skripsi ayu tifani
TRANSCRIPT
PENYESUAIAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN BEKERJA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Strata Satu Psikologi
DISUSUN OLEH:
Diajukan Oleh :
AYU TIFANI 098110067
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU
2013
MARITAL ADJUSTMENT BETWEEN WORKING COUPLE
AYU TIFANI
FACULTY OF PSYCHOLOGY
ISLAMIC UNIVERSITY OF RIAU
ABSTRACT
To work and to love are two things that remark the maturity of any individuals. In this stage of life they will involve actively in career, marriage, and family life. Marriage demands adaptation on the roles and new responsibilities of each spouse. The research was aimed to let couples know that any problems and obstacles have the solution and way out and to lead them to the thought of not giving up to divorce. The subjects in this research were two, a couple of working-married spouses. It was a qualitative-descriptive research which to figure out the behavior of adjustment between them by interviewing, observation, and psychology test as the technique of data collecting. Through this research, it was found that the both spouses could adjust themselves in their marriage by adapting themselves into the happiness of each, get satisfaction in sexual adjustment, economy issue, and each other’s family and relatives.
Keywords : Marriage, Adjustment, Couple
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga kira-kira
usia 40 tahun, biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan puberitas,
organ kelamin anak telah berkembang dan mampu berproduksi. Pada masa ini,
individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis tertentu, bersama
dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap
perubahan (Jahja, 2011). Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Harapan
masyarakat untuk orang-orang dewasa muda cukup jelas digariskan dan telah
diketahui oleh mereka sebelum mereka mencapai kedewasaan secara hukum
(Hurlock, 1980).
Havighurst (dalam Mappiare, 1983), telah mengemukakan rumusan
tugas-tugas perkembangan dalam masa dewasa sebagai berikut, memilih teman
bergaul (sebagai calon suami atau istri), belajar hidup bersama dengan suami
atau istri, mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga, belajar
mengasuh anak, mengolah rumah tangga, mulai bekerja dalam suatu jabatan,
mulai bertanggung jawab sebagai warga negara secara layak, dan memperoleh
kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya.
Keberhasilan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan masa
dewasa dini sangat dipengaruhi oleh jenis dasar yang telah diletakkan
1
2
sebelumnya. Faktor-faktor tertentu dalam kehidupan orang dewasa akan
mempermudah penguasaan tugas-tugas ini dan faktor-faktor yang paling
berpengaruh adalah efisiensi fisik, kemampuan motorik, kemampuan mental,
motivasi dan model peran (Hurlock,1980).
Diantara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa dini,
tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan hidup keluarga merupakan
tugas yang sangat banyak, sangat penting dan sangat sulit diatasi (Hurlock,
1980). Menurut pakar psikologi termasyhur, Sigmund Freud, ada dua hal yang
menandai kedewasaan seseorang, yaitu bekerja dan mencintai. Dengan bekerja,
seseorang merasakan sendiri bagaimana hidup itu, sehingga ia bisa menghayati
setiap tetes keringat yang mengalir dari tubuhnya, sekaligus juga menikmati
hasil yang ia dapat (Hadi, 2005).
Pria maupun wanita sejak dahulu kala memang menyukai pekerjaan.
Bila mereka tidak menyukai pekerjaan, biasanya disebebkan oleh hal-hal lain
misalnya, kondisi-kondisi sosial dan psikologis dari pekerjaan itu (Anoraga,
2006).
Para wanita yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, jika
ditanyakan tentang persiapan mereka dalam perannya sebagai orang dewasa,
mereka sepakat akan berkarier sebelum dan sesudah berkeluarga, sampai
mereka memperoleh anak (Mappiaer, 1983). Wawancara dengan mahasiswi
tingkat akhir Universitas Islam Riau Jurusan Psikologi diketahui minat mereka
untuk bekerja dan menikah ialah:
“ ia setelah selesai S2 baru L kerja. Apa gak nikah dulu? L mau kerja dulu, mau cari uang yu, kalau udah kerja barulah L nikah. L mau kerja dulu
3
karena L mau aplikasikan belajar L selama ini yu. Paling tidak untuk membatu pendapatan suami dan juga kita tuh punya nilai lebih kalau bekerja. Kerja sebelum nikah lebih gampang aja belum ada beban lebih cuma kita saja. L mau mengaplikasikan hasil belajar L dulu”.
Bekerja merupakan sarana untuk menuju ke arah terpenuhinya
kepuasan pribadi dengan jalan memperoleh kekuasaan dan menggunakan
kekuasaan itu pada orang lain. Pada pokoknya, kerja itu merupakan aktivitas
yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dan persahabatan
(Anoraga, 2006).
Masa dewasa ini individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas.
Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir,
pernikahan dan hidup berkeluarga (Desmita, 2010). Tidak ada satupun pola
hidup khusus yang menyenangkan dalam penyesuaian perkawinan.
Keberhasilan pernikahan bergantung pada kepuasan yang diperoleh seluruh
keluarga atas usaha mereka, bukan kepuasaan yang diperoleh satu atau dua
anggota keluarga saja (Hurlock,1980).
Menurut Erikson (dalam Desmita, 2011), pembentukan hubungan
intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa. Orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya
dengan orang lain. Keintiman biasanya menuntut perkembangan seksual yang
mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis yang ia
cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Agar memiliki
arti sosial yang menetap, maka genitalitas membutuhkan seseorang yang
dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan seksual, serta dapat berbagi rasa
dalam suatu hubungan kepercayaan. Dihampir setiap masyarakat, hubungan
4
seksual dan keintiman masa dewasa awal ini diperoleh melalui lembaga
pernikahan atau perkawinan.
Pernikahan merupakan aturan Allah dan jalanan yang terbaik untuk
melestarikan kehidupan serta untuk memperoleh keturunan, sehingga tatanan
kehidupan bertahan, setelah masing-masing mengenal peran positif dan tugas
rumah tangga yang mulia untuk merealisasikan tujuan tersebut (Al-Maghribi,
dalam Karetamuda, 2009).
Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang
didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak. Pernikahan
yang dilandasi rasa saling cinta, kasih sayang, menghormati, pengorbanan
merupakan suatu anugerah bagi setiap insan didunia ini (Karetamuda, 2009).
Pasal 1 undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 menegaskan,
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Thalib, 2008).
Secara tradisi, perkawinan menuntut perubahan gaya hidup yang lebih
besar bagi perempuan dibanding dengan laki-laki. Seorang laki-laki yang sudah
menikah, biasanya melanjutkan karirnya, sedangkan perempuan mungkin
dituntut untuk melepaskan kebebasan kehidupan lajangnya demi berbagai
tuntutan peran dan tanggung jawab sebagai istri dan ibu (Desmita, 2010).
Perubahan gaya hidup ini ternyata tidak jarang menjadi pemicu
timbulnya problema dalam perkawinan (Desmita,2010). Penyesuaian diri pada
suatu gaya hidup yang baru memang selalu sulit (Hurlock, 1998). Menurut
5
Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan
digunakannya, kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegitan
penyesuaian diri dan konsekuensi apa yang akan timbul dari cara penyesuaian
diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini adalah proses. Penyesuaian
diri adalah suatu proses yang berlanjutan selama hidup manusia (Harber &
Runyon 1984), kehidupan manusia selalu berubah tujuannya seiring dengan
perubahan yang terjadi pada lingkungan (Trimingga, 2008 (abstraksi)).
Menurut Hurlock (1980), dalam pernikahan terdapat empat hal
penting masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi oleh pasangan suami
istri, yaitu: Penyesuaian dengan pasangan, Penyesuaian seksual, Penyesuaian
keuangan, Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Penyesuaian
perkawinan yang baik adalah kesanggupan dan kemampuan sang suami dan
istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta.
Penyesuaian diri dalam pernikahan diperlukan oleh masing-masing
pasangan. Wanita yang bisa menyesuaikan diri sewaktu menikah dengan lebih
memilih menjadi ibu rumah tangga merasa puas dengan peran tersebut. Hasil
wawancara terstruktur oleh Oakley dengan 40 ibu yang berusia 20-30 tahun
menyatakan menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan pekerjaan yang
terbaik, karena dengan menjadi ibu rumah tangga berarti para ibu menjadi bos
untuk dirinya sendiri, ibu rumah tangga memiliki kebebasan yang terbatas
karena mengerjakan segala sesuatunya dirumah tanpa adanya kontrol dari
suami (Desmita, 2010).
6
Penyesuaian diri pada pasangan pernikahan peran ganda memiliki sisi-
sisi keuntungan dan kerugian bagi individu. Salah satu keuntungan utama tentu
saja dari segi keuangan, pernikahan dengan peran ganda juga dapat
memberikan kontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri,
serta meningkatkan harga diri bagi wanita. Sebaliknya, kerugian yang mungkin
terjadi pada peran ganda adalah tuntutan adanya waktu dan tenaga ekstra,
konflik antara peran pekerjaan dan peran keluarga, adanya persaingan antara
suami dan istri, dan jika keluarga itu memiliki anak perhatian terhadap mereka
menjadi berkurang (Desmita, 2010).
Suryadi dan Moeryono (1996) menafsirkan, bahwa sumber konflik
perkawinan dapat berasal dari status istri yang bekerja. Misalnya, ketika
pekerjaan di luar rumah dianggap istri sebagai hal penting bagi pengembangan
potensinya, sedangkan suami menganggap bahwa keintiman suami-istri akan
berkurang dan pengasuhan anak akan terbengkalai apabila istrinya bekerja di
luar rumah. Pernyataan itu mendukung Rowatt & Rowatt (1992) yang
menyatakan bahwa angka perceraian meningkat disebabkan oleh pertentangan
suami dan istri yang keduanya bekerja (dalam Sriningsih dan Yanuarti, 2012).
Hampir semua orang mengharapkan kebahagiaan dan ikatan
pernikahan yang langgeng. Perkawinan menuntut adanya menyesuaikan diri
terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru dari kedua pasangan, pada
sebagian orang harapan-harapan tersebut sering kandas ditengah jalan dan
tidak menjadi kenyataan (Desmita,2010).
7
Salah satu faktor yang mempengaruhi kandasnya pernikahan
dikarenakan masalah penyesuaian diri. Hal ini didukung oleh temuan data
lapangan yang mengungkap beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya
perceraian yaitu, tidak adanya tanggung jawab, tidak mau tahu urusan rumah
tangga, tidak mau mengurus rumah tangga, tidak ada keharmonisan, egois,
tidak memberikan perhatian, gangguan pihak ketiga, perselingkuhan, krisi
akhlak, tidak ada keterbukaan dalam segala hal, ekonomi, tidak ada transparan
keuangan dari suami, tidak diberi nafkah, cemburu, posesif, tidak mau
mendengar nasehat suami (Pengadilan Agama Kelas 1A Pekanbaru).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pengadilan Agama Kelas 1A
Pekanbaru, diketahui jumlah perceraian pada tahun 2012 berjumlah 1421
kasus. Gagalnya penyesuaian diri dalam pernikahan yang berujung pada
perceraian, juga dialami oleh pasangan yang bekerja. Berikut disajikan data
perceraian pasangan bekerja pada bulan Juni - Desember 2012 adalah:
Tabel 1.1 Data Perceraian Pasangan Bekerja Pada Bulan Juni-Desember 2012
Bulan Pasangan Bekerja Pasangan yang Istrinya Tidak
Bekerja Jumlah
Juni Juli
Agustus September Oktober
November Desember
69 50 34 66 70 51 36
63 45 39 74 59 57 60
132 95 73
140 129 108 96
8
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam
“Penyesuaian Pernikahan Pada Pasangan Bekerja”.
B. FOKUS PENELITIAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fokus penelitian yaitu:
1. Bagaimana penyesuaian perkawinan pada periode tertentu akan lebih
mudah selama hidup perkawinan daripada masa-masa lainnya? Periode
yang paling gampang diidentifikasi adalah tahun-tahun awal perkawinan
ketika kedua pasangan harus menyasuiakan diri dengan peran baru
sehingga dapat diketahui bahwa periode tertentu dianggap mereka sebagai
pasangan suami-istri dan sebagai orang tua (Paris dan Luckey dalam
Hurlock, 2011)
2. Bagaimana cara menyesuaian diri terhadap pasangan yang bekerja?
Bekerja diluar rumah, dan mempunyai pasangan bekerja yang bekerja
diluar rumah terikat dalam suatu Instansi tertentu.
3. Bagaimana penyesuaian diri yang baik dalam wujudkan keberhasilan
dalam perkawinan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan karena aktifitas orang dewasa yang semakin
banyak ingin berkarir, setelah itu mereka akan menikah. Dalam pernikahan
tentu mereka terlibat konfik pernikahan. Setiap permasalahan tentu ada jalan
9
keluar, dengan harapan pasangan dapat menyesuaikan diri dimasa pernikahan
sehingga terhidarlah keputusan untuk bercerai.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan beberapa
manfaat, antara lain:
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif pada
pengembangan ilmu psikologi, utamanya pada teori-teori di bidang
psikologi keluarga dan perkawinan, psikologi perkembangan dan sosial
yang merupakan bidang psikologi yang harus terus menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman, termasuk perubahan kondisi masyarakat
dan segala fenomena yang menyertainya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi informan sendiri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk lebih
mengenal diri mereka sendiri. Pengenalan dan eksplorasi diri dapat
bersumber dari beberapa hal, termasuk pada penggalian terhadap
pengalaman masa lalu. Proses penelitian ini dapat berfungsi sebagai media
refleksi atas perjalanan hidup, pemikiran, dan perkembangan yang telah
dilewati selama masa perkawinan. Selain itu, dari hasil penelitian ini
10
diharapkan informan dapat mempelajari diri masing-masing dan
memahami pasangan dengan kaitan penikahan, karir dan sosial lainnya.
b. Bagi Pemerintah dan pihak lain yang terkait
Dari hasil penelitian ini, peneliti mengharap Pemerintah dan pihak-
pihak lain yang terkait dalam mewujudkan penyesuaian diri terhadap
pernikahan pada pasangan bekerja. Dari pihak organisasi tempat pasangan
bekerja sampai keluarga masing-masing pasangan, dan pada pasangan-
pasangan bekerja lainnya yang akan menikah, semoga menjadi referensi
untuk mereka sebelum memasuki dunia pernikahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYESUAIAN DIRI
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Sundari menyatakan penyesuaian diri dilakukan manusia sepanjang
hayat, karena pada dasarnya manusia ingin mempertahankan eksistensinya,
sejak lahir berusaha memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial.
Pemenuhan kebutahan itu karena adanya dorongan-dorongan yang
mengharapkan pemuasan. Bila pemuasan tercapai, individu tersebut
memperoleh keseimbangan. Penyesuaian diri termasuk reaksi seseorang
karena adanya tuntutan yang dibebankan pada dirinya (dalam Christyanti,
Mustami’ah & Sulistiani, 2010).
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut
(dalam Hartono & Sunarto, 2008), Adaptasi, Konformitas, Penguasaan, dan
Kematangan Emosional:
Pertama, penyesuaian berarti adaptasi, dapat mempertahankan
eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah
dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan
tuntutan sosial.
Kedua, penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang
berarti menyesuaiakan sesuatu dengan standar atau prinsip.
Ketiga, penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu
memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasikan
11
12
respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam
konflik, kesulitan dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki
kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau
memenuhi syarat.
Keempat, penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan
emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki
respon emosional yang tepat pada setiap situasi.
Penyesuaian diri menurut Schneider adalah merupakan usaha
individu untuk mempertahankan diri terhadap semua norma serta berhasil
mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di
dalam dirinya, yang berasal dari dalam atau luar individu agar terjadi
hubungan yang menyenangkan antara individu dan lingkungannya (dalam
Sandha, Hartati & Fauziah, 2012).
Menurut Mappiare (1982) penyesuaian diri merupakan suatu usaha
yang dilakukan agar dapat diterima oleh kelompok dengan jalan mengikuti
kemauan kelompoknya. Seorang individu dalam melakukan penyesuaian
diri lebih banyak mengabaikan kepentingan pribadi demi kepentingan
kelompok agar tidak dikucilkan oleh kelompoknya (dalam Kumalasari,
Ahyani, 2012).
Menurut Kartono, K (2000) menyebutkan penyesuaian diri adalah
usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada
lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi,
kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak
13
sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (dalam Kumalasari, Ahyani,
2012)
Eysenck (1972) dan Walgito (1993) mengemukakan bahwa
penyesuaian diri merupakan proses belajar memahami, mengerti dan
berusaha melakuan apa yang diinginkan individu. Individu akan berinteraksi
dengan lingkungannya dengan cara tertentu secara refleksif melalui proses
belajar. Penyesuaian diri melalui proses belajar berakibat pada adanya
perubahan perilaku yang bersifat aktual dan potensial (Radhiani, 2008).
Jadi, penyesuaian diri dapat diartikan sebagai proses pemenuhan
kebutuhan, kematangan emosional, survive dan memperoleh kesejateraan
jasmani dan rohani, mampu membuat rencana dan mengorganisasikan
respon-respon sedemikian rupa antara individu dan lingkungan.
2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Aspek-aspek dalam proses penyesuaian menurut Sunarto dan
Hartono 2008 terdiri :
1. Adaptasi. Bisa menyesuaikan diri, senang bergaul, bisa menghadapi
situasi apapun dengan baik.
2. Kesejateraan jasmani dan rohaniah. Dapat memenuhi kebutuhan sehari-
hari, dapat mensejahterahkan diri.
3. Relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Dapat menerima
keputusan dari orang lain, menerima pendapat orang lain.
14
4. Konformitas. Dapat bergaul dengan semua orang, dapat menerima
prinsip atau aturan yang berlaku.
5. Realitas hidup memenuhi syarat. Dapat menerima keadaan, menjalankan
kehidupan sewajarnya.
6. Kematangan emosional. Dapat mengatur amarah, dapat menempatkan
atau tidak berlebihan dalam menyampaikan perasaan atau emosi.
3. Faktor-Faktor Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (2008) faktor-faktor penyesuaian diri :
1. Kondisi-kondisi fisik, termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik,
susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan
sebagainya. Jasmani merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka
dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan
faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Gangguan-gangguan
dalam sistem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala
gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian
kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi
tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
2. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual,
sosial, moral, dan emosional. Pola penyesuaian diri akan bervariasi
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai.
Hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda
menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai, sesuai dengan hukum
15
perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara
individu yang satu dengan lainnya sehingga pola-pola penyesuaian diri
pun berbeda pula secara individual.
3. Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya,
pengkondisian, penentuan diri (self determination), frustasi dan konflik.
Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam
penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan
pengalamnan traumatik atau menyusahkan. Belajar merupakan suatu
proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung
terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan. Orangnya itu
sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong
untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf
penyesuaian yang tinggi atau merusak diri, faktor-faktor itulah yang
disebut determinasi diri. Efek konflik pada perilaku akan tergantung
sebagian pada sifat konflik itu sendiri, cara seseorang mengatasi
konfiknya dengan meningkatkan usaha ke arah pencapaian tujuan yang
menguntungkan secara sosial atau sebaliknya memecahkan konflik
dengan melarikan diri, khususnya lari ke dalam gejala-gejala neurotis.
4. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah. Faktor rumah
dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga
merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Hubungan dengan orang
tua terkait pola asuh dan hubungan antar saudara yang penuh
persahabatan, kooperatif, saling menghormati. Kemampuan interaksi
16
sosial ini kemudian akan dikembangkan dimasyarakat. Sekolah
mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan
intelektual, sosial dan moral para siswa, pendidikan yang diterima anak
disekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri
dimasyarakat.
5. Penentu kultural, termasuk agama. Agama memberikan suasana
psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan
lainnya, memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama
merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang
akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat
manusia. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam
proses penyesuaian diri.
B. PENYESUAIAN PERKAWINAN
Penyesuaian merupakan proses yang berlangsung sepanjang waktu
karena situasi di dalam kehidupan senantiasa mengalami perubahan.
Sehubungan dengan proses tersebut, maka penyesuaian yang efektif dapat
diukur dari seberapa baik individu dalam menghadapi kondisi yang selalu
berubah (Haber dan Runyon, 1984). Salah satu perubahan dalam kehidupan
individu adalah perubahan status dari lajang menjadi seorang suami atau istri
(dalam Elfinda, 2011).
17
Perkawinan adalah merupakan sunatullah yang dengan sengaja
diciptakan oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan
dan tujuan-tujuan lainnya (Hasan, 2006).
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua
pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda.
Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap
perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam,
kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar
belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka
juga harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya
pasangannya dan karenanya diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat
tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis (Suryanto dan Anjani,
2006).
Menurut Hurlock (dalam Suryanto dan Anjani, 2006) pentingnya
penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah
perkawinan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga.
Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adanya
kepuasan hidup perkawinan, mencegah kekecewaan dan perasaan-perasaan
bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam
kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan lain di luar rumah
tangga.
18
Penyesuaian diri merupakan masalah penting bagi setiap pasangan
suami istri, karena keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri ini dapat
mempengaruhi keharmonisan dalam keluarga (Handayani dan Anissa, 2012)
Menurut Kitamura (1998) Kehidupan perkawinan yang senantiasa
mengalami perubahan menuntut upaya dari suami dan istri untuk
menyesuaikan diri terhadap kehidupan perkawinan tersebut. Pasangan yang
menyesuaikan diri di dalam perkawinan adalah pasangan saling berkomunikasi
satu sama lain, saling sepakat terhadap berbagai persoalan keluarga dan
pernikahan dan menyelesaikan masalah secara konstruktif (dalam Elfida,
2011).
Perkawinan sebagai penyatuan yang diakui secara hukum dan sosial,
idealnya sepanjang hayat, yang membawa hak dan kewajiban seksual,
ekonomi, dan sosial bagi pasangan. Menjalani kehidupan perkawinan sama
halnya dengan belajar berjalan, yang akan tersandung dan terjatuh. Jika
masing-masing pasangan bertahan untuk berusaha, maka pasangannya akan
terus mengalami pertumbuhan secara emosional maupun sosial (Elfida, 2011).
C. PASANGAN BEKERJA
Pengaruh gaya hidup pasangan bekerja atau pencari nafkah ganda
terhadap pernikahan bergantung pada bagaimana suami dan istri memandang
peran mereka. Peran yang tidak setara belum tentu dianggap tidak setara,
mungkin saja persepsi ketidaksetaraanlah yang memberikan kontribusi
terhadap ketidakstabilan pernikahan (Grote, Clark, dan Moore, 2004). Apa
19
yang pasangan suami-istri persepsi sebagai adil mungkin bergantung pada
ukuran sebagai sesama pemberi nafkah atau hanya sebagai pelengkap
penghasilan suami, dan seberapa jauh ia dan suami menganggap bermakna dan
penting kerja istri (Gilbert, 1994). Bagaimanapun sebenarnya pembagian tugas
mereka, pasangan yang sepakat dengan penilaian mereka dan yang menikmati
kehidupan keluarga yang harmonis, menyayangi, terlibat penuh terlibat lebih
merasa puas daripada mereka yang tidak (Gilbert, 1994 dalam (Feist & Feist,
2010).
Suami atau istri bekerja berarti melakukan kegiatan jasmani atau
rohani yang menghasilkan sesuatu. Bekerja sering dikaitkan dengan
penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan. Dengan
bekerja individu akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat
membeli sesuatu dan memenuhi kebutuhannya yang lain. Bekerja dapat
dikatakan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan individu dalam beraktualisasi.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari pekerjaan yang ditekuni, misalnya
harus meluangkan waktu lebih banyak di tempat kerja daripada di rumah,
memungkinkan timbulnya konflik dengan pasangan perkawinan (Sriningsih
dan Yanuarti, 2012).
D. TEORI PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN
Menurut Hurlock (1980) penyasuaian diri dalam perkawinan, ada
empat pokok yang paling umum dan paling penting bagi kebahagiaan
perkawinan dalam penyesuaian diri pasangan adalah Penyesuaian dengan
20
pasangan, Penyesuaian seksual, Penyesuaian keuangan dan Penyesuaian
dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan.
Pertama, Penyesuaian dengan Pasangan. Masalah penyesuaian yang
paling pokok yang pertama kali dihadapi oleh keluarga baru adalah
penyesuaian terhadap pasangan atau istri-suami. Hubungan interpersonal
memainkan peran yang penting dalam perkawinan yang pentingnya sama
dengan hubungan persahabatan dan hubungan bisnis. Bagaimana juga dalam
kasus perkawinan, hubungan interpersonal jauh lebih sulit untuk disesuaikan
daripada dalam kehidupan bisnis, sebab dalam perkawinan terdapat keruwetan
oleh berbagai faktor yang tidak biasa timbul dalam bidang kehidupan
individual.
Makin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria
dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, makin besar pengertian wawasan
sosial yang telah mereka kembangkan, dan semakin besar kemauan mereka
untuk bekerja sama dengan sesamanya, serta semakin baik mereka
menyesuaikan diri satu sama lain dalam perkawinan.
Jauh lebih penting lagi dalam penyesuaian perkawinan yang baik
adalah kesanggupan dan kemauan sang suami dan istri untuk berhubungan
dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta.
Hampir sama pentingnya seperti kemampuan dan kemauan untuk
menunjukan afeksi adalah kamampuan dan kemauan untuk berkomunikasi.
Orang dewasa yang telah belajar berkomunikasi dengan orang lain dan yang
mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang
21
merumitkan penyesuaian perkawinan. Faktor lain juga menyumbang terhadap
kemudahan dan kesulitan yang dengannya orang dewasa menyesuaiakan
dengan pasangan dalam perkawinannya secara umum :
a. Konsep pasangan ideal, baik pria maupun wanita sampai sejauh tertentu
dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewas.
Semakin orang terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas semakin sulit
penyesuaian dilakukan terhadap pasangan.
b. Pemenuhan kebutuhan, apabila penyesuaian yang baik dilakukan,
pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal pengalaman awal.
Apabila orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status
sosial harus bahagia, pasangan harus menbantu pasangan lainya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
c. Kesamaan latar belakang, semakin sama latar belakang suami dan istri,
semakin mudah untuk menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga apabila latar
belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandangan untuk
tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, makin sulit
penyesuaian diri dilakukan.
d. Minat dan kepentingan bersama, kepentingan yang saling bersama tentang
suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa
penyesuaian yang baik dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan
dibagi bersama.
22
e. Keserupaan nilai, pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik
mempunyai nilai yang lebih serupa dari pada mereka yang penyesuaian
dirinya buruk.
f. Konsep peran, setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti
mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau
setiap orang mengharapkan pasangannya memainkan peranya. Jika
harapan terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan
penyesuaian yang buruk.
g. Perubahan dalam pola hidup, penyesuaian terhadap pasanganya berarti
mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-
kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi
seorang istri. Penyesuaian-penyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik
emosional.
