skripsi akun
DESCRIPTION
akun akuntansiTRANSCRIPT
-
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
(Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Studi Program Diploma 3 Perpajakan Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Disusun oleh:
ANIE TRIE HASTUTIE
05.31.0004
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2008
-
ii
HALAMAN PERSETUJUAN KERTAS KARYA
Nama : Anie Trie Hastutie
NIM : 05.31.0004
Fakultas : Ekonomi
Program Studi : D3 Perpajakan
Judul : MEKANISME PEMUNGUTAN PPN
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
(Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA).
Disetujui di Semarang, 11 Juli 2008
Pembimbing
(Drs. Iwan Soekasno)
-
iii
HALAMAN PENGESAHAN KERTAS KARYA
KERTAS KARYA DENGAN JUDUL:
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
(Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA).
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama : Anie Trie Hastutie
NIM : 05.31.0004
Telah diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
pada tanggal 11 Juli 2008 dan dinyatakan telah memenuhi
syarat untuk diterima sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar
Ahli Madya Perpajakan.
Pembimbing Koordinator Penguji
(Drs. Iwan Soekasno) (Agnes Arie MC. SE. Akt)
Dekan Fakultas Ekonomi
(Drs. Sentot Suciarto A, MP, PhD)
-
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KERTAS KARYA
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :Anie Trie Hastutie
NIM :05.31.0004
Fakultas :Ekonomi
Program Sudi :D3 Perpajakan
Menyatakan bahwa Kertas Karya ini adalah hasil karya saya sendiri. Apabila
dikemudian hari ditemukan adanya bukti plagiasi, manipulasi dan atau dalam
bentuk-bentuk kecurangan yang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi
apapun dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Semarang, 11 Juli 2008
(Anie Trie Hastutie)
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti, tak ada
yang jatuh dari langit dengan Cuma-Cuma.
Semua usaha, doa dan kemenangan hari ini bukanlah
kemenangan esok hari, kegagalan hari ini bukanlah
kegagalan esok hari.
Persembahan:
Saya persembahkan hasil karya ini
kepada kedua orang tuaku tercinta
yang tiada henti-hentinya membantu
secara material dan spiritual.
-
vi
ABSTRAKSI
Berdasarkan pasal 1 angka 27 UU No.18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 dan lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002 mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak dilakukan oleh Pemungut PPN, yaitu Bendaharawan Pemerintah.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan kertas karya ini dengan baik dan lancar.
Kertas Karya dengan judul MEKANISME PEMUNGUTAN PPN
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA CV.
-
vii
SIGMA TIGA) merupakan salah satu persyaratan akademis guna memenuhi
sebagian syarat memperoleh gelar Ahli Madya Perpajakan pada Jurusan Program
Studi D3 Perpajakan, Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan kertas karya ini masih jauh dari
sempurna, yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
penulis. Oleh karena itu kami mohon kritik, saran serta masukan yang berifat
membangun dari semua pihak untuk dapat menyempurnakan kertas karya ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Sentot Suciarto A, MP, PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
2. Ibu Eny Trimeyningrum SE, Msi selaku Ketua Jurusan Perpajakan
Program Diploma III Fakultas Ekonomi Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
3. Bapak Drs. Iwan Soekasno selaku dosen pembimbing yang banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan dan
dorongan serta perhatian dalam penyusunan kertas karya ini.
4. Ibu Agnes Arie Mientary Christy SE.Akt. selaku Dosen Wali
Perpajakan Angkatan 2005 Fakultas Ekonomi Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
5. Mbak Fifin selaku staf karyawan Jurusan Perpajakan yang telah
membantu dan banyak memberikan informasi.
-
viii
6. Papa, Mama, Kakakku Indah dan Mita, Adikku Arif yang selalu
memberikan dorongan baik material maupun spiritual dalam
penyusunan Kertas Karya ini.
7. Nira (Kriwil) dan Varionya yang telah menjadi sahabat selama ini
selalu mau direpotin, mau dijadikan tempat curhat dan semoga kita
menjadi teman selamanya.
8. Make (Pipit) terima kasih telah membantu dalam penyusunan Kertas
Karya ini dan selalu mau direpotin, Lia, Rizka yang telah menjadi
sahabat selama ini dan menghibur saat stress dalam mengerjakan
Kertas karya ini.
9. Cebol (Elven), jumbling (Bang Indra), Tukul (Helmi) yang telah
menjadi teman dan semoga kita menjadi teman selamanya.
10. Untuk teman-teman yang telah menjadi inspirasiku dan memberikan
semangat dalam penyusunan Kertas Karya ini.
11. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah
bersedia memberikan bantuannya secara langsung maupun tidak
langsung selama proses penyusunan Kertas Karya ini.
Harapan penulis, semoga kertas karya ini dapat diterima dan berguna dalam
menambah wawasan bagi pembaca serta untuk kelanjutan studi.
Semarang,11 Juli 2008
-
ix
(Anie Trie Hastutie)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .. i
HALAMAN PERSETUJUAN KERTAS KARYA ... ii
HALAMAN PENGESAHAN KERTAS KARYA .... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KERTAS KARYA ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .. v
ABSTRAKSI .. vi
KATA PENGANTAR vii
-
x
DAFTAR ISI .. x
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Perumusan Masalah . 4
1.3 Tujuan Penelitian . 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak .. 7
2.1.1 Pengertian PPN ... 10
2.1.2 Karakteristik PPN ... 11
2.1.3 Objek PPN .. 14
2.1.4 Subjek PPN . 15
2.2 Pemungut PPN 17
2.3 Pembebasan Pemungutan PPN ... 18
2.4 Dasar Hukum ... 19
BAB III : GAMBARAN UMUM
3.1 Sejarah Berdiri CV. SIGMA TIGA .. 21
3.2 Susunan Pengurus Perusahaan .. 22
3.3 Metode Penelitian . 23
3.3.1 Jenis Data . 23
3.3.2 Metode Pengumpulan Data .. 24
3.4 Metode Analisis Data ... 24
-
xi
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN 25
4.2 Sarana Bukti untuk Memungut PPN 26
4.3 Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN . 27
4.4 Penghitungan PPN 29
4.5 Sanksi-sanksi 32
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan .. 37
5.2 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA . 39
LAMPIRAN
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional yang berlandaskan Garis-garis Besar
Haluan Negara, yang telah dan akan dilaksanakan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
dan pancasila tidak hanya mengakibatkan keadaan kehidupan ekonomi
dan sosial menjadi lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, namun juga
menimbulkan dorongan dan tuntutan untuk mengadakan modernisasi di
segala bidang kehidupan masyarakat.
Setiap pembangunan mempunyai titik berat yang berbeda membuat
kesenjangan masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut
disebabkan masih banyaknya hasil-hasil pembangunan yang belum
sepenuhnya dirasakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia terutama
wilayah Indonesia bagian timur. Dengan demikian wilayah Indonesia
bagian timur masih sangat memerlukan tangan-tangan yang bersedia
membangun dan meningkatkan kesejahteraan penduduk menjadi daerah
yang mandiri dan setara dengan daerah lain di Indonesia.
Pada dasarnya jumlah penduduk yang besar dapat menjadi salah
satu modal Pembangunan Nasional, tetapi karena penyebarannya kurang
-
2
merata menyebabkan pembangunan tersebut lebih terkonsentrasi di daerah
yang jumlah penduduknya lebih besar, seperti Pulau Jawa.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut diperlukan
investasi dalam jumlah yang besar, dimana pelaksanaannya harus
berlandaskan kemampuan sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya diletakkan
suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana dari sumber-sumber
di dalam negeri sebagai pencerminan kegotong-royongan nasional dalam
usaha melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber luar negeri,
sehingga bantuan luar negeri merupakan pelengkap yang makin lama
makin kecil peranannya. Tetapi diperlukan pula usaha yang sungguh-
sungguh untuk mengerahkan dana investasi yang bersumber pada
tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, penerimaan devisa yang
berasal dari ekspor, sehingga mampu membiayai sendiri pembangunan
nasional.
Salah satu sumber pendapatan negara berasal dari sektor pajak.
Sebab dengan pajak kemampuan kita dalam membiayai penyelenggaraan
Pembangunan Nasional semakin meningkat, sayangnya kesadaran
membayar pajak pada masyarakat Indonesia saat ini masih sangat kurang.
Sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
dalam rangka mengamankan penerimaan negara, maka orang pribadi
tertentu atau badan tertentu ataupun instansi pemerintah tertentu ditunjuk
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
-
3
Salah satu jenis pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pengenaan obyek pajak selain Pajak Pertambahan Nilai, dikenakan juga
Pajak Penjualan atas barang mewah. Dengan Peraturan Pemerintah
ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif antara 10%
sampai dengan 75% dan Pajak Pertambahan Nilai tarif 0%. Penggunaan
tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si
penjual atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan
mempercepat pemasukan ke kas negara, dilakukan sistem pemungutan dan
penyetoran PPN oleh Pemungut PPN. Oleh karena itu, pemerintah
menentukan badan-badan atau instansi yang harus melakukan pemungutan
dan penyetoran PPN.
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan
Pemerintah, badan atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah,
badan, atau instansi Pemerintah.
-
4
Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka penulis menyusun
kertas karya ini dengan judul MEKANISME PEMUNGUTAN PPN
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA
CV SIGMA TIGA).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti mengemukakan suatu
perumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana pemungutan Pajak Pertambahan Nilai?
2. Bagaimana tata cara pelaporan perpajakannya?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pengusaha Kena Pajak
Rekanan Pemerintah yang dipungut Bendaharawan Pemerintah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
atas Jasa Konsultan yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.
2. Untuk mengetahui cara pelaporan SPT masa dalam pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai oleh Bendaharawan Pemerintah.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi PKP Rekanan Pemerintah.
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi Penulis:
Untuk memperdalam pengetahuan dan memperbanyak wawasan dalam
bidang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai.
-
5
Bagi Pembaca:
1. Memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada pihak-pihak yang
membutuhkan mengenai mekanisme pemungutan yang
pembayarannya melalui Bendaharawan pemerintah.
2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan
khususnya dibidang perpajakan.
Bagi UNIKA Soegijapranata:
Sebagai referensi di bidang perpajakan khususnya perpustakaan Unika
Soegijapranata.
Bagi CV. SIGMA TIGA:
Untuk membantu memahami mekanisme pemungutan PPN yang
pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, penulisan ini dilakukan secara
sistematis dengan pembagian sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara singkat mengenai Latar
Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian dan Sitematika Penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini membicarakan teori-teori yang berhubungan dengan
mekanisme pemungutan pajak yang dilakukan oleh
-
6
Bendaharawan Pemerintah.
BAB III: GAMBARAN UMUM
Bab ini terdiri dari Lokasi Penelitian, Metode Pengumpulan
Data dan Teknik Analisa Data.
BAB IV: PEMBAHASAN
Dalam pembahasan bab ini menguraikan tentang Mekanisme
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah pada CV. SIGMA TIGA.
BAB V: PENUTUP
Bab penutup menguraikan Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka
dan Lampiran.
-
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam
Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan(Sunarto, SE, MM,
2002) adalah sebagai berikut:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara bedasarkan undang-
undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:
1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan;
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kotraprestasi
individual oleh pemerintah;
3. Pajak dipungut oleh negara baik pusat maupun daerah;
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah, bila dari
pemasukannya surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment;
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya:
-
8
1. Pajak Menurut golongan dibagi menjadi 2:
1. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban wajib
Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Pajak menurut sifatnya dibagi menjadi 2:
a) Pajak Subjektif adalah berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b) Pajak Objektif adalah berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Pajak menurut pemungutannya dibagi menjadi 2:
1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea
-
9
Materai.
2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak reklame dan pajak hiburan.
4. Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3:
a. Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada
fiskus;
2. Wajib Pajak bersifat pasif;
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
b. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib
Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Witholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
-
10
2.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai dengan suatu sistemnya Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak
dikenakan oleh karena adanya perbuatan, yaitu penyerahan barang dan
jasa di Daerah Pabean di Indonesia. Dapat dikatakan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan
oleh karena adanya kejadian lalu lintas barang dan jasa di dalam
negeri. Dalam hal ini PPN dan PPnBM semua jenis lalu lintas barang
dan jasa, kecuali jasa ke luar Daerah Pabean akan dikenakan pajak
(walaupun ekspor tarifnya adalah 0%).
Pajak Pertambahan Nilai didalamnya terdapat Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang berasal dari perolehan
Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak, serta
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
maupun impor Barang Kena Pajak. Pajak Keluaran adalah Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak.
Menurut (Sialagan dan Lubis,2002) Dalam rangka
mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara dari pajak pusat
-
11
yang akan digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, diperlukan peran aktif dari seluruh
masyarakat Wajib Pajak, termasuk Bendaharawan Pemerintah di
tingkat Pusat maupun Daerah. Penunjukan Bendaharawan sebagai
wajib pungut pajak-pajak pusat juga ditegaskan kembali dalam
Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2000 mengenai pembayaran atas
beban APBN/APBD. Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan
melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
2.1.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, dapat dirinci sebagai
berikut:
1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung
(Soemarso S. R.,2007)
Pajak Pertambahan Nilai termasuk dalam kategori pajak
pusat. Artinya, pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat dan
-
12
digolongkan ke dalam pajak tidak langsung. Maka pihak yang
bertanggung jawab terhadap administrasi pajak (penanggung jawab
pajak) tidak harus merupakan pihak yang menanggung beban pajak
(penanggung beban pajak) atau pemikul beban pajak.
2. Pajak Objektif (Sukardji,2006)
Yang dimaksud Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak
yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-
tama oleh objek pajak, yaitu adanya taatbestand. Yang dimaksud
taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang
dapat dikenakan pajak yang disebut dengan objek pajak. Sebagai
Pajak Objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar Pajak
Pertambahan Nilai ditentukan oleh objek pajak.
3. Multi Stage tax
Multi stage tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan
Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi
maupun jalur distribusi. Penyerahan barang menjadi objek Pajak
Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (manufactur)
kemudian tingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai
bentuk sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer)
dikenakan Pajak Pertambahan nilai.
-
13
4. Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dibayar ke kas negara
dihitung menggunakan Credit Method.
Metode pengkreditan (Credit Method) merupakan pajak
yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak
yang akan dibayar ke kas negara dinamakan tax credit. Sebagai
konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang maka satiap penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak
bersangkutan wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutan pajak.
5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum
Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, Pajak
Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam negeri.
6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral
Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dibentuk oleh dua
faktor, yaitu:
a. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan baik atas konsumsi
barang maupun jasa.
b. Dalam pemungutannya, Pajak pertambahan Nilai menganut
prinsip tempat tujuan (destination principle).
-
14
Dalam mekanisme pemungutannya, Pajak Pertambahan
Nilai mengenal dua prinsip pemungutan, yaitu:
1) Prinsip tempat asal (origin principle)
2) Prinsip tempat tujuan (destination principle)
7. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda
Kemungkinan pengenaan pajak berganda seperti yang
dialami dalam era Undang-Undang Pajak Penjualan (PPn) 1951
dapat dihindari sebanyak mungkin karena Pajak Pertambahan Nilai
dipungut atas nilai tambah saja.
2.1.3 Objek Pajak Pertanbahan Nilai
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebelum diubah,
objek pajak diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Tahun 1984 tentang
PPN, berbeda dengan ketentuan yang lama, dalam UU Tahun 1984
tentang PPN pasca perubahan objek pajak tidak hanya diatur dalam
pasal 4, tetapi diatur juga dalam pasal 16C dan pasal 16D Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi UU
Nomor 11 Tahun 1994 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mewah disebutkan bahwa Objek
Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan dalam lingkungan perusahaan oleh Pengusaha Kena
Pajak;
-
15
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan yang harus dipungut oleh Bendaharawan adalah
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan, baik yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain;
8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang tidak untuk
diperjual belikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
saat perolehannya dapat dikreditkan.
2.1.4 Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Dari ketentuan yang mengatur tentang objek Pajak
Pertambahan Nilai dalam pasal 4, 16C dan 16D Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dapat diketahui bahwa subjek Pajak
Pertambahan Nilai dapat dikelompokkan menjadi 2:
a. Pengusaha Kena Pajak
Ketentuan yang mengatur Subjek Pajak Pertambahan Nilai
-
16
harus Pengusaha Kena Pajak adalah pasal 4 huruf a, huruf c, dan
huruf f serta pasal 16D jo pasal 1 huruf 1 Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 jo pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 1994, dapat diketahui:
1. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena
Pajak;
2. Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan
PPN adalah Pengusaha Kena Pajak;
3. Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan adalah Pengusaha Kena Pajak;
4. Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN
adalah Pengusaha Kena Pajak.
b. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan
Pengusaha Kena Pajak juga dapat menjadi Subjek Pajak
Pertambahan Nilai dimana telah diatur dalam pasal 4 huruf b, huruf
d, dan huruf e serta pasal 16C Undang-Undang PPN 1984, dapat
diketahui:
a. Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak;
b. Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
-
17
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan
perusahaan.
2.2 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (Sialagan dan Lubis,2002) berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 dan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 548/KMK.04/2000 adalah:
a. Bendaharawan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN);
b. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah;
c. Pertamina, kontrak karya, dan kontrak bagi hasil di bidang minyak, gas
bumi dan pertambangan umum lainnya;
d. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
e. Bank milik negara, Bank milik daerah, dan Bank Indonesia.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
550/KMK.04/2000 dan lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002 (Setiawan
dan Hardi,2006) ditentukan sebagai berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah
yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah yang
pembayarannya melalui KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan
-
18
Negara) dipungut oleh KPPN.
b. Pemungutan tersebut dilakukan saat pembayaran dengan cara
pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada
saat Surat Perintah Membayar (SPM) yang bersangkutan.
c. Ketentuan penghitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan
sama seperti transaksi ke bendaharawan pemerintah.
