skripsi dalam
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usaha mikro merupakan suatu unit usaha yang mempunyai peranan
penting bagi perekonomian di Indonesia dan memberikan kontribusi yang besar
untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan memeratakan
pendapatan. Di Indonesia usaha mikro mempunyai peranan penting dalam
menyokong perekonomian di daerah-daerah yang masih minim teknologi. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pemerataan usaha mikro yang ada di Indonesia
khususnya dalam hal pemasaran dan permodalan. Jika dilihat dari kebutuhan pasar
yang ada di Indonesia, maka usaha mikro ini bisa menjadi peluang usaha bagi
masyarakat. Selain itu usaha mikro yang ada di Indonesia hampir tidak terkena
imbas akibat dari krisis global pada tahun 2008 karena hampir seluruh negara
maju menerapkan sistem pasar bebas sehingga banyak usaha–usaha besar yang
mengalami kebangkrutan dan penjualan aset secara besar-besaran karena
perusahaan-perusahaan besar tersebut terkait satu sama lain. Sedangkan usaha
mikro dapat mempertahankan usahanya di tengah krisis global tersebut. Hal ini
menunjukan bahwa usaha mikro mempunyai peran yang besar dalam
kelangsungan perekonomian Indonesia pada masa itu (Kasmir, 2002).
Bagi Bank Jateng, usaha mikro memiliki segmen pasar yang potensial
dalam meningkatkan fungsi intermediasinya karena usaha mikro memiliki
karakter yang positif bagi dunia perbankan. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008,
usaha mikro adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
2
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha mikro.
Arsyad (1999) mengatakan usaha mikro kecil dan menengah, merupakan
bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan
peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan
pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Usaha mikro merupakan kegiatan
usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan
ekonomi yang luas pada masyarakat hingga ke penjuru daerah, usaha mikro dapat
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kenyataan menunjukkan bahwa usaha mikro masih belum dapat
mewujudkan kemampuan dan perannya secara optimal dalam perekonomian
daerah Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena usaha mikro masih menghadapi
berbagai hambatan dan kendala khususnya dalam hal permodalan yang diberikan
oleh Bank Jateng. Untuk kendala internal yang dihadapi oleh Bank Jateng dalam
penyaluran kredit usaha mikro yakni dalam menjangkau kelompok pengusaha
mikro atau kecil yang berpendapatan rendah yang diakibatkan karena belum
memiliki akses pelayanan perbankan (Bank Jateng, 2009).
Menurut Akyuwen (2005), dalam penelitiannya di Kota Semarang, secara
spesifik setidaknya terdapat tiga permasalahan internal yang dihadapi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank umum di daerah Semarang
yaitu: terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset produksi terutama permodalan,
rendahnya kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara
3
optimal dalam penyediaan fasilitas bagi kegiatan ekonomi rakyat. Sedangkan
permasalahan yang dihadapi oleh Bank Jateng dalam penyaluran kredit terhadap
pengusaha mikro di daerah Jawa Tengah adalah dalam hal manajemen keuangan,
agunan tidak cukup, kurang pengalaman kredit, kurang ahli dalam
mengembangkan pasar, serta pengambilan resiko tanpa analisis penilaian resiko
yang benar.
Akyuwen (2005) menyebutkan usaha mikro saat ini mendapat perhatian
yang cukup serius dari Bank Umum daerah Semarang. Sedangkan untuk dana
yang dianggarkan dari pemerintah Kota Semarang untuk pemberdayakan Usaha
Mikro, Kecil, dan Mnengah (UMKM) itu sendiri sejumlah 20 miliar rupiah yang
terdiri dari 11 miliar rupiah berasal dari dana APBD dan sisanya 9 miliar rupiah
berasal dari program tanggung jawab sosial Kadin (Kemenkop dan UKM, 2009).
Namun kenyataannya, hal ini tidak berjalan dengan baik dikarenakan tidak ada
sistem dari pemerintah setempat yang memantau efektifitas penggunaanya. Maka
dari itu peran intermediasi Bank Jateng dalam memfasilitasi kegiatan usaha
melalui kredit usaha yang diberikan sangatlah diharapkan sehingga nantinya
diharapkan ada data yang lebih accountable dan bankable serta tidak terdapat
jarak yang jauh antara usaha besar terhadap usaha mikro atau kecil karena jika
pihak bank tidak ikut serta dalam memfasilitasi permodalan usaha mikro atau
kecil maka akan timbul disparitas besar dan menjadikan kondisi usaha mikro dan
kecil tidak sehat.
Saat ini ada cukup banyak macam-macam kredit yang ada di Bank Jateng
namun penelitian ini difokuskan pada kredit modal usaha yakni kredit usaha
mikro. Jenis – jenis kredit dapat berbeda-beda antara bank yang satu dengan bank
4
yang lain. Secara garis besar, jenis-jenis kredit modal usaha yang dimiliki oleh
Bank Jateng adalah kredit usaha mikro dan kecil yang mempunyai tujuan yakni
untuk pembiayaan investasi dan modal kerja serta dapat meningkatkan volume
usaha. Suku bunga kredit pinjaman Bank Jateng untuk sekor usaha mikro dan
kecil mempunyai tingkat bunga yang lebih rendah dari kredit komersial karena
diambil dari dana likuiditas dari Surat Utang Negara.(Bank Jateng, 2009)
Aturan yang ditetapkan oleh Bank Jateng dalam memfasilitasi nasabah
dalam mengambil kredit meliputi: nasabah mempunyai tabungan di Bank Jateng,
nasabah berupa usaha perorangan atau berbadan hukum termasuk koperasi
maupun yang tidak berbadan hukum, nasabah tersebut termasuk dalam kelompok
usaha mikro atau kecil, usaha mikro yang dimiliki nasabah tersebut memiliki
omset maksimal 100 juta rupiah per tahun, pemohon kredit wajib menyediakan
jaminan kredit dan mempunyai kinerja usaha yang baik, nasabah wajib melunasi
pembiayaan kredit usaha mikro antara lain biaya administrasi dan biaya materai,
biaya legalisir notaris dan pengikatan jaminan, biaya asuransi jaminan. Untuk
jangka waktu pembayaran bunga kredit usaha mikro yang telah ditetapkan Bank
Jateng adalah bunga dibayar setiap bulan dengan perhitungan menurun dan
menetapkan suku bunga mengambang. Alasan utama Bank Jateng
mengalokasikan penyaluran kredit secara efisien kepada sektor usaha mikro
adalah minimnya resiko pinjaman.
Penawaran kredit Bank Jateng tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang
tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga) dan tingkat suku bunga
kredit yang diterapkan oleh Bank Jateng, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi
bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti
5
permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet, dan faktor
rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam ROA (Return on
Asset). Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit usaha
mikro pada Bank Jateng.
B. Perumusan Masalah
Keberhasilan penyaluran kredit Bank Jateng pada usaha mikro dapat
dilihat dari kegiatan operasional Bank Jateng dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya yang tercermin dalam menghimpun dana pihak ketiga dan
penetapan tingkat suku bunga kredit pinjaman, serta tidak kalah pentignnya
memperhatikan indikator kesehatan perbankan yang tercermin dari jumlah kredit
macet, Retturn On Assets, dan Capital Adequacy Ratio yang dimiliki oleh Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga
kredit pinjaman, jumlah kredit macet, Return On Asset (ROA), dan Capital
Adeuacy Ratio (CAR) berpengaruh secara bersama-sama dan parsial terhadap
penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I-
2009.III ?
2. variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap
penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I-
2009.III ?
6
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan terhadap permasalahan yang
telah dirumuskan agar proses penelitian ini lebih terarah dan terkonsentrasi
dengan tepat. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian ini dilaksanakan di Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang, dengan menggunakan data time series triwulanan periode 2002. I –
2009. III.
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga kredit pinjaman, jumlah
kredit macet, Return On Asset (ROA), Capital Adeuacy Ratio (CAR), dan
jumlah kredit mikro.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank
Jateng periode 2002. I – 2009.III. Tujuan yang lebih spesifik adalah :
1. Untuk mengetahui secara bersama-sama dan parsial pengaruh Jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga kredit pinjaman, jumlah kredit macet,
Return On Asset (ROA), dan Capital Adeuacy Ratio (CAR) terhadap besarnya
penyaluran kredit usaha mikro oleh Bank Jateng.
2. Untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap penyaluran
kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I – 2009.III.
7
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis hasil penelitian ini sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jendral Soedirman.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan
terkait dengan alokasi penyaluran kredit kepada sektor usaha mikro oleh Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang.
8
II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Kredit
Menurut Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata Yunani
“Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut
kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang
Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan
pengertian kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau yang
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank
dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan
kredit adalah : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga.”
2. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2002):
9
a. Kepercayaan
Adalah suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa uang, barang,
jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan
penelitian penyelidikan tentang nasabah bank baik secara intern maupun
secara ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit sekarang dan masa lalu untuk
menilai kesungguhan dan itikad baik nasabah terhadap bank.
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kepercayaan itu dituang
dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajiban masing-masing.
c. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengambilan kredit yang jelas disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah 1 tahun), jangka menengah
(1 - 3 tahun), atau jangka panjang (3 tahun keatas).
d. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu resiko tidak
tertagihnya atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya. Resiko ini menjadi
tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun
10
oleh resiko yang tidak sengaja, misalnya terjadi bencana alam atau
bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan.
e. Balas jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita
kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan administrasi
ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bank yang berdasarkan prinsip
syariah balas jasa ditentukan dengan bagi hasil.
3. Jenis-jenis Kredit
Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan
dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi
beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan
nasabah.
Dalam prakteknya kredit yang diberikan bank umum dan bank
perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum
jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2002):
1). Dilihat dari segi kegunaan
a. Kredit investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan
untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru
atau untuk keperluan rehabilitas. Contoh kredit investasi misalnya untuk
membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk
suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif
lebih besar pula.
11
b. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal
kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau
biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
2). Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Sebagai
contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan
menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk
pertanian, kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau kredit
industri akan menghasilkan barang industri.
b. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini
tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang
untuk digunakan atau dipakai seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh
kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah dan
kredit konsumtif lainnya.
c. Kredit perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk
membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti untuk membeli barang
dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-
12
agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh
kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
3). Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau
paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam atau jika
untuk pertanian misalnya tanaman padi atau jagung.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya
kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit
untuk pertanian seperti apel, atau peternakan sapi.
c. Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun.
Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet,
kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit
perumahan.
Dalam prakteknya, bank dapat pula hanya mengklasifikasikan kredit
menjadi hanya jangka panjang dan jangka pendek. Untuk jangka waktu
maksimal 1 tahun dianggap jangka pendek dan diatas 1 tahun dianggap
jangka panjang.
13
4). Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
Artinya setiap kredit yang diberikan akan dilindungi minimal senilai
jaminan atau untuk kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang
diajukan si calon debitur.
b. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.
Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta
loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank
atau pihak lain.
5). Dilihat dari segi sektor
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan
atau pertanian, sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau
jangka panjang.
b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor
peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka
pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang peternakan
kambing.
c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industri,
baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.
14
d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha
tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka
panjang, seperti tambang emas, minyak.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para
mahasiswa.
f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan
profesional seperti dosen, pengacara, dokter.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.
h. Dan sektor-sektor yang lainnya.
4. Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Mikro
a. Definisi kredit usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 adalah pemberian kredit usaha yang mempunyai asset maksimal 50
juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah.
b. Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan
kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru,
dengan jangka waktu maksimal 10 tahun.
c. Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
d. Kredit channeling Adalah Kredit investasi yang diberikan melalui
kerjasama dengan Lembaga pembiayaan atau Bank Umum lainnya.
15
5. Ketentuan Peminjaman Usaha Mikro
a. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yg berbadan hukum termasuk koperasi
b. Berdiri sendiri atau tidak berafiliasi dengan usaha menengah atau usaha
besar
c. Milik WNI yang sah secara hukum
d. Kekayaan bersih maksimal Rp. 200 .000.000,-.
e. Hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
f. Share dana sendiri minimal 20%
6. Pengertian Usaha Mikro
Mengacu kepada Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang
UMKM, ada beberapa kriteria usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
usaha mikro yang sebagaimana diatur dalam undang-undang yakni memiliki
asset maksimal 50 juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah.
Sebelumnya pada tahun 1991 Departemen Perindustrian RI membagi
sektor industri yaitu industri kecil dan industri besar. Industri kecil
didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk
Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp 600 juta diluar tanah dan
bangunan yang digunakannya. Sedangkan bank Indonesia menentukan batas
tertinggi dari investasi, diluar tanah dan bangunan sebesar Rp 600 juta bagi
pengertian industri kecil ( Tiktik dan Rachman, 2002).
16
7. Bentuk dan Jenis Usaha Mikro
Dalam realitanya usaha mikro terbagi-bagi menjadi beberapa kriteria
atau golongan. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan kejadian yang terjadi
secara alami. Berbagai ragam usaha mikro menjadi suatu keunikan tersendiri
yang memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, tetapi selama satu
dengan yang lainnya dapat bersinergi maka usaha mikro akan lebih maju.
Kemudahan dalam menganalisa juga lebih mudah dikarenakan adanya
pembagian tersebut, sehingga keputusan-keputusan semisal kredit dan
kebijakan yang berhubungan dengan usaha kecil akan mudah didapat (Sujati,
2007).
a. Bentuk usaha mikro
Berdasarkan bentuk usahanya, usaha mikro yang terdapat di Indonesia
digolongkan menjadi dua yaitu:
1). Usaha perseorangan
Usaha perseorangan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau konsumen
dengan dukungan dari harta kekayaan perusahaan yang merupakan milik
pribadi dari pengusaha yang bersangkutan. Pada umumnya lebih mudah
untuk didirikan, karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit dan
bertahap seperti bentuk usaha yang lain. Jumlahnya cukup besar di
Indonesia.
2). Usaha persekutuan
Usaha terebut berusaha untuk memperoleh laba. Merupakan kerjasama
antara beberapa orang. Bertanggung jawab kepada pribadi atas usaha
17
persekutuannya. Bentuk dan pola kepemimpinannya berbeda-beda dari
usaha persekutuan lainnya.
b. Jenis usaha mikro
Jenis usaha mikro dikategorikan berdasarkan jenis produk atau jasa
yang dihasilkan, maupun aktivitas yang dilakukan oleh suatu usaha mikro,
serta mengacu pada kriteria usaha kecil menurut KADIN serta Himpunan
Pengusaha Mikro dan Kecil (HPMK), juga kriteria dari Bank Indonesia yaitu:
1). Usaha perdagangan
Terdiri dari keagenan yaitu agen koran dan majalah, sepatu, pakaian dan
lain-lain. Pengecer yaitu minyak, sembako, buah-buahan. Ekspor/impor
yaitu berbagai produk lokal dan internasional. Sektor informal seperti
pengumpulan barang bekas, kaki lima, dan sebagainya.
2). Usaha pertanian
Terdiri dari pertanian pangan maupun perkebunan: bibit dan peralatan
pertanian, buah-buahan, dan sebagainya. Perikanan darat/laut: tambak
udang, pembuatan krupuk ikan, dan produk hasil laut lainnya.
3). Usaha industri
Terdiri dari industri logam/kimia: pengrajin logam, kulit, keramik,
fiberglass, marmer, dan sebagainya. Industri makanan minuman: makanan
tradisional dan catering. Pertambangan dan galian, serta aneka industri kecil
pengarajin patung, ukiran batu dan kayu, juga industri konveksi.
4). Usaha jasa
Terdiri dari: 1) konsultan: hukum, pajak, manajemen, skripsi. 2) Perencana:
perencana teknis dan perencana sistem. 3) Perbengkelan: mobil, motor,
18
elektronik, jam. 4) Transportasi pengangkutan: bus, travel, taksi. 5) Jasa
restoran atau rumah makan.
8. Pengertian Bank
Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. (UU No. 4 Tahun 2003 tentang Perbankan).
Sebagaimana kita ketahui bank dikenal sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya menerima simpanan tabungan, deposito, dan giro
(Kasmir, 2004). Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk
meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu
bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang
atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti
pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan yang lain. Tiap bank
berbeda dalam penetapan saldo minimal simpanan tabungannya (termasuk
juga giro dan deposito), ada yang dalam jumlah kecil, dan ada juga dalam
jumlah besar. Ini dikarenakan regulasi perbankan yang bersangkutan, yang
sudah tentu berbeda dengan bank-bank yang lain. Namun demikian secara
administratif berkas-berkas yang diperlukan dalam praktek simpan-
menyimpan dana pada bank adalah sama.
Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan. Suatu
badan usaha yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran
sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan
mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral (Sujati, 2007).
19
Kegiatan Bank antara lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat (Funding)
b. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending)
c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (Service)
9. Jumlah penghimpunan dana bank
Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana pada
masyarakat untuk meminjamkan uang (kredit) pada masyarakat sangat terkait,
dan tergantung dari seberapa besar jumlah dana yang dihimpun oleh bank.
Bank yang mempunyai kapasitas jumlah penghimpunan dana yang besar,
tentunya berasal dari jumlah simpanan yang mereka peroleh dari masyarakat,
baik dalam bentuk tabungan, deposito dan giro (Sujati, 2007).
Dana masyarakat yang dihimpun bank berasal dari instrumen
(rangsangan) yang dilakukan oleh bank pada masyarakat. Rangsangan
tersebut bisa dalam bentuk suku bunga simpanan (tabungan) yang
menarik/tinggi. Selain itu juga bisa dikarenakan fasilitas yang lengkap,
kenyamanan pelayanan, reputasi (nama) yang baik/dipercaya, dan
manajemennya yang baik. Hal-hal ini dapat membuat masyarakat semakin
banyak menanamkan dananya pada bank tersebut. Semakin banyak
masyarakat menanamkan dananya pada bank (menabung), baik dalam bentuk
tabungan, deposito dan giro maka akan semakin banyak jumlah dana yang
dihimpun oleh bank. Dengan semakin banyak jumlah dana yang dihimpun
bank, sudah tentu bank akan semakin gencar dalam menyalurkan dananya
(kredit) pada masyarakat baik itu kredit properti, ritel, menengah, besar,
khususnya untuk UMKM (Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Ini
20
dikarenakan regulasi pemerintah (Bank Indonesia) yang mewajibkan bank-
bank di seluruh Indonesia agar menyalurkan minimal 30% dari total pangsa
pasar kreditnya khusus untuk kredit UMKM (Sujati, 2007).
Bank dalam menyalurkan kredit pada masyarakat tentunya bertujuan
untuk membayar bunga simpanan masayarakat yang menanamkan dananya
pada bank tersebut, disamping itu untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu
juga terkait dengan regulasi perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah
sebagai lembaga yang bertugas utnuk menghimpun dana dari masyarakat, dan
menyalurkannya kembali pada masyarakat (Sujati, 2007).
10. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah seluruh dana yang berhasil
dihimpun sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2000).
Dalam UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 dana yang dihimpun bank umum
dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand deposit),
simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit).
11. Capital Adequecy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal
yang dimilki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan resiko. Modal bank yang cukup atau banyak menjadi sangat
penting karena modal bank dapat berfungsi untuk memperlancar operasional
sebuah bank. Tingkat kecukupan modal pada perusahaan perbankan tersebut
diwakilkan pada rasio CAR (Capital Aduquecy Ratio). Rasio CAR dicari
dengan rumus (Bank Indonesia, 2006):
21
Modal Sendiri
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Modal = Terdiri atas modal inti dan modal pelengkap
ATMR = Aktiva tertimbang menurut risiko
Menurut SK Dir. BI Nomor 26/20/KEP/DIR/29 Mei 1993 (Suseno
dan Abdullah, 2003) di Indonesia jumlah modal minimum yang harus ada
pada bank diatur oleh BI, yaitu sebesar 8% dari ATMR.
12. Kredit macet
Kredit macet adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan bank
memenuhi kewajiban nasabah membayar kredit atau sering disebut “kredit
macet”. Pembayaran kewajiban tersebut dapat berupa pembayaran pokok
pinjaman, pembayaran bunga, dll. Kredit macet merefleksikan besarnya risiko
kredit yang dihadapi bank, semakin kecil angka kredit macet, maka semakin
kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank Indonesia melalui
Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah
(NPL) adalah sebesar 5%. Rumus untuk mencari besar Non Performing Loan
atau kredit macet dapat dijabarkan sebagai berikut (Mahardian, 2006):
Total Kredit yg Disalurkan
Total Kredit Macet
13. Return On Assets (ROA)
ROA adalah salah satu metode penilaian yang digunakan untuk
mengukur tingkat rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat keuntungan yang
dicapai oleh sebuah bank dengan seluruh dana yang ada di bank. Semakin
besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
X 100%CAR =
X 100%NPL =
22
bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan aset. ROA membandingkan laba terhadap total aset, yang dapat
dicari dengan rumus berikut (Bank Indonesia, 2006):
Laba Setelah Biaya Lain
Total Aset
Laba Setelah Biaya Lain = Total pendapatan - Biaya operasional - Pajak
14. Suku Bunga Kredit Pinjaman
Kasmir (2002) menyatakan bahwa bunga bank dapat diartikan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan
sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan)
atau harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang
memperoleh pinjaman).
Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang
diberikan kepada nasabahnya yaitu (Kasmir, 2002):
a) Bunga simpanan
Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus
dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan
dan bunga deposito.
b) Bunga pinjaman
Adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus
dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang
melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan,
X 100%ROA =
23
maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang
namanya bunga (sumber: semua praktek perbankan dilapangan). Bagi
masyarakat yang menanamkan dananya pada bank, baik itu simpanan
tabungan, deposito dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam
bentuk persen). Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar
masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku
bunga simpanan maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan
dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh
keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan,
maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang. Sebab masyarakat
berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh dimasa yang
akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga ini
dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku
bunga kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin
tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk
meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan
jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan
masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi
kreditnya dimasa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank
mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat
masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha
mikto, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan semakin rendahnya suku
bunga kredit, khususnya kredit untuk usaha kecil,mikro, dan menengah maka
24
akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah usaha UMKM
tersebut, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab
bagaimanapun juga UMKM selama ini dikenal sebagai penopang jumlah
tenaga kerja di Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak
menganggur. Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut :
Suku bunga kredit (%)
30
10
Jumlah alokasi Kredit
(Milyar)
1000 3000
Gambar 1Grafik Hubungan antara Suku Bunga Kredit dengan Jumlah Alokasi Kredit
Dari grafik diatas terlihat jika misalnya suku bunga kredit berada pada
posisi 30 persen (tinggi) maka jumlah alokasi kredit hanya sebesar 1000.
Namun berbeda halnya jika suku bunga kredit mengalami penurunan menjadi
10 persen, maka jumlah alokasi kredit akan meningkat dari 1000 menjadi
3000. Ini dikarenakan masyarakat akan gencar, dan banyak yang meminjam
kredit. Masyarakat melihat bahwa dengan menurunnya suku bunga kredit,
maka mereka akan mengalami kemudahan dalam meminjam (memperoleh)
kredit baik itu untuk keperluan usaha atau sebagainya. Dan mereka pun akan
merasa yakin bahwa dengan menurunnya suku bunga kredit, mereka akan
mampu melunasi pinjaman mereka ditambah bunga dimasa yang akan datang.
25
Kasmir (2002) menyatakan bahwa pembebanan besarnya suku bunga
kredit dibedakan kepada jenis kreditnya. Pembebanan disini maksudnya
metode perhitungan yang akan digunakan, sehingga mempengaruhi jumlah
bunga yang akan dibayar. Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi
jumlah angsuran perbulannya. Dimana jumlah angsuran terdiri dari hutang
pokok pinjaman ditambah bunga.
Metode pembebanan suku bunga kredit yang dimaksud adalah sebagai
berikut (Kasmir, 2002):
1. Sliding rate
Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamannya, sehingga
jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurun seiring dengan
turunnya pokok pinjaman. Akan tetapi pembayaran pokok pinjaman setiap
bulan sama. Cicilan nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari
bulan ke bulan semakin menurun. Jenis sliding rate ini biasanya diberikan
kepada sektor-sektor produktif seperti pengusaha, tidak terkecuali pengusaha
UMKM. Ini dilakukan dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani
terhadap pinjamannya.
2. Flate rate
Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya, demikian
pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama, sehingga cicilan setiap
bulan sama sampai kredit tersebut lunas. Jenis flate rate ini diberikan kepada
kredit yang bersifat konsumtif seperti pembelian rumah tinggal, pembelian
mobil pribadi, atau kredit konsumtif lainnya.
26
3. Floating rate
Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada di pasar
uang, sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat tergantung dari bunga
pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih
tinggi atau lebih rendah dari bulan yang bersangkutan. Pada akhirnya hal ini
juga berpengaruh terhadap cicilannya setiap bulan.
B. Perumusan Model Penelitian
1. Penelitian Terdahulu
Danoesapoetro,et.al. (1990) melakukan penelitian mengenai peranan
dan prospek bank perkreditan rakyat dalam rangka kebijakan pakto 1998.
Dengan meneliti jumlah Bank Perkreditan Rakyat, perkembangan dana yang
dihimpun dan perkembangan pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan
rakyat di Indonesia, disimpulkan bahwa kebijakan pakto 1988 mempermudah
prosedur pembentukan bank-bank sampai pada tingkat kecamatan. Dampak
dari kondisi tersebut adalah bertambahnya jumlah kantor BPR yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan jumlah dana yang dihimpun dan kredit
yang disalurkan.
Akyuwen (2005) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Modal Usaha pada Bank Umum di
Jawa Tengah. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa dana pihak ketiga
dan suku bunga kredit merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam
penyaluran kredit modal usaha.
27
Agung et.al (2002) meneliti tentang pengaruh kebijakan moneter
terhadap penyesuaian di pasar kredit dengan menggunakan metode VECM.
Hasil penelitiannya adalah kredit modal kerja, kredit investasi, suku bunga
pinjaman, suku bunga deposito, dan GDP berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penawaran kredit.
Mahrinasari (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengelolaan
Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Bandar Lampung”. Penelitian
ini menggunakan metode analisis Regresi Linier Berganda dengan
kesimpulan pengalokasian kredit dipengaruhi negatif oleh Rasio Kas dan
positif oleh RPS dan PA BPR Kota Bandar Lampung.
Arsana (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Nilai
Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Jalur Kredit”. Penelitian ini menggunakan metode VAR serta menggunakan
variabel kurs rupiah, suku bunga SBI, modal bank umum, suku bunga kredit
investasi, total kredit bank umum dan PDB konstan 1993. Diperoleh
kesimpulan: Pertama, nilai tukar mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pergerakan dana aliran kredit domestik. Kedua, sisi
permintaan kredit lebih responsif terhadap perubahan indikator keuangan
domestik dan kebijakan moneter.
Meydianawathi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis
Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM Di Indonesia
(2002-2006)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa
variabel terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum
secara parsial dan serempak kepada sektor UMKM di Indonesia. Metode
28
analisis yang digunakan adalah ordinary least square, dilanjutkan dengan uji
signifikansi secara parsial dan serempak melalui uji t dan uji F. Diperoleh
kesimpulan: Pertama, pulihnya kepercayaan terhadap sistem perbankan
mendorong naiknya jumlah dana pihak ketiga (DPK). Kedua, secara
serempak variabel DPK, ROA, CAR dan NPL berpengaruh nyata dan
signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum
kepda sektor UMKM di Indonesia. Ketiga, Secara parsial variabel DPK,
ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan sedangkan variabel NPL
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan
modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia.
Wibowo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Jumlah
Penghimpunan Dana Bank, Suku Bunga Kredit Modal Kerja, dan Tingkat
Laju Inflasi Terhadap Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja pada Bank-Bank
Umum di Indonesia (2001:01 – 2006:04)”. Dalam jumlah alokasi kredit
modal kerja pada bank-bank umum di Indonesia, variabel dependen berupa
jumlah alokasi kredit modal kerja dan variabel independen dapat berupa
jumlah penghimpunan dana bank, tingkat laju inflasi di Indonesia, dan suku
bunga kredit modal kerja. Dalam penelitian ini diketahui bahwa suku bunga
kredit modal kerja secara individu berpengaruh dan signifikan terhadap
jumlah alokasi kredit modal kerja, tingkat laju inflasi di Indonesia secara
individu berpengaruh positif, dan tidak signifikan terhadap jumlah alokasi
kredit modal kerja, serta jumlah penghimpunan dana secara individu
berpengaruh signifikan terhadap jumlah alokasi kredit modal kerja.
29
Harmanta (2005) mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan
menurunnya penyaluran kredit perbankan pasca krisis moneter 1997.
Penelitian ini menggunakan metode tes ADF dengan mengambil data time
series bulanan periode Januari 1993 - Desember 2003. Berdasarkan hasil
analisis dapat dilihat bahwa krisis ekonomi, tingkat suku bunga yang tinggi
dan melemahnya nilai tukar berpengaruh negatif terhadap menurunnya
permintaan kredit.
2. Kerangka pemikiran
Perilaku penawaran atau penyaluran kredit Bank Jateng dipengaruhi
oleh banyaknya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK). Banyaknya DPK itu
sendiri dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit, tingkat suku bunga kredit
tersebut merupakan persepsi bank terhadap prospek usaha kreditur atau
nasabah dalam menanamkan modalnya di Bank Jateng sehingga nantinya
Bank Jateng dapat menyalurkanya kembali dananya dalam bentuk kredit.
Sedangkan profitabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam rasio
Return On Assets juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk
menyalurkan kreditnya. Faktor lain seperti rasio modal atau CAR (Capital
Adequacy Ratio) disini untuk mengukur permodalan dari sumber dana pihak.
Sedangkan untuk tingkat kredit bermasalah atau kredit macet
diperkirakan dapat mempengaruhi volume kredit usaha mikro karena
merupakan tolak ukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan,
apabila tingkat kredit macetnya tinggi maka perbankan kesulitan dalam
menghimpun dana dari masyarakat, yang menyebabkan masyarakat takut
kalau dana yang telah dititipkan tidak dapat dikembalikan. Dari sisi
30
perbankan, hal tersebut mengakibatkan melambatnya pertumbuhan dana
pihak ketiga dan berdampak menurunnya lending capacity perbankan,
sehingga mengurangi kemampuan bank dalam menyalurkan kreditnya.
Dari uraian di atas sehingga didapat kerangka pemikiran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penyaluran
Kredit Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang
Gambar di atas menunjukkan alur pikir dimana terjadi hubungan
kelima variabel, yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga kredit
Y
Jumlah
Penyaluran
Kredit Usaha
Mikro
X3
Jumlah
Kredit
Macet
X4
Return
On
Assets
(ROA)
X2
Tk. Suku
Bunga
Kredit
Pinjama
n
X5
Capital
Adequac
y Ratio
(CAR)
X1
Dana
Pihak
Ketiga
(DPK)
31
(pinjaman), Capital Adequacy Ratio (CAR), Rasio Return On Assets (ROA),
dan jumlah kredit macet secara bersama-sama berpengaruh terhadap
penyaluran kredit usaha mikro Bank Jateng. Dimana jumlah penyaluran
kredit untuk sektor usaha mikro sangat dipengaruhi oleh Dana Pihak Ketiga
(DPK) karena digunakan untuk memprediksi penambahan kredit usaha mikro
tersebut mempunyai pengaruh positif atau negatif. Sehingga semakin banyak
dana dari DPK maka semakin banyak juga ekspansi usaha sektor usaha mikro
yang dilakukan oleh Bank Jateng. Penyaluran kredit dipengaruhi oleh tingkat
suku bunga pinjaman karena merupakan persepsi masyarakat dalam
mengambil pinjaman di Bank. Penyaluran kredit dipengaruhi oleh angka
kredit macet karena nilai kredit macet merupakan persepsi Bank dalam
menginvestasikan modal yang dimiliki dalam bentuk kredit. Semakin tinggi
angka kredit macet makin kecil bank dalam menyalurkan modalnya dalam
bentuk kredit. Penyaluran kredit usaha mikro dipengaruhi oleh nilai Return
on Asset karena semakin banyak retur modal yang diterima oleh Bank dalam
menyalurkan kredit sudah tentu Bank akan semakin gencar dalam
menyalurkan modalnya dalam bentuk kredit. Capital Adequacy Ratio atau
rasio kecukupan modal merupakan faktor yang mempengaruhi penyaluran
kredit usaha, semakin besar rasio modal yang dimiliki oleh bank maka
semakin besar cadangan yang dimiliki oleh bank tersebut dan sudah tentu
bank akan menaikan jumlah penyaluran kreditnya.
32
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut :
1. Diduga secara bersama-sama dan parsial Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK),
Suku Bunga Kredit (SBK), Jumlah Kredit Macet, Return on Assets (ROA),
dan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang dihimpun oleh Bank Jateng Kantor
Pusat Semarang berpengaruh signifikan terhadap alokasi penyaluran kredit
untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng Kantor Pusat Semarang.
2. Diduga jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap alokasi penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro
pada Bank Jateng Kantor Pusat Semarang.
33
III. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan penelitian
kuantitatif pada Bank Jateng Kantor Pusat Semarang untuk menganalisis
variabel-variabel yang diteliti.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
kasus.
3. Objek Penelitian
Jumlah penyaluran kredit usaha mikro pada Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang periode 2002. I – 2009. III.
4. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series
triwulanan dari Bank Jateng Kantor Pusat Semarang kurun waktu Kuartal I
2002 sampai dengan Kuartal III 2009.
5. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian berasal dari data sekunder yakni data yang sudah jadi
dan diolah melalui suatu proses yang dilakukan oleh pihak Kantor Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang. Data penelitian diperoleh dari Bank Jateng
Kantor Pusat Semarang secara langsung berupa dokumen atau laporan
keuangan Bank Jateng sesuai dengan periode yang diteliti.
34
6. Definisi Konseptual
a. Kredit usaha mikro adalah kredit dengan plafon antara Rp 10 juta dan
maksimum Rp. 50 juta (Bank Jateng, 2009).
b. Dana Pihak Ketiga adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada
bank yang dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro (Akyuwen, 2005).
c. Suku bunga kredit (pinjaman) adalah bunga yang diberikan kepada para
peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada
bank.
d. Return On Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk
mengukur efektifitas suatu bank di dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Akyuwen, 2005).
e. Kredit macet adalah kredit bermasalah yang dihadapi bank karena
menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman ke masyarakat (Akyuwen,
2005).
f. Capital Adequacy ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank
(Mahardian, 2006).
6. Definisi Operasional
a. Kredit usaha mikro adalah kredit dengan plafon maksimum 50 juta rupiah
yang diberikan oleh Bank Jateng Kantor Pusat Semarang kepada usaha
mikro.
35
b. Dana pihak ketiga adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah di Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro.
c. Suku bunga kredit (pinjaman) adalah bunga yang diberikan oleh Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang kepada para peminjam atau harga yang
harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang.
d. Non Performing Loan Bank Jateng adalah tingkat risiko yang timbul
sebagai akibat kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajiban membayar
utang pokok pinjaman.
e. Return On Assets Bank Jateng adalah ukuran keberhasilan Bank Jateng
dalam menghasilkan keuntungan dengan rasio modal yang dimilikinya.
f. Capital Adequacy ratio Bank Jateng adalah Rasio Modal yang dimiliki
Bank Jateng untuk mampu menyerap risiko kegagalan kredit yang
mungkin terjadi.
B. Teknik Analisis Data
1. Analisa Variabel-variabel yang Berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit Usaha Mikro pada Bank Jateng Periode 2002. I – 2009. III
Menurut Singarimbun (1989), analisis data adalah proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterprestasikan. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penyaluran kredit usaha mikro Pada Bank Jateng Periode 2002. I–2009. III
digunakan analisis regresi berganda.
36
Regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah dana
pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit (pinjaman), jumlah kredit macet,
Return On Asset (ROA), dan Capital Adeuacy Ratio (CAR) terhadap
besarnya penyaluran kredit usaha mikro pada Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang. Berikut ini bentuk persamaan regresi linier berganda dalam betuk
(Ln) logaritma natural (Gujarati, 1995 ):
Ln Y= Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + ei
Keterangan :
Ln= Logaritma Natural
Y = Jumlah Kredit Pinjaman (dalam rupiah)
b0 = Konstanta
X1 = Dana Pihak Ketiga (dalam rupiah)
X2 = Suku Bunga Kredit (persen)
X3 = Jumlah Kredit Macet (dalam rupiah)
X4 = Return On Asset (ROA) (persen)
X5 = Capital Adequacy Ratio (CAR) (persen)
b1 = Koefisien Regresi X1
b2 = Koefisien Regresi X2
b3 = Koefisien Regresi X3
b4 = Koefisien Regresi X4
b5 = Koefisien Regresi X5
ei = Variabel Pengganggu
Sebelum dilakukannya alat analisis regresi linier berganda dengan
model di atas, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan pada
penelitian ini, tujuan adanya uji kelayakan ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya gejala dari keseluruhan variabel bebas yang diteliti untuk
mempengaruhi model regresi, uji ini juga dikenal dengan uji kelolosan.
37
2. Uji Asumsi Klasik
a. Multikolinearitas
Jika pada model persamaan regresi mengandung gejala multikolinearitas,
berarti terjadi korelasi (mendekati sempurna) antar variabel bebas.
Konsekuensinya penaksiran-penaksiran kuadrat terkecil tidak dapat
ditentukan, varian dan kovarian dari penaksir-penaksir menjadi tidak
terhingga besarnya.
Konsekuensi dari timbulnya multikolinieritas adalah sebagai berikut:
1) Meskipun asumsi OLS dapat diperoleh, standard error-nya akan
cenderung membesar nilainya sewaktu tingkat kolinieritas antara
variabel bebas juga meningkat.
2) Oleh karena nilai standard error dari koefisien regresi besar, maka
dari itu dengan sendirinya interval keyakinan untuk parameter dari
populasi juga cenderung melebar.
3) Dengan tingginya tingkat kolinieritas, probabilitas untuk menerima
hipotesis, padahal hipotesis itu salah, menjadi membesar nilainya.
4) Selama kolinieritas ganda tidak sempurna, masih mungkin untuk
menghitung perkiraan koefisien regresi, tetapi standard error-nya
menjadi sangat sensitif.
5) Apabila kolinieritas ganda tinggi, seseorang akan memperoleh nilai
koefisien determinasi berganda yang tinggi tetapi tidak ada atau sedikit
sekali koefisien regresi yang signifikan secara statistik.
38
b. Heteroskedastisitas
Adanya heteroskedastisitas, berarti adanya varian dalam model yang tidak
sama (konstan). Akibat yang terjadi adalah penaksiran-penaksiran
Ordinary Least Square / OLS tidak akan bias. Varian dari koefisien-
koefisien akan salah.
Uji White Test
Uji Hipotesis untuk menentukan ada tidaknya heterokedastisitas dapat
menggunakan uji white dengan persamaan sebagai berikut :
▪ Ho : ρ1 = ρ2 = ....= ρq= 0 , Tidak ada heterokedastisitas
▪ Ha : ρ1 ≠ ρ2 ≠....≠ ρq ≠ 0 , Ada heterokedastisitas
Perbandingan antara Obs*R square ( χ2 –hitung )dengan χ2 –tabel, yang
menunjukkan bahwa Obs*R square ( χ2 -hitung )< χ2 –tabel, berarti Ho tidak
dapat ditolak. Dari hasil uji White Test tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak ada heterokedastisitas. Sedangkan jika nilai Obs*R square ( χ2 -hitung)
> χ2 –tabel, berarti Ho dapat ditolak. Dari hasil uji White Test tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada heterokedastisitas.
Konsekuensi dari timbulnya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
1) Varian menjadi tidak efisien.
2) Varian yang diperoleh berdasarkan asumsi adanya heteroskedastisitas
tidak lagi minimum.
3) Interval keyakinan menjadi sangat lebar dan uji signifikan kurang kuat
(less powerfull).
4) Pemerkira akan menjadi bias.
Dalam pengambilan kesimpulan akan membuat kesimpulan yang salah.
39
c. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara
anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (times-
series) atau ruang (cross section). Uji Autokorelasi menggunakan uji
Durbin Watson dengan persamaan sebagai berikut :
∑∑ −−
=i
i
e
eeid
21 )(
Dimana :
d = Nilai Durbin Watson
∑ei = Jumlah Kuadrat Sisa
Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai d-tabel. Hasil
Kesimpulan akan menghasilkan kriteria sebagai berikut :
1. Jika d < dl , berarti terdapat autokorelasi positif
2. Jika d > (4 - dl), berarti terdapat autokorelasi negatif
3. Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokoerlasi
4. Jika dl < d < du atau (4 - du), berarti tidak dapat disimpulkan
40
Kriteria Pengambilan Keputusan Durbin Watson :
auto-
korelasi
positif
Daerah
keragu-
raguan
Tidak ada
autokorelasi
Daerah
keragu-
raguan
auto-
korelasi
negatif
5.
Gambar 3. Daerah Autokorelasi
3. Uji Statistik
a. Uji F
Uji pertama adalah Uji F digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat,
hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) H0 : β1 : β2 : β3 : β4 : β5 = 0; artinya variabel bebas secara bersama-
sama tidak mempengaruhi variabel terikat.
2) H1 : β1 : β2 : β3 : β4 : β5 ≠ 0; artinya variabel bebas secara bersama-
sama mempengaruhi variabel terikat.
Kriteria pengujian :
1) H0 diterima jika Fhitung < Ftabel
2) H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel
44-dldu0 4-dudl
41
Untuk mengetahui regresi tersebut signifikan atau tidak, digunakan rumus
(Gujarati, 1995)
( )( )( )knR
kRF
−−−=
2
2
1
1/
Keterangan :
R2 = Koefisien Determinasi
k = Banyaknya variabel dalam model
n = Jumlah sampel
b. Uji t
Uji kedua adalah Uji t digunakan untuk menguji sigifikansi koefisien
regresi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikat,
hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) H0 : β1 = 0; artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel bebas (Xi) terhadap variabel terikat.
2) H1 : β1 ≠ 0; artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel bebas (Xi) terhadap variabel terikat (Y).
Kriteria Pengujian :
1) H0 diterima jika –t tabel < t hitung < t tabel.
2) H0 ditolak jika t hitung > t tabel a–t hitung < -t tabel.
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap
variabel terikat digunakan rumus sebagai berikut (Gujarati, 1995) :
42
Sbj
bjt =
Keterangan :
bj = Koefisien Regresi
Sbj = Standar deviasi dari bj
Dengan derajat kebebasan (df) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05
c. Uji adjusted R2
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi variasi dalam
variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variasi beberapa variabel bebas
secara bersama-sama. Jika nilai adjusted R2 sama dengan satu maka garis
regresi yang dicocokan menjelaskan 100 persen variasi dalam Y.
Sebaliknya kalau nilai adjusted R2 sama dengan nol maka garis regresi
tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam Y. Kecocokan dalam model
dikatakan lebih baik kalau nilai R semakin dekat dengan satu (Gujarati,
1995) :
)1(/
)(/1
21
21
___2
−−
−=∑∑
ny
kneR
Keterangan :
___2R = koefisien adjusted R
k = banyaknya parameter dalam model ditambah dengan intercept
n = jumlah sample
∑ 21e = jumlah kuadrat residual atau total variasi yang dapat dijelaskan
oleh regresi
∑ 21y = jumlah kuadrat total atau total variasi
43
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
a. Bank Jateng
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah atau sering disebut Bank
Jateng, dahulu bernama Perusahaan Daerah (PD) yang didirikan pertama kali
berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat 1 Jawa Tengah Nomor 6
Tahun 1963. Perda tersebut terus mengalami perubahan, yang berakhir
dengan keikutsertaan Bank dalam rekapitulasi Perda Nomor 6 Tanggal 12
Maret 1999 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan
Daerah Jawa Tengah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan
Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah. Perubahan tersebut
telah disahkan Menteri Dalam Negeri Nomor 584,33-136 Tanggal 14 April
1999 serta telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 17 Tanggal 28 April 1999 Seri D Nomor 17. Bank Jateng juga
merupakan Bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama-sama
dengan Pemerintah Kota atau Kabupaten se-Jawa Tengah. Bank Jateng
mempunyai visi sebagai bank yang terpercaya bagi masyarakat daerah Jawa
Tengah dan sekitarnya, dan menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Tengah
dan sekitarnya, serta mampu menunjang pembangunan daerah Jawa Tengah
dan sekitarnya. Misi Bank Jateng adalah meningkatkan pelayanan prima yang
didukung oleh kehandalan sumber daya manusia dengan teknologi modern
serta jaringan yang luas, membangun budaya perusahaan dan
mempertahankan bank yang sehat, mendukung pertumbuhan ekonomi
44
regional dengan mengutamakan kegiatan retail banking, serta meningkatkan
kontribusi dan komitmen pemilik guna memperkokoh bank.
Bank Jateng pada awal beroperasi pada tahun 1963 menempati Gedung
Bapindo di Jalan Pahlawan No.3 Semarang. Tujuan pendirian Bank Jateng
adalah untuk mengelola keuangan daerah yaitu sebagai pemegang kas daerah
dan pemberian kredit konsumtif yang selama ini melayani pegawai negeri
sipil serta membantu meningkatkan ekonomi daerah dengan memberikan
pendanaan kepada usaha mikro kecil dan menengah untuk percepatan
pertumbuhan ekonomi.
Persiapan pendirian bank dilakukan oleh Drs. Haryono Sandjoyo yang
kemudian menjadi Direktur Utama pertama Bank Jateng, dibantu Drs. Mud
Sukasan. Rekruitmen karyawan pertama berjumlah 13 orang untuk on the job
training di Kantor Bank Indonesia Semarang. Modal disetor pada awal
pendirian Bank Jateng sebesar 20 juta rupiah yang terdiri dari Daerah
Swatantra tingkat satu sebesar 9,2 juta rupiah, 34 Daerah Swatantra tingkat
dua sebesar 6,8 juta rupiah, dan Hadi Soejanto sebesar 4 juta rupiah. Seiring
dengan berjalannya waktu, Bank Jateng terus berkembang hingga memiliki
kantor cabang di seluruh kabupaten atau kota di Jawa Tengah. Setelah
berpindah-pindah lokasi, sejak tahun 1993 Kantor Pusat Bank Jateng
menempati Gedung Grinatha di Jalan Pemuda No.142 Semarang.
Jumlah Kantor Cabang Koordinator Bank Jateng
45
Tabel 1. Jumlah Kantor Cabang Bank Jateng di Provinsi Jawa Tengah
No. Kabupaten/Kota WilayahCabang
Koordinator
Cabang
Pembantu
Kantor
Kas1 Kota Semarang Semarang 1 13 22 Kabupaten Semarang Kendal 1 2 23 Salatiga 1 2 04 Ungaran 1 2 15 Purwodadi 1 2 16 Demak 1 0 17 Kota Surakarta Surakarta 1 5 58 Klaten 1 4 19 Karanganyar 1 1 210 Boyolali 1 3 211 Wonogiri 1 4 312 Sukoharjo 1 1 213 Sragen 1 2 214 Kabupaten Pati Pati 1 1 615 Blora 1 2 116 Rembang 1 1 317 Jepara 1 4 218 Kudus 1 2 119 Kabupaten Banyumas Purwokerto 1 3 620 Purbalingga 1 2 221 Cilacap 1 3 122 Banjarnegara 1 1 223 Kabupaten Tegal Tegal 1 3 324 Slawi 1 0 225 Pekalongan 1 3 226 Pemalang 1 3 227 Batang 0 2 128 Brebes 1 2 429 Kabupaten Magelang Magelang 1 5 530 Kebumen 1 4 231 Temanggung 1 2 232 Purworejo 1 2 1
33 Wonosobo 1 1 2
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dibuat
pada tanggal 23 April 2007 modal dasar PT Bank Jateng Semarang
berubah dari 7 miliar rupiah menjadi 15 miliar rupiah. Berdasarkan Akta
46
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 25 Juli
2008 dan Surat Bank Indonesia tanggal 28 Agustus 2008 jumlah modal
saham PT. Bank Jateng Semarang sebesar 704 miliar 334 juta rupiah.
Sedangkan pada tahun 2009 terdapat penambahan modal disetor sebesar
63 miliar 539 juta rupiah.
Pada akhir tahun 2009 total aktiva yang dimiliki Bank Jateng Pusat
Semarang mengalami peningkatan sebesar 11,70 persen, simpanan
nasabah juga mengalami peningkatan sebesar 25,62 persen. Adapun
jumlah kredit yang disalurkan adalah sebesar 10,69 triliun rupiah. Laba
bersih yang dihasilkan Bank Jateng Semarang tahun buku 2009 sebesar
434,16 miliar, merupakan peringkat ketiga terbesar dari laba BPD lain di
seluruh Indonesia. Rasio kredit bermasalah juga dapat ditekan hingga
sebesar 0,26 persen atau jauh di bawah ketentuan Bank Indonesia sebesar
5 persen. Laba usaha pajak selama tahun buku 2009 tercatat sebesar
610,36 miliar rupiah atau 100,06 persen dari target yang tertuang dalam
Rencana Bisnis.
b. Dewan Komisaris dan Direksi Bank Jateng
Pada tanggal 31 Desember tahun 2009 susunan Dewan Komisaris
dan Direksi Bank Jateng diduduki oleh Drs. Hadi Prabowo, MM sebagai
Komisaris Utama dan di bawahnya ada tiga Dewan Komisaris yang
diduduki oleh Dra. Utami Handayani, Prof. Imam Gozali, M.Com, Hons,
Akt, dan Drs. Sriyadhi, MM. Adapun Direktur Utama ditempati oleh Drs.
47
Hariyono, MM, Direktur Pemasaran ditempati oleh Basuki Sri Hartono,
S.Sos, Direktur Umum diduduki oleh Bambang Widyanto, SE, MM,
Direktur Kepatuhan diduduki oleh Arso Budidono, SE, Akt, Direktur
Operasional ditempati oleh Joko Sambodo, SE, MM.
Pengangkatan dewan komisaris dan jajaran direksi Bank Jateng
didasarkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Semarang
pada 16 September 2009. Masa jabatannya hingga periode 31 Desember
2011. Hingga tanggal 31 Desember 2009, Bank Jateng memiliki karyawan
sebanyak 4.673 orang.
c. Kegiatan Operasional Bank Jateng
a. Menghimpun dana pihak ketiga
Bank Jateng sebagai lembaga yang menjalankan fungsi
intermediasi, maka dana yang telah dihimpun tersebut selanjutnya
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Sementara itu
ekses atau kelebihan dana yang belum digunakan maka akan disalurkan
dalam bentuk penempatan dana, pembelian surat berharga, dan bentuk
aktiva produktif lainnya agar menghasilkan keuntungan. Penyaluran dana
sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit khususnya kredit usaha
mikro, kecil, dan menengah yang merupakan aktivitas utama Bank Jateng
dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat. Dana Pihak Ketiga yang
telah berhasil dihimpun oleh Bank Jateng periode tahun 2002 kuartal satu
hingga tahun 2009 kuartal tiga adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun oleh Bank Jateng Periode 2002.I – 2009.III (dalam Juta Rupiah)
Kuartal-Tahun Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan
48
(%)2002 .I 1.054.512 - .II 1.267.424 20,19 .III 1.257.431 -0,79 .IV 1.373.931 9,262003 .I 1.218.286 -11,33 .II 1.886.946 54,89 .III 1.846.089 -2,17 .IV 1.955.787 5,942004 .I 1.922.259 -1,71 .II 2.019.102 5,04 .III 2.025.883 0,34 .IV 2.143.568 5,812005 .I 2.190.870 2,21 .II 2.335.817 6,62 .III 2.431.576 4,10 .IV 2.486.562 2,262006 .I 2.565.089 3,16 .II 2.757.735 7,51 .III 2.849.006 3,31 .IV 3.037.534 6,622007 .I 3.082.921 1,49 .II 3.190.611 3,49 .III 3.282.666 2,89 .IV 3.396.541 3,472008 .I 3.387.356 -0,27 .II 3.517.115 3,83 .III 3.641.431 3,53 .IV 4.153.587 14,062009 .I 4.258.852 2,53 .II 4.271.569 0,30 .III 4.405.936 3,15
Rata-rata 2.619.806,194 5,32Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
Pada tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh Bank Jateng hampir tiap tahunnya
mengalami kenaikan. Besarnya DPK terbesar terjadi pada tahun 2009
kuartal tiga sebanyak Rp 4.405.936 juta yang semula Rp 4.271.569 juta.
Besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut diakibatkan karena pada
tahun 2009 lebih banyak masyarakat yang mempunyai pendapatan yang
49
melebihi tingkat konsumsi, sehingga kelebihan pendapatan tersebut
cenderung digunakan untuk menabung dalam bentuk tabungan deposito
serta mengambil kredit modal usaha untuk menunjang pendapatan mereka
sehari-hari (Akyuwen, 2005). Sedangkan pada tahun 2001 kuartal satu
mengalami nilai terendah sebesar Rp 1.054.512 juta. Hal ini karena
sedikitnya minat dan kesadaran masyarakat untuk menabung atau
menginvestasikan pendapatan mereka (Sujati, 2007). Pada tahun 2003
kuartal satu jumlah DPK mengalami penurunan dari periode sebelumnya
hal ini karena menurunnya minat masyarakat untuk menabung di Bank
Jateng.
b. Penyaluran kredit usaha mikro
Kegiatan operasional yang dilakukan oleh Bank Jateng salah
satunya adalah pemberian kredit usaha mikro. Dana yang telah terkumpul
di Bank Jateng, kemudian disalurkan melalui kredit. Dari selisih perolehan
bunga kredit yang diterima, dengan bunga simpanan yang harus
ditanggung, inilah yang menjadi pendapatan utama Bank Jateng yang
dilakukan sesuai asas perkreditan yang sehat serta prinsip kehati-hatian,
yang meliputi: independensi, profesionalisme, dan integritas yang
memadai. Saat ini kredit yang diberikan oleh Bank Jateng sebagian besar
merupakan kredit usaha yang bersifat perorangan dan multiguna. Sampai
tahun 2009, penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil, menengah ini
masih menjadi andalan dalam menyumbangkan pendapatan Bank Jateng.
Hal ini ditunjukan dengan besarnya kredit usaha mikro yang disalurkan
untuk usaha mikro pada tahun 2009 kuartal tiga. Berikut merupakan
50
jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang yang berasal dari jumlah Dana Pihak Ketiga selama periode
tahun 2002 kuartal satu hingga tahun 2009 kuartal tiga.
51
Tabel 3.Jumlah Kredit Usaha Mikro yang Disalurkan Bank Jateng yang Berasal dari Dana Pihak Ketiga Tahun 2002.I – 2009.III (dalam Juta Rupiah)
Kuartal-
Tahun
Jumlah
Dana Pihak
Ketiga
Penyaluran
Kredit Usaha
Mikro
Persentase
Penyaluran
Kredit Mikro
Terhadap DPK
(%)
Pertumbuhan
Kredit Usaha
Mikro
(%)
2002 .I 1.054.512 445.471 42,244 - .II 1.267.424 396.280 31,267 -11,04 .III 1.257.431 410.939 32,681 3,70 .IV 1.373.931 434.667 31,637 5,772003 .I 1.218.286 435.790 35,771 0,26 .II 1.886.946 493.085 26,131 13,15 .III 1.846.089 520.014 28,168 5,46 .IV 1.955.787 539.045 27,562 3,662004 .I 1.922.259 550.708 28,649 2,16 .II 2.019.102 601.198 29,776 9,17 .III 2.025.883 601.834 29,707 9,11 .IV 2.143.568 646.717 30,170 7,462005 .I 2.190.870 714.727 32,623 10,52 .II 2.335.817 772.391 33,067 8,07 .III 2.431.576 837.920 34,460 8,48 .IV 2.486.562 853.126 34,309 1,812006 .I 2.565.089 868.720 33,867 1,83 .II 2.757.735 902.866 32,739 3,93 .III 2.849.006 955.353 33,533 5,81 .IV 3.037.534 996.776 32,815 4,342007 .I 3.082.921 1.029.790 33,403 3,31 .II 3.190.611 1.065.948 33,409 3,51 .III 3.282.666 1.107.602 33,741 3,91 .IV 3.396.541 1.120.887 33,001 1,202008 .I 3.387.356 1.128.807 33,324 0,71 .II 3.517.115 1.228.654 34,934 8,85 .III 3.641.431 1.279.136 35,127 4,11 .IV 4.153.587 1.310.906 31,561 2,482009 .I 4.258.852 1.310.123 30,762 -0,06 .II 4.271.569 1.342.318 31,424 2,46 .III 4.405.936 1.363.953 30,957 1,61Rata-rata 2.619.806 847.282 32,35 3,89
Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
52
Selama periode tahun 2002 kuartal dua Bank Jateng menunjukan
penurunan pemberian kredit usaha mikro secara drastis, hal ini
dikarenakan pada tahun tersebut total aset yang dimiliki oleh Bank Jateng
sebagian besar disalurkan kepada kredit infrastruktur. Kredit yang
disalurkan untuk usaha mikro Bank Jateng dari periode tahun 2002 kuartal
satu hingga tahun 2009 kuartal tiga rata-rata mengalami fluktuasi. Pada
periode tahun 2005 kuartal satu besarnya jumlah kredit mengalami
peningkatan yang pesat karena permintaan akan kredit semakin banyak
sehingga bank lebih banyak mengalokasikan untuk kredit usaha mikro.
Namun pada akhir tahun terjadi penurunan secara pesat, hal ini karena
tingginya kredit macet yang diakibatkan oleh kredit di luar kredit usaha
mikro. Akibatnya laba atas kredit usaha mikro digunakan untuk menutup
biaya kredit macet tersebut. Besarnya jumlah kredit nasabah Bank Jateng
hingga tahun 2009 kuartal tiga mencapai Rp 1.363.953 juta atau mengalami
kenaikan dari posisi tahun 2009 kuartal dua sebesar Rp 1.342.318 juta
dengan selisih sebesar 21.635 juta rupiah.
c. Tingkat suku bunga kredit usaha mikro Bank Jateng
Seiring dengan meningkatnya persaingan di bidang perbankan
maka suku bunga menjadi salah satu strategi Bank Jateng melakukan
ekspansi pasar. Di tengah kondisi perekonomian yang melambat, besarnya
tingkat suku kredit yang diberikan sampai dengan tahun 2009 kuartal tiga,
tepatnya bulan Oktober, mencapai 16,75 persen. Berikut adalah nominal
tingkat suku bunga kredit Bank Jateng pada tahun 2002 kuartal satu
hingga 2009 kuartal tiga.
53
Tabel 4. Tingkat Suku Bunga Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Periode 2002.I – 2009.III
Kuartal-
Tahun
Suku Bunga
Kredit
(%)
BI RATE
Pertumbuhan Suku
Bunga Kredit
(%)2002 .I 17,80 17,50 - .II 18,17 18,30 5,50 .III 19,17 19,00 -0,21 .IV 19,13 15,00 -8,422003 .I 17,52 10,50 -4,85 .II 16,67 9,50 -0,78 .III 16,54 8,00 -4,17 .IV 15,85 8,00 -0,062004 .I 15,84 7,00 0,00 .II 15,84 7,00 0,13 .III 15,86 7,50 -0,06 .IV 15,85 7,50 -0,062005 .I 15,84 7,50 -0,25 .II 15,80 7,50 10,06 .III 17,39 10,00 5,75 .IV 18,39 12,75 -0,922006 .I 18,22 12.75 -0,77 .II 18,08 12.50 -1,27 .III 17,85 11.25 -1,12 .IV 17,65 9.75 -1,872007 .I 17,32 9.00 -1,67 .II 17,03 8.50 -1,64 .III 16,75 8.25 -3,64 .IV 16,14 8.00 -1,612008 .I 15,88 8.00 -1,32 .II 15,67 8.50 -1,72 .III 15,40 9.25 8,77 .IV 16,75 9.25 0,902009 .I 16,90 7.75 -1,01 .II 16,73 7.00 0,12 .III 16,75 6.50 2,08D
Rata-rata 16,93 -0,14
Dari tabel 3 dapat diketahui besarnya tingkat suku bunga yang
disalurkan oleh Bank Jateng kepada masyarakat secara keseluruhan
cenderung fluktuatif tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kebijakan
54
menetapkan Prime Lending Rate atau Suku Bunga Dasar Atas Kredit yang
cenderung berubah-ubah setiap tahunnya yang pada akhirnya harus diikuti
dengan perubahan tingkat suku bunga kredit Bank Jateng. Mayoritas
tingkat suku bunga yang diberikan oleh Bank Jateng lebih besar dari
ketetapan BI Rate. Tingginya tingkat suku bunga tersebut karena untuk
membiayai dana operasional perbankan sehingga bank mematok suku
bunga yang tinggi untuk menutup biaya operasional yang merupakan
penentu tingkat efisiensi suatu bank. Pada tahun 2008 kuartal tiga Bank
Jateng mematok suku bunga kredit pinjaman di tingkat yang terendah
yaitu 15,40 persen, yang semula 15,67 persen, hal ini dikarenakan Bank
Jateng memiliki tingkat marjin keuntungan yang tinggi.
d. Kondisi Kesehatan Bank Jateng
Kondisi kesehatan suatu bank merupakan indikator atau persepsi
masyarakat terhadap prospek kinerja suatu bank. Indikator kesehatan suatu
bank dapat dilihat dari besarnya jumlah kredit macet yang telah disalurkan,
pengembalian Return on Asset dan Rasio Kecukupan Modal atau CAR.
a. Jumlah kredit macet
Indikator kesehatan suatu perbankan dapat dilihat dari angka kredit yang
belum dilunasi oleh nasabah terhadap suatu bank atau sering disebut kredit
macet. Jumlah kredit macet yang tinggi akan menurunkan tingkat
profitabilitas suatu bank, karena dengan tingginya angka kredit macet maka
akan menghambat fungsi bank dalam menerapkan fungsi intermediasi serta
akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun
biaya lainnya, sehingga berpengaruh terhadap kinerja Bank Jateng.
