak piutang (factoring)

e. Lembaga pembiayan konsumen (consumer finance)

f. Lembaga pembiayaan kartu kredit (credit card)

g. Lembaga pembiayaan usaha kecil

2. Jenis-Jenis Pembiayaan Konsumen

Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:10

a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan

dari pemasok.

b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha

dengan pemasok.

c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan

kepemilikan dengan pemasok.

3. Jaminan dalam Pembiayaan Konsumen

Sebagai salah satu jenis usaha dari lembaga pembiayaan, maka

pembiayaan yang dilakukan pada dasarnya tidak menekankan pada

aspek jaminan (collateral). Namun karena pembiayaan konsumen

merupakan lembaga bisnis, maka dalam kegiatan pembiayaan yang

dialakukan perushaan pembiayaan konsumen tidak terhindar dari berbagai

macam risiko. Oleh karena itu, dalam praktiknya perusahaan pembiayaan

membutuhkan jaminan-jaminan untuk setiap pembiayaan yang

dilakukannya sebagai pengaman kegiatan usahanya dari segala bentuk

risiko. Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan

10

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 23

Page 52: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

41

konsumen pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian

kredit bank biasa, khususnya kredit konsumsi.Dalam jaminan-jamianan

dalam pembiayaan konsumen, jaminan-jaminan ini terbagi dalam 3 (tiga)

bagian, yaitu jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan.

a. JaminanUtama

Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokok sebuah perjanjian

pembiayaan konsumen adalah kepercayaan dari kreditur (penyedia

dana) kepada debitur (konsumen), dimana debitur akan dapat dapat

dipercaya dan dapat membayar secara lunas kepada pihak kreditur.

Jadi dalam hal ini berlaku prinsip pemberian kredit, misalnya prinsip

5C (Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition ofeconomy).11

b. JaminanPokok

Yang menjadi jaminan pokok pada perjanjian pembiayaan

konsumen adalah barang yang menjadi obyek pembiayaan dengan

dana tersebut. Apabila dana tersebut diberikan misalnya untuk

pembiayaan mobil, maka mobil tersebutlah yang menjadi jaminan

pokoknya. Biasanya jaminan itu dibuat dalam lembaga fidusia, sebagai

lembaga yang sesuai untuk menjaminkan benda bergerak. Untuk

membebankan jaminan fidusia kepada obyek pendanaan tersebut maka

seluruh dokumen sebagai pemberi dana yang berkenaan dengan

kepemilikan barang yang bersangkutan adalah didalam penguasaan

Perusahaan Pembiayan Konsumen hingga kredit tersebutlunas.12

c. JaminanTambahan

Transaksi pembiayaan konsumen juga sering dimintakan jaminan

tambahan, walaupun tidak seketat jaminan untuk pemberian kredit

yang dilakukan oleh Bank. Biasanya jaminan tambahan dalam hal ini

adalah berupa Surat Pengakuan hutang (Promissory Notes), Kuasa

Menjual Barang, dan Assignment of Proceed (cessie) dari Asuransi.

11Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 105

12Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, cet-4, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2006), h. 168

Page 53: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

42

Disamping itu dalam melakukan persetujuan pembiayaan konsumen,

pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen juga meminta persetujuan

istri/suami dalam bentuk lampiran tanda tangan dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dalam hal permohonan pembiayaan dilakukan

oleh individu (perorangan) dalam hal permohonan pembiayaan

konsumen dilakukanoleh badan usaha (perusahaan) maka harus ada

persetujuan dari komisari/RUPS sesuai dengan anggaran dasarnya.13

4. Hubungan Hukum dalam Pembiayaan Konsumen

Suatu transaksi Pembiayaan Konsumen melibatkan tiga pihak, yaitu

pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen, pihak konsumen, dan pihak

Supplier (penyedia barang). Hubungan antara pihak-pihak dimaksud, yaitu

sebagai berikut.

a. Hubungan Pihak Kreditur denganDebitur

Hubungan antara pihak Kreditur, dalam hal ini merupakan pihak

Perusahaan Pembiayaan Konsumen, dengan debitur (konsumen)

adalahhubungan kontraktual, yaitu kontrak pembiayaan konsumen

(Consumer Finance Agreement). Dalam kontak ini, pihak pemberi

biaya sebagai kreditur dan pihak pemberi biaya adalah debitur. Pihak

pemberi biaya berkewajiban untuk memberikan sejumlah uang untuk

pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak penerima biaya

berkewajiban untuk membayar kembali uang tersebut secara angsuran

kepada pihak pemberi biaya.14

Hubungan kontraktual antara pihak perusahaan pembiayaan

konsumen dengan konsumen adalah jenis perjanjian kredit, sehingga

ketentuan mengenai perjanjian kredit berlaku terhadap perjanjian ini.

Namun untuk ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

perbankan tidak berlaku, karena pemberi biaya bukan merupakan Bank

sehingga tidak tunduk terhadap peraturan perbankan. Konsekuensi

13

Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, … h. 168

14

Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, … h. 37

Page 54: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

43

yuridis dari perjajian kredit adalah bahwa setelah seluruh kontrak

ditandatangani, dana telah dicairkan, dan barang telah diserahkan

kepada konsumen maka barang tersebut sudah menjadi miliknya

konsumen, walaupun kemudian barang itu djaminkan dengan jaminan

fidusia.15

b. Hubungan Pihak Debitur denganSupplier

Hubungan antara pihak debitur (konsumen) dengan pihak supplier

(penyedia barang) terdapat hubungan jual beli, namun da l am hal in i

jenis perjanjian jual beli yang terjadi adalah jenis perjanjian jual beli

bersyarat, dimana pihak supplier selaku penjual dan pihak konsumen

selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak

ketiga yaitu pemberi biaya. Hal ini berarti apabila kemungkinan pihak

ketiga atau penyedia dana tidak dapat menyediakan dana untuk

membayar pembelian sesuai dengan harga barang yang telah disepakati

dalam perjanjian jual beli, maka jual beli antara supplier dengan pihak

konsumen akan batal. Karena adanya perjanjian jual beli ini, maka

seluruh ketentuan tentang jual beli yang relevan berlaku terhadap para

pihak. Sebagai contoh tentang kewajiban “menanggung” dari pihak

penjual kewajiban penjual dan sebagainya.16

c. Hubungan Pihak Kreditur dengan Supplier

Antara pemberi dana dengan pihak supplier sebenarnya tidak ada

hubungan khusus. Pihak penyedia dana hanya merupakan pihak yang

syaratkan untuk meyediakan dana untuk digunakan untuk

membayarsecaratunai barang yang menjadi obyek jual beli antara

pihak supplier dengan pihak konsumen. Persyaratan ini adalah

berdasarkan perjanjian pembiayaan kosumen yang telah disepakati

terlebih dahulu oleh pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen dengan

15

Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, …h. 37

16

Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, …h. 38

Page 55: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

44

konsumen itu sendiri. Yang apabila pihak penyedia dana tidak

melakukan pembiayaan sesuai dengan syarat dalam perjanjian jual

beli, maka perjanjian jual beli itu akan batal, sementara yang

melakukan gugatan kepada pihak penyedia dana adalah konsumen,

atas dasar wanprestasi terhadap perjanjian pembiayaan konsumen.17

5. Fidusia sebagai jaminan

Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata “fides” yang berarti

kepercayaan. Sesuai dengan arti katanya, maka hubungan antara kreditur

(pemberi fidusia) dandebitur (penerima fidusia) adalah hubungan yang

didasarkan atas kepercayaan. Dimana pemberi fidusia percaya bahwa

penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah

diserahkan, setelah penerima fidusia melunasi utangnya.18

Jaminan fidusia adalah pranata jaminan yang pengalihan hak

kepemilikan dengan cara constitutum prossessorium19

yaitu dimaksud

semata-mata untuk memberi agunan dengan hak yang didahulukan kepada

penerima fidusia, makasesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 Tentang Fidusia, setiap janji yang memberikan kewenangan

kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi jaminan

fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum. Ketentuan tersebut

dibuat untuk melindungi pemberi fidusia, nilai obyek jaminan fidusia

melebihi besar utang yang dijamin.

Menurut Thomas Suyatno, Jaminan adalah penyerahan kekayaan atau

pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran

kembali suatu hutang.20

17

Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, … h. 38

18

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Utama, 2000), h. 113

19

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, … h. 113

20

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: PT Gramedia, 1989), h. 70

Page 56: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

45

Setelah berlakunya UUF benda yang dibebani dengan jaminan fidusia

wajib didaftarkan. Tujuan pendaftaran benda yang dibebani dengan

jaminan fidusia antara lain, adalah sebagaiberikut:21

a. Untuk melahirkan jaminan fidusia bagi penerima fidusia dan menjamin

pihak yang mempunyai kepentingan atas benda yang dijaminkan;

b. Untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada

penerima fidusia dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang

berkepentingan;

c. Memberikan hak yang didahulukan terhadap kreditur preference;

d. Untuk memenuhi asas publisitas dan asas spesialitas;

e. Untuk memenuhi asas kepastian tentang status fidusia sebagai jaminan

kebendaan;

f. Memberikan rasa aman kepada kreditur penerima jaminan fidusia dan

perihal pihak ketiga yang berkepentingan serta masyarakat

padaumumnya.

Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah meliputi pendaftaran

fidusia, tata cara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan

pendaftaran, dan penggantian sertifikat.22

Model-model eksekusi jaminan Fidusia menurut Undang-Undang

Fidusia adalah sebagai berikut:

1) Secara flat eksekusi, yakni lewat suatu penetapan pengadilan;

2) Secara parate eksekusi, yakni deengan menjual (tanpa perlu penetapan

pengadilan) di depan pelelanganumum;

3) Dijual dibawah tangan oleh pihak kreditursendiri;

4) Sungguhpun tidak disebutkan dalan Undang-Undang Fidusia, tetapi

tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa

lewat gugatan biasa ke Pengadilan.

21

Frieda, Husni Hasbullah, Hukum Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan, (Jakarta:

Ind Hill-Company, 2005), h. 82-83

22

A. A Andi Prajitno, Hukum Fidusia Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), h. 18

Page 57: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

46

Ada 2 (dua) kemungkinan dari hasil Pelelangan atau

penjualanbarang jaminan fidusia, yaitu:23

a) Hasil eksekusi melebihi nilai penjamin, penerima fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberifidusia;

b) Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau

pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas utang yang belum

dibayar.

C. Duduk Perkara

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel merupakan kasus antara H.M. Soleh anggota

LPKSM YPK Senopati beralamat di Kampung Sukabakti RT. 001 RW. 002,

Keluarahan Sukabakti Rt 001 Rw 002, Kelurahan Sukabakti, Kecamatan

Curug Kabupaten Tangerang. Dalam hal ini memberi surat kuasa kepada

Masjiknursaga, Jaenal Muharam, Suganda, Mulyadi, MT. Diansyah, Ramjahif

Pg Fiver, Muhamad Nawawi, Para Organ Pengurus Yayasan Perlindungan

Konsumen Senopati (YPK Senopati), berkantor di Jl. Pekong-Saga RT. 004

RW. 002, Saga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Melawan PT. Toyota Astra financial

Service, yang beralamat di Rukan Plaza V Pondok Indah Blok D No. 7 Jl.

Margaguna No. 426 Kel. Gandaria Utara, Kec. Kebayoran Baru, yang

selanjutnya disebut Tergugat. Bahwa dalam perkara ini berawal dari adanya

suatu penandatanganan pada Perjanjian Pembiayaan Jaminan Fidusia di bawah

tangan dengan Nomor Perjanjian94384515 yang ditandatangani pada Hari

Selasa Tanggal 14 Juli 2015 antar pihak Tergugat yang diwakili oleh M.