2.3 Pembebasan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Beberapa barang yang atas impor/penyerahannya diberi fasilitas
pembebasan PPN harus mensyaratkan adanya Surat Keterangan Bebas
(SKB) PPN. Tidak dilakukan pemungutan PPN oleh Bendaharawan atas:
a. Pembayaran yang tidak melebihi Rp 1000.000,00 (satu juta rupiah) dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar dan Bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT. PERTAMINA;
e. Pembayaran atas rekening telepon, pembayaran atas jasa Angkutan
Udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
f. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut
-
19
ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
2.4 Dasar Hukum
Dasar Hukum Tata Cara Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai:
1) Pasal 1 angka 27 Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
yaitu: Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan
Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
2) Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai, yaitu kewajiban pemungut untuk memungut,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena pajak.
3) Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai, menentukan bahwa tata cara pemungutan,
penyetoran dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai diatur oleh Menteri Keuangan.
4) Keputusan Menteri Keuangan 563/KMK.03/2003 tanggal 24
Desember 2003 pada dasarnya mengatur ulang penunjukan
-
20
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pedoman Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
-
21
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Sejarah Berdirinya CV. SIGMA TIGA
Pada kertas karya ini peneliti melakukan penelitian didaerah
Semarang Timur, yaitu di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa
konsultan. Jasa konsultan sendiri dalam pengertian umum dapat diartikan
layanan jasa keahlian professional dalam berbagai bidang yang meliputi
jasa perencanaan konstruksi, jasa penyesuaian konstruksi, dan jasa
pelayanan profesi lainnya, dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang
keluarannya berbentuk peralatan lunak yang disusun secara sistematis
berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa.
Tujuan perusahaan ini didirikan pada tahun 1983 sebagai tempat
untuk berwiraswasta. Dengan melihat letak bangunan yang terletak di
tengah kampung dan tidak begitu jauh dari pusat kota maka pendiri
optimis dengan usaha yang dirintis akan bekembang dan maju.
CV. SIGMA TIGA adalah perusahaan jasa konsultan teknik yang
bergerak di bidang perencanaan dan pengawasan teknik. Ruang lingkup
pelayanan dari perusahaan ini adalah pengukuran dan pemetaan,
penyelidikan, desain dan perencanaan, supervisi, arsitektur, pertanian,
peledakan (blasting), lingkungan hidup, geologi teknik, grouting,
geofisika, hidrogeologi, pertambangan dan terowongan.
-
22
Kerjasama yang telah dilakukan selama ini, meliputi kerjasama
dengan Instansi Pemerintah, Dinas Pekerjaan Umum Kota/Kabupaten,
juga Perguruan Tinggi, baik negeri atau swasta.
3.2 Susunan Pengurus Perusahaan
Dalam sebuah perusahaan terdiri dari beberapa pengurus dan para
pengurus tersebut memiliki beberapa presentase kepemilikan, yaitu:
1. Direktur Utama I sebesar 40%,
2. Direktur Utama II sebesar 40%,
3. Staff Teknik sebesar 20%.
Selain beberapa pengurus juga terdapat tenaga ahli dan pendukung
yang membantu berjalannya perusahaan tersebut, terdiri dari:
a. Tenaga keahlian teknik Sipil
b. Bidang keahlian teknik Penyehatan/Lingkungan
c. Bidang keahlian teknik Arsitektur
d. Bidang keahlian teknik Geologi
e. Bidang keahlian Geologi
f. Bidang keahlian Geofisika
g. Bidang keahlian Teknik pertambangan
h. Bidang keahlian Sistem informasi dan GIS
i. Bidang keahlian Ekonomi
j. Bidang keahlian Komputer
-
23
Tenaga ahli tersebut dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultan,
harus memenuhi beberapa syarat:
a. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.
b. Lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang
telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang atau yang lulus ujian
negara, atau perguruan tinggi luar negeri yang ijasahnya telah disahkan
atau diakui oleh instansi pemerintah yang berwenang dibidang
pendidikan tinggi.
c. Mempunyai pengalaman dibidangnya.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Jenis Data
Dalam kertas karya ini, penulis menggunakan data sekunder, dimana
penulis memperoleh data dari pihak kedua atau dari buku yang terkait
dengan masalah yang akan dibahas dalam kertas karya ini.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara / interview
Dimaksudkan untuk memperileh data primer, penulis melakukan
wawancara dengan Wajib Pajak mengenai usaha jasa konsultan dan
keterkaitannya dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah.
2. Dokumentasi
Dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder. Melalui data sekunder
-
24
ini penulis dapat mengetahui informasi-informasi yang dapat dijadikan
sebagai landasan dalam penyusunan kertas karya, antara lain syarat
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa konsultan dan
mekanisme penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai terkait dengan penyerahan jasa konsultan.
3.4 Metode Analisis Data
Dalam penyusunan kertas karya ini, penulis menggunakan metode analisis
data deskriptif kualitatif, dimana penulis mengumpulkan, mengolah dan
menganalisis data untuk menjelaskan keterkaitan antara pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai dengan penyerahan jasa konsultan yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah.
-
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan
Dan Kas Negara
Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat
yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik
Propinsi, Kabupaten, atau Kota (Ilyas dan Suhartono,2007).
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.563/KMK.03/2003
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang pada saat melakukan
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang
oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dipungut oleh Kantor
-
26
Perbendaharaan dan Kas Negara yang dimaksud.
4.2 Sarana Bukti Untuk Memungut PPN
Sarana yang dijadikan sebagai bukti untuk memungut PPN tersebut
bernama Faktur Pajak (Ilyas dan Suhartono,2007). Faktur Pajak adalah
bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena
Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 23 UU
No.18 Tahun 2000 Tentang PPN dan PPnBM). Berdasarkan atas Pasal 15
PP 143 Tahun 2000 faktur pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu:
A. Faktur Pajak Standar
B. Faktur Pajak Sederhana
C. Faktur Pajak Gabungan
Dari ketiga jenis faktur pajak diatas, hanya Faktur Pajak Standar
dan dokumen tertentu yang dapat digunakan sebagai bukti pengkreditan
Pajak Masukan. Faktur Pajak Standar pada umumnya dibuat pada saat
penyerahan kepada pembeli yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak tersebut berkepentingan mengkreditkan Pajak Masukan. Dalam
Faktur Pajak Standar yang memuat keterangan dan pengisiannya harus
sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5), yaitu:
1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
-
27
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan
potongan harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;
7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak, (penjelasan pasal 13 ayat (5) UU No.18 Tahun 2000 tentang
PPN).
Bentuk, isi, dan tata cara pengisian Faktur Pajak Standar telah
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-159/PJ/2006 dan
harus dibuat paling lambat:
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran
diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi
sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
4.3 Mekanisme Pemungutan Oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai dengan pasal 16A ayat (1) UU No.18 Tahun 2000 tentang
-
28
PPN (Sukardji, 2006) yang mengatur tentang pajak yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada Pemungut PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut
PPN serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh
Pemungut PPN, diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Sebagai peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang mekanisme
pemungutan PPN atau dan PPnBM yang diatur sesuai pasal 16A ayat (1)
UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM dalam hal Pengusaha
Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena
Pajak (JKP) kepada Pemungut PPN, maka Pemungut PPN mempunyai
kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungut.
Mekanisme pemungutan sesuai pasal 16A ayat (2) UU No.18 Tahun 2000
diatur bahwa:
1. Pajak terutang dikenakan pada saat pembayaran (bukan pada saat
penyerahan ).
2. Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan
Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPKN) sudah
termasuk PPN dan PPnBM atau bahkan hanya PPN saja.
3. Pada saat Pengusaha Kena pajak Rekanan ( PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN) memasukkan tagihan, wajib:
a. Membayar faktur pajak yang telah diisi secara lengkap; dan
-
29
b. Mengisi SSP hanya pada kolom identitas dan jumlah pajak terutang
saja.
4. Penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN dilaporkan dalam
SPT masa PPN pada bulan diterimanya pembayaran.
5. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari
BKP yang tergolong mewah.
6. Pembayaran yang tidak melebihi Rp 1000.000,00 (termasuk PPN dan
PPnBM) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, pajak yang
terutang tidak perlu dipungut oleh Pemungut PPN.
7. Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan PPnBM atas
penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP.
8. Dalam hal pembayaran dilakukan menggunakan mata uang asing,
penghitungan PPN dan/atau PPnBM yang terutang dikonversi ke
dalam mata uang rupiah meggunakan nilai kurs berdasarkan KMK
yang berlaku pada saat pembayaran dilakukan (pasal 11 ayat (2) PP
No.143 Tahun 2000).
4.4 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan Pasal 1 angka 27 UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN
dan PPnBM, dengan direalisasikan Keputusan Presiden Nomor 180 Tahun
2000 dan mencabut Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988, serta
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ.2002, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000, Keputusan Menteri
-
30
Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 550/KMK.04/2000 dimana seluruh Keputusan Menteri Keuangan
dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut diganti dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003,
yang menunjuk Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan
dan Kas negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Pemungutan
PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pemungut PPN dengan ketentuan:
Tarif pemungutan PPN untuk jasa konsultan tersebut sebesar:
Adapun Tarif Inklusif (sudah termasuk PPN) pada jasa konsultan sebesar:
Dari keterangan yang penulis terima, penghitungan PPN atas
penyerahan jasa konsultan yang dipungut oleh Bendaharawan pemerintah,
secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut:
Perhitungan
CV. SIGMA TIGA pada bulan September 2007 menerima dua kali
pembayaran atas penyerahan jasa konsultan kepada Kanpedal dalam
mengerjakan kajian kelayakan kegiatan pertambangan bahan galian
golongan C di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali dengan jumlah
harga Jasa Kena Pajak dalam kontrak sebesar Rp 42.997.818,27. Besarnya
PPN yang harus dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Kantor Pengendali
Dampak Lingkungan Boyolali adalah sebagai Berikut:
Tarif pemungutan = 10% x Dasar Pemungutan (DPP)
Tarif Inklusif = 10/110 x Jumlah Bruto
-
31
a. Penerimaan pembayaran pertama yang diterima CV. SIGMA TIGA
yaitu sebesar Rp 13.513.600,- (sudah termasuk PPN) dan jumlah PPN
yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran pada
tanggal 5 September 2007 dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah pembayaran: Rp 13.513.600,00
Jumlah PPN: 10/110 x Rp 13.513.600,00 = Rp 1.228.509,091
dibulatkan menjadi Rp 1.228.509,01
Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan (CV. SIGMA TIGA)
Rp 13.513.600,00 - Rp 1.228.509,01 = Rp 12.285.090,99
b. Penerimaan pembayaran kedua yang diterima CV. SIGMA TIGA yaitu
sebesar Rp 33.784.000,- (sudah termasuk PPN) dan jumlah PPN yang
dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran pada tanggal 8
September 2007 dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah pembayaran: Rp 33.784.000,00
Jumlah PPN: 10/110 x Rp 33.784.000,00 = Rp 3.071.272,727
dibulatkan menjadi Rp 3.071.272,73
Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan (CV. SIGMA TIGA)
Rp 33.784.000,00 - Rp 3.071.272,73 = Rp 30.712.727,27
Perhitungan PPN
Jadi perhitungan PPN dapat dirumuskan sebagai berikut:
PPN = 10% x Rp 42.997.818,26
= Rp 4.299.781,826 dibulatkan menjadi Rp 4.299.781,83
-
32
4.5 Sanksi Sanksi
Dalam pasal 10 Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan bahwa
atas pembayaran yang dilakukan oleh Badan-badan tertentu kepada PKP
Rekanan sehubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan
sampai dengan tanggal 31 Desember 2003, yang Faktur Pajaknya dibuat
sebelum 31 Januari 2004, PPN dan PPnBM atau PPN yang terutang wajib
dipungut oleh Badan-badan tertentu dan disetorkan ke kas negara paling
lambat tanggal 31 Januari 2004. jika ketentuan ini tidak dilaksanakan,
maka PKP Rekanan atau Badan-badan tertentu yang terkait akan
dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perpajakan dapat
berupa:
A. Bunga 2% per Bulan, dikenakan karena:
1. kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan sendiri dalam
jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya tahun pajak dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan
{Pasal 8 ayat (2) UU KUP};
2. kekurangan pembayaran pajak akibat perpanjangan SPT {Pasal19
ayat (3) UU KUP};
3. kekurangan pembayaran pajak akibat pemeriksaan pajak yang
menimbulkan pajak terutang lebih tinggi {Pasal 13 ayat (2) UU
KUP};
4. kekurangan pembayaran pajak akibat Wajib Pajak membayar lewat
-
33
jatuh tempo pembayaran atas pajak yang terutang menurut
SKPKB, SKPKBT, tambahan jumlah pajak yang harus dibayar
berdasarkan SKP Pembetulan, SK Keberatan, atau Putusan
Banding {Pasal 19 ayat (1) UU KUP};
5. Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran
Pasal 19 ayat (2) UU KUP, Kep-DJP No.325/PJ./2001.
B. Kenaikan 50% dikenakan dalam hal berikut:
1. WP badan atau WP orang pribadi yang tidak menyampaikan SPT
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU
KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran {Pasal 13
ayat (3) UU KUP}.
2. WP badan atau WP orang pribadi yang tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tentang pembukuan dan
Pasal 29 tentang kewajiban saat dilakukan pemeriksaan {Pasal 13
ayat (3) UU KUP}.
C. Kenaikan 100% dikenakan dalam hal berikut:
1. untuk PPh pemotongan dan pemungutan serta PPN yang tidak
menyampaikan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran {Pasal 13 ayat (3) UU KUP};
-
34
2. untuk PPh pemotongan dan pemungutan serta PPN yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
tentang pembukuan dan Pasal 29 tentang kewajiban saat dilakukan
pemeriksaan {Pasal 13 ayat (3) UU KUP};
3. berdasarkan hasil pemerikasaan dikeluarkan SKPKB atas
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak {Pasal
17C (5) UU KUP};
4. berdasarkan hasil pemeriksaan PPN atau PPnBM, ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan kelebihan pajaknya atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0% dikenakan sanksi sebesar 100%
{Pasal 13 ayat (3) UU KUP};
5. Wajib Pajak mengungkapkan ketidakberatan SPT dengan kemauan
sendiri dan melebihi batas waktu dua tahun serta belum dilakukan
pemeriksaan {Pasal 8 ayat (4) dan (5) UU KUP}.
D. Kenaikan 200% dikenakan dalam:
1. Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT
Tahunan atau menyampaikan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, diancam pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan
denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang yang
tidak atau kurang bayar (Pasal 38 UU KUP).
-
35
E. Denda dikenakan dalam hal berikut:
1. Jika WP tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT
Masa dikenakan denda sebesar Rp 500.000,00 setiap SPT Masa.
2. Jika WP tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT
Tahunan, dikenakan denda sebesar Rp 1000.000,00 setiap SPT
tahunan.
3. Dikenakan denda sebesar 2% dari pengenaan pajak jika:
a. Pengusaha tidak melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak, di mana peredaran usahanya
sudah melampui batas Rp 1.800.000.000,00;
b. Bukan pengusaha kena pajak membuat faktur pajak;
c. Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur
pajak;
d. PKP membuat faktur pajak, tetapi tidak lengkap;
e. PKP membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
4. Dikenakan denda dua kali jumlah pajak yang kurang bayar dalam
hal Wajib Pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan sebelum
dilakukan tindakan penyidikan mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
-
36
F. Pidana diterapkan dalam:
1. Apabila Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT
Tahunan atau menyampaikan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling
lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
-
37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sarana
yang dijadikan sebagai bukti untuk memungut PPN adalah faktur pajak.
Adapun faktur pajak yang sering digunakan sebagai bukti pengkreditan
pajak masukan adalah Faktur Pajak Standar. Dalam mekanisme
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan ketentuan:
- pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka pajak akan
disetorkan ke Negara;
- sebaliknya, pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka pajak
akan direstitusi.
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan
penyetoran PPN dan atau PPnBM diwajibkan melaporkan PPN dan atau
PPnBM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah tersebut terdaftar dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat
14 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran atas tagihan,
-
38
yang masing-masing diperuntukkan:
- Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
- Lembar ke-2, untuk KPKN.
- Lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil keseluruhan pembahasan dalam Kertas Karya
ini, maka penulis berusaha memberikan sumbangan pikiran yang berkaitan
dengan Kertas Karya sebagai berikut:
a. Pengusaha yang dikenakan PPN, sebaiknya memiliki kesadaran
melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
b. Setiap Bendaharawan Pemerintah harus dapat menerapkan peraturan
perpajakan secara benar termasuk melakukan pengecekan faktur pajak
yang diterima dari Rekanan telah sesuai dengan ketentuan sehingga
tidak menimbulkan sanksi di masa mendatang.
c. KPP harus lebih sering memberikan penyuluhan tentang pentingnya
membayar pajak bukan hanya bagi Wajib Pajak saja, tetapi juga
Pemungut PPN agar tertib dalam menyapaikan laporan agar
Bendaharawan Pemerintah terhindar dari sanksi.
-
39
DAFTAR PUSATAKA
Setiawan, Agus dan Hardi, Pepajakan Bendaharawan Pemerintah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2006.
Sialagan, Benny P. dan Lubis, Irwansyah, Pedoman Perpajakan Bagi
Bendaharawan Pemerintah Pusat Dan Daerah Serta Rekanan Pemerintah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2002.
Soemarso S.R,. Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Jakarta: Salemba
Empat,2007. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,2006. Sunarto, Perpajakan, Yogyakarta: BPFE Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa,
2002. Illyas Wirawan B. dan Suhartono, Panduan Komprehensif Dan Praktis Pajak,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007.
logo: