skep 120 vi 2002 master plan

Upload: joko-trikangko

Post on 10-Oct-2015

63 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Petunjuk pembuatan rencana induk bandara

TRANSCRIPT

  • 1

    DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    Nomor: SKEP/120/VI/2002

    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

    Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri

    Perhubungan Nomor KM. 77 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum telah diatur ketentuan tentang Rencana Induk Bandar Udara;

    b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara ;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481) ;

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075) ;

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146) ;

    4. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen ;

  • 2

    5. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen ;

    6. Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor : T. 11/2/4-U tanggal 30 Nopember 1960 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (CASR) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nornor KM. 22 Tahun 2002 ;

    7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 1998 tentang Pcnyelenggaraan Bandar Udara Umum ;

    8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 45 Tahun 2001.

    MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN

    UDARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UIDARA.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk

    mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan / atau bongkar muat kargo dan / atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi;

    2. Tatanan Kebandarudaraan adalah suatu sistem kebandarudaraan

    Nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya;

  • 3

    3. Rencana Induk Bandar Udara untuk selanjutnya disebut Rencana Induk

    adalah pedoman pembangunan dan pengembangan bandar udara yang mencakup seluruh kebutuhan dan penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan kegiatan penunjang penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya;

    4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian

    mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan;

    5. Menteri adalah Menteri Perhubungan; 6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara; 7. Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Pelaksana Teknis Satuan Kerja

    Bandar Udara atau Badan Usaha Kebandarudaraan

    BAB II

    LINGKUP KEGIATAN

    Pasal 2 Lingkup kegiatan dalam pembuatan Rencana Induk meliputi: a. Inventarisasi data dan survei lapangan; b. Analisis data; c. Penyusunan Rancangan Keputusan Menteri tentang Rencana Induk Bandar

    Udara.

    Pasal 3 (I) Untuk melaksanakan kegiatan dalarn Pembuatan Rencana Induk Bandar

    Udara diperlukan tenaga ahli dan peralatan. (2) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi tenaga ahli yang

    rnenguasai bidang ilmu:

    a. Perencanaan Bandar Udara; b. Ekonomi Transportasi; c. Teknik Planologi; d. Teknik Sipil; e. Teknik Arsitektur;

  • 4

    f. Perencanaan Prosedur/Operasi Penerbangan; g. Teknik Geodesi; h. Teknik Geologi/Mekanika Tanah; i. Meteorologi/Klimatologi; j. Teknik Listrik / Elektronika / Mekanikal; k. Teknik Lingkungan; l. Hukum Penerbangan.

    (3) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain

    a. Alat ukur sudut (theodolite); b. Alat ukur jarak elektronik (Electronic Distance Measurement); c. Pita ukur; d. Prisma Rocloff; e. Alat ukur beda tinggi (waterpass); f. Alat Ukur GPS (Global Positioning System) g. Peralatan boring; h. Peralatan sondir; i. Peralatan laboratorium mekanika tanah.

    BAB III

    SISTIM DAN PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN

    Pasal 4

    (1) Rencana Induk dibuat berdasarkan prakiraan kebutuhan jasa angkutan

    udara dan pengembangan bandar udara di masa datang yang memuat skala prioritas pengembangan dan tahapan pembangunan.

    (2) Rencana Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain

    berfungsi sebagai:

    a. Pedoman pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara;

    b. Pedoman pembuatan tata guna lahan dan tata letak fasilitas bandar udara;

    c. Pedoman dalam penyusunan kajian untuk mengantisipasi dampak lingkungan hidup;

    d. Pedoman dalam penyusunan rancangan awal dan rancangan teknik terinci fasilitas bandar udara;

    e. Pedoman bagi pemerintah daerah setempat, instansi terkait maupun masyarakat dalam pengembangan wilayah di sekitar bandar udara.

  • 5

    Pasal 5 Pembuatan rencana induk harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : a. Tatanan kebandarudaraan nasional; b. Keamanan dan keselamatan penerbangan yang meliputi antara lain

    terkait dengan hal - hal sebagai berikut:

    1) Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) antara lain perbukitan, bangunan;

    2) Prosedur pendaratan dan lepas landas, rute penerbangan dan pelayanan lalu lintas udara;

    3) Jarak dengan bandar udara lain; 4) Persyaratan Meteorologi; 5) Gangguan elektromagnetik.

    c. Prakiraan Permintaan jasa angkutan udara; d. Pedoman dan standar/kriteria perencanaan yang berlaku antara lain:

    1) Standar / kriteria yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan/atau;

    2) Rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bila tidak diatur dalam standar / kriteria pada butir 1) di atas;

    3) Kajian teknis yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. e. pengelolaan lingkungan hidup f. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota; g. Faktor teknis lain antara lain:

    1) Kondisi topografi; 2) Kondisi dan ketersediaan lahan; 3) Potensi genangan air; 4) Kendala Pelaksanaan konstruksi; 5) Jalan masuk; 6) Ketersediaan utilitas.