Ichwan Dorodjatun (PT. Toyota Astra Financial Service). Bahwa dalam

perjanjian tersebut timbulah hubungan antara Lembaga Pembiayaan selaku

Tergugat dengan debitur selaku Penggugat dan akibat hukum dengan

ditandatanganinya suatu perjanjian adalah mengikatnya substansi perjanjian

23

Salim Hs, Perkembangan Hukum Jaminan Fidusia di Indonesia, (Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2004), h. 90-91

Page 58: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

47

tersebut bagi para pihak yang menyepakatinya, hal ini sesuai dengan asas

kebebasan berkontrak pada Pasal 1338 KUH Perdata dan asas konsensualisme

pada Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dalam suatu perjanjian tersebut

terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat yaitu perbuatan melawan

hukum atas pelanggaran penncantuman klausula baku yang dilakukan

Tergugat (PT. Toyota Astra Financial Service). Maka Penggugat mengajukan

gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas adanya pencantuman

klausula bakuyang dilarang pada Pasal 18 Ayat (1) huruf d Undang Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

pada perjanjian pembiayaan jaminan fidusia di bawah tangan dengan Nomor

94384515 yang ditandatangani pada Hari Selasa tanggal 14 Juli 2015, tertuang

pada halaman 5 Pasal 12 poin 12.1 berbunyi:

“Debitur memberi kuasa kepada kreditor berhak untuk membuat,

menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang (novasi) terhadap

perjanjian ini sehubungan dengan fasilitas pembiyaan (pinjaman) atau hal lain

yang menurut kreditur perlu dilakukan perubahan, penambahan atau

pembaharuan atas perjanjian ini”

Klausula ini bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf d Undang

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

berbunyi:

Dilarang “menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen

secara angsuran”

Sedangkan Penggugat dalam permohona kredit tersebut kepada Tergugat

belum pernah menandatangani Akta Jaminan Fidusia secara langsung

dihadapan Notaris, melainkan hanya menandatangani Perjanjian Pembiayaan

dengan Jaminan Fidusia di bawah Tangan dengan Nomor Perjanjian

94384515. Penggugat memandang akibat perilaku Tergugat yang

mencantumkan klausula bakudalam perjanjian yang dibuatnya nampaknya

Tergugat sedang membuat Undang-Undang bukan perjanjian, akibatnya

Page 59: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

48

banyak masyarakat yang kehilangan hartanya bahkan tidak jarang

keselamatannya terancam yang disebabkan penagihan-penagihan hutang liar

yang sering disebut Debt. Collector berwajah seram dan berperilaku arogan

serta main hakim sendiri seperti menyita, merampas kendaraan dijalan tanpa

perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam haldan menurut cara yang

diatur dalam Undang-Undang. Dan sering sekali Pelaku usaha yang nakal

berlindung dibalik Pasal 1320 KUH Perdata yang disalahartikan, sedangkan

Pasal 1320 KUH Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah

apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut,

yaitu:

1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri;

2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian;

3. Ada suatu hal tertentu;

4. Adanya suatu sebab yang halal. Sementara itu, suatu sebab dikatakan halal

apabila sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu:

a. tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

b. tidak bertentangan dengan kesusilaan;

c. tidak bertentangan dengan Undang-Undang (dalam hal ini

bertentangan dengan pasal 18 Ayat (1) huruf d Undang-Undang RI

Nomor 8 Th. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

H.M. Soleh anggota LPKSM YPK Senopati menggugat PT. Toyota Astra

Financial Services ke Pengadilan Jakarta Selatan dengan gugatan Tergugat

telah mencantumkan klausula baku yang dilarang dalam Akta Perjanjian

Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia di bawah Tangan dengan Nomor

Perjanjian 94384515, bahwa karena ada sangkaan Tergugat akan mengalihkan

sebagaimana Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia di bawah

Tangan. Bahwa oleh karena gugatan ini berdasar fakta-fakta dan bukti-bukti

yang jelas dan sah maka Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan untuk:

1. Mengabulkan dan memutuskan menerima dan mengabulkan gugatan

Penggugat untuk seluruhnya

Page 60: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

49

2. Bahwa Tergugat telah terbukti mencantumkan klausula baku yang dilarang

Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen pada Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia di

bawah Tangan

3. Menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan yang dibuat tergugat bertentangan yang dimaksud dalam

Pasal 18 Ayat (1) huruf d Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, dinyatakan batal demi hukum

4. menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum

5. menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kerugian imateriil

kepada Penggugat

6. menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia di

bawah Tangan dengan No. Perjanjian 94384515 yang dibuat Tergugat

pada Hari Selasa tanggal 14 Juli 2015 batal demi hukum

7. memerintahkan Tegugat untuk tidak menyita atau mengambil paksa

kendaraan

8. memerintahkan Tergugat untuk membayar segala biaya perkara yang

timbul akibat perkara ini.

Page 61: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

50

BAB IV

ANALISIS KLAUSULA-KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN

PEMBIAYAAN KONSUMEN ANTARA PT.TOYOTA ASTRA

FINANCIAL SERVICE DENGAN H.M. SOLEH

A. Pertimbangan Hukum Hakim dan Putusan Hakim

1. Pertimbangan Hukum Hakim

Sebelum menjatuhkan putusan, yang menjadi pertimbangan hukum hakim

dalam memutuskan putusan pada tingkat pertama yaitu di Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel adalah:

Majelis Hakim memutuskan perkara antara PT. Toyota Astra Financial

Service dengan H.M. Soleh ini di luar hadirmya Tergugat (verstek). Di mana

selama proses persidangan pihak tergugat yaitu PT. Toyota Astra Financial

Service tidak pernah hadir dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir di

persidangan meski telah dipanggil secara sah dan patut. Dan oleh karena itu

dalam perkara ini tidak dapat dilaksanakan upaya mediasi sebagaimana

dimaksud dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Selanjutnya pihak Penggugat mengajukan 2 (dua) buah surat untuk

membuktikan dalil gugatannya, yaitu:

a. Fotocopy Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan jaminan Fidusia di

bawah tangan No. Perjanjian : 94384515, diberi tanda P-1;

b. Fotocopy Surat Pernyataan yang dibuat Penggugat HM Soleh tertanggal

27 Mei 2016, diberi tanda P-2.

Bukti bertanda P.1 adalah Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor

94384515 di mana menurut Pengguat dokumen aslinya ada pada pihak

Tergugat, dan walaupun hanya berupa fotocopy yang tidak dapat ditunjukkan

aslinya, maka hal tersebut dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bukti,

dikarenakan dalam perkara ini pihak Tergugat tidak pernah hadir di

Page 62: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

51

persidangan sehingga hakim memandang bahwa pihak Tergugat tidak

memperdulikan lagi kepentingannya di persidangan sedangkan dalam bukti

bertanda P.2 tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dan haruslah

dikesampingkan, karena merupakan pernyataan sepihak dari Penggugat.

Berdasarkan bukti yang diajukan yakni surat bertanda P-1, berupa

Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor 94384515 tanggal 14 Juli 2015,

setidaknya telah terbukti fakta-fakta sebagai berikut :

1) Bahwa pada tanggal 14 Juli 2015 antara Penggugat dengan Tergugat telah

menandatangani Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas pembelian secara

angsuran sebuah kendaraan roda 4 (empat) Toyota Avanza F 52 V A/T10

tahun 2015 Nomor Rangka MHKM1CB4JFK042540 Nomor Mesin

DFM6277 Warna Hitam Metalik BPKB atas nama Penggugat HM Soleh;

2) Bahwa sebagai jaminan atas pengembalian pembiayaan konsumen di atas,

antara Penggugat dengan Tergugat telah disepakati barang tersebut di atas

akan dijadikan sebagai jaminan fidusia.

Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, majelis berpendapat pihak

Penggugat telah dapat membuktikan dalil perihal adanya hubungan hukum

dengan Tergugat dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan

fidusia di bawah tangan atas 1 (satu) unit kendaraan Toyota.

Dan yang menjadi persoalan adalah benarkah dalam perjanjian tersebut

telah termuat klausula baku yang dilarang oleh Undang undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana didalilkan oleh

Penggugat.

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) huruf d, Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), telah mengatur perihal

larangan bagi pelaku usaha tentang hal-hal sebagai berikut:

Page 63: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

52

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

d) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran.

Selanjutnya pada Pasal 18 Ayat (2) dan (3) UUPK telah menentukan hal

sebagai berikut :

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti;

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi hukum.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal di atas, yang menjadi permasalahan

adalah benarkah dalam Akta Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan

jaminan fidusia di bawah tangan No. 94384515 tertanggal 14 Juli 2015

terdapat klausula baku yang dilarang oleh ketentuan Pasal 18 UUPK, sehingga

dapat dinyatakan batal demi hukum.

Dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap diatas, khususnya dari bukti

surat bertanda P-1, dalam lampirannya perihal syarat dan ketentuan perjanjian

pembiayaan pada Pasal 12 point 1 (12.1), telah termuat klausula yang

berbunyi: “Debitor memberi kuasa kepada Kreditor dan dengan ini Kreditor

berhak untuk membuat, menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang

(novasi) terhadap perjanjian ini sehubungan dengan fasilitas pembiayaan

(pinjaman) atau hal lain yang menurut kreditor perlu dilakukan perubahan,

penambahan, atau pembaharuan atas perjanjian ini.

Page 64: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

53

Berdasarkan bunyi klausula sebagaimana tersebut di atas, khususnya dari

kata-kata “atau hal lain yang menurut kreditur perlu dilakukan…dan

seterusnya..”, majelis berpendapat Tergugat secara jelas memasukkan

klausula pemberian kuasa dari debitor untuk dapat melakukan tindakan

sepihak menurut kreditur sehubungan dengan fasilitas pembiayaan yang

diberikan kepada debitur.

Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka klausula sebagaimana tercantum

dalam Pasal 12.1 Lampiran Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor

94384515 tertanggal 14 Juli 2015, menurut majelis termasuk klausula yang

dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf d UUPK.

Dan berdasarkan pada fakta-fakta hukum yang telah terungkap dalam

kasus tersebut, peniliti kurang setuju dengan pertimbangan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di mana dalam pertimbangan tersebut

hakim hanya mengacu kepada UUPK. Yang seharusnya menurut peneliti

hakim juga harus mengacu kepada peraturan-peraturan lainnya seperti Kitab

Undang-Undang Hukum Peradat dan BerdasarkanPeraturan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan.Dan seharusnya dua peraturan tersebut bisa dijadikan

acuan hakim dalam memutuskan perkara.

Di mana dalam KUH Perdata juga dijelaskan mengenai klausula baku.

Klausula tersebut bertentangan dengan Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan

bahwa “suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan

tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut

sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-

undang”.Jadi di sini disebutkan walaupun dalam membuat perjanjian itu

diberikan asas kebebasan berkontrak oleh KUH Perdata tetapi tetap harus

dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan yang di gunakan di Indonesia

dan tidak boleh bertentangan dengan kepatutat, kebiasaan atau undang-undang

Page 65: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

54

itu sendiri. Dalam membuat perjanjian tersebut dari awal sudah tidak terdapat

itikad baik yang dilakukan oleh pihak Kreditur di mana pencantuman klausula

tersebut tidaklah diikuti dengan itikad baik dimana pihak kreditur memang

dari awal sudah membuat perjanjian pembiayaan konsumen tersebut yang

didalamnya hanya mengguntungkan pihak kreditur saja.

Selanjutnya ada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor

1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Walaupun dalam hiererki perundang-undang peraturan ini berada di bawah

KUH Perdata dan UUPK, tetapi menurut peneliti peraturan ini masih bisa

dijadikan acuan hakim dalam memutuskan perkara mengenai klausula baku.

Dimana dalam Pasal 21 disebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan dalam

membuat perjanjian wajib memenuhi keseimbangan, keadilan dan kewajaran

dalam membuat perjanjian dengan konsumen. Selanjutnya dalam Pasal 22

Ayat (3) huruf c, dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Pelaku Usaha

Jasa Keuangan dilarang memberikan kuasa dari Konsumen kepada Pelaku

Usaha Jasa Keuanga, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk

melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh

Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Dimana dalam Pasal 12 point 1 (12.1) dalam perjanjian

tersebut, dalam lampirannya terdapat syarat dan ketentuan yang berbunyi :

“Debitor memberi kuasa kepada Kreditor dan dengan ini Kreditor berhak

untuk membuat, menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang

(novasi) terhadap perjanjian ini sehubungan dengan fasilitas pembiayaan

(pinjaman) atau hal lain yang menurut kreditor perlu dilakukan perubahan,

penambahan, atau pembaharuan atas perjanjian ini”. Hal tersebut selain

bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf d UUPK juga bertentangan

dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pasal 22 Ayat (3) huruf c

Page 66: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

55

Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan.

2. Putusan pengadilan

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:

338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel tanggal 31 Agustus 2016, yang amar putusannya

sebagai berikut:

M E N G A D I L I

a. Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara patut akan tetapi tidak hadir;

b. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dengan verstek;

c. Menyatakan Tergugat telah terbukti mencantumkan klausula baku yang

dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor: 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Akta Perjanjian Pembiayaan

dengan jaminan fidusia No. 94384515 tanggal 14 Juli 2015;

d. Menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan fidusia di

bawah tangan dengan No. Perjanjian : 94384515 yang dibuat Tergugat

pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015, sepanjang menyangkut Syarat dan

Ketentuan Perjanjian Pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Pasal

12.1 yang menjadi lampiran Perjanjian No. 94384515 di atas, batal demi

hukum;

e. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

f. Menghukum Tergugat agar membayar biaya perkara sebesar

Rp.626.000,00 (enam ratus dua puluh enam ribu rupiah);

g. Menolak gugatan Penggugat untuk selain atau selebihnya.

B. Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Pembiayaan Berdasarkan

KitabUndang-Undang Hukum PerdataUndang-Undang Perlindungan

Konsumen dan Peraturan Pembiayaan

Page 67: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

56

1. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Penerapan klausul eksonerasi dalam Surat Pernyataan pada perjanjian

pembiayaan pembiayaanmerupakan suatu tindakan yang tidak patut (on

billijkheid). Klausula tersebut bertentangan dengan Pasal 1338 Ayat (3) KUH

Perdata menyatakan, suatu perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad

baik (goeder trouw, bona fide). Itikad baik dalam doktrin hukum perjanjian

meliputi itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik subjektif

diartikan dalam hubungannya dengan hukum benda bermakna kejujuran,

sedangkan itikad baik objektif berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian

harus mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.

Klausula tersebut bertentangan dengan Pasal 1339 KUH Perdata

menyatakan bahwa “suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang

dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang

menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-

undang”.

Tan Kamello dalam pandangan hukumnya menyatakan “Dalam KUH

Perdata, kepatutan adalah tiang hukum yang wajib ditegakkan. Sebagai asas

kepatutan memiliki peran dan fungsi antara lain menambah atau

mengenyampingkan isi perjanjian. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam

Pasal 1339 KUH Perdata. Isi perjanjian yang dibuat berdasarkan asas

kebebasan berkontrak harus dijalankan dengan itikad baik”.1

Asas kepatutan dalam Pasal 1339 KUH Perdata berkaitan dengan isi

perjanjian. Pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan memperhatikan

norma-norma kepatutan.

Klausul eksonerasi melanggar syarat sepakat dalam perjanjian pada Pasal

1321 KUH Perdata, yaitu “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu

diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau

1 Tan Kamello, Asas Kepatutan dalam Arbitrase, (Bandung: Alumni, 2009), h.279-280

Page 68: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

57

penipuan.” Kesepakatan dalam perjanjian baku tidak sebebas dengan

perjanjian langsung yang melibatkan para pihak dalam penetapan isi klausul-

klausul dalam perjanjian. Nasabah debitur tidak dapat menolak isi klausul

karena adanya ketergantungan secara ekonomi untuk memperoleh

pembiayaan dari bank, sehingga kesepakatan dalam Surat Pernyataan tersebut

tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian “sepakat mereka yang mengikatkan

dirinya”.

Penerapan klausul eksonerasi tersebut juga bertentangan dengan syarat sah

perjanjian suatu sebab yang halal. Pasal 1335 menyatakan “suatu perjanjian

tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan.” Selanjutnya dalam Pasal 1337

dinyatakan “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-

undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban

umum.” Surat Pernyataan pada perjanjian pembiayaanberisi pengalihan

tangggung jawab kepada konsumen dilarang oleh undang-undang. Syarat

suatu sebab yang halal dilanggar, sehingga tidak memenuhi syarat sah

perjanjian elemen yang keempat “suatu sebab yang halal”. Surat Pernyataan

tersebut tidak memenuhi syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal dalam

sahnya perjanjian, sehingga Surat Pernyataan tersebut batal demi hukum.

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) dan Ayat (2) pelarangan

penggunaan kontrakbaku terhadap dua hal yakni berkaitan dengan isi dan

bentuk penulisannya. Dari segi isi berkaitan dengan larangan memuat klausul-

klausul baku yang tidak adil. Sedangkan dari bentuk penulisannya klausula itu

harus dituliskan secara jelas dan terang sehingga dapat dibaca dan dimengerti

oleh konsumen dengan baik.2

2JanusSidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Adi2006), h. 27

Page 69: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

58

Penerapan klausul eksonerasi dalam Surat Pernyataan pada perjanjian

pembiayaan tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf a

UUPK yang menyatakan “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau

jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat dan/atau

mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (3) UUPK menyatakan “setiap

klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha pada dokumen atau

perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat

(1) dan Ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.” Berdasarkan ketentuan dalam

Pasal 18 Ayat (3) UUPK, maka perjanjian baku yang menerapkan klausul

eksonerasi atau pengalihan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen

adalah batal demi hukum. Akibat dari kebatalan demi hukum atas Surat

Pernyataan tersebut, menurut Pasal 18 Ayat (4) pelaku usaha wajib

menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang

tersebut.

3. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor

1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Ketentuan larangan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha kepada

konsumen juga diatur Pasal 22 Ayat (3) huruf a Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan, yang menyatakan bahwa “Perjanjian baku

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa

Keuangan dilarang: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban

Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

Ketentuan yang sama juga diatur dalam Bagian II Tentang Klausula

Dalam Perjanjian Baku angka 4 huruf a Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku, yang menyatakan bahwa

Page 70: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

59

Perjanjian Baku yang dilarang adalah perjanjian yang memuat hal-hal sebagai

berikut: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban POJK

kepada Konsumen.

Berdasarkan Pasal 22 Ayat (1) Peraturan OJK jelas dinyatakan bahwa

“dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menggunakan perjanjian baku,

perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.” Ketentuan penggunaan perjanjian baku diatur dalam Peraturan

perundang-undangan yaitu UUPK dan Peraturan OJK Nomor 1/OJK.07/2013.

Akibat hukum terhadap pelanggaranketentuan yang telah diatur dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah batal demi hukum. Hal ini sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (3) UUPK yang

menyatakan bahwa klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha

pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.3

C. Analisis

Analisi yuridis terhadap kasus ini akan ditinjau dari beberbapa aspek sebagai

berikut:

1. Keabsahan Perjanjian Baku/Klausula BakuDitinjau dari KUH Perdata

Perjanjian yang tertera dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT.

Toyota Astra Financial Services adalah suatu bentuk perjanjian yang baku.

Terhadap perjanjian ini peneliti mencoba menganalisa kebasahannya sebagai

suatu perjanjian ditinjau dari ketentuan dalam KUH Perdata. Mulai dari syarat

sahnya perjanjian tersebut hingga pengaturan secara lebih detail terhadap

klausul yang sifatnya menguntungkan pihak kreditur dan merugikan debitur.

3 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2001), h. 74

Page 71: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

60

Dan juga peneliti akan mencoba melihat secara lebih fokus terhadap kaitan

asas kebebasan berkontrak dalam KUH Perdata dalam penerapan perjanjian

pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial Services sebagai bentuk

dari perjanjian baku.

a. Tinjauan berdasarkan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata

Salah satu yang menjadi pokok permasalahan dalam kasus diatas

adalah perjanjian pembiayaan konsumen yang mencantumkan klausula

baku yang dilarang klausul yang bunyinya antara lain:

Adanya klausula berbunyi bahwa debitur memberi kuasa kepada

kreditur berhak untuk membuat, menandatangani atau melakukan

pembaharuan hutang (novasi) terhadap perjanjian ini sehubungan dengan

fasilitas pembiyaan (pinjaman) atau hal lain yang menurut kreditur perlu

dilakukan perubahan, penambahan atau pembaharuan atas perjanjian ini.

Unsur yang relevan dalam pembahasan pembiayaan konsumen ini

adalah adanya perjanjian tertulis (baku) mengenai apa saja yang

diaturpembiayaan konsumen. Perjanjianbaku pada pembiayaan konsumen

tersebut telahmemenuhi ciri-ciri dari sebuah perjanjian baku yaitu:4

1) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonomi) nya

kuat;

2) Masyarakat (debitur) sama sekali tidak bersama-sama menentukan isi

perjanjian;

3) Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian

itu;

4) Bentuk tertentu (tertulis);

5) Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

Bila dikaitkan dengan ciri yang pertama, makaperjanjian pembiayaan

konsumen telah memenuhi ciri pertama, karena isi dari kontrak ini

4 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku: Perkembangannya di Indonesia, (Bandung:

Alumni, 1980), h. 11

Page 72: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

61

ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha

memiliki posisi (ekonomi) yang kuat. Selain itu juga telah memenuhi ciri

yang kedua, karena debitur dalam hal ini tidak diikutsertakan menentukan

isi perjanjian, PT. Toyota Astra Financial Services secara sepihak telah

menentukan sendiri isi perjanjian tersebut, debitur hanya tinggal membaca

dan memahami isi dari kontrak tersebut, sehingga debitur tidak

mempunyai kesempatan lagi untuk melakukan tawar menawar terhadap isi

kontrak yang dibuat secara sepihak oleh pengusaha.

Ditinjau dari ciri ketiga, maka perjanjian kredit PT. Toyota Astra

Financial Services selaku kreditur dengan H.M. Soleh selaku debitur

merupakan perjanjian baku, karena dalam kenyataannya debitur memang

terpaksa harus menerima ketentuan yang telah diatur dalam kontrak

tersebut terdorong oleh kebutuhan. Ciri keempat perjanjian kredit antara

PT. Toyota Astra Financial Services dengan H.M. Soleh dibuat secara

tertulis, dibuat dalam rangkap dua yang sama dan ditandatangani oleh

kedua belah pihak. Dan ciri kelima dimana sebelumnya perjanjian

pembiayaan konsumen tersebut sudah dibuat terlebih dahulu secara massal

dan kolektif oleh pihak kreditur.

Berdasarkan uraian di atas, maka perjanjian pembiayaan dengan

jaminan fidusia atas pembiayaan yang akan dibayar secara angsuran

terkait 1 (satu ) unit kendaraan bermotor roda 4 (empat) kredit antara PT.

Toyota Astra Financial Services dengan H.M. Soleh telah memenuhi ciri-

ciri dari perjanjian baku. Dalam Pasal 1338 KUH Perdata hukum

perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak dan asas ini

harus dibatasi bekerjanya, agar perjanjian yang dibuat berlandaskan asas

itu tidak merupakan perjanjian yang berat sebelah atau timpang.5

5 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbangbagi Para

Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 71

Page 73: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

62

Apabila dikaitkan dengan teori dalam KUH Perdata perjanjian

semacam itu termasuk dalam jenis perjanjian Innominaat (diluar KUH

Perdata). KUH Perdata sendiri tidak mengatur mengenai perjanjian baku

secara khusus dimana pada KUH Perdata hanya mengatur mengenai

perjanjian atau perikatan secara umum. Oleh karena itu apabila hendak

meninjau perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial

Services dengan H.M. Soleh yang berupa perjanjian baku berdasarkan

KUH Perdata maka perjanjian pembiayaan konsumen tersebut harus

memenuhi syarat sahnya perjanjian baik syarat obyektif maupun subyektif

yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata serta perjanjian tersebut juga

harus memenuhi asas-asas dalam perjanjian antara lain asas kebebasan

berkontrak, konsensualisme dan keseimbangan para pihak demi sahnya

perjanjian kredit tersebut.

Syarat sah pada Pasal 1320 KUH Perdata yang harus dipenuhi

perjanjian tersebut antara lain diuraikan sebagai berikut:

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Unsur yang paling penting dalam syarat ini adalah kata sepakat

dari para pihak yang mengikatkan dirinya yang berarti para pihak yang

ingin membuat perjanjian terlebih dahulu bertemu membicarakan

segala sesuatu yang ingin diperjanjikan oleh mereka dan terjadi

diskusi serta pengaturan pelaksanaan serta konsekuensi perjanjian.6

Namun dalam teori hukum perjanjian itu sendiri dikenal adanya

takluk secara diam-diam dan menyerahkan segalanya pada pihak

pembuat perjanjian. Seperti yang dikemukakan oleh Stein, yaitu

perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi

adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan

bahwa para pihak mengikatkan dirinya pada perjanjian itu. Jika debitur

6 David M. L. Tobing, S.H., M.Kn, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, (Jakarta: Timpani

Publshing, 2007), h. 41

Page 74: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

63

menerima dokumen perjanjian itu berarti secara sukarela setuju pada

isi perjanjianitu.7

Jadi apabila dalam hal perjanjian pembiayaan konsumen dengan

jaminan fidusia tidak mempermasalahkan sebelumnya maka ia

dinyatakan sepakat tanpa harus ada diskusi sebelumnya. H.M. Soleh

sebagai debitur yang dalam perjanjian pembiayaan konsumen

mencantumkan klausula perjanjian baku tidak mempermasalahkan hal

tersebut dengan tetap ingin mengangsur satu unit kendaraan bermotor

roda 4 (empat) dengan perjanjian pembiayaan dengan jaminan

fidusiayang menunjukkan ia telah mau dan percaya serta sukarela

untuk menyetujui perjanjian tersebut secara keseluruhan. Namun tetap

perjanjian baku/klausula baku yang disiapkan oleh pihak PT. Toyota

Astra Financial Services tadi diatur ole hundang-undang mengenai isi,

aplikasi dan bagaimana keberlakuan mengenai perjanjian tersebut dan

apabila terdapat ketimpangan dalam klausulnya maka dapat

dimintakan pembatalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang mengaturnya.