55
Standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia atas indikator jumlah kredit
macet yang sehat adalah kurang dari 5 persen dari jumlah kredit yang
diberikan setiap tahunnya, maka Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) yang harus disediakan oleh Bank Jateng guna menutup kerugian
yang ditimbulkan oleh aktiva produktif non lancar (dalam hal ini kredit
bermasalah) menjadi kecil. Perubahan jumlah kredit macet pada periode
tahun 2002 kuartal satu hingga 2009 kuartal tiga dapat dijabarkan pada tabel
5.
Tabel 5. Jumlah Kredit Macet Bank Jateng Periode 2002.I–2009.III (dalam Juta Rupiah)
Periode
Persentase
Kredit Macet
terhadap
Penyaluran
Kredit Mikro
(%)
Jumlah Kredit
Macet
Pertumbuhan NPL
(%)
2002 .I 2,516 11.208 - .II 2,670 10.580 -5,60 .III 3,504 14.398 36,09 .IV 2,570 11.172 -22,412003 .I 2,542 11.076 -0,86 .II 2,645 13.043 17,76 .III 2,706 14.070 7,87 .IV 2,662 14.350 1,992004 .I 3,425 18.859 31,42 .II 3,848 23.133 22,66 .III 3,391 20.408 -11,78 .IV 2,679 17.325 -15,112005 .I 2,997 21.419 23,63 .II 2,831 21.867 2,09 .III 4,480 37.542 48,99 .IV 3,462 29.531 -78,532006 .I 4,680 40.660 37,69 .II 7,004 63.238 55,53 .III 7,455 71.218 12,62 .IV 5,856 58.376 -18,03
56
2007 .I 5,925 61.018 4,53 .II 7,979 85.051 39,39 .III 7,383 81.779 -3,85 .IV 6,302 70.641 -13,622008 .I 7,400 83.535 18,25 .II 7,320 89.939 7,67 .III 6,565 83.972 -6,63 .IV 6,542 85.764 2,132009 .I 6,646 87.070 1,52 .II 7,034 94.414 8,43 .III 8,378 114.267 21,03
Rata-rata 4,883 50.352,35 23,50Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
Dari tabel 4 diketahui besarnya jumlah kredit macet di Bank Jateng
secara keseluruhan cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Berdasarkan
ketetapan Bank Indonesia besarnya kredit macet tidak boleh lebih dari 5
persen setiap tahunnya. Pada tahun 2006 kuartal empat hingga tahun 2009
kuartal tiga besarnya kredit macet dikategorikan melanggar peraturan BI
yakni 5 persen. Hal ini terjadi karena Bank Jateng dirasa kurang
memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Oleh karena itu
sejak tahun 2010 Bank Jateng gencar melakukan pelatihan manajemen
resiko perbankan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya rasio
kredit macet yang tinggi.
Jumlah kredit macet terbesar terjadi pada tahun 2009 kuartal tiga
sebanyak 114.267 juta rupiah yang semula hanya 94.867 juta rupiah,
sedangkan pada tahun 2006 hingga 2009 jumlah kredit macet lebih tinggi
dari ketetapan Bank Indonesia. Hal tersebut diakibatkan karena pada saat
itu terjadi penambahan kredit yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun
yang lain untuk sektor usaha mikro. Penambahan jumlah penyaluran kredit
57
mikro akan disertai dengan meningkatnya resiko kredit bermasalah. Pada
tahun 2002 kuartal dua jumlah kredit macet paling rendah dibandingkan
dengan tahun-tahun yang lain. Hal ini dikarenakan pada saat itu jumlah
kredit yang disalurkan masih sedikit sehingga tingkat kredit macet pun
tergolong kecil atau minim resiko.
b. Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) dapat digunakan untuk memprediksi
jumlahnya volume kredit yang dihimpun oleh Bank Jateng. ROA yang
tinggi menunjukkan Bank Jateng telah dapat menyalurkan kredit dan
memperoleh pendapatan, sehingga ROA dan volume penyaluran kredit
yang dihimpun oleh Bank Jateng memiliki hubungan yang positif. Berikut
adalah data Return On Assets (ROA) yang dimiliki Bank Jateng tahun
2002 kuartal satu hingga 2009 kuartal tiga.
58
Tabel 6. ROA Bank Jateng Periode 2002. I – 2009.III
PeriodeReturn On Assets
(%)
Pertumbuhan
(%)2002 .I 0,64 - .II 1,63 154,69 .III 2,44 49,69 .IV 2,41 -1,232003 .I 0,64 -73,44 .II 1,35 110,94 .III 2,35 74,07 .IV 2,95 25,532004 .I 0,99 -66,44 .II 2,46 148,48 .III 3,11 26,42 .IV 3,49 12,222005 .I 2,06 -40,97 .II 3,65 77,18 .III 5,66 55,07 .IV 6,80 20,142006 .I 1,50 -77,94 .II 2,67 78,00 .III 4,69 75,66 .IV 5,78 23,242007 .I 1,95 -66,26 .II 3,43 75,90 .III 5,79 68,80 .IV 7,21 24,532008 .I 1,84 -74,48 .II 3,91 112,50 .III 5,97 52,69 .IV 7,16 19,932009 .I 2,23 -68,85 .II 4,32 93,72 .III 6,49 50,23
Rata-rata 3,47 32,00Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
Tingkat kesehatan Bank Jateng dilihat dari pertumbuhan Return On
Asset atau laba yang dihimpun bersifat fluktuatif. Dari tabel 5 diketahui
besarnya tingkat ROA yang dimiliki oleh Bank Jateng secara keseluruhan
cenderung berubah-ubah setiap tahunnya. Besarnya ROA terbesar terjadi
59
pada tahun 2007 kuartal empat senilai 7,21 persen yang semula hanya 5,79
persen. Besarnya angka tersebut diakibatkan karena jumlah penyaluran
kredit yang tergolong tinggi pada saat itu sehingga Bank Jateng
memperoleh pendapatan atas jumlah kredit yang dikeluarkan oleh nasabah.
Pada tahun 2002 kuartal satu besarnya tingkat ROA paling rendah
dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Hal ini dikarenakan masih
sedikitnya dana yang terserap dari pihak ketiga atau nasabah.
c. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Indikator kesehatan perbankan ketiga dilihat dari besarnya Capital
Adequacy Ratio (CAR). Dengan perkembangan penyaluran kredit yang
terus meningkat hal ini akan berdampak pada perkembangan permodalan
Bank Jateng. Pada saat kondisi ekonomi sedang naik, Bank Jateng lebih
cenderung memilih menyalurkan modalnya pada kredit usaha mikro, kecil,
dan menengah. Semakin banyak Bank Jateng menyalurkan kredit ini maka
semakin banyak pendapatan bunga yang akan diperoleh. Ketika
pendapatan yang diterima meningkat pada akhirnya dapat mempengaruhi
jumlah laba, baik deviden maupun laba ditahan. Hal ini tentu saja
meningkatkan pertumbuhan modal dan akhirnya dapat meningkatkan
sumber dana untuk menyalurkan kredit Bank Jateng.
Tabel 7. Capital Adequcy Ratio Bank Jateng Tahun 2002.I – 2009.III
PeriodeCapital Adequcy Ratio
(%)
Pertumbuhan
(%)2002 .I 17,61 - .II 17,61 - .III 17,61 - .IV 17,61 -
60
2003 .I 18,42 4,60% .II 18,42 - .III 18,42 - .IV 18,42 -2004 .I 18,42 - .II 18,42 - .III 18,42 - .IV 18,42 -2005 .I 14,15 -23,18% .II 14,15 - .III 14,15 - .IV 14,15 -2006 .I 16,85 19,08% .II 16,85 - .III 16,85 - .IV 16,85 -2007 .I 17,82 5,76% .II 17,82 - .III 17,82 - .IV 17,82 -2008 .I 18,27 2,53% .II 18,27 - .III 18,27 - .IV 18,27 -2009 .I 20,52 12,32% .II 20,52 - .III 20,52 -
Rata-rata 17,67 0,70Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
Angka rasio CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah
minimal 8 persen, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8 persen
berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin
timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio CAR diatas 8 persen
menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Dengan semakin
meningkatnya tingkat solvabilitas Bank Jateng, maka secara tidak
langsung akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja Bank Jateng
dalam menyalurkan kredit usaha mikro.
61
Dari tabel 6 diketahui besarnya tingkat Capital Adequacy Ratio yang
dimiliki oleh Bank Jateng secara keseluruhan cenderung fluktuatif setiap
tahunnya dan memiliki nilai diatas 8 persen yang ditetapkan Bank
Indonesia. Besarnya Capital Adequacy Ratio terbesar terjadi pada tahun
2009 kuartal tiga sebanyak 20,52 persen yang semula pada tahun 2008
hanya sebesar 18,27 persen. Peningkatan tersebut diakibatkan karena pada
tahun 2009 mempunyai jumlah dana nasabah yang tertinggi sehingga besar
kemungkinan bagi Bank Jateng untuk meningkatkan laba melalui
penyaluran kredit yang lebih besar. Sedangkan pada tahun 2005 Bank
Jateng memiliki tingkat rasio modal yang terkecil yakni hanya sebesar
14,15 persen. Hal ini diakibatkan karena besarnya angka kredit macet yang
berimbas pada menurunnya laba yang dihimpun oleh Bank Jateng.
B. Analisa Data dan Pembahasan
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Jumlah Penyaluran Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang
Untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga, suku bunga kredit,
jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), dan Capital Adequacy Ratio
(CAR) terhadap jumlah penyaluran kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor
Pusat Semarang digunakan analisis linier berganda dalam bentuk logaritma
natural (Ln) dengan jumlah kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang sebagai variabel dependen serta dana pihak ketiga, suku bunga
kredit, jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), Capital Adequacy
62
Ratio (CAR) sebagai variabel independen. Dari hasil analisis dengan bantuan
software Eviews 4.1 maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Regresi t-hitung SignifikansiKonstantaLn Dana Pihak KetigaLn Suku Bunga KreditLn Kredit MacetLn ROALn CAR
1,2310,7490,0050,134-0,001-0,010
1,0087,4570,3583,227-0,072-1,146
0,32270,00000,72280,00350,94270,2626
Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
Ln Y = 1,231 + 0,749LnX1 + 0,005LnX2 + 0,134LnX3 - 0,001LnX4 - 0,010LnX5 + ei
t-hitung DPK(7,457) SBK(0,358) KRM(3,227) ROA(-0,072) CAR(-
1,146)
F-hitung = 172,71 F-tabel = 2,59 t-tabel = 2,059
R-squared = 0,971 Adj R-Squared =0,966 DW = 1,676
n = 31 α = 0,05
Sebelum dilakukannya alat analisis regresi linier berganda dengan model
di atas, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan, tujuan adanya
uji kelayakan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya gejala dari
keseluruhan variabel bebas yang diteliti untuk mempengaruhi model regresi,
uji ini juga dikenal dengan uji kelolosan atau uji asumsi klasik.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
63
Untuk menguji ada tidaknya masalah multikolinieritas maka
digunakan uji Koutsoyiannis. Jika nilai R2 pada regresi model utama
memberikan nilai R2 yang lebih tinggi dari nilai R2 pada regresi model
parsial maka tidak terjadi multikolinieritas.
Tabel 9. Hasil Uji Multikolinieritas
Model Regresi Nilai R2
Model UtamaLn Jumlah Kredit = f (Ln DPK, Ln SBK, Ln KRM,
Ln ROA, Ln CAR)Model Parsial
Ln Jumlah Kredit = f (Ln DPK)Ln Jumlah Kredit = f (Ln SBK)Ln Jumlah Kredit = f (Ln KRM)Ln Jumlah Kredit = f (Ln ROA)Ln Jumlah Kredit = f (Ln CAR)
0,97
0,950,080,880,400,02
Dengan melihat tabel 8, diketahui bahwa R2 model utama lebih
besar daripada R2 model parsial sehingga dapat disimpulkan bahwa model
persamaan regresi tidak terdapat masalah multikolinieritas pada semua
variabel bebas yang diteliti.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
pengamatan yang satu ke pengamatan yang lainnya. Heteroskedastisitas
dapat diuji dengan Uji White. Berdasarkan uji ini, bila nilai probabilitas
lebih besar dari alpha 5 persen atau 0,05 maka tidak memiliki gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 10. Hasil Uji White Heteroskedastisitas
F-statistic 4.927570 Probabilitas 0.006521
Tidak Ada
Autokorelasi
Daerah tanpa
kesimpulan
Daerah tanpa
kesimpulan
Autokorelasi
negatif
Autokorelasi
positif
64
Obs*R-squared 28.14421 Probabilitas 0.106029
Dari tabel 9, hasil regresi kuadrat nilai residual dengan seluruh
variabel independen menunjukan bahwa seluruh variabel independen tidak
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas seluruh variabel
independent lebih besar dari nilai probabilitas critical value (5 persen).
Hal ini menunjukan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Pada tabel Durbin Watson dengan n=31, K=5 maka akan diperoleh
nilai dL=1,090 dan dU=1,825 , sehingga nilai 4-dU sebesar 2,175,
sedangkan nilai 4-dL sebesar 2,91. Nilai Durbin Watson sebesar 1,67 yang
berarti terletak antara 4-dU sampai dengan 4-dL. Hal ini berarti nilai
Durbin Watson berada pada daerah tanpa kesimpulan atau bisa dikatakan
tidak ada autokorelasi.
Gambar 4. Hasil Uji Autokorelasi3. Uji Statistik
a. Uji F
0 1,090 1,825 2 2,175 2,91 41,67
65
Berdasarkan hasil perhitungan uji F dengan tingkat kesalahan
(α) = 0,05 diperoleh nilai Fhitung sebesar 172,71 sedangkan nilai Ftabel
sebesar 2,59. Karena nilai Fhitung > Ftabel maka secara serempak variabel
Dana Pihak Ketiga, Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On
Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR) secara bersama-sama
kelima variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Secara grafik
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Pengujian Hipotesis dengan Uji F
b. Uji t
Untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga, suku bunga kredit,
jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), dan Capital Adequacy
Ratio (CAR) terhadap kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang secara parsial digunakan uji t. Dari hasil analisis dengan
menggunakan tingkat kesalahan (α) = 0,05 dan degree of freedom (n – k)
diketahui nilai ttabel sebesar 2,059. Hasil perhitungan uji t disajikan oleh
tabel 11.
Ftabel = 2,59 Fhitung = 172,71
Daerah Penolakan H0Daerah Penerimaan H0
66
Tabel 11. Nilai t-hitung Variabel Independent (Dalam LN)
Variabel t-hitung t-tabelDPKSBKKRMROACAR
7,4570,3583,227-0,072-1,146
2,059
a. Nilai thitung variabel Dana Pihak Ketiga sebesar 7,457 (thitung > ttabel).
b. Nilai thitung variabel Suku Bunga Kredit sebesar 0,358 (thitung < ttabel).
c. Nilai thitung variabel Jumlah Kredit Macet sebesar 3,227 (thitung > ttabel).
d. Nilai thitung variabel ROA sebesar -0,072 (-thitung > -ttabel).
e. Nilai thitung variabel CAR sebesar -1,146 (-thitung > -ttabel).
Oleh karena semua nilai thitung untuk variabel dana pihak ketiga dan
jumlah kredit macet lebih besar dari nilai ttabel, maka secara parsial kedua
variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah
kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Nilai thitung untuk
variabel suku bunga kredit, Return On Assets (ROA), dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) lebih kecil dari nilai ttabel, maka secara parsial
ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Secara
grafik dapat dijelaskan dalam gambar sebagai berikut :
Penerimaan Ho
0 ttabel
= 2,059
Gambar 6. Pengujian Hipotesis dengan Uji t
-ttabel
= -2,059
Penolakan HoPenolakan Ho
tX1 = 7,457
tX3 = 3,227
tX2 = 0,358tX4 = -0,072
tX5 = -1,146
67
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai
Adjusted R-square (___
2R ) sebesar 0,966 atau 96,6 persen. Nilai Adjusted
R-square ini mengindikasikan bahwa model layak digunakan sebagai
estimator. Hal ini menunjukan 96,6 persen variabel terikat (jumlah kredit
usaha mikro) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (dana pihak ketiga, suku
bunga kredit, jumlah kredit macet, Return On Assets, dan Capital
Adequacy Ratio), sedangkan sisanya sebesar 3,4 persen dijelaskan oleh
variabel independen lain yang tidak digunakan dalam model.
4. Interpretasi Hasil Regresi
Dari hasil regresi dan uji asumsi klasik dengan bantuan software Eviews
4.1 yang telah dilakukan ternyata hasil estimasi jumlah alokasi kredit untuk
sektor usaha mikro berdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas dan
heteroskedastisitas sehingga hasil penelitian tersebut layak untuk
diaplikasikan. Berdasarkan hasil estimasi yang telah dilakukan, persamaan
regresi jumlah alokasi kredit untuk sektor usaha mikro sebagai berikut:
Kredit Usaha Mikro = 1,231 + 0,749Ln DPK + 0,005LnSBK + 0,134Ln KRM
– 0,001Ln ROA - 0,010Ln CAR
Interpretasi dari hasil regresi linear berganda di atas secara statistik dan
ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut:
68
a. Nilai jumlah alokasi penyaluran kredit untuk usaha mikro apabila
tidak dipengaruhi oleh lima variabel independen yakni Dana Pihak Ketiga,
Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On Assets (ROA),
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah sebesar 1,231 persen.
b. Nilai DPK sebesar 0,749 Jumlah Dana Pihak Ketiga naik 1 persen
maka jumlah penyaluran kredit untuk usaha mikro akan mengalami
peningkatan sebesar 0,749 persen. Jumlah Dana Pihak Ketiga yang
merupakan pemasukan terbesar dari Bank Jateng Kantor Pusat Semarang.
Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana kepada masyarakat
untuk meminjamkan uang (kredit) sangat tergantung dari jumlah Dana
Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang. Dengan semakin banyaknya Jumlah Dana Pihak Ketiga yang
berhasil dihimpun bank, sudah tentu bank akan semakin gencar dalam
menyalurkan dananya kepada masyarakat dalam bentuk kredit khususnya
kredit untuk usaha mikro. Disamping itu, Bank Jateng meningkatkan
jumlah alokasi kredit untuk usaha mikro dan ingin mendapatkan
keuntungan dari suku bunga yang ditetapkan dan adanya regulasi dari
pemerintah yang mengatur bahwa seluruh perbankan di Indonesia harus
menyalurkan sebagian kreditnya kepada sektor usaha mikro untuk
meningkatkan perekonomian terutama sektor riil.
c. Nilai Suku Bunga Kredit Sebesar 0,005 yang artinya bahwa Suku
Bunga Kredit naik 1 persen akan mengakibatkan kenaikan Jumlah
penyaluran kredit untuk usaha mikro sebesar 0,005 persen. Maka tingkat
suku bunga kredit Bank Jateng mempunyai pengaruh tidak signifikan
69
terhadap jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang
hal ini berbanding terbalik dengan teori yang mengatakan bahwa secara
fungsional dapat dinyatakan jika suku bunga kredit menurun 1 persen,
maka akan cenderung akan meningkatnya jumlah kredit.
d. Angka kredit macet sebesar 0,134 artinya bahwa setiap kenaikan 1
persen jumlah kredit macet maka penyaluran kredit usaha mikro akan
mengalami kenaikan sebesar 0,134 persen. Hal ini dikarenakan bank harus
membentuk cadangan penyisihan penghapusan piutang yang besar yang
akan menyedot laba (earning & equity risk), sedangkan laba tersebut salah
satunya berasal dari penyaluran kredit maka pada akhirnya akan
berpengaruh signifikan terhadap banyaknya jumlah kredit yang disalurkan,
dengan semakin banyaknya kredit yang disalurkan untuk sektor usaha
mikro oleh Bank Jateng maka akan semakin meningkatnya resiko kredit
macet. Meskipun signifikan, namun bukan berarti bank hanya melihat
jumlah kredit macetnya saja, karena penambahan kredit tanpa disertai
analisis yang baik dapat menimbulkan kredit bermasalah atau kredit macet
yang semakin tinggi nilainya.
e. Nilai ROA sebesar 0,001 yang artinya bahwa tiap kenaikan Return
On Assets (ROA) 1 persen maka akan mengakibatkan jumlah penyaluran
kredit untuk usaha mikro menurun sebesar 0,001 persen. Return On Assets
(ROA) mencerminkan tingkat kemampuan suatu bank untuk mendapatkan
keuntungan dari berbagai jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan bank
tersebut melalui pengembalian laba yang diterima oleh bank tersebut.
Return On Assets (ROA) mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap
70
jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang, atau
secara fungsional dapat dinyatakan jika besarnya Return On Assets (ROA)
meningkat sebesar 1 persen, maka tidak akan mempengaruhi nasabah
dalam menaikan jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Pusat Semarang.
Hal ini dikarenakan Return On Assets (ROA) merupakan indikator untuk
mengukur modal perbankan secara keseluruhan. Sedangkan modal
perbankan itu sendiri bukan hanya berasal dari laba atas penyaluran kredit
saja namun bisa berupa jual beli Sertifikat Bank Indonesia mengingat
pemberian kredit secara berlebihan rawan akan adanya kredit macet.
f. Nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0,01 yang artinya
bahwa tiap kenaikan CAR 1 persen maka akan mengakibatkan penurunan
sebesar 0,01 persen terhadap banyaknya jumlah penyaluran Kredit Usaha
Mikro Bank Jateng Pusat Semarang. Penurunan nilai Capital Adequacy
Ratio (CAR) tidak selamanya akan diikuti dengan menurunnya jumlah
kredit usaha mikro sehingga berpengaruh tidak signifikan. Karena Bank
Jateng tetap dapat berjalan dan meningkatkan kredit bank tersebut tanpa
dipengaruhi oleh banyaknya rasio modal yang dimiliki oleh Bank Jateng
selama modal yang dimiliki oleh bank tersebut tidak menjadikan modal
bank di bawah ketetapan 8 persen Bank Indonesia.
5. Analisa Variabel Bebas yang Paling Berpengaruh terhadap Variabel Tidak Bebas
Untuk mengetahui variabel independen yang paling berpengaruh, alat
analisis yang digunakan adalah regresi logaritma natural berganda, sehingga
tidak lagi memerlukan rumus elastisitas. Untuk mengetahui variabel
71
independen yang paling berpengaruh cukup dengan membandingkan nilai
koefisien beta-nya saja.
Tabel 12. Nilai Koefisien Variabel Bebas
Variabel Independen Koefisien RegresiDana Pihak KetigaSuku Bunga KreditKRMROACAR
0,7490,0050,134-0,001-0,010
Dari tabel 12 diketahui bahwa variabel independen yang paling
berpengaruh pada penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan
koefisien regresi sebesar 0,749. Hipotesis kedua diterima.
72
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
C. Kesimpulan
a. Jumlah dana pihak ketiga dan jumlah kredit macet berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah penyaluran kredit usaha mikro, sedangkan tingkat
suku bunga kredit usaha mikro, Return On Assets (ROA), dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) tidak signifikan terhadap penyaluran kredit usaha
mikro.
b. Variabel yang paling berpengaruh terhadap jumlah penyaluran kredit usaha
mikro adalah variabel dana pihak ketiga.
i. Implikasi
1. Untuk meningkatkan dana dari pihak ketiga, Bank Jateng dapat
melakukannya dengan menawarkan bunga deposito yang menarik kepada
nasabah. Namun dengan syarat, sebagian besar jumlah deposito yang berhasil
dihimpun harus dialokasikan untuk kredit usaha mikro.
2. Suku bunga kredit di Bank Jateng dijaga kestabilannya karena suku
bunga kredit merupakan prospek kreditur terhadap debitur dalam
meminjamkan modalnya pada Bank Jateng. Dengan nilai suku bunga yang
cenderung konstan diharapkan masyarakat, dengan kredit usaha mikronya,
akan lebih mampu menyerap kredit yang disalurkan oleh pihak bank.
3. Untuk menekan laju kredit macet maka jika ada penambahan
penyaluran kredit usaha mikro seharusnya disertai dengan analisis yang baik
sehingga resiko kredit bermasalah atau kredit macet dapat ditekan.
73
4. Capital Adequacy Ratio (CAR) sebaiknya ditingkatkan sehingga
profitabilitas bank juga akan meningkat. Salah satunya adalah dengan cara
menambah setoran modal pemilik, melakukan revaluasi aktiva tetap sehingga jumlah
modal akan mengalami peningkatan atau menjual aset yang tidak produktif yang
akan mengurangi Aktifa Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dan berkurangnya
biaya operasional Bank Jateng sehingga kedepannya akan berdampak positif
terhadap nilai CAR.
5. Nilai Return On Assets (ROA) ditingkatkan, dengan cara meningkatkan
laba bersih karena laba bersih merupakan tolak ukur tingkat efisiensi usaha dan
profit yang dicapai oleh bank. Salah satu caranya dengan menekan biaya operasional
perbankan dan memperbaiki manajemen perbankan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Agung, et al. 2002. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Penyesuaian di Pasar Kredit. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Bandar Lampung. Lampung. (Tidak Dipublikasikan).
Bank Jateng Semarang. 2009. Annual Report Bank Jateng. Semarang.
Arifin, Bustanul. 2005. Pendekatan Baru Pengembangan Pasar Keuangan Pedesaan: Bukan Sekedar Basis Komersial, Tetapi Penguatan Modal Sosial. Jakarta: INDEF.
Arsana, I Gede Putra. 2005. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Akyuwen, Roberto.2005. Efeketivitas Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit Mikro: kajian Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Baru. Semarang : FE Undip.
Anselmus. 2001. Suara Pembaharuan: Pemberdayaan UKM lebih Retorikanya, 5 Agustus. Hal 4.
Bank Jateng. 2010. Laporan Pelatihan Analisis Pemberian Kredit UMKM Bank Umum Se Kotamadya Semarang. Semarang.
Bank Jateng. 2010. Laporan Profil Data Binaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Bank Jateng Kotamadya Semarang. Semarang.
Bank Indonesia. 2010. Laporan Penelitian Profil dan Permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Wilayah Se Kotamadya Semarang. Semarang.
Danoespoetro, et al. 1990. Peranan dan Prospek Bank Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Kebijakan Pakto Tahun 1998. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Bandar Lampung. Lampung. (Tidak Dipublikasikan).
Ernanda, Mohammad. 2006. Pengaruh Suku Bunga, Tingkat Inflasi dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Kredit Konsumsi Oleh Perbankan di Indonesia (Studi Kasus Perbankan Di Indonesia Tahun 2001-2004). Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan).
75
Gujarati. 1995. Dasar-Dasar Ekonometrika. PT Erlangga Raya. Jakarta
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Deskriptif dalam Pengujian Hipotesa vol 05. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Sujati, Condro. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi Usaha Mikro Bank Umum di Indonesia Tahun 2004-2005. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Harmanta dan Mahyus Ekananda. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Juni 2005.
I, Gede Putra Arsana. 2005. ”Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit”. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
John, Hendry. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Usaha Kecil Pada Bank Umum di Indonesia (1991–2005). Jakarta.
Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kusdianto. 1994. Pengaruh Tentang Beberapa Faktor Terhadap Dana Deposito dan Kredit Bank-Bank Umum Devisa di Indonesia. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Islan Indonesia. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Lincolin, Arsyad. 1999. Ekonomi pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN
Mahardian, Pandu. 2006. Pengaruh Jumlah Penghimpunan Dana Bank, Suku Bunga Kredit Modal Kerja dan Tingkat Laju Inflasi Terhadap Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (2001.01–2006.04). Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
Meydianawathi, Gede, L. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002–2006). Buletin Studi Ekonomi. Vol. 1. No. 2. Thn 2007.
MS, Mahrinasari. 2003. Pengelolaan Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Bandarlampung. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. No. 3. Jilid 8. Thn 2003.
Mukhlis, Imam. 2008. Manajemen Perbankan. 2008. Ghalia Indonesia. Bogor.
76
Mulyadinata, Andy. 2003. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Penyaluran Kredit (Studi Kasus Pada PT Bank Lampung). JMK. Vol. 1. No. 1. Maret 2003.
Supranto, J. 2001. Ekonometrika. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran Kredit Perbankan. Ghalia Indonesia. Bogor.
Suseno dan Piter Abdullah. 2003. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Jakarta.
Titik & Rachman. 2002. Ekonomi Moneter : Perkembangan Kredit Modal Usaha. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Jakarta.
Wahyu. Condro Sujati. 2007. Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
77
Lampiran 1. Data Variabel Jumlah Kredit (Y), Dana Pihak Ketiga (X1), Suku Bunga Kredit (X2), Jumlah Kredit Macet (X3), Return On Assets (X4), dan Capital Adequacy Ratio (X5) Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Pusat Semarang 2002.I – 2009.III
No.LN KREDIT
(Y)LN DPK
(X1)LN SBK
(X2)LN KRM
(X3)LN ROA
(X4)LN CAR
(X5)1 13,01 13,87 17,80 9,32 0,64 17,612 12,89 14,05 18,17 9,27 1,63 17,613 12,93 14,04 19,17 9,57 2,44 17,614 12,98 14,13 19,13 9,32 2,41 17,615 12,98 14,01 17,52 9,31 0,64 18,426 13,11 14,45 16,67 9,48 1,35 18,427 13,16 14,43 16,54 9,55 2,35 18,428 13,20 14,49 15,85 9,57 2,95 18,429 13,22 14,47 15,84 9,84 0,99 18,42
10 13,31 14,52 15,84 10,05 2,46 18,4211 13,31 14,52 15,86 9,92 3,11 18,4212 13,38 14,58 15,85 9,76 3,49 18,4213 13,48 14,60 15,84 9,97 2,06 14,1514 13,56 14,66 15,80 9,99 3,65 14,1515 13,64 14,70 17,39 11,83 5,66 14,1516 13,66 14,73 18,39 10,29 6,80 14,1517 13,67 14,76 18,22 10,61 1,50 16,8518 13,71 14,83 18,08 11,05 2,67 16,8519 13,77 14,86 17,85 11,17 4,69 16,8520 13,81 14,93 17,65 10,97 5,78 16,8521 13,84 14,94 17,32 11,02 1,95 17,8222 13,88 14,98 17,03 11,35 3,43 17,8223 13,92 15,00 16,75 11,31 5,79 17,8224 13,93 15,04 16,14 11,17 7,21 17,8225 13,94 15,04 15,88 11,33 1,84 18,2726 14,02 15,07 15,67 11,41 3,91 18,2727 14,06 15,11 15,40 11,34 5,97 18,2728 14,09 15,24 16,75 11,36 7,16 18,2729 14,09 15,26 16,90 11,37 2,23 20,5230 14,11 15,27 16,73 11,46 4,32 20,5231 14,13 15,30 16,75 11,65 6,49 20,52
78
Lampiran 2. Output Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:16Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.231224 1.220412 1.008859 0.3227
LN_DPK 0.749997 0.100573 7.457227 0.0000LN_SBK 0.005505 0.015342 0.358801 0.7228LN_NPL 0.134066 0.041535 3.227815 0.0035LN_ROA -0.000689 0.009477 -0.072659 0.9427LN_CAR -0.010547 0.009202 -1.146195 0.2626
R-squared 0.971864 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared 0.966237 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.074884 Akaike info criterion -2.173765Sum squared resid 0.140191 Schwarz criterion -1.896219Log likelihood 39.69336 F-statistic 172.7112Durbin-Watson stat 1.672353 Prob(F-statistic) 0.000000
79
Lampiran 3. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikoliniearitas
Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:17Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.031621 0.612953 -1.683035 0.1031
LN_DPK 0.993139 0.041666 23.83570 0.0000R-squared 0.951435 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared 0.949761 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.091347 Akaike info criterion -1.885964Sum squared resid 0.241983 Schwarz criterion -1.793449Log likelihood 31.23244 F-statistic 568.1405Durbin-Watson stat 0.991539 Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:18Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 15.52184 1.155713 13.43053 0.0000
LN_SBK -0.115105 0.068142 -1.689199 0.1019R-squared 0.089579 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared 0.058185 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.395507 Akaike info criterion 1.045044Sum squared resid 4.536348 Schwarz criterion 1.137560Log likelihood -14.19819 F-statistic 2.853392Durbin-Watson stat 0.050025 Prob(F-statistic) 0.101907
Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:19Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 8.904546 0.316424 28.14118 0.0000
LN_KRM 0.444449 0.030025 14.80271 0.0000R-squared 0.883121 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared 0.879091 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.141710 Akaike info criterion -1.007725Sum squared resid 0.582372 Schwarz criterion -0.915209Log likelihood 17.61973 F-statistic 219.1201Durbin-Watson stat 2.095639 Prob(F-statistic) 0.000000Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:20Sample: 1 31
80
Included observations: 31Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 13.12066 0.116003 113.1058 0.0000LN_ROA 0.130443 0.029083 4.485212 0.0001
R-squared 0.409575 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared 0.389215 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.318504 Akaike info criterion 0.611981Sum squared resid 2.941908 Schwarz criterion 0.704496Log likelihood -7.485699 F-statistic 20.11712Durbin-Watson stat 0.851886 Prob(F-statistic) 0.000106
Dependent Variable: LN_JUMLAH KREDITMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:20Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.90859 0.799395 16.14795 0.0000
LN_CAR 0.037621 0.045052 0.835057 0.4105R-squared 0.023481 Mean dependent var 13.57330Adjusted R-squared -0.010192 S.D. dependent var 0.407541S.E. of regression 0.409613 Akaike info criterion 1.115131Sum squared resid 4.865694 Schwarz criterion 1.207647Log likelihood -15.28454 F-statistic 0.697320Durbin-Watson stat 0.034205 Prob(F-statistic) 0.410513
81
2. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:F-statistic 4.927570 Probability 0.006521Obs*R-squared 28.14421 Probability 0.106029
Test Equation:Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:30Sample: 1 31Included observations: 31
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 45.68083 17.88801 2.553713 0.0287
LN_X1 -8.120834 2.874960 -2.824678 0.0180LN_X1^2 0.376632 0.126691 2.972843 0.0140
LN_X1*LN_X2 0.043877 0.026446 1.659091 0.1281LN_X1*LN_X3 -0.325408 0.094620 -3.439117 0.0063LN_X1*LN_X4 -0.004653 0.017651 -0.263589 0.7974LN_X1*LN_X5 -0.015372 0.020586 -0.746734 0.4724
LN_X2 -0.512024 0.400360 -1.278910 0.2298LN_X2^2 0.001747 0.002972 0.587811 0.5697
LN_X2*LN_X3 -0.013428 0.009026 -1.487755 0.1677LN_X2*LN_X4 -0.001058 0.000881 -1.200614 0.2576LN_X2*LN_X5 -0.002810 0.001910 -1.471235 0.1720
LN_X3 3.199264 0.999192 3.201852 0.0095LN_X3^2 0.069266 0.021172 3.271660 0.0084
LN_X3*LN_X4 0.006602 0.005985 1.103117 0.2958LN_X3*LN_X5 0.019031 0.007014 2.713321 0.0218
LN_X4 0.035188 0.190015 0.185184 0.8568LN_X4^2 -0.000476 0.000617 -0.771347 0.4583
LN_X4*LN_X5 -0.000948 0.001156 -0.820543 0.4310LN_X5 0.179969 0.251497 0.715592 0.4906
LN_X5^2 -0.002992 0.001032 -2.898867 0.0159R-squared 0.907878 Mean dependent var 0.004522Adjusted R-squared 0.723633 S.D. dependent var 0.009027S.E. of regression 0.004746 Akaike info criterion -7.639707Sum squared resid 0.000225 Schwarz criterion -6.668296Log likelihood 139.4155 F-statistic 4.927570Durbin-Watson stat 2.284455 Prob(F-statistic) 0.006521
82
3. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 0.000117 Probability 0.999883Obs*R-squared 0.000316 Probability 0.999842
Test Equation:Dependent Variable: RESIDMethod: Least SquaresDate: 12/09/09 Time: 06:33Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.000657 1.273124 -0.000516 0.9996
LN_DPK 2.97E-05 0.105811 0.000281 0.9998LN_SBK 3.86E-05 0.016627 0.002324 0.9982LN_NPL -6.49E-05 0.044894 -0.001447 0.9989LN_ROA 3.43E-05 0.010139 0.003380 0.9973LN_CAR 7.24E-06 0.009644 0.000751 0.9994
RESID(-1) 0.002617 0.218881 0.011955 0.9906RESID(-2) -0.002075 0.230888 -0.008988 0.9929
R-squared 0.000010 Mean dependent var -7.04E-15Adjusted R-squared -0.304335 S.D. dependent var 0.068360S.E. of regression 0.078072 Akaike info criterion -2.044743Sum squared resid 0.140189 Schwarz criterion -1.674682Log likelihood 39.69352 F-statistic 3.35E-05Durbin-Watson stat 1.676902 Prob(F-statistic) 1.000000