    Pasal 6

    (1) Inventarisasi Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi

    a. Kebijakan / strategi pengembangan wilayah dalam lingkup Nasional;

    b. Data Topografi, Fisiografi, dan Meteorologi; c. Data potensi ekonomi daerah; d. Data finansial dan pendapatan bandar udara; e. Data fisik bandar udara yang ada saat ini (eksisting); f. Data lalu lintas angkutan udara;

  • 6

    g. Data tatanan ruang udara dan fasilitas penerbangan. (2) Kegiatan survai Lapangan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 2,

    meliputi

    a. Survai dan pemetaan topografi; b. Penyelidikan tanah; c. Permintaan jasa angkutan udara; d. Identifikasi dampak lingkungan hidup.

    Pasal 7

    (1) Kebijakan / strategi pengembangan wilayah dalam lingkup Nasional

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, antara lain harus mempertimbangkan:

    a. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dan/atau Tatanan

    Kebandarudaraan Nasional; b. Rencana Tata Guna Lahan dan prasarana fisik (Rencana Umum

    Tata Ruang Wilayah/Rencana Umum Tata Ruang Kota / Kabupaten);

    c. Kebijakan - kebijakan lain yang ada di daerah tersebut. (2) Data Topografi, Fisiografi, dan Meteorologi sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, antara lain meliputi:

    a. Peta topografi lokasi bandar udara dan daerah di sekitarnya (skala minimal 1: 50.000);

    b. Peta Tata Guna Lahan di lokasi bandar udara dan daerah di sekitarnya;

    c. Peta tematik ( kehutanan, pertanian, dsb); d. Data status dan harga tanah untuk berbagai peruntukan di

    kawasan lokasi bandar udara dan sekitarnya; e. Data penyelidikan tanah; f. Data Meteorologi (iklim, arah dan kecepatan angin minimal 5

    tahun terakhir, kelembaban udara, temperatur, curah hujan, lama penyinaran matahari).

    (3) Data potensi ekonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

    ayat (1) huruf c, meliputi:

    a. PDB (Produk Domestik Bruto/PDRB (Produk Domestik Regional Bruto);

    b. Kependudukan; c. Perdagangan; d. Pariwisata; e. Perindustrian; f. Sumber Daya Alam; g. Kondisi sosial-ekonomi lingkungan masyarakat;

  • 7

    h. Potensi ekonomi berbagai sektor / sub sektor yang terkait dengan pertumbuhan lalu lintas angkutan udara.

    (4) Data finansial bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

    (1) huruf d, meliputi:

    a. Biaya Operasional bandar udara, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pengoperasian dan pengelolaan bandar udara, dimana biaya tersebut tidak diperlukan lagi bila bandar udara tidak beroperasi, antara lain:

    1) Perawatan dan pemeliharaan; 2) Transportasi; 3) Pengeluaran untuk pegawai; 4) Pengadaan Material; 5) Administrasi.

    b. Biaya Non Operasional Bandar Udara, yaitu biaya yang harus tetap

    dikeluarkan walaupun bandar udara sudah tidak beroperasi lagi, antara lain:

    1) Fee (Biaya Layanan Keahlian); 2) Depresiasi Asset (Biaya penyusutan asset); 3) Amortisasi, yaitu pembayaran kepada debitur (penjual asset)

    secara berkala terhadap asset atau barang yang diserahkan/dijual oleh debitur.

    c. Pendapatan Operasional Bandar Udara, yaitu pendapatan yang secara

    langsung terkait dengan pengelolaan dan pengoperasian bandar udara, antara lain bersumber dari:

    1) Penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas untuk

    kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir dan penyimpanan pesawat udara;

    2) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos;

    3) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air dan instalasi limbah buangan;

    4) Penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara;

    5) Usaha Pelayanan jasa yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan, antara lain meliputi :

    a). penyediaan hanggar pesawat; b). perbengkelan pesawat udara; c). pergudangan; d). jasa boga pesawat udara;

  • 8

    e). jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat; f). jasa pelayanan penumpang dan bagasi; g). jasa penanganan kargo; h). jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang

    kegiatan penerbangan.

    6) Usaha Pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara, antara lain meliputi:

    a). jasa penyediaan penginapan/hotel dan transit hotel; b). jasa penyediaan toko dan restoran; c). jasa penempatan kendaraan bermotor; d). jasa perawatan pada umumnya; e). jasa lainnya yang secara langsung atau tidak langsung

    menunjang kegiatan bandar udara. d. Pendapatan Non Operasional Bandar Udara, yaitu pendapatan yang

    tidak langsung terkait dengan pengelolaan dan pengoperasian bandar udara serta akan tetap berlanjut walaupun bandar udara tidak beroperasi lagi, antara lain bersumber dari :

    1) Penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan; 2) Bunga bank.

    (5) Data fisik bandar udara yang ada saat ini (eksisting) sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d, antara lain meliputi

    a. Peta situasi bandar udara; b. Peta batas dan status kepemilikan lahan bandar udara; c. Data fasilitas sisi udara; d. Data fasilitas sisi darat; e. Data fasilitas navigasi penerbangan; f. Data fasilitas alat bantu pendaratan visual; g. Data fasilitas komunikasi penerbangan; h. Data fasilitas pengamatan penerbangan; 1. Data peralatan penunjang operasi bandar udara;

    j. Data fasilitas penunjang bandar udara; k. Data fasilitas meteorologi.

    (6) Data lalu lintas angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

    ayat (1) huruf e, meliputi:

    a. Jumlah pergerakan pesawat; b. Jumlah pergerakan penumpang; c. Volume pergerakan kargo dan pos; d. Rute /jaringan dan status penerbangan; e. Tipe /jenis pesawat yang beroperasi.

  • 9

    (7) Data tatanan ruang udara dan fasilitas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f, meliputi:

    a. Standar prosedur pendaratan dan lepas landas; b. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi

    Penerbangan); c. Standar pelayanan lalu lintas udara (air traffic services); d. Standar dan kriteria tata letak fasilitas penerbangan.

    Pasal 8

    (1) Survai dan pemetaan topografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

    ayat (2) huruf a, antara lain meliputi kegiatan:

    a. Pemasangan Bench Mark (B M); b. Pengukuran Koordinat; c. Pengamatan Azimuth; d. Pengukuran Elevasi; e. Pengukuran Situasi dan Obstacle; f. Pengolahan data survai dan pemetaan; g. Pembuatan Peta Situasi.

    (2) Penyelidikan tanah sebagairnana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf

    b, antara lain meliputi kegiatan:

    a. Pekerjaan lapangan, antara lain :

    1) Boring, yaitu pengambilan sample tanah untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanis tanah dan biasanya dilakukan di lokasi Tes Pit.

    2) Sondir, yaitu penelitian tanah untuk mengetahui derajat kekerasan / kelembekan struktur tanah.

    3) Tes Pit, yaitu penelitian tanah dengan penggalian lubang untuk mengetahui susunan / lapisan dan struktur perkerasan secara visual.

    4) Pengambilan sample adalah pengambilan contoh tanah untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah, yang selanjutnya digunakan dalam perencanaan dan perancangan fasilitas bandar udara. Pengambilan sample juga dilakukan pada daerah sumber material (Quarry).

    b. Pekerjaan Uji Laboratorium, antara lain:

    1) Atterberg limits adalah pekerjaan untuk menjelaskan sifat

    konsistensi tanah per butir halus pada kadar air yang bervariasi dengan menentukan batas susut, batas plastis dan batas cair pada tanah;

  • 10

    2) Specific grafity and Water Content adalah pekerjaan penelitian untuk membandingkan berat air dan berat butiran padat pada suatu volume tanah;

    3) CBR Test adalah pekerjaan untuk menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah serta campuran tanah agregate yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu;

    4) Consolidation Test adalah pekerjaan untuk menentukan kekuatan geser. tanah pada keadaan tertentu akibat adanya penambahan beban di atas suatu permukaan tanah, yang menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami penurunan konsolidasi;

    5) Permeability Test adalah pekerjaan untuk mendapatkan koefisien rembesan tanah, yang diperlukan untuk memperkirakan gaya angkat suatu beban yang ada di bawah permukaan air tanah;

    6) Grain Size Analysis adalah pekerjaan analisis besaran butir tanah yang diperlukan sebagai masukan dalam mempertimbangkan penggunaan material konstruksi;

    7) Compaction Test adalah pekerjaan untuk mendapatkan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum pada tanah dalam upaya meningkatkan daya dukung gaya beban di atasnya;

    8) Soil Description adalah uraian jenis tanah, yang diperlukan untuk perancangan fasilitas bandar udara dan penentuan material konstruksinya.

    (3) Survai permintaan jasa angkutan udara sebagaimana dimaksud dalarn

    Pasal 6 ayat (2) hurufc, antara lain meliputi:

    a. Survai pasar, yaitu survai strategi / perencanaan badan-badan dan perusahaan yang terkait dengan angkutan udara, seperti perusahaan penerbangan, industri pesawat;

    b. Survai karakteristik (asal dan tujuan perjalanan, dsb) pengguna jasa angkutan udara.

    (4) Mengidentifikasi dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d, antara lain terhadap:

    a. Kebisingan; b. Pencemaran udara dan air akibat pengoperasian bandar udara dan

    pesawat udara; c. Dampak terhadap flora dan fauna; d. Dampak terhadap sosial, ekonomi dan budaya; e. Kesehatan masyarakat; f. Pengendalian limbah padat dan cair.

  • 11

    Pasal 9 Berdasarkan inventarisasi data dan survai lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8, dilakukan analisis terhadap: a. Pergerakan dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara; b. Analisis lokasi (site); c. Analisis ruang udara dan pelayanan lalu lintas udara; d. Analisis kapasitas dan kebutuhan fasilitas bandar udara; e. Analisis tata letak dan tata guna lahan; f. Analisis ekonomi; g. Analisis finansial.

    Pasal 10 (1) Analisis pergerakan dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Pergerakan penumpang tahunan dan jam sibuk; b. Pergerakan kargo dan pos tahunan dan jam sibuk; c. Pergerakan pesawat tahunan dan jam sibuk; d. Jaringan / rute penerbangan masa mendatang; e. Pengoperasian jenis / tipe pesawat masa mendatang; f. Pergerakan / jumlah pekerja, pengunjung serta pengantar dan

    penjemput. (2) Analisis lokasi (site) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,

    sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Pengembangan pada areal di sekitar bandar udara; b. Kondisi atmospherik, seperti kabut, asap, cuaca, angin turbulen,

    dsb yang dapat berakibat pada pengurangan visibility dan kapasitas bandar udara;

    c. Aksesibilitas dengan moda angkutan lain, seperti jalan raya, stasiun kereta api, pelabuhan, penyeberangan, dan lain sebagainya;

    d. Ketersediaan lahan bagi pengembangan di masa yang akan datang; e. Faktor topografi yang akan berakibat pada konstruksi biaya tinggi,

    seperti timbunan / galian, drainase, tanah jelek, dan lain sebagainya;

    f. Indentifikasi dampak lingkungan yang akan terjadi. (3) Analisis ruang udara dan pelayanan lalu lintas udara sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 9 hunif c, sekurangkurangnya meliputi:

    a. Standar prosedur pendaratan dan lepas landas; b. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi

    Penerbangan); c. Pelayanan lalu lintas udara (air traffic services); d. Peralatan navigasi yang akan digunakan.

  • 12

    (4) Analisis kapasitas dan kebutuhan fasilitas bandar udara sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 9 hunif d, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas sisi udara; b. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas sisi darat; c. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas navigasi penerbangan; d. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas alat bantu pendaratan; e. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas komunikasi penerbangan; f. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas penunjang operasi bandar udara; g. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas pengamatan penerbangan; h. Kapasitas dan kebutuhan fasilitas penunjang bandar udara; i. Kapasitas dan kebutuhan jalan masuk.

    (5) Analisis tata letak dan tata guna lahan sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 9 huruf e, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Konfigurasi bandar udara; b. Tata letak fasilitas bandar udara; c. Penggunaan lahan bandar udara; d. Rencana dan tahapan pembangunan bandar udara.

    (6) Analisis ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f,

    sekurang-kurangnya antara lain:

    a. Analisis pembandingan kondisi bandar udara dikembangkan dan bandar udara tidak dikembangkan;

    b. Analisis manfaat yang akan diperoleh apabila bandar udara dikembangkan;

    c. Analisis biaya dan manfaat yang hilang apabila bandar udara tidak dikembangkan.

    (7) Analisis finansial sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 9 huruf g,

    sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai keuntungan bersih saat sekarang, yang perhitungannya berdasarkan pada manfaat yang diperoleh untuk proyek pembangunan bandar udara pada suatu kurun waktu tertentu dengan mempertimbangkan besaran tingkat bunga bank komersial.

    b. Internal Rate of Return (IRR)

    Internal Rate of Return adalah tingkat bunga pengembalian suatu proyek pembangunan bandar udara, yang perhitungannya berdasarkan pada besaran NPV sama dengan nol. Proyek pembangunan bandar udara dinyatakan lebih menguntungkan, apabila IRR lebih besar dari tingkat bunga bank kornersial.

  • 13

    Sebaliknya, proyek tersebut dinyatakan kurang menguntungkan, apabila IRR lebih rendah dari tingkat bunga bank komersial.

    c. Profitability Index (P1) atau Benefit Cost Ratio (B CR)

    Profitability Index (P1) atau Benefit Cost Ratio (BCR) adalah suatu besaran yang membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam suatu kurun waktu penyelenggaraan proyek pembangunan bandar udara. Satu proyek pembangunan bandar udara dinyatakan menguntungkan, apabila besaran P1 atau BCR lebih besar dari satu. Sebaliknya, proyek tersebut dinyatakan tidak layak, apabila besaran P1 atau BCR lebih kecil dari satu.

    d. Payback Period

    Payback Period adalah kurun waktu dalam tahun yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah dikeluarkan dalam suatu proyek pembangunan bandar udara. Metode Payback Period tidak memperhatikan nilai waktu aliran uang ( time value of money cash flow ) serta mengabaikan aliran pengeluaran dana setelah kurun waktu perhitungan payback period, namun metode ini mudah dipahami dan menerapkannya.

    Pasal 11

    Analisis data sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 9, bertujuan untuk mendapatkan: a. Prakiraan permintaan / kebutuhan jasa angkutan udara; b. Prakiraan kebutuhan fasilitas bandar udara yang berpedoman pada

    standar / kriteria perencanaan yang berlaku; c. Rencana tata guna lahan dan tata letak fasilitas bandar udara; d. Rencana struktur ruang udara dan pelayanan lalu lintas udara; e. Rencana kebutuhan biaya dan pentahapan waktu pelaksanaan

    pembangunan yang disesuaikan dengan kemampuan pendanaan.

    Pasal 12 (1) Prakiraan permintaan / kebutuhan jasa angkutan udara sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Pergerakan penumpang tahunan dan jam sibuk; b. Pergerakan kargo dan pos tahunan dan jam sibuk; c. Pergerakan pesawat udara (schedulle dan non schedulle) tahunan

    dan jam sibuk; d. Jaringan / rute penerbangan masa mendatang; c. Pengoperasian jenis / tipe pesawat udara masa mendatang; f. Pergerakan / jumlah pekerja, pengunjung serta pengantar dan

    penjemput.

  • 14

    (2) Prakiraan kebutuhan fasilitas bandar udara sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 11 huruf b, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Kebutuhan fasilitas sisi udara; b. Kebutuhan fasilitas sisi darat; c. Kebutuhan fasilitas navigasi penerbangan; d. Kebutuhan fasilitas alat bantu pendaratan; e. Kebutuhan fasilitas komunikasi penerbangan; f. Kebutuhan fasilitas penunjang operasi bandar udara; g. Kebutuhan fasilitas pengamatan penerbangan; h. Kebutuhan fasilitas penunjang bandar udara; i. Kebutuhan jalan masuk.

    (3) Rencana tata guna lahan dan tata letak fasilitas bandar udara

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Prakiraan kebutuhan lahan pembangunan; b. Peta kepemilikan lahan dan rencana pembebasan lahan; c. Rencana tata guna lahan hingga desain ultimate; d. Rencana tata letak fasilitas bandar udara; c. Rencana pengembangan fasilitas bandar udara tiap-tiap tahapan

    pembangunan hingga tahap akhir (ultimate phase). (4) Rencana struktur ruang udara dan pelayanan lalu lintas udara

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, sekurangkurangnya meliputi:

    a. Standar prosedur pendaratan dan lepas landas; b. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi

    Penerbangan); c. Pelayanan lalu lintas udara (air traffic services).

    (5) Rencana kebutuhan biaya dan pentahapan waktu pelaksanaan

    pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e, sekurang-kurangnya meliputi:

    a. Rincian rencana kebutuhan biaya pembangunan sesuai dengan

    tahapan kebutuhan pengembangan fasilitas bandar udara yang optimal, berdasarkan standar satuan harga terakhir yang ditetapkan oleh pernerintah daerah setempat dan atau satuan harga pasar yang berlaku setelah memperhatikan hasil analisis ekonomi dan finansial serta kemampuan pendanaan;

    b. Pentahapan waktu pelaksanaan pembangunan sebagai pedoman

    pembangunan dan pengembangan bandar udara yang memuat skala prioritas hingga tahap akhir (ultimate phase).

  • 15

    BAB IV

    TATA CARA PENULISAN DAN MATERI RANCANGAN KEPUTUSAN TENTANG RENCANA INDUK

    Pasal 13

    Penyusunan Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Rencana Induk Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, terdiri dari : a. Judul; b. Pembukaan; c. Batang Tubuh; d. Penutup; e. Lampiran.

    Pasal 14 Penulisan judul dalam Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, adalah sebagai berikut a. Judul ditulis seluruhnya dalam huruf kapital yang diletakkan di tengah

    marjin tanpa diakhiri tanda baca; b. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan

    atau penetapan dan nama Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan.

    Pasal 15 Pembukaan Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 13 huruf b, memuat tentang : a. Jabatan Pembentuk Peraturan; b. Konsideran; c. Dasar hukuin; d. Mernutuskan; e. Menetapkan; f. Nama Peraturan.

    Pasal 16 (1) Batang Tubuh dalam Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, sebagai berikut

    a. Ketentuan Umum; b. Materi Pokok; c. Ketentuan Penutup.

  • 16

    (2) Ketentuan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, memuat tentang definisi dan pengertian yang termuat dalam Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan.

    (3) Materi pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain

    memuat:

    a. Kebutuhan dan batas-batas lahan yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan di bandar udara;

    b. Pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara; c. Penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk keperluan peningkatan

    pengoperasian, pelayanan, pengelolaan dan pengusahaan serta pembangunan dan pengembangan bandar udara.

    (4) Ketentuan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

    memuat tentang:

    a. Ketentuan Peralihan; b. Waktu berlakunya peraturan.

    Pasal 17

    (1) Penutup dalam Rancangan Keputusan tentang Rencana Induk

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, memuat tentang: a. Tempat / tanggal penetapan; b. Nama jabatan penandatangan; c. Tanda tangan; d. Nama lengkap penandatangan.

    (2) Penulisan nama jabatan dan nama pejabat penandatangan ditulis

    dengan huruf kapital dan pada akhir nama jabatan diberi tanda koma. (3) Penulisan penutup disebelah kanan dari marjin.

    Pasal 18 Lampiran dalam Rancangan Keputusan Rencana Induk sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 13 huruf e, terdiri dari: a. Gambar Kebutuhan Lahan Bandar Udara; b. Daftar Sistem Koordinat Batas-batas Lahan Eksisting Bandar Udara; c. Daftar Sistem Koordinat Batas-batas Lahan Pengembangan Bandar

    Udara; d. Perkembangan dan prakiraan permintaan / kebutuhan jasa angkutan

    udara di bandar udara dimaksud; e. Rencana Pengembangan dan Tahapan Pembangunan Fasilitas Bandar

    Udara; f. Gambar Rencana Induk Bandar Udara.

  • 17

    Pasal 19

    Bentuk Rancangan Keputusan tentang Rencana Induk sebagaimana tercantum pada Lampiran.

    BABV

    KETENTUAN LAiN - LAIN

    Pasal 20 (1) Rencana Induk Bandar Udara untuk Bandar Udara Pusat Penyebaran

    dan/atau Bandar Udara Bukan Pusat Penyebaran yang ruang udara di sekitamya dikendalikan, ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    (2) Rencana Induk Bandar Udara untuk Bandar Udara Bukan Pusat

    Penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan, ditctapkan dengan Keputusan Pcmerintah Daerah Kabupaten / Kota.

    BAB VI

    KIETENTIJAN PENUTTJP

    Pasal 21

    Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dikoordinasikan oleh Direktur Teknik Bandar Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

    Pasal 22 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkandi JAKARTA Pada tangga1 24 JUNI 2002

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    ttd

    SOENARYO. Y NIP. 120038217