Jadi kesimpulannya perjanjian baku semacam itu memenuhi unsur

sepakat selama sesuai dengan ketentuan dengan asas dan aturan dalam

hukum perjanjian.

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan bertindak merupakan salah satu cakap hukum yaitu

kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum

adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang

dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang

sudah dewasa.

7Miko Susanto Ginting, Menegaskan Kembali Keberadaan Klausula Baku dalam

Perjanjian,(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jurnal Hukum dan Peradilan,

Volume 3, Nomor 3 November 2014: 223-236), h. 227-22

Page 75: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

64

Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa belum

dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan

tidak lebih dulu kawin. Secara a contrario dapat ditarik kesimpulan

bahwa seseorang dianggap dewasa apabila telah berusia 21 tahun

atautelah menikah. Jika seseorang diletakkan di bawah pengampuan,

maka secara yuridis orang tersebut juga dianggap tidak cakap untuk

melakukan perbuatan hukum.

Dalam kasus perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan

fidusia PT. Toyota Astra Financial Services dengan H.M. Soleh para

pihak yang melakukan perjanjian baku tersebut dikatan cakap dan

berhak sehingga unsur ini terpenuhi secara lengkap.

c) Suatu hal tertentu

Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-

kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa

benda yang sekarang dan yang akan ada, misalnya jumlah jenis dan

bentuknya. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang

menjadi objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang

menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi

atau perikatan dalam Pasal 1234 KUH Perdata terdiri dari :

(1) Memberikan sesuatu

(2) Berbuat sesuatu

(3) Tidak berbuat sesuatu.

d) Suatu sebab/klausula yang halal

Tidak semua perjanjian baku mencantumkan suatu sebab yang

halal yang tidak dilarang oleh undang-undang mengingat perjanjian

baku itu sendiri lahir dari ketidakseimbangan kedudukan antara

produsen dengan konsumen dimana produsen selalu ingin menerapkan

Page 76: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

65

prinsip ekonomi diatas prinsip hukum.8 Klausa yang dimaksud oleh

Pasal 1320 KUH Perdata adalah klausa yang mengandung arti sebagai

apa yang diinginkan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dan tidak

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

Keabsahan merupakan media untuk mengetahui apakah klausula yang

tercantum dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra

Financial Services telah sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya.

Keberadaan klausula pada perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota

Astra Financial Services harus berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak

seperti yang diatur dalam KUH Perdata sehingga dapat diketeahui

bahwapencantuman klausula tersebut dibuatdengan adaanya itikad baik. Allah

SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah Ayat 256:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah

jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa

yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka

sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang

tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Kaitan dengan ayat di atas yaitu perjanjian dibuat secara sepihak namun

bukan berarti menghilangkan asas kebebasan berkontrak bagi pihak lain

(debitur). Karena pada akhirnya debitur seharusnya mempelajari tentang

perjanjian tersebut. Relevansinya dengan Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian

8 David M. L. Tobing, S.H., M. Kn, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, … h. 41

Page 77: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

66

harus memenuhi syarat suatu hak tertentu sebagai objeknya. Hal ini akan

menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.

Dapat disimpulkan bahwasannya klausa itu adalah isi dari perjanjian

tersebut. Klausula yang halal dengan demikian diartikan bahwa kontrak itu

mengandung isi yang halal dan tidak bertentangandengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum.9 Dalam kasus ini PT. Toyota Astra Financial

Servicesmasih mencantumkan klausa/kausa yang sifatnya dimana Debitor

memberi kuasa kepada Kreditorbahwa Kreditor berhak untuk membuat,

menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang (novasi) terhadap

perjanjian ini sehubungan dengan fasilitas pembiayaan (pinjaman) atau hal

lain yang menurut kreditor perlu dilakukan perubahan, penambahan, atau

pembaharuan atas perjanjian ini yang berarti tidak sesuai dengan undang-

undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Namun dikarenakan pembatalan atas suatu kausa tidak membatalkan

keseluruhan perjanjian maka perjanjian tersebut tidak batal seluruhnya.

Contohnya pada perjanjian kredit, apabila klausula mengenai tempat

pembayaran batal tidak berarti bahwa seluruhperjanjian kredit menjadi batal.

b. Klausula Eksonerasi padaperjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota

Astra Financial Servicesditinjau melalui KUH Perdata

Mengenai klausul yang bersifat memberatkan/pengalihan tanggung

jawab/eksonerasi KUH Perdata tidak memiliki aturan-aturan yang khusus

mengenai klausul eksonerasi. Maka terhadap adanya klausul-klausul

semacam ini ditinjau dari sudut pengaturan yang dimuat dalam

KUHPerdata, haruslah ditinjau dari Pasal 1337, 1338, 1339, dan juga

Pasal 1493-1512 KUH Perdata Indonesia.

Pasal 1337 KUH Perdata berbunyi: “Suatu kausa adalah terlarang,

apabila dilarang oleh undang-undang, apabila berlawanan dengan

9 Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Pemberdayaan Hak-Hak Konsumen di

Indonesia, (Jakarta: Direktorat Perlindungan Konsumen, 2001), h. 183

Page 78: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

67

kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Pasal 1338 KUH Perdata

berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk

itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal 1339

KUH Perdata berbunyi : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan atau undang-undang”.

Apabila ketiga pasal tersebut dirangkumkan, berarti ada dua hal utama

yang harus diperhatikan didalam memberlakukan perjanjian baku terutama

yang mengandung klausula eksonerasi seperti perjanjian baku yang tertera

pada perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial

Services antar lain:

1) Tidak bertentangan dengan kesusilaan (moral), kepatutan, kebiasaan

dan/atau undang-undang (Pasal 1337 dan 1339 KUH Perdata);

2) Memiliki itikad baik (Pasal 1338 KUH Perdata).

Berdasarkan penjelasan diatas maka klausula eksonerasi yang terdapat

dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial

Services memang jelas-jelas melanggar ketentuan dalam KUH Perdata

yaitu tidak sesuai dengan kesusilaan dan undang-undang (Pasal 1337 dan

1139) dan juga pencantuman klausula tersebut tidaklah diikuti dengan

itikad baik dimana pihak kreditur memang dari awal sudah membuat

perjanjian pembiayaan konsumen tersebut yang didalamnya hanya

mengguntungkan pihak kreditur saja.

Sedangkan pengaturan pada Pasal 1493 KUH Perdata inti dari pasal

tersebut adalah menyebutkan bahwa para pihak berhak merundingkan

Page 79: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

68

tentang sejauh mana pertanggung jawaban para pihak dalam suatu

perjanjian. Pada kasus perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra

Financial Services klausula eksonerasi yang tertera tidak dirundingkan

terlebih dahulu jadi hal tersebut tidak memenuhi unsur dalam Pasal 1493.

yang menyebabkan hal tersebut dilarang menurut KUH Perdata dilihat

dari Pasal 1493.

Asas Kebebasan Berkontrak merupakan suatu asas yang wajib

dipenuhi dalam mengadakan suatu perjanjian. Berlakunya asas kebebasan

berkontrak dalam hukum perjanjian indonesia dapat dilihat pada Pasal

1329 KUHPerdata, yang berbunyi : “Setiap orang adalah cakap untuk

membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak

dinyatakan cakap”.

Dengan adanya pasal tersebut, setiap orang cakap untuk membuat

perjanjian. Dan kecakapan seseorang dalam membuat perjanjian, akan

memberlakukan kebebasan yang ada pada dirinya. Bahwa manusia terlahir

untuk bebas.

Kesepakatan mereka (para pihak) mengikatkan diri adalah merupakan

asas esensial dari hukum perjanjian dimana hal ini menjadi bagian dari

asas kebebasan berkontrak, yang juga biasa disebut dengan

konsensualisme, yang menentukan adanya perjanjian. Asas kebebasan ini

juga tidak hanya terdapat atau milik KUH Perdata saja, akan tetapi asas ini

berlaku secara universal, bahkan asas ini juga dikenal dalamhukum

Inggris. Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH

Perdata mengandung arti kemauan (will) para pihak untuk saling

berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kemauan ini

membangkitkan (vertrouwen) bahwa perjanjian itudipenuhi.

Asas kebebasan berkontrak juga berkaitan erat dengan isi perjanjian,

yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu

Page 80: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

69

diadakan. Dan perjanjian yang dibuat tersebut sesuai dengan Pasal 1320

KUH Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat. Meninjau masalah “ada”

dan “kekuatan mengikat” pada perjanjian baku, maka secara teorItis

yuridis perjanjian tersebut (standard contract) tidak memenuhi elemen-

elemen yang dikehendaki Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata. Dikatakan

demikian sebab jika melihat bahwa perbedaan posisi para pihak ketika

perjanjian baku diadakan tidak memberikan kesempatan para debitur

untuk mengadakan “real bergaining” dengan pengusaha (kreditur).

Debitur dalam keadaan ini tidak mempunyai kekuatan untuk

mengutarakan kehendak dan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian

baku tersebut, dan hal ini bertentangan dengan Pasal 1320 jo 1338 KUH

Perdata di atas.

Dalam melihat permasalahan ini terdapat dua pemahaman bahwa

apakah perjanjian baku tersebut melanggar asas kebebasan berkontrak

atau tidak paham tersebut antara lain:

a) Secara mutlak memandang bahwa perjanjian baku bukanlah suatu

perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian adalah

seakan-akan sebagai pembentuk undang- undang swasta. Syarat-

syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah

undang-undang bukanperjanjian.

b) Cenderung mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat

diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan

kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak

mengikatkan diri pada perjanjian itu. Dengan asumsi bahwa jika

debitur menerima dokumen suatu perjanjian itu, berarti ia

secarasukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.

Apabila dikaitkan dengan perjanjian baku yang terdapat dalam

perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial Services

Page 81: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

70

tersebut sebenarnya terlihat bagaimana H.M. Soleh selaku debitur tidak

ikut menentukkan isi dari perjanjian kredit tersebut namun disini H.M.

Soleh sendiri telah sepakat terhadap pembuatan perjanjian tersebut dengan

menandatangani perjanjian kredit tersebut dikarenakan itikad baik dari

kreditur demi terciptanya efisensi dalam hubungan pelaku usaha dan

debitur.

Jadi selama perjanjian baku dibuat dengan itikad baik dari pelaku

usaha maka peneliti setuju dengan paham kedua bahwa perjanjian baku

dapat diterima sebagai suatu perjanjian dan debitur sepakat dengan

kepercayaan atas perjanjian tersebut. Namun apabila terdapat klausula

yang berat sebelah dan merugikan dapat dimintakan pembatalan atas

klausula baku tersebut. Bila dikaitkandengan perjanjian pembiayaan

konsumen PT. Toyota Astra Financial Servicesmaka peneliti berpendapat

perjanjian yang tertera dalam perjanjian kredit tersebut sudah sesuai

dengan kebebasan berkontrak. Namun tetap ada pengecualian terhadap

klausula eksonerasi yang memang jelas-jelas melangggar ketentuan

undang-undang.

c. Klausula Baku Pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Toyota Astra

Financial Services Ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam perundang-undangan di Indonesia pengaturan mengenai

klausula baku, baru terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen yaitu dalam Pasal 1 ayat (10) dimana

klausula baku didefinisikan sebagai: “Setiap aturan atau ketentuan dan

syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu

secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen

dan/atau perjanjian yang mengikatdan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Selain itu UUPK juga mengatur mengenai penggunaan klausula baku

Page 82: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

71

dalam setiap transaksi bisnis dimana ketentuan-ketentuan yang diatur tertuang

pada Pasal 18 UUPK.

Adapun klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 Ayat (1) UUPK

adalah:10

1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen;

3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

konsumen;

4) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan

sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli olehkonsumen secara

angsuran;

5) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

7) menyatakan tunduknya konsumen pada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan lanjutan yang dibuat sepihak

oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang

dibelinya.

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UUPK tersebut di

atas akan mengakibatkan perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal

10

Ahmad Jahri, Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku Yang Mengandung

Klausula Eksonerasi Pada Bank Umum di Bandarlampung, (Jurnal Fiat Justisia Journal of Law,

Lampung University, Bandarlampung, Lampung, Indonesia, ISSN: 1978-5186 | e-ISSN: 2477-6238),

h. 138

Page 83: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

72

demi hukum, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (3) UUPK.

Perjanjian dengan klausula baku tidak hanya mendapat akibat hukum batal

demi hukum apabila melanggar ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UUPK.