Kedua, Penyesuaian Seksual. Masalah penyesuaian utama yang kedua
dalam perkawinan adalah penyesuaian seksual. Masalah ini merupakan salah
satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan dan salah satu penyebab yang
mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila
kesepakatan ini tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Biasanya pasangan
tersebuat belum mempunyai cukup pengalaman awal, yang berhubungan
dengan penyesuaian ini dari pada orang-orang lain dan mereka mungkin tidak
mampu mengendalikan emosi mereka. Banyak faktor yang mempengaruhi
proses penyesuaian seksual terhdap perkawinan antara lain:
23
a. Perilaku terhadap seks, sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara
pria dan wanita menerima informasi seks selama masa anak-anak dan
remaja.
b. Pengalaman seks masa lalu, cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi
terhadap masturbasi, petting dan hubungan suami istri sebelum menikah,
ketika mereka masi muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat
mempengaruhi perilakunya terhadap seks. Apabila pengalaman awal
seorang wanita tentang petting tidak menyenangkan hal ini akan mewarnai
sikapnya terhadap seks.
c. Dorongan seksual, dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria
daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedangkan pada wanita
timbul secara periodik, dengan turun naik selama siklus menstruasi.
d. Pengalaman seks marital awal, kepercayaan bahwa hubungan seksual
menimbulkan keadaan ekstasi yang tidak sejajar dengan pengalaman lain,
menyebabkan banyak orang dewasa muda merasa begitu pahit dan susah
sehingga penyesuaian seksual akhir sulit atau tidak mungkin dilakukan.
e. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, akan terjadi sedikit konflik
dan ketegangan jikalau suami istri itu setuju menggunakan alat pencegah
kehamilan dibanding apabila antara keduanya mempunyai perasaan yang
berbeda tentang sarana tersebut.
f. Efek vasektomi, apabila seseorang menjalani operasi vasektomi, maka
akan hilang kekuatan akan kehamilan yang tidak diinginkan. Vaksetomi
24
mempunyai efek yang sangat positif bagi wanita tentang penyesuaian
seksual wanita tetapi membuat pria mempertanyakan kepriaannya.
Ketiga, Penyesuaian Keuangan. Penyesuaian yang ketiga adalah
keuangan. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
penyesuaian diri orang dewasa dengan perkawinan. Dewasa ini, sebagai akibat
dari pengalaman premarital, banyak istri tersinggung karena tidak dapat
mengendalikan uang yang dipergunakan untuk kelangsungan keluarga, dan
mereka merasa sulit untuk menyesuaikan keuangan dengan pendapatan
suaminya setelah terbiasa membelanjakan uang sesuka hatinya.
Banyak suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan
keuangan, khususnya kalau istrinya bekerja setelah mereka menikah dan
kemudian karena berhenti dengan lahirnya anak pertama.
Situasi keuangan keluarga dapat digunakan untuk mengatasi masalah
penyesuaian status perkawainan khususnya untuk dua hal penting. Pertama,
percekcokan mungkin berkembang apabila sang istri berharap suaminya dapat
menangani sebagian dari tugasnya. Hal ini juga biasanya justru menimbulkan
percekcokan terutama pada waktu suaminya menetapkan bahwa “urusan rumah
tangga adalah pekerjaan wanita”.
Ancaman kedua, dari penggabungan pendapatan yang diakibatkan
situasi keuangan kedua pasangan pada suami istri adalah penyesuaian
perkawinan yang baik berasal dari keinginan untuk memiliki harta benda,
sebagai batu loncotan meningkatkan mobilitas sosial dan simbol keberhasilan
keluarga. Apabila suami tidak mampu menyediakan barang-barang keperluan
25
keluarga, maka hal ini bisa menimbulkan perasaan tersinggung yang dapat
berkembang kearah percekcokan. Banyak istri yang menghadapi masalah
seperti ini, kemudian bekerja untuk mencukupi keluarga. Banyak suami yang
keberatan kalau istrinya kerja karena bisa menimbulkan prasangka orang lain
bahwa ia tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga.
Keempat, Penyesuaian dengan Keluarga dari Pihak Masing-masing
Pasangan. Masalah penyesuaian penting yang keempat dalam hidup
perkawinan adalah penyesuaian diri dengan keluarga dan anggota keluarga
pasangan. Suami istri tersebut harus mempelajarinya dan menyesuaikan diri
dengannya bila dia atau ia tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan
sanak saudara mereka.
Sebaliknya keluarga pihak pasangan juga sulit menyesuaikan diri
dengan mereka karena karena sejumlah faktor yang berasal dari keluarga itu
sendiri atau keluarga dari generasi mereka terdahulu tidak harus mengatasinya.
Faktor ini disebutkan antara lain :
a. Stereotipe tradisional, stereotipe yang secara luas diterima mengenai “ibu
mertua yang representatif” dapat menimbulkan prasangka mental yang
tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan.
b. Keinginan untuk mandiri, orang yang menikah muda cenderung menolak
berbagai saran dan petunjuk dari orang tua mereka, walaupun mereka
menerima bantuan keuangan, dan khususnya mereka menolak campur
tangan dari keluarga pasangan.
26
c. Keluargaisme, penyesuaian dalam perkawinan akan lebih pelik apabila
salah satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya
terhadap keluarganya daripada mereka sendiri ingin berikan.
d. Mobilitas sosial, orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat di
atas anggota keluarga atau di atas status keluarga pasangannya mungkin
saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya.
e. Anggota berusia lanjut, merawat anggota keluarga berusia lanjut meskipun
faktor yang sangat pelik dalam penyesuaian perkawinan sekarang karena
sikap yang tidak menyenangkan terhadap orang tua dan keyakinan bahwa
orang muda harus bebas dari urusan keluarga khususnya bila dia juga
mempunyai anak-anak.
f. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan, bila pasangan muda harus
membantu atau memikul tanggung jawab bantuan keuangan bagi pihak
keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak
beres.
Faktor-faktor tertentu ternyata menyumbang untuk baiknya
penyesuaian diri keluarga dari pasangan. Hal ini juga menyangkut perbaikan
perkawinan oleh orang tua kedua pasangan, kesempatan bagi orang tua untuk
bertemu dan menjadi saling mengenal sebelum menikah dan garis persahabatan
pada pihak kedua keluarga bila mereka bertemu.
Pihak keluarga juga akan mudah menyesuaikan diri dan mau
menerima keadaan apabila kedua calon penganten berasal dari agama yang
sama, atau apabila pasangan tersebut pernah mengikuti bimbingan sebelum
27
menikah, khususnya bagi istri. Apabila hubungan antar keluarga baik, calon
besan mempunyai kegiatan sosial yang serupa dengan kegiatan dan hobi calon
mertuannya, dan pasangannya merasa bahagia dalam berbagai hal serta baik
istri maupun suami mau menerima masing-masing keluarga seperti keluarga
sendiri.
E. PERTANYAAN PENELITI
Berdasakan latar belakang permasalahan tentang penyesuaian diri
terhadap pernikahaan pada pasangan bekerja dan data-data yang peneliti
temukan apabila terjadi kegagalan dalam penyesuaian diri terhadap pasangan
akan berujung pada peceraian.
Peneliti ingin melakuan penelitian tentang, permasalahan penyesuaian
diri terhadap pernikahan pada pasangan bekerja yaitu:
1. Bagaimana cara menyesuaikan diri terhadap pasangan dimasa pernikahan.
2. Bagaimana cara menyesuaian diri terhadap pasangan yang bekerja.
3. Bagaimana penyesuaian diri yang baik dalam wujudkan keberhasilan
dalam perkawinan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Analisis
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif,
dengan pendekatan deskriptif kualitatif biasa disebut dengan kuasi kualitatif
atau desain kualitatif semu. Metode penelitian ini dipilih karena peneliti dapat
menggambarkan secara rinci mengenai perilaku penyesuaian diri perkawinan
masing-masing pasangan bekerja.
B. Unit Analisis
Penyesuaian diri merupakan proses belajar memahami, mengerti dan
berusaha melakuan apa yang diinginkan individu. Individu akan berinteraksi
dengan lingkungannya dengan cara tertentu secara refleksif melalui proses
belajar. Penyesuaian diri melalui proses belajar berakibat pada adanya
perubahan perilaku yang bersifat aktual dan potensial (Radhiani, 2008).
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan purposive sampling. Dengan
menggunakan purposive sampling kita bisa mengambil sampel berdasarkan
kriteria tertentu. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah pasangan bekerja,
usia pernikahan 1-5 tahun. Jumlah sampel yang diambil 2 orang (pasang suami
istri).
28
29
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara semi terstruktur,
observasi partisipatif dan tes psikologi (BAUM, DAP, HTP, WARTEGG, dan
SSCT).
Wawancara yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur, karena
disini peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, tetapi peneliti boleh
menambahkan pertanyaan selain yang ada di dalam pedoman wawancara.
Observasi Partisipatif, teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti, untuk
melihat dan memehami gejala-gejala yang ada.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Ghony dan Almanshur, (2012) analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori, dan suatu
uraian dasar. Dalam analisis data ini, harus dibedakan dengan penafsiran, yaitu
memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola
uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Pada bagian
ini akan dibahas beberapa prinsip pokok, yaitu :
1. Konsep dasar. Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengkategorikannya.
30
2. Menemukan tema dan merumuskan hipotesis. Teliti hasil catatan lapangan
anda, pemberian kode pada beberapa judul pembicaraan tertentu, susunlah
menurut tipologi, kepustakaan yang ada dengan masalah dan latar
penelitian.
3. Bekerja dengan hipotesis. Mencari dan menemukan apakah hipotesis kerja
itu didukung atau ditunjang oleh data, dan apakah hal itu benar.
F. Pengujian Kredibilitas Data
Menurut Ghony dan Almanshur, (2012) ada lima teknik utama untuk
mengecek kredibilitas data hasil penelitian kualitatif, yakni:
1. Kegiatan-kegiatan yang lebih memungkinkan temuan atau interpretasi
yang dapat dipercaya yang dihasilkan (memperpanjang keterlibatan
pengamatan yang terus menerus, dan trianguasi).
2. Pengecekan eksternal pada proses inkuiri (wawancara teman sejawat-peer
debriefing)
3. Suatu kegiatan yang mendekati perbaikan hipotesis kerja karena semakin
banyak informasi yang tersedia.
4. Suatu kegiatan yang memungkinkan untuk mengecek temuan dan
interpretasi awal terhadap data-data mentah yang diarsipkan (kecukupan
referensial).
5. Suatu kegiatan yang memberikan pengujian temuan dan interpretasi
langsung dengan sumber manusia sebagai asal dan temuan tersebut-
pembuat realitas ganda yang dikaji (pengecekan anggota).
38
a. Informan 2
Informan kedua dalam penelitian ini adalah RDP dipanggil D
yaitu sebagai Suami pasangan bekerja. Lahir di Pekanbaru, 6 Juli 1983.
D memiliki hobi memelihara binatang yaitu Anjing Luar menurut D, ada
pola yang harus dilakukan dari merawat binatang yaitu harus disiplin,
teratur dan tanggung jawab (sikap D tersebut dapat dilihat dari hasil
wartegg). Bekerja sebagai Anggota Polri di salah satu Polres di Riau, D
berada di fungsi Pelayanan, memiliki kegiatan pergi pagi pulang pagi
sesuai piket 24 jam atau 12 jam, terkadang datang ke TKP. Dikantor D
menjaga hubungan baik dengan teman kantornya, menghargai,
menenggang dalam hubungan Senior-Junior. D memiliki ciri-ciri kulit
sawo matang, rambut berwarna hitam pendek lurus.
Waktu masih sekolah D tidak pernah ikut ekstrakulikuler
sekolah, setelah menamatkan SMA D ingin kuliah namun D berminat
bekerja, D mempersiapkan dirinya untuk mendaftar menjadi Anggota
Polri. SMA kelas 3 D mulai menjalin hubungan dekat dengan Istrinya,
saat masih pacaran D sering jalan dan pergi makan dengan istrinya.
Setelah pacaran selama 6 tahun, ditahun 2008 D memutuskan menikah
dengan Istrinya, menurut D ia sudah mapan, usia sudah cukup dan juga
sudah waktunya. D memiliki harapan kedepan bahwa keluarganya
susah-senang, gembira-sedih hidup sama-sama dengan keluarga.
D memiliki orang tua, Ayah (Z) Pensiunan Dinas Perhubungan
sekarang bekerja di Swalayan miliknya dan Ibu (Y) bekerja sebagai Ibu
39
Rumah Tangga, kedua orang tua D bersuku minang. Orang tua D
merantau ke Pekanbaru dan Menetap. D anak pertama dari lima
bersaudara yang diantaranya empat laki-laki dan satu perempuan. Waktu
kecil D diasuh oleh orang tua dan neneknya. Dalam keluarga D
diperlakukan sebagai keluarga dan anak, D memiliki hubungan yang
baik dengan Ibunya, saling menyayangi, perhatian, dan D tidak mau
menyakitinya, dan Ayahnya jarang marah, ingin ayahnya bahagia dan
menjadi contoh. Kesalahan terbesar D tidak mendengarkan nasehat
orang tua, merasa berdosa dengan sikapnya kepada orang tua dan pernah
berbohong dengan orang tua, D yakin dapat melakukan hal bermanfaat
untuk orang tuanya ini dilihat dari hasil SSCT.
Hasil Tes Psikologi D menunjukkan kecenderungan kepribadian
sebagai berikut secara kognitif D orang yang normatif, memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi penuh dengan dunia ide, suka mengkritik, banyak
humor, memiliki kesadaran individual, banyak fantasi namun kurang
dapat menentukan sikap dan mudah terpengaruh. D memiliki intelektual
yang baik dapat memusatkan perhatian, dan suka berkompetisi. D
bersikap secara spontan, memiliki kemampuan untuk
mengorganisasikan dan membangun serta fleksibel.
Secara afeksi D orang yang pemalu, hangat, ringan hati,
mamiliki keseimbangan jiwa namun kurang luas. D memiliki defisiensi
emosi ringan, yaitu jika D marah hanya diam dan waktu masa pacaran
D cenderung menyakiti dirinya jika ia marah kepada istri atau
40
sebaliknya namun mulai berubah disaat awal pernikahan dan punya
anak.