Dari isi Pasal 18 UUPK tersebut jelaslah bahwa undang-undang

perlindungan konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk menggunakan

perjanjian baku dan mencantumkan klausula-klausula baku kedalam

perjanjian, selama dan sepanjang klausula-klausula yang dicantumkan

tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan- ketentuan sebagaimana

dilarang dalam Pasal 18 Ayat (1), dan tidak “berbentuk” dan “terletak”

seperti yang dilarang pada Pasal 18 Ayat (2) UUPK tersebut.

Apabila dikaitkan dengan klausula perjanjian pembiayaan konsumen

PT. Toyota Astra Financial Services yang telah diuraikan di atas, maka

klausula yang rentan mendapat akibat hukum, batal demi hukum karena

melanggar ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UUPK, yaitu: Klausul yang

menyatakan menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku

Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk

melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh

Konsumen kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Dalam perjanjian pembiayaan konsumen

PT. Toyota Astra Financial Services disebutkan bahwa debitor memberi

kuasa kepada kreditor berhak untuk membuat, menandatangani atau

melakukan pembaharuan hutang (novasi) terhadap perjanjian ini

sehubungan dengan fasilitas pembiyaan (pinjaman) atau hal lain yang

menurut kreditor perlu dilakukan perubahan, penambahan atau

pembaharuan atas perjanjian ini. Klausula ini juga bertentangan dengan

POJK Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor

Jasa Keuangan, Pasal 22 Ayat (3) huruf c yaitu: menyatakan pemberian

kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik secara

Page 84: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

73

langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan

sepihak atas barang yang diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan

sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Klausula Baku Pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Toyota Astra

Financial Services Ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Perlindungan bagi debitur selaku konsumen tidak hanya

melaluiUUPK, akan tetapi lebih spesifik lagi pada peraturan perundang-

undangan di bidang perbankan, diantaranya:

Pertama, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan dalam Pasal 21 dan Pasal 22.

Pengaturan penggunaan syarat-syarat dalam pembuatan perjanjian baku

merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi konsumen

terhadap pelaku usaha di bidang layanan jasa keuangan. Negara hukum,

tidak hanya menjaga ketertiban tetapi juga mencapai kesejahteraan rakyat

sebagai bentuk keadilan (welfarestate).

Kedua, POJK Nomor: 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga

AlternatifPenyelesaian Sengketa disektor Jasa Keuangan. Pada POJK ini

diatur tentang lembaga alternatif penyelesaian sengketa konsumen sektor

jasa keuangan. Lembaga alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga

yang melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pada Pasal 11

Ayat (1) disebutkan bahwa: “bila lembaga alternatif penyelesaian sengketa

belum terbentuk, konsumen dapat mengajukan permohonan fasilitasi

penyelesaian sengketa kepada OJK”.

Dalam upaya mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state)

khususnya konsumen dari kedudukan yang sebelumnya bersifat subordinat

menjadi seimbang, pemerintah melalui POJK Nomor 1/POJK.07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan mampu

menempatkan posisi konsumen jasa keuangan menjadi seimbang dengan

Page 85: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

74

pelaku jasa keuangan, namun dalam pelaksanaannya bank masih

menerapkan klausula ini.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti berkesimpulan bahwa perjanjian baku yang

mengandung klausula eksonerasi pada perjanjian pembiayaan konsumen PT.

Toyota Astra Financial Services bisa berakibat batal demi hukum karena

bertentangan dengan UUPK dan POJK, karenanya agar krediur terhindar dari

risiko hukum maka terhadap perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk

perjanjian baku yang didalamnya mengandung klausula eksonerasi harus

diberikan penjelasan secara detail kepada nasabah tentang klausula eksonerasi

tersebut, bukan hanya disodorkan untuk dibaca dan ditandatangani.

Dalam kasus perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota Astra Financial

Servicesini dimana di dalam penjelasan pasal 18 Ayat (1) mencantumkan

larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara

dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.11

Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus ini menyatakan Tergugat telah

terbukti mencantumkan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 Ayat (1)

huruf d pada Akta Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan fidusia No. 94384515

tanggal 14 Juli 2015 dan juga menyatakan Akta bahwa Perjanjian Pembiayaan

dengan jaminan fidusia di bawah batal demi hukum.

Jadi dari hasil analisis peneliti menganalis aperjanjian pembiayaan ini apakah

sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian atau kesepakatan. Melihat dari

syarat subjektif yaitu syarat pertama dan kedua, perjanjian ini sudah memnuhi

syarat, sedangkan secara syarat objektif yaitu syarat yang ketiga dan keempat,

perjanjian ini masih kurang, karena peneliti meninjau bahwa perjanjian ini

berbenturan dengan peraturan perundang- undangan lainnya, yaitu Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

11

David M. L. Tobing, S.H., M. Kn, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, …h. 50

Page 86: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

75

Peneliti menganalisa bahwa perjanjian pembiayaan konsumen ini sedikit

berbenturan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 UUPK. Hal ini

menjelaskan bahwa apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka

perjanjian itu dapat dibatalkan, maksudnya salah satu pihak dapat mengajukan ke

pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang telah terjadi. Apabila syarat

ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum,

artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu perjanjian ini

dapat dikatakan batal demi hukum, karena terdapat pasal pada perjanjian

pembiayaan konsumen yang dilarang untuk dicantumkan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dan juga akibat hukum dari penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian

pembiayaan PT. Toyota Astra Financial Servicesdemikian juga berdasarkan

POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, nasabah dapat melaporkan kepada OJK, dan juga bisa meminta

pembatalan perjanjian melalui pengadilan.Hal ini sejalan dengan putusan

pengadilan yang dalam putusannya menyebutkan bahwa perjanjian yang

mencantumkan klausula baku tersebut maka batal demi hukum.

Perlindungan debitur dalam perjanjian baku dilakukan oleh UUPK khususnya

Pasal 18, selain itu juga dilindungi oleh POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagaimana dimuat dalam Pasal

21 dan Pasal 22. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut bisa mendapat sanksi

yang berat, termasuk pencabutan izin usaha.

Page 87: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya

maka peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa:

1. Perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia antara

konsumen dengan perusahaan pembiayaan dibuat dalam bentuk baku

yang isinya dibuat oleh pihak yang kuat yaitu perusahaan pembayaran

sedangkan konsumen tinggal menyetujuinya. Oleh karenanya

perjanjian yang demikian banyak tercantum klausula eksonerasi,

seperti yang tercantum dalam beberapa syarat dan ketentuan umum

perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia.

Bahwa pengaturan mengenai klausula baku di Indonesia sudah

cukup baik yaitu dengan adanya ketentuan-ketentuan umum mengenai

perjanjian yang ada dalam KUH Perdata dan pada bidang perlindungan

konsumen diatur dalam UUPK. Dimana pengaturan mengenai klausula

baku pada KUH Perdata tidak diatur secara khusus namun KUH

Perdata melihat klausula baku sebagai bagian dari hukum perjanjian

yang harus patuh terhadap syarat-syarat sahnya perjanjian yang tertera

pada Pasal 1320 dan juga secara lebih luas harus patuh pada ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam Buku III Tentang Perikatan KUH

Perdata. Sedangkan pada UUPK diatur secara khusus mengenai apa

saja yang dilarang dalam pencantuman dan pemakaian Klausula Baku,

pengaturan tersebut tertera pada Pasal 18 UUPK, selain itu UUPK juga

mengatur apabila terjadi pelanggaran mengenai hal tersebut maka akan

diberikan sanksi pidana baik denda maupun kurungan ataupun

perjanjian tersebut batal demi hukum.

Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUH

Perdata dan UUPK Perjanjian Baku pada dasarnya mempunyai

kekuatan mengikat yang sama dengan perjanjian pada umumnya hanya

saja dalam perjanjian baku terdapat hal-hal yang harus diperhatikan

Page 88: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

77

seperti tidak boleh adanya klausula yang menyatakan bahwa debitur

memberi kuasa kepada Kreditur.

Jika membuat klausula baku dalam suatu perjanjian pembiayaan

konsumen maka diharuskan melihat peraturan Undang-Undang yang

berlaku seperti mekanisme dan pembatasan pembuatan perjanjian

pembiayaan konsumen.

2. Dalam pertimbangan hakim majelis berpendapat pihak Penggugat telah

dapat membuktikan dalil-dalil bahwa Tergugat telah melanggar

Peraturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana Tergugat

Telah mencantumkan larangan dalam pembuatan klausula baku.

klausula baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT. Toyota

Astra Financial Services maka KUH Perdata sendiri secara

keseluruhan melihat klausula baku pada perjanjian pembiayaan

konsumen tersebut adalah sebuah perjanjian yang sah karena

berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya

perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian

yang terdiri dari kata sepakat, cakap dalam bertindak, suatu hal tertentu

dan sebab yang halal sedangkan pada UUPK pada Pasal 18 pihak

kreditur melakukan pelanggaran khusunya pada Pasal 18 Ayat (1)

khusunya pada butir yang melarang untuk Debitur memberi kuasa

secara penuh kepada Kreditur dan sehingga klausula baku tersebut

dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti

mencoba memberikan rekomendasi. Adapun rekomendasi dari peneliti

yaitu:

1. Bahwa suatu perjanjian itu harus dari kesepakatan para pihak dan

dibuat dengan teori hukum perjanjian yang berkaitan dengan kontrak

baku mengacu pada keberadaan asas-asas hukum perjanjian yang

menjadi dasar perikatan dalam kontrak baku

Page 89: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

78

2. Pertama, Pemerintah harus lebih meningkatkan pengawasan sistem

dan proses terhadap isi pencantuman klausula baku pada pelaku usaha

pembiayaan konsumen yang menimbulkan kerugian bagi konsumen

atau debitur. Kedua, Sebagai pelaku usaha dalam membuat perjanjian

baku harus memperhatikan hak dan kewajiban konsumen sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dan jika terjadi

kelalaian maka perusahaan pembiayaan konsumen mampu

bertanggungjawab. Ketiga, hakim dalam memutus suatu perkara

seharusnya melihat peraturan lain yang berlaku untuk menjadi acuan

hakim dalam memutuskan perkara

Page 90: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

79

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Ariyani, Evi, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Ombak, 2013.

Az, Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (Staandard), Perkembangannya di

Indonesia, Bandung: Alumni, 1980.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjanjian

Baku (Standart), Bandung: Alumni, 1980.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Pemberdayaan Hak-Hak

Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Perlindungan Konsumen,

2001.

Fuady, Munir, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1995.

Fuady, Munir, Hukum Tentang Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2014.

Fuady, Munir Jaminan Fidusia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Ginting, Miko Susanto, Menegaskan Kembali Keberadaan Klausula Baku dalam

Perjanjian,( Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jurnal

Hukum dan Peradilan, Volume 3, Nomor 3 November 2014: 223-236), h.

227-228.

Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan,

Jakarta: Ind Hill-Company, 2005.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak

Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008.

H.S, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006.

H.S, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Fidusia di Indonesia, Jakarta: PT

Raja Grafindo, 2004.

Page 91: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

80

Jahri, Ahmad, Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku Yang

Mengandung Klausula Eksonerasi Pada Bank Umum di Bandarlampung,

(Jurnal Fiat Justisia Journal of Law, Lampung University,

Bandarlampung, Lampung, Indonesia, ISSN: 1978-5186 | e-ISSN: 2477-

6238.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Mahmudji, Sri, et all, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:

Liberty Yogyakarta 2003.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Perkasa, 2007.

Muhammad, Abdul kadir, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990.

Mulajadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2003.

Naja, H.R. Daeng, Contract Drafting, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit

Media, 2002.

Prajitno, A. A Andi, Hukum Fidusia Problematika Yuridis Pemberlakuan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Malang: Bayu Media

Publishing, 2009.

Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: PT Bima Cipta, 2008.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia,

Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2003.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjaun

Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Subekti, R, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2009.

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Prenada Media

2004.

Page 92: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

81

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Susilo, Y. Sri, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga

Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000.

Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: PT Gramedia, 1989.

Umam, Khotibul, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, Sleman: Pustaka Yustisia, 2010.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Zakiyah, Klausula Eksonerasi dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, (Jurnal

Al’Adl, Volume IX Nomor 3, Desember 2017, ISSN 1979-4940/ISSN-E

2477-0124).

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana, 2013.

Page 93: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

82

LAMPIRAN

Page 94: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 1 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

P U T U S A N

Nomor: 338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel..

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan

mengadiliperkara perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara gugatan antara :

H.M. S O L E H, anggota LPKSM YPK Senopati dengan Nomor Keanggotaan :

09.09.13.0000269, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan

Wiraswasta, Jenis Kelamin Laki-laki, Umur 58Tahun,

Beralamatdi Kampung Sukabakti RT. 001 RW. 002,

Keluarahan Sukabakti Kecamatan Curug, Kabupaten

Tangerang, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tertanggal 27 Mei 2016 Nomor : 099/KG-S/091/V/2016,

diwakili oleh Kuasanya bernama :MASJIKNURSAGA,

JAENAL MUHARAM, SUGANDA, MULIYADI,

MT.DIANSYAH, RAMJAHIF PG FIVER, MUHAMAD

NAWAWI, kesemuanya Para Organ Pengurus Yayasan

Perlindungan Konsumen Senopati (YPK SENOPATI),

berkantor di Jl. Pekong-Saga RT. 004 RW. 002, Saga,

Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Propinsi

Banten.selanjutnya disebut sebagai ---PENGGUGAT ;

M e l a w a n

PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES, berkedudukan di RUKAN Plaza

V Pondok Indah Blok D No. 7 Jl. Margaguna No. 462, Kel. Gandaria Utara, Kec.

Kebayoran Baru, Jakarta 12920, selanjutnya disebut sebagai ------TERGUGAT;

Pengadilan Negeri tersebut ;

Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

No.338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel.. tertanggal 30 Mei 2016, tentang Penunjukan

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini;

Telah membaca Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

No. 338/Pdt.G/2016/PN.JKT Sel. tertanggal 07 Juni 2016, tentang Penetapan

Hari Sidang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 95: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 2 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

Telah membaca berkas perkara;

Telah memeriksa bukti-bukti yang diajukan pihak Penggugat

dipersidangan;

TENTANG DUDUKNYA PERKARA

Menimbang, bahwa Penggugat melalui kuasanya telah mengajukan

gugatan tertanggal 27 Mei 2016 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 27 Mei 2016 dengan register

No.338/Pdt.G/2016/PN. JKT Sel.. telah mengemukakan hal-hal sebagai

berikut :

I. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PENGGUGAT

1. Bahwa PENGGUGAT adalah Debitur PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL

SERVICESberkedudukan berkantor pusat di RUKAN Plaza V Pondok

Indah Blok D No. 7 Jl. Margaguna No. 462, Kel. Gandaria Utara, Kec.

Kebayoran Baru, Jakarta 12920, berdasarkan Perjanjian Pembiayaan

Konsumen dengan Jaminan Fidusia dibawah tangan, No. Perjanjian

:94384515yang ditandatangani pada hari SELASA tanggal 14 Juli 2015

atas pembiayaan yang akan dibayar secara angsuran terkait 1 (satu )

unit kendaraan bermotor roda 4 (empat) :

- Merk/Type : TOYOTA/AVANSA/F 52 V A/T10

- Tahun : 2015

- No. Rangka : MHKM1CB4JFK042540

- No. Mesin : DFM6277

- Warna : HITAM METALIK

- BPKB atas nama : H.M. SOLEH;

2. Bahwa PENGGUGAT adalah warga negara Republik Indonesia, Pemilik

1 (satu) unit kendaraan yang didapat melalui pembelian pembiayaan

dari TERGUGATyang akan dibayar secara angsuran oleh

PENGGUGAT selama 48 (empat puluh delapan)bulan, BPKB

kendaraan tersebut dijaminkan kepada TERGUGAT (PT. TOYOTA

ASTRA FINANCIAL SERVICES)berkedudukan di RUKAN Plaza V

Pondok Indah Blok D No. 7 Jl. Margaguna No. 462 Kel. Gandaria Utara

Kec. Kebayoran baru, Jakarta 12920

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 96: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 3 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

3. Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (7) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, PENGGUGATadalah warga Negara Republik

Indonesia yang merupakan konsumen TERGUGAT, “berhak untuk

diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif oleh Pelaku Usaha”;

4. Bahwa berdasarkan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UURI No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), menyatakan :

1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang

bersangkutan;

b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang

sama;

c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang

memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan,

yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas

bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk

kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan

kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;

d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau

jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan

kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit;

2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d,

diajukan kepada Peradilan Umum.

II. KEDUDUKAN HUKUM TERGUGAT

1. Bahwa TERGUGAT berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UURI No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud “pelaku

usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi”;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 97: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 4 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

2. BahwaTERGUGATadalah Lembaga Pembiayaan bernama PT. TOYOTA

ASTRA FINANCIAL SERVICEStelah mencantumkan Klausula yang

dilarang UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

atas pinjaman dana tunai (fasilitas pembiayaan)pada Perjanjian

Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia dibawah tangan,

No. Perjanjian :94384515ditandatangani pada hari SELASA, tanggal 14

Juli 2015;

3. BahwaTERGUGATadalah Lembaga Pembiayaan sebagaimana

dimaksud dalam PERATURAN PRESIDEN RI No. 9 Tahun 2009

Tentang LEMBAGA PEMBIAYAAN yang menetapkan padaBAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 7“pembiayaan konsumen (consumer

finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang

berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara

angsuran”;

4. Bahwa TERGUGATadalah Lembaga Pembiayaan sebagaimana

dimaksud dalamKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NO.

1251/KMK.013/1988 Tentang KETENTUAN dan TATA CARA

PELAKSANAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN - BAB I KETENTUAN

UMUM, Pasal 1 huruf (p) berbunyi : “perusahaan pembiayaan

konsumen (consumers finance company) adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau

berkala oleh konsumen”;

5. Bahwa TERGUGAT adalah Lembaga Pembiayaan sebagaimana

dimaksud dalam PERATURAN MENTERI KEUANGAN RI NO.

84/PMK.012/2006 Tentang PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - BAB I

KETENTUAN UMUM, Pasal 1 huruf (g),berbunyi : “pembiayaan

konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk

pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan

pembayaran secara angsuran”;

6. Bahwa TERGUGATadalah Lembaga Pembiayaan yang dimaksud dalam

KEPUTUSAN PRESIDEN RI No. 61 TAHUN 1988 Tentang LEMBAGA

PEMBIAYAAN - BAB I KETENTUAN UMUM, Pasal 1, berbunyi :

“perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance company)

adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 98: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 5 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau

berkala”;

7. BahwaTERGUGAT telah membuat Perjanjian Baku mencantumkan

larangan UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

yang dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) dalam Perjanjian Pembiayaan

Jaminan Fidusia dibawah tangan, No. Perjanjian:

94384515ditandatangani pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015;

III. DASAR HUKUM DIAJUKAN GUGATAN

1. Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (7) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, PENGGUGATadalah warga Negara

Republik Indonesia yang yang merupakan konsumen TERGUGAT,

“berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif oleh pelaku usaha”;

2. Bahwaberdasarkan Pasal 45 ayat (1) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen“Setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas

menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui

peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”;

3. Bahwa berdasarkan Pasal 46 ayat (2) UURI No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, “Gugatan atas pelanggaran pelaku

usaha dapat dilakukan oleh : “sekelompok konsumen, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d

diajukan kepada peradilan umum”;

4. Bahwa PENGGUGAT mengajukan gugatan melalui mekanisme

pertanggungjawaban perdata berdasarkan Pasal 1365Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang berbunyi, “setiap

perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”;

5. Bahwa PENGGUGAT mengajukan gugatan melalui mekanisme

pertanggung jawaban perdata berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi, “majikan-

majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili

urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 99: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 6 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka

di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya”;

6. Bahwa PENGGUGATmengajukan gugatan berdasarkan Pasal 17 UURI

No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi : “setiap

orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan

mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara

pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses

peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara

yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan

adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”, Gugatan ini

bertujuan untuk menjamin Kepastian Hukum, sebagaimana

diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang

dijabarkan dalam UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen;

7. Bahwa PENGGUGAT sesuai dengan Tupoksinya yang diamanatkan

dalam UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal

30 ayat (1) berbunyi : Pengawasan terhadap penyelenggaraan

perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan

perundang-undangannya; ayat (3) berbunyi : Pengawasan oleh

masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar

dipasar;

8. Bahwa Pasal 44 ayat (2) UURI No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen berbunyi, “lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat memiliki kesempatan berperan aktif dalam

mewujudkan perlindungan konsumen, ayat (3) hurup d berbunyi,

membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk

menerima keluhan atau pengaduan konsumen, huruf e berbunyi,

melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

pelaksanaan perlindungan konsumen, dan Pasal 46 ayat (1) huruf c

berbunyi, Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam

anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 100: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 7 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran

dasarnya”;

9. Bahwa dalam UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, BAB I KETENTUAN UMUM, Pasal 1 menyatakan : “dalam

undang-undang ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

IV. URAIAN FAKTA-FAKTA HUKUM

1. Bahwa Penandatanganan Perjanjian Pembiayaan Jaminan Fidusia

dibawah Tangan dengan No. Perjanjian :94384515yang ditandatangani

pada hari SELASA tanggal 14 Juli 2015 antarapihak TERGUGAT yang

diwakili oleh M ICHWAN DORODJATUN Cq (PT. TOYOTA ASTRA

FINANCIAL SERVICES) yang berkedudukan di RUKAN Plaza Pondok

Indah Blok D No. 7 Jl. Margaguna No. 462, Kel. Gandaria Utara Kec.

Kebayoran Baru, Jakarta 12920, dan dari pihak PENGGUGAT oleh

H.M. SOLEH Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Wiraswata, Jenis

Kelamin Laki-laki, Umur 58 Tahun, Beralamatdi Kampung Sukabakti RT.

001 RW. 002, Kel. Sukabakti Kec. Curug, Kab. Tangerang,

2. Bahwa Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia dibawah

tangan, Perjanjian Pembiayaan Konsumen No. :94384515yang

ditandatangani pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015 dapat

menimbulkan hubungan antara Lembaga Pembiayaan (Tergugat)

dengan Debitur (Penggugat) dan akibat hukum dengan

ditandatanganinya suatu perjanjian adalah mengikatnya substansi

perjanjian tersebut bagi para pihak yang menyepakatinya, hal ini

sesuai amanat asas kebebasan berkontrak pada Pasal 1338

KUHPerdata dan asas konsensualisme pada Pasal 1320

KUHPerdata (General);

3. Bahwa BAB IV PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU

USAHA dalam Pasal 8 ayat (1) UUPK, Pelaku usaha dilarang

memproduksi dan/atau memperdagangkan dan/atau jasa yang : (a)

“tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”;

4. Bahwa Prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam hubungannya

dengan eksistensi perjanjian baku ditentukan oleh Pasal 18 UURI

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 101: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 8 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang

menyatakan perjanjian baku dilarangdengan ancaman batal demi

hukum terhadap hal-hal yang telah diatur dalam pasal tersebut;

5. Bahwa dengan adanya ketentuan tersebut, maka setiap perjanjian

kredit yang pada umumnya bersifat baku, baik yang sudah ada

maupun yang akan dibuat dalam praktek Lembaga Pembiayaan,

seyogyanya harus menyesuaikan dengan ketentuan yang ada pada

Pasal 18 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) UURI No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), sebagai berikut :

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang

ditujukan untuk diperdagangkandilarangmembuat atau mencantumkan

klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli

oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual

beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak

jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 102: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 9 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak

atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau

yang pengungkapannya sulit dimengerti;

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha

pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum;

(4)Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang

bertentangan dengan Undang-Undang ini.

V. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN TERGUGAT DAN AKIBATNYA

1. BAHWA perbuatan melawan hukum atas pelanggaran pencantuman

KLAUSULA BAKU yang dilakukan TERGUGAT (PT. TOYOTA ASTRA

FINANCIAL SERVICES) yang diajukan oleh PENGGUGAT pada

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas ADANYA PENCANTUMAN

KLAUSULA BAKU yang dilarang pada Pasal 18 ayat 1 hurup [d] UURI

No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pada Perjanjian

Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia dibawah Tangan, dengan

No.Perjanjian : 94384515yang ditandatangani pada hari SELASA,

tanggal 14 Juli 2015,tertuang pada poin:

LAMPIRAN PERJANJIAN tersebut dalam SYARAT dan KETENTUAN

PERJANJIAN PEMBIAYAAN halaman5 Pasal 12 poin [12.1] adanya

klausula berbunyi : “debitor memberi kuasa kepada kreditor berhak untuk

membuat, menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang

(novasi) terhadap perjanjian ini sehubungan dengan fasilitas pembiyaan

(pinjaman) atau hal lain yang menurut kreditor perlu dilakukan

perubahan, penambahan atau pembaharuan atas perjanjian ini”,

klausula ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf [d] UURI No.

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen (UUPK) berbunyi :

dilarang“menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran; sedangkan PENGGUGAT terkait

permohonan kredit tersebut kepada TERGUGAT belum pernah

menandatangani AKTA JAMINAN FIDUSIA secara langsung dihadapan

NOTARIS, melainkan hanya menandatangani Perjanjian Pembiayaan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 103: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 10 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

dengan Jaminan Fidusia dibawah Tangan, dengan No. Perjanjian

:94384515;

2. BAHWA akibat perilaku TERGUGAT yang mencantumkan KLAUSULA

BAKU dalam perjanjian yang dibuatnya nampaknya TERGUGATsedang

membuat Undang-Undang BUKAN PERJANJIAN, akibatnya banyak

Masyarakat yang kehilangan hartanya bahkan tidak jarang

keselamatannya terancam disebabkan menjamurnya Penagih-Penagih

hutang LIAR yang sering disebut DEBT. COLLECTOR berwajah seram

dan berperilaku arogan serta main hakim sendiri : Menyita, Merampas

Kendaraan dijalananTanpa perintah tertulis dari kekuasaan yang sah

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (Tanpa

Fiat Ketua Pengadilan);

3. BAHWA sering sekali Pelaku usaha yang nakal berlindung dibalik Pasal

1320 KUHPerdata yang di salah artikan, sedangkan Pasal 1320

KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila

telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut,

yaitu:

1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri;

2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian;

3. Ada suatu hal tertentu;

4. Adanya suatu sebab yang halal.

Sementara itu, suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu :

tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

tidak bertentangan dengan kesusilaan;

tidak bertentangan dengan Undang-Undang(dalam hal ini

bertentangan dengan pasal 18 ayat 1 hurup [d] UURI No. 8 Th.

1999 Tentang Perlindungan Konsumen).

Jika ketentuan Pasal 1320 jo. 1337 KUHPerdata dikaitkan dengan Pasal 18

ayat (1) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tersebut

yang menekankan ada 8 (delapan) KLAUSULA BAKU dilarang dicantumkan

sesuai yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) yang melarang

pencantuman klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak

dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti maka

tentu praktek PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU sebagaimana dimaksud

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 104: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 11 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) tersebut adalah bertentangan dengan Undang-

Undang sehingga perjanjian semacam itu tidak memenuhi syarat sahnya

perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang akibatnya

perjanjian tersebut batal demi hukum.

Selain itu, pada Pasal 18 ayat (3) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen(UUPK) juga mengatur :“setiap klausula baku yang

telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dinyatakan batal demi hukum”.

BAHWA :

1. PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal

18 ayat (1) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

dalam suatu perjanjian adalah tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian

yang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum, menurut pasal

1320 juntis pasal 1337 KUHPerdata, dan Pasal 18 ayat (3) UURI No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK);

2. Walaupun kedua belah pihak telah sepakat dengan KLAUSULA BAKU

yang dibuat TERGUGAT namun di mata hukum perjanjian tersebut

tidak sah;

3. Bahwa dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan,dengan No. Perjanjian: 94384515yang ditandatangani

pada hari SELASA tanggal 14 Juli 2015terdapat beberapa pasal yang

bertentangan dengan yang dimaksud dalam Pasal 18 UURI No. 8 Tahun

1999 Perlindungan Konsumen dan tidak memenuhi unsur-unsur

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, Hal ini dapat

menimbulkan akibat hukum, mohon dinyatakan batal demi hukum;

4. Bahwa Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan, dengan No. Perjanjian : 94384515yang dibuat

TERGUGAT pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015adalah bentuk

Perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT dengan

cara mencantumkan larangan UURI No. 8 tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1)

Tentang Pencantuman Klausula Baku yang dilarang dari (hurup a s/d h),

hal ini akan PENGGUGAT buktikan dalam Persidangan yang mulia ini;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 105: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 12 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

5. Bahwa berdasarkan uraian diatas, TERGUGATsebagai Pelaku Usaha

yang berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum

NKRI, WAJIB tunduk terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

yang ada di Negara Republik Indonesia, maka perbuatan

TERGUGATtersebut merupakan bentuk perbuatan melawan hukum,

karena telah melanggar hak-hak PENGGUGAT, sebagaimana yang telah

diatur dalam Pasal 4 ayat (7) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi : “hak untuk diperlakukan

atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”, dalam

membuat Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan,dengan No. Perjanjian: 94384515yang dibuat

TERGUGAT pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015bertentangan yang

dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK);

VI. KERUGIAN PENGGUGAT

1. Bahwakerugian PENGGUGATtersebut disebabkan TERGUGAT telah

MENCANTUMKAN KLAUSULA BAKU yang dilarang dalam Akta

Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia dibawah

tangan,dengan No. Perjanjian : 94384515yang dibuat TERGUGAT

pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015, yang dimaksud dalam pasal

18 UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan

dasar-dasar hukum yang PENGGUGAT kemukakan, PENGGUGAT

tidak nyaman sebagai pemakai barang dan/Jasa, karena seperti

banyaknya kejadian perampasan penarikan mobil kredit dijalanan

Tanpa Fiat Ketua Pengadilan gara-gara keterlambatan membayar

angsuran, sehingga PENGGUGAT tidak mau mengalaminya;

2. Bahwa karena ada sangkaan TERGUGAT akan mengalihkan

sebagaimana Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan,dengan No. Perjanjian : 94384515pada LAMPIRAN

PERJANJIAN tersebut dalam SYARAT dan KETENTUAN PERJANJIAN

PEMBIAYAAN halaman5 Pasal 14 poin [14.2]yang ditandatangani

pada tanggal 14 Juli 2015, dimohon BPKB atas nama H.M. SOLEH

diletakan sita jaminan a quo agar hak-hak PENGGUGAT terjamin demi

hukum;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 106: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 13 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

3. Bahwa oleh karena gugatan ini berdasar fakta-fakta dan bukti-bukti

yang jelas dan sah, maka PENGGUGAT mohon kepada yang terhormat

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera memanggil

kedua belah pihak guna diperiksa perkara ini di persidangan terbuka

untuk umum, untuk selanjutnya dimohon memberikan PUTUSAN :

VII. PETITUM

1. MENERIMA dan MENGABULKAN gugatan PENGGUGAT untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan bahwa TERGUGATtelah Terbukti MENCANTUMAN

KLAUSULA BAKU yang dilarang UURI No. 8 Tahun 1999 dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (1) hurup [d] Tentang Perlindungan Konsumen pada

Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia dibawah

tangan,dengan No. Perjanjian : 94384515 tanggal 4 Juli 2015;

3. Menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan,dengan No. Perjanjian : 94384515tanggal 4 Juli 2015

yang dibuat TERGUGAT bertentangan yang dimaksud dalam pasal 18

ayat (1) hurup [d] UURI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, dinyatakan batal demi hukum;

4. Menyatakan bahwa TERGUGATtelah melakukan PERBUATAN

MELAWAN HUKUM;

5. Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu

meskipun ada perlawanan, banding, kasasi ataupun upaya hukuman

lainya dari TERGUGAT atau pihak katiga lainnya (uitvoerbaar bij

Vorraad);

6. MenghukumTERGUGAT membayar ganti rugi kerugian IMATERIIL

kepada PENGGUGAT sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah) seketika

setelah putusan berkekuatan hukum tetap;

7. Menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia

dibawah tangan,dengan No. Perjanjian : 94384515yang dibuat

TERGUGAT pada hari SELASA, tanggal 14 Juli 2015 batal demi

hukum;

8. Memerintahkan TERGUGAT untuk tidak MENYITA/ MENGAMBIL

PAKSA KENDARAAN :

- Merk/Type : TOYOTA/AVANSA/F 52 V A/T10

- Tahun : 2015

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 107: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 14 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

- No. Rangka : MHKM1CB4JFK042540

- No. Mesin : DFM6277

- Warna : HITAM METALIK

- BPKB atas nama : H.M SOLEH;

9. Memerintahkan kepada TERGUGAT untuk membayar segala biaya

perkara yang timbul dari akibat perkara ini;

Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat lain, maka:

SUBSIDAIR:

Dalam peradilan yang baik, mohon keadilan yang seadil-adilnya (ex aquo et

bono).

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan, pihak

Penggugat hadir dengan didampingi Kuasa Hukumnya sebagaimana tersebut di

atas, sedangkan pihak Tergugat tidak pernah hadir atau menyuruh wakilnya

untuk hadir dipersidangan, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut

sebagaimana relaas-relaas panggilan tanggal 16 Juni 2016, tanggal 01 Juli

2016, tanggal 28 Juli 2016 dan tanggal 05 Agustus 2016 dan oleh karena itu

maka pihak Tergugat dipandang sebagai pihak yang tidak ingin membela

kepentingannya dipersidangan, sehingga Majelis akan melanjutkan

pemeriksaan dan memutus perkara ini tanpa kehadiran pihak Tergugat

(Verstek);

Menimbang, bahwa oleh karena pihak Tergugat tidak pernah hadir

dipersidangan, dengan sendirinya pelaksanaan upaya mediasi sebagaimana

dimaksud Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesi Nomor : 1 Tahun

2016 Tentang Prosedur Mediasi, tidak dapat dilaksanakan dan acara

persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan yang isinya tetap

dipertahankan oleh pihak Penggugat;

Menimbang, bahwa selanjutnya guna membuktikan dalil-dalil

gugatannya, pihak Penggugat telah mengajukan surat-surat bukti, sebagai

berikut :

1. Fotocopy dari copy dan telah dimeterai Perjanjian Pembiayaan Konsumen

dengan jaminan Fidusia di bawah tangan No. Perjanjian : 94384515, diberi

tanda P-1;

2. Fotocopy sesuai dengan aslinya dan telah dimeterai Surat Pernyataan

yang dibuat Penggugat HM Soleh tertanggal 27 Mei 2016, diberi tanda P-2;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 108: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 15 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

Menimbang, bahwa selanjutnya pihak Penggugat menerangkan tidak

akan mengajukan bukti-bukti lainnya ataupun suatu kesimpulan apapun juga

dan selanjutnya mohon putusan;

Menimbang, bahwa guna mempersingkat uraian putusan ini, maka

segala hal sebagaimana terurai dalam berita acara persidangan sepanjang ada

relevansinya, dianggap sebagai terurai kembali dalam putusan ini;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah

sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa selama proses persidangan pihak tergugat meskipun

telah dipanggil secara sah dan patut dalam beberapa kali panggilan

sebagaimana bukti relaas terlampir, namunpihak tergugat tidak pernah hadir

dan pula tidak menyuruh wakilnya untuk hadir dipersidangan, oleh karena itu

dalam perkara ini upaya mediasi sebagaimana dimaksud Perma Nomor : 1

Tahun 2016 tidak dapat dilaksanakan dan selanjutnya berdasarkan ketentuan

Pasal 125 HIR pemeriksaan perkara ini akan tetap dilanjutkan dan diputus diluar

hadirnya tergugat (verstek);

Menimbang, bahwa dalam surat gugatannya pihak Penggugat pada

pokoknya mendalilkan, pada tanggal 14 Juli 2015 Penggugat yang tak lain

adalah anggota LPKSM YPK Senopati telah mendapatkan fasilitas pembiayaan

dari Tergugat, sebagaimana tersebut dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

dengan Jaminan Fidusia Nomor : 94384515, terkait pembelian secara angsuran

1 (satu) unit kendaraan bermotor roda 4 (empat):

- Merk/Type : TOYOTA/AVANSA/F 52 V A/T10

- Tahun : 2015

- No. Rangka : MHKM1CB4JFK042540

- No. Mesin : DFM6277

- Warna : HITAM METALIK

- BPKB atas nama : H.M SOLEH;

Namun oleh karena Tergugat mencantumkan klausula baku yang dilarang oleh

ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen dalam perjanjian tersebut, telah membuat Penggugat

tidak nyaman dan dirugikan, sehingga Penggugat memohon kepada pengadilan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 109: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 16 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

agar Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan

perjanjian dimaksud dinyatakan batal demi hukum;

Menimbang, bahwa sebelum majelis mempertimbangkan lebih lanjut

mengenai pokok perkara ini, terlebih dahulu perlu dipersoalkan perihal legal

standing dari Penggugat dalam gugatan ini;

Menimbang, bahwa berdasarkan dalil-dalil posita gugatan, Penggugat

telah mendalilkan dirinya adalah anggota LPKSM YPK Senopati yang telah

melakukan perbuatan hukum menandatangi perjanjian pembiayaan konsumen

dengan jaminan fidusia di bawah tangan dengan Tergugat PT. Toyota Astra

Financial Service berkaitan dengan pembelian 1 (satu) unit kendaraan roda 4

(empat) Toyota Avanza tahun 2015 warna hitam metalik sebagaimana tersebut

di atas, namun oleh karena dalam perjanjian tersebut dimuat klausula baku

yang dilarang oleh Pasal 18 Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, telah membuat Penggugat merasa tidak nyaman dan

dirugikan, sehingga Penggugat memberi kuasa khusus kepada Pengurus YPK

Senopati mengajukan gugatan ini;

Menimbang, bahwa oleh karena pokok persoalan yang dijadikan sebagai

dasar pengajuan gugatan ini adalah perihal perlindungan konsumen, maka

pengajuan gugatan oleh Kuasa Penggugat yang tak lain adalah para pengurus

YPK Senopati, dimana dalam Akta Pendiriannya mencantumkan dengan jelas

salah satu tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan konsumen, maka

berdasarkan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor : 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dengan sendirinya mempunyai legal

standing untuk mengajukan gugatan ini;

Menimbang, bahwa selanjutnya guna membuktikan dalil gugatannya,

pihak Penggugat telah mengajukan 2 (dua) buah surat, berupa :

1. Fotocopy Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan jaminan Fidusia di

bawah tangan No. Perjanjian : 94384515, diberi tanda P-1;

2. Fotocopy Surat Pernyataan yang dibuat Penggugat HM Soleh tertanggal

27 Mei 2016, diberi tanda P-2;

Menimbang, bahwa bukti bertanda P.1 adalah Perjanjian Pembiayaan

Konsumen No. 94384515 yang menurut Penggugat dokumen aslinya ada pada

pihak Tergugat, oleh karena itu meskipun berupa fotocopy yang tidak dapat

ditunjukkan aslinya, maka oleh karena dalam perkara ini pihak Tergugat tidak

pernah hadir dipersidangan sehingga dipandang sebagai pihak yang tidak

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 110: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 17 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

memperdulikan lagi kepentingannya dipersidangan, maka tentang bukti di atas

oleh karenanya dapat dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa bukti bertanda P.2 oleh karena merupakan

pernyataan sepihak dari Penggugat, dengan sendirinya tidak dapat digunakan

sebagai alat bukti dan oleh karena itu haruslah dikesampingkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan yakni surat

bertanda P-1, berupa Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor : 94384515

tanggal 14 Juli 2015, setidaknyatelah terbukti fakta-fakta sebagai berikut :

1. Bahwa pada tanggal 14 Juli 2015 antara Penggugat dengan Tergugat telah

menandatangani Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas pembelian

secara angsuran sebuah kendaraan roda 4 (empat) Toyota Avanza F 52 V

A/T10 tahun 2015 Nomor Rangka MHKM1CB4JFK042540 Nomor Mesin

DFM6277 Warna Hitam Metalik BPKB atas nama Penggugat HM Soleh;

2. Bahwa sebagai jaminan atas pengembalian pembiayaan konsumen di

atas, antara Penggugat dengan Tergugat telah disepakati barang tersebut

di atas akan dijadikan sebagai jaminan fidusia;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana

tersebut di atas, majelis berpendapat pihak Penggugat telah dapat membuktikan

dalil perihal adanya hubungan hukum dengan Tergugat dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia di bawah tangan atas 1 (satu)

unit kendaraan Toyota Avanza sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa yang menjadi persoalan adalah benarkah dalam

perjanjian tersebut telah termuat klausula baku yang dilarang oleh Undang

undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana

didalilkan oleh Penggugat;

Menimbang, bahwa Pasal18 ayat (1) huruf d, UURI No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), telah mengatur perihal larangan bagi

pelaku usaha tentang hal-hal sebagai berikut :

(1)“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkandilarangmembuat atau mencantumkan klausula baku

pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila ;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak

yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran”;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 111: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 18 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

Menimbang, bahwa selanjutnya pada Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-

undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah menentukan

hal sebagai berikut :

(2) “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti”;

(3) “Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut dalam

Pasal di atas, yang menjadi permasalahan adalah benarkah dalam Akta

Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan jaminan fidusia di bawah tangan No.

94384515 tertanggal 14 Juli 2015 ada termuat klausula baku yang dilarang oleh

ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, sehingga dapat dinyatakan batal demi hukum;

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap diatas, khususnya

dari bukti surat bertanda P-1 , dalam lampirannya perihal syarat dan ketentuan

perjanjian pembiayaan pada Pasal 12 point 1 (12.1), telah termuat klausula

yang berbunyi : “Debitor memberi kuasa kepada Kreditor dan dengan ini

Kreditor berhak untuk membuat, menandatangani atau melakukan

pembaharuan hutang (novasi) terhadap perjanjian ini sehubungan dengan

fasilitas pembiayaan (pinjaman) atau hal lain yang menurut kreditor perlu

dilakukan perubahan, penambahan, atau pembaharuan atas perjanjian ini”;

Menimbang , bahwa berdasarkan bunyi klausula sebagaimana tersebut

di atas, khususnya dari kata-kata “atau hal lain yang menurut kreditor perlu

dilakukan …dan seterusnya..”, majelis berpendapat Tergugat secara jelas

memasukkan klausula pemberian kuasa dari debitor untuk dapat melakukan

tindakan sepihak menurut kreditor sehubungan dengan fasilitas pembiayaan

yang diberikan kepada debitor;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, maka klausula

sebagaimana tercantum dalam Pasal 12.1 Lampiran Perjanjian Pembiayaan

Konsumen Nomor : 94384515 tertanggal 14 Juli 2015, menurut majelis

termasuk klausula yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-

undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 112: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 19 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

sebagaimana tersebut di atas, maka pihak Penggugat dalam hal ini telah dapat

membuktikan dalil pokok gugatannya;

Menimbang, bahwa meskipun pihak Penggugat telah dapat membuktikan

dalil pokok gugatannya, dapatkah majelis mengabulkan seluruh petitum yang

dimohonkan pihak Penggugat dan oleh karena itu akan dipertimbangkan

sebagaimana tersebut di bawah ini;

Menimbang, bahwa petitum nomor 1 oleh karena berisi permohonan agar

gugatan Penggugat dikabulkan untuk seluruhnya, dengan sendirinya akan

dipertimbangkan terakhir setelah mempertimbangkan keseluruhan petitum

lainnya;

Menimbang, bahwa petitum gugatan Penggugat nomor 2 adalah

permohanan agar Tergugat dinyatakan telah terbukti mencantumkan klausula

baku yang dilarang Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-undang R.I. Nomor : 8

Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Akta Perjanjian Pembiayaan

dengan jaminan fidusia di bawah tangan No. 94384515 tanggal 14 Juli 2015,

maka oleh karena tentang hal tersebut telah terbukti sebagaimana

pertimbangan di atas, maka petitum nomor 2 dengan sendirinya dapat

dikabulkan;

Menimbang, bahwa selanjutnya petitum gugatan nomor 3 pada dasarnya

adalah sama dengan petitum nomor 7, yaitu sama-sama mohon agar Akta

Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan fidusia di bawah tangan No. 94384515

tertanggal14 Juli 2015 dinyatakan batal demi hukum;

Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan di atas,

berdasarkan bukti P.1 majelis telah menyatakan ada tercantum klausula baku

yang dilarang oleh ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor :

8 Tahun 1999 dalam Perjanjian Pembiayaan No. 94384515, khususnya di Pasal

12.1dan oleh karena itu yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah

benarkah hal tersebut menjadikan keseluruhan Perjanjian Pembiayaan

dimaksud menjadi batal demi hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan dalil gugatan dalam perkara ini,

Penggugat pada dasarnya telah mengakui adanya suatu fakta hukum

pemberian fasilitas pembiayaan dari pihak Tergugat kepada pihak Penggugat

dalam pembelian kendaraan roda 4 (empat) Toyota Avanza dan terhadap hal

tersebut selanjutnya telah ditandatangani Akta Perjanjian Pembiayaan dengan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Page 113: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 20 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

jaminan fidusia di bawah tangan No. 94384515 antara pihak Penggugat selaku

debitor dan pihak Tergugat selaku kreditor tertanggal 14 Juli 2015 sebagai

perjanjian pokoknya;

Menimbang, bahwa dengan demikian oleh karena yang dinyatakan telah

terbukti sebagai klausul yang bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf d

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen

hanyalah sebatas Pasal 12.1 Akta Perjanjian Pembiayaan No. 94384515

tanggal 14 Juli 2015 yang tiada lain merupakan klausul asesoirsaja, oleh

karenanya tidaklah berarti membatalkan keseluruhan perjanjian tersebut dan

dengan demikian terhadap petitum nomor 3 ataupun nomor 7, majelis hanya

akan mengabulkan dengan menyatakan batal demi hukum Akta Perjanjian

Pembiayaan dengan jaminan Fidusia di bawah tangan No. 94384515 tanggal 14

Juli 2015, sebatas/sepanjang klausula tersebut dalam Pasal 12.1 ;

Menimbang, bahwa selanjutnya sebagaimana telah dipertimbangkan

majelis, Tergugat telah dinyatakan terbukti mencantumkan klausula yang

dilarang Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

perlindungan Konsumen dalam Akta Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan

Fidusia di bawah tangan No. 94384515 dan oleh karena itu merupakan

perbuatan yang melanggar hukum, dengan demikian petitum nomor 4 yang

mohon agar Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan yang melawan

hukum dalam hal ini dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa dalam perkara oleh karena tidak terdapat syarat-

syarat uit voerbaar bij voorraadyang dipenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 180

HIR, maka petitum nomor 5 yang mohon putusan uit voerbaar bij voorrad

haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa selama persidangan pihak Penggugat sama sekali

tidak pernah membuktikan adanya kerugian yang diderita akibat perbuatan

melawan hukum dari Tergugat, sehingga tentang petitum nomor 6 yang mohon

agar Tergugat dihukum untuk membayar ganti kerugian kepada Penggugat

sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) dengan sendirinya tidak dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa selanjutnya adalah petitum nomor 8 yang mohon

agar Tergugat diperintahkan untuk tidak menyita/mengambil paksa barang

jaminan, pada dasarnya suatu petitum yang hanya didasarkan pada suatu

kekhawatiran perihal keadaan/suatu fakta yang belum tentu terjadi dan oleh

karena itu petitum tersebut tidak dapat dikabulkan;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

Page 114: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 21 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas,

oleh karena petitum pokok dikabulkan maka penggugat ada dipihak yang

menang dan oleh karena itu tentang petitum nomor 9 yang mohon agar biaya

perkara dibebankan kepada pihak tergugat, dengan sendirinya dapat

dikabulkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka

tentang petitum no. 1 yang mohon agar gugatan penggugat dikabulkan

seluruhnya maka hanya dapat dikabulkan sebagian dan menolak untuk selain

dan selebihnya;

Mengingat, Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor : 8

Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan ketentuan sebagaimana

tersebut dalam Het Herziene Indonesich Reglement (HIR) serta peraturan yang

bersangkutan;

M E N G A D I L I

- Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara patut akan tetapi tidak hadir;

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dengan verstek ;

- Menyatakan Tergugat telah terbukti mencantumkan klausula baku yang

dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor : 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Akta Perjanjian Pembiayaan

dengan jaminan fidusia No. 94384515 tanggal 14 Juli 2015;

- Menyatakan Akta Perjanjian Pembiayaan dengan jaminan fidusia di bawah

tangan dengan No. Perjanjian : 94384515 yang dibuat Tergugat pada hari

Selasa tanggal 14 Juli 2015, sepanjang menyangkut Syarat dan Ketentuan

Perjanjian Pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12.1 yang

menjadi lampiran Perjanjian No. 94384515 di atas, batal demi hukum;

- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

- Menghukum Tergugat agar membayar biaya perkara sebesar

Rp626.000,00 (enam ratus dua puluh enam ribu rupiah);

- Menolak gugatan Penggugat untuk selain atau selebihnya;

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2016

oleh : NOOR EDI YONO, SH.MH selaku Ketua Majelis, H. BAKTAR JUBRI

NASUTION, SH.MH dan AKHMAD ROSIDIN, SH. MH, masing-masing sebagai

Hakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk

umum pada hari : Rabu tanggal 14 September 2016 oleh majelis tersebut,

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21

Page 115: SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi pers yarat an Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44703/1/FAJAR... · Jakarta Selatan Nomor 338/Pdt.G/2016/PN.Jk W 6HO

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal 22 dari 22 Hal Putusan No. 338/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel

dengan dibantu oleh : NURLELAWATI SH.,MH Panitera Pengganti pada

Pengadilan Negeri tersebut, serta dihadiri Kuasa Penggugat tanpa kehadiran

Tergugat

Hakim Anggota,

1. H, BAKTAR J. NASUTION,SH.MH,

2. AKHMAD ROSIDIN,, SH.MH,

Hakim Ketua,

NOOR EDI YONO, SH.MH,

Panitera Pengganti,

NURLELAWATI, SH.,MH

Biaya – biaya : ATK Rp. 75.000,- Pendaftaran Rp. 30.000,- Materai Rp. 6.000,- Redaksi Rp. 5.000,- PNBP Rp. 10.000,- Panggilan Rp. 500.000,- Jumlah Rp. 626.000,-

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22