Didunia sosial D cukup dapat bergaul namun menutup diri,
maka dari itu D terlihat sombong, dan dapat beradaptasi sehingga kontak
dengan realita baik. Sehari-hari D memiliki sikap sensitif terhadap
perasaan, ulet dan santai.
Hasil dari tes SSCT, D akan melakukan apa saja untuk
melupakan dimana D marah, akan lari jika tidak menguntungkan
baginya dan teman sejati saling mengerti. Menurut D pernikahan adalah
menyatukan suami dan istri, memiliki hubungan yang berkualitas dan
pribadi. Wanita yang sempurna yaitu baik, dapat melengkapi
kekurangan pasangannya dan kebanyakan perempuan cengeng, tidak
percaya diri dan perajuk.
Ditempat kerja D cocok dengan teman-temanya, membantunya,
senang dengan orang yang bekerja untuknya dan tidak senang dengan
orang yang memusuhinya. Orang-orang yang diatas adalah sama,
menganggapnya pimpinan. Masa depan sangat penting dan menenti
masa depan yang bahagia, manfaat, dapat bersyukur dalam keadaan
susah dan menjadi contoh yang baik.
37
Gambaran Kepribadian (Informan 1) (Bagan1)
S1 Wawancara
History
Keluarga
Konsep diri
Subjek memiliki Ayah(akupuntur) dan Ibu(dulunya guru sekarang ibu rumah tangga. Keduanya asli suku Minang namun Ibu ada keturunan India. Subjek dua besaudara dan semuanya perempuan. Subjek beberapa kali pindah Padang-Pekanbaru dan akhirnya menetap di kota Pekanbaru
Subjek sejak SD sudah memiliki penyakit Maag, dan berinjak SMP-SMA mulai tidak kambuh. Sejak kecil subjek sudah ikut khursus musik keybourd. Subjek minat sekali dengan musik. Sejak SMU subjek sudah ngeband dan mencari uang sendiri. Setelah subjek kuliah kegiatan subjek ngeband, mengajar dan kuliah. Subjek menikah tahun 2008, memiliki cita-cita menjadi ibu muda terinspirasi oleh adik ibunya. Subjek memilih suaminya karena bisa menjadi teman, abang dan suami, dan merasa sikap suaminya cukup terhadap dirinya. Berharap lebih baik lagi dalam berumah tangga, untuk anak-anak menjadi pintar dan cepat besar.
SSCT
BAUM+DAP+HTP
WARTEGG
Hubungan dengan keluarga: keluarganya saling membantu dan mengayomi, memiliki ibu yang hebat dan bertanggung jawab namun ingin ayah lebih dekat dengan Tuhan dan menjadi yang terbaik buat keluarga.
Masalah seksual: ingin dapat membina rumah tangga yang harmonis dan bahagia lahir batin, memiliki hubungan yang memuaskan dan menyenangkan dan ingin menjadi yang terbaik buat suami.
Hubungan interpersonal: cocok dengan teman-teman yang biasa bermain musik, senang dengan orang yang menghargai waktu dan orang bekerja dengannya betah. Subjek tidak suka dengan orang yang buruk sangka dan membicarakan orang lain, menyukai orang yang ramah dan tidak sombong. Kepada atasan, selaalu sopan dan menganggap ownernya.
Konsep diri: subjek orang yang penyayang,menurutnya teman sejati tidak ada, dan bila ketakutan ia ingin menangis. Subjek ingin membahagiakan orang tuanya, ingin menyelesaikan kuliah. Subjek memiliki kemampuan untuk lebih sukses, dan bekerja dengan baik untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.
Kognitif: kecenderungan berpikir objektif, menerima hal-hal riil, kekanak-kanakan, tidak konsisten,fleksibel, adanya kesadaarn individual, ketergantungan pada orang lain, motivasi berprestasi.
Emosi: orang yang emosian, tidak sabaran, mudah nervous, jiwa yang semangat, penyayang dan penakut, perasaan impulsif, mudah tersentuh perasaanya.
Sosial: cenderung menutup diri, memiliki perasaan tidak mampu pada kontak sosial, pendiam, orientasi pada diei sendiri, namum memiliki suasana hati yang hidup.
Intelektual: menggunakan akal sehat, lebih dominan fungsi intelektualnya, kemauan kuat, tertarik pada realita, tekun (kompulsif), dapat memusatkan perhatian dan berbakat, namun kurang dinamis.
Emosional: defisiensi emosi ringan, cepat marah dan kompulsif, emosi yang dominan, sensitif, penolakan terhadap konflik, lembut, hangat dan berperasaan.
Imajinasi: memiliki sifat alamia dan rileks, fleksibel, dan mempu untuk mengorganisasikan dan membangun.
Aktifitas: aktif dan penuh kegembiraan, hati-hati dan tenang, tidak suka berlagak dan pendiam, kaku, sikap asing pada kehidupa atau ada hambatan, kaku, dan selalu mengaitkan dengan kehidupannya.
TES PSIKOLOGI
37
42
2. Penyesuaian Perkawinan
Peneliti menganalisa empat bentuk penyesuaian diri dalam
pernikahan yaitu Penyesuaian dengan pasangan, Penyesuaian seksual,
Penyesuaian keuangan dan Penyesuaian dengan keluarga dari pihak
masing-masing pasangan. Adapun bentuk perilaku penyesuaian diri dalam
perkawinan ditemukan oleh peneliti pada informan penelitian yaitu :
1. Penyesuaian dengan pasangan
Informan melakukan hubungan interpersonal memainkan peran
yang penting dalam perkawinan, hubungan mesra atau saling memberi
dan menerima cinta, bekerja sama dan komunikasi.
a. Komunikasi
Pasangan suami-istri mengkomunikasikan kegiatan mereka
sehari-hari dikantor, menanyakan keadaan, memanfaatkan media
komunikasi dan menyatukan pendapat.
“Adalah lah, ya abang juga kadang pergi pagi pulang besok pagi,, kapan ada waktulah yu.(subjek berpikir),, yaa kapan ada waktulah gak pula pas ketemu, kadang abang sedang dikantor Telpon kak T,, Nanya-nanya kegiatan, ya memanfaatkan media komunikasilah.”(W1.S2.14Juni2013.D3) “Ya diyakinkan dek,, ya kita tuh kan enaknya itu sama-sama suka.. diyakinkanlah agar dia suka juga”.(W1.S2.14Juni2013.D15) “Ya pasti udah dibialng, sebelum ditanya juga udah dibilang nanti kerja,ya palingan nanya anak-anak, rumah, kaya mana situasi ya gituu” (W2.S2.21Juni2013.D15) “kak T pun kayak gitu, kak tia pun kasi tau misalnya pagi nyampe kantor kasi tau, siang masi dikantor kasi tau kaya gitu-gitu.” (W1.S1.11Juni2013.D35) “Ada juga dik,,, ada jugalah pasti tuh yu klo misalnya kaya gini, Bang D pulang, pulang, diakan dinasnyakan 24 jam jadi, masuk pagi pulang pagi, jadi pas dia tuh pulang juga cerita-cerita
43
tentang hal-hal dikantor, apa tadi, kejadian apa, laporan-laporan apa, padahal kita juga gak ngertikan tapi dia cerita atau juga Kak T, dia juga tanya , Kak T juga cerita tadi dikantor ngapain aja, siswa, klo Kak T cerita tentang-tentang siswa Kak T gitu kan lucu-lucu apa siswanaya, cerita-cerita lucu, ya cerita-cerita juga lah yu.”(W1.S1.11Juni2013.D3) “Alhamdulillah kami tuh, kayak gini kayak gini yan Nda, iaa.. kayak gini ya dek yaa, eh gak bagus do ndak, oya-ya jadi bagusnya kaya mana ya dek,, gini-ginilah ya,, oya udah bagus juga ya, boleh-boleh haa kaya gitulah, hehehehe”(W2.S1.20Juni2013.D105)
b. Hubungan interpersonal antar pasangan
Pasangan suami istri dalam penyesuaian pasangan
mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai pasangannya baik
makanan, benda, sifat dan hobi dari pasangan.
“Iaa Kak T tuh gak konsisten kalo suka sesuatu, sesuai dengan keadaan”(W1.S2.14Juni2013.D6) “Ooo,, kak T tuh milih dalam makanan, tapi yang menurut kak T enak,, enak semuaalah (subjek tertawa),, makanan yang berbau rempah-remah, cengkeh gitulah yang bau gitu gak suka Kak T,, haa,, klo sifat yang gak disukai (berpikir),,, Perajuknya Kak T yang gak disukai (subjek tertawa)” (W1.S2.14Juni2013.D8) “Kalo makanan apa ya, yang disukainya yang selalu permintaan masak gitu ya (subjek tertawa) nasi goreng hantunya tuh (subjek tertawa), terus asam pedas, ha itu suka kali dia tuh.”(W1.S1.11Juni2013.D4) “Nggak,, dia bisa, ya kalo dikantor, ya dikantor aja palingan cerita-cerita aja kan, tadi kaya gini haa, kadang kak T tanya kenapa Nda mukanya kaya gitu? Tadi kaya gini-gini nanti cerita dia tuh.”(W2.S1.20Juni2013.D19) “Ya itu dia memang orangnya kan contohnya, bawaannya sombong. Kaya ketukang pintu, masuk kami kedalamkan langsung aja mana pintu yang dikerjakan tuh,, nanti kak T yang bilang, tadi bang ada pesan pintu dari jalan X(nama jalan), ohh belum siap kak gitu, nanti kak dijalan yang bilang kamu tuh jangan kaya gitu adek yang dirumah tu, kan orang lain tiba-tiba datang ada apa kamu siapa, mau apa gitu” (W3.S1.25Juni2013.D36) “Ha apa ya? Apa ya... (subjek berpikir) dia gak suka kak T merajuk ha, Kak T perajuk orangnya, kata dia kak T perajuk,,,
44
kadang gak sesuai dengan kita tuh merajuk”,(W2.S1.20Juni2013.D24) “Gak ada do yu,, bang D tuh orangnya penyabar, penyayang,, alhamdulilah mudah-mudahan sampe tua lah yu.” (W2.S1.20Juni2013.D42) “Dia paling malas kali kalo kak T perajuk, cengeng, nangis-nangis (bunyi suara pintu) kaya gitu-gitu” (W3.S1.25Juni2013.D24) “Ya kan, tau ajalah kan., polisi kaya mana lingkungan polisi, emang diskotiklah, cewek apa gitukan, kayak gitukan, biasanya kesan polisi kaya gitukan, diskotik-diskotik..alhamdulilah Bang D pulang dinas sama kami, gak ada dia, ya emang hobinya itu, abis tuh pigi jalan, kalo nggak pigi jalan kerumah ibunya,, kayak gitulah gak menyalah, selagih gak menyalah” (W2.S1.20Juni2013.D12)
c. Kerjasama
pasangan suami istri melakukan kegiatan mengurus rumah
dan anak, melakukan kerja sama yang baik dalam melakukan hal
tersebut.
“Ada,,, contohnya ya, (subjek serius) tadi Kak T nyucikan, nanti kakT jemur kain, abang yang angkat.. Cuci piring,, kadang-kadang mau, kadang-kadang nggak,, (subjek tersenyum dan tertawa)”(W1.S2.14Juni2013.D9) “Ada, klo misalnya Kak T, apa yah misalnya mau masak, dia, masak gitukan, dia megang anak, Bang D yang megang anak.”(W1.S1.11Juni2013.D11) “Mau, mau. Apalagi misalnya N(anak subjek) lagi makan gitukan, tumpah apa gitu dia mau bersihkan (peneliti batuk) malah bersih Bang D pada Kak T (subjek tertawa).”(W1.S1.11Juni2013.D12) “Ya rasa keberatannya dimana,, malah rasa terbantulah gituu, merasa terbantu, yang ngerawat neneknya sendiri jadi gak was-was”(W2.S2.21Juni2013.D23)
45
d. hubungan mesra atau saling memberi cinta
Pasangan suami istri tetap menunjukan rasa kasih sayang
mereka lewan perbuatan dan lisan
“Hmm nonton tv dirumah ya kalo anak-anak dah tidur,, ngajak makan..”(W1.S2.14Juni2013.D20) “Ya kita gak nyangka, kita gak perhatiin itu, kaya celana dinas, kak T tuh dibuatkan nya baju dinas abg, dijahit sendiri, ujung-ujungnya salah. Kak T tuh gak bilang, kaget aja. Tapi kadang gak baju aja kadang dompet, apa lah”(W2.S2.21Juni2013.D41) “Ya klo dah bedua ni kan susah juga,apa lagi A(panggilan nama anaknya K) kecilkan, tapi ada juga sih nyelip-nyelip kami, (suara burung) kadang dari dia jumput Kak T kerja gtu kan, dianya bilang nanti kerjanya diantarin ya gtukan? Atau Kak T bilang nanti antarin kerja gtu,, ya udah nanti pulang kerja sambil duduk bentarkan minum apa.” (W1.S1.11Juni2013.D24) “(subjek tertawa) Heheheeh ya gitulah, syair-syair lagu yang gak penting masi ada ada dapat kiriman (subjek tertawa).”(W1.S1.11Juni2013.D26)
2. Penyesuaian seksual
Informan mengetahui hubungan seksual suami-istri, dicapai
dengan memuaskan dan dapat mengendalikan emosi.
a. Pengetahuan hubungan seksual
Sebelum menikah pasangan suami istri tahu bagaiman cara
melakukan hubungan suami-istri.
“Udah, udah tau. Tapi ya sekedarnya aja. Emang kita sebelum menikah itu ya harus taukan gitu.” (W1.S1.11Juni2013.D37) “Ya mama terutama, (subjek tertawa) dari mama kak tia. Dari mama, baca buku.” (W1.S1.11Juni2013.D38) “Ya bagaimana hubungan suami istri, kayak mana hubungan selayaknya agama, lagian pas kita sidang di Kua kita dikasi tau penataran doanya kaya mana, mandi wajib, kaya gitu-gitu.” (W3.S1.25Juni2013.D32)
46
b. Kepuasan hubungan seksual
Pasangan suami istri mencapai kepuasan dalam hubungan
suami istri.
“Masi muda, masi kuat jadi gak ada masalah,, (subjek tertawa) kalo udah tau gak tau” (W1.S2.14Juni2013.D32) “Gak, insyaalah gak, bang D tuh orangnya pengertian sangat, mudah-mudahan sampe tua. Amin. Misalnya kak T udah tidurkan diapun gak mau ganggu kak T.”(W3.S1.25Juni2013.D35)
c. Mengendalikan emosi
Pasangan suami-istri dapat menunjukkan afeksi terhadap
pasangan, cemburu terhadap pasangan, marah, emosi dan menghadapi
konflik.
“Ada lah,,, pas kak T ada acara gitu, kalo abang ikut cemburu abang.”(W1.S2.14Juni2013.D25) “Yaa apa namanya,, kalo kebawa-kebawa gitu ada juga tapi gak sampai gitu kali,, palingan cerita-cerita tadi dikantor kaya gini-gini,, tapi gak gak kayak mana,, dongkol” (W2.S2.21juni2013.D10) “Ya carita,, ya kita kan dongkolnya sama orang kantor masa kenaknya sama orang rumah”(W2.S2.21Juni2013.D12) “Gak ada sih sebenarnya yang bikin marah besar, paling, ya kayak-kaya baru ini gak sesuai dengan keinginan kita yaa marah, dalam hati aja, diam aja.”(W2.S2.21Juni2013.D18) “Kalo kita semprot langsungkan gak mungkin, ya paling sih marahnya didalam hati juga, ada juga sih kadang2 emosi naik, ya karena kurang istrirahat” (W2.S2.21juni2013.D21) “Gak ada,, kamii gak ada, paling.. gak sampe, ya kak Tnya,, ya apa namanya. Kak T tuh kalo berdebat sebentar aja, pertamanya aja, ya gitulah” (W2.S2.21Juni2013.D38) “Kalo Kak T kan emang emosi juga orangnya kan, klo Bang D gak sih jauh lebih sabar gitukan”(W1.S1.11Juni2013.D15) “Haa, napa marah-marah nda, eh nagapa tadi napa kayak gini-gini, tadi gak suka kaya gini-gini kaya gtukan (subjek sambil tersenyum-senyum) Bang D tuh (suara burung) ia apa? Apa masalahnya? Kasi tau ajalah kaya-kaya gtu ajalah (sambil melembutkan suaranya meniru gaya suaminya) (suara anak
47
bayi) jadikan ya redam sendirikan, gak imbang (subjek tertawa dan ada suara bayi).” (W1.S1.11Juni2013.D16) “Yakan kadang nelfonkan, tadi ada ini menggoda iman kayanya gitu. Dia ada juga kasih tau kan. Ha terus kaya mana tergoda pula? Kak T bilang gitukan, eh gak lah. Luculah yu, tapi adalah ndak cuma bawa-bawa becanda aja,” (W1.S1.11Juni2013.D35) “Bukan, kalo masalah sama anjing balik lagi kehobinya yang Kak T gak suka, sebenarnya biasa aja, kan dia dinas 24 jam pas dia pulang gitukan, anjing tuh masi dikandang, dibersihkannya dulu kandangnya, nah kalo buat anjing tu gak ada capeknya kak T rasa,, sementara,,,, padahal nggak juga yu, mungkin karena dia mikirkan kita juga, nanti kita lak yang ngomel ntah bauk, ntah apalah gitu”(W2.S1.20Juni2013.D20) “Gak sampelah kaya gitu,, palingan cerita sama yang jumpa, kalo ada C (adek subjek) sama C, pas bang D sama bg D,, hehehehehehehe”(W3.S1.25Juni2013.D21) “Dah diam-diam aja, nanti dia pergi, pulang kaya biasa, tadi maksudnya kaya gini-gini gitu dia.”(W3.S1.25Juni2013.D29) “Haa, abis tuh marah sendiri,, haa kok aneh ya, kenapa adek dek?gitu kan, gak ada tadi ini-ini awak ketus-ketus ajakan sampe judulnya dia nanya-nanyalah teruskan ngapa? Kok, ngapa? Akhirnya kak T kasi tau, ya orang, dah gini-gini, kayak gini-gini,, nanti dia langsung bilang, emang Kanda bisa baca pikiran adek, kalo gak dikasi tau,, oya ya,, barulah kak T sadar”(W2.S1.20Juni2013.D27) “Yaa tau abang maksud ayu,, kami termasuk pasangan yang jarang kelahi, kami kelahi setengah jaman, bukan kelahi tapi kami banyak diam. Sambil memikirkan bagaimana menyelesaikan,,, tapi intinya tuh pengertian aja sebenarnya”(W1.S2.14Juni2013.D22) “Angkat galon,, hahahahaha dia duduk kan, terus kak T balik lagi, ya ampun belum juga lagi, angkatkanlahaaaa,, haa iaiaia,,,, aman tuh aman tuh”(W2.S1.20Juni2013.D34)
48
3. Penyesuaian keuangan
Informan melakukukan mengatur keuangan, memenuhi
kebutuhan, penggabungan pendapatan.
a. Mengatur ekonomi/keuangan
Pasangan suami istri mengatur ekonomi keluaga adalah
istri.
“Semuanya, tapi kalo kita butuh minta juga,, heheeheheh bodo aye (bahasa jawa) kalo dimanta ya seperlunya contohnya kaya beli bensin motor” (W1.S2.14Juni2013.D33) “Berdua,, soalnya kami sama-sama gak pande ngatur ekonomi. Apa teringat itu yang dibeli, tapi gak gitu juga” (W1.S2.14Juni2013D34) “Prinsip abang yaa, gak ada nanya-nanya biar dia ngomong sendiri, abang berapa gajinya aja gak tau,, palingan nanti dia ngomong untuk ini-ini” (W2.S2.21Juni2013.D36) “Sama aja, Atm kan Kak T yang megang, emang buat keluargalah yu, lebih tepat untuk keluarga.” (W1.S1.11Juni2013.D41) “Ya misalnya ni takaran untuk belanja anak 800 sama itunya dah, misalnya ada lebihnya berapa itulah buat hari-harian, buat besok-besoknya gitu”(W4.S1.25Juni2013.D11)
b. Memenuhi kebutuhan
Pasangan suami istri mengatur kebutuhan keluarga untuk
anak dan rumah tangga.
“Kalo udah bangun kaya gini gak cukuplah yu (subjek tertawa) tapi gaklah cukuplah sehari-hari.” (W1.S1.11Juni2013.D45) “Biasanya buat anak no satu yu, dapur, tuh kaya cucian gitu gitu,, kalo kami kan jarang juga masak kan, atau pas apa baru beli gitu aja,, kalo bulanan memang untuk anak didahulukan,, kebutuhan anaklah semuanya ntah sabun, ntah susu, makanan, bedaknya apanya”(W4.S1.25Juni2013.D9) “Kurang,,,, (subjek berpikir) hmm kadang-kandang dia dapat juga harian kan, kadang ehh kalo dipikir kurangkan, sebanyak apapun rasanya kurang juga kan,, belik ini belik itu gitukan, tapi ndaklah.”(W4.S1.25Juni2013.D14)
49
c. Penggabungan pendapatan
Pasangan memiliki kesepakatan dalam penggabungan
pendapatan.
“Fleksibellah,, kayak bangun rumah ni kan yaa uang siap ada duluan ya itu dulu nutupin kebutuhan rumah. Kalo perlu mendadak, fleksibel aja.”(W1.S2.14Juni2013.D36) “Sekarangkan lagi bangun kan? gaji Bang D, Kak T matikan buat rumah gitu, gaji Kak T buat harian buat beli susu, buat beli apa gaji Kak T,, nantikan harian Bang D dapat-dapat rezeki itu kan itu buat dia, dia gak ada minta lagi, kalo misalnya lebih nanti dikasinya Kak T lagi, kadang kalo mepetkan dek bantu dulu duit dek ha ya udah sama aja sebenarnya kan.” (W1.S1.11Juni2013.D43) “Biasanya untuk, sekarang untuk kebutuhan anak lagi gitu haa, kebutuhan rumah kan rumah kan”(W4.S1.25Juni2013.D21)
d. Mobilitas sosial
Pasangan suami-istri dapat menerima keadaan ekonomi saat
keadaan pengeluaran yang besar, menerima istri bekerja.
“Ya dah siap nanti hidupnya kaya gini gitu haa (subjek tertawa) gajinya”(W4.S1.25Juni2013.D18) “Pake gaji adek gitu, gak papa tuh? Kan kepake gaji kamukan kaya gitulah, sama ajapun kak T bilangg gitu” (W4.S1.25Juni2013.D20) “Dulu-dulunya waktu kak T kedokter pake duit kak T, gak ada pake-pake duit Bang D do,, (*rekaman terputus dikarenakn tidak tau tiba-tiba lanjut ke)”(W4.S1.25Juni2013.D22) “Kadang, apa namanya, kita pulang dinas, istri gak ada dirumah, ya masi baik-baik aja, gak masalah, yang pentingkan kerjanya gak seharian full, kecuali benar-benar full keberatan juga sih.”(W2.S2.21Juni2013.D35)
50
4. Penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing
pasangan
Informan menjalin hubungan harmonis dengan keluarga
pasangannya, mengenal keluarga pasangan sebelum menikah, dan
melakukan kegiatan sosial bersama.
a. Hubungan harmonis dengan keluarga pasangan
Suami atau Istri menjalin komunikasi yang baik dengan
orang tua pasangan, saudara pasangan, saudara lain pasangan.
“Agak pemalas, apatis (hahahahahahah) ya soalnya kan adek ipar jadi dijaga aja hubungannya”(W1.S2.14Juni2013.D42) “Mama orangnya tuh santai,, masi wajar-wajar aja.”(W1.S2.14Juni2013.D44) “Kurang lebih sama kayak mama,, mama papa tipenya sama berdua.” (W1.S2.14Juni2013.D46) “Baik, ya bisa lah, dulu ada dekat sini rumahnya saudara kak T tapi mereka uda pindah.” (W1.S2.14Juni2013.D49) “Bang D tuhkan 5 orang, Bang D paling besar, 4 orang. 3 orang cowok, 1 orang cewek paling kecil, Alhamdulilah gak ada emang kayak adek juga, mereka jaga kayak yang cowok-cowok tuh curhat ada pacar, malah nelpon kak tia gitu pacar-pacarnya gitu, cerita-cerita apa kan, kalo yang cewek ni baru taman SM, SD kan jadi belum ada yang diceritakannya, paling cerita kawan-kawan sekolah kalo Kak T kesana, hmm apa lagi yaa.” (W1.S1.11Juni2013.D48) “Bapak tuh baek kok, lucu, cerita-cerita apa, asal kesana, nanya-nanya.. kaya mana kerja tadi katanya, malahan nanya, cerita-cerita. Karena dia udah pensiun jadi dirumah aja.” (W1.S1.11Juni2013.D54) “Pas ada acara keluarga ya ketemu, atau lebaran datang kerumahnya.” (W1.S1.11Juni2013.D59) “Gak ada do.. adapun biasa-biasa aja kan emang gak mencampuri urusan anaknya, ndak lah”(W4.S1.25Juni2013.D28) Gak ada, Cuma “perkembangan anak-anak ajanyo. N (anak pertama subjek) main ama N , A (anak kedua subjek) gitu-gitu ajanyo”(W4.S1.25Juni2013.D29)
51
“Ayahnya? Sekarang udah pensiunkan jadi dirumah aja,. Jadi karena udah pensiun dirumah aja, dia buka swalayankan, ya ayah tuh lah duduk-duduk situ walau ada kariawannyakan tapi dia duduklah dikasir.(sepanjang pembicaraan ini ada suara ibu subjek)”(W4.S1.25Juni2013.D33)
b. Mengenal keluarga pasangan sebelum menikah
Mengenal orang tau pasangan sebelum menikah.
“Ya baiklah, abang sering juga mainkan, mama kak T juga tau” (W1.S2.14Juni2013.D51) “Mereka udah taukan dari anaknya yang ntah gak ada dirumah tiap sebentar diluar aja, tau kan sama Kak T, Cuma pas Kak T datang kerumahnya gitu yaa, tanya-tanya standarlah gitu mama bapaknya tanya-tanya standarlah, dimana kampung, jangan-jangan awak sesuku, apaa, kaya-kaya gitulahkan, datang ibuknya datang darimana sesukunya orang ini aja keturunan apa, kayak-kayak gitulah,” (W1.S1.11Juni2013D68)
c. Melakukan kegiatan sosial
Suami-istri melakukan kegiatan bersama dengan keluarga
pasangan, baik hari libur dan makan bersama.
“Yaalah, kak T juga dirumah mama, kayak ginikan malam abang kerumah mama.” (W1.S2.14Juni2013.D54) “Kalo misalnya Bang D lepas dinas, atau gak hari senin atau kamis, senin kamiskan nenek uyut tuh puasa, sayang pula kesana gak bisa nagapa-ngapain, gak bisa makan, bawa makanan apakan, jadi dapat hari selasa Bang D lepas dinaskan kesana kami bawa anak-anak gitu”(W1.S1.11Juni2013.D69) “Ndak sampe, kadang, misalnya kayak Bang D lepas dinas besokkan pas kak T libur kan kami selain senin ama kamis malas kesana karena orang-orang puasa jadi gak bisa bawakan makan,,, karena kamis puasa rata-rata orang tuh nenek buyut.”(W4.S1.25Juni2013.D35)
52
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Peneliti menemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penyesuaian yaitu:
1. Kondisi-kondisi fisik.
Struktur jasmani merupakan kondisi primer bagi
tingkahlakumaka dapat diperkirakan merupakan faktor penting bagi
proses penyesuaian diri.
“Ya kebawa juga sampai rumah, tapi dirumah ngomong-ngomong gitu aja,, ya sampai dirumah tuh ilang, ilang moodnya mau ngapa-ngapain malas jadinya”(W2.S2.21Juni2013.D13) “Hmm,, hari yang melelahkan hehe” (W2.S1.20Juni2013.D3)
2. Perkembangan dan kematanagan, khususnya kematangan
intelektual, sosial, moral dan emosional.
Pola peneysuaian diri akab bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan yang dicapai.
“Ya bodo aye aja (bahasa jawa artinya masa bodo) maksudnya, ya teman-temantuh ada yang senior ada yang junio kan gitu, ya kita biasa-bisa aja, hubungan yang baik, saling menghargai, menenggang juga, walaupun senior junior, ya kalo gak saling menghargai melawan juga sih”(W2.S2.21juni2013.D8) “Baek-baek aja, ya sekedar-sekedarnya aja, biasa-biasa aja sih yu, ya kayak waktu makan siang atau istirahat sore solat ashar, duduk cerita-cerita tentang siswa gitukan dia keyboad juga kan nanti cerita siswanya kayak mana, kayak mana anaknya tuh bisa gak kita bikin dia konser sekalian vokal gitu”(W3.S1.25Juni2013.D9)
53
3. Penentuan psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman,
belajarnya, pengkondisian, penentuan diri dan konflik.
Pengalam , belajar, penentuan diri dan konfik menjadi faktor
sesorang melakukan proses penyesuaian diri.
“Kalo dibilang gak pernah kan bohong, pernahlah tapikan jarang., ya biasalahkan namanya juga orang komunikasi aja masi salah sambung.”(W2.S2.21Juni2013.D9) “(Bunyi suara burung) jadi guru piano ni cerita-cerita sama kakak tentang guru vokal ni mungkin karena bawaan kakak sayang sama guru vokal ni kepancing kak T ni dengarnya mana kaya gitu, gini-gini, kepancing kak T pokoknya lurus. Guru piano ni baru kak T kenal karena suaranya lembut enak pula kita dengarnya. Kalo dikantor, sebesar mana lah kantor tuh , tau orang se X (nama kantor). Cuma kak T gak ada untungnya ntah kenapa kepancing, ya karena teman kak T dijelek-jelekin gitu, oh sejak itu lah, udahlah ya. Sejak itu kak T gak ada tegur dengan guru vokal biasa-biasa aja sekedar aja.”(W3.S1.25Juni2013.D12) “Baek-baek aja, kewajiban kita laksanakan, dia bertanya kita jawab”(W3.S1.25Juni2013.D13)
4. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah/kantor.
Lingkungan keluarga, kantor dan sekolah menjadi suatu proses
seseorang dapat menyesuaiakan diri dengan baik.
“Ya itu tadi, tidak menentu juga ,, kita namanya pelayanan.. pelayanan merangkap semuanya, pelayanan ia juga, kalo ada kejadian datang ke Tkp juga, kita piket 24 jam ya 24 jam gitulah, siapa yang ada, dia tergantung tuh dia ada 12 jam ada 24 jam”(W2.S2.21Juni2013.D4) “Kak T sekarang sejak lahir A (anak subjek ke 2) udah gak dari pagi, udah gak dari pagi. Palingan dari jam 2 sampe jam 5 atau misalnya dari jam 1 sampe jam 4 atau setengah 5, kaya gitu-gitu aja.”(W3.S1.25Juni2013.D3)
54
5. Penentuan kultural, termasuk agama.
Budaya dan keyakinan menyupengaruhi proses penyesuaian
diri.
“Ada terutama buat sabar itu ya, gtu ya.”(W1.S1.11Juni2012.D29) “ada, lagian itu pun kita taulahkan, mana yang baik, mana yang burukkan.”(W1.S1.11Juni2013.D30) “iyaa,,, iyaa gitu-gitu aja, suruh doni solat, apa ya sekedar-sekedar itulah.”(W1.S1.11Juni2013.D51) “Awal-awalnya mungkinlah ndak waktu Kak T baru-baru mau nikah dulu,, ihh diakan orang pariaman harusnya dia yang dibelik gitukan ada satu tantenya yang ngomong kaya,kan dia yang harus dibelik kok mau ya si D ni isi kamar aturan pihak perempuan yang isi kamarnya”(W1.S1.11Juni2013.D61)
Selain temuan diatas, peneliti juga menemukan informan
mengaku dalam menjalani pernikahan ini intinya adalah pengertian.
Pasangan suami istri pengertian dalam hubungan keuangan dan
hubungan seksual. Dapat mengontrol ego dalam menghadapi konflik
dengan pasangan. Mampu menerima kondisi keadaan pasangan
meskipun hal tersebut tidak disukai.
b). Hasil Analisis Data
1. Informan 1 (Istri)
Hasil wawancara dengan informan tentang penyesuaian diri
terhadap pernikahan pada pasangan bekerja, informan dapat menyesuaikan
diri dengan pasangannya terlihat informan melakukan komunikasi dengan
suaminya baik ketika bertemu dirumah maupun melalui media komukasi
(telpon), membicarakan kegiatan mereka dikantor, keadaan rumah dan anak-
55
anak. Pasangan ini memahami apa yang disukai dan tidak disukai satu sama
lain, baik itu sifat, makanan dan hobi. Seperti, informan menyukai sifat
suaminya yang penyabar dan dapat menempatkan diri jika berada dirumah
dan dikantor. Informan tidak menyukai hobi suaminya yang memelihara
binatang yaitu anjing luar namun informan berusaha menerima hobi
suaminya dikarenakan hobi tersebut tidaklah menyimpang, sementara
subjek tahu lingkungan teman-teman kantor suaminya memiliki hobi yang
kurang baik, selain itu informan tidak suka sifat suaminya yang kasar, galak
dan sombong jika berada diluar rumah.
Informan dan suami memiliki kerja sama yang baik dalam
mengatur kegiatan rumah tangga dan mengurus anak. Suami Informan mau
membantunya dalam hal membersihkan rumah dan mengurus anak dirumah.
Jika mereka bekerja, mereka sepakat bahwa anak-anak akan diasuh oleh ibu
informan dan ibu informan merasa senang dan tidak keberatan. Meskipun
mereka memiliki kesibukan masing-masing, informan dan suami tetap
menunjukkan rasa kasih sayang mereka berdua dengan menyempatkan
makan berdua disela-sela pulang kantor dan menunjukkan kasih sayang
secara lisan lewat pesan singkat.
Penyesuaian seksual informan mengetahuai cara melakukan
hubungan suami istri baik segi agama, seperti apa yang yang dilakukan, doa,
mandi sesuai dengan tatanan Islam. Informasi tersebut informan ketahui dari
Orang Tua, Buku dan Organisasi (KUA) saat subjek mengikuti penataran di
Kua. Selama ini subjek tidak ada masalah dengan hubungan tersebut.
56
Informan dan suami memiliki pengertian yang cukup dalam mengenai
hubungan ini, terkadang informan sudah tertidur dan suami pengertian tidak
menggangu informan.
Informan dan suami pernah mengalami perbedaan pendapat atau
opini tentang selera masing-masing, namun demikian mereka memiliki jalan
keluar untuk hal itu salah satunya dengan menghargai dan memikirkan
pendapat pasangannnya. Dalam menghadapi konflik Informan cenderung
emosian biasanya pemicu dari konflik adalah keadaan yang tidak sesuai
dengan informan inginkan antara lain ketika rencana yang telah dibuat
gagal, terkadang hal spele seperti menunda pekerjaan (angkat galon)
informan merasa kesal dengan suami. Akibat dari hal tidak sesuai tadi
informan menunjukkan rasa marah dengan merajuk sehingga sifat itu
membuat suami merasa tidak nyaman. Meskipun demikian suami informan
berusaha mengontrol egonya untuk menghadapi informan dengan lembut
dan akhirnya informan sadar apa yang dilakukannya itu salah. Selain itu
ketika suami informan menceritakan ada wanita cantik dikantornya,
informan merasa cemburu namun hanya dibawa bercanda.
Pengaturan keuangan diserahkan suami kepada informan, dalam
bentuk ATM, kemudian informan mengaturnya untuk memenuhi kebutuhan
anak dan rumah tangga. Dalam penggabungan pendapatan rumah tangga,
penghasilan informan digunakan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga
dan anak, sementara penghasilan suami informan untuk membangun rumah.
Sebelumnya penghasilan informan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
57
pribadinya sendiri. Dan ini semua telah mereka sepakati, termasuk
menerima keadaan pengeluaran yang kini tambah membesar dikarenakan
sedang membangun. Dari itu pengertian merupakan konsep dasar dalam
pengolahan keuangan mereka.
Sebelum menikah informan sudah mengenal keluarga dari
suaminya, orang tua suaminya tahu bahwa informan adalah teman dekat
anaknya. Semasa pacaran informan merasa grogi dan takut salah tingkah
bertemu dengan orang tua suaminya. Setelah menikah informan menjalin
hubungan yang baik dengan orang tua suaminya, dengan ibu mertua
informan menjalin komunikasi yang baik, seperti membicarakan
perkembangan anak. Ayah mertua memiliki sifat humoris, baik bertukar
cerita tentang dunia kerja, nasehat seperti meminta informan untuk
mengingatkan anaknya dan sewajarnya. Kedua orang tua suaminya tidak
memasuki area rumah tangga anaknya dengan informan.
Informan juga menjalin hubungan yang baik dengan saudara-
saudara suaminya, mereka sudah menganggap informan sebagai kakak
sendiri meskipun adik ipar informan bermasalah dengan adik kandungnya,
namun informan dan suami tidak mau ikut campur dalam urusan tersebut.
Dan juga informan menjalin hubungan baik dengan saudara lain suaminya,
seperti bersilaturahmi saat lebaran dan acara keluarga. Saat informan dan
suami libur mereka selalu menyempatkan main kerumah orang tua
suaminya untuk bersilatuhrahmi melihat keadaan orang tua, nenek uyut dan
juga mengajak anak-anaknya.
58
2. Informan 2 (Suami)
Hasil wawancara dengan informan tentang penyesuaian diri terhadap
pernikahan pada pasangan bekerja, informan dapat menyesuaikan diri
dengan pasangannya terlihat memanfaatkan media komunikasi untuk
membicarakan kegiatan mereka dikantor, keadaan rumah, anak-anak dan
juga istri mengabari informan jika sudah sampai ditempat kerja. Selain itu
informan juga membicarakan masalah-masalah yang terjadi di kantor
kepada istrinya seperti pekerjaan yang tidak siap, kesal dengan teman
kantor, namun hanya bercerita saja karena informan dapat mengontol
emosinya sehingga orang rumah tidak terkena imbasnya. Jika terjadi
perbedaan pendapat informan akan merayu istrinya untuk menyatukan
pendapatnya.
Pasangan ini memahami apa yang disukai dan tidak disukai oleh
pasangannya. Seperti informan mengetahui istrinya tidak menyukai
makanan berbau rempah-rempah dan informan menyukai sifat super
pengertian istrinya, selain itu ada sifat yang tidak disukai informan yaitu
sifat perajuk istrinya.
Dalam hal mengerjakan pekerjaan rumah tangga informan memiliki
kesepakatan kerja sama seperti jika istri mencuci informan yang
mengangkat kain serta kesepakatan mengurus anak, informan jarang dalam
mengasuh anaknya karena istri yang kurang percaya kalau informan
mengurus anak takut tidak teliti, serta informan tidak keberatan jika anak-
anaknya dititipkan kepada Ibu mertua.
59
Menunjukkan rasa kasih sayang informan menyempatkan untuk
makan berdua disela kesibukan mereka pulang dari kantor dan dirumah
nonton tv berdua serta informan tidak menyangka bahwa istrinya
memperhatikan keperluaan informan serinci itu seperti menjahitkan baju
dinas, membelikan dompet dan memperhatikan kerapihan pakaian informan.
Penyesuaian seksual, informan mengetahui bagaimana cara
melakukan hubungan suami-istri yaitu sesuai dengan tatanan Islam, yang
didapatnya dari lingkungan, pergaulan, internet dan media sosial. Selama ini
tidak ada masalah dalam hubungan tersebut dikarenakan informan dan istri
masi muda dan kuat sehingga tidak ada permasalahan serius dalam hal
tersebut.
Informan cemburu jika melihat istrinya berinteraksi dengan lawan
jenis dikantor, tetapi jika tidak melihat informan tidak cemburu namun
akhirnya informan memberikan kepercayaan kepada istrinya. Dalam
mengendalikan emosi jika informan marah dan mengakibatkan perkelahian
informan akan diam dan memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya
karena jika dibawa berdebatpun istri informan akan merajuk. Hal-hal yang
menyebabkan informan marah karena keadaan yang tidak sesuai ditambah
dengan keadaan fisk yang kurang istrirahat. Disini informan dapat
mengontrol egonya untuk tidak memperpanjang perkelahian dengan
menegur istrinya, menanyakan permasalahan dengan lembut dan akhirnya
kondisi kembali membaik.
60
Meskipun informan dan istri sama-sama bekerja, informan tetap
melakukan kewajibannya memberi nafkah yaitu menyerahkan semua
penghasilannya kepada istri dan mengatur ekonomi berdua. Informan
memiliki prinsip tidak mau tahu soal penghasilan istrinya. Dalam
penggabungan pendapatan informan dan istri fleksibel menggunakan uang
siap yang ada untuk menutupi kebutuhan membangun rumah. Dan ini semua
telah mereka sepakati, termasuk menerima istri yang bekerja, karena
pengertian merupakan konsep dasar dalam pengolahan keuangan mereka.
Informan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga istrinya,
semasa pacaran informan sering bermain kerumah istrinya dan ibu istrinya
mengetahui informan adalah teman dekat anaknya. Setelah menikah
informan menjalin komunikasi yang baik dengan ibu dan ayah mertua,
orang tua istrinya ini memiliki sifat yang sama dalam memandang perikahan
anak-anaknya yaitu tidak ikut campur diarea pernikahan anak-anaknya
sebatas nasehat yang masih wajar. Dengan adik ipar informan menjalin
komunikasi yang baik dan menjalin hubungan yang baik dengan saudara
lain istrinya. Informan melakukan kegiatan bersama dengan keluarga
istrinya seperti makan malam bersama dan main kerumah orang tua istrinya.
C. Pembahasan
Penyesuaian diri pada pasangan pernikahan peran ganda memiliki sisi-
sisi keuntungan dan kerugian bagi individu. Salah satu keuntungan utama tentu
saja dari segi keuangan, pernikahan dengan peran ganda juga dapat
61
memberikan kontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri,
serta meningkatkan harga diri bagi wanita. Sebaliknya, kerugian yang mungkin
terjadi pada peran ganda adalah tuntutan adanya waktu dan tenaga ekstra,
konflik antara peran pekerjaan dan peran keluarga, adanya persaiangan antara
suami dan istri, dan jika keluarga itu memiliki anak perhatian terhadap mereka
menjadi berkurang. Hal tersebut membuat potensi angka perceraian meningkat
disebabkan oleh pertentangan suami dan istri yang keduanya bekerja (Desmita,
2010).
Perkawinan menuntut adanya menyesuaiakan diri terhadap tuntutan
peran dan tanggung jawab baru dari kedua pasangan, pada sebagian orang
harapan-harapan tersebut sering kandas ditengah jalan dan tidak menjadi
kenyataan. Berdasarkan data yang didapatkan dari Pengadilan Agama Kelas
1A Pekanbaru, diketahui jumlah perceraian pada tahun 2012 berjumlah 1421
kasus. Gagalnya penyesuaian diri dalam pernikahan yang berujung pada
perceraian, juga dialami oleh pasangan yang bekerja (Pengadialan Agama
Kelas 1A Pekanbaru, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku
penyesuaian diri pernikahan, penyesuaian diri terhapad pernikahan pada
pasangan bekerja dan penyesuaian diri yang baik dalam wujudkan keberhasilan
dalam perkawinan mempunyai pengaruh kuat terhadap adanya kepuasan hidup
perkawinan, mencegah kekecewaan dan perasaan-perasaan bingung, sehingga
memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya
dikehidupan rumah tangga. Dari hasil penelitian yang didapat peneliti
62
dilapangan informan telah menjalankan proses penyesuaian diri perkawinan
dengan pasangan bekerjanya.
Menurut Hurlock (1980) penyasuaian diri dalam perkawinan, ada
empat pokok yang paling umum dan paling penting bagi kebahagiaan
perkawinan dalam penyesuaian diri pasangan adalah Penyesuaian dengan
pasangan, Penyesuaian seksual, Penyesuaian keuangan dan Penyesuaian
dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan.
Peneliti menemukan bahwa informan dengan karakteristik kepribadian
yang tampak (Bagan Gambaran Kepribadian 1 dan 2) ternyata mampu
melakukan penyesuaian dalam pernikahan adapun penysuaian sebagai berikut,
pertama penyesuaian dengan pasangan yaitu komunikasi, kerjasama antar
pasangan, menjalin hubungan interpersonal dengan pasangan, hubungan mesra
atau saling memberi dan menerima cinta.
Kedua, penyesuaian seksual yaitu pengetahuan tentang hubungan
seksual suami-istri sebelum menikah, tercapainya kepuasan dalam hubungan
tersebut dan dapat mengendalikan emosi satu sama lain.
Ketiga, penyesuaian keuangan yaitu mengatur ekonomi, memenuhi
kebutuhan, penggabungan pendapatan dan mobilitas sosial.
Keempat, penyesuaian dengan keluarga dari pihak pasangan yaitu
menjalin hubungan harmonis dengan keluarga pasangan, mengenal keluarga
pasangan sebelum menikah, dan melakukan kegiatan sosial.
Disamping itu untuk melakukan proses penyesuaian diri dipengaruhi
oleh faktor-fator penyesuaian diri yang ditemukan oleh peneliti yaitu kondisi
63
fisik, kematangan intelektual; sosial; moral dan emosional, penentu psikologis
termasuk didalamnya pengalaman; pengkondisian; penentuan diri; frustasi dan
konflik, kondisi lingkungan khususnya keluaraga dan sekolah atau kantor, serta
penentuan kultural termasuk agama.
Penyesuaian merupakan proses yang berlangsung sepanjang waktu
karena situasi di dalam kehidupan senantiasa mengalami perubahan.
Sehubungan dengan proses tersebut, maka penyesuaian yang efektif dapat
diukur dari seberapa baik individu dalam menghadapi kondisi yang selalu
berubah(Haber dan Runyon, dalam Elfinda,2011) .
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua
pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda.
Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap
perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam,
kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar
belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka
juga harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya
pasangannya dan karenanya diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat
tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis (Suryanto dan Anjani,
2006).
Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri
dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah
tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
adanya kepuasan hidup perkawinan, mencegah kekecewaan dan perasaan-
64
perasaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri
dalam kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan lain di luar rumah
tangga (Hurlock, dalam suryanto dan Anjani, 2006).
Pasangan yang menyesuaikan diri didalam perkawinan adalah
pasangan saling berkomunikasi satu sama lain, saling sepakat terhadap
berbagai persoalan keluarga dan pernikahan dan menyelesaikan masalah secara
konstruktif. Perkawinan sebagai penyatuan yang diakui secara hukum dan
sosial, idealnya sepanjang hayat, yang membawa hak dan kewajiban seksual,
ekonomi, dan sosial bagi pasangan. Menjalani kehidupan perkawinan sama
halnya dengan belajar berjalan, yang akan tersandung dan terjatuh. Jika
masing-masing pasangan bertahan untuk berusaha, maka pasangannya akan
terus mengalami pertumbuhan secara emosional maupun sosial (Elfinda, 2011).
Hubungan yang baik antara anak dengan orang tuanya mencerminkan
keberhasilan penyesuaian perkawinan terhadap masalah tersebut. Jika
hubungan antara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana rumah tangga
akan diwarnai oleh perselisihan yang menyebabkan penyesuaian perkawinan
menjadi sulit (Hurlock, 1980).
Keberhasialn dan kegagalan perkawinan cenderung selalu ada dalam
keluarga. Anak-anak dari keluarga bahagia, kecil kemungkinannya untuk
ditinggal cerai daripada keluarga yang tidak bahagia (Hurlock, 1980).
65
Pasangan yang menyesuaiakan diri dengan baik mempuyai nilai yang
lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya buruk. Barangkali latar
belakang yang sama menghasilkan nilai yang sama pula (Hurlock, 1980).
Informan juga mengatahkan bahwa inti dari pernikahan yang mereka
jalani yaitu sebagai pasangan bekerja adalah pengertian. Berusaha menerima
kondisi sebagai pasangan bekerja baik istri dan suami dan ketika berada
dirumah.
Fakta-fakta ini merupakan perwujudan dari perilaku penyesuaian diri
terhadap pernikahan pada pasangan bekerja Indonesia khususnya di kota
Pekanbaru yang bisa dideteksi oleh kalangan yang konsen di bidang
pernikahan atau perkawinan. Gambaran Penyesuaian diri terhadap pernikahan
pada pasangan bekerja dapat dilihat pada skema berikut :
41
Gambaran Kepribadian (Informan 2)(Bagan 2)
S2 Wawancara
HISTORY
Keluarga
Konsep diri
Subjek memiliki Ayah(PNS) dan Ibu ( ibu rumah tangga. Keduanya asli suku Minang. Subjek lima besaudara, empat laki-laki dan satu perempuan. Orang tua subjek merantau ke Pekanbaru dan akhirnya menetap.
Subjek lahir di Pekanbaru. Waktu kecil subjek diasuh oleh orang tua dan nenek. Subjek tidak suka dengan hujan karena risih basah-basah dan takut sakit. Waktu masi sekolah subjek tidak pernah mengikuti ekstrakulikuler.setelah menamatkan SMA subjek ingin kuliah pertamanya namun subjek berminat bekerja. subjek mempersiapkan dirinya untuk bekerja yaitu mendaftar sebagai anggota Polri, dan kegiatan subjek masi lajang menjalankan aktifitas kerjanya. SMA kelas 3 subjek mengenal istrinya, saat pacaran subjek pergi jalan dan makan. Setelah 6 tahun pacaran, 2008 subjek memutuskan menikah dengan istrinya, menurutnya sudah mapan, usia sudah cukup dan juga sudah waktunya.subjek mempunyai harapan bahwa nantikeluarganya susah-senang, gembira-sedih ingin hidup sama-sama dengan keluarga.
SSCT
BAUM+DAP+HTP
WARTEGG
Hubungan dengan keluarga: Memperlakukan sebagai bagian keluarga dan anak. Subjek dan ibunya saling menyayangi, baik, pengertian dan subjek tidak mau menyakitinya. Ayah subjek jarang marah, mau memaafkannya dan ingin ayahnya bahagia dan menjadi contoh.
Masalah seksual: Pernikahan menyatukan suami dan istri, memiliki hubungan yang berkualitas dan pribadi. Wanita yang sempurna baik dan dapat melengkapi kekurangan pasangannya, dan kebanyakan perempuan cengeng, tidak percaya diri dan perajuk.
Hubungan interpersonal: Cocok dengan teman-teman ditempat kerja dan membantunya, tidak senang dengan orang yang memusuhinya. Orang-orang yang diatas adalah sama, menganggapnya pimpinan. Subjek senang dengan orang yang bekerja untuknya. Subjek ingin hidup bahagia, manfaat dan paling suka dengan orang yang bersyukur dalam keadaan susah.
Konsep diri: Kesalahan terbesar subjek tidak mendengarkan nasehat orang tua, merasa berdosa dengan sikapnya kepada orang tua dan pernah berbohong dengan orang tua, subjek yakin dapat melakukan hal bermanfaat untuk orang tuanya. Teman sejati itu saling mengerti dan jika tidak menguntungkannya subjek akan lari dan berbuat apa saja melupakan saat subjek marah. Memiliki kelemahan tidak bisa memimpin diri sendiri dan bisa bersyukur menghadapi nasip malang. Masa depan sangat penting dan menantikan masa depan yang bahagia, suatu hari nanti menjadi seorang ayah dan bila sudah tua ingin menjadi contoh yang baik.
Kognitif: subjek orang yang normatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan suka mengkritik, banyak humor, mudah terpengaruh, memiliki kesadaran yang berlebihan secara individu, banyak fantasi, kurang dapat menentukan sikap, dan penuh dengan dunia ide.
Emosi: pemalu, hangat, lembut, ringan hati, kurang jujur, memiliki keseimbangan jiwa tapi kurang luas, memiliki ketidak seimbangan emosi, cenderung cemas.
Sosial: cukup dapat bergaul namun menutup diri, dapat beradaptasi, cenderung sombong,, kontak dengan realita baik.
Intelektual: mengutamakan akal sehat, berpijak pada fakta-fakta, suka berkompetisi, teliti, dapat memusatkan perhatian.
Emosional: defisiensi emosi ringan, rumit, sensitif, tidak merasa aman, berperasaan (sensibel), lembut, menyenangkan dan dapat menunjukkan afeksi.
Imajinasi: kemampuan untuk mengorganisasikan dan membangun, spontan, dorongan yang kuat dan fleksibel.
Aktifitas: bersikap asing terhadap kehidupan, mengalami hambatan, santai, mudah beradaptasi, ulet, pengertian yang tajam.
TES PSIKOLOGI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Pekanbaru. Semua wawancara baik
subjek pertama dan subjek kedua berlangsung dirumah ibu subjek pertama.
Kecuali wawancara kedua subjek pertama yaitu dikantor subjek dijalan Arifin
Ahmad. Kedua subjek merupakan pasangan suami-istri yang bekerja di
Pekanbaru-Riau.
Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan permintaan subjek
pertama dan kedua untuk penelitian ini. Peneliti juga ingin membangun rapport
yang baik kepada subjek agar subjek tidak canggung untuk menjawab
pertanyaan wawancara yang dilontarkan oleh peneliti sehingga jawaban-
jawaban yang diinginkan bisa tercapai.
Proses pencarian dan pemilihan subjek dimulai bertanya kepada
teman-teman dekat. Salah seorang teman peneliti memiliki kakak yang telah
menikah dengan kriteria peneliti mau. Kemudian peneliti menelpon subjek
pada Kamin, 30 Mei 2013 menjelaskan tujuan peneliti kepada subjek. Setelah
berbincang-bincang dengan via telpon, subjek belum memberi kepastian
karena subjek harus bertanya dengan suaminya karena peneliti memiliki
kriteria harus pasangan bekerja. Sabtu, 1 Juni 2013, subjek mengabari peneliti
bahwa subjek dan pasangan subjek bersedia menjadi subjek penelitian peneliti,
kemudian peneliti membuat janji untuk bertemu pada Senin, 3 Juni 2013 untuk
31
32
memulai kegiatan penelitian yang pertama yaitu Tes Psikologi dan
menjelaskan kembali tujuan peneliti melakukan penelitian serta memastikan
pasangan subjek (suami subjek) bersedia. Tanggal 14 Juni 2013 subjek
bertemu dengan pasangan subjek yaitu suaminya dan menjelaskan tujuan
subjek melakukan penelitian dan memulai kegiatan pertama yaitu wawancara
pertama.
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Kategori Informan 1 Informan 2 Nama FHA/T RDP/D Tanggal lahir 22 Juni 1985 6 Juli1983 Pekerjaan Guru Musik Polri Suku Bangsa Minang Minang Agama Islam Islam Urutan Kelahiran 1 dari 2 bersaudara 1 dari 5 bersaudara Pendidikan SMA SMA Pernikahan ke Pertama Pertama Jumlah anak 2 orang 2 orang
Tabel 4.2
Pengambilan Data Wawancara dan Tes Psikologi No Pengambilan
Data Kegiatan Tanggal Tempat Keterangan
1 Informan 1 Psikotes 03-06-2013 Rumah Ibu Subjek SSCT BAUM, DAP, HTP
WARTEGG Wawancara 1 11-03-2013 Rumah Ibu Subjek Menanyakan aspek
penyesuaian perkawinan.
Wawancara 2 20-06-2013 Arifin Ahmad Menanyakan aspek penyesuaian perkawinan (Terputus)
Wawancara 3 25-06-2013 Rumah Ibu Subjek Menanyakan aspek penyesuaian perkawinan.
Wawancara 4 25-06-2013 Rumah Ibu Subjek Menanyakan aspek penyesuaian perkawinan.
33
Wawancara 5 (Case History)
11-07-2013 Rumah Subjek Latar belakang keluarga dan subjek
2 Informan 2 Wawancara 1 14-06-2013 Rumah Mertua Menanyakan aspek penyesuaian perkawinan.
Psikotes 22-06-2013 Rumah Mertua SSCT BAUM, DAP, HTP
WARTEGG Wawancara 2 22-06-2013 Rumah Mertua Menanyakan aspek
penyesuaian perkawinan.
Wawancara 3 (Case History)
11-07-2013 Rumah Subjek Latar belakang keluarga dan subjek
B. Hasil Penelitian
a) Deskripsi Penemuan
1. Karakteristik Informan
a. Informan 1
Informan penelitian yang pertama dalam penelitian ini adalah
FHA dipanggil T yaitu sebagai Istri pasangan bekerja. Lahir di Padang,
22 Juni 1985. Anak pertama dari dua bersaudara yang semuanya adalah
perempuan. Bekerja sebagai Guru Musik di salah satu tempat Kursus
Musik di Pekanbaru. Jadwal kerja T dikantor dari hari Jumat sampai hari
Minggu yaitu dari jam 1 siang sampai 5 sore. Di hari Senin sampai
Kamis jika ada jadwal jam yang tukar, T juga mengajar Privat diluar.
Dihari T tidak bekerja T menghabiska hari-harinya dirumah Ibunya dan
jika suaminya libur T berada dirumah, masak, main kerumah orangtua
suami dan ke mall. T memiliki ciri-ciri berkulit hitam, rambut berwarna
hitam pendek sebahu lurus.
34
T memiliki orang tua Ayah (A) bekerja Akupuntur dan Ibu (H)
bekerja Ibu Rumah Tangga yang dulunya adalah seorang Guru berhenti
karena tidak ada yang mengurus anaknya. Kedua orang tuanya bersuku
minang dan ibunya ada keturunan India. T beberapa kali pindah dari
Padang ke Pekanbaru dan akhirnya menetap di Pekanbaru kerena
pekerjaan Ayahnya yang harus pindah-pindah.
Sejak SD T sudah memiliki penyakit Maag karena waktu kecil T
memang malas makan dan beranjank SMP-SMA mulai tidak kambuh
lagi karena T sudah tahu apa dampak T tidak makan dan T selalu
membekali dirinya dengan roti atau permen. T minat sekali dengan
musik dan mengikuti kursus musik (keybourd) dari kecil. Sejak SMU T
sudah ikut ngeband dan mencari uang sendiri. Setelah T menyelesaikan
belajar di SMU kegiatan T adalah kuliah, ngeband dan mengajar di salah
satu tempat khursus sampai sekarang namun T belum menamatkan
kuliahnya.
T menikah ditahun 2008. T memiliki cita-cita menjadi Ibu Muda
terinspirasi oleh adik Ibunya. T memilih suaminya karena bisa menjadi
teman untuk T, abang, suami dan merasa sikap suaminya cukup
terhadap dirinya. T berharap lebih baik lagi dalam berumah tangga,
untuk anak-anak menjadi pintar dan cepat besar.
Hasil Tes Psikologi T menunjukkan kecenderungan kepribadian
sebagai berikut T masih bersifat kekanak-kanakan, cenderung berfikir
secara objektif dan menerima hal-hal yang riil. T termasuk orang yang
35
berbakat dan intelektual itu dapat dilihat dari T sebagai Pengajar
Keybourd dan memiliki motivasi. T cenderung menggunakan akal sehat,
tekun, memiliki sifat alamiah dan rileks, fleksibel, mampu
mengorganisasikan dan membangun, dapat memusatkan perhatian
namun kurang dinamis.
Dilihat dari afeksi T memiliki defisiensi emosi, cepat marah dan
tidak sabaran namun cenderung menolak konflik. Disisi lain T memiliki
sifat yang penyayang, lembut, hangat, semangat, penakut, sensitif serta
mudah tersentuh perasaannya.
Dikehidupan sehari-hari T termasuk orang yang aktif, gembira
tidak suka berlaga dan teliti. Didunia sosial T orang yang menutup diri,
pendiam, kaku sehingga membuat T susah dalam bergaul.
Menurut hasil Tes SSCT, hubungan keluarga yang saling
membantu dan mengayomi, memiliki Ibu yang hebat dan Ayah yang
bertanggung jawab namun ingin ayahnya lebih rajin beribadah solat dan
T ingin menjadi yang terbaik buat keluarga. T ingin membina rumah
tangga yang harmonis dan bahagia lahir-batin, memiliki hubungan yang
memuaskan dan menyenangkan serta menjadi yang terbaik buat suami.
Menjalin hubungan dengan orang lain T cocok dengan teman-
teman yang bisa bermain musik. T senang dengan orang yang
menghargai waktu, ramah, dan tidak sombong namun tidak suka dengan
orang yang membicarakan orang lain dan berburuk sangka sehingga
36
membuat T tidak percaya teman sejati itu ada, karena T selalu
dikecewakan oleh temannya.
Kepada atasannya selalu sopan dan menganggapnya ownernya
yaitu menjalankan kewajiban dan menerima hak, serta menghormati dan
menghargai atasan. Bila merasa ketakutan T ingin menangis, T takut
dalam segala hal, seperti T tinggal dirumah sendiri dan tiba-tiba ada
bunyi sesuatu T akan menelpon suaminya untuk cepat pulang. T ingin
memiliki kemampuan untuk lebih sukses, bekerja dengan baik dan
mencapai kehidupan yang lebih baik lagi dan juga ingin membahagiakan
orang tuanya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penyesuaian diri terhadap pasangan yang bekerja yaitu, baik
berkomunikasi dalam pekerjaan dan rumah tangga, saling bekerja sama
dalam rumah tangga dan mengurus anak, memberikan sikap toleransi
kepada pasangan dan keterbukaan, dapat menempatkan diri sebagai
pekerja dan sebagai suami atau istri dirumah, dapat mengontrol ego ketika
menghadapi konflik dengan pasangan, mengendalikan emosi dan
menyelesaikan persoalan secara produktif mewujudkan kebahagian
bersama.
2. Keluarga yang bahagia saling pengertian dalam hal keuangan dan
pengertian dalam hubungan seksual, menyayangi, menerima kelebihan dan
kekurangan, memperioritaskan kebahagian keluarga.
B. SARAN
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua
pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda.
Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap
perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam,
68
69
kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar
belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka
juga harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya
pasangannya dan karenanya diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat
tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis.
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan dan diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak
yang terkait adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik pada persoalan yang sama, peneliti
menyarankan memakai metode kuantitatif (menggunakan angket)
sebagai perbandingan, sehingga hasilnya dapat memberikan masukan
yang semakin lengkap.
2. Bagi subjek penelitian yaitu Istri diharapkan dapat memperbaiki sifat-
sifat yang tidak disukai suami dan merubah diri menjadi lebih baik lagi.
Pasangan Suami-Istri harus dapat mengendalikan atau mengkontrol
emosi dengan lebih baik lagi serta harus lebih banyak mendekatkan diri
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
BAGAN 3.DINAMIKA PENYESUAIAN DIRI TERHADAP PERNIKAHAN PADA PASANGANBEKERJA
Pernikahan Pasangan Bekerja
GAMBARA KEPRIBADIAN
SUAMI (BAGAN 2 )
GAMBARA KEPRIBADIAN
ISTRI (BAGAN 1 )
66
Penyesuaian pasangan: 1. Melakukan komunikasi dalam
kegiatan rumah tangga dan pekerjaan.
2. Memikirkan kembali pendapat / masukan dari pasangan.
3. Memahami kesukaan dan ketidaksukaan pasangan (makanan, hobi, benda, sifat)
4. Menerima kekurangan dan kelebihan pasangan.
5. Kerjasama dalam mengurus anak dan rumah tangga dan memiliki kesepakatan dalam hal ini.
6. Saling memberi cinta dan kasih sayang dalam perbuatan dan lisan
Penyesuaian seksual: 1. Mengetahui cara berhubungan
suami-istri layaknya agama (mandi, doa, dalam tatanan islam)
2. Mencapai kepuasan masing-masing individu dan pengertian dalam hubungan ini.
3. Mengendalikan rasa cemburu. 4. Mengontrol rasa ego dalam
perkelahian. 5. Dapat menempatkan diri
ketika dirumah dan dikantor.
Penyesuaian keuangan: 1. Suami menafkahi kebutuhan
anak dan keluarga. 2. Istri mengatur kebutuhan anak
dan keluarga. 3. Suami tidak ikut campur dalam
penghasilan istri. 4. Pengertian pasangan terhadap
keuangan. 5. Kesepakatan penggabungan
pendapatan dalam pengumpulan harta benda.
6. Penerimaan diri pasangan dalam mobilitas sosial
Penyesuaian dengan keluaraga pasangan:
1. Mengenal keluarga pasangan sebelum menikah.
2. Memiliki komunikasi yang baik dengan orang tua pasangan.
3. Memiliki komunikasi yang baik dengan saudara pasangan.
4. Memiliki komunikasi yang baik dengan saudara lain pasangan.
5. Mengunjungi keluarga pasangan, memiliki kegiatan sosial dengan keluarga pasangan sehingga terjalin hubungan kekeluargaan yang harmonis.
Penyesuaian diri terhadap pernikahan pada pasangan bekerja yang baik saling berkomunikasi satu sama lain, menerima kekurangan dan
kelebihan dari pasangan, memiliki kesepakat terhadap berbagai persoalan pernikahan dan rumah tangga dan saling memberi kasih sayang.
Dalam hal penyesuaian seksual pasangan mencapai kepuasan serta pengertian yang mendalam dalam hal ini, dan dapat mengontrol rasa ego
dalam menghadapi perkelahian serta dapat memposisikan diri dirumah dan dikantor. Sebagai suami tetap menjalankan kewajiban memberi
nafkah dan istri dapat mengatur kebutuhan keluarga serta memiliki kesepakatan yang sama dalam hal mengatur keuangan rumah tangga. Dan
hal penting lagi memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga pasanagn sehingga terjalin hubungan kekeluargaan yang harmonis.
67
70
DAFTAR PUSTAKA Anissa, N., & Handayani, A. (2012). Hubungan antara konsep diri dan
Kematangan emosi dengan penyesuaian diri istri yang tinggal bersama keluarga suami. Jurna Psikologi Pitutur Vol.1 No. 1. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Anjani, C., & Suryanto. (2006). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal.
Jurnal Insan Vol. 8 No. 3. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas airlangga.
Anoraga, P. (2006). Psikologi kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta. Christyanti, D., Mustami’ah, D., & Sulistiani, W. (2010). Hubungan antara
penyesuaian diri terhadap tuntutan akademik dengan kecenderungan stres pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas hang tuah surabaya. INSAN Vol. 12 No. 03. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah.
Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Desmita. (2011). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Elfida, D. 2011. Penyesuaian perkawinan ditinjau dari beberapa faktor demografi.
Jurnal Psikologi Vol.7 No.2. Pekanbaru: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian theories of personality. Jakarta:
Salemba Humanika. Ghoni, D., & Almanshur, F. (2012). Metode penelitian kualitatif. Jogyakarta: Ar-
Ruzz Media. Hadi, S. (2005). 7 Langkah mudah meraih pekerjaan. Yogyakarta: Cinta Pena. Hasan, A. M. (2006). Pedoman hidup berumah tangga dalam islam. Jakarta:
Prenada Media Group. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan edisi lima. Jakarta: Erlangga. Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grop.
71
Kertamuda, F E.2009. Konseling pernikahan untuk keluarga indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.
Kumalasari, F., & Ahyani. N. L. (2012). Hubungan antara dukungan sosial
dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur Volume 1, No 1. Fakultas Psikologi Universitas Muriah Kudus.
Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa bagi penyesuaian dan pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional. P, Sandha. Hartati, S., & Fauziah N. (2012). Hubungan antara self esteem dengan
penyesuaian diri pada siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang. Jurnal Psikologi, Volume 1, Nomor 1. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Radhiani, A. (2008). Penyesuaian diri dan orientasi nilai pada remaja yang
bertempat tinggal di ruko (rumah toko) pekanbaru. Jurnal Psikologi Vol.4 No. 2. Pekanbaru: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Sunarto, H., & Hartono, A. B. (2008). Perkembangan peserta didik. Jakarta:
Rineka Cipta. Thalib, A. (2008). Hukum Keluarga dan perikatan. Pekanbaru:Uir Press. Trimingga, Y. A. D. (2008). Penyesuaian Diri pada pasangan suami istri usia
remaja yang hamil sebelum menikah (abstrak). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Yunarti, D., & Sriningsih. 2012. Penyesuaian diri terhadap konflik perkawinan
pada suami atau istri bekerja (abstrak). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta.